DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 2 DAFTAR TABEL... 4 DAFTAR GAMBAR... 5

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 2 DAFTAR TABEL... 4 DAFTAR GAMBAR... 5"

Transkripsi

1

2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 2 DAFTAR TABEL... 4 DAFTAR GAMBAR... 5 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Sasaran Keluaran Ruang Lingkup Ruang Lingkup Wilayah Ruang Lingkup Kajian Metodologi Metodologi Pengumpulan Data Metodologi Analisis BAB 2 KONSEP DASAR ENERGI DAN PERANGKAT LUNAK LEAP 2.1 Energi Prinsip Dasar Model Penggunaan LEAP Perangkat Lunak LEAP Struktur Model LEAP BAB 3 SUMBER DAN PENGUMPULAN DATA 3.1 Sumber Data Jenis dan Pengolahan Data Kesenjangan Data Pengaturan Skenario Skenario RPJMN Kajian Pengembangan Model LEAP 2

3 BAB 4 PROYEKSI PERMINTAAN ENERGI DAN KETERSEDIAAN ENERGI BERDASARKAN WILAYAH 4.1 Kondisi Energi Wilayah Sumatera Hasil Proyeksi LEAP Wilayah Sumatera Penyediaan Energi Wilayah Sumatera Kondisi Energi di Wilayah Jawa dan Bali Hasil Proyeksi LEAP Wilayah Jawa dan Bali Penyediaan Energi Wilayah Jawa dan Bali Kondisi Energi di Wilayah Kalimantan Hasil Proyeksi LEAP Wilayah Kalimantan Penyediaan Energi Wilayah Kalimantan Kondisi Energi di Wilayah Maluku Hasil Proyeksi LEAP Wilayah Maluku Penyediaan Energi Wilayah Maluku Kondisi Energi di Wilayah Sulawesi Hasil Proyeksi LEAP Wilayah Sulawesi Penyediaan Energi di Wilayah Sulawesi Kondisi Energi di Wilayah Nusa Tenggara Hasil Proyeksi LEAP Wilayah Nusa Tenggara Penyediaan Energi di Wilayah Nusa Tenggara Kondisi Energi di Wilayah Papua Hasil Proyeksi LEAP Wilayah Papua Penyediaan Energi Wilayah Papua BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN A Permodelan LEAP Nasional LAMPIRAN B Energy Balance LAMPIRAN C Energi Skala Wilayah Kajian Pengembangan Model LEAP 3

4 DAFTAR TABEL Tabel 1 Sumber Data Permodelan LEAP Tabel 2 Data Kependudukan Tabel 3 Data Ekonomi Tabel 4 Data Transportasi Tabel 5 Data Aktivitas dan Intensitas Energi Tabel 6 Pemakaian Energi dan Pemasokan Energi : Jawa Barat Tabel 7 Total Demand Mendekati Total Pemasokan Setelah Goal Seek Tabel 8 Data Konsumsi Energi Final Tabel 9 Perbandingan Data Penjualan BBM Tabel 10 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Wilayah Tabel 11 Potensi Sumber Daya dan Infrastruktur Energi Tabel 12 Kondisi Kelistrikan di Wilayah Sumatera Tabel 13 Potensi Sumber Daya Energi di Pulau Jawa dan Bali Tabel 14 Kondisi Kelistrikan di Wilayah Jawa - Bali Tabel 15 Potensi Sumber Daya Energi di Wilayah Kalimantan Tabel 16 Kondisi Kelistrikan di Wilayah Kalimantan Tabel 17 Potensi Sumber Daya Energi di Wilayah Maluku Tabel 18 Kondisi Kelistrikan di Wilayah Maluku Tabel 19 Potensi Sumber Daya Energi di Wilayah Sulawesi Tabel 20 Kondisi Kelistrikan di Wilayah Sulawesi Tabel 21 Potensi Sumber Daya Energi di Wilayah Nusa Tenggara Tabel 22 Kondisi Kelistrikan di Wilayah Nusa Tenggara Tabel 23 Potensi Sumber Daya Energi di Wilayah Papua Tabel 24 Kondisi Kelistrikan di Wilayah Papua Tabel 25 Kondisi Potensi Sumber Daya Energi di Per Wilayah di Indonesia Kajian Pengembangan Model LEAP 4

5 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Kerangka Acuan Kerja Gambar 2 Peta Sebaran Pengguna LEAP di Dunia Gambar 3 Sebaran Pengguna LEAP di Dunia Gambar 4 Referrence Energy System (RES) Gambar 5 Alur Perhitungan Intensitas Gambar 6 Struktur Pengguna Energi LEAP Gambar 7 Permintaan Energi Wilayah Sumatera Gambar 8 Permintaan Energi per Jenis Wilayah Sumatera Gambar 9 Peta Wilayah Sumatera Gambar 10 Permintaan Energi Wilayah Jawa dan Bali Gambar 11 Permintaan Energi per Jenis Wilayah Jawa dan Bali Gambar 13 Permintaan Energi Wilayah Kalimantan Gambar 14 Permintaan Energi per Jenis Wilayah Kalimantan Gambar 15 Peta Wilayah Kalimantan Gambar 16 Permintaan Energi Wilayah Maluku Gambar 17 Permintaan Energi per Jenis Wilayah Maluku Gambar 18 Peta Wilayah Maluku Gambar 19 Permintaan Energi Wilayah Sulawesi Gambar 20 Permintaan Energi per Jenis Wilayah Sulawesi Gambar 21 Peta Wilayah Sulawesi Gambar 22 Permintaan Energi Wilayah Nusa Tenggara Gambar 23 Permintaan Energi per Jenis Wilayah Nusa Tenggara Gambar 24 Peta Wilayah Nusa Tenggara Gambar 25 Permintaan Energi Wilayah Papua Gambar 26 Permintaan Energi per Jenis Wilayah Papua Gambar 27 Peta Wilayah Papua Gambar 28 Proyeksi Permintaan Jenis Energi di Indonesia (Agregasi) Gambar 29 Permintaan Menurut Sektor Nasional (Agregasi) Gambar 30 Pembangkitan Nasional Gambar 31 Sumber Daya Primer Gambar 32 Energy Balance (Konsumsi, Konversi, dan Produksi) Gambar 33 Sumber Daya Primer Wilayah Sumatera Kajian Pengembangan Model LEAP 5

6 Gambar 34 Sumber Daya Primer Wilayah Jawa Gambar 35 Sumber Daya Primer Wilayah Kalimantan Gambar 36 Sumber Daya Primer Wilayah Nusa Tenggara Gambar 37 Sumber Daya Primer Wilayah Sulawesi Gambar 38 Sumber Daya Primer Wilayah Maluku Gambar 39 Sumber Daya Primer Wilayah Papua Kajian Pengembangan Model LEAP 6

7 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki aneka cadangan sumber daya energi, baik berbasis fosil dan energi terbarukan (panas bumi, tenaga matahari, energi samudera dan sebagainya). Energi memainkan peranan penting dalam kehidupan manusiayang dapat berfungsi sebagai mesin petumbuhan ekonomi serta menopang berbagai kehidupan sosial masyarakat. Sering kali tingkat kemakmuran ekonomi suatu masyarakat (misalnya diukur dengan PDB) dikaitkan dengan jumlah konsumsi energi yang juga sering dikaitkan dengan dengan tingkat kualitas sumber daya manusia suatu negara secara lebih utuh (dinyatakan dengan ukuran IPM) 1. Namun demikian, kini harga energi menjadi jauh lebih mahal dan muncul berbagai macam persoalan yang berkaitan dengannya. Hal ini menjadi tantangan tersendiri yang dihadapi masyarakat dan negara. Pada tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,78 persen dengan laju pertumbuhan penduduk sekitar 1,49 persen. Hal ini menyebabkan adanya peningkatan konsumsi energi yang digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kehidupan sosial ekonomi karena energi dibutuhkan baik untuk kepentingan konsumsi maupun untuk menjalankan aktivitas produksi. Saat ini, pertumbuhan konsumsi energi rata-rata per tahun mencapai 7 persen dengan elastisitas energi sebesar 1.63 dan intensitas energi 2 sebesar 565 TOE per 1 juta dollar US$. Kebutuhan energi dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri maupun dari impor. Produksi dalam negeri sebagian besar berasal dari jenis energi fosil yaitu minyak bumi, gas alam, dan batubara. Hanya sebagian kecil saja yang berasal dari jenis energi baru dan terbarukan. Terdapat permasalahan yang timbul dalam penyediaan dan permintaan energi antara lain: 1) menipisnya cadangan energi fossil, 2) kenaikan harga akibat laju permintaan lebih besar dari produksinya, dan 3) emisi gas rumah kaca akibat pembakaran energi fosil dan 4) keterbatasan akses energi akibat kurangnya pengembangan infrastruktur energi terutama di daerah terpencil. Untuk mengatasi permasalahan energi tersebut diperlukan perencanaan energi yang komprehensif dan berimbang dalam aspek ekonomi, lingkungan hidup dan sosial masyarakat serta mempertimbangkan keseimbangan permintaan dan penyediaan energi. Salah satu hasil 1 Hanan Nugroho Energi Dalam Perencanaan Pembangunan 2 Indonesia membutuhkan energi sebesar 565 TOE untuk menaikkan PDB sebesar 1 juta dollar US$ Kajian Pengembangan Model LEAP 7

8 dari perencanaan energi adalah proyeksi permintaan energi yang menjadi dasar penyusunan strategi penyediaan energi. Proyeksi permintaan dan penyediaan energi Indonesia telah dilakukan oleh Direktorat Sumber Daya Energi Mineral dan Pertambangan (SDEMP), BAPPENAS melalui Kajian Pengembangan Model dalam Mendukung Perencanaan Energi pada tahun Dalam kajian tersebut dilakukan pendekatan model bottom-up accounting dengan software LEAP. Berdasarkan hasil simulasi dalam Kajian Pengembangan Model Dalam Mendukung Perencanaan Energi, impor beberapa jenis energi akan meningkat diantaranya LPG, BBM dan minyak bumi. Program konversi minyak tanah ke LPG membuat peningkatan tajam dari permintaan LPG. Impor BBM terutama dari sektor transportasi akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang terus membaik dan juga tidak adanya penambahan kilang baru. Di sisi lain pasokan minyak bumi sebagai bahan baku kilang juga terus menurun dari tahun ke tahun. Sedikitnya penemuan lapangan baru berakibat kurangnya pengembangan sumur-sumur baru yang dapat meningkatkan produksi minyak bumi. Dengan mengacu pada hasil simulasi tersebut, diperkirakan pada tahun 2024, Indonesia akan menjadi net energi importir. Oleh karena itu hasil simulasi Skenario Dasar dan BAU berupa proyeksi permintaan energi skala Nasional diatas perlu diperjelas kembali dengan proyeksi permintaan energi dalam skala yang lebih detail melalui pengembangan model dalam mendukung perencanaan energi dalam skala wilayah. Dalam kajian tersebut masih menggunakan pendekatan model bottom-up accounting dengan software LEAP dengan output hasil proyeksi permintaan energi dalam skala wilayah serta menganalisis kondisi energi per wilayah di Indonesia. 1.2 Tujuan Tujuan dari kegiatan ini adalah i) mengembangkan model dasar permintaan energi dalam skala wilayah di Indonesia, ii) menganalisis kondisi energi per wilayah di Indonesia. 1.3 Sasaran Sasaran yang ingin dicapai adalah teridentifikasinya permintaan energi berdasarkan model perencanaan LEAP dalam skala wilayah dan permasalahan kondisi energi per wilayah di Indonesia. Kajian Pengembangan Model LEAP 8

9 1.4 Keluaran Sedangkan keluaran dari kegiatan ini adalah laporan kajian antara lain: a. Terbangunnya model dasar permintaan energi dalam skala wilayah di Indonesia yang dilengkapi dengan model program komputer LEAP. b. Teridentifikasinya kondisi energi per wilayah di Indonesia. 1.5 Ruang Lingkup Ruang Lingkup Wilayah Pada kajian pengembangan model perencanaan energi ini mencakup hasil proyeksi permintaan energi dalam skala wilayah serta menganalisis kondisi energi per wilayah di Indonesia. Untuk penentuan wilayah, studi ini mengacu pada pengelompokan menjadi 7 wilayah berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN). Untuk itu, pembagian wilayah dalam kajian ini adalah: 1. Sumatera 2. Jawa - Bali 3. Kalimantan 4. Nusa Tenggara 5. Sulawesi 6. Maluku 7. Papua Ruang Lingkup Kajian Hasil dari pemodelan ini akan menggambarkan besarnya permintaan energi di setiap wilayah dan model ini juga menggambarkan permintaan energi berdasarkan sektor dan permintaan energi berdasarkan jenis bahan bakar. Selain itu juga dalam kajian ini menjelaskan kondisi energi dalam lingkup wilayah berdasarkan hasil Focus Group Discusion (FGD). 1.6 Metodologi Metodologi Pengumpulan Data Analisis yang akan dilakukan dalam kajian adalah analisis data sekunder (secondary data analysis/desk study). Sedangkan data yang diperlukan dalam kajian ini meliputi data primer dan data sekunder. Sumber data primer melakukan kunjungan lapangan ke daerahdaerah untuk mengetahui kondisi data yang terkait dengan kajian ini, sedangkan data Kajian Pengembangan Model LEAP 9

10 sekunder diperoleh dari studi literatur dan review dokumen. Berkaitan dengan pengumpulan data dalam melakukan studi maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: a. Melaksanakan koordinasi melalui rapat kerja, konsinyasi, lokakarya ataupun seminar. Rapat kerja anggota tim kajian dilakukan untuk mengkoordinasikan kegiatan kajian agar dapat berjalan sesuai dengan tujuan, sasaran dan timeline yang telah disepakati, konsinyasi dilakukan untuk mempersiapkan perumusan dan pembuatan laporan awal, tengah dan akhir. Untuk mendapatkan masukan lebih banyak dan mendalam mengenai penyediaan dan permintaan energi nasional sebagai bahan untuk melakukan pemodelan perencanaan energi dilakukan kegiatan lokakarya/seminar, dengan mengundang pemangku kebijakan baik pusat maupun daerah, stakeholder, asosiasi energi, serta narasumber pakar. b. Melakukan diskusi yang terencana dengan praktisi, pengguna dan para narasumber terkait dalam sektor energi. c. Melakukan Forum Group Discussion (FGD) dengan beberapa pemangku kebijakan serta stakeholder khususnya yang terkait dengan sektor energi. FGD dilakukan dalam bentuk diskusi (brainstorming) yang bertujuan untuk mendapatkan, mengidentifikasi dan menggali informasi lebih mendalam mengenai perencanaan energi yang akan dijadikan masukan bagi pengembangan model perencanaan energi. Gambar 1 Kerangka Acuan Kerja Kajian Pengembangan Model LEAP 10

11 1.6.2 Metodologi Analisis Analisis data dalam pengembangan model LEAP telah dilaksanakan oleh Tim LEAP. Tim LEAP tersebut telah menganalisis perencanaan energi yang mempertimbangkan antara sisi penyediaan dan permintaan. Adapun alat analisis yang digunakan dalam kajian ini adalah Long Range Alternative Energy Planning System (LEAP). Model ini merupakan salah satu bentuk model energi menggunakan teknik Linear Programming dan mempunyai empat struktur energi yaitu energi primer, energi final, energi sekunder, serta energi bermanfaat. Metodologi pemodelan dalam LEAP adalah akunting (accounting). Permintaan energi atau pemasokan energi dalam metode akunting ini dihitung dengan menjumlahkan pemakaian dan pemasokan energi masing-masing jenis kegiatan. Secara sederhana, permintaan energi merupakan perkalian antara intensitas pemakaian energi dikalikan dengan aktifitas pemakaian energi. Oleh karena itu, pendekatan LEAP juga disebut sebagai pendekatan intensitas. Sedangkan model penyediaan energi akan menghitung besar produksi energi untuk memenuhi permintaan energi, berdasarkan data-data teknis yang meliputi antara lain adalah jenis teknologi, kapasitas produksi, efisiensi, faktor kapasitas, dan sebagainya. Sedangkan untuk mengatahui kondisi energi di masing-masing wilayah, Direktorat Sumber Daya Energi Mineral dan Pertambangan telah melaksanakan Focus Group Discusion (FGD) untuk membahas kondisi energi di masing-masing wilayah. Kajian Pengembangan Model LEAP 11

12 BAB 2 KONSEP DASAR ENERGI DAN PERANGKAT LUNAK LEAP 2.1 Energi Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja yang dapat berupa panas, cahaya, mekanika, kimia, dan elektromagnetika. Menurut hukum Termodinamika Pertama bahwa Energi bersifat kekal, Energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnakan, tetapi dapat berubah bentuk (konversi) dari bentuk energi yang satu ke bentuk energi yang lain. Sumber energi adalah sesuatu yang dapat menghasilkan energi, baik secara langsung maupun melalui proses konversi atau transformasi. Sumber daya energi merupakan kekayaan alam yang dikuasai negara dan dapat dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Adapun peranan energi sangat penting artinya bagi peningkatan kegiatan ekonomi dan ketahanan nasional, sehingga pengelolaan energi yang meliputi penyediaan, pemanfaatan, dan pengusahaannya harus dilaksanakan secara berkeadilan, berkelanjutan, rasional, optimal, dan terpadu. Selain itu juga karena cadangan sumber daya energi tak terbarukan terbatas, maka perlu adanya kegiatan penganekaragaman sumber daya energi agar ketersediaan energi terjamin 3. Pengelolaan energi meliputi penyediaan, pemanfaatan, dan pengusahaannya harus dilaksanakan secara berkeadilan, berkelanjutan, rasional, optimal, dan terpadu guna memberikan nilai tambah bagi perekonomian bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyediaan, pemanfaatan, dan pengusahaan energi yang dilakukan secara terus menerus guna meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam pelaksanaannya harus selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi yang mendasar kebijakan pengelolaan energi jangka panjang. Adapun dalam hal penyediaan energi salah satunya dapat dilakukan dengan menginventarisasi sumber daya energi yang ada. Sebagai katalisator pembangunan, pemanfaatan energi terutama energi fosil perlu dikelola seefisien mungkin dan dipertimbangkan keberlanjutanya dengan memperhatikan optimalisasi nilai tambah. Peralihan pemanfaatan energi fosil ke energi baru dan terbarukan harus didorong dan terus dilakukan. Keberpihakan pada energi baru dan terbarukan baik dalam bentuk insentif maupun dukungan riset dan teknologi menjadi kewajiban pemerintah untuk mewujudkannya. Secara umum, sektor pengguna energi Indonesia digolongkan menjadi 6 antara lain: 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi Kajian Pengembangan Model LEAP 12

