PROFIL MINERAL KALSIUM (Ca) DAN BESI (Fe) MENCIT (Mus musculus) LAKTASI DENGAN PERLAKUAN SOP DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus L.)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROFIL MINERAL KALSIUM (Ca) DAN BESI (Fe) MENCIT (Mus musculus) LAKTASI DENGAN PERLAKUAN SOP DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus L.)"

Transkripsi

1 PROFIL MINERAL KALSIUM (Ca) DAN BESI (Fe) MENCIT (Mus musculus) LAKTASI DENGAN PERLAKUAN SOP DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus L.) SAEPAN JISMI D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR iii

2 ABSTRACT Calcium (Ca) and Iron (Fe) Profile of Lactating Mice (Mus musculus) Fed with Torbangun Leaf Soup (Coleus amboinicus L.) Jismi, S., P. H. Siagian, and D. A. Astuti Torbangun (Coleus amboinicus L.) is one of plant which is traditionally used for health purposes by Indonesian people. According to Bataknese tradition, Torbangun leaf have been used to stimulate milk production of lactating women. The objective of this research was to evaluate calcium (Ca) and iron (Fe) profile of lactating mice (Mus musculus) fed with Torbangun leaf soup. The design of the study was Completely Randomize Design with four levels substitution of Torbangun leaf soup (0; 2,5; 5 and 7,5%) as a treatment and the data was analyzed with Analysis of Variance (ANOVA). The significant means were analyzed by Tukey tests. Results collected from the present study showed that substitution of Torbangun leaf soup in mice ration had significant effect (P<0,01) on dry matter, protein, Ca and Fe consumption. The digestibility of protein, Ca and Fe absorption were also higher in Torbangun treatments. Plasma Ca, Fe and Hemoglobin were similar in all treatments. It was concluded that subtitution of 5% of Torbangun leaf soup in the ration of lactating mice had the best profile of plasma Ca, Fe and protein digestibility. Keywords: calsium (Ca), Coleus amboinicus L., iron (Fe), Mus musculus 12 ii

3 RINGKASAN SAEPAN JISMI. D Profil Mineral Kalsium (Ca) dan Besi (Fe) Mencit (Mus musculus) Laktasi Dengan Perlakuan Sop Daun Torbangun (Coleus amboinicus L.) Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Dewi A. Astuti, MS. Torbangun (Coleus amboinicus L.) merupakan tanaman hijau yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia khususnya Sumatera Utara sebagai lalapan ataupun dimasak dengan santan. Mereka percaya, bahwa produksi air susu ibu (ASI) yang mengkonsumsi daun Torbangun akan meningkat. Peningkatan produksi ASI bagi yang mengkonsumsi daun Torbangun diduga karena kandungan kalsium (Ca) yang cukup tinggi yaitu 279 mg/100 g. Selain berperan dalam pertumbuhan tulang, gigi dan proses pembekuan darah, Ca juga berfungsi untuk modulasi sintesa susu. Peningkatan produksi ASI yang tinggi akan mengakibatkan deposit Ca dalam tubuh berkurang, karena terjadi perombakan Ca yang berlebihan. Dalam daun Torbangun juga terkandung mineral besi (Fe) yang cukup tinggi sebesar 13,6 mg/100 g. Zat besi (Fe) terindikasi melalui warna hijau daun Torbangun. Kandungan Fe yang tinggi akan meningkatkan kadar Hemoglobin darah. Hemoglobin merupakan protein darah yang mengandung Fe. Sebanyak 60-70% Fe tubuh terdapat dalam bentuk Hemoglobin. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi dan menentukan neraca protein, profil Ca dan Fe pada plasma serta Hemoglobin mencit (Mus musculus) yang diberi pakan mengandung sop daun Torbangun dengan taraf 0; 2,5; 5 dan 7,5%. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi ransum induk yang meliputi konsumsi protein, Ca dan Fe, kecernaan protein, absorbsi Ca dan Fe, kadar Ca dan Fe dalam plasma, serta Hemoglobin (Hb). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan masing-masing dengan lima ulangan. Data yang diperoleh dianalisa dengan analisis ragam atau Analysis of Variance (ANOVA) dengan perangkat lunak Minitab 14, Microsoft Excel (2003) dan jika perlakuan berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey. Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa taraf substitusi sop daun Torbangun dalam ransum berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi protein, Ca dan Fe, kecernaan protein serta absorbsi Ca dan Fe namun tidak berpengaruh nyata terhadap kadar Ca, Fe dalam plasma dan Hb. Kata kunci: besi (Fe), Coleus amboinicus L., kalsium (Ca), Mus musculus 12 i

4 PROFIL MINERAL KALSIUM (Ca) DAN BESI (Fe) MENCIT (Mus musculus) LAKTASI DENGAN PERLAKUAN SOP DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus L.) Oleh SAEPAN JISMI D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 22 Agustus 2008 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS. Dr. Ir. Dewi A. Astuti, MS. NIP NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr.Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr. NIP iv

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 09 Oktober 1986 di Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak H. Achmad Royani dan Ibu R. Hamidah (Alm). Penulis mengawali pendidikan dasar di Madrasah Ibtidaiyah Fathussaadah, Bogor pada tahun Selanjutnya, Penulis meneruskan pendidikan di SLTPN I Sukaraja dan Madarasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Bogor pada tahun 1998 hingga Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) tahun Selama masa perkuliahan, Penulis aktif di organisasi ekstra kampus seperti Himpunan Pemuda Islam Sukaraja (HIPIS) dan berbagai kepanitiaan diantaranya Gema Muharam 1428 H bekerjasama dengan Yayasan Darudh Dhuafa dan Masjid Quba, Bogor. 12 v

6 KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas kuasa dan kehendak- Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan karya kecil yang berjudul Profil Mineral Kalsium (Ca) dan Besi (Fe) Mencit (Mus musculus) Laktasi Dengan Perlakuan Sop Daun Torbangun (Coleus amboinicus L.). Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi dan menentukan neraca protein, Ca dan Fe plasma serta Hemoglobin mencit (Mus musculus) yang diberi pakan mengandung sop daun Torbangun pada taraf 0; 2,5; 5 dan 7,5%. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang, Bagian Non Ruminansia Satwa Harapan (NRSH), Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Januari hingga Mei tahun Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya. Bogor, September 2008 Penulis 12 vi

7 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 1 Tujuan... 2 Manfaat... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Tanaman Torbangun (Coleus amboinicus L.)... 3 Sifat Tanaman Torbangun... 3 Peranan Tanaman Torbangun... 4 Sop Daun Torbangun... 5 Protein... 6 Mineral... 7 Kalsium (Ca)... 7 Besi (Fe)... 7 Fungsi dan Penyerapan Fe... 8 Kandungan Fe pada Tanaman... 9 Mencit (Mus musculus)... 9 Kebutuhan Ransum dan Minum Mencit Laktasi Hemoglobin METODE Lokasi dan Waktu Materi Mencit dan Kandang Peralatan Rancangan Analisis Data Peubah yang Diamati Prosedur Persiapan Penelitian i ii v vi vii ix x xi 12 vii

8 Pelaksanaan Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban dalam Kandang Mencit Penelitian Ransum Penelitian Konsumsi Ransum Konsumsi Protein Konsumsi Kalsium (Ca) Konsumsi Besi (Fe) Kecernaan Ransum Kecernaan Protein Absorbsi Kalsium (Ca) Absorbsi Besi (Fe) Profil Darah Mencit Kandungan Ca Plasma Kandungan Fe Plasma Kandungan Hemoglobin KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

9 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Komposisi Zat Gizi dalam 100 Gram Daun Torbangun dan Katuk Komposisi Zat Gizi dalam 150 Gram Sop Daun Torbangun Sifat Biologis Mencit (Mus musculus) Kebutuhan Mineral dalam Ransum Mencit (per kg Ransum) Komposisi Sop Daun Torbangun dalam 825 g Bahan Segar Komposisi Ransum Kontrol (R0) Selama Penelitian Kondisi Suhu dan Kelembaban Selama Penelitian Kandungan Nutrisi Tepung Sop Daun Torbangun dan Ransum Penelitian Rataan Konsumsi Ransum Induk, Protein Kalsium dan Besi Rataan Persentase Kecernaan Ransum Penelitian Kandungan Ca dan Fe dalam Plasma dan Hemoglobin ix

