Wahyu Catur Adinugroho Ismed Syahbani Mardi T.Rengku Zainal Arifin Mukhaidil

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Wahyu Catur Adinugroho Ismed Syahbani Mardi T.Rengku Zainal Arifin Mukhaidil"

Transkripsi

1 Wahyu Catur Adinugroho Ismed Syahbani Mardi T.Rengku Zainal Arifin Mukhaidil

2 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan bagi kami untuk melaksanakan penelitian dan menyelesaikannya serta menyusun Laporan Hasil Penelitian Teknik Estimasi Kandungan Karbon Hutan Sekunder Bekas Kebakaran 1997/1998 di PT.Inhutani I Batuampar, Kalimantan Timur. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan tim peneliti PSDA Loka Litbang Satwa Primata dari sumber dana Anggaran DIPA Tahun Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak Ir. Dody setiabudi selaku kepala Loka Litbang Satwa Primata yang telah banyak memberikan dukungan moral, arahan dan saran selama pelaksanaan kegiatan penelitian maupun dalam penyusunan laporan 2. Bapak Dr.Ir.Chairil A. Siregar, M.Sc selaku koordinator penelitian UKP Teknologi dan Kelembagaan Pemanfaatan Hutan sebagai Penyerap Karbon yang telah memberikan masukan dan meluangkan waktunya untuk diskusi 3. Bapak Dr.Kade Sidiyasa selaku ketua Kelti PSDA Loka Litbang Satwa Primata yang telah memberikan arahan dan masukan selama pelaksanaan kegiatan penelitian maupun dalam penyusunan laporan. 4. Bapak Irawan selaku manajer PT.Inhutani I Batuampar, Unit Bangkirai, Kalimantan Timur beserta stafnya yang telah memberikan kesempatan melaksanakan penelitian di Kawasan PT.Inhutani. 5. Keluarga besar Loka Litbang Satwa Primata yang telah memberikan dukungan moral dan meluangkan waktu untuk berdiskusi 6. Semua pihak yang tidak disebutkan satu per satu, semoga kerja samanya dapat menyempurnakan hasil penelitian ini sehingga dapat bermanfaat bagi upaya pemanfaatan jasa hutan sebagai penyerap karbon untuk mendukung pembangunan kehutanan Indonesia secara lestari. Kami menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan sumbangsaran dan informasi dari semua pihak untuk penyempurnaan hasil penelitian ini sebelum dipublikasikan lebih lanjut. Samboja, Desember 2006 Tim Peneliti 2

3 DAFTAR ISI Halaman Judul... i Lembar Pengesahan... ii Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... vii I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 2 C. Sasaran... 2 D. Rumusan Masalah... 2 E. Ruang Lingkup... 2 F. Luaran (Output)... 2 II. METODOLOGI... 3 A. Kerangka Pendekatan Batasan Membangun Persamaan Alometrik... 4 B. Pengumpulan Data Alat dan Bahan Pohon Contoh... 4 C. Jenis Data Yang Dikumpulkan dan Cara Pengumpulannya Jenis Data Cara Pengumpulan Data... 4 D. Pengolahan Data Perhitungan Biomassa Perhitungan Nilai BEF Perhitungan Nilai R/S Perhitungan Nilai Soil Bulk Density E. Analisis Data Hubungan Antar Peubah Dimensi Pohon dengan Biomassa

4 2. Penyusunan Model Penduga Biomassa Pemilihan Model Terbaik Pendugaan Kandungan Karbon III. KEADAAN UMUM LOKASI A. Letak B. Topografi C. Geologi dan Tanah D. Iklim IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keanekaragaman Vegetasi di Plot Penelitian Tingkat Understorey Tingkat Pancang Tingkat Pohon B. Penyusunan Persamaan Alometrik Penduga Biomassa, Nilai BEF dan R/S C. Kandungan Karbon Hutan Sekunder pada Plot Penelitian Carbon stock pada Vegetasi tingkat Understorey Carbon stock pada Vegetasi tingkat Pohon Carbon stock pada Serasah (Fine litter) Carbon stock pada Necromass Carbon stock pada Tanah V. KESIMPULAN VI. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 4

5 DAFTAR TABEL Nomor Judul Tabel Halaman 1 Jenis Vegetasi dan Suku Yang Ditemukan Pada Plot Penelitian 2 Jenis Vegetasi Tingkat Understorey 18 3 Rekapitulasi Nilai INP Vegetasi Tingkat Pancang di Lokasi Penelitian 4 Rekapitulasi Nilai INP Vegetasi Tingkat Pohon di Lokasi Penelitian 5 Jumlah Vegetasi Pada Tiap Kelas Diameter di Plot Penelitian 6 Sebaran Data Jumlah Pohon Contoh Menurut Jenis dan Diameter 7 Matrik Korelasi (r) Sederhana Antar Peubah Pohon Contoh 8 Persamaan Biomassa Terpilih 24 9 Nilai Carbon Stock pada Vegetasi Tingkat Understorey Nilai Carbon Stock pada Vegetasi Tingkat Pohon Nilai Carbon Stock pada Serasah Nilai Carbon Stock pada Necromass Nilai Carbon Stock pada Tanah C-stock Hutan Sekunder Bekas Kebakaran 1997/1998 di PT. Inhutani I Batuampar, Kalimantan Timur

6 DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Gambar Halaman 1 Design Plot 5 2 Kegiatan Pembuatan Plot 5 3 Pembersihan Areal di Sekitar Pohon Contoh yang Akan Ditebang 4 Penebangan Pohon Contoh 6 5a Pengumpulan Daun 7 5b Penimbangan Daun 7 6a & 6b Pengumpulan Cabang 7 6c & 6d Penimbangan Berat Basah Cabang 7 7a Pemotongan Batang Utama 8 7b Batang Utama yang Telah Dipotong-potong 8 7c Penimbangan Batang Bagian Ujung 8 8a Penggalian Akar 8 8b Penimbangan Akar 8 9a Pengumpulan Sampel Tumbuhan Bawah dan Serasah 9 9b Penimbangan Berat Basah Tumbuhan Bawah dan Serasah 9 10a & 10b Kegiatan Pengumpulan Necromass 10 10c Contoh Necromass 10 10d Penimbangan Necromass Design Titik Soil Sample 10 12a Posisi Ring Soil Pada Kedalaman 0-5 cm & 5-10 cm 11 12b Posisi Ring Soil Pada Kedalaman cm & cm 11 12c Posisi Ring Soil Pada Kedalaman cm 11 13a Peralatan Yang Digunakan Dalam Pengambilan Sampel Tanah 13b Sampel Tanah Yang Telah Dipak Untuk Dianalisis 11 13c Kegiatan Pengambilan Sampel Tanah Areal Lokasi Penelitian Grafik Nilai Persentase Rata-rata Biomassa Bagian Pohon Contoh

7 16 (Atas) 4 Titik Profil Tanah Sampai Kedalaman 60 cm pada Plot 1, (Tengah) 4 Titik Profil Tanah Sampai Kedalaman 60 cm pada Plot 2, (Bawah) 4 Titik Profil Tanah Sampai Kedalaman 60 cm pada Plot 3 17 Grafik Persentase C-stock pada Berbagai Komponen Hutan

8 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90 % biomassa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah), hewan, dan jasad renik (Arief, 2005). Biomassa ini merupakan tempat penyimpanan karbon dan disebut rosot karbon (carbon sink). Namun, pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan penghancuran lahan-lahan hutan yang luas diberbagai benua di bumi, telah mengganggu proses tersebut. Akibat dari itu, karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas ke dalam atmosfer dan kemampuan bumi untuk menyerap CO 2 dari udara melalui fotosintesis hutan berkurang. Selain akibat tersebut, intensitas Efek Rumah Kaca (ERK) akan ikut naik dan meyebabkan naiknya suhu permukaan bumi. Hal inilah yang memicu tuduhan bahwa kerusakan hutan tropik telah menyebabkan pemanasan global (Soemarwoto, 2001). Pemanasan global ini akan mempunyai dampak yang besar terhadap kesejahteraan manusia pada umumnya, bahkan telah menyebabkan terjadinya berbagai bencana alam di belahan dunia, seperti kenaikan permukaan laut, meningkatnya badai atmosferik, bertambahnya jenis dan populasi organisme penyebab penyakit, dll (Soedomo, 2001). Sebagian peneliti bahkan mengatakan jika pemanasan global ini terus meningkat, dalam waktu 50 tahun lagi, seperempat atau lebih dari kehidupan di muka bumi ini mungkin akan binasa (Soemarwoto et al, 1992). Salah satu cara untuk mengurangi dampak tersebut adalah dengan mengendalikan konsentrasi karbon melalui pengembangan sink program, dimana karbon organik sebagai hasil fotosintesa akan disimpan dalam biomassa tegakan hutan atau pohon berkayu. Dalam rangka pengembangan program ini diperlukan data-data pengestimasian kandungan karbon, sehingga tersedianya model yang memudahkan dalam pengestimasian kandungan karbon sangat diperlukan. 8

