II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia Sejarah dan Perkembangan Badan POM RI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia Sejarah dan Perkembangan Badan POM RI"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia Sejarah dan Perkembangan Badan POM RI Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat pada industri obat, kosmetik, alat kesehatan, dan makanan. Banyak industri telah memiliki teknologi canggih sehingga produk-produk tersebut dapat dihasilkan dalam skala yang besar dengan waktu yang singkat. Selain itu, dengan dukungan kemajuan teknologi transportasi, banyak produk-produk serupa dari luar negeri ikut meramaikan pasar di Indonesia. Peredaran produk obat, kosmetik, alat kesehatan dan makanan tersebut perlu mendapatkan pengawasan dari pemerintah. Jika tidak, akan banyak beredar produkproduk yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kelayakan dan keamanannya. Produk yang tidak layak dan aman tersebut berupa produk rusak atau terkontaminasi bahan berbahaya yang terjadi pada proses produksi, distribusi, maupun konsumsinya. Untuk itu, telah dibentuk Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) yang bertugas untuk mengawasi obat dan makanan sehingga dapat melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan produk obat dan makanan. Pengawasan ini sebelumnya ditangani oleh departemen kesehatan, tetapi karena bertambah kompleksnya permasalahan yang ada dan kebijakan-kebijakan yang harus diambil maka tugas ini perlu ditangani secara khusus. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 166 tahun 2000, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bertanggung jawab kepada Presiden dan dikoordinasikan dengan Departemen Kesehatan Kesejahteraan Sosial. Untuk melaksanakan tugasnya, Badan POM diberi kewenangan untuk menyusun rencana nasional dan kebijakan nasional secara makro di bidang pengawasan obat dan makanan, menetapkan sistem informasi di bidang pengawasan obat dan makanan, menetapkan standar penggunaan bahan tambahan tertentu untuk makanan dan pedoman untuk mengawasinya, memberi ijin peredaran obat serta mengawasi industri-industri farmasi, dan menetapkan pedoman penggunaan konservasi, pengembangan, dan pengawasan tanaman obat. Visi Badan POM : Visi dari Badan POM RI adalah Menjadi Institusi Pengawas Obat dan Makanan yang Inovatif, Kredibel dan Diakui Secara Internasional Untuk Melindungi Masyarakat. Misi Badan POM : a. Melakukan Pengawasan Pre-Market Berstandar Internasional. b. Menerapkan Sistem Manajemen Mutu Secara Konsisten. c. Mengoptimalkan Kemitraan dengan Pemangku Kepentingan di Berbagai Lini. d. Memberdayakan Masyarakat Agar Mampu Melindungi Diri dari Obat dan Makanan yang Berisiko Terhadap Kesehatan. e. Membangun Organisasi Pembelajaran (Learning Organization) Struktur Organisasi Badan POM RI Badan POM RI ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 166 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 173 tahun Pembentukan Badan POM RI ini ditindaklanjuti dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan

2 Makanan Nomor 02001/SK/KBADAN POM RI, tanggal 26 Februari tahun 2001, tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan setelah mendapatkan persetujuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 34/M.PAN/2/2001 tanggal 1 Februari Berikut ini adalah struktur organisasi Badan POM (Lampiran 1): 1. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan 2. Sekretariat Utama 3. Inspektorat 4. Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA) 5. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen 6. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya 7. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional 8. Pusat Penyidikan Obat dan Makanan 9. Pusat Riset Obat dan Makanan 10. Pusat Informasi Obat dan Makanan 11. Unit Pelaksana Teknis Badan POM Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya bertugas untuk merumuskan kebijakan di bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya secara menyeluruh (Total Food Safety and Hazardous Control). Pengawasan pangan atau bahan berbahaya yang dilakukan mulai dari bahan mentah hingga siap dikonsumsi (from farm to table). Tugas Deputi ini cukup berat, karena pengawasan secara menyeluruh tersebut melibatkan faktor-faktor yang cukup kompleks. Dari mulai diproduksi hingga mencapai konsumsi, bahan tersebut akan melewati mata rantai yang sulit untuk dilacak. Beberapa mata rantai tersebut adalah budidaya, pengolahan, distribusi, pemasaran, dan konsumsi yang melibatkan pelaku-pelaku seperti produsen, distributor, pengecer, jasaboga, eksportir, importir, dan instansi-instansi terkait di luar Badan POM yang bertugas untuk mengawasi mata rantai produksi pangan, maka pengawasan pangan dan bahan berbahaya secara menyeluruh dilakukan dengan pendekatan terhadap pelaku-pelaku tersebut. Dalam undang-undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Pasal 3, tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan adalah : 1. Tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia 2. Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab 3. Terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat Keamanan pangan dipengaruhi oleh setiap tahapan proses yang dilaluinya, sejak dari bahan mentah sampai ke produk jadi di tangan konsumen. Untuk memberikan jaminan keamanan pangan maka perlu dilakukan cara-cara pengendalian pada setiap mata rantai proses penanganan dan pengolahan pangan, mulai dari lapangan (sawah, kebun, kolam, serta praktek-praktek pertanian yang baik), proses pengolahan, penggudangan dan penyimpanan, distribusi dan pemasaran, sampai kepada konsumsi oleh konsumen. Untuk itu, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya memiliki Kebijakan Peningkatan Keamanan Pangan, yaitu : 4

3 1. Meningkatkan kemampuan Badan POM dalam melakukan berbagai kegiatan yang terkait dengan risk assessment, risk management, dan risk communication. 2. Meningkatkan networking antar lembaga secara terpadu dalam berbagai kegiatan yang terkait dengan keamanan pangan baik di dalam maupun di luar negeri. 3. Meningkatkan kesadaran produsen, khususnya industri rumah tangga akan pentingnya keamanan pangan bagi perlindungan konsumen dan peningkatan daya saing industri pangan secara lokal, regional, maupun global. 4. Meningkatkan kesadaran konsumen akan pentingnya keamanan pangan bagi kesehatan masyarakat dan ikut mengawasi keamanan pangan yang dikonsumsinya. 5. Meningkatkan tindakan secara hukum (enforcement) bagi mereka yang melanggar peraturan perundang-undangan pangan (Fardiaz 2001). Dalam melaksanakan strategi ini Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya dibantu oleh lima direktorat yaitu, Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, Direktorat Standardisasi Produk Pangan, Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya, dan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan Tugas Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan mempunyai tugas penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang surveilan dan penyuluhan keamanan pangan. Fungsi Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan menyelenggarakan fungsi : 1. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang surveilan dan penanggulangan keamanan pangan. 2. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang promosi keamanan pangan. 3. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang penyuluhan makanan siap saji dan industri rumah tangga. 4. Penyusunan rencana dan program surveilan dan penyuluhan keamanan pangan. 5. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di bidang surveilan dan penyuluhan keamanan pangan. 6. Evaluasi dan penyusunan laporan surveilan dan penyuluhan keamanan pangan. 7. Pelaksanaan tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. Susunan Organisasi Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan terdiri dari : 1. Subdirektorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan. 2. Subdirektorat Promosi Keamanan Pangan. 3. Subdirektorat Penyuluhan Makanan Siap Saji dan Industri Rumah Tangga 5

4 Sub Direktorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan Subdirektorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan surveilan dan penanggulangan keamanan pangan. Subdirektorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan menyelenggarakan fungsi : 1. Penyusunan rencana dan program surveilan dan penanggulangan keamanan pangan 2. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan surveilan keamanan pangan 3. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan penanggulangan keamanan pangan 4. Evaluasi dan penyusunan laporan surveilan dan penanggulangan keamanan pangan 5. Pelaksanaan urusan tata operasional di lingkungan direktorat surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan Subdirektorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan terdiri dari : 1. Seksi Surveilan Keamanan Pangan Seksi Surveilan Keamanan Pangan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan surveilan keamanan pangan. 2. Seksi Penanggulangan Keamanan Pangan Seksi Penanggulangan Keamanan Pangan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan penanggulangan keamanan pangan. 3. Seksi Tata Operasional Seksi Tata Operasional mempunyai tugas melakukan urusan tata operasional di lingkungan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan 2.2. Surveilan Keamanan Pangan Fungsi dan Definisi Surveilan Keamanan Pangan Program Surveilan WHO untuk pengendalian penyakit akibat pangan di Eropa diluncurkan pada tahun 1980 yang muncul dari kesadaran internasional tentang dampak peningkatan penyakit akibat pangan. Salah satu aplikasi surveilan sebagai salah satu metode jaminan keamanan pangan adalah penemuan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Pada November 2001, World Health Organization (WHO) mengembangkan strategi untuk Global Surveillance of Foodborne Diseases dan interaksinya dengan analisis risiko serta penerapannya pada standar makanan internasional (WHO 2001). Fungsi dari surveilan keamanan pangan adalah untuk (WHO 2002 a ): 1. Mengidentifikasi wabah penyakit akibat pangan pada tahap awal sehingga tindakan pengobatan dapat diberikan tepat pada waktunya. 2. Menentukan besaran masalah kesehatan masyarakat yang diakibatkan oleh penyakit akibat pangan, dan memonitor trennya. 6

5 3. Menentukan besarnya peranan makanan yang bertindak sebagai jalur transmisi mikroba patogen yang spesifik, dan mengidentifikasi makanan berisiko tinggi, pengolahan makanan yang berisiko tinggi serta populasi rawan risiko. 4. Mengukur efektifitas program untuk meningkatkan keamanan pangan. 5. Menyediakan informasi untuk perancangan kebijakan kesehatan tentang penyakit akibat pangan (termasuk di dalamnya adalah perancangan dan penentuan prioritas strategi pencegahan). Menurut WHO (2012), surveilan keamanan pangan merupakan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data yang berhubungan dengan keamanan pangan secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada pihak pengguna yang membutuhkan untuk ditindaklanjuti. Sedangkan menurut Rahayu et al. (2003), kegiatan surveilan keamanan pangan didefinisikan sebagai monitoring yang dilaksanakan secara kontinyu terhadap indikator ancaman yang berupa kontaminasi bahaya-bahaya keamanan pangan (cemaran biologi, kimia dan fisik) terhadap pangan untuk mencegah kejadian penyakit akibat pangan. Tahapan pelaksanaan surveilan keamanan pangan (Gambar 1) yang efektif adalah sebagai berikut (WHO 2001): - deteksi dan notifikasi terhadap permasalahan berkaitan dengan keamanan pangan, - pengumpulan dan pengujian data yang bersangkutan, - investigasi dan konfirmasi terhadap kasus atau wabah yang terkait masalah keamanan pangan, - analisis dan pembuatan laporan rutin, - umpan-balik (feedback) informasi kepada masyarakat, - umpan-maju (feed-forward) informasi misalnya penyampaian data kepada instansi pusat (yang lebih tinggi), - pelaporan data ke tingkat administrasi selanjutnya. deteksi dan notifikasi pengumpulan dan pengujian data investigasi dan konfirmasi analisis dan laporan rutin feedback feed-forward pelaporan tindaklanjut / pembentukan kebijakan Gambar 1. Tahapan pelaksanaan surveilan 7

6 Pendekatan yang dilakukan meliputi monitoring sepanjang rantai pangan, mulai dari pangan diproduksi sampai dikonsumsi masyarakat. Ruang lingkup pelaksanaan kegiatan surveilan keamanan pangan adalah : - kontaminasi bahan kimia pada pangan - penggunaan bahan tambahan pangan pada pengolahan pangan - kontaminasi biologi pada pangan - penyalahgunaan bahan kimia berbahaya pada pangan Dengan dilakukannya kegiatan surveilan keamanan pangan pada rantai pangan, yang meliputi kajian risiko mikrobiologi maupun kimia, dapat mengidentifikasi cemaran-cemaran pada pangan yang potensial membahayakan masyarakat, sehingga bahaya tersebut dapat dihindari sebelum sampai ke konsumen. Diharapkan di masa depan, kegiatan surveilan keamanan pangan sepanjang rantai pangan dapat semakin bertambah teliti, dengan hasil dapat dipertanggungjawabkan, cepat, mudah dalam pengukuran atau dalam bentuk rapid testing methods terutama untuk patogen Surveilan Keamanan Pangan di Beberapa Negara Mengacu kepada modul BPOM (2011), berikut adalah sistem surveilan keamanan pangan di beberapa negara : USA Dalam penjaminan keamanan pangan, kegiatan US-FDA terfokus pada kesehatan masyarakat, nilai gizi dan pelabelan. Risiko yang dikaji adalah risiko kimia, mikrobiologi, toksikologi dan nilai gizi dari pangan farm to table termasuk pangan siap saji. US-FDA memiliki pendekatan acceptable atau yang dapat diterima daripada pendekatan limit yang dapat sangat bervariasi antar negara, antar kondisi dan antar industri. Keputusan terhadap suatu permasalahan di US-FDA selama ini selalu didasarkan pada risiko sebenarnya dan bukan pada risiko yang diperkirakan. Dengan demikian maka kajian risiko merupakan kegiatan yang mutlak dilakukan dan menjadi inti dari pengambilan keputusan. Hal ini dimungkinkan karena kebijakan tingkat tinggi memberikan dukungan bagi pelaksanaan semua kegiatan tersebut. Canada Di Canada, institusi yang bertanggung jawab dibidang keamanan pangan adalah Canadian Food Inspection Agency (CFIA) yang tugasnya adalah melakukan sampling produk untuk dianalisis kandungan residu kimia dan mikrobiologisnya. Selain itu institusi ini juga memberikan respon pada kondisi food safety emergencies. Di Canada, penentuan standar pangan sudah didasarkan pada kajian risiko kesehatan terkini. Kegiatan surveilan dilakukan untuk mengidentifikasi dan menginvestigasi emerging issue sedangkan untuk mendapatkan data paparan dilakukan dengan metode TDS. Aktivitas monitoring dan surveilan merupakan dasar utama untuk menjamin dan memelihara keamanan pangan di Canada. Salah satu contoh kegiatan surveilan keamanan pangan yang baru-baru ini dilakukan adalah Microbiological Risk Assessment (MRA) pada Listeria monocytogenes. Australia dan New Zealand Di Australia dan New Zealand, institusi yang bertugas memonitor keamanan pangan adalah Food Standards Australia New Zealand (FSANZ). Instansi tersebut memonitor pangan untuk menjamin agar pangan aman dan sesuai dengan standar untuk kontaminan mikrobiologi, residu pestisida dan kontaminan kimia. FSANZ berfungsi sebagai pusat pengumpulan data dari unit-unit kesehatan di Australia dan New Zealand termasuk di dalamnya hasil dari uji kesesuaian survei dengan target tertentu yang dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan. 8

