BAB II PENGATURAN TENTANG KAPAL LAUT YANG DIJADIKAN JAMINAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENGATURAN TENTANG KAPAL LAUT YANG DIJADIKAN JAMINAN"

Transkripsi

1 29 BAB II PENGATURAN TENTANG KAPAL LAUT YANG DIJADIKAN JAMINAN A. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Kapal Laut Sehubungan dengan pengertian hukum jaminan, tidak banyak literatur yang merumuskan pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur. Ringkasnya hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang. 48 Menurut M. Bahsan, hukum jaminan merupakan himpunan ketentuan yang mengatur atau berkaitan dengan penjaminan dalam rangka utang piutang (pinjaman uang) yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini. 49 Sementara itu, Salim HS memberikan perumusan hukum jaminan adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit. 50 Unsur-unsur yang tercantum di dalam definisi ini adalah : 48 J. Satrio, Op Cit, hal M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008, hal Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008, hal

2 30 1. Adanya kaidah hukum. Kaidah hukum dalam bidang jaminan, dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum jaminan tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidahkaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan. 2. Adanya pemberi dan penerima jaminan. Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang bertindak sebagai pemberi jaminan ini adalah orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit. Orang ini lazim disebut dengan debitur. Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan. Yang bertindak sebagai penerima jaminan ini adalah orang atau badan hukum. Badan hukum adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan nonbank. 3. Adanya jaminan. Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan yang berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan imateriil merupakan jaminan nonkebendaan. 30

3 31 4. Adanya fasilitas kredit. Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan nonbank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan nonbank percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya. Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan nonbank dapat memberikan kredit kepadanya. 51 Jaminan merupakan kebutuhan kreditur untuk memperkecil resiko apabila debitur tidak mampu menyelesaikan segala kewajiban yang berkenaan dengan kredit yang telah dikucurkan. Dengan adanya jaminan apabila debitur tidak mampu membayar maka debitur dapat memaksakan pembayaran atas kredit yang telah diberikannya. 52 Arti pentingnya jaminan dalam hal ini, memberikan keamanan modal dan kepastian hukum bagi si pemberi modal untuk pelunasan hutangnya juga agar debitur berperan serta dalam transaksi yang dibiayai oleh kreditur, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usahanya yang dapat merugikan diri sendiri atau perusahaan dapat dicegah serta memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi perjanjian kredit yang telah disetujui agar tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada kreditur. 2010, hal Ibid, hal Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 31

4 32 Sesuai dengan tujuannya, barang jaminan bukan untuk dimiliki kreditur, karena perjanjian hutang piutang bukan perjanjian jual beli yang mengakibatkan perpindahan hak milik atas suatu barang. Barang jaminan dipergunakan untuk melunasi hutang, dengan cara sebagaimana peraturan yang berlaku, yaitu barang jaminan dijual lelang. Hasilnya untuk melunasi hutang, dan apabila masih ada sisanya dikembalikan kepada debitur. Barang jaminan tidak selalu milik debitur, tetapi undang-undang juga memperbolehkan barang milik pihak ketiga, asalkan pihak yang bersangkutan merelakan barangnya dipergunakan sebagai jaminan hutang debitur. Dengan demikian, jaminan adalah suatu perikatan antara kreditur dengan debitur, dimana debitur memperjanjikan sejumlah hartanya untuk pelunasan hutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, apabila dalam waktu yang ditentukan terjadi kemacetan pembayaran hutang di debitur. Jaminan secara umum diatur dalam Pasal 1131 KUH Perdata yang menetapkan bahwa segala hak kebendaan debitur baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatannya. Dengan demikian, segala harta kekayaan debitur secara otomatis menjadi jaminan manakala orang tersebut membuat perjanjian utang meskipun tidak dinyatakan secara tegas sebagai jaminan. Terhadap jaminan ini akan timbul masalah manakala seorang debitur memiliki lebih dari seorang kreditur dimana masing-masing kreditur menginginkan haknya didahulukan. Hukum mengantisipasi keadaan demikian dengan membuat jaminan yang secara khusus diperjanjikan dengan hak-hak istimewa seperti hak tanggungan, fiducia, gadai, 32

5 33 maupun cessie piutang. Kreditur yang memegang hak tersebut memiliki hak utama untuk mendapatkan pembayaran kredit seluruhnya dari hasil penjualan benda jaminan. Apabila terdapat kelebihan dalam penjualan benda jaminan tersebut dapat diberikan kepada kreditur lain. KUH Perdata mengatur dua macam jaminan, yaitu jaminan perorangan dan jaminan kebendaaan. Jaminan perorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada orang tertentu dan hanya dapat dipertahankan terhadap kreditur tertentu terhadap kekayaan debitur. Sedangkan jaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang memberikan hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya (droit de suite) dan dapat dialihkan. 53 Jaminan merupakan hal yang penting dalam membuat dan melaksanakan perjanjian kredit atau perjanjian pinjam meminjam uang, serta guna melindungi kepentingan para pihak khususnya kreditur (yang meminjamkan). Djuhaendah Hasan mengatakan bahwasanya fungsi jaminan secara yuridis adalah kepastian hukum pelunasan hutang di dalam perjanjian kredit atau dalam hutang piutang atau kepastian realisasi suatu prestasi dalam suatu perjanjian. Kepastian realisasi suatu prestasi dalam suatu perjanjian. Kepastian hukum ini adalah dengan mengikat perjanjian jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata : Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1981, hal Djuhaenda Hasan, Perjanijan Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, Proyek Elips dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1998, hal

6 34 Fungsi jaminan secara yuridis adalah untuk kepastian hukum pelunasan hutang didalam perjanjian kredit atau hutang piutang atau kepastian realiasasi sutau prestasi dalam suatu perjanjian. Kepastian hukum ini adalah dengan peningkatan jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan yang dikenal dalam hukum Indonesia. Sebelum membahas lebih lanjut tentang kapal laut yang dijadikan jaminan, penting kiranya untuk mengetahui terlebih dahulu pengertian kapal laut itu sendiri atau sering disebut juga dengan kapal. Pengertian kapal banyak defenisi yang dikemukakan para ahli dan peraturan perundang-undangan. Didalam KUH Dagang pengertian kapal dinyatakan dalam Pasal 309 ayat (1) yang menyebutkan: Kapal adalah semua perahu, dengan nama apapun dan dari macam apapun pula. Defenisi Pasal tersebut menafsirkan pengertian kapal Segala alat-alat berlayar. Defenisi tersebut serba luas. Menurut R. Soekardono bahwa pemberian pengertian serba luas itu mengenai kapal, untuk sementara dapat dipertahankan, sampai nanti terbukti adanya keperluan nasional dibidang perkapalan yang mengharuskan mengubah itu. 55 Selanjutnya dalam Pasal 310 KUH Dagang dijelaskan pengertian kapal laut yaitu semua kapal yang dipakai untuk pelayaran dilaut atau yang diperuntukkan untuk itu. Apa yang dimuat dalam KUH Dagang tentang pengertian kapal laut lebih tegas dan mengacu kepada pengertian kapal secara luas. Berbagai peraturan-peraturan bidang angkutan laut nasional juga pernah memberikan pengertian tentang kapal, namun yang lebih kontekstual diuraikan saat ini adalah pengertian kapal menurut 55 Hasim Purba, Hukum Pengangkutan di Laut Perspektif Teori dan Praktek, Pustaka Bangsa, Medan, 2005, hal

7 35 Undang-Undang Nomor 21 Tahun Undang-undang tersebut telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang pada Pasal 1 butir (36) dinyatakan pengertian kapal, yakni: Kapal adalah kenderaan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kenderaan yang berdaya dukung dinamis, kenderaan dibawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah. Selanjutnya pada penjelasan Pasal 4 Undang-Undang Pelayaran disebutkan yang dimaksud dengan kapal adalah: a. Kapal yang digerakkan oleh angin adalah kapal layar; b. Kapal yang digerakkan dengan tenaga mekanik adalah kapal yang mempunyai alat penggerak mesin, misalnya kapal motor, kapal uap, kapal dengan tenaga matahari, dan kapal nuklir; c. Kapal yang ditunda atau ditarik adalah kapal yang bergerak dengan menggunakan alat penggerak kapal lain; d. Kenderaan berdaya dukung dinamis adalah jenis kapal yang dapat dioperasikan dipermukaan air atau di atas permukaan air dengan menggunakan daya dukung dinamis yang diakibatkan oleh kecepatan dan/atau rancang bangun kapal itu sendiri, misalnya jet foil, hidro foil, hovercraft, dan kapal-kapal cepat lainnya yang memenuhi kriteria tertentu; e. Kenderaan dibawah permukaan air adalah jenis kapal yang mampu bergerak di bawah permukaan air; dan f. Alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah adalah alat apung dan bangunan terapung yang tidak mempunyai alat penggerak sendiri, serta ditempatkan di suatu lokasi perairan tertentu tidak berpindah-pindah untuk waktu yang sama, misalnya hotel terapung, tongkang akomodasi (accommodation barge) untuk menunjang kegiatan lepas pantai dan tongkang penampung minyak (oil storage barge), serta unit-unit pemboran lepas pantai berpindah (mobile offshore drilling units/modu). 56 Ibid, hal

