TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Penyediaan Hijauan dan Silase di Daerah Tropis. Penyediaan hijauan yang berkualitas di daerah tropis perlu perencanaan
|
|
- Harjanti Tanuwidjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 8 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyediaan Hijauan dan Silase di Daerah Tropis Penyediaan hijauan yang berkualitas di daerah tropis perlu perencanaan yang lebih baik agar hijauan dapat dipanen tepat waktu saat kualitasnya tinggi, dengan teknik ensilase hijauan tanaman atau hasil sampingan limbah pertanian memberikan kontribusi penting terhadap sistem produksi ternak di daerah tropis (Mannetje,1999). Legum dan rumput tropis tidak ideal untuk dibuat silase karena kandungan WSC (Water soluble capacity) nya rendah dan memiliki buffering capacity nya tinggi yang menyebabkan protein mudah mengalami proteolysis (Woolford, 1984), rendah kandungan gula, dan tinggi serat. Agar kegagalan tidak terjadi dan hambatan-hambatan dapat diatasi, diperlukan modifikasi agar silase sesuai untuk keperluan di daerah tropis, misalnya kapasitas silo yang lebih kecil, teknik yang lebih sederhana, investasi yang kecil, menggunakan material lokal, aman, dan pengembalian modal cepat, ada beberapa cara untuk meningkatkan kualitas silase di daerah tropis yaitu mencampur tanaman sereal dengan legume, pelayuan, penambahan aditif, dan menggunakan silo kecil (Mannetje,1999). Aditif digunakan untuk meningkatkan preservasi silase dengan meyakinkan bahwa BAL mendominasi fase fermentasi (Bolsen et al., 1995). Rumput dengan BK rendah perlu dilayukan dahulu sebelum ditambahkan aditif, tidak terdapat perbaikan kualitas jika aditif ditambahkan pada rumput basah.
2 9 2.2 Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) cv Taiwan Rumput adalah jenis hijauan yang umum digunakan sebagai bahan silase, karena mengandung komposisi kimia yang lengkap sehingga dapat diawetkan dengan proses fermentasi dibanding dengan jenis hijauan dari leguminosa. Umumnya rumput mengandung WSC lebih tinggi dibandingkan dengan leguminosa akan tetapi kandunganya bervariasi tergantung pada spesies, kultivar, fase tumbuh, interval pemotongan, penggunaan pupuk, dan iklim. Kultivar rumput-rumputan asal tropis memiliki karakteristik yang berbeda baik secara fisik maupun kimia bila dibandingkan dengan kultivar rumput-rumputan asal subtropis. Sehingga hal ini dapat menyebabkan adanya perbedaan baik pada nilai nutrisi ketika diberikan pada ternak maupun pada karakteristik pola pengolahannya ketika diawetkan seperti pada pembuatan silase. Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) merupakan jenis rumput unggul yang mempunyai produktivitas dan kandungan zat gizi yang cukup tinggi serta disukai oleh ternak ruminansia. Pada daerah lembab atau dengan irigasi, produksi rumput Gajah dapat mencapai lebih dari 290 ton rumput segar ha -1 tahun -1 (Mcllroy, 1976), dengan produksi bahan kering ton ha -1 tahun -1 (Siregar, 1989), dengan rata-rata kandungan zat-zat gizi yaitu: protein kasar 9,66%, BETN 41,34%, serat kasar 30,86%, lemak 2,24%, abu 15,96%, dan TDN 51% (Lubis, 1992). Nilai gizi rumput Gajah sebagai hijauan makanan ternak ditentukan oleh zat-zat makanan yang terdapat di dalamnya. Produksi rumput Gajah yang berlebih, dapat dimanfaatkan dengan dibuat silase untuk mengantisipasi kesenjangan produksi hijauan pada musim kemarau dan dapat memanfaatkan kelebihan produksi pada saat pertumbuhan yang terbaik.
3 10 Rumput Gajah memiliki taksonomi sebagai berikut: Kingdom Divisio Class Ordo Family Genus Species : Plantae : Spermathopyta : Angiospermae : Graminales : Graminaceae : Pennisetum : Pennisetum purpureum Rumput Gajah kultivar Taiwan memiliki ciri-ciri antara lain: produksi yang cukup tinggi, anakan yang banyak dan mempunyai akar yang kuat, batang yang tidak keras serta mempunyai ruas-ruas yang pendek, daunnya lebih lebar dari rumput Gajah varietas lainnya yaitu varietas Hawai dan varietas Afrika, dan tidak mempunyai bulu-bulu halus pada permukaan daunnya sehingga sangat disukai oleh ternak (Balai Embrio Ternak, 1997). Rumput Gajah kultivar Taiwan mengandung air 87,54% dan berdasarkan BK mengandung 15,3% abu; 13,87% PK; 1,61% LK; 22,92% SK dan 46,47% BETN (Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, 2009) Silase Silase adalah pakan hasil produk fermentasi hijauan, hasil samping pertanian dan agroindustri dengan kadar air tinggi yang diawetkan dalam kondisi anaerob (Moran, 2005; Woolford, 1984). Proses kimiawi atau fermentasi yang terjadi selama proses silase disebut ensilase, sedangkan tempatnya disebut silo (McDonald et al., 1991). Prinsip dasar pembuatan silase adalah terciptanya kondisi anaerob dan asam dalam waktu singkat. Keadaan anaerob ini harus tetap
4 11 dipertahankan, sebab oksigen adalah salah satu pembatas dalam proses silase (Schroeder, 2004; Moran, 2005). Menurut Coblenzt (2003) ada tiga hal penting agar diperoleh kondisi anaerob yaitu 1) Menghilangkan udara dengan cepat, 2) Menghasilkan asam laktat untuk membantu menurunkan ph, 3) Mencegah masuknya oksigen ke dalam silo untuk menghambat pertumbuhan jamur selama penyimpanan. Tujuan utama pembuatan silase adalah untuk mengawetkan dan mengurangi kehilangan zat makanan suatu hijauan untuk dimanfaatkan pada musim kemarau (Schroeder 2004). Pembuatan silase tidak tergantung dengan musim (Sapienza dan Bolsen, 1993; Schroeder, 2004). Fermentasi akan terhenti disebabkan kehabisan substrat gula untuk proses fermentasi dan dapat terus bertahan selama beberapa tahun sepanjang silase tidak kontak dengan udara (Bolsen et al., 2000). Sapienza dan Bolsen (1993) menyatakan bahwa proses ensilase berfungsi untuk mengawetkan komponen nutrien lainnya yang terdapat dalam bahan silase. Semakin cepat ph turun semakin dapat ditekan enzim proteolisis yang bekerja pada protein. Rendahnya ph juga menghentikan pertumbuhan bakteri anaerob seperti Enterobacteriaceae, Bacilli, Clostridia, dan Listeria. Tahapan proses ensilase dapat dibagi ke dalam beberapa fase, yaitu 1) fase aerobik, 2) fase fermentatif, 3) fase stabil, dan 4) fase pengeluaran (Merry et al., 1997). Proses ensilase berlangsung dalam silo. Bentuk dan ukuran silo dapat disesuaikan dengan keperluan (Gilad dan Weinberg, 2009) baik silo portebel maupun yang permanen. Beberapa silo yang banyak digunakan seperti bunker silo, tower silo atau bale silo. Penggunaan drum plastik di daerah tropis (Chin, 2002, Wan Zahari et al., 1999), lebih banyak digunakan karena lebih mudah diisi,
5 12 dikemas dan ditangani serta dikeluarkan. Silo vertikal kecil dengan tinggi 3 meter dan diameter 2 meter berbahan semen dengan kapasitas 75 ton silase juga cocok untuk daerah tropis (Chin, 2002). Waktu ensilase dapat bervariasi tergantung karakteristik hijauan dan waktu pemberian pakan. Ensilase jagung dilakukan selama hari selama musim hujan (Juli Oktober), tetapi lebih singkat pada musim kering. Kadang-kadang hanya 18 hari jika terjadi kekeringan yang panjang dilaporkan oleh Mannetje, (1999). Daun rami yang diensilase dengan penambahan aditif onggok, pollard dan dedak menghasilkan ph silase yang cukup baik setelah 30 hari fermentasi (Despal and Permana, 2008). Secara umum kualitas silase dipengaruhi oleh tingkat kematangan hijauan, kadar air, ukuran partikel bahan, penyimpanan pada saat ensilase dan pemakaian aditif (Schroeder, 2004; Moran, 2005). Untuk meningkatkan kualitas produk hasil fermentasi sering ditambahkan bahan pemicu atau penghambat fermentasi baik berupa bahan kimia seperti asam dan alkali maupun zat aditif mikrobiologis dan bahan aditif kimia yg sering digunakan adalah asam format dan NaOH sedangkan bahan mikrobiologis umumnya adalah berupa khamir dan bakteri atau enzim yang dihasilkan dari kedua komponen mikrobiologis tersebut. Zat aditif pemicu fermentasi bekerja membantu pertumbuhan BAL untuk lebih cepat tumbuh dengan demikian dapat memproduksi asam laktat lebih banyak sehingga kondisi asam segera tercapai. Sedangkan penghambat fermentasi digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk seperti Clostridia sehingga pakan bisa awet. Penambahan zat aditif mikrobiologis jamur yang umum digunakan adalah jenis jamur penghancur ligno-selulase seperti Tricoderma viridae, Pleorotus sp, dll sedangkan bakteri yang umum digunakan
