BAB II TINJAUAN PUSTAKA. renik bakteri, jamur dan aktinomises, yang dapat berkhasiat menghentikan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. renik bakteri, jamur dan aktinomises, yang dapat berkhasiat menghentikan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotika Antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh berbagai jasad renik bakteri, jamur dan aktinomises, yang dapat berkhasiat menghentikan pertumbuhan atau membunuh jasad renik lainnya (Subronto dan Tjahajati, 2001). Antibiotika yang diperoleh secara alami dari mikroorganisme disebut antibiotika alami, antibiotika yang disintesis di laboratorium disebut antibiotika sintetis. Antibiotika yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan dimodifikasi di laboratorium dengan menambahkan senyawa kimia disebut antibiotika semisintetis (Subronto dan Tjahajati, 2011) Amoksisilin Rumus struktur: Amoksisilin memiliki rumus molekul C 16 H 19 N 3 O 5 S.3H 2 O dengan berat molekul 419,45. Pemeriannya berupa serbuk hablur, putih, praktis tidak berbau, berasa pahit. Senyawa ini sukar larut dalam air dan metanol (1 gram dalam 370 ml air atau dalam 2000 ml alkohol), tidak larut dalam benzen, dalam karbon tetraklorida dan dalam kloroform (Ditjen POM, 1995; Wattimena, 1991). Struktur kimia amoksisilin terdiri atas cincin β-laktam, cincin tiazolidin rantai samping amida dan gugus karboksil. Amoksisilin merupakan antibiotika

2 berspektrum luas terhadap bakteri gram positif dan gram negatif dengan cara kerja mengganggu perkembangan dinding sel mikroba dengan jalan mencegah kerja enzim transpeptidase sehingga menjadi inaktif (Subronto dan Tjahjati, 2001). Amoksisilin didistribusikan dengan cepat dari plasma ke dalam jaringan tubuh hewan dan dieksresikan melalui ginjal, kelenjar susu, hati dan usus (Subronto dan Tjahjati, 2001). Antibiotika derivat penisilin banyak digunakan pada peternakan domba, babi dan unggas untuk mengobati penyakit infeksi dan sebagai tambahan bahan makanan atau ditambahkan kedalam minuman untuk mencegah serangan dari beberapa penyakit (Doyle, 2006). Residu penisilin yang terdapat di dalam daging dan jaringan lainya biasanya dapat diabaikan keberadaannya setelah 5 hari pasca pemberian terakhir. Penisilin biasanya cepat hilang dalam darah melalui ginjal dan keluar melalui urin (Subronto dan Tjahjati, 2001). Residu penisilin yang berlebihan dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas yaitu reaksi alergi, gatal, urtikaria dan demam (Subronto dan Tjahjati, 2001) Ampisilin Rumus struktur: Ampisilin berbentuk anhidrat dan trihidrat memiliki rumus molekul C 16 H 19 N 3 O 4 S.3H 2 O dengan berat molekul 403,45. Ampisilin berupa bubuk

3 hablur putih, tidak berbau. Garam trihidratnya stabil pada suhu kamar. Dalam air kelarutannya 1 g/ml, dalam etanol absolut 1 g/250 ml dan praktis tidak larut dalam eter dan kloroform (Ditjen POM, 1995). Ampisilin memiliki spektrum antimikroba yang luas tetapi lebih efektif terhadap bakteri gram negatif Tetrasiklin Rumus struktur: Tetrasiklin memiliki rumus molekul C 22 H 24 N 2 O 8.HCl dengan berat molekul 480,6. Tetrasiklin merupakan serbuk hablur, kuning, tidak berbau, agak higroskopis. Stabil di udara tetapi pada pemaparan terhadap cahaya matahari yang kuat dalam udara lembab menjadi gelap. Larut dalam air, dalam alkali hidroksida dan dalam larutan karbonat, sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam kloroform dan eter. Tetrasiklin mudah membentuk garam dengan ion Na + dan Cl - sehingga kelarutannya menjadi lebih baik (Ditjen POM, 1995) Tetrasiklin merupakan kelompok antibiotika yang dihasilkan oleh jamur Streptomyces aureofasiens atau S. rimosus. Tetrasiklin bersifat bakteriostatik dengan daya jangkauan (spektrum) luas, dengan jalan menghambat sintesis protein dengan cara mengikat sub unit 30 S dari pada ribosom sel bakteri. pada unggas tetrasiklin digunakan untuk mengatasi infeksi CRD (Chronic Respiratory Diseasis), erisipclas dan sinusitis (Subronto dan Tjahjati, 2001).

4 2.1.4 Kloramfenikol Rumus struktur: Kloramfenikol mempunyai rumus molekul C 11 H 29 N 7 O 12 dengan berat molekul Kloramfenikol merupakan serbuk kristal putih sampai putih keabuan atau putih kekuningan, tidak berbau, sangat tidak larut dalam air, sangat larut dalam alkohol dan propilen glikol (Ditjen POM, 1995). Kloramfenikol termasuk antibiotika yang paling stabil. Larutan kloramfenikol dalam air pada ph 6 menunjukkan kecenderungan terurai yang paling rendah. Senyawa ini cepat dan hampir sempurna diabsorpsi dari saluran cerna. Oleh karena itu pemberian kloramfenikol dilakukan secara peroral (Wattimena, 1990). Kloramfenikol merupakan antibiotika golongan amphenicol yang bersifat bakteriosidal dengan memiliki aktifitas spektrum luas aktif terhadap bakteri yang patogen dengan jalan menghambat sintesis protein dengan cara mengikat sub unit 30 S dari pada ribosom sel bakteri dan menghambat aktifitas enzim peptidil transferase. Kloramfenikol dahulu digunakan dalam pengobatan untuk hewan ternak dan manusia tetapi karena adanya laporan bahwa kloramfenikol menimbulkan penyakit anemia plastik bagi manusia sehingga sejak tahun 1994 di Amerika dan Eropa penggunaan kloramfenikol tidak diijinkan untuk pengobatan hewan ternak (Martaleni, 2007).

5 2.2 Penggunaan Antibiotika Dalam Peternakan Penggunaan obat hewan pada tahap produksi ternak sering dilakukan agar prodiktivitas ternak dapat dipertahankan atau ditingkatkan (Bahri dkk, 2005). Obat hewan yang paling sering digunakan pada peternakan adalah antibiotika (Dewi dkk, 2002). Antibiotika diberikan pada hewan ternak berguna untuk mencegah atau mengobati penyakit sehingga digunakan sebagai imbuhan pakan (Oramahi dkk, 2004). Pemberian antibiotika pada hewan dalam peternakan skala besar umumnya diberikan melalui air minum dan dapat diikuti dengan pemberian antibiotika melalui pakan (Martaleni, 2007). Umumnya pemberian antibiotika yang diberikan pada ayam lebih banyak diberikan secara massal dibandingkan pemberian secara individual (Doyle, 2006). Hal ini dilakukan untuk membuat hewan tetap produktif meskipun mereka hidup dalam kondisi berdesakan dan tidak higienis (Bahri dkk, 2000) Pada usaha peternakan modern, imbuhan pakan (food suplement) sudah umum digunakan oleh peternak. Suplement ini dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan dan meningkatkan efisiensi pakan dengan mengurangi mikroorganisme pengganggu (patogen) atau meningkatkan populasi mikroba yang menguntungkan yang ada di dalam saluran pencernaan (Rahayu, 2009). Menurut Bahri., dkk, (2000), hampir semua pabrik pakan menambahkan obat hewan berupa antibiotika ke dalam pakan komersial, sehingga sebagian besar pakan komersial yang beredar di Indonesia mengandung antibiotika. Apabila peternak yang menggunakan pakan tersebut tidak memperhatikan aturan pemakaiannya, diduga kuat produk ternak mengandung residu antibiotika yang

6 dapat mengganggu kesehatan manusia, antara lain berupa resistensi terhadap antibiotika tertentu, reaksi alergi dan kemungkinan keracunan (Yuningsih., dkk, 2005). Beberapa negara mengizinkan pemberian berbagai jenis antibiotika, termasuk golongan tetrasiklin, neomisin, basitrasin, dan preparat sulfa untuk diberikan secara berkala pada peternakan ayam tetapi golongan ini tidak diizinkan diberikan melalui pakan ternak di Indonesia (Martaleni, 2007). 2.3 Residu Antibiotika Residu obat adalah sisa dari obat atau metabolitnya dalam jaringan atau organ hewan/ternak setelah pemakaian obat hewan (Rahayu, 2009). Menurut Oramahi dkk, 2004; Bahri dkk, 2005 pemberian antibiotika sebagai pakan ternak yang diberikan dalam waktu yang cukup lama dengan tidak memperhatikan aturan pemberiannya akan terakumulasi di dalam jaringan tubuh ternak sehingga menyebabkan terdapatnya residu pada jaringan tubuh ternak. Residu antibiotika yang terakumulasi memiliki konsentrasi yang berbedabeda antara jaringan dari tubuh ternak satu dengan yang lainnya (Bahri dkk, 2005). Akibat penggunaan antibiotika yang luas dalam pakan ternak, banyak peneliti yang melaporkan mengenai keberadaan antibiotika di dalam jaringan tubuh ternak. Hasil penelitian Oramahi dkk, 2004 terhadap 65 sampel hati ayam secara mikrobiologi dan diperoleh residu antibiotika golongan penisilin sebesar 29,23%, golongan makrolida sebesar 36,92%, golongan aminoglikosida sebesar 1,54 % dan golongan tetrasiklin 26,15%.

7 Dewi, dkk., (2002) dan Handayani, dkk., (2003) telah menemukan residu antibiotika dengan menggunakan metode mikrobiologi, berupa golongan antibiotika tetrasiklin, penisilin, aminoglikosida, dan makrolida pada sampel produk asal hewan baik daging segar maupun daging olahan yang diambil dari pasar tradisional dan rumah potong hewan di wilayah Kabupaten Badung (Bali), Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Hasil penelitian Karlina, 2011 telah menemukan residu kloramfenikol pada telur yang beredar di Sumatera Utara sebesar 0,0752-0,1937 µg/g secara analisa KCKT, dimana kadar yang diperoleh melebihi persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah. Kristina (2011) menemukan kadar tetrasiklin yang melebihi batas kadar yang ditetapkan oleh pemerintah dalam daging ayam yang diambil dari pasar swalayan di kota Medan secara spektrofotometer UV sebesar 4,9141 dan 8,5556 µg/g. Hal lain yang perlu diingat adalah bahwa antibiotika tidak dapat seluruhnya diekskresi dari jaringan tubuh ternak, seperti : daging, air susu dan telur. Hal ini berarti sebagian antibiotika masih tertahan dalam jaringan tubuh sebagai bentuk residu. 2.4 Batas Toleransi Residu Antibiotik Keamanan pangan asal ternak berkaitan erat dengan pengawasan pemakaian antibiotika dan obat hewan yang tergolong obat keras perlu memperhatikan waktu henti sehingga diharapkan residu tidak ditemukan lagi atau berada di bawah Batas Maksimum Residu (BMR). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI No ), batas maksimum residu antibiotika dalam makanan yang masih boleh dikonsumsi untuk antibiotika amoksisilin, ampisilin

8 dan kloramfenikol adalah 0,01 µg/g dan batas maksimum residu antibiotika tetrasiklin adalah 0,1 ug/g. 2.5 Penentuan Residu Antibiotik dalam Sampel Makanan Metode penentuan multi-residu yang semakin penting, untuk kontrol residu dalam produk makanan. Metode ini menguntungkan dibandingkan dengan metode residu untuk senyawa tunggal karena metode ini lebih mudah dilakukan dan lebih murah dalam hal penggunaan pereaksi. Analisa multi-residu dalam sampel makanan dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu penentuan secara kualitatif (skrining) dan penentuan secara kuantitatif (konfirmasi) (Shankar et al, 2010). Metode analisa untuk melakukan uji kualitatif terhadap residu dalam sampel makanan memiliki kriteria seperti metode memberikan hasil yang akurat, memiliki sensitifitas yang baik,reprodusibel, biaya pengerjaannya murah, kemampuan untuk mendeteksi analit yang akan dianalisis (Shankar et al, 2010). Telah banyak penelitian mengenai metode analisa multiresidu untuk golongan antibiotika dengan menggunakan LCMS. O Keeffe, (1999) telah mengembangkan metode penentuan multiresidu sulfonamide, antibiotika golongan β-laktam dan tetrasiklin pada telur secara KCKT-MS. Penelitian ini memperoleh hasil bahwa metode ini sangat sensitif karena dapat mendeteksi keberadaan residu pada kadar ppb (part per billion). Metode multiresidu untuk residu obat hewan di produk makanan dilaporkan oleh Zhou et.al, (2006) berhasil menggunakan kromatografi cair spektrometri massa dengan mengembangkan metode untuk penentuan secara bersamaan 30 jenis antibiotika yang terdapat pada daging yang dikonsumsi oleh

9 manusia. Fang et al, (2007) telah melakukan uji kualiatif dan uji kuantitatif residu kloramfenikol yang terdapat pada madu, udang, dan daging ayam menggunakan alat KCKT-MS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode yang digunakan dapat mendeteksi keberadaan residu antibiotika dengan batas deteksi hingga 100 ppb. Prosedur penyiapan sampel sangat menentukan dalam analisa secara kromatografi (Rohman, 2009). Penyiapan sampel dari bahan yang memiliki matriks yang komplek seperti daging, ginjal atau hati sangat diperlukan supaya hasil uji kualitatif memiliki sensitifitas yang baik (Shankar, 2010). Ekstraksi pada sampel bertujuan mengurangi atau menghilangkan adanya partikulat dari matriks sampel sehingga akan mengganggu proses analisa terutama menggunakan analisa secara kromatografi (Rohman, 2009). Penyiapan sampel dari daging biasanya dimulai dengan tahap pemotongan, menghaluskan sampel, menghomogenisasi, dan ekstraksi dengan larutan organik (Shankar, 2010). 2.6 Teori Kromatografi Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Mecheal Tsweet pasa tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat. Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase) (Rohman, 2007).

10 Teknik kromatografi telah berkembang dan telah digunakan untuk memisahkan dan mengkuantifikasi berbagai macam komponen yang kompleks, baik komponen organik maupun komponen anorganik. Pemisahan senyawa biasanya menggunakan beberapa teknik kromatografi. Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan senyawa yang akan dipisahkan (Anonim (b), 2009). Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda (Anonim (b), 2009) Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam sehingga mampu menganalisis berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen POM, 1995). KCKT merupakan metode yang sering digunakan untuk menganalisis senyawa obat. KCKT dapat digunakan untuk pemeriksaan kemurnian bahan obat, pengawasan proses sintesis dan pengawasan mutu (quality control) (Ahuja and Dong, 2005).

11 Jenis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dapat dibagi menjadi beberapa metode, yakni: kromatografi fase normal (normal phase chromatography), kromatografi fase balik (reversed-phase chromatography), kromatografi penukar ion (ion-exchange chromatography) dan kromatografi eksklusi ukuran (size exclusion chromatography) (Kazakevich and Lobrutto, 2007). Kromatografi fase balik merupakan kebalikan dari kromatografi fase normal. Kromatografi fase balik menggunakan fase diam yang bersifat nonpolar, dan fase geraknya yang relatif lebih polar daripada fase diam. Fase diam yang umum digunakan adalah oktadesilsilan (ODS atau C18). Hampir 90 % senyawa kimia dapat dianalisis dengan kromatografi jenis ini (Meyer, 2004; Kazakevich and Lobrutto, 2007) Proses Pemisahan dalam Kolom Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Pemisahan analit dalam kolom kromatografi berdasarkan pada aliran fase gerak yang membawa campuran analit melalui fase diam dan perbedaan interaksi analit dengan permukaan fase diam sehingga terjadi perbedaan waktu perpindahan setiap komponen dalam campuran (Kazakevich and Lobrutto, 2007). Menurut Meyer (2004) seperti yang ditunjukkan proses pemisahan yang terjadi di dalam kolom dapat dilihat pada gambar 1 yaitu contohnya, campuran dua komponen dimasukkan ke dalam sistem kromatografi (partikel dan ) (Gambar 1.1a). Di mana komponen cenderung menetap di fase diam dan komponen lebih cenderung di dalam fase gerak (Gambar 1.1b).

12 Fase Gerak Fase Diam Gambar 1.1. Ilustrasi proses pemisahan yang terjadi di dalam kolom KCKT. Masuknya eluen (fase gerak) yang baru ke dalam kolom akan menimbulkan kesetimbangan baru, molekul sampel dalam fase gerak diadsorpsi sebagian oleh permukaan fase diam berdasarkan pada koefisien distribusinya, sedangkan molekul yang sebelumnya diadsorpsi akan muncul kembali di fase gerak (Gambar 1.1c). Setelah proses ini terjadi berulang kali, kedua komponen akan terpisah. Komponen yang lebih suka dengan fase gerak akan berpindah lebih cepat daripada komponen yang cenderung menetap di fase diam, sehingga komponen akan muncul terlebih dahulu dalam kromatogram, kemudian diikuti oleh komponen (Gambar 1.1d) (Meyer, 2004) Istilah Umum Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Waktu Tambat Waktu tambat atau retention time (tr) adalah periode waktu yang dilalui dari penyuntikan sampel hingga diperoleh rekaman signal maksimum. Waktu tambat suatu zat selalu konstan pada kondisi kromatografi yang sama. Hal ini

