INFLUENCE OF ALTITUDE ON HTC (Heat Tolerance Coefficient) CROSSBREED CATTLE (LIMPO) HEIFER FEMALE BEFORE AND AFTER CONCENTRATE GIVEN ABSTRACT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INFLUENCE OF ALTITUDE ON HTC (Heat Tolerance Coefficient) CROSSBREED CATTLE (LIMPO) HEIFER FEMALE BEFORE AND AFTER CONCENTRATE GIVEN ABSTRACT"

Transkripsi

1 INFLUENCE OF ALTITUDE ON HTC (Heat Tolerance Coefficient) CROSSBREED CATTLE (LIMPO) HEIFER FEMALE BEFORE AND AFTER CONCENTRATE GIVEN Adhitya Susilawan Widada 1), Woro Busono 2) and Hary Nugroho 2) 1) Graduate Student at Faculty of Animal Husbandry, University of Brawijaya, Malang. 2) Lecturer at Department of Animal Production, Faculty of Animal Husbandry, University of Brawijaya, Malang. ABSTRACT This research was conducted at beef cattle farming in Dandang Gendis Nguling, Pasuruan, as low-land areas (2-8 m above sea level), and Belung II Poncokusumo, Malang as high-land areas ( m above sea level) for 3 months were started at October until December, The aim of this research was to compare response of HTC in low-land area and in high-land area before and after concentrate given. Research material in low-land area was 10 heads Limpo cattle month and in high-land area 10 Limpo cattle month. Research method used was trial and direct observation. The value of HTC response calculated by Benezra Coefficient formula. The result shows that a HTC of Limpo beef cattle in high-land area and low-land area with before and after concentrate given are same. Concentrate given for Limpo Cattle is more optimal in the highland area. Keywords : Heat Tolerance Coefficient, Altitude, Limpo Beef, Concentrate PENGARUH KETINGGIAN TEMPAT TERHADAP NILAI HTC (Heat Tolerance Coefficient) PADA SAPI PERANAKAN LIMOUSIN (LIMPO) BETINA DARA SEBELUM DAN SESUDAH DIBERI KONSENTRAT Adhitya Susilawan Widada 1), Woro Busono 2) and Hary Nugroho 2) 1) Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang. 2) Dosen Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang. ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan di peternakan rakyat desa Dandan Gendis, kecamatan Nguling, kabupaten Pasuruan sebagai lokasi penelitian pada daerah dataran rendah (2-8 m dpl), dan desa Belung II, kecamatan Poncokusumo, kabupaten Malang sebagai lokasi penelitian pada daerah dataran tinggi ( m dpl), Provinsi Jawa Timur yang dimulai pada bulan Oktober sampai bulan Desember Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan respon cekaman di ketinggian tempat yang berbeda pada sapi peranakan limousin (Limpo) betina dara sebelum dan sesudah diberi konsentrat di daerah dataran rendah dan dataran tinggi. Materi yang digunakan dalam penelitian adalah sapi Limpo betina dara dengan umur bulan sebanyak 10 ekor di dataran rendah dan 10 ekor di daerah dataran tinggi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode percobaan disertai pengamatan secara langsung. Nilai HTC dihitung dengan menggunakan rumus Benezra Coefficient. Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa nilai HTC sapi Limpo betina dara di daerah dataran rendah dan di daerah dataran tinggi baik sebelum maupun sesudah diberi konsentrat adalah sama. Pemberian konsentrat pada sapi Limpo lebih optimal dilakukan pada dataran tinggi. Kata Kunci : Heat Tolerance Coefficient, Ketinggian Tempat, Sapi Limpo, Konsentrat

2 PENDAHULUAN Propinsi Jawa Timur merupakan wilayah dengan beragam topografi berupa pegunungan dan perbukitan, oleh karena itu daerah ini yang sebagian besar berada pada ketinggian antara m di atas permukaan laut (dpl), dari ketinggian tempat tersebut terbagi menjadi dua dataran, yaitu dataran rendah seperti di daerah Nguling, kabupaten Pasuruan dan dataran tinggi seperti di daerah Poncokusumo, kabupaten Malang. Kedua daerah tersebut dipergunakan oleh masyarakat peternak untuk berternak sapi peranakan Limousin (Limpo) yang merupakan sapi persilangan antara Limousin (Bos taurus) yang berasal dari daerah di Perancis dengan sapi lokal yaitu sapi Peranakan Ongole (Bos indicus), dari dua daerah tersebut tentunya terdapat perbedaan suhu, kelembaban, dan ketersediaan pakan yang terdapat di daerah ini yang dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup dari ternak, diantaranya tingkah laku dan produktivitas ternak tersebut yang dipengaruhi oleh cekaman dan pakan. Iklim makro maupun iklim mikro pada suatu tempat dapat berpengaruh langsung terhadap penampilan produktivitas ternak. Pengaruh tidak langsung adalah ketersediaan hijauan pakan ternak yang cepat tua dan menyebabkan tingginya serat kasar, sedangkan pengaruh langsung misalnya terjadinya cekaman panas atau dingin, sehingga ternak menderita cekaman atau ternak merasa tidak nyaman yang berakibat terhadap penurunan konsumsi pakan, produksi (bobot badan) dan reproduksi ternak. Sapi potong pada umumnya harus dipelihara pada kondisi lingkungan yang nyaman (comfort zone), dengan batas maksimum dan minimum temperatur dan kelembaban lingkungan berada pada thermoneutral zone agar berproduksi dengan optimal. Di luar kondisi ini sapi potong akan mengalami stress. Sapi tergolong ternak berdarah panas (homeoterm) yang berusaha mempertahankan suhu tubuhnya antara C (Purwanto, 2004). Prinsip keseimbangan panas yang dilakukan oleh ternak homeoterm adalah panas yang diterima sama dengan panas yang hilang (Swenson, 1970). Pemberian pakan konsentrat diharapkan dapat mengurangi cekaman akibat lingkungan yang ekstrim sehingga mempengaruhi cekaman pada sapi yang dipelihara pada dataran rendah yang tidak mengalami cekaman. Suhu tubuh dan frekuensi pernafasan merupakan parameter dasar yang dipakai untuk menduga daya adaptasi ternak terhadap cekaman. MATERI DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di peternakan rakyat desa Dandan Gendis, kecamatan Nguling, kabupaten Pasuruan sebagai lokasi penelitian pada daerah dataran rendah (2-8 m dpl), dan desa Belung II, kecamatan Poncokusumo, kabupaten Malang sebagai lokasi penelitian pada daerah dataran tinggi ( m dpl), Provinsi Jawa Timur yang dimulai pada bulan Oktober sampai bulan Desember Penelitian ini mengunakan sapi Limpo betina dara dengan umur bulan sebanyak 10 ekor di dataran rendah dan 10 ekor di daerah dataran tinggi. Bahan pakan yang digunakan pada penelitian ini adalah konsentrat sebanyak 1,5 kg/ekor/hari. Pakan hijauan yang diberikan disesuaikan dengan pakan sehari-hari. Pemberian pakan pada dataran rendah adalah jerami padi, sedangkan pada dataran tinggi adalah rumput gajah dan pemberian minum secara ad libitum. Metode penelitian yang digunakan adalah metode percobaan disertai pengamatan secara langsung. Penelitian dilakukan selama 3 minggu di daerah dataran rendah dan 3 minggu di daerah dataran tinggi. Variabel yang diukur meliputi : a) Suhu dan kelembaban lingkungan diukur setiap jam pada awal penelitian