9 B. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan nilai BEF (Biomass Expansion Factors, nilai R/S (Root to Shoot Ratio) dan model alometrik untuk menduga biomassa serta dihasilkannya informasi kandungan karbon pada hutan sekunder. C. Sasaran Tersedianya teknik estimasi dan informasi kandungan karbon di Hutan Sekunder sehingga dapat mendukung pemerintah Indonesia berpartisipasi dalam perdagangan karbon dan upaya menekan perubahan iklim global melalui peningkatkan fiksasi karbon dalam biomassa hutan. D. Rumusan Masalah Meningkatnya kegiatan manusia dan kerusakan alam yang berupa perubahan tata guna lahan, deforestasi, limbah industri, dan kebakaran hutan telah menyebabkan tingginya tingkat emisi karbon di atmosfer dan memicu terjadinya proses pemanasan global. Hal tersebut akan berdampak besar terhadap kesejahteraan manusia pada umumnya, bahkan telah menyebabkan terjadinya berbagai bencana alam di belahan dunia, seperti kenaikan permukaan laut, meningkatnya badai atmosferik, bertambahnya jenis dan populasi organisme penyebab penyakit, dll. Salah satu cara untuk mengurangi dampak tersebut adalah dengan mengendalikan konsentrasi karbon melalui pengembangan sink program, dimana karbon organik sebagai hasil fotosintesa akan disimpan dalam biomassa tegakan hutan atau pohon berkayu. Dalam rangka pengembangan progr ini diperlukan data-data pengestimasian kandungan karbon, sehingga tersedianya teknik yang memudahkan dalam pengestimasian kandungan karbon sangat diperlukan. E. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini adalah meliputi pengestimasian kandungan karbon bagian atas pohon, akar, serasah, necromass dan tanah pada hutan alam sekunder. F. Luaran (Output) Paket teknik pengestimasian dan informasi kandungan karbon pada hutan alam sekunder. 9

10 II. METODOLOGI A. Kerangka Pendekatan 1. Batasan Terdapat beberapa karbon pool yang harus diperhatikan dalam penentuan kandungan karbon, yaitu life vegetasi (Above ground dan Below ground), Fine litter, Understorey, Necromass dan Soil. Penentuan kandungan karbon pada life vegetasi, understorey, necromass dan Fine litter digunakan pendekatan biomassa, dimana 40-50% biomassa merupakan karbon (Brown, 1997). Biomassa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik hidup yang dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area (Brown, 1997). Adapun komponen-komponen penyusunnya adalah : Biomassa batang utama + kulit : total berat kering bagian batang utama keseluruhan beserta kulit. Biomassa cabang + kulit : total berat kering bagian cabang keseluruhan. Biomassa daun : total berat kering bagian daun yang berada diatas pohon keseluruhan. Biomassa akar + Kulit : total berat kering bagian akar keseluruhan. Biomassa Serasah (Fine litter) : total berat kering fine litter diatas permukaan tanah Biomassa Tumbuhan bawah (understorey) : total berat kering understorey Biomassa necromass : total berat kering necromass Pengukuran biomassa pada masing-masing komponen biomassa dihitung dengan melakukan penimbangan secara langsung. Biomassa yang diperoleh dari pohon contoh, dikembangkan untuk menyusun persamaan alometrik, nilai BEF dan R/S. Persamaan alometrik yang diperoleh nantinya dapat digunakan untuk menghitung biomassa suatu tegakan hutan sekunder. BEF yaitu rasio antara biomassa pohon bagian atas (biomassa batang, biomassa cabang, biomassa daun) dengan biomassa pada bagian batang utama. Nilai R/S merupakan rasio antara biomassa bagian bawah (akar) dengan biomassa bagian atas pohon 10

11 2. Membangun Persamaan Alometrik Persamaan-persamaan biomassa yang digunakan sama seperti halnya persamaan volume. Asumsi yang diambil bahwasannya ada korelasi yang cukup tinggi antara dimensi pohon (diameter dan tinggi) dengan besarnya biomassa pohon. Adapun dimensi-dimensi tersebut secara langsung diukur di lapangan B. Pengumpulan Data 1. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, tally sheet, haga, pita ukur, timbangan digital, timbangan, karung, chain saw, oven, golok, kampak dan komputer. Bahan yang digunakan adalah tegakan hutan sekunder, contoh bagian daun, cabang, batang, akar pohon, vegetasi undergowth, serasah, necromass dan contoh tanah 2. Pohon Contoh Yang dimaksud pohon contoh adalah tegakan berdiameter > 2 cm yang akan digunakan untuk menyususn sebuah model. Pohon-pohon contoh diambil secara purposif diharapkan dapat mewakili ketersebaran diameter dan jenis yang ada di lokasi. C. Jenis Data Yang Dikumpulkan dan Cara Pengumpulannya 1. Jenis Data Data yang digunakan adalah data primer hasil pengukuran lapangan. Adapun data yang diambil adalah data dari pohon berdiri dan pohon yang sudah rebah. Pada pohon berdiri data yang dikumpulkan meliputi diameter, tinggi total, tinggi bebas cabang. Sedangkan pada pohon yang sudah rebah adalah data diameter dan panjang setiap batang utama, tunggak, berat daun, ranting, cabang dan batang. Selain itu diambil juga data berat understorey, berat fine litter, berat necromass dan soil sample. 2. Cara Pengumpulan Data Pada tahap pertama dilakukan pembuatan plot ukuran 20mx20m sebanyak 3 ulangan, didalamnya dibuat sub plot dengan ukuran 5mx5m sebanyak 5 ulangan dan ukuran 1m x 1m. Pada penelitian ini plot I terletak pada koordinat 01 o LS, 116 o 51 25,5 BT, plot II terletak pada koordinat 11

12 01 o 00 44,4 LS, 116 o 51 23,2 BT dan plot III terletak pada koordinat 01 o 00 47,2 LS, 116 o 51 23,2 BT. Selanjutnya dilakukan pengambilan data primer dengan melakukan sensus di seluruh plot meliputi identifikasi jenis tumbuhan bawah, sapling, pohon dan pengukuran diameter. Gbr 1. Design Plot Gbr 2. Kegiatan Pembuatan Plot Guna mendapatkan sebaran diameter, maka pada plot 20mx20m dilakukan sensus pengkuran diameter tegakan yang masuk kriteria pohon (D>10cm) sedangkan pada tiap sub plot 5mx5m dilakukan sensus pengukuran diameter tegakan yang masuk kriteria pancang (D<10cm). Pada sub plot 1m x 1m dilakukan pengamatan vegetasi understorey, necromass, fine litter dan soil. Setelah mendapatkan gambaran komposisi vegetasi dan sebaran diameter maka dipilih 63 pohon contoh secara purposif yang diharapkan dapat mewakili ketersebaran diameter dan jenis yang ada di lokasi. Kemudian dilakukan pengukuran diameter pohon setinggi dada (1,3 m di atas permukaan tanah) dengan menggunakan pita ukur dan tinggi pohon dengan menggunakan haga 12

13 pada saat pohon berdiri. Selanjutnya dilakukan penghitungan biomassa dengan menggunakan metode destructive sampling, yaitu melakukan penebangan kemudian penimbangan berat basah secara langsung pada tiap bagian komponen vegetasi (daun, cabang, batang dan akar) dan mengkonversinya menjadi berat kering (biomassa) menggunakan berat kering tiap contoh bagian vegetasi pada tiap pohon contoh. Contoh daun diambil sebanyak ± 100 gr sedangkan contoh bagian cabang, batang dan akar jika memungkinkan diambil contoh dengan ukuran ± 2 cm x 2 cm x 2 cm pada bagian pangkal, tengah da ujung. Adapun tahapan-tahapan yang dapat dilakukan adalah melakukan pembersihan areal di sekitar pohon contoh dan penebangan. Gbr 3. Pembersihan areal sekitar pohon contoh yang akan ditebang Gbr 4. Penebangan pohon contoh Selanjutnya dilakukan pemisahan bagian-bagian pohon (daun, cabang, batang dan akar). - Daun Guna Penghitungan biomassa daun pohon contoh maka pada setiap pohon contoh yang telah ditebang dikumpulkan keseluruhan daun tersebut kemudian dilakukan penimbangan berat basah, selanjutnya diambil sampel sebanyak ±100 gr untuk penghitungan berat kering. 13