10 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Tanaman Torbangun Mencit (Mus musculus) Bagan Pembuatan Sop Daun Torbangun Kering x

11 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Data Konsumsi Ransum (BK) Analisis Ragam Konsumsi Ransum (BK) Data Konsumsi Protein Analisis Ragam Konsumsi Protein Data Konsumsi Kalsium (Ca) Analisis Ragam Konsumsi Kalsium (Ca) Data Konsumsi Besi (Fe) Analisis Ragam Konsumsi Besi (Fe) Data Kecernaan Ransum (BK) Analisis Ragam Kecernaan Ransum (BK) Data Kecernaan Protein Analisis Ragam Kecernaan Protein Data Absorbsi Ca Analisis Ragam Absorbsi Kalsium (Ca) Data Absorbsi Fe Analisis Ragam Absorbsi Besi (Fe) Data Kadar Ca Plasma Analisis Ragam Kadar Ca Plasma Data Kadar Fe Plasma Analisis Ragam Kadar Fe Plasma Data Kadar Hemoglobin Analisis Ragam Kadar Hemoglobin xi

12 PROFIL MINERAL KALSIUM (Ca) DAN BESI (Fe) MENCIT (Mus musculus) LAKTASI DENGAN PERLAKUAN SOP DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus L.) SKRIPSI SAEPAN JISMI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR xii

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Torbangun (Coleus amboinicus L.) merupakan tanaman hijau yang sering dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia khusunya Sumatera Utara sebagai lalapan ataupun dimasak dengan santan. Mereka percaya, bahwa bagi mereka yang mengkonsumsi daun Torbangun produksi air susu ibu (ASI) akan meningkat. Peningkatan produksi ASI yang mengkonsumsi daun Torbangun diduga karena kandungan Ca yang cukup tinggi. Daun Torbangun mengandung Ca sebesar 279 mg/100 gram. Selain berperan dalam pertumbuhan tulang, gigi dan proses pembekuan darah, Ca juga berfungsi untuk modulasi sintesa air susu. Peningkatan produksi ASI yang tinggi akan mengakibatkan Ca dalam tulang atau gigi berkurang, karena terjadi perombakan Ca yang berlebihan. Dalam daun Torbangun juga terkandung mineral besi (Fe) yang cukup tinggi yaitu 13,6 mg/100 gram. Zat besi (Fe) terindikasi melalui warna hijau daun Torbangun. Kandungan Fe yang tinggi akan meningkatkan kadar hemoglobin darah. Hemoglobin merupakan protein darah yang mengandung Fe. Sebanyak 60-70% Fe tubuh terdapat dalam bentuk hemoglobin. Kadar hemoglobin yang tinggi akan meningkatkan ikatan oksigen yang selanjutnya akan digunakan untuk metabolisme. Mencit adalah salah-satu hewan percobaan yang sering digunakan untuk penelitian. Keunggulannya yaitu siklus hidup singkat, murah dan mudah dipelihara. Mencit memiliki variasi sifat yang tinggi, jumlah anak per kelahiran (litter size) banyak dan produksi susu yang tinggi. Mencit laboratorium mempunyai berat badan bervariasi gram per ekor pada umur empat minggu. Perumusan Masalah Kadar kalsium (Ca) dan zat besi (Fe) dalam daun Torbangun yang cukup tinggi akan memenuhi kebutuhan kedua mineral tersebut didalam tubuh. Daun Torbangun yang mempunyai efek laktagogum akan meningkatkan produksi air susu induk (ASI). Seiring meningkatnya produksi ASI, maka deposit Ca dalam tubuh akan berkurang karena terjadi perombakan Ca secara berlebihan. Oleh sebab itu, Ca yang cukup tinggi dalam daun Torbangun akan menyeimbangkan kadar Ca dalam tubuh. Kadar Ca yang cukup, akan menyebabkan pertumbuhan tulang semakin baik. 1

14 Kandungan Fe yang tinggi dalam daun Torbangun diharapkan dapat meningkatkan kadar hemoglobin yang dapat mengikat oksigen untuk kebutuhan metabolisme. Tujuan Penelitian ini bertujuan mengevaluasi dan menentukan neraca protein, Ca dan Fe dalam plasma serta Hemoglobin mencit (Mus musculus) yang diberi pakan mengandung sop daun Torbangun dengan taraf yang berbeda. Manfaat Penelitian ini diharapkan menjadi acuan terhadap konsumsi daun Torbangun dan taraf pemberiannya pada hewan mencit. Penelitian daun Torbangun ini juga diharapkan dapat diaplikasikan pada ternak besar dan kehidupan manusia. 2

15 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Torbangun (Coleus amboinicus L.) Torbangun (Coleus amboinicus L.) memiliki variasi nama sesuai daerah masing-masing, yaitu Jinten bagi masyarakat Jawa Tengah, Ajeran bagi orang Sunda, Majha Nereng atau daun Kambing bagi orang Madura, dan Iwak bagi orang Bali dan orang Batak menyebutnya Bangun-bangun, Torbangun atau Tarbangun (Damanik et al., 2001). Contoh tanaman Torbangun diperlihatkan pada Gambar 1. Gambar 1. Tanaman Torbangun Taksonomi tanaman Torbangun menurut Keng (1978) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Phanerogamae Subdivisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Tubiflorae Family : Limiaceae (Labialae) Sub Family : Oscimoidae Genus : Coleus Spesies : Coleus amboinicus L. Sifat Tanaman Torbangun Tanaman Torbangun memiliki ciri fisik batang berkayu lunak, beruas-ruas dan berbentuk bulat, diameter pangkal ± 15 mm, tengah 10 mm dan ujung ± 5 mm. Tanaman Torbangun jarang berbunga akan tetapi pengembangbiakannya mudah sekali dilakukan dengan stek dan cepat berakar didalam tanah. Di pot pun tanaman ini dapat tumbuh dengan baik (Heyne, 1987). Pada keadaan segar, helaian daun 3

16 tebal, berwarna hijau muda, kedua permukaan berbulu halus dan berwarna putih, sangat berdaging dan berair, tulang daun bercabang-cabang dan menonjol. Pada keadaan kering, helaian daun tipis dan sangat berkerut, permukaan atas kasar, warna coklat, permukaan bawah berwarna lebih muda daripada permukaan atas dan tulang daun kurang menonjol. Menurut Mardisiswojo dan Rajakmangunsudarso (1985), didalam daun Torbangun terkandung minyak atsiri (masing-masing 0,043 dan 0,2% pada daun segar dan daun kering). Heyne (1987), berpendapat bahwa dari 120 kg daun segar kurang lebih terdapat 25 ml minyak atsiri yang mengandung fenol (isopropyl-otresol) dan atas dasar itu ia menyatakan sebagai antisepticum yang bernilai tinggi. Minyak atsiri dari daun Torbangun selain berdaya antiseptika ternyata mempunyai aktivitas tinggi melawan infeksi cacing (Vasquez et al., 2000). Selain minyak atsiri, menurut Phythochemical Database Duke (2000), melaporkan bahwa dalam daun ini terdapat juga kandungan vitamin C, B 1, B 12, betacaroten, niacin, carvacrol, kalsium, asam-asam lemak, asam oksalat, dan serat. Daun Torbangun juga mengandung kalium yang berfungsi sebagai pembersih darah, melawan infeksi, mengurangi rasa nyeri, menimbulkan rasa tenang dan menciutkan selaput lendir. Komposisi zat gizi daun Torbangun yang terdapat dalam Daftar Komposisi Bahan Makanan (Mahmud et al., 1990) menyebutkan bahwa dalam 100 gram daun Torbangun mengandung lebih banyak kalsium, besi dan karoten dibandingkan dengan daun Katuk (Sauropus danrogynus). Data selengkapnya tentang komposisi zat gizi daun Torbangun dan daun Katuk tercantum dalam Tabel 1. Peranan Tanaman Torbangun Senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam daun Torbangun berpotensi terhadap bermacam-macam aktivasi biologi, misalnya antioksidan, diuretik analgesik, mencegah kanker, anti tumor dan anti hipotensif (Duke, 2000). Jain dan Lata (1996) menambahkan, daun Torbangun dapat dimasak sebagai sayur atau untuk lalapan. Heyne (1987) berpendapat bahwa di Kepulauan China, jus daun Torbangun diberikan untuk obat batuk anak-anak dengan tambahan gula. Daun Torbangun juga dapat digunakan sebagai obat asma dan bronkhitis, penyembuh luka, jamu penurun panas, atau langsung dikunyah untuk obat sariawan. 4

17 Tabel 1. Komposisi Zat Gizi dalam 100 Gram Daun Torbangun dan Katuk Zat Gizi Torbangun Katuk Kalsium (mg) Besi (mg) 13,6 3,5 Protein (g) 1,3 6,4 Energi (kal) 27,0 59,0 Lemak (g) 0,6 1,0 Hidrat arang (g) 4,0 9,9 Serat (g) 1,0 1,5 Abu (g) 1,6 1,7 Fosfor (g) Karoten Total (µkg) Vitamin B1 0,16 0 Vitamin C 5,1 164 Air (%) 92,5 81 Sumber: Mahmud et al. (1990) Menurut Damanik et al. (2006), daun Torbangun dapat memberikan manfaat kesehatan dan pertumbuhan bayi yang ibunya mengkonsumsi daun Torbangun karena daun ini dapat meningkatkan produksi ASI. Silitonga (1993) menambahkan, peningkatan volume air susu terjadi karena adanya peningkatan aktivitas sel epitel yang ditandai dengan meningkatnya DNA dan RNA kelenjar mammae, peningkatan metabolisme yang ditandai dengan menurunnya konsentrasi T 4 dan glukosa serum. Sop Daun Torbangun Menurut Yuliawati (2007), sop daun Torbangun merupakan rebusan daun Torbangun didalam santan kelapa yang ditambahkan berbagai macam bahan dan bumbu pelengkap. Rasio santan dengan daun Torbangun adalah 2 : 1. Untuk mencegah agar tidak mudah basi, ditambahkan Butylated Hidroxytoluene (BHT) sebagai antioksidan sebanyak 200 ppm. Zat gizi sop daun Torbangun disajikan pada Tabel 2. 5

18 Tabel 2. Komposisi Zat Gizi dalam 150 Gram Sop Daun Torbangun Zat Gizi Rataan Kalsium (mg) 393,1 ± 6,5 Besi (mg) 6,8 ± 0,1 Magnesium (mg) 124,1 ± 6,3 Seng (mg) 2,8 ± 0,1 Potassium (mg) 1219,2 ± 80,7 Lemak (g) 16,3 ± 4,6 Protein (g) 2,4 ± 0,1 Karbohidrat (g) 5,3 ± 0,3 Air (g) 121,5 ± 14,7 Sumber: Damanik et al.(2006) Protein Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus. Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi dan sistem kendali dalam bentuk hormon. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut. Asam amino esensial adalah asam amino yang sangat dibutuhkan oleh tubuh yang berasal dari makanan yang dikonsumsi. Ada delapan jenis asam amino esensial yaitu valine, lysine, threonine, leucine, isoleucine, tryptophan, phenylalanine dan methionine. Asam amino non-esensial adalah asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh, dan tubuh dapat memproduksi sendiri dari materi lain (Linder, 1992)). 6

19 Mineral Mineral merupakan zat makanan yang penting peranannya dalam metabolisme tubuh ternak dan keberadaannya dalam tubuh ternak hanya 5% dari bobot tubuh (Linder, 1992). Secara umum, mineral dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan berdasarkan jumlah yang dibutuhkan dalam pakan, mineral makro yaitu mineral yang dibutuhkan dalam jumlah besar dan berada pada tubuh ternak pada taraf yang lebih tinggi, sedangkan mineral mikro adalah mineral yang dibutuhkan dalam jumlah yang lebih sedikit. Peranan mineral yaitu sebagai komponen struktur dan konstituen pada organ dan jaringan tubuh, katalis dalam sistem enzim dan hormon (McDowell, 1992). Kalsium (Ca) Kalsium (Ca) adalah jenis mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Terdapat kurang lebih 99% dalam tulang rangka, gigi, dan didalam cairan tubuh berupa ion atau sebagai senyawa. Peranan Ca yaitu memelihara kerangka, kontraksi otot, pembekuan darah, aktivator beberapa enzim, rangsangan syaraf dan menurunkan permiabilitas membran sel dan kapiler (Linder, 1992)). Almatsier (2001) menambahkan, penyerapan Ca dari pakan terjadi didalam usus halus bagian muka terutama duodenum. Dalam keadaan normal, antara 30-35% Ca yang dikonsumsi diabsorbsi oleh tubuh. Faktor yang berpengaruh terhadap penyerapan Ca adalah kondisi ternak, ketersediaan Ca dalam pakan dan ketersediaan zat makanan lain. Kalsium (Ca) yang diperoleh dari pakan setelah diserap akan diedarkan keseluruh tubuh sedangkan pembuangan Ca dari tubuh sebagian besar melalui tinja. Pada darah deposit Ca sangat sedikit, sebagian besar ditemui dalam plasma atau serum. Dalam darah, Ca berbentuk ion (45-50%) dan berikatan dengan protein (40-45%) dan sisanya berikatan dengan sitrat dan fosfat (Linder, 1992). Kadar Ca dalam plasma darah ternak berkisar antara 9-12 mg/dl (NRC, 1988). Besi (Fe) Besi (Fe) merupakan komponen dari setiap organisme hidup, kandungan Fe pada hewan bervariasi dari lahir hingga dewasa. Besi (Fe) dalam tubuh ternak berbentuk organik yang terbagi dua jenis yaitu Fe-heme dan Fe-nonheme. Fe-heme merupakan bagian kelompok porfirin yang terdiri atas hemoglobin dan mioglobin serta enzim sitokrom, sitokrom oksidase, katalase dan peroksidase. Fe-nonheme 7

20 terdiri atas transfirin, ferritin, hemosiderin, dan Fe dari protein tertentu misalnya ferroflavoprotein (McDowell, 1992). Hampir semua Fe yang ada dalam tubuh ternak berbentuk ikatan kompleks dengan protein, salahsatunya porfirin, ferritin dan hemosiderin. Linder (1992) menyatakan bahwa unsur Fe dalam otot berbentuk mioglobin, dalam serum sebagai transferin, dalam plasenta sebagai uteroferin, dalam air susu sebagai laktoferin dan dalam hati sebagai ferritin serta hemosiderin. Fungsi dan Penyerapan Fe. Besi (Fe) dalam tubuh ternak terdapat dalam bentuk kompleks berikatan dengan protein (hemoprotein), sebagai komponen heme (hemoglobin dan mioglobin), sebagai enzim heme (mitokondrial dan mikrosomal sitokrom, katalase dan peroksidase) atau sebagai non heme (flavin Fe-enzim, transferin dan ferritin) (Linder, 1992). Penyerapan Fe terjadi pada gastrointestinal terutama duodenum dan jejunum dalam bentuk ferro (Fe 2+ ). Pada makanan, Fe terdapat dalam bentuk ferri (Fe 3+ ) oleh sebab itu terjadi reaksi reduksi dari bentuk Fe 3+ menjadi Fe 2+. Besi (Fe) dalam bentuk heme dibebaskan melalui pencernaan protein sehingga gugus heme terlepas. Proses ini terjadidalam duodenum. Selanjutnya dibebaskan dari protoforforin dengan bantuan enzim hemoksigenase yang memecah forfirin. Sementara itu, Fe dalam bentuk non-heme harus berada dalam bentuk terlarut Fe 2+, oleh sebab itu terjadi proses ionisasi oleh asam lambung, direduksi menjadi bentuk ferro, dan selanjutnya dilarutkan dalam cairan pelarut seperti asam askorbat, gula dan asam amino yang mengandung sulfur (Fairbanks, 1999). Almatsier (2001) menambahkan, Fe-heme dan non-heme meninggalkan sel mukosa dalam bentuk yang sama. Absorbsi terutama terjadi dibagian usus halus dengan bantuan transferin dan ferritin. Transferin terbagi dua jenis, transferin mukosa mengangkut Fe dari saluran cerna kedalam sel mukosa dan memindahkannya kedalam transferin reseptor yang ada dalam sel mukosa. Transferin mukosa kemudian kembali ke saluran rongga cerna mengikat Fe lain, sedangkan transferin reseptor mengangkut Fe melalui darah ke semua jaringan tubuh. Taraf absorbsi Fe diatur oleh mukosa saluran cerna yang disesuaikan dengan kebutuhan tubuh. 8

21 Suhardjo dan Kusharto (1992) menyatakan, Fe dilepaskan dari ferritin dalam bentuk ferro untuk masuk kedalam plasma darah, setelah itu besi ferro segera dioksidasi menjadi ferri untuk membentuk ferritin. Plasma darah menerima Fe yang berasal dari penyerapan makanan, simpanan, pemecahan hemoglobin dan sel-sel yang telah mati. Selanjutnya, plasma mengirim Fe ke sumsum tulang untuk membuat hemoglobin. Proses absorbsi Fe oleh sel-sel epitel duodenum dan transpor Fe melewati sel epitel menuju plasma melibatkan sedikitnya delapan jenis protein yaitu mucin, β3 integrin, Nramp 2, protein Hfe, mobilferin, para ferritin, seruloplasmin dan transferin. Kandungan Fe pada Tanaman. Warna hijau pada sayuran merupakan indikasi tentang kandungan zat besi karoten didalamnya. Kloroplas adalah bagian daun yang mengandung Fe paling banyak, dan fungsinya untuk sintesis klorofil (Dennis,1972). Zat besi (Fe) dan mineral makro berada dalam bentuk utama yaitu metaloprotein, bentuk yang mudah larut dalam saluran xilem dan floem, bentuk nonfungsional yang membentuk kompleks dengan komponen penyimpanan. Davidson et al.(1973) menambahkan, didalam 100 gram bahan mentah daun hijau mengandung 0,4-15 mg Fe. Mencit ( Mus musculus) Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan, mencit merupakan hewan mamalia yang mengalami domestikasi dan sudah diternakkan secara selektif. Sekarang, mencit sudah bermacam-macam galur, dan setiap galur memiliki ciri yang khas. Mencit adalah hewan percobaan yang paling banyak digunakan untuk penelitian laboratorium. Keunggulan mencit sebagai hewan percobaan yaitu sangat produktif dan penanganan yang mudah. Menurut Moriwaki et al. (1994), keunggulan mencit sebagai hewan percobaan adalah siklus hidup relatif singkat, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi dan mudah ditangani, sementara Arrington (1972) menambahkan, mencit paling banyak digunakan sebagai hewan percobaan laboratorium yaitu sekitar 40-80%. Contoh hewan mencit sebagai hewan percobaan disajikan pada Gambar 2. Arrington (1972) menyatakan bahwa mencit memiliki taksonomi sebagai berikut : Kingdom Animalia, Filum Chordata, Kelas Mamalia, Ordo Rodentia, Famili Muridae, Genus Mus, Spesies Mus musculus. 9

22 Gambar 2. Mencit (Mus musculus) Mencit laboratorium mempunyai berat badan lebih-kurang sama dengan mencit liar yang banyak ditemukan didalam gedung dan rumah yang dihuni manusia, dengan berat badan bervariasi gram per ekor pada umur empat minggu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Mencit putih memiliki bulu pendek halus berwarna putih serta ekor berwarna kemerahan dengan ukuran lebih panjang daripada badan dan kepala (Nafiu, 1996). Sifat-sifat biologis mencit diuraikan pada Tabel 3. Tabel 3. Sifat Biologis Mencit (Mus musculus) Kriteria Lama hidup Lama produksi ekonomis Lama bunting Umur disapih Umur dewasa Umur dikawinkan Berat dewasa : Jantan Betina Berat lahir Barat sapih Jumlah anak Kecepatan tumbuh Siklus estrus Sumber: Smith dan Mangkoewidjojo (1988) Keterangan 1-2 dapat tiga (tahun) sembilan bulan hari 21 hari 35 hari 8 minggu g g 0,5-1,0 g g rata-rata 6, dapat 15 ekor 1 g/hari 4-5 hari 10

23 Kebutuhan Ransum dan Minum Mencit Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan seekor mencit dewasa dapat mengkonsumsi ransum 3-5 gram setiap harinya dengan serat kasar maksimal 4% dan abu 5%. Menurut NRC (1995) kebutuhan zat-zat makanan yang diperlukan untuk pemeliharaan mencit adalah protein kasar 18% dan lemak 5%. Kebutuhan mencit terhadap mineral diuraikan pada Tabel 4. Air minum yang diperlukan oleh setiap ekor mencit untuk sehari berkisar antara 4-8 ml (Malole dan Pramono, 1989). Anggorodi (1994), menambahkan bahwa ransum seimbang adalah porsi ransum yang mengandung zat makanan yang cukup untuk kesehatan, pertumbuhan dan reproduksi. Ransum dan minuman mencit diberikan ad libitum (selalu tersedia). Tabel 4. Kebutuhan Mineral dalam Ransum Mencit (per kg Ransum) Mineral Kadar Kalsium 5,0 g Besi 35 mg Fosfor 3,0 g Magnesium 0,5 g Klorida 0,5 g Potasium 2,0 g Yodium 150,0 µg Sumber: NRC (1995) Konsumsi dapat meningkat dengan semakin meningkatnya berat badan, karena pada umumnya kapasitas saluran pencernaan meningkat, sehingga mampu menampung ransum dalam jumlah lebih banyak. Air minum untuk dikonsumsi harus selalu tersedia dan bersih. Seekor mencit mudah sekali kehilangan air sebab evaporasi tubuhnya yang tinggi. Reproduksi meningkatkan kebutuhan suatu hewan akan ransum, begitu pula sebaliknya persediaan ransum dapat mempengaruhi proses reproduksi. Malnutrisi juga berpengaruh pada induk sebab makanan untuk fetus disediakan dari induk. Jika induk kekurangan nutrisi untuk anak maka nutrisi akan dirombak dari tubuh induk, karena fetus merupakan prioritas utama untuk penyaluran zat-zat makanan. Apabila keadaan ini terus menerus terjadi maka kebutuhan nutrisi anak pun akan kurang tercukupi. 11

24 Faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah bobot badan individu ternak, tipe dan tingkat produksi, dan jenis makanan serta faktor lingkungan. Faktor lingkungan meliputi keadaan kandang, temperatur dan kelembaban kandang. Kebutuhan zat-zat makanan untuk produksi air susu ternak adalah salah satu kebutuhan yang tinggi dalam usaha peternakan (Tilman et al., 1991). Mencit bunting atau sedang menyusui akan makan lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan gizi anaknya yang dikandung atau yang sedang disusui dan untuk dirinya sendiri. Laktasi Jaringan kelenjar susu dirangsang untuk berkembang lebih cepat pada saat estrus yang kejadiannya berulang dan fisiologis kelenjar susu erat hubungannya dengan mekanisme hormonal dan neurohormonal. Hormon merupakan satu-satunya perangsang laktasi yang laju sekresinya mempengaruhi pertumbuhan kelenjar susu dan laktasi (Anggorodi, 1994). Estradiol dan progesteron berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan fetus dan juga berperan dalam perkembangan kelenjar susu selama masa kebuntingan. Estradiol menyebabkan perkembangan kelenjar air susu, kemudian progesteron bertanggungjawab terhadap pertumbuhan alveoli dan akhirnya laktogen, luteotropin, galaktin dan prolaktin. Fungsi prolaktin adalah merangsang aktivitas enzim dan enzim tersebut selanjutnya menggertak sekresi susu. Hemoglobin Hemoglobin (Hb) merupakan pigmen eritrosit yang terdiri dari protein kompleks terkonjugasi yang mengandung Fe, dan proteinnya merupakan suatu histon. Warna merah Hb disebabkan oleh heme yaitu senyawa metalik yang mengandung atom Fe. Biosintesis Hb dimulai dalam eritrosit dan berlangsung terus ditahap selanjutnya dalam perkembangan sel darah merah. Selama nukleus masih ada didalam sel, pembentukan Hb terus berlangsung (Frandson, 1996). Menurut Dickerson dan Geis (1983), heme adalah komponen penting dari hemoglobin (Hb), sitokrom, dan enzim seperti katalase dan peroksidase. Kadar Hb dalam darah bervariasi dan dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, zat-zat nutrisi makanan, kondisi kesehatan, kebuntingan, laktasi dan lingkungan. 12

25 Church dan Pond (1988) menyatakan bahwa sebanyak 60-70% Fe tubuh terdapat dalam bentuk hemoglobin dalam sel darah merah. Fungsi utama Hb adalah sebagai pembawa atau pengikat oksigen. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) kadar Hb pada darah mencit adalah g/100 ml darah dan konsumsi oksigen sebesar 2,38-4,48 ml/g/jam. 13

26 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Mei tahun Pemeliharaan mencit dilakukan di Laboratorium Lapang Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan (NRSH). Analisis mineral dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Fakultas Peternakan. Analisis Hematologi dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan. Analisis Proksimat dilakukan di Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU), Institut Pertanian Bogor (IPB). Materi Mencit dan Kandang Penelitian ini menggunakan 20 ekor mencit (Mus musculus) betina masa laktasi pertama. Kandang yang digunakan berukuran 36 x 28 x 12 cm 3 berupa baki yang terbuat dari plastik dan dilengkapi botol air minum dengan kapasitas 265 ml juga tempat makan serta ditutup dengan kawat kasa. Kandang yang dibutuhkan sebanyak 20 buah, atau tiap kandang ditempati seekor induk mencit laktasi. Mencit diadaptasikan terlebih dahulu dengan lingkungan kandang. Pada hari ketiga pemeliharaan, mencit diberikan antibiotik dan empat hari kemudian atau hari ketujuh diberikan obat cacing. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyakit yang dapat mempengaruhi kondisi mencit dalam merespons perlakuan yang diberikan. Peralatan Peralatan yang digunakan adalah timbangan digital merk Adam dengan ketelitian 10-2 g dan thermohigrometer. Untuk analisis mineral dan Hb darah, digunakan jarum suntik, vacutainer, sentrifuge, alat Atomic Absorbtion Spectrofotometer (AAS) dan perangkat Sahli. Rancangan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat macam perlakuan (0; 2,5; 5; 7,5% SDT), masing-masing dengan lima ulangan. Model matematika (Steel dan Torrie, 1993) yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut : Y ij = µ + α i + ε ij 14

27 Keterangan: Y ij : Nilai pengamatan pada taraf pemberian SDT ke-i dan pada pengamatan ke-j µ : Nilai rataan umum α I : Pengaruh taraf perlakuan ke-i ; i = 0; 2,5; 5; 7,5% SDT ε ij : Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-n; n = 1, 2, 3, 4,5 Analisis Data Data yang diperoleh dianalisa dengan analisis ragam atau Analysis of Variance (ANOVA), jika perlakuan berpengaruh nyata dan sangat nyata terhadap peubah yang diukur maka akan dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan tersebut (Steel dan Torrie, 1993). Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi ransum dalam bahan kering yang meliputi konsumsi protein, Ca dan Fe, kecernaan protein, absorbsi Ca dan Fe, dan kadar Ca dan Fe plasma serta Hemoglobin. Konsumsi Bahan Kering. Konsumsi bahan kering diperoleh dari jumlah ransum yang diberikan dikurangi dengan sisanya yang dikalikan dengan kandungan bahan kering ransum perlakuan. Bahan kering ransum didapat melalui analisis proksimat bahan ransum, dari konsumsi bahan kering tersebut dapat diperoleh : 1. Konsumsi Protein, diperoleh dari kandungan protein ransum dikalikan dengan konsumsi bahan kering. Kadar protein didapat melalui analisis proksimat bahan ransum. 2. Konsumsi Ca, diperoleh dari kandungan Ca dalam ransum dikalikan dengan konsumsi bahan kering. Kadar Ca didapat melalui analisis proksimat bahan ransum. 3. Konsumsi Fe, diperoleh dari kandungan Fe dalam ransum dikalikan dengan konsumsi bahan kering. Kadar Fe didapat melalui analisis proksimat bahan ransum. 4. Kadar Protein Feses, diperoleh dari kandungan protein dalam feses dikalikan dengan total feses. Kadar protein didapat melalui analisis proksimat bahan feses. 5. Kadar Ca Feses, diperoleh dari kandungan Ca dalam feses dikalikan dengan total feses. Kadar Ca diketahui melalui analisis proksimat bahan feses. 15

28 6. Kadar Fe Feses, diperoleh dari kandungan Fe dalam feses dikalikan dengan total feses. Kadar Fe diketahui melalui analisis proksimat bahan feses. 7. Kecernaan Protein, adalah gambaran jumlah protein yang terserap oleh tubuh, diperoleh dari selisih konsumsi protein dengan kadar protein dalam feses. 8. Absorbsi Ca, adalah gambaran jumlah Ca yang terserap oleh tubuh, diperoleh dari selisih konsumsi Ca dengan kadar Ca dalam feses. 9. Absorbsi Fe, adalah gambaran jumlah Fe yang terserap oleh tubuh, diperoleh dari selisih konsumsi Fe dengan kadar Fe dalam feses. 10. Mineral Ca dalam Plasma, plasma beku dithawing dan sebanyak 0,15 ml plasma dipipet, kemudian ditambahkan 0,05 ml lantaden klorida dan 2,3 ml aquadest. Setelah itu, larutan kembali disentrifuge 3000 rpm selama 10 menit. Pengukuran kadar Ca dilakukan dengan menggunakan alat Atomic Absorbtion Spectrofotometer (AAS). 11. Mineral Fe dalam Plasma, plasma beku dithawing dan sebanyak 0,15 ml plasma dipipet, kemudian ditambahkan 0,05 ml lantaden klorida dan 2,3 ml aquadest. Setelah itu, larutan kembali disentrifuge 3000 rpm selama 10 menit. Pengukuran kadar mineral Fe dilakukan dengan menggunakan alat Atomic Absorbtion Spectrofotometer (AAS). 12. Hemoglobin (Hb), kadar Hb dalam darah dapat ditentukan dengan metode Sahli. Pertama, pipet Sahli diisi dengan HCl 0,1 N sampai angka 10. Pipet Sahli diarahkan pada sampel darah segar, kemudian sampel dimasukkan kedalam tabung Sahli dan mendiamkannya selama tiga menit sampai terbentuk hematin yang berwarna coklat. Setelah itu, ditambahkan aquadest setetes demi setetes sambil diaduk sampai warna sama dengan standar, kemudian baca tinggi permukaan cairan tabung Sahli. Prosedur Persiapan Penelitian Persiapan Kandang Pemeliharaan. Kandang dan semua peralatan yang digunakan dicuci menggunakan sabun cuci dan disterilkan menggunakan alkohol 70%, kemudian alas kandang dilapisi dengan sekam padi. Kandang digunakan sebagai tempat induk mencit membesarkan anaknya sampai umur lepas sapih. Ketika induk menyapih anak kemudian dilakukan pengambilan sampel darah induk. 16

29 Pembuatan Sop Daun Torbangun (SDT). Resep yang digunakan untuk pembuatan sop daun Torbangun tersaji dalam Tabel 5, dan proses pembuatan dilakukan seperti dijelaskan berikut. Tabel 5. Komposisi Sop Daun Torbangun dalam 825 g Bahan Segar Bahan Kadar Daun Torbangun Segar (g) 250 Santan (ml) 525 Bawang Merah (g) 15 Bawang Putih (g) 10 Kemiri (g) 6 Garam (g) 14,7 Merica (g) 0,43 Jahe (g) 1,98 Laos (g) 1,89 Butylated Hidroxytoluene (BHT) (ppm) 200 Sumber : Marlina (2007) Daun Torbangun disortasi dan dipisahkan dari tangkai, kemudian ditimbang, dan dicuci menggunakan garam (agar cepat layu). Daun diremas remas dengan menggunakan garam dan diperas untuk mengurangi bau langu, kemudian ditiriskan. Bumbu-bumbu dibersihkan kemudian ditimbang dan dicuci. Kemiri disangrai atau dibakar terlebih dahulu selama beberapa menit sebelum dihaluskan. Bumbu-bumbu dihaluskan dan selanjutnya campuran santan dan bumbu dimasak sambil terus diaduk, lalu tambahkan Butylated Hidroxytoluene (BHT) sebagai antioksidan. Setelah santan mendidih, daun Torbangun dimasukkan dan campuran dimasak kembali sampai mendidih, kemudian sop daun Torbangun (SDT) yang telah matang dikemas kedalam kaleng, kemudian disimpan selama dua minggu (Marlina, 2007). Setelah itu, SDT dibuat menjadi tepung. Proses pembuatan SDT kering disajikan pada Gambar 3. 17

30 SDT Disimpan dalam kaleng selama 14 hari Pada hari ke-15 dibuka dan dihomogenkan menggunakan blender sehingga membentuk juice Juice SDT ditambahkan dextrin Dihomogenkan Diteteskan ke permukaan drum dryer sehingga terbentuk tepung Tepung diambil dan dikumpulkan dalam kemasan plastik lalu di-seal Gambar 3. Bagan Pembuatan Sop Daun Torbangun Kering Pembuatan Ransum. Ransum yang digunakan adalah ransum yang dibuat berdasarkan kebutuhan nutrisi mencit dengan bahan makanan yang terdiri dari tepung ikan, bungkil kedelai, dedak padi, tepung jagung, minyak goreng dan premiks. Komposisi ransum kontrol (R0) dengan berbagai bahan makanan yang digunakan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Komposisi Ransum Kontrol (R0) Selama Penelitian Bahan BK (%) Tepung Ikan 10 Bungkil Kedelai 15 Dedak Padi 20 Tepung Jagung 50 Minyak Goreng 4 Premiks 1 Jumlah

31 Selanjutnya, ransum lain (R1, R2 dan R3) dibuat dengan cara substitusi dengan tepung sop daun Torbangun (SDT) atau dicampur homogen, kemudian ransum perlakuan dibentuk menjadi pelet. Ransum perlakuan yang dicobakan adalah: R 0 R 1 R 2 R 3 : Ransum Kontrol (tanpa SDT) : 97,5% Ransum Kontrol + 2,5% SDT : 95,0% Ransum Kontrol + 5,0% SDT : 92,5% Ransum Kontrol + 7,5% SDT Pelaksanaan Penelitian Pemberian ransum perlakuan dimulai pada hari ke-14 setelah bunting dimana sebelumnya mencit mengkonsumsi ransum biasa atau ransum kontrol. Pemberian ransum perlakuan yang mengandung SDT pada hari ke-14 setelah bunting karena paling tepat dan memberikan efek positif tertinggi terhadap daya reproduksi mencit (Wardani, 2007). Ransum diberikan ad libitum (selalu tersedia) setiap hari pada pukul WIB dan setiap empat hari sekali sekam diganti dengan yang baru sebelum penimbangan bobot badan mencit. Air minum adalah air masak atau air mineral kemasan untuk menghindari bakteri dan diberikan ad libitum melalui botol yang diberi pipa aluminium (agar tidak dimakan oleh mencit), dan mencit mengisap air melalui pipa tersebut Pengumpulan Feses. Collecting feses dilakukan saat penggantian alas. Feses diukur untuk mengetahui kadar protein, Ca dan Fe yang diekskresikan oleh tubuh. Pengambilan Sampel Darah. Pengambilan sampel darah dilakukan melalui jantung dengan menggunakan jarum suntik, kemudian ditampung dalam vacutainer yang mengandung antikoagulan heparin. Untuk menganalisis mineral, sampel disentrifuge 3500 rpm selama 15 menit, agar terpisah plasma darah dengan butir darah merah (BDM) kemudian disimpan dalam freezer hingga digunakan. Untuk mengetahui kadar Hb, digunakan metode Sahli dari darah segar. 19

32 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Bagian Non-Ruminansia Satwa Harapan (NRSH), Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang terletak di Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Keadaan kandang yang digunakan selama penelitian cukup terpelihara dengan baik. Perawatan kandang dilakukan dengan membersihkan kandang, tempat penampungan air baik botol minum maupun bak, dan penggantian baki secara rutin. Suhu dan Kelembaban dalam Kandang Penelitian Malole dan Pramono (1989) menyatakan keadaan suhu dan kelembaban kandang merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh secara langsung terhadap mencit. Apabila kondisi lingkungan tidak sesuai, maka produktivitas yang dicapai tidak akan optimal. Parakkasi (1980) menambahkan, suhu dan kelembaban dapat mempengaruhi sifat hewan sehingga juga dapat mempengaruhi konsumsi ransum hewan tersebut. Pengukuran suhu dan kelembaban dalam ruangan penelitian dilakukan selama pengamatan berlangsung. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan thermohigrometer yang tersedia didalam kandang. Hasil pengamatan suhu ruangan harian selama penelitian berkisar antara o C dengan kelembaban sekitar 60-94%. Menurut Malole dan Pramono (1989), suhu yang ideal untuk pertumbuhan mencit berkisar antara o C dan kelembaban udara yang ideal dalam kandang adalah 30-70%. Berdasarkan hasil yang diperoleh ternyata kisaran suhu dan kelembaban yang terjadi didalam kandang sedikit melebihi batas ideal. Seringnya turun hujan pada malam hingga pagi hari berikutnya menyebabkan kelembaban yang tinggi dan suhu yang rendah, sedangkan pada siang hari suhu meningkat bahkan dapat mencapai hingga 32 o C, dan pada sore harinya suhu kembali turun hingga 24,5 o C. Pada Tabel 7 disajikan kondisi suhu dan kelembaban di lingkungan tempat penelitian. 20

33 Tabel 7. Kondisi Suhu dan Kelembaban Selama Penelitian Pengamatan Pagi Siang Sore Rataan Suhu ( o C) , ,6 Kelembaban (%) , ,9 Mencit Penelitian Kondisi mencit selama penelitian dalam keadaan baik dan sehat. Ransum perlakuan mulai diberikan pada mencit kira-kira umur kebuntingan hari ke-14. Jumlah anak lahir per induk per kelahiran berkisar antara dua sampai dengan 10 ekor. Ketika induk mulai atau saat beranak terjadi kematian beberapa ekor anak yang lahir. Kematian anak juga terjadi pada hari kedua setelah induk beranak. Kematian tersebut terjadi karena anak mencit digigit atau bahkan dimakan oleh induknya sendiri, terbukti dengan adanya bangkai anak mencit yang mati didalam kandang yang digunakan untuk pemeliharaan. Keadaan seperti ini sering disebut dengan kanibalisme. Sifat kanibalisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor genetik dan faktor lingkungan seperti kekurangan air atau nutrien lain. Pada saat anak mencit mencapai umur lepas sapih (21 hari), kemudian induk yang akan diambil sampel darahnya dalam keadaan normal. Ketika dilakukan pengambilan sampel darahnya, induk mengalami cekaman, terbukti dengan induk yang selalu bergerak meskipun telah dilemahkan dengan larutan eter. Hal ini mengakibatkan terhambat atau gagalnya pengambilan sampel darah, sehingga pengambilannya dilakukan secara berulang kali dari seekor individu yang sama. Efek dari semua ini yaitu kondisi darah mengalami lisis. Ransum Penelitian Ransum seimbang adalah porsi ransum yang mengandung zat makanan yang cukup untuk kesehatan, pertumbuhan dan reproduksi. Ransum mencit yang digunakan dalam penelitian disusun atau dibuat berdasarkan kebutuhan nutrisi mencit pada NRC (1995), dan bahan makanan penyusunnya terdiri dari tepung ikan, bungkil kedelai, dedak padi, tepung jagung, minyak goreng dan premiks, sedangkan daun Torbangun yang digunakan untuk bahan pembuat SDT diperoleh dari kebun sayur didaerah Cijeruk. Hasil perhitungan ransum mengandung 19% protein kasar, 21

34 7,25% serat kasar, 7,09% lemak. Hasil analisis proksimat dari ransum dan tepung sop daun Torbangun (SDT) yang digunakan pada penelitian tersaji pada Tabel 8. Kualitas nutrisi bahan makanan merupakan faktor utama dalam pemilihan dan penggunaannya sebagai sumber zat makanan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi (Herman, 2003). Oleh karena itu, bahan makanan yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan atas kebutuhan mencit agar kebutuhan pokok dan produksinya tercukupi. Tabel 8. Kandungan Nutrisi Tepung Sop Daun Torbangun dan Ransum Penelitian Bahan dan Ransum Perlakuan BK Abu LK PK SK Ca Fe...%... SDT Kering 95,01 21,07 8,27 4,78 4,17 0,87 0,41 R0 92,08 6,64 8,67 15,14 7,35 0,09 0,23 R1 91,29 7,01 8,54 14,92 7,12 0,13 0,26 R2 91,38 7,89 8,50 14,78 7,23 0,20 0,32 R3 92,15 8,62 7,91 14,72 7,37 0,23 0,35 Keterangan : SDT = Sop daun Torbangun, R0 = (Tanpa SDT), R1 = (R0+2,5% SDT), R2 = (R0+5,0% SDT), R3 = (R0+7,5% SDT), BK = Bahan kering, LK = Lemak kasar, PK = Protein kasar, SK = Serat Kasar Sumber : Laboratorium Ilmu Hayati dan Bioteknologi Pusat Antar Universitas, IPB (2008) Hasil analisis proksimat ransum penelitian menunjukkan, bahwa ransum yang disubstitusi SDT dengan taraf berbeda mengakibatkan komposisi nutrisi didalam ransum menjadi berubah (Tabel 8). Ransum dengan taraf substitusi SDT yang semakin tinggi mengakibatkan terjadinya kenaikan kandungan abu. Tingginya kandungan abu pada ransum disebabkan oleh kandungan abu dari SDT yang tinggi, yaitu 21,07%. Kandungan abu dalam ransum penelitian (6,64-8,62%) jauh diatas batas ideal yang disarankan oleh Smith dan Mangkoewidjojo (1988) yaitu 5%. Ransum perlakuan mengandung lemak masing-masing 8,67; 8,54; 8,50 dan 7,91%. Kadar lemak ransum yang tinggi disebabkan oleh tingginya kandungan lemak baik pada ransum kontrol maupun SDT. Kadar lemak yang melebihi target dapat disebabkan oleh bahan makanan penyusun ransum yaitu minyak goreng curah yang kandungannya 100% lemak, juga dapat disebabkan oleh santan yang merupakan bahan pembuat SDT. Kandungan lemak pada santan murni adalah 34,3%. 22

35 Konsentrasi santan yang digunakan dalam SDT lebih dari 50% atau tepatnya 525 ml dari 825 gram SDT (Marlina, 2007). Berbeda dengan lemak, prosentase protein ransum menjadi rendah karena kandungan protein dalam bahan pengganti yaitu SDT adalah cukup rendah (4,78%) juga disebabkan oleh proses pemanasan diatas suhu 45 o C sehingga sebagian protein mengalami kerusakan. Meskipun kandungan protein semakin menurun akibat substitusi SDT, namun perbedaannya tidak nyata. Berdasarkan komposisi R0 yang dibuat, kandungan protein seharusnya adalah 19%, cukup untuk kebutuhan reproduksi mencit. Penurunan kandungan protein terjadi karena bahan makanan penyusun ransum tidak sesuai kandungan nutrisinya dengan literatur yang digunakan, misalnya tepung ikan yang seharusnya mengandung minimal 60% protein, ternyata tepung ikan yang beredar di Indonesia hanya mengandung 40% protein. Selain itu, kandungan protein yang meleset dari estimasi awal adalah akibat proses pengolahan yang telah dialami oleh ransum. Dalam proses pembentukan pelet, ransum dihomogenkan dengan air panas (suhu 60 o C) agar ransum dapat memadat, kemudian ransum dimasukkan kedalam mesin cetak. Didalam mesin cetak, ransum mengalami pemanasan kembali kira-kira suhu 100 o C. Setelah ransum terbentuk menjadi pelet, ransum juga mengalami pemanasan didalam oven pada suhu 60 o C selama 24 jam untuk menghindari ketengikan. Proses ini mengakibatkan kandungan lemak (7,91-8,67%) dan protein ransum (14,72-15,14%) tidak sesuai dengan kebutuhan mencit yang direkomendasikan NRC (1995) yaitu masing-masing 5 dan 18%. Kandungan serat kasar yang terdapat dalam ransum penelitian (7,12-7,37%) sesuai dengan kadar serat kasar yang dianjurkan oleh NRC (1995), yaitu 7%. Rataan kandungan serat kasar dalam ransum kontrol dan ransum yang mengandung SDT adalah 7%, hal ini disebabkan dari kandungan serat kasar pada bahan makanan penyusun ransum yang digunakan seperti dedak padi yang mengandung serat kasar 13%. Kandungan mineral kalsium (Ca) yang terkandung dalam ransum perlakuan menunjukkan peningkatan seiring dengan meningkatnya taraf substitusi SDT dalam ransum. Meskipun demikian, kandungan Ca yang terdapat dalam ransum perlakuan (0,09-0,23%) masih dibawah kebutuhan mencit yang direkomendasikan oleh NRC (1995) yaitu 0,5%. Damanik et al. (2006) menyebutkan bahwa daun Torbangun yang 23

36 telah diolah dalam bentuk sop (SDT) mengandung Ca sebesar 393,1 mg/150 gram. Hal ini mengindikasikan bahwa, hipotesis tentang daun Torbangun sebagai sumber Ca belum tepat, karena kandungan Ca yang rendah. Kandungan mineral besi (Fe) juga semakin tinggi dengan taraf substitusi SDT yang semakin tinggi pula, tetapi kandungan Fe yang terdapat dalam ransum perlakuan (0,23-0,35%) telah melebihi kebutuhan Fe dalam ransum mencit, sesuai dengan rekomendasi NRC (1995) yang menyatakan, bahwa mencit hanya membutuhkan Fe sekitar 35 mg/kg ransum. Konsumsi Ransum Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi oleh hewan dalam jangka waktu tertentu. Konsumsi ransum diperoleh dari selisih antara jumlah ransum yang diberikan dengan jumlah ransum yang tersisa. Bersamaan dengan pengamatan konsumsi ransum akan dihitung juga besarnya konsumsi protein, Ca dan Fe yang hasilnya tersaji pada Tabel 9. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rataan konsumsi ransum selama penelitian adalah sebesar 7,81±2,92 g/ekor/hari. Hasil ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Smith dan Mangkoewidjojo (1988) yaitu mencit bunting dan laktasi dapat mengkonsumsi ransum lebih banyak daripada 5 g/ekor/hari. Mencit yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit bunting dan beranak pertama kali. Menurut Syarief dan Sumoprastowo (1994) ransum yang dikonsumsi induk akan digunakan untuk produksi air susu dan untuk pertumbuhan bobot badan induk itu sendiri. Konsumsi ransum induk dan konsumsi protein, Ca dan Fe menurut perlakuan selama penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9. Ransum Perlakuan Table 9. Rataan Konsumsi Ransum Induk, Protein, Kalsium dan Besi Konsumsi Bahan Kering Protein Ca Fe...g/ekor/hari... R0 5,300±1,880 A 0,800±0,280 A 0,010±0,002 A 0,010±0,004 A R1 10,560±1,920 B 1,580±0,290 B 0,020±0,010 B 0,030±0,010 B R2 9,880±1,990 B 1,460±0,290 B 0,020±0,004 B 0,030±0,010 B R3 5,550±1,190 A 0,820±0,180 A 0,010±0,003 AB 0,020±0,004 A Rataan 7,810±2,920 1,160±0,430 0,014±0,010 0,020±0,010 Keterangan : - R0=(Tanpa SDT), R1=(R0+2,5% SDT), R2=(R0+5,0% SDT), R3=(R0+7,5% SDT) - Superskrip dengan huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama masing-masing menunjukkan hasil yang sangat nyata (P<0,01) 24

PROFIL MINERAL KALSIUM (Ca) DAN BESI (Fe) MENCIT (Mus musculus) LAKTASI DENGAN PERLAKUAN SOP DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus L.)

PROFIL MINERAL KALSIUM (Ca) DAN BESI (Fe) MENCIT (Mus musculus) LAKTASI DENGAN PERLAKUAN SOP DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus L.) PROFIL MINERAL KALSIUM (Ca) DAN BESI (Fe) MENCIT (Mus musculus) LAKTASI DENGAN PERLAKUAN SOP DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus L.) SAEPAN JISMI D14104087 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

PENAMBAHAN DAUN KATUK

PENAMBAHAN DAUN KATUK PENAMBAHAN DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr) DALAM RANSUM PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT REPRODUKSI DAN PRODUKSI AIR SUSU MENCIT PUTIH (Mus musculus albinus) ARINDHINI D14103016 Skripsi ini merupakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Kandang Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Kandang Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan yaitu pada bulan November 2009 sampai dengan Maret 2010, bertempat di kandang A, kandang sapi perah Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus)

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus) TINJAUAN PUSTAKA Mencit (Mus musculus) Mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia hasil domestikasi dari mencit liar yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan pada laboratorium, yaitu sekitar

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus sampai dengan 30 September 2015. Kegiatan penelitian ini bertempat di P.T. Naksatra Kejora Peternakan Sapi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitan dengan judul Tampilan Protein Darah Laktosa dan Urea Susu akibat Pemberian Asam Lemak Tidak Jenuh Terproteksi dan Suplementasi Urea pada Ransum Sapi FH dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2009 di Laboratorium Pemulian Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, sedangkan analisis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Kec. Binjai Kota Sumatera Utara. Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari bulan Oktober sampai

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI SRINOLA YANDIANA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan kadar protein dan energi berbeda pada kambing Peranakan Etawa bunting dilaksanakan pada bulan Mei sampai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung limbah kecambah kacang hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B dan analisis plasma di Laboratorium Nutrisi Ternak Kerja dan Olahraga Unit

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16-50 Hari dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penyusunan ransum bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Pembuatan pakan bertempat di Indofeed. Pemeliharaan kelinci dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu 28 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian tentang pengaruh penambahan level protein dan probiotik pada ransum itik magelang jantan periode grower terhadap kecernaan lemak kasar dan energi metabolis dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang sudah lama dikenal di Indonesia, tetapi bukan tanaman asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini tumbuh dan menyebar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian eksperimen, yaitu penelitian yang dilakukan dengan memberikan perlakuan (treatment) terhadap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi Pembuatan biskuit limbah tanaman jagung dan rumput lapang dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2010, bertempat di kandang C Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan 14 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada ternak domba dan 2)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dengan melakukan persiapan dan pembuatan ransum di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di CV. Mitra Mandiri Sejahtera Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jarak lokasi kandang penelitian dari tempat pemukiman

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Penelitian Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang berumur 2 minggu. Puyuh diberi 5 perlakuan dan 5 ulangan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan yaitu Domba Garut betina umur 9-10 bulan sebanyak

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan yaitu Domba Garut betina umur 9-10 bulan sebanyak 24 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Ternak Penelitian, Ternak yang digunakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Metabolisme Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor mulai bulan Oktober sampai dengan Nopember 2011. Tahapan meliputi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat 36 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yaitu mulai 8 Maret sampai 21 Agustus 2007 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam Pedaging adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Kelinci, Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, yaitu pada bulan Agustus 2012 sampai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai Agustus 2011 di Laboratorium Lapang (Kandang B) Bagian Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah ayam petelur strain Lohman yang berumur 20 bulan. Ternak sebanyak 100 ekor dipelihara

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Domba Indocement Citeureup, Bogor selama 10 minggu. Penelitian dilakukan pada awal bulan Agustus sampai pertengahan bulan Oktober

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak 8 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian keluaran kreatinin pada urin sapi Madura yang mendapat pakan dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

Lebih terperinci

SKRIPSI BUHARI MUSLIM

SKRIPSI BUHARI MUSLIM KECERNAAN ENERGI DAN ENERGI TERMETABOLIS RANSUM BIOMASSA UBI JALAR DENGAN SUPLEMENTASI UREA ATAU DL-METHIONIN PADA KELINCI JANTAN PERSILANGAN LEPAS SAPIH SKRIPSI BUHARI MUSLIM PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pelaksanaan penelitian mulai bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Pembuatan pakan dilaksanakan di CV. Indofeed. Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Pakan Zat Penghambat Kerusakan Peralatan Bahan Kimia Tempat Penyimpanan

METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Pakan Zat Penghambat Kerusakan Peralatan Bahan Kimia Tempat Penyimpanan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai pada bulan September hingga bulan Desember 2008 dan berlokasi di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. karena penelitian ini dilakukan dengan membuat manipulasi yang diatur

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. karena penelitian ini dilakukan dengan membuat manipulasi yang diatur BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen karena penelitian ini dilakukan dengan membuat manipulasi yang diatur kondisinya terhadap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan dari bulan April sampai dengan Desember 2011. Lokasi pemeliharaan pada penelitian ini bertempat di Laboratorium Lapang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September 16 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September 2012 yang bertempat di Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus. Analisis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul performans darah kambing peranakan ettawa dara

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul performans darah kambing peranakan ettawa dara 11 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian yang berjudul performans darah kambing peranakan ettawa dara yang diberi ransum dengan tambahan urea yang berbeda ini telah dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober sampai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE P1U4 P1U1 P1U2 P1U3 P2U1 P2U2 P2U3 P2U4. Gambar 1. Kambing Peranaka n Etawah yang Diguna ka n dalam Penelitian

MATERI DAN METODE P1U4 P1U1 P1U2 P1U3 P2U1 P2U2 P2U3 P2U4. Gambar 1. Kambing Peranaka n Etawah yang Diguna ka n dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan pada bulan Juni sampai September 2011 bertempat di Peternakan Kambing Darul Fallah - Ciampea Bogor; Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL 6 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL Darah Itik Peking yang Diberi Tepung Temu Hitam dilaksanakan 31 Desember 2015 s.d 1 Februari 2016 di Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN 39 MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai dengan Juni 2008 di PT IndoAnilab, Bogor. Penelitian berlangsung tiga tahap, yaitu tahap pertama

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Hewan Coba dan Pemeliharaannya 3.3. Alat dan Bahan

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Hewan Coba dan Pemeliharaannya 3.3. Alat dan Bahan 19 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010 di Kandang Unit Hewan Laboratorium, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DA METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan telur terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi bungkil kedelai dalam ransum terhadap persentase karkas, kadar lemak daging,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Diponegoro, Semarang. Kegiatan penelitian berlangsung dari bulan Mei hingga

BAB III MATERI DAN METODE. Diponegoro, Semarang. Kegiatan penelitian berlangsung dari bulan Mei hingga 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang komposisi kimiawi tubuh sapi Madura jantan yang diberi level pemberian pakan berbeda dilaksanakan di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah, Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan akan ketersediaan makanan yang memiliki nilai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode

MATERI DAN METODE. Metode MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Peternakan Kambing Perah Bangun Karso Farm yang terletak di Babakan Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis pakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 6

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 6 12 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 6 Maret 2016 di Kelompok Tani Ternak Wahyu Agung, Desa Sumogawe, Kecamatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 C. Suhu kandang

Lebih terperinci

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN 1 KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB Zat makanan adalah unsur atau senyawa kimia dalam pangan / pakan yang dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Terpadu, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung dan Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang berkembang pesat. Pada 2013 populasi broiler di Indonesia mencapai 1.255.288.000 ekor (BPS,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase Terfermentasi Terhadap Konsumsi Pakan, Konversi Pakan dan Pertambahan Bobot

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September sampai dengan Oktober 2012 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September sampai dengan Oktober 2012 di 23 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada September sampai dengan Oktober 2012 di Kandang Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya teknologi di segala bidang merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Diantara sekian banyaknya kemajuan

Lebih terperinci