BAB I PENDAHULUAN. dunia untuk melakukan hubungan internasional.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. dunia untuk melakukan hubungan internasional."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan Perkembangan hubungan antara satu negara dengan negara yang lain dewasa ini sudah semakin pesat. Hubungan tersebut disebut dengan hubungan internasional. Dengan meningkatnya sarana transportasi, teknologi, dan pendidikan memudahkan setiap negara-negara di dunia untuk melakukan hubungan internasional. Setiap negara-negara di dunia memiliki perbedaan, baik itu perbedaan filsafat, sejarah, struktur pemerintahan, kekuatan ekonomi, pendidikan, kebudayaan, dan perbedaan sumber daya alam yang dihasilkan tiap negara. Perbedaan inilah yang membuat setiap negara-negara di dunia itu satu sama lain melakukan hubungan internasional, hal ini dikarenakan adanya ketergantungan satu dengan yang lain. Hubungan Internasional ini pun dilakukan tidak lain demi meningkatkan kesejahteraan dan demi kepentingan negara itu sendiri. Ketergantungan dan kebutuhan terhadap satu negara dengan negara yang lain, maka terjadilah hubungan internasional tersebut. Hubungan Internasional yang dilakukan oleh negara dapat dilakukan dengan berbagai cara baik itu dengan perjanjian internasional, membentuk suatu organisasi internasional maupun mengirimkan perwakilannya ke negara lain yang sering disebut perwakilan diplomatik. Meskipun cara yang dilakukan tiap

2 negara untuk melakukan hubungan internasional tersebut dengan banyak cara namun tujuan dari hubungan internasional itu tetaplah untuk mencapai kesejahteraan negara itu masing-masing. Adapun skripsi yang ingin saya bahas disini mengenai hubungan internasional yang dilakukan dengan mengirimkan perwakilan diplomatik ke suatu negara. Hubungan Internasional semakin terwujud dengan mengirimkan perwakilannya ke suatu negara. Negara dalam mengirimkan perwakilan diplomatiknya ke suatu negara menginginkan supaya perwakilan diplomatiknya mendapatkan perlakuan yang baik oleh negara penerima. Untuk itu negara pengirim juga harus memberikan perlakuan yang baik kepada perwakilan-perwakilan diplomatik yang dikirim ke negaranya. Disamping penghormatan yang dilakukan antara kedua negara diperlukan juga ketentuan yang dapat melindungi perwakilan diplomat dalam melaksanakan tugasnya di negara penerima, maka dibuat ketentuan hak-hak kekebalan kepada para diplomatik. Sudah terdapat beberapa ketentuan yang mengatur tentang hubungan diplomatik diantaranya: 1. The Final Act of the Congress of Vienna on Diplomatik Rank 2. Vienna Convention on Diplomatik Relation and Optional Protocol Vienna Convention on Consular Relations and Optional Protocol Convention on Special Missions and Optional Protocol 1969

3 5. Convention on the Prevention and Punishment of Crimes against Internationally Protected Persons, including Diplomatik Agents Vienna Convention on the Representation of State in Their Relations with International Organization of a Universal Character (1975) Namun dari ketentuan-ketentuan diatas, yang mengatur tentang kekebalan dan keistimewaan diplomatik terdapat dalam Konvensi Wina Dengan dikeluarkannya konvensi-konvensi yang mengatur hubungan diplomatik ini, terutama mengenai hak kekebalan diplomatik, negara-negara di dunia dapat menjadikan ketentuan dasar aturan main dalam melakukan hubungan diplomatik. Namun yang masih menjadi persoalan ialah apakah dengan telah ditetapkannya berbagai konvensi tersebut, telah dapat dijamin keselamatan para diplomat? Apakah pada ketentuan-ketentuan di dalam konvensi tersebut dapat dijamin kekebalan-kekebalan dan keistimewaan yang dinikmati oleh para diplomat dalam rangka menunaikan tugas diplomatik mereka. Meskipun telah diciptakannya beberapa konvensi yang mengatur kekebalan Diplomatik, namun dewasa ini masih banyak terdapat kasus yang melakukan pelanggaran kekebalan diplomatik dan yang mengancam keselamatan para diplomatik di dalam menjalankan tugas dan misi diplomatiknya. Kasus krisis penyanderaan 52 Diplomat AS di Teheran. Peristiwa ini terjadi sebagai reaksi diijinkannya Syah Iran masuk ke Amerika Serikat untuk mendapatkan perawatan medis. Syah Iran

4 merupakan diktator bengis di Iran, melihat tindakan Amerika pihak Iran meminta untuk mengembalikan Syah Iran untuk diadili di Iran. Namun Amerika tidak melakukan tindakan apapun yang menyebabkan para mahasiswa Iran melakukan aksi menduduki Kedutaan Amerika dan menyandera 52 Diplomat Amerika. Tindakan mahasiswa itu pun mendapat dukungan dari pemerintah Iran. Mahasiswa Iran tersebut juga menuding Amerika melakukan tindakan memata-matai dan melakukan kejahatan. Namun dikarenakan penyanderaan yang dilakukan oleh diplomat yang mendapatkan kekebalan diplomatik maka permasalahan yang dibawa ke Mahkamah Internasional ini diputuskan agar penyaderaan yang mulai beraksi 4 November 1979 itu, dibebaskan seluruh para sandera dalam keadaan hidup. Namun permintaan Iran untuk memulangkan Syah Iran tidak terlaksana. Kasus-kasus diatas masih sering terjadi di negara-negara lain, salah satu yaitu kasus Penahanan Diplomatik Italia di India, dimana kasus ini dipicu dengan tidak dipulangkannya marinir Italia ke India untuk diadili atas kasus penembakan kedua nelayan India. Hal ini mempengaruhi rasa saling percaya antara kedua negara ini. Yang memicu penahanan Diplomat Italia yang melakukan perjanjian terhadap India untuk memulangkan marinir tersebut kembali ke India, India pun melakukan tindakan penahanan terhadap Diplomat Italia itu untuk tidak meninggalkan wilayah India tanpa persetujuan India dan melakukan pemutusan hubungan diplomatik sementara dengan menarik diplomatnya dari negara Italia. Sesuai dengan

5 ketentuan yang terdapat dalam Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik maka tentunya hal ini bertentangan dengan hak kekebalan diplomatik. B. Rumusan Masalah Perwakilan diplomatik merupakan peranan yang sangat penting di dalam suatu bentuk terjadinya kerja sama antara kedua negara dalam melakukan misi diplomatik. Perwakilan diplomatik yang dikirim dalam menjalankan tugasnya memiliki hak-hak selama menjalankan tugasnya, namun perwakilan diplomatik tersebut juga harus menghormati hukum negara penerima. Adapun yang menjadi permasalahan disini adalah: 1. Bagaimana pengakuan hak-hak Diplomatik dalam Hukum Internasional? 2. Bagaimana penyelesaian pelanggaran hak kekebalan dan keistimewaan perwakilan diplomatik ditinjau dari Hukum Internasional? 3. Bagaimana kasus pelanggaran hak kekebalan dan keistimewaan yang dimiliki seorang duta besar Itali di India? C. Tujuan Penulisan Hukum Diplomatik merupakan bagian dari hukum internasional. Hukum Diplomatik memiliki peranan yang sangat penting untuk setiap negara di dalam melakukan hubungan internasional.

6 Negara yang mengirimkan perwakilan diplomatiknya ke negara lain merupakan wujud nyata kedua negara tersebut melakukan hubungan diplomatik. Adapun yang merupakan tujuan dari penulisan ini yaitu: 1. Untuk mengetahui secara teoritis dan faktual bagaimana pengakuan hak-hak Diplomatik dalam hukum Internasional 2. Untuk mengetahui lebih dalam cara penyelesaian yang dilakukan apabila terjadi pelanggaran hak-hak kekebalan diplomatik ditinjau menurut hukum internasional 3. Untuk mengetahui bagaimana penanganan kasus penahanan Duta Besar Italia di India di tinjau menurut hukum diplomatik. D. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini yang berjudul: PELANGGARAN HAK KEKEBALAN DIPLOMATIK ATAS DUTA BESAR ITALIA YANG DITAHAN DI INDIA DI TINJAU DARI HUKUM DIPLOMATIK merupakan hasil pemikiran dari penulis sendiri tanpa ada unsur penjiplakan dari hasil karya orang lain yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu dan judul skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dengan demikian keaslian dari pada penulisan dapat dipertanggungjawabkan oleh penulis, terutama secara ilmiah maupun akademik.

7 E. Tinjauan Kepustakaan 1. Sejarah Hubungan Diplomatik Pada masa Kerajaan Romawi kuno untuk keperluan tentaranya, telah membangun jalan-jalan untuk mengamankan daerah-daerah kekuasaannya. Jalan-jalan tersebut sangat penting tidak hanya untuk keperluan militer, tetapi juga diperlukan oleh kaum pedagang pada masa itu. Pemerintah kerajaan romawi kemudian mengijinkan juga para pedagang tersebut untuk melintasi jalan-jalan yang mereka buat, asal menggunakan surat yang telah disediakan untuk itu. Surat yang dikeluarkan pemerintah kerajaan romawi itu disebut diploma. 1 Dari uraian diatas dapat ditegaskan bahwa hukum diplomatik sudah ada lama sekali sejak jaman kerajaan romawi. Para pedagang yang berada dari luar wilayah Kerajaan Romawi dewasa ini disebut perwakilan diplomatik, guna melakukan perundingan perdagangan, dimana perundingan disini harus memiliki surat yang disebut diplomasi yang dewasa ini disebut dengan paspor. Meskipun pada jaman dahulu belum terdapat peraturan yang mengatur tentang Diplomatik. Sampai dengan tahun 1815 ketentuan-ketentuan yang bertalian tentang hubungan diplomatik diatur berdasarkan hukum kebiasaan. Pada Kongres Wina tahun 1815 raja-raja ikut dalam konferensi sepakat untuk mengkodifikasikan hukum kebiasaan kedalam hukum tertulis. Namun tidak banyak yang dihasilkan dari Kongres Wina tersebut dan hanya 1 Syahmin,Ak, S.H,M.H., Hukum Diplomatik, penerbit PT RajaGrafindo Parsada, Jakarta, 2008, hal.3

8 mencapai 1 naskah saja yaitu hirarki diplomat yang kemudian dilengkapi dengan Protocol Aix La-Capelle tanggal 21 November Kongres Wina substansinya tidak menambah apa-apa dari prakteknya dan belum sempurna, namun mengenai hubungan diplomatik sudah terdapat aturan yang terkodifikasi sebagai aturan tertulis yang dapat digunakan sebagai pedoman dan dipergunakan secara internasional. 2. Pengertian Hukum Diplomatik Berbicara tentang pengertian hukum diplomatik, ternyata masih banyak keseragaman pendapat oleh para ahli hukum dan para sarjana, mungkin hal inilah yang melatarbelakangi disebutnya hukum diplomatik ini tidak lebih dari hanya bagian dari hukum internasional publik. Namun tidak dapat dipungkiri pendapat dari Eileen Denza 3 mengenai hukum diplomatik tidak sekedar dari komentar konvensi wina 1961 mengenai hukum diplomatik. Sementara, menurut Jan Osmanczyk 4 : Hukum diplomatik merupakan cabang dari hukum kebiasaan internasional yang terdiri dari seperangkat aturan-aturan dan norma-norma hukum yang menetapkan kedudukan dan fungsi para diplomat, termasuk bentuk-bentuk organisasional dan dinas diplomatik. 2 Boer Mouna, Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Penerbit Alumni, Bandung, 2000, hal Eileen Denza, Diplomatic law, Commentary on The Vienna Convention on Diplomatic Relations, Oceania Publication,Inc, Dobbs Ferry, New York, 1976, lihat pula, Sumaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik: Teori dan Kasus, (Bandung: PT Alumni,1995), hal 1. 4 Edmund Jan Osmaczyk, Encyclopedia of The United Nations and Internasional Agreement, (London, Taylor and Francis), 1995

9 Beberapa pendapat dari para ahli hukum maupun para sarjana tentang pengertian dari diplomasi, yang penggunaan istilahnya itu berbeda-beda menurut pemakaiannya: Ada yang menyamakan kata Diplomasi itu dengan politik luar negeri, umpamanya jika dikatakan Diplomasi Republik Indonesia di Australia perlu lebih ditingkatkan. Diplomasi dapat pula diartikan sebagai perundingan, seperti sering dinyatakan Masalah Timor-Timur hanya dapat diselesaikan melalui jalur dipplomasi. Dapat Pula Diplomasi diartikan sebagai dinas luar negeri, seperti dalam ungkapan Selama ini ia bekerja untuk diplomasi. Ada juga yang mengungkapkan secara kiasan dalam kalimat dia pandai berdiplomasi, yang dapat diartikan dia pandai bersilat lidah. Diplomasi merupakan suatu cara komunikasi yang dilakukan antara berbagai pihak termasuk negosiasi antara wakil-wakil yang sudah diakui. Praktik negara semacam itu sudah melembaga sejak dahulu dan menjelma sebagai aturan-aturan hukum internasional.5 Diplomasi multitrack, istilah ini menjadi populer di kalangan para diplomat seiring dengan munculnya beberapa peraturan perundangundangan mengenai hubungan luar negeri dan otonomi daerah. Istilah itu sendiri muncul dalam kata sambung Menlu-RI, Dr.N.Hassan Wirajuda, dalam acara sosialisasi buku (bedah buku) 5 Sumaryo Suryokusumo, Op.Cit, hal 2.

10 Panduan Umum Tata Cara Hubungan Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah, Jakarta, 29 Oktober Sehubungan dengan Visi Total Diplomacy dari penggunaan seluruh upaya dan aktor hubungan luar negeri dalam pelaksanaan politik luar negeri, keterlibatan daerah sebagai salah satu track dan actor dari pelaksanaan diplomacy sangatlah penting untuk mewujudkan kepentingan dan cita-cita nasional Indonesia. Terlebih dalam kerangka kerja sama internal yang erat antara semua komponen kebangsanaan dan kenegaraan demi tujuan bersama menciptakan masyarakat yang taat hukum (Law Abiding society), keadilan, social dan kesejahteraan rakyat. Untuk lebih memahami pengertian daripada diplomasi maka kita lihat pendapat dari Sir Ernest Satow dan Ian Brownlie, sebagai berikut: Diplomacy is the application of intelligence and tact to the conduct of official relations between the Governments of independent States, extending sometimes also their relations with vassal States, or more briefly still, the conduct of business States by peaceful means.7 Sedangkan menurut Ian Brownlie dalam bukunya Principles of Public International Law, menyebutkan bahwa: Diplomacy comprisesany means by which States establish or maintain mutual relations, communicate with each other, or 6 Untuk membaca Teks lengkap sambutan Menlu-RI, Dr.N.Hassan Wirajuda tertanggal 29 Oktober 2003 ini, dapat dilihat dalam buku panduan tata cara Hubungan Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah, Deplu-RI, 2004, hal ii. 7 Gore-Booth,D.Pakenham, Satow s Guide to Diplomatic Practice, 5th.ed. Logmann Group Ltd, London,1979, hal 3, Lihat pula Sumaryo Suryokusumo, Op.Cit, hal 3.

11 carry out political or legal transactions, in each case through their authorized agents. 8 Dengan demikian, pengertian hukum diplomatik pada hakikatnya merupakan ketentuan atau prinsip-prinsip hukum internasional yang mengatur hubungan diplomatik antarnegara yang dilakukan atas dasar prinsip persetujuan bersama secara timbal balik (reciprosity principles), dan ketentuan ataupun prinsip-prinsip tersebut dimuat dalam instrumeninstrumen hukum baik berupa piagam, statuta, maupun konvensikonvensi sebagai hasil kodifikasi hukum kebiasaan internsional dan pengembangan kemajuan hukum internasional secara progresif.9 Didalam hukum diplomatik memiliki materi meluas hingga mencakup beberapa ketentuan10, berikut: 1) Hubungan Luar Negeri dalam Bidang Tertentu, Antara lain: a) Kerja sama Kota/Provinsi Kembar (Sister city); b) Kerja sama dengan NGO s Luar Negeri; c) Pendirian Lembaga Kebudayaan, Lembaga Persahabatan, Badan Promosi, atau Badan lainnya di luar negeri; d) Pendirian Perhimpunan Persahabatan di luar negeri; e) Pengamatan Misi Diplomatik/Konsuler; dan f) Kegiatan Jurnalistik Bagi Wartawan Asing 2) Masalah Keprotokolan dan Konsuleran, seperti: 8 Ian Brownlie, Priciples of Public International Law, (Oxford: University Press,3rd, ed, 1979),hal 345. Et seq 9 Syahmin, AK,S.H, M.H, Op.Cit, hal Ibid, hal

12 a) Perlindungan Kepentingan WNI dan Badan Hukum Indonesia di Luar Negeri; b) Penanganan WNA yang terlibat tindak pidana di Indonesia; c) Penanganan Pencari Suaka, Pengungsi, dan Imigran Gelap dari Luar Negeri; d) Pelayanan Fasilitas Diplomatik; e) Pelayanan Keprotokolan Kunjungan Pejabat Asing ke Daerah dan Pejabat Daerah ke luar negeri; dan f) Pelayaran Kekosuleran. 3) Hal-hal Khusus, seperti: a) Hubungan Luar Negeri Republik Indonesia Israel; dan b) Hubungan Luar Negeri RI-Cina Taipei (Taiwan); c) Dan lain sebagainya. 3. Prinsip-Prinsip dan Asas Hukum Diplomatik a) Prinsip Tidak Diganggu-gugat (Inviolability) Prinsip tidak dapat diganggu-gugat (inviolability), ini terdapat dalam Konvensi Wina 1961 pasal 24, yaitu: The archives and Documents of the mission shall be inviolable at any time and where ever they may be. (arsip-arsip dan dokumen-dokumen missi tidak dapat diganggu-gugat, kapanpun dan di manapun benda-benda itu berada) Prinsip ini juga masih tetap berlaku walaupun sudah terjadi pemutusan hubungan diplomatik atau bahkan sedang terjadi konflik bersenjata sekalipun.

13 Prinsip ini juga diatur dalam Konvensi Wina 1961 pasal 27, yaitu: The receiving States shall permit and protect free communication on the part of the mission for all official purposes..etc. Yang pada pokoknya melarang korespondensi tersebut sebagai barang bukti di pengadilan negara penerima. Demikian pula dalam Konvensi Wina 1961 pasal 29, yaitu: The person of a diplomatic agent shall be inviolable. He shall not be liable to any from of arrest or detention. The receiving state shall treat him with due respect and shall take all appropriate steps to prevent any attack on his person, freedom, or dignity. (seseorang agent diplomatik tidak dapat diganggu-gugat, ia tidak dapat ditangkap dan ditahan. Negara penerima harus memperlakukannya dengan hormat dan harus mengambil semua langkah yang tepat untuk mencegah setiap serangan terhadap para diplomat, kebebasannya atau martabatnya) Dengan demikian apabila seorang diplomat terkena kasus pidana di negara penerima seperti spionase (memata-matai), menurut prinsip ini negara penerima tidak dapat melakukan penangkapan dan penahanan terhadap diplomat ini, melainkan hanya dapat melakukan tindakan pengusiran seperti Persona non-grata. Menurut Ko Swan Sik 11, terhadap pengertian tidak dapat diganggu-gugat (inviolability), sebagai berikut: a) Mencakup asas pokok, yang berisi semua kekebalan diplomatik dalam arti keseluruhan hak-hak kekebalan. 11 Ko.Swan Sik, Hukum Internasional hak-hak Istimewan dan Kekebalan, disusun oleh A.budiman dan Alimudin, Fakultas Hukum UI Jakarta, hal 97.

14 b) Untuk menunjukkan perlindungan atas kebebasan dari tindakan kekuasaan dan paksaan dari alat-alat perlengkapan negara. c) Negara penerima melakukan segala tindakan agar wakil diplomatik terhindar dari segala macam tindakan yang tidak sah dari pihak lain, jadi negara penerima memberikan perlindungan istimewa kepada wakil diplomatik. Bila kita bandingkan pengertian dari kekebalan dan tidak dapat diganggu-gugat, kekebalan berarti negara penerima harus membebaskan perwakilan diplomatik dari tindakan yang menurut hukum yang sebenarnya sah, sedang prinsip tidak dapat diganggugugat berarti bahwa polisi harus bertindak secara positif untuk mencegah perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum. Prinsip tidak dapat diganggu-gugat ini bertujuan agar para diplomat dilindungi hal ini untuk menghormati kedudukan dan jabatannya yang sebagai perwakilan negaranya di negara penerima dan untuk membantu diplomat dalam menjalankan tugas-tugas dan missi diplomatiknya. b) Prinsip Exterritoriality atau Extraterritoriality. Salah satu prinsip yang melatarbelakangi munculnya kekebalan dan keistimewaan diplomatik. Prinsip ini mencerminkan bahwa para diplomat hampir dalam segala hal harus diperlakukan sebagai mana mereka tidak berada di wilayah negara penerima.

15 Asas ini beranggapan para diplomat tidak berada di negara penerima, melainkan berada di wilayah negara pengirim, sehingga para diplomat tidak dapat dikuasai oleh hukum negara penerima melainkan hanya tunduk pada hukum dan yuridiksi negara pengirim. Terhadap gedung/ tempat kediaman para diplomat sesuai asas ini, dianggap merupakan wilayah maupun perpanjangan negara pengirim. Gedung yang dipakai oleh suatu perwakilan diplomatik baik gedung itu milik negara pengirim atau kepala perwakilan maupun disewa perorangan biasanya tidak dapat diganggu-gugat oleh para penguasa negara penerima, dan dibebaskan dari perpajakan kecuali bagi pajak-pajak dalam bentuk biaya pelayanan khusus. 12 Di dalam perkembangannya asas ini banyak disalahgunakan dengan banyaknya kasus gedung diplomatik banyak dijadikan tempat persembunyian para penjahat. Maka ahli hukum Vattel pun menuliskan pendapatnya bahwa negara pengirim tidak mempunyai hak untuk memberikan asylum ditempat perwakilannya. Apabila pemberian asylum telah membahayakan bagi negara penerima maka atas perintah penegak hukum negara penerima dapat memasuki tempat perwakilan diplomatik dan menangkap penjahat yang mendapatkan asylum. Asas ini pun berdasarkan perkembangan zaman mulai menurun dan mulainya prinsip kewajiban negara penerima untuk 12 Dehaussy, The Inviolability of Diplomatic Residences, Journal du Drolt Internasional (cluent), 597, 1956.

16 memberikan perlindungan kepada perwakilan diplomatik maupun tempat kediamannya. Dapat kita simpulkan prinsip ini hanya ingin menunjukkan bahwa negara penerima tidak memiliki kewenangan untuk menegakkan kedaulatan hukumnya di tempat kediaman perwakilan asing. c) Asas Komunikasi Bebas bagi para Diplomat Seorang diplomat mempunyai kekebalan untuk mengadakan komunikasi guna untuk menjalankan tugas-tugas diplomatnya, tanpa mendapatkan halangan baik berupa tindakan pemeriksaan maupun penggeledahan dari negara-negara lain. Komunikasi ini dapat dilakukan antara para diplomat dengan negara pengirim dan dengan perwakilan diplomatik dan perwakilan konsuler lainnya dari negara penerima, dimana saja para diplomat ini dapat melakukan berbagai upaya untuk melakukan komunikasi baik diplomatik bag, korespondensi resmi ataupun korespondensi yang dilakukan dengan cara biasa, maupun komunikasi melalui transmisi. 4. Latar Belakang Timbulnya Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik A. Dasar-dasar Teoritis Suatu negara yang mengirimkan perwakilan diplomatik ke suatu negara lain menginginkan wakil diplomatiknya diberikan perlakuan yang istimewa terhadap negara penerima, dengan

17 demikian negara pengirim juga akan memperlakukan wakil-wakil diplomatik dinegaranya dengan istimewa pula. Adapun teori-teori mengenai mengapa diberikannya kekebalan-kekebalan dan hak istimewa kepada pejabat-pejabat diplomatik, di dalam hukum internasional terdapat tiga teori yaitu antara lain : 1. Teori Exterritoriality yaitu seorang wakil diplomatik itu karena Exterritorialiteit dianggap tidak berada di wilayah negara penerima, tetapi berada di wilayah negara pengirim, meskipun kenyataannya di wilayah negara penerima. Oleh karena itu, maka dengan sendirinya seorang wakil diplomatik itu tidak takluk kepada hukum negara penerima. Begitu pula ia tidak dapat dikuasai oleh hukum negara penerima dan tidak takluk pada segala peraturan negara penerima. 2. Teori Representative Character yaitu pemberian kekebalankekebalan diplomatik dan hak-hak istimewa kepada sifat perwakilan dari seorang diplomat, karena ia mewakili kepala negara atau negaranya di luar negeri. 3. Teori Functional Necessity yaitu dasar kekebalan dan hak-hak keistimewaan seorang wakil diplomatik adalah bahwa seorang

18 wakil diplomatik harus dan perlu diberi kesempatan seluasluasnya untuk melakukan tugasnya dengan sempurna. 13 B. Dasar-dasar Yuridis Didalam perkembangan pergaulan internasional dirasakan perlu dibuat konvensi internasional, yang merupakan dasar hukum tertulis yang umumnya dapat digunakan oleh semua negara secara timbal balik. Kecenderungan ini akhirnya menghasilkan Konvensi Wina 1961 tentang hubungan diplomatik. Dengan demikian masalah hubungan diplomatik tersebut tidak hanya menurut hukum kebiasaan namun terdapat hukum secara tertulis. Ketentuan-ketentuan mengenai kekebalan dan keistimewaan pun tidak terlepas masuk dalam hasil konvensi Wina 1961, dimana dapat kita jumpai dalam pasal 22 sampai pasal 31, hal mana dapat dapat diklasifikasi dalam : 1. Ketentuan-ketentuan hak-hak istimewa dan kekebalan gedunggedung perwakilan beserta arsip-arsip, kita jumpai dalam pasal 22, 24, dan Ketentuan-ketentuan hak-hak istimewa dan kekebalan mengenai pekerjaan atau pelaksanaan tugas wakil diplomatik, kita jumpai dalam pasal-pasal 25, 26, dan Edi suryono, SH dan Moenir Arisoendha, SH, Hukum Diplomatik Kekebalan dan Keistimewaannya, Angkasa, Bandung, 1986, hal

19 3. Ketentuan-ketentuan hak-hak istimewa dan kekebalan mengenai pribadi wakil diplomatik, kita jumpai dalam pasal-pasal 29 dan31.14 Selain dari pada Konvensi Wina 1961 juga telah dilakukan pembagian tentang kekebalan dan keistimewaan diplomatik oleh Law Commision, dalam 3 hal yang pokok : 1. Immunities relating to the premises of the mission and to its archives 2. Those concerning the work of the mission 3. Personal immunities and privileges of the envoy15 Mengenai hak-hak diplomatik itu sendiri bukanlah dari hukum internasional itu sendiri melainkan dari hukum kebiasaan internasional. seperti pendapat dari Oppenheim: The privileges which according to International Law, once preserved by envoy are not rights given to them by International La, but rights given by Municipal law of receiving states in compliance with an international right belonging to their home states. However, as right are accorded to the by Municipal Law, the distinctions is without substantial significance. 16 Dengan demikian hal diatas yang menjadi dasar yuridis dari pelaksanaan dan pengakuan hak-hak kekebalan dan keistimewaan diplomatik, dalam pergaulan internasional. 14 Ibid, hal B. Sen-Sir Gerald Fitzmaurice GCMG, A. Diplomat s Hand Book of Internasional law and Practice, Martinus Nijhoff, The Hague, Hal Oppenheim, L. MA, International Law, A Treaties, vol. I, peace eight edition, Longmans, green and co Itd, 1958, hal

20 5. Lingkup Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik a. Kekebalan bagi para pejabat diplomatik: Kekebalan terhadap alat-alat kekuasaan negara penerima Hak mendapatkan perlindungan terhadap gangguan dan serangan atas kebebasan dan kehormatannya Kekebalan terhadap yurisdiksi pengadilan Kekebalan dari kewajiban menjadi saksi b. Keistimewaan bagi para pejabat diplomatik: Pembebasan dari pajak-pajak Pembebasan dari Bea Cukai dan Bagasi Pembebasan dari kewajiban keamanan sosial Pembebasan dari pelayanan pribadi, pelayanan umum dan militer Pembebasan dari kewarganegaraan c. Kekebalan dan Keistimewaan bagi Keluarga Para Pejabat DiplomatikTermasuk Anggota Staf Diplomatik dan Pelayan: Kekebalan terhadap anggota keluarga Kekebalan terhadap anggota staf teknis dan administrasi Anggota staf pelayan Pembantu rumah tangga pribadi d. Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik di Negara Ketiga: Kekebalan para pejabat diplomatik pada waktu transit

21 Perjalanan karena Force Maejure e. Kekebalan Gedung Perwakilan dan Pembebasan Pajak: Gedung Perwakilan Pembebasan Gedung Perwakilan dari pajak Tidak dapat diganggu gugatnya komunikasi dan arsip perwakilan.17 F. Metode penelitian Agar didapat hasil penulisan yang semaksimalnya. Maka penulisan skripsi ini mengunakan metode studi kepustakaan (Library Research). Dari studi kepustakaan ini, dipergunakan literatur-literatur, diktat-diktat, majalahmajalah, naskah konvensi, serta catatan-catatan lainya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini dan seterusnya akan dijadikan landasan pikiran serta landasan pembahasan. Metode ini menggunakan, pengumpulan bahan tulisan, mempelajari, memahami, dan menuangkannya kedalam bentuk tulisan ilmiah yang dimana penulis berusaha sebaik-baiknya menghasilkan tulisan ilmiah yang lengkap, faktual dan akurat. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa bab dan didalam bab terdiri dari atas sub bab demi bab. Adapun gambaran isi penulisan ini sebagai berikut: 17 Skripsi Ricardo Pardede, Kajian Hukum Internasional Dalam Kasus Sengketa Tanah Kedutaan Besar Malaysia,Fakultas Hukum USU, Medan, 2011, hal

22 BAB I : PENDAHULUAN Bab ini merupakan pengantar untuk penulisan pada bab-bab berikutnya, dalam pembahasan yang terdiri dari : Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, Sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN TENTANG DIPLOMATIK DAN PELAKSANAAN HUKUM DIPLOMATIK Pada bab ini menguraikan tentang Tinjauan Umum Tentang Diplomatik dan Pelaksanaan Hukum Diplomatik, yang terdiri atas : Sejarah Diplomatik,Sumber Hukum Diplomatik serta Pelaksanaan Hukum Diplomatik, Pengangkatan dan Penerimaan Perwakilan Diplomatik, serta Tugas dan Fungsi Pejabat Diplomatik. BAB III : KEKEBALAN DAN KEISTIMEWAAN DIPLOMATIK Pada bab ini yang akan dibahas mengenai Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik, yang terdiri atas : Latar Belakang Timbulnya Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik, Dasar Teoritis dan Yuridis dari Kekebalan dan

23 Keistimewaan Diplomatik, Ruang Lingkup Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik bagi Para Pejabat Diplomatik. BAB IV : PENYELESAIAN KASUS PENAHANAN DUTA BESAR ITALIA DI INDIA. Dalam bab ini memaparkan tentang Tinjauan Permasalahan dan Penyelesaian Kasus Penahanan Duta Besar Italia Di India, yang berisi tentang : Latar Belakang Kasus Penahanan Duta Besar Italia di India, Tanggapan Pihak Italia dan India atas Kasus Penahanan Duta Besar Italia di India, Tinjauan Mengenai Penanganan dan Penyelesaian Kasus Penahanan Duta Besar Italia di India. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini merupakan penutup, yang merupakan pokokpokok kesimpulan dari semua permasalahan dalam pembahasan yang dilakukan dalam tulisan ini, serta saransaran yang dikemukakan yang semoga dapat membantu dan bermanfaat bagi kita semua serta membantu kita lebih memahami tentang Hukum Diplomatik khususnya Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik.

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak terpisahkan, sehingga apabila kita substitusikan kepada

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak terpisahkan, sehingga apabila kita substitusikan kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adalah suatu menjadi pendapat umum bahwa hakekat manusia itu adalah sebagai kepribadian dan masyarakat.dua unsur eksistensi ini merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan,

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL

BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL Sebagai subjek hukum yang mempunyai personalitas yuridik internasional yang ditugaskan negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama 1. Berdasarkan ruang

BAB I PENDAHULUAN. kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama 1. Berdasarkan ruang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama 1. Berdasarkan ruang lingkupnya, hukum dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK KEKEBALAN DIPLOMATIK ATAS DUTA BESAR ITALIA YANG DITAHAN DI INDIA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASONAL JURNAL

PELANGGARAN HAK KEKEBALAN DIPLOMATIK ATAS DUTA BESAR ITALIA YANG DITAHAN DI INDIA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASONAL JURNAL PELANGGARAN HAK KEKEBALAN DIPLOMATIK ATAS DUTA BESAR ITALIA YANG DITAHAN DI INDIA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASONAL JURNAL Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Dan Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah membentuk dunia yang tanpa batas, karena itu negara-negara tidak

BAB I PENDAHULUAN. telah membentuk dunia yang tanpa batas, karena itu negara-negara tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu negara tidak pernah dapat berdiri sendiri dan menjadi mandiri secara penuh tanpa sama sekali berhubungan dengan negara lain. Negaranegara di dunia perlu melakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM DIPLOMATIK TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PRAKTIK SPIONASE YANG DILAKUKAN MELALUI MISI DIPLOMATIK DILUAR PENGGUNAAN PERSONA NON-GRATA

TINJAUAN HUKUM DIPLOMATIK TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PRAKTIK SPIONASE YANG DILAKUKAN MELALUI MISI DIPLOMATIK DILUAR PENGGUNAAN PERSONA NON-GRATA TINJAUAN HUKUM DIPLOMATIK TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PRAKTIK SPIONASE YANG DILAKUKAN MELALUI MISI DIPLOMATIK DILUAR PENGGUNAAN PERSONA NON-GRATA Oleh I. Gst Ngr Hady Purnama Putera Ida Bagus Putu Sutama

Lebih terperinci

PENANGGALAN KEKEBALAN DIPLOMATIK DI NEGARA PENERIMA MENURUT KONVENSI WINA Oleh : Windy Lasut 2

PENANGGALAN KEKEBALAN DIPLOMATIK DI NEGARA PENERIMA MENURUT KONVENSI WINA Oleh : Windy Lasut 2 PENANGGALAN KEKEBALAN DIPLOMATIK DI NEGARA PENERIMA MENURUT KONVENSI WINA 1961 1 Oleh : Windy Lasut 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana terjadinya pelanggaran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan negara lainnya untuk saling memenuhi kebutuhan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan negara lainnya untuk saling memenuhi kebutuhan masing-masing 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hubungan Diplomatik merupakan hubungan yang dijalankan antara negara satu dengan negara lainnya untuk saling memenuhi kebutuhan masing-masing negara, hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya menggunakan pendekatan diplomasi atau negosiasi. Pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya menggunakan pendekatan diplomasi atau negosiasi. Pendekatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara tidak akan mampu berdiri sendiri tanpa mengadakan hubungan internasional dengan negara maupun subyek hukum internasional lainnya yang bukan negara.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Setiap manusia berhak atas penghidupan yang layak 1 dalam rangka memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari. Hal ini sangat erat hubungannya dengan membentuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dapat mengadakan hubungan-hubungan internasional dalam segala bidang

BAB I PENDAHULUAN. negara dapat mengadakan hubungan-hubungan internasional dalam segala bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan subjek hukum internasional yang paling utama, sebab negara dapat mengadakan hubungan-hubungan internasional dalam segala bidang kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkenaan dengan hak-hak, kewajiban-kewajiban dan kepentingankepentingan. negara-negara. Biasanya ketentuan-ketentuan hukum

BAB I PENDAHULUAN. berkenaan dengan hak-hak, kewajiban-kewajiban dan kepentingankepentingan. negara-negara. Biasanya ketentuan-ketentuan hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teori yang menyatakan negara adalah subyek hukum internasional karena hanya negara yang punya hak dan kewajiban yang diatur hukum internasional kata Kelsen.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a b c d e f bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laut Bering lepas pantai Chukotka, Rusia. Juru bicara Kementerian Kelautan

BAB I PENDAHULUAN. Laut Bering lepas pantai Chukotka, Rusia. Juru bicara Kementerian Kelautan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus tenggelamnya kapal penangkap ikan Oryong 501 milik Korea Selatan pada Desember tahun 2014 lalu, menambah tragedi terjadinya musibah buruk yang menimpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang berkaitan dengan kepentingan negara yang diwakilinya

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang berkaitan dengan kepentingan negara yang diwakilinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan diplomatik merupakan hal yang penting untuk dijalin oleh sebuah negara dengan negara lain dalam rangka menjalankan peran antar negara dalam pergaulan internasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sekumpulan orang yang secara permanen. tertentu, memiliki pemerintahan, dan kedaulatan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sekumpulan orang yang secara permanen. tertentu, memiliki pemerintahan, dan kedaulatan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan sekumpulan orang yang secara permanen menempati wilayah tertentu, memiliki pemerintahan, dan kedaulatan. Keadulatan ini berupa kekuasaan yang dimiliki

Lebih terperinci

Oleh. Luh Putu Yeyen Karista Putri Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh. Luh Putu Yeyen Karista Putri Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana PENGUJIAN KEKEBALAN DIPLOMATIK DAN KONSULER AMERIKA SERIKAT BERDASARKAN HUKUM KETENAGAKERJAAN INDONESIA (STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NO. 673K/PDT.SUS/2012) Oleh Luh Putu

Lebih terperinci

PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL

PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL Oleh Ngakan Kompiang Kutha Giri Putra I Ketut Sudiartha Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

IMPLIKASI TERHADAP HUBUNGAN DIPLOMATIK NEGARA PENGIRIM DAN NEGARA PENERIMA ATAS TINDAKAN PENANGGALAN KEKEBALAN (IMMUNITY WAIVER)

IMPLIKASI TERHADAP HUBUNGAN DIPLOMATIK NEGARA PENGIRIM DAN NEGARA PENERIMA ATAS TINDAKAN PENANGGALAN KEKEBALAN (IMMUNITY WAIVER) SKRIPSI IMPLIKASI TERHADAP HUBUNGAN DIPLOMATIK NEGARA PENGIRIM DAN NEGARA PENERIMA ATAS TINDAKAN PENANGGALAN KEKEBALAN (IMMUNITY WAIVER) KEPADA PEJABAT DIPLOMATIK SUATU NEGARA (Study Kasus Penanggalan

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK KEKEBALAN DIPLOMATIK ATAS DUTA BESAR ITALIA YANG DITAHAN DI INDIA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI

PELANGGARAN HAK KEKEBALAN DIPLOMATIK ATAS DUTA BESAR ITALIA YANG DITAHAN DI INDIA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI PELANGGARAN HAK KEKEBALAN DIPLOMATIK ATAS DUTA BESAR ITALIA YANG DITAHAN DI INDIA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Konvensi Wina Mengenai Hubungan Diplomatik Tahun wisma maupun kediaman duta pada Pasal 22 dan 30.

BAB III PENUTUP. Konvensi Wina Mengenai Hubungan Diplomatik Tahun wisma maupun kediaman duta pada Pasal 22 dan 30. 39 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Konvensi Wina Mengenai Hubungan Diplomatik Tahun 1961 mengatur secara umum tentang perlindungan Misi Diplomatik baik dalam wisma maupun kediaman duta pada Pasal 22 dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN PEMBEBASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH KEPADA PERWAKILAN NEGARA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN PEMBEBASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH KEPADA PERWAKILAN NEGARA

Lebih terperinci

KEKEBALAN DIPLOMATIK

KEKEBALAN DIPLOMATIK TUGAS HUKUM DIPLOMATIK & HUBUNGAN INTERNASIONAL KEKEBALAN DIPLOMATIK Dalam Hukum Internasional Oleh MUHAMMAD SANTIAGO PAWE B111 13 374 Kata Pengantar Puji syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Tuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi istilah diplomat, diplomasi, dan diplomatik. 1 Pada jaman Romawi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi istilah diplomat, diplomasi, dan diplomatik. 1 Pada jaman Romawi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah diploma berasal dari bahasa Latin dan Yunani yang dapat diartikan sebagai surat kepercayaan. Perkataan diplomasi kemudian menjelma menjadi istilah diplomat,

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: State, Diplomatic Relation, Vienna Convention 1961, United Nation

ABSTRACT. Keywords: State, Diplomatic Relation, Vienna Convention 1961, United Nation TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP KERUSAKAN GEDUNG PERWAKILAN DIPLOMATIK DI WILAYAH KONFLIK (STUDI KASUS KERUSAKAN GEDUNG DIPLOMATIK REPUBLIK INDONESIA DI YAMAN) Oleh: I Gusti Ngurah Artayadi Putu Tuni Cakabawa

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. PERLINDUNGAN TERHADAP DIPLOMAT DARI SERANGAN TERORIS 1 Oleh: Lidya Rosaline Kaligis 2

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. PERLINDUNGAN TERHADAP DIPLOMAT DARI SERANGAN TERORIS 1 Oleh: Lidya Rosaline Kaligis 2 PERLINDUNGAN TERHADAP DIPLOMAT DARI SERANGAN TERORIS 1 Oleh: Lidya Rosaline Kaligis 2 ABSTRAK Setiap negara memiliki berbagai kebutuhan dan kepentingan sehingga diperlukan suatu hubungan antarnegara yang

Lebih terperinci

HUKUM DIPLOMATIK MP 024/2

HUKUM DIPLOMATIK MP 024/2 HUKUM DIPLOMATIK MP 024/2 TIM PENYUSUN: Made Maharta Yasa I Gede Pasek Eka Wisanjaya FAKULATAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2008/2009 1 I. Identitas Mata Kuliah PERKULIAHAN HUKUM DIPLOMATIK Nama Mata Kuliah

Lebih terperinci

Kata Kunci : Perang, Perwakilan Diplomatik, Perlindungan Hukum, Pertanggungjawaban

Kata Kunci : Perang, Perwakilan Diplomatik, Perlindungan Hukum, Pertanggungjawaban PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PERWAKILAN DIPLOMATIK DI WILAYAH PERANG Oleh : Airlangga Wisnu Darma Putra Putu Tuni Cakabawa Landra Made Maharta Yasa Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum

Lebih terperinci

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 9 HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 9 HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 9 HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER A. Sejarah Hukum Diplomatik Semenjak lahirnya negara-negara di dunia, semenjak itu pula berkembang prinsipprinsip hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membedakan ideologi, sistem politik, sistem sosialnya. Maksud memberikan

BAB I PENDAHULUAN. membedakan ideologi, sistem politik, sistem sosialnya. Maksud memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penjelasan umum Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1982 tentang pengesahan Konvensi Wina Tahun 1961 mengenai hubungan Diplomatik beserta protokol

Lebih terperinci

Kata diplomasi berasal dari Yunani, diploun. yang berarti melipat.

Kata diplomasi berasal dari Yunani, diploun. yang berarti melipat. Kata diplomasi berasal dari Yunani, diploun yang berarti melipat. Menurut Nicholson (seorang pengkaji dan ahli dalam diplomasi abad 20) pada masa kekaisaran Romawi semua paspor, yang melewati jalan milik

Lebih terperinci

SATU AN AC AR A PERKULIAH AN A. IDENTITAS MAT A KULIAH

SATU AN AC AR A PERKULIAH AN A. IDENTITAS MAT A KULIAH SATU AN AC AR A PERKULIAH AN A. IDENTITAS MAT A KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM DIPLOMATIK & KONSULER STATUS MATA KULIAH : WAJIB KONSENTRASI KODE MATA KULIAH : HKI 4014 JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : HUKUM

Lebih terperinci

BAGIAN KEEMPAT AKTIFITAS NEGARA DALAM MASYARAKAT INTERNASIONAL BABXII PERWAKILAN NEGARA

BAGIAN KEEMPAT AKTIFITAS NEGARA DALAM MASYARAKAT INTERNASIONAL BABXII PERWAKILAN NEGARA BAGIAN KEEMPAT AKTIFITAS NEGARA DALAM MASYARAKAT INTERNASIONAL BABXII PERWAKILAN NEGARA A. Macam-macam perwakilan negara Dewasa ini hampir setiap negara yang berdaulat selalu mengadakan hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak lahirnya negara-negara di dunia, semenjak itu pula berkembang prinsipprinsip

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak lahirnya negara-negara di dunia, semenjak itu pula berkembang prinsipprinsip BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak lahirnya negara-negara di dunia, semenjak itu pula berkembang prinsipprinsip hubungan internasional, hukum internasional dan diplomasi. Sebagai entitas yang

Lebih terperinci

: Diplomasi dan Negosiasi : Andrias Darmayadi, M.Si. Memahami Diplomasi

: Diplomasi dan Negosiasi : Andrias Darmayadi, M.Si. Memahami Diplomasi Mata Kuliah Dosen : Diplomasi dan Negosiasi : Andrias Darmayadi, M.Si Memahami Diplomasi Pada masa kini dengan berkembang luasnya isu internasional menyebabkan hubungan internasional tidak lagi dipandang

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Namru-2 merupakan unit kesehatan Angkatan Laut Amerika Serikat yang berada

BAB I PENDAHULUAN. Namru-2 merupakan unit kesehatan Angkatan Laut Amerika Serikat yang berada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Namru-2 merupakan unit kesehatan Angkatan Laut Amerika Serikat yang berada di Indonesia untuk mengadakan berbagai penelitian mengenai penyakit menular. Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia lainnya. Di dalam masyarakat bagaimanapun sederhananya, para anggota

BAB I PENDAHULUAN. manusia lainnya. Di dalam masyarakat bagaimanapun sederhananya, para anggota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan hubungan dengan manusia lainnya. Di dalam masyarakat bagaimanapun sederhananya, para anggota masyarakat membutuhkan

Lebih terperinci

Pada waktu sekarang hampir setiap negara. perwakilan diplomatik di negara lain, hal ini. perwakilan dianggap sebagai cara yang paling baik dan

Pada waktu sekarang hampir setiap negara. perwakilan diplomatik di negara lain, hal ini. perwakilan dianggap sebagai cara yang paling baik dan 1 A. URAIAN FAKTA Pada waktu sekarang hampir setiap negara perwakilan diplomatik di negara lain, hal ini mempunyai dikarenakan perwakilan dianggap sebagai cara yang paling baik dan efektif dalam mengadakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan Organisasi Internasional itu sendiri, yang sudah lama timbul

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1982 TENTANG MENGENAI HUBUNGAN DIPLOMATIK BESERTA PROTOKOL OPSIONALNYA MENGENAI HAL MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN (VIENNA CONVENTION ON DIPLOMATIC RELATIONS ON DIPLOMATIC RELATIONS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1982 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI WINA MENGENAI HUBUNGAN DIPLOMATIK BESERTA PROTOKOL OPSIONALNYA MENGENAI HAL MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN (VIENNA CONVENTION

Lebih terperinci

JOM Fakultas Hukum Volume III Nomor I Februari 2016.

JOM Fakultas Hukum Volume III Nomor I Februari 2016. ANALISIS YURIDIS PROSES HUKUM TERHADAP PEJABAT DIPLOMATIK YANG MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DI NEGARA PENERIMA (STUDI KASUS ASUSILA PEJABAT DIPLOMAT MALAYSIA DI WELLINGTON, SELANDIA BARU) Nama: Ruth

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5514 PENGESAHAN. Perjanjian. Republik Indonesia - Republik India. Bantuan Hukum Timbal Balik. Pidana. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor

Lebih terperinci

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 1. Ketentuan UUD 1945: a. Pra Amandemen: Pasal 11: Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat

Lebih terperinci

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL 1.0 Pendahuluan Hukum internasional, pada dasarnya terbentuk akibat adanya hubungan internasional. Secara spesifik, hukum internasional terdiri dari peraturan-peraturan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PENGESAHAN. Perjanjian. Bantuan Timbal Balik. Viet Nam. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 277). PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PENEROBOSAN DAN PERUSAKAN GEDUNG KONSULAT AMERIKA SERIKAT DI BENGHAZI, LIBYA DITINJAU DARI HUKUM DIPLOMATIK. Novi Monalisa Anastasia Tambun

PENEROBOSAN DAN PERUSAKAN GEDUNG KONSULAT AMERIKA SERIKAT DI BENGHAZI, LIBYA DITINJAU DARI HUKUM DIPLOMATIK. Novi Monalisa Anastasia Tambun PENEROBOSAN DAN PERUSAKAN GEDUNG KONSULAT AMERIKA SERIKAT DI BENGHAZI, LIBYA DITINJAU DARI HUKUM DIPLOMATIK Novi Monalisa Anastasia Tambun 090200099 Abstraction There is no one state can detach from other

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI PENERAPAN PRINSIP EX GRATIA TERHADAP KERUGIAN YANG DIALAMI PERWAKILAN DIPLOMATIK ASING DI NEGARA PENERIMA

JURNAL SKRIPSI PENERAPAN PRINSIP EX GRATIA TERHADAP KERUGIAN YANG DIALAMI PERWAKILAN DIPLOMATIK ASING DI NEGARA PENERIMA JURNAL SKRIPSI PENERAPAN PRINSIP EX GRATIA TERHADAP KERUGIAN YANG DIALAMI PERWAKILAN DIPLOMATIK ASING DI NEGARA PENERIMA (Studi Kasus Perusakan Gedung Kedutaan Besar RRC di Jakarta pasca Peristiwa G30S-PKI)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut perspektif sebuah negara, diplomasi terdiri dari perumusan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut perspektif sebuah negara, diplomasi terdiri dari perumusan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut perspektif sebuah negara, diplomasi terdiri dari perumusan, pembentukan dan implementasi kebijakan luar negeri. Diplomasi adalah instrumen negara melalui

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 277, 2015 PENGESAHAN. Perjanjian. Bantuan Timbal Balik. Viet Nam. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5766). UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM ATAS HUBUNGAN DIPLOMATIK DAN HUKUM DIPLOMATIK. A. Pengertian Hubungan Diplomatik dan Hukum Diplomatik

BAB II TINJAUAN UMUM ATAS HUBUNGAN DIPLOMATIK DAN HUKUM DIPLOMATIK. A. Pengertian Hubungan Diplomatik dan Hukum Diplomatik BAB II TINJAUAN UMUM ATAS HUBUNGAN DIPLOMATIK DAN HUKUM DIPLOMATIK A. Pengertian Hubungan Diplomatik dan Hukum Diplomatik Setiap negara dalam memenuhi kebutuhannya akan mengadakan hubungan dengan negara

Lebih terperinci

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA Republik Indonesia dan Republik Rakyat China (dalam hal ini disebut sebagai "Para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hak-hak dan kewajiban negara karena hal utama yang diurus hukum

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hak-hak dan kewajiban negara karena hal utama yang diurus hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara merupakan subjek utama hukum internasional, hukum internasional mengatur hak-hak dan kewajiban negara karena hal utama yang diurus hukum internasional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. rangka berinteraksi dengan negara-negara lain. Pola interaksi hubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. rangka berinteraksi dengan negara-negara lain. Pola interaksi hubungan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan Internasional sangat diperlukan oleh suatu negara dalam rangka berinteraksi dengan negara-negara lain. Pola interaksi hubungan internasional tidak

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA A. BUKU

DAFTAR PUSTAKA A. BUKU DAFTAR PUSTAKA A. BUKU Abdussalam, H.R, 2006, Hukum Pidana Internasional, Restu, Jakarta. Agusmidah, 2010, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia: Dinamika Kajian dan Teori, Ghalia, Bogor. Amiruddin dan Zainal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, manusia tidak bisa terlepas dari manusia lain.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, manusia tidak bisa terlepas dari manusia lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan hidup di dunia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial yang memberikan pengertian bahwa manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SOSIALIS VIET NAM (TREATY ON MUTUAL

Lebih terperinci

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2008

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2008 MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN WARGA PADA PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969

VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969 VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969 Konvensi Wina 1969 terdiri dari dua bagian, yaitu bagian Pembukaan/Konsideran (Preambule) dan bagian isi (Dispositive), serta Annex dan dilengkapi dengan dua

Lebih terperinci

SUAKA DIPLOMATIK DALAM KAJIAN HUKUM INTERNASIONAL. Oleh : Lucia Ch. O. Tahamata

SUAKA DIPLOMATIK DALAM KAJIAN HUKUM INTERNASIONAL. Oleh : Lucia Ch. O. Tahamata 1 SUAKA DIPLOMATIK DALAM KAJIAN HUKUM INTERNASIONAL Oleh : Lucia Ch. O. Tahamata ABSTRACT Asylum problem is oftentimes assumed to represent the political problem, though represent the law problem special

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 Oleh: Titik Juniati Ismaniar Gede Marhaendra Wija Atmadja Bagian

Lebih terperinci

2 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1982 tentang P

2 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1982 tentang P BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1265, 2015 KEMENLU. Perwakilan RI. Luar Negeri. Organisasi. Tata Kerja. Perubahan. PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI DISUSUN OLEH : Sudaryanto, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TUJUH BELAS AGUSTUS SEMARANG TAHUN 2011 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Hukum Perjanjian

Lebih terperinci

- Dibentuk oleh suatu Perjanjian Internasional - Memiliki organ yang terpisah dari negara-negara anggotanya - Diatur oleh hukum internasional publik

- Dibentuk oleh suatu Perjanjian Internasional - Memiliki organ yang terpisah dari negara-negara anggotanya - Diatur oleh hukum internasional publik BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 6 KEPRIBADIAN HUKUM / PERSONALITAS YURIDIK / LEGAL PERSONALITY, TANGGUNG JAWAB, DAN WEWENANG ORGANISASI INTERNASIONAL A. Kepribadian Hukum Suatu OI

Lebih terperinci

Hukum Diplomatik & Hubungan Internasional

Hukum Diplomatik & Hubungan Internasional Hukum Diplomatik & Hubungan Internasional i BUKU AJAR HUKUM DIPLOMATIK & HUBUNGAN INTERNASIONAL Tim Penulis : Prof. Dr. S.M. Noor, S.H., M.H. Birkah Latif, S.H., M.H., LL.M. Kadarudin, S.H., M.H. Desain

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM)

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK

Lebih terperinci

ISTILAH-ISTILAH DIPLOMATIK. Accreditation : Akreditasi. Wilayah negara penerima yang. : suatu persetujuan yang diberikan oleh negara

ISTILAH-ISTILAH DIPLOMATIK. Accreditation : Akreditasi. Wilayah negara penerima yang. : suatu persetujuan yang diberikan oleh negara LAMPIRAN ISTILAH-ISTILAH DIPLOMATIK Accreditation : Akreditasi. Wilayah negara penerima yang merupakan jurisdiksi diplomatik bagi Perwakilan diplomatik sesuatu negara pengirim yang ditetapkan menurut prinsip-prinsip

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Unviversitas Andalas. Oleh. Irna Rahmana Putri

SKRIPSI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Unviversitas Andalas. Oleh. Irna Rahmana Putri TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN HAK KEKEBALAN DAN HAK ISTIMEWA KONSUL MALAYSIA DI PEKANBARU BERDASARKAN KONVENSI WINA TAHUN 1963 TENTANG HUBUNGAN KONSULER SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Peranan mempunyai arti yaitu tindakan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Peranan mempunyai arti yaitu tindakan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian-pengertian 2.1.1 Pengertian Peranan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Peranan mempunyai arti yaitu tindakan yang dilakukan dalam suatu peristiwa. Peranan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DIPLOMATIK DAN PELAKSANAAN HUKUM DIPLOMATIK. lain disebut dengan hubungan Internasional.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DIPLOMATIK DAN PELAKSANAAN HUKUM DIPLOMATIK. lain disebut dengan hubungan Internasional. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DIPLOMATIK DAN PELAKSANAAN HUKUM DIPLOMATIK A. Sejarah Diplomatik Dewasa ini, perkembangan teknologi semakin pesat yang memacu semakin intensifnya interaksi antarnegara dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja sama dalam berbagai bidang. 1. hubungan luar negeri melalui pelaksanaan politik luar negeri. 4

BAB I PENDAHULUAN. kerja sama dalam berbagai bidang. 1. hubungan luar negeri melalui pelaksanaan politik luar negeri. 4 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia yang makin lama makin maju sebagai akibat pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara global, serta meningkatnya interaksi dan

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL Oleh I Komang Oka Dananjaya Progam Kekhususan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. I/No. 5/September/2013. Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global), Alumni, Bandung, 2005, Hal 513

Lex et Societatis, Vol. I/No. 5/September/2013. Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global), Alumni, Bandung, 2005, Hal 513 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WILAYAH KEDUTAAN NEGARA ASING SEBAGAI IMPLEMENTASI HAK KEKEBALAN DAN KEISTIMEWAAN DIPLOMATIK 1 Oleh : Adhitya Apris Setyawan 2 ABSTRAK Tujuan penulisan skripsi ini untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN. penelitian ini menggunakan satu metode dalam mengumpulkan data yang. serta karakter dari masalah yang diteliti.

BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN. penelitian ini menggunakan satu metode dalam mengumpulkan data yang. serta karakter dari masalah yang diteliti. BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN 3.1. Metoda Penelitian Berdasarkan karakterisitik masalah dalam penelitian ini, maka penelitian ini menggunakan satu metode dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website : TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PERLINDUNGAN PEJABAT DIPLOMATIK MENURUT KONVENSI WINA 1961 (Studi Kasus Penyerangan Duta Besar Amerika Serikat di Korea Selatan) Agato Kevindito Josesa*, Peni Susetyorini,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat, pelaksanaan

Lebih terperinci

PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PERWAKILAN DIPLOMATIK DI WILAYAH PERANG

PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PERWAKILAN DIPLOMATIK DI WILAYAH PERANG SKRIPSI PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PERWAKILAN DIPLOMATIK DI WILAYAH PERANG AIRLANGGA WISNU DARMA PUTRA NIM. 1103005065 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 i PENGATURAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini.

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini. PAPARAN WAKIL MENTERI LUAR NEGERI NILAI STRATEGIS DAN IMPLIKASI UNCAC BAGI INDONESIA DI TINGKAT NASIONAL DAN INTERNASIONAL PADA PERINGATAN HARI ANTI KORUPSI SEDUNIA JAKARTA, 11 DESEMBER 2017 Yang terhormat

Lebih terperinci

BAB II PRAKTEK NEGARA PENERIMA DALAM PENERAPAN KEKEBALAN DIPLOMATIK TERHADAP ANGGOTA MISSI DIPLOMATIK

BAB II PRAKTEK NEGARA PENERIMA DALAM PENERAPAN KEKEBALAN DIPLOMATIK TERHADAP ANGGOTA MISSI DIPLOMATIK BAB II PRAKTEK NEGARA PENERIMA DALAM PENERAPAN KEKEBALAN DIPLOMATIK TERHADAP ANGGOTA MISSI DIPLOMATIK A. Sejarah Hubungan Diplomatik Meningkatnya kerja sama antar negara dalam menggalang perdamaian dunia

Lebih terperinci

Skripsi PERTANGGUNGJAWABAN NEGARA ATAS PELANGGARAN HAK KEKEBALAN DIPLOMATIK DITINJAU DARI ASPEK HUKUM INTERNASIONAL

Skripsi PERTANGGUNGJAWABAN NEGARA ATAS PELANGGARAN HAK KEKEBALAN DIPLOMATIK DITINJAU DARI ASPEK HUKUM INTERNASIONAL Skripsi PERTANGGUNGJAWABAN NEGARA ATAS PELANGGARAN HAK KEKEBALAN DIPLOMATIK DITINJAU DARI ASPEK HUKUM INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENYADAPAN KBRI DI MYANMAR TAHUN 2004) Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi membuat perubahan disegala aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi membuat perubahan disegala aspek kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi membuat perubahan disegala aspek kehidupan ini, salah satunya ialah dibidang hubungan international dimana setiap negara bisa berhubungan

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengungsi dan pencari suaka kerap kali menjadi topik permasalahan antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai mandat

Lebih terperinci

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a b c d e f bahwa sebagai Negara

Lebih terperinci

NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI

NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di 1 PERTANGGUNGJAWABAN NEGARA PENERIMA TERHADAP TERBUNUHNYA DUTA BESAR AMERIKA SERIKAT DAN KERUSAKAN GEDUNG KEDUTAAN BESAR AMERIKA SERIKAT DI LIBYA Dhoti Prihanisa Auliyaa, Peni Susetyorini, Muchsin Idris*)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan ini memberikan dinamika

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia

1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya hubungan perdagangan antar negara, maka semakin meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia dan barang-barang/kargo.

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG JalanAmpera Raya. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, email: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN

Lebih terperinci

Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 1 PEMBUKAAN

Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 1 PEMBUKAAN Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 1 PEMBUKAAN Negara-negara Pihak pada Konvensi ini, Memperhatikan prinsip-prinsip yang terkandung dalam instrumen-instrumen

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci