RAGAM JENIS EKTOPARASIT BURUNG TEKUKUR (Streptopelia chinensis) DAN BURUNG PUTER (Streptopelia bitorquata) DI PENANGKARAN CATUR WULANDARI DONO SAPUTRO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RAGAM JENIS EKTOPARASIT BURUNG TEKUKUR (Streptopelia chinensis) DAN BURUNG PUTER (Streptopelia bitorquata) DI PENANGKARAN CATUR WULANDARI DONO SAPUTRO"

Transkripsi

1 RAGAM JENIS EKTOPARASIT BURUNG TEKUKUR (Streptopelia chinensis) DAN BURUNG PUTER (Streptopelia bitorquata) DI PENANGKARAN CATUR WULANDARI DONO SAPUTRO DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RAGAM JENIS EKTOPARASIT BURUNG TEKUKUR (Streptopelia chinensis) DAN BURUNG PUTER (Streptopelia bitorquata) DI PENANGKARAN CATUR WULANDARI DONO SAPUTRO SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

3 RINGKASAN CATUR WULANDARI DONO SAPUTRO. E Ragam Jenis Ektoparasit Burung Tekukur (Streptopelia chinensis) dan Burung Puter (Streptopelia bitorquata) di Penangkaran. Di bawah bimbingan Dr. drh. ERNA SUZANNA, M.Sc.F dan Dr. drh. SUSI SOVIANA, M.Si. Burung tekukur dan puter merupakan jenis burung yang mudah untuk ditangkarkan. Dalam penangkaran, apabila tidak adanya manajemen pemeliharaan penangkaran yang baik, maka kondisi tersebut dapat membahayakan kelestarian dari jenis burung tekukur dan puter. Informasi mengenai ektoparasit pada bagian tubuh burung tekukur dan puter serta di penangkarannya belum pernah dilakukan, sehingga diperlukan suatu penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ragam jenis ektoparasit pada burung tekukur dan puter serta mengetahui ragam jenis serangga parasit di sekitar kandang burung tekukur dan puter. Penelitian dilakukan pada Bulan April sampai Juni Metode pengambilan data meliputi kondisi umum lokasi, koleksi spesimen ektoparasit, pengolahan dan identifikasi spesimen. Analisis data secara deskriptif dan ditabulasikan dengan derajat infestasi. Pada tubuh burung tekukur didapatkan jenis-jenis ektoparasit dari Klas Insekta yaitu kutu penggigit Goniocotes sp. dan Columbicola columbae dari Ordo Phthiraptera dan Pseudolynchia canariensis dari Ordo Diptera, serta Klas Arachnida yaitu tungau dari Famili Pterolichidae. Semua jenis ektoparasit tersebut juga ditemukan pada burung puter, tetapi pada burung puter tidak ditemukan lalat penghisap darah Pseudolynchia canariensis. Infestasi kutu penggigit berada pada kisaran ringan hingga sedang. Infestasi lalat penghisap darah berada pada kisaran ringan, sedangkan infestasi tungau yaitu sangat tinggi. Ragam serangga penghisap darah yang ditemukan dengan perangkap cahaya adalah dari Ordo Diptera. Diptera yang termasuk parasit yaitu Anopheles, Culex, Psychodidae, Culicoides, dan Simulium yang merupakan vektor beberapa penyakit unggas. Kata kunci : burung tekukur dan puter, manajemen penangkaran, ektoparasit.

4 SUMMARY CATUR WULANDARI DONO SAPUTRO. E Species of Spotted dove (Streptopelia chinensis) and Javan turtle dove (Streptopelia bitorquata) ectoparasites in the captive breeding. Under the guidance of Dr. drh. ERNA SUZANNA, M.Sc.F and Dr. drh. SUSI SOVIANA, M.Si. Spotted dove and Javan turtle dove are the bird species that are easily raised in captivity. Nevertheless, good management is required to successfully breed and raise the birds in captivity; otherwise, the condition may endanger the sustainability of the two bird species. Information on ectoparasites on the bodies of this bird as well as their captivity breeding has not been available, although admittedly taking ectoparasites from these bird families has much been done so that a research is obviously needed. This study aimed to find out various kinds of Spotted dove and Javan turtle dove ectoparasites and to learn various kinds of parasitic insects around the Spotted dove and Javan turtle dove cages. The study was conducted from April to June The methods of data collection included the general condition of the location, collection of ectoparasites specimens, processing and specimens identification. The data analysis was done descriptively and tabulated with the degree of infestation. The kinds of ectoparasites from the class of insects found in the body of Spotted dove were Goniocotes sp. and Columbicola columbae of phthiraptera order and Pseudolynchia canariensis of diptera order, and arachnida class, that is, tungau from the pterolichidae family. In terms of ectoparasites, Spotted dove and Javan turtle dove were similar, except that Javan turtle dove had no Pseudolynchia canariensis. Goniocotes sp. and Columbicola columbae were mallopaga order (biting lice) and were obligate. The kinds of parasitic insects in the vicinity of Spotted dove and Javan turtle dove cages were from the Ordo Diptera. The diptera classified as parasites included Anopheles, Culex, Psychodidae, Culicoides and Simulium, most of them vectors of disease. The presence of ectoparasites was closely related to how a breeding place is managed. Keywords : spotted dove and javan turtle dove, captivity management, ectoparasites.

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ragam Jenis Ektoparasit Burung Tekukur (Streptopelia chinensis) dan Burung Puter (Sterptopelia bitorquata) di Penangkaran adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Maret 2011 Catur Wulandari Dono Saputro NRP. E

6 LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian Nama NRP : Ragam Jenis Ektoparasit Burung Tekukur (Streptopelia chinensis) dan Burung Puter (Streptopelia bitorquata) di Penangkaran : Catur Wulandari Dono Saputro : E Menyetujui: Dosen Pembimbing Ketua, Anggota, Dr. drh. Erna Suzanna, M.Sc.F. Dr. drh. Susi Soviana, M.Si. NIP NIP Mengetahui : Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP Tanggal Lulus:

7 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil alamin penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahnya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2010 ini adalah ektoparasit pada burung tekukur dan puter, dengan judul Ragam Jenis Ekoparasit Burung Tekukur (Streptopelia chinensis) dan Burung Puter (Streptopelia bitorquata) di Penangkaran. Karya ilmiah ini berisikan mengenai identifikasi ragam jenis ektoparasit burung tekukur (Streptopelia chinensis) dan burung puter (Streptopelia bitorquata) di penangkaran serta identifikasi ragam serangga parasit di sekitar penangkaran. Penelitian dilakukan pada Penangkaran Satwaliar Fakultas Kehutanan IPB untuk pengambilan spesimen ektoparasit dan Laboratorium Entomologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB untuk proses identifikasi spesimen ektoparasit. Penulis menyadari karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Maret 2011 Penulis

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Citeureup, Bogor pada tanggal 22 Maret 1988 sebagai anak keempat dari empat bersaudara pasangan Pardono Sugeng dan Nurhayati. Pendidikan yang pernah diperoleh penulis yaitu Taman Kanak-kanak Pertiwi Citeureup, Bogor. Lulus pada tahun Sekolah Dasar Negeri 4 Citeureup, Bogor. Lulus pada tahun Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Puspanegara Yayasan Indocement, Citeureup, Bogor. Lulus pada tahun Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Bogor. Lulus pada tahun Pada tahun 2006 penulis lulus dari SMA N 3 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI) IPB. Penulis memilih Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi yakni divisi marketing dalam Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) 2007, anggota biro kekeluargaan Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) , bendahara Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) 2008 HIMAKOVA, bendahara Kelompok Pemerhati Flora (KPF) HIMAKOVA , panitia dalam GEBYAR HIMAKOVA 2008, dan panitia dalam Bina Corps Rimbawan (BCR) Fakultas Kehutanan pada tahun Selain itu, penulis melakukan Praktek Pengelolaan Ekosistem Hutan (P2EH) di Cilacap-Baturraden pada tahun 2008 dan Praktek Pengolahan Hasil Hutan (P2H) di Gunung Walat pada tahun 2009, serta Praktek Kerja Lapang Profesi (PKL-P) di Taman Nasional Meru Betiri, Jember-Banyuwangi, Jawa Timur. Gelar Sarjana Kehutanan IPB diperoleh penulis dengan menyelesaikan skripsi yang berjudul Ragam Jenis Ektoparasit Burung Tekukur (Streptopelia chinensis) dan Burung Puter (Steptopelia bitorquata) di Penangkaran yang dibimbing oleh Dr. drh. Erna Suzanna, M.Sc.F. dan Dr. drh. Susi Soviana, M.Si.

