Bab 6. Dalam bab ini kita akan mempelajari aspek yang lebih khusus, mengenai. Makna Topeng. 6.1 Penyembunyian dan Penampakan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 6. Dalam bab ini kita akan mempelajari aspek yang lebih khusus, mengenai. Makna Topeng. 6.1 Penyembunyian dan Penampakan"

Transkripsi

1 MAKNA TOPENG 165 Bab 6 Makna Topeng Dalam bab ini kita akan mempelajari aspek yang lebih khusus, mengenai makna topeng bagi seniman dan penikmatnya, baik ditinjau dari fungsinya maupun dari aspek kejiwaannya. Tujuannya, untuk lebih memahami bagaimana dan mengapa seseorang memakai topeng. Uraian bab-bab sebelumnya sangat penting untuk dapat memahami bagian ini, karena mengandung beberapa kata kunci yang terdapat di dalamnya. Jika dalam bab ini terdapat istilah yang kurang jelas, misalnya konteks, forum, dan abstrak, lihatlah kembali bab-bab yang berkaitan dengan topik permasalahannya. Pembahasan bab ini akan terfokus pada hubungan antara pemakai topeng dengan topengnya, dipandang dari aspek seni bertopeng, namun bukan merupakan petunjuk teknis mengenai bagaimana cara memakai topeng dengan baik. Makna topeng dalam cakupan yang lebih luas akan pula sedikit disinggung, manakala dipandang perlu. 6.1 Penyembunyian dan Penampakan Dalam Bab 1 telah disebutkan bahwa kata topeng berkembang sebagai ungkapan bahasa sehari-hari. Jika terdapat ungkapan: Ada seorang bandit bertopeng, topeng dalam hal ini tidak berkaitan dengan ekspresi kesenian. Topeng pada ungkapan tersebut mengacu pada suatu benda yang menutupi identitas diri seseorang agar tidak dikenali orang lain. Hal itu agak berbeda dengan ungkapan ini: Kini banyak politisi bertopeng. Ungkapan itu berarti bahwa para politisi tidak jujur dalam mengatakan sesuatu, tidak terbuka, atau tidak sesuai dengan nuraninya. Kata topeng pada kalimat kedua ini secara mendasar memiliki persamaan dengan kalimat pertama, yaitu

2 166 TOPENG menyembunyikan. Yang disembunyikan pada kalimat pertama adalah fisik (kasatmata, tangible) yaitu muka, sedangkan yang disembunyikan pada kalimat kedua adalah yang tidak kasatmata (intangible), yaitu hati nurani. Sekarang, perhatikanlah ungkapan berikut: Kita semua hidup dengan banyak topeng, yang dipakai bergantian sesuai dengan situasinya. Kalimat ini berarti bahwa dalam kehidupan kita banyak melakukan acting atau basa-basi, baik dalam berbicara maupun berperilaku. Kata topeng di sini merupakan metafor dari sikap, penampilan atau sopan-santun (yang perwujudannya bisa berupa pakaian, tingkah-laku, atau cara berbicara), yang diungkapkan dengan cara berbeda-beda bergantung pada orang yang dihadapi. Kita semua pasti pernah mengalami hal ini. Ketika berhadapan dengan orang tua atau guru, sikap kita berbeda dengan menghadapi adik atau kakak. Artinya, dalam hal ini pun tetap ada makna penutupan atau pembungkusan dalam berpenampilan, seperti dalam paragraf sebelumnya. Akan tetapi, makna membungkus dalam hal ini tidak sama artinya dengan berbohong, atau untuk menyembunyikan diri, seperti pada contoh kalimat-kalimat sebelumnya. Kalimat pertama dan kedua mengacu pada makna negatif, sedangkan kalimat ketiga mengacu pada makna positif. Uraian di atas menunjukkan adanya dua pengertian penting yang kontradiktif dari metafor topeng : negatif dan positif. Makna negatif topeng sebagai metafor rekayasa menyembunyikan diri atau berbohong, sedangkan makna positifnya adalah rekayasa penampakan (penampilan) yang sesuai dengan situasi dan konteks, dengan cara memperhalus sikap dan ucapan. Kontradiksi ini relevan dibicarakan, karena unsur penyembunyian dan penampakan, kebohongan dan kejujuran, adalah makna-makna penting dalam membicarakan pertunjukan topeng selanjutnya, baik mengenai topeng tradisional maupun modern. 6.2 Topeng dan Pemakainya Dengan memakai topeng, pemain bukan hanya menyembunyikan wujud dirinya (paling tidak mukanya), tetapi juga ia menampakkan ekspresi yang sesuai dengan topengnya, yang berbeda dari dirinya. Wajah dirinya tertutupi, tapi kemampuan atau cita-rasa kesenimanannya terungkapkan melalui pertunjukan topengnya. Dengan kata lain, pemain menyembunyikan dirinya dari segi fisik, tetapi sekaligus menampakkan ungkapan batinnya. Tarian topeng yang sama, dengan kostum dan koreografi yang sama pula, misalnya tari topeng kijang, akan berbeda ekspresinya jika dimainkan oleh seniman yang berbeda. Meski wujudnya tampak sama, namun daya ungkapnya bisa berbeda. Inilah subtilitas kesenian, menyangkut wujud (formal) dan isi,

3 MAKNA TOPENG 167 yang ditentukan oleh kesempurnaan penampilan atau kekuatan ekspresi dari senimannya masing-masing. Singkatnya, pertunjukan topeng bukan hanya ditentukan oleh topeng (yang menutupi), melainkan juga oleh kekuatan individu pemainnya (yang mengungkapkan). Dalam pemahaman seperti itulah, seorang pemain topeng memunculkan identitas atau keunikan kemampuannya, ia menampakkan diri, bukan menyembunyikannya. Sebagai analogi, kita bandingkan lagi dengan tuturan kata. Suatu ungkapan atau kalimat yang sama akan memiliki makna dan kekuatan yang berbeda, jika dituturkan oleh orang yang berbeda pula. Misalnya, kalimat Kamu harus memperhatikan aturan yang terdapat dalam buku! akan berbedabeda maknanya jika yang mengungkapkan teman, kepala sekolah, polisi, atau kyai. Perbedaan ini paling sedikit akan menyangkut dua hal. Pertama, konteksnya orang yang mengungkapkan kalimat tersebut sedang berbicara mengenai apa atau dalam situasi bagaimana. Kedua, wibawa atau karisma orang tersebut pada Anda. Tarian topeng pun serupa dengan itu. Makna atau keberhasilan pertunjukannya ditentukan oleh dua hal: pertama, kemampuan, wibawa, atau karisma penarinya, kedua, ketepatan konteksnya. Hanya saja, perbedaannya adalah dalam tingkat kesukaran melakukannya. Misalnya, pada kalimat di atas ( Kamu harus memperhatikan aturan yang terdapat dalam buku ), mungkin hampir semua orang bisa mengatakannya dengan mudah, lepas dari kualitas atau efektivitas ucapan tersebut. Namun dalam tari topeng, sekedar untuk mempertunjukkannya pun seseorang mungkin harus latihan beberapa lama. Karena itu, jika dalam bahasa verbal makna lebih mengacu pada isi atau logika kalimatnya, dalam tarian (topeng) lebih pada teknik menarikannya, yaitu ungkapan ekspresif yang dimengerti oleh kepekaan perasaan. 6.3 Transformasi Telah dibahas pada Bab 1, subbab Muka Ganda, dalam tradisi pertunjukan topeng Cirebon muncul dua macam wujud penari. Wujud pertama, penari tidak memakai topeng, sedangkan pada wujud kedua penari menggunakan topeng yang menutupi wajahnya. Saat terjadi perubahan wujud itu, penonton dapat menyaksikan proses perubahan atau transformasi, dari menari tanpa topeng, lalu saat memakai topeng (sambil menutupi muka dengan selendang), dan selanjutnya setelah memakai topeng. Dengan lain kata, proses penampakan ke penyembunyian diri dapat diikuti oleh penonton, yakni proses dari ketiadaan ke perwujudan topeng dan ke-ada-an ke ketiadaan wajah penari. Setelah topeng dipakai, terjadilah penyatuan atau persenyawaan dari

4 168 TOPENG keduanya, yakni penari dan topengnya. Penonton yang mengikuti perjalanan transformasi tersebut, seolah diberi kesempatan untuk mengalami saat yang mengejutkan, yakni ketika penari berganti sosok. Dalam pertunjukan topeng noh di Jepang, terdapat sebuah adegan pergantian tokoh halus menjadi tokoh kasar. Dalam pertunjukan itu, di panggung disiapkan sebuah kurungan besar, tempat tokoh yang akan berganti wujudnya itu masuk. Dalam waktu relatif singkat, ku rungan terbelah dua, dan muncullah karakter kasar itu dengan topeng dan kostum yang berbeda. Pertunjukan sintren di wilayah pantai utara Jawa (dari wilayah Indramayu sampai Jepara), memiliki hal yang serupa dengan noh. Dalam pertunjukan Gbr. 6-1 dan 6-2: Dalam pertunjukan topeng No di halaman kuil Shinto di Nara, Jepang: topeng putri halus masuk ke dalam kurungan, kemudian kurungan terbuka (belah), dan muncullah topeng Gbr. 6-2 itu, kaki, tangan, dan tubuh penari sintren diikat, mulai dari bahu sampai pergelangan kaki. Lalu ia dimasukkan ke dalam karung, dan kemudian karung dijahit. Setelah itu, ia dimasukkan ke dalam kurungan ayam bersamaan dengan seperangkat pakaian (kostum tari), lalu kurungan ayam ditutup dengan kain. Nyanyian dikumandangkan. Syairnya bermakna meminta bidadari untuk turun kepada sintren. Sekitar 5 atau 10 menit kemudian, kurungan diangkat, jahitan karung dibuka, dan tampaklah sintren yang telah berpakaian lengkap, yang kemudian menari seperti dalam keadaan kemasukan (trance).

5 MAKNA TOPENG 169 Pertunjukan sintren atau warilais dari wilayah Indramayu: Pergantian wujud dalam pertunjukan topeng noh, selain mengikuti jalan Gbr. 6-3: Penari diikat dengan tambang. Gbr. 6-4: Dimasukkan ke dalam karung dan Gbr. 6-5: Karung dikurungi bersama dengan satu stel pakaian.

6 170 TOPENG Gbr. 6-6: Ketika kurungan dan karung dibuka, penari sudah berpakaian lengkap. Gbr. 6-7: Kemudian menari dalam keadaan ceritera yang dilakonkan, juga untuk menegaskan bahwa kedua karakter yang sangat berbeda itu ditarikan oleh orang yang sama. Kemampuan seseorang yang mampu mempertunjukkan beberapa karakter yang sangat berbeda dengan sempurna, dianggap suatu yang luar biasa. Tradisi topeng Cirebon, serupa dengan noh. Berbeda dengan sintren, yang seolah-olah ingin menampilkan sebuah keajaiban, seperti halnya dalam sulap: Bagaimana mungkin, seseorang dalam karung terjahit, bisa memakai kostum yang ada di luar bungkusan karung tersebut? Namun demikian, baik noh, topeng Cirebon, maupun sintren, memiliki pesan yang sama, yakni menunjukkan suatu kemampuan khusus yang tidak semua orang mampu melakukannya. Hal itu juga berarti, walau tidak semua, bahwa ada spesialisasi dalam kesenian Menutup dan Membuka Sejalan dengan aspek penampakan dan penyembunyian, maka kita menemukan adanya bagian yang terbuka dan tertutup. Ada yang dapat disaksikan dan yang tidak, seperti misalnya topeng terbuka, muka tertutup. Akan tetapi, lebih dari itu, kita lihat kembali kasus sintren dan noh. Adegan pemain masuk ke dalam kurungan dan keluar dari tempat tersebut merupakan bagian yang dapat disaksikan. Namun peristiwa yang terjadi selama di dalam tempat tertutup itu, tidak dapat dilihat. Kedua bagian ini, yang tertutup dan

7 MAKNA TOPENG 171 yang terbuka memiliki peranan, dalam menumbuhkan semacam daya tarikmenarik antara keduanya. Mungkin penyembunyian itu semacam kerahasiaan yang tidak boleh dilihat publik (seperti dalam kasus sintren), tapi mungkin pula hanya untuk menutupi bagian yang memang tak layak tampak (dalam kasus noh). Dalam topeng pajegan Bali, penari mengganti topeng untuk memerankan tokoh yang berbeda. Penari masuk ke belakang layar, setelah itu keluar dengan topeng yang berbeda. Penonton tidak akan tahu, penari yang keluar dari balik layar adalah penari yang sebelumnya atau bukan. Kostum yang digunakan penari tetap sama, namun karakter yang dimainkan sangat berbeda. Hal itu menyebabkan penonton tak yakin apakah topeng yang berbeda dimainkan oleh penari sebelumnya atau bukan. Dengan cara itu pertunjukan topeng pajegan seolah dimainkan oleh belasan orang, karena banyaknya karakter yang muncul, padahal pertunjukan itu hanya hanya dimainkan oleh 4 atau 5 orang saja. Penonton yang telah akrab dengan para senimannya, akan dapat mengenali siapa memainkan karakter mana. Kekaguman penonton tetap, yaitu pada kemampuan pemain yang mampu mengubah dirinya secara sempurna untuk memainkan karakter yang berbeda-beda. Kekaguman, keanehan, atau bahkan keterkejutan, melahirkan semacam tegangan, yakni energi simpatik yang menumbuhkan hasrat terlibat atau kegairahan penonton pada pertunjukan. Gbr. 6-8 Gbr. 6-9 Gbr Gbr. 6-8 s.d 6-10: Tiga macam topeng bondres (lucu) yang dimainkan oleh seorang seniman topeng 6.5 Kejutan Penjelasan di atas memberi pesan bahwa unsur keterkejutan merupakan salah satu aspek yang timbul dari kesenian topeng yang berkaitan dengan unsur penyembunyian dan penampakan. Terkejut terkadang merupakan hal yang tidak diinginkan (negatif). Namun ada pula keterkejutan yang menyenangkan atau

8 172 TOPENG mengasyikkan (positif). Penerimaan hadiah secara tiba-tiba adalah salah satu contoh peristiwa keterkejutan yang menyenangkan. Jika di atas kita gunakan kata tegangan dan energi untuk mengacu pada suatu gairah, dalam terkejut, tegangan, dan energi ini lebih besar dan terasa. Keterkejutan tampaknya merupakan salah satu hal yang manusiawi, yang disukai sejak bayi. Lihatlah permainan untuk menggoda atau menghibur bayi. Orang dewasa bersembunyi dulu (mungkin hanya dengan menutupkan kain atau tangan pada mukanya), kemudian secara tiba-tiba menampakkan mukanya dengan ekspresi tertentu. Ketika muka orang yang menggoda bayi itu tersembunyi, timbul keingintahuan (serupa dengan ketegangan) pada Si Bayi tentang wujud muka berikutnya yang akan tampak. Ketika muka orang yang menggodanya muncul, Si Bayi terkejut, kemudian tertawa. Ketika muncul muka yang menakutkan, Si Bayi mungkin akan menangis. Namun ketika muka orang yang menggodanya berubah menjadi ramah lagi, Si Bayi kembali tertawa. Permainan seperti ini (ciluk-baa) terdapat di mana-mana, baik di belahan Timur, Barat, Utara, maupun Selatan. Artinya, pengalaman dan hasrat orang pada elemen penyembunyian dan penampakan telah dimulai sejak awal kehidupan. Permainannya biasanya dilakukan berulang-ulang dengan memberikan rasa kehilangan (keingintahuan), keterkejutan, ketakutan (kengerian), keceriaan, kelucuan, kecantikan, dan sebagainya, pada bayi. Namun demikian, secara umum tujuan dari permainan itu adalah untuk menyenangkan, baik bagi Si Bayi (dalam hal ini bisa dikatakan berperan sebagai penonton ) maupun bagi Si Dewasa yang menggodanya ( dalam hal ini berperan sebagai pemain ). Pembicaraan mengenai terkejut, takut, dan ngeri, bukan hanya berkaitan dengan persoalan topeng, melainkan juga dengan kesenian pada umumnya. Seringkali kita menjumpai topeng, pertunjukan kesenian, seni rupa, sastra, dan film yang mengerikan, menakutkan, dan menyedihkan. Kengerian dan kesedihan tersebut adalah yang diekspresikan, yang diharapkan dirasakan juga oleh penontonnya, Namun, seniman bukan menghendaki penonton akan berada dalam keadaan yang mengerikan atau menyedihkan, melainkan hanya sebatas pengalaman perasaan, yang dapat merangsang suatu renungan. Fungsi kesenian tidak semata untuk menghibur agar orang tertawa bersuka-ria. Kesenian juga merupakan media untuk mengajak orang berpikir. Kengerian yang ditampilkan memberikan keindahan tersendiri, yang bisa jadi justru menjadi terapi dari kengerian yang terdapat dalam kehidupan nyata, yang mungkin dapat membuat orang menjadi lebih siap untuk menghadapi kengerian yang sebenarnya. Rasa takut seperti juga rasa malu merupakan salah satu perasaan yang penting dimiliki oleh manusia, seperti perasaan takut pada orang tua, hukum, Tuhan, dan sebagainya. (Lihatlah kembali uraian Bab 3 mengenai Rangda dan Barong)

9 MAKNA TOPENG Ungkapan Hidup Benda Mati Untuk dapat memuaskan penontonnya, pemain topeng memerlukan teknik yang tidak sesederhana seorang dewasa melakukan permainan ciluk-baa kepada bayi. Pada umumnya, penari topeng harus melalui proses latihan agar mampu menyatu dengan topengnya. Jika dalam penampilannya antara topeng dan penarinya itu tampak terpisah, maka tarian topengnya tidak akan tampak hidup. Topeng merupakan barang yang tidak bernafas. Karena itu, penarinya perlu menghidupkan topeng dengan membuatnya bernafas. Artinya, nafas penari (yang memang bernafas) dan nafas topeng (yang tidak bernafas) harus mampu menciptakan kesatuan daya hidup tersendiri. Penari menjadi berbeda setelah memakai topeng, demikian pula dengan topeng yang menjadi berbeda ketika dimainkan oleh penari. Topeng merupakan barang tidak bergerak (kecuali yang terbuat dari karet, kain, atau benda lain yang elastis), sehingga hanya mampu mengungkapkan suasana (kalem, genit, galak, dan sebagainya) secara statis. Akan tetapi, ketika topeng itu dipertunjukkan oleh penari yang baik, topeng tampak dinamis, dapat melahirkan nuansa yang tidak statis. Suatu tarian topeng (dengan satu topeng) terkadang tampak sedih, marah, bahagia, sinis, serius, dan sebagainya. Beragam ungkapan ini hanya bisa terjadi jika didukung oleh dua unsur mendasar: profesionalisme penari dan kesempurnaan bentuk topeng, di mana keduanya bisa menyatu. Gbr Gbr Gbr s.d 6-14: Empat buah topeng Gunungsari (karakter halus-lincah, lihat Bab 3). Gbr 6-11 dan 6-12 dari Surakarta, 6-13 dan 6-14 dari Yogyakarta: karakternya semua sama, tapi wanda (suasana)nya berbeda-beda. Perbedaan nuansa yang sedikit sulit dikenali Gbr Gbr. 6-14

10 174 TOPENG Agar antara penari dan topeng terjadi persenyawaan, tentu saja memerlukan usaha yang tidak mudah. Ada penari yang menatap topengnya setiap saat untuk dapat membaca karakternya, mencernanya, agar kemudian jiwanya bersatu dengan topengnya ketika pertunjukan. Setiap sikap dan gerak yang dilakukannya bersumber pada satu jiwa yang baru (hasil penyatuan) sehingga keseluruhannya tampak alamiah. Topeng harus menjadi wajahnya, tidak boleh tampak hanya sebagai benda yang menempel pada penari. Seorang ahli tari Bali mengatakan bahwa ketika kita menari topeng, kita menari bersama orang lain. Yang dimaksud dengan orang lain adalah topeng. Penari harus berlatih keras secara fisik (sikap, gerak, suara), rasa dan jiwa, agar ia bisa menyatu, tidak berbeda dengan orang lain itu. Proses di atas berlaku untuk topeng yang sudah ada sebelumnya, kemudian penari menyesuaikannya. Lain halnya jika penari lebih dahulu memiliki gambaran karakter topeng yang ingin dimainkan. Artinya, penari sudah memiliki gambaran jiwa yang ingin diungkapkan. Kemudian penari mencari, memesan, atau membuat sendiri topeng yang sesuai dengan karakter yang diinginkannya tersebut. Dengan demikian, bentuk topeng yang menyesuaikan dengan keinginan penari. Akan tetapi, setelah topeng itu jadi, penari tetap harus mencernanya kembali, seperti pada kasus di atas. Prinsip menghidupkan topeng yang mati menjadi hidup adalah yang umum dimiliki. Hanya saja, konsep atau ukuran menyatu antara suatu tradisi dengan tradisi lainnya berbeda-beda. Tari topeng Bali pada umumnya lebih dramatis, sehingga penjiwaannya lebih dekat dengan prinsip seni peran (acting), dibanding dengan topeng gaya Jawa yang lebih tertahan atau terselubung. Hal ini jelas dapat dilihat, baik dari gerakan tarinya, maupun dari sikap dan suara ketika tokoh yang bersangkutan berbicara. Sebagai perbandingan, perhatikanlah gaya musisi Bali dan Jawa ketika memainkan gamelan. Musisi Bali tampak lebih lincah, meriah, dan ekstrover: menabuh sambil bergerak seolah menari. Adapun musisi Jawa memainkan alat musiknya dengan lebih kalem dan introver, bahkan diam, sebagaimana diajarkan oleh tradisinya. Untuk topeng-topeng besar, seperti dada merak dalam reyog Ponorogo, latihan penyatuan kejiwaan yang terforkus pada wajah, tidak seintensif seperti topeng yang menempel pada muka. 6.7 Latihan Metafisik Di samping seperti yang terurai di atas, ada pula penari yang tidak mengadakan latihan fisik untuk menyatukan jiwanya dengan topeng. Jika topeng bukan milik sendiri, atau topeng-topeng yang dikeramatkan sehingga tidak boleh dilihat sembarang waktu, penari tidak memiliki keleluasaan untuk mengadakan

11 MAKNA TOPENG 175 latihan dengan topengnya. Topeng-topeng yang memiliki fungsi religius, memiliki pendekatan yang khusus. Pencapaian kesempurnaan pertunjukannya tidak harus didasarkan pada ekspresi senimannya, melainkan mungkin justru dengan kekosongan, kepasrahan, atau kebenaran. Yang diutamakan bukan kemampuan penampilan atraktif, melainkan lebih pada kesakralan topengnya, ketulusan memainkannya, kedudukan atau keturunan pemainnya, waktu dan tempat yang tepat, proses yang benar, dan sebagainya, yakni yang sesuai dengan konteksnya seperti telah diuraikan dalam Bab 5. Lepas dari itu, untuk jenis pertunjukan yang sekular pun banyak seniman yang melakukan latihan metafisik, seperti tirakat, puasa, berdoa, meditasi, dan lain-lain. Kegiatan ini dilakukan bukan semata berkaitan dengan praktik yang bersifat mistis, melainkan mengarah pada latihan penajaman rasa. Untuk melatih kepekaan perasaan, tentu saja, latihannya pun tidak semata bersifat fisik. Hal itu dilakukan agar seorang penari menjadi peka dalam menyerap jiwa yang tersirat dari suatu topeng. Banyak penari dapat memainkan topeng dengan baik, meskipun topeng hanya dikenalnya dalam beberapa saat saja. Keahlian seperti itu, dimungkinkan jika penari sudah sangat terlatih untuk memainkan berbagai macam topeng. Di atas kita telah bicara mengenai karisma dan wibawa; di Bali ada yang dinamakan taksu; dan di Karo ada yang disebut silengguri. Pengertiannya berbeda-beda, tapi semuanya mengacu pada suatu kekuatan metafisik, yang tidak kasat mata, tidak bisa diraba, yang membuat seseorang memiliki daya pukau atau memiliki pengaruh kuat. Untuk mendapatkan kekuatan seperti itu, pada umumnya seseorang membutuhkan latihan keduanya: fisik dan metafisik. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa untuk dapat menjadi seniman yang baik tidaklah mudah. Seniman perlu kerja keras untuk mencapai prestasi yang maksimal. Ia harus selalu belajar, berlatih, mengamati, mencerna, merenung, menginterpretasikan, dan sebagainya. Dalam kesenian, ada profesionalisme yang menuntut ketekunan atau disiplin tinggi, sama dengan tuntutan bidangbidang profesional lainnya. Selain itu, seniman tampaknya merupakan makhluk Tuhan yang dianugerahi kepekaan dan kemampuan khusus. Mungkin kita sering mendengar kata bakat, yang dianggap persyaratan untuk menjadi seniman. Bakat adalah anugrah Tuhan. Bakat memang merupakan hal yang penting; tetapi upaya (belajar, bekerja) adalah hal yang sama pentingnya dan menentukan. Kita semua mungkin sudah tahu, kedua hal ini bukan hanya berlaku untuk bidang kesenian, melainkan juga untuk bidangbidang lain, seperti ilmu dan teknologi. Singkatnya, profesi seniman tidak berbeda dengan profesi lain seperti petani, pedagang, akademisi, politikus, militer, dan sebagainya yang membutuhkan usaha dan kedisplinan. Hanya saja, disiplin kesenian, pendekatan, metode, dan perhitungannya berbeda

12 176 TOPENG dengan sektor-sektor lain Bohong dan Jujur Sekarang kita akan melihat kembali makna bohong, yang berkaitan dengan topeng, sebagai lawan kata jujur. Ingatkah, dalam Bab 2 kita telah membicarakannya? Dari salah satu sisinya, topeng memiliki makna penutup, penyelubung, atau pembatas (tirai, saringan), yang dalam banyak hal mengacu pada konotasi negatif: sesuatu yang tidak terbuka, tidak jujur, yang tak lain adalah bohong. Jika bertopeng sama dengan berbohong, apakah seniman yang menari topeng itu bisa juga dianggap berbohong atau mengelabui orang lain? Lalu, seniman yang berusaha keras untuk dapat mempertunjukan topengnya secara sempurna, apakah berarti bahwa ia bekerja keras untuk bisa bohong dengan sempurna? Itu mungkin benar, jika pertunjukan yang baik itu dilihat sebagai penampilan tokoh yang yang dimainkan (topeng) dan bukan penampilan diri senimannya. Namun itu bisa menjadi salah, jika melihat bahwa penonton menghendaki pertunjukan yang baik. Jadi, bohong seniman, bukan untuk kepentingan dirinya, melainkan juga untuk kepentingan penonton. Barangkali, tak ada orang (normal) yang suka dibohongi. Namun orang senang melihat pertunjukan yang baik. Jadi, bohong dalam seni berbeda dengan bohong seperti yang biasa dilakukan penipu. Kita coba untuk melihat dari sisi sebaliknya, yakni dari pandangan seniman atau kesenimanan. Pertunjukan yang baik, dalam istilah-istilah (jargon) yang biasa digunakan seniman, di antaranya adalah yang jujur, Sebaliknya, penampilan yang tidak baik biasa disebut mengada-ada, pura-pura, atau tidak jujur pada diri atau jiwanya sendiri, sehingga penonton justru merasa dibohongi. Dengan demikian, berdasarkan pandangan ini, seniman yang berusaha agar topeng yang ditarikannya menyatu dengan dirinya merupakan usaha untuk jujur, dan bukan untuk bohong kepada penonton. Penonton pasti paham bahwa topeng yang dimainkannya bukan diri penarinya. Namun pada saat pertunjukan, mereka tidak menyadari adanya perbedaan antara topeng dengan penarinya karena Sang Penari melakukannya dengan sangat alami. Keduanya telah menjadi satu sosok yang mulus dan jujur. Ingatkah dalam Bab 2, kita telah dikenalkan dengan ucapan seorang seniman besar, Pablo Picasso dari Spanyol? Dialah yang mengatakan Seni adalah kebohongan yang membuat kita dapat menemukan kebenaran. Pendeknya, pengertian kata bohong dan jujur dalam kesenian memiliki makna yang agak kompleks, yang mungkin berbeda dengan pemaknaan biasanya.

13 MAKNA TOPENG 177 Akan tetapi, terlepas dari kompleks (rumit) atau tidaknya pandangan kesenian, cukup mudah untuk dipahami bahwa ada dua macam arti bohong : yang positif dan negatif. Yang positif adalah yang dikehendaki atau disenangi orang pada umumnya. Adapun bohong yang negatif adalah yang merugikan atau dibenci orang pada umumnya Seblang Banyuwangi: Menari dalam kepasrahan.

14 178 TOPENG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di antaranya adalah Seni Rupa, Seni Musik, Seni Tari, dan Seni Teater. Beberapa jenis

Lebih terperinci

T O P E N G. Buku Pelajaran. Untuk SMA Kelas 1. PENULIS Endo Suanda. KONTRIBUTOR: I Wayan Dibia Halilintar Lathief FX. Widaryanto

T O P E N G. Buku Pelajaran. Untuk SMA Kelas 1. PENULIS Endo Suanda. KONTRIBUTOR: I Wayan Dibia Halilintar Lathief FX. Widaryanto i T O P E N G Buku Pelajaran Untuk SMA Kelas 1 PENULIS Endo Suanda KONTRIBUTOR: I Wayan Dibia Halilintar Lathief FX. Widaryanto ii Topeng Buku Pelajaran Kesenian Nusantara Untuk SMA Kelas 1 Penulis : Endo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain termasuk teknologi, adat-istiadat, dan bentuk-bentuk pengungkapan

BAB I PENDAHULUAN. lain termasuk teknologi, adat-istiadat, dan bentuk-bentuk pengungkapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepanjang sejarahnya, Jepang telah menyerap banyak gagasan dari negaranegara lain termasuk teknologi, adat-istiadat, dan bentuk-bentuk pengungkapan kebudayaan. Jepang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tari adalah gerak-gerak dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun selaras

I. PENDAHULUAN. Tari adalah gerak-gerak dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun selaras 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tari adalah gerak-gerak dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun selaras dengan irama musik serta mempunyai maksud tertentu. Tari juga merupakan ekspresi jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia terlahir dibumi telah memiliki penyesuaian terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia terlahir dibumi telah memiliki penyesuaian terhadap lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia terlahir dibumi telah memiliki penyesuaian terhadap lingkungan baik secara jasmani maupun rohani dimana kita lahir secara turun-temurun, membawa

Lebih terperinci

RANGKUMAN. Bab 7. Rangkuman

RANGKUMAN. Bab 7. Rangkuman 179 Bab 7 Rangkuman S etelah membaca buku Topeng ini, mungkin Anda akan bertanya: Apa sasaran buku ini? Tidak ada bab yang menguraikan secara menyeluruh tentang topeng Nusantara. Jika misalnya Anda ingin

Lebih terperinci

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

ARTIKEL TENTANG SENI TARI NAMA : MAHDALENA KELAS : VII - 4 MAPEL : SBK ARTIKEL TENTANG SENI TARI A. PENGERTIAN SENI TARI Secara harfiah, istilah seni tari diartikan sebagai proses penciptaan gerak tubuh yang berirama dan diiringi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Drama adalah salah satu bentuk sastra yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

Lebih terperinci

Bab 1. Hampir bisa dipastikan, kebanyakan dari Anda pernah melihat topeng. Pendahuluan

Bab 1. Hampir bisa dipastikan, kebanyakan dari Anda pernah melihat topeng. Pendahuluan PENDAHULUAN 1 Bab 1 Pendahuluan Hampir bisa dipastikan, kebanyakan dari Anda pernah melihat topeng. Jika tidak secara langsung, mungkin pernah melihat gambarnya dari buku-buku atau dalam film di mana ada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. dianalisis maka ada beberapa hal yang ditemukan yaitu : panca indra. Dalam iklan oreo versi oreo dan handphone ayah terdapat

BAB IV ANALISIS DATA. dianalisis maka ada beberapa hal yang ditemukan yaitu : panca indra. Dalam iklan oreo versi oreo dan handphone ayah terdapat 84 BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Dari penyajian data pada bab sebelumnya, kemudian data tersebut dianalisis maka ada beberapa hal yang ditemukan yaitu : 1. Penanda dan Petanda. Petanda merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang adalah negara maju dan modern, tetapi negara Jepang tidak pernah meninggalkan tradisi dan budaya mereka serta mempertahankan nilai-nilai tradisi yang ada sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir semua nilai dan norma dalam kehidupan manusia. Karya sastra tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. hampir semua nilai dan norma dalam kehidupan manusia. Karya sastra tersebut harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra adalah hasil pemikiran dan imajinasi pengarang yang menyentuh hampir semua nilai dan norma dalam kehidupan manusia. Karya sastra tersebut harus dipahami

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran sastra di sekolah kini tampak semakin melesu dan kurang diminati oleh siswa. Hal ini terlihat dari respon siswa yang cenderung tidak antusias saat

Lebih terperinci

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN KARYA SENI PERTUNJUKAN KARNAVAL TATA BUSANA TEATER. Oleh: Budi Arianto, S.Pd., M.A. NIP

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN KARYA SENI PERTUNJUKAN KARNAVAL TATA BUSANA TEATER. Oleh: Budi Arianto, S.Pd., M.A. NIP LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN KARYA SENI PERTUNJUKAN KARNAVAL TATA BUSANA TEATER Oleh: Budi Arianto, S.Pd., M.A. NIP 197201232005011001 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA 2014 1

Lebih terperinci

Pandangan Masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap Kesenian Sintren

Pandangan Masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap Kesenian Sintren Pandangan Masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap Kesenian Sintren Oleh : Zuliatun Ni mah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa zuliatunikmah@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kecerdasan Interpersonal

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kecerdasan Interpersonal 2.1 Kecerdasan Interpersonal BAB II KAJIAN TEORI 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Interpersonal Kecerdasan interpersonal bisa dikatakan juga sebagai kecerdasan sosial, diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang

BAB I PENDAHULUAN. suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Puisi merupakan ungkapan perasaan yang dihayati oleh penyairnya ke dalam suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang terhadap

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA TAMAN KANAK-KANAK KOTA A DISUSUN OLEH: MARYANI.M SEMESTER 4 PROGRAM STUDI S1 PAUD

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA TAMAN KANAK-KANAK KOTA A DISUSUN OLEH: MARYANI.M SEMESTER 4 PROGRAM STUDI S1 PAUD MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA TAMAN KANAK-KANAK KOTA A DISUSUN OLEH: MARYANI.M SEMESTER 4 PROGRAM STUDI S1 PAUD UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2012 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Kita semua pasti pernah melihat orang menari, baik menontonnya

Kita semua pasti pernah melihat orang menari, baik menontonnya Bab 1 Pendahuluan Kita semua pasti pernah melihat orang menari, baik menontonnya secara langsung, secara sambil lalu, atau melalui siaran televisi. Bahkan mungkin kalian pernah menari, baik untuk dipertontonkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bercerita memang mengasyikkan untuk semua orang. Kegiatan bercerita dapat dijadikan sebagai wahana untuk membangun karakter seseorang terutama anak kecil. Bercerita

Lebih terperinci

Bagan 3.1 Proses Berkarya Penulis

Bagan 3.1 Proses Berkarya Penulis A. Pemilihan Ide Pengkaryaan BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN Lingkungan Pribadi Ide Lingkungan Sekitar Kontemplasi Stimulasi Sketsa Karya Proses Berkarya Apresiasi karya Karya Seni Bagan 3.1 Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk mengikuti perkembangan zaman. Pembelajaran memiliki peran serta mendidik siswa agar menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan upaya pembinaaan dan pengasuhan yang ditujukan kepada anak sejak lahir hingga anak usia 6 tahun, meskipun sesungguhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desain grafis pada awalnya hanya terbatas pada media cetak dwi matra

BAB I PENDAHULUAN. Desain grafis pada awalnya hanya terbatas pada media cetak dwi matra BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENCIPTAAN Desain grafis pada awalnya hanya terbatas pada media cetak dwi matra saja. Karena perkembangan teknologi bahkan sudah masuk ke dunia multimedia (diantaranya

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Untuk mempelajari perkembangan anak dari usia 2 tahun, ada baiknya

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Untuk mempelajari perkembangan anak dari usia 2 tahun, ada baiknya 4 BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Data Perkembangan Balita Untuk mempelajari perkembangan anak dari usia 2 tahun, ada baiknya mengetahui sekelumit pertumbuhan fisik dan sisi psikologinya. Ada beberapa aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cerdas, sehat, disiplin, dan betanggung jawab, berketrampilan serta. menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi misi dan visi

BAB I PENDAHULUAN. cerdas, sehat, disiplin, dan betanggung jawab, berketrampilan serta. menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi misi dan visi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perwujudan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu dalam rangka membentuk generasi bangsa yang memiliki karakter dengan kualitas akhlak mulia, kreatif,

Lebih terperinci

BAB I. dalam dialog komik membuat pembaca secara langsung mampu. mengintepretasikan gambaran perasaan yang sedang di alami tokoh.

BAB I. dalam dialog komik membuat pembaca secara langsung mampu. mengintepretasikan gambaran perasaan yang sedang di alami tokoh. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran komik dalam ranah komunikasi dan seni visual sudah bukan menjadi hal yang asing. Komik merupakan bentuk komunikasi visual yang memiliki kekuatan untuk

Lebih terperinci

BERINGIN GROUP. Learn, Share and Profit HUMAN INTEREST. A. Pendahuluan

BERINGIN GROUP. Learn, Share and Profit HUMAN INTEREST. A. Pendahuluan HUMAN INTEREST A. Pendahuluan Foto-foto human interest sepertinya selalu menarik untuk dilihat. Nilainilai keseharian manusia dapat terekam melalui fotografi ini. Namun untuk menciptakan karya foto human

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan termasuk salah satu dasar pengembangan karakter seseorang. Karakter merupakan sifat alami jiwa manusia yang telah melekat sejak lahir (Wibowo, 2013:

Lebih terperinci

Pedoman Identifikasi Anak Autis. Sukinah jurusan PLB FIP UNY

Pedoman Identifikasi Anak Autis. Sukinah jurusan PLB FIP UNY Pedoman Identifikasi Anak Autis Sukinah jurusan PLB FIP UNY Adanya gangguan dalam berkomunikasi verbal maupun non-verbal Terlambat bicara Tidak ada usaha untuk berkomunikasi Meracau dengan bahasa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah pembelajaran sangat ditentukan keberhasilannya oleh masingmasing guru di kelas. Guru yang profesional dapat ditandai dari sejauh mana

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN KARYA

BAB IV TINJAUAN KARYA BAB IV TINJAUAN KARYA Perjalanan sebuah karya, dimulai ketika seniman mengalami, mencermati sesuatu dan sesuatu itu kemudian dijadikan kontemplasi yang mendalam. Selanjutnya muncul ide atau gagasan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN FAJRI BERRINOVIAN 12032

BAB I PENDAHULUAN FAJRI BERRINOVIAN 12032 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Banyak orang merasa bingung mengisi hari libur mereka yang hanya berlangsung sehari atau dua hari seperti libur pada sabtu dan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( R P P )

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( R P P ) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( R P P ) Nama Sekolah : SMA/MA... Mata Pelajaran : Seni Budaya Kelas/Semester : X / 1 Alokasi Waktu : 4 jam pelajaran (2 x pertemuan) A. Standar Kompetensi 1. Mengapresiasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN LAGU SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN LAGU SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN LAGU SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS A. Hasil Temuan Penelitian Dari hasil mengumpulkan data-data yang diperoleh melalui wawancara, observasi maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (blackberry massanger), telepon, maupun jejaring sosial lainnya. Semua itu

BAB I PENDAHULUAN. (blackberry massanger), telepon, maupun jejaring sosial lainnya. Semua itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi saat ini, media komunikasi tradisional cenderung banyak yang terlupakan dibandingkan dengan media teknologi komunikasi

Lebih terperinci

MENDONGENG DI SEKOLAH Oleh: Eko Santosa

MENDONGENG DI SEKOLAH Oleh: Eko Santosa MENDONGENG DI SEKOLAH Oleh: Eko Santosa Keith Johnstone (1999) menjelaskan bahwa mendongeng atau bercerita (storytelling) merupakan produk seni budaya kuno. Hampir semua suku bangsa di dunia memiliki tradisi

Lebih terperinci

Pendahuluan. Komunikasi Allah dan Manusia.

Pendahuluan. Komunikasi Allah dan Manusia. Pendahuluan Sulit terbayangkan jika kehidupan manusia tanpa komunikasi. Sejak buka mata sampai menutup mata kita selalu berkomunikasi. Baik dengan diri sendiri, antar pribadi dan dengan banyak orang. Kemampuan

Lebih terperinci

: Ainul Khilmiah, Ella yuliatik, Anis Citra Murti, Majid Muhammad Ardi SMART?: SEBUAH TAFSIR SOLUSI IDIOT ATAS PENGGUNAAN TEKNOLOGI

: Ainul Khilmiah, Ella yuliatik, Anis Citra Murti, Majid Muhammad Ardi SMART?: SEBUAH TAFSIR SOLUSI IDIOT ATAS PENGGUNAAN TEKNOLOGI Ditulis oleh : Ainul Khilmiah, Ella yuliatik, Anis Citra Murti, Majid Muhammad Ardi Pada 08 November 2015 publikasi film SMART? dalam screening mononton pada rangkaian acara Kampung Seni 2015 pukul 20.30

Lebih terperinci

BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL

BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL 2.1. Seni dan Tari 2.1.1. Pengertian Seni Seni dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 915) didefinisikan sebagai keahlian membuat karya yang bermutu dilihat dari segi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fungsi bahasa secara umum adalah komunikasi (Nababan, 1993: 38).

BAB 1 PENDAHULUAN. Fungsi bahasa secara umum adalah komunikasi (Nababan, 1993: 38). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fungsi bahasa secara umum adalah komunikasi (Nababan, 1993: 38). Komunikasi merupakan suatu hal penting dalam membangun relasi antarindividu. Dengan adanya

Lebih terperinci

DASAR PRESENTASI. Kunci presentasi yang sukses adalah persiapan yang baik.

DASAR PRESENTASI. Kunci presentasi yang sukses adalah persiapan yang baik. DASAR PRESENTASI PERSIAPAN Kunci presentasi yang sukses adalah persiapan yang baik. Persiapan Dasar Persiapan yang baik bisa dimulai dengan menganalisis tiga faktor di bawah ini: - pada acara apa kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggal masing-masing dengan kondisi yang berbeda. Manusia yang tinggal di

BAB I PENDAHULUAN. tinggal masing-masing dengan kondisi yang berbeda. Manusia yang tinggal di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi merupakan tempat tinggal seluruh makhluk di dunia. Makhluk hidup di bumi memiliki berbagai macam bentuk dan jenis yang dipengaruhi oleh tempat tinggal masing-masing

Lebih terperinci

Bab VI Simpulan & Saran

Bab VI Simpulan & Saran Bab VI Simpulan & Saran VI.1. Simpulan Berdasarkan analisis pada perupaan sampel artefak yang saling diperbandingkan, maka sesuai hipotesis, memang terbukti adanya pemaknaan Tasawuf yang termanifestasikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. Film sebagai salah bentuk komunikasi massa yang digunakan. untuk menyampaikan pesan yang terkandung didalamnya.

BAB IV ANALISIS DATA. Film sebagai salah bentuk komunikasi massa yang digunakan. untuk menyampaikan pesan yang terkandung didalamnya. 93 BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Film sebagai salah bentuk komunikasi massa yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang terkandung didalamnya. Juga digunakan sebagai sarana hiburan. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mudah untuk dicerna. Televisi secara universal juga mampu untuk menjangkau audiens

BAB I PENDAHULUAN. yang mudah untuk dicerna. Televisi secara universal juga mampu untuk menjangkau audiens 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Televisi merupakan salah satu jenis media massa yang paling diminati oleh masyarakat karena keunggulannya dalam memanjakan masyarakat melalui kemampuan audio

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju dan arus informasi yang menyajikan kebudayaan barat sudah mulai banyak. Sehingga masyarakat pada umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pesan yang ingin disampaikan kepada masyarakat. Menurut John Vivian, film bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. pesan yang ingin disampaikan kepada masyarakat. Menurut John Vivian, film bisa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cinta merupakan ekspresi jiwa yang terwujud dalam cara cara hidup dan berpikir, pergaulan hidup, seni kesastraan, agama, rekreasi, dan hiburan. Sebagai salah satu sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SD, mulai kelas 1-3 SD, antara umur 5-10 tahun. Selain itu dongeng juga

BAB I PENDAHULUAN. SD, mulai kelas 1-3 SD, antara umur 5-10 tahun. Selain itu dongeng juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dongeng merupakan kisah yang disampaikan dengan cara bercerita. Dongeng biasanya disampaikan dan dibacakan oleh guru TK, SD, mulai kelas 1-3 SD, antara umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada konteks dan situasi. Untuk memahami makna dari

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada konteks dan situasi. Untuk memahami makna dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam komunikasi, sering sekali muncul berbagai macam penafsiran terhadap makna sesuatu atau tingkah laku orang lain. Penafsiran tersebut, tergantung pada konteks dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata telah menjadi sektor industri yang sangat pesat dewasa ini, pariwisata sangat berpengaruh besar di dunia sebagai salah satu penyumbang atau membantu

Lebih terperinci

PROFESSIONAL IMAGE. Etiket dalam pergaulan (2): Berbicara di depan Umum, etiket wawancara. Syerli Haryati, S.S. M.Ikom. Modul ke: Fakultas FIKOM

PROFESSIONAL IMAGE. Etiket dalam pergaulan (2): Berbicara di depan Umum, etiket wawancara. Syerli Haryati, S.S. M.Ikom. Modul ke: Fakultas FIKOM Modul ke: PROFESSIONAL IMAGE Etiket dalam pergaulan (2): Berbicara di depan Umum, etiket wawancara Fakultas FIKOM Syerli Haryati, S.S. M.Ikom Program Studi Public Relations www.mercubuana.ac.id Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kesenian yang terjadi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kesenian yang terjadi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kesenian yang terjadi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah masuknya budaya barat yang ikut mempengaruhi perubahan serta perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Satu sisi pendidikan dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Satu sisi pendidikan dilaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia pendidikan dewasa ini tidak dapat dipisahkan dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Satu sisi pendidikan dilaksanakan agar peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni merupakan suatu bentuk ekspresi yang dicurahkan dari dalam diri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni merupakan suatu bentuk ekspresi yang dicurahkan dari dalam diri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni merupakan suatu bentuk ekspresi yang dicurahkan dari dalam diri manusia yang disampaikan dalam berbagai macam bentuk seni, dengan tujuan untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dari generasi ke generasi yang semakin modern ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dari generasi ke generasi yang semakin modern ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dari generasi ke generasi yang semakin modern ini banyak kebudayaan yang sudah mulai ditinggalkan, baik kebudayaan daerah dan luar negeri. Karena

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan

BAB II LANDASAN TEORI. Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Yang Relevan Sebelumnya Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Terhadap pentas drama Drakula intelek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seni juga mengalami perkembangan. Seni bahkan menyatu dengan kemajuankemajuan

BAB I PENDAHULUAN. seni juga mengalami perkembangan. Seni bahkan menyatu dengan kemajuankemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni adalah salah satu sarana hiburan bagi masyarakat. Baik itu seni musik, seni rupa, seni tari maupun seni teater. Seiring dengan kemajuan zaman, seni juga

Lebih terperinci

1. Mengamati tari Nasional yang ditampilkan oleh seorang penari

1. Mengamati tari Nasional yang ditampilkan oleh seorang penari Pertemuan 2 KONSEP, FUNGSI, JENIS, KARAKTERISTIK PENDIDIKAN SENI TARI Jenis Tari Jenis tari tradisional di Indonesia bisa diamati dari bagaimana tari tersebut ditampilkan. Tari yang ditampilkan seorang

Lebih terperinci

Munandar dalam Satriani (2011, hlm. 2) bahwa Kreativitas merupakan

Munandar dalam Satriani (2011, hlm. 2) bahwa Kreativitas merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) kesenian diubah menjadi seni budaya, sesuai kurikulum itu pula mata pelajaran seni budaya mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang merupakan bentuk ungkapan atau ekspresi keindahan. Setiap karya seni biasanya berawal dari ide atau

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

MENCIPTA TOKOH DALAM NASKAH DRAMA Transformasi dari Penokohan Menjadi Dialog, Suasana, Spektakel

MENCIPTA TOKOH DALAM NASKAH DRAMA Transformasi dari Penokohan Menjadi Dialog, Suasana, Spektakel MENCIPTA TOKOH DALAM NASKAH DRAMA Transformasi dari Penokohan Menjadi Dialog, Suasana, Spektakel Yudiaryani PENDAHULUAN Unsur yang paling mendasar dari naskah adalah pikiran termasuk di dalamnya gagasan-gagasan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian di lapangan tentang sejarah / latar belakang munculnya kesenian dongkrek, khususnya pada bentuk topeng, unsur unsur rupa/visual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipahami anak. Sastra anak secara emosional psikologis dapat ditanggapi dan

BAB I PENDAHULUAN. dipahami anak. Sastra anak secara emosional psikologis dapat ditanggapi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak adalah karya sastra yang dari segi isi dan bahasa sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual dan emosional anak. Bahasa yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sumedang memang dikenal memiliki beraneka ragam kesenian tradisional berupa seni pertunjukan yang biasa dilaksanakan dalam upacara adat daerah, upacara selamatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya zaman ke arah modern membuat kepopuleran ludruk

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya zaman ke arah modern membuat kepopuleran ludruk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya zaman ke arah modern membuat kepopuleran ludruk sebagai kesenian tradisional Jawa Timur semakin terkikis. Kepopuleran di masa lampau seakan hilang seiring

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) : Pengenalan Budaya Indonesia

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) : Pengenalan Budaya Indonesia RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SatuanPendidikan Mata Pelajaran Kelas/Semester Materi Pokok Tema Subtema Alokasi Waktu : SMP Negeri 1 Kayen : Bahasa Indonesia : VII/1 : Teks Hasil Deskriptif : Pengenalan

Lebih terperinci

Mata Kuliah Persepsi Bentuk

Mata Kuliah Persepsi Bentuk Modul ke: Mata Kuliah Persepsi Bentuk Pertemuan 11 Fakultas FDSK Nina Maftukha, S.Pd., M.Sn Program Studi Desain Produk www.mercubuana.ac.id IDE Dalam dunia seni rupa umumnya dikenal ada dua struktur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya dengan seni dan sastra seperti permainan rakyat, tarian rakyat, nyanyian rakyat, dongeng,

Lebih terperinci

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi menurut Irwanto, et al (dalam Rangkuti & Anggaraeni, 2005), adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun peristiwa) sampai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Gorontalo maupun di perputakaan fakultas Sastra dan Budaya maupun di internet.

BAB II KAJIAN TEORI. Gorontalo maupun di perputakaan fakultas Sastra dan Budaya maupun di internet. 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya BAB II KAJIAN TEORI Penelitian tentang humor telah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Namun penelitian tentang humor dalam bahasa Banggai belum pernah dilakukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Azzela Mega Saputri, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Azzela Mega Saputri, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Membangun pembelajaran kreatif dalam sebuah proses pembelajaran merupakan proses pembelajaran yang mengharuskan guru untuk dapat memotivasi dan memunculkan kreativitas

Lebih terperinci

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) FKIP Universitas Muria Kudus

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) FKIP Universitas Muria Kudus TEKNIK PENCIPTAAN HUMOR DALAM MADIHIN BANJAR Siti Faridah, Universitas Achmad Yani Banjarmasin Jl. A.Yani Km. 5,5 Komplek Stadion Lambung Mangkurat Banjarmasin, Kalimantan Selatan 70235, Indonesia email:

Lebih terperinci

Perkembangan Emosi Pada Bayi

Perkembangan Emosi Pada Bayi Perkembangan Emosi Pada Bayi Oleh Sutji Martiningsih Wibowo Sumbangan tulisan untuk Buletin Akhwat Yayasan Islam Paramartha Pilihan topik bahasan kali ini adalah Perkembangan emosi pada bayi yang mungkin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN TEORETIS BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan pustaka 2.1.1 Komunikasi Teraupetik Menurut Stuart (1998), mengatakan komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dengan klien dalam memperbaiki

Lebih terperinci

Gambar 6 Gelungan Telek dari Banjar Kawan Foto: Ayu Herliana, 20011

Gambar 6 Gelungan Telek dari Banjar Kawan Foto: Ayu Herliana, 20011 Tata Rias dan Busana Tari Telek Anak Anak di Desa Jumpai Kiriman: Ayu Herliana, PS. Seni Tari ISI Denpasar Kostum atau busana adalah segala perlengkapan pakaian dalan tari Bali. Busana merupakan faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda maka ada banyak sekali jenis-jenis belajar yang dilakukan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. berbeda maka ada banyak sekali jenis-jenis belajar yang dilakukan setiap orang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Belajar merupakan kegiatan seseorang untuk menggunakan otak mereka dan menyerap ilmu pengetahuan. Karena setiap orang memiliki daya serap yang berbeda maka ada banyak

Lebih terperinci

BAB I DEFINISI OPERASIONAL. Seni merupakan salah satu pemanfaatan budi dan akal untuk menghasilkan

BAB I DEFINISI OPERASIONAL. Seni merupakan salah satu pemanfaatan budi dan akal untuk menghasilkan 1 BAB I DEFINISI OPERASIONAL A. LATAR BELAKANG MASALAH Seni merupakan salah satu pemanfaatan budi dan akal untuk menghasilkan karya yang dapat menyentuh jiwa spiritual manusia, karya seni merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian analisis struktural dan nilai pendidikan karakter naskah drama Lautan Bernyanyi karya Putu Wijaya, dapat diambil simpulan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor penentu kelulusan ujian nasional. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor penentu kelulusan ujian nasional. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia menjadi salah satu mata pelajaran yang saat ini cukup banyak mendapat perhatian. Hal tersebut salah satunya dikarenakan masuknya bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk ungkapan kehidupan atau pernyataan diri masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk ungkapan kehidupan atau pernyataan diri masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seni tradisional merupakan hasil ekspresi jiwa yang bersifat indah, yang merupakan bentuk ungkapan kehidupan atau pernyataan diri masyarakat pendukungnya. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masuknya pengaruh Islam merupakan pelabuhan yang penting di pesisir utara

BAB I PENDAHULUAN. masuknya pengaruh Islam merupakan pelabuhan yang penting di pesisir utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cirebon merupakan perpaduan kota budaya, kota niaga dan kota wisata di pesisir pantai utara. Sebagai daerah pesisir, Cirebon sejak sebelum dan sesudah masuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rachmayanti Gustiani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rachmayanti Gustiani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan cara yang ditempuh untuk memberikan pengetahuan kepada anak didik melalui pembelajaran, seperti definisi pendidikan menurut Kamus Besar

Lebih terperinci

Monolog/Dongeng PERTEMUAN KE-5. > Berbicara dalam kegiatan monolog/dongeng - Konsep monolog/dongeng - Persiapan monolog/dongeng

Monolog/Dongeng PERTEMUAN KE-5. > Berbicara dalam kegiatan monolog/dongeng - Konsep monolog/dongeng - Persiapan monolog/dongeng Monolog/Dongeng PERTEMUAN KE-5 > Berbicara dalam kegiatan monolog/dongeng - Konsep monolog/dongeng - Persiapan monolog/dongeng Definisi Dongeng Dongeng adalah cerita sederhana yang tidak benar-benar terjadi,

Lebih terperinci

ETIKA DALAM BERKOMONIKASI

ETIKA DALAM BERKOMONIKASI ETIKA DALAM BERKOMONIKASI PENGERTIAN ETIKA Etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat kebiasaan di mana etika berhubungan erat dengan konsep individu

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berliyana Agustine, 2014 Transmisi kesenian sintren di sanggar sekar pandan keraton kacirebonan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berliyana Agustine, 2014 Transmisi kesenian sintren di sanggar sekar pandan keraton kacirebonan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kesenian sintren adalah salah satu kesenian tradisional yang hidup dan berkembang di daerah Cirebon. Konon sintren merupakan kesenian rakyat yang di dalamnya mengandung unsur

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. umumnya para remaja, tak terkecuali para remaja Broken Home, baik pada saat

BAB IV ANALISIS DATA. umumnya para remaja, tak terkecuali para remaja Broken Home, baik pada saat BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Pada dasarnya komunikasi interpersonal digunakan pada keseharian umumnya para remaja, tak terkecuali para remaja Broken Home, baik pada saat berkomunikasi di sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara memiliki kebudayaan yang beragam. Kebudayaan juga

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara memiliki kebudayaan yang beragam. Kebudayaan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki kebudayaan yang beragam. Kebudayaan juga menunjukan identitas suatu bangsa. Kebudayaan ini yang biasanya berkembang dari masa ke masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kabuki merupakan teater asal Jepang yang terkenal dan mendunia, ceritanya didasarkan pada peristiwa sejarah, drama percintaan, konfilk moral, dan kisah kisah tragedi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang

Lebih terperinci

ANALISIS PENYIMPANGAN MAKSIM KERJASAMA DAN AKSIM KESOPANAN DALAM WACANA KARTUN PADA URAT KABAR KOMPAS (TINJAUAN PRAGMATIK)

ANALISIS PENYIMPANGAN MAKSIM KERJASAMA DAN AKSIM KESOPANAN DALAM WACANA KARTUN PADA URAT KABAR KOMPAS (TINJAUAN PRAGMATIK) ANALISIS PENYIMPANGAN MAKSIM KERJASAMA DAN AKSIM KESOPANAN DALAM WACANA KARTUN PADA URAT KABAR KOMPAS (TINJAUAN PRAGMATIK) Oleh : Agung Nugroho A.310.010.128 Skripsi Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diuraikan mengenai: (1) latar belakang; (2)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diuraikan mengenai: (1) latar belakang; (2) BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diuraikan mengenai: (1) latar belakang; (2) fokus masalah; (3) rumusan masalah; (4) tujuan penelitian; (5) manfaat penelitian; dan (6) definisi operasional.

Lebih terperinci

1. Koreografi Komunal

1. Koreografi Komunal 1. Koreografi Komunal Jika melihat dari kata koreografi dan komunal tersebut, dapat diartikan bahwa tari komunal adalah segala aktivitas tari yang melibatkan instrumen atau struktur sosial kemasyarakatan

Lebih terperinci

GUMGUM GUMILAR, S.SOS., M.SI Jurnalistik Fikom Unpad

GUMGUM GUMILAR, S.SOS., M.SI Jurnalistik Fikom Unpad GUMGUM GUMILAR, S.SOS., M.SI Jurnalistik Fikom Unpad Bahasa tubuh adalah komunikasi pesan nonverbal (tanpa kata-kata). Bahasa tubuh merupakan proses pertukaran pikiran dan gagasan di mana pesan yang disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Prastyca Ries Navy Triesnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Prastyca Ries Navy Triesnawati, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seni tidak bisa lepas dari produknya yaitu karya seni, karena kita baru bisa menikmati seni setelah seni tersebut diwujudkan dalam suatu karya konkrit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Proses pendidikan seumur hidup itu lebih dikenal dengan istilah long life

BAB I PENDAHULUAN. ini. Proses pendidikan seumur hidup itu lebih dikenal dengan istilah long life 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pendidikan adalah laksana eksperimen yang tidak pernah selesai sampai kapan pun, sepanjang ada kehidupan manusia di dunia ini. Proses pendidikan

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN. 4. Bagaimana prosesi upacara sebelum kesenian Jonggan dilaksanakan?

DAFTAR PERTANYAAN. 4. Bagaimana prosesi upacara sebelum kesenian Jonggan dilaksanakan? Lampiran 1 63 Lampiran 2 DAFTAR PERTANYAAN 1. Bagaimana sejarah kesenian Jonggan! 2. Mengapa disebut dengan Jonggan? 3. Apa fungsi kesenian Jonggan? 4. Bagaimana prosesi upacara sebelum kesenian Jonggan

Lebih terperinci