3 menggunakan termohigrometer, untuk mengetahui suhu dan kelembaban lingkungan minimum dan maksimum pada lokasi penelitian serta acuhan untuk pengambilan data suhu tubuh dan respirasi sapi. b) Suhu tubuh sapi diukur melalui suhu rektal dengan menggunakan termometer yang dimasukkan ke dalam rektum selama detik. Suhu tubuh diukur pada saat sapi Limpo betina tidak beraktivitas. c) Frekuensi pernafasan dihitung menggunakan hand tally counter dengan cara melihat kembang kempis perut atau suara dari pernafasan yang timbul pada sapi Limpo selama 1 menit. d) Heat Tolerance Coefficient (HTC) merupakan suatu penilaian untuk mengetahui apakah sapi Limpo betina mengalami cekaman. Frekuensi pernafasan dan suhu tubuh sapi Limpo merupakan parameter untuk perhitungan Heat Tolerance Coefficient (HTC) dengan menggunakan rumus Benezra (Benezra, 1954). HTC= Tb 38,3 +Fr 23 Keterangan : HTC : Heat Tolerance Coefficient Tb : Rataan harian suhu tubuh sapi ( C) Fr : Rataan harian frekuensi pernafasan sapi selama 1 menit 38,3 : Angka standart suhu tubuh sapi ( C) 23 : Angka standart frekuensi pernafasan sapi selama 1 menit Data dari penelitian ditabulasi menggunakan program microsoft excel untuk mengetahui rata-rata nilai HTC sapi Peranakan Limousin bertina dara, dan analisis data lapang mengunakan analisis statistik student-t (uji t). Rumus student-t (uji t) yang digunakan sebagai berikut: t hitung X A X B = na S A + nb S B na+nb Keterangan : X A : Rata-rata sampel A X B : Rata-rata sampel B na : Jumlah data sampel A nb : Jumlah data sampel B S A : Ragam sampel A S B : Ragam sampel B HASIL DAN PEMBAHASAN x 1 na + 1 nb 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian di daerah dataran rendah berlokasi di kecamatan Nguling, yang terletak di bagian Utara kabupaten Pasuruan, terdiri dari dataran rendah pantai dengan tanah yang kurang subur dengan ketinggian antara 2-8 m dpl, kisaran suhu harian di kecamatan Nguling antara C dengan rata-rata 31 C kelembaban 56% (Anonymous, 2010) :00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 Waktu Pengukuran Suhu ( C) Kelembaban (%) Gambar 1. Suhu dan Kelembaban Lingkungan di Daerah Dataran Rendah. Berdasarkan Gambar 1 diketahui bahwa rata-rata suhu lingkungan di daerah Nguling mencapai 31,9 C dengan suhu tertinggi pada pukul WIB yang mencapai suhu 39 C, sedangkan rata-rata kelembaban lingkungan yaitu 56,8%, hal tersebut merupakan suhu yang sangat ekstrim untuk memelihara ternak sapi khususnya sapi

4 persilangan dari Bos taurus, yang dapat menyebabkan sapi tercekam. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan oleh Busono (2007) menyatakan bahwa bangsa sapi Eropa (Bos taurus) dapat berproduksi baik pada temperatur 4-24 C. Kurihara a and Shioya (2003) menyatakan pada suhuu 28 C dan kelembaban lingkungan 40 80% suhu tubuh dan frekuensi pernafasan masih normal, namun lebih dari itu akan berpengaruh terhadap konsumsi pakan, produksi susu, komposisi susu, produksi dan pelepasan panas tubuh. Penelitian selanjutnya dilakukan pada daerah dataran rendah, yaitu di kecamatan Poncokusumo, kabupaten Malang. Geografis kawasan ini memiliki kondisi lahan berupa hamparan lahan yang cenderung berbukit- bukit karena berada di sebelah barat lereng gunung Semeru, berada pada ketinggian antara 600 sampai dengan 1200 m dpl dengan curah hujan rata-rata antara mm sampai dengan mm/tahun dan suhu rata-rata 21,7 C serta berjarak tempuh sejauh ±24 km dari ibu kota kabupaten (Anonymous, 2013) Kusnadi, Sabrani, Winugroho, Iskandar, Nuschati dan Sugandi (1992) menyatakan bahwa kisaran suhu lingkungan yang baik untuk pemeliharaan sapi di Indonesia antara C. Johnson (2005) menyatakan bahwa tinggi rendahnya suhu dan kelembaban udara sangat dipengaruhi oleh perubahan musim. Pada saat cuaca panas, sinar matahari yang sampai ke bumi jumlahnya meningkat (panas) sehingga dapat menaikkan suhu lingkungan sedangkan pada cuaca hujan kondisi lingkungan akan cenderung lebih lembab. Suhu di daerah dataran tinggi lebih rendah dibanding dengan di daerah dataran rendah dikarenakan adanya perbedaan ketinggian tempat yang berbeda. Rendahnya suhu di daerah dataran tinggi diharapkan dapat mengoptimalkann pertumbuhan sapi Limpo betina yang dipengaruhi oleh pemberian pakan tambahan. 2. Suhu Tubuh Sapi Limpo Betina Dara di Daerah Dataran Rendah dan Dataran Tinggi Sebelum diberi Konsentrat Hasil pengamatan suhu tubuh sapi Limpo betina dara di daerah dataran rendah dan di daerah dataran tinggi sebelum diberi konsentrat dapat dilihat pada Gambar , ,527 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 Suhu ( C) Waktu Pengukuran 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 Kelembaban (%) Gambar 2. Suhu dan Kelembaban Lingkungan di Daerah Dataran Tinggi. Suhu tubuh ( C) L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 L10 Nomor sapi Limpo betina dara X Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa suhu dan kelembaban lingkungan di daerah Poncokusumo. Rata-rataa kelembaban lingkungan adalah 60,9%, sedangkan suhu lingkungan tertinggi 31 C padaa pukul WIB, dengan rata-rata adalah 27,5 C, pada rata-rata suhu lingkungan tersebut sapi dapat berkembang biak dan hidup secara normal. Dataran Rendah Dataran Tinggi Gambar 3. Suhu Tubuh Sapi Limpo Betina Dara di Sebelum diberi Konsentrat. Berdasarkan Gambar 3 diatas diketahui bahwa rata-rata suhu tubuh sapi Limpo betina dara sebelum diberi konsentrat pada daerah