13 dijadikan suatu dasar analisis kualitatif. Suatu puncak kromatografi dapat diidentifikasi dengan membandingkan waktu tambatnya terhadap baku (Meyer, 2004). Gambar 1.2 menunjukkan, w adalah lebar puncak dan t0 disebut waktu hampa (void time/dead time) yaitu waktu tambat pelarut yang tidak tertahan atau waktu yang dibutuhkan oleh fase gerak untuk melewati kolom (breakthrough time). Waktu tambat dipengaruhi oleh laju alir (μ) dan panjang kolom (L). Jika laju alir lambat atau kolom panjang, maka tr akan semakin besar dan sebaliknya. μ = L tr Gambar 1.2. Kromatogram hasil analisis KCKT. (Meyer, 2004) Faktor Kapasitas (k ) Faktor kapasitas (k ) merupakan suatu ukuran derajat tambatan dari analit yang tidak dipengaruhi laju alir dan panjang kolom. Faktor kapasitas dihitung dengan membagi waktu tambat bersih (t R) dengan waktu hampa (t0) seperti yang dapat dilihat pada rumus berikut ini. k = t tr to = to to Idealnya, analit yang sama jika diukur pada dua instrumen berbeda dengan ukuran kolom yang berbeda namun memiliki fase diam dan fase gerak yang sama,

14 maka faktor kapasitas dari analit pada kedua sistem KCKT tersebut secara teoritis adalah sama (Kazakevich and Lobrutto, 2007) Efisiensi Kolom (N) Efisiensi adalah ukuran tingkat penyebaran puncak dalam kolom. Efisiensi kolom ditunjukkan dari jumlah lempeng teoritikal atau theoretical plates (N), yang dapat dihitung dengan rumus: N = 16 tr w P 2 Kolom yang efisien adalah kolom yang mampu menghasilkan pita sempit dan memisahkan analit dengan baik. Nilai lempeng akan semakin tinggi jika ukuran kolom semakin panjang, hal ini berarti proses pemisahan yang terjadi semakin baik. Hubungan antara nilai lempeng dengan panjang kolom disebut sebagai nilai HETP/Height Equivalent of Theoretical Plate (H). H dapat dihitung dengan rumus: H = L N (Snyder and Kirkland, 1979) Selektifitas atau Faktor Pemisahan (α) Selektifitas (α) adalah kemampuan sistem kromatografi untuk membedakan analit yang berbeda. Selektifitas ditentukan sebagai rasio perbandingan faktor kapasitas (k ) dari analit yang berbeda: α = k2 tr2 t0 = k1 tr1 t0

15 Resolusi (Rs) Resolusi (Rs) merupakan derajat pemisahan dari dua puncak analit yang berdekatan. Resolusi didefinisikan sebagai perbedaan waktu tambat antara dua puncak dibagi dengan rata-rata lebar kedua puncak (Ornaf and Dong, 2005). Pada analisis kuantitatif, resolusi yang ditunjukkan harus lebih besar dari 1,5. Sementara itu, bila kedua puncak yang berdekatan memiliki perbedaan ukuran yang signifikan, maka diperlukan nilai resolusi yang lebih besar (Meyer, 2004) Faktor Tailing dan Faktor Asimetri Idealnya, puncak kromatogram akan memperlihatkan bentuk Gaussian dengan derajat simetris yang sempurna (Ornaf and Dong, 2005). Namun kenyataannya, puncak yang simetris secara sempurna jarang dijumpai. Jika diperhatikan secara cermat, maka hampir setiap puncak dalam kromatografi memperlihatkan tailing (Dolan, 2003). Pada Gambar 1.3 ditunjukkan tiga jenis bentuk puncak. Gambar 1.3. Bentuk puncak kromatogram. (Kazakevich and Lobrutto. 2007). Pengukuran derajat asimetris puncak dapat dihitung dengan 2 cara, yakni faktor tailing dan faktor asimetris. Faktor tailing (Tf) dihitung dengan menggunakan lebar puncak pada ketinggian 5% (W0,05), rumusnya dituliskan sebagai berikut.

16 Tf = a + b 2a Dengan nilai a dan b merupakan setengah lebar puncak pada ketinggian 5% seperti yang ditunjukkan di Gambar 4. Gambar 1.4. Pengukuran derajat asimetris puncak (Dolan, 2003). Sedangkan faktor asimetri (As) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut. b As = a Nilai a dan b dalam perhitungan faktor asimetri merupakan setengah lebar puncak pada ketinggian 10% seperti yang ditunjukkan di Gambar 1.4. Jika nilai a sama dengan b, maka faktor tailing dan asimetri bernilai 1. Kondisi ini menunjukkan bentuk puncak yang simetris sempurna (Dolan, 2003). Bila puncak berbentuk tailing, maka kedua faktor ini akan bernilai lebih besar dari 1 dan sebaliknya bila puncak berbentuk fronting, maka faktor tailing dan asimetri akan bernilai lebih kecil dari 1 (Hinshaw, 2004). 2.7 Spektrometri Massa Spektrometri massa merupakan tehnik yang sangat spesifik dan fleksibel dalam mendeteksi dan mengidentifikasi suatu senyawa organik dan bukan

17 organik karena spektrometri massa tidak hanya memberikan informasi mengenai berat/struktur molekul tetapi juga memberikan informasi jelas dari struktur jejak jari (fingerprint) yang berbeda-beda pada setiap senyawa (Cappiello, 2007). Spektrometri massa dapat dipasang (coupling) dengan semua tehnik kromatografi yaitu kromatografi cair, kromatografi gas dan kromatografi lapis tipis (Onggo., dkk, 1998) Metode ionisasi pada spektrometri massa dapat melalui beberapa cara seperti Electron Impact (EI), Electrospray Ionization (ESI), Fast Atomic bombardment (FAB), Atmospheric Pressure Chemical Ionization (APCI), Atmospheric Pressure Photo Ionization (APPI), Termospray Ionization (TSP) (Cappiello, 2007). Pada penelitian ini alat KCKT-MS yang ada menggunakan spektrometri massa metode elektrospray ionisasi (ESI) Electrospray Ionization (ESI) Electrospray Ionization (ESI) adalah salah satu metode dari spektrometri massa untuk mendapatkan ion molekul. Metode ESI menggunakan penyemprotan sehingga tidak terjadi fragmentasi molekul sampel melainkan yang diperoleh adalah ion molekul dari senyawa sehingga bisa dipakai untuk identifikasi (kualitatif) senyawa analit (Cappiello, 2007).

18 2.7.2 Instrumen KCKT Instrumen KCKT terdiri atas 6 bagian, yakni wadah fase gerak (reservoir), pompa (pump), tempat injeksi sampel (injector), kolom (column), detektor (detector) dan perekam (recorder) (McMaster, 2007) Wadah Fase Gerak (Reservoir) Wadah fase gerak menyimpan sejumlah fase gerak yang secara langsung berhubungan dengan sistem (Meyer, 2004). Wadah haruslah bersih dan inert, seperti botol pereaksi kosong maupun labu gelas. Adalah hal yang penting untuk men-degass fase gerak sebelum digunakan karena gelembung gas kecil dalam fase gerak dapat terkumpul di pump head atau pun detektor sehingga akan mengganggu kondisi KCKT (Brown and De Antonis, 1997) Pompa (Pump) Pompa yang digunakan pada KCKT haruslah merupakan instrumen yang kokoh untuk menghasilkan tekanan tinggi hingga 350 bar atau bahkan 500 bar. Tipe pompa yang umum digunakan adalah pompa piston bersilinder pendek (short-stroke piston pump). Laju alir dapat bervariasi dari 0,1 hingga 5 ml/menit. Kebanyakan pompa saat ini telah memiliki saluran pembilas yang biasanya air dapat bersirkulasi. Larutan ini berfungsi untuk membilas piston agar bersih dari garam dapar (Meyer, 2004) Tempat Injeksi Sampel (Injector) Ada 3 jenis macam injektor, yakni syringe injector, sampling valve dan automatic injector. Syringe injector merupakan bentuk injektor yang paling sederhana (Synder and Kirkland, 1979). Sampling valve atau manual injector mengandung 6 katup saluran dilengkapi dengan rotor, sample loop dan saluran

19 jarum suntik (needle port). Larutan sampel akan disuntikkan ke dalam sampel loop dengan jarum suntik gauge 22 pada posisi load dan larutan sampel yang ada di sample loop kemudian akan dialirkan ke kolom dengan memutar rotor ke posisi inject. Ukuran sample loop eksternal bervariasi antara 6 μl hingga 2 ml (Ornaf and Dong, 2005). Automatic injector atau disebut juga autosampler memiliki prinsip yang mirip, hanya saja sistem penyuntikannya bekerja secara otomatis (Meyer, 2004) Kolom (Column) Kolom merupakan jantung dari instrumen KCKT karena proses pemisahan terjadi di sini. Kolom umumnya terbuat dari 316-grade stainless steel dan dikemas dengan fase diam tertentu. Ukuran panjang kolom untuk tujuan analitik berkisar antara 10 hingga 25 cm dan diameter dalam berkisar 3 hingga 9 mm (Brown and DeAntonis, 1997). Sedangkan untuk tujuan preparatif panjang berkisar antara 30 cm atau lebih dan diameter dalam berkisar 10 hingga 25,4 mm (Meyer, 2004) Detektor (Detector) Karakteristik detektor yang baik adalah sensitif, batas deteksi rendah, respon yang linier, mampu mendeteksi solut secara universal, tidak destruktif, mudah dioperasikan, memiliki dead volume yang kecil dan tidak sensitif terhadap perubahan temperatur serta kecepatan fase gerak (Hamilton and Sewell, 1977). Beberapa detektor yang paling sering digunakan dalam KCKT adalah detektor spektrofotometer UV-Vis, photodiode-array (PDA), fluoresensi, indeks bias, spektrometri massa dan detektor elektrokimia (Rohman, 2007).

20 Perekam Alat pengumpul data seperti komputer, integrator dan rekorder dihubungkan ke detektor. Alat ini akan menangkap sinyal elektronik dari detektor dan memplotkannya ke dalam kromatogram sehingga dapat dievaluasi oleh analis (Brown and De Antonis, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino

BAB I PENDAHULUAN. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan asal ternak sangat dibutuhkan manusia sebagai sumber protein. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino yang dibutuhkan manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ibuprofen 2.1.1 Sifat Fisikokimia Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisikokimia dari Ibuprofen adalah sebagai berikut : Rumus Struktur : Gambar 1. Struktur Ibuprofen Nama Kimia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alprazolam 2.1.1 Sifat fisikokimia Rumus struktur : Gambar 1 Struktur Alprazolam Nama Kimia Rumus Molekul :8-Kloro-1-metil-6-fenil-4H-s-triazolo[4,3-α] [1,4] benzodiazepina

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis BAB II TINJAUAN PUSTAKA Analisis secara kromatografi yang berhasil baik berkaitan dengan mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis atau kecepatan seperti digambarkan dalam

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN...v DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN...v DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii PENDAHULUAN... DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN...v DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii PENDAHULUAN...1 BAB I TINJAUAN PUSTAKA...4 1.1 Tinjauan Antibiotik...4

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C Nama : Juwita (127008003) Rika Nailuvar Sinaga (127008004) Hari / Tanggal Praktikum : Kamis / 19 Desember 2012 Waktu Praktikum : 12.00 15.00 WIB Tujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan 2.1.1 Teofilin Rumus struktur : O CH 3 N NH O CH 3 N N Gambar 1. Struktur Teofilin Nama Kimia Rumus Molekul : 1,3-dimethyl-3,7-dihydro-1H-purine-2,6-dione : C 7

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cefadroxil 2.1.1 Sifat fisikokimia Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut: Rumus struktur : Gambar 1 Struktur cefadroxil Nama Kimia : 5-thia-1-azabicyclo[4.2.0]oct-2-ene-1-carbocylic

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Siklamat 1. Karakteristik Fisika Kimia Rumus struktur : Rumus molekul : C 6 H 12 NNaO 3 S Nama kimia : Sodium N-Cyclohexylsulfamate Berat molekul : 201,2 g/mol Pemerian Kelarutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat Nama Generik 2.1.1. Pengertian Obat Generik Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut British Pharmacopeia (2009), sifat fisikokimia domperidone

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut British Pharmacopeia (2009), sifat fisikokimia domperidone BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Domperidone 2.1.1 Sifat fisikokimia Menurut British Pharmacopeia (2009), sifat fisikokimia domperidone adalah sebagai berikut: Rumus struktur : Gambar 1 Struktur domperidone

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKAA Sifat. Fisikokimia. berikut: Rumus struktur : Nama Kimia. Rumus Molekul. : C 6 H 12 NNaO. Berat Molekul.

TINJAUAN PUSTAKAA Sifat. Fisikokimia. berikut: Rumus struktur : Nama Kimia. Rumus Molekul. : C 6 H 12 NNaO. Berat Molekul. BABB II TINJAUAN PUSTAKAA 2.1 Natrium Siklamat 2.1.1 Sifat Fisikokimia Menurut Windholz, dkk. (1983), sifat fisikokimia natrium siklamat sebagai berikut: Rumus struktur : Nama Kimia Rumus Molekul Berat

Lebih terperinci

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah HPLC Merupakan teknik pemisahan senyawa dengan cara melewatkan senyawa melalui fase diam (stationary phase) Senyawa dalam kolom tersebut akan

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Obat Tradisional Menurut peraturan menteri kesehatan nomor 007 tahun 2012 obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-Desember 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-Desember 2013, bertempat di 22 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-Desember 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Definisi Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga

Lebih terperinci

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah HPLC Merupakan teknik pemisahan senyawa dengan cara melewatkan senyawa melalui fase diam (stationary phase) Senyawa dalam kolom tersebut akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai (Ditjen POM RI, 1995).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai (Ditjen POM RI, 1995). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin tetapi dapat juga terbuat dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Saus Cabai Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum sp) yang matang dan baik, dengan atau tanpa penambahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kloramfenikol 2.1.1 Sifat Fisikokimia Rumus struktur : OH H O 2 N C C CH 2 OH H NHCOCHCl 2 Nama Kimia : D-treo-(-)-2,2-Dikloro-N-[β-hidroksi-α-(hidroksimetil)-p- nitrofenetil]asetamida

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam. : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam. : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pirasetam 2.1.1 Uraian Bahan Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam Nama Kimia : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida Rumus Molekul

Lebih terperinci

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah HPLC Merupakan teknik pemisahan senyawa dengan cara melewatkan senyawa melalui fase diam (stationary phase) Senyawa dalam kolom tersebut akan

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. KROMATOGRAFI Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran 1. Mahasiswa memahami pengertian dari kromatografi dan prinsip kerjanya 2. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis kromatografi dan pemanfaatannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini akan memaparkan penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti. Penelitian terdahulu tentang analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Meka et al (2014) dalam penelitiannya melakukan validasi metode KCKT untuk estimasi metformin HCl dan propranolol HCl dalam plasma dengan detektor PDA (Photo

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

Analisis Fisiko Kimia

Analisis Fisiko Kimia Analisis Fisiko Kimia KROMATOGRAFI Oleh : Dr. Harmita DEFINISI Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk tabung pipih atau siskuler, kedua permukaannya rata atau cembung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk tabung pipih atau siskuler, kedua permukaannya rata atau cembung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau siskuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Flukonazol 2.1.1 Sifat fisikokimia Menurut USP Convention Inc. (2006), sifat fisikokimia flukonazol adalah: Gambar 1 Struktur Flukonazol Nama Kimia Rumus Molekul : 2,4-Difluoro-1,1

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis DHA Kondisi analisis optimum kromatografi gas terpilih adalah dengan pemrograman suhu dengan suhu awal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Optimasi Sistem KCKT Sistem KCKT yang digunakan untuk analisis senyawa siklamat adalah sebagai berikut: Fase diam : C 18 Fase gerak : dapar fosfat ph

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Penentuan panjang gelombang maksimum ini digunakan untuk mengetahui pada serapan berapa zat yang dibaca oleh spektrofotometer UV secara

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS. Abstrak

ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS. Abstrak ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS Amalia Choirni, Atik Setiani, Erlangga Fitra, Ikhsan Fadhilah, Sri Lestari, Tri Budi Kelompok 12 Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Antibiotika di Peternakan Antibiotika adalah senyawa dengan berat molekul rendah yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagian besar antibiotika

Lebih terperinci

Hukum Kesetimbangan Distribusi

Hukum Kesetimbangan Distribusi Hukum Kesetimbangan Distribusi Gambar penampang lintang dari kolom kromatografi cair-cair sebelum fasa gerak dialirkan dan pada saat fasa gerak dialirkan. 1 Di dalam kolom, aliran fasa gerak akan membawa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography)

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography) Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography) Kromatografi DEFINISI Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Pada penelitian yang dilakukan oleh Meka et al. (2014) mengenai perkembangan validasi metode KCKT dalam plasma untuk mengestimasikan metformin HCl dan propranolol

Lebih terperinci

EFISIENSI KOLOM. Bentuk-bentuk kromatogram

EFISIENSI KOLOM. Bentuk-bentuk kromatogram EFISIENSI KOLOM Pertemuan 3 Bentuk-bentuk kromatogram - Linier (simetris, bentuk gaus), ideal (puncak sempit) - Tidak linier dan tidak ideal C S C S C S K = C S /C m K > C K < CS /C S /C m m C m C m C

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian yang terdahulu (Kevin, 2011), peneliti telah berhasil mendapatkan perolehan kembali (recovery) aspirin sebanyak 60-100% pada kedua

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus:

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus: 8 Kolom : Bondapak C18 Varian 150 4,6 mm Sistem : Fase Terbalik Fase Gerak : Asam oksalat 0.0025 M - asetonitril (4:1, v/v) Laju Alir : 1 ml/menit Detektor : Berkas fotodioda 355 nm dan 368 nm Atenuasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut : BAB II TIJAUA PUSTAKA 2.1 Uraian Umum 2.1.1 Simetidin 2.1.1.1 Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut : Rumus struktur H 3 C H CH 2 S H 2 C C H 2 H C C H CH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia. Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pencarian kondisi analisis optimum levofloksasin a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT Pada penelitian ini digunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISASI SIMPLISIA Simplisia yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman sambiloto yang berasal dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. sumber protein fungsional maupun pertumbuhan, terutama pada anak-anak usia

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. sumber protein fungsional maupun pertumbuhan, terutama pada anak-anak usia BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan asal hewan sangat dibutuhkan untuk kesehatan manusia sebagai sumber protein fungsional maupun pertumbuhan, terutama pada anak-anak usia dini yang karena laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas Menurut Permenkes No 75 tahun 2014, Pusat Kesehatan Masyarakat atau yang sering disebut dengan Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. A (retinol) atau disebut juga tretinoin. Bahan ini sering dipakai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. A (retinol) atau disebut juga tretinoin. Bahan ini sering dipakai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asam retinoat adalah bentuk asam dan bentuk aktif dari vitamin A (retinol) atau disebut juga tretinoin. Bahan ini sering dipakai pada preparat kulit terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Tambahan Makanan Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa atau campuran berbagai senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan terlibat

Lebih terperinci

Kromatografi gas-spektrometer Massa (GC-MS)

Kromatografi gas-spektrometer Massa (GC-MS) Kromatografi gas-spektrometer Massa (GC-MS) Kromatografi gas-spektrometer massa (GC-MS) adalah metode yang mengkombinasikan kromatografi gas dan spektrometri massa untuk mengidentifikasi senyawa yang berbeda

Lebih terperinci

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia Pendahuluan ALAT ANALISA Instrumentasi adalah alat-alat dan piranti (device) yang dipakai untuk pengukuran dan pengendalian dalam suatu sistem yang lebih besar dan lebih kompleks Secara umum instrumentasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Krim Krim didefinisikan sebagai cairan kental atau emulsi setengah padat baik bertipe air dalam minyak atau minyak dalam air. Krim biasanya digunakan sebagai emolien atau pemakaian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stabilitas Stabilitas diartikan bahwa obat (bahan obat sediaan obat), disimpan pada kondisi penyimpanan tertentu didalam kemasan penyimpanan dan pengangkutan tidak menunjukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sediaan pemutih wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja dari hidrokuinon

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sediaan pemutih wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja dari hidrokuinon 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hidrokuinon merupakan zat aktif yang paling banyak digunakan dalam sediaan pemutih wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja dari hidrokuinon yaitu dapat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY Hari/Tanggal Praktikum : Kamis/ 30 Juni 2016 Nama Mahasiswa : 1. Irma Yanti 2. Rahmiwita 3. Yuliandriani Wannur Azah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Optimasi esterifikasi DHA Dilakukan dua metode esterifikasi DHA yakni prosedur Lepage dan Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir DHA

Lebih terperinci

Nama Mata Kuliah : Kromatografi

Nama Mata Kuliah : Kromatografi Nama Mata Kuliah : Kromatografi Kode/SKS : 2602/2SKS Prasarat : Kimia Analitik II Dan Kimia Organik II Status Mata Kuliah : Wajib Deskripsi Mata Kuliah : Mata kuliah kromatografi merupakan mata kuliah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan Residu Antibiotik

HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan Residu Antibiotik HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan Residu Antibiotik Pengujian residu antibiotik pada daging ayam dan sapi dalam penelitian ini dilakukan dengan metode uji tapis (screening test) secara bioassay, sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang kaya akan sumber daya alamnya, sehingga menjadi negara yang sangat potensial dalam bahan baku obat, karena

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan proteinprotein

BAB I PENDAHULUAN. tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan proteinprotein BAB I PENDAHULUAN Kromatografi Cair Tenaga Tinggi (KCKT) atau biasa juga disebut dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengawet Bahan Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet dapat bersifat antikuman sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apabila kita lihat pengertian aslinya, sebenarnya apotek berasal dari bahasa Yunani apotheca, yang secara harfiah berarti penyimpanan. Dalam bahasa Belanda, apotek disebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kofein 2.1.1 Sifat Fisikokimia Rumus struktur Rumus Molekul : C 8 H 10 N 4 O 2 Berat Molekul : 194,19 Pemerian : Serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat putih, biasanya menggumpal,

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sistem kromatografi yang digunakan merupakan kromatografi fasa balik, yaitu polaritas fasa gerak lebih polar daripada fasa diam, dengan kolom C-18 (n-oktadesil silan)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam Ditimbang 10,90 mg fenobarbital dan 10,90 mg diazepam, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. metilselulosa atau bahan lain yang cocok (Anief, 1994).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. metilselulosa atau bahan lain yang cocok (Anief, 1994). 2.1 Kapsul BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kapsul adalah bentuk sediaan obat terbungkus cangkang keras atau lunak yang dibuat dari gelatin dengan atau tanpa zat tambahan lain. Cangkang dapat pula dibuat dari metilselulosa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Sifat Fisikokimia Rumus struktur : Nama Kimia Rumus Molekul : 4- Hidroksiasetanilida : C 8 H 9 NO2 Berat Molekul : 151,16 Pemerian : serbuk, putih, tidak berbau,

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI FLUIDA SUPERKRITIS

KROMATOGRAFI FLUIDA SUPERKRITIS KROMATOGRAFI FLUIDA SUPERKRITIS Oleh: Drs. Hokcu Suhanda, M.Si JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA 2006 1 Prinsip Dasar Perbedaan distribusi komponen-komponen diantara dua fasa dengan menggunakan fluida superkritis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM Praktikum HPLC, Analisa Tablet Vitamin C

LAPORAN PRAKTIKUM Praktikum HPLC, Analisa Tablet Vitamin C LAPORAN PRAKTIKUM Praktikum HPLC, Analisa Tablet Vitamin C Nama : Ayu Elvana dan Herviani Sari Tanggal : 19 Desember 2012 Jam : 12.00-15.00 WIB Tujuan : 1. Praktikan dapat menentukan kadar vitamin C menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metoclopramidi Hydrochloridum 2.1.1 Tinjauan umum Gambar 2. Rumus bangun Metoclopramidi Hydrochloridum Rumus molekul: C 14 H 22 ClN 3 O 2. HCl.H 2 O Nama kimia: 4-Amino-5-kloro-N-[2-(dietilamino)etil-o-anisamida

Lebih terperinci

Cara uji kimia-bagian 11: Penentuan residu tetrasiklin dan derivatnya dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada produk perikanan

Cara uji kimia-bagian 11: Penentuan residu tetrasiklin dan derivatnya dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada produk perikanan Standar Nasional Indonesia Cara uji kimia-bagian 11: Penentuan residu tetrasiklin dan derivatnya dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada produk perikanan ICS 67.050 Badan Standardisasi Nasional

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akrilamida 2.1.1 Sifat Fisikokimia Akrilamida (sinonim: 2-propenamida, etilen karboksiamida, akrilikamida, asam propeonik amida, vinilamida) merupakan suatu senyawa kimia kristalin

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini : Kompetensi Dasar: Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan metode pemisahan dengan KLT dan dapat mengaplikasikannya untuk analisis suatu sampel Gambaran Umum KLT Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan karakteristik dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas zat yang digunakan. Dari hasil pengujian, diperoleh karakteristik zat seperti yang tercantum

Lebih terperinci

tetapi untuk efektivitas ekstraksi analit dengan rasio distribusi yang kecil (<1), ekstraksi hanya dapat dicapai dengan mengenakan pelarut baru pada

tetapi untuk efektivitas ekstraksi analit dengan rasio distribusi yang kecil (<1), ekstraksi hanya dapat dicapai dengan mengenakan pelarut baru pada I. TUJUAN PERCOBAAN 1.1 Memahami pemisahan berdasarkan ekstraksi asam asetat. 1.2 Menentukan harga koefisien distribusi senyawa dalam dua pelarut yang tidak saling campur (ekstraksi cair - cair) II. DASAR

Lebih terperinci

Kata Kunci : kromatografi gas, nilai oktan, p-xilena, pertamax, pertamax plus.

Kata Kunci : kromatografi gas, nilai oktan, p-xilena, pertamax, pertamax plus. Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN: 2541-0849 e-issn: 2548-1398 Vol. 2, No 8 Agustus 2017 ANALISIS KANDUNGAN p-xilena PADA PERTAMAX DAN PERTAMAX PLUS DENGAN TEKNIK KROMATOGRAFI GAS (GC-PU 4600)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan mikroorganisme. Pada umumnya mikroorganisme yang patogen bersifat merugikan karena dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang paling sering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang paling sering BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang paling sering (sekitar 80% ) terjadi di paru-paru. Penyebabnya adalah suatu basil gram positif tahan asam dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Preparasi Sampel Sampel telur ayam yang digunakan berasal dari swalayan di daerah Surakarta diambil sebanyak 6 jenis sampel. Metode pengambilan sampel yaitu dengan metode

Lebih terperinci

SISTEM INJEKTOR DAN FASE MOBIL/DIAM. Tuti Suprianti / P Kasmawaty Iswar / P

SISTEM INJEKTOR DAN FASE MOBIL/DIAM. Tuti Suprianti / P Kasmawaty Iswar / P SISTEM INJEKTOR DAN FASE MOBIL/DIAM Tuti Suprianti / P1100212007 Kasmawaty Iswar / P1100212008 P E N D A H U L U A N HPLC merupakan perkembangan tingkat tinggi dari kromatografi kolom. Ciri teknik ini

Lebih terperinci

PEMAKAIAN ULANG FASA GERAK TETRASIKIAN DALAM ANALISIS ANTIBIOTIKA PADA ALAT KHROMATOGRAFI CAIRAN KINERJA TINGGI RINGKASAN

PEMAKAIAN ULANG FASA GERAK TETRASIKIAN DALAM ANALISIS ANTIBIOTIKA PADA ALAT KHROMATOGRAFI CAIRAN KINERJA TINGGI RINGKASAN PEMAKAIAN ULANG FASA GERAK TETRASIKIAN DALAM ANALISIS ANTIBIOTIKA PADA ALAT KHROMATOGRAFI CAIRAN KINERJA TINGGI HENY YUSRINI Balai penelitian Veteriner, ARE Martadinata No : 30, Bogor 16114 RINGKASAN Tetrasiklin

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di Laboratorium Biomasa Terpadu Universitas Lampung. 3.2. Alat dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Tambahan Makanan Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa atau campuran berbagai senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan terlibat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini, pengambilan lima sampel yang dilakukan dengan cara memilih madu impor berasal Jerman, Austria, China, Australia, dan Swiss yang dijual

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini terbentuk antara lain disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman KROMATOGRAFI PENDAHULUAN Analisis komponen penyusun bahan pangan penting, tidak hanya mencakup makronutrien Analisis konvensional: lama, tenaga beasar, sering tidak akurat, tidak dapat mendeteksi pada

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) atau High Performance Liquid Chromatography (HPLC)

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) atau High Performance Liquid Chromatography (HPLC) KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) atau High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Oleh: Susila Kristianingrum susila.k@uny.ac.id Kompetensi Dasar: Mahasiswa dapat mendeskripsikan pemisahan secara

Lebih terperinci