Romadhon Dosen Jurusan Ilmu Kelautan Fak Pertanian Unijoyo. Abstrak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Romadhon Dosen Jurusan Ilmu Kelautan Fak Pertanian Unijoyo. Abstrak"

Transkripsi

1 Kajian Indeks Kepekaan Lingkungan Dalam Penyusunan Arahan Pengembangan Pulau Kecil Di Kabupaten Sumenep (Studi Kasus Pulau Sapudi, Poteran dan Giliyang) Romadhon Dosen Jurusan Ilmu Kelautan Fak Pertanian Unijoyo Abstrak Keterbatasan yang dimiliki oleh pulau kecil berpengaruh terhadap upaya pengembangan wilayah di pulau kecil itu sendiri. Pengembangan pulau kecil harus disesuaikan dengan karakteristik yang dimiliki, antara lain daya dukung dan aspirasi stakeholder. Penelitian ini mengkaji daya dukung lingkungan melalui indikator nilai Indeks Kepekaan Lingkungan (IKL) dan arahan prioritas pengembangan berdasarkan persepsi stakeholders yang didekati melalui hasil Analytical Hierarki Proces (AHP). Nilai indeks kepekaan lingkungan di pulau Sapudi, Poteran dan Giliyang tergolong dalam kategori tinggi (baik). Nilai IKL di tiap pulau-pulau kecil adalah pulau Sapudi (IKL = 4), pulau Poteran (IKL = 2) dan pulau Giliyang serta Kecamatan Dungkek (IKL = 7). Arahan pengembangan menurut persepsi stakeholders didasarkan atas spesifikasi tiap wilayah pulau-pulau kecil serta adanya keterkaitan antar pulau direkomendasikan sebagai berikut : a) Pulau Sapudi yang mempunyai keunggulan strategis berupa akses yang lebih mudah ke pusat pasar besar seperti daerah Bali, Banyuwangi, Situbondo dan lainnya, bisa dijadikan sebagai wilayah outlet pemasaran, pusat pengembangan industri ternak, pusat bisnis dan perdagangan; b) Pulau Poteran, memiliki sektor perdagangan hasil dan kelautan dengan tingkat kompetisi yang baik, pengembangannnya diarahkan sebagai pusat pengembangan UKM dan industri skala rumah tangga. Kondisi ini akan sangat membantu dalam mensuplai bahan jadi maupun ½ jadi ; c) Pulau Giliyang dan Kecamatan Dungkek pada umumnya merupakan wilayah yang memiliki sumber perikanan dan bahan baku bagi industri rumah tangga arahan pengembangannya adalah bagaimana meningkatkan kapasitas produksi sumber-sumber bahan baku yang ada sehingga dapat digunakan sebagai input industri. Kata kunci : Pulau kecil, Pulau Sapudi, Poteran, Giliyang, stakeholders, Indeks Kepekaan Lingkungan (IKL), Analytical Hierarki Proces (AHP) dan arahan pengembangan PENDAHULUAN Latar belakang Pendayagunaan sumberdaya kelautan dan pesisir yang ditujukan untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat mempunyai kedudukan yang sangat strategis, berkenaan dengan semakin menipisnya sumberdaya didarat maupun dalam rangka tetap melestarikan keberadaan sumberdaya didarat tersebut. Upaya untuk meningkatkan penggalian terhadap sumberdaya laut maupun pesisir perlu terus ditingkatkan seiring dengan kebijakan memberikan perhatian yang lebih besar terhadap sektor kelautan sebagaimana yang digariskan dalam kebijakan bidang ekonomi nasional. Salah satu upaya yang sedang dilakukan dalam menggali sumberdaya laut dan pesisir adalah pemanfaatan pulau kecil. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dengan jumlah pulau buah pulau baik yang besar maupun yang kecil.. Jumlah tersebut sekitar buah pulau merupakan 1

2 Kajian Indeks Kepekaan (Romadhon) pulau pulau kecil. Sekian banyak pulau pulau yang ada, sebagian masih belum dimanfatkan secara optimal sesuai dengan potensinya. Pengalaman beberapa negara, terutama negara kepulauan menunjukkan bahwa ada sebagian pulau kecil yang berkembang pesat karena potensi sumberdaya yang dimiliki serta keuntungan lokasi, tetapi juga tidak sedikit pulau pulau kecil yang pembangunan ekonominya kurang menggembirakan, baik karena langkanya potensi sumberdaya alam, lokasinya yang terisolir maupun ketersediaan sarana dan prasarana yang ada. Kondisi tersebut merupakan karakteristik fisik yang dimiliki oleh pulau pulau kecil. Namun secara biologis, pulau kecil mempunyai keistimewaan dengan sumberdaya yang dimiliki. Upaya pengembangan, potensi yang dimiliki oleh pulau kecil terbentur pada permasalahan utama, yaitu keterisolasian dan biaya tambahan yang timbul akibat kondisi geografis. Walaupun pulau kecil memiliki potensi yang cukup besar baik dari potensi wisata bahari, perikanan dan lainnya, namun belum mampu meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Segenap kendala tersebut bukan berarti pulau pulau kecil tidak dapat dikembangkan, melainkan pola pembangunannya harus mengikuti kaidah ekologis khususnya daya dukung (carrying capacity) dan minimilize dampak negatif pembanguan (cross sectoral impacts). Pada masa otonomi daerah sebagai paradigma baru pembangunan, peran pemerintah daerah sangat diperlukan dalam upaya pengelolaan pulau pulau kecil. Kondisi yang sama terjadi di Kabupaten Sumenep. Sebagai Kabupaten Kepulauan, Sumenep memiliki sejumlah pulau kecil, yang salah satunya adalah Pulau Giliyang, Puteran dan Sapudi. Upaya pengembangan wilayah pulau merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan bargaining power dari Pulau Giliyang, Puteran dan Sapudi. Diperlukan pengembangan managemen sumberdaya secara terus menerus dan logis, sebagai suatu dasar integrasi untuk membuat suatu keputusan dalam bentuk kebijakan untuk mendukung usaha pengembangan pulau pulau kecil.. Oleh karena itu upaya pengembangan Pulau Giliyang, Puteran dan Sapudi tersebut memerlukan kajian mendalam tentang daya dukung wilayah untuk menentukan arahan pengembangan wilayah. Landasan hasil kajian kedua hal tersebut diharapkan dapat mendukung terbentuknya kebijakan tentang pegembangan wilayah di Pulau Giliyang, Puteran dan Sapudi berbasis lingkungan (environmental based development) 2

