ALDISON NPM :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ALDISON NPM : 071010190"

Transkripsi

1 TINJAUAN YURIDIS GUGATAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI PUPUK DALAM PERKARA NO. 1298/K/PDT/2004 (STUDY KASUS) SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S1) Pada Fakultas Hukum Universitas Islam Riau OLEH : Oleh : ALDISON NPM : FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM RIAU PEKANBARU

2 KATA PENGATAR Segala puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya serta tak lupa saya sampaikan syalawat kepada Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : Tinjauan Yuridis Gugatan Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli Pupuk Dalam Perkara No. 1298/K/Pdt/2004 (Study Kasus) Penulisan skripsi ini merupakan upaya penulis untuk mendapat gelar sarjana hukum dan juga merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Islam Riau. Selama proses pembuatan skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya atas bantuan, bimbingan dari berbagai pihak, sehingga penulisan yang penulis lakukan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang penulis harapkan. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tidak terkira kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Detri Karya, SE. MA, selaku Rektor Universitas Islam Riau yang telah memberikan kesempatan untuk penulis menimba ilmu di Universitas Islam Riau. 2. Bapak Zulherman Idris, S.H, M.H, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Riau, dan selaku pembimbing II yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu di Fakultas Hukum Universitas Islam Riau, dan kesabarannya dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. S. Marbun, SH., M. S sebagai pembimbing I dalam penulisan skripsi ini yang telah meluangkan waktunya yang berharga untuk memberikan bimbingan sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan. 4. Bapak Yuheldi, SH selaku Penasehat Akademis yang telah memberikan nasehat dan dukungannya sehingga penulis dapat mampu mengatasi masalah-masalah dalam menjalani perkuliahan sampai menyelesaikan penulisan skripsi ini. 2

3 5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Riau, yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan pengalamannya yang berharga kepada penulis, semoga jasa-jasa bapak dan ibu dosen dibalas oleh Tuhan Maha Esa. 6. Bapak dan Ibu pegawai Tata Usaha Universitas Islam Riau yang telah membantu penulis dalam melakukan pengurusan administrasi dari awal penulisan kuliah sampai penulis menyelesaikan skripsi ini. Selain itu penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan dan sangat menghargai kriktik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada kita bersama. Pekanbaru, 26 September 2011 (ALDISON) 3

4 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i SURAT PERNYATAAN... ii BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI... iii BERITA ACARA PERSETUJUAN SKRIPSI... v SURAT KEPUTUSAN PENUNJUKAN PEMBIMBING I... vi SURAT KEPUTUSAN PENUNJUKAN PEMBIMBING II... vii SURAT KEPUTUSAN PENUNJUKAN DOSEN PENGUJI... viii BERITA ACARA MEJA HIJAU... ix ABSTRAKSI... x KATA PENGANTAR... xi DAFTAR ISI... xv BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Masalah Pokok... 6 C. Tinjauan Pustaka... 7 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian E. Metode Penelitian BAB II : GAMBARAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perjanjian B. Gambaran Hukum Pembuktian

5 C. Kasus posisis Perkara No. 1298/K/Pdt/ BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Alasan Pengajuan Permohonan Kasasi Dalam Perkara No. 1298/K/Pdt/ B. Pertimbangan Majelis Hakim Kasasi Dalam Menjatuhkan Putusan Perkara No. 1298/K/Pdt/ BAB IV : PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR KEPUSTAKAAN LAMPIRAN

6 ABSTRAKSI Perkara No. 1298/K/Pdt/2004 merupakan gugatan atas perbuata yang prestasi yang dilakukan oleh para tergugat, dimana atas gugata tersebut oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri yang memeriksa dan memutus perkara bahwa gugatan yang diajukan penggugat tersebut tidak dapat diterima, dimana atas putusan Pengadilan Negeri tersebut oleh Pengadilan Tinggi dikuatkan dan pertimbangan serta putusan Pengadilan Negeri diambil sebagai pertimbangan dan putusan Pengadilan Tinggi, akan tetapi pendapat Pengadilan Tinggi ini di mentahkan oleh Mahkamah Agung dalam pemeriksaan tingkat kasasi sehingga putusan Pengadilan Tinggi dibatalkan. Melihat kepada perbedaan putusan tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap perkara No. 1298/K/Pdt/2004. Berdasarkan pejabaran dari latar belakang tersebut diatas maka penulis menetapkan masalah pokok sebagai berikut : Bagaimanakah Alasan Pengajuan Permohonan Kasasi Dalam Perkara No. 1298/K/Pdt/2004? dan Bagaimana Pertimbangan Majelis Hakim Kasasi Dalam Menjatuhkan Putusan Perkara No. 1298/K/Pdt/2004?. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini jika dilihat dari jenisnya maka dapat digolongkan sebagai penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang didasarkan kepada bahan hukum sekunder sebagai sumber data utama dalam penelitian, dan apabila dilihat dari sifatnya maka penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif. Hasil penelitian yang penulis lakukan, dimana alasan-alasan yang diajukan oleh para pemohon kasasi dalam menyatakan keberatannya atas putusan Pengadilan Tinggi Riau didasarkan kepada ketentuan Pasal 30 ayat (1) point b Undang -Undang Mahkamah Agung dimana alasan yang diajukan asalah Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Riau yang mengambil Pertimbangan Pengadilan Negeri Pekanbaru sebagai pertimbangan sendiri telah salah menerapkan hukum. Sedangkan alasan yang lain mengenai penilaian alat bukti bukanlah kewenangan dari Majelis Hakim dalam pemeriksaan tingkat kasasi, dan terhadap alasan-alasan permohonan kasasi tersebut Majelis Hakim Kasasi memberikan pertimbangan mengenai sejarah terjadinya hubungan hokum antara para penggugat denan para tergugat, dimana menurut Mahkamah Agung bahwa hubungan hokum tidak akan terjadi begitu saja tanpa adanya larat belakang yang menyebabkan hubungan hukum itu terjadi sehingga hubungan hokum yang telah terjadi tidak dapat dipisahkan dengan latar belakang terjadinya hubungan hokum tersebut. 6

7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aturan-aturan hukum yang menjaga keseimbangan dalam kehidupan manusia secara garis besar dapat digolongkan atas aturan hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Hukum tertulis merupakan aturan hukum yang telah dituangkan dalam suatu kitab undang-undang sedangkan hukum tidak tertulis merupakan hukum yang ada, hidup dan dilaksanakan di dalam masyarakat. Diantara aturan-aturan yang ada didalam masyarakat, aturan yang paling sering dan diperlukan dalam lalu lintas kehidupan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya adalah hukum perjanjian. Perjanjian-perjanjian yang dibuat masyarakat dalam hubungan interaksi untuk memenuhi kepentingan mereka dapat dilakukan secara tertulis maupun secara lisan, kebebasan untuk melakukan perjanjian baik secara tertulis maupun secara lisan ini tidak terlepas dari sifat hukum perjanjian itu sendiri yang bersifat terbuka {openbaar system). Selain bersifat terbuka hukum perjanjian juga disebut sebagai hukum pelengkap. 1 Sebagai hukum pelengkap mengandung arti ketentuan-ketentuan dalam Buku III KUH Perdata tersebut hanyalah bersifat melengkapi, apabila sesuatu hal para pihak tidak mengaturnya secara lengkap. 2 Apa yang di sebut dengan perjanjian ditentukan dalam ketuan Pasal Hukum perjanjian merupakan hukum pelengkap (regelend recht) yaitu hukum yang dalam keadaan konkrit dapat dikesampingkan oleh adanya perjanjian yang diadakan para pihak., Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikata dan Hukum Jaminan, Liberty, 1984, hlm 3. 2 A Qirom Syamsudin Meliala, Pokok-Poko Hukum Perjanjian Beserta Perkembangarinya, Liberty, 1985, hlm 1. 7

8 KUH Perdata yang menyatakan Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya. Menurut Subekti suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 3 Kedua pengertian perjanjian tersebut diatas dapat dikatakan bahwa dalam hukum perjanjian kedudukan para pihak yang membuat perjanjian seimbang. Walaupun hukum perjanijian bersifat terbuka akan tetapi terdapat pengaturan-pengaturan mengenai perjanjian yang harus di ikuti oleh kedua belah pihak yang berkepentingan dimana ketentuan-ketentuan tersebut merupakan syarat mutlak yang harus di penuhi sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, perjanjian-perjanjian yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, baru dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri; 2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian; 3. Mengenai suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Syarat 1 dan 2 merupakan syarat-syarat subjektif, karena mengenai orangorangnya atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat objektif karena mengenai perjanjiannya 3 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, 2004, Cet ke-20, hlm 1. 8

9 sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu. 4 Apabila syarat subjektif dari perjanjian tidak terpenuhi maka suatu perjanjian yang dilakukan dapat dimintakan pembatalan ( canceling) oleh pihak yang berkepentingan, sedangkan jika tidak terpenuhi syarat objektif dari perjanjian maka perjanjian yang telah dilakukan atau dibuat tersebut batal demi hukum (null and void). Dalam hal perjanjian yang batal demi hukum maka apabila ada tuntutan pihak lain di depan pengadilan maka Hakim diwajibkan karena jabatannya, menyatakan tidak pernah ada suatu perjanjian atau perikatan. 5 Perjanjian-perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak yang memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata mengikat kedua belah pihak tersebut untuk melaksanakan perjanjian yang telah di sepakatinya, dimana apabila pemenuhan perjanjian tidak dilakukan maka akan menimbulkan akibat hukum terhadap pihak yang tidak memenuhi perjanjian tersebut. Pihak yang tidak memenuhi perjanjian disebut telah melakukan perbuatan wanprestasi sehingga melahirkan hak baru kepada pihak yang memiliki hak atas pemenuhan perjanjian tersebut, yaitu : 1. Hak untuk meminta pemenuhan perjanjian dan/atau disertai permintaan ganti rugi. 2. Hak untuk membatalkan perjanjian dan/atau disertai ganti rugi. Mengenai pebuatan wanprestasi ini yang terjadi dalam perkara No. 4 Subekti, Op. Cit, hlm Ibid, hal 22. 9

10 1298/K/Pdt/2004, yang merupakan perkara gugatan wanprestasi yang diajukan oleh Nyonya Hajjah Masni Hasibuan dan suaminya Tuan Haji Abdullah Harahap yang bertindak sebagai Penggugat I dan Nona Nurmayanti yang bertindak sebagai Penggugat II mengajukan gugatan terhadap PT. Kurnia Rahmad Sejati sebagai Tergugat I dan Tuan Hajji Natsir Adnan sebagai Tergugat II. Gugatan yang diajukan oleh para penggugat kepada para tergugat dikarenakan adanya hubungan perjanjian penyediaan pupuk yang disanggupi oleh para tergugat, akan tetapi dalam pelaksanaanya para tergugat tidak dapat melaksanakan perjanjian yang telah disepakati tesebut sehingga para penggugat merasa di rugikan, yang akhirnya mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri Pekanbaru. Terhadap gugatan para penggugat tersebut Pengadilan Negeri Pekanbaru menyatakan bahwa gugatan para penggugat kabur dikarenakan gugatan diajukan kepada tergugat I yang bertindak sebagai Direksi PT. Kurnia Rahmad Sejati, sedangkan dari hasil pembuktian surat-surat terbukti bahwa tergugat bertindak sebagai person atau sebagai diri pribadi sehingga Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru berpendapat gugatan para Penggugat kabur. Terhadap pendapat dari Majelis Pengadilan Negeri Pekanbaru ini maka oleh para penggugat mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Riau, dimana terhadap permohonan banding tersebut Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Riau menguatkan dan mengambil alih pendapat dan pertimbangan Pengadilan Negeri Pekanbaru sebagai pertimbangan sendiri. 10

11 Para penggugat mengajukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia atas Putusan Pengadilan Tinggi Riau tersebut, dan oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung membatalkan dan menyatakan bahwa Pengadilan Tinggi Riau telah salah menerapkan hukum dan mengabulkan gugatan para penggugat sebagian. Berdasarkan singkat mengenai perkara tersebut diatas maka dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan pendapat antara Pengadilan Tinggi Riau dengan Pendapat Mahkamah Agung, hal ini lah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap perkara No. 1298/K/Pdt/2004, dengan judul Penelitian Tinjauan Yuridis Gugatan Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli Pupuk Dalam Perkara No. 1298/K/Pdt/2004 (Study Kasus) Guna menghindari kesalahan persepsi atau kerancuan dalam mengartikan judul di atas, maka penulis merasa perlu untuk memberi batasan tentang judul yang dimaksud yaitu: Tinjauan dapat diartikan hasil meninjau atau yang di dapat setelah menyelidik, mempelajari dan sebagainya. 6 hukum. 7 Yuridis dapat diartikan sebagai suatu hal menurut hukum atau secara Gugatan adalah mengadu kedepan Pengadilan. 8 Merupakan upaya hukum yang di Jakukan dalam mempertahankan hak yang di rasa dilanggar oleh pihak 6 Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kotemporer, Moderen English Press, Jakarta, hlm Departenten Penclicjikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Edisi Ketiga Ibid, hlm J.C.T Smiorangkir, Rudy T. Erwin, J.T. Praseryo. Aksara Baru. Jakarta hlm

12 lain. Wanprestasi berasal dari bahasa belanda yang dapat diartikan alpa atau lalai. 9 Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya. 10 Dimana dalam hal ini perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian antara Para Penggugat dengan Tegugat Tergugat. Jual Beli adalah perjanjian timbal balik, dimana salah satu pihak berjanji menyerahkan hak milik suatu barang, sedangkan pihak yang lain berjanji membayar harga yang terdiri atas jumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. 11 Pupuk merupakan objek perjanjian, yaitu barang yang menjadi objek yang di perjanjikan antara para pihak. Perkara adalah Persoalan yang perlu diselesaikan atau dibereskan. 12 Persoalan yang dimaksud adalah persoalan gugatan yang diajukan penggugat yang terdaftar dalam Register No. 1298/K/Pdt/2004. B. Masalah Pokok. Berdasarkan kepada latar belakang masalah yang penulis uraikan diatas, 9 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, 2004, Cet ke-20, hlm Pasal 1320 KUH Perdata. 11 Subekti, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, 1992., hlm

13 maka penulis menetapan masalah pokok sebagai berikut: 1. Bagaimanakah Alasan Pengajuan Permohonan Kasasi Dalam Perkara No. 1298/K/Pdt/2004? 2. Bagaimana Pertimbangan Majelis Hakim Kasasi Dalam Menjatuhkan Putusan Perkara No. 1298/K/Pdt/2004? C. Tinjauan Pustaka. Wanprestasi merupakan tidak dilakukannya apa yang telah di perjanjikan atau apa yang telah di sepakati yang menjadi kewajibannya, dapat berupa hal-hal sebagai berikut: 1. Tidak dilakukan apa yang telah disanggupinya; 2. Melakukan apa yang disepakati, tetapi tidak semestinya; 3. Terlambat melakukan apa yang disepakati; 4. Melakukan apa yang tidak boleh dilakukan dalam kesepakatan. 13 Wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak maka akan menimbulkan hak kepada pihak lain dalam perjanjian tersebut untuk melakukan tuntutan hak sebagi berikut: 1. Pemenuhan perjanjian. 2. Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi. 3. Tuntutan ganti rugi. 13 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2002, hlm

14 4. Pembatalan perjanjian. 5. Pembatalan disertai ganti rugi. 14 Pihak yang merasa dirugikan terhadap perbuatan wanprestasi dapat mengajukan tuntutan hak kedepan pengadilan dengan mengajukan gugatan wan prestasi. Tidak semua pihak dapat mengajukan gugatan kedepan pengadilan akan tetapi hanya pihak yang dapat mengajukan gugatan kedepan pengadilan adalah orang yang mempunyai kepentingan hukum, tidak setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum dapat mengajukan gugatan kedepan pengadilan. Orang yang memiliki kepentingan yang dapat mengajukan gugatan kedepan pengadilan adalah orang yang mempunyai kepentingan (point d'interet, point d'action) yang cukup dan layak serta mempunyai dasar hukum sajalah yang dapat diterima sebagai dasar tuntutan hak (gugatan). 15 Akan tetapi tidak semua yang memiliki kepentingan hukum yang mengajukan tuntutan haknya dikabulkan oleh pengadilan, hal ini harus melewati proses pembuktian. Pembuktian dalam hukum acara merupakan pembuktian yang konvensionil yang bersifat khusus, yang dimaksud dengan pembuktian yang konvisinil yaitu memberikan kepastian, akan tetapi bukan kepastian mutlak, melainkan kepastian nisbi atau relatif sifatnya yang mempunyai tingkatantingkatan sebagai berikut: 1. Kepastian yang didasarkan atas perasaan belaka, (bersifat intuitif disebut dengan (conviction intime). 14 Ibid, hlm Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi ke-6, Liberty, 2002, hlm. 14

15 2. Kepastian yang didasarkan kepada pertimbangan akal, disebut dengan (conviction raisonnee). 16 Jadi berdasarkan penjabaran diatas maka pembuktian ditujukan untuk memberikan kepastian terhadap dalil-dalil yang diajukan oleh para pihak, sehingga memberikan keyakinan kepada hakim untuk memberikan putusan sebagai upaya penyelesaian suatu perkara. Untuk dapat dijadikan alat bukti maka alat bukti tersebut haruslah memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Diperkenankan oleh undang-undang untuk dipakai sebagai alat bukti. 2. Reability, yaitu alat bukti tersebut dapat dipercaya keabsahannya. 3. Necessity, yaitu alat bukti tersebut memang diperlukan untuk membuktikan suatu fakta. 4. Relevance, yaitu alat bukti tersebut mempunyai relevansi dengan fakta yang dibuktikan. 17 Alat-alat bukti yang dapat diajukan dalam proses pembuktian, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 284 RBg ( Reglement Buitengewesten), terdiri dari: 1. Pembuktian dengan surat; 2. Pembuktian dengan saksi; 3. Persangkaan; 4. Pengakuan; 16 Ibid, him Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian (Pidana dan Perdata), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm 4. 15

16 5. Sumpah. Selain dari alat-alat bukti dalam ketentuan Pasal 284 RBg tersebut diatas maka dalam praktek terdapat satu alat bukti lagi yang sering dipergunakan yaitu pengetahuan hakim, yang merupakan hal atau keadaan yang diketahui sendiri oleh hakim dalam sidang. 18 Hal ini diperkuat oleh Mahkamah Agung dalam putusannya tanggal 10 April 1957 No. 213 K/Sip/1995 memberikan pendapat yang menyatakan : Hakim-hakim berdasarkan Pasal 138 ayat (1) bersambung dengan Pasal 164 HIR tidak ada keharusan mendengarkan keterangan seorang ahli, sedangkan penglihatan Hakim pada suatu tanda tangan didalam sidang boleh dipakai Hakim itu sebagai pengetahuan sendiri didalam usaha pembuktian. 19 Ketentuan peraturan hukum acara perdata tidak menentukan secara tegas siapa yang dibebankan untuk membuktikan secara terlebih dahulu, akan tetapi dalam Pasal 283 RBg menyatakan : Barang siapa beranggapan mempunyai suatu hak atau suatu keadaan untuk menguatkan haknya atau menyangkal hak seseorang lain, harus membuktikan hak atau keadaan itu. Hakim dalam memberikan beban pembuktian dapat berdasarkan teori mengenai beban pembuktian. Ada tiga teori mengenai pembagian beban pembuktian yaitu: 1. Teori hukum subjektif, mengatakan barang siapa mendalilkan adanya suatu hak subjektif harus membuktikannya. 2. Teori hukum objektif mengatakan barang siapa berpaling kepada hakim adalah tidak lain meminta dari padanya agar menerapkan hukum pada fakta-fakta yang diajukan. 18 Retnowulan Sutantio. Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju, 1997, him Loc. Cit. 16

17 3. Teori hukum acara dan teori kepatuhan yang mengatakan bahwa hakim dalam membagi beban pembuktian harus berdasarkan kepatutan (buijkheid). 20 Setelah hakim menentukan beban pembuktian maka pihak yang dibebankan pembuktian tersebut harus membuktikan apa yang didalilkannya. Setelah diajukan pembuktian oleh para pihak yang berperkara dengan alat-alat bukti maka hakim akan menilai pembuktian yang dilakukan oleh pihak yang bersengketa. Dalam melakukan penilaian hakim dibatasi oleh peraturan perundang-undangan sehingga hakim tidak bebas dalam menilai pembuktian, akan tetapi tidak semua pembuktian yang oleh peraturan perundang-undangan diatur penilaiannya, sehingga apa yang tidak diatur oleh undang-undang mengenai penilaiannya memberikan kebebasan kepada hakim untuk melakukan penilaian. Hakim yang berwenang melakukan penilaian pembuktian adalah hanya judex facti saja. 21 Setelah para pihak membuktikan dalil-dalil yang diajukannya dalam suatu perkara maka berdasarkan pembuktian itu hakim menemukan peristiwa atau hubungan hukum perkara tersebut, kemudian menerapkan hukumnya terhadap peristiwa yang telah diketahui melalui proses pemeriksaan pembuktian tersebut. Penerapan hukum terhadap suatu peristiwa yang telah dibuktikan oleh para pihak yang bersengketa bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah bagi Hakim, Hakim harus menyesuaikan peristiwa yang dihadapi dengan hukum yang mengatur, adakalanya peristiwa yang dihadapi tidak terdapat pengaturannya dalam ketentuan hukum tertulis sehingga hakim harus membentuk hukum yang sesuai dengan 20 S. Marbun, Hukum Acara Perdata Di Indonesia, UIR Press, Pekanbaru, 1992, hlm Sudikno Mertokusumo, Op. Cit, hlm

18 peristiwa yang dihadapi. Pembentukan hukum yang dilakukan oleh hakim diperbolehkan sepanjang tidak terdapat aturan yang mengatur peristiwa tersebut dalam aturan tertulis, hal ini sesuai dengan fungsi hakim yang pada hakikatnya melengkapi ketentuan hukum tertulis, jadi tujuan pembentukan hukum oleh hakim merupakan pengisian kekosongan hukum sehingga mencegah tidak ditanganinya suatu perkara karena hukum tertulis tidak jelas atau tidak ada. 22 Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 16 ayat (1) Undang -undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan : Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan mengadili. Pembentukan hukum disebut juga dengan penemuan hukum yang merupakan proses pembentukan hukum oleh hakim, atau aparat hukum lainnya yang ditugaskan untuk menerapkan hukum umum pada peristiwa hukum konkrit dengan kata lain dapat dikatakan bahwa penemuan hukum merupakan proses konkritisasi atau individualisasi peraturan hukum (das sollen) yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkrit (das sein) tertentu. 23 Sumber penemuan hukum yang utama yang dilakukan oleh hakim adalah pada peraturan hukum tertulis, apabila dalam peraturan hukum tertulis tidak 22 Mocthar Kusumaatmadja, Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 2000, hlm Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1996, hlm

19 terdapat pengaturan mengenai peristiwa yang harus diputus maka hakim diperbolehkan dan dapat menemukan hukum dalam peraturan tidak tertulis, peraturan tidak tertulis merupakan peraturan yang ada dan hidup didalam masyarakat, sehingga untuk melakukan penemuan hukum tidak tertulis tersebut hakim harus memahami nilai-nilai yang hidup dan berkembang didalam masyarakat sehingga pertimbangan yang menjadi dasar putusan dapat diterima oleh para pihak yang berperkara dan dirasakan adil. Pemahaman hakim terhadap nilai-nilai yang hidup didalam masyarakat merupakan kewajiban dari hakim, sesuai dengan ketentuan Pasal 28 Undangundang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa : Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nila-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup didalam masyarakat. Setelah hakim menemukan hukum yang mengatur peristiwa dalam perkara tersebut maka penemuan hukum dijadikan dasar dari hakim dalam memberikan pertimbangan terhadap putusan perkara tersebut. Pertimbangan yang diberikan oleh hakim dalam hukum-perdata terdiri dari: 1. Pertimbangan tentang duduk perkarannya ; dan 2. Pertimbangan mengenai hukumnya. Pertimbangan yang terdapat dalam suatu putus hakim merupakan suatu keharusan untuk dicantumkan, hal ini merupakan amanat dari Pasal 25 ayat (1) Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan : Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan 19

20 dasar putusan tersebut, memuat pula pasal-pasal dari peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. Keharusan untuk mencantumkan pertimbangan sebagai dasar penjatuhan putusan dimaksudkan sebagai pertanggung jawaban hakim kepada masyarakat, para pihak, pengadilan yang lebih tinggi dan ilmu hukum, sehingga mempunyai nilai objektif dan berwibawa. 24 Pentingnya alasan dari suatu putusan dapat dilihat dari yurisprudensi Mahkamah Agung yang menetapkan bahwa putusan yang tidak lengkap atau kurang cukup pertimbangan (onvoldoende gemotiveerd) merupakan alasan untuk kasasi dan harus dibatalkan. 25 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini dapat penulis kemukakan sebagai berikut : a. Untuk mengetahui alasan pengajuan kasasi dalam perkara No. 1298/K/Pdt/2004 khususnya dan pemeriksaan dalam perkara perdata pada umumnya b. Untuk mengetahui landasan serta pertimbangan hukum dari hakim kasasi dalam memberikan putusan terhadap perkara No. 1298/K/Pdt/ Sudikno Mertokusumo, Op. Cit, hlm Loc. Cit. 20

21 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian adalah: a. Untuk menambah wawasan penulis dalam hukum acara khsususnya hukum acara perdata dalam pengajuan permohonan kasasi. b. Untuk menambah bahan bacaan bagi mahasiswa lainnya yang juga berminat mengangkat penelitian yang sama mengenai masalah wanprestasi. E. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian Apabila dilihat dari sudut jenisnya, maka penelitian ini tergolong kedalam jenis penelitian hukum normatif yang di lakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, 26 dengan cara studi kasus. Dengan mempelajari dan mentilaah secara teliti putusan perkara No. 1298/K/Pdt/2004. Apabila dilihat dari sudut sifatnya, maka penelitian ini tergolong kedalam penelitian yang bersifat deskriptif yaitu : memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya, dengan tujuan, agar dapat membantu dalam memperkuat 26 Soejono Soekanto., Sri Mamudji., Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat., Raja Grafindo Persada., Jakarta., 1995, hlm

22 teori-teori lama, atau dalam kerangka menyusun teori-teori baru Data dan Sumber Data Data dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder, yang terdiri dari bahan-bahan hukum sebagai berikut : a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan bahan utama yang dijadikan bahasan dalam penelitian ini, yaitu berupa berkas putusan perkara No. 1298/K/Pdt/2004 dan peraturan perundang-undangan. b. Bahan Hukum Sekunder. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku serta pendapat para ahli dalam berbagai literatur yang berhubungan langsung dengan materi penelitian. c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier dalam penelitian ini adalah berupa kamus ataupun artikel yang dapat membantu penelitian ini. 3. Analisa Data. Data yang berupa dokumen putusan perkara tentang gugatan wanprestasi yaitu perkara No. 1298/K/Pdt/2004 diperoleh dan dipelajari, lalu dikelompokan menurut jenisnya, kemudian dituangkan ke dalam bentuk uraian kalimat yang terang dan jelas. Setelah itu 27 Ibid, hlm

23 dianalisa serta dibahas akan dibandingkan dengan teori-teori dan pendapat para ahli yang berkaitan dengan permasalahan perjanjian dan hukum perjanjian serta penyelesaiannya dalam bidang hukum acara perdata di pengadilan. Kemudian penulis memilih menarik kesimpulan secara induktif, yaitu suatu metode penarikan kesimpulan yang dimulai dari hal-hal yang bersifat umum yaitu berupa ketentuan dan keadaan yang berlaku umum kepada hal-hal yang bersifat khusus berupa ketentuan dan keadaan yang berlaku khusus. 23

24 BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perjanjian. Aturan hukum yang mengatur mengenai perjanjian merupakan aturan hukum yang bersifat fleksibel atau dengan kata lain merupakan aturan hukum yang bersifat tidak mengikat, maksudnya pihak-pihak yang mengadakan perjanjian dapat menyimpangi dari aturan umum hukum perjanjian, ini merupakan konsekuensi dari asas umum hukum perjanjian yaitu asaz kebebasan berkontrak, Asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian dimaksud merupakan kebebasan bagi para pihak dapat mengadakan perjanjian dalam bentuk apapun dengan syarat apapun sepanjang tidak didasarkan kepada hal-hal yang dilarang sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 1337 KUHPerdata yang menyatakan : Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Hukum perjanjian dapat juga dikatakan sebagai hukum pelengkap 24

25 (regelend recht) yaitu hukum yang dalam keadaan konkrit dapat dikesampingkan oleh adanya perjanjian yang diadakan para pihak. 28 Perjanjian sebagai hukum yang bersifat mengatur dalam setiap pembentukan perjanjian tersebut maka selalu terdapat unsur-unsur dalam setiap perjanjian yaitu : 1. Unsur Essentialia. Merupakan unsur yang mutlak ada pada setiap perjanjian tanpa adanya unsur ini maka tidak ada suatu perjanjian. 2. Unsur Naturalia, merupakan unsur yang selalu ada pada setiap perjanjian dikarenakan diwajibkan oleh undang-undang. 3. Unsur Accidentalia, merupakan unsur yang terdapat dalam perjanjian yang ditambahkan oleh para pihak dalam perjanjian, dimana tidak terdapat pengaturannya dalam undang-undang. 29 Sebagai hukum perjanjian yang merupakan hukum yang dapat dikesampingkan oleh para pihak yang membuat perjanjian, mengandung arti : 1. Masing-masing para pihak dalam mengadakan perjanjian dapat menyimpang atau mengenyampingkan berlakunya ketentuan undangundang khususnya yang diatur dalam Buku III KUH Perdata, dalam hal mana mengenai suatu hal, masing-masing para pihak menentukan sendiri. 2. Bila para pihak tidak mengaturnya sama sekali, maka ketentuan yang tercantum dalam Buku III KUH Perdata berlaku seluruhnya. 3. Ketentuan-ketentuan dalam Buku III KUH Perdata tersebut hanyalah bersifat melengkapi, apabila mengenai sesuatu hal para pihak tidak mengaturnya secara lengkap. 30 Secara umum perjanjian dapat didefenisikan sebagai perbuatan hukum 28 Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikata dan Hukum Jaminan, Liberty, 1984, hlm R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Putra Abadi, 1999, hlm A Qirom Syamsudin Meliala, PokoK-Poko Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Liberty, 1985, hlm 1. 25

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kita adalah negara hukum, demikianlah makna yang tersirat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini berarti di negara Indonesia ada tata hukum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa hukum antara para pihak yang melakukan perjanjian.

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat terlepas dari hubungan dengan manusia lainnya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hubungan tersebut

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: Abuyazid Bustomi, SH, MH. 1 ABSTRAK Secara umum perjanjian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti TINJAUAN TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN SETEMPAT DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA ( SENGKETA TANAH ) DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Febrina Indrasari,SH.,MH Politeknik Negeri Madiun Email: febrinaindrasari@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang sedang dialami negara Indonesia sekarang ini, tidak semua orang mampu memiliki sebuah rumah

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 PENYELESAIAN PERKARA MELALUI CARA MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Elty Aurelia Warankiran 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan pelaksanaan mediasi perkara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH MENARA Ilmu Vol. X Jilid 1 No.70 September 2016 KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH ABSTRAK Pembuktian merupakan tindakan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

Hukum Kontrak Elektronik

Hukum Kontrak Elektronik Kontrak Elektronik (E-Contract) Hukum Kontrak Elektronik Edmon Makarim menggunakan istilah kontrak online (online contract) bagi kontrak elektronik (e-contract) dan mendefinisikan kontrak online sebagai:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ALAT BUKTI TULISAN TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA DI PENGADILAN. Rosdalina Bukido. Abstrak

KEDUDUKAN ALAT BUKTI TULISAN TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA DI PENGADILAN. Rosdalina Bukido. Abstrak KEDUDUKAN ALAT BUKTI TULISAN TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA DI PENGADILAN Rosdalina Bukido Abstrak Pembuktian merupakan salah satu aspek yang sangat penting didatangkan dan disiapkan oleh para pihak (Penggugat

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, maka manusia mengingkari kodratnya sendiri. Manusia dengan

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, maka manusia mengingkari kodratnya sendiri. Manusia dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada prinsipnya manusia adalah mahluk sosial, yaitu mahluk yang hidup bermasyarakat, sebagai mahluk sosial, manusia selalu mempunyai naluri untuk hidup bersama

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB II HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA TENTANG PEMBUKTIAN

BAB II HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA TENTANG PEMBUKTIAN BAB II HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA TENTANG PEMBUKTIAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Pembuktian Pembuktian di muka pengadilan adalah merupakan hal yang terpenting dalam hukum acara karena pengadilan dalam

Lebih terperinci

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF 21 BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF A. Putusan Verstek Pada sidang pertama, mungkin ada pihak yang tidak hadir dan juga tidak menyuruh wakilnya untuk hadir, padahal sudah dipanggil dengan

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN 1. Istilah dan pengertian - Hukum perdata materiil : hukum yang mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak dalam hubungan perdata - Hukum perdata formil : hukum acara

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM 1 KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ANTARA KEJAKSAAN TINGGI GORONTALO DENGAN PT. BANK SULAWESI UTARA CABANG GORONTALO DALAM PENANGANAN KREDIT MACET RISNAWATY HUSAIN 1 Pembimbing I. MUTIA CH. THALIB,

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menemukan hukum yang akan diterapkan (rechtoepasing) maupun ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. menemukan hukum yang akan diterapkan (rechtoepasing) maupun ditemukan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembuktian adalah tahap yang memiliki peranan penting bagi hakim untuk menjatuhkan putusan. Proses pembuktian dalam proses persidangan dapat dikatakan sebagai sentral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kewenangan Pengadilan Tinggi dalam menjatuhkan sebuah putusan akhir ternyata masih ada yang menimbulkan permasalahan. Untuk itu dalam bab tinjauan pustaka ini, penulis hendak menguraikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena fungsi dan perannya mencakup berbagai aspek kehidupan serta penghidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak lainnya atau memaksa pihak lain itu melaksanakan kewajibannya. dibentuklah norma-norma hukum tertentu yang bertujuan menjaga

BAB I PENDAHULUAN. pihak lainnya atau memaksa pihak lain itu melaksanakan kewajibannya. dibentuklah norma-norma hukum tertentu yang bertujuan menjaga BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan kekuasaan, oleh karena itu diharapkan segala tindakan dan perbuatan harus berdasarkan atas hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat berkembang semakin pesat melalui berbagai sektor perdangangan barang dan jasa. Seiring dengan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani proses kehidupan senantiasa berusaha dan bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam berusaha dan bekerja tersebut saseorang pasti mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan,

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

JAMINAN. Oleh : C

JAMINAN. Oleh : C NASKAH PUBLIKASII SKRIPSI PERLAWANAN PIHAK KETIGA (DERDEN VERZET) TERHADAP SITA JAMINAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA (Study Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebenaran yang harus ditegakkan oleh setiap warga Negara.

BAB I PENDAHULUAN. kebenaran yang harus ditegakkan oleh setiap warga Negara. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada hakekatnya pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia dengan tujuan untuk mencapai suatu masyarakat

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2 TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 1 Oleh : Ruben L. Situmorang 2 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

Tinjauan Hukum Terhadap Wanprestasi Akibat Keadaan Memaksa. (Overmacht / Force Majeure) (Studi Putusan Nomor 3087 K/Pdt/2001 Mahkamah Agung) ABSTRAK

Tinjauan Hukum Terhadap Wanprestasi Akibat Keadaan Memaksa. (Overmacht / Force Majeure) (Studi Putusan Nomor 3087 K/Pdt/2001 Mahkamah Agung) ABSTRAK 1 Tinjauan Hukum Terhadap Wanprestasi Akibat Keadaan Memaksa (Overmacht / Force Majeure) (Studi Putusan Nomor 3087 K/Pdt/2001 Mahkamah Agung) Anandisa Syakbandiah 1, Weny Almoravid Dungga 2, Suwitno Y.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tengker, cet. I, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2001), hal (Jakarta: Djambatan, 2002), hal. 37.

BAB 1 PENDAHULUAN. Tengker, cet. I, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2001), hal (Jakarta: Djambatan, 2002), hal. 37. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Adanya perbenturan kepentingan antara pihak-pihak yang melakukan interaksi sosial dalam kehidupan masyarakat maka diperlukan suatu norma hukum yang tegas dan

Lebih terperinci

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas-Tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menuntut para pelaku bisnis melakukan banyak penyesuaian yang salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. menuntut para pelaku bisnis melakukan banyak penyesuaian yang salah satu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dunia jelas dapat dibaca dari maraknya transaksi bisnis yang mewarnainya. Pertumbuhan ini menimbulkan banyak variasi bisnis yang menuntut para pelaku

Lebih terperinci

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339 KEWENANGAN MENJUAL SENDIRI (PARATE EXECUTIE) ATAS JAMINAN KREDIT MENURUT UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN 1 Oleh: Chintia Budiman 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( )

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( ) BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK (Email) 1. Pengertian Alat Bukti Dalam proses persidangan, alat bukti merupakan sesuatu yang sangat penting fungsi dan keberadaanya untuk menentukan

Lebih terperinci

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

Bayyinah, yang artinya satu yang menjelaskan. Secara terminologis

Bayyinah, yang artinya satu yang menjelaskan. Secara terminologis BAB II PEMBUKTIAN DAN PENGAKUAN DALAM HUKUM ACARA PERDATA A. Pembuktian 1. Pengertian Pembuktian Secara etimologis pembuktian dalam istilah arab disebut Al- Bayyinah, yang artinya satu yang menjelaskan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain, dengan menitikberatkan

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website : ALAT BUKTI SURAT DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA PADA PENGADILAN NEGERI TEMANGGUNG (Studi Kasus Putusan No. 45/Pdt.G/2013/PN Tmg) Abdurrahman Wahid*, Yunanto, Marjo Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017 KEDUDUKAN DAN KEKUATAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DITINJAU DARI SEGI HUKUM KONTRAK DALAM KUHPERDATA (PENERAPAN PASAL 1320 JO PASAL 1338 KUHPERDATA) 1 Oleh: Adeline C. R. Dille 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

PANDANGAN HAKIM TENTANG PUTUSAN DAMAI ATAS UPAYA HUKUM VERZET

PANDANGAN HAKIM TENTANG PUTUSAN DAMAI ATAS UPAYA HUKUM VERZET PANDANGAN HAKIM TENTANG PUTUSAN DAMAI ATAS UPAYA HUKUM VERZET TERHADAP PUTUSAN VERSTEK DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA JOMBANG (Studi Perkara No. 1455/Pdt.G/2013/PA.Jbg) BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang, ditegaskan bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA, PERJANJIAN KREDIT, HAK TANGGUNGAN, PEMBUKTIAN, AKTA OTENTIK, DAN LELANG

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA, PERJANJIAN KREDIT, HAK TANGGUNGAN, PEMBUKTIAN, AKTA OTENTIK, DAN LELANG BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA, PERJANJIAN KREDIT, HAK TANGGUNGAN, PEMBUKTIAN, AKTA OTENTIK, DAN LELANG A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Perjanjian diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia, yang menghendaki adanya alat bukti baginya mengenai hubungan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka,

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, 1 BAB III KERANGKA TEORI A. Perjanjian Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang- Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, maksudnya dalam hukum perikatan/perjanjian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam mencapai kebutuhan hidupnya saling berinteraksi dengan manusia lain. Masing-masing individu dalam berinteraksi adalah subjek hukum yang

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.II/No. 1/Jan-Mar/2014

Lex Privatum, Vol.II/No. 1/Jan-Mar/2014 HUKUM PEMBUKTIAN DALAM PERKARA PERDATA 1 Oleh : Darliyanti Ussu 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana penentuan alat bukti oleh hakim dan bagaimana pembagian beban pembuktian untuk

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia.

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia. Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 ABSTRAK Setiap perbuatan yang

Lebih terperinci

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta Nomor: 91/Pdt.G/2009/PN.Ska) Oleh : Dyah Kristiani (12100038)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat atau diketahui saja, melainkan hukum dilaksanakan atau ditaati. Hukum

BAB I PENDAHULUAN. dilihat atau diketahui saja, melainkan hukum dilaksanakan atau ditaati. Hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum bukanlah semata-mata sekedar sebagai pedoman untuk dibaca, dilihat atau diketahui saja, melainkan hukum dilaksanakan atau ditaati. Hukum harus dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Oleh karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah UUD Negara Republik Indonesia 1945 didalam pasal 1 ayat (3) menjelaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Oleh karena itu Negara tidak boleh melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA. 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; 2. Perjanjian kerja/perburuhan dan;

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA. 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; 2. Perjanjian kerja/perburuhan dan; BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA A. Pengertian Pemborongan Kerja Undang-undang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam tiga macam yaitu : 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA A. Analisis Dualisme Akad Pembiayaan Mud{arabah Muqayyadah Keberadaaan suatu akad atau perjanjian adalah sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak.

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam praktik sehari-hari, hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain maupun hubungan antara manusia dengan badan hukum atau badan hukum dengan badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maka hubungan antar manusia menjadi hampir tanpa batas, karena pada dasarnya manusia adalah

Lebih terperinci

SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DENGAN AKTA JUAL BELI FIKTIF. (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.50/PDT.G/2012/PN.

SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DENGAN AKTA JUAL BELI FIKTIF. (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.50/PDT.G/2012/PN. SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DENGAN AKTA JUAL BELI FIKTIF (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.50/PDT.G/2012/PN.Klt) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kita sadari atau tidak, perjanjian sering kita lakukan dalam kehidupan seharihari. Baik perjanjian dalam bentuk sederhana atau kompleks, lisan atau tulisan, dalam jangka

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya selalu terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi 13 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN A. Pengertian Kumulasi Gugatan Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi adalah pengumpulan; penimbunan; penghimpunan. 1 Kumulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang melindungi, memberi rasa aman, tentram dan tertib untuk mencapai kedamaian dan keadilan setiap orang.

Lebih terperinci