IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 005/PUU- IV/2006 TERHADAP KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL JURNAL MUHAMMAD RIDWAN NPM :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 005/PUU- IV/2006 TERHADAP KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL JURNAL MUHAMMAD RIDWAN NPM :"

Transkripsi

1 IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 005/PUU- IV/2006 TERHADAP KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL JURNAL Oleh : MUHAMMAD RIDWAN NPM : PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TAMANSISWA PADANG

2 IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 005/PUU- IV/2006 TERHADAP KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL Oleh (Muhammad Ridwan, NPM , Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Padang, 59 Halaman) ABSTRAK Komisi Yudisial merupakan salah satu Lembaga Tinggi Negara yang bersifat Mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Pada satuannya Komisi Yudisial sendiri merupakan bagian dari proyeksi dari pemerintah pusat didalam melakukan pengawasan terhadap kelangsungan peradilan di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adapun pembentukan Komisi Yudisial ini didasari adanya penyimpangan prilaku dari para Hakim yang nakal didalam pelaksanan tugas yang semestinya para hakim menjunjung tinggi rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia disertai hakikat hukum itu sendiri The Rule of Law artinya Semua manusia sama dimata hukum tanpa adanya perbedaan status dan ekstabilitas didalam bernegara yang menjunjung tinggi Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Permasalahannya terletak pada implikasi putusan Mahkamah Konstitusi NOMOR 005/PUU-IV/2006 terhadap kewenangan Komisi Yudisial, serta kendala-kendala yang dihadapi didalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006. Sebagai dasar hukum peraturannya adalah Undangundang No. 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dan Undang-undang No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui implikasi dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU- IV/2006 terhadap Kewenangan Komisi Yudisial, untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Kewenangan Komisi Yudisial dan bagaimana mengatasinya. Berkaitan dengan itu, pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dengan data pendukungnya berupa data primer dan data skunder. Dari hasil penilaian dan pendalaman terhadap data-data yang telah ada, bahwa Implikasi Putusan Nomor 005/PUU- IV/2006 terhadap Kewenangan Komisi Yudisial tidak perlu dilakukan dengan maksud untuk memberikan kesinambungan diantara Lembaga-Lembaga Negara supaya satu sama lain antar lembaga tersebut bisa dilakukan dengan pengawasan yang normal tanpa adanya prilaku politik yang ikut serta didalamnya. Oleh sebab itu akan terjadi misi balas dendam diantara satu sama lain antara Lembagalembaga Negara, yang mana mereka memiliki satu kepentingan yang akan menjadi visi dan misi untuk menjatuhkan satu sama lainnya antar Lembaga Negara. i

3 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paham negara hukum berakar pada keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang baik dan adil. Paham negara hukum sebetulnya merupakan konsep yang sudah lama menjadi bahan diskusi para ahli. Plato mengemukakan konsep nomoi yang diangap sebagai cikal bakal pemikiran tentang negara hukum. Sedangkan Aristoteles mengemukakan ide negara hukum yang dikaitkan dengan arti negara yang dalam perumusannya masih terikat pada polis. Bagi Aristoteles yang memerintah negara bukanlah manusia, melainkan pikiran yang adil dan kesusilaan yang menentukan baik buruknya suatu hokum. 1 Pada intinya negara hukum adalah negara dimana tindakan pemerintah maupun rakyatnya didasarkan atas hukum untuk mencegah adanya tindakan sewenangwenang dari pemerintah (penguasa) dan tindakan rakyat yang dilakukan menurut kehendak sendiri. 2 R. Soepomo memberikan pengertian terhadap negara hukum sebagai negara yang tunduk pada hukum, peraturan-peraturan hukum berlaku pula bagi segala badan dan alat-alat perlengkapan. Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Prinsip ini semula dimuat didalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi : Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtstaat) tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtstaat). Disamping itu, ada prinsip lain yang erat dengan prinsip negara hukum yang juga dimuat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945: pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutuisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Prinsip ini mengandung makna ada pembagian kekuasaan negara dan pembatasan kekuasaan (tidak Absolut dengan kekuasaan tidak terbatas). Selain itu, salah satu prinsip negara hukum adalah jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyeleggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. 3 Sejak dikeluarkan Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959 yang memerintahkan kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 sampai berakhirnya kekuasaan Presiden Soeharto (Orde Baru), praktis Undang-Undang Dasar 1945 belum pernah diubah untuk disempurnakan. Undang-Undang Dasar 1945 yang disakralkan oleh Rezim Orde Baru runtuh akibat derasnya arus reformasi. Stuktur ketatanegaraan Indonesia setelah perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat Undang- Undang Dasar 1945 berubah secara siknifikan, bahkan dalam batas tertentu sangat radikal. Perubahan ini meliputi semua cabang kekuasaan legislatif (Legislative power/pembuat undang-undang), kekuasaan eksekutif (Eksekutif power/pelaksana undang-undang), maupun kekuasaan yudikatif (Judicial power/kekuasaan kehakiman). Tujuan perubahan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut adalah 1 Sirajuddin Zulkarnain, 2006, Menuju Peradilan Yang Bersih Dan Berwibawa, Komisi Yudisial & Eksaminasi Publik, Indonesia. 2 Sobirin Malian, 2001, Gagasan perlunya konstitusi baru pengganti UUD 1945, UII Press, Yogyakarta. 3 Ni'matul Huda, 2005, Otonomi Daerah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Hlm 239 1