14 Gbr 5a. Pengumpulan Daun Gbr 5b. Penimbangan Daun - Cabang Pada setiap pohon contoh dipisahkan bagian cabang dari batang utama, dikumpulkan kemudian ditimbang berat basahnya. Setelah dilakukan penimbangan berat basah, diambil contoh pada bagian pangkal, tengah dan ujung cabang pada seluruh contoh guna penghitungan berat kering di laboratorium. Gbr 6a & 6b. Pengumpulan Cabang Gbr 6c & 6d. Penimbangan Berat Basah Cabang - Batang Pada setiap batang utama dipotong-potong untuk memudahkan penimbangan berat basah serta dipisahkan batang utama bebas cabang dan setelah cabang. 14

15 Setelah dilakukan penimbangan berat basah keseluruhan batang utama, diambil contoh batang pada bagian pangkal, tengah dan ujung cabang untuk penghitungan berta kering di laboratorium. Gbr 7. (a) Pemotongan batang utama, (b) Batang Utama yang telah dipotong-potong, (c) Penimbangan Batang bagian ujung - Akar Untuk memudahkan pengambilan akar maka sebelum pohon ditebang dilakukan penggalian akar-akar yang besar sehingga saat pohon rebah akar akan terangkat. Setelah itu keseluruhan akar dikumpulkan kemudian dilakukan penimbangan berat basah. Untuk penghitungan berat kering yang dilakukan di laboratorium maka diambil sampel pada bagian pangkal, tengah dan ujung akar. Gbr 8. (a) Penggalian akar, (b) Penimbangan akar 15

16 Pada petak 1m x 1m (15 petak) dilakukan pembabatan tumbuhan bawah kemudian dikumpulkan dan ditimbang berat basahnya. Begitupun juga dengan serasah, serasah yang terdapat dalam petak 1m x 1m (15 petak) dikumpulkan dan ditimbang berat basahnya kemudian diambil contoh sebanyak ± 100 gr untuk pengukuran berat kering contoh. Gbr 9 (a) pengumpulan sampel tumbuhan bawah dan serasah, (b) penimbangan berat basah tumbuhan bawah dan serasah Necromass merupakan kayu-kayu yang telah lapuk, necromass ini juga merupakan salah satu komponen didalam hutan yang mempunyai potensi sebagai penyimpan karbon. Untuk pengambilan sample necromass dilakukan pada petak ukur 2 x 2m pada tiap plot sebanyak 5 ulangan. Keseluruhan necromass yang terdapat dalam petak ukur dikumpulkan kemudian ditimbang berat basahnya, setelah itu diambil sampel sebanyak kurang lebih ±100 gr untuk penghitungan berat kering di laboratorium. 16

17 Gbr 10. (a) & (b) Kegiatan pengumpulan necromass, (c) Contoh necromass, (d) Penimbangan necromass Untuk perhitungan karbon tanah diambil contoh tanah pada tiap plot sebanyak 4 ulangan pada 5 tingakat kedalaman, yaitu : 0-5 cm, 5-10 cm, cm, cm, cm. Dimana pada tiap contoh tanah ini dilakukan pengukuran berat tanah, volume dan kandungan karbon tanah. Gbr 11. Design Titik Soil Sample 17

18 Gbr 12. (a) Posisi ring soil pada kedalaman 0-5cm & 5-10cm, (b) Posisi ring soil pada kedalaman 10-20cm & 20-30cm, (c) Posisi ring soil pada kedalaman 30-50cm. Gbr 13. (a) Peralatan yang digunakan dalam pengambilan sample tanah, (b) Sample tanah yang telah dipak untuk dianalisis, (c) Kegiatan pengambilan sample tanah D. Pengolahan Data 1. Perhitungan Biomassa Berat kering total dari masing-masing bagian pohon, vegetasi understorey, fine litter, necromass dihitung dengan formula sebagai berikut Total Berat Kering (Hairiah et al, 1999) 2. Perhitungan Nilai BEF (Biomass Expansion Factor) Nilai BEF ditentukan dengan rumus (Brown, 1997) : 3. Perhitungan Nilai R/S (Root to Shoot Ratio) Nilai R/S ditentukan dengan rumus (Brown, 1997) : 4. Perhituangan Nilai Soil Bulk Density TotalBerat Basah x Berat Kering Contoh Berat Basah Contoh Nilai Bulk Density (BD) ditentukan dengan rumus : Biomasa Bagian Atas Pohon BEF Biomasa Batang Biomassa Akar R/S Biomassa Bagian Atas Pohon Berat Contoh Tanah BD = Volume Contoh Tanah 18

19 E. Analisis Data 1. Hubungan Antar Peubah Dimensi Pohon dengan Biomassa Asumsi yang mendasari penyusunan model penaksiran biomassa adalah terdapatnya hubungan yang erat antara dimensi pohon (diameter dan tinggi) dengan biomassa. Besarnya keeratan hubungan antar 2 peubah diukur dari besarnya nilai koefisien korelasi (r) (Walpole, 1993). Hubungan linear sempurna terdapat antara nilai y dan x dalam contoh, bila nilai r mendekati +1 atau -1 maka hubungan kedua peubah itu kuat dan disimpulkan terdapat korelasi yang tinggi antara keduanya. 2. Penyusunan Model Penduga Biomassa Untuk pendugaan biomassa diatas permukaan tanah maka dilakukan penyusunan model penduga biomassa yang terdiri dari : model penduga biomassa daun, model penduga biomassa ranting, model penduga biomassa cabang, model penduga biomassa batang dan model penduga biomassa tunggak serta model penduga biomassa pohon diatas permukaan tanah. Model umum persamaan yang dipakai untuk menyusun sebuah model penduga biomassa bagian-bagian pohon dan biomassa total pohon menggunakan model-model yang telah dipakai oleh beberapa peneliti sebelumnya. Model yang diujicobakan terdiri dari 6 model dengan menggunakan satu dan dua peubah bebas dalam bentuk linear dan non linear. Peubah bebas yang digunakan yaitu diameter, diameter dan tinggi total, diameter dan diameter kuadrat. Model umum tersebut yaitu : Model dengan satu peubah bebas a. B=aD b (Brown, 1997; Ola-dam, 1993) b. B=a + bd + cd 2 (Brown et a1., 1989) c. B=e (a+b In D) (Brown et a1.,1989) Model dengan dua peubah bebas d. B=aD b H C tot (Ogawa et a1.,1965) e. B=a + bd 2 H tot (Brown et a1., 1989) f. B=e (a+bln(d^2htot)) (Brown et a1., 1989) dimana : B = biomassa ; D = diameter ; H tot = tinggi total ; H bc = tinggi bebas cabang ; a,b dan c = konstanta 19

20 Penyusunan model menggunakan analisis regresi dengan metode pendugaan koefisien regresi metode OLS (Ordinary Least Squares) atau metode kuadrat terkecil. Metode kuadrat terkecil merupakan metode untuk memilih garis regresi yang membuat jumlah kuadrat jarak vertikal dari titik y pengamatan ke garis regresi sekecil mungkin (Walpole, 1993). Metode kuadrat terkecil menghasilkan rumus untuk menghitung koefisien regresi sehingga jumlah kuadrat semua simpangan itu minimum (Walpole, 1993). Metode kuadrat terkecil ini dapat digunakan jika asumsi-asumsi regresi terpenuhi, yaitu setiap nilai variabel bebas independen terhadap variabel bebas lainnya, nilai sisaan bersifat acak serta berdistribusi normal dengan rata-rata nol dan variannya konstan (Sembiring, 1995). 3. Pemilihan Model Terbaik Menurut Draper dan Smith (1992), untuk memilih atau membandingkan model matematik yang baik (regresi linear) harus memperhatikan standar kriteria perbandingan model, yaitu : koefisien determinasi (R 2 ), nilai sisaan (s). Selain itu ada satu kriteria tambahan dalam pengambilan keputusan model terpilih yaitu nilai predicted residual sum of squares (PRESS) sebagai uji validasi untuk memilih persamaan terbaik. Dari 3 kriteria diatas model yang baik adalah R 2 besar, PRESS dan sisaan yang kecil. Model yang baik akan dapat digunakan jika memenuhi asumsi kenormalan sisaan dan keaditifan model (Kuncahyo, 1991). Nilai- nilai R 2, s, PRESS, uji kenormalan sisaan, uji keaditifan model dan keberartian persamaan regresi dihitung dan dianalisa dengan menggunakan bantuan program statistik SPSS dan minitab. 4. Pendugaan Kandungan Karbon Kandungan karbon vegetasi hutan sekunder dapat diestimasi menggunakan nilai biomassa yang diperoleh dari persamaan alometrik ataupun nilai BEF dimana 50% dari biomassa adalah karbon yang tersimpan. 20

