FAKTOR DETERMINAN FUNGSI PENGHIDU PENDERITA RINITIS ALERGI MENGGUNAKAN SNIFFIN STICKS TEST
|
|
- Harjanti Lesmono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 FAKTOR DETERMINAN FUNGSI PENGHIDU PENDERITA RINITIS ALERGI MENGGUNAKAN SNIFFIN STICKS TEST DETERMINANT FACTOR OLFACTORY FUNCTION IN ALLERGIC RHINITIS USING THE SNIFFIN STICKS TEST Ied Rakhma 1, Amsyar Akil 1, Qadar Punagi 1 1Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher, Fakultas Kedokteran,Universitas Hasanuddin, Makassar Alamat korespondensi : dr. Ied Rakhma Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, HP : i3drh@yahoo.com
2 2 Abstrak Fungsi penghidu sangat berperan dalam aspek nutrisi dan penting untuk mempertahankan gaya hidup yang sehat. Saat ini belum adanya data mengenai fungsi penghidu pada pasien-pasien rinitis alergi (RA). Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode cross sectional bertujuan menilai faktor determinan fungsi penghidu (umur, jenis kelamin dan kebiasaan merokok) pada pasien RA menggunakan pemeriksaan Sniffin sticks test yaitu menilai. ambang, diskriminasi, dan identifikasi (ADI). Penelitian ini dilakukan pada 50 pasien RA yang datang berobat di poliklinik THT-KL RS Wahidin Sudirohusodo. Semua pasien yang memenuhi kriteria dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, nasoendoskopi, skin prick tes dan Sniffin Sticks test. Hasil penelitian didapatkan, jenis kelamin : Tidak ada perbedaan signifikan fungsi Ambang, Identifikasi dan ADI, Ada perbedaan signifikan fungsi Diskriminasi. Usia : Terdapat korelasi negatif yang signifikan antara Usia dengan fungsi Ambang. Kebiasaan merokok: Ada perbedaan signifikan fungsi Identifikasi dan ADI. Fungsi Identifikasi dan ADI paling rendah pada perokok berat. Tidak ada perbedaan signifikan fungsi Ambang dan Diskriminasi. Kata kunci: Rinitis alergi, fungsi penghidu, Sniffin sticks Abstrack The olfactory function plays an important role in the nutritional aspects and it is important to maintain a healthy lifestyle. The current lack of data on olfactory function in patients with AR. This study with cross sectional method., aimed to assess the olfactory function is the determinant factor of sex, age and smoking habits in patient with AR using the Sniffin Sticks test examination that assesses threshold, discrimination and identification (TDI). This study was conducted on 50 AR patients who come for treatment at the ENT department of dr. Wahidin Sudirohusodo hospital. We perform history taking, ENT examination, nasoendoskopi, skin prick test and sniffin sticks test. The result showed discrimination function. Sex : correlation is not significant between threshold, identification and TDI, a significant correlation in discrimination function. Age : there is a significant negative correlation between age and threshold functions. Smoking habits : there was a significant difference between identification function and TDI. Identification function and ADI. Lowest identification function in heavy smokers. There is no significant difference between threshold and discrimination function. Key word : Allergic rhinitis, olfactory function, sniffin sticks test
3 3 PENDAHULUAN Fungsi penghidu dan pengecapan sangat berperan dalam aspek nutrisi dan penting untuk mempertahankan gaya hidup yang sehat, fungsi penghidu memegang peranan penting dalam mendeteksi aroma, merasakan makanan serta menghidu bau yang ada di sekitar kita misalnya saat ada kebakaran atau kebocoran gas. Gangguan fungsi penghidu dapat membuat orang mengalami depresi dan dapat mengganggu fungsi sosial (Lalwani, 2004; Mangunkusumo, 2007). Fungsi penghidu yang baik sangat dibutuhkan oleh orang-orang yang pekerjaannya mengandalkan fungsi penghidu, seperti anggota pemadam kebakaran, juru masak, tukang pipa, pekerja pabrik bahan kimia dan lain sebagainya (Doty,2003; Eibenstein dkk,2005). Gangguan penghidu dapat sekunder akibat proses perjalanan penyakit atau bisa juga sebagai keluhan primer. Secara keseluruhan, penyebab gangguan penghidu adalah penyakit pada rongga hidung dan/atau sinus. Proses inflamasi atau peradangan seperti rinitis termasuk rinitis alergi, rinitis akut atau rinitis toksik ( Frye, 1990; Leopold,2006). Rinitis alergi (RA) merupakan reaksi inflamasi pada mukosa hidung akibat reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang diperantarai oleh lg E (Gell & Comb tipe I) ditandai oleh trias gejala yaitu bersin-bersin, rinore encer, obstruksi nasi, selain dapat juga ditemukan penyerta lain seperti gatal pada hidung, mata, tenggorok, dan telinga. Saat ini WHO Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma (ARIA) tahun 2008 mengklasifikasikan RA menjadi rinitis alergi intermiten (RAI) dan rinitis alergi persisten (RAP). Derajat beratnya RA dinilai berdasarkan beratnya gejala dan dampaknya terhadap aktivitas harian (bekerja, aktivitas sosial, maupun aktivitas tidur). Derajat ringan apabila tidak didapatkan hambatan dalam beraktivitas, sedang-berat bila terdapat satu atau lebih hambatan (Bousquet,2008; Irawati,2007). Data dari studi epidemiologi dilaporkan sekitar 10% - 25% dari seluruh populasi dunia menderita RA, diduga angka prevalensi ini mencapai 40% dan terus meningkat. Gangguan penghidu dapat muncul pada sekitar 21% sampai 23% pasien RA (Bachau, 2005). Di Indonesia, sekitar 10%-26% pengunjung poliklinik THT di beberapa rumah sakit besar datang dengan keluhan RA. Pada unit rawat jalan Alergi Imunologi THT RS dr. Wahidin Sudirohusodo selama 2 tahun ( ) didapatkan 64,4% pasien RA dari 236 pasien yang menjalani tes cukit kulit (Skin Prick Test) (Rahmawati, 2008). Pemeriksaan olfaktorius terbagi dua, yaitu pemeriksaan olfaktorius subjektif dan objektif. Pemeriksaan olfaktorius subjektif dilakukan menggunakan alat test yang siap pakai, misalnya
4 4 Sniffin Sticks. Sniffin Sticks menggunakan sejumlah pulpen n-butanol yang berbentuk pulpen dan mengandung bau dengan konsentrasi yang berbeda. Melalui penggunaan alat ini, kemampuan mendeteksi ambang bau, membedakan bau-bau yang berlainan (diskriminasi) serta kemampuan mengidentifikasi bau dapat dinilai. Pemeriksaan olfaktorius objektif yaitu odor event-related potensials (OERPs) dan electro-olfactogram (EOG) (Lay,2003; Benedetto,2007; Doty,2006). Menurut Ardianti NE, karakteristik nilai fungsi penghidu pada penderita rinitis alergi di Divisi Alergi-Imunologi poliklinik THT RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo berdasarkan pemeriksaan Sniffin sticks didapatkan nilai ambang 0,25, nilai diskriminasi 7,00, nilai identifikasi 10,10, serta nilai ADI 23,50 (Ardianti NE, 2011). Faktor determinan fungsi penghidu adalah usia, jenis kelamin dan kebiasaan merokok. Daya penghidu yang hilang atau berkurang terjadi pada kira-kira 1% pada mereka yang berusia di bawah 60 tahun dan lebih 50% pada mereka yang berusia lebih dari 60 tahun (Lalwani,2004; Leopold,2006). Sensitivitas penghidu pada wanita diketahui lebih tinggi dibandingkan pria karena adanya faktor hormonal (Katotomichelakis, 2007). Kebiasaan merokok berhubungan dengan kemampuan mengidentifikasi bau dan sifat hubungannya adalah bergantung dari jumlah rokok yang dikonsumsi menurut Frye dkk (Frye, 1990). Besarnya jumlah pasien RA yang berobat ke poliklinik THT divisi Alergi-Imunologi RS dr. Wahidin Sudirohusodo, belum adanya data mengenai fungsi penghidu pada pasien-pasien RA dan faktor determinan yang mempengaruhi fungsi penghidu oleh karena belum tersedianya alat untuk pemeriksaan fungsi penghidu tersebut di Makassar mendasari peneliti untuk menilai faktor determinan fungsi penghidu pada penderita RA menggunakan Sniffin sticks.tujuan penelitian ini adalah Menilai faktor determinan fungsi penghidu menggunakan sniffin sticks Test pada pasien RA di Makassar.
5 5 BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan dari bulan September 2013 sampai bulan Februari 2014 di poliklinik THT-KL RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Desain penelitian ini adalah cross sectional. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah semua pasien yang berumur tahun yang datang berobat di poliklinik THT-KL RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar selama masa penelitian. Sampel penelitian sebanyak 50 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan bersedia ikut dalam penelitian ini. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan setelah sebelumnya mendapatkan rekomendasi persetujuan dari komisi etik penelitian biomedis pada manusia Fakultas Kedokteran UNHAS Makassar. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis THT, nasoendoskopi dan skin prick test pada sampel penelitian, kemudian dilakukan pemeriksaan fungsi penghidu menggunakan Sniffin Sticks Test. Metode Analisa Data Analisis data menggunakan program computer. Hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel dan atau grafik disertai penjelasannya. Hasil uji normalitas data terhadap variabel penelitian yang bersifat numerik, menunjukkan bahwa variabel Ambang yang memiliki data tidak berdistribusi normal (p<0,01), sedangkan lainnya berdistribusi normal. Dengan demikian, maka dalam analisis statistik terhadap variabel Ambang akan digunakan uji non-parametrik. HASIL Karakteristik Sampel Penelitian ini melibatkan 50 subjek RA dengan perolehan jumlah subjek laki-laki lebih banyak, dan rerata usia tahun sebagai nilai tengah. Keluhan rinorea merupakan keluhan terbanyak yang dirasakan oleh subjek, diikuti secara berurutan bersin-bersin dan hidung tersumbat. Mayoritas subjek memiliki tingkat pendidikan SMA dan S1. Sebagian besar subjek tidak memiliki kebiasaan merokok. Pada penelitian ini telah ditetapkan 21 subjek dengan RAI ringan, 6 subjek dengan RAI sedang-berat, 14 subjek dengan RAP ringan dan 9 subjek dengan RAP sedang-berat. Pada tabel 1 diperlihatkan sebaran jumlah subjek berdasarkan diagnosis dari ARIA Pada seluruh subjek RA diperoleh jumlah terbanyak adalah subjek dengan RAI
6 6 ringan. Fungsi Penghidu menurut Jenis Kelamin menggambarkan ada perbedaan signifikan fungsi Diskriminasi menurut Jenis Kelamin (p<0,05). Fungsi Diskriminasi pada laki-laki lebih rendah dibandingkan perempuan. Tidak ada perbedaan signifikan fungsi Ambang, Identifikasi dan ADI menurut Jenis Kelamin (masing-masing dengan nilai p>0,05) (tabel 2). Fungsi Penghidu menurut kebiasaan merokok Terdapat perbedaan signifikan fungsi Identifikasi dan ADI menurut Merokok (masing-masing dengan p<0,05 dan p<0,01). Fungsi Identifikasi dan ADI paling rendah pada perokok berat. Tidak ada perbedaan signifikan fungsi Ambang dan Diskriminasi menurut kebiasaan merokok (masing-masing dengan nilai p>0,05) (tabel 3). Korelasi Usia dengan Fungsi Penghidu Terdapat korelasi negatif yang signifikan antara Usia dengan fungsi Ambang (p<0,001). Semakin tua usia semakin rendah nilai fungsi Ambang. Tidak ada korelasi signifikan antara Usia dengan fungsi Diskriminasi, Identifikasi dan ADI (masingmasing dengan nilai p>0,05) (tabel 4) PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan fungsi Ambang, Identifikasi dan ADI menurut Jenis Kelamin (masing-masing dengan nilai p>0,05) Ada perbedaan signifikan fungsi Diskriminasi menurut Jenis Kelamin (p<0,05). Fungsi Diskriminasi pada laki-laki lebih rendah dibandingkan perempuan. Penelitian oleh Ardianti NE, 2011 terdapat 40 subjek dengan perolehan jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Kadi menyatakan tidak adanya perbedaan bermakna pada usia antara laki-laki dan perempuan (p > 0,05). Dhong dkk seperti dikutip oleh Katotomichelakis meneliti efek positif estrogen dalam mencegah terjadinya gangguan fungsi penghidu dimana penggunaan kontrasepsi oral tampaknya memberikan efek protektif terhadap terjadinya gangguan ini. Namun suatu studi oleh Hummel dkk tahun 2010 yang mengukur secara kuantitatif penghidu menggunakan Sniffin sticks sebanyak dua kali, dengan interval sekitar satu tahun, didapatkan bahwa perbedaan jenis kelamin tidak menyebabkan adanya perbedaan status fungsi penghidu. Oleh sebab itu dibutuhkan penelitian lebih lanjut hubungan antara fungsi penghidu dan jenis kelamin. Pada penelitian ini Terdapat korelasi negatif yang signifikan antara Usia dengan fungsi Ambang (p<0,001). Semakin tua usia semakin rendah nilai fungsi Ambang. Studi yang dilakukan Katotomichelakis dkk 17 serta Hummel dkk. menyebutkan bahwa fungsi penghidu berhubungan dengan usia dimana bertambahnya usia akan menyebabkan fungsi penghidu
7 7 menurun, terutama di atas usia 65 tahun. Hal tersebut dapat dijelaskan karena faktor fisiologik, dimana pertambahan usia akan mempengaruhi memori ataupun atensi pasien. Faktor lain adalah adanya perubahan morfologi mukosa hidung seperti aliran darah serta metabolisme yang menurun, meningkatnya viskositas mukus, serta penurunan respon terhadap stimulasi otonom. Penurunan fungsi penghidu merupakan hasil akumulasi dari faktor-faktor tersebut yang menyebabkan epitelium olfaktori menjadi rentan karena sudah tidak dapat lagi melakukan regenerasi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Robinson dkk serta Conley dkk, dikutip oleh Litvack menyatakan bahwa terdapat peningkatan ekspresi gen pro-apoptosis pada mukosa olfaktori hewan percobaan mencit yang sudah tua serta kematian sel reseptor neuron olfaktori yang meningkat. Banyak penelitian yang menduga adanya efek samping merokok pada kemampuan menghidu. Studi pada hewan percobaan menunjukkan bahwa paparan terhadap asap rokok sebanyak satu atau dua kali setiap harinya selama enam hingga sembilan hari, dapat menyebabkan perubahan anatomi di dalam epitelium olfaktori, termasuk berkurangnya jumlah serta ukuran dari silia. Terdapat 13 subjek yang merokok pada penelitian ini, 3 subjek perokok ringan, 4 subjek perokok sedang dan 6 subjek perokok berat. Ada perbedaan signifikan fungsi Identifikasi dan ADI menurut Merokok (masing-masing dengan p<0,05 dan p<0,01). Fungsi Identifikasi dan ADI paling rendah pada perokok berat. Tidak ada perbedaan signifikan fungsi Ambang dan Diskriminasi menurut Merokok (masing-masing dengan nilai p>0,05). Frye dkk pada tahun 1990 meneliti tentang kemampuan identifikasi odoran berdasarkan pemeriksaan UPSIT pada perokok. Hasil penelitiannya diperoleh bahwa kebiasaan merokok berhubungan dengan kemampuan mengidentifikasi odoran dan sifat hubungannya adalah bergantung dari jumlah rokok yang dikonsumsi (dose-related). KESIMPULAN DAN SARAN Karakteristik nilai fungsi penghidu pada seluruh subjek rinitis alergi di Makassar berdasarkan pemeriksaan Sniffin sticks didapatkan nilai mean : ambang 7,2; diskriminasi 12,1; identifikasi 12,4; serta nilai ADI 31,8. Terdapat perbedaan signifikan nilai ADI menurut hasil tes cukit kulit dimana nilai ADI yang rendah didapatkan pada RA persisten sedang-berat. Terdapat perbedaan signifikan fungsi diskriminasi menurut jenis kelamin. Fungsi diskriminasi pada lakilaki lebih rendah dibandingkan perempuan. Tidak ada perbedaan signifikan fungsi ambang,
8 8 identifikasi dan ADI menurut jenis kelamin. Terdapat korelasi negatif yang signifikan antara usia dan fungsi ambang. Semakin tua usia semakin rendah nilai fungsi ambang. Tidak ada korelasi signifikan antara usia dengan fungsi diskriminasi, identifikasi dan ADI. Terdapat perbedaan signifikan fungsi Identifikasi dan ADI berdasarkan kebiasaan merokok. Fungsi Identifikasi dan ADI paling rendah pada perokok berat. Tidak ada perbedaan signifikan fungsi Ambang dan Diskriminasi berdasarkan kebiasaan merokok. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mencari cut of poin dengan menggunakansampel yang besar, sesuai syarat untuk menghitung cut of poin. Penggunaan Sniffin Sticks Test perlu dilakukan pada setiap pasien yang telah terdiagnosis sebagai rinitis alergi untuk mengetahui nilai ambang, diskriminasi. Identifikasi dan ADI.Sebaiknya Sniffin Sticks Test dibuat di Indonesia agar sesuai dengan bau-bauan yang ada di Indonesia, mudah mendapatkannya dan harga terjangkau. UCAPAN TERIMAKASIH Peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini; khususnya kepada Dr. dr. Arifin Seweng, MPH dan Dr. dr. Susi Aulina, Sp.S(K), dan teman-teman sejawat peserta PPDS THT-KL FK-UNHAS. DAFTAR PUSTAKA Ardianti N.E. (2011). Gambaran Fungsi Penghidu dengan Sniffin Sticks pada Pasien Rinitis Alergi di Divisi Alergi-Imunologi Poliklinik THT RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo. Bachau V.,Durham S.R.(2005). Epidemiological characterization of the intermittent and persistent types of allergic rhinitis. Allergy. 60: Benedetto M.D. (2007). Chemosensory Evaluation Tests, Available from: Bousquet J., Khaltaev N., Cruz A.A., Denburg J, Fokkens W.J., Togias A, et al. (2008). Allergic rhinitis and its impact on asthma (ARIA) update (in collaboration with the World Health Organization, GA 2 LEN and AllerGen). Allergy. p Doty R.L. (2003). Assesment of Olfaction. In: Doty R.L., ed. Handbook of Olfaction and Gustation. New York: Marcel Dekker, Inc, p Doty R.L., Bromley S.M., Panganiban W.D.(2006).Olfactory function and dysfunction. In: Bailey B.J., Johnson J.T., Newlands S.D., editors. Head & Neck Surgery- Otolaryngology. Fourth edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins;. p Eibenstein A., Fioretti A.B., Lena C., Rosati N., Amabile G., Fusetti M. (2005). Modern psychophysical tests to assess olfactory function. Neurol Sci.p.26: Frye R.E., Schwartz B.S., Doty R.L. (1990). Dose-related effects of cigarette smoking on olfactory function. JAMA. p
9 9 Irawati N, Kasakeyan E, Rusmono N. (2007). Rinitis alergi. Dalam: Soepardi E.A., Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai penerbit FKUI.hal Lalwani A.K., (2004). Current Diagnosis and Treatment in Otolaryngology-Head and Neck Surgery,, McGraw Hill Inc : united States of America. Lay A.M., McGinley C.M. ( 2003). A Nasal Chemosensory Performance Test for Odor Inspectors,, A Nasal Chemosensory Performance Test for Odor Inspectors.pdf Leopold D.A., Holbrook E.N. (2006). Disorder of Taste and Smell, Mangunkusumo E,. (2007). Gangguan Penghidu. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok-Kepala leher. Edisi ke- 6. Jakarta. Balai penerbit FKUI.hal Rahmawati, Punagi, A.Q., Savitri,E.(2008). Relationship Between Rhinitis Severity, Skin Prick Test Reactivity and Mite-Specifik Imunoglobulin E in Allergic Rhinitis Patient in Makassar. The Indonesia Journal of Medical Science. Lampiran
10 10 Tabel 1. Statistik Diskriptif Fungsi Penghidu N Minimum Maximum Mean SD Ambang 50 2,5 10,0 7,2 1,7 Diskriminasi 50 6,0 15,0 12,1 1,8 Identifikasi 50 5,0 15,0 12,4 2,2 ADI 50 14,5 38,2 31,8 4,3 Tabel 2. Fungsi Penghidu menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin n Mean SD p Ambang 1 Laki-Laki 27 7,0 1,9 Perempuan 23 7,4 1,5 0,775 Diskriminasi 2 Laki-Laki 27 11,6 2,2 Perempuan 23 12,7 1,2 0,022 Identifikasi 2 Laki-Laki 27 12,1 2,4 Perempuan 23 12,8 1,9 0,259 ADI 2 Laki-Laki 27 30,8 4,7 Perempuan 23 33,0 3,5 0,071 Tabel 3. Fungsi penghidu menurut Usia Usia Ambang 1 R -0,448 P 0,001 Diskriminasi 2 R -0,060 P 0,681 Identifikasi 2 R -0,068 P 0,638 ADI 2 R -0,179 P 0,215 Tabel 4. Fungsi Penghidu menurut kebiasaan Merokok n Mean SD P Ambang 1 Tidak 37 7,6 1,5 Ringan 3 7,5,6 Sedang 4 6,3 1,3 0,211 Berat 6 5,3 2,2 Diskriminasi 2 Tidak 37 12,4 1,8 Ringan 3 11,3,6 Sedang 4 12,3 1,0 0,160 Berat 6 10,7 2,3 Identifikasi 2 Tidak 37 12,8 2,0 Ringan 3 14,0 1,7 Sedang 4 11,0,8 0,029 Berat 6 10,5 2,8 ADI 2 Tidak 37 32,8 3,7 Ringan 3 32,8,5 Sedang 4 29,5 1,0 0,009 Berat 6 27,0 6,2
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.
28 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian pulmonologi Ilmu
Lebih terperinciBAB 4 METODE PENELITIAN
31 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan leher 4.2. Rancangan Penelitian Desain penelitian
Lebih terperinciHasma Idris Nohong, Abdul Kadir, Muh. Fadjar Perkasa
1 PERBANDINGAN FUNGSI PENGHIDU PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS PRE DAN POST BEDAH SINUS ENDOSKOPI FUNGSIONAL (BSEF) MENURUT HASIL CT SCAN MENGGUNAKAN SNIFFIN STICKS TEST COMPARISON OLFACTORY FUNCTION IN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama
Lebih terperinciGambaran fungsi penghidu dengan Sniffin sticks pada pasien rinitis alergi
Laporan Penelitian Gambaran fungsi penghidu dengan Sniffin sticks pada pasien rinitis alergi *Nurul Endah Ardianti, *Nina Irawati, *Niken Lestari Poerbonegoro ** Saptawati Bardosono *Departemen Ilmu Kesehatan
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Rhinitis alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rhinitis alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang disebabkan mediasi oleh reaksi hipersensitifitas atau alergi tipe 1. Rhinitis alergi dapat terjadi
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher. Tempat : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
1 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya adalah bersin, hidung beringus (rhinorrhea), dan hidung tersumbat. 1 Dapat juga disertai
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA RIWAYAT ALERGI KELUARGA, LAMA SAKIT DAN HASIL TES KULIT DENGAN JENIS DAN BERATNYA RINITIS ALERGI ARTIKEL
HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT ALERGI KELUARGA, LAMA SAKIT DAN HASIL TES KULIT DENGAN JENIS DAN BERATNYA RINITIS ALERGI ARTIKEL Karya Tulis Ilmiah Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh
Lebih terperinciRINITIS ALERGI DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSU PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER Elia Reinhard
RINITIS ALERGI DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSU PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012 1 Elia Reinhard 2 O. I. Palandeng 3 O. C. P. Pelealu Kandidat skripsi Fakultas Kedokteran Universitas
Lebih terperinciPROFIL PASIEN RHINITIS ALERGI DI RUMAH SAKIT PHC SURABAYA TAHUN 2013
PROFIL PASIEN RHINITIS ALERGI DI RUMAH SAKIT PHC SURABAYA TAHUN 2013 SKRIPSI OLEH: Regita Binar Samanta NRP: 1523011041 PRODI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2014 PROFIL PASIEN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Definisi Rinitis Alergi (RA) menurut ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) merupakan reaksi inflamasi pada mukosa hidung akibat reaksi hipersensitivitas
Lebih terperinciABSTRAK GAMBARAN ALERGEN PASIEN RINITIS ALERGI DI POLIKLINIK THT RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN
ABSTRAK GAMBARAN ALERGEN PASIEN RINITIS ALERGI DI POLIKLINIK THT RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2012-2013 Rinitis alergi bukan merupakan penyakit fatal yang mengancam nyawa, namun dapat menyebabkan penurunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengetahui adanya makanan (Ship, 1996). mengalami gangguan penghidu (Doty et al, 2006). Di Austria, Switzerland
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia memiliki panca indera, dan salah satunya adalah penghidu. Penghidu adalah salah satu fungsi organ hidung (Guyton, 2003), dan merupakan bagian dari nervus cranial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi merupakan penyakit peradangan pada. sistem pernapasan yang disebabkan oleh reaksi alergi
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Rinitis alergi merupakan penyakit peradangan pada sistem pernapasan yang disebabkan oleh reaksi alergi pada anak yang memiliki atopi yang sebelumnya telah terpapar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. imunologis, yaitu akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alergi adalah suatu reaksi hipersensitivitas yang diawali oleh mekanisme imunologis, yaitu akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu, yang berikatan
Lebih terperinciABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah
ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah satu penyakit THT, Sinusitis adalah peradangan pada membran
Lebih terperinciBAB 4 METODE PENELITIAN. 3. Ruang lingkup waktu adalah bulan Maret-selesai.
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang lingkup keilmuan adalah THT-KL khususnya bidang alergi imunologi. 2. Ruang lingkup tempat adalah instalasi rawat jalan THT-KL sub bagian alergi
Lebih terperinciHubungan Klasifikasi Rinitis Alergi dengan Interleukin-5 pada Penderita Rinitis Alergi di RSUP. H. Adam Malik Medan
Lampiran 1 Lembar Penjelasan Subjek Penelitian Hubungan Klasifikasi Rinitis Alergi dengan Interleukin-5 pada Penderita Rinitis Alergi di RSUP. H. Adam Malik Medan Bapak/Ibu/Sdr./i yang sangat saya hormati,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinusitis adalah peradangan pada salah satu atau lebih mukosa sinus paranasal. Sinusitis juga dapat disebut rinosinusitis, menurut hasil beberapa diskusi pakar yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengganggu aktivitas sosial (Bousquet, et.al, 2008). Sebagian besar penderita
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rinitis alergi merupakan masalah kesehatan global dengan prevalensi yang terus meningkat serta dapat berdampak pada penurunan kualitas hidup penderitanya, berkurangnya
Lebih terperinciHUBUNGAN SKOR LUND-MACKAY CT SCAN SINUS PARANASAL DENGAN SNOT-22 PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS TESIS IRWAN TRIANSYAH
UNIVERSITAS ANDALAS HUBUNGAN SKOR LUND-MACKAY CT SCAN SINUS PARANASAL DENGAN SNOT-22 PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS TESIS IRWAN TRIANSYAH 1050310202 FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
Lebih terperinciFAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN RINOSINUSITIS PADA PENDERITA RINITIS ALERGI JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA
FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN RINOSINUSITIS PADA PENDERITA RINITIS ALERGI JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran
Lebih terperinciKUESIONER PENELITIAN RINITIS ALERGI
67 68 69 70 Lampiran 4 KUESIONER PENELITIAN RINITIS ALERGI Nama Jenis kelamin : L/P Pendidikan ANAMNESIS Berilah tanda silang (X) pada salah satu jawaban dari pertanyaan berikut : 1. Keluhan yang menyebabkan
Lebih terperinciHUBUNGAN PERILAKU MEROKOK TERHADAP KEKAMBUHAN RINITIS ALERGI ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH
HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK TERHADAP KEKAMBUHAN RINITIS ALERGI Association between smoking behavior of the recurrence allergic rhinitis ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti
Lebih terperinciHUBUNGAN RINITIS ALERGI DENGAN HASIL PENGUKURAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH
1 HUBUNGAN RINITIS ALERGI DENGAN HASIL PENGUKURAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI ASSOCIATION BETWEEN ALLERGIC RHINITIS WITH PEAK EXPIRATORY FLOW MEASUREMENT ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian
Lebih terperinciKata kunci : asap rokok, batuk kronik, anak, dokter praktek swasta
ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN ANGKA KEJADIAN BATUK KRONIK PADA ANAK YANG BEROBAT KE SEORANG DOKTER PRAKTEK SWASTA PERIODE SEPTEMBER OKTOBER 2011 Devlin Alfiana, 2011. Pembimbing I :
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis
BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis kronik yang berobat di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL. Selama penelitian diambil sampel sebanyak 50 pasien
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rinosinusitis kronik (RSK) merupakan inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih gejala, salah satunya
Lebih terperinciLampiran 1 Lembar Penjelasan Subjek Penelitian
Lampiran 1 Lembar Penjelasan Subjek Penelitian Hubungan Gejala Klinis Dengan Hasil Tes Cukit Kulit Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi di RS. H. Adam Malik Medan Bapak/Ibu/Sdr./i yang sangat saya hormati,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rinitis Alergi (RA) merupakan salah satu penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi alergen yang sama
Lebih terperinciKUALITAS HIDUP MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN DENGAN RINITIS ALERGI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG BERPENGARUH LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH
KUALITAS HIDUP MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN DENGAN RINITIS ALERGI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG BERPENGARUH LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil Karya Tulis Ilmiah
Lebih terperinciFaktor Risiko Rinitis Alergi Pada Pasien Rawat Jalan Di Poliklinik THT- KL Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh Tahun 2011
Faktor Risiko Rinitis Alergi Pada Pasien Rawat Jalan Di Poliklinik THT- KL Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh Tahun 2011 Nurjannah Abstrak. Prevalensi penyakit alergi dilaporkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit alergi sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I klasik dapat terjadi pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit alergi sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I klasik dapat terjadi pada individu dengan kecenderungan alergi setelah adanya paparan ulang antigen atau alergen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi inflamasi yang dimediasi oleh immunoglobulin E (IgE)
Lebih terperinciBAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat
BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik subyek penelitian Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat ringan, sedang-berat dengan rerata usia subyek 26,6 ± 9,2 tahun, umur
Lebih terperinciARTIKEL ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum
PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO RINITIS ALERGI PADA SISWA SEKOLAH UMUR 16-19 TAHUN DI KODYA SEMARANG (Studi Kasus pada Siswa SMA N 3 dan SMA N 12 Semarang ) PREVALENCE AND RISK FACTORS OF ALLERGIC RHINITIS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rinitis alergi merupakan penyakit imunologi yang sering ditemukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rinitis alergi merupakan penyakit imunologi yang sering ditemukan (Madiadipora, 1996). Berdasarkan studi epidemiologi, prevalensi rinitis alergi diperkirakan berkisar
Lebih terperinciKesehatan hidung masyarakat di komplek perumahan TNI LANUDAL Manado
Kesehatan hidung masyarakat di komplek perumahan TNI LANUDAL Manado 1 Anita R. Tangkelangi 2 Ronaldy E. C. Tumbel 2 Steward K. Mengko 1 Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS PADA WANITA DI RUMAH SAKIT HA. ROTINSULU BANDUNG PERIODE ARTIKEL
HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS PADA WANITA DI RUMAH SAKIT HA. ROTINSULU BANDUNG PERIODE 2011-2012 ARTIKEL Diajukan untuk memenuhi tugas akhir Fakultas Kedokteran
Lebih terperinciBAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi
29 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL PENELITIAN 4.1.1. Jumlah Sampel Penelitian Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi Semarang, didapatkan 44 penderita rinitis alergi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan permasalahan terkait kebiasaan merokok yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah batang rokok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rinitis alergi adalah salah satu penyakit manifestasi reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai oleh immunoglobulin E dengan mukosa hidung sebagai organ sasaran
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN
21 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian intervensi atau uji klinis dengan randomized controlled trial pre- & posttest design. Studi ini mempelajari
Lebih terperinciHUBUNGAN RINITIS ALERGI DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS AKUT EPISODE SERING ARTIKEL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH
1 HUBUNGAN RINITIS ALERGI DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS AKUT EPISODE SERING THE CORRELATION OF ALLERGIC RHINITIS WITH OFTEN EPISODES ACUTE UPPER RESPIRATORY TRACT INFECTION ARTIKEL PENELITIAN
Lebih terperinciABSTRAK. PERBANDINGAN KADAR HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN (hs-crp) PADA PEROKOK AKTIF BERAT, PEROKOK AKTIF RINGAN, DAN NONPEROKOK
ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN (hs-crp) PADA PEROKOK AKTIF BERAT, PEROKOK AKTIF RINGAN, DAN NONPEROKOK Anggitha Raharjanti, 2014. Pembimbing I: Adrian Suhendra,dr.,Sp.PK.,M.Kes.
Lebih terperinciPREVALENSI GEJALA RINITIS ALERGI DI KALANGAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN
PREVALENSI GEJALA RINITIS ALERGI DI KALANGAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN 2007-2009 Oleh: ILAVARASE NADRAJA NIM: 070100313 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rinosinusitis kronis (RSK) adalah penyakit inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung lebih dari 12 minggu. Pengobatan RSK sering belum bisa optimal
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis kronik yang berobat di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD Dr. Moewardi
Lebih terperinciProfil Pasien Rinosinusitis Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP DR.M.Djamil Padang
77 Artikel Penelitian Profil Pasien Rinosinusitis Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP DR.M.Djamil Padang Hesty Trihastuti, Bestari Jaka Budiman, Edison 3 Abstrak Rinosinusitis kronik adalah inflamasi kronik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. Rinitis alergika merupakan penyakit kronis yang cenderung meningkat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Rinitis alergika merupakan penyakit kronis yang cenderung meningkat tidak hanya di negara barat juga negara berkembang.dewasa ini rinitis alergika merupakan
Lebih terperinci4.3.1 Identifikasi Variabel Definisi Operasional Variabel Instrumen Penelitian
DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL...
Lebih terperinciPahmi Budiman Saputra Basyir 1, Teti Madiadipoera 1, Lina Lasminingrum 1 1
Angka Kejadian dan Gambaran Rinitis Alergi dengan Komorbid Otitis Media di Poliklinik Rinologi Alergi Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL RS Dr. Hasan Sadikin Pahmi Budiman Saputra Basyir 1, Teti Madiadipoera
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang kronik (RSK) merupakan inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung
Lebih terperinciSURVEI KESEHATAN HIDUNG PADA MASYARAKAT PESISIR PANTAI BAHU
SURVEI KESEHATAN HIDUNG PADA MASYARAKAT PESISIR PANTAI BAHU 1 Andreas R. Tumbol 2 R. E. C. Tumbel 2 Ora I. Palandeng 1 Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado 2 Bagian/SMF
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara berkembang.1 Berdasarkan data World Health
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan zat adiktif yang dapat mengancam kelangsungan hidup di negara maju maupun negara berkembang.1 Berdasarkan data World Health Organization (WHO) konsumsi
Lebih terperinciOleh: KHAIRUN NISA BINTI SALEH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Universitas Sumatera Utara
PREVALENSI PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS DENGAN RIWAYAT MEROKOK DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK (RSUP HAM) MEDAN PERIODE JANUARI 2009 DESEMBER 2009 Oleh: KHAIRUN NISA BINTI SALEH 070100443
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. Semarang Jawa Tengah. Data diambil dari hasil rekam medik dan waktu
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Kariadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karakteristik dua atau lebih gejala berupa nasal. nasal drip) disertai facial pain/pressure and reduction or loss of
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EP3OS) tahun 2012, rinosinusitis didefinisikan sebagai inflamasi pada hidung dan sinus paranasalis
Lebih terperinciFAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN RINOSINUSITIS PADA PENDERITA RINITIS ALERGI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH
FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN RINOSINUSITIS PADA PENDERITA RINITIS ALERGI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program
Lebih terperinciArtikel Penelitian. Abstrak. Abstract. Vivit Erdina Yunita, 1 Afdal, 2 Iskandar Syarif 3
705 Artikel Penelitian Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan Timbulnya Kejang Demam Berulang pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Anak RS. DR. M. Djamil Padang Periode Januari 2010 Desember 2012 Vivit
Lebih terperinciPERBEDAAN WAKTU TRANSPORTASI MUKOSILIAR HIDUNG PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS SETELAH DILAKUKAN BEDAH SINUS ENDOSKOPIK FUNGSIONAL DENGAN ADJUVAN
PERBEDAAN WAKTU TRANSPORTASI MUKOSILIAR HIDUNG PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS SETELAH DILAKUKAN BEDAH SINUS ENDOSKOPIK FUNGSIONAL DENGAN ADJUVAN TERAPI CUCI HIDUNG CAIRAN ISOTONIK NACL 0,9% DIBANDINGKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe I yang dipicu oleh alergen tertentu.
Lebih terperinciUJI VALIDITAS EORTC QLQ-H&N35 SEBAGAI ALAT UKUR KUALITAS HIDUP PENDERITA KANKER KEPALA LEHER DI MAKASSAR
UJI VALIDITAS EORTC QLQ-H&N35 SEBAGAI ALAT UKUR KUALITAS HIDUP PENDERITA KANKER KEPALA LEHER DI MAKASSAR VALIDITY EORTC QLQ-H&N35 AS QUALITY OF LIFE ASSESMENT TOOLOF HEAD AND NECK CANCER PATIENT IN MAKASSAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin meningkat dengan pesat di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam perkembangan industrialisasi dan
Lebih terperinci1 Mahasiswa pendidikan dokter FKIK UMY. 2 Bagian THT FKIK UMY
Determine The Effect Of Pungent Smell Exposure Toward Sense Of Smell And Nasal Obstruction Level In Metal Foundry Workers In The Ceper District Pengaruh Paparan Bau Menyengat Pada Daya Penciuman Dan Tingkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rhinitis berasal dari dua kata bahasa Greek rhin rhino yang berarti hidung dan itis yang berarti radang. Demikian rhinitis berarti radang hidung atau tepatnya radang
Lebih terperinciABSTRAK HUBUNGAN ANTARA SKOR COPD ASSESSMENT TEST (CAT), INDEKS BRINKMAN DAN FUNGSI PARU
ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA SKOR COPD ASSESSMENT TEST (CAT), INDEKS BRINKMAN DAN FUNGSI PARU Putri Ratriviandhani, 2016. Pembimbing I : J. Teguh Widjaja, dr., Sp.P., FCCP Pembimbing II : Jo Suherman, dr.,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah inflamasi saluran napas kecil. Pada bronkitis kronik terdapat infiltrat dan sekresi mukus di saluran pernapasan. Sedangkan
Lebih terperinciPROFIL PENDERITA ALERGI DENGAN HASIL SKIN PRICK TEST TDR POSITIF DI POLIKLINIK ALERGI-IMUNOLOGI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE
PROFIL PENDERITA ALERGI DENGAN HASIL SKIN PRICK TEST TDR POSITIF DI POLIKLINIK ALERGI-IMUNOLOGI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE 007-009 1 Novitasari Angle Sorisi G.J.P Wahongan 1 Kandidat Skripsi
Lebih terperinciABSTRAK. Kata Kunci: Gangguan Pendengaran, Audiometri
ABSTRAK Gangguan pendengaran merupakan ketidakmampuan secara parsial atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Deteksi dini berupa pemeriksaan audiometri banyak digunakan
Lebih terperinciBAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1. Kerangka Teori Genetik Alergen inhalan Polutan (NO, CO, Ozon) Respon imun hipersensitifitas tipe 1 Rinitis alergi Gejala Pengobatan
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rinitis alergi 2.1.1. Definisi Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang diinduksi oleh inflamasi yang diperantarai IgE (Ig-E
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. darah, efek terhadap paru, kekebalan tubuh hingga sistem reproduksi. 1 Meski
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok telah diketahui menjadi salah satu faktor risiko dari beberapa macam penyakit. Efek yang paling banyak ditimbulkan seperti pada sistem kardiovaskuler yang
Lebih terperinciABSTRAK GAMBARAN PENDERITA ASMA BRONKIALE BERKAITAN DENGAN RINITIS ALERGI. : dr. July Ivone, MKK, MPd. Ked
ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA ASMA BRONKIALE BERKAITAN DENGAN RINITIS ALERGI Ivan Selig Stianto, 2011. Pembimbing I Pembimbing II : dr. Jahja Teguh Widjaja, Sp.P, FCCP : dr. July Ivone, MKK, MPd. Ked Dalam
Lebih terperinciHubungan gejala dan tanda rinosinusitis kronik dengan gambaran CT scan berdasarkan skor Lund-Mackay
Laporan Penelitian Hubungan gejala dan tanda rinosinusitis kronik dengan gambaran CT scan berdasarkan skor Lund-Mackay Jeanny Bubun, Aminuddin Azis, Amsyar Akil, Fadjar Perkasa Bagian Ilmu Kesehatan Telinga
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pada saluran napas yang melibatkan banyak komponen sel dan elemennya, yang sangat mengganggu, dapat menurunkan kulitas hidup, dan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma dan rinosinusitis adalah penyakit yang amat lazim kita jumpai di masyarakat dengan angka prevalensi yang cenderung terus meningkat selama 20-30 tahun terakhir.
Lebih terperinciPemakaian obat bronkodilator sehari- hari : -Antikolinergik,Beta2 Agonis, Xantin,Kombinasi SABA+Antikolinergik,Kombinasi LABA +Kortikosteroid,,dll
LAMPIRAN 1 Lembaran Pemeriksaan Penelitian Nama : Umur :...tahun Tempat / Tanggal Lahir : Alamat : Pekerjaan : No telf : No RM : Jenis kelamin : 1. Laki laki 2. Perempuan Tinggi badan :...cm Berat badan
Lebih terperinciABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PENYAKIT KUSTA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE
ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PENYAKIT KUSTA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE 2011 2013 Kasus kusta di Indonesia tergolong tinggi dibandingkan Negara lain. Angka kejadian
Lebih terperinciBAB 5 HASIL DAN BAHASAN. adenotonsilitis kronik dengan disfungsi tuba datang ke klinik dan bangsal THT
32 BAB 5 HASIL DAN BAHASAN 5.1 Gambaran Umum Sejak Agustus 2009 sampai Desember 2009 terdapat 32 anak adenotonsilitis kronik dengan disfungsi tuba datang ke klinik dan bangsal THT RSUP Dr. Kariadi Semarang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan profil kesehatan provinsi Daerah Istimewa. Yogyakarta tahun 2012, penyakit infeksi masih menduduki 10
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Berdasarkan profil kesehatan provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2012, penyakit infeksi masih menduduki 10 besar penyakit baik di puskesmas maupun di bagian
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI PENELITIAN. : Ilmu penyakit kulit dan kelamin. : Bagian rekam medik Poliklinik kulit dan kelamin RSUP Dr.
33 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Lingkup ilmu : Ilmu penyakit kulit dan kelamin Lingkup lokasi : Bagian rekam medik Poliklinik kulit dan kelamin RSUP Dr. Kariadi Semarang Lingkup
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit jantung dan pembuluh darah. Berdasarkan laporan WHO tahun 2005, dari 58 juta kematian di dunia,
Lebih terperinciBAB 3 KERANGKA PENELITIAN
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual Dari hasil tinjauan kepustakaan serta kerangka teori tersebut serta masalah penelitian yang telah dirumuskan tersebut, maka dikembangkan suatu kerangka
Lebih terperinciHubungan Pergaulan Teman Sebaya Terhadap Tindakan Merokok Siswa Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung
The Relation Of Socially With Friends Againts Act Of Smoking Elementary School Students In District Panjang Bandar Lampung Firdaus, E.D., Larasati, TA., Zuraida, R., Sukohar, A. Medical Faculty of Lampung
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis menyebabkan beban
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rinosinusitis merupakan penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis menyebabkan beban ekonomi yang tinggi
Lebih terperinciPengaruh imunoterapi spesifik terhadap adenoid pada pasien rinitis alergi
Laporan Penelitian pada pasien rinitis alergi Nindya Pratita, Teti Madiadipoera, Sinta Sari Ratunanda, Arif Dermawan, Shinta Fitri Boesoirie Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok - Bedah Kepala
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bells Palsy adalah kelumpuhan atau kerusakan pada nervus facialis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bells Palsy adalah kelumpuhan atau kerusakan pada nervus facialis VII. Gejala tampak pada wajah, jika berbicara atau berekspresi maka salah satu sudut wajah tidak ada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,
Lebih terperinciFAKTOR PREDISPOSISI TERJADINYA RINOSINUSITIS KRONIK DI POLIKLINIK THT-KL RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
FAKTOR PREDISPOSISI TERJADINYA RINOSINUSITIS KRONIK DI POLIKLINIK THT-KL RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH Teuku Husni dan Amallia Pradista Abstrak. Rinosinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas rahmat-nya penulis dapat
i ii KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas rahmat-nya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir karya tulis ilmiah yang berjudul Hubungan Faktor Risiko Stroke Non Hemoragik Dengan Fungsi
Lebih terperinciTINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PENGUNJUNG DI LINGKUNGAN RSUP Dr. KARIADI TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KARYA TULIS ILMIAH
TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PENGUNJUNG DI LINGKUNGAN RSUP Dr. KARIADI TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK Studi Kasus di RSUP Dr. Kariadi Semarang JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidung dan sinus paranasal ditandai dengan dua gejala atau lebih, salah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EPOS) 2012, rinosinusitis kronis didefinisikan sebagai suatu radang hidung dan sinus paranasal
Lebih terperinciHUBUNGAN RINITIS ALERGI DENGAN KEJADIAN ASMA BRONKIAL PADA SISWA/I SMPN 1 MEDAN. Oleh: JUNIUS F.A. SIMARMATA
HUBUNGAN RINITIS ALERGI DENGAN KEJADIAN ASMA BRONKIAL PADA SISWA/I SMPN 1 MEDAN Oleh: JUNIUS F.A. SIMARMATA 120100267 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATRA UTARA MEDAN 2015 ii ABSTRAK Latar Belakang
Lebih terperinciRelationship between the Degree of Severity Atopic Dermatitis with Quality of Life Patiens in Abdul Moeloek Hospital Lampung
Relationship between the Degree of Severity Atopic Dermatitis with Quality of Life Patiens in Abdul Moeloek Hospital Lampung Archietobias MA, Sibero HT, Carolia N Medical Faculty of Lampung University
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian dilakukan sampai jumlah sampel terpenuhi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung selama minimal 12 minggu berturut-turut. Rinosinusitis kronis
Lebih terperinciJurnal Kesehatan Masyarakat (Adhar, Lusia, Andi 26-33) 26
FAKTOR RISIKO KEJADIAN APENDISITIS DI BAGIAN RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA PALU Adhar Arifuddin 1, Lusia Salmawati 2, Andi Prasetyo 3* 1.Bagian Epidemiologi, Program Studi Kesehatan Masyarakat,
Lebih terperinci