8 36 Berdasarkan pengertian kapal laut menurut Wiryono Prodjodikoro terdapat dua unsur yakni: a. Hal keadaan dipakai; b. Hal ditujukan untuk dipakai. Wiryono Prodjodikoro berpendapat bahwa suatu kapal meskipun dipakai untuk berlayar di sungai untuk satu kali pelayaran di laut, maka mulai saat itu berlaku istilah kapal laut terhadapnya, sampai kapal itu terus menerus dipakai untuk pelayaran di sungai. Sedangkan mengenai unsur kedua, yaitu hal kapal ditujukan untuk dipakai guna pelayaran di laut, beliau berpendapat bahwa bentuk dari tubuh kapal menentukan adanya tujuan pelayaran di laut. 57 Menurut Soekardono, hukum positif Indonesia menganut pengertian kapal secara luas, yaitu kapal dengan ukuran tertentu yang dapat terapung baik dengan kekuatan sendiri maupun digerakkan dengan tenaga lain. 58 KUH Perdata dalam Pasal 510 mengatur kapal laut sebagai benda bergerak, yakni: Kapal-kapal, perahu-perahu, perahu-perahu tambang, gilingan-gilingan dan tempat-tempat pemandian yang dipasang di perahu atau yang berdidi terlepas dan benda-benda sejenis itu adalah benda bergerak. Sedangkan Pasal 314 ayat (1) KUH Dagang menyatakan sebagai berikut: Kapal laut yang berukuran paling sedikit 20 meter kubik isi kotor dapat didaftarkan dan akan ditentukan dalam suatu undang-undang tersendiri. 57 Wiryono Prodjodikoro, Hukum Laut Bagi Indonesia, Sumur, Bandung, 1984, hal Soekardono, Hukum Perkapalan Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta, 1969, hal

9 37 Dari dua ketentuan di atas dapat disimpulkan mengenai status hukum kapal laut. KUH Perdata menyatakan bahwa kapal laut adalah benda bergerak, sedangkan KUH Dagang membagi dua status hukum kapal, kapal laut sebagai benda bergerak dan kapal laut sebagai benda tidak bergerak. Undang-Undang Pelayaran dan peraturan pelaksanaannya menyatakan KUH Perdata dan KUH Dagang tetap berlaku sepanjang tidak diatur dan tidak bertentangan, oleh karena itu maka kapal laut dapat dibagi dua yaitu sebagai benda bergerak dan kapal sebagai benda tidak bergerak. Benda yang bergerak dapat dijadikan jaminan fidusia, dan sebagai benda yang tidak bergerak dapat dijadikan jaminan hipotik. Pendaftaran kapal sangat menentukan tempat atau wilayah pendaftaran jaminan yang akan dibebani terhadap kapal tersebut, selain itu ada beberapa asas umum hukum pendaftaran kapal. Anis Idham dalam bukunya menerangkan beberapa asas umum hukum pendaftaran kapal, yakni antara lain: 1. Asas Kebangsaan Kapal Kapal laut maupun kapal perairan pedalaman dapat didaftarkan. Pendaftaran pada buku Daftar Induk merupakan syarat untuk memperoleh Kebangsaan dari suatu kapal. Dari sudut Hukum Internasional, pendaftaran publik berkaitan erat dengan kebangsaan (nationality) suatu kapal, dan suatu kapal dihubungkan dengan yurisdiksi atas suatu kapal. 2. Asas Fakultatif/Imperatif R. Soekardono seperti yang dikutip oleh Anis Idham dalam bukunya menafsirkan kata dapat didaftarkan itu sebagai harus. Berdasarkan Pasal 314 KUH 37

10 38 Perdata dalam kaitannya dengan UU Pelayaran mengenai prinsip-prinsip pendaftaran kapal dan kebangsaan, dapat diambil kesimpulan bahwa kapal harus didaftarkan. Kapal yang berukuran besar maupun kapal yang berukuran kecil wajib didaftarkan untuk mendapatkan tanda kebangsaan. 3. Asas Hak Kebendaan Anis Idham berpendapat bahwa hak perdata atas kapal lahir pada saat pendaftaran dilakukan dalam daftar induk. Pendaftaran kapal hendaknya mengatur tentang momentum lahirnya hak milik itu. Misalnya untuk kapal yang tidak terdaftar, hak milik tersebut lahir pada saat perjanjian jual beli diadakan yang berlaku antara penjual dan pembeli, sedangkan untuk kapal terdaftar (perdata) hak milik atas kapal lahir pada saat pendaftaran dilakukan di Daftar Induk. Hal ini akan menjadi tolak ukur dalam hal terjadi gugatan oleh para pihak yang bersangkutan. 4. Asas Pembedaan Perjanjian yang Bersifat Perorangan dengan yang Bersifat Kebendaan Perjanjian yang bersifat perorangan terjadi pada saat perjanjian jual beli kapal antara penjual dan pembeli dilakukan. Dalam fase ini yang lahir adalah hubungan hukum antara penjual dan pembeli dan belum lagi lahir hak pembeli atas kapal, yang dapat dipertahankan oleh pemilik pada setiap gangguan dari pihak ketiga (droit de suite). Fase perjanjian bersifat kebendaan (penyerahan) terjadi pada saat akta diperkuat dihapadan pejabat pendaftaran yang diikuti pendaftaran. 5. Asas Terbuka (Publisitas, Pengumuman) 38

11 39 Pendaftaran kapal itu terbuka untuk umum, artinya setiap orang yang berkepentingan berhak melihatnya. Keterbukaan ini melindungi masyarakat, karena setiap orang yang akan mengadakan transaksi kapal dengan pemilik dapat menyaksikan sendiri status kapal tersebut. 6. Asas Sistem Negatif Pendaftaran kapal menganut sistem stelsel negative. Bahwa pegawai pencatat balik nama hanya diberi wewenang mengontrol surat-surat tentang caranya saja, tetapi ia tidak perlu meneliti tentang kebendaan isi surat itu. Dengan demikian, secara hukum ditegaskan bahwa pejabat pencatat balik nama wajib membuat akta apabila dari surat-surat itu, para pihak berhak melakukan perbuatan-perbuatan hukum yang termaktub dalam akta. Apabila tidak cukup bukti, pembuatan akta ditolak oleh pejabat pencatat balik nama dengan suatu surat keputusan yang disertai alasan penolakan. 7. Asas Spesialitas Asas ini mengandung arti bahwa pendaftaran harus mampu memberikan informasi mengenai kapal yang didaftar secara rinci. Melalui asas ini, masyarakat umum dapat mengetahui kebenaran fisik dari kapal tersebut. 59 Pendaftaran kapal sangat erat kaitannya dengan penyusunan keterangan mengenai kapal dan pemiliknya dalam suatu buku pendaftaran nasional. Jika ditinjau dari sudut hukum internasional, konsep pendaftaran kapal laut erat kaitannya dengan kebangsaan kapal, sedangkan kebangsaan suatu kapal dihubungkan dengan yurisdiksi dari suatu kapal. Tujuan pendaftaran ialah untuk memungkinkan memperoleh suatu tanda kebangsaan kapal dan ini perlu 59 Anis Idham, Pranata Jaminan Kebendaan Hipotik Kapal Laut dan Masalah Eksekusi Hipotik Kapal Laut Ditinjau dari Hukum Maritim, Alumni, Bandung, 1995, hal

