BAB 1 PENDAHULUAN. rangka berinteraksi dengan negara-negara lain. Pola interaksi hubungan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. rangka berinteraksi dengan negara-negara lain. Pola interaksi hubungan"

Transkripsi

1 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan Internasional sangat diperlukan oleh suatu negara dalam rangka berinteraksi dengan negara-negara lain. Pola interaksi hubungan internasional tidak dapat dipisahkan dengan segala bentuk interaksi yang berlangsung dalam pergaulan masyarakat internasional, baik oleh pelaku negara-negara maupun oleh pelaku-pelaku bukan negara. 1 Hubungan internasional telah berkembang secara pesat sejak di tandatanganinya Perjanjian West Phalia tahun Hubungan internasional yang dilakukan antar negara sebagai subjek hukum internasional berlangsung dengan sangat dinamis dan harus dibina berdasarkan prinsip persamaan hak dan hak untuk menentukan nasib sendiri dengan tidak mencampuri urusan dalam negeri suatu negara. Hubungan internasional diperlukan bukan hanya untuk kepentingan nasional suatu negara tetapi juga untuk kepentingan-kepentingan regional bahkan global dengan harapan kerjasama yang dilakukan dapat memberikan keuntungan bagi masing-masing negara yang bekerjasama. Selain menunjukkan eratnya hubungan antar negara, hubungan internasional juga 1 T. May Rudy, 2003, Hubungan Internasional Kontemporer Dan Masalah-Masalah Global, Refika Aditama, Bandung, hlm J.G. Starke, 1984, Introduction to International Law, Ninth Edition, Butterworths, London, hlm Perjanjian perdamaian Westphalia dianggap sebagai peristiwa penting dalam sejarah hukum internasional modern, bahkan dianggap sebagai suatu peristiwa yang meletakkan dasar masyarakat internasional modern yang didasarkan atas negara-negara nasional.

2 2 merupakan manifestasi sikap saling menghormati yang dilakukan antar negara untuk meningkatkan hubungan yang lebih baik. 3 Hubungan kerjasama antar negara-negara tersebut biasanya dilakukan dengan membuka hubungan diplomatik dan hubungan konsuler. Hal tersebut dilakukan sebagai salah satu instrumen hubungan luar negeri yang merupakan kebutuhan bagi setiap negara untuk memajukan dan melindungi kepentingan nasional negaranya. 4 Hubungan konsuler menjadi salah satu hal yang penting dalam menjalin hubungan antar negara yang saling bersahabat dengan cara saling menempatkan perwakilan-perwakilan konsulernya. 5 Penempatan perwakilan konsuler pada suatu negara merupakan hal yang penting untuk dijalin oleh sebuah negara dengan negara lain dalam rangka menjalankan peran negara dalam pergaulan internasional dan perkembangan tatanan internasional. Perwakilan konsuler tersebut akan menjalankan fungsi-fungsi tertentu yang berkaitan dengan kepentingan negara yang diwakilinya dengan negara mana ia ditempatkan. Para perwakilan konsuler dapat melibatkan dirinya pada proses hubungan luar negeri, perumusan kebijakan termasuk pelaksanaannya yang bertindak atas nama negara atau atas tanggung jawab negara. Perwakilan konsuler membutuhkan suatu jaminan keleluasaan untuk bertindak di negara penerima, oleh karena itu hukum internasional melalui 3 Masyhur Effendi, 1993, Hukum Diplomatik Internasional; Hubungan Politik Bebas Aktif Asas Hukum Diplomatik Dalam Era Ketergantungan Antar Bangsa, Usaha Nasional, Surabaya, (Selanjutnya Masyhur Effendi 1), hlm Sumarsono Mestoko, 1988, Indonesia dan Hubungan Antar-Bangsa, Sinar Harapan, Jakarta, hlm R.G. Feltham, 1982, Diplomatic Handbook, Fourth Edition, Longman, London and New York, hlm. 2.

3 3 Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler, 6 memberikan jaminan kepada perwakilan konsuler berupa hak kekebalan dan hak istimewa. Hak kekebalan dan keistimewaan yang diperoleh oleh perwakilan konsuler agar dapat menjalankan misinya secara bebas dan aman, diberikan atas dasar timbal balik antara negara-negara yang mengadakan hubungan. Bagian II Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler telah mengatur mengenai kemudahan, hak istimewa dan kekebalan bagi pejabat konsuler karier dan anggota perwakilan konsuler lainnya. Pasal 40 Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler mengatur mengenai perlindungan bagi pejabat konsuler menyatakan The receiving State shall treat consular officers with due respect and shall take all appropriate steps to prevent any attck on their person, freedom or dignity. 7 Hak kekebalan dan keistimewaan perwakilan konsuler yang secara umum telah diatur dalam Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler bukan merupakan satu-satunya pengaturan hubungan konsuler, karena disamping kaidah tersebut, khususnya mengenai keistimewaan dapat juga ditentukan oleh perjanjian bilateral antara negara penerima dengan negara pengirim sepanjang perjanjian tersebut hanya merupakan penegasan atau 6 Vienna Convention on Consular Realtions, 1963, Done at Vienna on 24 April Entered into force on 19 March United Nations, Treaty Series, vol. 596, p. 261 Copyright United Nations 2005, selanjutnya disebut Konvensi Wina Tahun 1963 tentang Hubungan Konsuler. 7 Article 40 Vienna Convention on Consular Realtions, Lihat juga terjemahan Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler, Himpunan Peundang-udangan Tentang Hubungan Luar Negeri Republik Indonesia, Pasal 40 Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler yang menyatakan bahwa negara penerima harus memperlakukan pejabat konsuler dengan penuh hormat dan harus mengambil semua langkah yang patut untuk mencegah setiap serangan atas diri pribadinya, kebebasan, dan martabatnya.

4 4 penjabaran serta ketentuan perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan kaidah hukum dalam Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler. 8 Negara penerima terikat untuk memberikan perlindungan dan memperlakulan perwakilan negara lain seperti halnya perlakuan yang ditujukan pada suatu kepala negara, bahkan kekebalan dan keistimewaan tersebut juga diberikan kepada keluarga, dan gedung perwakilannya. Pelanggaran terhadap hak kekebalan maupun hak istimewa perwakilan negara pengirim di negara penerima dapat menimbulkan tanggung jawab negara dan hubungan yang tidak baik karena negara penerima dianggap tidak dapat memberikan perlindungan yang cukup untuk mencegah tindakan-tindakan yang dapat mengancam para perwakilan negara sebagaimana diatur dalam Konvensi Internasional. Salah satu bentuk pelanggaran terhadap hak kekebalan dan hak istimewa perwakilan konsuler suatu negara sesuai dengan Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler dapat berupa perlakuan yang tidak hormat dilakukan oleh negara penerima, bahkan tindakan dari negara penerima yang tidak mengambil segala tindakan apapun untuk menjaga keselamatan, kebebasan aktifitas dan martabat pejabat konsuler. Tindakan tidak hormat dari negara penerima yang menimbulkan kerugian bagi para perwakilan negara lain hingga menyinggung martabat perwakilan tersebut, maka dapat diartikan bahwa tindakan tersebut merupakan penyinggungan terhadap negara pengirim 8 Widodo, 2009, Hukum Diplomatik dan Konsuler Pada Era Globalisasi, Laksbang Justitia, Surabaya, (Selanjutnya Widodo 1), hlm

5 5 sehingga dapat menyebabkan hubungan antara negara pengirim dan penerima perwakilan menjadi tidak harmonis. Pasal 41 ayat (1) Konvensi Wina 1963 telah mengatur bahwa Consular officers shall not be liable to arrest or detention pending trial, except in the case of a grave crime and pursuant to a decision by the competent judicial authority. Pribadi pejabat konsuler bebas dari yurisdiksi pengadilan sehingga tidak dapat diganggu gugat, kecuali dalam kejahatan yang dianggap berat berdasarkan keputusan penguasa yudisial yang berwenang. Meskipun pengaturan mengenai kekebalan pejabat konsuler telah diatur secara tegas pada Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler, namun pada pelaksanaannya masih banyak terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh negara penerima terhadap perwakilan konsuler negara pengirim. Pelanggaran terhadap kekebalan perwakilan pejabat konsuler sebagaimana yang diatur dalam Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler terjadi pada kasus Devyani Khobragade, seorang pejabat Konsuler India berusia 39 tahun yang ditangkap di New York saat hendak mengantar anaknya sekolah. 9 Agen khusus biro keamanan diplomatik Amerika Serikat menangkap Devyani Khobragade yang merupakan wakil Konsul Jenderal India di New York untuk urusan politik, ekonomi, komersial dan perempuan, dengan tuduhan penipuan atau penyalahgunaan visa dan membuat pernyataan atau 9 Washington Post, New indictment filed against Indian diplomat Devyani Khobragade in U.S. visa-fraud case, 14 Maret 2014, URL: diakses pada tanggal 13 Februari 2016.

6 6 dokumen palsu untuk tujuan merekrut seorang warga India yaitu Sangeeta Richard untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumahnya. 10 Devyani Khobragade mengklaim bahwa dia membayar Sangeeta Richard sebagai pembantu rumah tangga dirumahnya dengan jumlah US$ 4500 perbulan, sementara sebenarnya Devyani Khobragade hanya membayar pembantu rumah tangganya dengan jumlah US$ 573 per bulan dan memperkerjakan pembantunya lebih dari 40 jam seminggu. 11 Setelah penangkapan tersebut, Menteri Luar Negeri India yaitu Sujatha Singh memanggil utusan Amerika Serikat di New Delhi yaitu Nancy Powell dan mengajukan protes atas "perlakuan yang tidak dapat diterima" yang dilakukan terhadap Devyani Khobragade. 12 Juru bicara Departemen Luar negeri Amerika Serikat membenarkan bahwa Devyani Khobragade ditangkap oleh agen khusus biro keamanan diplomatik Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, tetapi kemudian diserahkan ke para pejabat penegak hukum setempat dan instansi lain yang bertanggung jawab untuk memproses kasusnya di pengadilan federal. 10 The Times of India, Who is Devyani Khobragade, 19 Desember 2013, URL: diakses pada tanggal 13 Februari Washington Post, New indictment filed against Indian diplomat Devyani Khobragade in U.S. visa-fraud case, 14 Maret 2014, URL: diplomat-devyani-khobragade-in-us-visa-fraud-case/2014/03/14/0074dd80-abb0-11e3-adbc- 888c8010c799_story.html, diakses pada tanggal 13 Februari New York Times, Outrage in India, and Retaliation, Over a Female Diplomat s Arrest in New York, 17 Desember 2013, URL: diakses pada tanggal 13 Februari 2016.

7 7 Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menyatakan bahwa penangkapan yang dilakukan terhadap Devyani Khobragade telah mengikuti standar prosedur penangkapan yang ada di Amerika Serikat, bahkan Devyani Khobragade diperlakukan secara lebih bijaksana. Dalam dokumen pedoman penegakan hukum dan kekuasaan kehakiman departemen luar negeri Amerika Serikat untuk kantor misi asing terkait dengan kekebalan diplomatik dan konsuler dinyatakan bahwa sebagian besar dari hak istimewa dan kekebalan tidaklah mutlak, dan aparat penegak hukum serta polisi memiliki tanggung jawab yang fundamental untuk melindungi dan mengatur perilaku orang yang tinggal di Amerika Serikat agar sesuai dengan peraturan hukum yang ada. 13 Anggota konsuler seperti Devyani Khobragade pada saat penangkapannya, tidak memiliki tingkat kekebalan yang sama dengan mereka yang bekerja di misi diplomatik sebagaimana diatur pada Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik. 14 Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menyatakan bahwa Devyani Khobragade hanya memiliki kekebalan konsuler yang memberikan perlindungan dirinya dari penangkapan yang berkaitan dengan tugas-tugas resmi konsuler, dan tidak memberikan perlindungan untuk kejahatan yang dilakukan di Amerika Serikat. 15 Penipuan atau penyalahgunaan visa dan membuat pernyataan atau dokumen palsu kepada Pemerintah Amerika 13 United States Department of State Bureau of Diplomatic Security, Diplomatic and Consular Immunity: Guidance for Law Enforcement and Judicial Authorities, hlm. 1. URL: diakses pada tanggal 1 Maret Vienna Convention on Diplomatic Relations, 1961, Done at Vienna on 18 April Entered into force on 24 April United Nations, Treaty Series, vol. 500, p.95. Copyright United Nations Selanjutnya disebut Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik. 15 Cable News Network (CNN), Indian diplomat arrested, strip-searched: Does she have immunity?, 18 Desember 2013, URL: diakses pada tanggal 13 Februari 2016.

8 8 Serikat yang dilakukan oleh Devyani Khobragade merupakan suatu pelanggaran terhadap Undang-Undang Amerika Serikat dan dapat dikategorikan sebagai tindakan kejahatan transnasional menurut konvensi internasional karena telah melakukan bentuk pemaksaan terhadap pembantu rumah tangganya untuk bekerja lebih dari ketentuan yang ada serta membayarnya dibawah upah minimum Amerika Serikat. Akibat dari penangkapan terhadap Devyani Khobragade di Amerika Serikat, Pemerintah India melakukan tindakan tegas dengan melakukan sejumlah langkah, seperti memanggil Duta Besar Amerika Serikat untuk India, 16 meminta semua perwakilan diplomat Amerika Serikat yang ditempatkan di India untuk menyerahkan kartu identitas mereka yang sebelumnya diberikan oleh Kementerian Luar Negeri India dan juga mencabut beberapa hak istimewa yang dimiliki oleh semua perwakilan diplomat Amerika Serikat yang bekerja di India. 17 Dengan dicabutnya kartu identitas tersebut, kini pejabat perwakilan Diplomatik Amerika Serikat tidak bisa mempercepat perjalanannya di India. 18 Tindakan lainnya yang dilakukan oleh Pemerintah India yaitu menarik barikade polisi yang berada di luar kedutaan besar Amerika Serikat di New Delhi dan melepas labirin keamanan berupa beton di 16 Gardiner Harris, Outrage in India, and Retaliation, Over a Female Diplomat s Arrest in New York, 17 Desember 2013, URL: diakses pada tanggal 2 Maret Australia Network News, US admits diplomat Devyani Khobragade strip-searched as India launches reprisals over arrest, 18 Desember 2013, URL: diakses pada tanggal 13 Februari New York Times, India Tires of Diplomatic Rift over Arrest of Devyani Khobragade, 20 Desember 2014, URL: diakses pada tanggal 2 Maret 2016.

9 9 luar kedutaan yang dimaksudkan untuk melindungi kantor kedutaan tersebut, serta akses bagi staf diplomatik Amerika Serikat ke bandar udara juga dibatasi oleh Pemerintah India. 19 Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat dilihat bahwa suatu negara penerima wajib memberikan hak kekebalan dan keistimewaan terhadap perwakilan konsuler negara pengirim sesuai dengan hukum internasional khusunya Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler, namun para perwakilan konsuler juga harus menaati dan menghomati peraturan yang berlaku di negara penerima tersebut, karena kekebalan yang dimiliki pejabat konsuler sangat terbatas apabila melakukan suatu pelanggaran terhadap Undang-Undang negara penerima. Selain itu, mengenai tindakan pembalasan yang dilakukan oleh Pemerintah India terhadap perwakilan diplomatik Amerika Serikat tentunya tetap harus memperhatikan hak istimewa dan kekebalan sebagaimana yang diatur pada Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik dan peraturan hukum internasional lainnya. Sehingga menjadi sesuatu yang menarik untuk penulis teliti mengenai keabsahan tindakan penangkapan yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap Devyani Khobragade sebagai perwakilan konsuler India, serta keabsahan tindakan pembalasan yang dilakukan oleh Pemerintah India terhadap perwakilan diplomatik Amerika Serikat. 19 New York Times, India Tires of Diplomatic Rift over Arrest of Devyani Khobragade, 20 Desember 2014, URL: diakses pada tanggal 13 February 2016.

10 10 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis mengangkat dua permasalahan yang meliputi: 1. Bagaimana keabsahan penangkapan yang dilakukan terhadap Devyani Khobragade sebagai perwakilan konsuler India ditinjau dari hukum internasional? 2. Bagaimana keabsahan tindakan pembalasan yang dilakukan oleh Pemerintah India terhadap perwakilan diplomatik Amerika Serikat? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis keabsahan penangkapan yang dilakukan terhadap Devyani Khobragade sebagai perwakilan konsuler India ditinjau hukum internasional. 2. Menganalisis keabsahan tindakan pembalasan yang dilakukan oleh Pemerintah India terhadap perwakilan diplomatik Amerika Serikat. D. Keaslian Penelitian Sepanjang penulusuran dan pengamatan yang dilakukan terhadap berbagai hasil penelitian, belum ada yang membahas topik dan permasalahan yang sama seperti pembahasan dalam penelitian ini. Namun, dari penulusuran dan pengamatan tersebut, ditemukan beberapa hasil penelitian yang dianggap memiliki kemiripan dengan substansi dalam penelitian ini yang membahas permasalahan mengenai kekebalan dan keistimewaan pejabat konsuler menurut

11 11 Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler serta kekebalan dan keistimewaan pejabat diplomatik menurut Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik. Selanjutnya memiliki kemiripan dengan pembahasan secara umum mengenai kasus Devyani Khobragade yang dirumuskan dalam penelitian ini, tetapi berbeda dalam pengkajian masalahnya, yakni sebagai berikut : 1. Dharmik Barot, Devyani Khobragade s Issue Relating to Diplomatic Immunity vis-a-vis Consular Immunity, International Journal for Legal Developments and Allied Issues, Volume 2, Issue 1, Januari Jurnal internasional yang ditulis oleh Dharmik Barot membahas permasalahan mengenai kekebalan diplomatik dan konsuler dalam kasus-kasus pidana terutama terkait dengan kasus Amerika Serikat dengan Devyani Khobragade. Hasil pembahasan dari jurnal ini bahwa seorang pejabat diplomatik akan menikmati kekebalan dari yurisdiksi kriminal negara penerima. Pejabat diplomatik juga akan menikmati kekebalan dari yurisdiksi sipil dan administrasi. Dengan demikian, pejabat diplomatik kebal dari yurisdiksi pidana negara penerima. Seorang pejabat diplomatik tidak bertanggung jawab untuk segala bentuk penangkapan atau penahanan. Para diplomat hanya dapat dituntut atas kejahatan yang mereka lakukan jika adanya persetujuan negara mengirimkan untuk mencabut kekebalan yang dimiliki oleh pejabat diplomatiknya. Selanjutnya mengenai pejabat konsuler, ia tidak akan ditangkap atau ditahan kecuali dalam kasus kejahatan serius dan