4 menyempurnakan atau melengkapi aturan dasar sebelumnya (Undang-Undang Dasar 1945 pra amandemen) yang dirasakan masih jauh dari sempurna. Berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, paling tidak terdapat empat perubahan penting dalam Undang-Undang Dasar 1945 setelah amandemen. Pertama, jaminan kekuasaan kehakiman yang merdeka ditegaskan dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945, yang sebelumnya hanya disebutkan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar Kedua, Mahkamah Agung dan badan kehakiman yang lain tidak lagi menjadi satu-satunya pelaku kekuasaan kehakiman yang ada karena ada Mahkamah Konstitusi yang berkedudukan setingkat dengan Mahkamah Agung dan berfungsi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman. Ketiga, adanya lembaga baru yang bersifat mandiri dalam struktur kekuasaan kehakiman, yaitu Komisi Yudisial yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Keempat, adanya kewenangan kehakiman dalam hal ini Mahkamah Konstitusi untuk melakukan Judicial Review undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945, serta memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum (PEMILU). Hal ini bukan saja ditunjukkan oleh membengkaknya jumlah pasal dalam Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman, tetapi juga ditunjukkan oleh adanya dua lembaga baru didalam struktur cabang kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial. Kedua lembaga tersebut secara umum dimaksudkan untuk memperkuat kekuasaan kehakiman dalam sistem ketatanegaraan Indonesia sebagai salah satu perwujudan ketentuan Undang- Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Yang menjadi fokus utama penulisan ini adalah amanat dalam Pasal 24B perubahan ketiga Undang-Undang Dasar 1945 tentang pembentukan lembaga baru bernama Komisi Yudisial. Keberadaan Komisi Yudisial diharapkan dapat menjadi salah satu mitra kerja Mahkamah Agung untuk terus melakukan upaya-upaya dalam rangka reformasi badan peradilan. Sebagai lembaga yang kewenangannya diberikan oleh konstitusi, Komisi Yudisial memiliki legitimasi sangat kuat dalam struktur ketatanegaraan. Sebagai pengontrol dan pengimbang kekuasaan dalam prinsip check and balance antar lembaga negara, Komisi Yudisial diharapkan juga mampu menjamin terciptanya perekrutan hakim agung yang berpegang teguh pada nilainilai moralitas sebagai seorang hakim yang harus memiliki wibawa dan kepribadian tidak tercela, jujur serta menjunjung tinggi profesionalisme. Apabila dilihat dari wewenang Komisi Yudisial yang diatur dalam Pasal 24B ayat (1), yaitu mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, maka dapat disimpulkan bahwa selama ini ada dua persoalan mendasar yang mengakibatkan kekuasaan kehakiman yang merdeka tidak terealisasi dengan baik, yaitu buruknya perekrutan hakim, dan kurang atau 2

5 tidak efektifnya lembaga yang mempunyai tugas menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Putusan Mahkamah Konstitusi atas pengajuan pemohon pengujian materiil Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial oleh 31 hakim agung melalui putusan Nomor 005/PUU-IV/2006 pada tanggal 16 Agustus 2006 yang mencabut kewenangan Komisi Yudisial dalam pengawasan terhadap hakim mengejutkan sebagian masyarakat bahkan sebagian menganggap putusan dari Mahkamah Konstitusi tersebut kontroversial. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4415), bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Pasal 34 ayat (3), yang berbunyi, Dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim agung dan hakim, pengawasan dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diatur dalam undang-undang, Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358), bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dengan dicabutnya kewenangan tersebut, Komisi Yudisial sekarang seperti sebuah pistol tanpa peluru. Berdasarkan latar belakang masalah dan maksud dibentuknya Komisi Yudisial di Indonesia maka penulis tertarik untuk mengadakan suatu penulisan mengenai Komisi Yudisial mengingat Komisi Yudisial merupakan lembaga baru yang belum ada dalam struktur ketatanegaraan Indonesia sebelumnya. Terlepas dari benar-salahnya putusan Mahkamah Konstitusi tentang pencabutan kewenangan Komisi Yudisial dalam pengawasan terhadap hakim tersebut, ada baiknya kita kaji masalah tersebut dari berbagai sudut pandang, teori dan aturan yang berlaku. Agar ditemukan suatu jalan tengah dari masalah tersebut, dan tidak menggangu jalannya reformasi hukum dan peradilan yang sedang berjalan di Indonesia. Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penulisan dengan judul : IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 005/PUU-IV/2006 TERHADAP KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL B. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU- IV/2006 terhadap kewenangan Komisi Yudisial? 2. Apa saja kendala yang dihadapi dalam Impikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006 terhadap kewenangan Komisi Yudisial dan bagaimana mengatasinya? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006 terhadap Kewenangan Komisi Yudisial. 3

6 2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam Implikasi Putusan Mahkamah Kostitusi terhadap Kewenangan Komisi Yudisial dan bagaimana mengatasinya. D. Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi Manfaat dalam penelitian yang dilakukan adalah: 1. Manfaat Teoritis. a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan hukum khususnya hukum tatanegara. b. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat c. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis 2. Manfaat Praktis. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia terutama di bidang hokum konsitusi. E. Metode Penelitian Metode penelitian ini bertitik tolak dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dikaitkan dengan permasalahan yang dibahas dengan melihat apa yang ada dalam norma atau perundang-undangan. Sehingga penulisan ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut: 1. Pendekatan Masalah Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian terhadap bahan hukum dan memberikan arti penting pada langkahlangkah penelitian atau pembuktian atau kerangka pengujian untuk memastikan suatu kebenaran. 4 Sumber data Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi bahan hukum primer, dan bahan hukum sekunder, sebagai berikut: 1. Bahan hukum terdiri dari, yaitu: a. Bahan Hukum Primer yaitu mempelajari peraturan perundangundangan tentang Mahkamah Konstitusi, Hakim serta Komisi yudisial dan peraturan-peraturan lainnya yang terkait dengan permasalahan yaitu: (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial (3) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006 Tentang Pencabutan Kewenangan Komisi Yudisial Dalam Pengawasan Terhadap Hakim b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu mempelajari berbagai literatur (bukubuku, makalah, laporan penelitian, jurnal) yang berkaitan dengan masalah Kewenangan Komisi Yudisial. 2. Teknik Pengumpulan data 4 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1990, Penelitian Hukum Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta, Hlm 21. 4