12 40 untuk kewenangan mengibarkan bendera merah putih. Pendaftaran kapal itu memungkinkan pula pembebanan hipotik atas kapal tersebut. 60 Berdasarkan hukum internasional, kebangsaan suatu kapal mengandung hakhak dan kewajiban suatu negara terhadap kapalnya. Akibatnya dari pendaftaran dipihak lain merupakan tindakan pemberian kebangsaan pada suatu kapal, dan dari sisi lain dimaksudkan untuk pendaftaran hak-hak seperti pemilikan, hipotik dan hak-hak kebendaan lainnya. Secara umum pendaftaran kapal berdampak kepada dua aspek yaitu pendaftaran publik dan pendaftaran perdata, pendaftaran publik mengakibatkan: a. Kapal tersebut berada dibawah yurisdiksi Negara bendera kapal (flag state) dalam hal pengaturan administratif, yaitu perihal keselamatan, kelaikan laut, awal kapal dan hukum pidana atau demikian kejahatan yang dilakukan diatas kapal. b. Negara bendera kapal berkewajiban untuk melaksanakan kewajiban internasional atas kapal yang membawa benderanya. c. Kapal yang bersangkutan memperoleh keuntungan perlindungan dari Negara bendera kapal yang diberikan pada warga negaranya. d. Registrasi atau pendaftaran dianggap sebagai bukti pemilikan (evidence of title), walaupun diberbagai Negara bukti ini tidak mutlak. Kesemuanya menandakan adanya effective control dari Negara bendera kapal atas kapal tersebut. 61 Sedangkan pendaftaran perdata adalah: a. Penetapan status hukum keperdataan kapal laut, yang selanjutnya akan berpengaruh pada penetapan aturan-aturan hukum keperdataan yang menguasai kapal laut tersebut. Dengan kata lain, kapal laut yang menurut sifatnya merupakan benda bergerak, dengan pembukuannya dalam buku pendaftaran akan memperoleh kedudukan sebagai benda tidak bergerak. b. Pendaftaran perdata menyangkut pendaftaran (recordation) dari seluruh hak-hak keperdataan (baik pemilikan maupun jaminan/security interest) yang melekat pada kapal yang bersangkutan. 62 Di Indonesia terdapat pendaftaran kapal sistem tunggal (single system of registration), yaitu satu buku pendaftaran untuk pendaftaran kapal maupun hak-hak atas kapal, misalnya hipotik yaitu dalam daftar buku induk Hasim Purba, Op Cit, hal Anis Idham, Op Cit, hal Ibid, hal

13 41 Alasan pemilik kapal mendaftarkan kapalnya, karena pendaftaran ini dimaksudkan untuk memperoleh suatu surat kebangsaan, antara lain, surat laut dan pas kapal yang diperlukan untuk pengangkutan dilaut. Pendaftaran memungkinkan juga pembebanan suatu hipotik yang diperlukan untuk jaminan memperoleh dana atau kredit untuk pembiayaan pengadaan kapal. 64 Pendaftaran kapal bertujuan, antara lain: a. Menentukan status hukum dari kapal yang didaftarkan; b. Memenuhi persyaratan guna mendapatkan surat kebangsaan kapal Indonesia; c. Kapal yang telah didaftarkan mempunyai status benda tidak tetap terdaftar dan diperlakukan sebagai hak kebendaan di dalam jual beli dan pengalihan haknya; d. Kapal yang didaftarkan dapat dibebani hak hipotik. 65 Pendaftaran hak atas kapal berarti pendaftaran hak kepemilikan atas kapal tersebut. Pendaftaran ini merupakan dasar hukum yang memberikan pembuktian tentang kepastian hak si pemilik dan juga alat bukti bagi pihak lain siapa pemilik kapal. Dan segala hak yang timbul sebagai akibat dari kepemilikan tersebut. Undang-Undang Pelayaran pada Pasal 154 dinyatakan sebagai berikut: Status hukum kapal dapat ditentukan setelah melalui proses: a. Pengukuran kapal; b. Pendaftaran kapal; dan c. Penetapan kebangsaan kapal. 63 Ibid, hal Ibid. 65 Ibid, hal

14 42 Status hukum kapal dimulai dengan pengukuran kapal. Menurut Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang Pelayaran, pengukuran kapal dapat dilakukan menurut 3 (tiga) metode, yaitu: a. Pengukuran dalam negeri untuk kapal yang berukuran panjang kurang dari 24 (dua puluh empat) meter; b. Pengukuran internasional untuk kapal yang berukuran panjang 24 (dua puluh empat) meter atau lebih; dan c. Pengukuran khusus kapal yang akan melalui terusan tertentu. Bedasarkan pengukuran diterbitkan Surat Ukur untuk kapal dengan ukuran tonasi kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage). Pasal 158 Undang- Undang Pelayaran dinyatakan: (1) Kapal yang telah diukur dan mendapat Surat Ukur dapat didaftarkan di Indonesia oleh pemilik kepada Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal yang ditetapkan oleh Menteri. (2) Kapal yang dapat didaftar di Indonesia yaitu: a. Kapal dengan ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage); b. Kapal milik warga Negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; dan c. Kapal milik badan hukum Indonesia yang merupakan usaha patungan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh warga Negara Indonesia. 42

15 43 (3) Pendaftaran kapal dilakukan dengan pembuatan akta pendaftaran dan dicatat dalam daftar kapal Indonesia. (4) Sebagai bukti kapal telah terdaftar, kepada pemilik diberikan grosse akta pendaftaran kapal yang berfungsi pula sebagai bukti hak milik atas kapal yang telah didaftar. (5) Pada kapal yang telah didaftar wajib dipasang Tanda Pendaftaran. Pendaftaran kapal dapat dilakukan di kantor pusat Direktorat Jenderal Perhubungan Laut atau di pelabuhan-pelabuhan yang ditentukan oleh Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM.26 Tahun 2006 tentang Penyederhanaan Sistem dan Prosedur Pengadaan Kapal dan Penggunaan Penggantian Bendera Kapal. Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal yang ditetapkan oleh Menteri yang dimaksud adalah syahbandar. Untuk tempat pendaftaran diseluruh Indonesia ada 43 (empat puluh tiga) pelabuhan-pelabuhan sebagai berikut: 1. Ambon; 23. Manado; 2. Bagan Siapi-Api; 24. Manokwari; 3. Balikpapan; 25. Maumere; 4. Banjarmasin; 26. Meneng; 5. Batam; 27. Merauke; 6. Belawan; 28. Palembang; 7. Bengkulu; 29. Panjang; 8. Benoa; 30. Pekanbaru; 9. Bitung; 31. Pontianak; 43

16 44 10.Cilacap; 32. Sabang; 11.Cirebon; 33. Samarinda; 12.Donggala; 34. Sampit; 13.Dumai; 35. Sibolga; 14.Gorontalo; 36. Sorong; 15.Jambi; 37.Tanjung Emas; 16.Jayapura; 38. Tanjung Perak; 17.Kendari; 39. Tanjung Pinang; 18.Kupang; 40. Tanjung Priok; 19.Lembar; 41. Teluk Bayur; 20.Lhokseumawe; 42. Ternate; 21.Luwuk; 43. Tual Makasar; Pelabuhan internasional yang memenuhi syarat ISPIS (International Security Pos System) di Indonesia berjumlah 200 pelabuhan. 67 Hal tersebut tentunya tidak sebanding dengan jumlah tempat pendaftaran kapal yang hanya 43 pelabuhan, apalagi dengan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari kurang lebih pulau. Status hukum kapal yang terakhir melalui proses penetapan kebangsaan kapal. Sesuai dengan ketentuan Pasal 163 Undang-Undang Pelayaran, yang dinyatakan sebagai berikut: (1) Kapal yang didaftar di Indonesia dan berlayar di laut diberikan Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia oleh Menteri. (2) Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk: 66 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM.26 Tahun 2006 tentang Penyederhanaan Sistem dan Prosedur Pengadaan Kapal dan Penggunaan Penggantian Bendera Kapal diakses pada tanggal 8 Desember

17 45 a. Surat Laut untuk kapal berukuran GT 175 (seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage) atau lebih; b. Pas Besar untuk kapal berukuran GT 7 (tujuh Gross Tonnage) sampai dengan ukuran kurang dari GT 175 (seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage); atau c. Pas Kecil untuk kapal berukuran kurang dari GT 7 (tujuh Gross Tonnage). (3) Kapal yang hanya berlayar di perairan sungai dan danau diberikan pas sungai dan danau. Pasal tersebut menyatakan kapal yang berlayar di Indonesia wajib didaftarkan untuk mendapatkan tanda kebangsaan kapal, dan membagi kedalam 3 (tiga) kelompok ukuran kapal. Selanjutnya menurut Pasal 3 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.27/MEN/2009 tentang Pendaftaran dan Penandaan Kapal Perikanan, dinyatakan sebagai berikut: Dalam rangka kegiatan pendaftaran kapal perikanan, Menteri memberikan kewenangan kepada: a. Direktur Jenderal untuk melakukan pendaftaran kapal perikanan berbendera Indonesia milik orang atau badan hukum Indonesia yang digunakan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dan/atau laut lepas, dengan ukuran di atas 30 (tiga puluh) GT. b. Gubernur atau pejabat yang ditunjuk untuk melakukan pendaftaran kapal perikanan berbendera Indonesia milik orang atau badan hukum Indonesia 45

