BAB III METODE PENELITIAN. Hermeunitika. Dalam sub bab ini peneliti akan memaparkan metode dari
|
|
- Sri Makmur
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB III METODE PENELITIAN III.1. Hermeunitika Sebagai Metode Intepretasi Pada bagian ini akan membahas beberapa hal penting untuk sebuah penelitian Hermeunitika. Dalam sub bab ini peneliti akan memaparkan metode dari Hermeunitika Hans Georg Gadamer, paparan metode ini ditujukan peneliti untuk memperlihatkan bahwa penelitian intepretif bukanlah penelitian yang mencari kebenaran makna sesuai dengan apa yang disukai oleh peneliti (dengan kata lain penelitian yang sewenang-wenang dan serampangan). Penelitian Hermeneutika memiliki syarat metodologis yang harus dilalui, tetapi tentu saja bukan bermaksud untuk menjadikan ini sebagai prosedur baku sepertihalnya Positivisme, sehingga apa yang akan dipaparkan oleh peneliti disini merupakan sebagai abstraksi metodis saja, peneliti berusaha untuk tidak melakukan pengingkaran pada tataran ontologis maupun epistemologisnya. Abstraksi metode itu sendiri selalu tergantung dengan pada teks maupun sistem teks konkret yang diteliti. III.2. Kerja Tafsir Hermeneutika III.2.1. Historikalitas Teks Pendekatan historikalitas teks adalah penjelajahan historis atas teks (objek tafsir), dengan memahami konteks historis kemunculan teks, proses pemaknaan terhadap teks tersebut menjadi mungkin. Historikalitas teks disini berbeda artinya 49
2 dengan pencarian sejarah konvensional yang melacak asal-usul dari teks. Historikalitas teks adalah mencari makna dari teks melalui fakta historis yang menyelimuti teks tersebut, termasuk fakta yang dirujuk sebagai justifikasi teks, fakta yang direspon atau ditentang oleh teks, maupun fakta yang di diamkan atau di absen oleh teks. Sehingga historikalitas teks adalah dinamisasi sejarah untuk memaknai teks secara ojektif. Hermeneutika menyediakan tiga pernyataan untuk mendukung kebutuhan investigasi historikalitas teks. Pertama, konteks historis apa yang melatarbelakangi kemunculan teks tersebut? Kedua, bagaimana konteks historis dari teks mampu mempengaruhi teks? merupakan tugas hermeunitika filosofis untuk membuktikan momen historis dalam memaknai dunia dan menentukan produktivitas hermeneutikanya 35. Teknik mengajukan pertanyaan dari hermeneutika berbeda dengan paradigma positivis. Meskipun positivis dan hermeneutika sama-sama ingin menjawab pertanyaan why, akan tetapi keduanya menempuh jalan pembuktian kebenaran yang berbeda. Untuk menjelaskan why, positivis berupaya mengidentifikasi sejumlah sebab (causes) perilaku, sedangkan kalangan hermeneutik berupaya menggali alasan (reason) tindakan Lihat ulasan Hans Georg Gadammer dalam Josef Bleicher, Hermeneutika Kontemporer, Hermeneutika Sebagai Metode, Filsafat, dan Kritik. Penerbit Fajar Pustaka, Yogyakarta Hlm, Mudjia Rahardjo, Bahasa Dan Kekuasaan: Studi Wacana Politik Abdurrahman Wahid Dalam Perspektif Hermeneutika Gadamerian, Disertasi Universitas Airlangga, Surabaya, Hlm
3 Sorang penafsir bagi Gadamer haruslah berangkat dari pemahaman tertentu atas situasi hermenutik, apa yang disebut oleh Gadamer dengan istilah preunderstanding atau pra-pemahaman terhadap teks yang ditafsirkan. Prapemahaman (pra-anggapan) yang merupakan posisi awal penafsir memang pasti dan harus ada ketika kita membaca teks. 37 Meskipun pra-anggapan pada teks menempati posisi yang penting dalam proses penafsiran, pijakan akhir hermeunitika atas objek tetap kembali pada kebenaran sejarah yang mempengaruhi kebenaran teks tersebut. Penyaringan pra-anggapan penafsir dilakukan melalui analisa data yang menghubungkan antara teks dan sejarah munculnya teks. Hasil analisa tersebut, oleh Gadamer disebut prasangka legitimate. Kedua hal tersebut memungkinkan untuk menghadirkan makna obyektif di dalam memahami pesan-pesan yang disampaikan dalam teks tersebut. Oleh karena itu, penafsir melakukan intepretasi terhadap makna teks, terlebih dahulu penafsir membekali dirinya dengan pra-anggapan agar tidak terjebak dalam situasi yang keliru. Seperti yang dikatakan oleh Gadamer; bagaimanapun juga, interpretator dapat memainkan prasangka- prasangkannya sendiri dalam usahanya untuk menilai klaim- klaim teks akan kebenaran, sehingga mulai menggantikan titik pijak awalnya yang terisolir dan perhatiannya atas individualitas pengarang 38. Berikut bagan yang dapat menjelaskan uraian tersebut: 37 Hans-Georg Gadamer, Truth and Methode ( Kebenaran dan Metode) Penerjemah, Ahmad Sahidah, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, cet.ii, hlm Ibid. hlm
4 Bagan III.1: Proses Hermeneutika Historikalitas 39 Historis Teks Interpretator Prasangka Interpretato Analisis Herme neutika Hasil Hermeneutik atas Teks/ Prasangka Legitimate Teks Interpretatif Bagan diatas menjelaskan proses hermeunitika historikalitas Gadamer yang dapat disimpulkan bahwa terdapat enam elemen vital dalam hermeunitika historis diantaranya sebagai berikut: Interpretator adalah subjek hermeunitika, teks Interpretatif adalah objek hermeunitika, historis teks adalah pendekatan metodelogis hermeunitika, prasangka Interpretator adalah asumsi bebas interpretator atas teks, analisa data adalah proses reduksi antara teks dan historis teks, prasangka legitimate adalah prasangka yang sudah dibuktikan oleh pembenaran historis atas teks. 40 Hubungan antar elemen di atas bagai hubungan biologis anatomi tubuh, bagian bagian sistem saling membutuhkan. Misalnya, kembali mengutip Gadamer 39 Salahudin, Anatomi Teori Filsafat Hermeneutika Hans Georg Gadamer: Dialogis Historikalitas Dalam Memahami Teks. Artikel tidak dipublikasikan, Universitas Muhammadiyah Malang, Hlm Ibid, hlm
