BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. umumnya diderita orang usia lanjut dan diakibatkan oleh ausnya persendian,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. umumnya diderita orang usia lanjut dan diakibatkan oleh ausnya persendian,"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Artritis reumatoid adalah salah satunya penyakit sendi yang sering terdengar. Penyakit ini bukan merupakan penyakit rematik biasa. Rematik atau Osteoartritis umumnya diderita orang usia lanjut dan diakibatkan oleh ausnya persendian, sementara artritis reumatoid adalah penyakit autoimun dan disebabkan peradangan sendi (Anna, 2012). Gejala umum yang sering dikeluhkan oleh pasien yaitu kekakuan sendi pada pagi hari. Kekakuan ini dapat bertahan selama lebih dari satu jam. Penyakit ini bersifat sistemik, sehingga dapat mengakibatkan berbagai macam manifestasi ekstraartikular, termasuk kelelahan, nodul subkutan, keterlibatan pada paru-paru, perikarditis, dan lainnya (Kasper et al., 2015). Seperti penyakit autoimun lainnya, artritis reumatoid umumnya lebih banyak diderita oleh wanita dibandingkan laki-laki dengan rasio 2-3:1. Terdapat bukti bahwa kejadian artritis reumatoid telah mengalami penurunan dalam beberapa dekade terakhir, sedangkan prevalensinya tetap sama dikarenakan individu dengan artritis reumatoid dapat bertahan hidup lebih lama. Prevalensi kejadian penyakit ini bervariasi tergantung letak geografis baik secara global dan antar kelompokkelompok etnik tertentu dalam suatu negara (Kasper et al., 2015). Prevalensi penyakit rematik di Indonesia menurut hasil penelitian Zeng QY et al. mencapai 23,6% sampai 31,3%. Penyakit artritis reumatoid di Indonesia memiliki prevalensi 1

2 2 hanya 0,1% hingga 0,3%, sedangkan di negara-negara Barat sekitar 3% (Nainggolan, 2009). Menurut The National Health and Medical Research Council (2009), dengan diagnosis dan pengelolaan artritis reumatoid sedini mungkin dapat memberi kesempatan untuk mencegah progresivitas penyakit ini. Tujuan utama terapi artritis reumatoid adalah untuk menginduksi remisi lengkap dari penyakit ini, meskipun hal ini cukup sulit dicapai. Tujuan lain yaitu mengontrol aktivitas penyakit dan nyeri pada sendi, menjaga kemampuan sendi, memperlambat perubahan sendi yang bersifat destruktif, dan menunda kecacatan (Dipiro et al., 2014). Pasien yang didiagnosis artritis reumatoid memulai terapi dengan DMARD (Disease-modifying antirheumatic drugs) seperti metotreksat, sulfasalazine, leflunomid, dan hidroksikloroquin. DMARD tidak hanya mengurangi gejala tetapi juga memperlambat progresivitas penyakit. Seringnya dokter meresepkan DMARD bersama dengan NSAID (Nonsteroidal Anti-Inflammatory drugs), dan/atau dengan kortikosteroid dosis rendah untuk mengurangi pembengkakan, nyeri, serta demam (American College of Rheumatology, 2012). NSAID mulanya dipandang sebagai inti dari semua terapi artritis reumatoid, namun saat ini dipertimbangkan sebagai terapi tambahan untuk manajemen gejala yang tidak terkontrol. Meskipun hasil percobaan klinis NSAID tidak benar-benar ekuivalen dengan efikasinya, namun berdasarkan pengalaman beberapa individu lebih berespon dengan penggunaan NSAID tertentu. Penggunaan NSAID perlu dibatasi karena adanya kemungkinan efek samping obat (Kasper et al., 2015).

3 3 Pemilihan terapi yang tepat menjadi salah satu hal yang penting dalam pengobatan. Kesesuaian dalam pengobatan merupakan kunci dalam keberhasilan terapi. Masalah ketidaktepatan terapi masih sering terjadi saat ini. WHO memperkirakan bahwa lebih dari separuh dari seluruh obat di dunia diresepkan, diberikan dan dijual dengan cara yang tidak tepat dan separuh dari pasien menggunakan obat secara tidak tepat (Kemenkes RI, 2011 a ). DMARD menjadi pilihan pertama dalam terapi artritis reumatoid dan digunakan selama tiga bulan pertama terapi. Penggunaan DMARD sejak awal dapat memberikan hasil yang lebih baik dan menurunkan angka mortalitas. Penggunaan DMARD membutuhkan waktu lebih lama dalam perbaikan gejala dibandingkan dengan NSAID. Namun NSAID tidak berpengaruh terhadap progresivitas penyakit (Dipiro et al., 2014). Pemilihan NSAID harus didasarkan pada kebutuhan spesifik pasien dan penggunaan obat lain secara bersamaan (The Royal Australian College of General Practitioner, 2009). Umumnya terapi penyakit artritis reumatoid merupakan terapi jangka panjang, karena sifanya yang kronis. Terapi jangka panjang kerap menimbulkan persoalan terutama pada pemilihan terapi yang sesuai serta dapat menimbulkan risiko efek samping. Seperti metotreksat, sulfasalazine, dan obat-obat golongan NSAID yang dapat menyebabkan ganngguan gastrointestinal, seperti mual, muntah, anoreksia, dan diare (Dipiro et al., 2014). Dari penjabaran tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai evaluasi kesesuaian terapi dan efek samping penggunaan DMARD dan NSAID pada pasien artritis reumatoid. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan

4 4 pertimbangan dalam pemilihan terapi artritis reumatoid yang tepat dan pencegahan efek yang tidak diinginkan, sehingga dapat diperoleh outcome terapi yang sesuai. Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang memiliki pelayanan khusus reumatologi di Poliklinik Penyakit Dalam dan menjadi rujukan bagi pasien artritis reumatoid. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pola penggunaan DMARD dan NSAID pada pasien artritis reumatoid di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta? 2. Bagaimana kesesuaian dan luaran terapi penggunaan DMARD dan NSAID pada pasien artritis reumatoid di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dibandingkan dengan tatalaksana terapi artritis reumatoid yang ditetapkan oleh Perhimpunan Reumatologi Indonesia? 3. Bagaimana kemungkinan terjadinya efek samping pada penggunaan DMARD dan NSAID pada pasien artritis reumatoid di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pola penggunaan DMARD dan NSAID pada pasien artritis reumatoid di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 2. Mengetahui kesesuaian dan luaran terapi penggunaan DMARD dan NSAID pada pasien artritis reumatoid di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito

5 5 Yogyakarta dibandingkan dengan tatalaksana terapi artritis reumatoid yang ditetapkan oleh Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 3. Mengetahui kemungkinan terjadinya efek samping pada penggunaan DMARD dan NSAID pada pasien artritis reumatoid di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Farmasis Dapat memberikan gambaran mengenai kesesuaian terapi, luaran terapi dan efek samping dalam pengobatan pada pasien artritis reumatoid terutama untuk penggunaan obat DMARD dan NSAID, sehingga dapat memotivasi farmasis untuk meningkatkan perannya dalam pelayanan kesehatan. 2. Instalasi Rumah Sakit dan Profesi Kesehatan lainnya Sebagai sumber informasi bagi rumah sakit mengenai kesesuaian terapi, luaran terapi, dan efek samping penggunaan DMARD dan NSAID dalam pengobatan pada pasien artritis reumatoid, sehingga dapat digunakan sebagai masukan dalam menyusun strategi tatalaksana terapi artritis reumatoid di rumah sakit, selain itu sebagai motivasi untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi pasien artritis reumatoid. 3. Peneliti Meningkatkan pengetahuan dan memberikan pengalaman penelitian tentang pelayanan kesehatan khususnya pada penyakit artritis reumatoid serta sebagai pembanding, pendukung, dan pelengkap bagi penelitian selanjutnya.

6 6 1. Artritis Reumatoid E. Tinjauan Pustaka a. Definisi Kata artritis memiliki arti inflamasi pada sendi ( arthr berarti sendi dan itis berarti inflamasi). Inflamasi dalam istilah2 medis menggambarkan tentang rasa sakit, kekakuan, kemerahan, dan pembengkakan. Artritis reumatoid adalah tipe artritis inflamasi dan penyakit autoimun, dimana sistem imun menjadi bingung dan menyerang jaringan tubuh. Pada artritis reumatoid, target dari sistem imun adalah jaringan yang melapisi sendi. Hal ini menyebabkan pembengkakan, peradangan, dan kerusakan sendi (The Artritis Society, 2011). Artritis reumatoid adalah penyakit sistemik yang ditandai dengan peradangan sendi simetris dan dapat melibatkan sistem organ lain atau manifestasi ekstraartikular, seperti nodul reumatoid, vaskulitis, radang mata, disfungsi neurologis, penyakit cardiopulmonary, limfadenopati, dan splenomegali. Meskipun penyakit ini termasuk penyakit kronis, beberapa pasien akan memasuki masa remisi secara spontan (Dipiro et al., 2014). b. Etiologi Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui, walaupun banyak hal mengenai patogenesisnya telah terungkap. Banyak penelitian yang menunjukkan adanya campuran faktor lingkungan dan genetik juga ikut bertanggung jawab, namun keduanya tidak cukup untuk menunjukkan ekspresi keseluruhan dari penyakit ini (Freinstein, 2005). Diperkirakaan artritis reumatoid merupakan menifestasi dari suatu infeksi. Faktor Risiko yang dapat menyebabkan seseorang menderita artritis reumatoid, yaitu:

7 7 1) Faktor Genetik Kajian atas keluarga mengisyaratkan adanya predisposisi genetik. Sekitar 10% pasien artritis reumatoid memiliki seorang anggota keluarga tingkat pertama yang sakit serupa. Peran pengaruh genetik dipastikan oleh pembuktian adanya asosiasi dengan produk gen MHC kelas II HLA-DR4. Asosiasi dengan HLA-DR4 telah terbukti pada banyak populasi, termasuk ras kulit putih Amerika Utara dan Eropa. Namun diperkirakan gen lain diluar kompleks HLA juga berperan (Harrison, 1995). 2) Infeksi Adanya kemungkinan artritis reumatoid merupakan manifestasi respon terhadap suatu agen infeksi. Sejumlah agen penyebab telah diperkirakan, yaitu Mycoplasma, virus Epstein-Barr, sitomegalovirus, parvovirus, dan virus rubela, tetapi bukti yang meyakinkan apakah agen tersebut atau infeksi lain yang menyebabkan artritis reumatoid belum ada. Proses bagaimana suatu agen infeksi menimbulkan peradangan kronik artritis juga masih dipertentangkan (Harrison, 1995). 3) Jenis Kelamin Artritis reumatoid merupakan penyakit autoimun yang predominan pada wanita. Rasio penderita wanita dan laki-laki yaitu 2-3:1. Adanya peran estrogen telah dieksplorasi dengan berbagai metode. Estrogen memicu adanya autoantibodi yang berperan pada sistem imun (Freinstein, 2005).

8 8 4) Lingkungan Faktor lingkungan juga berperan dalam etiologi penyakit ini. Hal ini ditekankan pada kajian epidemiologi di Afrika yang mengisyaratkan bahwa cuaca dan urbanisasi berdampak besar terhadap insidensi dan keparahan artritis reumatoid dalam kelompok yang memiliki latar belakang genetik serupa (Harisson, 1995). Merokok dan penyakit paru dapat meningkatkan faktor risiko artritis reumatoid (Dipiro et al., 2014) c. Patofisiologi Artritis reumatoid merupakan akibat disregulasi kompnen humoral dan dimediasi sel sistem imun. Kebanyakan pasien artritis reumatoid menghasilkan antibodi yang disebut faktor reumatoid (RF). Pasien dengan RF seropositif cenderung memiliki perjalanan penyakit yang lebih agresif dari pasien dengan seronegatif. Imunoglobulin mengaktivasi sistem komplemen, yang melipat gandakan respon imun dengan meningkatkan kemotaksis, fagositosis, dan pelepasan limfokin oleh sel mononuklear. Antigen dikenali oleh protein major histocompatibility complex (MHC) pada permukaan limfosit, yang berakibat pada aktivitas sel T dan B. Sel T yang teraktivasi menghasilkan sitokin yang menstimulasi aktivitas lebih lanjut proses inflamasi dan menarik sel-sel ke daerah inflamasi. Makrofag terstimulasi melepaskan prostaglandin dan sitotoksin. Sel B yang teraktivasi menghasilkan sel plasma yang membentuk antibodi. Kombinasi dengan komplemen mengakibatkan akumulasi leukosit polimorfonuklear yang melepaskan sitotoksin, radikal bebas oksigen, radikal hidroksil dan menyebabkan kerusakan pada sinovium dan tulang.

9 9 Substansi vasoaktif (hitasmin, kinin, prostaglandin) dilepaskan pada daerah inflamasi, meningkatkan aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah, sehingga menyebabkan edema, rasa hangat, eritema, rasa sakit. Ini membuat granulosit lebih mudah untuk keluar dari pembuluh darah menuju daerah inflamasi. Inflamasi atau peradangan kronis pada lapisan jaringan sinovial kapsul sendi menghasilkan proliferasi dari jaringan (pannus). Pannus menyerang kartilago dan permukaan tulang, menghasilkan erosi tulang dan kartilago, sehingga menyebabkan destruksi atau kerusakan sendi. Faktor yang memicu proses inflamasi tersebut tidak diketahui (Dipiro et al., 2014). d. Diagnosa Diagnosis mudah ditegakkan pada orang yang memperlihatkan penyakit khas. Diagnosis artritis reumatoid sebaiknya dilakukan pada tahap sedini mungkin. Menurut European League Against Rheumatism, pada tiap pasien yang berada pada tahap awal artritis, memiliki faktor prediksi persisten dan penyakit erosif yang harus diukur, yaitu: 1) Laju Endap Darah (LED) dan C-Reactive Protein (CRP) LED dan CRP dapat digunakan untuk mengindikasikan proses inflamasi namun memiliki spesifitas yang rendah. Marker ini biasanya mengalami kenaikan pada artritis reumatoid tetapi mungkin juga normal. Tes ini dapat berguna untuk memonitor aktivitas penyakit dan respon dari terapi (The National Health and Medical Research Council, 2009).

10 10 2) Faktor Reumatoid (RF) Tes ini tidak konklusif dan dapat mengindikasikan penyakit inflamasi kronis yang lain (positif palsu). Pasien artritis reumatoid 60-70% memiliki RF positif. RF ketika dikombinasi dengan faktor lain (terutama anti-ccp) dapat mengindikasikan tingkat keparahan penyakit ini (The National Health and Medical Research Council, 2009). 3) Anti-CCP (Cyclic Citrullinated Peptide) Tes ini relatif baru dan sangat berguna untuk mendiagnosis artritis reumatoid secara dini. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa tes ini memiliki sensitivitas yang mirip dengan tes RF, akan tetapi spesifisitasnya jauh lebih tinggi dan merupakan prediktor yang kuat terhadap perkembangan penyakit yang erosif (The National Health and Medical Research Council, 2009). 4) Sinar X Tes dengan sinar X pada tangan dan kaki berguna untuk mengidentifikasi erosi, namun erosi tidak selalu muncul jika durasi penyakit kurang dari tiga bulan. Tes ini dapat mengetahui progresivitas penyakit (The National Health and Medical Research Council, 2009). 5) ANA (Antinuclear Antibodi) Tes ini berguna untuk membedakan antara artritis reumatoid dan lupus. Pada beberapa pasien artritis reumatoid dengan penyakit yang parah memiliki nilai positif pada tes ini (The National Health and Medical Research Council, 2009).

11 11 6) Cairan Sinovial Cairan sinovial normal bersifat jernih, berwarna kuning muda dengan hitung sel darah putih <200/mm 3. Pada artritis reumatoid cairan ini kehilangan viskositasnya dan hitung sel darah putih meningkat mencapai /mm 3, sehingga cairan menjadi tidak jernih. Cairan semacam ini dapat membeku, tetapi bekuannya biasanya tidak kuat dan mudah pecah (Prince dan Wilson, 1994). 7) Normocytic normochromic anemia Artritis reumatoid dapat menyebabkan anemia normositik normokromik melalui pengaruhnya pada sumsum tulang. Anemia ini tidak berespon terhadap pengobatan anemia yang biasa. Seringkali juga terdapat anemia kekurangan besi sebagai akibat pengobatan penyakit ini. Anemia semacam ini dapat berespon terhadap pemberian besi (Prince dan Wilson, 1994). 8) MRI MRI dapat mendeteksi adanya erosi lebih dini jika dibandingkan dengan X- Ray (Shiel, 2011). 9) USG USG dapat digunakan untuk memeriksa dan mendeteksi adanya cairan abnormal di jaringan lunak sekitar sendi (Shiel, 2011). 10) Scan tulang Tes ini dapat mendeteksi adanya inflamasi pada tulang (Shiel, 2011).

12 12 11) Densitometri Tes ini dapat mendeteksi adanya perubahan kepadatan tulang yang mengindikasikan terjadinya osteoporosis. Osetoporosis terjadi lebih sering pada pasien artritis reumatoid (Shiel, 2011). e. Prognosis Salah satu perjalanan klinis artritis reumatoid adalah eksaserbasi dan masa remisi. Beberapa pasien menunjukkan progresi yang nampak seperti penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya, sedangkan pasien lain mungkin menunjukkan progresi yang berbeda. Prognosis yang buruk dapat dilihat dari hasil tes, seperti adanya cedera tulang pada tes radiologi awal, adanya anemia persisten yang kronis, naiknya kadar komponen C1q pada komplemen, adanya antibodi anti-ccp. Pasien dengan RF positif juga memiliki prognosis yang buruk. Namun tidak adanya RF tidak selalu mengindikasikan prognosis yang baik. Atritis reumatoid yang aktif terus-menerus selama lebih dari satu tahun cenderung menyebabkan deformitas sendi serta kecacatan. Periode aktivitas yang hanya berlangsung pada beberapa minggu atau beberapa bulan dan diikuti remisi spontan menandakan prognosis yang baik (Temprano, 2011). f. Komplikasi Atritis reumatoid bukanlah penyakit yang fatal, tetapi komplikasinya dapat mempersingkat usia hidup pasien dan dapat mempengaruhi organ yang lain (Simon, 2013). Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien atritis reumatoid, yaitu:

13 13 1) Nodul Reumatoid Dialami sekitar 20% pasien atritis reumatoid. Nodul ini paling sering terlihat pada permukaan ekstensor pada siku, lengan, dan tangan, namun dapat juga terlihat pada kaki dan titik-titik tekan lainnya. Nodul ini dapat berkembang di paru-paru atau lapisan pleura. Nodul ini bersifat asimptomatik dan tidak membutuhkan intervensi khusus (Dipiro et al., 2014). 2) Vaskulitis Vaskulitis melibatkan kelainan pembuluh darah kecil yang dapat mempengaruhi banyak organ didalam tubuh. Manifestasi vaskulitis termasuk sariawan, gangguan saraf, perburukan paru-paru yang cepat, peradangan arteri koroner, dan peradangan arteri yang memasok darah ke usus (Simon, 2013). 3) Komplikasi pada Paru-paru Atritis reumatoid dapat mempengaruhi pleura di paru-paru, dan dapat menyebabkan efusi pleura. Selain itu dapat menyebabkan fibrosis paru. Merokok dapat meningkatkan risiko komplikasi ini (Dipiro et al., 2014). 4) Manifestasi pada Mata Manifestasi ini melibatkan keratoconjuctivis sicca dan peradangan pada sklera, episklera, dan kornea. Atropi pada saluran lakrimal dapat membuat berkurangnya pembentukan air mata, menyebabkan mata menjadi kering dan gatal, hal ini disebut keratoconjuctivis sicca. Kejadian ini berhubungan dengan Sjögren s syndrome. Pada Sjögren s syndrome kelenjar ludah dapat