6 13 adalah bakteri asam laktat seperti Lactobacillus plantarum, Pediococcus pentosaceus, dll sedangkan enzim yang umum digunakan adalah dari jenis penghancur serat seperti hemiselulase dan selulase. a. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Silase Saun & Heinrichs (2008) menyatakan bahwa silase yang berkualitas baik, akan berwarna seperti bahan asalnya. Faktor-faktor keadaan bahan seperti kadar BK dan WSC tanaman berpengaruh pada karakteristik fermentasi silase. Kadar tersebut bervariasi dan dipengaruhi oleh jenis dan varietas tanaman (Miron et al., 2006), umur tanaman (Miron et al., 2006) dan pola tanam (Dawo et al., 2007). Proses fermentasi silase yang kurang baik menyebabkan mikroba Clostridia berkembang dicirikan oleh tingginya kadar asam butirat ( > 5 g/kg BK), ph tinggi (ph > 5 pada BK rendah) dan tinggi kadar amonia dan amin. Ensilase hijauan mengandung BK rendah dan WSC tinggi tidak menghasilkan fermentasi yang baik dan kehilangan nutrien tinggi terutama pada ensilase skala besar (Miron et al., 2006). Pemanenan hijauan pada tahap kematangan milk stage menghasilkan asam laktat tinggi dan ph rendah dibandingkan pada tahap early dough. b. Aditif Silase Aditif silase adalah bahan yang ditambahkan pada material sebelum proses ensilase untuk meningkatkan kualitas silase yang dihasilkan. Terdapat 4 kategori aditif (McDonald et al., 1991), yaitu: 1) Stimulan fermentasi a) BAL b) Gula c) Molasses d) Enzim
7 14 2) Penghambat fermentasi seperti asam format, asam laktat, asam mineral, garam nitrit, garam sulfit, NaCl. 3) Penghambat kerusakan aerobik untuk meningkatkan stabilitas aerobik seperti BAL, asam propionat, asam benzoat. 4) Sumber nutrien seperti urea, amonia, dan mineral. c. Prekondisi Hijauan Ensilase material dengan kadar BK di bawah 247 g kg -1 BK akan meningkatkan resiko silase yang berjamur dan kehilangan BK selama ensilase (Ashbell et al., 1999). Sedangkan Cavallarin et al. (2005) menyarankan untuk menurunkan kadar air legum agar mencapai BK sekitar 320 g kg -1 dengan pemanasan oleh mesin sehingga fermentasi asam butirat dan perombakan protein dapat ditekan. Pelayuan yang terlalu lama, bagaimanapun menjadi kurang baik. Menurut Mannetje (1999), BK < 30% menyajikan lingkungan yang lebih cocok untuk bakteri Clostridia daripada Lactobacillus, menyebabkan kehilangan nutrien karena air dan nitrogen terlarut terakumulasi pada bagian bawah silo. Namun pelayuan yang terlalu lama (> 12 jam atau mencapai BK > 40%) tidak meningkatkan kecernaan bahkan menyebabkan ph silase meningkat. Hijauan yang memiliki kandungan BK tinggi menyebabkan fermentasi buruk karena kesulitan dalam pemadatan. Pelayuan yang lebih lama menyebabkan kehilangan BK. Pelayuan hanya perlu jika tanaman masih sangat basah saat dipanen, kondisi memungkinkan untuk pelayuan cepat. d. Penggunaan Silase pada Ternak Pakan silase dapat menyediakan hijauan dengan kualitas yang stabil dan tidak banyak bergantung pada cuaca (Cavallarin et al., 2005). Hijauan yang diawetkan dengan silase memiliki kandungan nutrisi yang lebih tinggi
8 15 dibandingkan dengan hay (Regan, 1997). Mannetje, (1999) melaporkan bahwa > 90% hijauan untuk ternak di Belanda, Jerman, dan Denmark disimpan dalam bentuk silase, bahkan di negara yang lebih baik kondisinya untuk membuat hay seperti di Prancis dan Itali sekitar 50% hijauan diensilase. Silase legum (Mannetje.,1999) dan silase jagung (Velik et al., 2007) dapat dijadikan subtitusi untuk konsentrat pada peternakan skala kecil atau peternakan organik tanpa mengganggu produksi khususnya pada sapi fase setengah akhir laktasi. Kadar lemak yang dihasilkan bahkan lebih tinggi. Silase juga dapat digunakan sebagai suplemen pastura. Suplementasi silase khususnya silase lotus meningkatkan produksi bahan kering susu pada musim panas ketika pastura lambat pertumbuhannya dan rendah kualitasnya yang mungkin menghambat produksi susu (Woodward et al., 2006). Di Malaysia, produksi silase untuk peternak sapi perah skala kecil dari 3 jenis rumput yaitu rumput Gajah, hijauan sorghum dan jagung untuk suplemen pakan sapi perah, mampu meningkat produksi susu dari 630 liter pada bulan Januari 1985 menjadi 2533 liter pada bulan April 1986 (Chin, 2002). Silase yang terbanyak digunakan dalam ransum sapi perah adalah silase jagung dan sorghum. 2.4 Khamir S. cerevisiae merupakan khamir sejati tergolong eukariot yang secara morfologi hanya membentuk blastospora berbentuk bulat lonjong, silindris, oval atau bulat telur yang dipengaruhi oleh strainnya. Dapat berkembang biak dengan membelah diri melalui "budding cell". Reproduksinya dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan serta jumlah nutrisi yang tersedia bagi pertumbuhan sel. Penampilan makroskopik mempunyai koloni berbentuk bulat, warna kuning muda,
9 16 permukaan berkilau, licin, tekstur lunak, dan memiliki sel bulat dengan askospora 1-8 buah (Nikon,2004). Taksonomi S. cerevisiae menurut Sanger (2004), sebagai berikut : Super Kingdom Phylum Subphylum Class Order Family Genus Species : Eukaryota : Fungi : Ascomycota : Saccharomycetes : Saccharomycetales : Saccharomycetaceae : Saccharomyces : Saccharomyces cerevisiae Khamir dapat berkembang biak dalam gula sederhana seperti glukosa, maupun gula kompleks disakarida yaitu sukrosa. Selain itu untuk menunjang kebutuhan hidup diperlukan oksigen, karbohidrat, dan nitrogen. Pada uji fermentasi gula-gula mempunyai reaksi positif pada gula dekstrosa, galaktosa, sukrosa, maltosa, raffinosa, trehalosa, dan negatif pada gula laktosa (Loder, 1970). Komposisi kimia S. cerevisiae terdiri atas: protein kasar %, karbohidrat ; %; lemase 4-5 %; dan mineral 7-8 % (Reed dan Nagodatwihana, 1991). S. cerevisiae merupakan jenis khamir khusus karena kemampuannya tumbuh baik pada kondisi anerobik dan aerobik. Pada kondisi anaerobik S. cerevisiae memiliki laju pertumbuhan lebih dari 0,5 per jam, meskipun produksi biomassa rendah, sebagian besar substrat dikonversi menjadi etanol dan CO2 (Neway, 1989). S. cerevisiae tumbuh pada temperatur minimum 9-11 C, temperatur maksimum C, dan temperatur optimum 30 C dengan ph 4-4,5 (Peppler,
10 ). S. cerevisiae dan spesies sejenis memiliki kemampuan untuk memfermentasi sejumlah gula, antara lain glukosa, fruktosa, mannosa, galaktosa, sukrosa, maltosa, maltotriosa, dan rafinosa (Stewart et al., 1990). S. cerevisiae berwarna putih sampai krem, berkoloni (Barnet et al., 2000). Menurut Naumov (1996), khamir fermentatif hidup pada kondisi yang anaerobik, tetapi S. cerevisiae dapat mengubah sistem metabolismenya dari jalur fermentatif menjadi oksidatif (respirasi) (Fardiaz, 1988). Selama fermentasi pertumbuhan khamir pada kondisi anaerobik substrat karbohidrat dikonversi menjadi etanol dan CO2. Pada kondisi aerobik, khamir menghasilkan biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol. Selama proses ini dihasilkan juga gliserol, asetat, jenis alkohol yang lain, ester, dan senyawa karbonil yang mempengaruhi aroma minuman (Neway, 1989). 2.5 Molases Molases adalah hasil samping yang berasal dari pembuatan gula tebu (Saccharum officinarum L). Tetes tebu berupa cairan kental dan diperoleh dari tahap pemisahan Kristal gula. Molases tidak dapat lagi dibentuk menjadi sukrosa namun masih mengandung gula dengan kadar tinggi 50-60%, asam amino, mineral, air 23%. Komposisi zat makanannya berdasarkan bahan kering mengandung protein 5,4%; Abu 10,4%; BETN 74%; SK 10%, dan LK 0,3% (Hartadi, dkk., 1986). Molases mengandung zat protein yang rendah akan tetapi kaya akan karbohidrat yang dapat dicerna. Molases merupakan sumber energi bagi mikroorganisme selama proses fermentasi (Moran, 1996). Molases yang ditambahkan pada pembuatan silase akan membuat suasana yang lebih baik untuk terbentuknya asam laktat dan asam asetat oleh bakteri (Ensminger, 1977).
11 18 Molases dapat memberikan karbohidrat yang diperlukan untuk memperlancar pertumbuhan Lactobacillus sehingga dapat memperlancar proses fermentasi, menurut Woolford (1984), penambahan molases 4-5% dari berat hijauan segar terbukti dapat membuat fermentasi berjalan dengan baik dan menghasilkan silase yang baik. Penambahan aditif molases atau lumpur kecap ternyata dapat menghasilkan kandungan asam laktat yang tinggi dan derajat keasaman yang rendah (Lukmansyah, 2009). Selain itu, penambahan molases pada pembuatan silase rumput memberikan hasil dengan ph dan amonia rendah serta asam laktat tinggi (Thomas, 1978). 2.6 Kualitas Fisik Silase Salah satu pengujian kualitas silase adalah dengan pengamatan fisik silase. Beberapa faktor menjadi faktor utama dalam penentuan kualitas fisik silase yaitu bau, warna, tekstur, dan kontaminasi jamur. Silase yang berkualitas baik adalah silase yang akan menghasilkan aroma asam dimana aroma asam tersebut menandakan bahwa proses fermentasi di dalam silo berjalan dengan baik (Mannetje, 1999). Silase yang beraroma seperti cuka diakibatkan oleh pertumbuhan bakteri asam asetat Bacilli dimana produksi asam asetat tinggi. Produksi etanol oleh khamir dapat mengakibatkan silase beraroma seperti alkohol. Aroma tembakau dapat terjadi pada silase yang memiliki suhu yang tinggi dan mengalami pemanasan yang cukup ekstrim (Saun dan Heinrichs, 2008). Silase berkualitas baik akan menghasilkan warna yang hampir menyamai warna tanaman atau pakan sebelum diensilase. Saun dan Heinrichs (2008) menambahkan bahwa warna silase dapat menggambarkan hasil dari fermentasi.
