KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional"

Transkripsi

1

2 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala hidayah-nya penyusunan laporan ini dapat diselesaikan dengan baik. Laporan ini memuat capaian pelaksanaan Kegiatan Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional pada Tahun Kegiatan tersebut telah diinisiasi pada tahun 2013 dan kembali dilanjutkan pada Tahun 2014 melalui Surat Keputusan Menteri PPN/Bappenas Nomor Kep.55/M.PPN/HK/03/2013 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional. Tim Koordinasi Strategis tersebut beranggotakan Perwakilan dari Kementerian PPN/Bappenas, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Perwakilan Kementerian atau Lembaga (K/L) terkait kegiatan pertanahan nasional. Kegiatan koordinasi ini dilakukan sebagai upaya untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan bidang pertanahan sebagaimana tertuang dalam White Paper Kebijakan Pertanahan Nasional yang meliputi: Kebijakan Sistem Pendaftaran Tanah Stelsel Positif, Kebijakan Redistribusi tanah dan access reform, Kebijakan Pembentukan Kamar Khusus Pertanahan pada Pengadilan Negeri, Kebijakan Penyediaan Tanah untuk Kepentingan Umum, dan Kebijakan Sumberdaya Manusia bidang Pertanahan, serta kegiatan-kegiatan koordinasi lintas sektor dan daerah. Secara umum, capaian pelaksanaan kegiatan tersebut pada Tahun 2014 telah sesuai dengan rencana kerja yang telah ditetapkan. Namun demikian terdapat beberapa kegiatan yang harus dilanjutkan pada tahun-tahun mendatang. Disadari bahwa pelaksanaan kegiatan Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional ini mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak antara lain Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional di Pusat dan Kanwil BPN di Daerah, Kementerian Kehutanan. Bappeda Provinsi Jawa Timur, Bappeda Provinsi Bangka Belitung, Bappeda Provinsi Kalimantan Timur, serta berbagai pihak lainnya. Untuk itu pada kesempatan ini disampaikan terima kasih dan apresiasi atas segala partisipasi dan bantuan yang diberikan. Semoga laporan ini bermanfaat sebagai salah satu referensi dalam bidang pertanahan. Jakarta, Desember 2014 Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional i

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI...ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR ISTILAH... v BAB 1 PENDAHULUAN... 1 BAB 2 TUJUAN DAN SASARAN KOORDINASI STRATEGIS REFORMA AGRARIA NASIONAL... 3 BAB 3 RUANG LINGKUP KOORDINASI STRATEGIS REFORMA AGRARIA NASIONAL... 5 BAB 4 CAPAIAN KERJA KOORDINASI STRATEGIS REFORMA AGRARIA NASIONAL TAHUN INTERVENSI KEBIJAKAN Kebijakan Sistem Publikasi Tanah Stelsel Positif Kebijakan Redistribusi Tanah dan Access Reform Kebijakan Pembentukan Kamar Khusus Pertanahan pada Pengadilan Negeri Kebijakan Sumber Daya Manusia Bidang Pertanahan KOORDINASI LINTAS SEKTOR DAN DAERAH Sertifikasi Tanah Transmigrasi Program Nasional Agraria Daerah (PRODA) Kalimantan Timur PUBLIKASI DAN SOSIALISASI REFORMA AGRARIA Majalah Media CD Media Online BAB 5 PENUTUP ii

4 DAFTAR TABEL Tabel 4. 1 Capaian Cakupan Peta Dasar Pertanahan di Luar Kawasan Hutan Tabel 4. 2 Rekapitulasi Cakupan Bidang Tanah Bersertipikat yang Terdigitasi BPN-RI Tabel 4. 3 Data Tanah Objek Landreform (TOL) di Provinsi Jawa Tengah Tabel 4. 4 Data Tanah Objek Landreform (TOL) di Provinsi Kep. Bangka Belitung Tabel 4. 5 Data Tanah yang Telah Diredistribusi di Indonesia Tabel 4. 6 Data Tanah yang Telah Diredistribusi di Provinsi Jawa Tengah Tabel 4. 7 Data Tanah yang Telah Diredistribusi di Provinsi Kep. Bangka Belitung Tabel 4. 8 Data Capaian Sertipikasi L:intas K/L di Provinsi Jawa Tengah dan Kep. Bangka Belitung Tabel 4. 9 Proporsi Sumber Daya Manusia Bidang Pertanahan Tabel Data Hasil Kesepakatan Target Sertipikasi Proda Tahun iii

5 DAFTAR GAMBAR Gambar 4. 1 Bagan Lingkup Informasi Peta Dasar Pertanahan... 9 Gambar 4. 2 Presentase Luas Cakupan Peta Dasar Pertanahan di Luar Kawasan Hutan Gambar 4. 3 Cakupan Peta Dasar Pertanahan di Luar Kawasan Hutan Gambar 4. 4 Peta Cakupan Bidang Bersertipikat yang Telah Terdigitasi Gambar 4. 5 Cakupan Bidang Tanah Bersertipikat yang Terdigitasi BPN-RI Gambar 4. 6 Bidang Sertipikasi Terdigitasi yang Salah Sistem Proyeksi atau Zona Gambar 4. 7 Bidang Sertipikasi Terdigitasi yang Saling Tumpanng Tindih Gambar 4. 8 Bidang Sertipikasi Terdigitasi yang Masuk Kawasan Hutan Gambar 4. 9 Bidang Sertipikasi Terdigitasi Berpotongan dengan Batas Administrasi Provinsi Versi BIG Gambar Orientasi Tata Batas Kawasan Hutan Yeh Ayeh, Provinsi Bali Gambar Orientasi Tata Batas Kawasan Hutan Gunung Mangkol, provinsi Kepulauan Bangka Belitung Gambar Orientasi Tata Batas Kawasan Hutan Pantai Rebo, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Gambar Outline Draf Pedoman Pelaksanaan Reforma Agraria Gambar Majalah Agraria Indonesia Edisi I Gambar Majalah Agraria Indonesia Versi Web ( 42 Gambar Media Publikasi Berupa CD (Compact Disc) Gambar Media Online Kegiatan Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional iv

6 DAFTAR ISTILAH 1. Tim Koordinasi Reforma Agraria Nasional adalah Tim Koordinasi yang dibentuk oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas yang bertugas untuk memperbaiki kebijakan bidang pertanahan nasional. 2. Pertanahan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pendaftaran, penyediaan, peruntukan, penguasaan, penggunaan dan pemeliharaan tanah, serta perbuatan mengenai tanah, yang diatur dengan hukum tanah. 3. Tanah adalah permukaan bumi baik berupa daratan maupun yang tertutup air dalam batas tertentu sepanjang penggunaan dan pemanfaatannya terkait langsung dengan permukaan bumi termasuk ruang di atas dan di dalam tubuh bumi. 4. Tanah Negara adalah Tanah yang tidak dipunyai dengan suatu Hak Atas Tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan/atau tidak merupakan tanah ulayat Masyarakat Hukum Adat. 5. Reforma Agraria adalah penataan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan Tanah yang lebih berkeadilan disertai dengan akses reform. 6. Akses Reform (access reform) adalah pemberian akses bagi penerima tanah obyek reforma agraria untuk menggunakan dan memanfaatkan tanahnya secara optimal baik untuk bidang pertanian maupun nonpertanian. 7. Tanah Obyek Reforma Agraria yang selanjutnya disingkat TORA adalah Tanah yang dikuasai oleh negara untuk didistribusikan atau diredistribusikan dalam rangka Reforma Agraria. 8. Penerima TORA adalah orang yang memenuhi persyaratan dan ditetapkan untuk menerima TORA. 9. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 11. Pengadilan Pertanahan adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memberi putusan terhadap perkara pertanahan. v

7 12. PRONA (singkatan dari Proyek Operasi Nasional Agraria) adalah salah satu bentuk kegiatan legalisasi asset dan pada hakekatnya merupakan proses administrasi pertanahan yang meliputi; adjudikasi, pendaftaran tanah sampai dengan penerbitan sertipikat/tanda bukti hak atas tanah dan diselenggarakan secara massal. 13. PRODA (singkatan dari Proyek Operasi Nasional Agraria Daerah) adalah salah satu bentuk kegiatan legalisasi asset pada suatu daerah yang dibiayai oleh pemerintah daerah, dan pada hakekatnya merupakan proses administrasi pertanahan yang meliputi; adjudikasi, pendaftaran tanah sampai dengan penerbitan sertipikat/tanda bukti hak atas tanah dan diselenggarakan secara massal. 14. Sertifikasi tanah lintas K/L adalah adalah salah satu bentuk kegiatan legalisasi asset yang dibiayai pemerintah untuk beberapa target sektor seperti: petani, nelayan, transmigrasi, UKM, dan masyarakat berpenghasilan rendah. vi

8 BAB 1 PENDAHULUAN Selama Tahun 2012 sampai saat ini seringkali muncul kasus-kasus yang terkait dengan bidang pertanahan. Di berbagai daerah marak terjadi sengketa, konflik, maupun perkara pertanahan baik skala besar maupun kecil dan yang gencar diberitakan oleh media massa secara nasional maupun lokasl. Data BPN (2013) mencatat terdapat kasus pertanahan yang terdiri dari sisa kasus pertanahan pada Tahun 2012 sejumlah dan kasus baru Tahun 2013 sejumlah Dari jumlah kasus tersebut BPN telah menyelesaikan sebanyak kasus pertanahan, sehingga masih terdapat sisa kasus sebanyak Maraknya terjadi kasus pertanahan tersebut menjadi salah satu gambaran belum baiknya pengelolaan bidang pertanahan. Perbaikan sistem pengelolaan pertanahan nasional diperlukan untuk memberikan arah yang lebih baik bagi upaya pencegahan terjadinya kasus pertanahan. Selain itu agar pengelolaan pertanahan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga dapat lebih menjamin terlaksananya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Perbaikan sistem pengelolaan pertanahan nasional tersebut di atas memerlukan koordinasi lintas sektor yang melibatkan kementerian/lembaga terkait. Memperhatikan salah satu tupoksi Kementerian PPN/Bappenas yang mengemban fungsi koordinasi, maka pada tahun 2013 telah diinisiasi kegiatan Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional. Kegiatan tersebut ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri PPN/Bappenas Nomor Kep.55/M.PPN/HK/03/2013 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional. Tim Koordinasi Strategis tersebut beranggotakan Perwakilan dari Kementerian PPN/Bappenas, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Perwakilan Kementerian atau Lembaga (K/L) terkait kegiatan pertanahan nasional. Pada Tahun 2014 kembali dibentuk Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional melalui Surat Keputusan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor Kep. 9/M.PPN/HK/02/2014 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional. Pada Tahun 2014 tim tersebut beranggotakan beberapa Kementerian/Lembaga terkait seperti Kementerian Kehutanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Badan Pertanahan Nasional, dan Kementerian PPN/Bappenas. Secara umum tujuan kegiatan tersebut adalah melaksanakan tugas dalam menyelenggarakan fungsi koordinasi dan sinkronisasi yang melibatkan Kementerian/Lembaga terkait, pemerintah daerah, dan organisasi non pemerintah dalam melaksanakan program dan kegiatan bidang pertanahan yang telah dirumuskan dalam Dokumen White Paper Kebijakan Pengelolaan Pertanahan Nasional yang diterbitkan pada Bulan Desember Secara umum usulan kebijakan pengelolaan 1

9 pertanahan nasional yang diusulkan meliputi: (i) Kebijakan Sistem Pendaftaran Tanah Publikasi Positif; (ii) Kebijakan Redistribusi Tanah dan Access Reform; (iii) Kebijakan Pembentukan Kamar Khusus Pertanahan pada Pengadilan Negeri; (iv) Kebijakan Pembentukan Bank Tanah; dan (v) Kebijakan Perbaikan Proporsi Sumber Daya Manusia Bidang Pertanahan. Namun dengan berbagai keterbatasan sumberdaya yang dimiliki sehingga tidak semua usulan kebijakan tersebut dapat dilaksanakan pada Tahun Untuk menggambarkan berbagai capaian kegiatan Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional sampai dengan Bulan Desember 2014, Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional menyusun Laporan Akhir (Final Report) Pelaksanaan Kegiatan. Penyusunan laporan akhir dilakukan melalui rangkaian serangkaian rapat anggota tim, focus group discussion (FGD), dan lokakarya yang melibatkan berbagai stakeholder terkait untuk mendapatkan pemahaman yang sama mengenai reforma agraria (perbaikan sistem pengelolaan pertanahan). Secara umum laporan ini memuat tujuan dan sasaran kegiatan, ruang lingkup kegiatan, rencana kebijakan, dan capaian kerja. 2

10 BAB 2 TUJUAN DAN SASARAN KOORDINASI STRATEGIS REFORMA AGRARIA NASIONAL Kegiatan Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional bertujuan untuk melakukan koordinasi dan penyusunan kebijakan serta rencana program dan kegiatan dalam mengawal pelaksanaan Reforma Agraria di Indonesia. Adapun tujuan khusus, antara lain: a. Melaksanakan pengkajian, perumusan dan pengembangan kebijakan pertanahan nasional yang mendukung pelaksanaan reforma agraria; b. Melaksanakan koordinasi penyusunan rencana, program dan kegiatan (RPK) terkait reforma agraria nasional serta pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan RPK tersebut; c. Melaksanakan diseminasi kebijakan pertanahan, membangun konsensus, dan mendapatkan dukungan komitmen dari pelaku terkait pelaksanaan reforma agraria. Pada Tahun Anggaran 2014 pelaksanaan Kegiatan Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional meliputi beberapa pokok bahasan untuk menindaklanjuti beberapa arah kebijakan pengelolaan pertanahan nasional yang telah tertuang pada White Paper Kebijakan Pengelolaan Pertanahan Nasional yang telah disusun dan disahkan sebelumnya, antara lain : a. Perubahan kebijakan pendaftaran tanah dari stelsel negatif menjadi stelsel positif; b. Kebijakan redistribusi tanah dan access reform; c. Pembentukan kamar khusus pertanahan pada pengadilan negeri; d. Perbaikan proporsi sumber daya manusia bidang pertanahan. Khusus untuk Kebijakan Pembentukan Bank Tanah, Bappenas melalui Direktorat Perumahan dan Permukiman mendapat bantuan Technical Assisstant (TA) dari Bank Dunia Roadmap for Housing Policy Reform. Salah satu komponen dari TA tersebut adalah studi mengenai perluasan akses tanah perkotaan bagi permukiman bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pada temuan awal dalam kajian tersebut mengarah pada perlunya pembentukan bank tanah. Untuk itu Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan bekerja sama dengan Direktorat Perumahan dan Permukiman dalam melakukan kajian pembentukan bank tanah dalam komponen bantuan TA Bank Dunia tersebut. Sasaran yang ingin dicapai dari pokok bahasan kebijakan pengelolaan pertanahan nasional adalah terlaksananya tahapan kebijakan pengelolaan pertanahan sesuai dengan rencana dan indikator sebagaimana tertuang dalam dokumen White Paper Kebijakan Pengelolaan Pertanahan Nasional. Terkait dengan tujuan pelaksanaan pemantauan dan evaluasi atas rencana, program, dan kegiatan (RKP) reforma agraria nasional, berdasarkan capaian Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional Tahun 2013 teridentifikasi beberapa pokok bahasan koordinasi lintas sektor 3

11 dan daerah yang perlu ditindaklanjuti pada Tahun 2014 dalam rangka perbaikan sistem pengelolaan pertanahan, meliputi: a. Sertipikasi Tanah Transmigrasi; b. Koordinasi Program Agraria Daerah (PRODA) Provinsi Kalimantan Timur. Sasaran yang ingin dicapai dari pokok bahasan koordinasi lintas sektor dan daerah adalah tercapainya target sertipikasi pada kegiatan Sertipikasi Tanah Transmigrasi dan terlaksananya Program Agraria Daerah (PRODA) di Provinsi Kalimantan Timur. 4

12 BAB 3 RUANG LINGKUP KOORDINASI STRATEGIS REFORMA AGRARIA NASIONAL Program reforma agraria secara menyeluruh yakni perombakan sistem pertanahan dan pengelolaan pertanahan nasional memerlukan tingkat koordinasi antar Kementerian/ Lembaga (K/L) terkait, baik di tingkat pusat maupun daerah. Terkait dengan fungsi koordinasi yang strategis dan penting dalam menyusun kebijakan pada pelaksanaan reforma agraria tersebut, maka Kementerian PPN/Bappenas berinisiatif untuk membantu mengkoordinasikan, khususnya dalam konteks perumusan rencana kebijakan pada pelaksanaan reforma agraria nasional. Secara teknis, diharapkan Kementerian PPN/Bappenas dapat menyelenggarakan kegiatan fungsi koordinasi serta sinkronisasi dalam perumusan kebijakan reforma agraria nasional yang melibatkan K/L terkait, Pemerintah Daerah, dan organisasi non pemerintah. Selain itu, Kementerian PPN/Bappenas juga perlu melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan reforma agraria nasional yang sedang berjalan. Dengan demikian dalam upaya mencapai tujuan dari koordinasi strategis reforma agraria nasional, beberapa lingkup kegiatan yang diperkirakan dapat diselesaikan dalam satu tahun anggaran meliputi: o Rapat Koordinasi Kebijakan, dilakukan di tingkat Eselon I dan Eselon II untuk mewujudkan kesepahaman antar sektor terkait dengan melakukan review terhadap berbagai kebijakan pertanahan eksisting dalam menemukenali dan melakukan klarifikasi akar permasalahan bidang pertanahan nasional untuk selanjutnya bersama-sama membangun konsensus dalam menentukan arah kebijakan pelaksanaan reforma agraria nasional. o Rapat Koordinasi Teknis, dilakukan di tingkat tim teknis dan kesekretariatan yang melibatkan sektor-sektor terkait dengan pelaksanaan kegiatan, baik didalam Kementerian PPN/Bappenas maupun dengan K/L dan Pemerintah Daerah. Secara khusus kegiatan ini dilakukan secara intensif bersama dengan BPN, terkait dengan sasaran dalam kegiatan koordinasi strategis reforma agraria nasional. o Kunjungan lapangan, berupa kunjungan ke beberapa daerah yang bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan reforma agraria nasional maupun dalam menyusun kebijakan dan rencana di bidang pertanahan. Instansi yang akan dikunjungi antara lain Kantor Wilayah BPN Provinsi, Kantor Pertanahan BPN Kabupaten/Kota, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas terkait di tingkat provinsi dan Kabupaten/kota. Dengan demikian diharapkan melalui kunjungan lapangan, utamanya dapat ditarik pembelajaran (lesson learned) untuk menjadi masukan dalam penyusunan rencana kebijakan. o Konsinyasi, dilakukan melalui diskusi antar sektor dalam rangka pematangan dan finalisasi konsep kebijakan yang terkait dengan pelaksanaan koordinasi strategis reforma agraria nasional. 5

13 o Lokakarya, dilakukan untuk diseminasi hasil studi kebijakan yang telah dilaksanakan oleh tim dan dibantu oleh konsultan individu. Dalam pelaksanaannya, lokakarya akan menghadirkan pakar yang terkait dengan kebijakan tersebut dan mengundang berbagai sektor terkait di tingkat pusat dan daerah, serta organisasi non pemerintah; o Seminar, dilaksanakan untuk mensosialisasikan dan mendistribusikan kebijakan, khususnya dalam bentuk peraturan perundangan yang terkait dengan reforma agraria nasional. Dalam pelaksanaannya, seminar juga akan menghadirkan narasumber yang kompeten dan mengundang berbagai sektor terkait, instansi pemerintah serta organisasi non pemerintah. 6

14 BAB 4 CAPAIAN KERJA KOORDINASI STRATEGIS REFORMA AGRARIA NASIONAL TAHUN 2014 Pada Tahun 2014, pelaksanaan kegiatan koordinasi strategis reforma agraria nasional secara umum meliputi 3 substansi kebijakan bidang pertanahan yaitu : 1) Intervensi Kebijakan 2) Koordinasi Lintas Sektor dan Daerah 3) Publikasi dan Sosialisasi Reforma Agraria 4.1 INTERVENSI KEBIJAKAN Intervensi kebijakan yang dilakukan pada Tahun 2014 merupakan tindak lanjut beberapa arah kebijakan pengelolaan pertanahan nasional yang telah tertuang pada White Paper Kebijakan Pengelolaan Pertanahan Nasional yang telah disusun dan disahkan pada Tahun Pada Tahun 2014 beberapa intervensi kebijakan yang dilaksanakan adalah : (i) kebijakan sistem publikasi tanah stelsel positif; (ii) kebijakan redistribusi tanah dan access reform; (iii) kebijakan pembentukan kamar khusus pertanahan pada pengadilan negeri; dan (iv) kebijakan sumber daya manusia bidang pertanahan Kebijakan Sistem Publikasi Tanah Stelsel Positif Sistem publikasi tanah yang dianut oleh Indonesia saat ini adalah sistem pendaftaran tanah stelsel negatif atau dikenal juga dengan sistem stelsel negatif, sistem ini teridentifikasi tidak dapat memberikan kepastian hukum bagi pemilik sertipikat atau pemilik hak atas tanah karena masih terdapat peluang pembatalan hak atas tanah, dengan demikian dalam sistem stelsel negatif negara tidak menjamin kebenaran informasi yang tercantum di dalam sertipikat hak atas tanah. Kepastian hukum hak atas tanah terkesan semu dalam hal ini. Sehingga untuk meningkatkan kepastian hukum diperlukan perubahan sistem pendaftaran tanah nasional dari sistem pendaftaran tanah stelsel negatif menuju sistem pendaftaran tanah stelsel positif. Pada sistem stelsel positif setiap informasi dijamin kebenarannya oleh negara sehingga jika terjadi kesalahan informasi yang dilakukan oleh negara, negara sebagai bentuk tanggung jawabnya mengganti kerugian terhadap pihak yang dirugikan. Data dan informasi dalam sistem stelsel positif dijamin kebenarannya oleh negara, oleh karena itu perlu adanya validasi dan evaluasi kesiapan data dan informasi pertanahan sebelum beranjak menuju sistem stelsel positif. Data tersebut adalah Cakupan Peta Dasar Pertanahan di Luar Kawasan Hutan dan Cakupan Bidang Tanah Bersertipikat. Untuk tahun 2014 sistem pendaftaran tanah stelsel positif belum dapat diterapkan, mengingat ketersediaan Cakupan Peta Dasar Pertanahan di Luar Kawasan Hutan baru mencapai ,14 Ha atau 23,26% dari luas wilayah nasional di luar Kawasan Hutan yang seluas 7

15 Ha. Selain itu Cakupan Bidang Tanah Bersertipikat yang terdigitasi baru mencapai Ha atau 14,11% dari luas Kawasan Budidaya (beserta enclave) yang seluas Ha. Untuk data jumlah bidang tanah bersertipikat yang terdigitasi, jumlah data yang diterima dari Pusdatin BPN per Juni 2014 sebanyak 18 juta bidang, namun kualitas data yang ada masih ditemukan beberapa data digitasi yang tidak valid, sehingga total hanya 16,8 juta bidang yang dapat diolah. Perubahan sistem pendaftaran tanah stelsel positif dapat dilakukan apabila ketersedian Cakupan Peta Dasar Pertanahan di Luar Kawasan Hutan dan Cakupan Wilayah yang Bersertifikat telah mencapai 80% dari luas wilayah Indonesia di luar kawasan hutan. Dengan demikian diperlukan upaya untuk menyusun rencana identifikasi sebaran lokasi ketersediaan peta pertanahan dan cakupan wilayah yang telah bersertifikat. Bebeberapa langkah yang diperlukan untuk mencapai pre-requisite condition perubahan sistem pendaftaran tanah menjadi stelsel positif meliputi: (i) Percepatan Sertipikasi Tanah; dan (ii) Percepatan Penyediaan Peta Dasar Pertanahan. Selain itu, konsekuensi logis penjaminan kebenaran informasi batas bidang tanah, maka perlu juga dilakukan upaya memastikan batas hutan dan non hutan. Publikasi batas kawasan hutan dan non hutan harus terdaftar (teregistrasi) dan terukur pada skala rinci yang sama pada setiap bidang (persil) yang berkaitan. Hal tersebut berimplikasi kepada diperlukannya pengukuran batas kawasan hutan dan non hutan pada skala yang sama untuk dapat memberikan kepastian hukum hak atas bidang tanah yang berbatasan dengan kawasan hutan. A. Rencana Berdasarkan uraian di atas terkait perubahan sistem pendaftaran tanah menuju stelsel positif, Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria pada tahun anggaran 2014 telah merancang beberapa target kegiatan sebagai berikut: (i) Pembaruan informasi spasial cakupan peta dasar pertanahan di luar kawasan hutan (ii) Pembaruan informasi spasial cakupan peta bidang tanah bersertipikat yang terdigitasi (iii) Terlaksananya Pilot Project publikasi tata batas kawasan hutan (iv) Tersusunnya pedoman pelaksanaan publikasi tata batas kawasan hutan B. Capaian Tahun 2014 Pelaksanaan kegiatan koordinasi yang telah dilakukan selama satu tahun menghasilkan beberapa pencapaian sebagai berikut: (i) Pembaruan Cakupan Peta Dasar Pertanahan Informasi mengenai capaian cakupan peta dasar pertanahan digunakan untuk mengevaluasi kesiapan negara sebelum mengubah sistem pendaftaran tanah menuju sistem pendaftaran tanah stelsel positif. Semakin besar ketersediaan cakupan peta dasar pertanahan maka diasumsikan bahwa akan semakin baik kualitas peta bidang tanah 8

16 bersertipikat, karena peta dasar pertanahan merupakan acuan dalam pembuatan peta bidang tanah bersertipikat. Hasil perhitungan secara spasial untuk luas wilayah nasional didapatkan angka sebesar Ha, dan analisis capaian Cakupan Peta Dasar Pertanahan adalah ,01 Ha atau 13,62% dari luas nasional keseluruhan. Dari ,01 Ha Cakupan Peta Dasar Pertanahan tersebut, telah dianalisis lagi secara spasial dan menunjukkan bahwa area yang benar-benar mencakup wilayah nasional di luar Kawasan Hutan (Kawasan Budidaya) adalah sebesar ,14 Ha. Wilayah area tugas BPN dalam melakukan sertipikasi adalah pada Kawasan Budidaya yang diidentifikasi memiliki luas Ha, untuk itu capaian Cakupan Pemetaan Dasar di Luar Kawasan Hutan adalah sebesar 23,26% (14,96 juta hektar). Gambar 4. 1 Bagan Lingkup Informasi Peta Dasar Pertanahan Sumber: Hasil Pengolahan Bappenas, Perhitungan dilakukan dengan memperhatikan beberapa aspek teknis berikut; (1) Data spasial telah diolah supaya tidak terdapat luasan dari area cakupan yang bertampalan, pertampalan antar area cakupan telah digabung menjadi satu area cakupan, sehingga tidak terjadi double counting pada area yang sama; (2) Cakupan area yang masuk ke dalam laut tidak ikut dalam perhitungan; (3) Cakupan Peta Dasar Pertanahan tersebut secara spasial juga telah diolah supaya cakupan yang masuk ke dalam Kawasan Hutan tidak ikut dalam perhitungan, sehingga didapatkan area yang benar-benar berada di Kawasan Budidaya untuk dihitung luasannya, data spasial Kawasan Hutan yang dipakai adalah data spasial digital resmi yang diberikan oleh BIG dan dibuat oleh Kementerian Kehutanan; (4) Luasan dihitung menggunakan proyeksi Lambert Cylindrical Equal-area Projection, sesuai arahan BIG dalam menghitung luasan untuk peta dengan cakupan luas satu Indonesia. 9

17 Gambar

18 Gambar

19 Tabel 4. 1 Capaian Cakupan Peta Dasar Pertanahan di Luar Kawasan Hutan Tahun 2014 Provinsi Luas Wilayah di Luar Kawasan Hutan Cakupan Peta Dasar di Luar Kawasan Hutan Persentase Aceh , ,51 11,46 % Bali , ,89 80,00 % Banten , ,21 27,36 % Bengkulu , ,93 29,71 % Di Yogyakarta , ,28 99,98 % Dki Jakarta , ,78 9,32 % Gorontalo , ,58 90,93 % Jambi , ,99 10,56 % Jawa Barat , ,64 22,97 % Jawa Tengah , ,12 37,36 % Jawa Timur , ,21 16,35 % Kalimantan Barat , ,93 6,40 % Kalimantan Selatan , ,96 82,00 % Kalimantan Tengah , ,06 6,79 % Kalimantan Timur , ,43 8,53 % Kalimantan Utara , ,63 0,08 % Kep. Bangka Belitung , ,76 33,06 % Kep. Riau , ,83 56,12 % Lampung , ,75 73,96 % Maluku , ,83 37,25 % Maluku Utara , ,15 32,09 % Nusa Tenggara Barat , ,77 40,39 % Nusa Tenggara Timur , ,74 20,31 % Papua , ,94 4,81 % Papua Barat , ,80 11,78 % Riau , ,47 4,62 % Sulawesi Barat , ,92 61,07 % Sulawesi Selatan , ,65 23,63 % Sulawesi Tengah , ,40 32,35 % Sulawesi Tenggara , ,52 40,05 % Sulawesi Utara , ,69 81,60 % Sumatera Barat , ,59 9,87 % Sumatera Selatan , ,15 12,36 % Sumatera Utara , ,04 16,26 % Sumber: Hasil Pengolahan Bappenas,

20 Dari perhitungan tersebut terlihat bahwa beberapa provinsi yaitu Provinsi Bali, Provinsi D.I. Yogyakarta, Provinsi Gorontalo, Provinsi Kalimantan Selatan, dan Provinsi Sulawesi Utara telah memiliki cakupan Peta Dasar Pertanahan di atas 80%. Dengan capaian Peta Dasar Pertanahan sebesar itu diharapkan dapat membantu Kantor Wilayah BPN yang ada di Kabupaten/Kota dalam menghasilkan data sertipikasi bidang tanah yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Namun juga terdapat beberapa provinsi yang capaiannya cakupannya rendah seperti Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Utara, Provinsi Papua, Provinsi Riau, Provinsi Sumatera Barat, dan Provinsi DKI Jakarta. Capaian cakupan Peta Dasar Pertanahan yang rendah ini dapat berdampak pada kurang baiknya hasil sertipikasi bidang tanah yang dihasilkan, perlu diperhatikan untuk segera ditingkatkan capaiananya. Selain hal tersebut terdapat temuan bahwa DKI Jakarta dan beberapa provinsi di Pulau Jawa memiliki capaian Cakupan Peta Dasar Pertanahan yang cukup rendah, padahal Pulau Jawa memiliki penduduk dan jumlah bidang tanah yang sangat besar. Hal telah dikonfirmasi oleh pihak BPN dan didapatkan informasi bahwa prioritas pengerjaan Peta Dasar Pertanahan adalah pada pada provinsi-provinsi di luar Pulau Jawa, untuk provinsi yang berada di Pulau Jawa dianggap telah mampu baik secara finansial maupun sumberdaya manusia untuk dapat melakukannya sendiri, dengan kata lain capaian rendah di Pulau Jawa ini bukan berarti tidak terdapat Peta Dasar Pertanahan, namun karena Kantor Wilayah BPN Provinsi di Pulau Jawa mengadakan pembuatan Peta Dasar Pertanahan sendiri yang datanya tidak tercantum dalam tabel di atas. Dalam pembuatan Peta Dasar Pertanahan salah satu bahan utama dalam pembuatannya adalah citra satelit beresolusi tinggi. Citra beresolusi tinggi di Indonesia dalam pengadaannya disediakan oleh LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional), citra yang didapatkan dari LAPAN kemudian diolah oleh BPN untuk menjadi Peta Dasar Pertanahan. BPN selama ini dalam pengolahan Peta Dasar Pertanahan tidak memperhatikan secara spasial mengenai Kawasan Hutan dan Kawasan Budidaya, diharapkan ke depan BPN dalam mengolah citra tersebut hanya dilakukan pada Kawasan Budidaya saja, selain dapat mengoptimalkan biaya juga dapat mempercepat Capaian Peta Dasar Pertanahan di Luar Kawasan Hutan. (ii) Pembaruan Cakupan Bidang Tanah Bersertipikat yang Terdigitasi Informasi spasial peta cakupan wilayah bersertipikat yang terdigitasi oleh sistem infromasi geografis (SIG) diperlukan untuk memberikan informasi cakupan wilayah nasional yang telah dilakukan digitasi terhadap penerbitan sertipikat hak atas tanah nasional, dalam rangka mewujudkan sistem publikasi stelsel positif. Berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi Pertanahan dan LP2B BPN RI, diperoleh jumlah bidang tanah bersertipikat yang terdigitasi sejumlah kurang lebih 18 juta bidang, namun hanya 16,8 juta bidang yang valid 13

21 untuk dipetakan dalam persentase cakupan bidang tanah bersertipikat yang terdigitasi. Perhitungan luas bidang tanah menggunakan proyeksi Lambert Cylindrical Equal Area, hal ini sesuai arahan BIG dalam menghitung luas area untuk seluruh indonesia, selanjutnya besar persentase cakupan bidang tanah bersertipikat yang terdigitasi ini, diperoleh dengan pembaginya adalah luas kawasan budidaya indonesia seluas Ha dan kawasan enclave seluas Ha. Adapun data cakupan bidang tanah bersertipikat yang terdigitasi dilakukan per provinsi, sejumlah 33 provinsi, hal ini dilakukan berdasarkan kode kantor wilayah pertanahan provinsi yang ada di Indonesia di 33 provinsi. 14

22 Gambar

23 Hasil pengolahan cakupan bidang tanah bersertipikat yang terdigitasi pada 33 provinsi, diperoleh sebanyak 26 provinsi memiliki persentase cakupan bidang tanah sertipikat terdigitasi yang masih rendah ditunjukkan oleh warna hijau tua, yaitu berada dibawah 20% dari luas budidaya dan enclave. 4 provinsi yaitu provinsi Sumatera Utara, Lampung, D.I. Yogyakarta, dan Kalimantan Tengah memiliki persentase cakupan bidang tanah sertipikat terdigitasi pada rentang 20% sampai 40%, ditunjukkan dengan warna hijau muda, dan 3 provinsi yaitu provinsi Aceh, Riau, dan DKI Jakarta memiliki persentase cakupan bidang tanah sertipikat terdigitasi yang paling tinggi di banding provinsi lain, dengan besar cakupan berada pada rentang 40% sampai 60%, ditunjukkan dengan warna kuning. Gambar 4. 5 Cakupan Bidang Tanah Bersertipikat yang Terdigitasi BPN-RI per Provinsi Sumber: Hasil Pengolahan Bappenas, Tabel 4. 2 Rekapitulasi Cakupan Bidang Tanah Bersertipikat yang Terdigitasi oleh BPN-RI Provinsi Luas budidaya + enclave (m2) Luas sertipikat terdigitasi (m2) Persentase Aceh ,23% Bali ,11% Banten ,44% Bengkulu ,61% Daerah Istimewa ,81% Yogyakarta DKI Jakarta ,51% Gorontalo ,90% Jambi ,57% 16

24 Provinsi Luas budidaya + enclave (m2) Luas sertipikat terdigitasi (m2) Persentase Jawa Barat ,12% Jawa Tengah ,01% Jawa Timur ,53% Kalimantan Barat ,56% Kalimantan Selatan ,65% Kalimantan Tengah ,55% Kalimantan Timur ,22% Kepulauan Bangka ,48% Belitung Kepulauan Riau ,58% Lampung ,16% Maluku ,66% Maluku Utara ,43% Nusa Tenggara ,38% Barat Nusa Tenggara ,50% Timur Papua ,91% Papua Barat ,52% Riau ,39% Sulawesi Barat ,46% Sulawesi Selatan ,09% Sulawesi Tengah ,02% Sulawesi Tenggara ,00% Sulawesi Utara ,00% Sumatera Barat ,33% Sumatera Selatan ,01% Sumatera Utara ,63% I N D O N E S I A ,11% Sumber: Hasil Pengolahan Bappenas,

25 Gambar 4. 6 Bidang Sertipikat Terdigitasi Yang Salah Sistem Proyeksi atau Zona Sumber : Hasil Pengolahan Bappenas 2014 Dalam proses penyajian data cakupan bidang tanah bersertipikat yang terdigitasi, terdapat sekitar 1,2 juta bidang sertipikat yang salah pada sistem proyeksi atau salah pengaturan zona proyeksi dan salah penulisan koordinat, sehingga tidak valid untuk hasil data digitasi bidang tanah sertipikat. Lalu hasil luas cakupan bidang tanah bersertipikat yang terdigitasi masih dalam perhitungan kotor, karena ditemukan posisi bidang tanah saling tumpang tindih, tidak saling berpotongan, sehingga penghitungan luas area sertifikat yang telah terdigitasi, terhitung dua kali pada area tumpang tindih tersebut. 18

26 Gambar 4. 7 Bidang Sertipikat Terdigitasi Saling Tumpang Tindih Sumber: Hasil Pengolahan Bappenas, Kawasan Hutan yang dipakai adalah data spasial digital resmi yang diberikan oleh BIG dan dibuat oleh Kementerian Kehutanan. Terdapat bidang sertipikat yang masuk dalam kawasan hutan, namun kondisi bidang-bidang tersebut masuk dalam hitungan persentase cakupan bidang tanah bersertifikat yang terdigitasi, karena diasumsikan berada pada kawasan enclave, yang hal ini berdasarkan pada Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri RI, Menteri Kehutanan, Menteri PU, dan Kepala BPN tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang Berada di Dalam Kawasan Hutan. Sehingga dalam pembaginya, luas kawasan budidaya dan kawasan enclave. 19

27 Gambar 4. 8 Bidang Sertipikat Terdigitasi yang Masuk Kawasan Hutan Sumber: Hasil Pengolahan Bappenas, Pada pengolahan data bidang sertipikat terdigitasi dengan batas administrasi provinsi versi BIG, terdapat beberapa bidang yang berpotongan dengan batas administrasi. Untuk kondisi tersebut, pengolahan data bidang-bidang sertipikat terdigitasi dilakukan dengan merujuk pada kode NIB provinsi pada atribute informasi yang dimiliki setiap bidang sertipikasi terdigitasi. Gambar 4. 9 Bidang Sertipikat Terdigitasi Berpotongan Dengan Batas Administrasi Provinsi versi BIG Sumber: Hasil Pengolahan Bappenas,

28 Selanjutnya pada informasi atribut pada bidang-bidang tanah bersertipikat terdigitasi, terdapat beberapa koreksi, pertama adalah kolom luas tertulis dengan luas peta hasil penghitungan BPN, terdapat perbedaan unit satuan luas yang digunakan, yang seharusnya digunakan adalah meter persegi (m2). Dan pada beberapa bidang, memiliki selisih yang mencolok antara hasil luas tertulis di sertipikat dengan perhitungan luas ArcGIS yang dilakukan BPN. Dengan kondisi tersebut, akhirnya dilakukan perhitungan luas kembali pada bidang-bidang sertipikasi terdigitasi dengan proyeksi Lambert Cylindrical Equal Area, sesuai arahan BIG dalam menghitung luas area untuk seluruh Indonesia. (iii) Pelaksanaan Pilot Project Publikasi Tata Batas Kawasan Hutan Sebagai konsekuensi logis terkait dengan pelaksanaan kebijakan sistem pendaftaran tanah stelsel positif, untuk meningkatkan kepastian hukum hak atas tanah terutama pada kawasan non hutan yang berbatasan pada kawasan hutan diperlukan publikasi tata batas kawasan hutan. Pada Tahun 2014 pelaksanaan pilot project publikasi tata batas kawasan hutan dilaksanakan pada 2 lokasi yaitu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Provinsi Bali. Pelaksanaan pilot project diawali dengan pelaksanaan koordinasi penyepakatan mekanisme dan anggaran pelaksanaan pilot project pada 2 lokasi tersebut. Pada pertemuan tersebut disampaikan bahwa secara teknis publikasi tata batas dilaksanakan dengan pemetaan koridor batas kawasan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kehutanan, yang hasil dari pemetaan koridor kemudian diintegrasikan kedalam sistem pendaftaran tanah BPN. Selain itu pilot project ini juga dilakukan dalam rangka mengurangi dan mencegah konflik pertanahan yang diakibatkan ketidakpastian batas antara kawasan hutan dan kawasan non hutan. Salah satu penyebab adanya ketidakpastian batas antara kawasan hutan dan non hutan adalah karena terdapat perbedaan penggunaan skala peta yang digunakan oleh Kementerian Kehutanan (1:50.000) dan BPN (1:10.000). Sehingga diharapkan melalui kegiatan pilot project tersebut selain dapat merapatkan patok tata batas kawasan hutan juga dapat mengukur koridor batas kawasan hutan dalam skala 1: (menggunakan skala BPN). Berdasarkan surat BPN RI Nomor 23/S /V/2014 perihal biaya pelaksanaan pengukuran tata batas kawasan hutan, yang dikeluarkan oleh Direktur Pengukuran Dasar tertanggal 9 Mei 2014, untuk masing-masing kawasan hutan dibutuhkan anggaran sebagai berikut: Kawasan Hutan Yeh Ayeuh Provinsi Bali dengan luas area 569 Ha dan keliling kawasan 31,98 Km, membutuhkan biaya sebesar Rp untuk melakukan pemetaan koridor batas dengan penambahan 22 titik ukur; 21

29 Gambar Orientasi Tata Batas Kawasan Hutan Yeh Ayeuh, Provinsi Bali Sumber: Hasil Pengolahan Bappenas, Kawasan Hutan Gunung Mengkol Provinsi Bangka Belitung dengan luas area Ha dan keliling kawasan 41,92 Km, membutuhkan biaya sebesar Rp untuk melakukan pemetaan koridor batas dengan penambahan 27 titik ukur; dan 22

30 Gambar Orientasi Tata Batas Kawasan Hutan Gunung Mangkol, Provinsi Kep. Bangka Belitung Sumber: Hasil Pengolahan Bappenas, 2014 Kawasan Hutan Pantai Rebo Provinsi Bangka Belitung dengan luas area Ha dan keliling kawasan 31,98 Km, membutuhkan biaya sebesar Rp untuk melakukan pemetaan koridor batas dengan penambahan 28 titik ukur. 23

31 Gambar Orientasi Tata Batas Kawasan Hutan Pantai Rebo, Provinsi Kep. Bangka Belitung Sumber: Hasil Pengolahan Bappenas, Hingga dilakukan 4 (empat) kali pertemuan koordinasi dengan Kementerian Kehutanan dan BPN, kegiatan pilot project publikasi tata batas kawasan hutan tidak dapat dilaksanakan karena alokasi anggaran tidak disetujui oleh Kementerian Kehutanan. Berdasarkan hasil pertemuan terahir, disepakati bahwa koordinasi publikasi tata batas kawasan hutan akan dilanjutkan kembali pada Tahun 2015 dengan melibatkan Eselon I dari Kementerian Kehutanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, serta Bappenas untuk menyepakati solusi pada tata batas kawasan hutan dan skema-skema penyelesaian tata batas kawasan hutan Kebijakan Redistribusi Tanah dan Access Reform Kebijakan redistribusi tanah dan access reform atau yang lebih dikenal sebagai reforma agraria merupakan kebijakan yang dirancang oleh Pemerintah untuk mengurangi ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (P4T) sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan reforma agraria merupakan amanat sebagaimana tertuang dalam UUD 1945, Pasal 33 bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat; UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria bahwa negara menjamin hak-hak 24

32 masyarakat atas bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya; serta TAP MPR IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang selanjutnya menetapkan prinsip-prinsip dan arah kebijakan pembaruan agraria dan pemanfaatan sumber daya alam yang berkeadilan dan berkelanjutan. Pelaksanaan reforma agraria telah dilaksanakan sejak tahun 1961 hingga saat ini, namun pada periode tersebut pelaksanaan reforma agraria dinilai kurang berhasil untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Beberapa kendala dalam pelaksanaan reforma agraria diantaranya : (1) kelangkaan sumber tanah objek landreform (TOL) dimana sebagian besar tanah berasal dari tanah kawasan hutan yang dapat dikonversi dan tanah terlantar; (2) pengukuran kadastral dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (P4T) belum mencakup seluruh wilayah Indonesia; (3) Data subjek (by name by address) penerima redistribusi tanah yang belum tersedia dengan baik; dan (4)pelaksanaan reforma agraria hanya dilakukan sebatas pemberian tanah atau yang lebih dikenal dengan redistribusi tanah, sehingga beberapa masyarakat penerima tanah tersebut yang sangat miskin tidak memiliki akses terhadap sumberdaya yang cukup untuk mengolah dan memanfaatkan tanah tersebut. Reforma agraria melalui redistribusi tanah yang dilaksanakan oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional) perlu dilengkapi dengan kegiatan pemberdayaan (access reform) sehingga masyarakat yang sangat miskin sekalipun dapat mengelola lahan dengan memanfaatkan program pemberdayaan sebagai modal. Program pemberdayaan merupakan program-program dari Kementerian/Lembaga terkait yang dapat berupa pelatihan pendampingan usaha, modal usaha, bantuan pemasaran, dan lain-lain. Beberapa indikator yang perlu diperhatikan dalam mengidentifikasi program K/L yang dapat menjadi access reforma diantaranya : i) program memberikan dampak langsung kepada masayarakat (kelompok); (ii) merupakan program yang berkaitan dan mendukung kegiatan pemanfaatan lahan. Reforma agraria ideal yang terdiri dari redistribusi tanah atau legalisasi aset dan telah dilengkapi dengan kegiatan pemberdayaan perlu dilakukan secara masal untuk meningkatkan kesejahtarenaan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Mengingat pelaksanaan reforma agraria ideal belum pernah dilakukan maka perlu dilaksanakan suatu uji coba secara bertahap melalui pilot project. Tahapan pilot project untuk pelaksanaan reforma agraria ideal terdiri dari : (i) koordinasi lokasi; (ii) pengembangan tekhnologi pertanian; (iii) interkoneksi UKM dengan industri; dan (iv) jasa keuangan mikro. Pelaksanaan pilot project reforma agraria tahapan koordinasi lokasi TA dilaksanakan di Provinsi Bangka Belitung dan Jawa Tengah. A. Rencana Terkait dengan kebijakan redistribusi tanah dan access reform, Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional pada Tahun 2014 telah menyusun beberapa kegiatan dengan target, sebagai berikut : 25

33 (i) Pembaharuan data tanah objek reforma agraria (TORA)/tanah objek landreform Tahun 2013 dan Tahun 2014 (ii) Pembaharuan jumlah dan sebaran tanah yang telah diredistribusi Tahun 2013 dan Tahun 2014 (iii) Teridentifikasinya sebaran tanah yang telah disertipikasi melalui kegiatan sertipikat lintas K/L Tahun 2013 dan Tahun 2014 di Provinsi Bangka Belitung dan Jawa Tengah (iv) Teridentifikasinya kegiatan pemberdayaan masyarakat setiap instansi Kementerian/Lembaga serta Pemerintah Daerah Tahun 2013 dan Tahun 2014 di Povinsi Bangka Belitung dan Jawa Tengah (v) Terlaksananya pilot project reforma agraria : koordinasi lokasi di Provinsi Jawa Tengah dan Bangka Belitung (vi) Tersusunnya draft pedoman pelaksanaan reforma agraria : koordinasi lokasi B. Capaian Tahun 2014 Pencapaian kegiatan koordinasi selama satu tahun menghasilkan beberapa pencapaian sebagai berikut : (i) Tanah Objek Landrefom Identifikasi terhadap tanah objek landreform (TOL) dilakukan berkenaan dengan rencana pelaksanaan redistribusi tanah yang akan dilakukan pada tahun berikutnya. Secara umum tanak objek landreform berasal dari penerbitan tanah terlantar dan konversi kawasan hutan. Pada Tahun 2014 teridentifikasi data objek landreform (TOL) pada lokasi pilot project reforma agrari yaitu Provinsi Jawa Tengah dan Bangka Belitung. Berikut data yang telah diperoleh dari Direktorat Landreform, Badan Pertanahan Nasional :(i) Provinsi Jawa Tengah : bidang pada Tahun 2013, bidang pada Tahun 2014, dan bidang pada Tahun 2015; dan (ii) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung : bidang pada Tahun 2013, bidang pada Tahun 2014, sedangkan untuk data pada Tahun 2015 belum tersedia. Tabel 4. 3 Data Tanah Objek Landreform (Tol) di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 S.D 2015 No Kabupaten/ Kota Jumlah (Bidang) BANJARNEGARA BATANG BOYOLALI BREBES

34 No Kabupaten/ Kota Jumlah (Bidang) MAGELANG CILACAP GROBOGAN KEBUMEN KENDAL 10 PEKALONGAN PEMALANG PURBALINGGA PURWOREJO REMBANG SEMARANG SRAGEN TEGAL TEMANGGUNG TOTAL Sumber: Hasil Pengolahan Bappenas, Tabel 4. 4 Data Tanah Objek Landreform (Tol) di Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung Tahun 2013 S.D 2014 No Kabupaten/ Kota Jumlah (Bidang) 1 BANGKA SELATAN BELITUNG TOTAL Sumber: Hasil Pengolahan Bappenas, (ii) Tanah yang telah diredistribusi Identifikasi terhadap yang telah diredistribusi diperlukan untuk mengetahui sebaran dan lokasi pelaksanaan program redistribusi selama ini. Data tersebut dapat menjadi basis data Kementerian/Lembaga untuk memberikan program pemberdayaan sehingga diharapkan program pemberdayaan tersebut dapat menjadi pendamping/modal untuk masyarakat dapat mengelola tanah yang telah disertipikasi. Pada Tahun 2014, Tim Koordinasi telah memperoleh data luas tanah yang telah diredistribusi di Indonesia selama 5 tahun. Berdasarkan data tersebut telah dilakukan redistribusi tanaha pada Tahun 2013 sebanyak 27

35 bidang tanah dengan luas ,51 Ha dan pada Tahun 2014 sebanyak bidang tanah dengan luas yang belum diketahui. Tabel 4. 5 Data Tanah yang Telah Diredistribusi di Indonesia Tahun Bidang Luas , , , , Sumber : Direktorat Landreform, Badan Pertanahan Nasional (2014) Terkait dengan pelaksanaan pilot project reforma agraria yang dilaksanakan di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Bangka Belitung, teridentifikasi jumlah tanah dan sebaran tanah yang telah diredistribusi pada masing-masing provinsi dengan data sebagaimana berikut : Provinsi Jawa Tengah Pada Tahun 2013 telah dilakukan redistribusi bidang tanah kepada KK dengan luas keseluruhan 198,785 Ha, sehingga kurang lebih 1 KK menerima 0,15 Ha atau m². Sedangkan pada Tahun 2014 telah dilakukan redistribusi bidang tanah kepada KK dengan luas keseluruhan 665,144 Ha, sehingga kurang lebih 1 KK menerima 0,13 Ha atau m². Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Pada Tahun 2013 telah dilakukan redistribusi bidang tanah kepada KK dengan luas keseluruhan 381,34 Ha, sehingga kurang lebih 1 KK menerima 0,28 Ha atau sekitar m². Sedangkan pada Tahun 2014 telah dilakukan redistribusi bidang tanah kepada 970 KK dengan luas keseluruhan 1.075,763 Ha, sehingga kurang lebih 1 KK menerima 1,10 Ha atau sekitar m². No Tabel 4. 6 Data Tanah yang Telah Diredistribusi di Provinsi Jawa Tengah Kabupaten/Kota Jumlah (Bidang) Penerima (KK) Luas (Ha) Jumlah (Bidang) Penerim a (KK) Luas (Ha) 1 Semarang , ,40 2 Magelang , ,26 28

36 No Kabupaten/Kota Jumlah (Bidang) Penerima (KK) Luas (Ha) Jumlah (Bidang) Penerim a (KK) Luas (Ha) 3 Purbalingga , ,57 4 Temanggung , ,96 5 Banjarnegara , Sragen , Boyolali , ,25 8 Pekalongan , ,68 9 Brebes , ,22 10 Tegal , Grobogan ,72 12 Rembang ,70 13 Purworejo ,19 14 Kebumen ,30 15 Cilacap ,88 16 Batang ,08 17 Pemalang ,60 No Total , ,144 Sumber : Kanwil BPN Provinsi Jawa Tengah (2014) Tabel 4. 7 Data Tanah yang Telah Diredistribusi di Provinsi Bangka Belitung Kabupaten/Kota Jumlah (Bidang) Penerima (KK) Luas (Ha) Jumlah (Bidang) Penerima (KK) Luas (Ha) 1 Belitung ,763 2 Bangka Selatan , Sumber : Kanwil BPN Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (iii) Tanah yang telah disertipikasi melalui kegiatan sertipikasi lintas K/L Selain itu, dilakukan juga identifikasi terhadap data sebaran tanah yang telah disertipikasi pada tahun 2013 pada lokasi pelaksanaan pilot project reforma agraria di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Bangka Belitung. Data sebaran tanah yang telah disertipikasi melalui sertipikat lintas sektor diperlukan untuk mengetahui lokasi pelaksanaan program tersebut sehingga data tersebut dapat menjadi basis data K/L untuk melaksanakan program pemberdayaan. Berdasarkan hasil identifikasi pada Tahun 2012 dan 2013, Provinsi 29

KATA PENGANTAR. Jakarta Desember 2013

KATA PENGANTAR. Jakarta Desember 2013 1 KATA PENGANTAR Kasus, sengketa dan konflik pertanahan di Indonesia marak terjadi baik skala besar maupun kecil dengan melibatkan berbagai pihak (masyarakat, swasta maupun pemerintah). Berdasarkan data

Lebih terperinci

TIM PENYUSUN LAPORAN

TIM PENYUSUN LAPORAN TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Ir. Rudy Soeprihadi Prawiradinata, MCRP, Ph.D 2. Uke Mohammad Hussein, S.Si, MPP 3. Ir. Rinella Tambunan, MPA 4. Ir. Nana Apriyana, MT 5. Santi Yulianti, S.IP, MM 6. Hernydawaty,

Lebih terperinci

TIM PENYUSUN LAPORAN

TIM PENYUSUN LAPORAN TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad Hussein, S.Si, MPP 4. Ir. Rinella Tambunan, MPA 5. Ir. Nana Apriyana, MT 6. Mia Amalia, ST, M.Si, Ph.D

Lebih terperinci

Laporan KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Laporan KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Laporan KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL / BADAN PERENCANAAN NASIONAL (BAPPENAS) SEKRETARIAT REFORMA AGRARIA NASIONAL

Lebih terperinci

RAPAT KOORDINASI. Pilot Project Reforma Agraria. Kasubdit Pertanahan Rabu, 30 Oktober 2013

RAPAT KOORDINASI. Pilot Project Reforma Agraria. Kasubdit Pertanahan Rabu, 30 Oktober 2013 1 RAPAT KOORDINASI Pilot Project Reforma Agraria Kasubdit Pertanahan Rabu, 30 Oktober 2013 Rencana Lokasi Pilot Project 2 Koordinasi lintas K/L untuk kegiatan Access Reform Lokasi yang diusulkan: Prov.

Lebih terperinci

KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI JAWA TENGAH

KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI JAWA TENGAH _ LAPORAN KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI JAWA TENGAH KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) SEKRETARIAT REFORMA AGRARIA NASIONAL

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN 2015-2019 DEPUTI MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH Jakarta, 21 November 2013 Kerangka Paparan 1. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH Rapat Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Penanganan Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah Surakarta, 9 Februari 2016 Kemiskinan

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Profil Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat Kementerian PPN / Bappenas

KATA PENGANTAR. Profil Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat Kementerian PPN / Bappenas KATA PENGANTAR Tanah atau agraria berasal dari beberapa bahasa. Istilah agraria berasal dari kata akker (Bahasa Belanda), agros (Bahasa Yunani) berarti tanah pertanian, agger (Bahasa Latin) berarti tanah

Lebih terperinci

Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan

Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan Disampaikan oleh: Direktur Jenderal Penataan Ruang Komisi Pemberantasan Korupsi - Jakarta, 13 Desember 2012 Outline I. Isu

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL INSTRUKSI KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1/Ins/II/2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM STRATEGIS BADAN PERTANAHAN NASIONAL TAHUN 2013 KEPALA BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun 2000-an kondisi agribisnis tembakau di dunia cenderung

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN

Lebih terperinci

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1043, 2012 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsentrasi. PERATURAN

Lebih terperinci

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) SERI REGIONAL DEVELOPMENT ISSUES AND POLICIES (15) PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) 11 November 2011 1 KATA PENGANTAR Buklet nomor

Lebih terperinci

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara Menghadirkan Negara Agenda prioritas Nawacita yang kelima mengamanatkan negara untuk meningkatkan kesejahteraan dengan mendorong reforma agraria (landreform) dan program kepemilikan tanah 9 juta hektar.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.97,2012 KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT. Pelimpahan. Sebagian Urusan. Dekonsentrasi PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2012 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Meskipun

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG SALINAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA DEKONSENTRASI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN ANGGARAN 2017 MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018 - 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2011, No Gubernur sebagaimana dimaksud pada huruf a, ditetapkan dengan Peraturan Menteri; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

2011, No Gubernur sebagaimana dimaksud pada huruf a, ditetapkan dengan Peraturan Menteri; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.917, 2011 BAPPENAS. Pelimpahan Kewenangan. Dekonsentrasi. Tahun Anggaran 2012. PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, - 1 - SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PELIMPAHAN URUSAN PEMERINTAHAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan

Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan I. Dasar Hukum a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Lebih terperinci

Desa Hijau. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Desa Hijau. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Desa Hijau Untuk Indonesia Hijau dan Sehat Direktorat Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan. No.526, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN GEDUNG RADIUS PRAWIRO LANTAI 7, JALAN DR. WAHIDIN NOMOR 1, JAKARTA - 10710 TELEPON/FAKSIMILE (021) 3506218, SITUS www.djpk.depkeu.go.id

Lebih terperinci

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha)

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Kawasan Hutan Total No Penutupan Lahan Hutan Tetap APL HPK Jumlah KSA-KPA HL HPT HP Jumlah Jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Sesuai penegasan Kepala BPN RI: Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) bukanlah sekedar proyek bagi-bagi tanah, melainkan suatu program terpadu untuk mewujudkan keadilan sosial dan

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 315, 2016 BAPPENAS. Penyelenggaraan Dekonsentrasi. Pelimpahan. Tahun Anggaran 2016. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara. LAMPIRAN I ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Zona 6 Koefisien = 5 Koefisien = 4 Koefisien = 3 Koefisien = 2 Koefisien = 1 Koefisien = 0,5 DKI Jakarta Jawa Barat Kalimantan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN PEMBUKAAN

KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN PEMBUKAAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN PEMBUKAAN Oleh : Ir. Abdul Kadir Damanik, MM Staf Ahli Menteri Bidang Penerapan Nilai Dasar Koperasi Disampaikan Dalam Rangka

Lebih terperinci

PAPARAN PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN

PAPARAN PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN MENTERIDALAM NEGERI REPUBLIKINDONESIA PAPARAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN 2017-2022 Serang 20 Juni 2017 TUJUAN PEMERINTAHAN DAERAH UU No. 23

Lebih terperinci

Program Strategis Pengendalian Pemanfaatan Ruang. sebagai supporting system Monitoring dan Evaluasi

Program Strategis Pengendalian Pemanfaatan Ruang. sebagai supporting system Monitoring dan Evaluasi Program Strategis Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah serta Peranan SKMPP ATR sebagai supporting system Monitoring dan Evaluasi Oleh: Ir. Raden M. Adi Darmawan, M.Eng.Sc Plt. Direktur Penertiban

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEBUDAYAAN KEPADA GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1292, 2012 KEMENTERIAN NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH. Dekonsentrasi. Kegiatan. Anggaran. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN PEMBUKAAN OLEH :

KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN PEMBUKAAN OLEH : KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN PEMBUKAAN OLEH : IR. YUANA SUTYOWATI, MM STAF AHLI MENTERI BIDANG PEMANFAATAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA Disampaikan Dalam Rangka

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 01 TAHUN 2012

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh No.1368, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Hasil Pemetaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG HASIL PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

Indikator Pelayanan Sosial Dasar di Desa

Indikator Pelayanan Sosial Dasar di Desa SASARAN STRATEGIS TAHUN 2019 AGENDA NAWA CITA 3 "PENGENTASAN 5000 DESA TERTINGGAL, MEWUJUDKAN 2000 DESA MANDIR" PermenDesa PDTT No 2 Tahun 2016 INDEKS DESA MEMBANGUN (Sosial, Ekonomi, Ekologi) Indikator

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, - 1 - SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.115, 2010 Kementerian Perumahan Rakyat. Pelimpahan wewenang. Dekonsentrasi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.115, 2010 Kementerian Perumahan Rakyat. Pelimpahan wewenang. Dekonsentrasi. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.115, 2010 Kementerian Perumahan Rakyat. Pelimpahan wewenang. Dekonsentrasi. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/PERMEN/M/2010 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

2015, No dan Usaha Kecil dan Menengah yang dilaksanakan dan dikelola secara efisien, efektif, berdaya guna dan berhasil guna yang dikelola Satua

2015, No dan Usaha Kecil dan Menengah yang dilaksanakan dan dikelola secara efisien, efektif, berdaya guna dan berhasil guna yang dikelola Satua BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.236, 2015 KEMENKOP-UKM. Pedoman. Kegiatan. Anggaran Dekonsentrasi. PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR/PER/M.KUKM/II/2015

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 217 MOR SP DIPA-32.-/217 DS2632-8649-856-81 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI.

SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI. SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MMMMMERNJHEDSOAHDCsiDHNsaolkiDFSidfnbshdjcb XZCnxzcxzn PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 / HUK / 2012 TENTANG

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 / HUK / 2012 TENTANG KEPUTUSAN NOMOR 23 / HUK / 2012 TENTANG PENETAPAN NAMA NAMA PENERIMA DANA PROGRAM ASISTENSI SOSIAL LANJUT USIA TAHUN 2012 Menimbang :, a. bahwa jumlah lanjut usia yang membutuhkan perhatian dan penanganan

Lebih terperinci

oleh: Dr. Ir. Oswar Mungkasa, MURP Direktur Tata Ruang dan Pertanahan

oleh: Dr. Ir. Oswar Mungkasa, MURP Direktur Tata Ruang dan Pertanahan oleh: Dr. Ir. Oswar Mungkasa, MURP Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Seminar Transmigrasi Dalam Perspektif Pengembangan Wilayah, Kependudukan dan Ekonomi Pedesaan Jakarta, 4 Desember 2013 OUTLINE PAPARAN

Lebih terperinci

2017, No telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahu

2017, No telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahu No.740, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDIKBUD. Penyelenggaraan Dekonsentrasi. TA 2017. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

KERANGKA PRIORITAS NASIONAL

KERANGKA PRIORITAS NASIONAL KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL KERANGKA NASIONAL REFORMA AGRARIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Lebih terperinci

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN Disampaikan pada Acara Monev Gerakan Nasioanal Penyelamatan SDA sektor Kehutanan dan Perkebunan Tanggal 10 Juni 2015 di Gorontalo DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN JENIS

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. No.1562, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

Mekanisme Pembahasan Musrenbangnas dalam Rangka Penyusunan RKP 2017

Mekanisme Pembahasan Musrenbangnas dalam Rangka Penyusunan RKP 2017 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Mekanisme Pembahasan Musrenbangnas dalam Rangka Penyusunan RKP 2017 Oleh : Deputi Bidang Pengembangan Regional Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia dianggap sebagai titik sentral dalam proses pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan dikendalikan oleh sumber

Lebih terperinci

TA 2014 DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

TA 2014 DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA 2014 DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN Jakarta, Januari 2014 KATA PENGANTAR Kegiatan Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011,

Lebih terperinci

KOORDINASI TEKNIS PEMBANGUNAN

KOORDINASI TEKNIS PEMBANGUNAN KOORDINASI TEKNIS PEMBANGUNAN Ir. Diah Indrajati, M.Sc Plt. Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Disampaikan dalam acara: Temu Konsultasi Triwulan I Bappenas Bappeda Provinsi Seluruh Indonesia Tahun

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PEMBINAAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN Jakarta, Juni 2012 KATA PENGANTAR Buku ini merupakan penerbitan lanjutan dari Buku Statistik Bidang Planologi Kehutanan tahun sebelumnya yang

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 454, 2016 ANRI. Dana. Dekonsentrasi. TA 2016. Pelaksanaan. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mengingat pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, khususnya bagi. bangsa Indonesia, peranan negara sangat penting di dalam mengatur

I. PENDAHULUAN. Mengingat pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, khususnya bagi. bangsa Indonesia, peranan negara sangat penting di dalam mengatur I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mengingat pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, khususnya bagi bangsa Indonesia, peranan negara sangat penting di dalam mengatur penguasaan tanah. Negara sebagai organisasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan

Lebih terperinci

Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017

Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017 Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017 - Direktur Otonomi Daerah Bappenas - Temu Triwulanan II 11 April 2017 1 11 April 11-21 April (7 hari kerja) 26 April 27-28 April 2-3 Mei 4-5 Mei 8-9 Mei Rakorbangpus

Lebih terperinci

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 21 MOR SP DIPA-32.6-/21 DS264-891-4155-6432 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 1 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan

I. PENDAHULUAN. Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan peka, menyangkut berbagai aspek kehidupan. Hal ini terjadi dikarenakan masalah agraria sudah

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PIKIRAN KEBIJAKAN DANA ALOKASI KHUSUS 2017

POKOK-POKOK PIKIRAN KEBIJAKAN DANA ALOKASI KHUSUS 2017 POKOK-POKOK PIKIRAN KEBIJAKAN DANA ALOKASI KHUSUS 2017 Kepala Subdirektorat Keuangan Daerah Bappenas Februari 2016 Slide - 1 KONSEP DASAR DAK Slide - 2 DAK Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN MARET 2015

Lebih terperinci

KONTRIBUSI APBD MENDUKUNG TARGET SASARAN RPJMN PROGRAM PKP2TRANS

KONTRIBUSI APBD MENDUKUNG TARGET SASARAN RPJMN PROGRAM PKP2TRANS KONTRIBUSI APBD MENDUKUNG TARGET SASARAN RPJMN 2015 2019 PROGRAM PKP2TRANS Kepala Biro Perencanaan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi SASARAN PEMBANGUNAN SESUAI RPJMN 2015-2019

Lebih terperinci

Arah Kebijakan Program PPSP 2015-2019. Kick off Program PPSP 2015-2019 Direktur Perumahan dan Permukiman Bappenas

Arah Kebijakan Program PPSP 2015-2019. Kick off Program PPSP 2015-2019 Direktur Perumahan dan Permukiman Bappenas Arah Kebijakan Program PPSP 2015-2019 Kick off Program PPSP 2015-2019 Direktur Perumahan dan Permukiman Bappenas Jakarta, 10 Maret 2015 Universal Access Air Minum dan Sanitasi Target RPJMN 2015-2019 ->

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEBUDAYAAN KEPADA GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2016 TAHUN TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BALAI PEMERINTAHAN DESA

Lebih terperinci

Penanggulangan Kemiskinan & Upaya Mensinergikan Peran Multipihak

Penanggulangan Kemiskinan & Upaya Mensinergikan Peran Multipihak Penanggulangan Kemiskinan & Upaya Mensinergikan Peran Multipihak Presented by Yaury Tetanel Strategic Alliance for Poverty Alleviation Disampaikan Dalam Diskusi Publik Akuntabilitas Sosial CSR Industri

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Agenda pembaruan agraria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 salah satunya adalah melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PEMBINAAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN DANA DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun

BAB I PENDAHULUAN. ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reforma Agraria merupakan penyelesaian yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan ketahanan pangan, dan pengembangan wilayah pedesaan di

Lebih terperinci

Rapat Koordinasi Kemenko PMK: Agenda Strategis 2017 dan RKP 2018

Rapat Koordinasi Kemenko PMK: Agenda Strategis 2017 dan RKP 2018 REPUBLIK INDONESIA Rapat Koordinasi Kemenko PMK: Agenda Strategis 2017 dan RKP 2018 Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi 17 Januari 2017 1 OUTLINE (1) Ruang Lingkup Kementerian Desa,

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

2017, No dalam rangka Penyelenggaraan Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2018; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

2017, No dalam rangka Penyelenggaraan Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2018; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan No.1161, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERPUSNAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan Perpusnas. PERATURAN KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN URUSAN

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.35, 2016 KEMEN-KUKM. Anggaran. Dekonsentrasi. Pelaksanaan. Pedoman. Tahun 2016 PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 /PER/M.KUKM/XII/2015

Lebih terperinci

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria)

Lebih terperinci

URGENSI SIPD DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

URGENSI SIPD DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH URGENSI SIPD DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Cirebon, 22 Desember 2015 OUTLINE PEMBAHASAN 1 SIPD DALAM UU 23 TAHUN 2014 2 PERMENDAGRI 8/2014 TENTANG SIPD AMANAT UU 23 TAHUN 2014 Pasal 274: Perencanaan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH. Lembaga Pengelola Dana Bergulir. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH. Lembaga Pengelola Dana Bergulir. Organisasi. Tata Kerja. No.727, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH. Lembaga Pengelola Dana Bergulir. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN

Lebih terperinci

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN JENIS IZIN USAHA PERKEBUNAN Izin usaha perkebunan budidaya (IUP-B) diberikan kepada pelaku usaha dengan luasan 25 hektar atau lebih; Izin usaha perkebunan pengolahan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI

KEMENTERIAN DALAM NEGERI KEMENTERIAN DALAM NEGERI KEMENTERIAN DALAM NEGERI RI Jakarta 2011 Sasaran program K/L Kesesuaian lokus program dan kegiatan K/L & daerah Besaran anggaran program dan kegiatan K/L Sharing pendanaan daerah

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 87/Permentan/SR.130/12/2011 /Permentan/SR.130/8/2010 man/ot. /.../2009 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 86 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI LALU LINTAS

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 86 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI LALU LINTAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 86 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI LALU LINTAS ANGKUTAN JALAN, SUNGAI, DANAU DAN PENYEBERANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 RKT DIT. PPL TA. 2013 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 123 TAHUN 2014 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.39/07/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR

Lebih terperinci