14 14 terganggu dan menyebabkan mulut kering atau disebut xerostomia (Dipiro et al., 2014). 5) Komplikasi pada Jantung Atritis reumatoid berasosiasi dengan peningkatan risiko mortalitas kardiovaskuler, terutama pada penderita dengan peradangan yang lebih aktif. Pericarditis dapat terjadi dan menyebabkan akumulasi cairan. Abnormalitas konduksi jantung dan inkompetensi katup aorta yang disebabkan oleh dilatasi dapat terjadi. Miokarditis merupakan komplikasi yang jarang terjadi (Dipiro et al., 2014). 6) Sindrom Felty Atritis reumatoid yang berasosiasi dengan splenomegali dan neutropenia disebut juga Felty s syndrome. Pasien dengan sindrom ini dan leukopenia parah lebih rentan terhadap infeksi, dimana berkurangnya granulosit tampaknya dimediasi oleh sistem imun (Dipiro et al., 2014). 7) Komplikasi Lain Limfadenopati dapat terjadi pada pasien artritis reumatoid. Ginjal jarang terlibat, namun dapat dikaitkan dengan pengobatan artritis reumatoid, seperti penggunaan NSAID, garam emas, dan penicillamine. Amiloidosis merupakan komplikasi yang jarang terjadi (Dipiro et al., 2014). g. Terapi 1) Tujuan Terapi Tujuan utama terapi artritis reumatoid yaitu (Prince dan Wilson, 1994): a) Menghilangkan nyeri dan perdangan

15 15 b) Mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal pasien c) Mencegah dan/atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi 2) Strategi Terapi Terapi atritis reumatoid memiliki dua komponen utama, yaitu (Shiel, 2011): a) Mereduksi inflamasi dan mecegah kerusakan serta kecacatan sendi. b) Menghilangkan gejala, terutama rasa nyeri. 3) Tatalaksana Terapi Artritis reumatoid tidak dapat disembuhkan, tetapi terapi dapat membantu untuk mengurangi progresivitas penyakit dan mengontrol gejala. Terapi artritis reumatoid dapat mencakup perubahan gaya hidup, obat-obatan, terapi suportif, dan pembedahan. a) Terapi Non-Farmakologi (1) Istirahat Istirahat dapat menghilangkan stress pada sendi yang meradang, mencegah kerusakan sendi, dan meringankan rasa nyeri. Namun, terlalu banyak beristirahat dapat menyebabkan penurunan rentang gerakan dan menyebabkan atrofi otot (Dipiro et al., 2014). (2) Latihan-latihan fisik Latihan fisik dapat mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Latihan ini dapat mempertahankan fungsi sendi. Namun latihan yang berlebihan dapat merusak struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah karena adanya penyakit (Prince dan Wilson, 1994).

16 16 (3) Penurunan Berat Badan Penurunan berat badan membantu untuk meringankan stres sendi yang mengalami peradangan (Dipiro et al., 2014). Selain itu dapat mengurangi risiko penyakit kardiovaskuler dan mengontrol penyakit (The National Health and Medical Research Council, 2009). (4) Pembedahan Tindakan pembedahan perlu dipertimbangkan pada pasien yang tetap mengalami refrakter terhadap pengobatan, serta pasien yang mengalami keterbatasan gerak akibat kerusakan sendi atau deformitas (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2014 a ). b) Terapi Farmakologis Terapi farmakologis artritis reumatoid bertujuan untuk menghilangkan gejala dan memodifikasi proses penyakit, sehingga progresivitas penyakit dapat diperlambat atau dihentikan (Royal College of Physicians, 2009). (1) Disease Modifiying Antirheumatics Drug (DMARD) DMARD berfungsi untuk memodifikasi proses penyakit dan mencegah atau mengurangi kerusakan sendi (Burns et al., 2008). DMARD dikategorikan menjadi dua macam, yaitu DMARD nonbiologik dan DMARD biologik. DMARD sebaiknya dimulai selama 3 bulan pertama ketika diagnosis ditegakkan. Kombinasi DMARD dengan NSAID dan/atau kortikosteroid dapat mengurangi gejala. Terapi dengan DMARD sejak dini dapat mengurangi angka

17 17 mortalitas. DMARD yang paling banyak digunakan adalah Metotreksat, Hidroksiklorokuin, Sulfasalazin, dan Leflunomid (Dipiro et al., 2014). (a) DMARD Nonbiologik Metotreksat Metotreksat saat ini menjadi lini pertama dalam terapi artritis reumatoid. Obat ini menghambat produksi sitokin, biosintesis purin, dan menstimulasi pelepasan adenosin, dimana ketiga hal tersebut mengarah kesifat antiinflamasi. Obat ini memiliki onset yang cepat, hasilnya dapat terlihat setelah 2-3 minggu terapi. Metotreksat dikontraindikasikan pada ibu hamil, ibu menyusui, pasien dengan gangguan hati kronis, immunodefisiensi, leukopenia, trombositopenia, dan pasien dengan gangguan ginjal. Efek samping yang sering terjadi adalah diare, mual, dan muntah (Dipiro et al, 2014). Hidroksiklorokuin Hidroksiklorokuin biasanya digunakan pada artritis reumatoid ringan atau sebagai adjuvan pada kombinasi DMARD untuk penyakit yang lebih progresif. Mekanisme aksi obat ini masih belum diketahui. Onset aksi obat ini dapat mengalami penundaan hingga 6 minggu. Jika selama 6 bulan tidak menunjukkan respon, terapi ini dipertimbangkan

18 18 mengalami kegagalan. Efek samping jangka pendek yaitu mual, muntah, dan diare (Dipiro et al., 2014). Sulfasalazin Sulfasalazin merupakan suatu prodrug yang diubah menjadi obat oleh bakteri didalam kolon, dimana sulfasalazin dan metabolitnya diekskresikan lewat urin. Efek antireumatik muncul dalam 2 bulan. Penggunaan obat ini dibatasi oleh efek sampingnya, seperti mual, muntah, diare, dan anorexia (Dipiro et al., 2014). DMARD nonbiologik lain Garam emas, azatioprin, D-penisilinamid, siklosporin, dan siklofosfasmid dapat digunakan untuk terapi artritis reumatoid. Namun obat-obat tersebut lebih jarang digunakan karena adanya toksisitas, dan keuntungannya kurang untuk digunakan dalam jangka panjang (Dipiro et al., 2014). (b) DMARD Biologik Agen biologik merupakan molekul protein yang didesain secara genetik untuk memblok proinflamasi sitokin TNF-α (infliximab, etanercept, adalimumab, golimumab, dan certolizumab), IL-1 (anakrina), dan IL-6 (tocilizumab), deplesi sel B perifer (rituximab), atau mengikat CD89/86 pada sel T untuk mencegah kostimulasi yang diperlukan untuk mengaktifkan sel T (abatacept). Obat ini efektif ketika DMARD

19 19 nonbiologik gagal untuk mencapai respon yang adekuat, namun harganya lebih mahal (Dipiro et al., 2014). (2) Nonsteroidal Antiinflamatory Drugs (NSAID) NSAID atau obat antiinflamasi nonsteroid, pada terapi artritis reumatoid berfungsi untuk mengontrol gejala atau proses peradangan lokal. Obat ini cepat mengatasi gejala, tetapi hanya sedikit berpengaruh terhadap perkembangan penyakit. Karena fungsinya dalam menghambat enzim siklooksigenase, sehingga dapat menghambat pembentukan prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan, maka NSAID memiliki sifat analgesik, antiinflamasi, dan antipiretik (Harisson,1995). Beberapa NSAID yang sering digunakan dalam terapi artitis reumatoid antara lain: aspirin, meloksikam, dan diklofenak. (a) Aspirin Aspirin secara irreversibel menghambat COX platelet sehingga aspirin memiliki durasi efek antiplatelet selama 8-10 hari. Pada jaringan lain, sintesis COX yang baru akan menggantikan enzim yang inaktif dengan durasi aksi kira-kira 6-12 jam. Penggunaan aspirin dosis rendah dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan kejadian kanker kolon yang mungkin disebabkan karena penghambatan efek COX. Efek samping aspirin yang paling sering adalah intoleransi gastrik, ulcer pada gastrik dan duodenal (Wagner, 2007).

20 20 (b) Diklofenak Merupakan derivat asam fenilasetat, dan merupakan nonselektif inhibitor COX. Diklofenak memiliki waktu paruh 1,1 jam dengan dosis yang disarankan mg untuk empat kali sehari. Kejadian ulcerasi tidak sesering beberapa NSAID lainnya (Wagner, 2007). (c) Meloksikam Merupakan enolkarboksamida yang berkaitan dengan piroxikam dan terbukti lebih menghambat COX-2 dari pada COX-1, khususnya pada dosis rendah yakni 7,5 mg/hari. Meloksikam menyebabkan lebih sedikit gejala dan komplikasi pada saluran cerna (Wagner, 2007). (3) Kortikosteroid Kortikosteroid digunakan pada artritis reumatoid karena sifatnya yang antinflamasi dan imunosupresif. Kortikosteroid sebaiknya tidak digunakan sebagai monoterapi, namun dalam dosis rendah dapat digunakan sebagai terapi tambahan ketika DMARD tidak dapat mengontrol penyakit secara adekuat. Namun sebaiknya menghindari penggunaan kortikosteroid yang kronis untuk mencegah terjadinya efek samping. Keterbatasan penggunaan kortikosteroid adalah adanya efek samping, seperti Cushing s Syndrome, osteoporosis, miopati, glaukoma, hipertensi, gastritis, dana lainnya. Untuk meminimalkan efek yang tidak diinginkan

21 21 maka digunakan kortikosteroid dengan dosis rendah, dan mebatasi durasi pemakaian (Dipiro et al., 2014). Prognosis buruk? rendah Aktivitas penyakit tinggi Prognosis buruk? Methotrexate, leflunomid, sulfasalazine, kombinasi DMARD Hidroksiklorokui n atau minosiklin Kombinasi DMARD atau TNF inhibitor dengan atau tanpa MTX Methotrexate, leflunomid, sulfasalazine, atau kombinasi DMARD Gambar 1. Algoritma terapi awal artritis reumatoid < 6 bulan (Dipiro et al., 2014) Nonbiologis DMARD rendah Aktivitas Penyakit tinggi Prognosis buruk? Kombinasi DMARD nonbiologis atau anti-tnf Respon buruk Ya Metotreksat, leflunomide, kombinasi nonbiologis atau anti-tnf Tidak DMARD nonbiologis Respon buruk Anti-TNF, rituximab, atau abatacept Anti-TNF atau kombinasi nonbilogik Gambar 2. Algoritma terapi artritis reumatoid > 6 bulan (Dipiro et al., 2014) 4) Monitoring Evaluasi outcome terapi didasarkan pada perbaikan tanda-tanda klinis dan gejala artritis reumatoid. Perbaikan tanda klinis misalnya adalah

22 22 berkurangnya pembengkakan, panas, dan nyeri saat sendi dipalpasi. Pengurangan gejala misalnya adalah berkurangnya nyeri dan kekakuan pada pagi hari, onset munculnya kelelahan pada sore hari yang lebih lama, dan peningkatan kemampuan untuk beraktivitas sehari-hari. Radiografi dan pemeriksaan laboratorium mungkin diperlukan untuk memantau hasil terapi (Dipiro et al., 2014). 2. Kesesuaian Terapi Menilai kesesuaian terapi dapat dilihat dari indikasi obat, ketepatan pemilihan obat, kontraindikasi obat, penyesuaian dosis obat, risiko interaksi obat, dan lainnya. Ketepatan terapi berhubungan dengan penggunaan obat yang rasional. Menurut WHO (1985), penggunaan obat dikatakan rasional apabila pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dan dengan harga yang paling murah untuk pasien dan masyarakat. WHO memperkirakan bahwa lebih dari separuh dari seluruh obat di dunia diresepkan, diberikan dan dijual dengan cara yang tidak tepat dan separuh dari pasien menggunakan obat secara tidak tepat (Kemenkes RI, 2011 a ). Tujuan penggunaan obat rasional adalah untuk menjamin pasien mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dengan harga yang terjangkau. Kriteria penggunaan obat yang rasional, yaitu: a. Tepat indikasi bahwa peresepan obat sesuai dengan pertimbangan medis yang dialami pasien.

23 23 b. Tepat Obat obat yang diberikan mempertimbangkan efikasi, keamanan, kenyamanan pasien, serta biaya. c. Tepat dosis berhubungan dengan cara pemberian atau pemakaian obat dan durasi penggunaan obat. d. Tepat Pasien bahwa tidak ada kontraindikasi, dan kemungkinan efek samping yang minimal. e. Peracikan yang benar, termasuk informasi yang tepat untuk pasien tentang obat yang diresepkan. f. Kepatuhan pasien. Kepatuhan pasien dapat diukur menggunakan alat pengukur kepatuhan. Salah satu instrumen yang dapat digunakan yaitu kuesioner Modified Morisky Adherence Scale (MMAS-8) yang terdiri dari 8 pertanyaan dengan rentang nilai 0-8. Data laboratorium dapat digunakan bersama dengan informasi status klinik pasien, riwayat pengobatan, pengobatan saat ini dan riwayat alergi obat untuk menilai ketepatan terapi obat (Kemenkes RI, 2011 b ). 3. Luaran Terapi Luaran terapi artritis reumatoid digunakan untuk mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam penanganan artritis reumatoid. Evaluasi luaran terapi artritis reumatoid dapat dilakukan dengan mengvaluasi ciri-ciri klinis perbaikan meliputi reduksi pembengkakan sendi, pengurangan rasa sakit pada sendi yang aktif, dan penurunan urat sampai ke palpasi sendi. Pengukuran luaran terapi

24 24 dapat menggunakan Disease Activity Score (DAS/DAS28) dan Health Assessment Questionaire (HAQ) untuk mengukur kualitas hidup penderita artritis reumatoid (Riel dan Gestel, 2000). Selain pengukuran kualitas hidup, luaran terapi juga dapat dievaluasi menggunakan radiograf sendi untuk memperkirakan progresivitas penyakit. Pengamatan laboratorium juga dapat digunakan untuk mengetahui respon terapi. Pengamatan laboratorium juga penting untuk mendeteksi dan mencegah efek samping obat (Sukandar et al., 2008). 4. Efek Samping Efek samping obat merupakan pengaruh obat yang tidak dikehendaki yang merugikan atau membahayakan pasien, dan terjadi pada dosis lazim untuk pencegahan, diagnosis, ataupun pengobatan penyakit. Setiap obat mempunyai kemungkinan menimbulkan efek samping mulai dari derajat yang paling ringan misalnya efek ikutan dari efek terapetik utamanya, sampai derajat yang berat dan serius yang dapat membahayakan kehidupan. Berdasarkan hubungan dengan efek farmakologi, diajukan pembagian menjadi dua tipe efek samping obat, sebagai berikut (Suryawati, 1995): a. Efek samping tipe A Efek samping ini sebenarnya merupakan efek farmakologi tetapi terjadi dalam tingkat yang ekstrim atau berat. Kemungkinan kejadiannya dapat diramalkan berdasarkan efek farmakologi yang lazim dari masing-masing obat. Umunya efek samping tipe ini tergantung dosis (dose dependent), atau

25 25 lebih tepatnya tergantung pada kadar obat dalm darah. Contoh efek samping tipe A, yaitu hipoglikemia karena obat antidiabetes, hipokalemia karena diuretika. b. Efek samping tipe B Efek samping tipe ini sama sekali tidak berkaitan dengan efek farmakologi maupun meknisme farmakologi yang lazim dari obat. Kemungkinan kejadiannya tidak dapat diramalkan berdasarkan mekanisme farmakologi obat. Umunya efek samping tipe B tidak tergantung dosis dan kejadiannya relatif jarang, kecuali untuk efek samping tertentu seperti reaksi alergi. Derajat efek samping ini umunya berat dan hanya mengenai individu tertentu. Contoh efek samping tipe B, yaitu hipertermia maligna karena obat anestesi tertentu, reaksi imunologi termasuk reaksi anafilaksis Umumnya DMARD memiliki efek samping pada saluran gastrointestinal. Seperti metotreksat, klorokuin, dan sulfasalazin yang memiliki efek samping diare, mual, dan muntah. DMARD juga dapat mengganggu kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi. Begitu pula dengan NSAID yang juga dapat mengiritasi lambung serta dapat menyebabkan kerusakan ginjal sebagai efek sampingnya (The Clevel and Clinic, 2014). Algoritma Naranjo merupakan instrumen yang paling diterima secara luas untuk mengukur efek samping obat karena kemudahan dalam penggunaannya. Instrumen ini telah diuji validitasnya dan reliabilitasnya. Instrumen ini memiliki 10 pertanyaan dengan 4 kategori skor, yaitu definitely (pasti), probable (lebih mungkin), possible (mungkin), dan doubtful (meragukan) (Naranjo, 1981).

26 26 5. Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan inap, rawat jalan, gawat darurat. Rumah Sakit memiliki fungsi (Depkes RI, 2009): 1) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit; 2) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis; 3) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; 4) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan; RSUP Dr. Sardjito didirikan dengan SK MenKes No.126/Ka/B.VII/74 tanggal 13 Juni 1974 sebagai Rumah Sakit Umum Tipe B Pendidikan yang langsung berada di bawah dan bertanggung jawab kepada DepKes RI melalui DirJenYanMed. Tugas utamanya adalah melakukan pelayanan kesehatan masyarakat dan melaksanakan sistem rujukan bagi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah bagian selatan serta dimanfaatkan guna kepentingan pendidikan calon dokter dan dokter ahli Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

27 27 F. Keterangan Empirik DMARD dan NSAID adalah obat lini petama dalam terapi artritis reumatoid. Kombinasi antireumatoid, terutama kombinasi DMARD efektif menurunkan keparahan penyakit. Penyakit artritis reumatoid membutuhkan terapi dalam jangka waktu yang lama. Adanya kesesuaian terapi dapat memberikan luaran terapi yang baik. Penggunaan DMARD atau NSAID dalam jangka panjang dapat menimbulkan masalah ketidaksesuaian terapi dan efek samping. Hal ini berpengaruh pada luaran terapi. Efek samping yang umumnya muncul karena penggunaan DMARD dan NSAID berupa gangguan pada saluran gastrointestinal, seperti mual, dispepsia, anorexia, dan efek samping lainnya. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kesesuaian terapi, luaran terapi, dan kemungkinan terjadinya efek samping dari penggunaan DMARD dan NSAID pada pasien artritis reumatoid di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Maret- April 2016.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rheumatoid arthtritis 1. Definisi Kata arthtritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthtron, yang berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekakuan, pembengkakan dan keterbatasan gerak serta fungsi dari banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekakuan, pembengkakan dan keterbatasan gerak serta fungsi dari banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis yang menyebabkan nyeri, kekakuan, pembengkakan dan keterbatasan gerak serta fungsi dari banyak sendi. Rheumatoid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rheumatoid arthritis (RA) merupakan suatu penyakit autoimun dimana persendian mengalami peradangan sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Autoimun merupakan suatu respon imun terhadap antigen jaringan sendir yang terjadi akibat kegagalan mekanisme normal yang berperan untuk mempertahankan self tolerance

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh para penggerak yang produktif. Namun hal ini sedikit terganggu

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh para penggerak yang produktif. Namun hal ini sedikit terganggu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan dan perkembangan negara dari berbagai aspek tentunya dipengaruhi oleh para penggerak yang produktif. Namun hal ini sedikit terganggu dengan munculnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai dengan peradangan pada sinovium, terutama sendi sendi kecil dan seringkali

Lebih terperinci

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) RESPON INFLAMASI (RADANG) Radang pada umumnya dibagi menjadi 3 bagian Peradangan akut, merupakan respon awal suatu proses kerusakan jaringan. Respon imun,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Artritis Reumatoid Artritis reumatoid adalah penyakit autoimun dengan karakteristik adanya inflamasi kronik pada sendi disertai dengan manifestasi sistemik seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah suatu respon dari jaringan hidup atau sel terhadap suatu rangsang atau infeksi yang dilakukan oleh pembuluh darah dan jaringan ikat. Tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Saat ini masyarakat dihadapkan pada berbagai penyakit, salah satunya adalah penyakit Lupus, yang merupakan salah satu penyakit yang masih jarang diketahui oleh masyarakat,

Lebih terperinci

Reumatoid Arthritis. Hercegovina

Reumatoid Arthritis. Hercegovina Reumatoid Arthritis Hercegovina 1011013063 Reumatoid Athritis Keadaan kronis yang meupakan kelainan inflamasi progresif dengan etiologi yang belum di ketahui. Karkterisasi : -sendi poliartikular - Manifestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Besarnya angka pasti pada kasus demam tifoid di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Artritis gout merupakan suatu penyakit peradangan pada persendian yang dapat diakibatkan oleh gangguan metabolisme (peningkatan produksi) maupun gangguan ekskresi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas dinegara yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas dinegara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas dinegara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Menurut WHO pada tahun 2007 proporsi kematian

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit

Lebih terperinci

Apa rheumatoid arthritis? Siapa yang beresiko untuk rheumatoid arthritis? Apa rheumatoid arthritis?

Apa rheumatoid arthritis? Siapa yang beresiko untuk rheumatoid arthritis? Apa rheumatoid arthritis? Apa rheumatoid arthritis? Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang menyebabkan peradangan kronis dari sendi. Rheumatoid arthritis dapat juga menyebabkan peradangan jaringan di sekitar sendi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. OSTEOARTHRITIS 1. Definisi Osteoartritis disebut juga penyakit sendi degeneratif atau artritis hipertrofi. Penyakit ini merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI

OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI Oleh dr. Agung Biworo, M.Kes Untuk mahasiswa Prodi Ilmu Keperawatan FK Unlam ANALGETIKA Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal

Lebih terperinci

Limfoma. Lymphoma / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Limfoma. Lymphoma / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Limfoma Limfoma merupakan kanker pada sistem limfatik. Penyakit ini merupakan kelompok penyakit heterogen dan bisa diklasifikasikan menjadi dua jenis utama: Limfoma Hodgkin dan limfoma Non-Hodgkin. Limfoma

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang memiliki efek analgetik, antipiretik dan antiinflamasi yang bekerja secara perifer. Obat ini digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia. Berat kulit kira-kira 15% dari berat badan seseorang. Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Payudara Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh para wanita di Hong Kong dan negara-negara lain di dunia. Setiap tahunnya, ada lebih dari 3.500 kasus kanker payudara baru

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya

BAB l PENDAHULUAN. yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya BAB l PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkat tertentu. Individu yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya untuk menghilangkan nyeri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakkan jaringan untuk menghancurkan,

Lebih terperinci

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA REUMATIK DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA REUMATIK DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010 POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA REUMATIK DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010 Totok Hardiyanto, Sutaryono, Muchson Arrosyid INTISARI Reumatik adalah penyakit yang menyerang persendian dan struktur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Antipiretik digunakan untuk membantu untuk mengembalikan suhu set point ke kondisi normal dengan cara menghambat sintesa dan pelepasan prostaglandin E2, yang distimulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah DBD merupakan penyakit menular yang disebabkan virus dengue. Penyakit DBD tidak ditularkan secara langsung dari orang ke orang, tetapi ditularkan kepada manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian mengenai hubungan antara gejala klinis OA lutut dengan derajat OA lutut dilakukan pada bulan Oktober November 2016 di RSUD Tidar kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit multisistem yang disebabkan kerusakan jaringan akibat deposisi kompleks imun berupa ikatan antibodi dengan komplemen.

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan kematian yang cukup tinggi dalam bidang neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena penderitanya

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hepatik merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif (Nurdjanah, 2009). Sirosis hepatik merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit pernapasan kronis yang merupakan bagian dari noncommunicable disease (NCD). Kematian akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut pada saluran pencernaan yang masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian demam tifoid di

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum HIV/AIDS HIV merupakan virus yang menyebabkan infeksi HIV (AIDSinfo, 2012). HIV termasuk famili Retroviridae dan memiliki genome single stranded RNA. Sejauh ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan penyulit medis yang sering ditemukan pada kehamilan yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas baik ibu maupun perinatal. Hipertensi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih, meliputi infeksi diparenkim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Lanjut Usia (Lansia) Seseorang dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA Fakultas Kedokteran UGM 1

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA Fakultas Kedokteran UGM 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Henoch-Schonlein Purpura (HSP) merupakan suatu mikrovaskular vaskulitis sistemik dengan karakteristik adanya deposisi kompleks imun dan keterlibatan immunoglobulin A

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia, menurut Arthritis Research UK (2013) osteoartritis dapat mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. dunia, menurut Arthritis Research UK (2013) osteoartritis dapat mempengaruhi I. PENDAHULUAN Osteoartritis (OA) adalah radang sendi yang paling banyak diderita oleh masyarakat serta penyebab utama rasa sakit pada lutut dan gangguan alat gerak di dunia, menurut Arthritis Research

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup. Gagal jantung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

kematian sebesar atau 2,99% dari total kematian di Rumah Sakit (Departemen Kesehatan RI, 2008). Data prevalensi di atas menunjukkan bahwa PGK

kematian sebesar atau 2,99% dari total kematian di Rumah Sakit (Departemen Kesehatan RI, 2008). Data prevalensi di atas menunjukkan bahwa PGK BAB 1 PENDAHULUAN Gagal ginjal kronik merupakan salah satu penyakit yang berpotensi fatal dan dapat menyebabkan pasien mengalami penurunan kualitas hidup baik kecacatan maupun kematian. Pada penyakit ginjal

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid termasuk dalam 10 besar masalah kesehatan di negara berkembang dengan prevalensi 91% pada pasien anak (Pudjiadi et al., 2009). Demam tifoid merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia menurut kriteria Rome III didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang berlokasi di epigastrium, terdiri dari nyeri ulu hati atau ketidaknyamanan, bisa disertai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA)

BAB 1 PENDAHULUAN. Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA) merupakan salah satu penyakit di bidang hematologi yang terjadi akibat reaksi autoimun. AIHA termasuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sesungguhnya maupun potensi kerusakan jaringan. Setiap orang pasti

BAB 1 PENDAHULUAN. sesungguhnya maupun potensi kerusakan jaringan. Setiap orang pasti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri merupakan suatu pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan yang sesungguhnya maupun potensi kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sepsis merupakan suatu sindrom kompleks dan multifaktorial, yang insidensi, morbiditas, dan mortalitasnya sedang meningkat di seluruh belahan dunia. 1 Sindrom klinik

Lebih terperinci

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Leukemia Leukemia merupakan kanker yang terjadi pada sumsum tulang dan sel-sel darah putih. Leukemia merupakan salah satu dari sepuluh kanker pembunuh teratas di Hong Kong, dengan sekitar 400 kasus baru

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata lain, diperlukan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis, yang berarti dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis, yang berarti dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis, yang berarti dapat berlangsung selama bertahun-tahun, pasien mungkin mengalami waktu yang lama tanpa gejala. Rheumatoid

Lebih terperinci

BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS. kedokteran. : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada sistem neuropsikiatri

BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS. kedokteran. : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada sistem neuropsikiatri BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS Nama Mata Kuliah/Bobot SKS Standar Kompetensi Kompetensi Dasar : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS : area kompetensi 5: landasan ilmiah kedokteran : menerapkan ilmu kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan kemakmuran di negara berkembang banyak disoroti. Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya

Lebih terperinci

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TINJAUAN TEORI A. Pengertian SLE (Sistemisc lupus erythematosus) adalah penyakti radang multisistem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan salah satu permasalahan dibidang nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali tanpa keluhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Swamedikasi 1. Definisi Swamedikasi Pelayanan sendiri didefinisikan sebagai suatu sumber kesehatan masyarakat yang utama di dalam sistem pelayanan kesehatan. Termasuk di dalam

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

ANAMNESIS. dengan anamnesis yang benar.

ANAMNESIS. dengan anamnesis yang benar. PENDAHULUAN Gout sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu gutta (tetesan) karena dipercaya bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh luka yang jatuh tetes demi tetes ke dalam sendi. Kini, asam urat bisa

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu kasus kegawatan dibidang gastroenterologi yang saat ini masih menjadi permasalahan dalam bidang kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulkus Peptikum 2.1.1 Definisi Ulkus peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak tertutup debris (Tarigan, 2009). Ulkus peptikum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Osteoarthritis 1. Definisi Osteoarthritis merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinik ditandai

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan obat golongan anti-inflamasi nonsteroid

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan obat golongan anti-inflamasi nonsteroid BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Natrium diklofenak merupakan obat golongan anti-inflamasi nonsteroid (NSAID) dengan efek analgesik, antiinflamasi, dan antipiretik. NSAID adalah salah satu obat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit HIV & AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global yang melanda dunia. Indonesia merupakan negara di ASEAN yang paling tinggi

Lebih terperinci

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic

Lebih terperinci

TATA LAKSANA IMUNODEFISIENSI PRIMER: PANDUAN UNTUK PASIEN DAN KELUARGA

TATA LAKSANA IMUNODEFISIENSI PRIMER: PANDUAN UNTUK PASIEN DAN KELUARGA IMUNODEFISIENSI PRIMER TATA LAKSANA IMUNODEFISIENSI PRIMER: PANDUAN UNTUK PASIEN DAN KELUARGA TATA LAKSANA IMUNODEFISIENSI PRIMER: PANDUAN UNTUK PASIEN DAN KELUARGA 1 IMUNODEFISIENSI PRIMER Imunodefisiensi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gagal jantung adalah saat kondisi jantung tidak mampu memompa darah untuk

PENDAHULUAN. Gagal jantung adalah saat kondisi jantung tidak mampu memompa darah untuk PENDAHULUAN Gagal jantung adalah saat kondisi jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme, dengan kata lain diperlukan peningkatan tekanan yang abnormal pada

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. yang telah memenuhi jumlah minimal sampel sebanyak Derajat klinis dibagi menjadi 4 kategori.

BAB V PEMBAHASAN. yang telah memenuhi jumlah minimal sampel sebanyak Derajat klinis dibagi menjadi 4 kategori. digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN Setelah dilakukan penelitian di RSUD Dr. Moewardi telah didapatkan data-data penelitian yang disajikan dalam tabel pada Bab IV. Pada penelitian ini didapatkan sampel

Lebih terperinci

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Apakah diabetes tipe 1 itu? Pada orang dengan diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat membuat insulin. Hormon ini penting membantu sel-sel tubuh mengubah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai bulan sesudah diagnosis (Kurnianda, 2009). kasus baru LMA di seluruh dunia (SEER, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai bulan sesudah diagnosis (Kurnianda, 2009). kasus baru LMA di seluruh dunia (SEER, 2012). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Leukemia Mieloid Akut (LMA) adalah salah satu kanker darah yang ditandai dengan transformasi ganas dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid. Bila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN Sirosis hati adalah merupakan perjalanan akhir berbagai macam penyakit hati yang ditandai dengan fibrosis. Respon fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat menyebabkan kenaikan darah di atas nilai nomal. Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artritis reumatoid/rheumatoid Arthritis (RA) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Artritis reumatoid/rheumatoid Arthritis (RA) adalah 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Artritis reumatoid/rheumatoid Arthritis (RA) adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu

Bab 1 PENDAHULUAN. tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu yang sangat lama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan jantung, mata, otak, dan ginjal (WHO, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan jantung, mata, otak, dan ginjal (WHO, 2009). A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Hipertensi merupakan penyakit kronis yang dapat merusak organ tubuh. Jumlah penderita penyakit hipertensi di dunia hampir 1 milyar orang atau 1 dari 4 orang dewasa.

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lupus Eritematosus Sistemik atau yang dikenal juga dengan Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit reumatik autoimun yang ditandai adanya inflamasi yang tersebar

Lebih terperinci

Pendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang

Pendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang MENIERE S DISEASE Pendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang dari vertigo yang berlangsung dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh terhadap suatu infeksi. 1 Ini terjadi ketika tubuh kita memberi respon imun yang berlebihan untuk infeksi

Lebih terperinci