7 European Union (EU) Dalam melakukan kajian risiko dibentuk European Food Safety Authority (EFSA) yang bersifat independen yang bertugas memasok informasi ke Europian Commision (EC). EFSA bertugas melakukan pengumpulan data terkait pangan dan pakan dari negara anggota untuk menyusun laporan surveilan tahunan. Kajian risiko EFSA dilakukan oleh komite saintifik yang meliputi bahan tambahan pangan, penggunaan material yang kontak dengan pangan, bahan tambahan untuk pakan, residu proteksi tanaman, kesehatan tanaman, GMO, alergen, gizi dan produk dietetik, bahaya biologi, kontaminan pada rantai pangan, dan kesehatan hewan. Selain itu juga risiko spesifik seperti BSE. Hasilnya antara lain diinformasikan di dalam sistem RASFF. Contoh kegiatan surveilan keamanan pangan dari negara anggota EC antara lain yang sudah dilakukan di Belanda dan Inggris berupa kajian terhadap bahaya mikrobiologis. Bahaya mikrobiologis yang dikaji meliputi Salmonella, Campylobacter, E. coli O157:H7, dan L. monocytogenes. Hongkong Instansi yang menyelenggarakan kegiatan surveilan keamanan pangan di Hongkong adalah The Center for Food Safety (TCFS). Kegiatan surveilan keamanan pangan yang dilakukan meliputi 3 skema, yaitu surveilan keamanan pangan rutin, surveilan keamanan pangan dengan target pangan tertentu, dan surveilan keamanan pangan musiman untuk tujuan impor baik di tingkat pedagang atau pengecer untuk diuji kandungan kimia dan mikrobiologinya. Hasilnya diumumkan setiap bulan sehingga masyarakat dapat mengikuti kondisi keamanan pangan setiap waktu. Sebagai contoh pangan yang dianalisis tahun 2010 adalah sekitar 8800 setiap tahunnya dengan proporsi pengujian mikrobiologis 29%, kimia 65% dan radioaktif 6% Surveilan Keamanan Pangan di Badan POM Badan POM RI merupakan salah satu lembaga pemerintah non-departemen yang memiliki peran penting dalam menjalin keamanan pangan di Indonesia. Badan POM sendiri bertindak sebagai leading sector dalam penyusunan kebijakan tentang mutu dan keamanan pangan dengan dibantu oleh instansi terkait lainnya. Untuk mendeteksi masalah keamanan pangan tersebut dan risikonya terhadap kesehatan masyarakat, diperlukan kegiatan surveilan keamanan pangan guna memantau kecenderungan (trend) keamanan pangan (Mardiono 2007). Pada prinsipnya, surveilan bertujuan memperoleh informasi untuk dijadikan dasar dalam melakukan suatu tindakan. Tindakan tersebut ditujukan untuk perencanaan, pengkajian, dan pelaksanaan pengawasan penyakit-penyakit akibat pangan (Sparringa et al. 2002). Surveilan keamanan pangan di Indonesia masih mempunyai konotasi surveilan pada penyakit-penyakit akibat pangan (foodborne diseases) yang umumnya diketahui dari kasus keracunan pangan atau KLB keracunan pangan. Masalah keamanan pangan tidak terbatas pada kasus/klb keracunan pangan saja, namun identifikasi faktor-faktor risiko (risk factors) penyakit akibat pangan yang ada di lapangan perlu mendapat perhatian (Sparringa 2002). Sebenarnya Badan POM RI sejak lama telah melaksanakan monitoring dan survei keamanan pangan yang ditujukan pada pengawasan untuk penegakan hukum. Prioritas pengawasan pangan lebih dititikberatkan pada pengawasan yang bersifat preventif (Fardiaz 2001), sehingga survei keamanan pangan di sepanjang rantai pangan perlu dilaksanakan diluar kegiatan inspeksi dalam rangka pengawasan pangan dan survei yang berhubungan dengan kasus atau KLB Keracunan Pangan. Pelaksanaan survei harus dilaksanakan menurut mekanisme baku yang mengikuti proses analisis risiko yaitu kajian risiko, manajemen risiko dan komunikasi risiko. Setiap survei harus dikumpulkan datanya, diolah, dianalisis, dilakukan interpretasi serta ditindaklanjuti dalam suatu 9

8 sistem yang terintegrasi (Sparringa et al. 2002). Untuk itu diperlukan Mekanisme Surveilan Keamanan Pangan dan Tindak Lanjut Mekanisme Surveilan Keamanan Pangan di Badan POM Studi yang banyak diteliti terkait masalah kandungan bahan-bahan berbahaya yang tidak diijinkan, penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang melebihi standar, serta beberapa kasus keracunan pangan baik yang disebabkan oleh senyawa kimia maupun mikroorganisme patogen. Pada umumnya, hasil surveilan belum dapat digunakan untuk kajian risiko. Saat ini, surveilan keamanan pangan lebih terfokus kepada tindakan penegakan hukum (law enforcement). Di sisi lain, kajian risiko untuk program preventif masih terbatas (Sintawatie 2006). Surveilan perlu dilakukan di sepanjang rantai pangan untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berkontribusi terhadap penyakit akibat pangan berdasarkan skala prioritas. Hasil survei yang dilakukan oleh Badan POM merupakan data epidemiologis, yaitu data yang menggambarkan pola kesehatan antara faktor penyebab penyakit dan pola hidup masyarakatnya. Data epidemiologis hasil survei diperlukan untuk berbagai macam tujuan, yaitu (1) untuk memberi informasi pejabat kesehatan masyarakat tentang sifat dan besaran penyakit akibat pangan dan epidemiologisnya, (2) untuk deteksi dini wabah / kejadian luar biasa penyakit akibat pangan, dan (3) untuk perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program keamanan pangan. Oleh karena itu, surveilan adalah dasar bagi setiap jenis program keamanan pangan (Borgdorff et al. 2005). Mekanisme surveilan akan mengintegrasikan seluruh kegiatan survei dan tindak lanjutnya yang berhubungan dengan keamanan pangan termasuk kegiatan pengawasan pangan. Hal ini berarti program surveilan keamanan pangan bisa ditindaklanjuti dengan pelaksanaan kegiatan inspeksi, public warning atau kegiatan penegakan hukum. Kegiatan surveilan keamananan pangan bisa didasarkan hasil monitoring, inspeksi, serta tindak lanjut berupa pengawasan dan promosi keamanan pangan. Mekanisme survei mulai dari suatu proposal disusun, hingga ditindaklanjuti dapat dilihat pada Lampiran 2 (BPOM 2005) Kontaminan Pangan Kontaminan pangan adalah bahan atau senyawa yang secara tidak sengaja ditambahkan, tetapi terdapat pada produk pangan. Kontaminan pangan ini bisa masuk dan terdapat dalam produk pangan sebagai akibat dari (i) penanganan dan/atau proses mulai dari tahap produksi (di tingkat kultivasi maupun di pabrik), pengemasan, transportasi, penyimpanan atau pun penyiapannya; dan (ii) pencemaran dari lingkungan (environmental contamination) (Hariyadi 2010). Pada umumnya kontaminan pangan ini mempunyai konsekuensi pada mutu dan keamanan pangan karena bisa mempunyai implikasi risiko kesehatan publik. Terdapat tiga jenis kontaminan pangan, yaitu kontaminan mikrobial, kontaminan fisik, dan kontaminan kimia. Selain itu, akhir-akhir ini ditengarai pula munculnya berbagai kontaminan baru (emerging contaminants) yang juga perlu diperhatikan. Emerging contaminants dapat diartikan luas sebagai kontaminan baru yang berasal dari hasil reaksi kimia ataupun alami yang terjadi secara kimia atau biologi oleh mikroorganisme. Emerging contaminants biasanya tidak umum terdapat di alam tetapi berpotensi merugikan ekologi dan kesehatan manusia. Pada beberapa kasus, kemunculan emerging contaminants baik yang terbentuk secara kimia maupun mikrobiologi biasanya terjadi dalam jangka waktu yang lama, dan tidak dapat terdeteksi hingga munculnya metode deteksi baru yang telah dikembangkan. Dalam kasus lain, pembentukan senyawa kimia baru, perubahan fungsi pemakaian, dan adanya limbah dapat membentuk munculnya emerging contaminants (USGS 2011). Jika terdapat dalam jumlah yang 10

9 melebihi tingkat ambangnya, keberadaan kontaminan ini bisa memberikan ancaman terhadap kesehatan manusia. Tabel 1. Jenis-jenis kontaminan penyebab permasalahan keamanan pangan Kontaminan mikrobial Kontaminan Kimia Kontaminan Fisik - Virus - Bakteri - Protozoa - Parasit - Prion - Mikotoksin - Toksin Jamur - Toksin Kerang - Pestisida, Herbisida, Insektisida - Residu Antibiotik & hormon Pertumbuhan - Logam Berat - Gelas - Kayu - Batu - Logam (potongan paku, biji stapler) - Serangga - Tulang - Plastik - Barang personal Disamping tiga jenis kontaminan yang disebutkan dalam Tabel 1, dalam prakteknya terdapat jenis-jenis kontaminan khusus yang tidak secara langsung memberikan ancaman keamanan pangan karena alasan kesehatan; tetapi lebih karena alasan kepercayaan, budaya, ataupun gaya hidup. Untuk kontaminan jenis ini keberadaannya pada produk pangan (tanpa mengenal tingkat ambang tertentu) akan menyebabkan produk pangan tersebut ditolak oleh konsumen karena alasan keamanan psikologis. Bagi yang beragama Islam keberadaan komponen haram seberapa pun jumlahnya akan menyebabkan produk tersebut menjadi haram. Demikian pula bagi vegetarian, keberadaan komponen hewani pada produk pangan nabati akan menyebabkan produk tersebut tidak sesuai lagi baginya (Hariyadi 2010). Masing-masing kontaminan mempunyai karakteristik yang unik. Beberapa kontaminan bahkan memang terbentuk secara alami. Ada juga kontaminan yang terbawa oleh air (air adalah media yang paling banyak digunakan dalam proses produksi pangan bahkan sering menjadi bagian komposisi dari bahan pangan), udara ataupun tanah. Ada juga kontaminan yang terbentuk selama proses pengolahan pangan. Sebagai contoh, akrilamida adalah jenis kontaminan yang sering ditemukan pada keripik kentang yang terbentuk selama proses penggorengan. Permasalahan kontaminan pangan merupakan permasalahan kompleks yang bisa terjadi di sepanjang rantai pangan from farm to table bahkan from farm to mouth. Karena itu, penanganan kontaminan pangan harus dikembangkan dan dilaksanakan oleh semua pemangku kepentingan keamanan pangan Analisis Risiko Analisis risiko merupakan generasi ketiga dari sistem keamanan pangan. Ketiga generasi tersebut adalah (Rahayu et al. 2004): 1. Good Hygienic Practice dan pendekatan serupa dalam produksi dan penyiapan pangan untuk menurunkan prevalensi dan konsentrasi bahaya. 2. HACCP dan pendekatan serupa yang secara pro-aktif mengidentifikasi dan mengendalikan bahaya pada tahap-tahap proses dan menitikberatkan pada tindakan pencegahan. 3. Analisis risiko yang secara sistematis memfokuskan pada penanggulangan kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan jika mengkonsumsi pangan yang mengandung bahaya dan terdapatnya bahaya pada seluruh rantai pangan. 11

10 Analisis risiko adalah perangkat manajemen untuk lembaga pemerintah untuk menetapkan perlindungan yang tepat (appropriate level of public health protection) dan menetapkan kebijakan untuk menjamin keamanan pangan. Konsep analisis risiko merupakan interaksi dari tiga hal, yaitu: kajian risiko, manajemen risiko, dan komunikasi risiko (Gambar 2). Kajian risiko Identifikasi bahaya Karakterisasi bahaya Kajian paparan Karakterisasi risiko Manajemen risiko Evaluasi risiko Kajian pilihan Pelaksanaan keputusan Monitoring dan Evaluasi Komunikasi risiko Pertukaran informasi dan pendapat secara interaktif Gambar 2. Kerangka analisis risiko (FAO 2004) Kajian risiko Menurut Parker dan Tompkin (2000), kajian risiko keamanan adalah mengorganisasi informasi yang berhubungan dengan risiko-risiko keamanan pangan secara sistematis dan ilmiah sehingga pengambilan keputusan dapat mengerti faktor-faktor yang mendorong risiko. Kajian risiko dilakukan oleh tim pengkaji risiko (Risk Assessor) dengan landasan ilmiah. Kajian risiko secara kuantitatif merupakan analisis matematis terhadap data-data numerik. Keluaran yang dihasilkan merupakan perkiraan risiko yang meliputi peluang dan keparahan sakit yang disebabkan karena mengonsumsi pangan yang mengandung bahaya. Keluaran ini biasanya dinyatakan dalam kategori risiko tinggi, sedang, rendah, ataupun risiko yang dapat diabaikan. Penilaian berdasarkan kajian risiko berhubungan langsung dengan penyebab bahaya yang meliputi konsekuensi, paparan, dan peluang (Sparringa 2004) a. Konsekuensi Konsekuensi yaitu menunjukkan tingkat keparahan bahaya yang didefinisikan sebagai hasil yang paling mungkin dari suatu insiden yang disebabkan oleh bahaya yang ada, antara lain sakit, kecacatan, serta gangguan utama dalam aktivitas yang dapat bersifat permanen maupun sementara, yang dihitung berdasarkan biaya yang ditimbulkannya. 12

11 b. Paparan Paparan didefinisikan sebagai frekuensi terjadinya bahaya. Penilaian dilakukan berdasarkan tingkat frekuensi paparan pangan yang diduga menyebabkan masalah keamanan pangan. c. Peluang Peluang terjadinya bahaya didefinisikan sebagai kemungkinan suatu kejadian bahaya terjadi setelah terpapar bahaya Manajemen risiko Manajemen risiko adalah proses menimbang berbagai alternatif/opsi kebijakan keamanan pangan berdasarkan hasil kajian risiko; pemilihan opsi, implementasi, dan pemantaunya. Kegiatan ini dilakukan oleh tim manajemen risiko dan dipimpin oleh manajer risiko dengan landasan kebijakan. Pengendalian risiko tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang diperoleh. Tujuan dari kegiatan ini adalah mengurangi bahkan mencegah terjadinya risiko tersebut. Untuk risiko tinggi, pengendalian risiko mutlak diperlukan. Untuk risiko sedang, pengendalian risiko tidak perlu dilakukan apabila tenaga dan biaya yang diperlukan sangat besar dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh. Sedangkan untuk risiko kecil, pengendalian risiko tidak perlu dilakukan (Rahayu et al. 2004) Penilaian berdasarkan manajemen risiko berkaitan dengan aspek ekonomi, politik, teknis, serta dampaknya apabila kajian/survei ini dilakukan. Aspek yang dikaji meliputi persepsi masyarakat terhadap bahaya yang ada, tindakan/intervensi, kontribusi data yang ada terhadap tujuan survei yang ada, dan besarnya biaya yang diperlukan (Mardiono 2007). Keputusan manajemen risiko perlu dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang terkait. Oleh karena itu, diperlukan strategi komunikasi yang terdapat dalam konsep komunikasi risiko Komunikasi risiko Komunikasi risiko didefinisikan sebagai proses pertukaran informasi dan pendapat secara interaktif tentang risiko diantara pengkaji risiko (pakar, peneliti), manajer risiko (pemerintah), dan pihak-pihak terkait lainnya seperti konsumen, industri, kalangan akademik, serta pihak yang tertarik (Parker et al. 2000, WHO 2000). Informasi yang diberikan termasuk penjelasan tentang temuantemuan dalam kajian risiko dan landasan keputusan manajemen risiko. Manfaat komunikasi risiko adalah meningkatkan kewaspadaan dan pengertian terhadap isu-isu spesifik yang dihasilkan oleh kajian risiko, meningkatkan konsistensi dan transparansi pelaksanaan keputusan yang telah ditetapkan oleh manajer risiko, dan memperkuat kerja sama diantara instansi-instansi terkait, sekaligus meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari keseluruhan proses analisis risiko (WHO 2000). Pelaksanaan analisis risiko perlu diterapkan dalam rangka pengawasan keamanan pangan secara total (Total Food Safety Control). Badan POM RI bekerja sama dengan pihak-pihak terkait baik lembaga pemerintah ataupun swasta dan konsumen untuk meningkatkan keamanan pangan sebagai tugas bersama Protokol Protokol dengan Parameter Pengujian Mikrobiologi Setiap produk pangan dapat dipastikan mengandung bakteri jika penanganannya tidak baik. Secara umum, bakteri yang terkait dengan keracunan makanan diantaranya adalah Salmonella, 13

12 Shigella, Campylobacter, Listeria monocytogenes, Yersinia enterocolityca, Staphylococcus aureus, Clostridium botulinum, Bacillus cereus, Vibrio cholerae, Vibrio parahaemolyticus, E.coli enteropatogenik dan Enterobacter sakazakii (BPOM 2008). Saat monitoring terdapat lima jenis pemantauan yaitu observasi, evaluasi sensorik, pengukuran sifat fisik, pengujian kimia dan pemeriksaan mikrobiologi. Pemantauan makanan melibatkan pengamatan yang sistematis, pengukuran dan merekam faktor yang signifikan untuk kontrol bahaya. Prosedur pemantauan atau protokol yang dibuat harus mampu bertindak sebagai corrective action baik sebelum atau selama operasi. Selain itu, protokol yang dibuat juga berfungsi untuk mengontrol dan menjamin suatu kontaminan dalam pangan tidak menimbulkan penyakit. Pada tugas akhir ini protokol yang akan dibuat dan diuji adalah protokol keamanan pangan dengan parameter adalah aspek mikrobiologis. Secara harfiah protokol berarti surat-surat resmi yang memuat hasil perundingan (persetujuan dsb) (Setiawan 2012). Pengertian protokol survei pada bahasan ini adalah suatu dokumen penting yang digunakan sebagai pedoman bagi pelaksana survei yang berisi tentang latar belakang survei, penetapan tujuan, keluaran dan manfaat, penetapan populasi survei, identifikasi kerangka sampel, metode pengambilan sampel dan penentuan besarnya sampel, penanganan sampel, preparasi sampel, analisis sampel dan manajemen survei (Mardiono 2007). Beberapa tujuan lain dari pembuatan protokol ini adalah (KZN 2000): 1. sebagai alat yang efektif untuk memprediksi dan memantau potensi kontaminan dapat menyebabkan penyakit dalam makanan, 2. Untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi kontaminan dalam makanan sehingga dapat dilakukan studi yang tepat, dan 3. Dapat digunakan sebagai metode prediksi jika jumlah data yang diperoleh minim. Dalam suatu protokol tidak mungkin hanya menggunakan satu metode untuk menganalisis suatu data karena suatu metode memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri. Dengan adanya kombinasi dari beberapa metode, hasil yang didapat akan lebih rinci dan akurat. Hasil analisis ini merupakan hasil estimasi pengukuran paparan organisme atau metabolitnya terhadap suatu populasi dibandingkan dengan jumlah asupan pangan Protokol dengan Parameter Pengujian Kimia Perencanaan yang cermat dan penyesuaian aturan dengan peraturan pemerintah terutama dalam sektor pangan sangat diperlukan untuk mengembangkan sistem pemantauan makanan. Protokol pengujian kimia ini mengacu pada WHO (1985). Langkah-langkah yang akan dilakukan sebelum menentukan protokol antara lain: a. Data Konsumsi Pangan Pengumpulan data yang valid untuk konsumsi pangan dari suatu populasi adalah masalah yang paling sulit dipecahkan sehingga pada akhirnya yang paling sering digunakan adalah asumsi. Dengan adanya data pola konsumsi ini jumlah cemaran kontaminan dapat dianalisis. b. Menggunakan Data Konsumsi Pangan untuk Memperoleh Jumlah Kontaminan Ada tiga pendekatan yang dapat diadopsi untuk mengestimasi asupan harian dari suatu kontaminan. Berdasarkan data konsumsi pangan ditemukan tiga metode untuk menghitung jumlah kontaminan: - Total diet studies: Sampel untuk jenis penelitian ini terdiri dari penanda makanan yang mencerminkan total diet konsumen untuk jangka waktu tertentu. Pola konsumsi tersebut dianalisis baik secara individual atau gabungan beberapa komposisi makanan. 14

13 - Selective studies of individual foodstuffs: Pendekatan ini melibatkan pengukuran residu dalam sampel yang representatif dari bahan makanan, baik mentah atau di masak, bersama dengan data konsumsi makanan dan kemungkinan asupan harian rata-rata harus dihitung. - Duplicate portion studies: Perwakilan pola individu dapat dikumpulkan selama beberapa periode (hari) dengan meminta kepada lembaga terkait untuk menyediakan, menganalisis residu, dan membuat duplikat sampel dari konsumsi makanan. c. Analisis Sampel Pangan - Persiapan sampel untuk analisis - Penentuan ambang batas deteksi dan kuantifikasi - Peninjauan teknik dan metode analisis terhadap kontaminan - Kecukupan metode analisis - Penentuan jenis kontaminan - Laporan hasil analisis d. Perhitungan dan Pelaporan Kandungan Kontaminan Konversi kontaminan ke asupan harian, misalnya dalam bentuk jumlah asupan per kg BB. 15

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG II. KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG 2.1 Sejarah dan Perkembangan BPOM RI Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bertugas untuk mengawasi obat dan makanan sehingga dapat melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : bahwa sebagai

Lebih terperinci

TUGAS POKOK DAN FUNGSI

TUGAS POKOK DAN FUNGSI Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001, Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan

Lebih terperinci

BAB II. KEADAAN UMUM INSTANSI

BAB II. KEADAAN UMUM INSTANSI BAB II. KEADAAN UMUM INSTANSI A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN INSTANSI Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 166 tahun 2000, Badan POM ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintahan Non Departemen (LPND) yang bertanggung

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 DENGAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak asasi setiap orang untuk keberlangsungan hidupnya. Makanan adalah unsur terpenting dalam menentukan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM)Pekanbaru. Pembentukan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Pekanbaru diawali oleh terbentuknya

Lebih terperinci

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian Tekn. Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian Mas ud Effendi Risiko Risiko merupakan ketidakpastian (risk is uncertainty) dan kemungkinan terjadinya hasil yang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI SURVEILAN KEAMANAN PANGAN

KEBIJAKAN DAN STRATEGI SURVEILAN KEAMANAN PANGAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI SURVEILAN KEAMANAN PANGAN BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Winiati P. Rahayu dan Roy A. Sparringa AGENDA

Lebih terperinci

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat Sejalan dengan prioritas pembangunan jangka menengah, tantangan, beban dan tanggung jawab pengawasan obat dan makanan dirasakan semakin berat. Untuk itu, Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang

Lebih terperinci

PRINSIP ANALISIS RISIKO

PRINSIP ANALISIS RISIKO PRINSIP ANALISIS RISIKO BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Roy A. Sparringa dan WIniati P. Rahayu Agenda presentasi Pengantar

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 KEMENTERIAN/ LEMBAGA : BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) 1 Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Teknis Lainnya BPOM 1.1

Lebih terperinci

LAKIP TAHUN BADAN POM i

LAKIP TAHUN BADAN POM i alam rangka menciptakan good governance dan clean government di lingkungan Badan POM, LAKIP Badan POM tahun 2011 ini disusun. Sebagai bentuk penjabaran prinsip transparansi dan akuntabilitas, penyampaian

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keamanan pangan memegang peranan yang sangat strategis. Terjaminnya kondisi keamanan pangan di Indonesia berarti telah memenuhi hak-hak masyarakat Indonesia untuk memperoleh

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUK DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 4 29 JULI 2011 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

KLB KERACUNAN PANGAN

KLB KERACUNAN PANGAN STRATEGI PENANGGULANGAN KLB KERACUNAN PANGAN BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Roy Sparringa dan Winiati P. Rahayu Agenda presentasi

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan..

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan.. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.19/MEN/2010 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KEAMANAN PANGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KEAMANAN PANGAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. KEAMANAN PANGAN Menurut UU RI No. 7 tahun 1996, pangan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumen masa kini lebih cerdas dan lebih menuntut, mereka mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai gizi yang tinggi, harga terjangkau, rasa

Lebih terperinci

DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN

DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN Oleh: Dra. Deksa Presiana, Apt., M.Kes. Kasubdit. Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan Disampaikan Pada Acara: Praktek Kerja Profesi Apoteker Jakarta,

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20,

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, No.595, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Dampak Bahaya. Agensia Biologi. Aspek Kesehatan. Penanggulangan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA TAHUN Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya

LAPORAN KINERJA TAHUN Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya KATA PENGANTAR Tahun 2016 merupakan tahun kedua pelaksanaan Rencana Strategis Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Kota Bandar Lampung

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Kota Bandar Lampung IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Kota Bandar Lampung 1. Sejarah Singkat BBPOM Kota Bandar Lampung Pada awalnya Badan Pengawas Obat dan Makanan merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Makanan Makanan diperlukan untuk kehidupan karena makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Makanan berfungsi untuk memelihara proses tubuh dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan global, tidak dapat dipungkiri bahwa lalu lintas barang semakin terbuka, sehingga memungkinkan tidak adanya batasan negara dalam lalu lintas

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. Berdirinya Badan Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia yang

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. Berdirinya Badan Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia yang BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Berdirinya BPOM Berdirinya Badan Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia yang pada masa penjajahan Belanda dikenal dengan apoteker yang berperan dalam pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN Target Program

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN Target Program Lampiran 1 RKT RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN 2007 Sasaran 1. Terawasinya secara efektif 1. Proporsi penyelesaian berkas 90% 1.1.1 Penilaian mutu, keamanan, dan khasiat permohonan pendaftaran

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN Uraian. permohonan. Pengawasan. pendaftaran Produk. pangan sebelum Berbahaya. dan Bahan.

PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN Uraian. permohonan. Pengawasan. pendaftaran Produk. pangan sebelum Berbahaya. dan Bahan. Lampiran 2 PKK PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN 2007 Sasaran 1. Terawasinya secara efektif 1. Proporsi penyelesaian berkas 90% 1.1.1 Penilaian permohonan pendaftaran produk permohonan Dana (Rp)

Lebih terperinci

Otoritas Nasional Keamanan Pangan Di Indonesia, mungkinkah?

Otoritas Nasional Keamanan Pangan Di Indonesia, mungkinkah? Otoritas Nasional Keamanan Pangan Di Indonesia, mungkinkah? Purwiyatno Hariyadi 1 Majalah : SNI VALUASI Volume : Vol. 2 No.2 Tahun 2008 Halaman : 7-9 Abstrak (INA) Ide mengenai Otoritas Nasional Keamanan

Lebih terperinci

IX. PERMASALAHAN KEAMANAN PANGAN ASAL TERNAK DI INDONESIA

IX. PERMASALAHAN KEAMANAN PANGAN ASAL TERNAK DI INDONESIA IX. PERMASALAHAN KEAMANAN PANGAN ASAL TERNAK DI INDONESIA Indonesia sebagai negara tropis dengan curah hujan dan kelembaban udara yang tinggi merupakan lingkungan yang cocok untuk berkembangbiaknya berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebersihan makanan dan minuman sangatlah penting karena berkaitan dengan kondisi tubuh manusia. Apabila makanan dan minuman yang dikonsumsi tidak terjaga kebersihannya

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN Lampiran Keputusan Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Nomor HK.06.02.351.03.15.196 Tahun 2015 Tentang Rencana Strategis Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. 4.1 Angka Lempeng Total (ALT) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Angka lempeng total mikroba yang diperoleh dari hasil pengujian terhadap permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN

PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN Disampaikan oleh: Ir. Tetty Helfery Sihombing, MP Direktur Standardisasi Produk Pangan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Visi dan Misi Badan

Lebih terperinci

SISTEM KEAMANAN PANGAN TERPADU

SISTEM KEAMANAN PANGAN TERPADU SISTEM KEAMANAN PANGAN TERPADU Penjaminan ketahanan pangan dipenuhinya beberapa indikator ketahanan pangan: ketersediaan, kemudahan, kenyamanan, KEAMANAN. MENDAPATKAN PANGAN YG AMAN MRP HAK AZASI SETIAP

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk manusia melakukan aktivitas sehari-hari. Untuk menunjang

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk manusia melakukan aktivitas sehari-hari. Untuk menunjang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Setiap manusia hidup membutuhkan pangan untuk pertumbuhan dan mempertahankan hidup. Selain itu pangan juga berfungsi

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENARIKAN PANGAN DARI PEREDARAN

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENARIKAN PANGAN DARI PEREDARAN masukan dan tanggapan dapat disampaikan kepada direktur inspeksi dan sertifikasi pangan melalui e-mail inspeksipangan@yahoo.com paling lambat tanggal 31 Mei 2017. RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta (BBKPSH) merupakan unit pelaksana teknis (UPT) lingkup Badan Karantina Pertanian yang berkedudukan di Bandara Udara Internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetik merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sudah ada dan semakin berkembang dari waktu ke waktu, disamping itu pula kosmetik berperan penting untuk menunjang

Lebih terperinci

Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal

Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal Latar Belakang Derasnya arus globalisasi memberikan warna dan nuansa pada pola perdagangan nasional maupun internasional. Perkembangan sistem perdagangan dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidup manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidup manusia, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidup manusia, sehingga setiap orang perlu dijamin dalam memperoleh pangan yang bermutu dan aman. Penyediaan pangan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA ANGGARAN SATKER RINCIAN BELANJA SATUAN KERJA TAHUN ANGGARAN 2016

RENCANA KERJA ANGGARAN SATKER RINCIAN BELANJA SATUAN KERJA TAHUN ANGGARAN 2016 TAHUN ANGGARAN 6 (63) () (63..6) PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN SATUAN KERJA (44) DEPUTI III BIDANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA PROPINSI () DKI JAKARTA () KOTA JAKARTA PUSAT PERHITUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia.

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Makanan merupakan suatu kebutuhan pokok manusia, dimana persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. Syarat-syarat makanan yang baik diantaranya

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENILAIAN OBAT TRADISIONAL, SUPLEMEN MAKANAN DAN KOSMETIK BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI PUSAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN JALAN PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.5.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN PRODUK PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK PASCA PANEN: PERMASALAHAN DAN SOLUSI (ULASAN)

KEAMANAN PANGAN PRODUK PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK PASCA PANEN: PERMASALAHAN DAN SOLUSI (ULASAN) KEAMANAN PANGAN PRODUK PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK PASCA PANEN: PERMASALAHAN DAN SOLUSI (ULASAN) TANTAN R. WIRADARYA Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Pangan produk peternakan yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Letusan penyakit akibat pangan (food borne diseases) dan kejadiankejadian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Letusan penyakit akibat pangan (food borne diseases) dan kejadiankejadian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini masalah keamanan pangan sudah merupakan masalah global, sehingga mendapat perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat. Letusan penyakit

Lebih terperinci

Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan

Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan CODE PROCESS NAME SUB PROCESS SUB PROCESS CODE CFM CFM CODE POM-01 Pengelolaan Perundang-undangan dan Standar Pembentukan undang-undang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.842, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Keamanan Pangan. Pengawasan Pemasukan. Pangan Segar. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88/Permentan/PP.340/12/2011

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan signifikan pada industri farmasi, obat asli Indonesia, makanan, kosmetik dan alat kesehatan. Melalui

Lebih terperinci

MATERI III : ANALISIS BAHAYA

MATERI III : ANALISIS BAHAYA MATERI III : ANALISIS BAHAYA (Prinsip HACCP I) Tahap-tahap Aplikasi HACCP 1 1. Pembentukan Tim HACCP 2. Deskripsi Produk 3. Indentifikasi Konsumen Pengguna 4. Penyusunan Bagan alir proses 5. Pemeriksaan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG PENARIKAN PANGAN DARI PEREDARAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG PENARIKAN PANGAN DARI PEREDARAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG PENARIKAN PANGAN DARI PEREDARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN A. TINJAUAN PANGAN OLAHAN 1. Pengertian Pangan Olahan Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang berasal

Lebih terperinci

2017, No beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor

2017, No beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor No.180, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KELEMBAGAAN. Badan Pengawas Obat dan Makanan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengawasan Obat dan

Lebih terperinci

Analisa Mikroorganisme

Analisa Mikroorganisme 19 Analisa Mikroorganisme Pemeriksaan awal terhadap 36 sampel daging ayam dan 24 sampel daging sapi adalah pemeriksaan jumlah mikroorganisme. Hasil yang diperoleh untuk rataan jumlah mikroorganisme daging

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Bimbingan Teknis Ujian Dinas Tingkat I dan Ujian Penyesuaian Kenaikan Pangkat Tahun 2017 Jakarta, 18 Juli 2017 DASAR HUKUM, TUGAS,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Saat ini, dunia memasuki era globalisasi yang berdampak terhadap sistem perdagangan internasional yang bebas dan lebih terbuka. Keadaan ini memberi peluang sekaligus tantangan

Lebih terperinci

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Produksi 2010 Pendahuluan Dalam rangka menghadapi era globalisasi, maka produk perikanan

Lebih terperinci

BAB III PENGAWASAN PEREDARAN OBAT KUAT IMPOR OLEH BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BAB III PENGAWASAN PEREDARAN OBAT KUAT IMPOR OLEH BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN BAB III PENGAWASAN PEREDARAN OBAT KUAT IMPOR OLEH BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN A. Keberadaan BPOM di Indonesia 1. Terbentuknya Badan Pengawas Obat dan Makananan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan manusia untuk pertumbuhan dan perkembangan badan. Makanan yang dikonsumsi harus aman dan

Lebih terperinci

OVERVIEW KLB KERACUNAN PANGAN

OVERVIEW KLB KERACUNAN PANGAN OVERVIEW KLB KERACUNAN PANGAN Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan adalah suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit dengan gejala yang sama atau hampir sama setelah

Lebih terperinci

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.9, 2017 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Sarana. Prasarana. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6016) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PETA BISNIS PROSES. Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan POM-02. Evaluasi Produk dan Administrasi

PETA BISNIS PROSES. Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan POM-02. Evaluasi Produk dan Administrasi PETA BISNIS PROSES Pemerintah Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan Pembentukan Undang-undang Perundangundangan dan POM-02 Evaluasi Produk dan Administrasi

Lebih terperinci

PENGAWASAN POST MARKET PRODUK PANGAN

PENGAWASAN POST MARKET PRODUK PANGAN PENGAWASAN POST MARKET PRODUK PANGAN DIAN PUTRANTI Kepala Subdit Inspeksi Produksi dan Peredaran Produk Pangan DIREKTORAT INSPEKSI DAN SERTIFIKASI PANGAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN & BAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

Oleh: Bidang Keamanan Pangan Segar Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian RI

Oleh: Bidang Keamanan Pangan Segar Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian RI Oleh: Bidang Keamanan Pangan Segar Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian RI Disampaikan pada Bimtek Analis Ketahanan Pangan Bogor, 4 Oktober 2016

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN KOTA BATU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pangan yang aman,

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2008 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.21.1732 TAHUN 2008 TENTANG GRAND STRATEGY BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA BADAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENGAWASAN NARKOTIKA PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 4 JULI 29 JULI 2011

Lebih terperinci

10. Pemberian bimbingan teknis pelaksanaan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di wilayah laut kewenangan daerah.

10. Pemberian bimbingan teknis pelaksanaan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di wilayah laut kewenangan daerah. II. URUSAN PILIHAN A. BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Kelautan 1. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumber daya kelautan dan ikan di wilayah laut kewenangan 2. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BUPATI MANDAILING NATAL

BUPATI MANDAILING NATAL - 1 - BUPATI MANDAILING NATAL PERATURAN BUPATI MANDAILING NATAL NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MANDAILING NATAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KETENTUAN POKOK PENGAWASAN PANGAN FUNGSIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KETENTUAN POKOK PENGAWASAN PANGAN FUNGSIONAL PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK 00.05.52.0685 TENTANG KETENTUAN POKOK PENGAWASAN PANGAN FUNGSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat dengan inti yaitu pelayanan medis melalui pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat dengan inti yaitu pelayanan medis melalui pendekatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit berfungsi sebagai penyelenggara kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat dengan inti yaitu pelayanan medis melalui pendekatan preventif, kuratif, rehabilitatif,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. TEMPAT DAN WAKTU Penelitian terhadap kecukupan Sistem Keamanan Pangan untuk Industri Jasa Boga dilakukan dengan pengambilan data di beberapa instansi terkait yaitu Direktorat

Lebih terperinci

No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara.

No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara. No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar Sikap

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar Sikap TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar Periode pertengahan masa kanak-kanak, yaitu anak usia sekolah (6-12 tahun) merupakan periode yang penting dalam kehidupan anak-anak. Walaupun pertumbuhan fisik anak-anak

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA DEPUTI II DIREKTORAT STANDARDISASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN PERIODE

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 88/Permentan/PP.340/12/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 88/Permentan/PP.340/12/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 88/Permentan/PP.340/12/2011 TENTANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN TERHADAP PEMASUKAN DAN PENGELUARAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang dan sedang berusaha mencapai

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang dan sedang berusaha mencapai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dan sedang berusaha mencapai pembangunan sesuai dengan yang telah digariskan dalam propenas. Pembangunan yang dilaksakan pada hakekatnya

Lebih terperinci

SIARAN PERS PT Bio Farma (Persero) - Jl. Pasteur No.28 Bandung T ; F ; E. F. Info Imunisasi; T.

SIARAN PERS PT Bio Farma (Persero) - Jl. Pasteur No.28 Bandung T ; F ; E. F. Info Imunisasi; T. Bio Farma Selenggarakan Customer Gathering Laboratorium Mikrobiologi PT Bio Farma (Persero), menyelenggarakan event â œcustomer Gathering Laboratorium Mikrobiologiâ, di Gedung Serba Guna Bio Farma (18/3).

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dari segi kepentingan nasional, sektor peternakan memerlukan penanganan dengan seksama karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani, gizi masyarakat, membuka lapangan kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization atau WHO (2006), mendefinisikan foodborne disease sebagai istilah umum untuk menggambarkan penyakit yang disebabkan oleh makanan dan minuman

Lebih terperinci