12 19 Dominasi asam asetat akan menghasilkan warna kekuningan sedangkan warna hijau berlendir dipicu oleh tingginya aktivitas bakteri Clostridia yang menghasilkan asam butirat dalam jumlah yang cukup tinggi. Warna kecoklatan bahkan hitam dapat terjadi pada silase yang mengalami pemanasan cukup tinggi atau terlampau ekstrim. Warna gelap pada silase mengindikasikan silase berkualitas rendah (Despal et al., 2011). Warna coklat muda diakibatkan karena hijau daun dari klorofil akan hancur selama proses ensilase sedangkan warna putih mengindikasikan pertumbuhan jamur yang tinggi. Jamur yang sering ditemukan pada tanaman jagung yaitu Aspergilus dan Fusarium. Mikotoksin yang sering ditemukan adalah Aflatoksin oleh jamur Aspergilus flavus dan Fumonisin oleh jamur Fusarium (Trung et al., 2008). Nilai optimum bagian terkontaminasi jamur pada silase menurut Davies (2007) sebesar 10%. Pertumbuhan jamur pada silase disebabkan oleh belum maksimalnya kondisi kedap udara. Jamur-jamur akan aktif pada kondisi aerob dan tumbuh di permukaan silase (McDonald et al., 2002). Pembatasan suplai oksigen yang kurang optimal berkaitan dengan ukuran partikel dari bahan. Ukuran partikel yang lebih kecil akan menyediakan karbohidrat terlarut yang lebih banyak sehingga BAL dapat lebih aktif dalam memproduksi asam laktat sehingga konsentrasi asam laktat ikut meningkat (McDonald et al., 1991). Akhirnya penurunan ph optimal dan pengawetan pakan lebih cepat tercapai. Pencacahan dilakukan untuk mengurangi partikel bahan. Partikel yang lebih kecil dapat mengubah pola fermentasi dengan mengubah laju kerusakan jaringan tanaman dan memperbaiki proses fermentasi, melalui pengepakan yang lebih mudah dan teratur sehingga lebih mudah dipadatkan. Kondisi ini akan meningkatkan area kontak substrat dan mikroorganisme (Church, 1991).
13 ph Silase Nilai ph optimum silase yang berkualitas baik adalah < 4,2, dan silase berkualitas sedang berada pada kisaran 4,5-5,2 sedangkan silase kualitas buruk memiliki nilai ph > 5,2 (Haustein, 2003). Saun dan Heinrichs (2008) menyatakan bahwa silase tanaman jagung berkualitas baik akan menghasilkan ph pada kisaran 3,8-4,2. Tingginya kandungan karbohidrat terlarut dan rendahnya protein dapat memicu penurunan ph. Kandungan protein tanaman yang rendah menyebabkan kapasitas penyangga rendah sehingga pengasaman lebih mudah terjadi (Despal et al., 2011). Karbohidrat larut air dibutuhkan oleh BAL hingga menyebabkan penurunan ph sampai 3,5 (Muck dan Bolsen, 1991). Nilai ph yang rendah akan menghambat pertumbuhan bakteri merugikan seperti Clostridia dan juga menghentikan aktivitas enzim proteolitik tanaman yang menyebabkan perombakan protein. Saat kondisi asam, asam laktat dan asam asetat lebih mampu membatasi pertumbuhan mikroorganisme pembusuk (Muck dan Bolsen, 1991). Tingginya ph dapat dipicu oleh terpaparnya silase terhadap oksigen yang terlalu lama, menyebabkan fermentasi aerob kembali terjadi. Saat kondisi aerob bakteri asam laktat dan khamir lebih banyak memfermentasi karbohidrat terlarut menjadi CO2, H2O, dan panas dibandingkan produksi asam sehingga menyebabkan terjadinya pemanasan sekunder dan peningkatan suhu. Pertumbuhan Clostridia akan memfermentasikan karbohidrat terlarut menjadi asam butirat yang akan menaikkan derajat keasaman atau ph.
TINJAUAN PUSTAKA Potensi Tanaman Nenas dan Limbahnya Sebagai Bahan Pakan. Tanaman nenas ( Ananas comosus L. Merr) merupakan salah satu
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Tanaman Nenas dan Limbahnya Sebagai Bahan Pakan Tanaman nenas ( Ananas comosus L. Merr) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai
6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai konsekuensi logis dari aktivitas serta pemenuhan kebutuhan penduduk kota. Berdasarkan sumber
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Jenis Rumput
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Karakter fisik merupakan karakter yang dapat diamati secara langsung, karakter fisik yang diamati pada penelitian ini
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Menurut Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Salah satu limbah yang banyak
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Silase Rumput Gajah purpureum) pengaruh penambahan S. cerevisiae pada berbagai tingkat
28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Hasil penelitian pengaruh penambahan S. cerevisiae pada berbagai tingkat dosis S. cerevisiae
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kasar yang tinggi. Ternak ruminansia dalam masa pertumbuhannya, menyusui,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan komponen utama dalam usaha peternakan hewan ruminansia. Pemberian pakan dimaksudkan agar ternak ruminansia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya untuk pertumbuhan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung tersedianya sampah khususnya sampah organik. Sampah organik yang berpeluang digunakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat
Lebih terperinciOkt ,30 75,00 257,00 Nop ,30 80,00 458,00 Des ,10 84,00 345,00 Jumlah 77,70 264, ,00 Rata-rata 25,85 88,30 353,34
HASIL DAN PEMBAHASAN Informasi Tanaman dan Kondisi Lingkungan Tanaman Jagung yang digunakan adalah tanaman jagung varietas Pertiwi-3 diproduksi oleh PT. Agri Makmur Pertiwi. Tanaman Jagung yang digunakan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jerami Jagung Jerami jagung merupakan sisa dari tanaman jagung setelah buahnya dipanen dikurangi akar dan sebagian batang yang tersisa dan dapat diberikan kepada ternak, baik
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L. adalah salah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jerami Jagung Tanaman jagung dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L. adalah salah satu tanaman biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan ( Graminaceae) yang sudah popular di
Lebih terperinciII.TINJAUAN PUSTAKA. produksi pisang selalu menempati posisi pertama (Badan Pusat Statistik, 200 3). Jenis pisang di
II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Limbah Perkebunan Pisang di Riau 2.1.1 Pisang (Musa paradisiaca) Pisang merupakan salah satu komoditas buah unggulan Indonesia dengan luas panen dan produksi pisang selalu
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Limbah Sayuran Limbah sayuran pasar merupakan bahan yang dibuang dari usaha memperbaiki penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan (Muwakhid,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. reproduksi. Setiap ternak ruminansia membutuhkan makanan berupa hijauan karena
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan kebutuhan utama dalam segala bidang usaha ternak, termasuk dalam hal ternak ruminansia. Pemberian pakan dimaksudkan agar ternak ruminansia dapat memenuhi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Unsur-unsur Nutrien dalam Singkong (dalam As Fed)
TINJAUAN PUSTAKA Singkong Singkong atau ubi kayu, tergolong dalam famili Euphorbiaceae, genus Manihot dengan spesies esculenta Crantz dengan berbagai varietas (Henry, 2007). Bagian tanaman yang biasanya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan, karena sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan biaya
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Penambahan Inokulum terhadap Kualitas Fisik Silase Rumput Kalanjana
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Penambahan Inokulum terhadap Kualitas Fisik Silase Rumput Kalanjana Kualitas silase dapat dilihat dari karakteristik fisiknya setelah silase
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Silase
TINJAUAN PUSTAKA Silase Silase adalah pakan hasil produk fermentasi hijauan, hasil samping pertanian dan agroindustri dengan kadar air tinggi yang diawetkan dalam kondisi anaerob (Moran, 2005; Johnson
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecap Kedelai 1. Definisi Kecap Kedelai Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, dengan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Sagu di Riau Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman monokotil dari keluarga palmae. Genus Metroxylonsecara garis besar digolongkan menjadi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternak Indonesia pada umumnya sering mengalami permasalahan kekurangan atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai pakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus memikirkan ketersediaan pakan. Pakan merupakan komponen biaya terbesar dalam pemeliharaan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. areal sekitar luas 1,5 juta hektar (ha) dari luasan tersebut pada tahun 2005 dapat
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Ampas Sagu di Riau Sagu ( Metroxylon spp.) merupakan tanaman asli Indonesia dengan luas areal sekitar luas 1,5 juta hektar (ha) dari luasan tersebut pada tahun 2005 dapat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Awal Bahan Proses ensilase atau fermentasi akan menyebabkan perubahan nutrisi. Kondisi bahan setelah ensilase baik secara fisik maupun nutrisi, terlihat pada Tabel 4. Pada
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Daun Rami dan Pemanfaatannya
TINJAUAN PUSTAKA Daun Rami dan Pemanfaatannya Tanaman rami (Boehmeria nivea, L. Gaud) identik dengan serat karena selama ini tanaman tersebut dibudidayakan untuk diambil seratnya. Adapun sistematika botani
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. penguat, dan pakan tambahan (Sudarmono dan Sugeng, 2008).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pakan Pakan merupakan bahan-bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan dan hasil industri yang mengandung nutrisi dan layak dipergunakan sebagai pakan, baik yang diolah maupun
Lebih terperinciSILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA
AgroinovasI SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA Ternak ruminansia seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan rusa dan lain-lain mempunyai keistimewaan dibanding ternak non ruminansia yaitu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah mengalami keterbatasan. Lahan yang tidak subur yang semestinya sebagai lahan tanaman
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia. Buah nenas merupakan produk terpenting kedua setelah pisang. Produksi nenas mencapai 20%
Lebih terperinciKAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG
KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG (Study on Molasses as Additive at Organoleptic and Nutrition Quality of Banana Shell Silage) S. Sumarsih,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bandar Lampung dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bandar Lampung dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang, menghasilkan sampah dengan karakteristik yang bervariasi. Timbunan sampah yang tidak terurus
Lebih terperinciHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto
IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Tahap 1 4.1.1. Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto Fermentasi merupakan aktivitas mikroba untuk memperoleh energi yang diperlukan dalam
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering
33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian mengenai pengaruh biokonversi biomassa jagung oleh mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Musim kemarau di Indonesia menjadi permasalahan yang cukup
PENDAHULUAN Latar Belakang Musim kemarau di Indonesia menjadi permasalahan yang cukup berat bagi peternak. Hal tersebut dikarenakan sulitnya memenuhi kebutuhan pakan hijauan yang berkualitas untuk ternak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Limbah telah menjadi masalah utama di kota-kota besar Indonesia. Pada tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah telah menjadi masalah utama di kota-kota besar Indonesia. Pada tahun 2020, volume sampah perkotaan di Indonesia diperkirakan akan meningkatlima kali lipat (Fatimah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pakan. Davendra, (1993) mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berat badan maupun
Lebih terperinciII.TINJAUAN PUSTAKA. laut. Pisang dapat tumbuh pada iklim tropis basah, lembab dan panas dengan
II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Perkebunan Pisang di Riau 2.1.1. Pisang (Musa paradisiaca L) Tanaman pisang merupakan tanaman yang mudah dibudidayakan baik dilahan khusus maupun ditanam sembarangan, karena
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Nenas merupakan anggota dari famili Bromeliaceae yang terdiri dari 45 genus serta 2000
II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Potensi Nenas dan Limbahnya Sebagai Pakan Ternak Nenas merupakan anggota dari famili Bromeliaceae yang terdiri dari 45 genus serta 2000 spesies. Nenas dikenal dengan nama latin
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan
TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Mahkota Nanas sebagai Bahan Pakan Ruminansia spesies. Nanas dikenal dengan nama latin yaitu Ananas comosus (Merr.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mahkota Nanas sebagai Bahan Pakan Ruminansia Nanas merupakan famili Bromeliaceae yang terdiri dari 45 genus serta 2000 spesies. Nanas dikenal dengan nama latin yaitu Ananas comosus
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. Pemanfaatan limbah industri gula tebu sebagai pakan alternatif merupakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah merupakan salah satu jenis sapi yang dapat mengubah pakan
2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu jenis sapi yang dapat mengubah pakan yang dikonsumsi menjadi susu sebagai produk utamanya baik untuk diberikan kepada anaknya maupun
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Pakan Fermentasi Parameter kualitas fisik pakan fermentasi dievaluasi dari tekstur, aroma, tingkat kontaminasi jamur dan tingkat keasaman (ph). Dari kedua bahan pakan yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. panen atau diambil hasil utamanya. Limbah pertanian umumnya mempunyai
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Agroindustri Pertanian Limbah pertanian adalah bagian utama diatas atau pucuknya yang tersisa setelah panen atau diambil hasil utamanya. Limbah pertanian umumnya mempunyai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah mempunyai banyak dampak pada manusia dan lingkungan antara lain
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Limbah Sayuran Limbah mempunyai banyak dampak pada manusia dan lingkungan antara lain kesehatan, lingkungan, dan sosial ekonomi. Salah satu limbah yang banyak terdapat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah FH berasal dari Belanda dengan ciri-ciri khas yaitu warna bulu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Friesian Holstein (FH) Sapi perah FH berasal dari Belanda dengan ciri-ciri khas yaitu warna bulu hitam dengan bercak-bercak putih pada umumnya, namun juga ada yang berwarna
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar
Lebih terperinciPengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di. kemarau untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak ruminansia yang memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di Indonesia, dihadapkan pada kendala pemberian pakan yang belum memenuhi kebutuhan ternak. Ketersediaan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Calf starter merupakan susu pengganti (milk replacer) yang diberikan ke
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Calf Starter Calf starter merupakan susu pengganti (milk replacer) yang diberikan ke pedet untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya (Winarti et al., 2011). Kebutuhan pedet dari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah FH merupakan sapi yang memiliki ciri warna putih belang hitam atau hitam belang putih dengan ekor berwarna putih, sapi betina FH memiliki ambing yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas,
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas, dan kontinuitas ketersediaan bahan pakan yang diberikan. Namun akhir-akhir ini lahan untuk pengembangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri
Lebih terperinciPrinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri
Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan di Indonesia sampai saat ini masih sering dihadapkan dengan berbagai masalah, salah satunya yaitu kurangnya ketersediaan pakan. Ketersediaan pakan khususnya
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Februari 2015 di Jurusan
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Februari 2015 di Jurusan Peternakan, analisis silase dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA Potensi Nanas dan Limbahnya sebagai Pakan. Nanas merupakan anggota dari family Bromeliaceae yang terdiri dari 45
I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Nanas dan Limbahnya sebagai Pakan Nanas merupakan anggota dari family Bromeliaceae yang terdiri dari 45 genus serta 2000 spesies. Nanas dikenal dengan nama latin yaitu
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioaktivator Menurut Wahyono (2010), bioaktivator adalah bahan aktif biologi yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator bukanlah pupuk, melainkan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. peternakan karena keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh
PENDAHULUAN Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor terpenting dalam usaha peternakan karena keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan. Hasil
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Bahan dan Alat
36 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yaitu mulai 8 Maret sampai 21 Agustus 2007 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. pertanian atau sisa hasil pertanian yang bernilai gizi rendah sebagai bahan pakan
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan utama makanan ternak ruminansia adalah hijauan pada umumnya, yang terdiri dari rumput dan leguminosa yang mana pada saat sekarang ketersediaannya mulai terbatas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah
Lebih terperinciColeman and Lawrence (2000) menambahkan bahwa kelemahan dari pakan olahan dalam hal ini wafer antara lain adalah:
Wafer Pakan (Feed Wafer) Roti/Wafer pakan merupakan salah satu teknologi pengolahan pakan yang efektif dan diharapkan dapat menjaga kontinuitas ketersediaan pakan ternak, terutama pada musim kemarau. Stevent
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum : Chordata; Subphylum :
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Brahman Cross Menurut Blakely dan Bade (1994), bahwa bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum : Chordata; Subphylum : Vertebrata; Class :
Lebih terperinciProses Pembuatan Madu
MADU PBA_MNH Madu cairan alami, umumnya berasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar); atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar); atau ekskresi serangga cairan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa tambahan nutrien
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap peningkatan produksi ternak. Namun biaya pakan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap peningkatan produksi ternak. Namun biaya pakan menduduki urutan pertama, dimana biaya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph
IV HASIL DAN PEMBAHSAN 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph Derajat keasaman (ph) merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan pada saat proses fermentasi. ph produk fermentasi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman singkong merupakan salah satu jenis tanaman pertanian utama di
6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Limbah Tanaman Singkong Tanaman singkong merupakan salah satu jenis tanaman pertanian utama di Indonesia. Tanaman ini termasuk famili Euphorbiacea yang mudah tumbuh
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fermentasi Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Proses
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang
Lebih terperinciKomparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas
Komparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas Kambing Peranakan Etawah (LAPORAN Hibah Bersaing Tahun-1) Dr. Despal, SPt. MSc.Agr Dr. Idat G.
Lebih terperinciPEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA
PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA DKI Jakarta merupakan wilayah terpadat penduduknya di Indonesia dengan kepadatan penduduk mencapai 13,7 ribu/km2 pada tahun
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput
Lebih terperinciFeed Wafer dan Feed Burger. Ditulis oleh Mukarom Salasa Selasa, 18 Oktober :04 - Update Terakhir Selasa, 18 Oktober :46
Pakan mempunyai peranan yang sangat penting didalam kehidupan ternak. Kita ketahui bahwa biaya pakan merupakan biaya terbesar dari total biaya produksi yaitu mencapai 70-80 %. Kelemahan sistem produksi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan sebagai pakan ternak diantaranya jerami padi, jerami jagung, jerami
6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah AgroIndustri Pertanian Limbah pertanian adalah bagian utama diatas atau pucuknya yang tersisa setelah panen atau diambil hasil utamanya. Beberapa contoh dari limbah pertanian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. nutrisi yang sesuai sehingga dapat dikonsumsi dan dapat dicerna oleh ternak yang
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Pakan merupakan bahan baku yang telah dicampur menjadi satu dengan nutrisi yang sesuai sehingga dapat dikonsumsi dan dapat dicerna oleh ternak yang penting untuk perawatan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah
Lebih terperinciDitulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 03 Pebruari :23 - Update Terakhir Selasa, 17 Pebruari :58
Pembuatan silase komplit dapat dijadikan salah satu cara untuk mengatasi kekurangan pakan di musim kemarau sekaligus memperbaiki kualitas gizi pakan ternak. Pada kondisi bulan basah (musim hijauan) pada
Lebih terperinciDiharapkan dengan diketahuinya media yang sesuai, pembuatan dan pemanfaatan silase bisa disebarluaskan sehingga dapat menunjang persediaan hijauan yan
SILASE TANAMAN JAGUNG SEBAGAI PENGEMBANGAN SUMBER PAKAN TERNAK BAMBANG KUSHARTONO DAN NANI IRIANI Balai Penelitian Ternak Po Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Pengembangan silase tanaman jagung sebagai alternatif
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah
TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Keuntungan usaha peternakan sapi perah adalah peternakan sapi perah merupakan usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha penggemukan. Penggemukan sapi potong umumnya banyak terdapat di daerah dataran tinggi dengan persediaan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Potensi Pelepah Kelapa Sawit sebagai Pakan Ternak. disebarluaskan ke Sumatera dan Malaysia (Aritonang, 1986).
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Pelepah Kelapa Sawit sebagai Pakan Ternak Kelapa sawit (Orbignya cohume) (Gambar 2.1), merupakan tanaman yang tergolong dalam kelompok palmae yang tumbuh baik di daerah
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan nama
10 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tanaman Jagung Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan nama spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi dan sistematika tanaman jagung yang dikutip dari
Lebih terperinciPENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak penelitian yang digunakan adalah sapi perah FH pada periode
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian 3.1.1. Ternak Penelitian Ternak penelitian yang digunakan adalah sapi perah FH pada periode laktasi 2 dengan bulan ke-2 sampai bulan ke-5 sebanyak
Lebih terperinci