5 dataran rendah adalah 37,88 C, suhu tubuh tertinggi menunjukkan angka 38,5 C dan terendah menunjukkan angkaa 37,2 C, sedangkan rata-rata suhu tubuh sapi Limpo betina dara pada daerah dataran tinggi adalah 38,2 C, suhu tubuh tertinggi menunjukkan angka 38,6 C, dan terendah menunjukkan angka 38,2 C. bahwa suhu tubuh sapi Limpo betina dara sebelum diberi konsentrat di daerah dataran tinggi lebih tinggi dibanding dengan sapi Limpo betina dara di daerah dataran rendah. Duke s (1995) temperatur rektal pada ternak dipengaruhi beberapa faktor yaitu temperatur lingkungan, aktifitas, pakan, minuman, dan pencernaan produksi panas oleh tubuh secara tidak langsung tergantung pada makanan yang diperolehnya dan banyaknyaa persediaan makanan dalam saluran pencernaan. 3. Suhu Tubuh Sapi Limpo Betina Dara di Daerah Dataran Rendah dan Dataran Tinggi Sesudah diberi Konsentrat Hasil pengamatan suhuu tubuh pada daerah dataran rendah dan daerah dataran tinggi sesudah diberi konsentratt dapat dilihat pada Gambar 4. tertinggi menunjukkan angka 39 C dan terendah menunjukkann angka 38 C, sedangkan rata-rata suhu tubuh sapi Limpo betina dara pada daerah dataran tinggi adalah 38,77 C, suhu tubuh tertinggi menunjukkan angka 39 C, dan terendah menunjukkan angka 38,5 C. bahwa suhu tubuh sapi Limpo betina dara sesudah diberi konsentrat di daerah dataran tinggi lebih tinggi dibanding dengan sapi Limpo betina dara di daerah dataran rendah. Frandson (1992), menambahakan semakin tinggi level pakan yang diberikan, maka energi yang dikonsumsi semakin tinggi, yang berakibat pada meningkatnya panas yang diproduksi dari dalam tubuh, akibat tingginya proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh. 4. Frekuensi Pernafasan Sapi Limpo Betina Dara di Daerah Dataran Rendah dan Dataran Tinggi Sebelum diberi Konsentrat Hasil pengukurann frekuensi pernafasan sapi Limpo betina dara sebelum diberi konsentrat di dataran rendah dan dataran tinggi dapat dilihat pada Gambar 5. Suhu tubuh ( C) L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 L10 X Frekuensi pernafasan (kali/menit) L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 L10 X Nomor sapi Limpo betina dara Nomor sapi Limpo betina dara Dataran Rendah Dataran Tinggi Dataran Rendah Dataran Tinggi Gambar 4. Suhu Tubuh Sapi Limpo Betina Sesudah diberi Konsentrat. Berdasarkan Gambar 3 diatas diketahui bahwa rata-rata suhu tubuh sapi Limpo betina dara sesudah diberi konsentrat pada daerah dataran rendah adalah 38,27 C, suhu tubuh Gambar 5. Frekuensi Pernafasan Sapi Limpo Betina Dara Sebelum diberi Konsentrat. Berdasarkan Gambar 5 diatas diketahui bahwa rata-rata frekuensi pernafasan sapi Limpo betina dara sebelum diberi konsentrat

6 pada daerah dataran rendah adalah 27,4 kali/menit, frekuensi pernafasan tertinggi sebanyak 29 kali/menit dan terendah sebanyak 26 kali/menit, sedangkan rata-rata frekuensi pernafasan sapi Limpo betina dara pada daerah dataran tinggi adalah 27,5 kali/menit, frekuensi pernafasan tertinggi sebanyak 30 kali/menit, dan terendah sebanyak 26 kali/menit. artinya frekuensi pernafasan sapi Limpo betina dara sebelum diberi konsentrat di daerah dataran rendah dan sapi Limpo betina dara di daerah dataran tinggi adalah sama. Mariyono, Ma sum, Umiyasih, dan Yusran, (1993) menyatakan bahwa jumlah frekuensi pernafasan dipengaruhi oleh aktifitas, umur, pakan, ukuran tubuh dan temperatur lingkungan.. pada daerah dataran rendah adalah 28,2 kali/menit, frekuensi pernafasan tertinggi sebanyak 30 kali/menit dan terendah sebanyak 26 kali/menit, sedangkan rata-rata frekuensi pernafasan sapi Limpo betina dara pada daerah dataran tinggi adalah 28,6 kali/menit, frekuensi pernafasan tertinggi sebanyak 30 kali/menit, dan terendah sebanyak 26 kali/menit. bahwa frekuensi pernafasan sapi Limpo betina dara sesudah diberi konsentrat di daerah dataran rendah dan sapi Limpo betina dara di daerah dataran tinggi adalah sama. Mariyono, Ma sum, Umiyasih, dan Yusran, (1993) menyatakan bahwa jumlah frekuensi pernafasan dipengaruhi oleh aktifitas, umur, pakan, ukuran tubuh dan temperatur lingkungan. 5. Frekuensi Pernafasan Sapi Limpo Betina Dara di Daerah Dataran Rendah dan Dataran Tinggi Sesudah diberi Konsentrat Hasil pengukuran frekuensi pernafasan sapi Limpo betina dara sesudah diberi konsentrat di dataran rendah dan dataran tinggi dapat dilihat pada Gambar Nilai HTC Sapi Limpo Betina Dara di Daerah Dataran Rendah dan Dataran Tinggi Sebelum diberi Konsentrat Hasil perhitungann nilai HTC pada sapi Limpo betina dara sebelum diberi konsentrat di daerah dataran rendah dan daerah dataran tinggi dapat dilihat pada Gambar Frekuensi pernafasan (kali/menit) L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 L10 X Nilai HTC L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 L10 X Nomor sapi Limpo betina dara Nomor sapi Limpo betina dara Dataran Rendah Dataran Tinggi Dataran Rendah Dataran Tinggi Gambar 6. Frekuensi Pernafasann Sapi Limpo Betina Dara Sesudah diberi Konsentrat. Berdasarkan Gambar 6 diatas diketahui bahwa rata-rata frekuensi pernafasan sapi Limpo betina dara sesudah diberi konsentrat Gambar 7. Nilai HTC Sapi Limpo Betina Dara Sebelum diberi Konsentrat. Berdasarkan Gambar 7 diatas diketahui bahwa rata-rata nilai HTC sapi Limpo betina dara sebelum diberi konsentrat pada daerah dataran rendah adalah 2,18, nilai HTC tertinggi adalah 2,26 dan terendah adalah

7 2,1, sedangkan rata-rata nilai HTC sapi Limpo betina dara pada daerah dataran tinggi adalah 2,20, nilai HTC tertinggi adalah 2,31, dan terendah adalah 2,14. Nilai HTC sapi Limpo sebelum diberi konsentrat pada kedua dataran menandakan bahwa ternak mengalami cekaman panas terhadap lingkungannya. bahwa nilai HTC sapi Limpo betina dara sebelum diberi konsentrat di daerah dataran rendah dan sapi Limpo betina dara di daerah dataran tinggi adalah sama. Amakiri and Funs ho (1979) menyatakan bahwa nilai HTC tiap kelompok umur ternak berbeda-beda, karena dipengaruhi oleh perbedaan kemampuan adaptasi dari masing-masing individu. Putra (1994) menyatakan bahwa produksi panas metabolisme basal berkaitan erat dengan luas permukaan tubuh, yang makin besar dengan bertambah kecilnya ukuran ternak. Oleh karena itu makin kecil ukuran tubuh ternak makin besar beban panas dan cekaman panas yang diterima oleh tubuh ternak selama berada dalam lingkungan yang panas. Selain itu faktor pakan juga mempengaruhi karena pakan yang diberikan pada ternak dengan akan menyebabkan kondisi fisiologiss seperti suhu tubuh (panas tubuh), denyut nadi dan frekuensi nafas akan berbeda akibat perbedaan proses fermentasi atau metabolisme yang terjadi dalam tubuh, perbedaan tersebut akan berpengaruh terhadap respon produksi suatu ternak (McDowell, 1972). 7. Nilai HTC Sapi Limpo Betina Dara di Daerah Dataran rendah dan Dataran Tinggi Ternak Sesudah diberi Konsentrat Hasil Perhitungan HTC pada sapi Limpo betina dara sesudah diberii konsentrat di daerah dataran rendah dan daerah dataran tinggi dapat dilihat pada Gambar 8. Nilai HTC L1 L2 L3 L4 L5 Nomor sapi Limpo betina dara Dataran Rendah L6 L7 L8 L9 L10 Dataran Tinggi Gambar 8. Nilai HTC Sapi Limpo Betina Dara Sesudah diberi Konsentrat. Berdasarkan Gambar 8 diketahui bahwa rata-rata nilai HTC sapi Limpo betina dara sesudah diberi konsentrat pada daerah dataran rendah adalah 2,23, nilai HTC tertinggi adalah 2,3 dan terendah adalah 2,21, sedangkan rata-rata nilai HTC sapi Limpo betina dara pada daerah dataran tinggi adalah 2,26, nilai HTC tertinggi adalah 2,32, dan terendah adalah 2,15. Nilai HTC pada kedua dataran berkisar antara 2,1-2,4 yang menandakan bahwa ternak mengalami cekaman panas terhadap lingkungannya. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai HTC sapi Limpo betina dara sesudah diberi konsentrat di daerah dataran rendah dan sapi Limpo betina dara di daerah dataran tinggi adalah sama. McDowell (1972) menyatakan bahwa pakan yang diberikan pada ternak dengan level yang berbeda akan menyebabkan kondisi fisiologis seperti suhu tubuh (panas tubuh), denyut nadi dan frekuensi nafas akan berbeda akibat perbedaan proses fermentasi atau metabolisme yang terjadi dalam tubuh, perbedaan tersebut akan berpengaruh terhadap respon produksi suatu ternak. Frandson (1992) menyatakan semakin tinggi level pakan yang diberikan, maka energi yang dikonsumsi semakin tinggi, yang berakibat pada meningkatnya panas yang diproduksi dari dalam tubuh, akibat tingginya proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh dan ditambah lagi pengaruh panas lingkungan, hal ini dapat menyebabkan ternak mudah X

8 mengalami stres. Monstma (1984) menyatakan bahwa semakin besar kenaikan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan maka Heat Tolerance Coeffisient (HTC) semakin tinggi. Ternak dengan peningkatan suhu tubuh rendah pada hari yang panas mempunyai keseimbangan panas yang terbaik dan akan memberikan produksi yang terbaik pula. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Ketinggian tempat mempengaruhi suhu tubuh sapi Limpo betina dara, akan tetapi tidak mempengaruhi frekuensi pernafasan dan nilai HTC. Pemeliharaan sapi Limpo betina dara lebih baik dipelihara pada daerah dataran tinggi dengan penambahan konsentrat sebagai tambahan nutrisi. Saran Manipulasi lingkungan dan peningkatan kualitas pakan masih perlu dilakukan agar ternak tidak mengalami cekaman panas yang lebih tinggi sehingga produktivitas ternak dapat meningkat. DAFTAR PUSTAKA Amakiri, S.P and O.N Funsho Studies of Rectal Temperature, Respiratory Rates and Heat Tolerance in Cattle in Humit Tropics. Journal Animal Production.. Departement of Veterinary Anatomy. University of Ibadan. Vol 1. Nigeria. Anonymous Pemerintah Kabupaten Pasuruan Gambaran Umum. profil-pasuruan. Anonymous Kecamatan Poncokusumo Situs Pemerintah Kabupaten Malang. malangkab.go.id. Busono, W Keseimbangan Fisiologis untuk Optimasi Produksi Ternak. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Bidang Fisiologi Produksi Ternak. 3 Desember Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang. Duke s Physiology of Domestic Animal. Comstock Publishing. New York University Collage. Amerika. Frandson, R.D Anatomi dan Fisiologi Ternak. Diterjemahkan oleh: Srigandono, B. dan K. Praseno. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Kurihara, M. and S. Shioya Dairy Cattle Management In Hot Environment. http// ct/eb529.html. Kusnadi, U., M. Sabrani, M. Winugroho, S. Iskandar, U. Nuschati dan D. Sugandi, Usaha Penggemukan Sapi Potong di Dataran Tinggi Wonosobo. Prosiding Pengolahan dan Komunikasi Hasil-hasil Penelitian Ruminansia Besar. Balai Penelitian Ternak Ciawi. Bogor. Hal: Johnson. H.D The Lactating Cow In The Various Ecosystems: Environmental Effects On Its Productivity. Australian Journal of Agricultural Research. Australia. 24(5) Mariyono, Ma sum, Umiyasih dan Yusran Eksistensi Sapi Perah Induk Berkemampuan Produksi Tinggi dalam Usaha Peternakan Rakyat. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak Jurnal Balas Penelitian Ternak Grati. Pasuruan. Vol 3 Hal 2. McDowell, R.E Improvement of Livestock Production in Warm Climates.W.H. Freeman and Co. San Francisco. USA Monstma, G Tropical Animal Production I (Climats and Housing). T20 D Lecture Notes E

9 Purwanto, B Biometeorologi Ternak. http// Biometeorologi_ Ternak.htm. Putra, H.I.D.K Produksi Kambing di Daerah Tropis (Alih bahasa dari Goat Production in the Tropic, Devendra and Burns). Penerbit ITB. Swenson, M.J Dukes Physiologis of Domestic Animals. Vail-Ballou Press. United States. Amerika.

THE HTC VALUE (Heat Tolerance Coefficient) OF ONGOLE CROSSBREED CATTLE (PO) HEIFERS BEFORE AND AFTER CONCENTRATING IN LOW- LAND AREAS ABSTRACT

THE HTC VALUE (Heat Tolerance Coefficient) OF ONGOLE CROSSBREED CATTLE (PO) HEIFERS BEFORE AND AFTER CONCENTRATING IN LOW- LAND AREAS ABSTRACT THE HTC VALUE (Heat Tolerance Coefficient) OF ONGOLE CROSSBREED CATTLE (PO) HEIFERS BEFORE AND AFTER CONCENTRATING IN LOW- LAND AREAS Syaiful Arifin 1), Hary Nugroho 2) and Woro Busono 2) 1) Graduate Student

Lebih terperinci

PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA

PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA Arif Qisthon dan Sri Suharyati Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Jl. Prof. Sumantri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat yakni pada tahun 2011 berjumlah 241.991 juta jiwa, 2012 berjumlah 245.425 juta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha peternakan, salah satu jenis ternak yang cocok dikembangkan adalah kambing. Pada tahun 2010 dan 2011,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi pengembangan usaha peternakan kambing masih terbuka lebar karena populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai 1.012.705 ekor. Menurut data

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999). Kambing

II. TINJAUAN PUSTAKA. jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999). Kambing 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Boerawa Kambing Boerawa merupakan jenis kambing persilangan antara kambing Boer jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999). Kambing merupakan hewan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, pada tahun 2010 mencapai 237,64 juta jiwa atau naik dibanding jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Ekor Tipis Domba Ekor Tipis (DET) merupakan domba asli Indonesia dan dikenal sebagai domba lokal atau domba kampung karena ukuran tubuhnya yang kecil, warnanya bermacam-macam,

Lebih terperinci

Jurnal Zootek ( Zootrek Journal ) Vol. 35 No. 2 : (Juli 2015) ISSN

Jurnal Zootek ( Zootrek Journal ) Vol. 35 No. 2 : (Juli 2015) ISSN PENGARUH PENINGKATAN RASIO KONSENTRAT DALAM RANSUM KAMBING PERANAKAN ETTAWAH DI LINGKUNGAN PANAS ALAMI TERHADAP KONSUMSI RANSUM, RESPONS FISIOLOGIS, DAN PERTUMBUHAN Arif Qisthon* dan Yusuf Widodo* ABSTRAK

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAYA TAHAN PANAS SAPI PASUNDAN DI BPPT CIJEUNGJING KECAMATAN CIJEUNGJING KABUPATEN CIAMIS

IDENTIFIKASI DAYA TAHAN PANAS SAPI PASUNDAN DI BPPT CIJEUNGJING KECAMATAN CIJEUNGJING KABUPATEN CIAMIS IDENTIFIKASI DAYA TAHAN PANAS SAPI PASUNDAN DI BPPT CIJEUNGJING KECAMATAN CIJEUNGJING KABUPATEN CIAMIS IDENTIFICATION HEAT TOLERANCE PASUNDAN CATTLE IN BPPT CIJEUNGJING SUB-DISTRICK CIJEUNGJING DISTRICTS

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. akan daging sebagai salah satu sumber protein. Pemenuhan akan daging

1. PENDAHULUAN. akan daging sebagai salah satu sumber protein. Pemenuhan akan daging 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Peternakan di Indonesia saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan

Lebih terperinci

KAJIAN TERMOREGULASI SAPI PERAH PERIODE LAKTASI DENGAN INTRODUKSI TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS PAKAN

KAJIAN TERMOREGULASI SAPI PERAH PERIODE LAKTASI DENGAN INTRODUKSI TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS PAKAN KAJIAN TERMOREGULASI SAPI PERAH PERIODE LAKTASI DENGAN INTRODUKSI TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS PAKAN (Thermoregulation in Dairy Cattle During Lactation Period by Introducing Improved Feed Quality) B.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Potong Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Sapi pedaging memiliki

Lebih terperinci

RESPON KONSUMSI TERHADAP LINGKUNGAN PADA KERBAU YANG DIBERI KONSENTRAT DENGAN FREKUENSI YANG BERBEDA

RESPON KONSUMSI TERHADAP LINGKUNGAN PADA KERBAU YANG DIBERI KONSENTRAT DENGAN FREKUENSI YANG BERBEDA RESPON KONSUMSI TERHADAP LINGKUNGAN PADA KERBAU YANG DIBERI KONSENTRAT DENGAN FREKUENSI YANG BERBEDA (Feed Consumption Response to Different Concentrate Feeding Frequency of Buffalo in Relation to Enviroment)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Bangsa Sapi Potong Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus), dan sapi Eropa (Bos taurus). Bangsa-bangsa

Lebih terperinci

PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP RESPON TERMOREGULASI DAN TINGKAT KONSUMSI PAKAN SAPI FRIES HOLLAND DARA SKRIPSI

PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP RESPON TERMOREGULASI DAN TINGKAT KONSUMSI PAKAN SAPI FRIES HOLLAND DARA SKRIPSI PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP RESPON TERMOREGULASI DAN TINGKAT KONSUMSI PAKAN SAPI FRIES HOLLAND DARA SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

konsentrat dengan kandungan TDN berbeda. Enam ekor sapi dara FH digunakan pada penelitian ini. Sebanyak enam perlakukan yang digunakan merupakan

konsentrat dengan kandungan TDN berbeda. Enam ekor sapi dara FH digunakan pada penelitian ini. Sebanyak enam perlakukan yang digunakan merupakan RINGKASAN DADANG SUHERMAN. Penentuan Suhu Kritis Atas pada Sapi Perah Dara Berdasarkan Respon Fisiologis dengan Manajemen Pakan melalui Simulasi Artificial Neural Network. Dibimbing oleh BAGUS P PURWANTO,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga 20 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga Januari 2015 di kandang peternakan Koperasi Gunung Madu Plantation,

Lebih terperinci

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI SILANGAN SIMPO dan LIMPO YANG DIPELIHARA DI KONDISI LAHAN KERING

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI SILANGAN SIMPO dan LIMPO YANG DIPELIHARA DI KONDISI LAHAN KERING PERFORMANS REPRODUKSI SAPI SILANGAN SIMPO dan LIMPO YANG DIPELIHARA DI KONDISI LAHAN KERING Aryogi dan Esnawan Budisantoso Loka Penelitian Sapi Potong, Grati Pasuruan, Jawa Timur Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1.

BAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1. 21 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai Januari 2010. Pemeliharaan ternak di Laboratorium Lapang, kandang blok B sapi perah bagian IPT Perah Departemen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SAPI MADURA BETINA BERDASARKAN KETINGGIAN TEMPAT DI KECAMATAN GALIS DAN KADUR KABUPATEN PAMEKASAN

KARAKTERISTIK SAPI MADURA BETINA BERDASARKAN KETINGGIAN TEMPAT DI KECAMATAN GALIS DAN KADUR KABUPATEN PAMEKASAN KARAKTERISTIK SAPI MADURA BETINA BERDASARKAN KETINGGIAN TEMPAT DI KECAMATAN GALIS DAN KADUR KABUPATEN PAMEKASAN Angga Putra Ismu Pradana¹, Woro Busono² dan Sucik Maylinda² ¹Mahasiswa Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Bangsa sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Zebu dan Banteng. Tubuh dan tanduknya relatif kecil, warna bulu pada jantan dan betina sama seperti

Lebih terperinci

Status fisiologi dan pertambahan bobot badan kelinci jantan lokal lepas sapih pada perkandangan dengan bahan atap dan ketinggian kandang berbeda

Status fisiologi dan pertambahan bobot badan kelinci jantan lokal lepas sapih pada perkandangan dengan bahan atap dan ketinggian kandang berbeda Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 23 (1): 1-6 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Status fisiologi dan pertambahan bobot badan kelinci jantan lokal lepas sapih pada perkandangan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Detaseman Kavaleri Berkuda (Denkavkud) berada di Jalan Kolonel Masturi, Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mampu beradaptasi dengan pakan dan lingkungan yang kurang baik (Priyanto et

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mampu beradaptasi dengan pakan dan lingkungan yang kurang baik (Priyanto et 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Malaysia dan Indonesia, mampu beradaptasi dengan pakan dan lingkungan yang kurang baik (Priyanto et al., 2002). Murtidjo

Lebih terperinci

PENGARUH STRES PANAS TERHADAP PERFORMA PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI PERAH BATURRADEN

PENGARUH STRES PANAS TERHADAP PERFORMA PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI PERAH BATURRADEN PENGARUH STRES PANAS TERHADAP PERFORMA PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI PERAH BATURRADEN (Effects of Heat Stress on Milk Production Performance of Friesian

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Aksi Agraris Kanisius Petunjuk Beternak Sapi Potong dan Kerja. Kanisius. Yogyakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Aksi Agraris Kanisius Petunjuk Beternak Sapi Potong dan Kerja. Kanisius. Yogyakarta. 45 DAFTAR PUSTAKA Aksi Agraris Kanisius. 1991. Petunjuk Beternak Sapi Potong dan Kerja. Kanisius. Yogyakarta. Akoso, B.T., G. Tjahyowati, dan S. Pangastoeti. 1991. Manual untuk Paramedis Kesehatan Hewan.

Lebih terperinci

RESPON FISIOLOGIS KAMBING BOERAWA JANTAN FASE PASCASAPIH DI DATARAN RENDAH DAN DATARAN TINGGI

RESPON FISIOLOGIS KAMBING BOERAWA JANTAN FASE PASCASAPIH DI DATARAN RENDAH DAN DATARAN TINGGI RESPON FISIOLOGIS KAMBING BOERAWA JANTAN FASE PASCASAPIH DI DATARAN RENDAH DAN DATARAN TINGGI The Physiologic Response Of Boerawa Goat Pascasapih In Lowland And Upland Hadi Pramono a, Sri Suharyati b,

Lebih terperinci

PERFORMANS SAPI SILANGAN PERANAKAN ONGOLE DI DATARAN RENDAH (STUDI KASUS DI KECAMATAN KOTA ANYAR KABUPATEN PROBOLINGGO JAWA TIMUR)

PERFORMANS SAPI SILANGAN PERANAKAN ONGOLE DI DATARAN RENDAH (STUDI KASUS DI KECAMATAN KOTA ANYAR KABUPATEN PROBOLINGGO JAWA TIMUR) PERFORMANS SAPI SILANGAN PERANAKAN ONGOLE DI DATARAN RENDAH (STUDI KASUS DI KECAMATAN KOTA ANYAR KABUPATEN PROBOLINGGO JAWA TIMUR) (The Performance of Ongole Grade Cross Cattle in Low Land Area (a Case

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian ini dilakukan di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul-Sapi Perah (BBPTU-SP) Baturraden, Purwokerto, lebih tepatnya di Farm Tegalsari. BBPTU-SP Baturraden

Lebih terperinci

SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR

SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR Vivi Dwi Siagarini 1), Nurul Isnaini 2), Sri Wahjuningsing

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian Berdasarkan pengambilan data selama penelitian yang berlangsung mulai pukul 06.00 sampai pukul 16.00 WIB, data yang diperoleh menunjukkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Sapi Lokal (Bos

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Sapi Lokal (Bos 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Penggemukan Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Sapi Lokal (Bos sundaicus), Sapi Zebu (Bos indicus), dan Sapi Eropa (Bos taurus). Bangsa Sapi penggemukan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

PERFORMANCE AND CARCASS PERCENTAGE OF BRAHMAN CROSS STEER SUPLEMENTED BY DIFFERENT IN PREMIX CONCENTRATE ABSTRACT

PERFORMANCE AND CARCASS PERCENTAGE OF BRAHMAN CROSS STEER SUPLEMENTED BY DIFFERENT IN PREMIX CONCENTRATE ABSTRACT PERFORMANCE AND CARCASS PERCENTAGE OF BRAHMAN CROSS STEER SUPLEMENTED BY DIFFERENT IN PREMIX CONCENTRATE Sugeng Wirogo 1, Hary Nugroho 2 and Bambang Soejosopoetro 3 ABSTRACT This research aims to determine

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah 24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Pusat Pembibitan dan Penggemukan Ternak Wonggahu pada tahun 2002 dikelola oleh Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Bligon. Kambing Bligon (Jawa Randu) merupakan kambing hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Bligon. Kambing Bligon (Jawa Randu) merupakan kambing hasil TINJAUAN PUSTAKA Kambing Bligon Kambing Bligon (Jawa Randu) merupakan kambing hasil persilangan antara kambing kacang dengan kambing Peranakan Ettawa (PE). Kambing Bligon memiliki bentuk tubuh yang agak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Termoregulasi Sapi Perah Termoregulasi adalah pengaturan suhu tubuh yang bergantung kepada produksi panas melalui metabolisme dan pelepasan panas tersebut ke lingkungan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga membutuhkan ketersediaan pakan yang cukup untuk ternak. Pakan merupakan hal utama dalam tata laksana

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian 17 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada 11 Maret hingga 5 Juni 011. Waktu penelitan dibagi menjadi enam periode, setiap periode perlakuan dilaksanakan selama 14 hari. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh pemberian vitamin B komplek terhadap

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh pemberian vitamin B komplek terhadap 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh pemberian vitamin B komplek terhadap pemulihan konsumsi pakan, fisiologis ternak dan bobot badan kambing Kacang pasca-transportasi dilakukan di

Lebih terperinci

RESPON PRODUKSI SAPI MADURA DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE TERHADAP PERUBAHAN KONDISI LINGKUNGAN

RESPON PRODUKSI SAPI MADURA DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE TERHADAP PERUBAHAN KONDISI LINGKUNGAN RESPON PRODUKSI SAPI MADURA DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE TERHADAP PERUBAHAN KONDISI LINGKUNGAN (The Productivity Responses to Environmental Change in Madura and Ongole Crossbred Cattle) ONY SURYAWAN 1, MALIKAH

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero

KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero Peternakan kambing perah Cordero merupakan peternakan kambing perah yang dimiliki oleh 3 orang yaitu Bapak Sauqi Marsyal, Bapak Akhmad Firmansyah, dan

Lebih terperinci

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility REPRODUCTION PERFORMANCE OF BEEF CATTLE FILIAL LIMOUSIN AND FILIAL ONGOLE UNDERDISTRICT PALANG DISTRICT TUBAN Suprayitno, M. Nur Ihsan dan Sri Wahyuningsih ¹) Undergraduate Student of Animal Husbandry,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PAKAN MURAH UNTUK PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TULANG BAWANG

PEMANFAATAN PAKAN MURAH UNTUK PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TULANG BAWANG PEMANFAATAN PAKAN MURAH UNTUK PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TULANG BAWANG (Utilization of Low Cost Ration for Beef Cattle Fattening at Prima Tani Location of Tulang Bawang Regency)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Ternak Kelinci Konsumsi daging kelinci di Indonesia dimasa mendatang diprediksikan akan meningkat. Hal tersebut disebabkan meningkatnya jumlah penduduk dan berkurangnya

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PAKAN PROTEIN RENDAH UNTUK SAPI POTONG

TEKNOLOGI PAKAN PROTEIN RENDAH UNTUK SAPI POTONG TEKNOLOGI PAKAN PROTEIN RENDAH UNTUK SAPI POTONG Pakan merupakan komponen biaya tertinggi dalam suatu usaha peternakan, yaitu dapat mencapai 70-80%. Pengalaman telah menunjukkan kepada kita, bahwa usaha

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan binatang pemamah biak dan pemakan rumput (daundaunan),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan binatang pemamah biak dan pemakan rumput (daundaunan), 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Boerawa Kambing merupakan binatang pemamah biak dan pemakan rumput (daundaunan), berkuku genap, tanduknya bergerongga, biasanya dipelihara sebagai hewan ternak untuk diambil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH GENOTIP Bos taurus TERHADAP PERFORMANS FISIOLOGI DAN REPRODUKSI SAPI SILANGAN SIMPO DAN LIMPO INDUK DI DATARAN RENDAH

PENGARUH GENOTIP Bos taurus TERHADAP PERFORMANS FISIOLOGI DAN REPRODUKSI SAPI SILANGAN SIMPO DAN LIMPO INDUK DI DATARAN RENDAH PENGARUH GENOTIP Bos taurus TERHADAP PERFORMANS FISIOLOGI DAN REPRODUKSI SAPI SILANGAN SIMPO DAN LIMPO INDUK DI DATARAN RENDAH (Influence of Bos taurus Genotype on Physiology and Reproductive Performance

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Kandang Peternakan Koperasi PT Gunung

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Kandang Peternakan Koperasi PT Gunung 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Kandang Peternakan Koperasi PT Gunung Madu Plantation Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah pada

Lebih terperinci

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tatap muka ke 7 POKOK BAHASAN : PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui program pemberian pakan pada penggemukan sapi dan cara pemberian pakan agar diperoleh tingkat

Lebih terperinci

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH (The Estimation of Beef Cattle Output in Sukoharjo Central Java) SUMADI, N. NGADIYONO dan E. SULASTRI Fakultas Peternakan Universitas Gadjah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Cuaca Lokasi Penelitian Perubahan unsur cuaca harian yang terjadi selama penelitian berlangsung sangat fluktuatif. Hasil pengamatan rataan unsur cuaca pada bulan April dan

Lebih terperinci

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 12 (2): 69-74 ISSN 1410-5020 Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan The Effect of Ration with

Lebih terperinci

THERMOREGULATION SYSTEM ON POULTRY

THERMOREGULATION SYSTEM ON POULTRY THERMOREGULATION SYSTEM ON POULTRY Oleh : Suhardi, S.Pt.,MP Pembibitan Ternak Unggas AYAM KURANG TOLERAN TERHADAP PERUBAHAN SUHU LINGKUNGAN, SEHINGGA LEBIH SULIT MELAKUKAN ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN SUHU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk PENGANTAR Latar Belakang Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga yang berbasis pada keragaman bahan pangan asal ternak dan potensi sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk hasil peternakan yang berupa protein hewani juga semakin meningkat. Produk hasil

Lebih terperinci

Tabel 1 Komposisi konsentrat komersial (GT 03) Nutrisi Kandungan (%) Bahan Protein 16 Jagung kuning, dedak gandum, Lemak 4 dedak padi, bungkil kacang

Tabel 1 Komposisi konsentrat komersial (GT 03) Nutrisi Kandungan (%) Bahan Protein 16 Jagung kuning, dedak gandum, Lemak 4 dedak padi, bungkil kacang KIAT PENGGEMUKAN SAPI POTONG HARRY PURWANTO, DEDI MUSLIH DAN KETUT PUSTAKA Balai Penelitian Ternak Ciawi, P0 Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Suatu pengamatan yang bertujuan untuk mengevaluasi penerapan kiat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Cara Pengambilan Data

MATERI DAN METODE. Cara Pengambilan Data MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama dua

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Sapi Potong atau BPPT merupakan salah satu UPTD lingkup Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat sesuai dengan

Lebih terperinci

D.B.A. San, I.K.G.Yase Mas dan E. T. Setiatin* Program S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro

D.B.A. San, I.K.G.Yase Mas dan E. T. Setiatin* Program S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj EVALUASI KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI SIMENTAL PO (SIMPO) DI KECAMATAN PATEAN DAN PLANTUNGAN, KABUPATEN KENDAL, JAWA TENGAH Evaluation

Lebih terperinci

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN Reproduction Potency and Output Population of Some Cattle Breeds In Sriwedari Village,

Lebih terperinci

Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan untuk Meningkatkan Produktivitasnya (ULASAN)

Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan untuk Meningkatkan Produktivitasnya (ULASAN) Media Peternakan, April 2006, hlm. 35-46 ISSN 0126-0472 Terakreditasi SK Dikti No:56/DIKTI/Kep/2005 Vol. 29 No. 1 Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Balai Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT)

BAB I PENDAHULUAN. Balai Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Balai Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Padang Mengatas didirikan pada zaman Hindia Belanda yaitu pada tahun 1916. BPTU-HPT Padang Mengatas

Lebih terperinci

RESPON FISIOLOGIS DAN PROFIL DARAH SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DIBERI PAKAN AMPAS TEH DALAM LEVEL YANG BERBEDA

RESPON FISIOLOGIS DAN PROFIL DARAH SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DIBERI PAKAN AMPAS TEH DALAM LEVEL YANG BERBEDA RESPON FISIOLOGIS DAN PROFIL DARAH SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DIBERI PAKAN AMPAS TEH DALAM LEVEL YANG BERBEDA (Physiological Response and Blood Profile of Ongole Crossbred Cattle (PO) Fed Tea Waste

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK

ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK Susy Edwina, Dany Varian Putra Fakultas Pertanian Universitas Riau susi_edwina@yahoo.com

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2011. Lokasi penelitian di Kelompok Peternak Kambing Simpay Tampomas, berlokasi di lereng Gunung Tampomas,

Lebih terperinci

SISTEM PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS SAPI POTONG PADA BERBAGAI KELAS KELOMPOK PETERNAK DI KABUPATEN CIAMIS SKRIPSI ELIS NURFITRI

SISTEM PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS SAPI POTONG PADA BERBAGAI KELAS KELOMPOK PETERNAK DI KABUPATEN CIAMIS SKRIPSI ELIS NURFITRI SISTEM PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS SAPI POTONG PADA BERBAGAI KELAS KELOMPOK PETERNAK DI KABUPATEN CIAMIS SKRIPSI ELIS NURFITRI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Konsep Bangunan Sehat Pada Kandang Sapi Studi Kasus UPTPT dan HMT Kota Batu

Konsep Bangunan Sehat Pada Kandang Sapi Studi Kasus UPTPT dan HMT Kota Batu Konsep Bangunan Sehat Pada Kandang Sapi Studi Kasus UPTPT dan HMT Kota Batu Pandhu Anugerah 1, Ir. Heru Sufiano, M.Arch.ST, Ph.D 2, Ary Dedy Putranto, ST.,MT 2 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Keuntungan usaha peternakan sapi perah adalah peternakan sapi perah merupakan usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam 9 II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Usahaternak Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam pembangunan pertanian. Sektor ini memiliki peluang pasar yang sangat baik, dimana pasar domestik

Lebih terperinci

PENAMPILAN SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF

PENAMPILAN SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF PENAMPILAN SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF S. PRAYUGO, E. PURBOWATI dan S. DARTOSUKARNO Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRACT Performance

Lebih terperinci

Jurnal Pertanian ISSN Volume 2 Nomor 1, April PENGARUH VITAMIN B 2 (Riboflavin) TERHADAP DAYA TAHAN SPERMATOZOA DOMBA PADA SUHU KAMAR

Jurnal Pertanian ISSN Volume 2 Nomor 1, April PENGARUH VITAMIN B 2 (Riboflavin) TERHADAP DAYA TAHAN SPERMATOZOA DOMBA PADA SUHU KAMAR PENGARUH VITAMIN B 2 (Riboflavin) TERHADAP DAYA TAHAN SPERMATOZOA DOMBA PADA SUHU KAMAR Oleh : Nilawati Widjaya Dosen Jurusan Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Bandung Raya ABSTRACT This study

Lebih terperinci

JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN Volume 14, Nomor 1, Juni 2016

JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN Volume 14, Nomor 1, Juni 2016 JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN 1412-6982 Volume 14, Nomor 1, Juni 2016 FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PRODUKTIVITAS SUSU SAPI PERAH DI DESA GEGER KECAMATAN SENDANG KABUPATEN TULUNGAGUNG

Lebih terperinci

EFFECT OF HOUSE TEMPERATURE ON PERFORMANCE OF BROILER IN STARTER PERIOD

EFFECT OF HOUSE TEMPERATURE ON PERFORMANCE OF BROILER IN STARTER PERIOD EFFECT OF HOUSE TEMPERATURE ON PERFORMANCE OF BROILER IN STARTER PERIOD Reny Puspa Wijayanti 1, Woro Busono 2 and Rositawati Indrati 2 1. Student at Faculty Animal Husbandry University of Brawijaya 2.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai 1 I. PENDAHULUAN Keanekaragaman tumbuhan menggambarkan jumlah spesies tumbuhan yang menyusun suatu komunitas serta merupakan nilai yang menyatakan besarnya jumlah tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada kebanyakan hanya untuk menghasilkan hewan kesayangan dan materi

BAB I PENDAHULUAN. ada kebanyakan hanya untuk menghasilkan hewan kesayangan dan materi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelinci sebagai salah satu sumber protein hewani pada saat ini di Indonesia belum dapat diterima sepenuhnya oleh masyarakat, sehingga budidaya kelinci yang ada saat

Lebih terperinci

IMBANGAN HIJAUAN-KONSENTRAT OPTIMAL UNTUK KONSUMSI RANSUM DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH HOLSTEIN LAKTASI

IMBANGAN HIJAUAN-KONSENTRAT OPTIMAL UNTUK KONSUMSI RANSUM DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH HOLSTEIN LAKTASI SeminarNasionalPeternakan dan Veteriner 1999 IMBANGAN HIJAUAN-KONSENTRAT OPTIMAL UNTUK KONSUMSI RANSUM DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH HOLSTEIN LAKTASI ENDANG SULISTYOWATI Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

1. Apakah yang dimaksud dengan iklim 2. Apa sajakah pengruh iklim terhadap ternak 3. Bagaimana upaya pengelolanya

1. Apakah yang dimaksud dengan iklim 2. Apa sajakah pengruh iklim terhadap ternak 3. Bagaimana upaya pengelolanya I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iklim sangat berpengaruh terhadap hewan ternak. Beberapa ahli mempelajari pengaruh iklim terhadap objek yang spesifik, di antaranya iklim berpengaruh terhadap bentuk

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2016.Lokasi penelitian di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2016.Lokasi penelitian di 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2016.Lokasi penelitian di kandang kambing Kelompok Tani Ternak Tunas Melati, di desa Cepoko Kuning, Batang, Jawa Tengah serta

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRES DAN BIOKIMIA NUTRISI PADA TERNAK OLEH : NOVI MAYASARI FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAD PADJADJARAN

HUBUNGAN STRES DAN BIOKIMIA NUTRISI PADA TERNAK OLEH : NOVI MAYASARI FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAD PADJADJARAN HUBUNGAN STRES DAN BIOKIMIA NUTRISI PADA TERNAK OLEH : NOVI MAYASARI FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAD PADJADJARAN QUESTION???? STRES BIOKIMIA NUTRISI PENDAHULUAN STRES : perubahan keseimbangan biologis

Lebih terperinci

RESPON FISIOLOGIS DOMBA YANG DIBERI MINYAK IKAN DALAM BENTUK SABUN KALSIUM

RESPON FISIOLOGIS DOMBA YANG DIBERI MINYAK IKAN DALAM BENTUK SABUN KALSIUM RESPON FISIOLOGIS DOMBA YANG DIBERI MINYAK IKAN DALAM BENTUK SABUN KALSIUM SKRIPSI R. LU LUUL AWABIEN PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. pollard) terhadap respon fisiologi kelinci NZW betina dilaksanakan pada bulan

BAB III MATERI DAN METODE. pollard) terhadap respon fisiologi kelinci NZW betina dilaksanakan pada bulan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh perbedaan sumber energi pakan (jagung dan pollard) terhadap respon fisiologi kelinci NZW betina dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2016. Tempat penelitian

Lebih terperinci

KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL PEMERAHAN BERBEDA

KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL PEMERAHAN BERBEDA Animal Agriculture Journal 5(1): 195-199, Juli 2015 On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL

Lebih terperinci

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Bagus P. Purwanto, M.Agr. Pembimbing Anggota : L-. Aiidi Murfi, MSi.

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Bagus P. Purwanto, M.Agr. Pembimbing Anggota : L-. Aiidi Murfi, MSi. RINGKASAN Edi Suwito. 2000. Hubungan antara Lingkungan Mikro dengan Lama Bernaung dalam Kandang pada Sapi Dara Peranakan Fries Holland. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Temak. Jurusan Ilmu Produksi

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR MINUM SAPI PERAH RAKYAT DI KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH

ANALISIS KUALITAS AIR MINUM SAPI PERAH RAKYAT DI KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH ANALISIS KUALITAS AIR MINUM SAPI PERAH RAKYAT DI KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH Doso Sarwanto 1) dan Eko Hendarto 2) ABSTRAK Produksi susu sapi perah dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas air yang dikonsumsinya.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode

MATERI DAN METODE. Metode MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Peternakan Kambing Perah Bangun Karso Farm yang terletak di Babakan Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis pakan

Lebih terperinci