13 a. Rumah Tangga yaitu sektor pengguna yang memanfaatkan energi untuk keperluan di rumah tangga seperti memasak, penerangan dan lainnya. b. Industri yaitu sektor pengguna yang memanfaatkan energi untuk keperluan proses industri seperti pemanasan langsung, penerangan dan peralatan mesin tetapi tidak termasuk energi yang digunakan untuk pembangkitan listrik. Golongan dalam industri ini disesuaikan dengan penggolongan industri pengolahan non migas dalam PDB seperti kelompok industri makanan, tekstil, kayu, kimia, non logam, logam, mesin dan lainnya. c. Komersial yaitu sektor pengguna yang memanfaatkan energi untuk penerangan, AC, peralatan mesin, peralatan memasak dan pemanasan air tetapi tidak termasuk konsumsi untuk transportasi. Termasuk ke dalam golongan ini adalah kelompok komesial dan bisnis umum seperti perdagangan, hotel, restoran, jasa keuangan, pemerintahan, sekolah dan lainnya. d. Transportasi yaitu sektor pengguna yang memanfaatkan energi untuk keperluan transportasi di semua sektor ekonomi. Subsektor transportasi meliputi transportasi darat (mobil penumpang, sepeda motor, truk dan bis), transportasi udara, transportasi laut, transportasi penyebrangan, dan kereta api. e. Sektor lainnya.yaitu sektor pengguna yang memanfaatkan energi untuk keperluan perikanan, konstruksi dan pertambangan. f. Sektor non energi yaitu sektor pengguna yang memanfaatkan komoditas energi untuk keperluan energi meliputi minyak pelumas, bahan baku untuk industri petrokimia (naphta, gas bumi dan kokas), bahan baku gas untuk methanol dan pupuk. 2.2 Prinsip Dasar Model Model merupakan suatu langkah awal yang dilakukan untuk pembuatan suatu rekayasa perangkat lunak dari sebuah sistem yang akan disimulasikan. Dalam hal ini formulasi model senantiasa dilakukan berdasarkan teori-teori yang berlaku dimana sistem berada. Tujuan utama dari pemodelan adalah untuk memprediksi kondisi masa depan berdasarkan perilaku sistem dimasa lalu. Berikut ini beberapa prinsip umum permodelan, terkait dengan proses pemodelan: a. Menentukan masalah dan tujuan dari model. b. Tentukan variabel. c. Pilih variabel kontrol. d. Pilih parameter untuk variabel kontrol. e. Menguji model yang dihasilkan untuk pelanggaran hukum fisik atau ekonomi. Kajian Pengembangan Model LEAP 13

14 f. Pilih horizon waktu. g. Menjalankan model dan memeriksa hasil. h. Variasikan parameter ke skenario yang wajar untuk melihat apakah hasilnya masih masuk akal. i. Bandingkan hasilnya dengan data eksperimen. j. Merevisi parameter bahkan model. Sedangkan sebuah sistem merupakan kombinasi dari beberapa komponen yang bekerja bersama-sama dan melakukan suatu sasaran tertentu dan tidak dibatasi hanya pada sistem fisik saja. Konsep sistem dapat digunakan pada gejala-gejala yang abstrak dan dinamis seperti yang dijumpai dalam ekonomi. Sehingga, dapat dikatakan bahwa sistem harus dapat diinterprestasikan untuk dapat menyatakan sistem ekonomi dan sebagainya. 2.3 Penggunaan LEAP Penggunaan LEAP di Indonesia mencakup lembaga penelitian dan instansi pemerintah. Beberapa lembaga penelitian dan instansi terkait dengan perencanaan energi, telah banyak menerapkan metode pendekatan model energi. Penerapan model energi sudah dikembangkan dibeberapa instansi tersebut diantaranya Pusdatin KESDM dan Direktorat Sumber Daya Energi Mineral dan Petambangan BAPPENAS. LEAP dikembangkan oleh Stockholm Environment Institute di Boston, Amerika Serikat atau disebut SEI-Boston pada tahun Saat ini LEAP hanya mampu dijalankan di komputer yang menggunakan sistem operasi Windows dan versi terakhir LEAP dirilis pada tahun Namun demikian update terus dijalankan oleh SEI-Boston sebagai bentuk penyempurnaan sampai dengan saat ini. Kajian Pengembangan Model LEAP 14

15 Sumber: Charlie Heaps SEI-Boston and Tellus Institute Gambar 2 Peta Sebaran Pengguna LEAP di Dunia Berdasarkan data dari website resminya yaitu yang telah diakses pada tanggal 7 Oktober 2014, LEAP sudah digunakan oleh 192 negara dengan total member dan jumlah pengguna terbanyak berasal dari Indonesia sebanyak orang dengan pengguna aktif diperkirakan sekitar 300 orang yang disusul oleh China, India, USA, Iran, dan Swedia (Gambar 1). Pengguna model ini mencakup pemerintah, akademisi, NGO, konsultan dan perusahaan penyedia energi dengan level penggunaan mulai dari tingkat lokal, sampai dengan tingkat global. Kajian Pengembangan Model LEAP 15

16 Sumber: Gambar 3 Sebaran Pengguna LEAP di Dunia 4 Charlie Heaps (pengembang LEAP) menyatakan bahwa salah satu keunggulan dari LEAP adalah kefleksibelannya tergantung tingkat kesulitan dari perencanaan energi dan kualitas model yang diharapkan. Oleh karena itu, dengan kefleksibelannya LEAP yang dapat dioperasikan mulai dari ahli energi dengan reputasi global yang ingin mendesain kebijakan dan membantu sumbang saran bagi pengambil keputusan sampai dengan pengajar untuk pengembangan kapasitas pemula. 2.4 Perangkat Lunak LEAP LEAP adalah alat pemodelan dengan skenario terpadu yang komprehensif berbasis pada lingkungan dan energi. LEAP mampu merangkai skenario untuk berapa konsumsi energi yang dipakai, dikonversi dan diproduksi dalam suatu sistem energi dengan berbagai alternatif asumsi kependudukan, pembangunan ekonomi, teknologi, harga dan sebagainya. Hal ini memudahkan untuk pengguna aplikasi ini memperoleh fleksibilitas, transparansi dan kenyamanan. LEAP bukan hanya merupakan sebuah alat hitung dan analisis, tetapi juga dapat menyesuaikan keinginan pengguna dengan menentukan model perhitungan lain berbasis ekonometri. Pengguna dapat melakukan kombinasi dan mencocokkan metodologi ini seperti yang diperlukan dalam suatu analisis. Sebagai contoh, pengguna dapat membuat top-down 4 introduction LEAP diakses pada tanggal 7 Oktober 2014 Kajian Pengembangan Model LEAP 16

17 proyeksi permintaan energi di satu sektor yang didasarkan pada beberapa indikator makroekonomi (harga, PDB), sekaligus menciptakan dengan rinci perkiraan bottom-up berdasarkan analisis pengguna akhir (end-use) di sektor lain. LEAP mendukung untuk proyeksi permintaan energi akhir maupun permintaan pada energi yang sedang digunakan secara detail termasuk cadangan energi, transportasi, dan lain sebagainya. Pada sisi penawaran, LEAP mendukung berbagai metode simulasi untuk pemodelan baik perluasan kapasitas maupun proses pengiriman dari pembangkit. Di dalam LEAP terdapat database teknologi dan lingkungan database yang berisi data mengenai biaya, kinerja dan faktor emisi. LEAP dapat digunakan untuk menghitung profil emisi dan juga dapat digunakan untuk membuat skenario emisi dari sektor non-energi (perubahan penggunaan lahan, limbah). LEAP memiliki fitur yang dirancang untuk membuat dan menciptakan skenario, mengelola dan mendokumentasikan data dan asumsi, serta melihat laporan hasil dengan mudah dan fleksibel. Sebagai contoh, struktur data utama LEAP secara intuitif ditampilkan sebagai hirarki "pohon" (tree) yang dapat diedit dengan menyeret dan menjatuhkan (drag and drop) atau copy dan paste setiap cabang (branch) yang ada. Tabel standar neraca energi dan diagram Reference Energy System (RES) secara otomatis digenerasi dan terus disinkronisasi bersamaan dengan pengguna (user) mengedit pohon. Hasil tampilan adalah laporan yang digenerasikan dengan sangat kuat sehingga mampu menghasilkan ribuan laporan dalam bentuk diagram atau tabel. LEAP dirancang untuk dapat bekerja secara terhubung dengan produk Microsoft Office (Word, Excel, PowerPoint) sehingga mudah untuk import, eksport dan menghubungkan ke data serta model yang dibuat di tempat lain. Perancang program aplikasi ini adalah dari Stokholm Environment Institute (SEI) dan memiliki komunitas yang saling berinteraksi yaitu COMMEND (Community for Energy Environment and Development). Penggunaan di Indonesia didukung dengan kemudahan penggunaan dan akses secara cuma-cumanya LEAP menjadi software yang banyak digunakan oleh para akademisi dan masyarakat umum dalam merancang perencanaan energi sederhana di suatu wilayah. Selanjutnya LEAP saat ini telah banyak diaplikasikan untuk mensimulasikan kebijakan energi dan menyusun perencanaan dalam pencapaiannya. Pada tahun , Pusdatin ESDM bekerjasama dengan ECN Belanda untuk mensosialisasikan penggunaan model LEAP yang akan digunakan untuk menyusun RUEN dan sebagai implementasi dari Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang saat ini (2013) sedang dalam tahap finalisasi. Pada kegiatan Kajian Pengembangan Model LEAP 17

18 tersebut, dilakukan pilot project penyusunan RUED di beberapa propinsi seperti Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, dan DIY Struktur Model LEAP Metodologi pemodelan dalam LEAP adalah akunting (accounting). Permintaan energi atau pemasokan energi dalam metode akunting ini dihitung dengan menjumlahkan pemakaian dan pemasokan energi masing-masing jenis kegiatan. LEAP memiliki beberapa terminologi umum, di antaranya sebagai berikut : Area : sistem yang sedang dikaji (contoh : negara atau wilayah) Current Accounts : data yang menggambarkan tahun dasar (tahun awal) dari jangka waktu kajian. Scenario : sekumpulan asumsi mengenai kondisi masa depan Tree : diagram yang merepresentasikan struktur model yang disusun seperti tampilan dalam Windows Explorer. Tree terdiri atas beberapa Branch. Terdapat empat Branch utama, yaitu Driver Variable, Demand, Transformation, dan Resources. Masingmasing Branch utama dapat dibagi lagi menjadi beberapa Branch tambahan (anak cabang). Branch : cabang atau bagian dari Tree, Branch utama ada empat, yaitu Modul Variabel Penggerak (Driver Variable), Modul Permintaan (Demand), Modul Transformasi (Transformation) dan Modul Sumber Daya Energi (Resources). Expression : formula matematis untuk menghitung perubahan nilai suatu variabel. Saturation : perilaku suatu variabel yang digambarkan mencapai suatu kejenuhan tertentu. Persentase kejenuhan adalah 0% X 100%. Nilai dari total persen dalam suatu Branch dengan saturasi tidak perlu berjumlah 100%. Share : perilaku suatu variabel yang mengambarkan mencapai suatu kejenuhan 100%. Nilai dari total persen dalam suatu Branch dengan Share harus berjumlah 100%. Dalam software LEAP disediakan 4 (empat) modul utama dan 3 (tiga) modul tambahan. Modul utama adalah modul-modul standar yang umum digunakan dalam pemodelan energi, yaitu: Key Assumptions, Demand, Transformation, dan Resources. Modul tambahan adalah pelengkap terhadap modul utama jika diperlukan, yaitu: Statistical Differences, Stock Changes, dan Non Energy Sector Effects. Berikut ini empat modul utama dan tiga modul tambahan antara lain: Kajian Pengembangan Model LEAP 18

19 1. Modul Key Assumptions adalah untuk menampung paramater-parameter umum yang dapat digunakan pada Modul Demand maupun Modul Transformation. Parameter umum ini misalnya adalah jumlah penduduk, PDB (produk domestik bruto), dan sebagainya. Modul Key Assumptions ini sifatnya komplemen terhadap modul lainnya. Pada model yang sederhana, dapat saja modul ini tidak difungsikan. 2. Modul Demand adalah untuk menghitung permintaan energi. Pembagian sektor pemakai energi sepenuhnya dapat dilakukan sesuai kebutuhan pemodel. Permintaan energi didefinisikan sebagai perkalian antara aktifitas pemakaian energi (misalnya jumlah penduduk, jumlah kendaraan, volume nilai tambah, dsb.) dan intensitas pemakaian energi kegiatan yang bersangkutan. 3. Modul Statistical Differences adalah untuk menuliskan asumsi-asumsi selisih antara data demand dan supply karena perbedaan pendekatan dalam perhitungan demand dan perhitungan supply energi. Cabang-cabang dalam Modul Statistical Differences akan muncul dengan sendirinya sesuai dengan jenis-jenis energi yang dimodelkan dalam Modul Demand. Pada umumnya, statistical differences pada pemodelan dianggap nol. 4. Modul Transformation adalah untuk menghitung pemasokan energi. Pasokan energi dapat terdiri atas produksi energi primer (gas bumi, minyak bumi, batubara, dsb.) dan energi sekunder (listrik, bahan bakar minyak, LPG, briket batubara, arang, dsb.). Susunan cabang dalam Modul Transformation sudah ditentukan strukturnya, yang masing-masing kegiatan transformasi energi terdiri atas processes dan output. 5. Modul Stock Changes adalah untuk menuliskan asumsi-asumsi perubahan stok atau cadangan energi pada awal tahun tertentu dengan awal tahun berikutnya. Cabangcabang dalam Modul Stock Changes akan muncul dengan sendirinya sesuai dengan jenis-jenis energi yang dimodelkan dalam Modul Transformation. Pada umumnya, perubahan stok pada pemodelan dianggap nol. 6. Modul Resources terdiri atas Primary dan Secondary. Kedua cabang ini sudah default. Cabang-cabang dalam Modul Resources akan muncul dengan sendirinya sesuai dengan jenis-jenis energi yang dimodelkan dalam Modul Transformation. Kajian Pengembangan Model LEAP 19

20 Beberapa parameter perlu diisikan, seperti jumlah cadangan (minyak bumi, gas bumi, batubara, dsb.) dan potensi energi (tenaga air, biomasa, dsb). 7. Modul Non-Energy Sector Effects adalah untuk menempatkan variabel-variabel dampak negatif kegiatan sektor energi, seperti tingkat kecelakaan, penurunan kesehatan, terganggunya ekosistem, dsb. Susunan modul tersebut diatas sudah baku. LEAP akan mensimulasikan model berdasar susunan tersebut, dari atas ke bawah. Simulasi LEAP bersifat straight forward, tidak ada feed back antara permintaan dan penyediaan energi. Permintaan energi dianggap selalu dipenuhi oleh pemasokan energi yang berasal dari transformasi energi domestik maupun impor energi. Struktur model LEAP mengikuti sistem dan arus energi yang terdapat dalam Proyeksi)Kebutuhan)&)Pasokan)Energi) Referrence Energy System (RES) seperti yang terdapat dalam gambar dibawah ini Energi'Primer' Transformasi' Energi'Final' Demand'Energi' Minyak)bumi) Kilang)minyak) BBM) Rumah)Tangga) Gas)bumi) Gas)bumi) Batubara) Batubara) Komersial) Tenaga)air) Panasbumi) Pembangkit)) Listrik) Listrik) Industri) Energi)) terbarukan) Energi) )terbarukan) Transportasi) Gambar 4 Referrence Energy System (RES) 4) Kajian Pengembangan Model LEAP 20

21 BAB 3 SUMBER DAN PENGUMPULAN DATA 3.1 Sumber Data Data yang digunakan oleh Tim LEAP dalam melakukan permodelan LEAP adalah sebagai berikut: Tabel 1 Sumber Data Permodelan LEAP No Data 1. Statistik Indonesia Provinsi dalam angka Handbook of Energy and Economics Statistics of Indonesia Statistik Ketenagalistrikan Statistik PLN Raw Data Susenas Raw Data Survei Industri Data garis kemiskinan BPS 9. PDRB Provinsi Indonesia menurut Lapangan Usaha Data penjualan BBM & Gas Pertamina Data penjualan gas PGN RUPTL Statistik EBTKE 2011 * = Hanya tersedia untuk beberapa provinsi ** = Tidak semua data jenis EBT ada di tingkat provinsi 3.2 Jenis dan Pengolahan Data Terdapat tiga kelompok data untuk masing-masing provinsi dalam permodelan LEAP antara lain: a. Data Sosial Ekonomi Data sosial ekonomi memuat data berikut: Kajian Pengembangan Model LEAP 21

22 Kependudukan: Jumlah dan kepadatan penduduk, ukuran rumah tangga, pengelompokan penduduk berdasarkan pendapatan. Tabel 2 menguraikan jenis data kependudukan yang dibutuhkan, sumbernya dan proses pengolahannya; PDRB: PDRB per jenis usaha, inflasi, pertumbuhan PDRB, Nilai tambah sektor industri, nilai tambah sektor komersial, nilai tambah sektor lainnya. Tabel 3 menguraikan jenis data ekonomi yang dibutuhkan, sumbernya dan proses pengolahannya; serta Transportasi: jumlah mobil, sepeda motor, bus dan truk, pendapatan angkutan udara, pendapatan angkutan laut dan penyeberangan, pertumbuhan jumlah kendaraan, pertumbuhan pendapatan angkutan udara dan laut, elastisitas masing-masing jenis kendaraan. Tabel 4 menguraikan jenis data transportasi yang dibutuhkan, sumbernya dan proses pengolahannya. Tabel 2 Data Kependudukan Penduduk Data Sumber Data Pengolahan Data Jumlah dan Provinsi dalam angka Jumlah penduduk Provinsi tahun 2010 kepadatan penduduk 2011 Pertumbuhan jumlah penduduk Provinsi dalam angka 2011 Ukuran rumah Provinsi dalam angka Rata-rata jumlah anggota keluarga di Provinsi tangga 2011 Jumlah penduduk berdasarkan pendapatan Raw Data Susenas 2011; Data garis kemiskinan BPS 2010 Penduduk dibagi menjadi 4 kelompok: di bawah garis kemiskinan, 40% terbawah, menengah dan atas (20% teratas). Untuk memperoleh jumlah penduduk berdasarkan pendapatan, digunakan raw data Susenas 2011 untuk Provinsi. Langkah pengerjaannya: 1. Penduduk dipisahkan berdasarkan domisili: desa dan kota 2. Penduduk desa dan kota diurutkan berdasarkan besarnya pendapatan (kolom kapita) 3. Dengan merujuk pada garis kemiskinan dan jumlah query data yang masuk, pengelompokan Kajian Pengembangan Model LEAP 22

