PEMETAAN SESAR OPAK DENGAN METODE GRAVITY (STUDI KASUS DAERAH PARANG-TRITIS DAN SEKITARNYA)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMETAAN SESAR OPAK DENGAN METODE GRAVITY (STUDI KASUS DAERAH PARANG-TRITIS DAN SEKITARNYA)"

Transkripsi

1 Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jateng & DIY, Semarang 10 April hal PEMETAAN SESAR OPAK DENGAN METODE GRAVITY (STUDI KASUS DAERAH PARANG-TRITIS DAN SEKITARNYA) M. Irham Nurwidyanto) 1, Tony Yulianto) 2, Sugeng Widodo) 3. 1, 2 Staff Pengajar Geofisika Fisika FMIPA UNDIP. 3 Staff Pengajar Ilmu Kelautan FPIK UNDIP. INTISARI Telah dilakukan survey untuk memetakan keberadaan, memperkiraan lokasi dan jenis dari Sesar Opak di daerah pantai Parang Tritis dan sekitarnya daerah kabupaten Bantul dengan pendekatan metode gravity. Penelitian dilakukan dengan mengukur nilai medan gravitasi pada daerah disekitar zona yang diperkirakan merupakan lokasi sesar opak yang telah digambarkan pada peta geologi lembar Yogyakarta yang dikeluarkan oleh P3G Bandung. Pengukuran medan gravitasi menggunakan alat gravitymeter Lacoste & Romberg tipe G-1118 MVR, dan pengukuran ketinggian dengan GPS Trimble Navigations 4600 LS milik laboratorium Geofisika UGM. Pengukuran dilakukan dengan semi grid dengan lintasan pengukuran melewati jalan atau jalan setapak dengan jarak antar lintasan sekitar 1 2 km dan jarak antar titik pengukuran 0,5 km 1 km. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa di daerah penelitian diperkirakan ada dua buah sesar, yakni Sesar Opak di bagian barat dan sesar lain yang berada disebelah timur. Lokasi Sesar Opak hasil dari penelitian ini hampir sama dengan lokasi Sesar Opak yang digambarkan pada peta geologi, arah Sesar Opak N30 o E/60 o, dan sesar lainnya yang berada di sebelah timur dengan arah N5 o E/80 o. Sesar Opak merupakan jenis sesar normal atau sesar turun dimana blok barat relative bergerak turun sedangkan blok timur relative tetap. Kata kunci : Sesar Opak, Parang-Tritis, Metode Gravity. I. PENDAHULUAN Keberadaan Sesar Opak memang telah diperkirakan oleh para geolog dan tertuang pada peta geologi lembar Yogyakarta keluaran P3G Bandung tahun 1977 dan diperbarui tahun Namun sesarr ini menjadi lebih populer setelah kejadian gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 27 Mei 2006, karena sebagian ahli kebumian (Sulaiman, C. dkk, 2008, Natawijaya, 2007) beranggapan gempa tersebut penyebabnya adalah aktivasi dari Sesar Opak. Sesar Opak merupakan sesar yang berada disekitar Sungai Opak, sesar Opak ini berarah timur lautbarat daya kurang lebih U 235 o T/80 o, dimana blok timur relatif bergeser ke utara dan blok barat ke selatan dengan lebar dari zona sesar ini diperkirakan sekitar 2,5 km (Subowo, dkk., 2007). Berdasar hasil kajian deformasi koseismik yang dilakukan oleh team peneliti dari Teknik Geodesi ITB dan UGM bekerja sama dengan Nagoya University menyimpulkan bahwa sesar penyebab gempa bumi 27 Mei 2006 sesar jenis sinistral dengan panjang 18 km lebar 10 km stike 48 0 dan dip 89 0 dan berada di sebelah timur 3-4 km dari lokasi sesar opak yang biasa digambarkan pada peta geologi (Abidin dkk, 2007). Berdasarkan kajian after sock yang datanya diambil selama 3 bulan dimulai hari ke empat setelah gempa, sesar penyebab gempa berada kurang lebih 10 km-20 km disebelah timur dari rendahan sesar opak (Walter, dkk 2008). Dari uraian tersebut dijumpai permasalahan sesar Opak memang ada, tetapi perkiraan lokasi tepatnya dimana sesar tersebut berada masih merupakan kontraversi. Berangkat dari permasalahan tersebut penelitian mengenai Sesar Opak perlu dilakukan. Pada kesempatan ini dilakukan penelitian dengan pendekatan ilmu geofisika yaitu dengan menerapkan metode gravity untuk memetakan posisi dan jenis Sesar Opak di daerah muara Sungai Opak yakni sekitar pantai Parangtritis Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul. II. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN. Sesar Opak yang keberadaanya telah diketahui melalui penyelidikan gaya berat oleh Untung dkk., 1973 dalam Rahrdjo, dkk, 1995 dan ditelaah lebih lanjut jenis dan perkembangannya oleh Sudarno (1997) terletak di sepanjang aliran Sungai Opak yang membentang dari Prambanan sampai muaranya di sebelah barat Parangtritis. Berdasarkan pembagian zona fisiografi Jawa Tengah yang disusun oleh Van Bemmelen (1949) daerah tersebut merupakan bagian dari Zona Pegunungan Selatan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.

2 78 M. Irham Nurwidyanto, dkk / Pemetaan Sesar Opak Dengan Metode Gravity N L A U T J A W A Cirebon Pekalongan Semarang Kudus PERBUKITAN REMBANG PEG. SERAYU UTARA Purwodadi Bumiayu PEMATANG KENDENG Magelang PEG. SERAYU SELATAN Surakarta Cilacap Purworejo Yogyakarta Jiwo S A M U D E R A H I N D I A Dataran pantai Utara Jawa Gunung Api Kuarter Antiklinorium Rembang Antiklinorium Bogor - Kendeng Kubah dan Pematang di Depresi Tengah Zona Depresi tengah dan Randublatung Pegunungan selatan Jawa Tengah Sungai Batas Propinsi Daerah Penelitian PEG. SELATAN km Gambar 1. Fisiografi Jawa Tengah (Van Bemmelen, 1949) Morfologi daerah kajian tersebut dapat dikelompokan menjadi tiga satuan, yaitu satuan dataran yang terletak di sisi barat Prambanan hingga Muara S. Opak yang merupakan bagian dari dataran rendah Yogyakarta tersusun oleh endapan fluvio volkanik G. Merapi, satuan perbukitan berelief kuat yang membentang sepanjang sebelah timur S. Opak, tersusun oleh batuan sedimen dan dataran tinggi yang merupakan bagian dari Dataran Tinggi Wonosari yang tersusun oleh batugamping terumbu dan assosiasinya. Stratigrafi daerah penelitian secara umum tersusun oleh hasil pengendapan gaya berat pada kala Miosen (Toha, dkk, 1996). Berdasarkan Peta Geologi Lembar Yogyakarta yang disusun oleh Raharjo, dkk. (1995) endapan gaya berat tersebut terbagai dalam beberapa formasi, (Gambar 2) yang secara berturut-turut dari tua ke muda adalah : Formasi Semilir, tersusun oleh perselingan tuff, breksi batuapung, tuf dasit dan tuf andesit, batulempung tufan dan serpih. Formasi ini diendapkan pada akhir Miosen Bawah dan merupakan batuan tertua yang tersingkap di daerah penelitian. Formasi Nglanggran, tersusun oleh breksi gunung api dengan fragmen andesit, breksi aliran, aglomerat, lava, dan tuff. Menurut Toha, dkk (1996), di beberapa tempat formasi ini terlihat sebagai perkembangan dari tubuh batuan beku andesit basal yang berubah secara berangsurangsur menjadi batuan beku terkekarkan berstruktur bantal, breksi autoklastik, hialoklastik dan akhirnya menjadi breksi andesit. Formasi ini berumur Miosen Tengah bagian bawah dan menjari dengan Formasi Semilir. Formasi Sambipitu yang berumur Miosen Tengah tersusun oleh perselingan batupasir dan serpih, batulanau, tuff dan konglomerat. Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Nglanggran. Formasi Wonosari yang tersusun oleh batugamping terumbu, kalkarenit dan kalkarenit tufan. Formasi ini berumur Miosen Tengah hingga Miosen Atas dan terletak selaras diatas Formasi Sambipitu. Formasi Kepek yang tersusun oleh perselingan batugamping berlapis dan napal. Formasi ini berumur Miosen Atas dan secara stratigrafis berhubungan menjari dengan Formasi Wonosari. Secara umum batuan-batuan penyusun formasi-formasi tersebut di atas mempunyai kedudukan miring kearah selatan. Sedangkan struktur geologi utama yang berupa Sesar Opak merupakan Sesar Turun yang merupakan reaktifasi dari Sesar Mendatar yang telah ada lebih dulu (Sudarno, 1997). Beberapa sesar lain yang terpetakan di dalam Peta Geologi Lembar Yogyakarta antara lain Sesar Mendatar yang melewati sebagian K. Oyo berarah relatif barat timur. Sesar-sesar minor banyak dijumpai di daerah penelitian hampir di semua formasi yang ada dan secara umum berarah relative barat laut tenggara. Peta geologi daerah penelitian ditunjukkan pada Gambar 2.

3 M. Irham Nurwidyanto, dkk / Pemetaan Sesar Opak Dengan Metode Gravity 79 Gambar 2. Peta geologi daerah penelitian (Raharjo, dkk dalam Subawa,E dkk. 2007) III. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan mengukur medan gravitasi di daerah penelitian melalui (memotong) daerah sesar opak yang telah tertuang pada peta geologi yang dikeluarkan oleh P3G Bandung. Peralatan utama yang digunaan untuk pengukuran medan gravitasi pada titik-titik pengukuran pada setiap lintasan pengukuran adalah satu unit alat LaCoste Romberg gravitymeter tipe G-1118 MVR yang mempunyai ketelitian berorde mikrogal (1 gal = 1 g/cm 2 ) milik lab Geofisika UGM. Peralatan berikutnya adalah Dua buah unit (satu set) GPS Trimble Navigations 4600 LS untuk mengukur koordinat titik pengukuran (posisi dan ketinggian), dan sebuah GPS Garmin. Sedangkan alat penunjang yang digunakan pada penelitian ini antara lain Kompas geologi untuk mengukur arah jurus (srike) dan kemiringan (dip) dari singkapan, Peta topografi daerah penelitian untuk menentukan titiktitik pengukuran, Peta geologi untuk melihat penyebaran jenis batuan dan lokasi Sesar Opak. Catatan harian untuk mencatat hasil pengukuran, Yang dicatat pada pengukuran ini adalah Lokasi koordinat titik pengukuran (dari GPS), waktu pengukuran (arloji) dan nilai medan gravitasi, hari dan tanggal pengukuran dan kondisi cuaca saat pengukuran. Komputer PC yang dilengkapi perangkat lunak Magmap2000, Microsoft Exel, Magpick dan Mag2DC dan Geomodel untuk mengolah data dan pemodelan. Demikian seterusnya diukur untuk setiap titik titik ukur dan pada setiap lintasan yang telah ditentukan sampai selesai. Dalam melakukan pengukuran menggunakan sistem looping dan pengikatan. Adapun posisi lintasan dan posisi titik-titik pengukuran diperlihatkan pada Gambar 3. Gambar 3. Peta lokasi daerah penelitian dan peta lokasi titik-titik pengambilan data medan gravitasi. Data hasil pengukuran berupa waktu dan koordinat pengukuran serta data gravitasi. Data pembacaan gravitasi yang didapat kemudian dilakukan kalibrasi, kemudian dilakukan koreksi pasang

4 80 M. Irham Nurwidyanto, dkk / Pemetaan Sesar Opak Dengan Metode Gravity surut dan koreksi drift maka diperoleh nilai gravitasi pengamatan (g obs ). Nilai g obs kemudian dikoreksi g normal (g lintang), koreksi udara bebas, koreksi bouger dan koreksi medan (terrain). Nilai rapat massa batuan yang digunakan pada koreksi bouger adalag 2,5 g/cc yang dipilih dengan metode grafik Nettleton (Nettleton, L.L., 1976). Nilai ABL (anomaly bouger lengkap) bila dibuat peta contur hasilnya diperlihatkan pada gambar-4. Metode ekivalen titik massa digunakan untuk proyeksi ke bidang datar terhadap nilai ABL di topografi, maka diperoleh ABL pada kedalaman 2750 m di bawah speroida acuan (gambar-5). Pemisahan anomaly regional dan anomaly local digunakan metode kontinuasi ke atas pada ketinggian 4000 m. Hasil pemisahan anomaly local diperlihatkan pada Gambar 6. Untuk interpretasi dibuat sebuah sayatan yang memotong tengah-tengah daerah penelitian, kemudian dibuat model bawah permukaan dengan menggunakan perangkat lunak Grav2DC for windows, Gambar 7. IV. HASIL DAN DISKUSI Data yang didapatkan dari hasil pengukuran dengan metode gravity setelah dilakukan prosesing data dapat digambarkan peta kontur anomaly Bouger Lengkap (ABL) yang disajikan pada gambar-4 : Gambar. 4 Gambar peta kontur ABL daerah penelitian dalam mgal, skala warna Sebelah kanan juga dalam satuan mgal. Dari peta kontur tersebut arah pola kontur kearah utara dengan bagian tengah bernilai tinggi sekitar 130 mgal 160 mgal, hal ini berasosiasi di bawah lokasi tersebut merupakan batuan yang mempunyai rapat massa lebih besar dari sekitarnya. Hal ini bisa berasosiasi dengan sesar atau mungkin berupa instrusi batuan beku. Sedangkan dibagian kiri dan kanan diderah penelitian mempunyai nilai ABL yang relative lebih rendah, yaitu antara 110 mgal -130 mgal. Dari pola kemenerusan kontur dan pola kerapatan kontur ABL diperkirakan struktur sesar berada disebelah kanan dan sebelah kiri daerah penelitian, diperkirakan lokasi sesar pada kontur 130 mgal. Dari estimasi ini didaerah penelitian diperkirakan terdapat dua buah sesar yakni di bagian kiri daerah penelitian yang biasa disebut dengan sesar Opak, dan dibagian kanan daerah penelitian disebut dengan sesar Parangkusumo. Pada lokasi sesar Parangkusumo ini dipermukaan dijumpai MAP (mata air panas). Untuk memudahkan dalam pemodelan maka nilai ABL di topografi tersebut diproyeksikan kebidang datar (RBD) pada kedalaman 2750 m, hasil dari RBD pada kedalaman 2750 m diperlihatkan pada Gambar

5 M. Irham Nurwidyanto, dkk / Pemetaan Sesar Opak Dengan Metode Gravity Gambar. 5, Gambar peta contur ABL dalam mgal hasil proyeksi ke bidang datar pada kedalaman 2750 m, skala warna juga dalam satuan mgal. Dari kurva hasil RBD pada kedalaman 2750 m tersebut dapat kita lihat secara umum tidak terlalu berbeda dengan peta ABL di topografi. Perbedaan ini pada RBD kontur lebih menutup dan lebih smooth serta nilai yang lebih kecil. Nilai ABL hasil RBD masih mengandung komponen local dan komponen regional. Komponen local berhubungan dengan sebab local dan dangkal, sedangkan anomaly regional berhubungan dengan sebab yang dalam dan relative lebih kontinyu. Untuk keperluan interpretasi maka komponen local dan regional dipisahkan dengan teknik kontinuasi ke atas. Pada penelitian ini data ABL pada RBD kemudian diangkat pada ketinggian 4000, anomaly local hasil kontinuasi diperlihatkan pada Gambar 6 berikut : t28 t26 t27 t25 t29 t24 t30 N30 t23 N32 t10 N33 t11 t13 t12 t14 t9 t8 t7 N8 T6 T5 N24 n4(5) n5(4) n3 N22 n21 n20 n19 t15 t22 t21 t20 t47 t17 t18 t36 p1 t45 t1 p2 t46 t19 t16 t44 n16 t39 n15 t40 T2 T4 T3 t43 t t42 n14 n11 n1 n2 jong4 t51 n18 n n17 n9 jong3 t52 jong2 n10 jong1 t Gambar. 6 Peta contur ABL anomaly lokal daerah penelitian dalam mgal, hasil pengangkatan pada ketinggian 4000 m dari RBD. (Skala warna juga dalam stuan mgal). Dari peta anomaly local tersebut dibuat satu sayatan AB seperti pada Gambar 6 di atas, untuk kemudian dibuat pemodelan dengan software GRAV2DC for windows yang hasilnya ditunjukkan pada Gambar 7.

6 82 M. Irham Nurwidyanto, dkk / Pemetaan Sesar Opak Dengan Metode Gravity Gambar 7. Pemodelan bawah permukaan pada sayatan dengan Grav2DC for windows. Dari hasil pemodelan dengan software GRAV2DC seperti pada Gambar 7 tersebut, dapat dibuat sayatan model bawah permukaan seperti pada Gambar 8. Gambar. 8 Gambar interpretasi bawah permukaan daerah penelitian. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa di daerah penelitian dijumpai dua buah sesar, yakni berada disebelah barat sungai Opak yang biasa disebut dengan sesar Opak, dan disebelah bagian timur sungai Opak sesar lain yang oleh peneliti terdahulu disebut sesar Parangkusumo. Hal ini sesuai dengan peta geologi lembar Yogyakarta dari Raharjo dalam Subowo, Posisi sesar Opak berada pada koordinat ,6 UTM BT dan ,1 UTM LS. Dan sesar lainnya disebelah timur sesar Parangkusumo berada pada koordinat ,6 UTM BT dan ,9 UTM LS. Formasi batuan yang ada di bagian barat daerah penelitian dari muda ke tua adalah endapan alluvial merapi dengan massa jenis 1,7 g/cc dengan penyusun utama adalah pasir lepas dengan ketebalan bervariasi antara 20 m 200 m, dibawahnya formasis dengan massa jenis 2,6 g/cc dengan penyusun utama batu pasir, breksi batu apung dengan ketebalan bervariasi antara 270 m 620 m, dibawahnya diendapkan formasi Kebo Butak dengan massa jenis batuannya 2,7 g/cc dengan penyusun utamanya adalah batu pasir, batupasir berkerikil, tuf dan serpih dengan ketebalan 620 m 1200 m dan idbawahnya diendapkan formasi Gamping Wungkal dengan massa jenis batuannya 2,8 g/cc dengan penyussn utamanya adalah batu gamping, batupasir kwarsa, napal, dan napal pasiran denganketebalan bervariasi antara 620 m 1100 m. Sedangkan formasi batuan disebelah timur daerah penelitian dari yang berumur muda ketua adalah formasi Wonosari dengan densitas batuannya 2,35 g/cc dengan penyusun utamanya adalah batu gamping, terumbu dengan ketebalan bervarasi antara 20 m m, di bawah formasi Wonosari diendapkan formasi Nglanggran dengan densitas batuan 2,4 g/cc dengan penyusun utama adalah batu breksi vulkanik dengan ketebalan bervariasi antara 80 m 580 m, dibawah formasi Nglnggran diendapkan formasi Semilir, di bawah formasi Semilir diendapkan formasi Kebo Butak dan di bawah formasi Kebo Butak diendapkan formasi Wungkal.

7 M. Irham Nurwidyanto, dkk / Pemetaan Sesar Opak Dengan Metode Gravity 83 V. KESIMPULAN Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Adanya Sesar Opak didaerah penelitian dapat dideteksi dengan metode gravity. 2. Lokasi Sesar Opak yang diperkirakan dari metode gravity secara umum berada di sebelah barat Sesar Opak yang ditunjukkan dalam peta geologi lembar Yogyakarta yang dikeluarkan oleh P3G Bandung. 3. Kondisi saat ini Sesar Opak merupakan sesar turun atau sesar normal. 4. Diperkirakan terdapat sesar lain selain Sesar Opak yang berada disebelah timur daerah penelitian disebut Sesar Parang Kusumo berjarak 3,5 km. VI. SARAN-SARAN Setelah melakukan penelitian ini maka untuk mendapatkan hasil yang optimum disarankan hal-hal sebagai berikut : 1. Untuk mengungkap kondisi bawah permukaan di derah penelitian dengan akurat maka perlu diperluas daerah pengukuran atau daerah pengambilan data pada metode gravity (memotong sungai Opak dari pantai Depok sampai Prambanan) sehingga sesar-sesar lain yang mungkin ada dapat terpetakan dengan baik maupun pola kemenerusan sesar Opak tersebut. 2. Perlu dilakukan komparasi dengan dengan metode lain missal metode magnetic, CSAMT atau metode lain. VII. UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada LPPM UNDIP yang telah memberikan dana melalui program Hibah Penelitian Strategis Sesuai Skala Prioritas Nasional tahun anggaran 2009 dengan nomor kontrak : 304/SP2H/PP/DP2M/VI/2009. VIII. REFERENSI Abidin Z.H, Andreas H, Meliano, I, Gamal M, Kusuma MA, Kimata F, Ando, M, 2007, Deformasi seismik Gempa Yogyakarta Dari Survei GPS, Jurnal Geofisika Indonesia, Edisis 2007, no 1. Blakely, R.J., 1995, Potential Theory in Gravity and Magnetic Applications, Cambridge Univ Press, New York. Natawidjaya, D.H., 2007, Tectonic setting Indonesia dan Pemodelan Sumber Gempa Bumi dan Tsunami (Pelatihan Pemodelan Run-up, Ristek), Geoteknologi LIPI. Nettleton, L.L., 1976, Gravity and Magnetic in Oil Prospecting, McGraw-Hill, New York. Subawa, E, Tohari A, Sarah, D. 2007, Studi Potensi Likuifaksi Di Daerah Zona Patahan Opak Patalan-Bantul, Yogyakarta, Prosiding Seminar Geoteknologi Kontribusi Ilmu Kebumian Dalam Pembangunan Berkelanjutan, Bandung. ISBN : Rahardjo, W. dan Sukandar Rumidi, Rosidi H, 1995, Peta Geologi lember Yogyakarta, P3G Bandung. Sudarno, I, 1997, Petunjuk Adanya Reaktivasi Sesar Di Sekitar Aliran Sungai Opak, Perbukitan Jiwo Dan Sisi Utara Kaki Pegunungan Selatan, Media Teknik No. 1 Tahun XIX Edisi Pebruari Toha B, Purtyasti, R.D., Sriyono, Soetoto, Rahardjo, W. dan Subagyo, P, 1996, Geologi Daerah Pegunungan Selatan Suatu Kontribusi, Prosiding Geologi dan Geoteknik Pulau Jawa, ISBN : Walter, TR, Wang R, Leuher, BG, Wassermann J, Behr, Y, Parolai S, Anggaini A, Gunther E, Sobieseak, M, Grosser H, Wetzel HU, Milkereit, C PJ, Sri Broto Puspito, K, Harjadi P, and Zcshau, J., 2008, The 26 May magnitude 6,4 Yogyakarta Earthquake south of merapi Vulvano : did lahar deposit amplify ground shaking and thus lead to the disaster?, G3, Volume 9, Number 5, 15 May, ISSN : Published by AGU and the Geochemical Sosiety. Van Bemelen, R.W., 1949, The Geology Of Indonesia Vol. IA. Martinus Nijhoff, The Hague, Nederland.

STUDY PENDAHULUAN SESAR OPAK DENGAN METODE GRAVITY (STUDY KASUS DAERAH SEKITAR KECAMATAN PLERET BANTUL)

STUDY PENDAHULUAN SESAR OPAK DENGAN METODE GRAVITY (STUDY KASUS DAERAH SEKITAR KECAMATAN PLERET BANTUL) Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol. 14, No. 1, Januari 2011, hal 11-16 STUDY PENDAHULUAN SESAR OPAK DENGAN METODE GRAVITY (STUDY KASUS DAERAH SEKITAR KECAMATAN PLERET BANTUL) M. Irham Nurwidyanto 1, Kirbani

Lebih terperinci

Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta. Dian Novita Sari, M.Sc. Abstrak

Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta. Dian Novita Sari, M.Sc. Abstrak Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta Dian Novita Sari, M.Sc Abstrak Telah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode gravity di daerah Dlingo, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

ANALISIS SEISMISITAS DAN ENERGI GEMPABUMI DI KAWASAN JALUR SESAR OPAK-OYO YOGYAKARTA

ANALISIS SEISMISITAS DAN ENERGI GEMPABUMI DI KAWASAN JALUR SESAR OPAK-OYO YOGYAKARTA J. Sains Dasar 2017 6 (2) 109-115 ANALISIS SEISMISITAS DAN ENERGI GEMPABUMI DI KAWASAN JALUR SESAR OPAK-OYO YOGYAKARTA THE ANALYSIS OF SEISMICITY AND EARTHQUAKE ENERGY IN OPAK-OYA FAULT AREA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

Identifikasi Jalur Sesar Opak Berdasarkan Analisis Data Anomali Medan Magnet dan Geologi Regional Yogyakarta

Identifikasi Jalur Sesar Opak Berdasarkan Analisis Data Anomali Medan Magnet dan Geologi Regional Yogyakarta ISSN:2089 0133 Indonesian Journal of Applied Physics (2014) Vol.4 No.2 halaman 192 Oktober 2014 Identifikasi Jalur Sesar Opak Berdasarkan Analisis Data Anomali Medan Magnet dan Geologi Regional Yogyakarta

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian Utara, dan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Daerah penelitian berada di Pulau Jawa bagian barat yang secara fisiografi menurut hasil penelitian van Bemmelen (1949), dibagi menjadi enam zona fisiografi

Lebih terperinci

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB 2 Tatanan Geologi Regional BAB 2 Tatanan Geologi Regional 2.1 Geologi Umum Jawa Barat 2.1.1 Fisiografi ZONA PUNGGUNGAN DEPRESI TENGAH Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949). Daerah Jawa Barat secara fisiografis

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ZONA SESAR OPAK DI DAERAH BANTUL YOGYAKARTA MENGGUNAKAN METODE SEISMIK REFRAKSI

IDENTIFIKASI ZONA SESAR OPAK DI DAERAH BANTUL YOGYAKARTA MENGGUNAKAN METODE SEISMIK REFRAKSI IDENTIFIKASI ZONA SESAR OPAK DI DAERAH BANTUL YOGYAKARTA MENGGUNAKAN METODE SEISMIK REFRAKSI Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang Email: lutfinur.ismi@ymail.com

Lebih terperinci

2 1 2 D. Berdasarkan penelitian di daerah

2 1 2 D. Berdasarkan penelitian di daerah IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BENDUNGAN SUTAMI DAN SEKITARNYA BERDASARKAN ANOMALI GAYABERAT Elwin Purwanto 1), Sunaryo 1), Wasis 1) 1) Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir mahasiswa merupakan suatu tahap akhir yang wajib ditempuh untuk mendapatkan gelar kesarjanaan strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), kepadatan penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta terutama di Kabupaten Sleman mencapai 1.939 jiwa/km 2. Di

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Propinsi Jawa Tengah secara geografis terletak diantara 108 30-111 30 BT dan 5 40-8 30 LS dengan batas batas sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian Evolusi Struktur Geologi Daerah Sentolo dan Sekitarnya, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. I.2. Latar Belakang Proses geologi yang berupa

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Paparan Sunda 2. Zona Dataran Rendah dan Berbukit 3. Zona Pegunungan

Lebih terperinci

INTERPRETASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE MAGNETIK (DAERAH SEKITAR SUNGAI OYO YOGYAKARTA)

INTERPRETASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE MAGNETIK (DAERAH SEKITAR SUNGAI OYO YOGYAKARTA) Youngster Physics Journal ISSN : 2302-7371 Vol. 5, No. 4, Oktober 2016, Hal. 245-250 INTERPRETASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE MAGNETIK (DAERAH SEKITAR SUNGAI OYO YOGYAKARTA) Dewi Saroh

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah oleh van Bemmelen, (1949) dibagi menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: Dataran Aluvial Jawa Utara, Gunungapi Kuarter,

Lebih terperinci

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Tengah menjadi beberapa zona fisiografi (Gambar 2.1), yaitu: 1. Dataran Aluvial Jawa bagian utara. 2. Antiklinorium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Daerah Penelitian Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara geografis, daerah penelitian terletak dalam selang koordinat: 6.26-6.81

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Pegunungan Selatan merupakan daerah dengan kondisi geologi yang menarik. Walaupun sudah banyak penelitan yang dilakukan di Pegunungan Selatan, namun kondisi

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, menurut van Bemmelen (1949) Jawa Timur dapat dibagi menjadi 7 satuan fisiografi (Gambar 2), satuan tersebut dari selatan ke utara adalah: Pegunungan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Kabupaten Brebes terletak di Jawa Tengah bagian baratlaut. Fisiografi Jawa Tengah berdasarkan Bemmelen (1949) terbagi atas 6 zona (Gambar 2.1), yaitu: 1.

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL II.1 FISIOGRAFI DAN MORFOLOGI Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah dibagi menjadi lima zona yang berarah timur-barat (van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), Jawa Timur dibagi menjadi enam zona fisiografi dengan urutan dari utara ke selatan sebagai berikut (Gambar 2.1) : Dataran Aluvial Jawa

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JALUR SESAR MINOR GRINDULU BERDASARKAN DATA ANOMALI MEDAN MAGNET

IDENTIFIKASI JALUR SESAR MINOR GRINDULU BERDASARKAN DATA ANOMALI MEDAN MAGNET Identifikasi Jalur Sesar Minor Grindulu (Aryo Seno Nurrohman) 116 IDENTIFIKASI JALUR SESAR MINOR GRINDULU BERDASARKAN DATA ANOMALI MEDAN MAGNET IDENTIFICATION OF GRINDULU MINOR FAULT LINES BASED ON MAGNETIC

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disebutkan oleh Surono, dkk (1992), penyusun Formasi Wonosari-Punung berupa

BAB I PENDAHULUAN. Disebutkan oleh Surono, dkk (1992), penyusun Formasi Wonosari-Punung berupa BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Formasi Wonosari-Punung secara umum tersusun oleh batugamping. Disebutkan oleh Surono, dkk (1992), penyusun Formasi Wonosari-Punung berupa batugamping, batugamping

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Geomorfologi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timur-barat ( van Bemmelen, 1949 ). Zona tersebut dari arah utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi sumber daya alam umumnya memerlukan biaya sangat mahal. Oleh karena itu biasanya sebelum melakuka kegiatan eksplorasi dilakukan survey awal, survey

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timurbarat (Van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara ke selatan meliputi: 1. Zona

Lebih terperinci

PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP MUNCULNYA REMBESAN MINYAK DAN GAS DI DAERAH BOTO, KECAMATAN BANCAK, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH

PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP MUNCULNYA REMBESAN MINYAK DAN GAS DI DAERAH BOTO, KECAMATAN BANCAK, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP MUNCULNYA REMBESAN MINYAK DAN GAS DI DAERAH BOTO, KECAMATAN BANCAK, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH P.A. Pameco *, D.H. Amijaya Jurusan Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R. Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R. Suganda #2 # Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran Jalan Bandung-Sumedang

Lebih terperinci

Analisis Seismisitas dan Energi Gempabumi di Kawasan Jalur Sesar Opak-Oyo Yogyakarta

Analisis Seismisitas dan Energi Gempabumi di Kawasan Jalur Sesar Opak-Oyo Yogyakarta ISSN: 2089 0133 Indonesian Journal of Applied Physics (2017) Vol. 7 No. 2 halaman 82 Oktober 2017 Analisis Seismisitas dan Energi Gempabumi di Kawasan Jalur Sesar Opak-Oyo Yogyakarta Nugroho Budi Wibowo

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL A. Fisiografi yaitu: Jawa Bagian Barat terbagi menjadi 4 zona fisiografi menurut van Bemmelen (1949), 1. Zona Dataran Aluvial Utara Jawa 2. Zona Antiklinorium Bogor atau Zona Bogor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kaolin merupakan massa batuan yang tersusun dari mineral lempung dengan kandungan besi yang rendah, memiliki komposisi hidrous aluminium silikat (Al2O3.2SiO2.2H2O)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1. DAFTAR ISI COVER i HALAMAN PENGESAHAN ii HALAMAN PERNYATAAN iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI vi DAFTAR GAMBAR x DAFTAR TABEL xvi SARI xvii BAB I PENDAHULUAN 1 I.1. Latar Belakang 1 I.2. Rumusan Masalah

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografi, Pulau Jawa berada dalam busur kepulauan yang berkaitan dengan kegiatan subduksi Lempeng Indo-Australia dibawah Lempeng Eurasia dan terjadinya jalur

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Pertambangan, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta 2

Jurusan Teknik Pertambangan, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta   2 Estimasi Kekuatan Batugamping Dengan Menggunakan Schmidt Hammer Tipe L Pada Daerah Prospek Tambang Kuari Batugamping Di Gunung Sudo Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta R. Andy Erwin

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Kabupaten Brebes terletak di Jawa Tengah bagian barat. Fisiografi Jawa Tengah berdasarkan Van Bemmelen (1949) terbagi atas 6 zona (Gambar 2.1), yaitu: 1.

Lebih terperinci

Yesika Wahyu Indrianti 1, Adi Susilo 1, Hikhmadhan Gultaf 2.

Yesika Wahyu Indrianti 1, Adi Susilo 1, Hikhmadhan Gultaf 2. PEMODELAN KONFIGURASI BATUAN DASAR DAN STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA ANOMALI GRAVITASI DI DAERAH PACITAN ARJOSARI TEGALOMBO, JAWA TIMUR Yesika Wahyu Indrianti 1, Adi Susilo 1, Hikhmadhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Judul Penelitian. I.2. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Judul Penelitian. I.2. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian Penelitian yang dilakukan mengambil topik tentang gempabumi dengan judul : Studi Mikrotremor untuk Zonasi Bahaya Gempabumi Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah.

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN STUDI BATIMETRI FORMASI KEBOBUTAK DAERAH GEDANGSARI DAN SEKITARNYA KECAMATAN GEDANGSARI KABUPATEN GUNUNG KIDUL PROPINSI DIY

GEOLOGI DAN STUDI BATIMETRI FORMASI KEBOBUTAK DAERAH GEDANGSARI DAN SEKITARNYA KECAMATAN GEDANGSARI KABUPATEN GUNUNG KIDUL PROPINSI DIY GEOLOGI DAN STUDI BATIMETRI FORMASI KEBOBUTAK DAERAH GEDANGSARI DAN SEKITARNYA KECAMATAN GEDANGSARI KABUPATEN GUNUNG KIDUL PROPINSI DIY SKRIPSI Disusun Oleh : Farauk A. Fautngil 111.030.151 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 GEOGRAFIS Jawa bagian barat secara geografis terletak diantara 105 0 00-108 0 65 BT dan 5 0 50 8 0 00 LS dengan batas-batas wilayahnya sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi 4 bagian besar zona fisiografi (Gambar II.1) yaitu: Zona Bogor, Zona Bandung, Dataran Pantai Jakarta dan

Lebih terperinci

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL BAB II STRATIGRAFI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI JAWA TIMUR BAGIAN UTARA Cekungan Jawa Timur bagian utara secara fisiografi terletak di antara pantai Laut Jawa dan sederetan gunung api yang berarah barat-timur

Lebih terperinci

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA INTERPRETASI PERGERAKAN SESAR OPAK PASCA GEMPA YOGYAKARTA 2006 MELALUI PENDEKATAN STUDI GEOMORFOLOGI TEKTONIK PADA DAERAH WONOLELO DAN SEKITARNYA, KECAMATAN PLERET, KABUPATEN BANTUL, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), secara fisiografis daerah Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara, Zona Antiklinorium Bogor,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum wilayah utara Jawa Barat merupakan daerah dataran rendah, sedangkan kawasan selatan merupakan bukit-bukit dengan sedikit pantai serta dataran tinggi.

Lebih terperinci

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS V. INTERPRETASI DAN ANALISIS 5.1.Penentuan Jenis Sesar Dengan Metode Gradien Interpretasi struktur geologi bawah permukaan berdasarkan anomali gayaberat akan memberikan hasil yang beragam. Oleh karena

Lebih terperinci

PETROLOGI DAN SIFAT KETEKNIKAN BREKSI DAN BATUPASIR DI GEDANGSARI, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PETROLOGI DAN SIFAT KETEKNIKAN BREKSI DAN BATUPASIR DI GEDANGSARI, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PETROLOGI DAN SIFAT KETEKNIKAN BREKSI DAN BATUPASIR DI GEDANGSARI, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Muhammad Dandy *, Wawan Budianta, Nugroho Imam Setiawan Teknik Geologi UGM Jl. Grafika No.2 Kampus

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Jajaran Barisan 2. Zona Semangko 3. Pegunugan Tigapuluh 4. Kepulauan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Daerah Jawa Barat memiliki beberapa zona fisiografi akibat pengaruh dari aktifitas geologi. Tiap-tiap zona tersebut dapat dibedakan berdasarkan morfologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah 15 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Daerah Bangunjiwo yang merupakan lokasi ini, merupakan salah satu desa di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar (Eurasia, Hindia Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki tatanan tektonik

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Jawa barat dibagi atas beberapa zona fisiografi yang dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan aspek geologi dan struktur geologinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat merugikan manusia. Kebencanaan geologi mengakibatkan kerusakan infrastruktur maupun korban manusia,

Lebih terperinci

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

BAB 2 TATANAN GEOLOGI BAB 2 TATANAN GEOLOGI Secara administratif daerah penelitian termasuk ke dalam empat wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Sinjai Timur, Sinjai Selatan, Sinjai Tengah, dan Sinjai Utara, dan temasuk dalam

Lebih terperinci

Gambar 4.1. Peta penyebaran pengukuran gaya berat daerah panas bumi tambu

Gambar 4.1. Peta penyebaran pengukuran gaya berat daerah panas bumi tambu BAB IV INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN GRAVITASI Salah satu metode geofisika yang digunakan dalam menentukan potensi suatu daerah panas bumi adalah metode gravitasi. Dengan metode gravitasi diharapkan dapat

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Morfologi Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah dibagi menjadi 4 zona yang berarah timur-barat (van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara ke

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Berdasarkan kesamaan morfologi dan tektonik, Van Bemmelen (1949) membagi daerah Jawa Timur dan Madura menjadi tujuh zona, antara lain: 1. Gunungapi Kuarter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelah utara dan Lempeng India-Australia di bagian selatan. Daerah ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. sebelah utara dan Lempeng India-Australia di bagian selatan. Daerah ini sangat 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pegunungan Selatan merupakan suatu daerah di bagian selatan Pulau Jawa yang berbatasan langsung dengan zona subduksi antara Lempeng Eurasia di sebelah utara dan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Pada dasarnya Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 2.1) berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya, yaitu: a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pegunungan Selatan memiliki sejarah geologi yang kompleks dan unik sehingga selalu menarik untuk diteliti. Fenomena geologi pada masa lampau dapat direkonstruksi dari

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geomorfologi Secara fisiografis, Jawa Tengah dibagi menjadi enam satuan, yaitu: Satuan Gunungapi Kuarter, Dataran Aluvial Jawa Utara, Antiklinorium Bogor - Serayu Utara

Lebih terperinci

2014 INTERPRETASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DAERAH LEUWIDAMAR BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRAL DATA GAYABERAT

2014 INTERPRETASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DAERAH LEUWIDAMAR BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRAL DATA GAYABERAT BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Satuan tektonik di Jawa Barat adalah jalur subduksi Pra-Eosen. Hal ini terlihat dari batuan tertua yang tersingkap di Ciletuh. Batuan tersebut berupa olisostrom yang

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Indonesia merupakan tempat pertemuan antara tiga lempeng, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik Barat yang relatif bergerak ke arah baratlaut, dan Lempeng Hindia

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Struktur Regional Terdapat 4 pola struktur yang dominan terdapat di Pulau Jawa (Martodjojo, 1984) (gambar 2.1), yaitu : Pola Meratus, yang berarah Timurlaut-Baratdaya. Pola Meratus

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum Jawa Barat dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu wilayah utara, tengah, dan selatan. Wilayah selatan merupakan dataran tinggi dan pantai, wilayah tengah merupakan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER Tahapan pengolahan data gaya berat pada daerah Luwuk, Sulawesi Tengah dapat ditunjukkan dalam diagram alir (Gambar 4.1). Tahapan pertama yang dilakukan adalah

Lebih terperinci

PERAN PERBUKITAN BOKO DALAM PEMBANGUNAN CANDI-CANDI DI DATARAN PRAMBANAN DAN SEKITARNYA, SUATU TINJAUAN GEOLOGIS. Oleh :

PERAN PERBUKITAN BOKO DALAM PEMBANGUNAN CANDI-CANDI DI DATARAN PRAMBANAN DAN SEKITARNYA, SUATU TINJAUAN GEOLOGIS. Oleh : PERAN PERBUKITAN BOKO DALAM PEMBANGUNAN CANDI-CANDI DI DATARAN PRAMBANAN DAN SEKITARNYA, SUATU TINJAUAN GEOLOGIS Oleh : Sugeng Widada Salatun Said Hendaryono 1 POKOK BAHASAN : PENDAHULUAN GEOLOGI PERBUKITAN

Lebih terperinci

Berdasarkan persamaan (2-27) tersebut, pada kajian laporan akhir ini. dilakukan kontinuasi ke atas dengan beberapa ketinggian (level surface) terhadap

Berdasarkan persamaan (2-27) tersebut, pada kajian laporan akhir ini. dilakukan kontinuasi ke atas dengan beberapa ketinggian (level surface) terhadap Berdasarkan persamaan (2-27) tersebut, pada kajian laporan akhir ini dilakukan kontinuasi ke atas dengan beberapa ketinggian (level surface) terhadap data Anomali Bouguer Lengkap yang telah digrid, untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lempeng besar (Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki

BAB I PENDAHULUAN. lempeng besar (Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar (Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki tatanan tektonik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian deskriptif analitis. Penelitian gaya berat yang dilakukan ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran struktur bidang

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Indonesia merupakan tempat pertemuan antara tiga lempeng besar, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik yang relatif bergerak ke arah Barat Laut, dan Lempeng Hindia

Lebih terperinci

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949) BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat menurut van Bemmelen (1949) terbagi menjadi enam zona (Gambar 2.1), yaitu : 1. Zona Gunungapi Kuarter 2. Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

TESIS PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH YAPEN DAN MAMBERAMO, PAPUA BERDASARKAN ANOMALI GRAVITASI

TESIS PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH YAPEN DAN MAMBERAMO, PAPUA BERDASARKAN ANOMALI GRAVITASI 59 TESIS PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH YAPEN DAN MAMBERAMO, PAPUA BERDASARKAN ANOMALI GRAVITASI NOPER TULAK 09/293146/PPA/03150 PROGRAM STUDI S2 ILMU FISIKA JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

PENYEBARAN AKUIFER DI FORMASI NANGGULAN PADA SISI TIMUR DOME KULON PROGO BERDASARKAN DATA SOUNDING RESISTIVITY

PENYEBARAN AKUIFER DI FORMASI NANGGULAN PADA SISI TIMUR DOME KULON PROGO BERDASARKAN DATA SOUNDING RESISTIVITY PENYEBARAN AKUIFER DI FORMASI NANGGULAN PADA SISI TIMUR DOME KULON PROGO BERDASARKAN DATA SOUNDING RESISTIVITY Winarti 1, Hill Gendoet Hartono 1 1 Jurusan Teknik Geologi Sekolah Tinggi Teknologi Nasional

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI JAWA BARAT Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 1 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Subang, Jawa Barat, untuk peta lokasi daerah penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Peta Lokasi

Lebih terperinci

Unnes Physics Journal

Unnes Physics Journal UPJ 3 (1) (2014) Unnes Physics Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upj STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN SEKARAN DAN SEKITARNYA BERDASARKAN DATA GAYA BERAT S. Imam, Supriyadi Prodi Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terletak pada bagian utara gawir Pegunungan Selatan (lihat Gambar 1.1).

BAB I PENDAHULUAN. yang terletak pada bagian utara gawir Pegunungan Selatan (lihat Gambar 1.1). BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kompleks Struktur Geologi Trembono terdapat pada Perbukitan Nampurejo yang terletak pada bagian utara gawir Pegunungan Selatan (lihat Gambar 1.1). Sumosusastro (1956)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Daerah Rembang secara fisiografi termasuk ke dalam Zona Rembang (van Bemmelen, 1949) yang terdiri dari endapan Neogen silisiklastik dan karbonat. Stratigrafi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gayaberat merupakan salah satu metode dalam geofisika. Nilai Gayaberat di

BAB I PENDAHULUAN. Gayaberat merupakan salah satu metode dalam geofisika. Nilai Gayaberat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gayaberat merupakan salah satu metode dalam geofisika. Nilai Gayaberat di setiap tempat di permukaan bumi berbeda-beda, disebabkan oleh beberapa faktor seperti

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL 3.1 Fisiografi Jawa Barat Van Bemmelen (1949) membagi zona fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 3.1). Pembagian zona yang didasarkan pada aspek-aspek fisiografi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SESAR KALI PETIR DAN SEKITARNYA KECAMATAN PRAMBANAN, KABUPATEN SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KARAKTERISTIK SESAR KALI PETIR DAN SEKITARNYA KECAMATAN PRAMBANAN, KABUPATEN SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KARAKTERISTIK SESAR KALI PETIR DAN SEKITARNYA KECAMATAN PRAMBANAN, KABUPATEN SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Kamil Ismail *, Subagyo Pramumijoyo Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Van Bemmelen (1949) secara fisiografi membagi Jawa Barat menjadi 6 zona berarah barat-timur (Gambar 2.1) yaitu: Gambar 2.1. Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen,

Lebih terperinci

Pemodelan Struktur Bawah Permukaan 3D Purwokerto dan Sekitarnya Berdasarkan Data Anomali Gravitasi Bouguer Lengkap

Pemodelan Struktur Bawah Permukaan 3D Purwokerto dan Sekitarnya Berdasarkan Data Anomali Gravitasi Bouguer Lengkap Jurnal Fisika Indonesia Wulandari dan Setiawan Vol. 19 (2015) No. 57 p.6-12 ARTIKEL RISET Pemodelan Struktur Bawah Permukaan 3D Purwokerto dan Sekitarnya Berdasarkan Data Anomali Gravitasi Bouguer Lengkap

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO Oleh : Akhmad Hariyono POLHUT Penyelia Balai Taman Nasional Alas Purwo Kawasan Taman Nasional Alas Purwo sebagian besar bertopogarafi kars dari Semenanjung

Lebih terperinci

lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian mineral logam. Secara umum daerah Pegunungan Selatan ini

lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian mineral logam. Secara umum daerah Pegunungan Selatan ini BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Pegunungan Selatan Jawa Timur dan Jawa Barat merupakan bagian dari lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian

Lebih terperinci

MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN MIPA FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN MIPA FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH 1. Tutik Annisa (H1E007005) 2. Desi Ari (H1E00700 ) 3. Fatwa Aji Kurniawan (H1E007015) 4. Eri Widianto (H1E007024) 5. Puzi Anigrahawati

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),

Lebih terperinci