3 METODE PENELITIAN Pulau Gilyang (Kecamatan Dungkek), Pulau Poteran (Kecamatan Talango) dan Lokasi Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di tiga pulau kecil yang ada di Kabupaten Sumenep. Pulau-pulau tersebut adalah Pulau Sapudi (Kecamatan Nonggunong dan Gayam). Letak geografis dan batas ketiga pulau kecil yang dijadikan lokasi penelitian sebagai berikut : Tabel 1 Letak dan batas lokasi penelitian Pulau Letak Geografis Batas Wilayah LS BT Utara Selatan Timur Barat Gililayang 114, ,20 0 6,96 0 7,02 0 Laut Jawa Laut Jawa Laut Jawa Kec. Gapura Puteran 113, ,08 0 7,04 0 7,12 0 Selat Talango Selat Madura Selat Sapudi Selat Talango Sapudi 114, ,45 0 7,05 0 7,20 0 Kec. Nonggunong Selat Madura Selat Ra as Selat Sapudi Metode Pengumpulan Data Penelitian ini difokuskan pada kegiatan dari potensi wilayah, pemanfaatan sumberdaya alam, kesejahteraan masyarakat serta upaya pengembangan wilayah. Data yang dibutuhkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer Diperoleh dari survey dan wawancara langsung dengan responden sebagai stakeholders yang berjumlah sebanyak 30 responden. Pengambilan sampel untuk penentuan responden dalam penelitian menggunakan metode Judgement Sampling Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner (daftar pertanyaan) dengan maksud untuk mengetahui persepsi masing masing responden guna mendapatkan skenario dalam mengoptimalkan pengembangan wilayah dan masyarakat di Pulau Giliyang, Poteran dan Sapudi Data sosial ekonomi Data sosial ekonomi diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan metode convinience sampling. Wawancara dilakukan terhadap masyarakat dengan cara pengisian kuesioner (daftar pertanyaan) Data sekunder diperoleh dari studi pustaka dan instansi terkait. Analisis Data Penyusunan Indeks Kepekaan Lingkungan Proses penyusunan indeks kepekaan lingkungan (IKL) dalam studi ini, mencakup tahapan berikut : 1. Data dan informasi tentang habitat, tata guna lahan dan perairan yang telah dikumpulkan, dikalsifikasikan 3

4 Kajian Indeks Kepekaan (Romadhon) menjadi suatu kelas sumberdaya (peta tematik) 2. Setiap kelas habitat, tata guna atau penggunaan perairan dipetakan secara digital (computerized) menjadi suatu layer GIS (Geographic Information System) 3. Setiap kelas sumberdaya dapat ditetapkan indeks kepekaan lingkungan (IKL) dengan formula sebagai berikut : IKL = TK x NK x NS Dimana : TK : Tingkat kerawanan dari habitat, tata guna lahan atau penggunaan perairan NK : Nilai konversi, mencerminkan keterwakilan, representatif keunikan integritas dan hubungan dengan klas sumberdaya lainnya NS : Nilai sosial, menggambarkan dampak ekonomi, sosial dan budaya Indeks kepekaan lingkungan yang ditetapkan dengan memberikan skor pada masing-masing nilai (skor) penyusun (tingkat kerawanan, nilai konversi dan nilai sosial). Skoring untuk masing-masing nilai penyusun berikisar antara 1-5. Penyusunan Arahan Pengembangan Pulau Kecil Metode analisis data yang digunakan adalah Proses Hirarki Analitik (AHP), yaitu suatu pendekatan yang digunakan berdasarkan analisis kebijakan yang bertujuan untuk memecahkan permasalahan yang terjadi sehingga mendapatkan solusi yang tepat dan optimal dalam pengembangan pulau kecil melalui pengelolaan sumberdaya alam. Menurut Suryadi (1998) dan Saaty (1993) tahapan analisis data meliputi : 1 Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. 2 Menyusun struktur permasalahan dalam hirarki. 3 Membuat matriks perbandingan/komparasi berpasangan, untuk menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing masing tujuan atau kriteria/kepentingan yang setingkat diatasnya. 4 Menghitung akar ciri, vektor ciri dan menguji konsistensi, melalui matriks pendapat individu dan lainnya. 5 Menyusun matrik pendapat gabungan, bertujuan untuk membentuk matrik yang mewakili matrik pendapat individu yang ada dan digunakan untuk mengukur tingkat konsistensi serta vektor prioritas dari semua responden. 6 Revisi pendapat, dilakukan apabila ilai konsistensi ratio pendapat cukup tinggi (lebih besar dari 0,1). Jika jumlah revisi terlalu besar sebaiknya responden tersebut dihilangkan. Sehingga penggunaan revisi ini sangat terbatas mengingat akan terjadinya 4

5 penyimpangan dari jawaban yang sebenarnya 7 Rekomendasi Kebijakan Dalam penelitian ini menggunakan analisis data dengan pendekatan AHP, untuk analisis kebijakan sebagai upaya mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya dalam pengembangan pulau kecil. Permasalahan dalam pemanfaatan sumberdaya alam di pulau kecil merupakan permasalahan umum sehingga penaganannya harus dilakukan secara terintegrasi dan terkait antar beberapa pihak yang berkepentingan (stakeholders). Faktor faktor dalam penentuan kebijakan pengelolaan sumbedaya untuk pengembangan pulau kecil, meliputi pihak pihak yaitu : a) investor/perusahaan b) Pemerintah, dan c)masyarakatsetempat/lokal HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan Indeks Kepekaan Lingkungan Indeks kepekaan lingkungan disusun untuk yaitu suatu nilai yang dihasilkan dari perhitungan indeks tingkat kerawanan, indeks nilai konservasi dengan nilai sosial ekonomis. Hasil pemetaan IKL ini dapat digunakan sebagai dasar perencanaan pengelolaan dan pengembangan tata guna lahan dan tata ruang wilayah, pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan perairan, serta penentuan prioritas penanggulangan serta perhitungan biaya yang harus ditanggung akibat kerusakan tersebut. Formula penyusunan indeks kepekaan lingkungan (IKL), sebagai berikut IKL = TK x NK x NS Dimana : TK : Tingkat kerawanan dari habitat, tata guna lahan atau penggunaan perairan NK : Nilai konversi, mencerminkan keterwakilan, representatif keunikan integritas dan hubungan dengan klas sumberdaya lainnya NS : Nilai sosial, menggambarkan dampak ekonomi, sosial dan budaya Indeks kepekaan lingkungan yang ditetapkan dengan memberikan skor pada masing-masing nilai (skor) penyusun (tingkat kerawanan, nilai konversi dan nilai sosial). Skoring untuk masing-masing nilai penyusun berikisar antara 1-5. Penjelasan masing-masing skor sebagai berikut : a. Tingkat Kerawanan (TK) Skor Keterangan 1 Kerawanan sangat rendah, kondisi habitat dan sumberdaya masih alami 2 Kerawanan rendah, kondisi habitat dan penggunaan sumberdaya minimal 3 Kerawanan sedang, kondisi habitat dan penggunaan sumberdaya masih dibawah kemampuan pulih lingkungan 4 Kerawanan tinggi, kondisi habitat dan penggunaan sumberdaya melebihi kemampuan pulih lingkungan 5 Kerawanan sangat tinggi, kondisi habitat dan sumberdaya mengalami degradasi 5

6 Kajian Indeks Kepekaan (Romadhon) b. Nilai Konversi (NK) Skor Keterangan 1 Keterwakilan sangat tinggi, keberadaan sumberdaya yang unik, kompleks dan utuh 2 Keterwakilan tinggi, keberadaan sumberdaya kompleks dan utuh 3 Keterwakilan sedang, keberadaan sumberdaya kompleks, namun tidak utuh 4 Keterwakilan rendah, keberadaan sumberdaya cukup kompleks dan tidak utuh 5 Keterwakilan sangat rendah, keberadaan sumberdaya tidak kompleks dan utuh c. Nilai Sosial (NS) Skor Keterangan 1 Memiliki dampak sosial sangat tinggi 2 Memiliki dampak sosial tinggi 3 Memiliki dampak sosial cukup tinggi 4 Memiliki dampak sosial rendah 5 Memiliki dampak sosial sangat rendah Hasil dari penilaian indeks kepekaan lingkungan, selanjutnya dikelompokkan menjadi 3 kategori : Skor Kategori < 40 Indeks kepekaan tinggi 40 > X < 80 Indeks kepekaan sedang 80 > X < 125 Indeks kepekaan rendah Indeks Kepekaan Lingkungan di Pulau Poteran Pulau Poteran, secara administratf masuk dalam wilayah Kecamatan Talango, yang terdiri dari 8 desa. Hasil penelitian tahun sebelumnya melalui sektor yang menjadi prioritas pengembangan sebagai representasi pemanfaatan sumberdaya yang ada adalah sektor perikanan tangkap, perdagangan, perkebunan dan wisata. Kondisi ini menunjukkan bahwasanya, Pulau Poteran memiliki keterwakilan sumberdaya yang kompleks, namun tidak unik. Hasil perhitungan nilai indeks kepekaan lingkungan di Pulau Poteran, sebagai berikut : Tabel 7 Indeks Kepekaan Lingkungan di Pulau Poteran, Kecamatan Talango No Desa Nilai Keterangan Kerawanan Konversi Sosial 1 Talango Pasar, ekosistem terumbu karang, budidaya rumput laut 2 Padike Pemukiman padat, jalur penyeberangan, situs sejarah, ekosistem terumbu karang dan penangkapan 3 Cabbiya Terumbu karang, perkebunan dan penangkapan 4 Gapurana Terumbu karang, rumput laut dan penangkapan 5 Essang Terumbu karang, perkebunan dan penangkapan 6

7 6 Palasa Terumbu karang, rumput laut dan penangkapan 7 Poteran Terumbu karang, perkebunan dan penangkapan. 8 Kombang Terumbu karang dan penangkapan Total Sumber : Hasil olah data primer Tabel 6 diatas menunjukkan, nilai indeks kepekaan lingkungan (IKL) di Indeks Kepekaan Lingkungan di Pulau Poteran dalam ketegori tinggi (IKL = 2). Nilai tingkat kerawanan paling tinggi terdapat di desa Poteran dan Padike. Untuk Kecamatan Dungkek dan Pulau Giliyang Desa Bancamara dan Banraas merupakan desa yang terdapat di Pulau desa Padike, kondisi ini banyak Giliyang, secara administratif masuk dipengaruhi oleh aktifitas perdagangan dalam wilayah Kecamatan Dungkek. yang ada dan sebagai jalur pintu masuk, Sektor yang menjadi prioritas sedangkan di desa Poteran, kerawanan pengembangan sebagai representasi lebih disebabkan oleh pengambilan pasir untuk bahan bangunan yang berakibat pada pemanfaatan sumberdaya yang ada adalah sektor perikanan tangkap, perdagangan, abrasi. Hal tersebut meski masih secara perkebunan dan wisata. Kondisi ini kumulatif masih dibawah ambang batas toleransi lingkungan, jika tidak di tangani menunjukkan bahwasanya, Pulau Giliyang memiliki keterwakilan sumberdaya yang dan dikelola secara baik dan benar melalui kompleks, namun tidak unik. Hasil pengaturan tata ruang dan pemanfaatan perhitungan nilai indeks kepekaan sumberdaya, akan berpotensi menjadi lingkungan di Pulau Giliyang dan faktor utama yang menyebabkan Kecamatan Dungkek, sebagai berikut : berkurangnya daya dukung di Pulau Poteran. Tabel 8 Indeks Kepekaan Lingkungan di Pulau Giliyang dan Kecamatan Dungkek No Desa Nilai Keterangan Kerawanan Konversi Sosial 1 Jadung Perikanan tangkap dan industri kecil 2 Romben Perikanan tangkap dan Rana industri kecil 3 Romben Rumput laut, lamun, Guna perikanan tangkap. 4 Romben Rumput laut, lamun, Barat perikanan tangkap. 5 Bicabi Perikanan tangkap, 7

8 Kajian Indeks Kepekaan (Romadhon) 6 Dungkek Pelabuhan, perikanan tangkap, industri kecil dan makanan 7 Candi Perikanan tangkap, 8 Bunpenang Perikanan tangkap, 9 Tamansare Perikanan tangkap, 10 Bungin Perikanan tangkap, 11 Lapa laok Perikanan tangkap, 12 Lapa taman Perikanan tangkap, terumbu karang, cemara udang, wisata pantai 13 Lapa daya Perikanan tangkap, 14 Bancamara Perikanan tangkap, terumbu karang, potensi angin 15 Banraas Perikanan tangkap, terumbu karang, potensi angin Total Sumber : Hasil olah data primer Penilaian indeks kepekaan sehingga perubahan sekecil apapun yang lingkungan (IKL= 7) di Pulau Giliyang terjadi akan mampu mempengaruhi dan Kecamatan Dungkek, menunjukkan, nilai kerawanan, konversi dan sosial keseimbangan ekosisitem dan sosial yang ada. Kondisi ini pula yang menjelaskan wilayah desa di Pulau Giliyang dan desa mengapa perlu adanya pembatasan lainnya di Kecamatan Dungkek, terdapat perbedaan. Nilai kerawanan, konversi dan sosial di dua desa yang ada di Pulau pemanfaatan segenap sumberdaya yang ada di pulau kecil. Secara umum, nilai IKL yang ada Giliyang (Bancamara dan Banraas), diwilayah administratif Kecamatan memiliki nilai yang lebih baik. Utamanya Dungkek masih dalam kategori baik. untuk nilai kerawanan dan sosial, Faktor pendukung kondisi tersebut, menunjukkan dampak sosial yang terjadi di wilayah pulau kecil akan lebih besar, Secara fisik, wilayah pulau kecil memiliki ukuran yang lebih kecil dan keterbatasan utamanya adalah belum dimanfaatkannya sumberdaya dan ruang secara optimal sehingga dampak yang ditimbulkan masih kecil. toleransi lingkungan terhadap perubahan, 8

9 Indeks Kepekaan Lingkungan di Pulau Sapudi Pulau Sapudi, secara administratif terdiri dua wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Nonggunong dan Gayam. Sektor yang menjadi prioritas di ke dua kecamatan tersebut, meliputi : wisata, perikanan tangkap, industri pengolahan hasil laut. Adapun hasil penilaian indeks kepekaan lingkungan di Pulau Sapudi, sebagai berikut : Tabel 9 Indeks Kepekaan Lingkungan di Pulau Sapudi, Kecamatan Gayam dan Nonggunong No Desa Nilai Keterangan Kerawanan Konversi Sosial 1 Sonok Perikanan tangkap, peternakan, wisata, 2 Somber Industri kecil, 3 Sokarame Timur Industri kecil, 4 Sokarame Perikanan tangkap, Paseser industri kecil 5 Talaga Perikanan tangkap mangrove, industri kecil 6 Tana Merah Industri kecil, 7 Nonggunong Perikanan tangkap, 8 Rosong Perikanan tangkap mangrove dan peternakan 9 Prambanan Perikanan tangkap Abrasi, pemboman ikan 10 Pancor Perikanan tangkap, abrasi 11 Gayam Perikanan tangkap Pasar, pelabuhan 12 Jambuir Peternakan, 13 Karang Tengah Industri kecil, 14 Nyamplong Industri kecil, 9

10 Kajian Indeks Kepekaan (Romadhon) 15 Kalowang Perikanan tangkap Mangrove 16 Tarebung Perikanan tangkap peternakan, pelabuhan, abrasi 17 Gendang barat Industri kecil, 18 Gendang timur Perikanan tangkap, wisata Total Sumber : Hasil olah data primer Hasil penilaian terhadap indeks pemanfaatan sumberdaya yang ramah kepekaan lingkungan (IKL= 4) di Pulau lingkungan. Sapudi, menunjukkan, kondisi yang hampir sama dengan Pulau Giliyang dan Arahan Pengembangan Pulau Poteran. Kondisi yang membedakan Arahan pengembangan yang terletak pada nilai konversi. Terdapat dua berbeda untuk setiap wilayah belum desa yang memiliki nilai konversi baik memberikan hasil yang memuaskan (keterwakilan sangat tinggi, keberadaan sumberdaya yang unik, kompleks dan apabila tidak dibangun keterkaitan yang saling memperkuat antar tipologi wilayah. utuh).. Kondisi tersebut pula menjadikan Pada tahap awal upaya membangun wilayah Pulau Sapudi menjadi sebuah keterkaitan harus dimulai dengan wilayah yang layak untuk dikonservasi memperkuat keterkaitan antar pulau-pulau menjadi cagar alam. kecil. Upaya membangun keterkaitan Secara kumulatif nilai IKL di tersebut dapat dilakukan dengan wilayah desa-desa Pulau Sapudi masih dalam kategori baik (< 40). Kondisi ini, membangun segitiga pertumbuhan antara pulau Sapudi, Poteran dan Giliyang. lebih banyak disebabkan belum Langkah langkah yang diperlukan dalam dimanfaatkannya sumberdaya dan ruang secara optimal serta penguasaan teknologi membangun keterkaitan pada tahap awal ini adalah sebagai berikut : yang masih rendah. Pengawasan lebih 1. Pulau Sapudi yang mempunyai lanjut perlu dilakukan melalui pengaturan keunggulan strategis berupa akses pemanfataan sumberaya, meliputi yang lebih mudah ke pusat pasar besar penetapan kawasan pengembangan yang seperti daerah Bali, Banyuwangi, sesuai dengan daya dukung lahan dan Situbondo dan lainnya, bisa dijadikan perairan serta penggunaan teknik sebagai wilayah outlet pemasaran, 10

11 pusat pengembangan industri ternak, pusat bisnis dan perdagangan. Aksesibilitas dan posisi geografisnya yang strategiis akan mengakibatkan aliran baik keluar maupun keluar dari daerah segitiga pertumbuhan akan lebih mudah. Dengan demikian secara bertahap akan mendorong peningkatan volume perdagangan. 2. Pulau Poteran, memiliki sektor perdagangan hasil dan kelautan dengan tingkat kompetisi yang baik, pengembangannnya diarahkan sebagai pusat pengembangan UKM dan industri skala rumah tangga. Kondisi ini akan sangat membantu dalam mensuplai bahan jadi maupun ½ jadi. Dilakukannya pengolahan sebelum produk dikirim akan meningkatkan nilai tambah yang diperoleh sehingga kebocoran ekonomi wilayah dapat dikurangi. 3. Pulau Giliyang dan Kecamatan Dungkek pada umumnya merupakan wilayah yang memiliki sumber perikanan dan bahan baku bagi industri rumah tangga arahan pengembangannya adalah bagaimana meningkatkan kapasitas produksi sumber-sumber bahan baku yang ada sehingga dapat digunakan sebagai input industri. Hal ini dapat diwujudkan dengan menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung bagi peningkatakan produksi, dapat berupa pelatihan dan introduksi teknologi yang lebih baik. Ilustrasi pola keterkaitan antar wilayah pulau kecil yang saling memperkuat dan simetris (Diadopsi dari Laporan Tim P4W) adalah sebagai berikut : Bali, Banyuwangi Jember, Situbondo Pulau Sapudi Outlet Pemasaran Pusat Bisnis dan Perdagangan Bahan ½ jadi UKM Home Industry Pulau Poteran Pulau Giliyang Akumulasi Nilai Tambah Produksi Bahan Baku/ Bahan Mentah Gambar 15 Pola Keterkaitan antar Wilayah Pulau Sapudi, Giliyang, Poteran yang simentris serta saling memperkuat 11

12 Kajian Indeks Kepekaan (Romadhon) SIMPULAN Berdasarkan hasil penilaian dan kajian yang telah dilakukan menyimpulkan beberapa hal, yaitu : 1. Kondisi lingkungan di wilayah pulaupulau kecil (Pulau Sapudi, Poteran dan Giliyang), yang meliputi tingkat kerawanan, konversi dan sosial, masih dalam kondisi baik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai indeks kepekaan lingkungan (IKL) dalam kategori baik (Poteran = 2, Poteran = 7 dan Sapudi = 4). Maksudnya, lingkungan pulau-pulau kecil masih memiliki daya dukung terhadap pengembangan sektor prioritas. 2. Tingkat kerawanan pada nilai tinggi (buruk) yang menunujukkan level kerawanan dari habitat, tata guna lahan atau penggunaan perairan pada tiap desa di wilayah pulau-pulau kecil, adalah : desa Padike dan Poteran (Poteran), Dungkek (Giliyang) dan desa Pancor sera Prambanan (Sapudi). 3. Tiap pulau kecil memiliki representasi keunikan integritas sumberdaya tersendiri pada salah satu desa didalamnya. Kondisi ini tercermin dari nilai konversi pada tiap wilayah desa. Nilai konversi pada kategori tinggi (baik) di tiap pulau-pulau kecil, terdiri dari desa Lapa taman (Dungkek), desa Padike (Poteran) dan desa Sonok serta Gendang timur (Sapudi). 4. Semua wilayah desa pada tiap wilayah pulau kecil, memiliki nilai sosial yang sama. Kondisi ini menunjukkan taraf sosial dan ekonomi masyarakat di tiap pulau-pulau kecil adalah sama. 4. Arahan pengembangan yang dibangun atas adanya keterkaitan antar pulau direkomendasikan sebagai berikut : a) Pulau Sapudi dijadikan sebagai wilayah outlet pemasaran, pusat pengembangan industri ternak, pusat bisnis dan perdagangan; b) Pulau Poteran, pengembangannnya diarahkan sebagai pusat pengembangan UKM dan industri skala rumah tangga. Kondisi ini akan sangat membantu dalam mensuplai bahan jadi maupun ½ jadi ; c) Pulau Giliyang dan Kecamatan Dungkek arahan pengembangannya adalah bagaimana meningkatkan kapasitas produksi sumber-sumber bahan baku yang ada sehingga dapat digunakan sebagai input industri. DAFTAR PUSTAKA Anwar, A Beberapa Konsepsi Alokasi Sumberdaya Alam Untuk Penentuan Kebijaksanaan Ekonomi Ke Arah Pembangunan Yang Berkelanjutan. Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Institut Pertanian Bogor, Bogor. 12

13 Bengen, D.G Sinopsis Ekosistem Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Pusat kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB. Bogor Dahuri, H.R., J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Mitchell, Robert Cameron and Richard T, Carson Using Surveys to Value Public Goods. The Contingent Valuation Methods. Resource For The Future, Washington D.C. Pretty, J. dan I. Guijt Primary Environmental Care : An Alternative Paradigm for Development Assistence dalam Britha Mikkelsen Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya Pemberdayaan. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Ruitenbeek, H.J Mangrove Management : An Economics Analysis of Management Option with a Focus on Bintuni Bay, Irian Jaya. Environmental Management Development in Indonesia Project (EMDI). EMDI Environmental Reports, Jakarta. Saaty, T.L Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin : Proses Hirarkhi Analitik Untuk Pengambilan Keputusan Dalam Situasi Yang Kompleks. PT Pustaka Binaman Presindo, Jakarta. Sanim, B Ekonomi Sumberdaya Air dan Manajemen Pengembangan Sektor Air Bersih Bagi Kesejahteraan Publik. Orasi Ilmiah, Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Siregar, D.D Manajemen Aset: Strategi Penataan Konsep Pembangunan Berkelanjutan Secara Nasional Dalam Konteks Kepala Daerah Sebagai CEO s Pada Era Globalisasi dan Otonomi Daerah. PT. Gramedia, Jakarta. 13

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tual adalah salah satu kota kepulauan yang ada di Provinsi Maluku dengan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup melimpah serta potensi pariwisata yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Pendekatan Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa meningkatnya persepsi masyarakat yang melihat adanya hubungan tidak searah antara keberhasilan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Daerah peralihan (interface area) antara ekosistem daratan dan laut. Batas ke arah darat: Ekologis: kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang

Lebih terperinci

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.2 Oktober 2009 ISSN : PENDEKATAN SISTEM DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA DAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUTAN

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.2 Oktober 2009 ISSN : PENDEKATAN SISTEM DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA DAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUTAN Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.2 Oktober 2009 ISSN : 1907-9931 PENDEKATAN SISTEM DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA DAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUTAN Mahfud Effendy Dosen Jurusan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Dalam pelaksanaan proses pembangunan, manusia tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan

Lebih terperinci

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN :

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : . PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR SECARA TERPADU: SOLUSI PEMANFAATAN RUANG, PEMANFAATAN SUMBERDAYA DAN PEMANFAATAN KAPASITAS ASIMILASI WILAYAH PESISIR YANG OPTIMAL DAN BERKELANJUTAN Mahfud Effendy Dosen Jurusan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Pemikiran Pembangunan pulau kecil menjadi kasus khusus disebabkan keterbatasan yang dimilikinya seperti sumberdaya alam, ekonomi dan kebudayaannya. Hal

Lebih terperinci

Faktor yang Berpengaruh dalam Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis Perikanan di Pulau Poteran

Faktor yang Berpengaruh dalam Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis Perikanan di Pulau Poteran JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-148 Faktor yang Berpengaruh dalam Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis Perikanan di Pulau Poteran Dira Arumsani dan Adjie Pamungkas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pulau Madura merupakan wilayah dengan luas 15.250 km 2 yang secara geografis terpisah dari Pulau Jawa dan dikelilingi oleh selat Madura dan laut Jawa. Sebagai kawasan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia terkenal memiliki potensi sumberdaya kelautan dan pesisir yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (terpanjang ke empat di Dunia setelah Canada,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi melalui khatulistiwa.

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 13.466 dan garis pantai sepanjang 95.18 km, memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN 2443-1109 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO Muhammad Arhan Rajab 1, Sumantri 2 Universitas Cokroaminoto Palopo 1,2 arhanrajab@gmail.com

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan, merupakan salah satu aset pembangunan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL Nam dapibus, nisi sit amet pharetra consequat, enim leo tincidunt nisi, eget sagittis mi tortor quis ipsum. PENYUSUNAN BASELINE PULAU-PULAU

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

Kompilasi Data Statistik Sumber Daya Laut dan Pesisir, 2013

Kompilasi Data Statistik Sumber Daya Laut dan Pesisir, 2013 BADAN PUSAT STATISTIK Kompilasi Data Statistik Sumber Daya Laut dan Pesisir, 2013 ABSTRAKSI Seiring dengan adanya kesadaran untuk menjalankan pembangunan berkelanjutan dibidang kelautan, kegiatan eksplorasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan Pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan Pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Pembangunan Wilayah Pesisir Kebijaksanaan Pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dimana Rencana Tata Ruang Propinsi/Kota

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan kota pantai merupakan tempat konsentrasi penduduk yang paling padat. Sekitar 75% dari total penduduk dunia bermukim di kawasan pantai. Dua pertiga dari kota-kota

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi.

Lebih terperinci

Kompilasi Data Statistik Sumber Daya Laut dan Pesisir, 2015

Kompilasi Data Statistik Sumber Daya Laut dan Pesisir, 2015 BADAN PUSAT STATISTIK Kompilasi Data Statistik Sumber Daya Laut dan Pesisir, 2015 ABSTRAKSI Seiring dengan adanya kesadaran untuk menjalankan pembangunan berkelanjutan di bidang kelautan, kegiatan eksplorasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan salah satu modal utama untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan nasional, yaitu pemanfaatan sumber daya yang sebesar-besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai km

BAB I PENDAHULUAN. dari pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai km BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai 81.000 km dan luas laut 3,1 juta

Lebih terperinci

Penentuan Variabel Berpengaruh dalam Pengembangan Kawasan Strategis Ekonomi Pesisir Utara pada Bidang Perikanan di Kota Pasuruan

Penentuan Variabel Berpengaruh dalam Pengembangan Kawasan Strategis Ekonomi Pesisir Utara pada Bidang Perikanan di Kota Pasuruan C1 Penentuan Berpengaruh dalam Pengembangan Kawasan Strategis Ekonomi Pesisir Utara pada Bidang Perikanan di Kota Pasuruan Dwi Putri Heritasari dan Rulli Pratiwi Setiawan Perencanaan Wilayah dan Kota,

Lebih terperinci

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA Desy Damayanti Mahasiswa Magister Manajemen Aset FTSP ITS Ria Asih Aryani Soemitro Dosen Pembina Magister Manajemen Aset FTSP

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tegal terletak di pantai utara Jawa Tengah dengan wilayah pantai dan laut yang berbatasan dengan Kabupaten Tegal oleh Sungai Ketiwon di sebelah timur dan dengan

Lebih terperinci

KELURAHAN BAROMBONG KATA PENGANTAR

KELURAHAN BAROMBONG KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya hingga Laporan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu (Integrated Coatal Managemen-ICM)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di dunia. Wilayah kepulauan Indonesia sangat luas, luas daratannya adalah 1,92 Juta Km 2, dan

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari 13.667 pulau dan mempunyai wilayah pantai sepanjang 54.716 kilometer. Wilayah pantai (pesisir) ini banyak

Lebih terperinci

OLEH : TOMI DWICAHYO NRP :

OLEH : TOMI DWICAHYO NRP : OLEH : TOMI DWICAHYO NRP : 4301.100.036 LATAR BELAKANG Kondisi Kab. Blitar merupakan lahan yang kurang subur, hal ini disebabkan daerah tersebut merupakan daerah pegunungan berbatu. Sebagian Kab. Blitar

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran 15 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki kompleksitas yang sangat tinggi, baik karakteristik, dinamika dan potensi. Pembangunan yang semakin meningkat di wilayah

Lebih terperinci

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar, baik sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Barat-Propinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Sekotong bagian utara, tepatnya di Desa Sekotong

Lebih terperinci

8. PRIORITAS PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEMERSAL YANG BERKELANJUTAN DENGAN ANALISIS HIRARKI PROSES

8. PRIORITAS PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEMERSAL YANG BERKELANJUTAN DENGAN ANALISIS HIRARKI PROSES 8. PRIORITAS PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEMERSAL YANG BERKELANJUTAN DENGAN ANALISIS HIRARKI PROSES 8.1 Pendahuluan Untuk dapat memahami persoalan dalam pemanfaatan dan pengelolaan

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang kompleks, unik dan indah serta mempunyai fungsi biologi, ekologi dan ekonomi. Dari fungsi-fungsi tersebut,

Lebih terperinci

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN. MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN Faisyal Rani 1 1 Mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Riau 1 Dosen

Lebih terperinci

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pulau-Pulau Kecil 2.1.1 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) dalam Jaelani dkk (2012) adalah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Diketahui bahwa Papua diberi anugerah Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah. Sumberdaya tersebut dapat berupa sumberdaya hayati dan sumberdaya non-hayati. Untuk sumberdaya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan adalah melalui pengembangan kegiatan wisata bahari. Berbicara wisata bahari, berarti kita berbicara tentang

Lebih terperinci

Kata Kunci : Pengelolaan, Terumbu karang, Berkelanjutan, KKLD, Pulau Biawak

Kata Kunci : Pengelolaan, Terumbu karang, Berkelanjutan, KKLD, Pulau Biawak Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN: 2541-0849 e-issn: 2548-1398 Vol. 2, No 8 Agustus 2017 STRATEGI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) PULAU BIAWAK

Lebih terperinci

DATA, INFORMASI, KRITERIA, PERTIMBANGAN, PENENTUAN DAN DELIENASI ALOKASI RUANG UNTUK ZONA PERIKANAN TANGKAP DEMERSAL

DATA, INFORMASI, KRITERIA, PERTIMBANGAN, PENENTUAN DAN DELIENASI ALOKASI RUANG UNTUK ZONA PERIKANAN TANGKAP DEMERSAL DATA, INFORMASI, KRITERIA, PERTIMBANGAN, PENENTUAN DAN DELIENASI ALOKASI RUANG UNTUK ZONA PERIKANAN TANGKAP DEMERSAL S. Diposaptono*, Ramses* dan I.K Sudiarta** * Kementerian Kelautan dan Perikanan **

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

X. ANALISIS KEBIJAKAN

X. ANALISIS KEBIJAKAN X. ANALISIS KEBIJAKAN 10.1 Alternatif Kebijakan Tahapan analisis kebijakan pada sub bab ini merupakan metode pengkajian untuk menghasilkan dan mentransformasikan flow of thinking dari serangkaian analisis

Lebih terperinci

UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY

UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY Oleh: Kevin Yoga Permana Sub: Pengembangan Minapolitan di Kabupaten Cilacap Tanpa tindakan konservasi dan pengelolaan, sektor

Lebih terperinci

MENGAPA ASPEK RUANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA? 1. PERENCANAAN EKONOMI SERINGKALI BERSIFAT TAK TERBATAS 2. SETIAP AKTIVITAS SELAL

MENGAPA ASPEK RUANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA? 1. PERENCANAAN EKONOMI SERINGKALI BERSIFAT TAK TERBATAS 2. SETIAP AKTIVITAS SELAL KESERASIAN TATA RUANG KAWASAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA Ani Rahmawati, S.Pi, M.Si Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA MENGAPA ASPEK RUANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA? 1.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Lombok memiliki luas 467.200 ha. dan secara geografis terletak antara 115 o 45-116 o 40 BT dan 8 o 10-9 o 10 LS. Pulau Lombok seringkali digambarkan sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU Urip Rahmani 1), Riena F Telussa 2), Amirullah 3) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan USNI Email: urip_rahmani@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG DI WILAYAH PESISIR KECAMATAN BONTOHARU KABUPATEN KEPULAUAN SALAYAR

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG DI WILAYAH PESISIR KECAMATAN BONTOHARU KABUPATEN KEPULAUAN SALAYAR ANALISIS PEMANFAATAN RUANG DI WILAYAH PESISIR KECAMATAN BONTOHARU KABUPATEN KEPULAUAN SALAYAR Murshal Manaf Staf Pengajar Jurusan Teknik PWK, Universitas 45 Makassar Murshal_manaf@yahoo.com ABSTRAK Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan pulau-pulau kecil (PPK) di Indonesia masih belum mendapatkan perhatian yang cukup besar dari pemerintah. Banyak PPK yang kurang optimal pemanfaatannya.

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENCADANGAN KAWASAN TERUMBU KARANG PASIR PUTIH SEBAGAI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut Buku Tahunan. Bogor.

DAFTAR PUSTAKA. 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut Buku Tahunan. Bogor. DAFTAR PUSTAKA 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut. 2006. Buku Tahunan. Bogor. 2. Dahuri, Rokhmin. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT Gramedia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan fakta fisiknya, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (terpanjang

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Kupang adalah salah satu kabupaten dengan ekosistem kepulauan. Wilayah ini terdiri dari 27 pulau dimana diantaranya masih terdapat 8 pulau yang belum memiliki

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO Sabua Vol.7, No.1: 383 388, Maret 2015 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO Verry Lahamendu Staf Pengajar JurusanArsitektur,

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang terus menerus melakukan pembangunan nasional. Dalam mengahadapi era pembangunan global, pelaksanaan pembangunan ekonomi harus

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil analisis tingkat perkembangan desa 20 desa tergolong kategori

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan pesisir Nuhuroa yaitu kawasan pesisir Kecamatan Kei Kecil dan Kecamatan Dullah Utara (Tabel 1). Tabel 1 Lokasi Penelitian di

Lebih terperinci

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM Indonesia diposisi silang samudera dan benua 92 pulau terluar overfishing PENCEMARAN KEMISKINAN Ancaman kerusakan sumberdaya 12 bioekoregion 11 WPP PETA TINGKAT EKSPLORASI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu pilihan yang strategis untuk dikembangkan, terutama di Kawasan Timur Indonesia (KTI) karena memiliki potensi yang sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar belakang

I. PENDAHULUAN Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pengalaman paradigma pembangunan bangsa Indonesia selama kurun waktu pembangunan jangka panjang I yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan aspek penting

Lebih terperinci

BAB 2 KETENTUAN UMUM

BAB 2 KETENTUAN UMUM BAB 2 KETENTUAN UMUM 2.1 PENGERTIAN-PENGERTIAN Pengertian-pengertian dasar yang digunakan dalam penataan ruang dan dijelaskan di bawah ini meliputi ruang, tata ruang, penataan ruang, rencana tata ruang,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci

Melestarikan habitat pesisir saat ini, untuk keuntungan di esok hari

Melestarikan habitat pesisir saat ini, untuk keuntungan di esok hari Melestarikan habitat pesisir saat ini, untuk keuntungan di esok hari Kesejahteraan masyarakat pesisir secara langsung terkait dengan kondisi habitat alami seperti pantai, terumbu karang, muara, hutan mangrove

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Natuna memiliki potensi sumberdaya perairan yang cukup tinggi karena memiliki berbagai ekosistem laut dangkal yang merupakan tempat hidup dan memijah ikan-ikan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE JAKARTA, MEI 2005 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

Modul 1: Pengantar Pengelolaan Sumber Daya Air

Modul 1: Pengantar Pengelolaan Sumber Daya Air vii B Tinjauan Mata Kuliah uku ajar pengelolaan sumber daya air ini ditujukan untuk menjadi bahan ajar kuliah di tingkat sarjana (S1). Dalam buku ini akan dijelaskan beberapa pokok materi yang berhubungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

instansi yang berperan di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Keutuhan daya dukung lingkungan pesisir sangat dibutuhkan guna pengembangan ilmu peng

instansi yang berperan di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Keutuhan daya dukung lingkungan pesisir sangat dibutuhkan guna pengembangan ilmu peng MODEL PENANGANAN KERUSAKAN TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA Samadi Dosen Jurusan Geografi FIS UNJ Email: adinote@gmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkonstruksi model

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksploitasi sumberdaya pesisir dan laut dalam dekade terakhir ini menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat, bahkan telah mendekati kondisi yang membahayakan kelestarian

Lebih terperinci