23 Penduduk Data Sumber Data Pengolahan Data penduduk yang masuk dalam kategori di bawah garis kemiskinan, 40% terbawah, menengah dan 20% teratas dapat dilakukan dan persentase masing-masing kelompok penduduk dapat diperoleh 4. Persentase yang diperoleh untuk masing-masing kelompok berdasarkan pendapatan dikalikan dengan jumlah penduduk total Provinsi. Rasio Elektrifikasi per jenis pendapatan Statistik Ketenagalistrikan Rasio elektrifikasi provinsi didistribusikan ke empat jenis pendapatan dengan metode trial and error. Tabel 3 Data Ekonomi Ekonomi Data Sumber Data Pengolahan Data PDRB Per Wilayah Provinsi dalam angka Besaran PDRB constant price di setiap kabupaten di 2011 Provinsi Besarnya PDRB constant price menurut jenis kegiatan di Provinsi. Jenis kegiatan meliputi: PDRB Provinsi per Provinsi dalam angka Pertanian, pertambangan, sarana umum, industri jenis kegiatan 2011 manufaktur, jasa konstruksi, jasa komersial, transportasi, jasa keuangan dan jasa sosial. Pertumbuhan PDRB diperoleh dari selisih PDRB Pertumbuhan PDRB dan Inflasi Provinsi dalam angka 2011 tahun tertentu dan tahun sebelumnya, yang dibandingkan dengan PDRB tahun sebelumnya (dalam persen) Nilai tambah sektor industri memasukkan nilai tambah dari masing-masing sub-sektor industri di Raw Data Survei suatu tahun tertentu di sebuah provinsi (PDRB Nilai tambah sektor Industri; Provinsi constant price). Adapun sub-sektor industri yang industri Dalam Angka dimaksud adalah: makanan, tekstil, kayu, kertas, kimia, non-logam, logam, permesinan dan industri lainnya. Kajian Pengembangan Model LEAP 23

24 Ekonomi Data Sumber Data Pengolahan Data Nilai tambah sektor komersial Provinsi dalam angka 2011; PDRB Provinsi Menurut Lapangan Usaha Nilai tambah sektor komersial memasukkan besarnya nilai tambah dari sub-sektor jasa keuangan, jasa sosial dan jasa komersial pada tahun 2010 (PDRB constant price). Provinsi dalam angka Nilai tambah sektor lainnya memasukkan nilai Nilai tambah sektor 2011; PDRB Provinsi tambah dari sub-sektor pertanian, pertambangan dan lainnya Menurut Lapangan konstruksi pada tahun 2010 (PDRB constant price). Usaha Tabel 4 Data Transportasi Transportasi Data Sumber Data Pengolahan Data Jumlah mobil Statistik Indonesia Jumlah mobil tahun 2008, 2009, 2010 Jumlah sepeda motor Statistik Indonesia Jumlah sepeda motor tahun 2008, 2009, 2010 Jumlah bus Statistik Indonesia Jumlah bus tahun 2008, 2009, 2010 Jumlah truk Statistik Indonesia Jumlah truk tahun 2008, 2009, 2010 PDRB Provinsi di Nilai tambah sektor Nilai tambah sektor angkutan sungai, penyeberangan Indonesia Menurut angkutan laut dan dan angkutan laut (dalam juta Rupiah) dalam PDRB Lapangan Usaha penyeberangan provinsi tahun 2008, 2009, 2010 dan PDRB Provinsi di Nilai tambah sektor angkutan udara (dalam juta Nilai tambah sektor Indonesia Menurut Rupiah) dalam PDRB provinsi tahun 2008, 2009, angkutan udara Lapangan Usaha dan Elastisitas mobil Pertumbuhan jumlah Perbandingan antara pertumbuhan mobil (dalam mobil dan pertumbuhan persen) dengan pertumbuhan PDRB (dalam persen) PDRB Pertumbuhan jumlah Perbandingan antara pertumbuhan jumlah sepeda Elastisitas sepeda sepeda motor dan motor (dalam persen) dengan pertumbuhan PDRB motor pertumbuhan PDRB (dalam persen) Elastisitas bus Pertumbuhan jumlah bus dan pertumbuhan PDRB Perbandingan antara pertumbuhan jumlah bus (dalam persen) dengan pertumbuhan PDRB (dalam persen) Kajian Pengembangan Model LEAP 24

25 Transportasi Data Sumber Data Pengolahan Data Elastisitas truk Pertumbuhan jumlah truk dan pertumbuhan PDRB Perbandingan antara pertumbuhan jumlah truk (dalam persen) dengan pertumbuhan PDRB (dalam persen) Pertumbuhan nilai Perbandingan antara pertumbuhan nilai tambah Elastisias angkutan tambah sektor angkutan angkutan sungai, penyeberangan dan angkutan laut laut dan laut dan penyeberangan (dalam persen) dengan pertumbuhan PDRB (dalam penyeberangan dan pertumbuhan persen) PDRB Pertumbuhan nilai Perbandingan antara pertumbuhan nilai tambah Elastisitas angkutan tambah sektor angkutan angkutan udara (dalam persen) dengan pertumbuhan udara udara dan pertumbuhan PDRB (dalam persen) PDRB b. Data Pemakaian Energi Data pemakaian energi memuat data berikut: Penjualan BBM, listrik, gas bumi, LPG, briket batubara, dan jumlah pelanggan listrik; Data aktivitas tahun 2010; Intensitas pemakaian energi di sektor rumah tangga, komersial, industri dan transportasi; serta Balance sheet antara pemakaian energi dan suplai energi. Data pemakaian energi mencakup perhitungan pemakaian energi di sektor rumah tangga, industri, komersial, transportasi dan sektor lainnya. Perhitungan pemakaian energi di setiap sektor diverifikasi dengan data pasokan energi (BBM, listrik, dan gas) di setiap provinsi. Perhitungan permintaan energi (demand) final sektor rumah tangga, industri, transportasi dan non-energi, menggunakan persamaan sederhana: Demand = Data Aktivitas x Intensitas Kajian Pengembangan Model LEAP 25

26 Tabel 5 Data Aktivitas dan Intensitas Energi Sektor Data Aktivitas Intensitas Energi Rumah Tangga Jumlah penduduk dan pengelompokan penduduk berdasarkan pendapatan Raw Data Susenas 2011 gabungan semua propinsi dan Goal seek Industri Nilai Tambah Sektor Industri pada tahun dasar Survei Industri (gabungan semua propinsi) dan Goal Seek Komersial Nilai tambah sektor komersial tahun dasar Guess, Estimate dan Goal seek Transportasi Jumlah kendaraan tiap moda angkutan darat pada tahun dasar; Nilai tambah angkutan udara, laut dan penyeberangan pada tahun Guess, Estimate dan Goal seek dasar Lainnya Nilai tambah sektor lainnya pada tahun dasar Guess, Estimate dan Goal seek Dengan merujuk pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa permintaan energi di setiap sektor dapat dihitung jika semua data di atas tersedia. Idealnya, diperlukan survei untuk mengetahui intensitas energi di setiap sektor. Sayangnya, tidak semua sektor memiliki hasil survei untuk mengetahui besarnya intensitas energi di masing-masing sektor tersebut. Oleh karena itu, beberapa pendekatan dilakukan untuk memperoleh perkiraan intensitas di setiap sektor. Untuk sektor rumah tangga, intensitas dihitung berdasarkan hasil pengolahan raw data Susenas untuk masing-masing provinsi. Intensitas sektor industri menggunakan hasil pengolahan raw data Survei Industri. Adapun sektor komersial, sektor transportasi dan sektor lainnya, beberapa besaran intensitas ditentukan dengan guess and estimate (expert judgement). Dengan menggunakan data aktivitas dan intensitas tersebut, maka permintaan tiap jenis bahan bakar di setiap sektor dapat diketahui. Permintaan tiap jenis bahan bakar di setiap sektor dapat dilihat di tabel berikut: Kajian Pengembangan Model LEAP 26

27 Bahan Bakar Rumah Tangga Tabel 6 Pemakaian Energi dan Pemasokan Energi : Jawa Barat Pemakaian Energi Tahun 2011 (SBM) Industri Transportasi Komersial Lainnya Pembangkit Total Pemasokan Avtur , ,509-63,509 Avgas - - 7, ,774-7,774 Premium* - - 4,359, ,359,799 18,658,414 23,018,213 Minyak Tanah 203,339 56, , , , ,274 Minyak Solar - 2,220,269 6,751, ,100 93, ,973 10,397,240 1,998,633 12,395,873 Minyak Bakar - 222,027 5, , , ,859 Gas Bumi 160, ,543 3,192 35, ,205 24,212,752 24,582,930 LPG 6,354, , ,546,210 1,959,021 8,505,231 Batubara - 2,199, ,199,632 (2,199,632) - Listrik 12,506,752 2,333,394-1,088, ,928,957 (7,102,835) Biofuel Arang (833) - Total 19,226,704 7,306,209 11,190, , ,973 40,492,309 78,481,784 Dari tabel di atas, nampak bahwa terdapat perbedaan antara total pemakaian energi dan data pemasokan. Selisih antara total pemakaian dan pemasokan dapat dilihat pada kolom berwarna hijau. Hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara perhitungan bottom-up dan perhitungan top-down. Untuk mengatasi hal ini, maka dilakukan revisi (penyesuaian) terhadap intensitas awal di setiap sektor. Intensitas hasil survei dan intensitas hasil guess and estimate ini selanjutnya divalidasi dengan menggunakan data penjualan energi di setiap provinsi. Jika terdapat selisih antara hasil perhitungan permintaan energi dengan data penjualan energi di provinsi, maka dilakukan penyesuaian intensitas sehingga nilai permintaan energi sama dengan jumlah penjualan energi di wilayah tersebut. Penyesuaian intensitas ini dilakukan dengan menggunakan fasilitas goal seek yang disediakan oleh piranti lunak excel. Dengan melakukan goal seek, hasil perhitungan permintaan dengan menggunakan data aktivitas dan intensitas energi akan sama dengan pasokan bahan bakar ke wilayah tersebut. Gambar 4 memberikan ilustrasi proses verifikasi dan penyesuaian data intensitas agar data konsumsi energi dari sisi pengguna selaras dengan data dari sisi penjualan. Lampiran B menguraikan prosedur yang dilakukan untuk memverifikasi dan menyesuaikan data intensitas dan volume penggunaan energi. Kajian Pengembangan Model LEAP 27

28 X à =/= Data Aktifitas Intensitas Demand (SBM) Data Penjualan Energi (SBM) Benchmark Koreksi Intensitas X à == Data Aktifitas Intensitas Demand (SBM) Data Penjualan Energi (SBM) Gambar 5 Alur Perhitungan Intensitas Tabel 7 menunjukkan bahwa setelah proses penyesuaian intensitas, maka jumlah permintaan masing-masing bahan bakar akan sama atau mendekati jumlah pemasokan. Pada tabel ini nampak bahwa goal seek tidak dilakukan untuk batubara dan arang. Hal ini disebabkan karena data pasokan batubara dan arang tidak tersedia untuk provinsi Jawa Barat. Bahan Bakar Tabel 7 Total Demand Mendekati Total Pemasokan Setelah Goal Seek Rumah Tangga Pemakaian Energi Tahun 2011 (SBM) Industri Transportasi Komersial Lainnya Pembangkit Total Pemasokan Avtur , ,509-63,509 Avgas - - 7, Premium* ,018, ,018,213-23,018,213 Minyak Tanah 440,614 56,081-52, , ,274 Minyak Solar - 673,507 10,577, ,723 46, ,973 12,395, ,395,873 Minyak Bakar - 527,603 5, , ,859 Gas Bumi 52,443 24,458,287 45,978 26, ,582,930-24,582,930 LPG 8,197, ,344-86, ,505,231-8,505,231 Batubara 2,199, ,199,632 (2,199,632) Listrik 4,151,365 3,096,533-1,578, ,826,121-8,826,121 Biofuel Arang (833) Total 12,843,162 31,231,987 33,718,610 1,890,728 46, ,973 80,682,250 78,481,784 Kajian Pengembangan Model LEAP 28

29 c. Data Penyediaan Energi Data penyediaan energi memuat data sebagai berikut: Sumber, cadangan, distribusi energi (minyak bumi, gas bumi, batu bara, tenaga air, panas bumi, biomassa, biofuel dan sumber energi lainnya); Kelistrikan, meliputi kapasitas terpasang, daya mampu, produksi listrik, pemakaian bahan bakar, data gardu induk, dan gardu distribusi; serta Rencana ketenagalistrikan ke depan. 3.3 Kesenjangan Data Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh Tim LEAP selama pelaksanaan studi ini, terdapat kesenjangan antara data tahun dasar (2010) yang diperoleh dari penjumlahan data tingkat provinsi dibandingkan dengan data referensi pada Handbook Energy & Economic Statistics Indonesia. Tabel 8 memberikan gambaran perbedaan tersebut secara keseluruhan maupun pada masing-masing sektor. Tabel 8 Data Konsumsi Energi Final 2010 Sektor Agregasi Provinsi Referensi 1 Referensi 2 Referensi 3 (MBOE) (MBOE) (MBOE) (MBOE) Rumah Tangga Komersial Industri Transportasi Lainnya Total Referensi 1 = Handbook Energy and Economic Statistics Indonesia 2013 Referensi 2 = Handbook Energy and Economic Statistics Indonesia 2012 Referensi 3 = Handbook Energy and Economic Statistics Indonesia 2011 Tidak termasuk penggunaan non-energi Kesenjangan terbesar ada pada sektor industri. Tim LEAP menjelaskan bahwa besarnya konsumsi energi sektor industri pada Data Referensi mencakup sebagian volume ekspor batubara. Selain itu, perbedaan data pasokan BBM antara Handbook Pusdatin dengan data pasokan BBM yang digunakan oleh tim LEAP juga menjadi penyebab adanya kesenjangan ini. Tabel 8 juga menjelaskan analisis mengenai perbedaan data tahun dasar Kajian Pengembangan Model LEAP 29

30 antara Handbook Pusdatin dengan data Penjualan BBM Pertamina yang menjadi acuan bagi tim LEAP. Untuk memvalidasi perhitungan LEAP RPJMN, maka dibutuhkan angka pembanding yang dapat dijadikan sebagai acuan. Untuk permodelan LEAP RPJMN ini, digunakan Handbook of Energy Economic Statistics Indonesia 2011, 2012 dan Validasi dilakukan di tahun 2010 mengingat tahun ini merupakan tahun dasar permodelan dan buku Handbook Pusdatin memuat angka-angka yang dibutuhkan untuk tahun Dari tabel di atas, nampak bahwa konsumsi energi sektor rumah tangga, transportasi dan sektor lainnya (pertanian, pertambangan dan konstruksi) dalam permodelan LEAP RPJMN mendekati angka konsumsi energi sektor yang sama dalam Handbook Pusdatin. Namun, terdapat perbedaan yang cukup signifikan untuk sektor komersial dan sektor industri. Untuk memahami perbedaan dan persamaan di atas, perlu untuk merujuk pada sumber-sumber yang digunakan. Perbedaan yang cukup signifikan di sektor industri disebabkan oleh beberapa faktor terutama faktor penggunaan batubara. Penggunaan batubara di sektor industri menurut permodelan LEAP RPJMN menggunakan hasil perhitungan data mentah survei sektor industri. Data hasil survei industri menunjukkan besarnya konsumsi batubara (SBM/juta rupiah) untuk setiap jenis industri di masing-masing provinsi. Dalam Handbook Pusdatin, penjualan batubara ke trader dikategorikan sebagai penjualan ke sektor industri. Dalam kenyataannya, trader tidak hanya menjual batubara ke industri, melainkan juga ke pembangkit dan untuk diekspor. Penjualan batubara ke pembangkit dan untuk keperluan ekspor tidak tercatat, sehingga dalam data Handbook Pusdatin penggunaan batubara sektor industri tidak berubah (tidak dikurangkan dengan penjualan batubara oleh trader ke pembangkit dan ekspor). Sehingga, pasokan batubara di sektor industri menurut Handbook Pusdatin berbeda jauh dengan konsumsi batubara sektor Industri menurut LEAP RPJMN. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab margin yang besar antara konsumsi energi sektor industri menurut permodelan LEAP RPJMN dengan Handbook Pusdatin. Permodelan LEAP menggunakan data pasokan Pertamina per provinsi sebagai bahan rujukan untuk menghitung intensitas energi di masing-masing sektor. Untuk mengetahui apakah data jumlah BBM antara Handbook Pusdatin dengan permodelan LEAP RPJMN, maka tim LEAP membuat perbandingan sederhana antara penjualan masing-masing BBM di tahun Kajian Pengembangan Model LEAP 30

31 Tabel 9 Perbandingan Data Penjualan BBM Sektor Bahan Bakar Leap RPJMN (Kl) Handbook Pusdatin (Kl) Transportasi Premium 22,733, ,391,362 Solar 7,156, ,891,587 Minyak Diesel - 5,371 Minyak Bakar - 34,983 Kerosene - 1,075 Avgas 968, , Avtur 5,292, ,527, Aviation Bio Solar 4,305, ,393,861 Pertamax 666, ,843 Pertamax Plus 113, ,662 Pertamina Dex 2, , Bio Pertamax - TOTAL 41,240, ,102,919 Listrik - Solar 6,239, ,887, Minyak Diesel 6, , Minyak Bakar 2,377, ,430, Bio Solar - TOTAL 8,624, ,324, Industri - Solar 6,196, ,663, Premium 45, Minyak Diesel 132, , Minyak Bakar 1,029, Kerosene 48, , Bio Solar 4, DIESEL V10 4, TOTAL 7,461, ,759, Marine - Premium 1, Kajian Pengembangan Model LEAP 31

32 Sektor Bahan Bakar Leap RPJMN (Kl) Handbook Pusdatin (Kl) Solar 855, Minyak Diesel 21, Minyak Bakar 259, Kerosene Bio Solar DIESEL V TOTAL 1,138, Rumah Tangga Kerosene 2,754, ,436, TOTAL 2,754, Total (I) 61,218, ,623, Meski secara keseluruhan total penjualan BBM di kedua sumber ini hampir sama, perbedaan di masing-masing sektor masih terlihat. Untuk sektor transportasi, data penjualan solar yang digunakan dalam permodelan LEAP RPJMN jauh lebih rendah dibandingkan jumlah penjualan solar dalam Handbook Pusdatin. Sebaliknya, data penjualan avtur dan avgas dalam permodelan LEAP RPJMN hampir dua kali lipat lebih besar dibandingkan penjualan bahan bakar sejenis dalam Handbook RPJMN. Meski secara total konsumsi sektor transportasi menurut Permodelan LEAP RPJMN dan Handbook Pusdatin hampir sama, perbedaan-perbedaan yang mencolok di masing masing jenis bahan bakar ini perlu dicermati karena perbedaan-perbedaan ini akan sangat mempengaruhi besarnya intensitas energi di sektor terkait. Pada sektor industri, masih terdapat perbedaan lebih dari 400 ribu KL minyak solar dan hampir 800 ribu KL minyak bakar antara kedua sumber. Perbedaan total penjualan BBM menurut kedua sumber menjadi faktor tambahan besarnya perbedaan konsumsi energi sektor. Dengan perbedaan-perbedaan sumber data di atas, perbedaan hasil masing-masing sektor dari kedua sumber sangat mungkin terjadi. Perbedaan ini menunjukkan perlunya kajian lebih lanjut dan juga upaya yang lebih komprehensif untuk mendapatkan gambaran nyata penggunaan energi di Indonesia. Kajian Pengembangan Model LEAP 32

33 3.4 Pengaturan Skenario Skenario merupakan rangkaian perkiraan bagaimana sistem energi berubah tiap waktunya pada kondisi aspek sosial ekonomi dan kebijakan tertentu. Pengaturan skenario pada model LEAP menjadi sangat krusial dan dapat dikatakan menjadi aspek pokok dari model LEAP. Pengguna dapat menggunakan skenario untuk menjawab berbagai pertanyaan hipotesa seperti apa yang akan terjadi bila kebijakan efisien diterapkan, apa yang akan terjadi jika pengembangan pembangkit dilakukan dengan cara berbeda, dan apa yang terjadi bila transportasi massal dikembangkan serta banyak pertanyaan lainnya. Skenario ini didasarkan pada skenario Current Account merupakan kondisi saat ini. Current Account dapat merupakan data satu titik mapun berupa data time series. Skenario di LEAP mengandung semua faktor yang dapat berubah sepanjang waktu termsuk hal-hal yang diakibatkan intervensi kebijakan dan yang merefleksikan asumsi sosial ekonomi yang berbeda Skenario RPJMN Skenario RPJMN mengacu kepada data-data beberapa tahun terakhir dan data tahun 2011 dianggap sebagai data dasar. Tabel berikut ini memperlihatkan asumsi dasar yang digunakan untuk memproyeksi pemintaan energi per wilayah berdasarkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN). Tabel 10 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Wilayah No Wilayah Papua 14,0-14,3 14,7-15,3 16,2-17,2 16,9-18,3 16,9-18,6 2 Papua Barat 7,8-8,0 10,1-10,5 14,3-15,1 15,8-17,1 15,8-17,4 3 Maluku 6,9-7,0 7,1-7,4 8,0-8,6 8,1-8,7 8,2-9,0 4 Maluku Utara 5,9-6,0 6,2-6,4 6,8-7,3 7,2-7,8 7,4-8,2 5 NTB 5,9-6,0 5,9-6,1 6,1-6,4 7,0-7,5 7,0-7,7 6 NTT 6,0-6,1 6,6-6,9 7,0-7,5 7,6-8,3 7,6-8,4 7 Sulawesi Utara 7,0-7,2 7,1-7,4 7,5-8,0 7,5-8,2 7,9-8,7 8 Gorontalo 6,6-6,7 7,1-7,4 8,1-8,6 8,3-9,0 8,5-9,4 9 Sulawesi Tengah 7,5-7,6 7,6-7,9 7,8-8,3 8,0-8,6 8,4-9,3 10 Sulawesi Selatan 7,3-7,5 7,4-7,6 8,0-8,5 8,7-9,4 8,7-9,6 Kajian Pengembangan Model LEAP 33

34 No Wilayah Sulawesi Barat 8,0-8,1 9,6-10,0 9,8-10,4 9,8-10,6 9,9-10,9 12 Sulawesi Tenggara 7,8-7,10 7,9-8,3 8,0-8,6 9,7-10,6 9,8-10,9 13 Kalimantan Barat 6,0-6,1 5,7-5,9 6,1-6,4 6,9-7,5 7,5-8,3 14 Kalimantan Tengah 6,0-6,1 6,9-7,2 7,3-7,7 7,8-8,5 8,3-9,2 15 Kalimantan Selatan 5,0-5,1 6,0-6,3 6,6-7,0 7,3-7,9 8,2-9,1 16 Kalimantan Timur 4,5-4,6 5,5-5,8 5,5-5,8 6,1-6,6 6,7-7,4 17 Kalimantan Utara 4,9-5,0 4,9-5,1 5,8-6,1 6,1-6,7 6,6-7,3 18 DKI Jakarta 5,4-5,5 6,5-6,8 7,1-7,5 7,1-7,7 7,4-8,2 19 Jawa Barat 5,4-5,5 6,5-6,8 7,0-7,4 7,2-7,8 7,4-8,2 20 Banten 5,4-5,5 6,0-6,2 6,2-6,6 6,5-7,0 7,0-7,8 21 Jawa Tengah 5,4-5,5 6,5-6,8 6,9-7,3 7,0-7,6 7,6-8,4 22 DI Yogyakarta 5,3-5,4 5,8-6,0 5,9-6,3 6,1-6,7 6,2-6,9 23 Jawa Timur 6,1-6,2 6,5-6,7 6,8-7,2 7,0-7,6 7,5-8,2 24 Bali 5,3-5,4 6,3-6,6 6,3-6,7 6,6-7,2 6,8-7,5 25 Aceh 5,5-5,6 5,7-5,9 5,8-6,2 5,9-6,4 5,9-6,5 26 Sumatera Utara 6,0-6,2 6,6-6,8 7,0-7,4 7,3-7,9 7,7-8,5 27 Sumatera Barat 5,4-5,5 5,9-6,1 6,2-6,6 6,7-7,2 7,0-7,7 28 Riau 4,5-4,6 4,8-5,0 4,9-5,2 5,2-5,7 5,7-6,3 29 Kepulauan Riau 6,6-6,7 6,8-7,1 7,2-7,6 7,9-8,5 8,6-9,5 30 Jambi 6,4-6,6 6,9-7,2 7,2-7,6 7,8-8,4 8,5-9,4 31 Sumatera Selatan 5,7-5,8 6,0-6,2 6,1-6,4 6,4-7,0 7,1-7,9 32 Bangka Belitung 5,4-5,5 6,0-6,2 6,6-7,0 6,8-7,4 7,1-7,9 33 Bengkulu 5,8-6,0 6,6-6,8 7,0-7,5 7,4-8,0 7,9-8,8 34 Lampung 6,2-6,3 6,6-6,9 7,0-7,4 7,4-8,0 7,8-8,6 Sumber: Bappenas 2014 Kajian Pengembangan Model LEAP 34

35 BAB 4 PROYEKSI PERMINTAAN ENERGI DAN KETERSEDIAAN ENERGI BERDASARKAN WILAYAH Pada bab ini menjelaskan hasil LEAP menurut wilayah yaitu energi final sektor permintaan (demand) yang menggambarkan besarnya permintaan energi di sebuah wilayah. Energi final sektor permintaan selanjutnya memberi fitur kepada penggunanya untuk melihat permintaan energi berdasarkan sektor dan permintaan energi berdasarkan jenis bahan bakar yang digunakan. Model umum (generic) untuk permintaan energi dikelompokan menjadi 5 (lima) antara lain: a) Sektor rumah tangga, yang selanjutnya dibagi menjadi beberapa sub sektor yaitu: (1) Rumah tangga miskin (di bawah garis kemiskinan). (2) Rumah tangga dengan pendapatan rendah. (3) Rumah tangga dengan pendapatan menengah. (4) Rumah tangga kaya. b) Sektor komersial, mengacu pada sektor keuangan, komersial dan jasa sosial. c) Sektor industri yang terbagi dalam industri makanan, tekstil, kayu, kertas, kimia, nonlogam, logam, permesinan dan industri lainnya. Kategorisasi industri ini disesuaikan dengan pengelompokan industri dalam PDB. d) Transportasi, yang dibagi berdasarkan moda transportasi yakni mobil penumpang, sepeda motor, bus, truk, transportasi air dan transportasi udara. e) Sektor lainnya, merujuk pada sektor pertanian, konstruksi dan pertambangan. Kajian Pengembangan Model LEAP 35

36 Demand Rumah Tangga Komersial Industri Transportasi Lainnya Rumah Tangga Miskin Keuangan Makanan Mobil Penumpang Pertanian Industri Pendapatan Rendah Komersial Tekstil Sepeda Motor Konstruksi Transportasi Pendapatan Menengah Jasa Sosial Kayu Bus Pertambangan Komersial Kaya Kertas Truk Kayu Lainnya Kimia Transportasi Air Kayu Transportasi Udara Logam Non Logam Permesinan Industri Lainnya Gambar 6 Struktur Pengguna Energi LEAP 4.1 Kondisi Energi Wilayah Sumatera Hasil Proyeksi LEAP Wilayah Sumatera Permintaan energi di wilayah Sumatera masih didominasi oleh sektor transportasi. Permintaan sektor transportasi mengalami peningkatan sebesar 6 % pertahun dari 60,5 Juta SBM di tahun 2010 menjadi 108,6 Juta SBM di tahun Tingginya konsumsi untuk sektor transportasi kemungkinan didorong oleh pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang sudah cukup baik di wilayah Sumatera namun tidak diimbangi oleh pilihan moda transportasi khususnya transportasi publik. Subsektor transportasi, yang paling mempengaruhi peningkatan adalah sub sektor kendaraan sepeda motor dan truk. Adapun permintaan sub sektor untuk kendaraan sepeda motor meningkat dari 26,5 Juta SBM pada tahun 2010 menjadi 55,7 Juta SBM pada tahun Untuk sub sektor truk meningkat dari Juta SBM pada tahun 2010 menjadi 30,4 Juta SBM pada tahun Sementara itu untuk sektor Industri, konsumsi energi sektor industri mengalami peningkatan permintaan energi sebesar 7% pertahun yakni 27 Juta SBM pada awal tahun 2010 dan meningkat menjadi Kajian Pengembangan Model LEAP 36

37 50,9 Juta SBM pada akhir Dengan peningkatan terbesar pada sub sektor industri makanan yang meningkat dari 11,7 Juta SBM pada tahun 2010 menjadi 22 Juta SBM pada tahun Untuk sektor komersial, walaupun jumlah konsumsi energinya relatif kecil namun terjadi peningkatan yang cukup tinggi yaitu 6,3 Juta SBM pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 13,2 Juta SBM pada tahun Jika dilihat lebih dalam pada sub sektor yang ada, sub sektor jasa komersial menjadi salah satu yang meningkat yaitu pada tahun 2010 mencapai 4,3 Juta SBM menjadi 7,9 Juta SBM pada tahun Tahun Lainnya Transportasi Industri Komersial Rumah Tangga Gambar 7 Permintaan Energi Wilayah Sumatera Kajian Pengembangan Model LEAP 37

38 Gambar 8 Permintaan Energi per Jenis Wilayah Sumatera Berdasarkan jenis energinya, BBM merupakan jenis energi final yang menempati pangsa terbesar dalam penggunaan energi pada wilayah Sumatera. Gambar diatas menjelaskan bahwa pada tahun 2010 jenis energi yang mendominasi dari segi permintaan adalah minyak solar dan diikuti oleh premium. Namun demikian, berdasarkan proyeksi yang telah dilakukan pada tahun 2015 dan tahun 2020 jenis energi yang akan mendominasi permintaan adalah adalah minyak solar dan diikuti oleh premium akan tetap mendominasi kebutuhan energi pada wilayah ini. Sedangkan untuk energi jenis lain seperti gas bumi, batubara, minyak tanah dan LPG akan terjadi peningkatan permintaan energi yang tidak terlalu besar yakni sekitar 2% pertahun Penyediaan Energi Wilayah Sumatera Pulau Sumatera merupakan pulau terbesar keenam di dunia. Pulau ini membujur dari barat laut ke arah tenggara dan melintasi khatulistiwa, membagi pulau Sumatera menjadi dua bagian, Sumatera belahan sebelah utara dan Sumatera belahan sebelah selatan. Pegunungan Bukit Barisan dengan beberapa puncaknya yang melebihi m di atas permukaan laut, merupakan barisan gunung berapi aktif, berjalan sepanjang sisi barat pulau dari ujung utara ke arah selatan; sehingga membuat dataran di sisi barat pulau relatif sempit dengan pantai yang terjal dan dalam ke arah Samudra Hindia dan dataran di sisi timur pulau yang luas dan Kajian Pengembangan Model LEAP 38

39 landai dengan pantai yang landai dan dangkal ke arah Selat Malaka, Selat Bangka dan Laut China Selatan. U Gambar 9 Peta Wilayah Sumatera Hasil Focus Group Discusion (FGD) menunjukkan bahwa potensi energi di Wilayah Sumatera sangat besar namun sebaliknya kebutuhan energi di wilayah ini juga cukup besar terutama untuk dapat menunjang pertumbuhan ekonomi, transportasi dan industri yang semakin tinggi diwilayah ini sehingga terjadi defisit energi yang besar terutama BBM, listrik dan gas alam di hampir seluruh Wilayah Sumatera. Oleh karena itu terjadi ketergantungan antar daerah yang sangat tinggi akan suplai energi dari provinsi terdekat seperti Provinsi Aceh sangat tergantung kepada suplai energy listrik dari Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Bengkulu tergantung dari Provinsi Sumatera Selatan. Kajian Pengembangan Model LEAP 39

40 Sementara itu, adanya suplai gas alam membuat ketergantungan akan suplai energi dari provinsi tetangga terutama diakibatkan karena belum terintegrasikannya jaringan listrik antara pusat pembangkit dengan pusat beban atau pusat konumsi, karena tidak adanya interkoneksi jaringan transmisi listrik, sehingga masih banyak pembangkit listrik di daerah yang terisolir yang menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang masih memakai BBM yang berakibat tingginya biaya produksi sehingga tidak sesuai dengan harga jual listrik didaerah tersebut yang masih rendah. Oleh karena itu, karena kurangnya suplai tenaga listrik dan pengaturan beban yang tidak dapat dilakukan secara efisien sehingga jika terjadi gangguan pada pembangkit atau jaringan listrik yang ada, maka terpaksa harus dilakukan pemadaman bergilir. Tabel 11 Potensi Sumber Daya dan Infrastruktur Energi No Provinsi Infrastruktur Energi Potensi Potensi Gas Potensi Panas Potensi Minyak Bumi Bumi Bumi Batubara 1 Aceh PLTA, LNG Arun 150,68 6,93 TSCF mwe 450 juta ton MMSTB 2 Sumatera PLTA, PLTU, PLTG, 109,05 1,20 TSCF mwe 27 juta ton Utara PLTP, Smelter Aluminium MMSTB 3 Sumatera PLTA mwe 795 juta ton Barat 3.386,55 8,06 TSCF 4 Riau Kilang BBM, Jalur Pipa MMSTB 25 mwe 1.8 milyar Gas ton 5 Kepulauan Jalur Pipa Gas 373,23 50,48 TSCF - - Riau MMSTB 6 Jambi PLTA, Jalur Pipa Gas mwe 2.2 milyar ton 7 Bengkulu PLTA mwe 192 juta ton 8 Sumatera Kilang BBM, PLTU, 1.007,07 18,32 TSCF mwe 50 milyar ton Selatan PLTG, Pabrik Pupuk MMSTB 9 Bangka Smelter Timah mwe - Belitung 10 Lampung PLTA, PLTU, PLTP mwe 107 juta ton Sumber: Hasil FGD Sektor Sumber Daya Energi Mineral dan Pertambangan tahun 2014 Produksi gas alam di Wilayah Sumatera masih diprioritaskan untuk ekspor melalui pipa ke Singapura dan Malaysia, sehingga kegiatan industri di Wilayah Sumatera masih akan terus dibayangi oleh potensi defisit gas. Dalam hal ini konsumen gas alam di Wilayah Sumatera tidak dapat melakukan apa-apa karena sesuai kontrak penjualan jangka panjang gas alam ke luar negeri pembeli luar negeri selalu dilindungi dengan berbagai cara untuk memperoleh penggantian suplainya dengan cara best effort, dan hal tersebut tidak berlaku Kajian Pengembangan Model LEAP 40

41 untuk kontrak penjualan gas di dalam negeri. Hal ini juga akan mengakibatkan terhentinya suplai gas alam secara tidak terduga jika terjadi gangguan atau masalah pada produksi di hulu atau pada pipa transmisi gas alam itu sendiri. Khusus bioenergi, meskipun di Wilayah Sumatera banyak perkebunan sawit yang memproduksi banyak CPO berkualitas yang dapat dijadikan bahan baku biofuel, namun perusahaan lebih suka mengekspor hasil CPO dibandingkan mengolah menjadi biodiesel di dalam negeri karena nilai jual yang jauh lebih tinggi. Tabel 12 Kondisi Kelistrikan di Wilayah Sumatera No Provinsi Beban Puncak Rasio Elektrifikasi (MW) (Persen) 1 Aceh Sumatera Utara Riau Kepulauan Riau Sumatera Selatan Sumatera Barat Jambi Bengkulu Lampung Bangka Belitung Sumber : Kementerian ESDM, Diolah Bappenas Kondisi Energi di Wilayah Jawa dan Bali Hasil Proyeksi LEAP Wilayah Jawa dan Bali Permintaan energi di wilayah Jawa dan Bali juga didominasi oleh sektor transportasi. Sektor transportasi mengalami peningkatan permintaan sebesar 5 % pertahun. Pada awal tahun 2010, permintaan energi di sektor transportasi mencapai 124 Juta SBM dan pada akhir 2020 diproyeksikan mencapai 199 Juta SBM. Sub sektor yang paling mempengaruhi peningkatan tersebut adalah sub sektor kendaraan sepeda motor dan truk yang meningkat dari 57,6 Juta SBM pada tahun 2010 menjadi 98,1 Juta SBM pada tahun Untuk sub sektor truk meningkat dari 35,4 Juta SBM pada tahun 2010 menjadi 47,8 Juta SBM pada tahun Konsumsi energi pada sektor industri mengalami peningkatan permintaan energi sebesar 7% pertahun yakni 90,3 Juta SBM pada awal tahun 2010 dan meningkat menjadi 169,7 Juta SBM pada akhir Adapun permintaan pada sub sektor industri permesinan Kajian Pengembangan Model LEAP 41

42 merupakan yang paling besar diantara sub sektor lainnya dengan 19,6 Juta SBM pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 36,9 Juta SBM pada tahun Sementara untuk sektor komersial, walaupun jumlah konsumsi energinya relatif kecil namun terjadi peningkatan yang cukup tinggi yaitu 34,4 Juta SBM pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 93,2 Juta SBM pada tahun Jika dilihat lebih dalam pada sub sektor yang ada, sub sektor jasa sosial menjadi salah satu yang meningkat yaitu pada tahun 2010 mencapai 20,5 Juta SBM menjadi 73,3 Juta SBM pada tahun Tahun Lainnya Transportasi Industri Komersial Rumah Tangga Gambar 10 Permintaan Energi Wilayah Jawa dan Bali Kajian Pengembangan Model LEAP 42

