BAB II KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM YANG MENYANGKUT JAMINAN FIDUSIA. artinya, apabila jaminan dengan hak tanggungan sebagaimana diterangkan
|
|
- Sudomo Muljana
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM YANG MENYANGKUT JAMINAN FIDUSIA Objek Fidusia Lembaga jaminan fiducia memegang peranan yang penting, karena selain sebagai jaminan tambahan apabila dianggap masih kurang mencukupi, artinya, apabila jaminan dengan hak tanggungan sebagaimana diterangkan dalam UU No. 4 Tahun 1996 kurang mencukupi, atau tidak jelas apakah benda tersebut digolongkan kepada benda bergerak atau tidak bergerak, maka keadaan demikian benda tersebut dijaminkan melalui fidusia, misalnya mesin-mesin pabrik, ada kalanya melalui fidusia ia digolongkan kepada benda tidak bergerak. Pada mulanya ojek fidusia itu hanya ditujukan pada benda-benda bergerak saja, misalnya sepeda motor, mesin-mesin ringan atau perkakas rumah tangga dan lain-lainnya, kemudian perkembangan selanjutnya dalam praktek juga seperti bangunan-bangunan, misalnya rumah, toko, gedung di atas tanah orang lain, yaitu tanah sewa dan pakai, semua ini dapat difidusiakan, bahkan juga hak pakai atas tanah juga dapat difidusiakan. Sri Soedewi Majhoen Sofwan, mengemukakan, mengenai pertumbuhan fidusia di Indonesia mengalami perkembangan yang lain, perkembangan menjurus kearah pertumbuhan yang semarak, subur dan meluas kearah jaminan dengan benda tidak bergerak Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan Khususnya Fiducia Di Dalam Praktek dan pelaksanaannya di Indonesia, Fak. Hukum Gajah Mada, Yogyakarta, 1977, hal
2 Selanjutnya beliau mengatakan Pada umumnya perkembangan fidusia di Indonesia disebabkan rasa kebutuhan dari masyarakat sendiri, di samping juga terpengaruh dengan berlakunya UUPA No. 5 tahun 1960 di Indonesia, dirasakan sesuai dengan kebuthan masyarakat karena prosesnya lebih mudah, lebih luwes biayanya murah, selesainya cepat dan meliputi benda-benda bergerak ataupun benda tidak bergerak. Sebagai mana kita ketahui objek dari hak tanggungan itu adalah benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan yang ada di atasnya, akan tetapi di dalam fidusia dimungkinkan jaminannya dengan benda tidak bergerak, yang menjadi masalah apakah hak jaminan yang seharusnya dengan hak tanggungan dapat difidusiakan. Untuk menjawab pertanyaan ini, maka sebaliknya kita melihat dahulu pendapat yang dikemukakan oleh Asser Scholten, mengemukakan apakah benda tidak bergerak dapat difiduciakan atau tidak, secara dogmatis dikatakan tidak mungkin, karena tidak ada publisitas dari penyerahan dan karena Bierbroowerij Arrest memberi sanksi pada kebutuhan dan kebiasaan menjamin benda bergerak saja. Atas jawaban tersebut Pitlo mengemukakan dengan mengatakan Bisa saja dan kiranya bila penyerahnnya secara yuridis juga telah terjaadi, artinya dengan Zakelijk Overeenkost, pendaftaran pada pejabat pendaftaran tanah disamping adanya perjanjian bahwa penyerahnannya ini hanya atas kepercayaan saja, bukanlah fiducia itu dalam sistematika B.W merupakan suatu perjanjian baru yang bernama. Hanya tentunya tidak banyak yang menggunaan karena sudah ada lembaga jaminan dengan hipotik yang untuk mendapatkan sertifikatnya lebih murah
3 biayanya. Sedangkan freferensi-freferensi dan klausule-klausulenya telah diatur rapi dalam undang-undang dan grossenya telah mempunyai titel executorial. 18 Pendapat yang menerima pendapat Pitlo adalah A. Veenhoven, ia menegaskan bahwa, semua benda baik bergerak maupun tetap yang dapat diserahkan hak miliknya dapat pula diserahkan hak miliknya atas kepecayaan (sebagai jaminan). 19 Dari pendapat-pendapat di atas, dijelaskan bahwa lembaga jaminan cara fidusia ini yang objeknya benda bergerak maupun benda yang tidak bergerak adalah wajib untuk dipertahanan dan disebarluaskan penggunaannya, karena lembaga ini prosesnya tidak panjang, tidak berbelit-belit, jaminan dapat dimamfaatkan terus oleh debitur, sehingga hal ini cocok di dalam pembangunan nasional sekarang ini, dan lembaga ini sesuai dengan sikap dan keperibadian bangsa Indonesia yang memegang teguh setiap janiji karena sangat menghargai kehormatannya. Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Pitlo dan A. Veenhoven dapatlah kita ketahui bahwa mereka tidak mempermasalahkan apakah fidusia itu benda tetap atau tidak tetap, tetapi lebih jauh menekankan semua itu kepada cara penyerahannya, jelaslah cara penyerahan atas jaminan itu secara yuridis berdasarkan kepercayaan. Cara membedakan benda yang bergerak dan benda tidak bergerak itu 18 Roesnastiti Prayitno, Suatu Tinjauan Mengenai Masalah Fiduciare Eigendoms Overdracht Sebagai Jaminan Hutang, Majalah Hukum Universitas Indonesia, No. 3 Tahun ke-vi, Mei 1976, hal Sumardi Mangunkusumo, Op.Cit., hal. 7.
4 adalah dengan sistem yang dianut oleh UUPA No. 5 tahun Perihal apakah jaminan benda bergerak, tidak bergerak itu dapat jaminan secara fiducia, Sumardi Mangun Kusumo mengemukakan : Bila di Indonesia sekarang ini hak tanahpun dapat difidusiakan tanpa mempersoalkan pengertian roerand dan onroerand, apakah gerangan tidak dapat memfiduciakan suatu bagunan diatas tanah hak sewa yang tidak merupakan kesatuan hak dengan tanah, sungguhpun bangunan itu tertancap atau terpaku diatasnya. Selanjutnya beliau mengemukakan : Bahwa dalam Hukum Adat yang telah disempurnakan dan yang disesuaikan dengan perkembangan suatu negara modern, maka soal pendaftaran dan registrasi menjadi unsur yuridis dari peristiwa hukum walaupun hukum Agraria kita tidak mengenl pengertian kebendaan dan zakelijk overenkomst. 20 Di Indonesia penggunaan lembaga jaminan ini banyak dilakukan di Bank-bank, menurut Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, : Praktek perbankan di Indonesia telah sejak lama berpengalaman dengan pemasangan fidusia sebagai jaminan atas pemberian kreditnya, hal ini dilakukan baik oleh Bank-bank pemerintah maupun Bank-bank swasta, jaminan fidusia ini terutama tertuju kepada benda-benda bergerak yang berupa barang-barang invetaris, barang-barang dagangan, mesin-mesin 21 maupun kenderaan bermotor dan lain-lain. Selanjutnya beliau mengemukakan lagi Praktek lain yang terjadi pada bank, yaitu disamping akta fidusia, Bank juga mengadakan perjanjian dengan pemilik tanah, dimana dalam perjanjian itu pemilik tanah menyetujui bila bank mengoper hak sewa atas tanah tersebut kepada pihak lainselama bank mempunyai hak milik atas kepercayaan terhadap bangunan di atas tanah tersebut, di samping itu juga menyetujui untuk meneruskan perjanjian sewa kepada si pembeli jika bank terpaksa harus menjual bangunan tersebut. 20 Ibid., hal Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, Op.Cit., hal. 95.
5 Untuk kepastian hukum maka sebaliknya pemberian jaminan kredit secara fidusia ini dibuat dihadapan notaris karena perjanjian yang hanya diberikan dengan pengakuan atau dengan akta dibawah tangan akan banyak mendapat kesulitan apabila timbul perselisihan dikemudian hari. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Sri SoedowiMasjhoen Sofwan, dalam kertas kerjanya pada Seminar Hipotik dan Lembaga-Lembaga Jaminan Lainnya, tanggal 28 sampai 30 Juli 1977 yang diadakan di Yogyakarta, beliau berkesimpulan. Fidusia hendaknya dapat diadakan atas rumah atau bangunan di atas tanah orang lain, tanah-tanah hak sewa, hak pakai, hak pengelolaan dan demi kepastian hukum mengenai fidusia di atas tanah orang lain hendaknya dicatat pada sertifikat tanahnya pada Kantor Seksi Pendaftaran Tanah. Di lingkungan perbankan Medan hal mengenai hak mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah orang lain dapat diterima sebagai jaminan kredit dengan fidusia. Keberadaan Lembaga Fidusia Dalam Hukum Jaminan Jaminan Fidusia adalah jaminan kebendaan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud sehubungan dengan hutang-piutang antara debitur dan kreditur. Jaminan fidusia diberikan oleh debitur kepada kreditur untuk menjamin pelunasan hutangnya. Jaminan Fidusia diatur dalam Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Jaminan fidusia ini memberikan kedudukan yang diutamakan privilege kepada penerima fidusia
6 terhadap kreditor lainnya. 22 Dari definisi yang diberikan jelas bagi kita bahwa Fidusia dibedakan dari Jaminan Fidusia, dimana Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan dan Jaminan Fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia. Ruang lingkup jaminan fidusia diatur dalam Pasal 2 UUJF yang berbunyi: Undang-Undang ini berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia dan Pasal 10 UUJF yaitu: Kecuali diperjanjikan lain : 1. Jaminan fidusia meliputi hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia. 2. Jaminan fidusia meliputi klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi objek fidusia diasuransikan. Berdasarkan pasal tersebut di atas, Jaminan Fidusia sudah dengan sendirinya mencakup pula hasil dari benda jaminan fidusia. a. Penafsiran luas Penjelasan atas Pasal 10 sub 1, yang mengartikannya sebagai segala sesuatu yang diperoleh dan benda yang dibebani jaminan fidusia, memberi petunjuk kepada kita, bahwa kata hasil ditafsirkan luas, meliputi, baik hasil alamiah maupun hasil perdata. Hasil alamiah misalnya adalah anak dan sapi induk yang dijaminkan, sedang hasil perdata adalah bunga dan tagihan atau uang sewa dan benda yang dijaminkan. Demikian juga dengan deviden suatu saham. b. Tidak berlaku asas asesi. Ketentuan Pasal 10 dihubungkan dengan Pasal 16 UUJF, kita bisa 22 Wikipedia Indonesia, Jaminan Fidusia,
7 menyimpulkan, bahwa jaminan fidusia tidak otomatis meliputi perbaikan dan penambahan-penambahannya di kemudian hari atau dengan perkataan lain lebih luas di sini tidak berlaku asas asesi. Pada hubungan fiduciare, pemilik-asal sebagai orang yang tetap menguasai benda jaminan fidusia sadar, benda tersebut sekarang paling tidak sementara dijaminkan sudah bukan miliknya dan kalau ia tetap melaksanakan perbaikan dan penambahan-penambahan atas benda fidusia, maka kedudukannya dapat kita samakan dengan bezitter dengan itikad buruk. Pada saat kreditur penerima-fidusia akan melaksanakan eksekusi, maka terhadapnya kiranya bisa diberlakukan ketentuan Pasal 581 KUH Perdata yaitu ia hanya bisa mengambil kembali apa yang telah ditambahkan pada benda jaminan, dengan syarat pengambilan kembali itu tidak merusak benda jaminan. Kalau penambahan itu berupa suatu bangunan, maka berlakulah Pasal 603 KUHPerdata dan dalam peristiwa seperti itu, pemilik bisa menyuruh bongkar tambahan bangunan yang bersangkutan. Sekalipun ada perlindungan bagi kreditor penerima fidusia dalam ketentuan pasal-pasal tersebut, kiranya adalah lebih aman bagi kreditor untuk memperjanjikan bahwa semua perbaikan dan penambahan atas benda jaminan fidusia, yang menyatu dengannya, termasuk dalam lingkup jaminan fidusia yang mereka tutup. Yang demikian ini memang dimungkinkan oleh Pasal 10 tersebut di atas, sebagai yang tampak dan kata-kata kecuali ditentukan lain, yang Diakses tanggal 12 Juni 2012.
8 memberikan petunjuk kepada kita, bahwa pasal tersebut merupakan ketentuan hukum yang bersifat menambah. Eksekusi Jaminan Fidusia Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia secara efektif Kantor Pendaftaran Fidusia yang telah terbentuk pada tanggal 30 September 2000 mulai menerima pendaftaran barang-barang dan Akta Pembebanan Fidusia pada tanggal 30 September 2000, maka jaminan yang bersifat kebendaan dan eksekusinya yang diatur dalam Pasal 29 Undang- Undang Nomor 42 Tahun Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, di Indonesia telah dikenal lembaga Fidusia yang bersumber dari Yurisprudensi yaitu Arrest H.G.H. (Hogerechts Hof) tanggal 18 Agustus 1932 dalam perkara BPM CLYGNETT dan di negara Belanda Arrest Hoge Raad tanggal 25 Januari 1929 yang terkenal dengan nama Bierbrouwry Arrest. Bahwa Jaminan Fidusia yang bersumber pada yurisprudensi dan lahir untuk menyimpangi syarat mutlak jaminan gadai bahwa barang yang digadaikan harus dikuasai oleh penerima gadai atau kreditur atau pihak ketiga dengan persetujuan penerima gadai merupakan hak pribadi atau persoonlijk recht yang bersumber pada perjanjian, dan eksekusi tentu berbeda dengan eksekusi Jaminan Fidusia yang bersifat kebendaan. a. Eksekusi objek jaminan fidusia sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
9 Lembaga Jaminan Fidusia yang bersumber pada Yurisprudensi merupakan hak perorangan maka dalam hal debitur pemberi Fidusia cidera janji, tidak memenuhi kewajibannya (membayar utang) yang dijamin dengan fidusia, maka upaya hukum yang dapat ditempuh untuk mendapatkan pelunasan piutangnya dari hasil penjualan gugatan perdata terhadap debitur pemberi fidusia dengan memohon sita jaminan terhadap barang yang difidusiakan dan mohon putusan serta merta dalam perkara tersebut dengan mendasarkan pada bukti otentik atau dibawah tangan (yang tidak disangkal debitur/tergugat sesuai Pasal 180 HIR). Dalam hal barang yang difidusiakan sudah tidak ada karena telah dijual oleh pihak ketiga atau karena alasan lain atau kredit penggugat memperkirakan bahwa hasil penjualan barang yang difidusiakan tidak cukup untuk melunasi piutangnya maka kreditur/penggugat dapat minta agar barangbarang milik debitur/tergugat yang lain/yang tidak difidusiakan disita jaminan. Sedangkan terhadap debitur/tergugat yang telah menjual objek jaminan dapat dikenakan tindak pidana penggelapan. b. Eksekusi objek jaminan fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Eksekusi jaminan fidusia sebagaimana yang diatur dalam BAB V Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 sebagaimana bunyi Pasal 29 Undang- Undang Jaminan Fidusia menyebutkan, dalam hal debitur Pemberi Fidusia cidera janji maka kreditur Penerima Fidusia yang telah
10 mempunyai/memegang Sertifikat Fidusia dapat/berhak untuk menjual objek Jaminan Fidusia dengan cara : 1. Mohon eksekusi sertifikat yang berjudul Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dimaksud Pasal 15 (2) Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang. 2. Menjual objek jaminan fidusia atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutang dari hasil penjualan (Pasal 15 ayat 3). 2. Menjual objek jaminan fidusia dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara ini akan diperoleh harga yang tertinggi sehingga menguntungka para pihak. Penjualan bawah tangan ini dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya secara tertulis oleh pemberi dan atau penerima fidusia kepada piha-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan. 1. Pelaksanaan Titel Eksekusi Dalam sertifikat jaminan fidusia yang diterbitkan Kantor Pendaftaran Fidusia dicantumkan kata-kata Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sertifikat jaminan fidusia ini mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Yang dimaksud dengan kekuatan eksekutorial adalah langsung dapat dilaksanakan eksekusi tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta
11 mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut. Ada 2 (dua) syarat utama dalam pelaksanaan titel eksekusi (alas hak eksekusi) oleh penerima fidusia, yakni : a. Debitur atau pemberi fidusia cidera janji; b. Ada sertifikat jaminan fidusia yang mencantumkan irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Pada pelaksanaan titel eksekusi tidak dijelaskan atau dicantumkan apakah pelaksanaan eksekusi tersebut dengan lelang atau dibawah tangan, namun mengingat sifat eksekusi dan mengingat penjualan secara di bawah tangan telah diberi persyaratan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia, maka pelaksanaan titel eksekusi haruslah dengan cara lelang. 2. Penjualan atas kekuasaan penerima fidusia Dalam hal debitur cidera janji, penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri. Penjualan dengan cara ini dikenal dengan lembaga parate eksekusi dan diharuskan dilakukan penjualan di muka umum (lelang). Dengan demikian Parate Eksekusi kurang lebih adalah kewenangan yang diberikan (oleh undang-undang atau putusan pengadilan) kepada salah satu pihak untuk melaksanakan sendiri secara paksa isi perjanjian dalam hal pihak yang lainnya (debitur) ingkar janji (wanprestasi). Kekuasaan untuk pelaksanaan ini harus dibuktikan dengan sertifikat jaminan fidusia dan secara otomatis eksekusi atas kekuasaan sendiri (parate
12 eksekusi) ini mengandung persyaratan yang sama dengan eksekusi atas alas hak eksekusi (titel eksekusi). 3. Penjualan di bawah tangan Pelaksanaan eksekusi jaminan dengan cara penjualan di bawah tangan merupakan suatu perkembangan dalam sistem eksekusi yang sebelumnya juga telah dianut dalam eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah (UU No. 4 Tahun 1996). Seperti halnya dalam Undang-Undang Hak Tanggungan maka Undang- Undang Fidusia ini penjualan di bawah tangan objek fidusia juga mengandung beberapa persyaratan yang relatif berat untuk dilaksanakan. Ada 3 (tiga) persyaratan untuk dapat melakukan penjualan di bawah tangan : Kesepakatan pemberi dan penerima fidusia. Syarat ini diperkirakan akan berpusat pada soal harga dan biaya yang menguntungkan para pihak. Setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan atau penerima fidusia kepada pihak-pihak berkepentingan. Diumumkan sedikitnya 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang menguntungkan. Melihat beratnya persyaratan tersebut di atas maka besar kemungkinan (seperti halnya selama ini Hak Tanggungan Hak Atas Tanah) penjualan dengan cara di bawah tangan ini tidak akan popular. Diperkirakan kalau cara ini ditempuh hanya akan terbatas pada kredit berskala besar. Besar kemungkinan cara yang selama ini berlangsung akan lebih disenangi oleh para pihak dibandingkan dengan cara yang baru dalam Undang- Undang Fidusia. Dengan cara lama debitur atau pemilik jaminan atas
13 persetujuan debitur akan menebus atau melunasi beban (nilai pengikatan) barang yang menjadi objek fidusia. Mungkin uang penebusan adalah berasal dari calon pembeli setelah itu atau pada saat yang sama pemilik melakukan jual beli dengan pembeli secara di bawah tangan (ditanda tangani oleh pemilik barang). Dengan melihat topik dan alasan dari penjualan di bawah tangan ini adalah untuk memperoleh harga tertinggi lalu dilakukan jual beli dengan sukarela maka penjualan lelang melalui Balai Lelang kiranya juga dapat digunakan pada kesempatan ini. Khusus dalam hal benda yang menjadi objek jamina fidusia terdiri atas benda perdagangan atau efek yang dapat diperjualbelikan di pasar atau di bursa. Undang-Undang Fidusia mengatur bahwa penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagi efek yang terdaftar di bursa di Indonesia berlaku peraturan perundangan-undangan di bidang Pasar Modal. Pengaturan serupa dapat ditemukan pula dalam hal lembaga gadai sebagaimana hal itu diatur dalam Pasal 1155 KUH Perdata. Ketentuan-ketentuan tentang cara eksekusi Jaminan Fidusia sebagaimana diatur dalam Pasal 29 dan 31 Undang-Undang Jaminan Fidusia bersifat mengikat (dwinged recht) yang tidak dapat dikesampingkan atas kemauan para pihak. Penyimpangan dari ketentuan-ketentuan tersebut berakibat batal demi hukum. Mengingat bahwa jaminan fidusia adalah lembaga jaminan dan bahwa pengalihan hak kepemilikan dengan cara constitutum possessorium
14 dimaksudkan untuk semata-mata memberi agunan dengan hak yang didahulukan kepada penerima fidusia, maka setiap janji yang memberi kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki objek jaminan fidusia adalah batal demi hukum. Ketentuan tersebut dibuat untuk melindungi pemberi fidusia dan teristimewa dalam hal nilai objek jaminan fidusia melebihi besarnya utang yang dijaminkan. Ketentuan serupa dapat kita jumpai pula dalam Pasal 1154 KUH Perdata tentang lembaga gadai. Pasal 12 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan Pasal 1178 ayat (1) KUH Perdata sehubungan dengan hipotik.
PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA
PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA NO. URAIAN GADAI FIDUSIA 1 Pengertian Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur
Lebih terperinciEKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA
EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA A. PENDAHULUAN Pada era globalisasi ekonomi saat ini, modal merupakan salah satu faktor yang sangat dibutuhkan untuk memulai dan mengembangkan usaha. Salah satu cara untuk
Lebih terperinciBab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu
Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan dewasa ini, sulit dibayangkan bahwa pelaku usaha, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai modal usaha yang cukup untuk
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kebutuhan yang sangat besar
Lebih terperinciEKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA
EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA, SH.MH 1 Abstrak : Eksekusi Objek Jaminan Fidusia di PT.Adira Dinamika Multi Finance Kota Jayapura
Lebih terperinciDAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan
Lebih terperinciKEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Retno Puspo Dewi Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Kebutuhan akan adanya lembaga jaminan, telah muncul sejak zaman romawi.
1 1 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA 1.1 Sejarah Jaminan Fidusia a. Zaman Romawi Kebutuhan akan adanya lembaga jaminan, telah muncul sejak zaman romawi. Bagi masyarakat pada saat itu, fidusia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis
BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian Dan Dasar Hukum Jaminan Fidusia 1. Pengertian Jaminan Fidusia Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis formal diakui
Lebih terperinciEKSEKUSI BARANG JAMINAN FIDUSIA DAN HAMBATANNYA DALAM PRAKTEK
EKSEKUSI BARANG JAMINAN FIDUSIA DAN HAMBATANNYA DALAM PRAKTEK Oleh : Masyhuri Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang Email : ABSTRAK Jaminan fidusia merupakan bentuk jaminan yang sangat disukai
Lebih terperinciPembebanan Jaminan Fidusia
Jaminan Fidusia Fidusia menurut Undang-Undang no 42 tahun 1999 merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya pembangunan berkelanjutan dewasa ini, meningkat pula kebutuhan akan pendanaan oleh masyarakat. Salah satu cara untuk mendapatkan dana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila
Lebih terperinciPENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA
PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA http://www.thepresidentpostindonesia.com I. PENDAHULUAN Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha
Lebih terperinciHAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG
HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA DEFINISI Hak Tanggungan adalah: Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut/tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia
7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Majunya perekonomian suatu bangsa, menyebabkan pemanfaatan tanah menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia itu sendiri. Hal ini terlihat
Lebih terperinciPELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
PELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Agustina Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Gresik ABSTRAK Fidusia
Lebih terperinciMengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah
Mengenai Hak Tanggungan Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Tentang Hak Tanggungan PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah dibebankan pada hak atas tanah
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan
1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Istilah fidusia berasal dari bahasa belanda, yaitu fiducie, sedangkan dalam
BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA A.Pengertian Fidusia dan Jaminan Fidusia 1.Pengertian Fidusia Istilah fidusia berasal dari bahasa belanda, yaitu fiducie, sedangkan dalam bahasa inggris disebut
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, 1999. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
Lebih terperinciBab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang
Bab I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang perekonomian. Perbankan menjalankan kegiatan usahanya dengan mengadakan penghimpunan dana dan pembiayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di segala bidang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan yang menggerakkan roda perekonomian, dikatakan telah melakukan usahanya dengan baik apabila dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada
Lebih terperinciPENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992
PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kondisi ekonomi nasional semakin hari kian memasuki tahap perkembangan yang berarti. Ekonomi domestik indonesia pun cukup aman dari dampak buruk yang diakibatkan oleh
Lebih terperinciHak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2
1 Oleh: Agus S. Primasta 2 Pengantar Secara awam, permasalahan perkreditan dalam kehidupan bermasyarakat yang adalah bentuk dari pembelian secara angsuran atau peminjaman uang pada lembaga keuangan atau
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian Jaminan Fidusia Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN MENGENAI PENGATURAN PENGEMBALIAN PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA. A. Ketentuan Hukum Jaminan menurut KUHPerdata dan KUH Dagang
BAB II TINJAUAN MENGENAI PENGATURAN PENGEMBALIAN PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA A. Ketentuan Hukum Jaminan menurut KUHPerdata dan KUH Dagang Dalam hukum positif di Indonesia terdapat peraturan perundang-undangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (dalam tulisan ini, undang-undang
Lebih terperinciHAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA
HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi
Lebih terperinciPRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG
PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh: Drs. H. MASRUM MUHAMMAD NOOR, M.H. A. DEFINISI
Lebih terperinciBAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam
BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam Meminjam Di Kabupaten Sleman Perjanjian adalah suatu hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul
Lebih terperinciPARATE EXECUTIE PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN ASET KREDITOR DAN DEBITOR
Yusuf Arif Utomo: Parate Executie Pada Hak Tanggungan 177 PARATE EXECUTIE PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN ASET KREDITOR DAN DEBITOR Oleh Yusuf Arif Utomo* Abstrak Bank dalam memberikan pinjaman
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciLex Privatum Vol. V/No. 4/Jun/2017
AKIBAT HUKUM EKSESEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN MENURUT UU NO.42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA 1 Oleh: Restu Juniar P. Olii 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda bergerak maupun yang tidak berwujud. Pesatnya perkembangan masyarakat dewasa ini, kebutuhan akan sarana
Lebih terperinciTANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK. Oleh: Ni Made Trisna Dewi ABSTRACT
TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK Oleh: Ni Made Trisna Dewi ABSTRACT Responsibility of debtor to elimination of fidusia warrant goods in credit
Lebih terperinciBAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA
BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Sejarah dan Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia berasal dari kata fides yang artinya adalah kepercayaan. Sesuai dengan arti dari kata ini, maka hubungan hukum
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum PD BPR Bank Purworejo 1. Profil PD BPR Bank Purworejo PD BPR Bank Purworejo adalah Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat yang seluruh modalnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan
Lebih terperinciFIDUCIARE EIGENDOMS OVERDRACHTS SEBAGAI. PENJAMINAN KREDIT UmKM
FIDUCIARE EIGENDOMS OVERDRACHTS SEBAGAI PENJAMINAN KREDIT UmKM I. Pengantar Jaminan Fidusia merupakan salah satu bentuk agunan atas kebendaan atau jaminan kebendaan. Fiduciare Eigendoms Overdrachts yaitu
Lebih terperinciPELANGGARAN-PELANGGARAN HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA Senin, 06 Desember :46
pelanggaran - PELANGGARAN HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA oleh : Unan Pribadi,
Lebih terperinciBab3 EFEKTIFITAS PELAKSANAAN PARATE EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA Jenis Tindakan Eksekutorial Dalam Praktek
Bab3 EFEKTIFITAS PELAKSANAAN PARATE EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA 3.1 Tinjauan Mengenai Eksekusi 3.1.1 Jenis Tindakan Eksekutorial Dalam Praktek Tindakan eksekutorial atau lebih dikenal dengan eksekusi pada
Lebih terperinciBerdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya
Lebih terperinci3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339
KEWENANGAN MENJUAL SENDIRI (PARATE EXECUTIE) ATAS JAMINAN KREDIT MENURUT UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN 1 Oleh: Chintia Budiman 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
Lebih terperinciPENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN
PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT.BANK PERKREDITAN RAKYAT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN TANGERANG Disusun Oleh : Nama NIM : Bambang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga menyebabkan meningkatnya kebutuhan usaha dalam sektor perbankan. Hal ini ditandai dengan banyaknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu perjanjian accsoir yang ada dalam suatu perjanjian kredit.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu Perjanjian Kredit biasanya terdapat perjanjian accesoir (perjanjian ikutan) yang mengikuti perjanjian kredit tersebut. Fidusia merupakan salah satu perjanjian
Lebih terperinciSistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Ketentuan mengenai gadai ini diatur dalam KUHP Buku II Bab XX, Pasal 1150 sampai dengan pasal 1160. Sedangkan pengertian gadai itu sendiri dimuat dalam Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian
Lebih terperinciImma Indra Dewi Windajani
HAMBATAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG YOGYAKARTA Imma Indra Dewi Windajani Abstract Many obstacles to execute mortgages by auctions on the Office of State Property
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak Tanggungan adalah suatu istilah baru dalam Hukum Jaminan yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan a. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan P engertian mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia lainnya untuk dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangMasalah Pada hakikatnya manusia lahir sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia lainnya untuk dapat melangsungkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan laju perekonomian akan menimbulkan tumbuh dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan laju perekonomian akan menimbulkan tumbuh dan berkembangnya usaha yang dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat dalam upaya mengembangkan usahanya membutuhkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN A. Pengertian Hukum Jaminan Hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan - jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur. Menurut J.Satrio
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain sebagai makhluk sosial dimana manusia saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, sebuah dimensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Bank
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang Eksekusi 1. Kekuatan Eksekutorial Pengertian kekuatan Eksekutorial menurut Pasal 6 UUHT dapat ditafsirkan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Meningkatnya pertumbuhan perekonomian menciptakan motivasi masyarakat untuk bersaing dalam kehidupan. Hal ini di landasi dengan kegiatan usaha dan pemenuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum publik menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Perdata mengenal dua subjek hukum, yaitu individu atau perorangan dan badan hukum. Badan hukum dibagi menjadi 2 (dua) macam yaitu badan hukum prifat seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering dijumpai perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau disebut
Lebih terperinciKedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia
Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,
Lebih terperinciEKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN
EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN Evie Hanavia Email : Mahasiswa S2 Program MknFH UNS Widodo Tresno Novianto Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Lebih terperinciKEWENANGAN PENGADILAN AGAMA MELAKSANAKAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ( PADA BANK SYARIAH) 1. Oleh : Drs.H Insyafli, M.HI
perdata. 2 Menurut pengertian yang lazim bagi aparat Pengadilan, eksekusi adalah 1 KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA MELAKSANAKAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ( PADA BANK SYARIAH) 1 Oleh : Drs.H Insyafli, M.HI (
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB II TERHADAP JAMINAN FIDUSIA YANG DIDAFTARKAN PADA SAAT TERJADINYA KEMACETAN PEMBAYARAN. jaminan fidusia, pada Pasal 1 angka 1 menyatakan :
30 BAB II AKIBAT HUKUM TERHADAP JAMINAN FIDUSIA YANG DIDAFTARKAN PADA SAAT TERJADINYA KEMACETAN A.Ruang Lingkup Jaminan Fidusia 1.Pengertian Jaminan Fidusia. PEMBAYARAN Pengertian Fidusia menurut Undang-undang
Lebih terperinciLex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016
TINJAUAN ATAS EKSEKUSI FIDUSIA YANG DILAKUKAN DI BAWAH TANGAN 1 Oleh : Kaisar M. B. Tawalujan 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana prosedur eksekusi fidusia kendaraan
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang
BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI A. Perjanjian Pemberian Garansi/Jaminan Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang mendahuluinya, yaitu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat mendukung pertumbuhan ekonomi. Pengertian kredit menurutundang-undang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peranan perbankan dalam lalu lintas bisnis, dapat dianggap sebagai kebutuhan yang mutlak diperlukan oleh hampir semua pelaku bisnis, baik pengusaha besar maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga dalam hubungan antara kreditur (pemberi kredit) dengan debitur
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa latin credere yang artinya kepercayaan, sehingga dalam hubungan antara kreditur (pemberi kredit) dengan debitur (penerima kredit)
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata
23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi sebagai salah satu bagian yang terpenting dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai salah satu bagian yang terpenting dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan
BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu
Lebih terperinciBAB 3 PARATE EKSEKUSI DALAM KAITANNYA DENGAN JANJI EKSEKUTORIAL DALAM HAK TANGGUNGAN, PERMASALAHAN YANG ADA SERTA PEMBAHASANNYA
BAB 3 PARATE EKSEKUSI DALAM KAITANNYA DENGAN JANJI EKSEKUTORIAL DALAM HAK TANGGUNGAN, PERMASALAHAN YANG ADA SERTA PEMBAHASANNYA 3.3 Tinjauan Umum Parate Eksekusi Dalam hal tidak diperjanjikan suatu jaminan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kebutuhan masyarakat baik perorangan maupun badan usaha akan penyediaan dana yang cukup besar dapat terpenuhi dengan adanya lembaga perbankan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dalam kehidupan perekonomian sangat berkembang pesat beriring dengan tingkat kebutuhan masyarakat yang beraneka ragam ditandai dengan adanya peningkatan
Lebih terperinciBAB III PERBANDINGAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 DENGAN HUKUM RAHN TASJÎLÎ
BAB III PERBANDINGAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 DENGAN HUKUM RAHN TASJÎLÎ MENURUT FATWA NOMOR 68/DSN-MUI/III/2008 Dalam bab ini, penulis akan menganalisis dan mendeskripsikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan
Lebih terperinciADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. antara subjek dengan benda dan hak kebendaan 1. Selain itu pengertian hukum benda
BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman dalam era globalisasi ini menuntut banyaknya pekembangan dalam dunia perspektif hukum tidak terkecuali pada hukum jaminan. Hukum jaminan ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
13 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan
Lebih terperinciLex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/2017
HAK DEBITUR ATAS OBJEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI HAK KEBENDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA 1 Oleh: Octavianus Aldo 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitianini adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi menyebabkan meningkatnya usaha dalam sektor Perbankan. Fungsi perbankan yang paling utama adalah sebagai lembaga intermediary, yakni menghimpun
Lebih terperinciBAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada
BAB I PENDAHULUAN Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada umumnya, Perjanjian Pinjam Meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN A. Pengertian, Ruang Lingkup dan Sejarah Jaminan Fidusia
BAB II TINJAUAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 A. Pengertian, Ruang Lingkup dan Sejarah Jaminan Fidusia Istilah Fidusia berasal dari kata fiduciair atau fides, yang artinya
Lebih terperinciMENCERMATIPROBLEMA HUKUM DALAM PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG JAMINAN FIDUSIA (UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999) Oleh: Munawar Kholil
MENCERMATIPROBLEMA HUKUM DALAM PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG JAMINAN FIDUSIA (UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999) Oleh: Munawar Kholil I. Pendahuluan Seiring meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat puia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelesaian kredit macet perbankan yang terjadi pada bank-bank umum terutama pada bank umum milik pemerintah wajib di intensifkan dan harus dilaksanakan secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering kita mendapati perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau
Lebih terperinciPENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN
PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN Oleh Jatmiko Winarno Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan
Lebih terperinci