18 46 yang digunakan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dengan ukuran di atas 10 (sepuluh) GT sampai dengan 30 (tiga puluh) GT yang berdomisili di wilayah administrasinya dan beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan yang menjadi kewenangannya. c. Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk untuk melakukan pendaftaran kapal perikanan berbendera Indonesia milik orang atau badan hukum Indonesia yang digunakan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dengan ukuran sampai dengan 10 (sepuluh) GT yang berdomisili di wilayah administrasinya dan beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan yang menjadi kewenangannya. Pada Pasal 5 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.27/MEN/2009 tentang Pendaftaran dan Penandaan Kapal Perikanan, mewajibkan setiap orang atau badan hukum Indonesia yang akan mengoperasikan kapal perikanan berbendera Indonesia di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dan/atau laut lepas wajib melakukan pendaftaran kapal perikanan dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan: a. fotokopi SIUP; b. fotokopi bukti kepemilikan kapal (grosse akte) dan/atau perubahannya yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang, dengan menunjukkan aslinya; c. fotokopi KTP pemilik kapal/penanggung jawab perusahaan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang, sesuai dengan grosse akte, dengan menunjukkan aslinya; 46

19 47 d. fotokopi surat ukur kapal; e. fotokopi surat laut atau pas tahunan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; f. fotokopi sertifikat kelaikan dan pengawakan kapal untuk kapal penangkap ikan atau fotokopi sertifikat keselamatan untuk kapal pengangkut ikan; g. permohonan pemeriksaan fisik kapal penangkap ikan, alat penangkapan ikan, dan/atau kapal pengangkut ikan; h. surat pernyataan tertulis dari pemohon yang menyatakan bertanggung jawab atas kebenaran data dan informasi yang disampaikan. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan ini pada Pasal 24 mewajibkan pendaftaran kapal perikanan tersebut, dan yang tidak mendaftarkan kapal perikanannya dikenakan sanksi pidana. Pasal 24 tersebut berbunyi sebagai berikut: (1) Setiap orang atau badan hukum Indonesia yang mengoperasikan kapal perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia yang tidak mendaftarkan kapal perikanannya dikenakan sanksi pidana. (2) Sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan dalam Pasal 28, dinyatakan sebagai berikut: Pendaftaran kapal perikanan digunakan untuk memenuhi persyaratan penerbitan SIPI/SIKPI (Surat Izin Penangkapan Ikan/Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan), kecuali kapal perikanan yang berukuran dibawah 5 (lima) GT. 47

20 48 Ketentuan pasal-pasal tersebut mewajibkan pendaftaran kapal perikanan dengan pengecualian kapal yang berukuran dibawah 5 (lima) GT. Dan ketentuan itu berdampak pada status hukum kapal sebagai benda bergerak yaitu kapal yang berukuran dibawah 5 (lima) GT, dan sebagai benda tidak bergerak yaitu kapal yang berukuran diatas 5 (lima) GT. Ukuran kapal yang dapat didaftarkan tersebut tentunya bertentangan dengan Undang-Undang Pelayaran yang menjadikan dasar pendaftaran kapal berukuran diatas 7 GT. Apabila ditinjau dari asas lex superior derogat legi inferior, maka undang-undang yang lebih tinggi mengenyampingkan undang-undang yang lebih rendah tingkatannya. 68 Untuk pembagian wilayah pendaftaran berdasarkan propinsi, kabupaten dan kota bertujuan untuk memudahkan pendaftaran diluar wilayah kerja pelabuhan tempat pendaftaran kapal yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM.26 Tahun 2006 tentang Penyederhanaan Sistem dan Prosedur Pengadaan Kapal dan Penggunaan/Penggantian Bendera Kapal. Peraturan tersebut pada Pasal 2 ayat (2), membagi pelabuhan tempat pendaftaran kapal untuk wilayah Sumatera Utara hanya 2 (dua) pelabuhan yaitu Pelabuhan Belawan dan Pelabuhan Sibolga. Untuk wilayah yang tidak termasuk dalam wilayah pelabuhan tersebut dapat mendaftarkan kapalnya ditingkat Kabupaten atau Kota kepada Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk. Dengan memenuhi persyaratan hukum nasional status kapal dalam hukum publik akan memberi suatu tanda bukti nasionalitas/kebangsaan yang disebut dengan 68 H. Muchsin, Ikhtisar Ilmu Hukum, Iblam, Jakarta, 2006, hal

21 49 surat laut dan atau pas kapal. Ini berarti nasionalitas kapal laut menunjuk kepada adanya hubungan khusus antara kapal laut dan negara tertentu. Negara bertindak sebagai pelindung (protect) dan penjamin (guarantor) menurut Hukum Internasional. Dengan demikian, hubungan kapal laut dengan Negara tempat kapal laut tersebut didaftar untuk memperoleh nasionalitasnya atau kebangsaan, berhak untuk menikmati hak khusus menurut Hukum Internasional, antara lain: a. Kapal tersebut berada dibawah jurisprudensi Negara bendera kapal (flag state) dalam hal pengaturan administratif yaitu perihal kelaikan laut dan hukum pidana atas kejahatan awak kapal yang dilakukan di atas kapal. b. Negara bendera kapal berkewajiban untuk melaksanakan kewajiban internasional atas kapal yang membawa benderanya. c. Kapal yang bersangkutan memperoleh keuntungan perlindungan dari Negara bendera kapal yang membawa benderanya. d. Registrasi atau pendaftaran dianggap sebagai bukti pemilikan (evidence of title) walaupun di berbagai Negara bukti ini tidak mutlak. Keadaan semuanya menandakan adanya effective control dari Negara bendera kapal atas kapal tersebut. 69 B. Pengaturan Kapal Laut yang Dapat Dijadikan Jaminan 69 Anis Idham, Op Cit, hal

22 50 Pada Kantor Administrasi Pelabuhan Belawan Utama Medan selama ini yang pernah terjadi pembebanan jaminan hipotik. 70 Dengan demikian yang akan diuraikan selanjutnya tentang jaminan hipotik. Dari pengaturan tentang jaminan kapal laut yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan syarat-syarat kapal laut yang dapat dijadikan jaminan hipotik, yakni sebagai berikut: 1. Kapal milik Warga Negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; 2. Kapal milik badan hukum Indonesia yang merupakan usaha patungan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia; 3. Kapal yang sudah terdaftar pada Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal yang ditetapkan oleh Menteri, yakni Syahbandar; 4. Kapal dengan ukuran diatas 7 GT. Sebelum membahas pengertian menurut peraturan akan diulas terlebih dahulu pendapat dari para ahli. Menurut H.F.A Vollmar hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak, yang seperti hak gadai tidak bertujuan untuk memberikan kenikmatan dari barangnya kepada yang berhak, tetapi hanya merupakan jaminan untuk pembayaran dari utangnya dengan hak pendahuluan. 71 Kemudian masih menurut H.F.A Vollmar hipotik adalah sebuah hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, yang seperti hak gadai, tidak bermaksud 70 Wawancara dengan Bapak Marnala Simanungkalit, Pegawai Pembantu Untuk Pendaftaran dan Baliknama Kapal, Kantor Syahbandar Utama Belawan Medan, pada tanggal 6 Mei H.F.A. Vollmar, Hukum Benda, Tarsito, Bandung, 1990, hal

23 51 memberikan kepada orang yang berhak (disebut pengambil hipotik, atau sebutan yang lebih lazim pemegang hipotik) sesuatu nikmat dari sebuah benda, tetapi ia bermaksud memberikan jaminan belaka bagi pelunasan sebuah hutang dengan hak dilebihdahulukan. 72 Menurut G. Kartasapoetra, dan R.G. Kartasapoetra hipotik adalah hak kebendaan atas benda tidak bergerak, sebagai jaminan pembayaran utang dengan hak yang didahulukan. Hak yang didahulukan maksudnya ialah bahwa utang yang dijamin dengan hipotik harus dibayar lebih dahulu dari hasil eksekusi. 73 Pasal 1162 KUH Perdata memberikan pengertian Hipotik sebagai berikut: Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Menurut ketentuan Pasal 1162 KUHPerdata tersebut, hipotik adalah hak kebendaan atas suatu benda tak bergerak untuk mengambil penggantian dari benda tersebut bagi pelunasan utang. Dari ketentuan pasal ini dapat diuraikan unsur-unsur hipotik itu sebagai berikut: 1. Hak atas benda tak bergerak; 2. Benda tak bergerak itu untuk jaminan utang; 3. Dengan mengambil penggantian dari benda tersebut; 4. Bagi pelunasan suatu hutang apabila debitur tidak membayar hutangnya H.F.A. Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Rajawali Pres, Jakarta, 2000, hal G. Kartasapoetra, dan R.G. Kartasapoetra, Pembahasan Hukum Benda Hipotek Hukum Waris, Bumi Aksara, Jakarta, 1990, hal, Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal

24 52 Sebagai hak kebendaan atas benda tak bergerak, hipotik perlu diketahui oleh umum dan perlu dirinci secara khusus benda tak bergerak mana yang dibebani oleh hipotik, dan perlu didaftarkan dalam daftar khusus pula. Asas-asas ini disebut publikasi dan spesifikasi. Asas publikasi mengharuskan hipotik itu didaftarkan supaya diketahui oleh umum. Asas spesifikasi mengharuskan hipotik itu diletakkan diatas benda tak bergerak yang ditunjuk secara khusus berupa apa, berapa luas, besar, dan jumlah ukuran. 75 Pengertian hipotek menurut Undang-Undang Pelayaran diatur dalam Pasal 1 butir 12, disebutkan sebagai berikut: Hipotek Kapal adalah hak agunan kebendaan atas kapal yang terdaftar untuk menjamin pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor lain. Hipotik sebagai hak kebendaan atas benda jaminan tak bergerak, hipotik mempunyai sifat-sifat khusus sebagai berikut: 1. Hipotik bersifat (accessoir), artinya sebagai pelengkap dari perjanjian pokok yaitu hutang piutang. Adanya hipotik tergantung pada adanya perjanjian pokok hutang-piutang. Tanpa hutang-piutang tidak ada hipotik. 2. Hipotik bersifat tidak dapat dibagi-bagi (ondeelbaar), artinya sebagian hipotik tidak hapus dengan pembayaran sebagian hutang debitur. Hipotik melekat di atas seluruh benda objeknya (Pasal 1163 ayat 1 KUH Perdata). 3. Hipotik bersifat zaaksgevolg, yaitu mengikuti bendanya di dalam tangan siapa saja benda itu berada (Pasal 1163 ayat 2 KUH Perdata). 4. Hipotik bersifat droit de preference, yaitu hak lebih didahulukan pelunasannya daripada piutang-piutang lain (Pasal 1134 ayat 2 KUH Perdata). Hipotik bersifat jaminan untuk pelunasan hutang tetapi tidak memberi hak untuk menguasai dan memiliki benda jaminan Ibid, hal Ibid, hal

25 53 Rachmadi Usman dalam bukunya juga memberikan beberapa sifat-sifat hipotek, yakni antara lain: 1. Bersifat accessoir pada perjanjian pokok tertentu; Perjanjian hipotek bersifat accessoir, maka keberadaan hak hipotek ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya, dengan hapusnya utang yang dijamin pelunasannya maka hak hipotek hapus karenanya. Perjanjian hipotek ini mengabdi kapada perikatan pokoknya, dengan konsekuensi sebagai berikut: a. Turut beralih dengan beralihnya perikatan pokoknya (misalnya melalui cessie dan subrogatie); b. Menjadi hapus apabila perikatan pokoknya berakhir atau batal; c. Tidak dapat dialaihkan secara terpisah dari perikatan pokoknya. 2. Tidak dapat dibagi-bagi; Menurut Pasal 1163 ayat (1) KUH Perdata salah satu ciri dan sifat hipotek itu tidak dapat dibagi-bagi (ondeelbaar) dan melekat di atas seluruh benda objeknya. Dengan adanya sifat hipotek tidak dapat dibagi-bagi, maka hak hipotek membebani secara keseluruhan kebendaan jaminan. Telah dilunasinya sebagian dari utang yang dijamin tidak berarti terbebasnya sebagaian kebendaan jaminan dari beban hak hipotek, melainkan hak hipotek itu tetap membebani secara keseluruhan atas benda jaminan untuk sisa utang yang belum dilunasi. 3. Mengikuti kebendaannya; 53

26 54 Dari ketentuan Pasal 1163 ayat (2) KUH Perdata, sebagai konsekuensi dari hak kebendaan, maka hipotek tetap mengikuti kebendaannya yang dijaminkan didalam tangan siapapun kebendaan jaminan itu berada atau pindah. Sifat ini dikenal dengan istilah droit de suite atau zaaksgevolg dan merupakan salah satu sifat dari jaminan kebendaan yang diperuntukkan bagi kepentingan kreditur (pemegang hipotik). Walaupun kebendaan jaminan sudah berpindah tangan menjadi hak milik orang lain, kreditur masih tetap dapat menggunakan haknya untuk menuntut pelaksanaan eksekusi guna mengambil pelunasan piutangnya, jika debitur wanprestasi. 4. Bersifat terbuka; Berdasarkan ketentuan Pasal 1179 KUH Perdata, agar suatu ikatan hipotek itu memepunyai kekuatan hukum, maka ikatan hipotek tersebut wajib didaftarkan dalam sutau daftar yang diperuntukkan untuk itu. Sifat ini erat kaitannya dengan kedudukan diutamakan (preferent) yang diberikan kepada kreditur terhadap kreditur lainnya. Karena suatu pendaftaran pada asasnya dimaksudkan untuk kepentingan umum, maka buku pendaftaran sifatnya terbuka untuk umum, dan karenanya dikatakan, bahwa hipotek menganut asas publisitas. Artinya, setiap orang (publik) mungkin dengan membayar sejumlah uang administrasi tertentu berhak untuk melihat buku daftar. Disanalah letak perlindungan terhadap pihak ketiga. 5. Mengandung pertelaan (asas spesialis); 54

27 55 Hipotek mengandung pertelaan (specialiteit) artinya hipotek hanya dapat dibebani terhadap kebendaan yang ditunjuk secara khusus untuk itu, jadi didalam akta hipotek harus disebutkan secara jelas dan terang, baik mengenai subjek hipotek, objek hipotek maupun hutang yang dijaminkan. Mengenai asas spesialis ini berlaku ketentuan Pasal 1174 KUH Perdata. Pengikatan hipotek hanya dapat dilakukan atas benda-benda yang disebutkan atau ditunjuk khusus, baik itu menyangkut bentuk bendanya, sifat bendanya, letak bendanya, ukuran bendanya, dan lain-lain. Pendaftaran hipotek menunjukkan dengan tepat benda jaminan mana (tertentu) yang dijaminkan dan subjek penjaminan. 6. Mengenal pertingkatan; Suatu objek hipotek dapat dibebani dengan lebih dari satu hipotek guna menjamin pelunasan lebih dari satu utang, sehingga terdapat Pemegang Hipotek peringkat pertama, Pemegang Hipotek peringkat kedua, dan seterusnya. Pemegang Hipotek peringkat pertama akan mempunyai hak didahulukan dari Pemegang Hipotek peringkat kedua, dan begitu seterusnya. Dapat disimpulkan, bahwa hipotek lahir pada saat pendaftarannya. Demikian pula dengan hipotek atas kapal laut, dapat dilakukan lebih dari satu kali. Terhadap hipotek kapal laut yang didaftarkan pada tanggal yang sama, maka mempunyai tingkat yang sama secara bersama-sama. Hal ini ditafsirkan dari ketentuan Pasal 315 KUH Dagang. 7. Mengandung hak didahulukan; 55

28 56 Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1134 ayat (2) KUH Perdata, piutang atas gadai dan hipotek lebih didahulukan atau tinggi dari privilege, yang eksistensinya diberikan oleh undang-undang, tidak didasarkan kepada kehendak para pihak, sepanjang oleh undang-undang tidak ditentukan lain. Dengan demikian, hipotek mengandung hak untuk lebih didahulukan dalam pelunasan utang tertentu yang diambil dari hasil pendapatan eksekusi benda yang menjadi objek hipotek. Untuk hipotek kapal laut, pemegang hipotek atas kapal laut juga mempunyai hak untuk lebih didahulukan. Namun secara khusus ditentukan, bahwa piutang-piutang yang diistimewakan atas kapal laut lebih didahulukan dibandingkan hipotek. Keistimewaan tersebut diatur dalam Pasal 316a ayat (3) KUH Dagang. Piutang-piutang yang diistimewakan tersebut meliputi: a. Biaya-biaya lelang sita (eksekusi); b. Piutang-piutang yang lahir dari perjanjian perburuhan (perjanjian kerja laut) antara pengusaha perkapalan dan pelaut; c. Upah penolongan, upah pandu laut, uang petunjuk, uang pelabuhan dan lain-lain yang menyangkut biaya-biaya pelabuhan; d. Piutang karena penubrukan kapal. 8. Mengandung hak untuk pelunasan piutang tertentu. Ketentuan dalam Pasal 1176 KUH Perdata mengharuskan bahwa dalam akta hipotek harus disebutkan secara pasti jumlah uang yang merupakan utang yang dibebani dengan hipotek. Dengan kata lain dalam akta hipotek harus 56