7 Studi dokumen adalah dengan melakukan pengambilan objek dokumendokumen hasil monitoring atau objek surat dan kliping Koran yang relevan dengan penelitian ini. Tempat studi dokumen yang dimaksud penulis yaitu perpustakaan Daerah Sumatera Barat dan perpustakaan Universitas Taman Siswa. 3. Pengolahan dan Analisis Data Mengumpulkan data dengan mengadakan pencatatan yang diambil dari dokumen, buku laporan dan buku catatan lainnya yang berhubungan dengan materi yang ditulis.pengolahan data yang diperoleh untuk kemudian diolah lebih lanjut secara kualitatif dan dirumuskan secara sistematis dan dikaitkan dengan apa yang terjadi dalam norma atau perundang-undangan setelah itu dikaitkan dengan pokok-pokok permasalahan dalam penulisan ini. II. KAJIAN PUSTAKA A. HAKIM Lembaga peradilan di Indonesia dari tahun ke tahun mulai menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan. Sebagai salah satu dari lembaga peradilan, hakim saat ini juga mendapat sorotan yang relatif tinggi dari masyarakat dan media. Secara yuridis, hakim merupakan bagian integral dari sistem supremasi hukum. Tanpa adanya hakim yang memiliki integritas, sikap dan perilaku yang baik dalam lembaga peradilan, maka jargon-jargon good government dan good governance yang selama ini digembar-gemborkan oleh banyak pihak tidak akan dapat terealisasi, hanya sebatas mimpi semata. Secara normatif menurut Pasal 1 ayat (5) UU Komisi Yudisial No. 22 Tahun 2004 yang dimaksud dengan hakim adalah hakim agung dan hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung serta Hakim Mahkamah Konstitusi sebagimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun sedangkan secara etimologi atau secara umum, Bambang Waluyo, S.H. menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hakim adalah organ pengadilan yang dianggap memahami hukum, yang dipundaknya telah diletakkan kewajiban dan tanggung jawab agar hukum dan keadilan itu ditegakkan, baik yang berdasarkan kepada tertulis atau tidak tertulis (mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas), dan tidak boleh ada satupun yang bertentangan dengan asas dan sendi peradilan berdasar Tuhan Yang Maha Esa. 5 Melihat dari pengertian hakim yang dijabarkan oleh Bambang Waluyo, S.H maka bisa diketahui bahwa yang dimaksud hakim olehnya adalah tidak jauh berbeda dengan apa yang tercantum dalam UU No.22 Tahun 2004, bukankah hakim agung, hakim yang berada dibawah peradilan, dan juga hakim konstitusi itu juga merupakan organ pengadilan yang dianggap memahami hukum, yang dipundaknya telah diletakkan 5 Bambang Waluyo, S.H. Implementasi Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, Sinar Grafika Edisi 1 Cet. 1. Jakarta hal 11 6 Al. Wisnu Broto, 1997, Hakim Dan Peradilan Di Indonesia (dalam beberapa aspek kajian), Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogykarta, Yogyakarta, Hlm 2. 5

8 kewajiban dan tanggung jawab agar hukum dan keadilan itu dapat ditegakkan. Hal ini senada juga dengan apa yang diungkap kan oleh Al. Wisnu Broto, pendapatnya ialah, yang dimaksud dengan Hakim adalah konkretisasi hukum dan keadilan secara abstrak, Bahkan ada yang menggambarkan hakim sebagai wakil tuhan di bumi untuk menegakkan hukum dan keadilan. 6 Kalau kita perbandingkan dari keduanya, secara normatif hakim merupakan institusi yang mempunyai kekuasaan kehakiman, yang mencakup Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya sampai ke Mahkamah Konstitusi. Sedangkan penjelasan tentang hakim secara umum, hakim haruslah seseorang yang mempunyai tanggung jawab, integritas, dan kemampuan untuk berbuat adil dalam membuat keputusan. Pada dasarnya pengertian hakim, apabila kata tersebut ditafsirkan secara generik maka dapat diartikan bahwa hakim adalah seluruh hakim disemua jenis dan tingkatan peradilan yaitu Hakim Agung, hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung dan Hakim Konstitusi. Pada dasarnya hakim dapat diartikan sebagai orang yang bertugas untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, menghukum orang yang berbuat salah dan membenarkan orang yang benar. Begitu pentingnya profesi hakim, sampai-sampai ruang lingkup tugasnya harus dibuatkan undang-undang. Tengok saja, dalam UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang kemudian diubah dengan UU No.35 Tahun 1999 dan disesuaikan lagi melalui UU No.4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman. Kemudian, UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), UU Komisi Yudisial, dan peraturan perundangan lainnya. Bahkan, dalam menjalankan tugasnya diruang sidang, hakim terikat aturan hukum, seperti hal nya pada Pasal 158 KUHAP yang mengisyaratkan: Hakim dilarang menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan disidang tentang keyakinan mengenai salah atau tidaknya terdakwa. Begitupun dalam menilai alat bukti, UU telah dengan tegas mengingatkan hakim untuk bertindak arif lagi bijaksana (Pasal 188 ayat (3) KUHAP). Tak hanya itu saja, hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, professional, dan berpengalaman di bidang hukum, demikian bunyi Pasal 32 UU No. 4/2004. Profesi hakim merupakan profesi hukum, karena pada hakekatnya merupakan pelayanan kepada manusia dan masyarakat dibidang hukum. Oleh karenanya hakim dituntut memiliki moralitas dan tanggung jawab yang tinggi, yang kesemuanya dituangkan dalam prinsip prinsip dasar kode etik hakim, antara lain: 1. Prinsip kebebasan. Prinsip ini memuat kebebasan peradilan adalah suatu prasyarat terhadap aturan hukum dan suatu jaminan mendasar atas suatu persidangan yang adil. Oleh karena itu, seorang Hakim harus menegakkan dan memberi contoh mengenai kebebasan peradilan baik dalam aspek perorangan maupun aspek kelembagaan. 6