9 UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. drh. Erna Suzanna, M.Sc.F. dan Ibu Dr. drh. Susi Soviana, M.Si., selaku pembimbing yang telah mengarahkan dan membantu sejak awal penelitian sampai selesainya skripsi ini. Ucapan yang sama ditujukan kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Supriyanto selaku dosen penguji dari Departemen Silvikultur; Bapak Soni Trison, S.Hut M.Si selaku dosen penguji dari Departemen Manajemen Hutan; dan Ibu Istie Sekartining Rahayu, S.Hut M.Si selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan. 2. Bapak Dr. Ir. Burhanuddin Masy ud MS selaku pengelola penangkaran burung tekukur dan puter untuk izin dan kesempatan yang diberikan sebagai lokasi penelitian. 3. Ayah dan mamah tercinta, kakak-kakakku tersayang (Mas Yono, Mba Iin, Mba Ari, dan Mas Rahman), Zhafira keponakanku, dan Mba Idah yang selama ini telah memberi kasih sayang, do a dan dukungannya. 4. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. 5. Fakultas Kehutanan IPB. 6. Bapak Muchtar (Babeh) dan teteh Yati serta keluarga yang telah membantu di lokasi. 7. Segenap karyawan Laboratorium Entomologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB yang telah banyak membantu selama penelitian. 8. Teman-teman B20 (Tami, Ridha, Akhbar, Ario, D-mul, Deri, Dedi C.); KSHE 42 khususnya a Rudi; KSHE 43 (Cendrawasih) khususnya Mika, Raya, Des, Rully, Dian, Arga, Ebhay, Afroh, Oby, Ari L, Fiona, Reni, Chacha, Nano, Andin, Indri, dan Fitri; Adik-adik klasku KSHE 44 dan 45 khususnya Febiola yang telah membantu selama penelitian. 9. Teman-teman MNH, SVK, dan THH atas kerjasama dan persaudaraannya selama ini.

10 10. Teman-teman A1 lorong 5 khususnya Osmaleli dan teman-teman 66 serta teman-teman kontrakanku (Lely, Dhani, Ande, Ana, dan Catur P.) atas motivasi, kasih sayang, dan doa yang diberikan. 11. Semua pihak yang telah banyak membantu, yang tidak disebutkan namanya satu per satu. Bogor, Maret 2011 Catur Wulandari Dono Saputro

11 ii DAFTAR ISI No. Halaman KATA PENGANTAR..i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vii PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat... 2 TINJAUAN PUSTAKA Bioekologi Klasifikasi Morfologi Penyebaran Perilaku Di alam Di kandang Kandang dan Perlengkapannya Ektoparasit Definisi ektoparasit Ektoparasit pada unggas domestik... 7 METODOLOGI Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pengambilan dan Analisis Data Pengamatan kondisi umum lokasi Koleksi spesimen ektoparasit Pengolahan sampel spesimen Identifikasi spesimen Analisis data HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Letak dan luas Kondisi lingkungan Manajemen Penangkaran Kondisi kandang dan di sekitarnya... 14

12 iii Pakan Minum Sanitasi kandang Ragam Jenis Ektoparasit Ragam jenis ektoparasit pada tubuh burung Ragam jenis serangga parasit di sekitar kandang burung KESIMPULAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 29

13 iv DAFTAR TABEL No. Halaman 1 Kepadatan dan sebaran ektoparasit pada burung tekukur Kepadatan dan sebaran ektoparasit pada burung puter Ragam jenis serangga parasit di sekitar kandang burung... 23

14 v DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1 Burung tekukur (Streptopelia chinensis) dan puter (Streptopelia bitorquata) Regio tubuh burung (tempat pengambilan spesimen) Penangkaran burung tekukur dan puter Bagian-bagian bulu burung 16 5 Ragam jenis ektoparasit pada tubuh burung : Goniocotes sp. (a), Columbicola columbae (b), Pseudolynchia canariensis (c), Pterolichidae (d) Penyebaran ektoparasit pada bagian tubuh burung Pengambilan spesimen di sekitar kandang : Sweep net (a), Light trap (b)...24

15 vi DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1 Tingkat infestasi setiap individu burung yang diperiksa Proses pembuatan preparat kaca untuk kutu dan tungau... 32

16 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan burung dilihat secara geografis. Sejak dulu, burung merupakan satwa yang banyak dikagumi dan digemari karena keindahan suara, bentuk tubuh dan warna bulu yang dimilikinya. Namun, banyaknya minat masyarakat terhadap burung tidak diimbangi dengan upaya konservasi yang harus dilakukan. Hal ini membuat populasi dari kehidupan burung akan semakin terancam punah. Burung tekukur (Streptopelia chinensis) atau tekukur biasa (MacKinnon et al. 1998) merupakan satu jenis burung yang jarang ditangkarkan karena cenderung lebih mudah didapatkan secara alami, walaupun jenis ini mudah ditangkarkan. Sedangkan burung puter (Streptopelia bitorquata) atau dederuk Jawa (MacKinnon et al. 1998) merupakan salah satu jenis burung yang sudah mengalami domestikasi sehingga burung tersebut lebih mudah beradaptasi atau bertahan hidup di dalam penangkaran. Namun, keberadaan jenis burung puter di alam masih banyak ditemukan. Meskipun kedua jenis burung ini bukan merupakan jenis burung yang dilindungi menurut data Convention International Trade in Endangered of Wild Flora and Fauna (CITES) 2007, namun keberadaan burung ini harus tetap dilestarikan mengingat masih banyaknya kegiatan ekspor burung berkicau yang terjadi. Hal ini dapat membahayakan kelestarian dari jenis burung tekukur dan puter. Salah satu upaya agar hal tersebut tidak terjadi maka perlu dilakukan penangkaran burung tekukur dan puter atau di luar habitat aslinya yang dikatakan sebagai konservasi ex situ. Target yang ingin dicapai dari suatu upaya konservasi ex situ adalah kelestarian satwa yang ditangkarkan dengan adanya pertambahan individu baru. Keberhasilan ini akan tercapai apabila aspek-aspek penting di dalam penangkaran diperhatikan dengan baik. Hal terpenting yang harus diperhatikan dalam pencapaian keberhasilan penangkaran yaitu dari segi pakan dan kesehatan (gangguan parasit).

17 2 Gangguan parasit (endoparasit dan ektoparasit) pada burung sangat perlu diperhatikan karena infestasi ektoparasit mengakibatkan munculnya gejala-gejala sakit atau perlukaan pada satwa tersebut di samping dapat membahayakan juga terhadap kesehatan manusia. Keberadaan ektoparasit pada burung tekukur dan puter baik yang berada pada bagian tubuh maupun yang berada di sekitar penangkaran merupakan salah satu indikator apakah satwa di dalam penangkaran tersebut mendapatkan manajemen penangkaran yang sudah baik atau belum. Penelitian ini perlu dilakukan mengingat belum adanya informasi mengenai ektoparasit pada bagian tubuh burung tekukur dan puter serta di penangkarannya. 1.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi ragam jenis ektoparasit pada burung tekukur dan puter. 2. Mengidentifikasi ragam jenis serangga parasit di sekitar kandang burung tekukur dan puter. 1.3 Manfaat 1. Memberikan masukan terhadap manajemen penangkaran burung tekukur dan puter. 2. Sebagai tindakan pengendalian ektoparasit pada penangkaran burung tekukur dan puter.

18 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Klasifikasi Berikut ini adalah klasifikasi lengkap dari burung tekukur dan puter (Soejoedono 2001): Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Sub phylum : Vertebrata Class : Aves Ordo : Columbiformes Sub ordo : Columbae Familia : Columbidae Sub Familia : Columbinae Genus : Streptopelia Spesies : Burung tekukur (Streptopelia chinensis) dan Burung puter (Streptopelia bitorquata) Sumber: Catur WDS (2010) Sumber: Catur WDS (2010) (a) (b) Gambar 1 Burung tekukur (Streptopelia chinensis) (a) dan Burung puter (Streptopelia bitorquata) (b).

19 Morfologi a. Burung tekukur (Streptopelia chinensis) Menurut MacKinnon et al. (1998), burung tekukur memiliki ukuran tubuh sedang (30 cm), berwarna cokelat kemerahjambuan. Ekor tampak panjang dan bulu ekor terluar memiliki tepi putih tebal. Bulu sayap lebih gelap dari pada bulu tubuh, dan terdapat garis-garis hitam khas pada sisi-sisi leher (jelas terlihat), serta berbintik putih halus. Iris mata berwarna jingga, paruh hitam, dan kaki merah. b. Burung puter (Streptopelia bitorquata) Burung puter berukuran sedang (30 cm), berekor panjang, berwarna cokelat kemerahjambuan. Burung ini mirip dengan tekukur biasa yang memiliki ukuran tubuh sedang yaitu 30 cm dan lebih umum ditemukan. Perbedaannya adalah pada burung ini warna kepala lebih abu-abu, bercak hitam pada sisi leher bertepi putih, tidak berbintik putih. Bagian tengah membujur dari bulu ekor cokelat dan kedua sisi bulu ekor abu-abu dengan tepi agak putih. Memiliki iris berwarna jingga, paruh hitam dengan pangkal merah, dan kaki merah agak ungu (MacKinnon et al. 1998) Penyebaran Menurut Soejoedono (2001), tekukur dan puter yang termasuk anak suku Columbinae tersebar hampir di seluruh permukaan bumi, yaitu meliputi daerah India sampai Asia Tenggara, Afrika, Australia, dan Karibia. Tekukur tersebar luas dan umum (secara global) di Asia Tenggara, diintroduksi ke tempat lain sampai Australia dan Los Angeles (AS). Penyebaran secara lokal, tekukur umum ditemukan di seluruh Sunda besar terutama di daerah terbuka dan perkampungan. Sedangkan puter secara global tersebar di Filipina, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Penyebaran secara lokal puter memiliki catatan-catatan dari Sumatera mungkin bersumber dari burung yang lepas dari sangkar. Catatan dari Kalimantan mungkin berasal dari burung yang tersesat dari Filipina. Di Jawa dan Bali, kadang-kadang ditemukan di dataran rendah, tetapi jarang di atas ketinggian 600 m dpl (MacKinnon et al. 1998).

20 5 2.2 Perilaku Di alam Burung tekukur dan burung puter di habitat alaminya merupakan jenis satwaliar yang hidup berdampingan dengan manusia, biasanya di sekitar daerah pedesaan dan persawahan. Mencari makan di permukaan tanah serta sering berdiam diri berpasangan di jalan-jalan terbuka dan sepi dari lalu lintas. Burung tekukur dan burung puter bersarang sepanjang tahun pada sarang sederhana yang datar dan terbuat dari ranting dan disusun pada semak-semak yang rendah. Dalam satu kali waktu bertelur, burung tekukur betina dapat menghasilkan dua butir telur berwarna putih. Bila merasa terganggu burung tekukur dan burung puter akan terbang rendah di atas tanah dengan kepakan sayap yang pelan dan khas (Soejoedono 2001). Menurut Djausal (2007), tekukur hampir ditemukan di semua habitat terbuka dan ranting pepohonan yang tinggi. Sering terlihat berkelompok. Bertengger di tajuk atas pepohonan atau berjalan di tanah sambil mencari makanan Di kandang Burung tekukur di dalam kandang termasuk satwaliar yang menyukai suasana tenang dan damai (tidak suka bertarung) sehingga burung ini mudah dipelihara bersama dengan campuran burung lain dalam aviari. Namun pada musim berbiak burung ini mempunyai kecenderungan menjadi pemberang dan mengusir burung lain dari sekitar sarang atau wilayahnya (Soejoedono 2001), sedangkan burung puter terlihat lebih jinak bila dekat dengan manusia. 2.3 Kandang dan Perlengkapannya Menurut Zaini (1997), kandang penangkaran dimaksudkan untuk menangkarkan burung tekukur dan puter. Kandang penangkaran tidak perlu yang spesifik sebab burung ini merupakan burung yang mudah beradaptasi dengan berbagai lingkungan kandang. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penangkaran tekukur dan puter antara lain : 1. Lokasi penangkaran harus bebas dari segala gangguan kebisingan yang dapat mengakibatkan burung stress

21 6 2. Kandang penangkaran harus memperoleh sinar matahari yang cukup 3. Kandang penangkaran harus senantiasa bersih dan tidak dapat dimasuki oleh binatang-binatang pengganggu seperti tikus atau kucing 4. Kandang penangkaran tidak perlu terlalu luas. Idealnya berukuran panjang 2 m, lebar 1 m, dan tinggi 1,8 m. Meskipun demikian, dengan ukuran 60 x 60 x 60 cm pun sebenarnya burung ini sudah mau berkembang biak 5. Tersedia tempat atau sarang untuk bertelur dengan baik. Sarang sebaiknya dari daun pinus atau cemara yang kering 6. Di dalam kandang tersedia makanan dan minuman yang cukup dan perlu disediakan pula grit (tumbukan kulit kerang) untuk pemenuhan zat kapur bagi burung yang bertelur. 2.4 Ektoparasit Definisi Parasit pada hewan terbagi menjadi dua yakni endoparasit (di dalam tubuh inang) seperti cacing di saluran pencernaan dan ektoparasit (di luar tubuh inang) seperti di kulit dan rambut/bulu (Hadi & Soviana 2000). Ektoparasit pada tubuh inang sangat berpengaruh pada kelangsungan hidup inang yang ditumpanginya. Ektoparasit itu sendiri berperan sebagai inang perantara dari endoparasit, yaitu protozoa dan cacing yang menginfeksi tubuh inang. Sebagian besar kelompok ektoparasit terdiri dari golongan serangga (Klas Insecta), dan lainnya adalah kelompok akari (Klas Arachnida) seperti caplak atau sengkenit, dan tungau (Borror et al. 1992). Ektoparasit yang banyak dijumpai di Indonesia antara lain adalah klas insecta seperti nyamuk (Culidae), lalat (Muscidae), kecoa (Dictyoptera), kutu (Phtiraptera), kutu busuk (Hemiptera), dan pinjal (Siphonaptera) serta Klas Arachnida seperti tungau dan caplak (Hadi & Soviana 2000). Menurut Boror et al. (1992), peranan ektoparasit khususnya serangga sebagai agen penyakit dapat juga berperan sebagai vektor antara beberapa penyakit.

22 Ektoparasit pada unggas domestik Levine (1994) mengatakan parasit yang penting pada unggas hanyalah tungau, kutu, dan pinjal. Berbagai lalat penggigit dapat juga merugikan unggas baik dengan menghisap darah atau dengan menularkan parasit lain. Beberapa contoh jenis ektoparasit yang berada pada unggas domestik antara lain Haemaphysalis leporispalustris dari jenis caplak, Dermanyssus gallinae dari jenis tungau, Goniocotes gallinae sinonim G. hologaster dari jenis kutu, dan Echidnophaga gallinacea dari jenis pinjal. Secara umum jenis-jenis kutu yang menyerang unggas di Indonesia adalah Menopon gallinae, Menacanthus stramineus, Cuclogaster heterographus, Goniocotes dissimilis, Goniodes gigas, dan Lipeurus caponis pada ayam; Columbicola columbae pada burung merpati dan unggas liar lainnya (Hadi & Soviana 2000). Jenis tungau yang banyak menyerang unggas adalah Knemidokoptes mutans dan Knemidokoptes jenis lain yang ditularkan dari unggas ke unggas dengan kontak sebagaimana pada kutu. Patogenesis K. mutans masuk ke dalam sisik kaki dan menyebabkan radang dan pembentukan eksudat. Eksudat mengeras di bawah sisik dan sisik terangkat. Unggas yang terkena mungkin lumpuh atau kakinya salah bentuk. Dermanyssus gallinae dan Ornithonyssus spp. ditularkan oleh tungau itu sendiri atau telurnya yang terdapat pada alas kandang. Dermanyssus dan Ornithonyssus keduanya menghisap darah dan menyebabkan iritasi, bila populasinya tinggi dapat menyebabkan anemia, kelemahan, produksi telur yang menurun, dan sebagainya, bahkan dapat membunuh inangnya. Pada umumnya, pinjal Echidnophaga gallinacea menginfestasi unggas pada saat unggas masuk ke habitat berkembangnya larva. Pinjal jenis ini menghisap darah dan menyebabkan anemia pada infestasi yang tinggi. Kutu penggigit mengiritasi kulit menyebabkan unggas yang terkena gelisah dan bingung, dan dapat menyebabkan produksi telur berkurang atau pertambahan berat badannya turun dan unggas menjadi kurus. Kutu ini memakan kerak, eksudat kering, dan kadang-kadang bulu unggas inangnya dan tidak menghisap darah (Levine 1994).

23 8 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Penangkaran Satwaliar Fakultas Kehutanan Jalan Lengkeng dan Laboratorium Entomologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Waktu pelaksanaan dimulai pada Bulan April sampai dengan Bulan Juni Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian antara lain sarung tangan, pinset, pipet, kaca pembesar, botol spesimen, label, kaca preparat, cover glasses, mikroskop, pisau kerokan kulit, kantong plastik, kapas, perangkap cahaya (light trap), baterai ukuran besar, senter, tangguk serangga (sweep net), kuteks, kertas pinning, jarum pentul, steroform, box, korek api, tabung reaksi, cawan petri, termometer dry wet dan buku identifikasi ektoparasit. Bahan yang digunakan adalah burung tekukur (Streptopelia chinensis), burung puter (Streptopelia bitorquata), bunsen, alkohol 70%, 80%, dan 90%, KOH 10%, xylol, larutan minyak cengkeh, Canada balsam, larutan hoyers dan larutan laktofenol. 3.3 Metode Pengambilan dan Analisis Data Pengamatan kondisi umum lokasi Pengamatan kondisi umum lokasi (letak dan luas, kondisi lingkungan, dan manajemen penangkaran) dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan pekerja di penangkaran. Suhu dan kelembaban pada Bulan April dan Mei didapatkan selain melalui pengamatan juga didapatkan dari Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah II Stasiun Klimatologi Kelas I, Darmaga-Bogor.

24 Koleksi spesimen ektoparasit Pengambilan spesimen ektoparasit secara manual Metode yang digunakan adalah koleksi ektoparasit pada tubuh burung (secara manual) dengan mengadaptasi dari teknik pengambilan spesimen ektoparasit pada tubuh badak (Saraswati 2005) dan di sekitar kandang. Kegiatan ini dilakukan baik siang hari (bagian tubuh) dan malam hari (di sekitar kandang). Burung yang digunakan dalam penelitian sebanyak12 ekor yang terdiri atas enam burung tekukur dan enam burung puter dengan pengambilan burung pada kandang yang dapat mewakili keseluruhan penangkaran. Secara manual, spesimen ektoparasit pada tekukur dan puter diambil dari beberapa bagian tubuh (tempat pengambilan spesimen) yang dibagi meliputi beberapa regio antara lain kepala, tubuh bagian atas, tubuh bagian bawah, sayap, kaki dan ekor. Selanjutnya, serangga yang telah tertangkap dibunuh dengan dimasukkan ke dalam tabung spesimen yang telah diisi dengan alkohol 70% dan diberi label sesuai dengan regio tubuhnya untuk diawetkan, sedangkan spesimen tungau yang diperoleh dari hasil kerokan kulit dapat disimpan dalam kantung plastik. Sumber: Diadaptasi dari Marshall (1981) Gambar 2 Regio tubuh burung (tempat pengambilan spesimen) Tangguk serangga (sweep net) Sweep net digunakan untuk menangkap serangga yang kecil dan lembut yang terdapat di sekitar kandang. Alat ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian jaring untuk menangkap serangga yang terbuat dari kelambu atau kasa plastik dan bagian tongkat pemegang yang terbuat dari kayu atau aluminium yang kuat dan mempunyai panjang sekitar cm. Penggunaan sweep net terdiri dari dua cara,

25 10 yaitu mengayunkan tangguk ke arah serangga yang dicari dan mengayunkan atau menyapukan tangguk ke depan dan belakang (Hadi & Soviana 2000) Perangkap cahaya (light trap) Metode untuk mengambil spesimen di sekitar kandang pada malam hari menggunakan light trap. Perangkap ini dilengkapi dengan kipas penyedot ke arah bawah sehingga apabila serangga mendekati cahaya yang terdapat pada alat itu maka akan tersedot dan tertahan di dalam alat penampung yang ada di bawahnya. Alat ini dipasang dengan cara menggantungkannya pada beberapa tempat di sekitar kandang dengan jarak sekitar 1,5 meter dari permukaan tanah. Lama pemasangan tergantung kebutuhan, dapat sepanjang malam (pukul ) atau dengan interval pengamatan setiap dua jam selama semalam, setiap malam selama satu minggu, dua minggu, atau sebulan dan seterusnya. Penelitian dilakukan dengan pemasangan light trap pada pukul dengan pengulangan tiga kali yang dipasang pada tempat yang berbeda (sisi kiri kandang, pertengahan kandang, dan sisi kanan kandang) Pengolahan sampel spesimen Spesimen ektoparasit yang telah didapat selanjutnya dilakukan pengawetan dengan dua cara yaitu pengawetan basah dan kering. Pengawetan basah dilakukan dengan cara langsung menyimpan spesimen ektoparasit yang didapat ke dalam tabung yang berisi alkohol 70%, sedangkan pengawetan kering dilakukan dengan menyimpan spesimen ektoparasit dalam keadaan kering di dalam kaca preparat. Tata cara pembuatan kaca preparat untuk spesimen kutu dan tungau hampir sama, perbedaannya hanya terletak pada lapisan penipis kitinnya. Kutu dibunuh dengan cara dimasukkan ke dalam larutan alkohol 70%, kemudian spesimen dimasukkan ke dalam KOH 10% agar lapisan kitinnya menipis dan menguatkan kontras apabila dilakukan fotografi. Proses tersebut dipercepat dengan pemanasan, tetapi tidak sampai mendidih. Pemanasan dalam penelitian dilakukan selama tiga sampai empat jam tergantung tebal tipisnya lapisan kitin spesimen. Setelah itu, spesimen dibilas dengan air sampai bersih. Apabila ada

26 11 bagian yang menggembung, dapat ditusuk dengan jarum supaya isinya keluar. Spesimen didehidrasi bertingkat mulai dari alkohol 70%, 80%, 90% selama 10 menit pada masing-masing tingkatan. Tujuan penggunaan alkohol dimulai dari 70% adalah supaya tidak terjadi kejutan dalam proses dehidrasi. Tujuan dehidrasi ini adalah untuk menghilangkan sisa-sisa cairan yang masih terdapat pada tubuh spesimen. Penjernihan atau clearing dilakukan dengan merendam spesimen dalam larutan minyak cengkeh selama menit. Selain itu, perendaman spesimen pada minyak cengkeh juga bertujuan untuk melenturkan badan spesimen supaya dapat dengan mudah diatur di atas kaca preparat. Lalu spesimen dicuci dengan xylol sampai bersih untuk membersihkan organ dalam spesimen dan pembersihan dari minyak cengkeh. Dalam penggunaan xylol harus menggunakan masker karena bahan ini mengandung zat toksik. Kaca preparat diberi Canada balsam untuk merekatkan kaca preparat dengan cover glass dan spesimen ditaruh di dalamnya, ditutup dengan cover glass kemudian dioven sampai kering. Untuk tungau, spesimen dibunuh dengan alkohol 70%. Spesimen direndam dalam larutan laktofenol agar lapisan kitinnya menipis dan jaringan internal menjadi lembek. Langkah selanjutnya sama dengan cara pengawetan kutu Identifikasi spesimen Spesimen yang digunakan untuk diidentifikasi harus berada dalam kondisi utuh, artinya karakteristik morfologi yang dibutuhkan untuk proses identifikasi dalam kondisi baik dan lengkap. Identifikasi dilakukan dengan pemberian identitas pada spesimen sesuai urutan taksonominya, kemudian dilakukan penentuan pengelompokan berdasarkan subordo, famili, dan genus. Kunci yang dipakai adalah berdasarkan buku penuntun praktikum parasitologi veteriner : ektoparasit oleh Hadi dkk (2008) dan Flynn (1973) untuk kutu, Soulsby (1982) untuk Famili Diptera, sedangkan Gould and Keegan (1956) untuk tungau. Selain itu, juga dilakukan dengan melihat dan menyamakan spesimen yang ada di Laboratorium Entomologi. Identifikasi ektoparasit dilakukan di Laboratorium Entomologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

27 Analisis data Data ektoparasit yang didapatkan dideskripsikan dan ditabulasikan dengan derajat infestasi ektoparasit (Hadi & Rusli 2005 dalam Wijaya 2008) secara deskriptif dihitung dengan metode sebagai berikut, yaitu negatif (-) menunjukkan tidak ada ektoparasit yang menginfeksi; positif satu (+) adalah satu sampai lima ektoparasit (infestasi ringan); positif dua (++), enam sampai sepuluh ektoparasit (infestasi sedang); positif tiga (+++), sebelas sampai dua puluh ektoparasit (infestasi tinggi); dan positif empat (++++), lebih dari dua puluh ektoparasit (infestasi sangat tinggi).

28 8 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian Letak dan luas Penangkaran tekukur dan puter terletak di kampus Darmaga Institut Pertanian Bogor (IPB). Penangkaran tekukur dan puter terdiri dari 40 kandang dengan luas kandang masing-masing adalah 1,5 x 1,5 x 2 m. Sumber: Catur WDS (2010) Sumber: Catur WDS (2010) Gambar 3 Penangkaran burung tekukur dan puter Kondisi lingkungan Iklim dan kelembaban Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi, suhu sekitar penangkaran adalah C dengan kelembaban 67-92%, sedangkan berdasarkan Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah II Bogor pada tahun 2010, suhu wilayah Darmaga pada Bulan April sampai dengan Bulan Mei yaitu 25-28,4 0 C dengan kelembaban 74-97%. Menurut Purnama (2006), kondisi kandang yang ada di lokasi pengamatan mempunyai kondisi yang cukup dari penyinaran sinar matahari, kandangnya cukup teduh dan hembusan angin pun tidak terlalu keras sehingga suhu dan kelembaban di lokasi sekitar C dan 71-83%. Suhu dan kelembaban akan berdampak terhadap keberadaan ektoparasit pada tubuh burung dan di sekitar penangkaran. Dalam kondisi dingin, burung akan menyesuaikan suhu tubuhnya dengan suhu lingkungan. Kondisi seperti ini akan menguntungkan bagi ektoparasit yang sangat tergantung pada inangnya,

29 14 sedangkan kelembaban yang tinggi akan memperlambat proses pengeringan feses burung yang nantinya akan banyak mengundang serangga parasit di sekitar penangkaran Topografi Keadaan topografi di sekitar kandang penangkaran burung tekukur dan puter merupakan daerah yang datar sampai kemiringan 30%. Topografi yang datar dibutuhkan dalam penangkaran supaya mempermudah dan dapat menghemat biaya dan waktu dalam pembuatan kandang. Tanah di sekitarnya relatif lembab dengan ditumbuhi rerumputan dan vegetasi dengan ketinggian di bawah 1,5 m. 4.2 Manajemen Penangkaran Kondisi kandang dan di sekitarnya Kandang tekukur dan puter berdasarkan pengamatan terbuat dari kayu bangunan dengan pintu dan pembatas setiap ruangnya yang menggunakan kawat yang berlubang dan atap yang terbuat dari internit (asbes), pondasi bawah kandang terbuat dari tembok semen. Pemilihan penggunaan kayu bangunan disesuaikan dengan kehidupan burung tekukur dan puter di alam yang hidup pada tajuk-tajuk pohon. Kayu yang digunakan merupakan jenis pinus (Pinus merkusii) yang memiliki kelas keawetan rendah yaitu lima. Kandang dibagi menjadi 20 bagian yang dibangun dua tingkat dengan masing-masing kandang memiliki luas 1,5 x 1,5 x 2 m. Enrichment kandang terdiri atas tempat bertengger yang terbuat dari kayu/ranting pohon, tempat minum, dan tempat makan. Vegetasi di sekitar kandang berupa bambu (Bambusa sp.), jarak (Jatropha curcas L.), tumbuhan penghasil buah seperti kelapa (Coccos nucifera), pisang (Musa paradise), dan belimbing (Averhoa belimbii) serta tanaman hias seperti puring yang sengaja ditanam untuk menciptakan keteduhan. Kandang tekukur dan puter berada di daerah yang dekat dengan pemukiman, namun hal tersebut tidak menganggu karena lokasi tersebut cukup tenang dan jauh dari kebisingan.

30 Pakan Tempat pakan terbuat dari plastik yang ditempatkan dengan cara digantung pada kawat dekat tempat bertengger. Kapasitas tempat makan tersebut mencapai 100 gr yang cukup untuk pakan burung selama satu hari. Pakan diberikan setiap harinya sebanyak 50 gr. Pakan yang diberikan berupa jagung, gabah, ketan hitam, kacang hijau, millet merah, dan beras merah. Palatabilitas burung tekukur dan puter dari jenis makanan ini yaitu millet merah dan ketan hitam. Pemberian vitamin atau obat tidak pernah dilakukan Minum Sumber air yang digunakan untuk penangkaran burung tekukur dan puter didapatkan dari air sumur yang dialirkan melalui keran. Mengingat burung ini tidak memerlukan banyak ketersediaan air, maka air yang didapatkan dari sumber tersebut sangat baik digunakan dalam penangkaran. Sama halnya dengan pemberian pakan, air minum diganti satu hari sekali Sanitasi kandang Pembersihan tempat pakan dan minum dilakukan saat pergantian pemberian pakan dan minum, dengan cara membuang sisa dari pakan dan minum dan membersihkan tempatnya, hal ini dimaksudkan agar pakan dan minum yang baru tidak bercampur dengan yang lama serta terhindar dari kotoran. Selanjutnya pakan dan minum baru diisi kembali. Pembersihan kandang dilakukan dengan cara mengeluarkan tempat penampung kotoran dan mencucinya, sedangkan untuk pembersihan kandang secara keseluruhan tidak pernah dilakukan oleh pihak pengelola. 4.3 Ragam Jenis Ektoparasit Ragam jenis ektoparasit pada tubuh burung Berdasarkan penelitian, pada tubuh burung tekukur didapatkan jenis-jenis ektoparasit dari Klas Insekta yaitu Goniocotes sp. dan Columbicola columbae dari Ordo Phthiraptera dan Pseudolynchia canariensis dari Ordo Diptera, serta Klas Arachnida yaitu tungau dari Famili Pterolichidae. Semua jenis ektoparasit tersebut

31 16 juga ditemukan pada burung puter, tetapi pada burung puter tidak ditemukan Pseudolynchia canariensis. Selama penelitian, burung puter terlihat lebih sehat dengan bulu yang bagus dibandingkan dengan burung tekukur. Bahkan didapatkan dua individu puter yang diperiksa sama sekali tidak terinfestasi oleh kutu. Walaupun demikian tungau dari Ordo Acari tetap ditemukan. Hal yang serupa dilakukan pada burung merpati domestik di Samaru dan pasar Sabon-Gari di Nigeria, Afrika yang terinfestasi oleh lima jenis ektoparasit yaitu Menopon gallinae, Columbicola columbae dan Goniodes sp.; Pseudolynchia canariensis dari ordo diptera; dan tungau Dermanyssus gallinae (Adang et al. 2008). Sumber: Marshall (1981) Gambar 4 Bagian-bagian bulu burung. Kutu yang ditemukan menginfestasi unggas terutama pada bulu-bulu halus (vane) (Gambar 4) yaitu Goniocotes sp. (Gambar 5a). Menurut Flynn (1973), morfologi Goniocotes sp. memiliki bentuk tubuh yang terlihat hampir bundar dengan panjang 1,5 mm dan berwarna kuning pucat, memiliki kepala yang lebih lebar dari panjangnya, membundar pada bagian depan dan membentuk sudut pada bagian belakang; antena terdiri dari lima bagian terlihat seluruhnya, dan sama di masing-masing bagian. Memiliki empat rambut-rambut panjang dan masingmasing pendek di salah satu kepalanya. Pada bagian tangan memiliki dua kuku yang terbagi. Pada bagian dorsal abdomennya terlihat rambut-rambut. Siklus

32 17 hidup dari jenis kutu tidak diketahui secara pasti namun penularannya dapat dipastikan dengan melalui kontak langsung antar inang. Berdasarkan hasil pengamatan, jenis kutu Columbicola columbae (Gambar 5b) banyak ditemukan pada coarse barbules (percabangan dari barb yang memiliki struktur lebih keras) pada sayap atau ekor walaupun terkadang ditemukan juga pada vane yang terdapat pada bagian tubuh dan kepala (Gambar 4). Ukuran C. columbae cenderung lebih panjang dibandingkan dengan Goniocotes sp. Menurut Prasetyo (2008), jenis kutu ini memiliki ukuran sekitar 2-3 mm dan berwarna cokelat kehitaman. Memiliki ukuran kepala yang lebih panjang dibandingkan dengan lebarnya, terdapat dua sekumpulan rambut dekat permukaan kepalanya. Antena terdiri atas lima bagian yang seluruhnya terlihat jelas. Dalam siklus hidupnya, kutu betina menyimpan telurnya di bawah bagian bulu sayap yang selanjutnya pada tubuh inang. Betina dapat meletakkan hingga sembilan telur setiap harinya pada bulu inang. Telur mengikat dirinya pada bulu di antara ruang barb atau kait (percabangan dari shaft/tulang bulu) (Gambar 4) dan pengeraman antara tiga sampai lima hari, selanjutnya berubah menjadi nimfa dan berkembang melalui tiga tahapan instar sebelum mereka mencapai kematangan seksual. Kedua jenis kutu ini memiliki tipe mulut mandibulata atau penggigit sehingga termasuk dalam Ordo Mallophaga atau kutu penggigit. Mallophaga mengalami metamorfosis tidak lengkap (sederhana, hemimetabolous) dimulai dari telur menetas menjadi nimfa dan melalui tiga stadium nimfa, kemudian akan mengalami metamorfosis sampai dewasa. Kedua jenis kutu ini bersifat obligat. Obligat berarti seluruh stadiumnya, mulai dari pradewasa sampai dengan dewasa hidup bergantung kepada inangnya (Hadi 2010). Kutu penggigit memakan rambut, bulu, sisik kulit, dan struktur luar lainnya yang dapat menyebabkan rangsangan yang hebat dan dapat berakibat penurunan kondisi umum hewan yang diserang. Secara umum pada burung, peranan kutu Ischnocera memakan bulu burung (Hadi & Soviana 2000). Berdasarkan pengamatan, kedua jenis kutu ditemukan dalam jumlah sedikit (infestasi ringan) pada kedua jenis burung. Infestasi ringan kutu tidak menimbulkan dampak yang berarti pada inangnya, namun rentan pada burung

33 18 muda. Menurut Hadi (2010), ektoparasit yang tinggal di permukaan kulit dan di antara bulu dapat menimbulkan iritasi, kegatalan, peradangan, kudisan, miasis, atau berbagai bentuk reaksi alergi dan sejenisnya. Burung yang terinfeksi umumnya tidak menunjukkan gejala klinis. Menurut Flynn (1973), pada umumnya Goniocotes sp. menyebabkan sedikit iritasi tetapi pada infestasi yang tinggi dapat menimbulkan kegatalan sehingga unggas kurang istirahat, kerusakan bulu, dan terkadang menyebabkan kerugian yang besar pada inang. Iritasi disebabkanoleh aktifitas secara langsung atau karena burung mematuk-matuk tubuhnya sendiri untuk menghilangkan rasa gatal dan dapat menimbulkan luka serta kegundulan. Iritasi ini dapat menimbulkan gangguan nafsu makan, penurunan berat badan dan pertumbuhan terhambat (Novina 1992). Pada burung tekukur dan puter yang memiliki nilai komersil, apabila infestasi ektoparasit pada burung tinggi maka akan menurunkan nilai ekonomis dari jenis burung tersebut sebagai burung berkicau. Misalnya burung akan gelisah, bulu burung yang rusak akan menurunkan penampilan burung, baik dari bulu, suara, maupun kualitas reproduksinya. Dampak yang paling parah dari keadaan ini yaitu kurangnya nafsu makan dan menurunnya daya tahan tubuh sehingga burung mudah terkena penyakit yang pada akhirnya akan menimbulkan kematian. Penularan kutu antar inang dapat terjadi melalui kontak langsung. Hal ini juga terlihat pada burung-burung karnivor dalam penangkaran yang menggunakan besi yang berlubang sehingga udara antar kandang dapat keluar dan masuk secara bebas (Wijaya 2008). Ektoparasit lain yang ditemukan adalah tungau dari Famili Pterolichidae (Gambar 5c) yang merupakan Ordo Acari. Tungau ditemukan di setiap bulu yang memiliki struktur lebih keras dan menempel pada bagian shaft/rachis (tulang bulu) pada burung yaitu di ekor dan sayap. Tungau memiliki ukuran tubuh yang sangat kecil yaitu kurang dari 1 mm (Wijaya 2008). Menurut Hadi dan Soviana (2000), tungau memiliki mata tunggal dan mulut yang umumnya tidak memiliki hipostom, kecuali pada mesostigma. Tungau dewasa memiliki empat pasang kaki sedangkan larvanya hanya memiliki tiga pasang kaki. Siklus hidup tungau dimulai dari telur yang selanjutnya akan berubah menjadi larva. Larva akan berubah

34 19 menjadi nimfa dengan tiga tahapan yaitu protonimfa, deutonimfa, dan tritonimfa yang selanjutnya akan berkembang menjadi dewasa. Proses ini terjadi selama delapan hari sampai empat minggu. Menurut Wijaya (2008), dampak keberadaan ordo Arcari pada manusia dan hewan antara lain kerusakan organ akibat perilaku makan dan tempat tinggal serta sebagai vektor penyakit. Tungau yang hidup di barbule bulu memakan dari remahan-remahan struktur tersebut. Sumber: Catur WDS (2010) Sumber: Catur WDS (2010) (a) (b) Perbesaran 250x Perbesaran 250x Sumber: Catur WDS (2010) Sumber: Catur WDS (2010) (c) (d) Perbesaran 250x Gambar 5 Ragam jenis ektoparasit pada tubuh burung: Goniocotes sp. (a); Columbicola columbae (b); Pterolichidae (c); Pseudolynchia canariensis (d). Tungau yang didapatkan merupakan infestasi dengan tingkat infestasi yang sangat tinggi yaitu melebihi dari 20 individu pada masing-masing burung yang diteliti. Tungau secara praktis terdapat di semua habitat hewan dan menyaingi serangga-serangga mengenai variasi mereka dalam kebiasaan dan sejarah hidup (Borror et al. 1992). Keberadaan tungau pada tubuh inang hanya sebagai kontaminan untuk mendapatkan perlindungan dan tidak menimbulkan efek bagi inang.

35 20 Kutu dan tungau memiliki kesenangan tersendiri pada struktur bulu burung, baik pada bagian vane, coarse barbule maupun di sela-sela antara barbule yang dekat dengan shaft. Menurut Bush dan Malenke (2008) kutu sayap akan berpindah ke bagian perut untuk mencari makan dari vane yang tidak bisa ditemukan pada bagian coarse barbule. Hal ini menggambarkan struktur bulu burung baik pada bulu primer maupun bulu sekunder burung (Gambar 5). (Sumber: Diadaptasi dari Young 1981) Keterangan: (a) Bulu primer, (b) Bulu sekunder Gambar 5 Penyebaran ektoparasit pada bagian bulu burung. Selain kutu dan tungau, ektoparasit yang ditemukan yaitu Pseudolynchia canariensis dari ordo diptera (Gambar 5d). Menurut Soulsby (1982), P. canariensis memiliki ukuran tubuh 6 mm dan sayap yang transparan dengan venasi yang hanya terpusat di sepanjang anterior. Kukunya kuat dan bertaji. P. canariensis bergerak di antara bulu-bulu inangnya, mengisap darah, dan menyebabkan luka yang menyakitkan. P. canariensis mengalami metamorfosis sempurna dan termasuk kelompok pupipara yaitu betina mengeluarkan anakan dalam bentuk larva tahap akhir yang siap menjadi pupa. Lalat betina selama masa hidupnya (43 hari atau lebih) dapat menghasilkan 4-5 anakan. Larva dari tubuh

36 21 inang akan turun ke kandang inang, setelah itu mereka keluar menjadi kepompong dan dewasa. Pupa berwarna kuning dengan lubang posterior yang menghitam dan ukuran sekitar 3-2,5 mm, kemudian berubah menjadi kepompong yang hitam dalam beberapa jam. Tahap pupa mencapai hari. Jenis parasit ini menyebar luas di wilayah tropis dan hidup di burung-burung merpati domestik dan beberapa juga pada burung-burung buas/liar. Pseudolynchia canariensis merupakan ektoparasit penghisap darah yang mulutnya memiliki perangkap yang besar dan sangat menempel, sehingga akan mengeluarkan darah apabila diambil secara paksa. Menurut Arcoverde et al. (2007), P. canariensis terdapat pada 30 burung merpati dari wilayah Minas Gerais, Brazil. Burung merpati merupakan jenis yang memiliki famili yang sama dengan burung tekukur dan puter yaitu Famili Columbidae. Kutu ditemukan hampir di seluruh bagian tubuh kecuali di kaki (Tabel 1). Dalam hal ini, kutu akan mencari tempat yang aman untuk dirinya pada tubuh inang seperti pada kepala, antara bulu-bulu badan dan ekor. Pada kaki tidak ditemukan ektoparasit karenak kaki hanya sedikit memiliki bulu burung yaitu hanya pada pangkal atas paha burung sehingga kutu tidak mendapat perlindungan pada regio ini. Tungau yang ditemukan pada burung tekukur dan puter selain pada ekor juga ditemukan pada sayap. Hal ini berbeda dengan penelitian Wijaya (2008) yang hanya menemukan tungau pada ekor. Meskipun sayap merupakan bagian yang banyak bergerak namun burung dalam penangkaran cenderung tidak banyak melakukan gerakan untuk terbang, sehingga hal ini sangat menguntungkan bagi tungau walaupun tinggal pada sayap inang. Lalat P. canariensis ditemukan pada bagian ekor dan ditemukan hanya pada satu individu burung dari 12 individu burung yang diteliti. Pada ekor, semua ektoparasit ditemukan dengan tingkat infestasi ringan sampai infestasi sangat tinggi (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa ekor merupakan salah satu bagian yang sulit digapai burung pada saat grooming selain kepala dan tidak mempunyai banyak gerakan. Menurut Wijaya (2008), tungau hanya memilih bagian yang sulit digapai oleh burung pada saat grooming (pembersihan diri) dan bagian-bagian

37 22 yang tidak mempunyai banyak gerakan seperti ekor mengingat ukuran tubuhnya yang sangat kecil dan ringan. Tabel 1 Kepadatan dan sebaran ektoparasit pada burung tekukur Banyaknya Individu Bagian/Regio Tubuh Columbicola Goniocotes sp. columbae P. canariensis Tungau Kepala Tubuh bagian atas Tubuh bagian bawah Sayap kanan Sayap kiri Kaki Ekor Keterangan : - = Tidak ada ++ = = >20 + = = Ektoparasit burung puter tersebar dari bagian kepala hingga bagian ekor (Tabel 2). Sama halnya dengan burung puter, ektoparasit tidak ditemukan pada bagian kaki. Ektoparasit pada ekor ditemukan dengan tingkat infestasi ringan sampai infestasi sangat tinggi. Tidak ditemukannya P. canariensis pada burung puter dikarenakan jenis ini merupakan ektoparasit yang hidupnya tidak selalu tergantung pada tubuh inangnya atau bukan host specifity. Tabel 2 Kepadatan dan sebaran ektoparasit pada burung puter Banyaknya Individu Bagian/Regio Tubuh Columbicola Tungau Goniocotes sp. columbae Kepala Tubuh bagian atas Tubuh bagian bawah Sayap kanan Sayap kiri Kaki Ekor Keterangan : - = Tidak ada ++ = = >20 + = = Ragam Jenis Serangga Parasit di Sekitar Kandang Burung Di dalam penggunaan sweep net, tidak ada serangga parasit yang didapat. Namun dalam pengamatan terlihat adanya lalat Drosophila melanogaster yang menempel pada tanah yang ada genangan airnya. Jenis diptera ini bukan merupakan ektoparasit, namun beberapa spesies dari Drosophila berpotensi

38 23 sebagai transmiter patogen terutama jenis yang berkembangbiak pada feses hewan (Hall & Gerhardt 2002). Hasil penggunaan light trap, didapatkan Anopheles, Culex, Psychodidae, Culicoides, Simulim, dan Musca sp. dari ordo Diptera. Jenis dan jumlah serangga yang didapatkan dari Light trap terlihat pada tabel 3. Mengingat lokasi penangkaran yang dekat dengan pemukiman, sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Sidik (2010), jenis serangga parasit tersebut banyak ditemukan di sekitar pemukiman. Tabel 3 Ragam jenis serangga parasit di sekitar kandang burung Ordo/Famili Ektoparasit Cara Pengambilan Sampel (Light trap) Diptera Anopheles ++++ Culex ++ Psychodidae ++++ Culicoides +++ Simulium + Musca sp. + Keterangan : - = Tidak ada ++ = = >20 + = = Semua jenis serangga ini dapat berperan sebagai vektor beberapa penyakit hewan maupun zoonosis. Menurut Hadi (2010), beberapa jenis nyamuk tidak hanya mengganggu inang dengan gigitannya, tetapi ia juga dapat memindahkan agen penyakit (vektor). Anopheles dapat memindahkan agen penyakit malaria, sedangkan beberapa jenis nyamuk Culex sp. sebagai vektor penyakit radang otak yang disebabkan oleh virus Japanese encephalitis pada manusia. Selain sebagai vektor, nyamuk juga dapat berperan sebagai inang antara berbagai jenis cacing filaria baik pada hewan ataupun manusia. Peranan agas (Culicoides) di dunia kesehatan adalah sebagai penghisap darah yang sangat mengganggu dan juga sebagai vektor berbagai macam penyakit terutama pada hewan, seperti leucocytozoonosis (malaria) pada unggas yang disebabkan oleh protozoa leucocytozoonosis sp. yang hidup di dalam sel darah merah, vektor dari penyakit ini yaitu Simulium dan Culicoides, unggas yang terkena penyakit ini akan terlihat depresi, hilang nafsu makan, dan terdapat gumpalan putih pada bagian feses; blue tongue pada domba yang disebabkan oleh bakteri, satwa yang terkena penyakit ini memiliki lidah yang berwarna biru; filariasis (kaki gajah) dan masonellosis pada manusia, penyakit kaki gajah

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan di penangkaran PT. Mega Citrindo di Desa Curug RT01/RW03, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Entomologi Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia

BAB I PENDAHULUAN. yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki 1598 jenis burung dengan ukuran beragam ada burung yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia leucogrammica), gemuk (Turnix

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian deskriptif dengan kegiatan secara eksploratif yaitu observasi dengan mengambil sampel secara langsung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunannya tercatat secara resmi sebagai kucing trah atau galur murni

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunannya tercatat secara resmi sebagai kucing trah atau galur murni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kucing adalah salah satu hewan peliharaan terpopuler di dunia. Kucing yang garis keturunannya tercatat secara resmi sebagai kucing trah atau galur murni (pure breed),

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Hasil Identifikasi Berdasarkan hasil wawancara terhadap peternak yang memiliki sapi terinfestasi lalat Hippobosca sp menyatakan bahwa sapi tersebut berasal dari Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Jenis sapi perah yang paling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI

PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI 2016 PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI LABORATORIUM JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI AS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR I. IDENTIFIKASI EKTOPARASIT A. Pengantar Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Ongole (Bos indicus) Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di Indonesia, sapi ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu Sumba ongole dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN Oleh : Taufik Rizky Afrizal 11.12.6036 S1.SI.10 STMIK AMIKOM Yogyakarta ABSTRAK Di era sekarang, dimana ekonomi negara dalam kondisi tidak terlalu baik dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tikus dan mencit adalah hewan pengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang digudang dan hewan pengganggu yang menjijikan di

Lebih terperinci

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila I. Praktikum ke : 1 (satu) II. Hari / tanggal : Selasa/ 1 Maret 2016 III. Judul Praktikum : Siklus Hidup Drosophila melanogaster IV. Tujuan Praktikum : Mengamati siklus hidup drosophila melanogaster Mengamati

Lebih terperinci

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Culex sp Culex sp adalah genus dari nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit yang penting seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese enchepalitis, St Louis encephalitis.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Sebagai Vektor Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta. Nyamuk mempunyai dua sayap bersisik, tubuh yang langsing dan enam kaki panjang. Antar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Nyamuk Aedes Sp Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya relatif optimum, yakni senantiasa lembab sehingga sangat memungkinkan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Menurut Williamson dan Payne (1993),

Lebih terperinci

NYAMUK SI PEMBAWA PENYAKIT Selasa,

NYAMUK SI PEMBAWA PENYAKIT Selasa, PLEASE READ!!!! Sumber: http://bhell.multiply.com/reviews/item/13 Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes Albopictus yang mengandung virus dengue dapat menyebabkan demam berdarah dengue (DBD) yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kupu-kupu Troides helena (Linn.) Database CITES (Convention on International Trade of Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna) 2008 menyebutkan bahwa jenis ini termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang 5 4 TINJAUAN PUSTAKA A. Kutu Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk ke dalam kulit inangnya. Bagian-bagian mulut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk 16 Identifikasi Nyamuk HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis nyamuk yang ditemukan pada penangkapan nyamuk berumpan orang dan nyamuk istirahat adalah Ae. aegypti, Ae. albopictus, Culex, dan Armigeres. Jenis nyamuk

Lebih terperinci

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA LANDASAN TEORI Organisme yang akan digunakan sebagai materi percobaan genetika perlu memiliki beberapa sifat yang menguntungkan,

Lebih terperinci

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Sarjana Pendidikan (S-1)

Lebih terperinci

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 343 meter

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati ) TINJAUAN PUSTAKA Merpati Menurut Yonathan (2003), penyebaran merpati hampir merata di seluruh bagian bumi kecuali di daerah kutub. Merpati lokal di Indonesia merupakan burung merpati yang asal penyebarannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis terluas di dunia dan merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Tujuan... 3 C. Manfaat Penelitian...

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian 17 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng yaitu Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Kota Palangka Raya (Gambar 1).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api (Setothosea asigna van Eecke) berikut: Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai Kingdom Pilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pediculus Humanus Capitis Pediculus humanus capitis merupakan ektoparasit yang menginfeksi manusia, termasuk dalam famili pediculidae yang penularannya melalui kontak langsung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani²

KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani² KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani² ¹Mahasiswa Program S1 Biologi ²Dosen Bidang Zoologi Jurusan Biologi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti 14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan mulai dari bulan Juli 2011 hingga Februari 2012, penelitian dilakukan di Insektarium Bagian Parasitologi

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

Proses Penularan Penyakit

Proses Penularan Penyakit Bab II Filariasis Filariasis atau Penyakit Kaki Gajah (Elephantiasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Filariasis disebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

Gambar 1 Ayam kampung (sumber:

Gambar 1 Ayam kampung (sumber: 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Kampung Ayam kampung merupakan hewan vertebrata yang termasuk dalam kelas Aves dengan ordo Galliformes dan spesies Gallus domesticus. Ayam kampung telah berkembang pesat di

Lebih terperinci

STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B

STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B04103159 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI

KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kupu-kupu raja helena (Troides helena L.) merupakan kupu-kupu yang berukuran

I. PENDAHULUAN. Kupu-kupu raja helena (Troides helena L.) merupakan kupu-kupu yang berukuran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kupu-kupu raja helena (Troides helena L.) merupakan kupu-kupu yang berukuran besar dan memiliki warna sayap yang menarik sehingga sering diambil dari alam untuk dijadikan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Taksonomi dan Deskripsi Burung Walet Terdapat beberapa jenis Burung Walet yang ditemukan di Indonesia diantaranya Burung Walet Sarang Putih, Burung Walet Sarang Hitam, Burung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat memasukkan kelenjar ludah kedalam kulit inangnya serta mengangkut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat memasukkan kelenjar ludah kedalam kulit inangnya serta mengangkut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pinjal 1. Morfologi Pinjal Pinjal penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk kedalam kulit

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013) II. TELH PUSTK Nyamuk edes spp. dewasa morfologi ukuran tubuh yang lebih kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan family

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Mei 2011, bertempat di kandang pemuliaan ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,

Lebih terperinci

Panduan Praktikum Manajemen Kesehatan Ternak

Panduan Praktikum Manajemen Kesehatan Ternak Panduan Praktikum Manajemen Kesehatan Ternak Achmad Slamet Aku, S.Pt., M.Si. Drh. Yamin Yaddi Drh. Restu Libriani, M.Sc. Drh. Putu Nara Kusuma Prasanjaya Drh. Purnaning Dhian Isnaeni Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lalu. Salah satu bukti hubungan baik tersebut adalah adanya pemanfaatan

BAB I PENDAHULUAN. yang lalu. Salah satu bukti hubungan baik tersebut adalah adanya pemanfaatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anjing merupakan salah satu jenis hewan yang dikenal bisa berinteraksi dengan manusia. Interaksi demikian telah dilaporkan terjadi sejak ratusan tahun yang lalu. Salah

Lebih terperinci

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus)

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) 1. PENDAHULUAN Kata Belut merupakan kata yang sudah akrab bagi masyarakat. Jenis ikan ini dengan mudah dapat ditemukan dikawasan pesawahan. Ikan ini ada kesamaan dengan

Lebih terperinci

... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan

... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan ... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan seek~r lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk rnenciptakannya. Dan jika lalat itu rnerarnpas sesuatu dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam dan telur bukanlah jenis makanan yang asing bagi penduduk indonesia. Kedua jenis makanan tersebut sangat mudah dijumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran Stadium Larva Telur nyamuk Ae. aegyti menetas akan menjadi larva. Stadium larva nyamuk mengalami empat kali moulting menjadi instar 1, 2, 3 dan 4, selanjutnya menjadi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

Musca domestica ( Lalat rumah)

Musca domestica ( Lalat rumah) PARASITOLOGI LALAT SEBAGAI VEKTOR PENYAKT Musca domestica ( Lalat rumah) Oleh : Ni Kadek Lulus Saraswati P07134013007 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN D-III

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENANGKARAN BURUNG PARKIT (Melopsittacus undulatus)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENANGKARAN BURUNG PARKIT (Melopsittacus undulatus) ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENANGKARAN BURUNG PARKIT (Melopsittacus undulatus) Oleh: Rizki Kurnia Tohir Rizki Amalia Adinda Putri Priyatna Windya Giri E34120028 E34120047 E34120074 DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Aedes aegypti Nyamuk Ae. aegypti termasuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dan masuk ke dalam subordo Nematocera. Menurut Sembel (2009) Ae. aegypti dan Ae. albopictus

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ulat Kantong (Metisa plana) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat Kantong (M. plana) merupakan salah satu hama pada perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Hama ini biasanya memakan bagian atas daun, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan sebagai vektor penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD),

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA JENIS BURUNG ELANG DI HABITAT EKS-SITU SURYA KUSUMA WIJAYA

MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA JENIS BURUNG ELANG DI HABITAT EKS-SITU SURYA KUSUMA WIJAYA MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA JENIS BURUNG ELANG DI HABITAT EKS-SITU SURYA KUSUMA WIJAYA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO DINAS PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN JL. RAYA DRINGU 81 TELPON 0335-420517 PROBOLINGGO 67271 MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU Oleh

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Upik Kesumawati Hadi *) Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB. Daur Hidup Makhluk Hidup

BAB. Daur Hidup Makhluk Hidup BAB 4 Daur Hidup Makhluk Hidup Suatu sore, Nina dan Siti sedang berjalan-jalan di taman sambil melihat-lihat bunga yang berwarna-warni. Tiba-tiba Siti tertarik pada satu dahan tanaman. Siti pun memanggil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah tropis merupakan tempat mudah dalam pencemaran berbagai penyakit, karena iklim tropis ini sangat membantu dalam perkembangan berbagai macam sumber penyakit.

Lebih terperinci

Ralstonia solanacearum

Ralstonia solanacearum NAMA : Zuah Eko Mursyid Bangun NIM : 6030066 KELAS : AET-2A Ralstonia solanacearum (Bakteri penyebab penyakit layu). Klasifikasi Kingdom : Prokaryotae Divisi : Gracilicutes Subdivisi : Proteobacteria Famili

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna I. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Ulat Api (Setothosea asigna) Hama ulat api (Setothosea asigna) merupakan salah satu hama paling penting di Indonesia yang dapat merusak tanaman kelapa sawit. Spesies

Lebih terperinci