29 57 disebutkan secara jelas dan tegas mengenai nilai penjaminan yang diberikan oleh pemberi hipotek yang nantinya akan diikat sebagai jaminan utang dengan hipotek. Dalam kaitannya dengan asas publisitas, dimana pihak ketiga diberikan kesempatan untuk mengetahui tidak saja ada atau tidaknya beban, tetapi juga berapa besarnya beban benda jaminan yang bersangkutan. Selain itu nilai tersebut juga penting untuk menentukan, sampai jumlah berapa kreditor berkedudukan sebagai kreditor preferent atas hasil eksekusi benda hipotek yang bersangkutan. 77 Mengenai hutang yang didahulukan yang diatur pada Undang-Undang Pelayaran Pasal 65, dinyatakan sebagai berikut: (1) Apabila terdapat gugatan terhadap piutang yang dijamin dengan kapal, pemilik, pencarter, atau operator kapal harus mendahulukan pembayaran piutang-pelayaran yang didahulukan. (2) Piutang-pelayaran yang didahulukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu sebagai berikut: a. untuk pembayaran upah dan pembayaran lainnya kepada Nakhoda, Anak Buah Kapal, dan awak pelengkap lainnya dari kapal dalam hubungan dengan penugasan mereka di kapal, termasuk biaya repatriasi dan kontribusi asuransi sosial yang harus dibiayai; 77 Rachmadi Usman, Op Cit, hal

30 58 b. untuk membayar uang duka atas kematian atau membayar biaya pengobatan atas luka badan, baik yang terjadi di darat maupun di laut yang berhubungan langsung dengan pengoperasian kapal; c. untuk pembayaran biaya salvage atas kapal; d. untuk biaya pelabuhan dan alur-pelayaran lainnya serta biaya pemanduan; dan e. untuk membayar kerugian yang ditimbulkan oleh kerugian fisik atau kerusakan yang disebabkan oleh pengoperasian kapal selain dari kerugian atau kerusakan terhadap muatan, peti kemas, dan barang bawaan penumpang yang diangkut di kapal. (3) Piutang-pelayaran yang didahulukan tidak dapat dibebankan atas kapal untuk menjamin gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf e apabila tindakan tersebut timbul sebagai akibat dari: a. kerusakan yang timbul dari angkutan minyak atau bahan berbahaya dan beracun lainnya melalui laut; dan b. bahan radioaktif atau kombinasi antara bahan radioaktif dengan bahan beracun, eksplosif atau bahan berbahaya dari bahan bakar nuklir, produk, atau sampah radioaktif. Tuntutan atau klaim tersebut dijamin terhadap maritime liens (jaminan maritim yang didahulukan) sesuai dengan International Convention for the Unification of Certain Rules Relating To Maritime Liens and Mortgages, (Brussel 1967, Pasal 4). Jaminan maritim yang didahulukan ini merupakan hak jaminan yang 58

31 59 bersifat kebendaan. Dengan kata lain, kepada siapa saja pemilikan kapal itu beralih, maka hak jaminan itu mengikuti kapal tersebut. Dari landasan operasional dan landasan yuridis sumber hukum, ketentuan hukum jaminan hipotik kapal laut dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hipotik kapal adalah hak kebendaan atas benda terdaftar untuk mengambil penggantian dari pelunasan suatu perikatan. 2. Hipotik kapal mengikuti bendanya di dalam tangan siapapun ia berada. 3. Hipotik kapal adalah perjanjian accessoir yang lahir dan berakhir yang bergabung pada perjanjian (kredit) pokok. 4. Hipotik tidak dapat dibagi-bagi dan terletak di atas semua benda terdaftar yang terikat dalam keseluruhannya di atas masing-masing benda dan tiap-tiap bagiannya. 5. Objek hipotik adalah kapal yang terdaftar. 6. Yang berhak memberikan hipotik hanayalah yang memiliki wenang menguasai untuk memindahkan benda jaminan. 7. Tingkat hipotik ditentukan oleh hari pendaftaran. 78 Berdasarkan ketentuan Pasal 509 KUH Perdata kebendaaan bergerak karena sifatnya ialah kebendaaan yang dapat berpindah atau dipindahkan. Sehingga kapal laut termasuk benda bergerak karena sifatnya disebabkan kapal laut dapat berpindah atau dipindahkan. Berdasarkan ketentuan Pasal 314 KUH Dagang, kapal Indonesia yang berukuran paling sedikit 20 meter kubik isi kotor dapat didaftarkan dan akan ditetapkan dengan suatu undang-undang tersendiri. Dari ketentuan tersebut menentukan bahwa kapal adalah termasuk benda tidak bergerak karena dapat didaftarkan. 78 Anis Idham, Op Cit, hal

32 60 Terdapat perbedaan dari KUH Perdata dan KUH Dagang mengenai status hukum kapal laut sebagai benda bergerak dan benda tidak bergerak. Status hukum kapal laut sebagai benda bergerak atau benda tidak bergerak sangat penting dalam hukum, yaitu antara lain: a. Bezit (Kedudukan Berkuasa) Dalam hal bezit kedudukan berkuasa, untuk benda bergerak berlaku Pasal 1977 KUH Perdata yaitu seseorang yang menguasai (bezitter) suatu benda bergerak dianggap sebagai pemilik (eigenaar) dari benda tersebut. Bezitter atas benda bergerak tidak perlu memperlihatkan tanda bukti tentang kepemilikan atas benda tersebut. Sedangkan bezitter dari benda tidak bergerak belum tentu merupakan eigenaar dari benda tersebut. Bezitter dari benda tidak bergerak harus memperlihatkan tanda bukti bahwa benda tidak bergerak tersebut merupakan miliknya. b. Levering (Penyerahan) Penyerahan terhadap benda bergerak dilakukan dengan penyerahan secara nyata atau penyerahan kekuasaan belaka (feitelijke levering). Sedangkan penyerahan terhadap benda tidak bergerak dilakukan dengan memindahkan hak milik benda tersebut kepada orang lain melalui prosedur balik nama (jurisdische levering). c. Verjaring (Kadaluarsa) Ketentuan mengenai verjaring (kadaluarsa) hanya berlaku bagi benda tidak bergerak saja. Berdasarkan Pasal 1963 KUH Perdata, seseorang yang dengan 60

33 61 itikad baik dan berdasarka suatu alas hak yang sah, dapat memperoleh hak milik atas suatu benda tidak bergerak, dengan jalan daluarsa, dengan suatu penguasaan selama 20 (dua puluh) tahun. Sedangkan untuk benda bergerak tidak dikenal verjaring karena bezitter atas suatu benda bergerak adalah eigenaar atas benda bergerak tersebut. Selama benda bergerak tersebut masih ada dalam penguasaan bezitter, maka selama itu pula bezitter akan memiliki benda tersebut. d. Bezwaring (Pembebanan) Benda bergerak yang akan dijadikan jaminan hutang dapat dibebani dengan gadai (pand), fidusia atau cessie. Sedangkan terhadap benda tidak bergerak akan dibebani dengan hipotik. 79 Dari uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan status hukum kapal laut sebagai benda tidak bergerak, apabila: a. Bezit (Kedudukan Berkuasa) Ketentuan Pasal 158 ayat (2) Undang-Undang Pelayaran pada huruf a, kapal dengan ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya 7 GT (tujuh gross tonnage) dapat didaftarkan. Ayat selanjutnya menyatakan pendaftaran kapal dilakukan dengan pembuatan akta pendaftaran dan dicatat dalam daftar kapal Indonesia. Bukti kapal telah terdaftar diberikan grosse akta pendaftaran kapal yang berfungsi sebagai bukti hak milik atas kapal yang telah terdaftar. Dengan demikian seseorang yang mengatakan bahwa kapal tersebut adalah miliknya 79 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op Cit, hal

34 62 harus dapat memperlihatkan grosse akta pendaftaran kapal. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa kapal merupakan benda tidak bergerak. b. Levering (Penyerahan) Mengacu pada ketentuan Pasal 162 ayat (1) Undang-Undang Pelayaran pengalihan hak milik atas kapal wajib dilakukan dengan cara balik nama di tempat kapal tersebut semula didaftarkan. Cara penyerahan ini termasuk cara penyerahan benda tidak bergerak karena penyerahan dilakukan dengan proses balik nama. c. Bezwaring (Pembebanan) Ketentuan Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Pelayaran menyatakan kapal yang telah didaftarkan dalam daftar kapal Indonesia dapat dijadikan jaminan utang dengan pembebanan hipotek atas kapal. Pembebanan hipotek tersebut mempertegas bahwa kapal yang telah terdaftar merupakan benda tidak bergerak. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan pada Pasal 13 ayat (2) menyatakan 7 GT adalah setara dengan 20 meter kubik. Dan sebagaimana yang ditegaskan pada Pasal 353 Undang-Undang Pelayaran bahwa semua peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 21 taun 1992 tentang Pelayaran dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru. Maka terhadap kapal yang berukuran kurang dari 7 GT tidak dapat didaftarkan sehingga berlaku ketentuan Pasal 510 KUH Perdata yaitu terhadap kapal tersebut akan 62

35 63 dianggap sebagai benda bergerak dan semua ketentuan terhadap benda bergerak berlaku terhadap kapal tersebut. Pada kenyataannya dalam pelaksaannya di Propinsi Sumatera Utara khususnya Kota Medan pembebanan kapal laut sebagai benda bergerak belum pernah terjadi. Hal ini dikarenakan kurangnya sosialisasi kepada pihak bank dan terjadi kerancuan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Pelayaran tahun 2008 tetapi peraturan pelaksanaannya Peraturan Pemerintah tahun 2002, sampai sekarang belum ada peraturan pelaksanaan pengganti PP Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan. Kemudian terjadi kerancuan lagi antara PP Nomor 39 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Dekonsentrasi, dengan PP Nomor 52 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Tugas Pembantuan, dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam peraturan perundangan-undangan tersebut tidak jelas, tumpang tindih dan tidak sinkron, sehingga pelimpahan kewenangan terhadap agunan kapal sebagai benda bergerak belum bisa dilaksanakan. Untuk kapal yang berukuran dibawah 7 GT dapat juga dijadikan jaminan hipotek, atas permintaan pemilik kapal yang bersangkutan langsung (tidak dapat berdasarkan surat kuasa kepada notaris, dalam hal ini peran notaris yang diperbolehkan hanya sebagai konsultasi hukum). 80 Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.27/MEN/2009 tentang Pendaftaran dan Penandaan Kapal Perikanan, yang 80 Wawancara dengan Bapak Rusli, Staf Sub Dis Laut, Dinas Perhubungan Propinsi Sumatera Utara, pada tanggal 31 Oktober

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB II KAPAL LAUT SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN KREDIT DAN PELAKSANAAN EKSEKUSINYA. A. Landasan Teori Tentang Kapal Laut Sebagai Jaminan

BAB II KAPAL LAUT SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN KREDIT DAN PELAKSANAAN EKSEKUSINYA. A. Landasan Teori Tentang Kapal Laut Sebagai Jaminan pada bab terdahulu dan saran-saran yang mungkin dapat memberi masukan bagi semua pihak. BAB II KAPAL LAUT SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN KREDIT DAN PELAKSANAAN EKSEKUSINYA A. Landasan Teori Tentang Kapal Laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN A. Pengertian Hukum Jaminan Hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan - jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur. Menurut J.Satrio

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.204, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN Pendaftaran. Kebangsaan. Kapal. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN 2012 TENTANG PENDAFTARAN DAN KEBANGSAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN 1.1 Pengertian Jaminan Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur

Lebih terperinci

BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti

BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN A. Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti kepercayaan. 23 Sesuai dengan arti kata ini,

Lebih terperinci

HIPOTIK KAPAL LAUT. Abdul Salam Fakultas Hukum Universitas Indonesia

HIPOTIK KAPAL LAUT. Abdul Salam Fakultas Hukum Universitas Indonesia HIPOTIK KAPAL LAUT Abdul Salam Fakultas Hukum Universitas Indonesia Pengaturan Hipotik Subyek Hipotik Obyek Hipotik Tahapan pembebanan Hipotik Permasalahan eksekusi Hipotik outline materi Session 5 Dasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan Adanya unifikasi hukum barat yang tadinya tertulis, dan hukum tanah adat yang tadinya tidak tertulis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 39 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN DAN KEBANGSAAN KAPAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 39 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN DAN KEBANGSAAN KAPAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 39 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN DAN KEBANGSAAN KAPAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan dalam kehidupan dewasa ini bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi. Bank tidak hanya menjadi sahabat masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat perdesaan.

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT. dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT. dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT A. Pengertian dan Unsur-Unsur Jaminan Kredit Pengertian jaminan dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari adanya suatu utang piutang yang terjadi antara

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY Atik Indriyani*) Abstrak Personal Guaranty (Jaminan Perorangan) diatur dalam buku III, bab XVII mulai pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUHPerdata tentang penanggungan utang.

Lebih terperinci

PERLAKUAN BANK MUAMALAT INDONESIA TERHADAP PEMBAYARAN KLAIM MUSNAHNYA BARANG JAMINAN DEBITUR OLEH PIHAK ASURANSI Sigit Somadiyono, SH.

PERLAKUAN BANK MUAMALAT INDONESIA TERHADAP PEMBAYARAN KLAIM MUSNAHNYA BARANG JAMINAN DEBITUR OLEH PIHAK ASURANSI Sigit Somadiyono, SH. PERLAKUAN BANK MUAMALAT INDONESIA TERHADAP PEMBAYARAN KLAIM MUSNAHNYA BARANG JAMINAN DEBITUR OLEH PIHAK ASURANSI Sigit Somadiyono, SH., MH 1 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengungkap perlakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Sejarah dan Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia berasal dari kata fides yang artinya adalah kepercayaan. Sesuai dengan arti dari kata ini, maka hubungan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah dilakukan sejak lama, masyarakat mengenal uang sebagai alat pembiayaan yang sah. Dapat kita ketahui

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian Jaminan Fidusia Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG FIDUSIA NO. 42 TAHUN 1999 MEMBAWA PERUBAHAN DALAM PRANATA JAMINAN RABIATUL SYAHRIAH

UNDANG-UNDANG FIDUSIA NO. 42 TAHUN 1999 MEMBAWA PERUBAHAN DALAM PRANATA JAMINAN RABIATUL SYAHRIAH UNDANG-UNDANG FIDUSIA NO. 42 TAHUN 1999 MEMBAWA PERUBAHAN DALAM PRANATA JAMINAN RABIATUL SYAHRIAH Bidang Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara A. Latar Belakang Keluarnya Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun bukan berarti didalam suatu perjanjian kredit tersebut tidak ada risikonya. Untuk menghindari wanprestasi

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI A. Perjanjian Pemberian Garansi/Jaminan Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang mendahuluinya, yaitu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 39 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN DAN KEBANGSAAN KAPAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 39 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN DAN KEBANGSAAN KAPAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 39 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN DAN KEBANGSAAN KAPAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN DI KOTA DUMAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN DI KOTA DUMAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN DI KOTA DUMAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengamanan pemberian dana atau kredit tersebut.jaminan merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengamanan pemberian dana atau kredit tersebut.jaminan merupakan hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan dana yang diberikan oleh pihak perbankan dalam dunia perbankan di Indonesia disebut dengan kredit, yang terkadang selalu dihubungkan dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA FIDUSIA DAN DEBITUR PEMBERI FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Andri Zulpan Abstract Fiduciary intended for interested parties

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

HJ-3 MACAM-MACAM JAMINAN. Oleh Herlindah, SH, M.Kn

HJ-3 MACAM-MACAM JAMINAN. Oleh Herlindah, SH, M.Kn HJ-3 MACAM-MACAM JAMINAN Oleh Herlindah, SH, M.Kn 1 JAMINAN JAMINAN UMUM JAMINAN KHUSUS 1131 BW JAMINAN PERORANGAN JAMINAN KEBENDAAN 1132 BW BORGTOCH PENANGGUNGAN BENDA TETAP BENDA BERGERAK TANAH BUKAN

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D101 07 022 ABSTRAK Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemberian kredit. Tanpa perjanjian kredit yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT. pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT. pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT A. Pengertian dan Dasar Hukum Tentang Jaminan Kredit Sehubungan dengan pengertian hukum jaminan, tidak banyak literatur yang merumuskan pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi Indonesia, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyahkt yang adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbintenis.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbintenis. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbintenis. Perjanjian merupakan terjemahan dari Toestemming yang

Lebih terperinci

Benda??? HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M.

Benda??? HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M. HUKUM BENDA Benda??? Benda merupakan OBYEK HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M.,1981:13) Aspek yang diatur dalam Hukum Benda

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Draft Pendaftaran dan Penandaan Kapal Perikanan 18 Oktober 2017 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA A. PENDAHULUAN Pada era globalisasi ekonomi saat ini, modal merupakan salah satu faktor yang sangat dibutuhkan untuk memulai dan mengembangkan usaha. Salah satu cara untuk

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG ~ 1 ~ SALINAN BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENERBITAN PAS KECIL DAN PAS SUNGAI DAN DANAU BAGI KAPAL KURANG DARI GT 7

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kebutuhan yang sangat besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian terus berlangsung dimanapun dan oleh siapapun sebagai pelaku usaha, baik pribadi, badan hukum privat atau publik, bahkan oleh gabungan

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA NO. URAIAN GADAI FIDUSIA 1 Pengertian Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR. Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR. Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR A. Pengertian Kreditur dan Debitur Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adapun pengertian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara tentu memerlukan suatu pembangunan untuk menjadi suatu Negara yang maju. Pembangunan yang dilaksanakan Bangsa Indonesia mengacu pada salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan a. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan P engertian mengenai

Lebih terperinci

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam Meminjam Di Kabupaten Sleman Perjanjian adalah suatu hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di segala bidang,

Lebih terperinci

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT Rochadi Santoso rochadi.santoso@yahoo.com STIE Ekuitas Bandung Abstrak Perjanjian dan agunan kredit merupakan suatu hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA, SH.MH 1 Abstrak : Eksekusi Objek Jaminan Fidusia di PT.Adira Dinamika Multi Finance Kota Jayapura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas beribu pulau, yang berada di antara dua benua dan dua samudera sehingga mempunyai posisi

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENDATAAN KAPAL DAN GALANGAN KAPAL SERTA PENERBITAN SURAT TANDA KEBANGSAAN KAPAL DI KABUPATEN TANGERANG

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional. Salah satu upaya untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

II.1 Tinjauan Teoritis Gadai dalam Jaminan Kebendaan II.1.1 Pengertian Jaminan

II.1 Tinjauan Teoritis Gadai dalam Jaminan Kebendaan II.1.1 Pengertian Jaminan 8 BAB II TINJAUAN TEORITIS GADAI DALAM JAMINAN KEBENDAAN DAN KETENTUAN PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP JAMINAN GADAI REKENING BANK SERTA ANALISA KASUS II.1 Tinjauan Teoritis Gadai dalam Jaminan Kebendaan

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

TINJAUAN TERHADAP RUU TENTANG HIPOTEK KAPAL *) Oleh: Dr. Ramlan Ginting, S.H., LL.M **)

TINJAUAN TERHADAP RUU TENTANG HIPOTEK KAPAL *) Oleh: Dr. Ramlan Ginting, S.H., LL.M **) TINJAUAN TERHADAP RUU TENTANG HIPOTEK KAPAL *) Oleh: Dr. Ramlan Ginting, S.H., LL.M **) A. Pendahuluan Dari sisi hukum, adanya Undang- Undang yang mengatur suatu transaksi tentunya akan memberikan kepastian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM. pembangunan nasional perlu senantiasa dipelihara dengan baik. Guna mencapai tujuan

BAB III TINJAUAN UMUM. pembangunan nasional perlu senantiasa dipelihara dengan baik. Guna mencapai tujuan BAB III TINJAUAN UMUM A. Kajian Umum Hukum Perbankan Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan asas kekeluargaan sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Kesinambungan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang- 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuan perekonomian merupakan salah satu tujuan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang- Undang Dasar Republik Indonesia

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1072, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN PERIKANAN. Kapal Perikanan. Pendaftaran. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PERMEN-KP/2013

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016 TINJAUAN YURIDIS JAMINAN HIPOTIK KAPAL LAUT DAN AKIBAT HUKUMNYA 1 Oleh: Sulfandi Kandou 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa dasar hukum jaminan pada umumnya dan Hipotik

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN GADAI DEPOSITO DALAM KERANGKA HUKUM JAMINAN. mungkin akan terhindar dari itikad tidak baik debitur pemberi jaminan kebendaan

BAB II PENGATURAN GADAI DEPOSITO DALAM KERANGKA HUKUM JAMINAN. mungkin akan terhindar dari itikad tidak baik debitur pemberi jaminan kebendaan BAB II PENGATURAN GADAI DEPOSITO DALAM KERANGKA HUKUM JAMINAN A. Kerangka Hukum Jaminan Lembaga jaminan mempunyai tugas melancarkan dan mengamankan pemberian kredit, hal ini sesuai dengan tugas pokok bank

Lebih terperinci

HUKUM KEBENDAAN PERDATA

HUKUM KEBENDAAN PERDATA HUKUM KEBENDAAN PERDATA Hukum Kebendaan Perdata Barat (HPE 20103) I. Posisi Hukum Kebendaan dlm KUHPerdata Pembidangan hukum perdata: 1. KUHPerdata Buku I : Tentang Orang Buku II : Tentang Benda Buku III

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan 1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kondisi ekonomi nasional semakin hari kian memasuki tahap perkembangan yang berarti. Ekonomi domestik indonesia pun cukup aman dari dampak buruk yang diakibatkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA DEFINISI Hak Tanggungan adalah: Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut/tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering dijumpai perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau disebut

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2 PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 1 Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana Pendaftaran Pemberian

Lebih terperinci

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 56 BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 1. Hak Tanggungan sebagai Jaminan atas Pelunasan Suatu Utang Tertentu Suatu perjanjian utang-piutang umumnya

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 69 TAHUN 2012 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 69 TAHUN 2012 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 69 TAHUN 2012 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap perusahaan membutuhkan dana investasi sebagai modal untuk membangun dan mengembangkan bisnis perusahaan itu sendiri. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM YANG MENYANGKUT JAMINAN FIDUSIA. artinya, apabila jaminan dengan hak tanggungan sebagaimana diterangkan

BAB II KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM YANG MENYANGKUT JAMINAN FIDUSIA. artinya, apabila jaminan dengan hak tanggungan sebagaimana diterangkan BAB II KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM YANG MENYANGKUT JAMINAN FIDUSIA Objek Fidusia Lembaga jaminan fiducia memegang peranan yang penting, karena selain sebagai jaminan tambahan apabila dianggap masih kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dinyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dinyatakan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dinyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Hal tersebut memiliki makna bahwa negara Indonesia berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu perjanjian accsoir yang ada dalam suatu perjanjian kredit.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu perjanjian accsoir yang ada dalam suatu perjanjian kredit. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu Perjanjian Kredit biasanya terdapat perjanjian accesoir (perjanjian ikutan) yang mengikuti perjanjian kredit tersebut. Fidusia merupakan salah satu perjanjian

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENERBITAN SURAT TANDA KEBANGSAAN KAPAL INDONESIA UNTUK KAPAL BERUKURAN KURANG DARI TUJUH GROSS TONNAGE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2 1 Oleh: Agus S. Primasta 2 Pengantar Secara awam, permasalahan perkreditan dalam kehidupan bermasyarakat yang adalah bentuk dari pembelian secara angsuran atau peminjaman uang pada lembaga keuangan atau

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/201. HAK-HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT JAMINAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA 1 Oleh: Andhika Mopeng 2

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/201. HAK-HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT JAMINAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA 1 Oleh: Andhika Mopeng 2 HAK-HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT JAMINAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA 1 Oleh: Andhika Mopeng 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hak-hak kebendaan ditinjau dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia, khususnya dunia perbankan saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat baik, walaupun kegiatan bisnis bank umum sempat

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian terus berlangsung di manapun dan oleh siapapun sebagai pelaku usaha, baik pribadi, badan hukum privat atau publik, bahkan oleh gabungan

Lebih terperinci

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini karena masyarakat sekarang sering membuat perikatan yang berasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Istilah fidusia berasal dari bahasa belanda, yaitu fiducie, sedangkan dalam

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Istilah fidusia berasal dari bahasa belanda, yaitu fiducie, sedangkan dalam BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA A.Pengertian Fidusia dan Jaminan Fidusia 1.Pengertian Fidusia Istilah fidusia berasal dari bahasa belanda, yaitu fiducie, sedangkan dalam bahasa inggris disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di persidangan mengakibatkan setiap perbuatan hukum masyarakat yang menyangkut pihak-pihak sebaiknya

Lebih terperinci

zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin

zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin BAB III JAMINAN GADAI PERSPEKTIF HUKUM PERDATA A. Pengertian Jaminan Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa belanda, yaitu zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri perbankan memegang peranan penting untuk menyukseskan program pembangunan nasional dalam rangka mencapai pemerataan pendapatan, menciptakan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebahasaan tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan unsur-unsur, yaitu : 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebahasaan tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan unsur-unsur, yaitu : 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Hukum 1. Pengertian Perlindungan Hukum Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengartikan perlindungan adalah tempat berlindung, perbuatan melindungi. 1 Pemaknaan kata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG-

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci