Herpes Zoster Otikus

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Herpes Zoster Otikus"

Transkripsi

1 Referat Herpes Zoster Otikus Oleh Muhammad Falih Akbar/ Siti Pradyta Piska Nugrah/ Suci Wulandari/ Alpasca Firdaus/ Pembimbing: dr. Yuli Doris Memy, SpT.H.T.K.L. BAGIAN ILMU KESEHATAN HIDUNG TELINGA TENGGOROKAN KEPALA DAN LEHER RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG 2015

2 DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan... 1 BAB II Tinjauan Pustaka Anatomi Telinga... 3 Telinga Luar... 3 Telinga Tengah... 4 Labirin... 5 Persarafan Telinga Luar... 6 Persarafan Liang Telinga... 6 Persarafan Telinga Tengah... 6 Segmen Saraf Fasialis Herpes Zoster Otikus... 9 Definisi... 9 Epidemiologi... 9 Etiologi Patogenesis Manifestasi Klinis Diagnosis Tatalaksana Prognosis Komplikasi Pencegahan BAB III Kesimpulan Daftar Pustaka... 21

3 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Anatomi Telinga... 3 Gambar 2 Anatomi Telinga Luar... 4 Gambar 3 Anatomi Telinga Tengah... 5 Gambar 4 Segmen Nervus Fasialis... 7 Gambar 5 Patogenesis Herpes Zoster Otikus Gambar 6 Pasien Herpes Zooster Otikus Gambar 7 Manifestasi Klinis Herpes Zooster Otikus... 14

4 BAB I Pendahuluan Sistem saraf adalah sistem organ yang terdiri atas serabut saraf yang tersusun dari sel-sel saraf yang saling terhubung satu sama lain dan berfungsi untuk persepsi sensoris indrawi, aktivitas motorik, baik volunter ataupun involunter, pada jaringan-jaringan dan organ-organ tubuh, dan homeostasis berbagai proses fisiologis yang terjadi di tubuh. Sistem saraf manusia merupakan sistem yang paling kompleks dan paling penting dalam tubuh seseorang untuk berfungsi sebagai manusia yang seutuhnya. Oleh karena itu, gangguan pada sistem saraf dapat berpengaruh signifikan terhadap kualitas hidup seorang manusia. 1,2 Sistem saraf secara umum dibagi menjadi dua yaitu, sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat adalah bagian dari sistem saraf yang terdiri atas otak dan tulang belakang. Sistem saraf pusat berfungsi untuk mengintegrasikan informasi yang didapat, mengkoordinasi dan mempengaruhi seluruh aktivitas yang terjadi dalam tubuh. Sementara sistem saraf perifer adalah bagian dari sistem saraf yang terdiri atas sel saraf dan ganglia selain otak dan tulang belakang. Fungsi utama dari sistem saraf perifer adalah untuk menghubungkan sistem saraf pusat dengan ekstremitas dan organ, bertugas sebagai jalur komunikasi bolak-balik antara otak dengan ekstremitas dan organ. 1,2 Saraf kranial adalah serabut saraf yang berasal langsung dari otak dan batang otak. Pertukaran informasi yang terjadi antara otak dan beberapa bagain, terutama bagian kepala dan leher, terjadi melalui saraf kranial. Hal tersebutlah yang menjadikan gangguan pada saraf kranial salah satu dari deretan masalah dalam Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, dan Tenggorokan, Bedah Kepala dan Leher. Salah satu dari gangguan saraf kranial adalah herpes zooster otikus yang menyerang ganglion geniculi nervi fasialis. 1,3 1

5 Herpes zooster otikus, atau yang disebut juga sebagai Ramsay Hunt syndrome tipe II, adalah kumpulan gejala yang terdiri dari erupsi herpetik pada telinga luar (pada meatus akustikus eksternus dan periaurikula) dan palatum molle, nyeri yang hebat, disertai paralise nervus fasialis akut, dan di awali dengan periode prodormal. Postulat pertama James Ramsay Hunt mengatakan bahwa herpes zooster otikus disebabkan oleh virus varicella zoster golongan herpes virus, yang mengalami reaktivasi dari infeksi yang sebelumnya merupakan infeksi laten virus varicella pada ganglion geniculi nervi fasialis. 4,5 Herpes zooster otikus menempati urutan kedua kejadian paralisis fasialis akut setelah Bell s palsy, atau lebih tepatnya 10-15% dari kasus paralise nervus fasialis akut. 6,7 Di Amerika Serikat terjadi kasus 5 / populasi penduduk per tahun. Lebih sering terjadi pada umur diatas 60 tahun dan sangat jarang terjadi pada anak anak. 7,8 Gejala prodromal yang ditimbulkan adalah munculnya vesikel-vesikel yang terjadi karena reaktivasi virus pada daerah dermatom tempat virus tersebut bersembunyi selama masa latennya. 9 Selain timbulnya sekelompok vesikel, dapat pula timbul rasa nyeri yang cukup hebat pada daerah telinga (otalgia) dengan parasthesia di kulit telinga tersebut. Apabila infeksinya sudah mencapai N VII dan VIII (Ramsay Hunt syndrome) maka dapat terjadi paralisis fasial dan gangguan pendengaran serta keseimbangan. 6,9 Penegakan diagnosis herpes zooster otikus harus dilakukan dengan cepat dan dilanjutkan dengan penatalaksanaan yang cepat dan tepat. Selain pemberian obat untuk mengurangi keluhannya (symptomatic therapy), pemberian antivirus sistemik juga sangat dianjurkan pemberiannya sesegera mungkin setelah tegaknya diagnosis sehingga dapat menghindarkan penderita dari komplikasi yang dapat terjadi. 6,9,10 2

6 BAB II Tinjauan Pustaka 2.1. Anatomi Telinga 12,13 Gambar 1 : Anatomi Telinga Telinga Luar (Daun Telinga) Daun telinga terdiri dari : Heliks, Crus heliks Antheliks,Crura antheliks Tragus, anti tragus, interragic nocth Cavum concha, cymbaconcha Fossa triangularis Fossa schapoidea 3

7 Tuberkulum darwin Lobulus Gambar 2 : Anatomi Telinga Luar Telinga Tengah Telingah tengah terdiri dari : Lateral : MembranTimpani Medial : foramen ovale Anterior : Tuba eusthachius Posterior : aditus ad antrum Superior : tegmen timpani Inferior : vena jugularis 4

8 Telinga Tengah (Labirin) Telinga tengah terdiri dari : Gambar 3 : Anatomi Telinga Tengah Labirin bagian tulang yaitu : o Kanalis semisirkularis : kanalis semisirkularis superior, posterior, dan lateral o Vestibulum o Koklea : Koklea berbentuk rumah siput dengan melingkar 2 ½ 2 ¾ kali putaran. o Labirin bagian membran : terletak di dalam labirin bagian tulang terdiri dari kanalis semisirkularis, utrikulus, sakulus dan koklea. 5

9 Persarafan Telinga Luar Daun telinga dipersarafi oleh 5 persarafan, yaitu : Saraf aurikular mayor (C2,3), mempersarafi hampir seluruh permukaan medial dan bagian belakang dari permukaan lateral. Saraf oksipital minor (C2), mempersarafi bagian atas dari permukaan medial. Saraf aurikulo temporal (N V), mempersarafi tragus, heliks dan daerah sekitar heliks. Percabangan aurikular saraf vagus (N X), juga disebut saraf Arnold s, mempersarafi konka dan sekitarnya. Saraf fasialis (N VII), yang distribusi percabangannya bersamaan dengan percabangan aurikular saraf vagus, mempersarafi konka dan sulkus retroaurikular Persarafan Liang Telinga Dinding atas dan depan dipersarafi saraf aurikulo temporal (N V). Dinding bawah dan belakang dipersarafi percabangan aurikular dari saraf vagus (N X). Dinding belakang liang telinga juga dipersarafi oleh cabang sensoris saraf VII melalui percabangan aurikular saraf vagus Persarafan Telinga Tengah Promontorium berisi pleksus timpani (pleksus Jacobson). Cabang saraf glosofaringeus dari ganglion petrosa di bawah telinga. Pleksus timpani menerima serabut simpatis dari pleksus karotis melalui cabang-cabang karotikotimpani superior dan inferior. Korda timpani memasuki telinga tengah tepat di bawah pinggir posterosuperior sulkus timpani dan berjalan ke arah depan lateral ke prosesus longus inkus dan kemudian di bagian bawah leher maleus 6

10 tepat di atas perlekatan tendon tensor timpani menuju ligamentum maleus anterior, saraf ini keluar melalui fisura petrotimpani Segmen Saraf Fasialis 4,12 Gambar 4 : Segmen Saraf Fasialis Nervus fasialis sebenarnya hanya terdiri dari serabut motorik, tetapi dalam perjalanannya ke tepi akan bergabung nervus intermedius yang tersusun oleh serabut sekretomotorik untuk glandula salivatorius dan serabut sensorik khusus yang menghantarkan impuls pengecapan 2/3 bagian depan lidah ke nukleus traktus solitarius. Inti motorik nervus fasialis terletak dibagian ventrolateral tegmentum pontis bagian kaudal. Inti dapat dibedakan dalam dua kelompok yaitu kelompok dorsal dan ventral. Kelompok dorsal inti nervus fasialis mensarafi otot-otot frontalis, zygomatikus, belahan atas orbikularis okuli dan bagian atas otot wajah. Inti ini mempunyai inervasi kortikal secara bilateral. 7

11 Kelompok ventral inti nervus fasialis mensarafi otot-otot belahan bawah orbikularis okuli, otot wajah bagian bawah dan platisma. Inti ini mempunyai hubungan hanya dengan korteks motorik sisi kontralateral. Akar nervus fasialis menuju ke dorsomedial dahulu, kemudian melingkari inti nervus abdusens dan setelah itu baru membelok ke ventrolateral kembali untuk meninggalkan permukaan lateral pons. Disitu ia berdampingan dengan nervus oktavus dan nervus intermedius. Bertiga mereka masuk ke dalam liang os petrosum melalui meatus akustikus internus. Nervus fasialis keluar dari os petrosum kembali dan tiba di kavum timpani. Kemudian ia turun, sedikit membelok ke belakang dan keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stilomastoideum. Pada saat ia turun ke bawah dan membelok ke belakang di kavum timpani akan tergabung dengan ganglion genikulatum yang merupakan sel induk dari serabut penghantar impuls pengecap yang dinamakan korda timpani. Juluran sel-sel tersebut yang menuju ke batang otak adalah nervus intermedius. Disamping itu ganglion tersebut memberikan cabang-cabang kepada ganglion otikum dan sfenopalatinum yang menghantarkan impuls sekretomotorik untuk kelenjar lendir. Liang os petrosum yang mengandung nervus fasialis dinamakan akuaduktus Falopii atau kanalis fasialis. Disitu nervus fasialis memberikan cabang untuk muskulus stapedius dan lebih jauh sedikit ia menerima serabut-serabut korda timpani. Berkas saraf ini menuju ke tepi atas gendang telinga dan membelok ke depan. Melalui kanalikulus anterior ia keluar dari tengkorak dan tiba di bawah muskulus pterigoideus eksternus. Di situ korda timpani menggabungkan diri pada nervus lingualis yang merupakan cabang dari nervus mandibularis. Korda timpani menghantarkan impuls pengecap dari 2/3 bagian depan lidah. Sebagian saraf motorik mutlak nervus fasialis keluar dari foramen stilomastoideum dan memberikan cabang-cabang kepada otot stilohioid dan venter posterior muskulus digastrikus dan otot oksipitalis. Pangkal sisanya menuju ke glandula parotis. Di situ ia bercabang-cabang lagi untuk mensarafi otot wajah dan platisma. Nervus fasialis yang melintasi 8

12 jaringan glandula parotis bercabang-cabang lagi untuk mensarafi seluruh otot wajah. 2.2 Herpes Zooster Otikus Definisi Menurut Koerner (1904), herpes zooster otikus, yaitu berupa sindroma yang terdiri dari bulla pada daun telinga, paralise fasial dan gangguan telinga dalam. Menurut James Ramsay Hunt (1907), yang telah mempelajari penyakit tersebut secara terperinci, herpes zooster otikus terjadi karena adanya reaktivasi herpes zooster pada ganglion geniculi nervi fasialis, sejak saat itu herpes zooster otikus juga dikenal dengan Ramsay Hunt syndrome. Dari keterangan ini, dapat disimpulkan bahwa herpes zooster otikus adalah kumpulan gejala yang terdiri dari erupsi herpetik pada telinga luar (pada meatus akustikus eksternus dan periaurikula) dan palatum molle, nyeri yang hebat, disertai paralise nervus fasialis akut, yang disebabkan reaktivasi herpes zooster yang sedang dalam masa dormansi di ganglion genikuli nervi fasialis. 4,5, Epidemiologi Herpes zooster otikus dapat muncul di sepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh perubahan musim dan angka kejadiannya tersebar merata di seluruh dunia. 7,8 Menurut penelitian yang dilakukan di Jerman dan Australia, wanita memiliki tendensi untuk mengalami herpes zooster otikus dibandingkan pria, dengan persentasi wanita 68,1% dan pria 31,9%, akan tetapi wanita memiliki manifestasi dan prognosis yang lebih baik ketimbang pria. 13,14 Angka kesakitan akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan pada individu defisit sistem imun, dimana faktor reaktivasi dapat berupa stress fisik maupun emosional. 10,14 2/3 pasien herpes zooster otikus berusia lebih dari 50 tahun, dan kurang dari 10% berusia kurang dari 20 tahun. Herpes zooster otikus merupakan penyebab paralise N VII terbanyak 9

13 setelah Bell s palsy (2-10% di seluruh dunia), dan gejala yang ditimbulkan cenderung lebih parah dari Bell s palsy sehingga prognosisnya pun lebih buruk. Di negara maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di Indonesia lebih kurang 1% setahun. 8,10 Herpes zooster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela sebelumnya karena varisela dan herpes zooster disebabkan oleh virus yang sama yaitu virus varisela zooster. Setelah sembuh dari varisela, virus yang ada di ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan dorman dan dapat aktif kembali jika daya tahan tubuh pejamu menurun. Akan tetapi, defisit neurologis residual jarang ditemukan pada pasien yang telah sembuh dari herpes zooster otikus. Tergantung dari derajat keparahannya, tuli sensorineural yang didapat ketika menderita herpes zooster otikus dapat menetap (6,5%). 6, Etiologi Varicella Zooster Virus (VZV) merupakan virus penyebab varicella (chicken pox) dan herpes zooster. VZV tergolong virus berinti DNA yang linier, virus ini berukuran nm, yang termasuk subfamili alphaherpesviridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VZV tergolong ke dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vesikuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya dapat menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. 8, Patogenesis Saat terinfeksi varicella, VZV melewati lesi masuk ke permukaan kulit dan mukosa menuju ujung ujung saraf sensoris dan di transportasikan 10

14 oleh serat serat saraf ke ganglion sensoris. Di ganglion, virus menetap dan menjadi infeksi laten sepanjang hidup. Selama virus laten di gangglion tidak tampak gejala infeksi. 6,15 Gambar 5. Patogenesis Herpes Zooster Otikus Pada ganglion genikuli, terdapat serabut motorik, sensoris, dan parasimpatetik N VII yang tersebar menginervasi kelenjar air mata, kelenjar submandibula, kelenjar sublingual, lidah, palatum, faring, meatus akustikus eksternus, stapedius, m. digastrikus posterior, m. stylohyoideus, dan otototot ekspresi wajah. Serabut-serabut yang mempersarafi bagian-bagian 11

15 tersebut menjadi alat transportasi VZV yang telah terreaktivasi. N VIII dapat terkena karena mayoritas perjalanan serabut saraf yang sejajar atau melalui segmen labirin dari ganglion tersebut, namun teori-teori tersebut belum dapat dibuktikan. Bagaimana reaktivasi VZV di ganglion genikuli dan patofisiologi dari manifestasi yang ditimbulkan masih belum dapat dijelaskan. Hanya diketahui bahwa enurunnya daya tahan tubuh, stress fisik atau emosional, keganasan, radioterapi, kemoterapi, dan infeksi HIV adalah faktor resiko terjadinya reaktivasi VZV. 3,6, Manifestasi Klinis Setelah terjadinya reaktivasi, herpes zoster otikus dapat menyerang telinga luar (khususnya konka aurikula), kulit periaurikular, meatus akustikus eksternus, telinga tengah, telinga dalam (jika sudah menyerang N VIII), dinding lateral hidung, palatum molle, anterolateral lidah, dan percabangan N VII. Sesudah masa inkubasi yang berlangsung 4-20 hari, muncul gejala prodromal berupa demam, sakit kepala, malaise, dan terkadang mual dan muntah. 8 Selanjutnya dapat muncul erupsi/vesikel di periaurikular, telinga luar, dan meatus akustikus eksternus. Waktu munculnya erupsi/vesikel memiliki nilai prognostik yang signifikan. Pada sebagian besar kasus, erupsi muncul bersamaan dengan paralisis. Pada 25% kasus, dimana erupsi muncul terlebih dahulu dari paralisis, pasien tersebut memiliki persentase kesembuhan yang lebih besar. Setelah erupsi/vesikel dan paralisis terjadi, gejala yang lain mengikuti yaitu hiperakusis, tuli sensorineural, dan nyeri hebat. 6,10 Adapun dari manifestasi klinis yang sering muncul dari herpes zoster otikus, dapat dikelompokkan menjadi: 6,10 Vesikel/Erupsi 12

16 o Vesikel dapat muncul sebelum, bersamaan, tau setelah adanya paralisis nervus fasialis. Vesikel yang timbul dapat menyebabkan sensasi terbakar atau otalgia. Vesikel yang pecah akan membentuk krusta. Gejala yang berhubungan dengan N VII o Paresis ipsilateral o Paralisis ipsilateral Gejala yang berhubungan dengan N VIII o Tinnitus o Vertigo o Tuli sensorineural o Gangguan keseimbangan Gejala lain o Nyeri hebat pada mata o Lakrimasi o Mata tidak bisa menutup o Gangguan indera pengecap Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan: Anamnesis 6,8 Pasien dengan gejala berupa : o nyeri pada telinga, nyeri pada mata o rasa tebakar di sekitar telinga, wajah, mulut, dapat juga terjadi di lidah. o mual dan muntah dapat terjadi, o disertai gangguan pendengaran, hiperakusis atau tinnitus. 13

17 Pemeriksaan fisik 6,10 Pada pemeriksaan didapatkan : o Tampak lesi kulit yang vesikuler pada kulit di daerah muka, pada liang telinga, konka dan daun telinga. Gambar 6 : A) Pasien herpes zoster otikus sebelum pengobatan, B) kembalinya fungsi motorik secara keseluruhan setelah pengobatan, C) Lesi vesikel pada meatus akustikus eksternus Gambar 7 : Tanda Klinis penderita Herpes Zoster Otikus 14

18 o Bintik-bintik merah juga dapat terlihat pada kulit di belakang telinga, dinding lateral hidung, palatum molle dan lidah bagian anterolateral. o Vertigo, o Tuli sensorineural o Parese saraf fasialis menyerupai bells palsy juga dapat ditemukan. o Gangguan perasa seta ketidakmampuan dalam menutup mata pada bagian ipsilateral, sehingga pasien akan mengeluhkan kekeringan pada kornea dan iritasi. Pemeriksaan penunjang o Pemeriksaan laboratorium yang meliputi: kadar nitrogen dalam urin ( BUN), kreatinin, hitung sel darah, serta elektrolit 8 o Tes Serologi. Anti-VZV IgG dan IgM 15 o Fluorescent-antibody membrane antigen assay (FAMA) (gold standard) 15 o CT scan 8 o Magnetic Ressonance Imaging (MRI) dengan menggunakan gadolinium diethylene-triamine pentaacetic acid ( Gd-DTPA) Tatalaksana Berikut adalah pilihan terapi yang dapat digunakan untuk tatalaksana herpes zoster otikus: Kortikosteroid Kortikosteroid sistemik digunakan untuk mengurangi rasa nyeri dan vertigo yang terjadi karena adanya inflamasi pada serabut saraf N VII. Kortikosteroid tidak dianjurkan pada pasien herpes zoster otikus yang 15

19 menderita penyakit keganasan atau menjalani kemoterapi, karena dapat memicu Disseminated Herpes Zoster. 19 Kortikosteroid + Antivirus Pasien yang ditatalaksana dengan menggunakan antivirus dan prednison memberikan hasil yang lebih baik (dalah hal kecepatan hilangnya vesikel dan erupsi, berkurangnya nyeri, dan dapat kembalinya pasien menjalani aktivitas sehari-hari) dibanding dengan yang ditatalaksana hanya dengan menggunakan prednison dan antivirus sendiri. Dosis yang diberikan: o Prednison: 1 mg/kgbb/hari yang dibagi menjadi 3 dosis selama hari. 10,18 Dapat dilakukan tapering-off mulai dari minggu kedua. 6 o Antivirus Acyclovir 5x800 mg/hari selama 5-7 hari atau Acyclovir IV 10 mg/kgbb/8 jam selama 7 hari 8 Valacyclovir 3x1000 mg/hari selama 7 hari, atau Famcyclovir 3x750 mg/hari selama 7 hari 10 diketahui memiliki efek yang paling baik untuk mengurangi postherpetic neuralgia (tetapi harus dipantau karena meningkatkan enzim hati) Farmakoterapi tambahan 10,18 o Analgesik golongan narkotik untuk mengurangi nyeri o Antipruritik untuk gatal Tatalaksana infeksi sekunder oleh bakteri 10,18 o Biasanya terjadi karena vesikel yang tereskoriasi akibat garukan o Gunakan H 2 O 2 untuk membersihkan vesikel/krusta o Guankan salep bacitracin pada bagian bervesiekel/krusta o Gunakan antibiotik oral antistreptokokal seperti cefadroxil 16

20 2.2.8 Komplikasi Apabila penegakkan diagnosis dan tatalaksana tidak cepat dilakukan, dapat terjadi paralysis berat akan mengakibatkan tidak lengkap atau tidak sempurnanya kesembuhan dan berpotensi untuk menjadi paralysis fasial yang permanen dan synkinesis. 8,10 Jika tataksana tidak adekuat, sangat memungkinkan terjadinya postherpetic neuralgia yang berkepanjangan. 4 Adakalanya, virus dapat menyebar ke saraf-saraf lain atau bahkan ke otak dan jaringan saraf dalam tulang belakang, menyebabkan sakit kepala, sakit punggung, kebingungan, kelesuan, kelemahan, dan timbulnya lesi herpes yang mengikuti dermatom. 6,17,18 Serangan vertigo bisa muncul sebagai komplikasi Herpes Zoster di wajah Prognosis Diagnosa yang ditegakkan lebih cepat dan mendapat terapi sebelum 72 jam setelah onset memberikan hasil yang lebih baik. 8,20 Pasien yang datang dengan keluhan erupsi terlebih dahulu sebelum paralisis memiliki prognosis yang lebih baik. 17 Pada infeksi yang lama mungkin dapat terjadi paralisis fasialis yang permanen. Sejumlah besar pasien akan mengalai penyembuhan sepenuhnya setelah sebelumnya mengalami paralisis. 17,20 Herpes zoster otikus yang mengalami vertigo dan tuli sensorineural prognosisnya lebih jelek terutama pada pasien dengan umur lebih tua 17,20 17

21 Pencegahan Pencegahan herpes zoster dapat dilakukan dengan cara yang sederhana, yaitu dengan menjaga daya tahan dan kesehatan tubuh dan menjauhkan diri dari stress. Pencegahan dapat pula ditempuh dengan pemberian vaksin VZV. 20 Vaksin VZV menginduksi imunitas seluler spesifik VZV yang berguna untuk perlindungan jangka panjang terhadap VZV. Imunisasi VZV menugaskan sel T untuk berproliferasi dan memproduksi limfokin sebagai respon dari protein IE62 dan glikoprotein virus dan menginduksi sel T sitotoksik yang dapat melisiskan protein yang diekspresikan oleh VZV

22 BAB III Kesimpulan Herpes zoster otikus adalah kumpulan gejala yang terdiri dari erupsi herpetik pada telinga luar (pada meatus akustikus eksternus dan periaurikula) dan palatum molle, nyeri yang hebat, disertai paralise nervus fasialis akut, yang disebabkan reaktivasi herpes zooster yang sedang dalam masa dormansi di ganglion genikuli nervi fasialis. Herpes zoster otikus tidak merupakan penyakit musiman, dan tersebar merata di seluruh dunia. Herpes zoster otikus merupakan penyakit paralisis N VII yang terbanyak kedua di dunia, dan memiliki manifestasi yang lebih berbahaya dibanding yang lain. Berdasarkan statistik, herpes zoster otikus lebih cenderung mengenai wanita ketimbang pria, namun prognosis pria lebih buruk. Herpes zoster otikus disebabkan oleh varicella zoster virus (VZV) yang merupakan virus DNA linear dari subfamili alphaherpesviridae. Herpes zoster otikus bermanifestasi setelah adanya reaktivasi VZV dari masa dormansi di ganglion genikuli. Adapun mekanisme reaktivasi dan patofisiologi munculnya manifestasi klinis belum diketahui Herpes zoster otikus memiliki gejala utama berupa vesikel di telinga dan sekitarnya, paresis dan parelisis ipsilateral, dan gangguan pada telinga dalam berupa tinnitus, vertigo, tuli sensorineural, dan nystagmus. Penegakkan diagnosis herpes zoster berdasar anamnesis mengenai gejala utama, pemeriksaan fisik yaitu dari inspeksi, otoskopi, dan pemeriksaan mulut, dan pemeriksaan penunjang dengan pemeriksaan FAMA sebagai gold standard. 19

23 Herpes zoster dapat diobati dengan menggunakan kombinasi kortikosteroid dan antivirus yang dibantu dengan farmakoterapi simtomatik dan pencegahan infeksis sekunder. Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari herpes zoster otikus antaralain adalah postherpetic neuralgia, paralisis, vertigo, dan tuli sensorineural yang menetap. Prognosis dari herpes zoster otikus sangat bergantung pada cepatnya tatalaksana (tidak lebih dari 72 jam setelah onset), gender, dan gejala awal yang ditimbulkan. Pencegahan herpes zooster virus dapat dilakukan dengan vaksinasi VZV 20

24 Daftar Pustaka 1. Adam, RD, Victor, M Clinical Method of Neurology, dalam: Ropper, AH, Brown, RH (Ed.) Principles of Neurology 8th Edition. McGraw-Hill, New York (hal 2-3) 2. Yogarajah, M Patients present with, dalam: Horton-Szar, D, Cikurai, K, Khan, N (Ed.) Crash Course of Neurology 4th Edition. Mosby Elsevier, London 3. Moller, AR Disorder of the Auditory System and Their Pathophysiology, dalam: Menzel, J, Furrow, H, Donahue, J (Ed.) Hearing: Anatomy, Physiology, and Disorder of the Auditory System 2nd Edition. 4. Adam, RD, Victor, M Disease of Cranial Nerves, dalam: Ropper, AH, Brown, RH (Ed.) Principles of Neurology 8th Edition. McGraw-Hill, New York (hal ) 5. Hunt, JR On Herpetic Inflammation of Geniculate Ganglion: A New Syndrome and Its Complication, Journal of Nervous and Mental Disease. Volume 34 Bagian 2 (hal 78) (diakses dari com/jonmd/citation/1907/02000 tanggal 11 Februari 2015) 6. Lustig, LR, Niparko, JK Disorder of Facial Nerve, dalam: Lalwani, A (Ed.) Current Diagnosis and Treatment in Otolaryngology, Head and Neck Surgery 3rd Edition. McGraw-Hill, San Francisco (hal ) 7. Mansjoer, A, Wuprohita, Wardhani, WI et al Penyakit Virus, dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-3 Jilid 2. Media Aeaculpius, Jakarta (hal ) 8. Sunita, B, Sepahdari, A, Sidell, D Paralysis of Cranial Nerve, dalam Gopen, Q (Ed.) Fundamental Otology: Pediatric & Adult Practice 1st Edition. Jaypee Brothers, New Delhi (hal ) 21

25 9. Adam, GL, Boeis, LR, Higler, PA Buku Ajar Penyakit THT Boeis Edisi ke-6. EGC, Jakarta (hal 46-49) 10. Scott, K Facial Nerve Condition, dalam: Debo, RF, Keyes, AS, Leonard, DW (Ed.) Quick Refernce for Otolaryngology. Springer, New York (hal 94-98) 11. Ellis, H Clinical Anatomy: A Revision and Applied Anatomy for Clinical Student. Blackwell Publishing, Victoria (hal , 270, ) 12. Snell, RS Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. EGC, Jakarta (hal ) 13. Walther, LE, Prosowsky, K, Walther, A et al Herpes Zoster Oticus: Symptom constellation and serological diagnosis, (diakses dari tanggal 11 Februari 2015) 14. Coulson, S, Croxson, GR, Adams, R et al Prognostic Factors in Herpes Zoster Oticus, Journal of Sydney University. Otolaryngology & Neurotology Inc., Sydney. Volume 3 Bagian 6 (hal ) (diakses dari 1b8120 tanggal 11 Februari 2015) 15. Arvin, AM, Gilden, D Varicella Zoster Virus, dalam: Knipe, DM, Howley, PM (Ed.) Fields Virology 6th Edition. Lippincott Williamz & Wilkins, Philadelphia (hal ) 16. Sjarifuddin, Bashrudin, J, Bramantyo, B Kelumpuhan Nervus Fasialis Perifer, dalam: Soepardi, EA, Iskandar, N, Bashirudin, J et al (Ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala, dan Leher Edisi Ke-6. FKUI, Jakarta (hal ) 17. Baskin, JZ, Cruz, OL Special Case of Face Paralysis, dalam: Cummings, CW, Harker, L (Ed.) Cummings Otolaryngology Head & Neck Surgery. Mosby Elsevier, New York 18. Ahsan, SF, Bojrab, DI, Sidell, DL et al Herpes Zoster Oticus, dalam: Pasha, R, Golub, JS (Ed.) Otolaryngology Head & Neck Surgery 22

26 Clinical Reference Guide 4th Edition. Plural Publishing, San Diego (hal ) 19. Yoon, K, Kim, S, Lee, E, et al Disseminated herpes zoster in an immunocompetent elderly, Korean Journal of Pain. Volum 26 Bagian 2 (hal ) (diakses dari diakses tanggal 11 Februari 2015) 20. Pau, HW Herpes Zoster Oticus, dalam: Gross, G, Doerr, HW (Ed.) Herpes Zoster: Recentaspect of diagnosis and control patient. Karger, Basel (hal 47-55) 23

PARALISIS BELL. Pendahuluan

PARALISIS BELL. Pendahuluan PARALISIS BELL Pendahuluan Paralisis Bell (Bell's palsy) atau prosoplegia adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer, terjadi secara akut, dan penyebabnya tidak diketahui atau tidak menyertai penyakit lain

Lebih terperinci

Herpes Zoster Oicus DEFINISI

Herpes Zoster Oicus DEFINISI Herpes Zoster Oicus DEFINISI Herpes Zoster Oikus adalah komplikasi dari herpes zoster dimana terjadi reakivasi dari infeksi virus varisela zoster laten di ganglion genikulatum sensoris yang sudah bertahuntahun

Lebih terperinci

Definisi Bell s palsy

Definisi Bell s palsy Definisi Bell s palsy Bell s palsy adalah penyakit yang menyerang syaraf otak yg ketujuh (nervus fasialis) sehingga penderita tidak dapat mengontrol otot-otot wajah di sisi yg terkena. Penderita yang terkena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI (2) Bell's Palsy (BP) ialah suatu kelumpuhan akut n. fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya. Bell s palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan fasialis akibat

Lebih terperinci

Bell s palsy. Dr Nurdjaman Nurimaba Sp.S(K) Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UNPAD - RSHS

Bell s palsy. Dr Nurdjaman Nurimaba Sp.S(K) Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UNPAD - RSHS Bell s palsy Dr Nurdjaman Nurimaba Sp.S(K) Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UNPAD - RSHS Definisi Bell s palsy adalah paralisis nervus fasialis unilateral akut yang memiliki nama lain idiopatic fascial paralysis.

Lebih terperinci

11/29/2013 PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU

11/29/2013 PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENGINDERAAN PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU BEBERAPA KESAN TIMBUL DARI LUAR YANG MENCAKUP PENGLIHATAN, PENDENGARAN,

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS POLI BELL S PALSY. Oleh : Ayu Rizky Andhiny S.Ked Pembimbing : dr. Setyawati Asih Putri, Sp.S. M.Kes

LAPORAN KASUS POLI BELL S PALSY. Oleh : Ayu Rizky Andhiny S.Ked Pembimbing : dr. Setyawati Asih Putri, Sp.S. M.Kes LAPORAN KASUS POLI BELL S PALSY Oleh : Ayu Rizky Andhiny S.Ked 010.06.0037 Pembimbing : dr. Setyawati Asih Putri, Sp.S. M.Kes DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA DI SMF KULIT DAN KELAMIN RSUD

Lebih terperinci

REFERAT SINDROM MILLARD GUBLER

REFERAT SINDROM MILLARD GUBLER REFERAT SINDROM MILLARD GUBLER NAMA PEMBIMBING : Dr. Edi Prasetyo, Sp.S DISUSUN OLEH Adib Wahyudi (1102010005) Andhika Dwianto (1102010019) Arif Gusaseano (1102010033) Dianta Afina (1102010075) Gwendry

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tic fasialis termasuk dalam golongan movement disorders yang secara karakteristik ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Tic fasialis termasuk dalam golongan movement disorders yang secara karakteristik ditandai BAB I PENDAHULUAN Tic fasialis termasuk dalam golongan movement disorders yang secara karakteristik ditandai dengan adanya kontraksi involunter otot wajah yang dipersarafi oleh saraf VII ( N.facialis),

Lebih terperinci

Telinga Luar. Dalam kulit kanal auditorius eksterna. Glandula seminurosa. Sekresi substansi lilin. serumen. tertimbun. Kanalis eksternus.

Telinga Luar. Dalam kulit kanal auditorius eksterna. Glandula seminurosa. Sekresi substansi lilin. serumen. tertimbun. Kanalis eksternus. Gangguan pendengaran Kelainan telinga dapat menyebabkan tuli konduktif, tuli sensorineural/saraf/perseptif, atau tuli campur. 1. Tuli konduktif disebabkan kelainan di telinga luar atau telinga tengah.

Lebih terperinci

NERVUS FASIALIS (N.VII)

NERVUS FASIALIS (N.VII) Referat Kecil NERVUS FASIALIS (N.VII) Disusun oleh: Robbitiya Syaharani 0708151242 Pembimbing: dr. AMSAR AT, SpS KEPANITERAAN KLINIK SENIOR (KKS) BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bells Palsy adalah kelumpuhan atau kerusakan pada nervus facialis

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bells Palsy adalah kelumpuhan atau kerusakan pada nervus facialis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bells Palsy adalah kelumpuhan atau kerusakan pada nervus facialis VII. Gejala tampak pada wajah, jika berbicara atau berekspresi maka salah satu sudut wajah tidak ada

Lebih terperinci

Pendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang

Pendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang MENIERE S DISEASE Pendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang dari vertigo yang berlangsung dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan karakter atau cirikas dari orang satu dan orang lainya. Isi hati

BAB I PENDAHULUAN. menentukan karakter atau cirikas dari orang satu dan orang lainya. Isi hati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wajah merupakan salah satu anggota tubuh kita yang dapat menentukan karakter atau cirikas dari orang satu dan orang lainya. Isi hati seseorang dapat dilihat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka DAFTAR ISI Definisi 2 Traktus Spinotalamikus Anterior 2 Traktus Spinotalamikus Lateral 4 Daftar Pustaka 8 1 A. Definisi Traktus Spinotalamikus adalah traktus yang menghubungkan antara reseptor tekanan,

Lebih terperinci

BELL S PALSY Impuls motoric yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuclear, dan infranuklear.

BELL S PALSY Impuls motoric yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuclear, dan infranuklear. BELL S PALSY Impuls motoric yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuclear, dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motoric

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI DAN PROFIL HERPES ZOSTER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE APRIL 2015 SAMPAI MARET 2016

ABSTRAK PREVALENSI DAN PROFIL HERPES ZOSTER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE APRIL 2015 SAMPAI MARET 2016 ABSTRAK PREVALENSI DAN PROFIL HERPES ZOSTER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE APRIL 2015 SAMPAI MARET 2016 Herpes zoster atau yang juga sering disebut shingles merupakan penyakit yang

Lebih terperinci

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar.

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar. Pengertian Sistem saraf adalah sistem yang mengatur dan mengendalikan semua kegiatan aktivitas tubuh kita seperti berjalan, menggerakkan tangan, mengunyah makanan dan lainnya. Sistem Saraf tersusun dari

Lebih terperinci

Tahun : Sistem Sensoris Pendengaran dan Keseimbangan Pertemuan 23

Tahun : Sistem Sensoris Pendengaran dan Keseimbangan Pertemuan 23 Matakuliah Tahun : 2009 : L0044/Psikologi Faal Sistem Sensoris Pendengaran dan Keseimbangan Pertemuan 23 TELINGA saraf kranial VIII (n. auditorius) terdiri dari 3 bagian : telinga luar, tengah dan dalam

Lebih terperinci

SINDROMA GUILLAINBARRE

SINDROMA GUILLAINBARRE SINDROMA GUILLAINBARRE Dosen pembimbing: dr. Fuad Hanif, Sp. S, M.Kes Vina Nurhasanah 2010730110 Definisi Sindroma Guillian Barre adalah suatu polineuropati yang bersifat akut yang sering terjadi 1-3 minggu

Lebih terperinci

BAB 11 KELUMPUHAN OTOT WAJAH

BAB 11 KELUMPUHAN OTOT WAJAH BAB 11 KELUMPUHAN OTOT WAJAH A. Tujuan pembelajaran 1. Melaksanakan anamnesis pada pasien Bell's kelumpuhan otot wajah. 1. Menerangkan mekanisme terjadinya kelumpuhan otot wajah. 2. Membedakan klasifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (UU

Lebih terperinci

ASUHAN KEBIDANAN PADA An. E USIA 8 TAHUN DENGAN VARICELLA. Nur Hasanah* dan Heti Latifah** ABSTRAK

ASUHAN KEBIDANAN PADA An. E USIA 8 TAHUN DENGAN VARICELLA. Nur Hasanah* dan Heti Latifah** ABSTRAK ASUHAN KEBIDANAN PADA An. E USIA 8 TAHUN DENGAN VARICELLA Nur Hasanah* dan Heti Latifah** *Dosen Program Studi Diploma III Kebidanan Universitas Islam Lamongan **Mahasiswa Program Studi Diploma III Kebidanan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HERPES ZOSTER. KELOMPOK 1 Afrida Pratiwi Dede Arie Vitara Komang Rani Wati Maretta Fitrianti

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HERPES ZOSTER. KELOMPOK 1 Afrida Pratiwi Dede Arie Vitara Komang Rani Wati Maretta Fitrianti ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HERPES ZOSTER KELOMPOK 1 Afrida Pratiwi Dede Arie Vitara Komang Rani Wati Maretta Fitrianti DEFINISI Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat, terutama terjadi

Lebih terperinci

Definisi Vertigo. Penyebab vertigo

Definisi Vertigo. Penyebab vertigo Definisi Vertigo Vertigo adalah perasaan yang abnormal mengenai adanya gerakan penderita terhadap lingkungan sekitarnya atau lingkungan sekitar terhadap penderita, dengan gambaran tiba-tiba semua terasa

Lebih terperinci

Postherpetic Neuralgia Setelah Menderita Herpes Zoster Oris (Laporan Kasus)

Postherpetic Neuralgia Setelah Menderita Herpes Zoster Oris (Laporan Kasus) Postherpetic Neuralgia Setelah Menderita Herpes Zoster Oris (Laporan Kasus) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh : ANDRIANA AMNIL

Lebih terperinci

INFEKSI VIRUS PADA KULIT

INFEKSI VIRUS PADA KULIT INFEKSI VIRUS PADA KULIT VARISELA (Chicken pox, Cacar air) Penyakit kulit dengan kelainan berbentuk vesikel tersebar, terutama menyerang anak-anak, mudah menular disebabkan virus Varisela zoster Kebanyakan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah. diketahui,tanpa adanya kelainan neurologic lain. Pada sebagian besar

A. Latar Belakang Masalah. diketahui,tanpa adanya kelainan neurologic lain. Pada sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bell s palsy (kelumpuhan bell) biasanya digunakan untuk kelumpuhan nervus VII jenis perifer yang timbul secara akut, yang penyebabnya belum diketahui,tanpa adanya

Lebih terperinci

Telinga. Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

Telinga. Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada di sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa yang terjadi di sekitar kita tanpa harus melihatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bell s palsy adalah paralisis saraf fasial unilateral akut yang

BAB I PENDAHULUAN. Bell s palsy adalah paralisis saraf fasial unilateral akut yang BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Bell s palsy adalah paralisis saraf fasial unilateral akut yang pertama kali dideskripsikan pada tahun 1821 oleh seorang anatomis dan dokter bedah bernama Sir Charles

Lebih terperinci

BAB II. Kepustakaan. 2.1 Anatomi telinga luar

BAB II. Kepustakaan. 2.1 Anatomi telinga luar BAB II Kepustakaan 2.1 Anatomi telinga luar Secara anatomi, telinga dibagi atas 3 yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar berfungsi mengumpulkan dan menghantarkan gelombang bunyi

Lebih terperinci

BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA

BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA Telinga merupakan salah satu panca indera yang penting bagi manusia yang mempunyai dua fungsi yaitu untuk pendengaran dan keseimbangan. Telinga, menurut anatominya dibagi

Lebih terperinci

BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS. kedokteran. : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada sistem neuropsikiatri

BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS. kedokteran. : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada sistem neuropsikiatri BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS Nama Mata Kuliah/Bobot SKS Standar Kompetensi Kompetensi Dasar : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS : area kompetensi 5: landasan ilmiah kedokteran : menerapkan ilmu kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella thypi (S thypi). Pada masa inkubasi gejala awal penyakit tidak tampak, kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak terkendali (pembelahan sel melebihi

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI 1 BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI Judul mata Kuliah : Neuropsikiatri Standar Kompetensi : Area Kompetensi 5 : Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Kompetensi dasar : Menerapkan ilmu Kedokteran klinik pada sistem

Lebih terperinci

Jurnal Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Infeksi Rubella

Jurnal Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Infeksi Rubella Jurnal Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Infeksi Rubella TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis penyakit infeksi yaitu TOxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis

Lebih terperinci

Sensasi dan Persepsi

Sensasi dan Persepsi SENSASI Sensasi dan Persepsi Sensasi: Deteksi energi fisik yg dihasilkan /dipantulkan oleh benda-benda fisik Persepsi Sekumpulan tindakan mental yg mengatur impulsimpuls sensorik mjd 1 pola bermakna Proses

Lebih terperinci

MANFAAT TERAPI MANIPULASI SARAF FASIALIS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL OTOT-OTOT WAJAH PADA PENDERITA BELL S PALSY

MANFAAT TERAPI MANIPULASI SARAF FASIALIS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL OTOT-OTOT WAJAH PADA PENDERITA BELL S PALSY MANFAAT TERAPI MANIPULASI SARAF FASIALIS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL OTOT-OTOT WAJAH PADA PENDERITA BELL S PALSY Umi Budi Rahayu*, Pita Septiana Sari * Dosen Program Studi Fisioterapi Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paradigma sehat yaitu dasar pandang baru dalam pembangunan kesehatan yang merupakan upaya untuk meningkatkan kesehatan bangsa yang bersifat proaktif. Usaha tersebut

Lebih terperinci

Otak dan Saraf Kranial. By : Dyan & Aulia

Otak dan Saraf Kranial. By : Dyan & Aulia Otak dan Saraf Kranial By : Dyan & Aulia Struktur Otak Otak Tengah (Mesencephalon) Otak (Encephalon) Otak Depan (Proencephalon) Otak Belakang (Rhombencephalon) Pons Serebellum Medulla Oblongata Medula

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi otak, medulla spinalis, saraf perifer dan otot.

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi otak, medulla spinalis, saraf perifer dan otot. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Defisit neurologis adalah kelainan fungsional area tubuh karena penurunan fungsi otak, medulla spinalis, saraf perifer dan otot. Tanda tanda defisit neurologis merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG A. DEFINISI CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

SENSASI PERSEPSI Biopsikologi

SENSASI PERSEPSI Biopsikologi SENSASI PERSEPSI Biopsikologi UNITA WERDI RAHAJENG www.unita.lecture.ub.ac.id Sensasi: Sensasi dan Persepsi Deteksi energi fisik yg dihasilkan /dipantulkan oleh bendabenda fisik Persepsi Sekumpulan tindakan

Lebih terperinci

BAB 2 DEFINISI GAG REFLEX. Dari semua permasalahan yang mungkin terjadi di bagian intraoral

BAB 2 DEFINISI GAG REFLEX. Dari semua permasalahan yang mungkin terjadi di bagian intraoral BAB 2 DEFINISI GAG REFLEX 2.1 Definisi Dari semua permasalahan yang mungkin terjadi di bagian intraoral radiography, gagging merupakan salah satu masalah terbanyak. Gagging yang juga sering disebut gag

Lebih terperinci

Bell s Palsy dan Manifestasinya pada Saraf Wajah. Viqtor Try Junianto / C2. Universitas Kristen Krida Wacana

Bell s Palsy dan Manifestasinya pada Saraf Wajah. Viqtor Try Junianto / C2. Universitas Kristen Krida Wacana Bell s Palsy dan Manifestasinya pada Saraf Wajah Viqtor Try Junianto 102012414 / C2 Universitas Kristen Krida Wacana Alamat Korespondensi : Jalan Terusan Arjuna Utara 6, Jakarta Barat Email : viqtor.junianto@civitas.ukrida.ac.id

Lebih terperinci

Wabah Polio. Bersama ini kami akan membagi informasi mengenai POLIO yang sangat berbahaya, yang kami harap dapat bermanfaat untuk kita semua.

Wabah Polio. Bersama ini kami akan membagi informasi mengenai POLIO yang sangat berbahaya, yang kami harap dapat bermanfaat untuk kita semua. Environment & Social Responsibility Division ESR Weekly Tips no. 14/V/2005 Sent: 10 Mei 2005 Wabah Polio Seiring dengan gencarnya kasus wabah Polio yang menimpa Indonesia terutama di beberapa daerah, yang

Lebih terperinci

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat melakukan gerakan meluncur dan rotasi pada saat mandibula berfungsi. Sendi ini dibentuk oleh kondilus mandibula

Lebih terperinci

Assalammualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Assalammualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh Daftar Isi Anggota Tutorial 5 Blok 15... 3 Skenario Plenary Discussion Blok 15... 4 Clarifying Unfamiliar Terms and Concept... 5 Problem Definition... 6 Brainstorming and Analizyng The Problem... 7 Referensi...

Lebih terperinci

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENGINDERAAN

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENGINDERAAN ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENGINDERAAN PENGINDERAAN ADALAH ORGANORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU BEBERAPA KESAN TIMBUL DARI LUAR YANG MENCAKUP PENGLIHATAN, PENDENGARAN,

Lebih terperinci

BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula

BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA Sendi adalah hubungan antara dua tulang. Sendi temporomandibula merupakan artikulasi antara tulang temporal dan mandibula, dimana sendi TMJ didukung oleh 3 : 1. Prosesus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari dizziness yang

BAB I PENDAHULUAN. igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari dizziness yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari dizziness yang secara definitif

Lebih terperinci

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4.

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4. KONSEP MEDIK A. Pengertian Mastoiditis Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis. Mastoiditis adalah segala

Lebih terperinci

EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai (8,12) :

EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai (8,12) : Sindrom Kanalis Cubitalis (Cubital Tunnel Syndrome) Kesemutan atau baal biasanya terjadi di jari manis. Atau terjadi di wilayah saraf ulnaris. Gejalanya seperti sindrom ulnaris. Baal biasanya terjadi tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Auris (telinga) dibedakan atas bagian luar, tengah, dan dalam.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Auris (telinga) dibedakan atas bagian luar, tengah, dan dalam. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Anatomi Telinga dan Organ Vestibular Auris (telinga) dibedakan atas bagian luar, tengah, dan dalam. Gambar 1. Anatomi Telinga. 4 II.1.1 Telinga Luar Telinga luar merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

berapa persen luas luka bakar pada pasien a. 4,5 % b. 9 % c. 18 % d. 13,5 % e. 22,5 % Kasus 36 38

berapa persen luas luka bakar pada pasien a. 4,5 % b. 9 % c. 18 % d. 13,5 % e. 22,5 % Kasus 36 38 1. Herpes zoster merupakan reaktivasi virus a. Variolla b. Varisella c. Smallpox d. Campak e. Morbili 2. Penyakit herpes zoster mempunyai vesikel yang khusus a. Unilateral b. Bilateral c. Trigeminal d.

Lebih terperinci

Trauma Lahir. dr. R.A.Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S Tim Modul Tumbuh Kembang FK Unimal 2009

Trauma Lahir. dr. R.A.Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S Tim Modul Tumbuh Kembang FK Unimal 2009 Trauma Lahir dr. R.A.Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S Tim Modul Tumbuh Kembang FK Unimal 2009 Jenis trauma lahir 1. Trauma lahir pada kepala Ekstrakranial Intrakranial 2. Trauma Medulla Spinalis 3. Trauma

Lebih terperinci

Cara mengobati herpes

Cara mengobati herpes Cara mengobati herpes Cara mengobati herpes cara mengobati herpes dengan menggunakan obat alami memiliki banyak sekali kelebihan selain berkhasiat, manjur juga tidak menumbulkan efek samping, obat herpes

Lebih terperinci

Varisela VARISELA. dengan demam yang tidak terlalu tinggi, malaise dan nyeri kepala, kemudian disusul

Varisela VARISELA. dengan demam yang tidak terlalu tinggi, malaise dan nyeri kepala, kemudian disusul VARISELA PENDAHULUAN Varisela adalah Infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelaianan kulit polimorf terutama berlokasi di bagian

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN SEFALGIA

LAPORAN PENDAHULUAN SEFALGIA LAPORAN PENDAHULUAN SEFALGIA A. Definisi Sefalgia adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada daerah atas kepala memanjang dari orbital sampai ke daerah belakang kepala (area oksipital dan sebagian

Lebih terperinci

Herpes Simpleks Virus

Herpes Simpleks Virus Herpes Simpleks Virus Oleh : Noviani Lestari Tokiman (078114132) Virus Herpes Simpleks adalah virus DNA yang dapat menyebabkan infeksi akut pada kulit yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok

Lebih terperinci

LAPORAN OPERASI TIMPANOMASTOIDEKTOMI. I. Data data Pasien Nama : Umur : tahun Jenis Kelamin : Alamat : Telepon :

LAPORAN OPERASI TIMPANOMASTOIDEKTOMI. I. Data data Pasien Nama : Umur : tahun Jenis Kelamin : Alamat : Telepon : Lampiran 1 LAPORAN OPERASI TIMPANOMASTOIDEKTOMI I. Data data Pasien Nama : Umur : tahun Jenis Kelamin : Alamat : Telepon :. Agama : No. M R : Tanggal : II. Keluhan Utama : III. Keluhan tambahan : - Sakit

Lebih terperinci

Lampiran 1 Meningkatkan Refleks Menelan melalui Latihan Vokal pada klien Stroke Non Hemoragik a. Latar belakang

Lampiran 1 Meningkatkan Refleks Menelan melalui Latihan Vokal pada klien Stroke Non Hemoragik a. Latar belakang Lampiran 1 Meningkatkan Refleks Menelan melalui Latihan Vokal pada klien Stroke Non Hemoragik a. Latar belakang Masalah yang sering muncul pada pasien stroke yaitu menurunnya kemampuan bicara dan ekspresi

Lebih terperinci

asuhan keperawatan Tinnitus

asuhan keperawatan Tinnitus asuhan keperawatan Tinnitus TINNITUS A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. DEFINISI Tinnitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan mendengar bunyi tanpa rangsangan bunyi dari luar. Keluhannya

Lebih terperinci

Pemeriksaan Pendengaran

Pemeriksaan Pendengaran Komang Shary K., NPM 1206238633 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia LTM Pemicu 4 Modul Penginderaan Pemeriksaan Pendengaran Pendahuluan Etiologi penurunan pendengaran dapat ditentukan melalui pemeriksaan

Lebih terperinci

Struktur dan Mekanisme Pendengaran Pada Manusia

Struktur dan Mekanisme Pendengaran Pada Manusia Struktur dan Mekanisme Pendengaran Pada Manusia Lodowina Eresyen Rumaratu Nim : 102011092 Email : dewirumaratu@yahoo.co.id Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Pendahuluan Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tubaeustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. otitis media terbagi atas otitis mediasupuratif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Dan Mekanisme Mendengar Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau

Lebih terperinci

Agnesia Naathiq H1A Brown Sequard Syndrome

Agnesia Naathiq H1A Brown Sequard Syndrome Agnesia Naathiq H1A012004 Brown Sequard Syndrome Pendahuluan Brown Sequard Syndrome (BSS) merupakan kumpulan gejala yang muncul karena cedera medulla spinalis yang meliputi kelumpuhan atau gangguan neuron

Lebih terperinci

Membahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi. gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan.

Membahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi. gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan. _Bio Akustik_01 Membahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan. Apa sih yang dimaksud gelombang itu? dan apa hubungannya

Lebih terperinci

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1 Nyeri Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang sedang terjadi atau telah terjadi atau yang digambarkan dengan kerusakan jaringan. Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

Sistem Saraf Tepi (perifer)

Sistem Saraf Tepi (perifer) SISTIM SYARAF TEPI Sistem Saraf Tepi (perifer) Sistem saraf tepi berfungsi menghubungkan sistem saraf pusat dengan organ-organ tubuh Berdasarkan arah impuls, saraf tepi terbagi menjadi: - Sistem saraf

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA BELL S PALSY SINISTRA DI RSUD SRAGEN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA BELL S PALSY SINISTRA DI RSUD SRAGEN PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA BELL S PALSY SINISTRA DI RSUD SRAGEN Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III pada Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Oleh: ANNISA

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang mendambakan untuk dapat memiliki hidup yang sehat, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang mendambakan untuk dapat memiliki hidup yang sehat, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang mendambakan untuk dapat memiliki hidup yang sehat, sehingga dapat melakukan aktifitas kehidupan sehari-harinya dengan baik. Karena tanpa kesehatan yang

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK MIGRAIN DI RUMAH SAKIT UMUM PENDIDIKAN (RSUP) DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI 2010 JUNI 2012

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK MIGRAIN DI RUMAH SAKIT UMUM PENDIDIKAN (RSUP) DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI 2010 JUNI 2012 ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK MIGRAIN DI RUMAH SAKIT UMUM PENDIDIKAN (RSUP) DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI 2010 JUNI 2012 Dwi Nur Pratiwi Sunardi. 2013. Pembimbing I : Dedeh Supantini, dr.,

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI BELLS PALSY DEXTRA DENGAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI BELLS PALSY DEXTRA DENGAN PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI BELLS PALSY DEXTRA DENGAN MODALITAS INFRA RED, ELECTRICAL STIMULATION DAN MIRROR EXERCISE DI RST Dr. SOEDJONO MAGELANG NASKAH PUBLIKASI Oleh : NURUL AYU AKBARWATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo

BAB I PENDAHULUAN. Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari dizziness yang secara definitif

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari 5 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat kemoterapi vinkristin Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari tanaman Vinca Rosea yang memiliki anti kanker yang diberikan secara intravena

Lebih terperinci

BELL S PALSY I. Pengertian II. Anatomi Perjalanan Nervus Facialis

BELL S PALSY I. Pengertian II. Anatomi Perjalanan Nervus Facialis BELL S PALSY I. Pengertian Bell s Palsy (BP) adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses nonsupuratif, non-neoplastik, non-degeneratif primer maupun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan. A. Definisi

Bab 1 Pendahuluan. A. Definisi Bab 1 Pendahuluan A. Definisi Menurut International Association Study of Pain (IASP), nyeri adalah bentuk pengalaman emosional, sensasional subjektif, dan tidak menyenangkan yang berpotensi untuk menimbulkan

Lebih terperinci

TINJAUAN ANATOMI KLINIK DAN MANAJEMEN BELL S PALSY

TINJAUAN ANATOMI KLINIK DAN MANAJEMEN BELL S PALSY Tinjauan Pustaka TINJAUAN ANATOMI KLINIK DAN MANAJEMEN BELL S PALSY Nur Mujaddidah 1)Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surabaya Submitted : May 2017 Accepted : June 2017 Published : July

Lebih terperinci

V E R T I G O. Yayan A. Israr, S. Ked. Author : Faculty of Medicine University of Riau Arifin Achmad General Hospital of Pekanbaru

V E R T I G O. Yayan A. Israr, S. Ked. Author : Faculty of Medicine University of Riau Arifin Achmad General Hospital of Pekanbaru V E R T I G O Author : Yayan A. Israr, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Arifin Achmad General Hospital of Pekanbaru Pekanbaru, Riau 2008 Avaliable in : Files of DrsMed FK UNRI (Http://yayanakhyar.wordpress.com)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel yang tak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan lainnya, baik

Lebih terperinci

BAB V. Fungsi Indera Pendengaran

BAB V. Fungsi Indera Pendengaran BAB V Fungsi Indera Pendengaran A. STRUKTUR ANATOMI TELINGA Secara anatomis, telinga manusia dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Telinga bagian luar Telinga bagian luar terdiri dari aurikula

Lebih terperinci

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi, Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan mengeluarkan urin secara terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas koordinasi ini diatur oleh sistem saraf pusat dan perifer. Neurogenic bladdre adalah keadaan

Lebih terperinci

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7 BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH Sepertiga tengah wajah dibentuk oleh sepuluh tulang, dimana tulang ini saling berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7 2.1 Tulang-tulang yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Xerostomia Umumnya perhatian terhadap saliva sangat kurang. Perhatian terhadap saliva baru timbul apabila terjadinya pengurangan sekresi saliva yang akan menimbulkan gejala mulut

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (http://www.doctors-filez.

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (http://www.doctors-filez. Author : Liza Novita, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Doctor s Files: (http://www.doctors-filez.tk GLOMERULONEFRITIS AKUT DEFINISI Glomerulonefritis Akut (Glomerulonefritis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat disebabkan oleh infeksi virus. Telah ditemukan lima kategori virus yang menjadi agen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mortalitas yang tinggi pada penderitanya. Selain sebagai penyebab kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mortalitas yang tinggi pada penderitanya. Selain sebagai penyebab kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada penderitanya. Selain sebagai penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit

Lebih terperinci

Variola vera MORFOLOGI. Group I (dsdna)

Variola vera MORFOLOGI. Group I (dsdna) Variola vera Group: Family: Genus: Species: Group I (dsdna) Poxviridae Orthopoxvirus Variola vera Penyakit cacar (smallpox) merupakan salah satu penyakit mematikan yang pernah ada di dunia. Diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering kedelapan di seluruh dunia. Insiden penyakit ini memiliki variasi pada wilayah dan ras yang

Lebih terperinci