5 hermeunitika tanpa penjelasan historis tidak akan menemukan hasil objektivitas ilmiah. Dan hermeunitika akan mengalami kematian teks tanpa ada prasangka interpretator dalam mengembangkan cakrawala hermeunitika. Begitulah kerja elemen hermeunitika historikalitas Gadamer. 41 III.2.2. Pra-anggapan Historikalitas Proposisi ini berangkat dari pemikiran Heidegger yang beranggapan dalam penafsiran sejarah, diusahakan subjek melakukan visualisasi dan imajinasi pemikiran. Gadamer mendefinisikan penjelasan tersebut adalah kerja prasangka subjek. Subjek dalam mengalisis pengalaman diberi kesempatan untuk melakukan prasangka atas sejarah teks. Menurut Heidegger, dalam penafsiran sejarah, subjek tidak berangkat dengan otak kosong, subjek harus berangkat dari prasangka, ide dan gagasan. Tanpa hal tersebut subjek tidak bisa menggiring sejarah pada posisi dinamisasi. Karena pada intinya, kerja hermeneutika adalah kerja dialogisasi. Oleh karean itu sejarah harus dibentuk sebagai objek dinamisasi melalui prasangka subjek. Prasangka subjek adalah pertanyaan awal atas objek. Ingat, pertanyaan atau prasangka hanyalah proses bukan akhir. Gadamer menjelaskan dalam bukunya secara gamblang tentang ini, sebagaimana diungkapnnya: dalam proses pemahaman prapemahaman selalu memainkan peran; prapemahaman ini diwarnai oleh tradisi yang berpengaruh, dimana 41 Ibid. hlm.18 53
6 seorang penafsir berada, dan juga diwarnai oleh prejudis-prejudis [Vorurteile; perkiraan awal] yang terbentuk di dalam tradisi tersebut. 42 Meskipun demikian, prapemahaman, menurut Gadamer, harus terbuka untuk dikritisi, direhabilitasi dan dikoreksi oleh penafsir itu sendiri ketika dia sadar atau mengetahui bahwa prapemahamannya itu tidak sesuai dengan apa yang dimaksud oleh teks yang ditafsirkan. Hal ini sudah barang tentu dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman terhadap pesan teks. Hasil dari rehabilitasi atau koreksi terhadap prapemahaman ini disebutnya dengan istilah kesempurnaan prapemahaman. 43 III.2.3. Hermeunitika Sebagai Proses Dialogis Dialektis Memahami teks adalah proses dialogis antara interpertator dengan teks. Interpretator melakukan komunikasi intensif terhadap teks sebagai objek interpretatif. Interpretator menyampaikan pertanyaan- pertanyaan penting terhadap objek. Pertanyaan- pertanyaan itu menurut Gadamer harus mampu mengeksplorasikan hakikat yang ada dibalik teks. Inilah tugas utama interpretator dalam hermeunitika teks. Tugas utama interpretator adalah menemukan pertanyaan yang padanya sebuah teks menghadirkan jawaban, memahami sebuah teks adalah memahami 42 Sahiron Syamsuddin, Hermeneutik dan Pengembangan Ulumul Qur an, Yogyakarta, Pesantren Nawasea Press, Hlm Ibid, hlm
7 pertanyaan. Pada waktu yang sama, sebuah teks hanya menjadi sebuah objek interpretasi dengan menghadirkan interpretator yang bertanya. 44 Proses tanya jawab yang demikian memungkinkan terjadinya keterbukaan antara interpretator dengan objek interpretatif. Pertanyaan yang disampaikan oleh interpretator menjadi hal penting bagi teks untuk mengeluarkan jawaban atas teks yang dituangkan. Hanya saja yang perlu diingat, jawaban teks adalah jawaban merupakan hasil kerja interpreator melalui proses seperti yang dijelaskan pada pembahasan historiskalitas hermeunetika di atas. Pada proses yang sama, teks tidak hanya menyiapkan jawaban atas pertanyaan interpretator namun juga menyampaikan pertanyaan kepada interpretator. Pertanyaan teks dijawab dengan penelusuran historis atas munculnya teks tersebut. Dapat disimpulkan, hubungan interaksi antara interpretator dan objek interpretatif (teks) adalah hubungan dinamis dan dialektis. Dalam hermeunitika, teks bukan lagi benda mati seperti yang kita pahami, tapi jauh dari itu, ia menyampaikan argumen- argumen ilmiah (ilmiah perspektif teks) untuk dipertahankan dan dipertanggung jawabkan terhadap interpreator atau pembaca. Interpretator tentu memiliki peran yang sama, yaitu mempertanyakan kebenaran teks dengan berbagai proposisi yang komprehensif, yaitu proposisi historis, makna teks, prasangka legitimate, dan beberapa proposisi lain yang dianggap dapat membongkar makna dibalik teks. Singkatnya hubungan tersebut dapat digambarkan seperti berikut ini. 44 Ibid, hlm,
8 Bagan II.2: Hubungan Dialogis Dialektis Hermeunitika Teks Dialogis Dialektis Penafsir Bagi Gadamer penafsiran teks melalui pendekatan metode akan menjerumuskan pada hubungan yang dibatasi oleh ruang dan waktu serta menciptakan kebekuan berfikir dan terisolir. III.2.4. Hermeneutika dan Linguistikalitas Menurut Gadamer kunci hermeneutika adalah bahasa. Interpretasi dan dialogis adalah dua proses yang tidak bisa dilepaskan dari bahasa. Seperti yang kita pahami pada umumnya, bahasa adalah alat komunikasi manusia untuk melakukan kontak sosial dengan yang lainya. Sulit dibayangkan hidup manusia sebagai mahluk sosial tanpa bahasa. Tanpa bahasa dunia manusia akan mati, dan mungkin bukan hanya manusia tapi mahluk lainya juga. Bagi Gadamer, wajib hukumnya hermeunitika memposisikan bahasa sebagai alat utama dalam menemukan kebenaran objektif. Agus Darmaji (1999), dalam penelitiannya tentang pergeseran hermeneutik ontologis melalui bahasa dalam pemikiran Hans Georg Gadamer, menguraikan. 56
9 hermeneutika ke wilayah linguistik, lebih dari sekedar pemahaman historis secara filosofis. Argumennya, bahwa esensi (being) itu bereksistensi melalui bahasa dan karenanya ia bisa dipahami hanya melalui bahasa. Bahasa, bagi Gadamer adalah endapan tradisi sekaligus media untuk memahaminya. Proses hermeneutika untuk memahami tradisi melalui bahasa lebih dari sebuah metode. Pemahaman bukanlah produk metode; metode tidaklah merupakan wahana yang menghasilkan kebenaran. Kebenaran justru akan dicapai jika batas-batas metodologis dilampaui. Dengan demikian, bahasa mempunyai posisi sentral sebagai media yang menghubungkan cakrawala masa kini dengan cakrawala historis 45 Pertanyaanya, dimanakah hubungan bahasa, dialogis, interpretasi, dan dialektika dalam hermeunitika. Mencermati penjelasan yang diuraikan sebelumnya hubungan ketiga elemen tersebut adalah hubungan simbiosis mutualisme, yaitu hubungan yang saling mempengaruhi dan mengisi dalam penjelasan hermeunitika. Tujuan akhir dari tiga elemen tersebut adalah mengarahkan teks mati menjadi teks hidup, yaitu teks komunikatif. Teks komunikatif adalah tujuan utama hermeunitika dalam mencari kebenaran objektif. Ingat, dalam hermeunitika kebenaran objektif yang dimaksudkan bukan kebenaran absolut aksiomatik tapi kebenaran yang memberikan ruang bagi siapapun untuk mengkoreksi, mengkritisi, meneliti, dan mendebatkannya. Kembali pada pembahasan bahasa. Bahasa menjadi media untuk menjembatani interpretator dan teks dalam menemukan kebenaran objektif. Menurut Gadamer, dalam menemukan kebenaran itu perlu dikedepankan percakapan sejati. 45 Dikutip dari karya ilmiah yang tidak diterbitkan, oleh Agus Darmaji yang berjudul Pergeseran Hermeneutika Ontologis melalui Bahasa dalam Pemikiran Hans Georg Gadamer, Thesis, Universitas Indonesia,
10 Percakapan sejati ditandai dengan adanya keterbukaan dan kejujuran untuk menerima perspektif atau sudut pandang masing- masing orang yang berperan dalam proses pemahaman dan dalam menyelami aspek lawan bicaranya (teks).usaha mencapai pemahaman juga mengandaikan masingmasing orang yang terlibat dalam percakapan bersedia untuk kepenuhan makna apa yang tampak asing atau bahkan berlawanan dengan pendapatnya sendiri. Jika keduanya mengalami hal yang sama, saat masing- masing bertahan dengan argumentasinya seraya mempertimbangkan argumentasiargumentasi sebaliknya, akhirnya dimungkinkan sampai pada bahasa dan pernyataan yang disetujui bersama. Dengan kata lain, terbukalah kemungkinan terjadinya peleburan cakrawala yang berlangsung dalam bahasa 46 Dengan cara membahasakan teks segala persoalan kontradiktif ideologis, primodialisme, fasisme, dan berbagai ideologi dunia lainnya dapat berjalan dengan penuh kedamaian (kesadaran kolektif dalam istilah Josef Bleicher), karena disana ada ruang dialogis dialektis, yakni ruang pencari penjelasan dalam menemukan titik temu, dan jika tidak menemukan titik temu akan terus diusahakan dengan cara rational debate 47. Gadamer ingin mengajarkan bagaimana manusia sebagai individu maupun kolektif dapat membahasakan teks yang dianuti kepada pihak lain dengan menjunjung tinggi prinsip keterbukaan dan kejujuran, bukan prinsip egosentris dan primodialisme. Gadamer yakin sepenuhnya dalam kehidupan masyarakat multikultural tidak akan menemukan kedamaian tanpa adanya ruang percakapan dialogis dialektis. 46 ibid 47 Pemahaman peneliti atas rational debate didasarkan pada pemaparan Josef Bleicher Semua pemahaman linguistik dan linguistikalitas pemahaman merupakan kesadaran kolektif, persetujuan yang muncul dari sebuah dialog, seperti dalam interpretasi sebuah teks, yakni pokok persoalanya, mengambil tempat dengan media bahasa (Josef Bleicher (2007,170). 58
11 III.3. Pendekatan Penelitian ini dapat dikategorikan sebagai pendekatan hermeneutika radikal. Disebut sebagai hermeneutika radikal karena dalam tradisi kerja pengetahuan seperti ini, peneliti dituntut untuk mampu menghadirkan pemahaman serta tafsir baru yang tidak berkutat pada perdebatan yang tertuang pada teks yang diteliti seperti halnya peneliti dalam tradisi semantic, maupun linguistik, melainkan penafsir juga harus mampu secara kritis menginterogasi statement-statemen yang ditulis oleh pengarang. Serta melakukan kerja-kerja dialektis dengan menghadirkan fakta-fakta historis yang mampu menantang statemen yang dikemukakan oleh pengarang. Sejalan dengan Gadamer, peneliti menganggap hermeneutika bukanlah upaya untuk membuat prosedur yang baku, melainkan memberikan jalan kepada pemahaman terhadap suatu teks adalah tujuan utamanya. Jadi ketika metode interpretasi ini diterapkan ke dalam analisis karya politik, maka tujuan utamanya adalah memberikan jembatan, atau menjadi hermes, bagi pemahaman arti dari sebuah karya politik, baik makna tersirat maupun makna tersurat. is not to develop a procedure of understanding but to clarify the the conditions in which understanding can take place Derek Gregory, Ideology, Science and Human Geography. London: Hutchison & Co. Ltd Hlm 6. 59
12 Singkatnya, dalam hermeneutika tidak hanya disibukan menyibak misteri makna dari teks, melainkan hermeneutika radikal berupaya untuk meyingkap makna yang coba untuk diburamkan bahkan di-absen-kan oleh teks itu sendiri. III. 4. Teknik Pengumpulan Data Studi kepustakaan dipilih peneliti untuk dipakai mendapatkan data. Dengan studi kepustakaan peneliti mendapatkan manifestasi kedaulatan individu yang tersemat dalam teori kontrak sosial dari pemikiran politik John Locke. Jalan ini peneliti tempuh guna untuk mencoba konsisten dengan apa yang disyaratkan oleh Dilthey pada penelitian hermeneutika, yakni; jika ingin memahami bagian harus memiliki pengetahuan tentang keseluruhan. Strategi peneliti untuk melakukan klasifikasi data ditempuh dengan membaca karya monumental Locke dalam bidang politik yakni The Second Treatise of Government. Akan tetapi peneliti tidak melakukan intepretasi kata per kata dalam buku tersebut, melainkan peneliti melakukan klasifikasi dan kategorisasi sesuai dengan gagasan (tema) yang peneliti tentukan sesuai dengan intepretasi peneliti dan landasan historis dan politis dari gagasan (tema) tesebut. Studi kepustakaan juga peneliti pergunakan untuk mengumpulkan studi-studi lain yang sedikit banyak membahas tema yang sama sebagai bahan perbandingan, baik untuk penegasan maupun untuk contrasting statement yang dimunculkan oleh Locke. 60
13 III.5. Taktik Analisis Bahan-bahan yang sudah terkumpul melalui teknik studi pustaka, kemudian diklasifikasi oleh peneliti menjadi dua kategori; sumber primer dan sumber sekunder. Dalam penelitian ini yang dikategorikan sebagai sumber primer adalah The Second Treatise Of Government dari John Locke. Selanjutnya yang menjadi sumber sekunder adalah berbagai studi yang membahas tema yang sama. Selain itu untuk kebutuhan intepretasi data, peneliti juga membutuhkan data-data historis Eropa pada masa teori kontrak sosial itu lahir. Maka peneliti juga akan menghadirkan teks-teks historis yang berkaitan dengan kontekstualisasi teori kontrak sosial. Data yang didapat dari sumber primer untuk kemudian dilakukan pengkajian historikalitas terhadap data tersebut. Metode pengkajian historis kritis ini dilakukan peneliti agar peneliti tidak terjebak dengan penjelasan sejarah yang deskriptif dan kronologis yang sebenarnya ditolak oleh paradigma hermeneutika. Pengkajian historis kritis juga ditujukan untuk melakukan dialektika atas teks, sehingga fungsi data sejarah yang minor digunakan untuk menantang penjelasan konvensional atas sejarah maupun klaim-klaim kebenaran sejarah dalam teks kontrak sosial. Singkatnya peneliti akan mencoba untuk membandingkan dan menganalisis secara kritis teks primer dari John Locke tersebut dan mengidentifikasi perkembangannya dalam konteks historisnya. Untuk melakukan pemaknaan atas data yang berhasil peneliti kumpulkan, peneliti akan melakukan tahapan intepretasi hermeneutika seperti yang sudah peneliti paparkan di sub-bab sebelumnya. 61
14 III.6. Sistematika Penulisan Tulisan ini secara keseluruhan terdiri dari Enam bab yang dirangkai secara berurutan mulai dari bab pendahuluan sampai bab penutup. Tiap-tiap bab diulas sesuai dengan temanya masing-masing. Bab pertama berisi tentang latar belakang permasalahan, Fokus penelitian, tujuan penelitian, Dalam bab ini, peneliti berusaha mengemukakan pokok permasalahan yang harus dijawab, dan mengemukakan maksud dari tulisan ini. Bab kedua merupakan elaborasi kerangka teoritik, dalam bab 2 peneliti berupaya untuk membangun sebuah diskusi teoritis seputar prospek aplikasi pendekatan hermeneutika dalam ilmu politik maupun dimensi politis dari kerja tafsir hermenutika, selain itu dalam bab 2 peneliti juga berupaya untuk memberikan landasan teoritis atas analisa yang peneliti lakukan di bab analisis. Bab ketiga memaparkan metodologi yang peneliti gunakan dalam penelitian thesis ini. Supaya pokok permasalahan ini bisa ditemukan jawabannya dan tujuan penelitian ini bisa tercapai maka peneliti menggunakan metode dan sistimatika penelitian tertentu. Bab keempat menguraikan riwayat singkat kehidupan John Locke, karyakaryanya, dan latar belakang lahirnya teori kedaulatan versi Locke. Dengan memiliki pengetahuan tentang riwayat hidup dan karya John Locke serta latar belakang lahirnya teori keadaulatannya, peneliti bisa mempunyai gambaran arah pemikirannya. 62
15 Bab kelima berisi tentang pemaparan teks treatise of government yang sudah peneliti klasifikasi berdasarkan gagasan-gagasan dasar teori kedaulatan Locke dan pelbagai elemennya untuk bisa memahami konsep atau prinsip-prinsip kedaulatan Locke. Kemudian, peneliti akan menginterpretasikan teks tersebut serta menghadirkan sketsa kritik terhadap teori kedaulatan individu Locke. Lebih lanjut dalam Bab lima memberikan gambaran problematika kedaulatan individu berserta konsekuensi sosialnya yang telah ada semenjak kelahirannya pada era pencerahan Eropa. Bab keenam berisi kesimpulan serta pemaparan jawaban dari rumusan masalah penelitian. Terakhir sebagai penutup bab enam adalah saran untuk memberikan gambaran maupun ancangan penelitian berikutnya. 63
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Sebagaimana yang telah dijelaskan di bab sebelumnya, penelitian tentang kajian ahl al-kita>b lebih banyak didominasi oleh para mufassir, tidak
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kerja akademik yang menuntut penerapan prosedur ilmiah tertentu sehingga hasil riset dapat dipertanggungjawabkan. Atas dasar inilah penulis memandang penting
Lebih terperinciTESIS HISTORIKALITAS KEDAULATAN INDIVIDU INTEPRETASI KRITIS JOHN LOCKE ATAS DASAR-DASAR PEMBENTUKAN KEDAULATAN INDIVIDU EROPA MODERN
TESIS HISTORIKALITAS KEDAULATAN INDIVIDU INTEPRETASI KRITIS JOHN LOCKE ATAS DASAR-DASAR PEMBENTUKAN KEDAULATAN INDIVIDU EROPA MODERN Nama : Hari Fitrianto., S.IP. NIM : 071044019 PROGRAM MAGISTER ILMU
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma menurut Wimmer dan Dominick, yaitu seperangkat teori, prosedur, dan asumsi yang diyakini tentang bagaimana peneliti melihat dunia. 1 Sedangkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemikiran Yoga dapat dilihat sebagai suatu konstelasi pemikiran filsafat, bukan hanya seperangkat hukum religi karena ia bekerja juga mencapai ranah-ranah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad pencerahan (Aufklarung) telah membawa sikap kritis atas metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- 19) di Jerman,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. dan dialog. Berdasarkan objek penelitian yang akan diteliti yaitu fenomena yang
BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian yang akan penulis lakukan berdasarkan pada apa yang ada di Film Kita Versus Korupsi sebagai bahan utama dari penelitian ini, mulai dari teks, adegan,
Lebih terperinciMasuknya Hermeneutika dalam Lingkup Ilmu Tafsir (Review atas Artikel Sofyan A.P. Kau) Oleh: Wahidatul Wafa dan Asep Supianudin
Masuknya Hermeneutika dalam Lingkup Ilmu Tafsir (Review atas Artikel Sofyan A.P. Kau) Oleh: Wahidatul Wafa dan Asep Supianudin Abstrak Pada awalnya, Tafsir dan Hermeneutik berawal dari tempat dan tradisi
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Setiap penelitian tentu memiliki tujuan. Guna mencapai tujuan tersebut maka diperlukan metode penelitian yang tepat. Karena pada dasarnya metode merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Dalam konteks ini, sangatlah wajar jika muncul pembacaan ulang, bahwa apa yang diberitakan The Age,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengaruh Media Indonesia terutama headline berita tentang Presiden SBY, oleh masyarakat ditanggapi beragam, khususnya pada masyarakat tradisional yang daya analitiknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Novel merupakan salah satu jenis media dimana penyampaianya berupa teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh tertentu ataupun
Lebih terperinciBAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN
BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,
Lebih terperinciMengenal Ragam Studi Teks: Dari Content Analysis hingga Pos-modernisme. (Bahan Kuliah Metodologi Penelitian)
Mengenal Ragam Studi Teks: Dari Content Analysis hingga Pos-modernisme (Bahan Kuliah Metodologi Penelitian) Seiring dengan perkembangan paradigma interpretivisme dan metodologi penelitian lapangan (f ield
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008
31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mengingat mutu pendidikan adalah hal yang penting, pembelajaran pun harus
1 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pembelajaran merupakan salah satu bentuk implementasi pendidikan. Mengingat mutu pendidikan adalah hal yang penting, pembelajaran pun harus memperlihatkan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out Indonesia menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Matematika sebagai salah satu mata pelajaran dasar pada setiap jenjang pendidikan formal, mempunyai peranan yang sangat penting di dalam pendidikan. Selain
Lebih terperinciANALISIS WACANA KRITIS TENTANG PEMBERITAAN SUPORTER PERSIB DAN PERSIJA DALAM MEDIA PIKIRAN RAKYAT ONLINE DAN RAKYAT MERDEKA ONLINE
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berita olahraga merupakan salah satu berita yang sering dihadirkan oleh media untuk menarik jumlah pembaca. Salah satu berita olahraga yang paling diminati masyarakat
Lebih terperinciPendekatan Historiografi Dalam Memahami Buku Teks Pelajaran Sejarah *) Oleh : Agus Mulyana
Pendekatan Historiografi Dalam Memahami Buku Teks Pelajaran Sejarah *) Oleh : Agus Mulyana Buku teks pelajaran merupakan salah satu sumber dan media pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam melaksanakan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI (1998), pendekatan merupakan suatu usaha/ proses yang dilakukan dalam rangka
Lebih terperinciMenurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah
Tinjauan Buku STUDYING CHRISTIAN SPIRITUALITY Jusuf Nikolas Anamofa janamofa@yahoo.com Judul Buku : Studying Christian Spirituality Penulis : David B. Perrin Tahun Terbit : 2007 Penerbit : Routledge -
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode analisis wacana kritis atau juga disebut dengan critical
29 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode analisis wacana kritis atau juga disebut dengan critical discourse analisis
Lebih terperinciResume Buku SEMIOTIK DAN DINAMIKA SOSIAL BUDAYA Bab 8 Mendekonstruksi Mitos-mitos Masa Kini Karya: Prof. Dr. Benny H. Hoed
Resume Buku SEMIOTIK DAN DINAMIKA SOSIAL BUDAYA Bab 8 Mendekonstruksi Mitos-mitos Masa Kini Karya: Prof. Dr. Benny H. Hoed Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan
Lebih terperinciKETERBATASAN HERMENEUTIK DALAM STUDI SASTRA
KETERBATASAN HERMENEUTIK DALAM STUDI SASTRA Luwiyanto* Abstrak: Meskipun ada beberapa model, hermeneutik dalam rangka studi sastra dihadapkan sejumlah kesulitan. Kesulitan-kesulitan tersebut terdapat pada
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. penelitian yaitu Negeri 5 Menara dengan cara menonton film tersebut. Dalam
BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memahami isi film yang dijadikan objek pada penelitian yaitu Negeri 5 Menara dengan cara menonton film tersebut. Dalam penelitian
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Sudut pandang teori materialisme historis dalam filsafat sejarah
174 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sudut pandang teori materialisme historis dalam filsafat sejarah Marx yang mengulas arsitektural pemerintahan sebagai objek material membuahkan hasil yang menunjukkan pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada hakikatnya, matematika merupakan induk dari ilmu pengetahuan lain dan sekaligus berperan untuk membantu perkembangan ilmu tersebut (Suherman, 2012).
Lebih terperinciBAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN
42 BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN Metode penelitian berisi tahap-tahap yang akan dilakukan dalam proses penelitian. Metode penelitian yang akan dilakukan, yaitu metode penelitian kualitatif. A. Metode
Lebih terperinciFilsafat Pemerintahan (Sebuah Gambaran Umum) Oleh: Erwin Musdah
Filsafat Pemerintahan (Sebuah Gambaran Umum) Oleh: Erwin Musdah Pendahuluan Sudah menjadi suatu hal yang lazim dalam pembahasan sebuah konsep dimulai dari pemaknaan secara partikuler dari masing-masing
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya.
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
34 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma penelitian ini menggunakan pendekatan kritis melalui metode kualitatif yang menggambarkan dan menginterpretasikan tentang suatu situasi, peristiwa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa tidak akan lepas dari dunia pembelajaran. Kita semua sebagai elemen di dalamnya memerlukan bahasa yang baik dan benar dalam proses pembelajaran. Pembelajaran
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. mempunyai objek kajian sebagaimana dijelaskan Wolff dibagi menjadi 3
342 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan bab demi bab di atas, maka dapat penulis simpulkan: 1. Metafisika merupakan proto philosophy atau filsafat utama yang membahas segala sesuatu yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan pembangunan dan peningkatan sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia dapat dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan keterampilan menulis dan hasil dari produk menulis itu.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterampilan menulis dapat kita klasifikasikan berdasarkan dua sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang tersebut adalah kegiatan atau aktivitas
Lebih terperincimendalam, dan menyertakan berbagai sumber informasi.
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui, yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Metodologi adalah suatu pengkajian dalam
Lebih terperinciBAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN
35 BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN Metode Penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengkaji skripsi yang berjudul Peranan Oda Nobunaga dalam proses Unifikasi Jepang ini, yaitu metode historis
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi berasal dari kata Yunani 'methodologia' yang berarti teknik atau prosedur, yang lebih merujuk kepada alur pemikiran umum atau menyeluruh dan juga gagasan teoritis
Lebih terperinciFILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( )
FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE (1866-1952) Filsafat Sejarah Croce (1) Benedetto Croce (1866-1952), merupakan pemikir terkemuka dalam mazhab idealisme historis. Syafii Maarif mengidentifikasi empat doktrin
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Penelitian ini menggunakan paradigma yang menentukan pandangan dunia peneliti sebagai bricoleur, atau menentukan world view yang dipergunakan dalam mempelajari
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN IMPLIKASI PENELITIAN. Bab ini memaparkan hasil penelitian terutama berkaitan dengan rancangan
213 BAB V HASIL DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bab ini memaparkan hasil penelitian terutama berkaitan dengan rancangan dan dampak implementasi model pembelajaran menulis makalah berbasis penelitian serta peningkatan
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Teori Hermeneutik dan Perkembangannya
13 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Hermeneutik dan Perkembangannya Hermeneutik didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan dalam menginterpretasi sesuatu. 24 Sesungguhnya hermeneutik kita terapkan dalam kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Japan s Suicide Generation 1, dikatakan bahwa bunuh diri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam artikel Japan s Suicide Generation 1, dikatakan bahwa bunuh diri bukanlah suatu hal yang baru dalam masyarakat Jepang. Tingkat bunuh diri di Jepang setiap
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. yang merupakan seperangkat pengetahuan tentang langkah langkah
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Setiap karya ilmiah yang dibuat disesuaikan dengan metodologi penelitian. Dan seorang peneliti harus memahami metodologi penelitian yang merupakan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. ilmiah tertentu sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Atas dasar
BAB III METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kerja akademik yang menuntut penerapan prosedur ilmiah tertentu sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Atas dasar inilah penulis memandang
Lebih terperinciImaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU
RESENSI BUKU JUDUL BUKU : Cultural Studies; Teori dan Praktik PENULIS : Chris Barker PENERBIT : Kreasi Wacana, Yogyakarta CETAKAN : Ke-IV, Mei 2008 TEBAL BUKU : xxvi + 470 halaman PENINJAU : Petrus B J
Lebih terperinciPENDAHULUAN BAB Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Penyelidikan filsafat selama ini adalah penyelidikan mengenai kegundahan manusia terhadap keberadaan dirinya secara internal dengan dunia eksternal di luar dirinya.
Lebih terperinciCRITICAL THEORIES Bagian II
CRITICAL THEORIES Bagian II 1 MARXISME Jalur Pengaruh Pemikiran Karl Mark & Teori Kritis Hegel Neo Marxisme Teori Kritis II Marks Muda Karl Mark Marks Tua Engels Kautsky Korsch Lukacs Gramsci Hokheimer
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini adalah deksriptif. Penelitian deskriptif merupakan
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Tipe penelitian ini adalah deksriptif. Penelitian deskriptif merupakan penggambaran pengalaman dan pemahaman berdasarkan hasil pemaknaan sebagai bentuk pengalaman
Lebih terperinciBAB III KERANGKA TEORI ANALISIS
BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS 3.1 Teori Kritis Jurgen Habermas Habermas berasumsi bahwa modernitas merupakan sebuah proyek yang belum selesai. Ini artinya masih ada yang perlu untuk dikerjakan kembali.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi secara lisan maupun tulisan. Di dalam sebuah proses
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma dalam penelitian berita berjudul Maersk Line Wins European Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan
1.1 Latar Belakang Penciptaan BAB I PENDAHULUAN Manusia dengan memiliki akal menjadikannya mahluk yang sempurna, sehingga dapat berkehendak melebihi potensi yang dimiliki oleh mahluk lainnya, hal tersebut
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Negeri 1 Yogyakarta, SMK Negeri 2 Yogyakarta, SMK Negeri 3 Yogyakarta, SMK Negeri 4
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Sekolah Menengah Kejuruan Negeri se-kota Yogyakarta merupakan tempat dimana peneliti melakukan penelitian. Ada tujuh sekolah
Lebih terperinciSEKOLAH MENULIS DAN KAJIAN MEDIA
MATERI: 13 Modul SEKOLAH MENULIS DAN KAJIAN MEDIA (SMKM-Atjeh) MENULIS KARYA ILMIAH 1 Kamaruddin Hasan 2 arya ilmiah atau tulisan ilmiah adalah karya seorang ilmuwan (ya ng berupa hasil pengembangan) yang
Lebih terperinciMENYANGKAL TUHAN KARENA KEJAHATAN DAN PENDERITAAN? Ikhtiar-Filsafati Menjawab Masalah Teodise M. Subhi-Ibrahim
MENYANGKAL TUHAN KARENA KEJAHATAN DAN PENDERITAAN? Ikhtiar-Filsafati Menjawab Masalah Teodise M. Subhi-Ibrahim Jika Tuhan itu ada, Mahabaik, dan Mahakuasa, maka mengapa membiarkan datangnya kejahatan?
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Simpulan
BAB V PENUTUP A. Simpulan Dari keseluruhan kajian mengenai pemikiran Kiai Ṣāliḥ tentang etika belajar pada bab-bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan penting, terutama mengenai konstruksi pemikiran
Lebih terperinciPENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian
PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian Penelitian tentang karakteristik organisasi petani dalam tesis ini sebelumnya telah didahului oleh penelitian untuk menentukan klasifikasi organisasi petani yang ada
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Sejauh ini ada tiga macam konstruktivisme seperti yang diungkapkan oleh Suparno : pertama, konstruktivisme radikal; kedua, realisme hipotesis; ketiga, konstruktivisme
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. historis. Dalam kamus besar bahasa Indonesia tinjauan berarti menjenguk,
10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Tinjauan Historis Pada dasarnya konsep tinjauan historis terdiri dari atas dua kata yaitu tinjauan dan historis. Dalam kamus besar bahasa Indonesia
Lebih terperinciAreté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1
199 RESENSI BUKU 2 Simon Untara 1 Judul Buku : Tema-tema Eksistensialisme, Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini Pengarang : Emanuel Prasetyono Penerbit : Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya pembelajaran bahasa adalah belajar berkomunikasi, mengingat bahasa sebagai sarana komunikasi dalam masyarakat. Untuk dapat berkomunikasi dengan
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Adapun yang dimaksud dengan penelitian kualitatif ialah penelitian yang bermaksud untuk
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. umum, cara memecah kompleksitas dunia nyata. Dengan demikian, paradigma yang tertanam
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Menurut Patton dalam Tahir 1 Paradigma adalah sebuah pandangan dunia, perspektif umum, cara memecah kompleksitas dunia nyata. Dengan demikian, paradigma
Lebih terperinciBAB II. Paradigma Sosiologi dan Posisi Teori Konflik
BAB II. Paradigma Sosiologi dan Posisi Teori Konflik Pokok Bahasan Pada umumnya, dalam dunia ilmu pengetahuan orang mencoba untuk melihat dan menjelaskan suatu fenomena sosial menggunakan alur dan logika
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Hermeneutika berasal dari kata Yunani hermeneuine dan hermeneia yang
23 III. METODE PENELITIAN A. Metode yang Digunakan Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode hermeneutik. Hermeneutika berasal dari kata Yunani hermeneuine dan hermeneia yang masing-masing berarti
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. 1 Adapun secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)
BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Menurut Harmon dalam buku yang ditulis oleh Moleong 22, paradigma
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Menurut Harmon dalam buku yang ditulis oleh Moleong 22, paradigma adalah cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif karena sifat data yang dikumpulkan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. menyeluruh dan dengan cara deksripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada
1 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian analisis teks media.
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Teori konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Deli dan rekan-rekan sejawatnya. Teori konstruktivisme
Lebih terperinciSeminar Pendidikan Matematika
Seminar Pendidikan Matematika TEKNIK MENULIS KARYA ILMIAH Oleh: Khairul Umam dkk Menulis Karya Ilmiah adalah suatu keterampilan seseorang yang didapat melalui berbagai Latihan menulis. Hasil pemikiran,
Lebih terperinciSelayang Pandang Penelitian Kualitatif
Selayang Pandang Penelitian Kualitatif Mudjia Rahardjo repository.uin-malang.ac.id/2412 Selayang Pandang Penelitian Kualitatif Mudjia Rahardjo Setelah sebelumnya dipaparkan sejarah ringkas penelitian kuantitatif
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian skripsi ini menggunakan jenis penelitian kualitatif (field research). Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang berlandaskan pada
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menguraikan metode penelitian yang digunakan untuk mengkaji teks-teks pemberitaan media Jerman sekait isu teorisme dalam kaitannya dengan Islam. Penjelasan dalam Bab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menulis adalah salah satu bentuk dari kegiatan berkomunikasi secara tidak langsung, yang peranannya sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian merupakan suatu sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, baik dari segi teoritis maupun praktis. Penelitian juga merupakan suatu bagian pokok
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan wajib untuk dilaksanakan oleh semua anak di Indonesia. Oleh sebab itu pemerintah mewajibkan setiap
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. 9 Universitas Indonesia
BAB 2 LANDASAN TEORI Sebagaimana telah disinggung pada Bab 1 (hlm. 6), kehidupan masyarakat dapat mengilhami sastrawan dalam melahirkan sebuah karya. Dengan demikian, karya sastra dapat menampilkan gambaran
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. kualitatif. Hal ini didasarkan atas tujuan penelitian yang ingin mengetahui dan
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Hal ini didasarkan atas tujuan penelitian yang ingin mengetahui
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan paradigma konstruktivis. Paradigma konstruktivis ini mengungkapkan secara mendetail dan terperinci
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pembelajaran sejarah di tingkat sekolah menengah atas pada dasarnya memberikan ruang yang luas kepada siswa untuk dapat mengoptimalkan berbagai potensi yang
Lebih terperinciALIRAN PENDIDIKAN PROGRESIVISME DAN KONTRIBUSINYA DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN PANCASILA DI INDONESIA
ALIRAN PENDIDIKAN PROGRESIVISME DAN KONTRIBUSINYA DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN PANCASILA DI INDONESIA Reno Wikandaru * Abstrak Penetapan Pancasila sebagai dasar negara membawa implikasi besar, yakni bahwa
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Menurut Elvinaro Ardianto (2011), ada 3 pendekatan penelitian yaitu: Positivisme Positif berarti apa yang ada berdasarkan fakta objektif. Secara tegas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Kemandirian dan kemerdekaan dalam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbedaan pendapat merupakan suatu keniscayaan dalam kehidupan manusia sehingga diperlukan adanya jaminan kemandirian dan kemerdekaan seseorang dalam menyampaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dilasi waktu (time dilation) adalah perbedaan waktu yang teramati oleh dua pengamat yang bergerak relatif satu sama lain dan/atau karena perbedaan keadaan gravitasi.
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan
25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian yang dilakukan ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (library research). Bahan atau sumber data yang digunakan untuk penyusunan skripsi
Lebih terperincipembelajaran berbahasa dan kegiatan berbahasa dalam kehidupan sehari-hari karena antara satu dengan yang lainnya memiliki keterkaitan yang erat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia. Melalui pendidikan, manusia yang tidak tahu apa-apa menjadi tahu segalanya, manusia yang tidak bisa apa-apa
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Dalam melakukan analisis dan bahasan terhadap suatu persoalan penelitian, ada berbagai alternatif metode penelitian yang digunakan untuk menjawab persoalan penelitian. Oleh sebab
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Sebelum kita terjun ke lapangan untuk melakukan suatu penelitian, kita harus mempersiapkan metode atau cara apa yang akan kita lakukan untuk membantu
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. berasal dari kata Yunani hermeneuine dan hermeneia yang masing-masing berarti
28 III. METODE PENELITIAN A. Metode yang Digunakan Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode hermeneutik. Hermeneutika berasal dari kata Yunani hermeneuine dan hermeneia yang masing-masing berarti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat penting. Posisi penting bahasa tersebut, semakin diakui terutama setelah munculnya
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Tipe Penelitian ini adalah kualitatif eksploratif, yakni penelitian yang menggali makna-makna yang diartikulasikan dalam teks visual berupa film serial drama
Lebih terperinciDaftar Isi. Tata Cara Mengemas Produk Pariwisata pada Daerah Tujuan Wisata Edwin Fiatiano
Daftar Isi Tata Cara Mengemas Produk Pariwisata pada Daerah Tujuan Wisata Edwin Fiatiano 165-174 Dampak Pemberian Kredit Mikro untuk Perempuan: Analisis Pengadopsian Model Grameen Bank di Indonesia Sulikah
Lebih terperinci