43 Gambar 11 Permintaan Energi per Jenis Wilayah Jawa dan Bali Dominasi kebutuhan BBM ini sebagian besar dikonsumsi oleh sektor transportasi, sebagai sarana penunjang wilayah Bali sebagai wilayah wisata. Pada tahun 2010, jenis energi yang mendominasi dari segi permintaan adalah premium yang diikuti oleh gas bumi dan berdasarkan proyeksi pada tahun 2015 dan tahun 2020 jenis energi yang akan mendominasi adalah premium dan diikuti oleh gas bumi. untuk jenis energi lain seperti solar, batubara, minyak tanah dan LPG, terjadi peningkatan permintaan energi yang tidak terlalu besar yakni 3% pertahun Penyediaan Energi Wilayah Jawa dan Bali Pulau Jawa merupakan pulau terbesar ke tiga belas di dunia. Pulau Jawa adalah pulau yang sebagian besar terbentuk dari adanya aktivitas vulkanik. Hampir keseluruhan wilayah di Pulau Jawa pernah memperoleh dampak dari aktivitas gunung berapi. Terdapat tiga puluh delapan gunung yang terbentang dari timur ke barat pulau ini dan pada waktu tertentu pernah menjadi gunung berapi aktif. Deretan gunung-gunung berapi membentuk jajaran yang terbentang dari timur hingga barat pulau ini yang membuat sumber daya mineral dan pertambangan banyak dijumpai di Pulau Jawa. Berdasarkan Hasil Focus Group Discusion (FGD) yang menunjukkan bahwa potensi energi di Wilayah Jawa cukup besar dan kebutuhan energi di wilayah ini juga sangat besar terutama untuk dapat menunjang pertumbuhan Kajian Pengembangan Model LEAP 43

44 ekonomi, transportasi dan industri yang semakin tinggi di wilayah tersebut sehingga berdampak pada terjadinya defisit kebutuhan energi yang besar khususnya untuk BBM. U Gambar 12 Peta Wilayah Jawa Bali Kebutuhan energi di Wilayah Jawa sangat besar dan salah satu sumber energi yang terbesar di Wilayah Jawa adalah panas bumi yang berasal dari aktivitas tektonik dan Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu Provinsi yang memiliki sumber panas bumi terbesar di Wilayah Jawa maupun di Indonesia. Total sumber panas bumi di Provinsi Jawa Barat mencapai MWe atau 21,7% yang tersebar pada 43 lokasi di 11 Kabupaten. Sejalan dengan Kebijakan Energi Nasional yang mentargetkan peningkatan peran energi panas bumi menjadi 5% pada tahun 2025 atau Mwe, Pemerintah Provinsi Jawa Barat justru mentargetkan pemanfaatan panas bumi pada tahun 2025 mencapai MW atau sekitar 27% lebih tinggi dari Road Map Panas Bumi Nasional. Tabel 13 Potensi Sumber Daya Energi di Pulau Jawa dan Bali No. Provinsi Infrastruktur Potensi Minyak Potensi Gas Potensi Panas Potensi Energi Bumi Bumi Bumi Batubara 1 Banten PLTD mwe 18 juta ton 2 Jawa Barat PLTU, PLTA, 494,89 MMSTB 3,18 TSCF mwe - PLTP 3 DIY PLTD, PLTU mwe - 4 Jawa Tengah PLTMH, PLTS, PLTP mwe 820 ribu ton 5 Jawa Timur Jalur Pipa Gas 1.312,03 5,89 TSCF mwe 80 ribu ton Kajian Pengembangan Model LEAP 44

45 No. Provinsi MMSTB Infrastruktur Potensi Minyak Potensi Gas Potensi Panas Potensi Energi Bumi Bumi Bumi Batubara 6 DKI Jakarta Jaringan Gas Kota 7 Bali PLTS Sumber: Hasil FGD Sektor Sumber Daya Energi Mineral dan Pertambangan tahun 2014 Sementara itu, selain terdapat di Provinsi Jawa Barat sumber energi panas bumi juga terdapat di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur, untuk potensi panas bumi di Provinsi Jawa Timur terdapat 13 lapangan potensial yang mempunyai potensi antara Mwe. Sedangkan di Provinsi Jawa Tengah secara hipotetik potensi panas bumi diperkirakan mencapai sebesar MWe atau 6% dari seluruh cadangan Nasional yang mencapai MW. Tabel 14 Kondisi Kelistrikan di Wilayah Jawa - Bali No Provinsi Beban Puncak Rasio Elektrifikasi (MW) (Persen) 1 Banten Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DIY Jawa Timur Bali Sumber : Kementerian ESDM, Diolah Bappenas 2014 Kajian Pengembangan Model LEAP 45

46 4.3 Kondisi Energi di Wilayah Kalimantan Hasil Proyeksi LEAP Wilayah Kalimantan Permintaan energi di wilayah Kalimantan masih didominasi oleh sektor lainnya (pertanian, konstruksi, dan pertambangan). Sektor tersebut mengalami peningkatan permintaan sebesar 6% pertahun. Pada awal tahun 2010, permintaan energi di sektor tersebut mencapai 20,3 Juta SBM dan pada akhir 2020 diproyeksikan mencapai 35,7 Juta SBM. Jika dilihat berdasarkan sub sektor pada sektor lainnya yang paling mempengaruhi peningkatan adalah sub sektor pertambangan. Adapun permintaan sub sektor untuk pertambangan meningkat dari 17,7 Juta SBM pada tahun 2010 menjadi 31 Juta SBM pada tahun Konsumsi energi sektor industri mengalami peningkatan permintaan energi sebesar 5% pertahun yakni 17,7 Juta SBM pada awal tahun 2010 dan meningkat menjadi 30 Juta SBM pada akhir Tahun Lainnya Transportasi Industri Komersial Rumah Tangga Gambar 13 Permintaan Energi Wilayah Kalimantan Kajian Pengembangan Model LEAP 46

47 Adapun permintaan pada sub sektor industri makanan merupakan yang paling besar diantara sub sektor lainnya dengan Juta SBM pada tahun 2010 dan meningkat menjadi Juta SBM pada tahun Sementara untuk sektor komersial, walaupun jumlah konsumsi energinya relatif kecil namun terjadi peningkatan yang cukup tinggi yaitu 4,8 Juta SBM pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 9 Juta SBM pada tahun 2020 atau sebesar 6%. Jika dilihat lebih dalam pada sub sektor yang ada, sub sektor jasa komersial menjadi salah satu yang meningkat yaitu pada tahun 2010 mencapai 3,2 Juta SBM menjadi 5,8 Juta SBM pada tahun Sedangkan untuk sektor rumah tangga permintaan energi pada tahun 2020 akan diproyeksikan mencapai 7,5 Juta SBM. Sub sektor yang paling tinggi konsumsinya adalah sub sektor rumah tangga menengah yang mencapai 2,2 Juta SBM pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 3 Juta SBM pada tahun Secara lengkap, perkembangan konsumsi energi final berdasarkan sektor pengguna energi sampai tahun 2020 dapat dilihat pada gambar berikut ini. Gambar 14 Permintaan Energi per Jenis Wilayah Kalimantan Pada tahun 2010, jenis energi yang mendominasi dari segi permintaan adalah minyak solar yang diikuti oleh premium dan berdasarkan proyeksi, pada tahun 2015 dan tahun 2020 jenis energi yang akan mendominasi adalah solar dan diikuti oleh premium. untuk jenis Kajian Pengembangan Model LEAP 47

48 energi lain seperti gas bumi, batubara, minyak tanah dan LPG, terjadi peningkatan permintaan energi yang tidak terlalu besar yakni 3% pertahun Penyediaan Energi Wilayah Kalimantan Kalimantan terkenal sebagai wilayah yang kaya akan sumber daya alam terutama sumber daya enegi, mineral dan pertambangan. Kalimantan memiliki sumber daya yang berlimpah mulai dari Batubara, gas alam, minyak bumi, gas methane serta sumber energi terbarukan lainnya yaitu tenaga air, biodisel dan biogas. Kalimantan memiliki cadangan minyak bumi terbesar ketiga nasional, serta cadangan gas bumi dan batubara terbesar kedua di Indonesia. Total potensi cadangan minyak bumi wilayah Kalimantan mencapai 575,5 MMSTB yang tersebar di wilayah Kalimantan Timur. U Gambar 15 Peta Wilayah Kalimantan Kajian Pengembangan Model LEAP 48

49 Cadangan gas bumi wilayah Kalimantan diperkirakan mencapai 14,63 TSCF. Sementara potensi cadangan batubara wilayah Kalimantan mencapai ,23 juta ton atau 49,6% dari cadangan batubara nasional. Dari jumlah tersebut sebesar 72,2% (47 milyar ton) berada di Kalimantan Timur; 23,7% (12,3 milyar ton) berada di Kalimantan Selatan; 3,1% (3 milyar ton) berada di Kalimantan Tengah dan 1% (491 juta ton) berada di Kalimantan Barat. Tabel 15 Potensi Sumber Daya Energi di Wilayah Kalimantan No. Provinsi Infrastruktur Potensi Potensi Gas Potensi Potensi Energi Minyak Bumi Bumi Panas Bumi Batubara 1 Kalimantan PLTD, PLTG, - 65 mwe 491 juta ton Barat PLTMH, PLTG 2 Kalimantan Timur PLTD, PLTU 575,5 MMSTB 30 mwe 47 milyar ton 3 Kalimantan PLTA, PLTG, - 50 mwe 12 milyar 14,63 TSCF Selatan PLTU, PLTD ton 4 Kalimantan PLTD milyar ton Tengah 5 Kalimantan Utara Sumber: Hasil FGD Sektor Sumber Daya Energi Mineral dan Pertambangan tahun 2014 Tabel 16 Kondisi Kelistrikan di Wilayah Kalimantan No Provinsi Beban Puncak Rasio Elektrifikasi (MW) (Persen) 1 Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Kalimantan Selatan Sumber : Kementerian ESDM, Diolah Bappenas 2014 Selain potensi sumber daya energi fosil diatas, Kalimantan juga memiliki potensi energi baru dan terbarukan. Kalimantan memiliki potensi energi alternatif seperti potensi tenaga air, mikrohidro, tenaga surya, dan biodiesel. Beberapa wilayah di Kalimantan telah mengembangkan energi alternatif tersebut dan telah mensuplai energi listrik untuk sejumlah wilayah di Kalimantan. Kalimantan memiliki potensi tenaga air mencapai MW, dengan kapasitas terpasang PLTA sebesar 30 MW pada tahun 2010 dan kapasitas terpasang mikrohidro sebesar KW pada tahun Kalimantan juga telah mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya dengan kapasitas terpasang pertahun mencapai 1,9 MWp per Kajian Pengembangan Model LEAP 49

50 tahun. Beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit di wilayah Kalimantan juga telah mengembangkan bahan bakar nabati dengan memanfaatkan limbah sawit seperti biodiesel. Misalnya, Kalimantan Timur memiliki potensi energi baru berbahan baku limbah sawit dengan potensi 71,7 MW. Kalimantan Selatan memiliki cadangan minyak bumi mencapai MSTB yang tersebar di sejumlah daerah seperti Lapangan Tanjung, Warukun, dan Tapian. Sementara cadangan batubara Kalimantan Selatan diperkirakan mencapai juta ton. Kalimantan Selatan juga memiliki potensi energi baru terbarukan, baik berbahan baku nabati maupun kotoran hewan. 4.4 Kondisi Energi di Wilayah Maluku Hasil Proyeksi LEAP Wilayah Maluku Permintaan energi di wilayah Maluku masih didominasi oleh sektor transportasi yang mengalami peningkatan permintaan sebesar 8 % pertahun. Pada awal tahun 2010, permintaan energi di sektor transportasi mencapai 1,7 Juta SBM dan pada akhir 2020 diproyeksikan mencapai 3,6 Juta SBM. Jika dilihat berdasarkan sub sektor pada sektor transportasi yang paling mempengaruhi peningkatan adalah sub sektor kendaraan sepeda motor dan truk. Adapun permintaan sub sektor untuk kendaraan sepeda motor meningkat dari 5,6 Juta SBM pada tahun 2010 menjadi 9.7 Juta SBM pada tahun Untuk permintaan sub sektor untuk kendaraan truk meningkat dari 4 Juta SBM pada tahun 2010 menjadi 5,7 Juta SBM pada tahun Sementara untuk oleh sektor lainnya mengalami peningkatan permintaan sebesar 7% pertahun. Sementara itu untuk sektor industri peningkatan permintaan energi sebesar 7% pertahun yakni 531 Ribu SBM pada awal tahun 2010 dan meningkat menjadi 1 Juta SBM pada akhir Adapun permintaan pada sub sektor industri kayu merupakan yang paling besar diantara sub sektor lainnya dengan 3,5 Juta SBM pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 6 Juta SBM pada tahun Sedangkan untuk sektor rumah tangga dan komersial, permintaan energi pada tahun 2020 akan diproyeksikan mencapai 250 Ribu SBM dan 479 Ribu SBM atau meningkat sebesar 7%. Jika dilihat lebih dalam pada sub sektor komersial yang ada, sub sektor jasa sosial menjadi salah satu yang meningkat yaitu pada tahun 2010 mencapai 1,6 Juta SBM menjadi 3 Juta SBM pada tahun Untuk sub sektor rumah tangga, sub sektor rumah tangga menengah meningkat sebesar 2,1 Juta SBM pada tahun 2010 menjadi 3 Juta SBM pada tahun Kajian Pengembangan Model LEAP 50

51 Rumah Tahun Lainnya Transportasi Industri Komersial Tangga Gambar 16 Permintaan Energi Wilayah Maluku Pada tahun 2010, jenis energi yang mendominasi dari segi permintaan adalah minyak solar dan diikuti oleh premium dan pada tahun 2015 sampai dengan tahun 2020 jenis energi yang akan mendominasi adalah solar dan diikuti oleh premium. untuk jenis energi lain seperti gas bumi, batubara, minyak tanah dan LPG, terjadi peningkatan permintaan energi yang tidak terlalu besar yakni 3% pertahun. Kajian Pengembangan Model LEAP 51

52 Gambar 17 Permintaan Energi per Jenis Wilayah Maluku Penyediaan Energi Wilayah Maluku Wilayah Maluku memiliki potensi cadangan minyak bumi, gas bumi maupun batubara. Pada tahun 2014 potensi cadangan minyak bumi wilayah Maluku diperkirakan mencapai 17,48 MMSTB yang tersebar dibeberapa titik seperti Blok Babar, Blok Yamdena, Blok Laut Aru Selatan, dan Blok Selaru. Sementara potensi gas bumi di wilayah ini diperkirakan mencapai 15,21 TSCF yang tersebar di Pulau Seram, Pulau Buru, Kepulauan Aru, dan Kepulauan Tanimbar. Maluku juga memiliki cadangan batubara yang diperkirakan mencapai 6 juta ton yang tersebar disejumlah titik di Maluku bagian utara seperti Bacan, Jailolo, Galela, Kao, Makian/Malifut, Morotai Selatan, Obi, Sanana, Taliabu Barat dan Loloda. Kajian Pengembangan Model LEAP 52

53 U Gambar 18 Peta Wilayah Maluku Selain memiliki potensi cadangan energi fosil, Maluku juga memiliki potensi energi baru dan terbarukan seperti panas bumi, listrik tenaga air/mikrodhidro, listrik tenaga surya dan tenaga angin/bayu. Potensi sumber energi panas bumi di Provinsi Maluku yang bisa dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik yang mencapai 644 MW, diantaranya di Pulau Buru, Pulau Seram, Pulau Ambon, Pulau Haruku, Pulau Saparua, Pulau Nusalaut, dan Pulau Weta. Sejumlah wilayah di Maluku juga memiliki potensi listrik tenaga angin terutama di daerah Tual, Ambon, Saumlaki, Ternate dan Bandanaeira. Tabel 17 Potensi Sumber Daya Energi di Wilayah Maluku No. Provinsi Infrastruktur Potensi Potensi Potensi Potensi Energi Minyak Bumi Gas Bumi Panas Bumi Batubara 1 Maluku PLTD, PLTU 15, mwe - 17,48 MMSTB 2 Maluku Utara PLTD, PLTS TSCF 427 mwe 6 juta ton Sumber: Hasil FGD Sektor Sumber Daya Energi Mineral dan pertambangan tahun 2014 Kajian Pengembangan Model LEAP 53

54 Potensi listrik tenaga angin Maluku diperkirakan mencapai 3.455n watt day/tahun. Maluku juga memiliki potensi listrik tenaga air dan mikrohidro yang mencapai 5000 MW. Maluku juga telah mengembangkan listrik tenaga surya dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara dengan kapasitas 6 MW. Tabel 18 Kondisi Kelistrikan di Wilayah Maluku No Provinsi Beban Puncak Rasio Elektrifikasi (MW) (Persen) 1 Maluku Maluku Utara Sumber : Kementerian ESDM, Diolah Bappenas 2014 Provinsi Maluku memiliki sistem kelistrikan dengan kapasitas terpasang mencapai 134,65 MW, dengan daya mampu sebesar 60,87 MW dan beban puncak mencapai 79,05 MW. Pembangkit listrik wilayah Maluku didominasi oleh PLTD dan ditopang dengan sejumlah pembangkit listrik tenaga kecil seperti PLTU dan Marine Fuel Oil (MFO). Rasio Elektrifikasi Provinsi Maluku mencapai 79,05 % dan rasio desa berlistrik sebesar 95,42 %. Kelistrikan di Provinsi Maluku Utara mempunyai kapasitas terpasang sebesar 82,54 MW, daya mampu 45,37 MW dengan beban puncak sebesar 57 MW. Adapun energi terjual sebesar 154,449 MWh. Sistem pembangkit listrik terbesar di Maluku Utara adalah sistem Ternate dimana sistem ini memiliki pasokan pembangkit sekitar 35 MW yang terdiri dari pembangkit sendiri 625 unit dengan daya mampu14,8 MW dan mesin sewa 20,3 MW. Saat ini rasio elektrifikasi Provinsi Maluku Utara mencapai 87,93% dan rasio desa berlistrik sebesar 100%. Maluku Utara telah mengembangkan PLTS dengan dibangunnya PLTS di Pulau Morotai dengan kapasitas 6 MW. 4.5 Kondisi Energi di Wilayah Sulawesi Hasil Proyeksi LEAP Wilayah Sulawesi Permintaan energi di wilayah Sulawesi masih didominasi oleh sektor transportasi. Sektor transportasi mengalami peningkatan permintaan sebesar 6 % pertahun. Pada awal tahun 2010, permintaan energi di sektor transportasi mencapai 13 Juta SBM dan pada akhir 2020 diproyeksikan mencapai 22,6 Juta SBM. Jika dilihat berdasarkan sub sektor pada sektor transportasi yang paling mempengaruhi peningkatan adalah sub sektor kendaraan sepeda Kajian Pengembangan Model LEAP 54

55 motor. Adapun permintaan sub sektor untuk kendaraan sepeda motor meningkat dari 6,2 Juta SBM pada tahun 2010 menjadi 11,8 Juta SBM pada tahun Tahun Lainnya Transportasi Industri Komersial Rumah Tangga Gambar 19 Permintaan Energi Wilayah Sulawesi Untuk sektor industri terjadi peningkatan permintaan energi sebesar 8 % pertahun yakni dari Juta SBM pada awal tahun 2010 dan meningkat menjadi 14,4 Juta SBM pada akhir Adapun permintaan pada sub sektor industri non logam merupakan yang paling besar diantara sub sektor lainnya dengan 3,3 Juta SBM pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 7,2 Juta SBM pada tahun Sedangkan untuk sektor rumah tangga dan komersial, permintaan energi pada tahun 2020 akan diproyeksikan mencapai 8,6 Juta SBM dan 2,6 Juta SBM. Jika dilihat lebih dalam pada sub sektor yang ada, sub sektor jasa komersial menjadi salah satu yang meningkat yaitu pada tahun 2010 mencapai 706 Ribu SBM menjadi 1,4 Juta SBM pada tahun Untuk sub sektor rumah tangga, sub sektor menengah meningkat sebesar 2,4 Juta SBM pada tahun 2010 menjadi 2,9 Juta SBM pada tahun Kajian Pengembangan Model LEAP 55

56 Pada tahun 2010, jenis energi yang mendominasi dari segi permintaan adalah minyak solar dan diikuti oleh premium. Namun berdasarkan proyeksi, pada tahun 2015 dan tahun 2020 jenis energi yang akan mendominasi adalah solar dan diikuti oleh premium. untuk jenis energi lain seperti gas bumi, batubara, minyak tanah dan LPG, terjadi peningkatan permintaan energi yang tidak terlalu besar yakni 2 % pertahun. Gambar 20 Permintaan Energi per Jenis Wilayah Sulawesi Penyediaan Energi di Wilayah Sulawesi Sulawesi merupakan salah satu wilayah yang juga memiliki potensi sumber daya fosil dan non-fosil. Wilayah ini memiliki cadangan minyak dan gas bumi yang tersebar di wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Sulawesi memiliki potensi energi alternatif terbarukan yang cukup besar seperti panas bumi, tenaga air, mikrohidro dan tenaga angin. Potensi cadangan minyak bumi Sulawesi mencapai 51,87 MMSTB pada tahun Sulawesi juga memiliki potensi gas bumi dengan cadangan mencapai 2,58 TSCF. Cadangan minyak dan gas bumi tersebut tersebar di wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan. Sulawesi juga memiliki potensi cadangan batubara yang cukup besar yakni mencapai 232 juta ton pada tahun Potensi batubara tersebut tersebar di wilayah Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan. Selain potensi migas Kajian Pengembangan Model LEAP 56

57 dan batubara, Sulawesi juga memiliki potensi energi baru terbarukan baik panas bumi, tenaga surya, tenaga air, mikrohidro serta tenaga angin. Potensi energi panas bumi tersebar dihampir seluruh wilayah Sulawesi. U Gambar 21 Peta Wilayah Sulawesi Salah satu proyek pemanfaatan energi panas bumi di Sulawesi adalah Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lahendong di Sulawesi Utara. PLTP ini telah beroperasi sejak tahun 2001 dan telah memasok 60% listrik di Sulawesi Utara. Pada tahun 2011, kapasitas terpasang PLTP Lahendong mencapai 80 MW (7% dari potensi total). Sulawesi juga memiliki potensi PLTA mencapai MW dengan kapasitas terpasang mencapai 1.351,58 MW pada tahun PLTMH juga telah dikembangkan di sejumlah wilayah di Sulawesi dan sampai tahun 2010 kapasitas terpasang PLTMH wilayah Sulawesi mencapai 108,5 MW. PLTS dan PLT Angin juga telah dikembangkan di beberapa wilayah Sulawesi. Kajian Pengembangan Model LEAP 57

58 Pada tahun 2010 kapasitas terpasang PLTS di wilayah Sulawesi mencapai 2,85 MWp dan kapasitas terpasang PLT Angin/Bayu mencapai 618,14 KW. Tabel 19 Potensi Sumber Daya Energi di Wilayah Sulawesi No. Provinsi Infrastruktur Potensi Potensi Gas Potensi Panas Potensi Energi Minyak Bumi Bumi Bumi Batubara 1 Sulawesi Utara PLTD, PLTP mwe - 2 Gorontalo PLTD, PLTMH, mwe - PLTA 3 Sulawesi Tengah PLTD 51,87 MMSTB 718 mwe - 4 Sulawesi Selatan PLTD, PLTU, mwe 231 juta PLTA, PLTMH, 2,58 TSCF ton PLTG 5 Sulawesi Tenggara PLTD, PLTA, mwe 1 juta ton PLTG, PLTU 6 Sulawesi Barat PLTA, PLTG, PLTU mwe - Sumber: Hasil FGD Sektor Sumber Daya Energi Mineral dan Pertambangan tahun 2014 Sistem kelistrikan Provinsi Sulawesi Utrara ditopang oleh bebrapa pembangkit seperti PLTD, PLTD, PLTP, dan PLTA/M. Kapasitas terpasang sistem kelistrikan Sulawesi Utara mencapai 198,64 MW yang terdiri dari PLTD (73,26), PLTP (60 MW), PLTA/M (52,38 MW) dan PLTU (10 MW). Sementara daya mampu sistem kelistrikan Provinsi Sulawesi Utara mencapai 195 MW dan beban puncak mencapai 188 MW. Rasio elektrifikasi Provinsi Sulawesi Utara mencapai 82,64% pada tahun Provinsi Gorontalo memiliki sistem kelistrikan yang ditopang oleh pembangkit bertenaga diesel. Total kapasitas terpasang sistem kelistrikan Gorontalo mencapai 33,20 MW dimana 31,70 MW dipasok oleh pembangkit listrik bertenaga diesel (PLTD) dan 1,50 MW berasal dari pembangkit listrik tenaga air dan mikrohidro. Daya mampu sistem kelistrikan Gorontalo mencapai 19,50 MW dengan beban puncak sebesar 16 MW. Dengan kondisi ini, rasio elektrifikasi Provinsi Gorontalo telah mencapai 69,82% pada tahun Pasokan utama listrik Provinsi Sulawesi Tengah berasal dari PLTD dan PLTA/M. Sistem kelistrikan Sulawesi Tengah memiliki kapasitas terpasang mencapai 148,73 MW, diantaranya 110,73 MW dipasok oleh PLTD dan 8,55 MW dipasok oleh PLTA/M. Daya mampu sistem kelistrikan Sulawesi Tengah mencapai 84 MW dengan beban puncak mencapai 51 MW. Tahun 2014 rasio elektrifikasi Provinsi Sulawesi Tengah baru mencapai 72,12%. Kajian Pengembangan Model LEAP 58

59 Kondisi kelistrikan Provinsi Sulawesi Selatan didukung oleh sejumlah pembangkit kapasitas besar seperti PLTD, PLTU, PLTA/M, dan PLTG. Kapasitas terpasang sistem kelistrikan Sulawesi Selatan mencapai 583 MW yang terdiri dari PLTD (72,69 MW), PLTU (12,50 MW), PLTG (122,72), dan PLTA/M (151,05 MW). Daya mampu sistem kelistrikan Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 440 MW dan beban puncak mencapai 442 MW. Provinsi Sulawesi Selatan memiliki rasio elektrifikasi 81,99% pada tahun Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki sistem kelistrikan yang ditopang oleh pembangkit utama bertenaga diesel. Pasokan listrik Provinsi Sulawesi Tenggara sepenuhnya berasal dari PLTD dan sedikit dari PLTA/M. Tabel 20 Kondisi Kelistrikan di Wilayah Sulawesi No Provinsi Beban Puncak Rasio Elektrifikasi (MW) (Persen) 1 Sulawesi Barat Gorontalo Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Selatan Sumber : Kementerian ESDM, Diolah Bappenas 2014 Kapasitas terpasang sistem kelistrikan Sulawesi Tenggara mencapai 91,30 MW yang diantaranya berasal dari PLTD (89,70 MW) dan PLTA/M (1,60 MW). Daya mampu sistem kelistrikan Sulawesi Tenggara mencapai 69,77 MW, sementara beban puncak mencapai 180 MW. Rasio elektrifikasi Provinsi Sulawesi Tenggara baru mencapai 64,85% pada tahun Provinsi Sulawesi Barat memiliki sistem kelistrikan yang ditopang oleh sejumlah pembangkit seperti PLTA Bakaru, PLTA Tello Makassar, PLTG Sengkang dan PLTU Janeponto. Kapasitas terpasang sistem kelistrikan Sulawesi Barat mencapai 180 MW dengan daya mampu mencapai 130 MW. Tahun 2014 rasio elektrifikasi Provinsi Sulawesi Barat sudah mencapai 67,87%. Kajian Pengembangan Model LEAP 59

60 4.6 Kondisi Energi di Wilayah Nusa Tenggara Hasil Proyeksi LEAP Wilayah Nusa Tenggara Permintaan energi di wilayah Nusa Tenggara masih didominasi oleh sektor transportasi. Sektor transportasi mengalami peningkatan permintaan sebesar 8% pertahun. Pada awal tahun 2010, permintaan energi di sektor transportasi mencapai 4,5 Juta SBM dan pada akhir 2020 diproyeksikan mencapai 9 Juta SBM. Jika dilihat berdasarkan sub sektor pada sektor transportasi yang paling mempengaruhi peningkatan adalah sub sektor kendaraan sepeda motor dan truk. Adapun permintaan sub sektor untuk kendaraan sepeda motor meningkat dari 2,3 Juta SBM pada tahun 2010 menjadi 4,5 Juta SBM pada tahun Sedangkan uuntuk sub sektor truk meningkat dari 967 Ribu SBM pada tahun 2010 menjadi 1.6 Juta SBM pada tahun Tahun Lainnya Transportasi Industri Komersial Rumah Tangga Gambar 22 Permintaan Energi Wilayah Nusa Tenggara Untuk sektor industri peningkatan permintaan energi sebesar 6% pertahun yakni 744 Ribu SBM pada awal tahun 2010 dan meningkat menjadi 1,4 Juta SBM pada akhir Kajian Pengembangan Model LEAP 60

61 Adapun permintaan pada sub sektor industri makanan merupakan yang paling besar diantara sub sektor lainnya dengan 585 Ribu SBM pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 1 Juta SBM pada tahun Sedangkan untuk sektor rumah tangga dan komersial, permintaan energi pada tahun 2020 akan diproyeksikan mencapai 1,7 Juta SBM dan 643 Ribu SBM. Jika dilihat lebih dalam pada sub sektor yang ada, sub sektor jasa komersial menjadi salah satu yang meningkat yaitu pada tahun 2010 mencapai 176 Ribu SBM menjadi 331 Ribu SBM pada tahun Untuk sub sektor rumah tangga, sub sektor rumah tangga menengah meningkat sebesar 773 Ribu SBM pada tahun 2010 menjadi 975 Ribu SBM pada tahun Gambar 23 Permintaan Energi per Jenis Wilayah Nusa Tenggara Pada tahun 2010, jenis energi yang mendominasi di Wilayah Nusa Tenggara dari segi permintaan adalah premium dan diikuti oleh minyak solar dan berdasarkan proyeksi pada tahun 2015 dan tahun 2020 jenis energi yang akan mendominasi adalah solar dan diikuti oleh premium. untuk jenis energi lain seperti gas bumi, batubara, minyak tanah dan LPG, terjadi peningkatan permintaan energi yang tidak terlalu besar yakni 3 % pertahun Penyediaan Energi di Wilayah Nusa Tenggara Nusa Tenggara yang salah satunya adalah Provinsi Nusa Tenggara timur menyimpan potensi panas bumi mencapai MW tersebar di 19 lokasi. Sejumlah 16 lokasi berada di Kajian Pengembangan Model LEAP 61

62 pulau Flores. Saat ini telah dilakukan eksplorasi pada dua lokasi panas bumi yaitu Mataloko dan Ulumbu. Potensi panas bumi di Ulumbu sebesar 200 MW, diantaranya cadangan terbukti sebesar 12,5 MW sedangkan di Mataloko potensinya mencapai 63 MW, dengan cadangan terbukti saat ini baru mencapai 2,5 MW. Sebesar 1,5 MW telah dibangkitkan menjadi tenaga listrik oleh PLN. Pemerintah dan Provinsi NTT berkomitment untuk mengembangkan sebagai sumber energi tiga wilayah kerja panas bumi yang saat ini ada yaitu Ulumbu, Sukoria dan Mataloko. Kondisi kelistrikan Prov. NTT, beban puncak tahun 2014 di Provinsi Nusa Tenggara Timur mencapai 265 MW. U Gambar 24 Peta Wilayah Nusa Tenggara Total potensi panas bumi mencapai 145 MWe. NTB juga memiliki potensi energi air namun sejauh ini baru dimanfaatkan dalam skala mikro dan sejak 1980-an hingga kini baru terbangun belasan unit PLTMH terkait program ketenagalistrikan pedesaan.potensi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di Kabupaten Lombok Utara menyebar di 10 lokasi, Lombok Barat 15 lokasi, Lombok Tengah 17 lokasi, Lombok Timur 16 lokasi, Sumbawa 17 lokasi, Sumbawa Barat sembilan lokasi, Dompu sembilan lokasi dan Bima lima lokasi. Sementara potensi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan minihidro di wilayah NTB masing-masing tiga lokasi di Pulau Lombok dan tiga lokasi lainnya di Pulau Sumbawa.Di Pulau Lombok yakni Sungai Muntur berkapasitas 2,8 MW dan Kokok Putih 4,2 MW serta Sungai Pekatan berkapasitas 5,3 MW. Di Pulau Sumbawa yakni Sungai Brang Rhee berkapasitas 16 MW, Sungai Bintang Bano berkapasitas 40 MW dan Sungai Brang Beh berkapasitas 103,5 MW. Kajian Pengembangan Model LEAP 62

63 Tabel 21 Potensi Sumber Daya Energi di Wilayah Nusa Tenggara No. Provinsi Infrastruktur Potensi Minyak Potensi Potensi Energi Bumi Panas Bumi Batubara 1 NTT PLTD, PLTP mwe - 2 NTB PLTD, PLTMH, PLTA mwe - Sumber: Hasil FGD Sektor Sumber Daya Energi Mineral dan Pertambangan tahun 2014 Rasio elektrifikasi sampai dengan tahun 2014 adalah 56,17%. Kondisi jaringan listrik di wilayah Flores sangat minim. Berdasarkan data dari PLN, Kupang, hingga saat ini interkoneksi transmisi listrik 70 kv hanya menghubungkan gardu induk di PLTU NTT 1 di Ropa, Gardu induk Maumere dan Gardu induk Ende. Potensi energi terbarukan di wilayah Nusa Tenggara Barat seperti panas bumi, energi air, surya, angin, biomassa dan biogas diperkirakan mencapai 274,2 Mega Watt. Potensi energi panas bumi tersebar di berbagai kabupaten antara lain: 1) Sembalun, Kabupaten Lombok Timur berkapasitas 70 Mwe; 2) Maronge, Kabupaten Sumbawa berkapasitas 6 Mwe; dan 3) Hu'u, Kabupaten Dompu berkapasitas 69 Mwe. Tabel 22 Kondisi Kelistrikan di Wilayah Nusa Tenggara No Provinsi Beban Puncak Rasio Elektrifikasi (MW) (Persen) 1 NTB NTT Sumber : Kementerian ESDM, Diolah Bappenas Kondisi Energi di Wilayah Papua Hasil Proyeksi LEAP Wilayah Papua Permintaan energi di wilayah Papua masih didominasi oleh sektor transportasi. Sektor transportasi mengalami peningkatan permintaan sebesar 13% pertahun. Pada awal tahun 2010, permintaan energi di sektor transportasi mencapai 6,7 Juta SBM dan pada akhir 2020 diproyeksikan mencapai 19,7 Juta SBM. Jika dilihat berdasarkan sub sektor pada sektor transportasi yang paling mempengaruhi peningkatan adalah sub sektor kendaraan sepeda motor dan mobil penumpang. Adapun permintaan sub sektor untuk kendaraan sepeda motor meningkat dari 3,2 Juta SBM pada tahun 2010 menjadi 8 Juta SBM pada tahun Sedangkan untuk sub sektor mobil penumpang meningkat dari 1,5 Juta SBM pada tahun 2010 Kajian Pengembangan Model LEAP 63

64 menjadi 3.7 Juta SBM pada tahun Untuk sektor industri peningkatan permintaan energi sebesar 14% pertahun yakni 511 Ribu SBM pada awal tahun 2010 dan meningkat menjadi 1,9 Juta SBM pada akhir Adapun permintaan pada sub sektor industri makanan merupakan yang paling besar diantara sub sektor lainnya dengan 381 Ribu SBM pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 1,5 Juta SBM pada tahun Sedangkan untuk sektor rumah tangga dan komersial, permintaan energi pada tahun 2020 akan diproyeksikan mencapai 1,4 Juta SBM dan 1,3 Juta SBM. Jika dilihat lebih dalam pada sub sektor yang ada, sub sektor jasa komersial menjadi salah satu yang meningkat yaitu pada tahun 2010 mencapai 253 Ribu SBM menjadi 921 Ribu SBM pada tahun Tahun Lainnya Transportasi Industri Komersial Rumah Tangga Gambar 25 Permintaan Energi Wilayah Papua Kajian Pengembangan Model LEAP 64

65 Gambar 26 Permintaan Energi per Jenis Wilayah Papua Pada tahun 2010, jenis energi yang mendominasi dari segi permintaan adalah minyak solar dan diikuti oleh premium dan berdasarkan proyeksi pada tahun 2015 dan tahun 2020 jenis energi yang akan mendominasi tetap solar dan diikuti oleh premium. untuk jenis energi lain seperti gas bumi, batubara, minyak tanah dan LPG, terjadi peningkatan permintaan energi yang tidak terlalu besar yakni 2 % pertahun Penyediaan Energi Wilayah Papua Papua memiliki potensi migas yang tersebar pada sejumlah titik di Provinsi Papua Barat. Potensi minyak bumi di Wilayah Papua diperkirakan mencapai 66,07 MMSTB. Sementara potensi gas bumi wilayah tersebut diperkirakan mencapai 23,9 TSCF. Papua juga memiliki potensi batubara dimana cadangan batubara wilayah Papua diperkirakan mencapai 126 juta ton yang tersebar di daerah Horna, Sorong, dan Igomo. Selain potensi energi fosil, Papua juga memiliki potensi energi baru dan terbarukan seperti tenaga air, panas bumi, surya dan angin. Papua, memiliki potensi pembangkit listrik tenaga air yang diprediksi mencapai MW yang tersebar pada di sejumlah sungai seperti sungai Memberamo, Derewo, Ballem, Tuuga, Wiriagar/Sun, Kamundan dan Kladuk. Wilayah Papua juga memiliki potensi listrik tenaga surya mencapai 10 MW, serta listrik tenaga angin mencapai 80 MW. Sedangkan untuk potensi energi terbarukan di Wilayah Papua sangat beragam, diantaranya Kajian Pengembangan Model LEAP 65

66 energi air/mikrohidro, energi panas bumi, energi biomasa, energi surya, energi angin, energi gelombang/arus laut dan bahan bakar nabati. Selain potensi energi fosil, Papua juga memiliki potensi energi baru dan terbarukan seperti tenaga air, panas bumi, surya dan angin. Papua memiliki potensi pembangkit listrik tenaga air yang diprediksi mencapai MW yang tersebar pada di sejumlah sungai seperti sungai Memberamo, Derewo, Ballem, Tuuga, Wiriagar/Sun, Kamundan dan Kladuk. Wilayah Papua juga memiliki potensi listrik tenaga surya mencapai 10 MW, serta listrik tenaga bayu/angin mencapai 80 MW. U Gambar 27 Peta Wilayah Papua Kajian Pengembangan Model LEAP 66

67 Tabel 23 Potensi Sumber Daya Energi di Wilayah Papua Infrastruktur Potensi Potensi Gas Potensi Panas Potensi No. Provinsi Energi Minyak Bumi Bumi Bumi Batubara 1 Papua PLTD, PLTA, - 75 mwe 3 juta ton PLTMH 23,9 TSCF 2 Papua Barat PLTD 65,97 MMSTB juta ton Sumber: Hasil FGD Sektor Sumber Daya Energi Mineral dan Pertambangan tahun 2014 Provinsi Papua memiliki sistem kelistrikan isolated terdiri dari 7 sistem besar (beban >1 MW) yaitu sistem Jayapura, Wamena, Timika, Merauke, Nabire, Serui dan Biak. Selain itu, terdapat sistem kelistrikan isolated yang beban puncak <1 MW (listrik perdesaan) tersebar di 54 lokasi. Beban puncak seluruh sistem kelistrikan di Provinsi Papua adalah 108,2 MW dan dipasok dari pembangkit-pembangkit jenis PLTD dan PLTM. Energi listrik disalurkan melalui jaringan tegangan menengah (JTM) 20 kv dan jaringan tegangan rendah (JTR) 400/231 Volt. Sistem kelistrikan Jayapura merupakan sistem terbesar di antara ketujuh sistem kelistrikan di Provinsi Papua.Saat ini rasio elektrifikasi Provinsi Papua baru mencapai 37,15% dan rasio desa berlistrik sebesar 42,94%. Tabel 24 Kondisi Kelistrikan di Wilayah Papua No Provinsi Beban Puncak Rasio Elektrifikasi (MW) (Persen) 1 Papua Papua Barat Sumber : Kementerian ESDM, Diolah Bappenas 2014 Provinsi Papua Barat memiliki sistem kelistrikan dengan kapasitas terpasang mencapai 67,01 MW, daya mampu sebesar 46,43 MW, serta beban puncak mencapai 42,77 MW. Sistem kelistrikan Provinsi Papua Barat ditopang oleh sejumlah pembangkitan seperti PLTD (155 MW) dan PLTM (2 MW), serta Mesin sewa (15 MW)yang terhubung langsung melalui jaringan tegangan menengah 20 kv. Sistem kelistrikan Sorong merupakan sistem terbesar di Provinsi Papua Barat dengan beban puncak 2011 sekitar 28,6 MW. Saat ini rasio elektrifikasi Provinsi Papua Barat mencapai 77,58% dan rasio desa berlistrik sebesar 85,08%. Kajian Pengembangan Model LEAP 67

68 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 KESIMPULAN Hasil Focus Group Discusion (FGD) di beberapa Provinsi terkait dengan identifikasi kondisi energi per wilayah sebagai bahan perumusan untuk penyediaan energi yang akan datang, terdapat beberapa wilayah yang memiliki sumber daya namun belum dimanfaatkan sebagai sumber energi dan adanya perbedaan jenis sumber daya yang tersebar di masingmasing wilayah tersebut. Untuk sumber daya mineral seperti batubara tersebar hampir diseluruh wilayah kajian khususnya di Wilayah Sumatera dan Kalimantan yang memiliki potensi batubara sebanyak 55,4 milyar ton dan 62,4 milyar ton atau hampir 90 % dari total potensi batubara yang ada di Indonesia. Adapun pertumbuhan penggunaan batubara sebagai salah satu sumber energi akan meningkat di masa depan terutama pada pembangkit listrik dan industri, karena kemajuan teknologi pada pembangkit tingkat efisiensi penggunaan batubara juga semakin meningkat dan semakin bersih, selain itu karena penanganan limbah dari pembangkit batubara semakin baik sehingga masalah lingkungan dapat diredam. Oleh karena itu, untuk mendukung kedaulatan energi pemerintah melalui RPJMN telah meningkatkan pemanfaatan batubara untuk konsumsi domestik sebesar 60% atau sekitar 240 juta ton. Sementara itu untuk potensi panas bumi merata di seluruh wilayah kajian khususnya di Wilayah Sumatera dan Jawa yang mencapai MWe dan MWe. Berdasarkan survey Badan Geologi pada bulan Januari 2015 terdapat 312 daerah panas bumi baru di Indonesia yang telah di survey dengan potensi pembangkit listrik yang diperkirakan oleh Pusat Sumber Daya Geologi sekitar 28.8 GWe. Kemampuan produksi tersebut diperbarui setiap tahun sejalan dengan penemuan daerah panas bumi baru atau kegiatan eksplorasi tambahan lainnya. Potensi Minyak bumi di Indonesia merata di wilayah kajian khususnya terdapat di wilayah Sumetera dan Jawa sebesar 5.026,58 MMSTB dan 1.806,92 MMSTB. Namun saat ini kondisi perminyakan Indonesia tidak cukup baik, karena tingkat produksi minyak telah jauh lebih rendah dari tingkat konsumsinya, sehingga untuk dapat menuhi kebutuhan BBM nasional sebagian harus diimpor baik dalam bentuk crude maupun BBM, karena kemampuan kilang dalam negeri juga terbatas dan belum ada penambahan kapasitas atau pembangunan kilang minyak baru. Kajian Pengembangan Model LEAP 68

69 Produksi gas Indonesia berasal dari dua sumber, yaitu gas yang diproduksi sebagai produk ikutan dari lapangan minyak (associated), dan gas yang sepenuhnya berasal dari produksi lapangan gas (non associated). Sementara itu potensi gas yang berada di Indonesia hampir merata di wilayah kajian khususnya terbesar di Wilayah Sumatera, Papua, Maluku dan Kalimantan yang mencapai 84,99 TSCF, 23,9 TSCF, 15,21 TSCF dan 14,63 TSCF. Produksi gas berbeda dengan minyak, gas jika tidak diproduksi lebih lanjut akan di bakar atau di injeksikan kembali ke dalam bumi atau digunakan dilapangan minyak untuk mendorong mengangkat minyak ke permukaan dengan cara penguapan pada lapangan minyak tua sebagai Enhance Oil Recovery (EOR). Tabel 25 Kondisi Potensi Sumber Daya Energi di Per Wilayah di Indonesia No Provinsi Infrastruktur Energi 1 Sumatera PLTA, LNG Arun, PLTU, PLTG, PLTP, Smelter Aluminium, Kilang BBM, Jalur Pipa Gas 2 Jawa dan Bali PLTU, PLTA, PLTP, Jaringan Gas Kota, PLTD, PLTG 3 Kalimantan PLTD, PLTG, PLTMH, PLTG, PLTU Potensi Minyak Bumi 5.026,58 MMSTB 1.806,92 MMSTB Potensi Gas Bumi Potensi Panas Bumi Potensi Batubara 84,99 TSCF MWe 55,4 milyar ton 9,07 TSCF MWe 18,9 juta ton 575,5 MMSTB 14,63 TSCF 145 MWe 62,4 milyar ton 4 Maluku PLTD, PLTS, PLTU 17,48 MMSTB 15,21 TSCF MWe 6 juta ton 5 Sulawesi PLTD, PLTG, PLTMH, PLTG, PLTU, PLTA 51,87 MMSTB 2,58 TSCF MWe 232 juta ton 6 Nusa Tenggara PLTA, PLTP, PLTG, PLTMH MWe - 7 Papua PLTA, PLTP, PLTG, PLTMH 65,97 MMSTB 23,9 TSCF 75 MWe 129 juta ton Sumber: Hasil FGD Sektor Sumber Daya Energi Mineral dan Pertambangan tahun 2014 dan Kementerian ESDM Diolah Oleh Bappenas 2014 Pada kajian ini menggunakan permodelan energi LEAP (software LEAP) yang telah digunakan sebagai salah satu pendukung perencanan energi dalam penyusunan RPJMN Hal ini dikarenakan keunggulan dari LEAP adalah kefleksibelannya tergantung tingkat kesulitan dari perencanaan energi dan kualitas model yang diharapkan. Dengan Kajian Pengembangan Model LEAP 69

70 kefleksibelannya, LEAP dapat dioperasikan mulai dari ahli energi dengan reputasi global yang ingin mendesain kebijakan dan membantu sumbang saran bagi pengambil keputusan sampai pengajar untuk pengembangan kapasitas pemula dan dengan fleksibilitas pendekatan pemodelan yang dapat mengakomodir karakteristik negara berkembang seperti Indonesia. Namun demikian, Indonesia merupakan negara dengan pengguna LEAP terbesar di dunia dimana sampai dengan bulan Oktober tahun 2014 mencapai orang pengguna dan dengan pengguna aktif diperkirakan sebanyak 300 orang. Selain itu, LEAP dapat diperoleh dengan mudah, karena merupakan software yang tidak berbayar untuk kegiatan non profit (pendidikan, pemerintahan, penelitian, dan lain-lain). Selain itu, dengan tersedianya model LEAP per Wilayah dapat digunakan sebagai rujukan tambahan untuk mengetahui karakteristik kebutuhan energi di masing-masing provinsi. Hal ini akan memperkaya pemahaman mengenai kebijakan nasional dan daerah. Gambar 28 Proyeksi Permintaan Jenis Energi di Indonesia (Agregasi) Hasil simulasi LEAP per Wilayah di Indonesia menjelaskan bahwa kondisi permintaan energi di tiap-tiap wilayah cukup tinggi dari tiap sektor dan berdasarkan jenis bahan bakar yang digunakan. Hal tersebut mengacu pada hasil simulasi pada skenario RPJMN bahwa kebutuhan energi final di tahun 2020 diperkirakan akan mencapai 955 juta SBM atau lebih dari 2 kali kebutuhan energi final pada tahun 2010 yang mencapai 545 Juta Kajian Pengembangan Model LEAP 70

71 SBM. Sektor transportasi diperkirakan akan menjadi sektor yang dominan dalam konsumsi energi final yang kemudian disusul oleh sektor industri, sektor rumah tangga dan sektor komersial. Berdasarkan jenis energi finalnya, secara keseluruhan Bahan Bakar Minyak (BBM) masih mendominasi pemanfaatan energi final. Sampai tahun 2020, pemanfaatannya terus meningkat menjadi 513 juta SBM. Pada tahun , konsumsi BBM meningkat dari 404 juta SBM menjadi 489 juta SBM dengan laju pertumbuhan rata-rata 4.91 persen per tahun. Untuk sektor industri di tahun , jenis energi yang masih akan mendominasi adalah gas bumi khususnya di Provinsi Jawa Barat, Banten dan Jawa Timur. Sampai tahun 2020, pemanfaatan gas bumi diperkirakan terus meningkat dari 56 juta SBM di tahun 2010 menjadi 106 juta SBM. 5.2 REKOMENDASI Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya, beberapa rekomendasi yang dapat diusulkan antara lain : 1. Peningkatan koordinasi dan keakuratan data sehubungan data yang ada saat ini sebagai referensi/basic data masih terdapat perbedaan antara sumber data (Bappenas, KL, dan Pemda) maupun data content. Selain itu, perlu dilakukan pemetaan lanjutan tentang data-data tambahan yang dibutuhkan dalam model energi LEAP seperti ketersediaan data harga dan biaya, serta karakteristik teknologi penghasil maupun pengguna energi yang dapat meningkatkan cakupan analisis dari model LEAP tersebut. 2. Perlu adanya perencanaan energi yang baik dengan mensinkronkan kondisi kebutuhan energi di masa datang dan potensi sumber daya energinya. Sehingga untuk menjembatani hal tersebut dapat dilakukan dengan seefisien dan efektif mungkin. Sebagai contoh pembangunan infrastruktur energi jalur pipa transmisi gas dari wilayah produksi ke pusat konsumen. Hal yang sama juga terjadi pada listrik yang masih terputus antara wilayah karena jaringan transmisi belum saling terkoneksi, sehingga pengaturan beban tidak dapat dilakukan. 3. Optimalisasi pemanfaatan potensi dari energi baru dan terbarukan seperti panas bumi dan bio energi seperti di Wilayah Sumatera yang masih sangat besar dan merata untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil (BBM, Gas dan Batubara). Pengembangan energi baru dan terbarukan lebih baik dilakukan di Indonesia timur Kajian Pengembangan Model LEAP 71

72 karena kondisi sebaran penduduk tidak merata sehingga lebih cocok dikembangkan jaringan stand alone grid/off grid. 4. Berdasarkan sektor penggunanya, sektor transportasi dan industri merupakan dua sektor yang sangat dominan di sebagian wilayah Indonesia. Dengan memfokuskan kebijakan Demand Side Management di dua sektor ini, diyakini akan membantu peningkatan pengelolaan energi secara signifikan. 5. Hasil pemodelan LEAP per wilayah berdasarkan skenario RPJMN dapat digunakan sebagai bahan awal tentang proyeksi kebutuhan dan potensi pasokan energi di Indonesia selama 5 tahun ke depan. Bahan ini menjadi juga dapat digunakan dalam Rencana Umum Energi Daerah (RUED) karena terdapat proyeksi kebutuhan energi per wilayah di Indonesia. Kajian Pengembangan Model LEAP 72

73 DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi Statistik Indonesia, Badan Pusat Statistik. Jakarta Statistik Indonesia, Badan Pusat Statistik. Jakarta Statistik Indonesia, Badan Pusat Statistik. Jakarta Raw Data Survei Sosial Ekonomi Nasional, Badan Pusat Statistik. Jakarta PDRB Provinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha , Badan Pusat Statistik. Jakarta Raw Data Survei Industri, Badan Pusat Statistik. Jakarta Statistik EBTKE, Direktorat Jenderal EBTKE Kementrian ESDM. Jakarta Statistik Ketenagalistrikan, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementrian ESDM. Jakarta Statistik Ketenagalistrikan, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementrian ESDM. Jakarta Statistik Mineral, Batubara dan Pertambangan, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementrian ESDM. Jakarta Statistik Minyak dan gas Bumi, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementrian ESDM, Statistik Minyak dan gas Bumi. Jakarta Statistik Perhubungan, Kementerian Perhubungan. Jakarta Statistik Perhubungan, Kementerian Perhubungan. Jakarta Data Penjualan BBM dan Gas Per Sektor Pemakai , PT. Pertamina (Persero). Jakarta Data Konsumsi Gas, PT. Perusahaan Gas Negara (Persero). Jakarta Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik , PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero). Jakarta Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik , PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero). Jakarta Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik , PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero). Jakarta Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik , PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero). Jakarta Statistik PLN, PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero). Jakarta Statistik PLN, PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero). Jakarta Kajian Pengembangan Model LEAP 73

74 Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2011, Pusat Data dan Informasi Kementrian ESDM. Jakarta Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2012, Pusat Data dan Informasi Kementrian ESDM. Jakarta Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2013, Pusat Data dan Informasi Kementrian ESDM. Jakarta.esdm.go.id/statistik/data-sektor-esdm.html. Heaps, C Integrated Energy-Environment Modelling And LEAP. Stockholm Environment Institute. Massachusetts. USA. Heaps, C An introduction to LEAP. Stockholm Environment Institute. Massachusetts. USA. Heaps, C Long-range Energy Alternatives Planning (LEAP) system. [Software version ]. Stockholm Environment Institute. Massachusetts. USA. Nugroho, Hanan Energi Dalam Perencanaan Pembangunan. IPB Press. Jakarta Kajian Pengembangan Model LEAP 74

75 LAMPIRAN A Permodelan LEAP Nasional Tahun Lainnya Transportasi Industri Komersial Rumah Tangga Gambar 29 Permintaan Menurut Sektor Nasional (Agregasi) Kajian Pengembangan Model LEAP 75

76 Gambar 30 Pembangkitan Nasional Gambar 31 Sumber Daya Primer Kajian Pengembangan Model LEAP 76

77 LAMPIRAN B Energy Balance Gambar 32 Energy Balance (Konsumsi, Konversi, dan Produksi) Kajian Pengembangan Model LEAP 77

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Studi Pendahuluan. Identifikasi dan Perumusan Masalah. Studi Pustaka. Pengumpulan Data.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Studi Pendahuluan. Identifikasi dan Perumusan Masalah. Studi Pustaka. Pengumpulan Data. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah-langkah Penyusunan Tugas Akhir Mulai Studi Pendahuluan Identifikasi dan Perumusan Masalah Studi Pustaka Pengumpulan Data Pengolahan Data Analisis Data Penulisan

Lebih terperinci

LEAP MANUAL PENYUSUNAN DATA BACKGROUND STUDY RPJMN TAHUN LONG-RANGE ENERGY ALTERNATIVES PLANNING SYSTEM

LEAP MANUAL PENYUSUNAN DATA BACKGROUND STUDY RPJMN TAHUN LONG-RANGE ENERGY ALTERNATIVES PLANNING SYSTEM LEAP LONG-RANGE ENERGY ALTERNATIVES PLANNING SYSTEM MANUAL PENYUSUNAN DATA BACKGROUND STUDY RPJMN TAHUN 2015-2019 Direktorat Sumber Daya Energi, Mineral dan Pertambangan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat Penelitian Untuk menganalisis data dari hasil penelitian ini dengan menggunakan software LEAP (Long-range Energi Alternatives Planning system). 3.2 Bahan Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah-langkah Penyusunan Tugas Akhir Mulai Studi Pendahuluan Identifikasi dan Perumusan Masalah Studi Pustaka Pengumpulan Data Pengolahan Data Analisis Data Penulisan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PROYEKSI PERSEDIAAN DAN PERMINTAAN ENERGI DAN INDIKATOR KETAHANAN ENERGI DAN ENERGI BERSIH

PENGEMBANGAN MODEL PROYEKSI PERSEDIAAN DAN PERMINTAAN ENERGI DAN INDIKATOR KETAHANAN ENERGI DAN ENERGI BERSIH MARET 2014 PENGEMBANGAN MODEL PROYEKSI PERSEDIAAN DAN PERMINTAAN ENERGI DAN INDIKATOR KETAHANAN ENERGI DAN ENERGI BERSIH BACKGROUND STUDY RPJMN 2015 2019 Direktorat Sumber Daya Energi, Mineral dan Pertambangan

Lebih terperinci

Secara garis besar penyusunan proyeksi permintaan energi terdiri dari tiga tahap,

Secara garis besar penyusunan proyeksi permintaan energi terdiri dari tiga tahap, 41 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Dalam penelitian ini bahan yang diperlukan adalah data ekonomi, kependudukan dan data pemakaian energi. Berikut adalah daftar data yang diperlukan sebagai

Lebih terperinci

Penyusunan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) di Indonesia : Fasilitasi Penyusunan RUED di Propinsi Riau dan Kalimantan Tengah

Penyusunan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) di Indonesia : Fasilitasi Penyusunan RUED di Propinsi Riau dan Kalimantan Tengah Penyusunan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) di Indonesia : Fasilitasi Penyusunan RUED di Propinsi Riau dan Kalimantan Tengah Nur Amalia amalia_aim@pelangi.or.id SISTEMATIKA : 1. Tujuan Proyek 2. Hasil

Lebih terperinci

PERENCANAAN ENERGI TERPADU DENGAN SOFTWARE LEAP (LONG-RANGE ENERGY ALTERNATIVES PLANNING)

PERENCANAAN ENERGI TERPADU DENGAN SOFTWARE LEAP (LONG-RANGE ENERGY ALTERNATIVES PLANNING) ORBITH VOL. 9 NO. 3 NOVEMBER 2013 : 160 167 PERENCANAAN ENERGI TERPADU DENGAN SOFTWARE LEAP (LONG-RANGE ENERGY ALTERNATIVES PLANNING) Oleh : Yusnan Badruzzaman Staff Pengajar Teknik Elektro Politeknik

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL TERHADAP PERMINTAAN ENERGI DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK LEAP

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL TERHADAP PERMINTAAN ENERGI DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK LEAP ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL TERHADAP PERMINTAAN ENERGI DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK LEAP ABSTRAK Frans J. Likadja Jurusan Teknik Elektro, FST, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mencapai pola pengelolaan energi diperlukan perubahan manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini telah diketahui bahwa permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 23 DESEMBER 2014 METODOLOGI 1 ASUMSI DASAR Periode proyeksi 2013 2050 dimana tahun 2013 digunakan sebagai tahun dasar. Target pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar

Lebih terperinci

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS 3.1 Kerangka Pemodelan Kajian Outlook Energi Indonesia meliputi proyeksi kebutuhan energi dan penyediaan energi. Proyeksi kebutuhan energi jangka panjang dalam kajian

Lebih terperinci

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI Indikator yang lazim digunakan untuk mendapatkan gambaran kondisi pemakaian energi suatu negara adalah intensitas energi terhadap penduduk (intensitas energi per kapita)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. hardware Prosesor intel dual core 1,5 GHz, Memory Ram 1 GB DDR3, Hard

III. METODE PENELITIAN. hardware Prosesor intel dual core 1,5 GHz, Memory Ram 1 GB DDR3, Hard III. METODE PENELITIAN A. Alat Penelitian Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebuah laptop dengan spesifikasi hardware Prosesor intel dual core 1,5 GHz, Memory Ram 1 GB DDR3, Hard Disk 500

Lebih terperinci

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) Oleh Ir. EDDY SAPUTRA SALIM, M.Si Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Utara PADA ACARA SOSIALISASI RENCANA UMUM

Lebih terperinci

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA RENCANA AKSI PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) By: TIM P2RUED-P Pedoman Penyusunan dan Petunjuk Teknis RUED Penjelasan Pokok-Pokok

Lebih terperinci

Pemodelan Kebutuhan Energi Sulawesi Selatan dengan Skenario Energi Baru/Terbarukan

Pemodelan Kebutuhan Energi Sulawesi Selatan dengan Skenario Energi Baru/Terbarukan Pemodelan Kebutuhan Energi Sulawesi Selatan dengan Skenario Energi Baru/Terbarukan Rishal Asri 1, T. Haryono 2, Mohammad Kholid Ridwan 3 Mahasiswa Magister Teknik Sistem, Universitas Gadjah Mada 1 rishal.asri@ugm.mail.ac.id/085255807138

Lebih terperinci

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA 9 LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan :

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan : BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan : 1. Berdasarkan proyeks permintaan energi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki cadangan gas yang cukup besar dan diperkirakan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi hingga 59 tahun mendatang (ESDM, 2014). Menurut Kompas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keharusan yang harus dipenuhi. Ketersediaan energi listrik yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keharusan yang harus dipenuhi. Ketersediaan energi listrik yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Banyumas khususnya kota Purwokerto dewasa ini banyak melakukan pembangunan baik infrastuktur maupun non insfrastuktur dalam segala bidang, sehingga kebutuhan

Lebih terperinci

Pengantar. Tim P2RUED

Pengantar. Tim P2RUED Pengantar Kementerian ESDM dan DEN melalui kerjasama dengan Kementerian Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, serta Indonesia Clean Energy Development (ICED) II dan Indonesian Institute for Energy Economics

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL VISI: Terwujudnya pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional untuk mendukung pembangunan

Lebih terperinci

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA 2015-2019 DAN PELUANG MEMANFAATKAN FORUM G20 Siwi Nugraheni Abstrak Sektor energi Indonesia mengahadapi beberapa tantangan utama, yaitu kebutuhan yang lebih besar daripada

Lebih terperinci

BAB 6 P E N U T U P. Secara ringkas capaian kinerja dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam uraian berikut ini.

BAB 6 P E N U T U P. Secara ringkas capaian kinerja dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam uraian berikut ini. BAB 6 P E N U T U P L sebelumnya. aporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2011 merupakan media perwujudan akuntabilitas terhadap keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. Selain sebagai komoditas publik, sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

[ BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI ] 2012

[ BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI ] 2012 logo lembaga [ PKPP F.1 ] [ Optimalisasi Sistem Energi untuk Mendukung Ketahanan Energi dan Pembangunan Ekonomi Koridor 6 ] [ Adhi Dharma Permana, M. Sidik Boedyo, Agus Sugiyono ] [ BADAN PENGKAJIAN DAN

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008 RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2008 disusun untuk menggambarkan kecenderungan situasi permintaan dan penyediaan energi Indonesia hingga 2030 dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

Analisis Kebutuhan dan Penyediaan Energi Di Sektor Industri - OEI 2012

Analisis Kebutuhan dan Penyediaan Energi Di Sektor Industri - OEI 2012 Analisis Kebutuhan dan Penyediaan Energi Di Sektor Industri - OEI 2012 Ira Fitriana 1 1 Perencanaan Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi E-mail: irafit_2004@yahoo.com Abstract The industrial

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai emerging country, perekonomian Indonesia diperkirakan akan terus tumbuh tinggi. Dalam laporannya, McKinsey memperkirakan Indonesia menjadi kekuatan ekonomi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berusaha mendapatkan pemenuhan kebutuhan primer maupun sekundernya. Sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. berusaha mendapatkan pemenuhan kebutuhan primer maupun sekundernya. Sumber BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki kebutuhan yang tak terbatas dengan ketersediaan kebutuhan yang terbatas. Manusia sebagai konsumen selalu berusaha mendapatkan

Lebih terperinci

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA Pada bagian ini dibahas efisiensi energi dalam perekonomian Indonesia, yang rinci menjadi efisiensi energi menurut sektor. Disamping itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan berkembangnya perekonomian dan industri, maka disadari pula pentingnya penghematan energi

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 50/08/Th.XII, 10 Agustus 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2009 Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan

Lebih terperinci

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat 1. INDIKATOR MAKRO 2010 2011 2012 No Indikator Makro Satuan Realisasi Realisasi Realisasi Rencana / Realisasi % terhadap % terhadap APBN - P Target 2012 1 Harga Minyak Bumi US$/bbl 78,07 111,80 112,73

Lebih terperinci

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI BENGKULU DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI BENGKULU

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI BENGKULU DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI BENGKULU RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI BENGKULU DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI BENGKULU Medan, 8 September 2016 BAB I LATAR BELAKANG Seiring dengan perkembangan penduduk dan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR GAS UNTUK KENDARAAN BERMOTOR

KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR GAS UNTUK KENDARAAN BERMOTOR SEMINAR KONVERSI BBG UNTUK KENDARAAN BERMOTOR LEMBAGA PENGEMBANGAN INOVASI DAN KEWIRAUSAHAAN ITB Bandung, 23 Februari 2012 KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR GAS UNTUK KENDARAAN BERMOTOR Dr. Retno Gumilang

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

Versi 27 Februari 2017

Versi 27 Februari 2017 TARGET INDIKATOR KETERANGAN 7.1 Pada tahun 2030, menjamin akses universal 7.1.1* Rasio elektrifikasi Indikator nasional yang sesuai dengan indikator layanan energi yang global (Ada di dalam terjangkau,

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010 RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010 Pertemuan Tahunan Pengelolaan Energi Nasional merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh Pusat Data dan Informasi Energi dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketersediaan energi dalam jumlah yang cukup dan kontinu sangat penting dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DATA SEKTOR ESDM

PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DATA SEKTOR ESDM PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DATA SEKTOR ESDM Jakarta, 17 Januari 2018 PUSAT DATA DAN TEKNOLOGI INFORMASI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 1 KEGIATAN UTAMA BIDANG PENGELOLAAN DATA 2 I. KEGIATAN UTAMA BIDANG

Lebih terperinci

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN Agus Sugiyono Bidang Perencanaan Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gedung BPPT II, Lantai 20, Jl. M.H. Thamrin

Lebih terperinci

ANALISIS ENERGY BALANCE TAHUN 2000 SAMPAI DENGAN 2015

ANALISIS ENERGY BALANCE TAHUN 2000 SAMPAI DENGAN 2015 Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000-2015 ANALISIS ENERGY BALANCE TAHUN 2000 SAMPAI DENGAN 2015 Erwin Siregar Abstract Energy Balance Table of Gorontalo Province that obtained from LEAP Model provides

Lebih terperinci

PERUBAHAN POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN PERENCANAAN PENYEDIAAN ENERGI

PERUBAHAN POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN PERENCANAAN PENYEDIAAN ENERGI PERUBAHAN POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN PERENCANAAN PENYEDIAAN ENERGI Oleh: Agus Sugiyono *) M. Sidik Boedoyo *) Abstrak Krisis ekonomi di Indonesia banyak dipengaruhi oleh ketergantungan industri dan masyarakat

Lebih terperinci

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN Agus Sugiyono Bidang Perencanaan Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gedung BPPT II, Lantai 20, Jl. M.H. Thamrin

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN No. 44/08/34/Th. XV, 2 Agustus 2013 Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk melakukan kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar bisa berupa banyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Asumsi Dasar 4.1.1 Demografi Provinsi Banten Provinsi Banten secara umum merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0 200 meter di atas permukaan laut, serta

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL Dasar Hukum RUEN UU No. 30/2007 Energi UU No.22/2001 Minyak dan Gas Bumi UU No.30/2009 Ketenagalistrikan PP No. 79/2014 Kebijakan Energi Nasional Perbaikan bauran

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014 No. 63/08/Th. XVII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014 TUMBUH 5,12 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan besaran Produk Domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gas alam merupakan salah satu sumber daya energi dunia yang sangat penting untuk saat ini. Sebagian besar gas alam yang dijual di pasaran berupa sales gas (gas pipa)

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 55/08/Th. XVI, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013 TUMBUH 5,81 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak memegang peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak memegang peranan yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Harga bahan bakar minyak memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di suatu negara. Fluktuasi harga minyak mentah dunia mempengaruhi suatu negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobil merupakan suatu hal penting yang dianggap mampu membantu mempermudah hidup manusia. Untuk dapat dipergunakan sebagai mana fungsinya mobil menggunakan tenaga mesin

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data dari BPPT (2013) dari tahun ke tahun jumlah penduduk Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di dunia terus mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang sangat vital. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM mengambil peran di hampir semua

Lebih terperinci

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA LAMPI RAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA

Lebih terperinci

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 Ana Rossika (15413034) Nayaka Angger (15413085) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 31/05/Th. XIII, 10 Mei 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 TUMBUH MENINGKAT 5,7 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tersebut adalah batubara. Selama beberapa dasawarsa terakhir. kini persediaan minyak bumi sudah mulai menipis.

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tersebut adalah batubara. Selama beberapa dasawarsa terakhir. kini persediaan minyak bumi sudah mulai menipis. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia industri di Indonesia dengan cepat dan membawa dampak pada perekonomian, lapangan kerja dan peningkatan devisa Negara. Industri yang berkembang kebanyakan

Lebih terperinci

Proyeksi Kebutuhan dan Penyediaan Energi serta Indikator Energi - OEI 2014

Proyeksi Kebutuhan dan Penyediaan Energi serta Indikator Energi - OEI 2014 Proyeksi Kebutuhan dan Penyediaan Energi serta Indikator Energi - OEI 214 Ira Fitriana 1 1 Perencanaan Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi E-mail: fitriana.ira@gmail.com, irafit_24@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Iva Prasetyo Kusumaning Ayu, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Iva Prasetyo Kusumaning Ayu, FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan berlangsungnya pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional, maka transformasi struktural dalam perekonomian merupakan suatu proses yang tidak terhindarkan.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016 BPS PROVINSI BENGKULU No. 10/02/17/XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016 EKONOMI BENGKULU TUMBUH 5,30 PERSEN, MENINGKAT DIBANDINGKAN TAHUN 2015 Perekonomian Provinsi Bengkulu

Lebih terperinci

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja Selanjutnya indikator-indikator dan target kinerja dari setiap sasaran strategis tahun 2011 adalah sebagai berikut: Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja Sasaran Indikator Target 2011 1. Meningkatnya

Lebih terperinci

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Boks I Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Gambaran Umum Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi risiko yang meningkat seiring masih berlangsungnya krisis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang pada dasarnya merupakan suatu perkiraan terhadap demand dan supply

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang pada dasarnya merupakan suatu perkiraan terhadap demand dan supply 3.1. Pendekatan Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Fokus utama dalam penelitian ini adalah menganalisis perencanaan energi yang pada dasarnya merupakan suatu perkiraan terhadap demand dan supply

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No.11/02/34/Th.XIX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,05 PERSEN LEBIH TINGGI DIBANDING TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, energi mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis untuk pencapaian tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan dalam pembangunan

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi disampaikan pada Forum Sinkronisasi Perencanaan Strategis 2015-2019 Dalam Rangka Pencapaian Sasaran Kebijakan Energi Nasional Yogyakarta, 13 Agustus 2015

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia bukanlah negara pengekspor besar untuk minyak bumi. Cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia tidak besar, apalagi bila dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Natalitas (kelahiran) yang terjadi setiap hari tentu menambah jumlah populasi manusia di muka bumi ini. Tahun 2008 ini populasi penduduk Indonesia menduduki peringkat 4 setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari 33 provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa Yogyakarta di

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN Energi merupakan penggerak utama roda perekonomian nasional. Konsumsi energi terus meningkat mengikuti permintaan berbagai sektor pembangunan

Lebih terperinci

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL SEMINAR OPTIMALISASI PENGEMBANGAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN MENUJU KETAHANAN ENERGI YANG BERKELANJUTAN Oleh: DR. Sonny Keraf BANDUNG, MEI 2016 KETAHANAN

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi dan Pembangkitan

Lebih terperinci

BAB I. bergantung pada energi listrik. Sebagaimana telah diketahui untuk memperoleh energi listrik

BAB I. bergantung pada energi listrik. Sebagaimana telah diketahui untuk memperoleh energi listrik BAB I 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebutuhan energi yang hampir tidak dapat dipisahkan lagi dalam kehidupan manusia pada saat ini adalah kebutuhan energi listrik. Banyak masyarakat aktifitasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dikuasai hanya oleh negara-negara industri besar dunia (Zhao, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. besar dikuasai hanya oleh negara-negara industri besar dunia (Zhao, 2008). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis energi dunia saat ini sudah terjadi, dan konsumsi energi sebagian besar dikuasai hanya oleh negara-negara industri besar dunia (Zhao, 2008). Menurut proyeksi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK No. 12/02/Th. XIV, 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PERTUMBUHAN PDB TAHUN 2010 MENCAPAI 6,1 PERSEN Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2010 meningkat sebesar

Lebih terperinci

Panduan Pengguna Untuk Sektor Pertanian, Konstruksi dan Pertambangan. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Panduan Pengguna Untuk Sektor Pertanian, Konstruksi dan Pertambangan. Indonesia 2050 Pathway Calculator Panduan Pengguna Untuk Sektor Pertanian, Konstruksi dan Pertambangan Indonesia Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Sektor Pertanian, Konstruksi dan Pertambangan... 3 2. Metodologi... 6 3. Hasil Pemodelan...

Lebih terperinci

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Akhir-akhir ini di berbagai media ramai dibicarakan bahwa â œindonesia sedang mengalami krisis energiâ atau â œindonesia sedang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara bersamaan perubahan-perubahan makroekonomi maupun perekonomian secara sektoral dan regional, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi adalah bagian yang sangat penting pada aspek sosial dan perkembangan ekonomi pada setiap

BAB I PENDAHULUAN. Energi adalah bagian yang sangat penting pada aspek sosial dan perkembangan ekonomi pada setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Energi adalah bagian yang sangat penting pada aspek sosial dan perkembangan ekonomi pada setiap bangsa dan negara. Indonesia sebagai negara yang berkembang sangat

Lebih terperinci

Data Historis Konsumsi Energi dan Proyeksi Permintaan-Penyediaan Energi di Sektor Transportasi

Data Historis Konsumsi Energi dan Proyeksi Permintaan-Penyediaan Energi di Sektor Transportasi Data Historis Konsumsi Energi dan Proyeksi Permintaan-Penyediaan Energi di Sektor Transportasi Agus Sugiyono *1 1 Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT, Jakarta * Email: agus.sugiyono@bppt.go.id

Lebih terperinci

Kebijakan. Manajemen Energi Listrik. Oleh: Dr. Giri Wiyono, M.T. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

Kebijakan. Manajemen Energi Listrik. Oleh: Dr. Giri Wiyono, M.T. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Kebijakan Manajemen Energi Listrik Oleh: Dr. Giri Wiyono, M.T. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta giriwiyono@uny.ac.id KONDISI ENERGI SAAT INI.. Potensi konservasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. nasional yang meliputi kebijakan penyediaan energi yang optimal dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. nasional yang meliputi kebijakan penyediaan energi yang optimal dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Dalam rangka mengoptimalkan penggunaan energi, kebijakan energi nasional yang meliputi kebijakan penyediaan energi yang optimal dan melaksanakan konservasi, melaksanakan

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan Direktorat

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

Energi di Indonesia. Asclepias Rachmi Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi. 3 Mei 2014

Energi di Indonesia. Asclepias Rachmi Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi. 3 Mei 2014 Energi di Indonesia Asclepias Rachmi Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi 3 Mei 2014 SUMBER ENERGI TERBARUKAN HULU HULU TRANS- FORMASI TRANSMISI / BULK TRANSPORTING TRANS- FORMASI DISTRIBUSI SUMBER

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008 BADAN PUSAT STATISTIK No.43/08/Th. XI, 14 Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II- Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan II-

Lebih terperinci