UNDANG-UNDANG FIDUSIA NO. 42 TAHUN 1999 MEMBAWA PERUBAHAN DALAM PRANATA JAMINAN RABIATUL SYAHRIAH
|
|
- Suharto Setiabudi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 UNDANG-UNDANG FIDUSIA NO. 42 TAHUN 1999 MEMBAWA PERUBAHAN DALAM PRANATA JAMINAN RABIATUL SYAHRIAH Bidang Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara A. Latar Belakang Keluarnya Undang-Undang Fidusia Adapun yang melatar belakangi UU fidusia lahir adalah karena kebutuhan praktis, kebutuhan tersebut dapat dilihat dari fakta-fakta berikut : a. Barang Bergerak Sebagai Jaminan Hutang. Sebagaimana diketahui bahwa menurut sistim hukum kita, dan juga hukum di kebanyakan negara-negara Eropa Kontinental, bahwa jika yang menjadi objek jaminan utang adalah benda bergerak, maka jaminannya diikat dalam bentuk gadai. Dalam hal ini, objek gadai tersebut harus diserahkan kepada pihak yang menerima gadai (kreditur). Sebaliknya, jika yang menjadi objek jaminan hutang adalah benda tidak bergerak, maka jaminan tersebut haruslah berbentuk hipotik (sekarang ada hak tanggungan). Dalam hal ini barang objek jaminan tidak diserahkan kepada kreditur, tetapi tetap dalam kekuasaan debitur. Akan tetapi terdapat kasus-kasus dimana barang objek jaminan hutang masih tergolong barang bergerak, tetapi pihak debitur enggan menyerahkan kekuasaan atas barang tersebut kepada kreditur, sementara pihak kreditur tidak mempunyai kepentingan, bahkan kerepotan jika barang tersebut diserahkan kepadanya, karena itulah dibutuhkan adanya satu bentuk jaminan hutang yang objeknya masih tergolong benda bergerak tetapi tanpa menyerahkan kekuasaan atas benda tersebut kepada pihak kreditur. Akhirnya, muncullah bentuk jaminan baru dimana objeknya benda bergerak, tetapi kekuasaan atas benda tersebut tidak beralih dari debitur kepada kreditur. b. Tidak Semua Hak Atas Tanah Dapat dihipotikkan. Latar belakang lain yang mendorong timbul atau berkembangnya praktek fidusia adalah adanya hak atas tanah tertentu yang tidak dapat dijaminkan dengan hipotik atau hak tanggungan. c. Barang Objek Jaminan Hutang Yang Bersifat Perdata. Ada barang-barang yang sebenarnya masih termasuk barang bergerak, tetapi mempunyai sifat-sifat seperti barang tidak bergerak sehingga pengikatnya dengan gadai dirasa tidak cukup memuaskan, terutama karena adanya kewajiban menyerahkan kekuasaan dari benda objek jaminan hutang tersebut. Karena itu jaminan fidusia menjadi pilihan. d. Perkembangan Pranata Hukum Kepemilikan Yang Baru. Perkembangan kepemilikan atas barang tertentu yang tidak selamanya dapat diikuti oleh perkembangan jaminan, sehingga hak-hak atas barang sebenarnya tidak bergerak, tetapi tidak dapat diikatkan dengan hipotik. e. Barang Bergerak Objek jaminan Hutang Tidak Dapat Diserahkan. Ada kalanya pihak kreditur dan pihak debitur sama-sama tidak berkeberatan agar diikatkan jaminan hutang berupa gadai atas hutang yang dibuatnya, tetapi 2004 Digitized by USU digital library 1
2 barang yang dijaminkan karena sesuatu dan lain hal tidak dapat diserahkan kepemilikannya kepada hak kreditur. 1) Selain fakta di atas yang melatarbelakangi lahirnya UU No. 42 Tahun 1999 tentang Fidusia berdasarkan keadaan sekarang yang dicantumkan dalam konsiderannya adalah : 1. Kebutuhan yang sangat besar dan terus mengikat bagi dunia usaha atas tersedianya dana, perlu diimbangi dengan adanya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan. 2. Pengaturan lembaga jaminan fidusia masih didasarkan pada Yurisprudensi. 3. Dalam rangka memberi kepastian hukum dari perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan. B. Dasar Hukum Penetapan Jaminan Fidusia. Sejak lahirnya jaminan fidusia ini sangat kental dengan rekayasa. Sebab dalam sistem hukum Belanda tempo dulu, oleh karena juga di Indonesia untuk jaminan barang bergerak hanya dikenal gadai, sedang barang tidak bergerak dikenal dengan hipotek. 2) Tetapi dalam praktek untuk menjaminkan barang bergerak, tetapi tanpa penyerahan barang secara fisik. Untuk maksud tersebut tidak dapat digunakan lembaga gadai (yang mensyaratkan penyerahan benda) dan juga dapat digunakan hipotek yang hanya diperuntukkan terhadap barang tidak bergerak saja. Karena itu dicarikanlah jalan untuk dapat menjaminkan barang bergerak tanpa penyerahan fisik barang tersebut akhirnya muncul rekayasa untuk memenuhi kepentingan praktek seperti itu dengan jalan pemberian jaminan Fidusia yang akhirnya diterima dalam praktek dan diakui oleh yurisprudensi dan diundangkan pada tahun Rekayasa tersebut dalam bentuk globalnya disebut dengan constitutum possessorium (penyerahan kepemilikan benda tanpa menyerahkan fisik benda sama sekali). Bentuk rincian dari constitutum possessorium dalam Fidusia ini dilakukan melalui proses tiga fase. 3) 1. Fase I Fase Perjanjian Obligatoir (Obligatoir Overeenkomst). Proses jaminan fidusia diawali oleh adanya suatu perjanjian obligatoir (Obligatoir Overeenkomst). Perjanjian Overeenkomst tersebut berupa perjanjian pinjam uang dengan jaminan fidusia diantara pihak pemberi Fidusia (debitur) dengan pihak penerima Fidusia (kreditur). 2. Fase II Perjanjian Kebendaan (Zakelijke Overeenkomst). Selanjutnya diikuti oleh suatu perjanjian kebendaan (Zakelijke Overeenkomst). Perjanjian kebendaan tersebut berupa penyerahan hak milik dari debitur kepada kreditur, dalam hal ini dilakukan secara constitutum prosessorium, yakni penyerahan hak milik tanpa menyerahkan fisik benda. 3. Fase III Fase Perjanjian Pinjam Pakai. Dalam fase ketiga ini dilakukan pinjam pakai, dalam hal ini benda objek Fidusia yang hak miliknya sudah berpindah kepada pihak kreditur 1). Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 1. 2). Oey Hoey Tiong, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Penerbit Ghalia Indonesia, 1983, hal ). Op. Cit, hal Digitized by USU digital library 2
3 dipinjampakaikan kepada pihak debitur, sehingga praktis benda tersebut setelah diikat dengan jaminan fidusia tetap saja dikuasai secara fisik oleh pihak debitur. Jadi dasar dari Fidusia adalah suatu perjanjian yakni perjanjian Fidusia perikatan yang menimbulkan Fidusia ini mempunyai karakteristik sebagai berikut : 1. Antara pemberi Fidusia dengan penerima Fidusia terdapat suatu hubungan perikatan, yang menerbitkan hak bagi kreditur untuk meminta penyerahan barang jaminan dari debitur (secara constitutum posessorium). 2. Perikatan tersebut adalah perikatan untuk memberikan sesuatu karena debitur menyerahkan suatu barang (secara constitutum posessorium) kepada kreditur. 3. Perikatan dalam rangka pemberian Fidusia merupakan perikatan yang assessoir, yakni merupakan perikatan yang membuntuti perikatan lainnya (perikatan pokok) berupa perikatan hutang-piutang. 4. Perikatan Fidusia tergolong kedalam perikatan dengan syarat batal, karena jika hutangnya dilunasi, maka hak jaminannya secara Fidusia menjadi hapus. 5. Perikatan Fidusia tergolong perikatan yang bersumber dari suatu perjanjian yakni perjanjian Fidusia. 6. Perjanjian Fidusia merupakan perjanjian yang tidak disebut secara khusus dalam KUH Perdata. Karena itu, perjanjian ini tergolong dalam perjanjian tak bernama (Onbenoem De Overeenkomst). 7. Perjanjian Fidusia tetap tunduk pada ketentuan bagian umum dari perikatan yang terdapat dalam KUH Perdata. C. Ruang Lingkup Objek Fidusia. Pasal 2 Undang-Undang jaminan Fidusia memberikan batas ruang lingkup berlakunya Undang-Undang Jaminan Fidusia yaitu berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani Benda dengan Jaminan Fidusia, yang dipertegas kembali oleh rumusan yang dimuat dalam Pasal 3 Undang-Undang Jaminan Fidusia dengan tegas menyatakan bahwa Undang-Undang Jaminan Fidusia ini tidak berlaku terhadap : a. Hak Tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas bendabenda tersebut wajib didaftar. Namun demikian bangunan di atas milik orang lain yang tidak dapat dibebani hak tanggungan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dapat dijadikan objek Jaminan Fidusia. b. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua puluh) M3 atau lebih ; c. Hipotek atas pesawat terbang ; dan d. Gadai. Seperti telah disinggung di muka, jika diperhatikan sejarah perkembangan fidusia, pada awalnya yaitu pada zaman Romawi, objek fidusia adalah meliputi baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak. 4) Pemisahan mulai diadakan kemudian, orang-orang Romawi mengenal gadai dan hipotek. Ketentuan ini juga diikuti oleh Negeri Belanda dalam Burgerlijke Wetboek-nya. 5) Pada saat fidusia muncul kembali di Belanda, maka pemisahan antara barang bergerak untuk hipotek juga diberlakukan. Objek fidusia dipersamakan dengan gadai yaitu barang bergerak karena pada waktu itu fidusia 4). Gunawan Widjaja, jaminan Fidusia, Raja Grafindo Persada, jakarta, 2000, hal ). Ibid 2004 Digitized by USU digital library 3
4 dianggap sebagai jalan keluar untuk menghindari larangan yang terdapat dalam gadai. Hal ini terus menjadi yurisprudensi tetap baik di Belanda dan Indonesia. Perkembangan selanjutnya adalah lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria yang tidak membedakan atas barang bergerak dan barang yang tidak bergerak melainkan pembedaan atas tanah dan bukan tanah. Bangunan-bangunan yang terletak di atas tanah tidak dapat dijaminkan terlepas dari tanahnya. Jadi orang yang memiliki bangunan di atas tanah dengan hak sewa misalnya tidak dapat membebaninya dengan hak tanggungan tersebut. Oleh karenanya jalan satu-satunya adalah dengan fidusia. Khusus mengenai penyerahan hak sewa ini diperlukan persetujuan dari pemilik tanah yang menyewakan tanah itu untuk sewaktu-waktu mengalihkan hak sewa atas tanah itu kepada yang lain. Perkembangan ini adalah sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat di Indonesia, dimana banyak orang yang menguasai tanah dengan hakhak atas tanah yang tidak bisa dijaminkan dengan Hak Tanggungan, seperti hak sewa, hak menumpang dan sebagainya. Bangunan-bangunan yang terletak di atas tanah tersebut tidak dapat dijaminkan Hak Tanggungan dan ini dapat diatasi dengan Jaminan Fidusia. Dengan lahirnya Undang-Undang Jaminan Fidusia, yaitu dengan mengacu pada Pasal 1 angka 2 dan 4 serta pasal 3 Undang-Undang Jaminan Fidusia, dapat dikatakan bahwa yang mejadi objek Jaminan Fidusia adalah Benda apapun yang dapat dimiliki dan dialihkan hak kepemilikannya. Benda itu dapat berupa benda berwujud maupun yang tidak berwujud, terdaftar maupun tidak terdaftar, bergerak maupun tidak bergerak, dengan syarat bahwa benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atau Hipotek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 314 Kitab Undang-Undang Dagang jis Pasal 1162 Kitab Undang-Undang Perdata. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia, maka dapat diharapkan bahwa nantinya Jaminan Fidusia akan menggantikan FEO dan cessie jaminan atas utang-piutang (zekerheidcessi van schuldvorderingen fiduciary assignment of receivables) yang dalam praktek pemberian kredit banyak digunakan. D. Akibat Hukum Dikeluarkannya UU Fidusia Terhadap 1. Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan Untuk memberikan kepastian hukum pasal 11 UU jaminan fidusia mewajibkan benda yang dibebani dengan jaminan Fidusia di daftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia yang terletak di Indonesia. Kewajiban ini bahkan tetap berlaku meskipun kebendaannya yang dibebani dengan jaminan fidusia berada di luar wilayah negara Republik Indonesia. Pendaftaran benda yang dibebani dengan jaminan fidusia dilaksanakan di tempat kedudukan pemberi Fidusia, pendaftarannya mencakup benda, baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah negara Republik Indonesia untuk memenuhi asas publisitas, sekaligus merupakan jaminan kepsatian terhadap kreditur lainnya mengenai benda yang telah dibebani jaminan fidusia. Kita telah dapat melihat pasal 14 (3) UU Fidusia No. 42 Tahun 1999, maka Fidusia oleh UU dianggap lahir pada saat yang sama dengan dicatatnya jaminan fidusia dalam buku daftar Fidusia. Adapun bukti pendaftaran Fidusia yang diterima penerima Fidusia sebagai hak memiliki Fidusia diserahkan kepadanya dokumen yang disebut sertifikat jaminan fidusia. Sertifikat jaminan fidusia dikeluarkan oleh instansi yang sah dan berwewenang dalam hal ini Kantor Pendaftaran Fidusia, maka sertifikat tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat sebagai suatu akta berbentuk dan hanya Kantor Pendaftaran Fidusia sebagai suatu badan yang berwenang 2004 Digitized by USU digital library 4
5 mengeluarkan sertifikat perjanjian Fidusia tersebut. Karena itu pula, jika ada alat bukti sertifikat jaminan fidusia dan sertifikat tersebut adalah syah, maka alat bukti lain dalam bentuk apapun harus ditolak. Para pihak tidak cukup misalnya hanya membuktikan adanya Fidusia dengan hanya mempertunjukkan akta jaminan Fidusia yang dibuat oleh notaris berdasarkan UU Fidusia pasal 14 (3). 2. Penjamin Fidusia Dengan keluarnya UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia membawa akibat pada perjanjian Fidusia pada pasal 27 (2). Dengan preferensi adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Dengan demikian sama dengan hak jaminan lainnya. Adanya ketentuan ini menghapus keraguan selama ini tentang ada tidaknya hak preferensi bagi penerima Fidusia ini. Hal lain yang menjadi konsekwensi hukum apabila timbul masalah atau gugatan karena kesalahan (kesenjangan atau kekurang hati-hatian) dari pemberi fidusia sehubungan dengan pengguna atau pengalihan benda fidusia adalah dibebaskannya penerima fidusia dari tanggung jawab atau dengan kata lain pemberi fidusia yang bertanggung jawab penuh. (Pasal 29 UU No. 42 Tahun 1999). Kesimpulan. Keluarnya UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia membawa perubahan dalam pranata jaminan yang tidak lagi membedakan benda berujud maupun tidak berujud, terdaftar maupun tidak terdaftar, bergerak maupun tidak bergerak dengan syarat bahwa benda tersebut tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan seperti yang dimaksud dalam UU No. 4 Tahun 1996 serta adanya kepastian hukum melalui pendaftarannya di Kantor Pendaftaran Fidusia sebagai alat bukti yang kuat. Saran. Di satu sisi jaminan fidusia memiliki kelemahan karena objek yang dijaminkan berada di tangan debitur sehingga debitur yang tidak mempunyai iktikad baik dapat melakukan kecurangan dan sulit dipantau. Oleh karena itu perlu di buat peraturan pelaksana agar pelaksanaan di lapangan dapat berjalan dengan baik sehubungan dengan moralitas atau iktikad dari debitur. DAFTAR PUSTAKA Fuady, Munir, 2000, Jaminan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung. Tiong, Oey Hoey, 1983, Fidusia sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta. Tunggal, Hadi Setia, 2001, Undang-Undang Jaminan Fidusia dan Peraturan Pelaksanaannya, Harvarindo, Jakarta. Wijaja, Gunawan dan Yani, Ahmad, 2000, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, Raja Grafindo Persada, Jakarta Digitized by USU digital library 5
BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA
BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Sejarah dan Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia berasal dari kata fides yang artinya adalah kepercayaan. Sesuai dengan arti dari kata ini, maka hubungan hukum
Lebih terperinciBAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti
BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN A. Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti kepercayaan. 23 Sesuai dengan arti kata ini,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun bukan berarti didalam suatu perjanjian kredit tersebut tidak ada risikonya. Untuk menghindari wanprestasi
Lebih terperinciEKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA
EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA A. PENDAHULUAN Pada era globalisasi ekonomi saat ini, modal merupakan salah satu faktor yang sangat dibutuhkan untuk memulai dan mengembangkan usaha. Salah satu cara untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis
BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian Dan Dasar Hukum Jaminan Fidusia 1. Pengertian Jaminan Fidusia Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis formal diakui
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Kebutuhan akan adanya lembaga jaminan, telah muncul sejak zaman romawi.
1 1 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA 1.1 Sejarah Jaminan Fidusia a. Zaman Romawi Kebutuhan akan adanya lembaga jaminan, telah muncul sejak zaman romawi. Bagi masyarakat pada saat itu, fidusia
Lebih terperinciBab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu
Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan dewasa ini, sulit dibayangkan bahwa pelaku usaha, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai modal usaha yang cukup untuk
Lebih terperinciPembebanan Jaminan Fidusia
Jaminan Fidusia Fidusia menurut Undang-Undang no 42 tahun 1999 merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian Jaminan Fidusia Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari
Lebih terperinciDAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kebutuhan yang sangat besar
Lebih terperinciPENGATURAN PENGALIHAN JAMINAN FIDUSIA DI INDONESIA
PENGATURAN PENGALIHAN JAMINAN FIDUSIA DI INDONESIA Oleh: Ni Putu Ni Putu Nugrahaeni Gde Made Swardhana Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This study entitled "Setting Transfer
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya
Lebih terperinciPERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA
PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA NO. URAIAN GADAI FIDUSIA 1 Pengertian Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur
Lebih terperinciEKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA
EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA, SH.MH 1 Abstrak : Eksekusi Objek Jaminan Fidusia di PT.Adira Dinamika Multi Finance Kota Jayapura
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA FIDUSIA DAN DEBITUR PEMBERI FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Andri Zulpan Abstract Fiduciary intended for interested parties
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN UMUM. pembangunan nasional perlu senantiasa dipelihara dengan baik. Guna mencapai tujuan
BAB III TINJAUAN UMUM A. Kajian Umum Hukum Perbankan Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan asas kekeluargaan sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Kesinambungan pelaksanaan
Lebih terperinciBAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam
BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam Meminjam Di Kabupaten Sleman Perjanjian adalah suatu hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai pengamanan pemberian dana atau kredit tersebut.jaminan merupakan hal yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan dana yang diberikan oleh pihak perbankan dalam dunia perbankan di Indonesia disebut dengan kredit, yang terkadang selalu dihubungkan dengan adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan Adanya unifikasi hukum barat yang tadinya tertulis, dan hukum tanah adat yang tadinya tidak tertulis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. law, zakerheidsstelling, atau zakerheidsrechten 1. Lembaga jaminan diperlukan. kegiatan-kegiatan dalam proyek pembangunan 2.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of law, zakerheidsstelling, atau zakerheidsrechten 1. Lembaga jaminan diperlukan dalam pemenuhan kebutuhan
Lebih terperinciTANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK. Oleh: Ni Made Trisna Dewi ABSTRACT
TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK Oleh: Ni Made Trisna Dewi ABSTRACT Responsibility of debtor to elimination of fidusia warrant goods in credit
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. banyak dipraktikkan dalam lalu lintas hukum perkreditan atau pinjam meminjam.
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia adalah suatu lembaga jaminan yang bersifat perorangan, yang kini banyak dipraktikkan dalam lalu lintas hukum perkreditan
Lebih terperinciPERJANJIAN FIDUSIA: PELUANG DAN HAMBATANNYA. ANDI KASMAWATI Dosen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar
14 PERJANJIAN FIDUSIA: PELUANG DAN HAMBATANNYA ANDI KASMAWATI Dosen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar Abstrak: Dalam perjanjian fidusia, pengalihan hak kepemilikan dimaksudkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan
BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia pada
Lebih terperinciHAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA
HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jaminan fidusia yang merupakan salah satu bentuk lembaga jaminan
BAB I PENDAHULUAN Jaminan fidusia yang merupakan salah satu bentuk lembaga jaminan yang ada di Indonesia diatur di dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut UUJF).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian terus berlangsung dimanapun dan oleh siapapun sebagai pelaku usaha, baik pribadi, badan hukum privat atau publik, bahkan oleh gabungan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, 1999. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
Lebih terperincidisatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)
Lebih terperinciLex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/2017
HAK DEBITUR ATAS OBJEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI HAK KEBENDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA 1 Oleh: Octavianus Aldo 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitianini adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan
Lebih terperinciLex Privatum Vol. V/No. 4/Jun/2017
AKIBAT HUKUM EKSESEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN MENURUT UU NO.42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA 1 Oleh: Restu Juniar P. Olii 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN MENGENAI PENGATURAN PENGEMBALIAN PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA. A. Ketentuan Hukum Jaminan menurut KUHPerdata dan KUH Dagang
BAB II TINJAUAN MENGENAI PENGATURAN PENGEMBALIAN PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA A. Ketentuan Hukum Jaminan menurut KUHPerdata dan KUH Dagang Dalam hukum positif di Indonesia terdapat peraturan perundang-undangan
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI
25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa, Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat
Lebih terperinciTANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK TESIS. Oleh. AMALIA YULIA NASTITI /MKn
TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK TESIS Oleh AMALIA YULIA NASTITI 137011101/MKn FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 AMALIA YULIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
Lebih terperinciBAB II TERHADAP JAMINAN FIDUSIA YANG DIDAFTARKAN PADA SAAT TERJADINYA KEMACETAN PEMBAYARAN. jaminan fidusia, pada Pasal 1 angka 1 menyatakan :
30 BAB II AKIBAT HUKUM TERHADAP JAMINAN FIDUSIA YANG DIDAFTARKAN PADA SAAT TERJADINYA KEMACETAN A.Ruang Lingkup Jaminan Fidusia 1.Pengertian Jaminan Fidusia. PEMBAYARAN Pengertian Fidusia menurut Undang-undang
Lebih terperinciA. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian terus berlangsung di manapun dan oleh siapapun sebagai pelaku usaha, baik pribadi, badan hukum privat atau publik, bahkan oleh gabungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN 1.1 Pengertian Jaminan Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM PENDAFTARAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA DI DALAM PERJANJIAN KREDIT
AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA DI DALAM PERJANJIAN KREDIT Oleh I Dewa Gede Indra Eka Putra Made Gde Subha Karma Resen Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT
Lebih terperinciBab 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. ditujukan kepada kepercayaan yang diberikan secara timbal balik oleh suatu pihak
Bab 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA 2.1.Sejarah Jaminan Fidusia Fidusia berasal dari kata fiduciair yang berarti secara kepercayaan, ditujukan kepada kepercayaan yang diberikan secara timbal balik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia lainnya untuk dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangMasalah Pada hakikatnya manusia lahir sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia lainnya untuk dapat melangsungkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diakses pada tanggal 11 Agustus 2009 pukul WIB.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu Negara adalah kesehatan perbankan. 1 Di Indonesia, industri perbankan sudah mulai bangkit dan berkembang terutama setelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jaminan demi keamanan pemberian kredit tersebut. 1
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka pembangunan ekonomi Indonesia bidang hukum yang meminta perhatian serius dalam pembinaan hukumnya di antara lembaga jaminan karena perkembangan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI TENTANG PERAMPASAN BARANG OLEH PENAGIH UTANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG FIDUSIA DAN KUHP
28 BAB II KAJIAN TEORI TENTANG PERAMPASAN BARANG OLEH PENAGIH UTANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG FIDUSIA DAN KUHP A. Pengertian Perampasan dan Unsur Perampasan Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi dari perampasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN A. Pengertian, Ruang Lingkup dan Sejarah Jaminan Fidusia
BAB II TINJAUAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 A. Pengertian, Ruang Lingkup dan Sejarah Jaminan Fidusia Istilah Fidusia berasal dari kata fiduciair atau fides, yang artinya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman sekarang semua kegiatan manusia tidak lepas dari yang namanya uang. Mulai dari hal yang sederhana, sampai yang kompleks sekalipun kita tidak dapat lepas dari
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. piutang macet dilakukan dengan dua cara, yaitu: surat-surat/dokumen penting.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian serta analisis yang telah penulis lakukan pada bab terdahulu, berikut disajikan kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap permasalahan dalam
Lebih terperinciPENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA
PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA http://www.thepresidentpostindonesia.com I. PENDAHULUAN Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan negara di zaman sekarang begitu pesat dan cepat dari perkembangan Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam, bahkan di negara Indonesia yang menganut
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN
AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perseroan Terbatas (PT) sebelumnya diatur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah dengan peningkatan jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan yang. hak tanggungan, kredit verban, fidusia, dan gadai.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fungsi jaminan secara yuridis adalah untuk kepastian hukum pelunasan hutang di dalam perjanjian kredit atau hutang piutang atau kepastian realiasasi suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan upaya mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan upaya mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Untuk memelihara dan meneruskan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda bergerak maupun yang tidak berwujud. Pesatnya perkembangan masyarakat dewasa ini, kebutuhan akan sarana
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga dalam hubungan antara kreditur (pemberi kredit) dengan debitur
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa latin credere yang artinya kepercayaan, sehingga dalam hubungan antara kreditur (pemberi kredit) dengan debitur (penerima kredit)
Lebih terperinciKONTRAK PEMBIAYAAN KONSUMEN DENGAN AKTA JAMINAN FIDUSIA. Mohammad Risqi / D
KONTRAK PEMBIAYAAN KONSUMEN DENGAN AKTA JAMINAN FIDUSIA Mohammad Risqi / D 101 11 447 Pembimbing I : Dr. Sahrul, S.H., M.H. Pembimbing II: Nurul Miqat, S.H., M.Kn. ABSTRAK Kita mengenal berbagai macam
Lebih terperinciBAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT
56 BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 1. Hak Tanggungan sebagai Jaminan atas Pelunasan Suatu Utang Tertentu Suatu perjanjian utang-piutang umumnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 945. Dalam rangka memelihara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini karena masyarakat sekarang sering membuat perikatan yang berasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di segala bidang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Sistem Hukum Lawrence M. Friedman Lawrence M. Friedman mengemukakan bahwa efektif dan berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung tiga unsur
Lebih terperinciKedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia
Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,
Lebih terperinciASPEK HUKUM PENGALIHAN HAK TAGIHAN MELALUI CESSIE 1 Oleh: Muhamad Rizky Djangkarang 2
ASPEK HUKUM PENGALIHAN HAK TAGIHAN MELALUI CESSIE 1 Oleh: Muhamad Rizky Djangkarang 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah jaminan hukum terhadap pengalihan hak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG-
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciKEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN
KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN Oleh: Adem Panggabean A. PENDAHULUAN Pada dunia bisnis dapat terjadi salah satu pihak tidak dapat melakukan kewajibannya membayar hutang-hutangnya kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu perjanjian accsoir yang ada dalam suatu perjanjian kredit.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu Perjanjian Kredit biasanya terdapat perjanjian accesoir (perjanjian ikutan) yang mengikuti perjanjian kredit tersebut. Fidusia merupakan salah satu perjanjian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan ekonomi diperlukan tersedianya dana, salah satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan permohonan kredit yang diberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pemberian kredit atau penyediaan dana oleh pihak perbankan merupakan unsur yang terbesar dari aktiva bank, dan juga sebagai aset utama sekaligus menentukan maju mundurnya
Lebih terperinciTINJAUAN SEJARAH LEMBAGA FIDUSIA DI INDONESIA
Tinjauan Sejarah Lembaga Fidusia di Indonesia... TINJAUAN SEJARAH LEMBAGA FIDUSIA DI INDONESIA Andhika Desy Fluita Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta I Gusti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang
1 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Disatu sisi ada masyarakat yang kelebihan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS UNDANG - UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
BAB II TINJAUAN TEORITIS UNDANG - UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian dan Macam Jaminan 1. Pengertian dan Fungsi Jaminan Berbicara tentang jaminan, umumnya selalu dihubungkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT. dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT A. Pengertian dan Unsur-Unsur Jaminan Kredit Pengertian jaminan dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari adanya suatu utang piutang yang terjadi antara
Lebih terperinciTINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI
TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA DI PD BPR BANK BOYOLALI A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional,
Lebih terperinciLex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016
TINJAUAN ATAS EKSEKUSI FIDUSIA YANG DILAKUKAN DI BAWAH TANGAN 1 Oleh : Kaisar M. B. Tawalujan 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana prosedur eksekusi fidusia kendaraan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN A. Pengertian Hukum Jaminan Hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan - jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur. Menurut J.Satrio
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. kebahasaan tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan unsur-unsur, yaitu : 2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Hukum 1. Pengertian Perlindungan Hukum Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengartikan perlindungan adalah tempat berlindung, perbuatan melindungi. 1 Pemaknaan kata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk electronic yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi Indonesia, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyahkt yang adil dan makmur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia, khususnya dunia perbankan saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat baik, walaupun kegiatan bisnis bank umum sempat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Istilah fidusia berasal dari bahasa belanda, yaitu fiducie, sedangkan dalam
BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA A.Pengertian Fidusia dan Jaminan Fidusia 1.Pengertian Fidusia Istilah fidusia berasal dari bahasa belanda, yaitu fiducie, sedangkan dalam bahasa inggris disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR. Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR A. Pengertian Kreditur dan Debitur Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adapun pengertian
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai
BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF G. Pengertian Perjanjian Jaminan Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai pada Pasal 1131 KUHPerdata dan penjelasan Pasal 8 UUP, namun
Lebih terperinci