9 2. Prinsip Ketidakberpihakan. Prinsip ini sangatlah penting untuk pelaksanaan secara tepat dari peradilan. Hal ini tidak hanya berlaku terhadap keputusan itu sendiri tetapi juga terhadap proses dalam mana keputusan itu dibuatan. 3. Prinsip Integritas. Prinsip integritas sangat penting untuk pelaksanaan peradilan secara tepat mutu pengemban profesi 4. Prinsip Kesopanan. Kesopanan dan citra dari kesopananitu sendiri sangat penting dalam pelaksanaan segala kegiatan seorang Hakim. 5. Prinsip Kesetaraan. Prinsip ini memastikan kesetaraan perlakuan terhadap semua orang dihadapan pengadilan sangatlah penting guna pelaksanaan peradilan sebagaimana mestinya. 6. Prinsip Kompetensi dan Ketaatan. Prinsip kompetensi dan ketaatan adalah prasyarat terhadap pelaksanaan peradilan sebagaimana mestinya.(disiplin F. Manao, SH, Hakim sebagai pilihan profesi, artikel, ditulis untuk workshop pembekalan profesi hukum, diselenggarakan IKA PERMAHI (Ikatan Alumni Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia), Jakarta, 19 Juli Disiplin F. Manao, seorang Hakim, juga pengurus IKA PERMAHI) Kedudukan hakim telah diberikan tempat pada konstitusi Negara kita. Dalam amandemen ketiga UUD 1945, Pasal 24 ayat (1) ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan; Ayat (2): Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Keberadaan suatu pedoman etika dan perilaku hakim sangat dibutuhkan dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Hakim agung dan hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung serta Hakim Mahkamah (UU No 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Pasal 1 ayat 5). Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. (UU Kekuasaan Kehakiman No. 35 th 1999 Pasal 27 ayat 1). Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat sifat yang baik dan yang jahat dari tertuduh. 1 (UU Kekuasaan Kehakiman No. 35 th 1999 Pasal 27 ayat 2). Dalam hal ini sifat sifat yang jahat maupun yang baik dari tertuduh wajib diperhatikan hakim dalam mempertimbangkan pidana yang akan dijatuhkan. Demi mendukung kelancaran tugas tugas yang amat mulia yang dilakukan oleh hakim, maka diperlukan adanya suatu kemandirian bagi hakim. Asas kemandirian hakim dalam menangani suatu perkara juga di anut oleh Indonesia, hal ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 24 UUD 1945 yang dalam penjelasannya 7

10 disebutkan Kekuasaan hakim ialah kekuasaan yang merdeka artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubungan dengan itu maka harus diadakan jaminan dalam undang undang tentang kedudukan para hakim. Dalam penafsiran Undang-undang dasar 1945 Bab IX pasal 24 menyebutkan : 1. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. 2. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah mahkamah agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkung peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah mahkamah konstitusi. 3. Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dengan undang-undang Banyaknya kasus kasus penyalahgunaan wewenang oleh hakim serta pejabat peradilan lain yang banyak dipublikasikan oleh berbagai media akhir akhir ini 30 menjadi cerminan dari lemahnya integritas moral dan perilaku hakim serta pegawai lembaga peradilan. Keadaan ini tidak saja terjadi dilingkungan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, tetapi juga telah terjadi dilingkungan Mahkamah Agung sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman yang tertinggi, sehingga menimbulkan sebuah pandangan bahwa lembaga peradilan sebagai suatu sistem dianggap sudah tidak bersih dan kurang berwibawa. B. Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sedangkan peran MK penting dalam mengharmoniskan hubungan antar lembaga negara yang sering berbenturan. Untuk menjamin akuntabilitas putusannya, hakim MK perlu dilengkapi kelompok ahli yang berfungsi memberikan wawasan dan pertimbangan bagi MK. Banyaknya lembaga negara baru yang muncul pasca reformasi menimbulkan konflik antar lembaga yang mengganggu penyelenggaraan negara. Konflik antar lembaga negara sebenarnya dapat diarahkan menjadi sesuatu yang konstruktif bagi perkembangan demokrasi pada masa depan 7. Makamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga yang berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia. Dan mengenai susunan MK menurut UU RI No. 24 Tahun 2003 Pasal 4 Ayat 1, 2, 3, 4, 5 Tentang Susunan MK yang berbunyi : Makamah Konstitusi mempunyai 9 (sembilan) orang hakim konstitusi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. 1. Susunan Makamah Konstitusi terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) orang anggota hakim konstitusi 2. Ketua dan Wakil Ketua dipilih dari dan oleh hakim konstitusi untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun. 7 Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional, 2006, Resume Berita Mengenai Mahkamah Konstitusi, Selasa,20 Desember, Jakarta. 8

11 3. Sebelum Ketua dan Wakil Ketua Makamah Konstitusi terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3), rapat pemilihan ketua dan wakil Ketua Makamah Konstitusi dipimpin oleh hakim konstitusi yang tertua usianya. 4. Ketentuan mengenai tata cara pemilihan Ketua dan Wakil Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Makamah Konstitusi. Mengenai kewenangan Makamah Konstitusi dalam hal mengadili putusannya bersifat final pada tingkat pertama dan terakhir, untuk menguji undang-undang terhadap UUD Negara RI Tahun 1945, kemudian memutuskan sengketa kewenangan antar lembaga yang kewenangannya diberikan atau diatur oleh UUD Negara Indonesia Tahun 1945, membubarkan partai politik dan memutuskan perselisihan. Aturan mengenai wewenang dan tanggung jawab MK terdapat dalam UU No. 24 Tahun 2003 BAB III Tentang Kekuasaan Makamah Konstitusi Pasal 10 yang menyatakan : 1. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. Memutus pembubaran partai politik; dan d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. 2. Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa : a. Pengkhianatan terhadap negara adalah tindak pidana terhadap keamanan negara sebagaimana diatur dalam undang-undang. b. Korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan sebagaimana diatur dalam undang-undang. c. Tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. d. Perbuatan tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden. e. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dan guna mendukung pelaksanaan wewenang MK sebagaimana dimaksud pasal 10 MK Berhak memanggil pejabat Negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan. Sesuai Pasal 11 UU No. 24 Tahun 2003 yang menyatakan : Untuk kepentingan pelaksanaan wewenang 9

12 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Mahkamah Konstitusi berwenang memanggil pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan. Sedangkan mengenai tanggung jawab MK diatur dalam Pasal 12, 13 ayat 1 dan 2 mengenai tanggung jawab dan akuntabilitas yang menyatakan : Mahkamah Konstitusi bertanggung jawab mengatur organisasi, personalia, administrasi, dan keuangan sesuai dengan prinsip pemerintahan yang baik dan bersih. (Pasal 12 UU No. 24 Tahun 2003). Dan Pasal 13 ayat 1 dan 2 yang berbunyi : 1. Mahkamah Konstitusi wajib mengumumkan laporan berkala kepada masyarakat secara terbuka mengenai: a. Permohonan yang terdaftar, diperiksa, dan diputus; b. Pengelolaan keuangan dan tugas administrasi lainnya. 2. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimuat dalam berita berkala yang diterbitkan oleh Mahkamah Konstitusi. C. KOMISI YUDISIAL Pengertian Komisi Yudisial Fungsi Kewenangan dan Undang Undang - Sebagaimana telah diperintahkan UUD 1945 hasil amandemen, khususnya Pasal 24A ayat (3), Pasal 24B, Pasal 25, maka perlu dibentuk lembaga negara baru bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Lembaga Negara baru ini bernama Komisi Yudisial, yang dibentuk berdasarkan UU Komisi Yudisial. Mengenai kewenangan Komisi Yudisial, Pasal 13 UUKY menentukan : a. Mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR; dan b. Menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim. Sedangkan tugas Komisi Yudisial ditentukan Pasal 14 ayat (1) UUKY, yaitu: a. Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung; b. Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung; c. Menetapkan calon Hakim Agung; dan d. Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR Disamping itu, Komisi Yudisial juga bertugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim (Pasal 20 UUKY). Dalam melaksanakan kewenangannya menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim, Komisi Yudisial bertugas mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada pimpinan Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi (Pasal 21 UUKY). Penjatuhan sanksi ini diajukan kepada Mahkamah Agung untuk hakim agung dan kepada Mahkamah Konstitusi untuk hakim konstitusi. Bagaimana pengawasan itu dilakukan. Sesuai Pasal 22 ayat (1), maka Komisi Yudisial: 1. menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakim; 2. meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan berkaitan dengan perilaku hakim; 3. melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim; 10

13 4. memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku hakim; dan 5. membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi, serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR. Sedangkan Pasal 22 ayat (2) menegaskan, bahwa dalam melaksanakan pengawasannya, Komisi Yudisial wajib: 1. Menaati norma, hukum, dan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan 2. Menjaga kerahasiaan keterangan yang karena sifatnya merupakan rahasia Komisi Yudisial yang diperoleh berdasarkan kedudukannya sebagai anggota. Yang dimaksud dengan mentaati norma, hukum, dan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam ketentuan ini misalnya tidak memperlakukan semena-mena terhadap hakim yang dipanggil untuk memperoleh keterangan atau tidak memperlakukan hakim seolah-olah tersangka atau terdakwa. Hal ini untuk menjaga hak dan martabat hakim yang bersangkutan. Pelaksanaan tugas Komisi Yudisial tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara (Pasal 22 ayat (3). Itu artinya, hakim tetap diberikan kemandirian dalam melaksanakan tugasnya. Hanya saja, manakala hakim akan diperiksa Komisi Yudisial, maka Pasal 22 ayat (4) menegaskan: Badan peradilan dan hakim wajib memberikan keterangan atau data yang diminta Komisi Yudisial dalam rangka pengawasan terhadap perilaku hakim dalam jangka waktu paling lambat 14 hari terhitung sejak tanggal permintaan Komisi Yudisial diterima. Dalam hal badan peradilan atau hakim tidak memenuhi kewajiban tersebut, Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi wajib memberikan penetapan berupa paksaan kepada badan peradilan atau hakim untuk memberikan keterangan atau data yang diminta Pasal 22 ayat (5). Apabila badan peradilan atau hakim telah diberikan peringatan atau paksaan tetapi tetap tidak melaksanakan kewajibannya, maka pimpinan badan peradilan atau hakim yang bersangkutan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang kepegawaian (Pasal 22 ayat (6). Semua keterangan dan data ini bersifat rahasia (Pasal 22 ayat 7). Di dalam Pasal 23 ayat (1) UUKY ditegaskan mengenai usul penjatuhan sanksi yang dapat diberikan Komisi Yudisial kepada hakim sesuai dengan tingkat pelanggarannya, yaitu: 1. Teguran tertulis; 2. Pemberhentian sementara; atau 3. Pemberhentian. Usul pemberhentian sanksi teguran tertulis ini disertai alasan kesalahannya, bersifat mengikat, disampaikan Komisi Yudisial kepada pimpinan Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi Pasal 23 ayat (2). Sedangkan usul penjatuhan sanksi pemberhentian sementara dan pemberhentian ini diserahkan Komisi Yudisial kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi Pasal 23 ayat (3). Untuk hakim yang dijatuhkan sanksi pemberhentian sementara dan pemberhentian diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim Pasal 23 ayat (4). Dalam hal pembelaan ditolak, usul pemberhentian hakim diajukan oleh Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi kepada presiden paling lambat 14 hari sejak pembelaan ditolak oleh Majelis Kehormatan Pasal 23 ayat (5). Keputusan Presiden 11

14 mengenai pemberhentian hakim, ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 14 hari sejak presiden menerima usul Mahkamah Agung Pasal 23 ayat (6). Selain tugas pengawasan, Komisi Yudisial juga dapat mengusulkan kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi untuk memberikan penghargaan kepada hakim atas prestasi dan jasanya dalam menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim Pasal 24 ayat (1). Harus diakui, dilahirkannya lembaga Komisi Yudisial ini tidak lain akibat dari banyaknya penyimpangan perilaku hakim, bahkan sampai-sampai memunculkan istilah mafia peradilan, sementara system yang ada untuk membersihkan penyimpangan penyimpangan hakim, misalnya suap dan korupsi dinilai tidak mampu menembus dinding korps hakim. Boleh jadi, jika saja hakim dinegeri ini banyak yang berperilaku bersih, tak perlu dibentuk Komisi Yudisial. Sekelompok orang yang ditunjuk dan atau diberi wewenang oleh pemerintah untuk menjalankan suatu tugas tertentu yang berhubungan dengan lembaga hukumatau lembaga yudikatif. Latar Belakang Lahirnya Komisi Yudisial dan Kedudukannya Dalam Susunan Ketatanegaraan Indonesia. Kedudukan Komisi Yudisial dalam ketatanegaraan di Indonesia adalah termasuk kedalam lembaga tinggi Negara setingkat presiden dan bukan lembaga pemerintahan bersifat khusus atau lembaga khusus yang bersifat independent yang dalam istilah lain disebut lembaga Negara mandiri (state auxiliaries institution).dengan demikian status kelembagaan Komisi Yudisial tidak sama dengan, misalnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komnas HAM, Komnas perempuan, Komisi Pemeriksaan Kekayaan Negara, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Komisi Hukum Nasional, Komisi Kebenaran dan Rekosiliasi, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Konstitusi, Komisi Penyiaran Indonesia, dan Komisi Perlindungan Anak, karena ada alasan sebagai berikut: 1. Kewenangan Komisi Yudisial diberikan langsung oleh UUD 1945, yaitu Pasal 24B 2. Komisi Yudisial secara tegas dan tanpa keraguan merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman, karena pengaturan ada dalam BAB IX kekuasaan kehakiman yang terdapat dalam UUD Yang jelas kedudukan Komisi Yudisial disini sebagai lembaga Negara, yakni lembaga yang kewenangannya ditentukan oleh UUD, dimana Komisi Yudisial itu sendiri dalam Pasal 24b ayat (1) dan (2) dalam hubungannya dengan lembaga Negara yang lain seperti MK, MA, Presisen, MPR, DPR itu sejajar. Pola hubungan yang ada diantara lembaga lembaga ini yakni pola hubungan fungsional dan bukan structural. III. PEMBAHASAN A. Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006 Terhadap Kewenangan Komisi Yudisial 1. Resistensi Hakim Agung Pasal 24A Ayat (3) UUD 1945 menyatakan, calon hakim agung diusulkan KY kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh presiden. Kemudian, Pasal 24B Ayat (1) UUD 1945 menyatakan, KY bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan 12

15 hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Menindaklanjuti hasil hasil perubahan UUD 1945, pada tanggal 13 Agustus 2004 Presiden mengesahkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (UU No 22/2004). Sesuai dengan Pasal 24B UUD Ayat (1) 1945, Pasal 13 UU No 24/2004 menyatakan Komisi Yudisial mempunyai wewenang: (a) mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR; dan (b) menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim. Elaborasi lebih jauh penggunaan kedua kewenangan KY dapat dibaca dalam Pasal UU No 22/2004. Pada tahap awal pembentukan KY mendapat sambutan positif dari kalangan Mahkamah Agung. Buktinya: dalam Sambutan Rakernas MA, Peradilan Tingkat Banding, Pengadilan Tingkat Pertama Kelas IA Seluruh Indonesia di Denpasar, Bali September 2005, Ketua MA Bagir Manan mengatakan: Sekarang kita mempunyai KY yang saya yakin akan lebih memperkuat upaya membenahi tingkah laku tidak terpuji dari hakim. Meskipun KY tidak berwenang meneliti dan memeriksa putusan hakim dan tindakan-tindakan teknis yustisial lainnya, tetapi kewenangan yang ada disertai kerjasama yang erat dengan MA, akan sangat memberdayakan (empowering) usaha kita menghapus secara tuntas perbuatan tercela para hakim atau petugas pengadilan lainnya. Saya berjanji akan memanfaatkan semaksimal mungkin temuan KY mengenai perbuatan tidak terpuji para hakim dan lain-lain pejabat pengadilan. Namun ketengangan mulai muncul ketika KY merespon kejanggalan yang terjadi dalam kasus sengketa penetapan hasil pemilihan Walikota-Wakil Walikota Depok. Sebagaimana diketahui, Pengadilan Tinggi Jawa Barat membatalkan hasil pemilihan Walikota-Wakil Walikota Depok. 8 Karena menilai terjadi kejanggalan dalam penyelesaian kasus Depok, KY memeriksa hakim yang menangani kasus sengketa hasil pemilihan Walikota Depok. Kemudian, KY merekomendasikan kepada MA untuk pemberhentian sementara selama satu tahun Ketua PT Jawa Barat Nana Juwana. Dalam rekomendasi itu, KY memberikan tenggat waktu satu bulan supaya MA memberikan tanggapan atas rekomendasi KY. 9 Tidak hanya pada kasus Depok, KY menenggarai terjadi misconduct dalam putusan illegal logging Potianak 10 dan vonis kasus dugaan korupsi dana perumahan DPRD Banten 11. Bahkan dalam kasus Edwar C.W. Neloe KY juga memeriksa anggota 8 Beragam pandangan tentang kisruh sengketa hasil pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Depok dapat dibaca dalam Denny Indrayana, Saldi Isra dll, (2005), Kepala Daerah Pilihan Hakim: Membongkar Kontroversi Pilkada Depok, Harakatuna Publishing, Bandung / di unduh tanggal 23 Agustus Dalam kasus ini, salah seorang anggota KY, Irawadi Joenoes menyatakan: Kita akan segera memanggil hakimnya dan saya sudah meminta berkas perkaranya. Kita sangat menyesalkan perkara ini bebas (Sinar Harapan, 29/ ). 11 Dalam kasus ini, Irawadi Joenoes, menyatakan bahwa Hakim telah bertindak tidak profesional karena memvonis kurang dari ketentuan minimum yang terdapat dalam undangundang (Republika, 02/ ). 13

16 dan ketua majelis hakim perkara tersebut karena memutus Neloe dengan putusan bebas. 12 Sepak-terjang KY dalam melakukan pengawasan mendapat perlawana terbuka dari kalangan hakim. Puncak dari itu semua, mayoritas Hakim Agung (31 orang) mengajukan permohonan hak menguji materiil pasal-pasal tentang Hakim Agung (dan juga Hakim Konstitusi), serta pasal-pasal pelaksanaan pengawasan KY kepada hakim. Sumber pokok yang menjadi keberatan ke-31 orang Hakim Agung adalah menyangkut kata makna Hakim frasa mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim yang terdapat dalam Pasal 24B Ayat (1) UUD Berikut ini pasal-pasal yang didalilkan oleh 31 orang Hakim Agung bertentangan dengan UUD Pasal 1 angka 5 UU KY Hakim adalah Hakim Agung dan hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung serta hakim Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pasal 20 UU KY Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, KY mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim. 3. Pasal 22 ayat (1) huruf e UU KY Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Komisi Yudisial (5) membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi, serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR. 4. Pasal 22 ayat (4) UU KY Dalam hal badan peradilan atau hakim tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi wajib memberikan penetapan berupa paksaan kepada badan peradilan atau hakim untuk memberikan keterangan atau data yang diminta. 5. Pasal 23 Ayat (2) UU KY Usul penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a 13 beserta alasan kesalahannya bersifat mengikat, disampaikan oleh Komisi Yudisial kepada pimpinan Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi. 12 Lihat Putusan MK No 005/PUU-IV/2006, hal Pasal 23 ayat (1) huruf a menyatakan, sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan, usul penjatuhan sanksi terhadap hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, dapat berupa teguran tertulis. 14

17 6. Pasal 23 Ayat (3) 7. Usul penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c 14 diserahkan oleh Komisi Yudisial kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi. 8. Pasal 23 Ayat (5) Dalam hal pembelaan diri ditolak, usul pemberhentian hakim diajukan oleh Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi kepada Presiden paling lambat 14 (empat belas) hari sejak pembelaan diri ditolak oleh Majelis Kehormatan Hakim. 9. Pasal 24 Ayat (1) Komisi Yudisial dapat mengusulkan kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi untuk memberikan penghargaan kepada hakim atas prestasi dan jasanya dalam menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim. 10. Pasal 25 Ayat (3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sah apabila rapat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 5 (lima) orang Anggota Komisi Yudisial, kecuali keputusan mengenai pengusulan calon Hakim Agung ke DPR dan pengusulan pemberhentian Hakim Agung dan/atau Hakim Mahkamah Konstitusi dengan dihadiri seluruh anggota Komisi Yudisial. 11. Pasal 25 Ayat (4) Dalam hal terjadi penundaan 3 (tiga) kali berturut-turut atas keputusan mengenai pengusulan calon Hakim Agung ke DPR dan pengusulan pemberhentian hakim agung dan/atau hakim Mahkamah Konstitusi maka keputusan dianggap sah apabila dihadiri oleh 5 (lima) orang anggota. 2. Putusan Mahkamah Konstitusi Membaca permohonan yang diajukan oleh pemohon, MK mempunyai wewenang untuk memeriksa permohonan tersebut. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahhwa MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Karena Pemohon mengajukan permohonan untuk menguji UU No 22/2004 (dan UU No 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman) terhadap UUD 1945, maka permohonan tersebut berada dalam lingkup kewenangan Mahkamah Konstitusi. Namun ada beberapa poin penting yang harus dibahas dan didiskusikan lebih lanjut. a. Asas seorang tidak dapat menjadi hakim bagi dirinya sendiri (nemo judex idoneus in propria causa). Sebagai salah satu asas dalam hukum acara, MK tidak boleh menyimpanginya. Artinya, alasan bahwa berpekara di MK tidak sama dengan berperkara di pengadilan biasa, tidak dijadikan argumentasi untuk mengabaikan prinsip nemo judex idoneus in propria causa. Sampai saat ini, MK sudah beberapa kali menggunakan argumentasi bahwa berpekara di MK tidak sama dengan 14 Pasal 23 ayat (1) huruf a dan b menyatakan, sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan, usul penjatuhan sanksi terhadap hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, dapat berupa (b) pemberhentian sementara, dan (c) pemberhentian. 15

18 berperkara di pengadilan biasa, namun belum ada argumentasi yang dapat menjelaskan hal ini secara tuntas. Dalam kasus yang sedang kita bahas ini, MA berupaya menarik MK sebagai pihak yang dirugikan kepentingan konstitusionalnya oleh UU No 22/ Celakanya, sadar atau tidak, MK terjebak membangun argumentasi untuk tidak masuk dalam ranah pengawasan KY. Secara universal, asas hanya dapat disimpangi kalau ditentukan secara tertulis. Di luar itu, penyimpangan tidak diperbolehkan. Secara normatif, Pasal 29 ayat (5) dan (6) UU No 4/2004 menyatakan: (1) Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara. (2) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana berdasarkan peraturan perundang-undangan. b. legal standing. Membaca permohonan Pemohon, sulit untuk mencarikan dalil bahwa Pemohon tidak mempunyai legal standing. Pasal 51 Ayat (1) UU No 22/2003 tentang MK menyatakan, Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang. Namun kalau dibaca dengan teliti Putusan No. 005/PUU-IV/2006 akan diketahi bahwa salah seorang hakim konstitusi menolak legal standing Pemohon terutama yang menyangkut sepanjang hakim konstitusi. Penolakan salah seorang Hakim Konstitusi dapat dibaca dalam Putusan MK (hal. 157) yang menyatakan: Mahkamah Konstitusi berpendapat para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing, legitima persona standi in judicio) untuk mengajukan permohonan a quo, dengan seorang Hakim Konstitusi berpendapat lain bahwa, sepanjang menyangkut ketentuan yang berkaitan dengan Hakim Konstitusi, para Pemohon tidak mempunyai legal standing karena tidak ada kerugian hak atau kewenangan konstitusional yang bersifat spesifik yang dialami oleh para Pemohon, selaku Hakim Agung, sebagai akibat dari berlakunya ketentuan yang mengatur tentang Mahkamah Konstitusi dan Hakim Konstitusi dalam UUKY. Pertanyaan mendasar yang harus dikemukakan: mengapa tidak dimunculkan nama dan argumentasi hakim konstitusi yang tidak menerima legal standing tersebut. Tidak hanya itu, sekalipun hakim yang bersangkutan hanya menolak legal standing pemohon sepanjang menyangkut hakim konstitusi, itu berarti dia menolak legal standing secara keseluruhan. Dalam proses beracara, lazimya tidak dikenal pemisahan legal standing. 15 Artinya, kalau hakim konstitusi yang menolak 15 Kelaziman ini dijelaskan dengan panjang lebar oleh Bapak Sahlan Said, mantan hakim yang menjadi salah seorang eksaminator dalam Perkara Nomor 006/PUU-IV/2006 di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta September

19 legal standing tersebut konsisten maka komposisi putusan hakim No. 005/PUU- IV/2006 adalah 8:1 bukan 9:0. c. hakim konstitusi tidak masuk dalam pengertian hakim. Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 menyatakan, kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Tambah lagi, dalam risalah amandemen UUD 1945, tidak pernah disebutkan bahwa hakim konstitusi tidak termasuk dalam pengertian hakim. Artinya, dengan tidak dibahas dan disebutkan bahwa Hakim Konstitusi masuk dalam ranah pengawasan KY tidak berarti bahwa Hakim Konstitusi dapat ditafsirkan tidak masuk dalam wilayah pengawasan KY. Dalam hal ini menarik menyimak pendapat Rifqi S. Assegaf berikut ini: Dengan menggunakan penafsiran historis, penulis sepakat dengan putusan MK bahwa tidak maksud dan tujuan dari penyusun UUD 1945 menjadikan Hakim Konstitusi sebagai obyek pengawasan KY. Namun penggunaan metode panfsiran historis an sich dalam Putusan MK No 005/PUU-IV/2006 dapat diperdebatkan karena tidak ada ancaman atau konstitusional yang terlanggar jika Hakim Konstitusi diawasi oleh KY. Bahkan mengingat pentingnya prinsip akuntabilitas dalam negara hukum yang demokratis sebagai penyeimbang prinsip independensi peradilan (yang diartikan sebagai diperlukannya lembaga pengawas, termasuk pengawas eksternal terhadap hakim), maka sewajarnya MK menggunakan penafsiran teleologis dalam memutus hal ini. 16 Dengan penjelasan itu, Rifqi S. Assegaf mengajukan fakta lain bahwa sebenarnya dalam Putusan MK No 005/PUU-IV/2006 alasan serta metode teleologis ini pula yang dipakai MK saat memutus bahwa Hakim Agung dapat menjadi obyek pengawasan KY. 17 Lalu, tambah Rifqi, mengapa MK memilih metode penafsiran lain saat menilai dapat tidaknya KY mengawasi Hakim Konstitusi. 18 Alasan ini juga yang digunakan untuk membangun argumen tambahan Majelis Eksaminasi Putusan MK No 005/PUU-IV/2006 yang menyatakan bahwa dengan menghindari pengawasan KY, Hakim Konstitusi dapat dikatakan anti akuntabilitas. 19 d. checks and balances lembaga negara. 16 Rifqi S. Assegaf, (2006), Putusan Mahkamah Konstitusi atas Hak Uji Materiil UU KY: Momentum Penguatan Gerakan Anti Mafia Peradilan, makalah disampaikan dalam Diskusi Publik Putusan MK Nomor 005/PUU-IV/2006: Lonceng Kematian Gerakan Antikorupsi?, diadakan oleh Pusat Studi Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan Indonesian Court Monitoring, di Universitas Gadjah Mada, 28 September 2006, hal Ibid., hal Ibid. 19 Lihat hasil Eksaminasi Putusan No 006/PUU-IV/2006 yang diadakan oleh Pusat Studi Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan Indonesian Court Monitoring, di Universitas Gadjah Mada, September 2006, hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paham negara hukum berakar pada keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang baik dan adil. Paham negara hukum sebetulnya merupakan

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H.

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 ABSTRAK Undang-Undang Dasar 1945 (pasca amandemen) tidak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Bahan TIMUS 23-06-04 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 4/2004, KEKUASAAN KEHAKIMAN *14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yang merupakan salah satu persyaratan mutlak atau conditio sine qua non

BAB I PENDAHULUAN. Yang merupakan salah satu persyaratan mutlak atau conditio sine qua non BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yang merupakan salah satu persyaratan mutlak atau conditio sine qua non dalam sebuah negara yang berdasarkan hukum adalah pengadilan yang mandiri, netral (tidak berpihak),

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat PRESIDEN

Lebih terperinci

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam TUGAS AKHIR SEMESTER Mata Kuliah: Hukum tentang Lembaga Negara Dosen: Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam Oleh: Nurul Hapsari Lubis 110110130307 Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 14-1970::UU 35-1999 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.8, 2004 HUKUM. KEHAKIMAN. Lembaga Peradilan. Badan-badan Peradilan.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5493

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5493 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG- UNDANG NOMOR 24

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang...

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang... UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG- UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi;

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi; LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.167, 2013 HUKUM. Kehakiman. Mahkamah Konstitusi. Penyelenggaraan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5456) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG Menimbang UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14 1 of 14 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman. ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009.... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara berdasarkan 1 BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara berdasarkan kekuasaan (macthstaat) yang berdasar atas kekuasaan belaka, sebagaimana telah diamanatkan di

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada I. PEMOHON Dani Muhammad Nursalam bin Abdul Hakim Side Kuasa Hukum: Effendi Saman,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015 DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015 POKOK BAHASAN Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi dalam UUD 1945 Wewenang Mahkamah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBAGA NEGARA. MAHKAMAH AGUNG. Badan Peradilan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4958) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Pembentukan Mahkamah Konstitusi Ketatanegaraan dan penyelenggaraan pemerintahan Indonesia mengalami perubahan cepat di era reformasi. Proses demokratisasi dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XI/2013 Tentang Nota Kesepakatan Bersama Tentang Pengurangan Masa Tahanan Bagi Tindak Pidana Umum, Pemeriksaan Cepat dan Restorative Justice I. PEMOHON Fahmi Ardiansyah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DAFTAR ANOTASI Halaman 1. Sejak hari Selasa, tanggal 12 April

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.4 Metode penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.4 Metode penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam suatu negara harus memiliki hubungan antara lembaga negara yang satu dengan lembaga negara yang lainnya agar negara yang dipimpin dapat berjalan dengan baik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transisi demokrasi di berbagai negara umumnya ditandai dengan terjadinya perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas kekuasaan kehakiman.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY SKRIPSI PENGUJIAN TERHADAP UNDANG - UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DAN UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK

Lebih terperinci

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) 2.1 Sejarah Singkat Organisasi Keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) baru diperkenalkan oleh pakar hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen (1881-1973). Kelsen menyatakan

Lebih terperinci

MATRIKS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

MATRIKS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI MATRIKS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UU MK (UU No. 24 Tahun 2003) LNRI Tahun 2003 No.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia, sebagai negara hukum

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 MAHKAMAH KONSTITUSI R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 Pokok Bahasan Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Nomor 005/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl. 29 Maret 2006

Nomor 005/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl. 29 Maret 2006 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 005/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl. 29 Maret 2006 I. PARA PIHAK YANG TERKAIT DALAM POKOK PERKARA PEMOHON : Prof Dr. Paulus Effendi Lotulung, SH dkk KUASA HUKUM : Prof. Dr. Indrianto

Lebih terperinci

Komisi Yudisial. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 25 Juni 2008

Komisi Yudisial. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 25 Juni 2008 Komisi Yudisial R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 25 Juni 2008 Pokok Bahasan Latar Belakang Kelahiran Komisi Yudisial dan Konteks Pemantauan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

ARTIKEL 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

ARTIKEL 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Artikel I. Undang-undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 2004 Kekuasaan ARTIKEL 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci