BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori a. Pengeian Hypnoteaching Hypnoteaching merupakan perpaduan dua kata hypnosis yang berarti mensugesti dan teaching yang berarti mengajar. Kata hypnosis pertama kali diperkenalkan oleh James Braid, seorang dokter ternama di Inggris yang antara tahun Sebelum masa James Braid, hypnosis dikenal dengan nama Mesmerism/Magnetism. Hypnoteaching sendiri merupakan perpaduan pengajaran yang melibatkan pikiran bawah sadar dan pikiran bawah sadar, sehingga Hypnoteaching merupakan kegiatan menghipnotis/mensugesti siswa agar menjadi pintar dan semua anak menjadi bintang (Novian, 2010). Definisi hipnosis yang dibuat oleh U.S. Departement of Education, Human Services Division, adalah; Hypnosis is the by-pass of the critical factor of the conscious mind followed by the establishment of acceptable selective thinking. Atau Hipnosis adalah penembusan faktor kritis pikiran sadar diikuti dengan diterimanya suatu pemikiran atau sugesti.. Professional Affairs Boards of the British Psychological Society dalam Novian (2010), menyatakan bahwa hipnosis dapat mengurangi kecemasan, stres dan masalah psikologis lainnya. Hasil penelitian John Gruzelier seorang psikolog dari Imperial College di London menggunakan FMRI, sebuah alat untuk mengetahui aktivitas otak yang ditulis dalam jurnal newscientist.com, menunjukkan bahwa seseorang yang berada dalam keadaan terhipnosis, aktivitas di dalam otaknya meningkat. Khususnya di bagian otak yang berpengaruh terhadap proses berpikir tingkat tinggi dan perilaku. John Gruzelier juga menyebutkan bahwa manusia mampu melakukan hal-hal yang tidak pernah terbayangkan, sehingga hipnosis sangat berdampak dalam memotivasi siswa, meningkatkan kemampuan berkonsentrasi, kepercayaan diri, kedisiplinan, dan keorganisasian. Nurcahyo dalam Hajar (2011), menjelaskan hypnoteaching merupakan seni berkomunikasi dengan jalan memberikan sugesti agar siswa menjadi lebih cerdas, dengan harapan para siswa tersadar bahwa ada potensi luar biasa yang selama ini belum pernah dioptimalkan dalam pembelajaran. Hypnoteaching akan mengubah persepsi para siswa terhadap guru yang mengajar, yakni bahwa guru menjadi pelindung mereka. Menurut Milton H. Erickson dalam Noer (2010) menerangkan hipnosis adalah suatu metode berkomunikasi, baik verbal maupun non verbal, yang persuasif dan sugestif kepada seorang klien sehingga menjadi kreatif dan bereaksi. Noer (2010) menambahkan bahwa pengertian hipnosis dapat dibagi menjadi 4 macam situasi, yaitu: Hipnosis merupakan seni sugestif, yaitu bagaimana seseorang dapat menyugesti orang lain; Hipnosis merupakan seni komunikasi, yakni 4

2 5 komunikasi persuasif antara suyet (orang yang dihipnotis) dengan hipnotis (orang yang menghipnosis); Hipnosis juga bermakna seni eksplorasi alam bawah sadar karena hipnosis terjadi ketika alam bawah sadar mempunyai peranan tinggi dan alam sadarnya tidak difungsikan; dan Hipnosis diartikan sebagai seni mengubah tingkat kesadaran yaitu dari tingkat kesadaran yang kritis menjadi tidak kritis. Merujuk apa yang dikatakan oleh Noer maka dalam penggunaan metode hypnoteaching guru memiliki kedudukan sebagai hipnotis, dan siswa memilki kedudukan sebagai suyet (orang yang dihipnosis). Dalam praktiknya, guru tidak perlu menidurkan siswa. Guru hanya menggunakan bahasa persuasif dengan menerapkan langkah-langkah metode hypnoteaching. Pelaksanaan hypnoteaching harus diarahkan pada tujuan-tujuan positif yang membangun, yakni dengan memasukkan kesan-kesan positif di alam bawah sadar siswa. Selain itu, seorang guru harus berpenampilan rapi dan penuh percaya diri, sehingga memiliki daya tarik tersendiri (Bukhari dalam Hajar, 2011). Berdasarkan beberapa pendapat mengenai pengertian metode hypnoteaching dapat disimpulkan bahwa metode hypnoteaching adalah metode pembelajaran yang berprinsip bahwa sugesti yang dapat mempengaruhi hasil belajar yang dalam penerapannya lebih ditekankan dengan penggunaan bahasa-bahasa otak bawah sadar. b. Unsur-unsur Hypnoteaching Menurut Noer (2010), unsur-unsur hypnoteaching yang harus diperhatikan guru selama kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut: (1) penampilan guru yang baik, hal ini bertujuan meningkatkan rasa percaya diri serta sebagai daya magnet yang kuat bagi siswa; (2) sikap yang empatik guru, sehingga dapat menciptakan hubungan yang baik antara guru dengan siswa karena seorang guru yang memiliki sikap empatik selalu berupaya dengan berbagai daya membantu siswanya yang membutuhkan; (3) rasa simpati kepada para siswa, sehingga siswa pun akan menaruh simpati kepada guru; (4) penggunaan bahasa yang merupakan refleksi dari bahasa hati, sehingga apa yang keluar dari lisan melambangkan keadaan hati dan perasaan; (5) peraga (bagi yang kinestetik); dan (6) motivasi terhadap siswa dengan cerita atau kisah, salah satu faktor keberhasilan hypnoteaching adalah menggunakan teknik cerita dan kisah dari orang-orang sukses. c. Langkah-langkah Penerapan Metode Hypnoteaching Langkah dasar yang wajib dilakukan seorang guru dalam menerapkan Metode hypnoteaching telah dikemukakan oleh Hajar (2011) yang terdiri dari enam tahap. Tahap pertama adalah niat dan motivasi dalam diri sendiri, niat yang besar akan memunculkan motivasi serta komitmen yang tinggi pada bidang yang ditekuni. Kesuksesan seseorang tergantung pada niat seseorang untuk berusaha mencapai kesuksesan tersebut.

3 6 Tahap kedua adalah pacing yang berarti menyamakan antara posisi, gerak tubuh, bahasa, serta gelombang otak dengan siswa. Prinsip dari manusia sendiri cenderung lebih suka berinteraksi dengan teman yang memiliki banyak kesamaan. Kesamaan dari gelombang otak, menyebabkan setiap pesan yang disampaikan dari satu orang ke orang lain bisa diterima dan dipahami dengan baik. Siswa yang membenci pelajaran yang diberikan oleh guru, artinya gelombang otak guru belum setara dengan siswa. Beberapa cara dalam melakukan pacing terhadap siswa dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut: (a) bayangkan usia kita setara dengan siswa, sehingga dapat melakukan aktivitas dan hal-hal yang dialami siswa saat ini; (b) gunakan bahasa sesuai dengan bahasa yang sering digunakan oleh siswa; (c) lakukan gerakan-gerakan dan mimik wajah yang sesuai dengan tema bahasan; (d) sangkutkan tema pelajaran dengan tema yang sedang ramai dibicarakan di kalangan siswa; dan (e) selalu update pengetahuan tentang tema, bahasa, hingga gosip yang sedang dibicarakan di kalangan siswa. Tahap yang ketiga adalah Leading yang memiliki pengertian memimpin atau mengarahkan sesuatu. Proses leading dilakukan setelah proses pacing, dengan tujuan siswa akan merasa nyaman dengan guru sehingga diharapkan semua yang guru ucapkan atau tugaskan kepada siswa, akan dilakukan secara suka rela dan bahagia. Sesulit apapun materi yang diberikan guru terhadap siswa, pikiran bawah sadar siswa akan menangkap materi dengan mudah sekalipun tugas tersebut sulit. Tahap yang keempat adalah menggunakan kata positif yang merupakan pendukung dari tahap pacing dan leading. Kata-kata yang diberikan oleh guru baik langsung maupun tidak, sangat berpengaruh terhadap kondisi psikis siswa sehingga siswa lebih percaya diri dalam menerima materi yang disampaikan. Tahap yang kelima adalah pemberian pujian. Pujian merupakan salah satu cara untuk membentuk konsep diri seseorang. Pemberian pujian yang tulus dapat memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan yang lebih dari sebelumnya. Tahap yang terakhir adalah modeling yang merupakan proses memberi teladan atau mencontoh melalui ucapan dan perilaku yang konsisten dan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam hypnoteaching. d. Kelebihan Metode Hypnoteaching Menurut Hajar (2011), beberapa kelebihan hypnoteaching dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut: yang pertama proses belajar-mengajar lebih dinamis dan ada interaksi yang baik antara guru dengan siswanya; yang kedua siswa dapat berkembang sesuai dengan bakat dan minatnya masingmasing; yang ketiga proses pemberian keterampilan banyak diberikan dalam hypnoteaching; yang keempat proses pembelajaran dalam hypnoteaching lebih beragam; yang kelima siswa dapat dengan mudah menguasai materi karena lebih termotivasi untuk belajar; yang keenam pembelajaran bersifat

4 7 aktif; yang ketujuh pemantauan terhadap siswa lebih intensif; yang kedellapan siswa lebih dapat berimajinasi dan berpikir kreatif; yang kesembilan siswa akan melakukan pembelajaran dengan senang hati; yang kesepuluh daya serap lebih cepat dan bertahan lama karena siswa tidak menghafal pelajaran; dan yang terakhir siswa akan berkonsentrasi penuh terhadap materi pelajaran yang diberikan oleh guru. e. Hambatan dalam Pelaksanaan Metode Hypnoteaching Menurut Hajar (2011), terdapat beberapa hambatan untuk menerapkan metode hypnoteacing dalam kegiatan pembelajaran, di antaranya sebagai berikut: Hambatan yang pertama adalah banyaknya siswa yang ada dalam senuah kelas menyebabkan kurangnya waktu dari pendidik untuk memberi perhatian satu per satu kepada mereka. Hambatan yang kedua adalah Hypnoteaching tidak memandang kuantitas, namun kualitas, sehingga menyebabkan terjadinya kekacauan, terutama dalam masalah pembagian dan efektivitas ruangan. Hal ini masih bisa diatasi oleh pihak sekolah dengan cara mempersiapkan dan memikirkan segala hal yang dibutuhkan sebelum pelaksanaan dimulai. Hambatan yang ketiga adalah meskipun hypnoteaching mempunyai manfaat besar, namun tidak bisa dipungkiri bahwa hal ini bukanlah sesuatu hal yang instan sehingga pelatihan yang dilakukan secara berulang-ulang sangat mungkin dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal. Hambatan yang keempat adalah perlu pembelajaran agar pendidik bisa melakukan hypnoteaching karena pada dasarnya tidak semua pendidik baik guru, dosen, maupun praktisi pendidikan lainya menguasai metode hypnoteaching. Hambatan yang kelima adalah kurangnya sarana dan prasarana yang ada di sekolah untuk menunjang pelaksanaan metode hypnoteaching. Hambatan yang terakhir yaitu jarang sekali siswa menggunakan penalaran logis yang lebih tinggi, seperti kemampuan membuktikan atau memperlihatkan suatu konsep. Di samping itu, kebanyakan siswa juga masih pasif saat kegiatan belajar-mengajar. f. Hasil Belajar Sudjana (2005), menjelaskan bahwa hasil belajar siswa pada hakikatnya merupakan perubahan yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik yang berorientasi pada kegiatan pembelajaran yang dialami oleh siswa. Hasil belajar tersebut berhubungan dengan tujuan instruksional dan pengalaman belajar yang dialami oleh siswa. Hubungan tujuan instruksional, pengalaman belajar, dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:

5 8 Gambar 2.1 Hubungan Tujuan Instruksional, Pengalaman Belajar, dan Hasil Belajar Gambar 2.1 di atas menggambarkan unsur yang terdapat dalam kegiatan pembelajaran. Hasil belajar dalam hal ini berhubungan dengan tujuan instruksional dan pengalaman belajar. Adanya tujuan instruksional merupakan panduan tertulis tentang perubahan perilaku yang diinginkan pada diri siswa (Sudjana, 2005). Di sisi lain pengalaman belajar meliputi hal-hal yang dialami siswa baik itu kegiatan mengobservasi, membaca, meniru, mencoba sesuatu sendiri, mendengar, serta mengikuti perintah (Spears dalam Sardiman, 2000). Klasifikasi hasil belajar Bloom secara garis besar dibagi menjadi tiga ranah, yaitu: ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni: knowledge (pengetahuan), comprehension (pemahaman), aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Dua aspek yang pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya disebut kognitif tingkat tinggi; Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni: penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi; Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri atas enam aspek, yakni: gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif (Sudjana, 2005). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan dalam hal kognitif, afektif dan psikomotorik sebagai pengaruh pengalaman belajar yang dialami siswa baik berupa suatu bagian, unit, atau bab materi tertentu yang telah diajarkan. Dalam penelitian ini aspek yang diukur adalah perubahan pada tingkat kognitifnya. g. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar menurut Nasution dalam Djamarah (2002) digolongkan menjadi dua faktor. Faktor yang pertama adalah lingkungan. Lingkungan merupakan bagian dari kehidupan siswa. Lingkungan yang mempengaruhi hasil belajar siswa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: Lingkungan alami yang merupakan lingkungan tempat siswa berada dalam arti lingkungan fisik seperti: lingkungan sekolah, lingkungan tempat tinggal dan lingkungan bermain; dan Lingkungan sosial yang merupakan interaksi siswa sebagai makhluk sosial, makhluk yang hidup bersama atau homo socius. Sebagai anggota masyarakat, siswa tidak bisa melepaskan diri

6 9 dari ikatan sosial. Sistem sosial yang berlaku dalam masyarakat tempat siswa tinggal mengikat perilakunya untuk tunduk pada norma-norma sosial, susila, dan hukum. Contohnya ketika anak berada di sekolah menyapa guru dengan sedikit membungkukkan tubuh atau memberi salam. Faktor yang kedua adalah instrumental. Setiap penyelenggaraan pendidikan memiliki tujuan instruksional yang hendak dicapai, dan untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan seperangkat kelengkapan atau instrumen dalam berbagai bentuk dan jenis. Instrumen dalam pendidikan dikelompokkan menjadi 4, yaitu: kurikulum, program yang dirancang, sarana dan fasilitas, serta guru. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar menurut Nasution dalam Djamarah (2002) digolongkan menjadi dua faktor. Faktor yang pertama adalah faktor fisiologis yang merupakan faktor internal yang berhubungan dengan proses-proses yang terjadi pada jasmaniah. Faktor fisiologis yang mempengaruhi hasil belajar adalah kondisi fisiologis dan kondisi panca indera. Kondisi fisiologi umunya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar individu seperti pada kasus siswa dengan keadaan lelah akan berbeda kemampuan belajarnya dari siswa dalam keadaan tidak lelah,dan Kondisi panca indera yang merupakan kondisi fisiologis yang dispesifikkan pada kondisi indera seperti kemampuan untuk melihat, mendengar, mencium, meraba, dan merasa mempengaruhi hasil belajar. Faktor yang kedua adalah psikologis yang merupakan faktor dari dalam diri individu yang berhubungan dengan rohaniah. Faktor psikologis yang mempengaruhi hasil belajar ada empat yaitu minat, kecerdasan,bakat dan motivasi. Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang memerintahkan. Kecerdasan berhubungan dengan kemampuan siswa untuk beradaptasi, menyelesaikan masalah dan belajar dari pengalaman kehidupan. Kecerdasan dapat diasosiasikan dengan intelegensi. Siswa dengan nilai IQ yang tinggi umumnya mudah menerima pelajaran dan hasil belajarnya cenderung baik. Bakat adalah kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu dilatih dan dikembangkan. Bakat memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi dalam bidang tertentu, sedangkan motivasi adalah suatu kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu; dan Kemampuan kognitif. Ranah kognitif merupakan kemampuan intelektual yang berhubungan dengan pengetahuan, ingatan, pemahaman dan lain-lain. h. Jenis-jenis Hasil Belajar Bloom dalam Sudjana (2005) membagi hasil belajar dalam tiga ranah. Ranah yang pertama adalah ranah kognitif. Ranah ini berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni: Pengetahuan (knowledge). Tipe hasil pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat bagi tipe hasil belajar yang

7 10 berikutnya. Hal ini berlaku bagi semua bidang studi pelajaran. Misalnya hafal suatu rumus akan menyebabkan paham bagaimana mengguankan rumus tersebut; hafal kata-kata akan memudahkan dalam membuat kalimat; Pemahaman. Pemahaman dapat dilihat dari kemampuan individu dalam menjelaskan sesuatu masalah atau pertanyaan; Aplikasi. Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi. Mengulang menerapkannya pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan; Analisis. Analisis adalah usaha memilih suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan atau susunannya. Analisis merupakan kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe sebelumnya; Sintesis. Penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh disebut sintesis. Berpikir sintesis adalah berpikir divergen dimana menyatukan unsur-unsur menjadi integritas; serta Evaluasi. Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara kerja, pemecahan metode, dll. Ranah yang kedua adalah ranah afekif. Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiaannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Ranah yang ketiga adalah ranah psikomotoris. Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. B. Penelitian yang Relevan Beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: Yuni Arti (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Upaya Meningkatkan Minat Siswa Pada Pembelajaran IPA Fisika dengan Metode Hypnoteaching Menggunakan Pendekatan Kontekstual Pada Siswa Kelas VIID Mts. Al-Asror Patemon Kec. Gunungpati Semarang Tahun Pelajaran 2010/2011 menyimpulkan bahwa: melalui metode Hypnoteaching menggunakan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan minat siswa Kelas VII D Mts. Al- Asror Patemon Kecamatan Gunungpati Semarang pada pembelajaran IPA. Penelitian lain yang relevan yaitu penelitian Linta (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Efektivitas Penggunaan Metode Hypnoteaching dalam Pembelajaran Matematika Kelas IV Semester II SD Islam Haji Soebandi Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2011/2012 menyatakan bahwa: terdapat perbedaan efektivitas pembelajaran yang signifikan antara penggunaan Metode Hypnoteaching dengan Metode Konvensional pada mata pelajaran matematika siswa kelas IV SDIP H. Soebandi Kec. Bawen Kab. Semarang Tahun Pelajaran 2011/2012 dengan signifikan 2 sisi

8 11 sebesar 0.000, lebih kecil dari 0,05 yang berarti terdapat perbedaan efektivitas pembelajaran yang signifikan dengan menggunakan Metode Hypnoteaching. Suwanto (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Yang Diajarkan Menggunakan Hypnoteaching dan CTL pada Pokok Bahasan Pecahan di Kelas VII SMP Negeri 27 Medan Tahun Ajaran 2011/2012 menyimpulkan bahwa: hasil belajar siswa yang diajarkan menggunakan hypnoteaching lebih baik yaitu dengan rata-rata 79,84 dibandingkan hasil belajar siswa yang diajarkan menggunakan CTL yaitu dengan rata-rata 74,25. Riananda (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Effectiveness Of Hypnoteaching Method To Increase Student s Skills On Creative Thinkingand Notion In Solubility And Solubility Products Matter menyimpulkan bahwa: metode pembelajaran hypnoteaching meningkatkan nilai afektif kemampuan siswa berpendapat bila dibandingkan dengan pembelajaran menggunakan metode yang lama. Aryanto (2012) dalam penelitiannya berjudul Pengaruh Metode Hypnoteaching Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas V Di Sd Negeri Begalon Ii No.241 Surakarta Tahun 2011 /2012 menyimpulkan bahwa: metode Hypnoteaching mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar siswa di SDN Begalon II No.241 Surakarta Tahun 2011 / Penelitian eksperimen yang akan dilakukan ini menggunakan Metode Hypnoteaching untuk mengetahui pengaruhnya terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI IPS pada materi fungsi komposisi. Metode Hypnoteaching merupakan metode pembelajaran alam bawah sadar yang dapat menumbuhkan semangat belajar siswa sehingga cocok digunakan untuk siswa SMA program IPS yang kurang tertarik dengan mata pelajaran matematika. C. Kerangka Berpikir Salah satu dari kriteria keberhasilan belajar adalah adanya pengaruh yang besar dari interaksi belajar mengajar yang berupa komunikasi yang baik antara siswa dengan yang lain dan siswa dengan guru. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika kelas XI IPS, minat belajar siswa dalam belajar sangat kurang. Hal ini dibuktikan dengan siswa mengobrol dengan teman sebangku ketika kegiatan pembelajaran sedang berlangsung, selain itu siswa juga mengandalkan ulangan perbaikan apabila mendapat nilai jelek pada saat ulangan sehingga siswa malas belajar. Pemilihan metode pembelajaran yang melibatkan interaksi belajar mengajar dan dapat memotivasi belajar siswa sangat penting bagi keberhasilan belajar siswa. Salah satu metode pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa dalam berinteraksi dengan teman-temannya dan berupaya mengaktifkan belajar siswa adalah metode

9 12 hypnoteaching. Metode hypnoteaching menekankan pada komunikasi alam bawah sadar siswa, sehingga siswa dapar diarahkan pada tujuan-tujuan yang positif. Penerapan metode hypnoteaching diharapkan dapat efektif dalam pembelajaran matematika sehingga menjadikan siswa aktif berinteraksi dengan teman dan guru, mengembangkan bakat dan minatnya, mudah menguasai materi karena lebih termotivasi untuk belajar, dan tercipta pembelajaran yang menyenangkan di kelas. Penelitian ini akan membandingkan hasil sebelum perlakuan (pre-test) dan setelah perlakuan (post-test). Pre-test diberikan pada siswa untuk mengetahui kemampuan awal sebelum penerapan metode, kemudian langkah selanjutnya peneliti akan menerapkan perlakuan yaitu menggunakan metode hypnoteaching dengan melakukan uji beda rata-rata untuk melihat pengaruh penerapan metode hypnoteaching terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI IPS SMA N 1 Getasan tahun pelajaran 2012/2013. D. Hipotesis Tindakan Hipotesis tindakan dalam penelitian ini yang harus dibuktikan kebenarannya adalah Terdapat pengaruh penggunaan metode hypnoteaching tarhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI IPS di SMA N 1 Getasan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Belajar adalah perubahan yang relatif permanen pada perilaku, pengetahuan dan kemampuan berfikir yang diperoleh karena pengalaman (Santrock,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek

BAB II KAJIAN TEORI. mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek 11 BAB II KAJIAN TEORI A. Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar Menurut Winkel (2009:45) 1 hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek perubahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam bagian kajian teori ini berisi tentang pustaka untuk metode hypnoteaching, metode ceramah, pembelajaran IPA, minat belajar IPA dan hasil belajar IPA. 2.1.1

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. KAJIAN TEORI 1. Lingkungan Sekolah a. Pengertian Lingkungan Sekolah Manusia sebagai makhluk sosial pasti akan selalu bersentuhan dengan lingkungan sekitar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang menduduki peranan penting dalam dunia pendidikan. Matematika dipelajari oleh semua siswa, mulai dari pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang diajarkan dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (PT), bahkan di tingkat Taman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Megannuary Ruchwanda Putra Sae, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Megannuary Ruchwanda Putra Sae, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh manusia sejak masih kecil hingga sepanjang hidupnya. Proses mencari tahu mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Landasan Teori 1. Hakikat Belajar Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Strategi Pembelajaran Aktif Tipe Everyone Is Teacher Here (ETH) a. Pengertian Tipe Everyone Is Teacher Here (ETH) Strategi pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Dalam bahasa inggris Ilmu Pengetahuan Alam disebut natural science, natural yang artinya berhubungan dengan alam dan science artinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak

BAB II KAJIAN TEORITIS. pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Teoretis 1. Strategi Cooperative Script Dalam strategi pembelajaran kooperatif ini, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung kearah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 9 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kajian Teori 1. Media Pembelajaran Mind Mapping a. Pengertian Media Pembelajaran Mind Mapping Sadiman (dalam Rianti, 2012, h.9) menjelaskan media pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kontekstual a. Pengertian Kontekstual CTL bukanlah singkatan dari Catat Tinggal Lungo (bahasa Jawa) atau mencatat ditinggal pergi. Artinya seorang guru memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Belajar merupakan usaha memperoleh perubahan tingkah laku, ini mengandung makna ciri proses belajar adalah perubahan- perubahan tingkah laku dalam diri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Slameto, 2010). Menurut Gredler dalam Aunurrahman. sebelumnya tidak mengetahui sesuatu menjadi mengetahui.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Slameto, 2010). Menurut Gredler dalam Aunurrahman. sebelumnya tidak mengetahui sesuatu menjadi mengetahui. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Hakikat Belajar dan Pembelajaran Belajarmerupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar Pengertian Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar Pengertian Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar 5 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar 2.1.1 Pengertian Belajar Dalam proses pembelajaran, berhasil tidaknya pencapaian tujuan banyak dipengaruhi oleh bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa. Oleh

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR SISWA DAN METODE PEMBELAJARAN RESITASI. 1. Pengertian Metode Pembelajaran Resitasi

BAB II HASIL BELAJAR SISWA DAN METODE PEMBELAJARAN RESITASI. 1. Pengertian Metode Pembelajaran Resitasi BAB II HASIL BELAJAR SISWA DAN METODE PEMBELAJARAN RESITASI A. Metode Resitasi 1. Pengertian Metode Pembelajaran Resitasi Metode resitasi merupakan salah satu metode pembelajaran yang menekankan pada siswa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Belajar Gaya Belajar adalah cara atau pendekatan yang berbeda yang dilakukan oleh seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia pendidikan, istilah gaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Observasi Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang digunakan oleh guru atau instruktur. Pengertian lain ialah sebagai teknik penyajian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Hamalik (2009: 155) hasil belajar tampak sebagai

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Hamalik (2009: 155) hasil belajar tampak sebagai BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Menurut Hamalik (2009: 155) hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai-nilai sikap.

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai-nilai sikap. BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Landasan Teori 1. Pembelajaran sejarah Belajar merupakan suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan, yang menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan siswa secara optimal baik pada aspek kognitif, efektif maupun

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan siswa secara optimal baik pada aspek kognitif, efektif maupun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru dipandang sebagai komponen yang penting di dalam proses pembelajaran. Kemampuan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan nama dewa tidur orang yunani. Kata hypnosis pertama kali

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan nama dewa tidur orang yunani. Kata hypnosis pertama kali BAB II LANDASAN TEORI A. Hypnoteaching A.1 Definisi Hypnosis Menurut Jaya (2010), hipnosis berasal dari kata hypnos yang merupakan nama dewa tidur orang yunani. Kata hypnosis pertama kali diperkenalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana bagi manusia untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana bagi manusia untuk mampu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana bagi manusia untuk mampu menmbuhkembangkan potensi diri, sosial, dan alam di kehidupannya. Sesuai dengan perkembangan zaman yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Problem Based Learning (PBL) 1. Pengertian Problem Based Learning (PBL) Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu model pembelajaran yang berbasis pada masalah, dimana masalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Hasil Belajar Matematika

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Hasil Belajar Matematika BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pengertian Hasil Belajar Matematika Sudjana. (2007: 22), mengemukakan bahwa hasil belajar adalah menemukan pengalaman belajar. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu pembelajaran penting yang diajarkan di sekolah dasar, karena pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara

I. PENDAHULUAN. makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya untuk membantu perkembangan siswa sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara layak dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika 2.1.1.1 Pengertian Matematika Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu menjadi mampu dan dari keadaan tidak memiliki keterampilan. pada peserta didik yang memiliki manfaat sesuai dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. mampu menjadi mampu dan dari keadaan tidak memiliki keterampilan. pada peserta didik yang memiliki manfaat sesuai dengan tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu alat untuk mengubah tingkah laku dan pola pikir manusia dari keadaan belum tahu menjadi tahu, dari keadaan tidak mampu menjadi mampu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah menentukan model atau metode mengajar tentang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 9 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kajian Teori 1. Model Guided Discovery Learning a. Pengertian Guided Discovery Learning Menurut Newhall J (dalam Eggen P, 2012, h.177) model pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Pengertian Belajar. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Pengertian Belajar. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk 10 BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Pengertian Belajar Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah proses perubahan tingkah laku seseorang dalam bertindak atau beraktifitas menuju pembenaran, dari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Hasil Belajar. a. Pengertian Hasil Belajar

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Hasil Belajar. a. Pengertian Hasil Belajar BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pendidikan tidak lepas dari proses belajar mengajar, yang di dalamnya meliputi beberapa komponen yang saling terkait, antara lain; guru (pendidik),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan. Untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Menurut Suprijono (2012:5), hasil belajar adalah bentuk-bentuk perbuatan, nilai-nilai, pemahaman, sikap, penghargaan dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. suatu maksud atau tujuan tertentu. Maka strategi identik dengan teknik, siasat

BAB II KAJIAN TEORI. suatu maksud atau tujuan tertentu. Maka strategi identik dengan teknik, siasat BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoritis 1. Strategi Berikan Uangnya Bambang warsita menjelaskan strategi adalah; a) ilmu siasat perang; b) siasat perang; c) bahasa pembicaraan akal (tipu muslihat) untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. Pembahasan pada Bab II ini terdiri dari tinjauan pustaka, hasil penelitian yang

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. Pembahasan pada Bab II ini terdiri dari tinjauan pustaka, hasil penelitian yang II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS Pembahasan pada Bab II ini terdiri dari tinjauan pustaka, hasil penelitian yang relevan, kerangka pikir, dan hipotesis penelitian. Sebelum membuat analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peserta didik sekolah dasar kelas awal, yaitu kelas I, II, dan III berada pada rentang usia dini. Masa usia dini merupakan masa yang pendek, tetapi sangat penting bagi

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci : metode pembelajaran, hypnoteaching, hasil belajar, matematika.

Abstrak. Kata kunci : metode pembelajaran, hypnoteaching, hasil belajar, matematika. PENGARUH METODE HYPNOTEACHING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS III SD DI GUGUS HASANUDIN KECAMATAN KRADENAN KABUPATEN GROBOGAN Catur Yudi Setiawan, Wahyudi, Erlina Prihatnani

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Hasil Belajar. Sudjana, (2004:22) berpendapat hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Hasil Belajar. Sudjana, (2004:22) berpendapat hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar. Sudjana, (2004:22) berpendapat hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pada kajian teori, pendapat-pendapat ahli yang mendukung penelitian akan dipaparkan dalam obyek yang sama, dengan pandangan dan pendapat yang berbedabeda. Kajian

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat dan

II. KERANGKA TEORETIS. menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat dan II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Intelegensi Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan undang undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kajian Teori BAB II TINJAUAN TEORITIS 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray a) Pengertian model pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray Menurut Isjoni (2010, h.15 ) model pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan gabungan dari prestasi belajar dan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi. Prestasi dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Eksperimen Eksperimen adalah bagian yang sulit dipisahkan dari Ilmu Pengetahuan Alam. Eksperimen dapat dilakukan di laboratorium maupun di alam terbuka. Metode ini mempunyai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Slameto

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendidikan IPA di SD Ketrampilan proses adalah salah satu pendekatan, disamping pendekatan yang menekankan pada fakta dan pendekatan konsep, yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 9 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakekat Belajar dan Hasil Belajar A. Pengertian belajar Belajar adalah upaya pemenuhan reaksi mental dan atau fisik terhadap penglihatan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT 8 BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT A. Metode Kerja Kelompok Salah satu upaya yang ditempuh guru untuk menciptakan kondisi belajar mengajar yang kondusif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satu tujuan pembangunan di bidang pendidikan. antara lain: guru, siswa, sarana prasarana, strategi pembelajaran dan

I. PENDAHULUAN. salah satu tujuan pembangunan di bidang pendidikan. antara lain: guru, siswa, sarana prasarana, strategi pembelajaran dan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, berbudi luhur, cerdas, kreatif dan bertanggung jawab merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Lebih terperinci

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan.

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan. 8 II. KAJIAN PUSTAKA A. Strategi Pembelajaran 1. Pengertian Strategi Pembelajaran Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan diamanatkan bahwa proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil belajar

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil belajar BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Hasil Belajar Hasil belajar merupakan perubahan perilaku secara keseluruhan dari siswa setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peranan penting bagi keberlangsungan hidup dan masa depan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peranan penting bagi keberlangsungan hidup dan masa depan seseorang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memperoleh pendidikan merupakan hak setiap manusia karena pendidikan memiliki peranan penting bagi keberlangsungan hidup dan masa depan seseorang. Dengan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dan diungkapkan pula dalam pasal 1 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dan diungkapkan pula dalam pasal 1 ayat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang - undang No 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 19 tentang sistem pendidikan nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Motivasi Belajar a. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif, dalam bahasa inggris adalah motive atau motion, lalu motivation yang berarti gerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan, pendidikan memegang peranan penting karena

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan, pendidikan memegang peranan penting karena 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, pendidikan memegang peranan penting karena pendidikan merupakan tempat untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Belajar Hasil belajar adalah hasil akhir baik berupa perilaku, maupun pengetahuan (kognitif) yang terjadi setelah proses pembelajaran dalam rangka memperoleh suatu pengetahuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di

I. PENDAHULUAN. informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan pemerintah dalam standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah yang dirumuskan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) menyebutkan matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran IPA. Selain itu mata pelajaran IPA sebagai objek penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran IPA. Selain itu mata pelajaran IPA sebagai objek penelitian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang bersifat umum bagi setiap manusia dimuka bumi ini. Pendidikan merupakan modal suatu bangsa untuk dapat berkembang secara optimal.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan IPA Pendidikan IPA merupakan disiplin ilmu yang di dalamnya terkait dengan ilmu pendidikan dan IPA itu sendiri. Sebelum mengetahui lebih jelas mengenai pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pendidikan sains di Indonesia mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pemahaman tentang sains dan teknologi melalui pengembangan keterampilan berpikir, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu upaya mengembangkan kemampuan intelektual, potensi, bakat, dan kepribadian yang ada dalam individu dengan memberikan suatu pengetahuan dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Metode Menurut Hamdani (2010 : 80) metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru untuk menyampaiakan pelajaran kepada siswa. Dengan demikian,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pengertian Belajar Pendapat tentang pengertian belajar ada bermacam-macam. Pendapat tersebut lahir

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pengertian Belajar Pendapat tentang pengertian belajar ada bermacam-macam. Pendapat tersebut lahir BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Belajar Pendapat tentang pengertian belajar ada bermacam-macam. Pendapat tersebut lahir berdasarkan sudut pandang yang berbeda-beda. Menurut Slameto

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Fiqih dengan melalui penerapan model pembelajaraan kooperatif tipe picture and

BAB V PEMBAHASAN. Fiqih dengan melalui penerapan model pembelajaraan kooperatif tipe picture and BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas II di MIN Sumberjati Kademangan Blitar pada mata pelajaran Fiqih dengan melalui penerapan model

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Model Quantum Teaching Quantum memiliki arti interaksi yang mengubah energi cahaya. Quantum Teaching adalah penggubahan bermacam-macam interaksi yang ada di

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri

BAB II KAJIAN TEORI. dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori 1. Belajar a. Pengertian Belajar Pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan yang diharapkan karena itu pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian IPA Menurut H. W. Fowler (Trianto 2010:136), IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses

BAB II KAJIAN TEORI. mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dari hasil belajar yang dicapai, yaitu perubahan yang menjadi semakin baik setelah melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kemampuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk menciptakan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Pada sub bab ini, peneliti akan membahas mengenai teori - teori yang berkaitan dengan variabel yang sudah ditentukan. Adapaun teori yang berkaitan dengan variabel

Lebih terperinci

Sementara itu, Forrest W. Parkay dan Beverly Hardeastle Stanford dalam

Sementara itu, Forrest W. Parkay dan Beverly Hardeastle Stanford dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Belajar 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku yang terjadi pada diri seseorang. Sejalan dengan itu, R. Gagne dalam Susanto (2013:1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pendidikan dapat ditentukan oleh proses pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas. Upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dapat dilakukan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan scientific akan menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor).

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan scientific akan menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah. Materi yang diajarkan terus mengalami perubahan seiring perkembangan dan perubahan kurikulum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dan menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan pembelajaran. Prestasi

BAB I PENDAHULUAN. penting dan menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan pembelajaran. Prestasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia pendidikan, prestasi belajar merupakan hal yang sangat penting dan menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan pembelajaran. Prestasi belajar pada hakekatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di sekolah memegang peranan penting dalam pembangunan bangsa. Oleh karena itu, masalah pendidikan selalu mendapat perhatian dari berbagai pihak. Pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar 6 2.1 Kajian Teori BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Pembentukan kemampuan siswa di sekolah sangat dipengaruhi oleh proses belajar yang ditempuh. Agar siswa memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 9. tentang Perlindungan Anak mmenyatakan bahwa setiap anak berhak

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 9. tentang Perlindungan Anak mmenyatakan bahwa setiap anak berhak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 9 tentang Perlindungan Anak mmenyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran

Lebih terperinci

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Kelas IV SDN Lariang Melalui Metode Demonstrasi

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Kelas IV SDN Lariang Melalui Metode Demonstrasi Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Kelas IV SDN Lariang Melalui Metode Demonstrasi Putu Ayu Puspayanti, Lilies, Bustamin Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Pengertian Model Pembelajaran. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan,

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Pengertian Model Pembelajaran. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, lingkungan pembelajaran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Hal ini berarti keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Hal ini berarti keberhasilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Hal ini berarti keberhasilan pencapaian

Lebih terperinci

belajar, belajar seraya bermain, dengan demikian anak akan memiliki kesempatan untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan dan

belajar, belajar seraya bermain, dengan demikian anak akan memiliki kesempatan untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan di Taman kanak-kanak/ TK merupakan pendidikan yang menjadi pondasi dari seluruh pendidikan yang akan ditempuh di jenjang selanjutnya. TK/ taman kanak-kanak

Lebih terperinci

Model Discovery Learning Bernuansa Hypnoteaching untuk Meningkatkan Kemampuan Mathematical Reasoning dan Rasa Ingin Tahu Siswa

Model Discovery Learning Bernuansa Hypnoteaching untuk Meningkatkan Kemampuan Mathematical Reasoning dan Rasa Ingin Tahu Siswa PRISMA 1 (2018) PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/ Model Discovery Learning Bernuansa Hypnoteaching untuk Meningkatkan Kemampuan Mathematical

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritis 1. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) IPS merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan lingkungan sosial siswa. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendeknya mengenai segala aspek organisme atau pribadi seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. pendeknya mengenai segala aspek organisme atau pribadi seseorang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan perubahan kelakuan berkat pengalaman dan latihan. Belajar membawa suatu perubahan pada individu yang melakukannya. Perubahan tidak hanya mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan beberapa hal sebagai pendahuluan penelitian, yaitu latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, definisi istilah,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. akumulasi dari berbagai faktor dimulai dari faktor awal proses sampai denga hasil.

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. akumulasi dari berbagai faktor dimulai dari faktor awal proses sampai denga hasil. BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Hakikat Hasil Belajar Hasil belajar merupakan salah satu faktor penting untuk mengukur keberhasilan seseorang dalam belajar, hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu menghadapi berbagai tantangan serta mampu bersaing.

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi. Disusun Oleh :

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi. Disusun Oleh : PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI PADA POKOK BAHASAN CIRI-CIRI MAKHLUK HIDUP PADA SISWA KELAS VII SMP N 4 KLATEN TAHUN PELAJARAN 2009/2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan suatu bangsa dan negara. Dengan adanya pendidikan maka akan tercipta suatu

Lebih terperinci