21 III. KEADAAN UMUM LOKASI A. Letak Penelitian dilaksanakan di areal PT. INHUTANI I Batuampar, plot rehabilitasi permudaan alam dimana pada plot ini merupakan areal bekas pembalakan dan bekas kebakaran Tahun 1997/1998. Pada lokasi ini dibuat 3 plot pengamatan mengikuti arah topografi, yaitu Plot 1 terletak pada koordinat 1'00'43" LS dan 116'51'25.5" BT, Plot 2 terletak pada koordinat 1 o 00'44.4" LS dan 116 o 51'23.2" BT, Plot 3 terletak 1'00'47.2" LS, 116'51'23.2" BT. Secara administratif, PT.INHUTANI I Batuampar terletak pada wilayah administrasi Propinsi Kalimantan Timur, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kecamatan Samboja. Sedangkan secara administrasi kehutanan termasuk dalam wilayah Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Kutai Kertanegara, Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur. Gbr14. Areal Lokasi Penelitian B. Topografi Berdasarkan hasil interpretasi potret udara dan peta topografi, serta pengamatan di lapangan (PT. Inhutani I, 1997), areal PT. Inhutani I bentuk wilayahnya datar sampai berbukit dengan titik tertinggi 160 mdpl (di perbukitan sekitar Gunung Mentawir), dan titik terendah ± 5 mdpl (pada suatu titik di sepanjang Sungai Semoi). Berdasarkan Peta Kontur Areal Unit HTI Batu Ampar Mentawir PT. Inhutani Unit I Skala 1 : , plot pengamatan penelitian 21

22 bentuk wilayahnya berombak dengan variasi lereng 3% - 8% yang pada umumnya dipisahkan oleh lembah yang sempit dan punggung bukit kecil dengan perbedaan tinggi antara 5 m 15 m. C. Geologi dan Tanah Berdasarkan Peta Geologi Areal Unit HTI Batu Ampar Mentawir PT. Inhutani Unit I Skala 1 : , plot penelitian termasuk kedalam formasi Bebuluh (Tmb), berumur Miosen Tengah, bagian atas terdiri dari perselingan batu pasir silikat dan batu lempung lanauan. Batu pasir silikat berwarna putih kecoklatan, rapuh, berbentuk butiran sedang sampai kasar, struktur silang siur dan bersusun, mengandung mineral kuarsa, fedlspar, oksida besi, serisit dan klorit. Batu lempung lanauan berwarna kelabu, bersifat lunak, mengandung karbonat dengan sisipan tipis batu bara dan lignit setebal cm. Selain itu, dijumpai pula serpih dengan sisipan napal, batu gamping dan batu bara. Keadaan tanah areal PT. Inhutani I Batu Ampar Mentawir yang disusun berdasarkan klasifikasi tanah sistem Pusat Penelitian Tanah (1983) serta padanannya menurut sitem USDA Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 1987) dan FAO/UNESCO (1987) terdapat 16 Satuan Peta Tanah (SPT) yang terdiri dari jenis-jenis tanah aluvial, gleisol, kambisol dan podsolik, yang masing-masing menurunkan satu atau lebih macam tanah (sub group) (PT. Inhutani I, 1997). Sedangkan keadaan tanah plot penelitian berdasarkan peta tanah Areal Unit HTI Batu Ampar Mentawir PT. Inhutani Unit I Skala 1 : berasal dari bahan induk Batu liat dan Batu pasir termasuk kedalam klasifikasi Kambisol Distrik (Dystropepts, Distric Cambisols), sedang sampai agak dalam, lapisan atas lempung dan liat, berlempung di lapisan bawah, sangat masam, Kapasitas Tukar Kation (KTK) Sedang, Kejenuhan Basa (KB) sangat rendah. D. Iklim Keadaan iklim di areal PT. Inhutani I Batu Ampar Mentawir termasuk dalam tipe iklim Afa menurut Koppen, yaitu iklim tropis berhujan tanpa bulan kering yang nyata, dengan curah hujan tahunan berkisar antara mm mm/tahun. Berdasarkan klasifikasi tipe curah hujan menurut Schmidt dan 22

23 Ferguson, termasuk tipe curah hujan A dengan nilai Q = 14.3 % dan digolongkan sebagai daerah basah. Sedangkan menurut klasifikasi oldeman termasuk zone agroklimat C, dengan bulan basah (curah hujan bulanan > 200 mm) selama 5 bulan 6 bulan, bulan kering (curah hujan bulanan < 100 mm) selama < 2 bulan. 23

24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keanekaragaman Vegetasi di Plot Penelitian Komposisi vegetasi di plot penelitian dicirikan oleh 69 jenis vegetasi pada berbagai tingkat yaitu tumbuhan bawah (Understorey), Semai, Pancang dan Pohon, 61 marga dan 37 suku. Beberapa jenis tumbuhan ini menjadi ciri khas hutan sekunder yaitu sebagai tumbuhan pioner seperti jenis macaranga, mallotus, trema, melastoma dan leea. Jenis vegetasi, marga dan suku yang ditemukan di lokasi plot penelitian disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis Vegetasi Dan Suku Yang Ditemukan Pada Plot Penelitian No Suku Jenis No Suku Jenis 1 Anacardiaceae Semecarpus glaucus 36 Liliaceae Smilax sp. 2 Annonaceae Artabotrys sp. 37 Marantaceae Pacelophrynium sp. 3 Araceae Alocasia sp. 38 Stachiphrynium borneensis 4 Celastraceae Salacia sp. 39 Donax caniformis 5 Combretaceae Combretum nigrescens 40 Melastomataceae Melastoma malabathricum 6 Compositae Mikania scandens 41 Clidemia hirta 7 Vernonia arborea 42 Meliaceae Aglaia sp. 8 Connaraceae Agelaea borneensis 43 Moraceae Artocarpus lanceifolius 9 Agelaea trinervis 44 Artocarpus rigidus 10 Convolvulaceae Merremia sp. 45 Ficus grassularoides 11 Cyperaceae Cyperus Sp 46 Ficus obscura 12 Scleria sp. 47 Ficus sp. 13 Dilleniaceae Dillenia reticulata 48 Myrsinaceae Embelia sp. 14 Tetracera sp. 49 Myrtaceae Syzygium sp. 15 Dipterocarpaceae Hopea rudiformis 50 Nephrolepidaceae Nephrolepis sp. 16 Euphorbiaceae Baccaurea tetrandra 51 Olacaceae Scorodocarpus borneensis 17 Glochidion obscurum 52 Strombosia javanica 18 Glochidion sp. 53 Piperaceae Piper aduncum 19 Macaranga gigantea 54 Rubiaceae Ixora sp. 20 Macaranga pearsonii 55 Psychotria sp. 21 Mallotus paniculatus 56 Uncaria sp. 22 Omphalea bracteata 57 Rutaceae Melicope glabra 23 Grinae Centotheca lappacea 58 Sapindaceae Dimocarpus longan 24 Dinochloa sp. 59 Schizaeceae Lygodium sp. 25 Imperata cylindrica 60 Ulmaceae Symplocos fasciculata 26 Hypericaceae Cratoxylum sumatranum 61 Trema tomentosa 27 Lauraceae Actinodaphne glabra 62 Verbenaceae Clerodendron adenophysum 28 Alseodaphne elmeri 63 Clerodendron sp. 29 Dehaasia sp. 64 Vitaceae Cissus sp. 30 Eusideroxylon zwageri 65 Zingiberaceae Alpinia sp. 31 Litsea cf. angulata 66 Etlingera sp. 24

25 32 Litsea sp. 67 Hornstedtia sp. 33 Leeaceae Leea indica 68 Labiatae Hyptis capitata 34 Leguminosae Fordia splendidissima 69 Solanaceae Solanum torvum 35 Spatholobus sp. Dari Tabel 1. memperlihatkan bahwa beberapa jenis tumbuhan yang terdapat dalam plot pengamatan menjadi ciri khas hutan sekunder yaitu sebagai tumbuhan pioner seperti jenis macaranga, mallotus, trema, melastoma dan leea. Beberapa jenis pioner ini juga ditemukan dalam penelitian komposisi dan struktur vegetasi hutan bekas terbakar di Wanariset Samboja Kalimantan Timur oleh Saridan dan Jansen (1987). 1. Tingkat Understorey Pada tingkat understorey (semai, liana, paku, rumput, terna, bambu, epifit) yang ditentukan berdasarkan kriteria tinggi < 1,5 m, di lokasi penelitian ditemukan 35 jenis vegetasi yang tergolong kedalam 24 suku. Daftar jenis dan family ini dapa dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan pengamatan secara visual, tingkat ini di dominasi oleh jenis Imperata cylindrica, Stachiphrynium borneensis, Scleria sp. Tabel 2. Jenis vegetasi dan suku tingkat Understorey No Suku Jenis No Suku Jenis 1 Annonaceae Artabotrys sp. 18 Liliaceae Smilax sp. 2 Araceae Alocasia sp. 19 Marantaceae Pacelophrynium sp. 3 Celastraceae Salacia sp. 20 Stachiphrynium borneensis 4 Combretaceae Combretum nigrescens 21 Donax caniformis 5 Compositae Mikania scandens 22 Melastomataceae Melastoma malabathricum 6 Connaraceae Agelaea borneensis 23 Clidemia hirta 7 Agelaea trinervis 24 Myrsinaceae Embelia sp. 8 Convolvulaceae Merremia sp. 25 Nephrolepidaceae Nephrolepis sp. 9 Cyperaceae Cyperus Sp 26 Piperaceae Piper aduncum 10 Scleria sp. 27 Rubiaceae Psychotria sp. 11 Dilleniaceae Tetracera sp. 28 Uncaria sp. 12 Euphorbiaceae Macaranga pearsonii 29 Schizaeceae Lygodium sp. 13 Omphalea bracteata 30 Vitaceae Cissus sp. 14 Grinae Centotheca lappacea 31 Zingiberaceae Alpinia sp. 15 Dinochloa sp. 32 Etlingera sp. 16 Imperata cylindrica 33 Hornstedtia sp. 17 Leguminosae Spatholobus sp. 34 Labiatae Hyptis capitata 35 Solanaceae Solanum torvum 25

26 2. Tingkat Pancang Pada tingkat pancang dengan kriteria tinggi > 1,5 m dan diameter < 10 cm di lokasi penelitian ditemukan 34 jenis vegetasi yang tergolong kedalam 18 suku. Vegetasi pada tingkat ini di dominasi oleh jenis Piper aduncum, Leea indica, Macaranga gigantea, Macaranga pearsonii, Ficus obscura, Melastoma malabathricum, Trema tomentosa. Tingkat dominasi ini ditentukan berdasarkan nilai INP yang secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rekapitulasi Nilai INP Vegetasi tingkat Pancang di Lokasi Penelitian No Jenis Jml Ind K KR Jml Plot FR LBDS D DR INP F (Ind) (ind/ha) (%) Ditemukan (%) (cm2) (m2/ha) (%) (%) 1 Piper aduncum Leea indica Macaranga gigantea Macaranga pearsonii Ficus obscura Melastoma malabathricum Trema tomentosa Mallotus paniculatus Fordia splendidissima Dimocarpus longan Clerodendron adenophysum Cratoxylum sumatranum Litsea sp Ficus sp Artocarpus rigidus Glochidion sp Semecarpus glaucus Alseodaphne elmeri Eusideroxylon zwageri Syzygium sp Litsea cf. angulata Symplocos fasciculata Artocarpus lanceifolius Ficus grassularoides Actinodaphne glabra Aglaia sp Strombosia javanica Clerodendron sp Hopea rudiformis Vernonia arborea Baccaurea tetrandra Dehaasia sp Glochidion obscurum Ixora sp JUMLAH

27 3. Tingkat Pohon Pada vegetasi tingkat pohon dengan kriteria vegetasi tinggi > 1,5 m dan diameter > 10 cm ditemukan 11 jenis vegetasi yang tergolong kedalam 8 family. Dalam plot penelitian, vegetasi tingkat pohon didominasi oleh jenis Trema tomentosa, Macaranga gigantea, Vernonia arborea, Scorodocarpus borneensis, Mallotus paniculatus, tingkat dominasi ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rekapitulasi nilai INP vegetasi tingkat Pohon dalam Plot Penelitian No Jenis Jml Ind K KR Jml Plot FR LBDS D DR INP F (Ind) (ind/ha) (%) Ditemukan (%) (cm2) (m2/ha) (%) (%) 1 Trema tomentosa Macaranga gigantea Vernonia arborea Scorodocarpus borneensis Mallotus paniculatus Melicope glabra Strombosia javanica Litsea cf. angulata Macaranga pearsonii Dillenia reticulata Ficus sp JUMLAH Sebaran jumlah vegetasi pada tiap kelas diameter pada plot penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah Vegetasi Pada Tiap Kelas Diameter di Plot Penelitian Plot <2 2-<4 4-<6 6-<8 Kelas Diameter (cm) <10 10-<12 <14 I < < < <26 >30 II III Jumlah (Ind) Kerapatan (Ind/ha) Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa komposisi vegetasi pada plot penelitian merupakan vegetasi muda dengan diameter kecil dimana secara umum semakin besar diameter suatu vegetasi jumlahnya akan semakin menurun. 27

28 B. Penyusunan Persamaan Alometrik Penduga Biomassa, Nilai BEF dan R/S Persamaan alometrik penduga biomassa disusun dari 63 vegetasi contoh tingkat pancang dan pohon. Persamaan alometrik ini digunakan untuk menduga biomassa total vegetasi tingkat pancang dan pohon atau vegetasi dengan kriteria tinggi > 1,5 m. Adapun rekapitulasi data pohon contoh dapat dilihat pada Lampiran 1. Pohon contoh dipilih secara purposif berdasarkan komposisi vegetasi dengan mengutamakan keterwakilan kelas diameter yang ada dalam plot penelitian. Sebaran data jumlah pohon contoh yang ditebang berdasarkan jenis dan kelas diameternya disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Sebaran Data Jumlah Pohon Contoh Menurut Jenis dan Diameter Jenis Actinodaphne glabra Aglaia sp. Alseodaphne elmeri Artocarpus lanceifolius Artocarpus rigidus Clerodendrum adenophysum Cratoxylum sumatranum Dillenia reticulate Dimocarpus longan Ficus grassularoides Ficus obscura Ficus sp. Fordia splendidissima Glochidion sp. Litsea cf. angulata Litsea sp. Macaranga gigantea Macaranga pearsonii Mallotus paniculatus Melastoma malabathricum Melicope glabra Piper aduncum Semecarpus glaucus Symplocos fasciculata Syzygium sp. Trema tomentosa Vernonia arborea Jumlah 2- <4 4- <6 6- <8 8- < < <12 Kelas Diameter (cm) <14 <16 <18 < < <26 Jml

29 Dari Tabel 6. dapat dilihat bahwa pohon contoh yang ditebang sebanyak 63 pohon dari berbagai kelas diameter dan jenis, terbanyak diambil jenis macaranga, piper dan trema karena jenis ini merupakan jenis yang paling banyak dijumpai di plot pengamatan dan sebagai ciri khas vegetasi hutan sekunder. Dari tabel ini juga dapat dilihat bahwa berdasarkan diameter pohon contoh yang diambil paling banyak pada diameter kecil hal ini sesuai dengan sebaran diameter pada plot pengamatan sebagai populasi seperti terlihat pada Tabel 5. Secara umum biomassa tiap bagian pohon contoh terbesar diperoleh pada pohon berdiameter yang paling besar (24.2 cm) sebesar kg. Hal ini disebabkan biomassa berkaitan erat dengan proses fotosintesis, biomassa bertambah karena tumbuhan menyerap CO 2 dari udara dan mengubahnya menjadi senyawa organik dari proses fotosintesis, hasil fotosintesis digunakan oleh tumbuhan untuk melakukan pertumbuhan ke arah horisontal dan vertikal. Biomassa bagian pohon terdiri dari biomassa daun, biomassa cabang, biomassa batang dan biomassa akar. Pada Gambar 1. disajikan grafik persentase nilai biomassa tiap bagian pohon. Biomassa Akar 16% Biomassa daun 6% Biomassa Cabang 20% Biomassa batang 58% Gbr 15. Grafik Nilai Persentase Rata-rata Biomassa Bagian Pohon Contoh Dari Grafik nilai persentase rata-rata biomassa bagian pohon dapat dilihat bahwa bagian batang mempunyai persentase terbesar karena batang merupakan bagian berkayu dan tempat penyimpanan cadangan hasil fotosintesis untuk pertumbuhan. 29

30 Persamaan alometrik biomassa disusun berdasarkan adanya hubungan peubah dimensi pohon dan Biomassa. Pada Tabel 7. disajikan matrik korelasi sederhana antara peubah dimensi pohon dengan biomassa. Tabel 7. Matrik korelasi (r) sederhana antar peubah pohon contoh D HTOT B_DAUN B_CABANG B_BATANG B_AKAR B_TOTAL D 1.891(**).767(**).866(**).859(**).867(**).883(**) HTOT.891(**) 1.593(**).756(**).816(**).765(**).808(**) B_DAUN.767(**).592(**) 1.798(**).640(**).730(**).724(**) B_CABANG.866(**).756(**).803(**) 1.928(**).930(**).965(**) B_BATANG.859(**).816(**).655(**).928(**) 1.961(**).991(**) B_AKAR.867(**).765(**).740(**).930(**).961(**) 1.978(**) B_TOTAL.883(**).808(**).738(**).965(**).991(**).978(**) 1 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Keterangan : D (diameter setinggi dada), HTOT (Tinggi total), B_DAUN (biomassa daun), B_CABANG (biomassa cabang), B_BATANG (biomassa batang), B_AKAR (biomassa akar), B_TOTAL (biomassa total). Secara umum biomassa bagian-bagian pohon (Biomassa daun, biomassa cabang, biomassa batang dan biomassa akar) berkorelasi positif dengan diameter dan tinggi total pohon tersebut. Korelasi positif biomassa bagian pohon lebih besar terjadi dalam hubungannya dengan diameter pohon dibandingkan dengan tinggi totalnya. Dari korelasi positif tersebut dapat diartikan bahwa peningkatan diameter pohon atau tinggi total pohon akan diikuti pula dengan peningkatan biomassa pada setiap bagian-bagian pohon tersebut. Penaksiran biomassa menggunakan teknik regresi dengan model persamaan yang baik adalah sangat disarankan, karena relatif sederhana, menghapuskan unsur subyektifitas daripada metode lain dan memungkinkan mengetahui adanya kesalahan yang terlihat dalam uji statistik. Persamaan alometrik biomassa terpilih adalah persamaan yang memiliki nilai R-sq yang besar (mendekati 100%), nilai s dan PRESS yang paling kecil (Sembiring, 1995). Selain kriteria tersebut terdapat kriteria lain yang diperhatikan yaitu kepraktisan model, semakin banyak peubah bebas maka semakin bagus menerangkan model namun demikian, pengukuran pohon memerlukan lebih banyak waktu, biaya dan tenaga serta mempunyai banyak kemungkinan kesalahan sehingga kurang praktis dilaksanakan. Sehubungan dengan itu, maka pendugaan biomassa dengan hanya didasarkan diameter batang yang diukur 30

31 setinggi dada merupakan bentuk kompromi persyaratan ketelitian dan kemungkinan praktis dilapangan. Hal ini didukung oleh laporan Ola-Adams (1993) yang menyatakan bahwa pendugaan biomassa menggunakan satu variabel diameter (D) mempunyai nila R 2 yang tidak jauh berbeda ketika menggunakan dua variabel D dan tinggi (H). Selain alasan tersebut hanya dipilihnya varibel D dalam suatu model tanpa memasukkan unsur tinggi pohon dapat juga dijelaskan dari nilai korelasi Tabel 7. Dapat dilihat bahwa nilai korelasi terbesar didapat dalam hubungannya diameter dengan biomassa dibanding variabel tinggi dengan biomassa, diameter juga mempunyai korelasi yang kuat dengan tinggi pohon sehingga tinggi pohon dapat diterangkan menggunakan diameter. Berdasarkan kriteria tersebut persamaan alometrik biomassa terpilih disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Persamaan Biomassa Terpilih Biomassa Persamaan Alometrik R-sq s PRESS Biomassa Daun B daun = D % Biomassa Cabang B cab = D % Biomassa Batang B btg = D % Biomassa Akar B akar = D % Biomassa Total B tot = D % Keterangan : D (diameter setinggi dada), B daun (biomassa daun), B cab (biomassa cabang) B btg (biomassa batang), B akar (biomassa akar), B tot (biomassa total). Dari Tabel 8. dapat dilihat bahwa persamaan alometrik yang dihasilkan untuk menduga biomassa tiap bagian pohon merupakan bentuk power function (Y=aD b ) dimana Y= biomassa, D=diameter yang diukur setinggi dada, a dan b=konstanta. Bentuk persamaan ini juga telah digunakan oleh Brown untuk menduga biomassa pohon di hutan alam primer daerah kering, lembab dan basah (Brown, 1997). Dari perbandingan persamaan biomassa total hasil penelitian dengan persamaan Brown pada daerah lembab dan basah (B = 0.118D 2.53 dan B = 0.092D 2.60 ) dengan menggunakan uji t setelah ditransformasi kedalam persamaan linear didapatkan bahwa persamaan biomassa total dalam penelitian dan persamaan Brown mempunyai nilai intersep dan slope yang berbeda nyata. Nilai slope garis persamaan regresi pada persamaan yang dihasilkan penelitian untuk menduga kandungan biomassa pada hutan sekunder bekas kebakaran lebih 31

32 kecil daripada persamaan Brown di hutan alam primer hal ini menunjukkan bahwa pendugaan biomassa hutan sekunder akan menghasilkan biomassa yang lebih kecil dibandingkan hutan alam primer terutama pada vegetasi berdiameter besar. Hal ini dapat dijelaskan karena kejadian kebakaran dan pembalakan telah menyebabkan sebagian biomassa hilang. Brown (1997) mendefinisikan Biomass Expansion Factor (BEF) sebagai rasio antara berat kering bagian pohon bagian atas (daun, batang dan cabang) dengan berat kering batang. Nilai BEF hutan sekunder yang dihasilkan dari 63 pohon contoh yaitu Nilai BEF ini digunakan untuk menghitung nilai biomassa total bagian atas dari data inventarisasi hasil hutan berupa data volume dengan cara mengkonversi biomassa batang ke biomassa total bagian atas (Above ground biomass). Biomassa total bagian atas dapat dihitung dengan rumus : VOB x WD x BEF, dimana VOB = volume kayu, WD = kerapatan kayu dan BEF = Biomass Expansion Factor (Brown, 1997). Nilai R/S dapat digunakan untuk menentukan biomassa bagian bawah pohon (akar) (Below ground biomass) dimana nilai ini merupakan rasio dari biomassa akar dengan biomassa atas pohon. Nilai R/S hutan sekunder yang dihasilkan dari 63 pohon contoh yaitu Nilai BEF dan R/S ini dapat digunakan untuk menduga Total C-Stock tegakan dengan rumus : C = (VxWDxBEF)x(1+R/S)xCF, dimana C adalah total C-stock (ton/ha), V adalah Volume tegakan (m 3 /ha), WD adalah rata-rata kerapatan kayu (ton/m 3 ), BEF adalah rasio biomassa atas dengan biomassa batang, R/S adalah rasio biomassa akar dengan biomassa atas dan CF adalah nilai kandungan karbon dalam biomassa (IPCC National Greenhouse Gas Inventories Programme, 2003). C. Kandungan Karbon Hutan Sekunder pada Plot Penelitian Kandungan Karbon (Carbon Stock) dihitung dengan menggunakan pendekatan biomassa dengan asumsi 50 % dari biomassa adalah karbon yang tersimpan. 32

33 1. Carbon stock pada Vegetasi tingkat Understorey Vegetasi tingkat Understorey adalah vegetasi tingkat semai termasuk herba, terna, perdu, liana, epifit, rumput. Carbon stock pada tingkat vegetasi ini sebesar ton/ha, secara rinci nilai Carbon stock pada tingkat ini dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai Carbon Stock pada Vegetasi Tingkat Understorey Plot Sub Plot Biomassa C-stock (kg/m2) (kg/m2) 1 A B C D E Rata-rata StdDev A B C D E Rata-rata StdDev A B C D E Rata-rata StdDev Total Plot Biomassa : Ton/ha StdDev : Ton/ha Karbon : Ton/ha StdDev : Ton/ha 2. Carbon stock pada Vegetasi tingkat Pohon Yang dimaksud vegetasi pada tingkat ini adalah semua vegetasi dengan tinggi > 1,5 m atau yang sering dikenal vegetasi tingkat pancang dan pohon. C-stock pada tingkat vegetasi ini adalah sebesar ton/ha. Penentuan kandungan pada tingkat vegetasi ini ditentukan berdasarkan nilai biomassa yang diperoleh melalui persamaan penduga biomassa yang telah dihasilkan 33

34 sebelumnya. Secara rinci nilai C-stock pada tingkat vegetasi ini dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai Carbon Stock pada Vegetasi Tingkat pohon KERAPATAN C-stock (ton/ha) JENIS Daun Cabang Batang Akar Total Trema tomentosa Piper aduncum Macaranga gigantea Scorodocarpus borneensis Mallotus paniculatus Vernonia arborea Macaranga pearsonii Strombosia javanica Melicope glabra Litsea cf. angulata Ficus obscura Ficus sp Dimocarpus longan Alseodaphne elmeri Clerodendrum adenophysum Symplocos fasciculata Leea indica Fordia splendidissima Dillenia reticulata Litsea sp Glochidion sp Melastoma malabathricum Artocarpus rigidus Artocarpus lanceifolius Ficus grassularoides Syzygium sp Eusideroxylon zwageri Cratoxylum sumatranum Semecarpus glaucus Actinodaphne glabra Aglaia sp Clerodendrum sp Hopea rudiformis Baccaurea tetrandra Dehaasia sp Glochidion obscurum Ixora sp JUMLAH

35 Dari Tabel 10. dapat dilihat bahwa jenis Trema tomentosa, Piper aduncum, Macaranga gigantea, Scorodocarpus borneensis, Vernonia arborea, Mallotus paniculatus mempunyai kerapatan Carbon stock yang lebih besar dibandingkan jenis-jenis lainnya, hal ini disebabkan karena jenis-jenis ini merupakan jenis yang banyak terdapat di hutan sekunder. Dalam kaitannya karbon yang tersimpan pada komponen pohon, dari Tabel 10. dapat dilihat bahwa kandungan karbon terbesar terdapat pada bagian batang sebesar ton/ha (58.91%) karena sebagian besar hasil fotosintesis disimpan pada bagian batang untuk pertumbuhan baik horisontal maupun vertikal. Total kandungan karbon vegetasi hutan sekunder pada tingkat sapling dan pohon di lokasi penelitian sebesar ton/ha. Nilai dugaan ini lebih kecil dibandingkan karbon stock yang terdapat pada Hutan Primer di Kalimantan Timur, dimana sebuah penelitian di hutan primer di Kalimantan Timur menunjukkan bahwa total biomassa tegakan hutan primer sekitar 492 ton/ha (Ruhiyat, 1995) dengan asumsi 50% biomassa adalah C-stock maka C-stock pada hutan primer di Kalimantan Timur tersebut adalah 246 ton/ha. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian kebakaran telah menyebabkan banyak karbon terlepas dan berpotensi meningkatkan konsentrasi CO 2 di atmosfer. 3. Carbon stock pada Serasah (Litter) Serasah merupakan salah satu komponen di dalam hutan yang juga dapat menyimpan karbon. Serasah didefinisikan sebagai daun atau ranting kecil yang telah jatuh dan berada di lantai hutan. Carbon stock pada serasah ini sebesar Ton/ha, secara rinci dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Nilai Carbon stock pada serasah Plot Sub Plot Biomassa C-stock (kg/m2) (kg/m2) 1 A B C D E Rata-rata StdDev

PERSAMAAN ALOMETRIK BIOMASSA DAN FAKTOR EXPANSI BIOMASSA VEGETASI HUTAN SEKUNDER BEKAS KEBAKARAN DI PT. INHUTANI I BATU AMPAR, KALIMANTAN TIMUR

PERSAMAAN ALOMETRIK BIOMASSA DAN FAKTOR EXPANSI BIOMASSA VEGETASI HUTAN SEKUNDER BEKAS KEBAKARAN DI PT. INHUTANI I BATU AMPAR, KALIMANTAN TIMUR PERSAMAAN ALOMETRIK BIOMASSA DAN FAKTOR EXPANSI BIOMASSA VEGETASI HUTAN SEKUNDER BEKAS KEBAKARAN DI PT. INHUTANI I BATU AMPAR, KALIMANTAN TIMUR [Biomass Allometric Equation and Biomass Expansion Factor

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Peta lokasi pengambilan sampel biomassa jenis nyirih di hutan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat.

BAB III METODOLOGI. Peta lokasi pengambilan sampel biomassa jenis nyirih di hutan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat. BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan hutan mangrove di hutan alam Batu Ampar Kalimantan Barat. Pengambilan data di lapangan dilaksanakan dari bulan Januari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013. 30 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten Lampung Barat. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 Hutan Tropika Dataran Rendah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Di dalam Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dijelaskan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem agroforestry Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus. 3.2 Objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah) (Arief, 2005).

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga padang golf yaitu Cibodas Golf Park dengan koordinat 6 0 44 18.34 LS dan 107 0 00 13.49 BT pada ketinggian 1339 m di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi 16 TINJAUAN PUSTAKA Karbon Hutan Hutan merupakan penyerap karbon (sink) terbesar dan berperan penting dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi karbon (source). Hutan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2017. Lokasi penelitian bertempat di Kawasan Perlindungan Setempat RPH Wagir BKPH Kepanjen KPH Malang.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 16 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di lahan pertanaman karet Bojong Datar Banten perkebunan PTPN VIII Kabupaten Pandeglang Banten yang dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur. 16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur. B. Alat dan Objek Alat yang

Lebih terperinci

Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1 Maret 2013 E-ISSN

Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1 Maret 2013 E-ISSN Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1 Maret 2013 ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992 STUDI KANDUNGAN KARBON PADA HUTAN ALAM SEKUNDER DI HUTAN PENDIDIKAN MANDIANGIN FAKULTAS KEHUTANAN UNLAM Study to The Carbon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan kehidupan paling signifikan saat ini adalah meningkatnya intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya lapisan atmosfer.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELlTlAN

METODOLOGI PENELlTlAN METODOLOGI PENELlTlAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma, Unit Seruyan Kalimantan Tengah. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap kegiatan,

Lebih terperinci

Identifikasi dan Uji Coba Jenis Lokal untuk Mendukung Kegiatan Rehabilitasi Lahan Pascatambang. Ishak Yassir

Identifikasi dan Uji Coba Jenis Lokal untuk Mendukung Kegiatan Rehabilitasi Lahan Pascatambang. Ishak Yassir Identifikasi dan Uji Coba Jenis Lokal untuk Mendukung Kegiatan Rehabilitasi Lahan Pascatambang Ishak Yassir Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam-Samboja Ishak Yassir Bukit Bingkirai,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mengenai Pendugaan Biomassa Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total berat kering bahan-bahan organik hidup yang terdapat di atas dan juga di bawah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan alam tropika di areal IUPHHK-HA PT Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, mulai dari Januari sampai April 2010, dilakukan dengan dua tahapan, yaitu : a. pengambilan

Lebih terperinci

ESTIMASI CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN TEGAKAN ATAS DI KAWASAN HUTAN KOTA PEKANBARU. Ermina Sari 1) Siska Pratiwi 2) erminasari.unilak.ac.

ESTIMASI CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN TEGAKAN ATAS DI KAWASAN HUTAN KOTA PEKANBARU. Ermina Sari 1) Siska Pratiwi 2)   erminasari.unilak.ac. 13 ESTIMASI CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN TEGAKAN ATAS DI KAWASAN HUTAN KOTA PEKANBARU Ermina Sari 1) Siska Pratiwi 2) Email: erminasari.unilak.ac.id *Alumni FKIP Universitas Lancang Kuning ** Dosen FKIP

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. DAS ini memiliki panjang sungai utama sepanjang 124,1 km, dengan luas total area sebesar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 18 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Hasil Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu di areal tegakan Pinus (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese) tahun tanam 1995 pada petak 48I RPH Hanjawar Timur BKPH

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang bisa dipindahkan ke lokasi lain sehingga

Lebih terperinci

Topik : PERSAMAAN ALOMETRIK KARBON POHON

Topik : PERSAMAAN ALOMETRIK KARBON POHON Topik : PERSAMAAN ALOMETRIK KARBON POHON 1. Pengertian: persamaan regresi yang menyatakan hubungan antara dimensi pohon dengan biomassa,dan digunakan untuk menduga biomassa pohon. Selanjutnya menurut Peraturan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di areal hutan alam IUPHHK-HA PT Suka Jaya Makmur, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu penting dalam peradaban umat manusia saat ini. Hal ini disebabkan karena manusia sebagai aktor dalam pengendali lingkungan telah melupakan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa TINJAUAN PUSTAKA Produksi Biomassa dan Karbon Tanaman selama masa hidupnya membentuk biomassa yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya memberikan deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 21 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan secara langsung di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Maret sampai dengan bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 25 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga bulan April tahun 2011 di lahan gambut yang terletak di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau

Lebih terperinci

9/21/2012 PENDAHULUAN STATE OF THE ART GAMBUT DI INDONESIA EKOSISTEM HUTAN GAMBUT KEANEKARAGAMAN HAYATI TINGGI SUMBER PLASMA NUTFAH TINGGI

9/21/2012 PENDAHULUAN STATE OF THE ART GAMBUT DI INDONESIA EKOSISTEM HUTAN GAMBUT KEANEKARAGAMAN HAYATI TINGGI SUMBER PLASMA NUTFAH TINGGI 9/1/1 PEMULIHAN ALAMI HUTAN GAMBUT PASKA KEBAKARAN: OPTIMISME DALAM KONSERVASI CADANGAN KARBON PENDAHULUAN EKOSISTEM HUTAN GAMBUT OLEH: I WAYAN SUSI DHARMAWAN Disampaikan pada acara Diskusi Ilmiah lingkup

Lebih terperinci

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan gambut merupakan salah satu tipe hutan yang terdapat di Indonesia dan penyebarannya antara lain di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi dan Pulau

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Pohon Pemetaan sebaran pohon dengan luas petak 100 ha pada petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber ini data sebaran di kelompokkan berdasarkan sistem

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat 11 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November hingga Desember 2009. Pelaksanaan meliputi kegiatan lapang dan pengolahan data. Lokasi penelitian terletak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 16 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Pendidikan Universitas Palangkaraya, Hampangen dan Hutan Penelitian (Central Kalimantan Peatland Project)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gas Rumah Kaca (GRK) Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan tersebut dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dan kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dan kuantitatif. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, Hutan adalah suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 14 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian lapangan dilaksanakan di areal hutan tanaman rawa gambut HPHTI PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Wilayah Kabupaten Pelalawan,

Lebih terperinci

POTENSI SIMPANAN KARBON PADA HUTAN TANAMAN MANGIUM (Acacia mangium WILLD.) DI KPH CIANJUR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN

POTENSI SIMPANAN KARBON PADA HUTAN TANAMAN MANGIUM (Acacia mangium WILLD.) DI KPH CIANJUR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, Desember 2011, hlm. 143-148 ISSN 0853 4217 Vol. 16 No.3 POTENSI SIMPANAN KARBON PADA HUTAN TANAMAN MANGIUM (Acacia mangium WILLD.) DI KPH CIANJUR PERUM PERHUTANI UNIT III

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lingkungan Penelitian Pada penelitian ini, lokasi hutan mangrove Leuweung Sancang dibagi ke dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2012. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sebaran agroforestri yaitu di Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Bahorok,

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korelasi antar peubah Besarnya kekuatan hubungan antar peubah dapat dilihat dari nilai koefisien korelasinya (r). Nilai koefisien korelasi memberikan pengertian seberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007). dekomposisi oleh bakteri dan mikroba yang juga melepaskan CO 2 ke atmosfer.

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007). dekomposisi oleh bakteri dan mikroba yang juga melepaskan CO 2 ke atmosfer. TINJAUAN PUSTAKA Perubahan Iklim Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer. Keseimbangan tersebut dipengaruhi antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) sejak pertengahan abad ke 19 telah menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah lapisan gas yang berperan

Lebih terperinci

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 di Laboratorium Pengaruh Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Eucalyptus grandis mempunyai sistematika sebagai berikut: : Eucalyptus grandis W. Hill ex Maiden

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Eucalyptus grandis mempunyai sistematika sebagai berikut: : Eucalyptus grandis W. Hill ex Maiden TINJAUAN PUSTAKA A. Eucalyptus grandis Tanaman Eucalyptus grandis mempunyai sistematika sebagai berikut: Divisio Sud Divisio Class Ordo Family Genus Species : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledone

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV, Labuhan Batu, Sumatera Utara. Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2009

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 21 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di KPH Kebonharjo Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah. Meliputi Bagian Hutan (BH) Tuder dan Balo, pada Kelas Perusahaan Jati.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kayu Dalam proses pertumbuhannya tumbuhan memerlukan air yang berfungsi sebagai proses pengangkutan hara dan mineral ke seluruh bagian tubuh tumbuhan. Kadar air

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di petak tebang Q37 Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2011 IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Desa Mamahak Teboq,

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di areal KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Hutan Indonesia dan Potensi Simpanan Karbonnya Saat ini, kondisi hutan alam tropis di Indonesia sangat mengkhawatirkan yang disebabkan oleh adanya laju kerusakan yang tinggi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Gambut Tanah gambut adalah tanah-tanah jenuh air yang tersusun dari bahan tanah organik, yaitu sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan ketebalan lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan,

I. PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan, namun kerusakan hutan di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Salah satu yang mengakibatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan merupakan sumber utama penyerap gas karbondioksida di atmosfer selain fitoplankton, ganggang, padang lamun, dan rumput laut di lautan. Peranan hutan sebagai penyerap karbondioksida

Lebih terperinci

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas

Lebih terperinci

Informasi hasil aplikasi perhitungan emisi grk

Informasi hasil aplikasi perhitungan emisi grk Informasi hasil aplikasi perhitungan emisi grk Aplikasi perhitungan grk di wilayah sumatera Aplikasi Perhitungan GRK di Wilayah Sumatera Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Vegetasi Pada hutan sekunder di Desa Santu un kecamatan Muara Uya Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan terdapat banyak vegetasi baik yang diketahui maupun

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit, SPTN Wilayah II, Taman Nasional

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SERAPAN KARBON PADA AREA KONSERVASI MANGROVE PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA, Tbk KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS POTENSI SERAPAN KARBON PADA AREA KONSERVASI MANGROVE PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA, Tbk KALIMANTAN SELATAN ANALISIS POTENSI SERAPAN KARBON PADA AREA KONSERVASI MANGROVE PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA, Tbk PLANT 12 TARJUN KOTABARU KALIMANTAN SELATAN Kerjasama Antara LEMBAGA PENELITIAN UNLAM dengan PT. INDOCEMENT

Lebih terperinci

1. PENGANTAR. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Semarang, 11 September 2012

1. PENGANTAR. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Semarang, 11 September 2012 PEMILIHAN JENIS POHON LOKAL CEPAT TUMBUH UNTUK PEMULIHAN LINGKUNGAN LAHAN PASCATAMBANG BATUBARA (STUDI KASUS DI PT. SINGLURUS PRATAMA, KALIMANTAN TIMUR) Burhanuddin Adman 1,*, Boedi Hendrarto 2 dan Dwi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Denpasar, Maret 2016 Kepala Balai, Ir. S y a f r i, MM NIP

KATA PENGANTAR. Denpasar, Maret 2016 Kepala Balai, Ir. S y a f r i, MM NIP KATA PENGANTAR Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan pelaksanaan kegiatan Inventarisasi Biogeofisik di Wilayah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan bahan 3.3 Pengumpulan Data

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan bahan 3.3 Pengumpulan Data III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2008 di petak 37 f RPH Maribaya, BKPH Parungpanjang, KPH Bogor. Dan selanjutnya pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005). I. PENDAHULUAN Hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan hewan yang hidup di lapisan permukaan tanah yang terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat

Lebih terperinci

ESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON Rhizophora stylosa DI PANTAI CAMPLONG, SAMPANG- MADURA

ESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON Rhizophora stylosa DI PANTAI CAMPLONG, SAMPANG- MADURA ESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON Rhizophora stylosa DI PANTAI CAMPLONG, SAMPANG- MADURA Oleh : AUFA IMILIYANA (1508100020) Dosen Pembimbing: Mukhammad Muryono, S.Si.,M.Si. Drs. Hery Purnobasuki,

Lebih terperinci

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian Pinus merkusii strain Kerinci: Satu-satunya jenis pinus yang menyebar melewati khatulistiwa ke bagian bumi lintang selatan hingga sekitar o L.S. Belum dikembangkan atau dibudidayakan secara luas di Indonesia.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 40 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di hutan alam produksi lestari dan hutan alam produksi tidak lestari di wilayah Kalimantan. Pendekatan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di IUPHHK HA (ijin usaha pemamfaatan hasil hutan kayu hutan alam) PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan Kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan berdiameter 20 cm dan pohon layak tebang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia, baik yang berupa manfaat ekonomi secara langsung maupun fungsinya dalam menjaga daya dukung lingkungan. Hutan

Lebih terperinci