HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto"

Transkripsi

1 IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Tahap Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto Fermentasi merupakan aktivitas mikroba untuk memperoleh energi yang diperlukan dalam metabolisme dan pertumbuhan melalui pemecahan senyawasenyawa organik secara anaerobik atau aerobik melalui kerja enzim yang dihasilkan mikroba (Fardiaz, 1989). Oleh karena itu, substrat yang digunakan untuk proses fermentasi akan mengalami perubahan kandungan energinya. Kandungan energi konsentrat hasil fermentasi disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Kandungan Energi Bruto Konsentrat Sebelum dan Sesudah Difermentasi Konsentrat Ulangan Tidak difermentasi Fermentasi kkal/kg Jumlah Rataan 3880,4 3692,4 Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan adanya variasi data dengan rataan kandungan energi pada konsentrat yang tanpa fermentasi adalah 3880,4 kkal/kg sedangkan konsentrat yang difermentasi adalah 3692,4 kkal/kg. Hasil uji t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kandungan energi diantara konsentrat

2 54 yang tidak difermentasi dengan yang telah difermentasi, dimana terjadi penurunan yang nyata kandungan energi pada konsentrat yang difermentasi selama 3 hari. Pada proses fermentasi terjadi penurunan jumlah bahan kering substrat terjadi akibat kebutuhan energi oleh mikroba yang merombak substrat terutama karbohidratnya yang menghasilkan energi dalam bentuk panas, CO 2, dan H 2 O. Hal ini sejalan dengan pendapat Zumael (2009) yang menjelaskan bahwa jumlah bahan kering pada fermentasi substrat padat mengalami penurunan karena penggunaan nutrien organik oleh mikroba, dilepaskannya CO 2, dan energi dalam bentuk panas yang menguap bersamaan dengan partikel air. Dinyatakan bahwa fermentasi yang membentuk senyawa etanol atau alkohol menghasilkan panas sebesar 28 kkal sedangkan fermentasi yang menghasilkan asam laktat seperti pada proses pembuatan silase menghasilkan panas sebesar 47 kkal (Bolsen dan Sapienza, 1993). Saccharomyces cerevisiae yang digunakan dalam penelitian ini bersifat mikroba fakultatif anaerob. Dalam proses fermentasi konsentrat secara tertutup (anaerob) pada awal inkubasi akan memanfaatkan terlebih dahulu oksigen yang ada dalam substrat dan mendorong suasana lebih anaerob. Hal ini menyebabkan mikroba anaerob seperti bakteri asam laktat yang terdapat dalam EM-4 cepat berkembang sehingga pada hari ke 3 sudah tercium aroma khas asam laktat. Khamir tersebut menghasilkan enzim zimase dan intervase yang berfungsi sebagai pemacu perubahan sukrosa menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa) dan mengubah glukosa menjadi alkohol (Judoamidjoyo dkk., 1992).

3 Pengaruh Fermentasi terhadap Persentase Serat Kasar Penurunan energi pada Tabel 4 menunjukan bahwa fermentasi membutuhkan bahan organik sebagai sumber energi. Sebagian mikroba memanfaatkan serat kasar sebagai sumber energi agar proses fermentasi berjalan dengan baik. Serat kasar merupakan golongan dari karbohidrat yang penyusunnya terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Hasil pengukuran kandungan serat kasar konsentrat dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kandungan Serat Kasar Konsentrat Sebelum dan Sesudah Difermentasi Konsentrat Ulangan Tidak Difermentasi Fermentasi % ,13 17, ,20 17, ,77 16, ,39 15, ,40 17,44 Jumlah 101,89 84,97 Rataan 20,37 16,99 Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan adanya variasi data dengan rataan kandungan serat kasar pada konsentrat yang tanpa fermentasi adalah 20,37% sedangkan konsentrat yang difermentasi adalah 16,99%. Hasil uji t menunjukkan bahwa terjadi penurunan serat kasar yang nyata (P<0,05) setelah konsentrat yang difermentasi selama 3 hari. Saccharomyces cerevisiae menghasilkan enzim α-galaktosidase yang memecah polisakarida menjadi disakarida dan monosakarida (Lang et al., 1997). Selain itu khamir tersebut diduga juga menghasilkan enzim selulase yang mengubah serat kasar menjadi glukosa. Oleh karena itu, penggunaan

4 56 Saccharomyces cerevisiae dalam fermentasi dapat menurunkan serat. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Budi (2010) bahwa fermentasi singkong dengan menggunakan Saccharomyces cerevisiae mampu menurunkan serat kasar pada tepung singkong. Hasil penelitian lain oleh Suryani (2014) Hasil fermentasi dalam pengolahan bioetanol singkong dengan konsorsium Saccharomyces cerevisiae menghasilkan penurunan serat kasar 2,65% menjadi 1,15%. Selain Saccharomyces cerevisiae, EM-4 yang digunakan dalam fermentasi konsentrat mengandung mikroba mencerna serat (Surung, 2008), sehingga kehadiran EM-4 dalam fermentasi konsentrat membantu dalam mencerna serat. Menurut Telew dkk., (2013) bahwa rekayasa sekam padi yang diberi EM-4 dapat serta menurunkan serat kasar. Didukung dengan hasil penelitian Islamiyati (2009) bahwa terjadi penurunan serat kasar setelah ampas sagu difermentasi dengan menggunakan EM Pengaruh Fermentasi terhadap Persentase Protein Kasar Kebutuhan energi pada proses fermentasi akan merombak zat makanan terutama BETN dan serat kasar (yang ditunjukkan dengan penurunan serat kasar pada Tabel 5) menyebabkan terjadinya perubahan zat makanan yang lain diantaranya adalah protein kasar. Perubahan kandungan protein kasar konsentrat setelah difermentasi ditunjukkan pada Tabel 6 berikut ini.

5 57 Tabel 6. Kandungan Protein Kasar Konsentrat Sebelum dan Sesudah Difermentasi Konsentrat Ulangan Tidak di Fermentasi Fermentasi % ,23 13, ,54 14, ,97 14, ,33 13, ,42 13,55 Jumlah 61,49 70,34 Rataan 12,29 14,06 Perubahan kandungan protein kasar konsentrat setelah difermentasi menunjukkan adanya peningkatan menjadi 14,06% dibandingkan dengan sebelum difermentasi yaitu 12,29% perubahan tersebut menunjukkan hasil yang signifikan setelah dilakukan uji t. Terjadinya kenaikan protein kasar pada konsentrat yang difermentasi sebagai akibat adanya perubahan proporsi komponen zat makanan pada konsentrat dimana bagian lain seperti karbohidrat mengalami penurunan sedangkan protein relatif tetap atau sedikit mengalami perubahan. Menurut Anggorodi (1985) menyatakan peningkatan protein dipengaruhi aktivitas enzim amilase, semakin tinggi aktivitas amilase maka semakin tinggi kadar protein yang dihasilkan. Lebih lanjut dikatakan bahwa enzim amilase berfungsi untuk menyediakan gula sederhana sebagai bahan dasar untuk sintesis protein. Kemungkinan lain terjadinya peningkatan protein kasar disebabkan pertumbuhan sel-sel dari mikroba yang semakin meningkat selama fermentasi (Sineenart et al., 2013). Mikroba yang tumbuh seperti Saccharomyces cerevisiae dan yang terdapat pada EM-4 memberikan sumbangan protein yang dapat meningkatkan kadar protein kasar pada konsentrat yang telah difermentasi.

6 58 Akindahunsi et al., (1999) melaporkan bahwa proses fermentasi dengan menggunakan Saccharomyces cerevisiae mampu meningkatkan kadar protein kasar dalam produk singkong. Hasil penelitian Oboh (2006) bahwa kulit singkong yang difermentasi selama 7 hari oleh Saccharomyces cerevisiae meningkat kandungan proteinya dari 8,2% menjadi 21,5%. Telew dkk., (2013) melakukan penelitian pada sekam padi dan Islamiyati (2009) pada ampas sagu yang difermentasi dengan EM-4 menunjukkan adanya peningkatan protein kasar Penelitian Tahap Pengaruh Perlakuan terhadap Tingkat Palatabilitas Palatabilitas adalah derajat kesukaan pada makanan tertentu yang terpilih dan dimakan dengan adanya respon yang diberikan oleh ternak baik ruminansia maupun mamalia (Church dan Pond, 1988). Lebih lanjut dikatakan bahwa pengertian palatabilitas berbeda dengan konsumsi dimana melibatkan indera penciuman, perabaan dan perasa, yang ditunjukkan dengan perilaku mengendus (sniffing) makanan. Palatabilitas biasanya diukur dengan cara memberikan dua atau lebih pakan pada ternak sehingga ternak dapat memilih dan memakan pakan yang lebih disukai. Tingkatan palatabilitas pada kambing Peranakan Etawah selama pengujian tiga hari dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini.

7 59 Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Tingkat Palatabilitas Konsentrat Ulangan Tidak Difermentasi Fermentasi gram/jam Jumlah Rataan 249,5 647 Hasil uji t menunjukkan terdapat perbedaan tingkatan palatabilitas diantara konsentrat yang tidak difermentasi dengan yang telah difermentasi. Apabila dilihat dari Tabel 7 bahwa jumlah konsumsi konsentrat tanpa fermentasi lebih rendah (249,5 gram/jam) dibandingkan dengan konsentrat yang telah difermentasi (647 gram/jam). Pada proses fermentasi selama tiga hari yang dilakukan oleh Saccharomyces cerevisiae akan menghasilkan produk berupa alkohol sedangkan EM-4 yang mengandung bakteri asam laktat lebih dominan menghasilkan asam laktat. Kedua produk tersebut terutama asam laktat menghasilkan aroma yang khas, dan menghasilkan produk gula sederhana (Reed dan Nagodawithana, 1991) yang memberikan rasa manis yang lebih disukai oleh ternak. Seperti yang dinyatakan oleh Kartadisastra (1997) ternak ruminansia lebih menyukai pakan yang memiliki rasa manis dan hambar daripada rasa asin atau pahit. Penelitian Silalahi dan Suryani (2002) menyatakan bahwa pemberian fermentasi daun singkong skor 3 menunjukkan aromanya wangi sehingga meningkatkan

8 60 palatabilitas sehingga asupan nutrien lebih banyak yang berdampak pada pertambahan bobot badan dan susu kambing Peranakan Etawah. Faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi diantaranya adalah penampilan dan bentuk makanan, aroma, rasa, tekstur, dan temperatur lingkungan (Church dan Pond, 1988). Lebih lanjut ditambahkan oleh Parakkasi (1999) bahwa tingkat konsumsi dipengaruhi juga oleh berbagai faktor lainya yaitu faktor hewan itu sendiri, makanan yang diberikan dan faktor lingkungan. juga diduga karena aroma yang dihasilkan tiap perlakuan berbeda Penelitian Tahap Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Produksi Susu Produktivitas ternak perah yang baik dapat dilihat dari salah satu kriteria diantaranya adalah dengan mengetahui jumlah produksi susu. Produktivitas ternak sangat erat kaitanya dengan kualitas pakan. Kualitas pakan yang baik akan menghasilkan peningkatan dalam produksi susu. Dalam penelitian ini perlakuan ransum yang diberikan mengandung rumput dan konsentrat dengan jumlah yang sama, dan yang membedakannya adalah penggunaan konsentrat yang tidak dan difermentasi serta campurannya. Produksi susu yang diukur dalam penelitian ini berdasarkan hasil dari penjumlahan produksi susu pada pemerahan pagi dan sore. Jumlah produksi susu kambing Peranakan Etawah rata-rata per ekor/hari dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini.

9 61 Tabel 8. Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Produksi Susu Kelompok Perlakuan Total R1 R2 R3 Kelompok ml/ekor/hari Laktasi II Sub total Laktasi III Sub total Total perlakuan Rataan ,33 Keterangan : R1 = Rumput Lapang + 100% konsentrat biasa R2 = Rumput Lapang + 50% konsentrat biasa + 50% konsentrat terfermentasi R3 = Rumput Lapang + 100% konsentrat terfermentasi Berdasarkan tabel di atas, rataan produksi susu yang diberi konsentrat tanpa fermentasi, fermentasi dan campurannya berkisar antara 800 sampai dengan 1133,33 ml/ekor/hari. Hal ini menunjukkan adanya variasi data diantara perlakuan. Perbedaan itu tampak setelah dilakukan analisis sidik ragam yang disajikan dalam Lampiran 5. Pada lampiran tersebut menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap produksi susu untuk semua perlakuan. Lebih lanjut dilakukan uji Jarak Berganda Duncan yang disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Perlakuan terhadap Jumlah Produksi Susu Perlakuan Rataan Signifikansi 0,05 R a R b R ,33 c Keterangan : Huruf yang berbeda dalam kolom signifikansi menunjukan berbeda nyata (P<0,05)

10 62 Tabel 9 menggambarkan bahwa kambing yang diberi konsentrat fermentasi menghasilkan produksi lebih banyak (P<0,05) dibandingkan dengan konsentrat yang tidak difermentasi. Peningkatan produksi pada kambing perah yang diberi konsentrat fermentasi disebabkan kualitas nutrien yang lebih baik dibandingkan dengan konsentrat yang belum difermentasi. Seperti yang dijelaskan pada Tabel 5 dan 6 bahwa konsentrat fermentasi memiliki protein yang lebih tinggi dengan serat yang lebih rendah dibandingkan dengan konsentrat yang tidak difermentasi. Protein dalam konsentrat akan didegradasi dalam rumen oleh mikroba rumen menjadi protein mikroba. Protein mikroba bersama-sama protein pakan yang tidak dapat didegradasi yang masuk dalam usus halus akan dihidrolisis menjadi asam amino lalu diserap dan masuk dalam sistem peredaran darah, sebagian masuk dalam sel alveoli bersama dengan bahan yang lainnya kemudian terjadi sintesis air susu (Soeharsono, 2008). Sementara itu rendahnya serat kasar pada konsentrat hasil fermentasi memungkinkan konsentrat mudah dicerna dan biasanya juga diikuti dengan peningkatan kandungan bahan ekstrak tanpa nitrogen secara proporsional (Tabel 1). Anggorodi (1994) mengatakan apabila kandungan serat kasar rendah maka kandungan BETN akan meningkat. Komponen BETN kaya akan pati, gula, bagian serat kasar yang tidak larut oleh eter dan bahan-bahan organik cair (Crampton dan Lloyd, 1959). Daya cerna komponen BETN lebih tinggi dibandingkan dengan daya cerna serat kasar (Anggorodi, 1994). BETN dalam konsentrat fermentasi akan mudah dirombak menjadi asam lemak terbang yang digunakan sebagai sumber glukosa bagi pembentukan susu. Sukarini (2006)

11 63 menyatakan bahwa penggunaan konsentrat dalam ransum kambing selain menyuplai protein terlarut, juga mengandung BETN yang tinggi dengan serat kasar rendah yang dimaksudkan untuk mendorong pembentukan asam propionat oleh bakteri rumen sebagai bahan baku glikogen bagi induk kambing dan sumber glukosa untuk bahan baku sintesis air susu. Hal tersebut didukung oleh penelitian Sutama dkk., (2006) bahwa pemberian produk fermentasi dapat meningkatkan produksi susu kambing Peranakan Etawah Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Lemak Susu Kadar lemak dalam susu sangat penting karena dapat dijadikan indikator untuk penilaian kualitas. Tingginya kadar lemak berkaitan dengan harga dari susu tersebut, semakin tinggi kadar kemak harganya semakin tinggi pula. Jumlah kadar lemak susu masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 10 berikut ini. Tabel 10. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Lemak Susu Kelompok Perlakuan Total R1 R2 R3 Kelompok % ,22 4,20 6,03 Laktasi II 3,28 4,18 5,98 3,38 4,08 6,12 Sub total 9,88 12,46 18,13 40,47 3,41 4,28 6,20 Laktasi III 3,54 4,07 6,28 3,48 4,34 6,24 Sub total 10,43 12,69 18,72 41,84 Total perlakuan 20,31 25,15 36,85 82,31 Rataan 3,385 4,191 6,141 Keterangan : R1 = Rumput Lapang + 100% konsentrat biasa R2 = Rumput Lapang + 50% konsentrat biasa + 50% konsentrat terfermentasi R3 = Rumput Lapang + 100% konsentrat terfermentasi

12 64 Kadar lemak susu pada masing-masing perlakuan secara umum masih dalam kisaran normal, yaitu antara 3 dan 4 % (SNI, 1998), bahkan pada perlakuan R3 yaitu pemberian 100% konsentrat fermentasi melebihi kisaran normal. Sukarini (2006) melaporkan bahwa lemak susu kambing Peranakan Etawah yang diberi konsentrat menghasilkan lemak susu sebesar 3,44 4,86 %, sedangkan Attabany (2001) dan Budi (2002) tercatat lemak susu kambing Peranakan Etawah sebesar 6,05-6,68 %. Selisih antara perlakuan pemberian konsentrat tanpa dan yang difermentasi sangat besar yaitu 2,756 (3,385 vs 6,141%). Hal ini menunjukkan adanya indikasi pengaruh perlakuan terhadap kadar lemak susu. Untuk lebih jelasnya dilakukan analisis sidik ragam seperti yang ditampilkan pada Lampiran 7 yang menunjukkan perbedaan yang nyata. Setelah dilakukan uji Duncan (Tabel 11) perbedaan antara perlakuan pemberian konsentrat yang tanpa (R1) dan mengalami fermentasi (R3) sedangkan penggunaan campuran konsentrat yang tanpa dengan yang difermentasi (R2) pada perbandingan 50:50 menghasilkan kadar lemak yang sama dengan perlakuan R1. Tabel 11. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Perlakuan terhadap Kadar Lemak Susu Perlakuan Rataan Signifikansi 0,05 R 1 3,385 a R 2 4,191 b R 3 6,141 c Keterangan : Huruf yang berbeda dalam kolom signifikansi menunjukan berbeda nyata (P<0,05) Asam asetat merupakan prekursor pembentukan lemak susu. Asam ini diperoleh dari hasil fermentasi serat pada pakan. Pada perlakuan R3 memiliki lemak susu yang tinggi diduga karena komponen asam asetat yang difermentasi

13 65 dalam rumen lebih banyak dihasilkan. Padahal komponen serat dalam ransum R3 lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya karena komposisi konsentrat fermentasi memiliki serat kasar yang lebih rendah. Hal ini terjadi karena meskipun mengandung kadar serat kasar yang rendah namun memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dimana senyawa tersebut sangat dibutuhkan pula dalam perkembangan bakteri rumen terutama bakteri selulolitik. Akibatnya dengan protein yang tinggi pada ransum R3 memberikan pasokan protein yang lebih banyak untuk pertumbuhan bakteri selulolitik sehingga proses fermentasi serat kasar dari hijauan yang diberikan akan lebih optimal difermentasi menjadi asam asetat sebagai bahan pembentuk asam lemak. Bakteri selulolitik memerlukan karbohidrat, nitrogen organik, fospor, dan garam-garam mineral sebagai sumber energi, beberapa asam amino, vitamin, dan sterol untuk memenuhi kebutuhan selnya (Campbel dan Lasley, 1985). Leschine (1995) juga menyatakan bahwa untuk melakukan aktivitas, tumbuh dan berkembang biak mikroba selulolitik membutuhkan sumber nutrien protein. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian Lamid dkk., (2013) bahwa dalam fermentasi daun jati mikroba selulolitik membutuhkan nutrien protein untuk hidup dan berkembang biak Pengaruh Perlakuan terhadap Total Solid Susu Secara kimia susu adalah emulsi lemak dalam air yang mengandung gula, garam-garam mineral dan protein dalam bentuk suspensi koloidal. Komponen utama susu adalah air dan bahan kering atau disebut juga Total Solid (TS). Total solid terdiri atas lemak, protein (kasein dan albumin), laktosa (gula susu) dan abu.

14 66 Data pengujian Total Solid (TS) susu kambing selama penelitian tercantum pada Tabel 12. Tabel 12. Pengaruh Perlakuan terhadap Total Solid Susu Kelompok Perlakuan Total Kelompok R1 R2 R % ,27 12,20 13,08 Laktasi II 11,33 12,18 13,20 11,37 12,29 13,35 Sub total 33,97 36,67 39,63 110,27 11,25 12,48 13,64 Laktasi III 11,18 12,39 13,72 11,12 12,31 13,56 Sub total 33,55 37,18 40,92 111,65 Total perlakuan 67,52 73,85 80,55 221,92 Rataan 11,254 12,308 13,425 Keterangan : R1 = Rumput Lapang + 100% konsentrat biasa R2 = Rumput Lapang + 50% konsentrat biasa + 50% konsentrat terfermentasi R3 = Rumput Lapang + 100% konsentrat terfermentasi Berdasarkan tabel di atas, rataan Total Solid susu yang diberi perlakuan tanpa fermentasi dan difermentasi berkisar antara 11,254 sampai dengan 13,425 %. Menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) bahwa susu kambing normal mengandung Total Solid minimal 11 %. Thai Agricultural Standard (2008), menyatakan bahan kering dari susu segar lebih dari 13 % termasuk kategori kualitas premium. Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa susu kambing masih dalam katagori normal dan sebagian memiliki katagori premium. Hasil analisis sidik ragam pada lampiran 9 terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) diantara perlakuan, kemudian dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda Duncan yang hasilnya disajikan dalam Tabel 13.

15 67 Tabel 13. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Perlakuan terhadap Total Solid Susu Perlakuan Rataan (%) Signifikansi 0,05 R 1 11,254 a R 2 12,308 b R 3 13,425 c Keterangan : Huruf yang berbeda dalam kolom signifikansi menunjukan berbeda nyata (P<0,05) Pada uji Jarak Berganda Duncan menunjukkan Total Solid pada perlakuan penggunaan 100% konsentrat fermentasi (50% dalam ransum)/r3 menghasilkan Total Solid yang paling tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Tingginya Total Solid pada perlakuan tersebut disebabkan konsentrat fermentasi mengandung protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrat yang tidak difermentasi (Tabel 13) yang akan memberikan kontribusi tingginya protein ransum perlakuan (Tabel 13). Dengan tingginya protein dalam ransum, akan mensuplai protein bagi mikroba dalam rumen dan tubuh ternak yang sebagian akan digunakan dalam pembentukan susu sehingga protein tersebut terdeposisi menjadi komponen dalam Total Solid. Disamping itu, tingginya lemak susu pada perlakuan R3 (Tabel 11) juga memberikan kontribusi tingginya persentase Total Solid. Menurut penelitian Nurtini dan Yustina (2005), pemberian pakan jerami padi fermentasi dapat meningkatkan Total Solid susu sapi perah sebesar 1%. Lebih lanjut Asminaya (2007) melaporkan bahwa pemberian limbah sayuran pasar yang difermentasi dapat meningkatkan Total Solid susu kambing perah.

16 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Jenis Susu Berat jenis merupakan sifat fisik susu yang dipengaruhi oleh komposisi susu, nilai protein dan lemak susu. Berat jenis susu menunjukkan imbangan komponen zat-zat pembentuk di dalamnya dan sangat dipengaruhi oleh kadar lemak dan bahan kering tanpa lemak yang tidak lepas dari pengaruh makanan dan kadar air dalam susu (Eckles et al., 1984). Tabel 14. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Jenis Susu Kelompok Perlakuan Total R1 R2 R3 Kelompok Kg/L ,022 1,025 1,028 Laktasi II 1,023 1,024 1,026 1,024 1,026 1,027 Sub total 3,069 3,075 3,081 9,225 1,023 1,026 1,029 Laktasi III 1,025 1,027 1,030 1,024 1,025 1,028 Sub total 3,072 3,078 3,087 9,237 Total perlakuan 6,141 6,153 6,168 18,462 Rataan 1,024 1,026 1,028 Keterangan : R1 = Rumput Lapang + 100% konsentrat biasa R2 = Rumput Lapang + 50% konsentrat biasa + 50% konsentrat terfermentasi R3 = Rumput Lapang + 100% konsentrat terfermentasi Berat Jenis yang diukur dalam penelitian ini adalah susu dari tiap perlakuan yang diukur produksinya. Jumlah berat jenis susu kambing Peranakan Etawah dapat dilihat pada Tabel 14. Pada Tabel 14 menunjukkan nilai rataan berat jenis susu kambing Peranakan Etawah dengan kisaran 1,024 sampai dengan 1,028 Kg/L dengan nilai rataan terendah diperoleh pada perlakuan pertama yaitu dengan pemberian konsentrat tanpa fermentasi, sedangkan tertinggi terlihat pada perlakuan ketiga

17 69 yaitu pemberian konsentrat fermentasi 100%. Data tersebut menunjukkan sebagian susu kambing hasil penelitian masih di bawah standar dan sebagianya lagi di atas standar, karena syarat mutu susu segar menurut Standar Nasional Indonesia (1998) adalah 1,026 1,028 Kg/L. Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 11) menunjukkan bahwa pengaruh pemberian konsentrat fermentasi pada kambing Peranakan Etawah berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap berat jenis susu. Selanjutnya dilakukan uji lanjut menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan (Lampiran 12) yang disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Perlakuan terhadap Berat Jenis Susu Perlakuan Rataan (Kg/L) Signifikansi 0,05 R 1 1,0235 a R 2 1,0255 b R 3 1,0280 c Keterangan : Huruf yang berbeda dalam kolom signifikansi menunjukan berbeda nyata (P<0,05) Berdasarkan hasil analisis statistik di atas bahwa diantara perlakuan R1, R2 dan R3 menunjukkan berbeda nyata. Berat jenis susu kambing tertinggi diperoleh pada perlakuan R3. Secara umum berat jenis susu berkaitan dengan kadar lemak susu, semakin tinggi lemak susu maka semakin rendah berat jenisnya. Seperti yang telah dijelaskan oleh Muljana (1982) bahwa berat jenis susu berbanding terbalik dengan kadar lemak susu dimana semakin tinggi kadar lemak susu semakin rendah berat jenis susu. Kondisi ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tingginya lemak susu pada perlakuan R3 (Tabel 10) tidak menurunkan berat jenis. Hal ini diduga komponen bahan kering tanpa lemak (BKTL) pada

18 70 perlakuan tersebut lebih dominan dibandingkan dengan kadar lemaknya sebagai akibat deposisi protein dan juga laktosa susu yang lebih intensif akibat dari tingginya protein dan BETN dalam ransum (Tabel 2). Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Asminaya (2007) bahwa pemberian produk fermentasi berupa silase limbah sayuran pasar dapat meningkatkan berat jenis susu kambing perah. Lebih lanjut dilaporkan oleh Ako dkk., (2012) bahwa ransum berbasis jerami jagung yang difermentasi dapat meningkatkan berat jenis susu pada sapi perah, yang diperkuat dengan penelitian Nurtini dan Yustina (2005) pada sapi perah bahwa pemberian pakan jerami padi fermentasi dapat meningkatkan berat jenis susu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian mengenai pengaruh biokonversi biomassa jagung oleh mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar 38 tersebut maka produksi NH 3 semua perlakuan masih dalam kisaran normal. Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar kisaran normal, oleh karena itu konsentrasi NH 3 tertinggi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan, karena sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan biaya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF NDF adalah bagian dari serat kasar yang biasanya berhubungan erat dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Kecernaan adalah banyaknya zat makanan yang tidak dieksresikan di dalam feses. Bahan pakan dikatakan berkualitas apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pakan. Davendra, (1993) mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berat badan maupun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Menurut Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Salah satu limbah yang banyak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph IV HASIL DAN PEMBAHSAN 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph Derajat keasaman (ph) merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan pada saat proses fermentasi. ph produk fermentasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Konsumsi Nutrien Pakan oleh Ternak pada Masing-Masing Perlakuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. Pemanfaatan limbah industri gula tebu sebagai pakan alternatif merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan salah satu ternak yang penting dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Ransum merupakan faktor yang penting dalam peningkatan produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging Ternak kambing merupakan komponen peternakan rakyat yang cukup potensial sebagai penyedia daging. Ternak kambing mampu beradaptasi

Lebih terperinci

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA AgroinovasI SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA Ternak ruminansia seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan rusa dan lain-lain mempunyai keistimewaan dibanding ternak non ruminansia yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar 37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan diartikan sebagai nutrien yang tidak diekskresikan dalam feses dimana nutrien lainnya diasumsikan diserap oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Pakan Bahan pakan sapi perah terdiri atas hijauan dan konsentrat. Hijauan adalah bahan pakan yang sangat disukai oleh sapi. Hijauan merupakan pakan yang memiliki serat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung tersedianya sampah khususnya sampah organik. Sampah organik yang berpeluang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah FH merupakan sapi yang memiliki ciri warna putih belang hitam atau hitam belang putih dengan ekor berwarna putih, sapi betina FH memiliki ambing yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu jenis ternak pengahasil daging dan susu yang dapat dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Statistik peternakan pada tahun 2013, menunjukkan bahwa populasi

BAB I PENDAHULUAN. Statistik peternakan pada tahun 2013, menunjukkan bahwa populasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Statistik peternakan pada tahun 2013, menunjukkan bahwa populasi kambing di Indonesia berjumlah 18 juta ekor. Jumlah ini sangat besar dibandingkan dengan jenis ternak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus memikirkan ketersediaan pakan. Pakan merupakan komponen biaya terbesar dalam pemeliharaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produksi dan Kualitas Susu Sapi 2.1.1. Produksi susu Produksi susu merupakan faktor esensial dalam menentukan keberhasilan usaha sapi perah, karena jumlah susu yang dihasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Pakan Fermentasi Parameter kualitas fisik pakan fermentasi dievaluasi dari tekstur, aroma, tingkat kontaminasi jamur dan tingkat keasaman (ph). Dari kedua bahan pakan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternak Indonesia pada umumnya sering mengalami permasalahan kekurangan atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai pakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Perubahan kandungan nutrisi daun mata lele Azolla sp. sebelum dan sesudah fermentasi dapat disajikan pada Gambar 1. Gambar1 Kandungan nutrisi daun mata lele Azolla

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Kebutuhan pokok dan produksi pada sapi perah dapat dilakukan dengan cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan untuk mempertahankan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Penambahan Inokulum terhadap Kualitas Fisik Silase Rumput Kalanjana

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Penambahan Inokulum terhadap Kualitas Fisik Silase Rumput Kalanjana BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Penambahan Inokulum terhadap Kualitas Fisik Silase Rumput Kalanjana Kualitas silase dapat dilihat dari karakteristik fisiknya setelah silase

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar populasi ternak sapi di Indonesia dipelihara oleh petani peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., 2011). Usaha peningkatan produktivitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fermentasi Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kulit Ubi Kayu Ubi kayu merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela pohon, singkong atau kasape. Ubi kayu merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi 1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jerami Jagung Jerami jagung merupakan sisa dari tanaman jagung setelah buahnya dipanen dikurangi akar dan sebagian batang yang tersisa dan dapat diberikan kepada ternak, baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 8. Rataan Hasil Pengamatan Konsumsi, PBB, Efisiensi Pakan Sapi PO selama 48 Hari Pemeliharaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 8. Rataan Hasil Pengamatan Konsumsi, PBB, Efisiensi Pakan Sapi PO selama 48 Hari Pemeliharaan HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak atau sekelompok ternak selama periode tertentu dan ternak tersebut mempunyai akses bebas pada pakan dan tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing, menyebabkan ketersediaan produk hewani yang harus ditingkatkan baik dari segi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Kec. Binjai Kota Sumatera Utara. Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari bulan Oktober sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Sagu di Riau Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman monokotil dari keluarga palmae. Genus Metroxylonsecara garis besar digolongkan menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan. Oleh karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang tergabung dalam Koperasi Peternak Sapi Perah Bandung Utara (KPSBU)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dengan lingkungan maupun kultur masyarakat Indonesia. Beberapa kelebihan. banyak mengkonsumsi jenis pakan hijauan.

TINJAUAN PUSTAKA. dengan lingkungan maupun kultur masyarakat Indonesia. Beberapa kelebihan. banyak mengkonsumsi jenis pakan hijauan. TINJAUAN PUSTAKA Ternak Domba dan Potensinya Ternak domba menyebar rata diseluruh wilayah Nusantara. Hal ini menunjukkan bahwa domba mempunyai potensi cepat menyesuaikan diri baik dengan lingkungan maupun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing 37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. susu. Ternak kambing yang dipelihara saat ini (Capra aegagrus hircus) diduga

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. susu. Ternak kambing yang dipelihara saat ini (Capra aegagrus hircus) diduga BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Kambing Perah Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dimanfaatkan selain untuk menghasilkan daging, juga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah mengalami keterbatasan. Lahan yang tidak subur yang semestinya sebagai lahan tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai konsekuensi logis dari aktivitas serta pemenuhan kebutuhan penduduk kota. Berdasarkan sumber

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Limbah Sayuran Limbah sayuran pasar merupakan bahan yang dibuang dari usaha memperbaiki penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan (Muwakhid,

Lebih terperinci

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-2

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-2 PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-2 Komposisi dan Nutrisi Susu Zat makanan yang ada dalam susu berada dalam 3 bentuk yaitu a) sebagai larutan sejati (karbohidrat, garam anorganik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan 8, 16 November 2016, Sumedang, Indonesiaa

Prosiding Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan 8, 16 November 2016, Sumedang, Indonesiaa PENGARUH KONSENTRAT TERFERMENTASI TERHADAP KANDUNGAN ENERGI BRUTO, SERAT KASAR, DAN PROTEIN KASAR Raden Febrianto Christi 1 a), Ana Rochana 2 dan Iman Hernaman 2 1 Alumni Mahasiswa Program Magister Ilmu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3 NH3 atau amonia merupakan senyawa yang diperoleh dari hasil degradasi protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penentu dalam keberhasilan usaha peternakan adalah ketersediaan pakan ternak secara kontinyu. Saat ini sangat dirasakan produksi hijauan makanan ternak

Lebih terperinci

Hasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim

Hasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Efektivitas Cairan Rumen Domba Penelitian Tahap 1 dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui volume enzim cairan rumen domba dan lama waktu inkubasi yang tepat untuk penurunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Menurut Blakely dan Bade (1998) sapi perah adalah jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara lain sistem dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah-limbah pasar dan agroindustri. Salah satu cara untuk mengatasi

I. PENDAHULUAN. limbah-limbah pasar dan agroindustri. Salah satu cara untuk mengatasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini ketersediaan pakan hijauan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain ketersediaan bahan baku, musim, berkembangnya pemukiman masyarakat, sehingga peternak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama yang bertempat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Onggok merupakan limbah padat agro industri pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka. Ketersedian onggok yang melimpah merupakan salah satu faktor menjadikan onggok sebagai pakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Total Mixed Ration (TMR) Pakan komplit atau TMR adalah suatu jenis pakan ternak yang terdiri dari bahan hijauan dan konsentrat dalam imbangan yang memadai (Budiono et al.,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering Konsumsi dan kecernaan bahan kering dapat dilihat di Tabel 8. Penambahan minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi tidak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ruminansia Pakan merupakan semua bahan pakan yang dapat dikonsumsi ternak, tidak menimbulkan suatu penyakit, dapat dicerna, dan mengandung zat nutrien yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencernaan Nitrogen pada Ruminansia Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen dan protein pakan. Non protein nitrogen dalam rumen akan digunakan

Lebih terperinci