12 12 penangkapan yang dilakukan tersebut harus mengikuti keputusan yang dibuat oleh otoritas yudisial yang berkompeten. Pejabat konsuler tidak dapat dimasukkan ke dalam penjara atau dikenakan segala bentuk lain dari pembatasan atas kebebasan pribadi mereka kecuali dalam pelaksanaan hukum atas suatu keputusan terakhir dari pengadilan. Namun, jika terdapat proses pidana yang dikenakan terhadap pejabat konsuler, maka pejabat tersebut harus menghadapinya dan proses tersebut harus dilakukan dengan cara menghormati posisi resminya dan tidak mengganggu pelaksanaan fungsi kedinasan konsuler. Kekebalan dari yurisdiksi pengadilan dibatasi dalam masalah kriminal dan sipil untuk tindakan yang dilakukan dalam kegiatan resmi fungsi konsuler. Jadi dari ketentuan yang terdapat dalam Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler, bahwa petugas konsuler tidak dilindungi dari tindakan kriminal yang mereka lakukan diluar tindakan penting untuk melakukan fungsi resminya sebagai pejabat konsuler. Kesimpulan dari jurnal ini bahwa sesuai dengan ketentuan Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler, Devyani Khobragade diberikan kekebalan konsuler hanya dalam rangka melakukan fungsi resmi konsuler. Sehingga, menuntut Devyani di Amerika Serikat dengan alasan penipuan atau penyalahgunaan visa dan membuat pernyataan atau dokumen palsu tidak akan melanggar kekebalan yang diberikan kepadanya sesuai dengan Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler. Persamaan mengenai pembahasan dalam jurnal

13 13 tersebut dengan penelitian ini adalah pembahasan mengenai kekebalan dan keistimewaan konsuler serta diplomatik terutama kekebalan yang dimiliki oleh Devyani Khobragade dalam melaksanakan fungsi resminya sebagai perwakilan konsuler. Selain itu, membahas juga kasus Devyani Khobragade secara umum. Sedangkan perbedaan dengan penelitian ini adalah pembahasan mengenai pelanggaranpelanggaran yang dilakukan oleh Devyani Khobragade terhadap peraturan hukum internasional maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku di Amerika Serikat. Selain itu juga, membahas mengenai keabsahan tindakan penangkapan yang dilakukan terhadap Devyani Khobragade sebagai perwakilan konsuler India. Penelitian ini juga membahas mengenai keterkaitan penipuan atau penyalahgunaan visa dan membuat pernyataan atau dokumen palsu yang dilakukan oleh Devyani Khobragade dan tindakan-tindakan yang dilakukan terhadap pembantu rumah tangganya dikaitkan dengan konvensi internasional yang mengatur mengenai perdagangan manusia. Selanjutnya, penelitian ini juga membahas mengenai keabsahan dari tindakan pembalasan yang dilakukan oleh Pemerintah India terhadap Perwakilan Diplomatik Amerika Serikat di India menurut hukum internasional serta membahas mengenai pertanggungjawaban Pemerintah India terkait dengan tindakan pembalasan yang dilakukan terhadap perwakilan diplomatik Amerika Serikat.

14 14 2. Md. Shibly Islam, Devyani Khobragade Incident : A Legal Analysis in the Light of International Law, Journal of Law, Policy and Globalization, Vol. 28, Jurnal internasional yang ditulis oleh Md. Shibly Islam membahas permasalahan mengenai konsep kekebalan dan keistimewaan diplomatik serta konsuler berdasarkan hukum internasional dan evaluasi terhadap insiden Devyani Khobragade menurut Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik dan Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler. Hasil pembahasan dari jurnal ini bahwa hak istimewa dan kekebalan khusus yang diberikan kepada perwakilan diplomatik dan konsuler asing mencerminkan aturan yang dikembangkan antara bangsa-bangsa di dunia tentang cara menjalin hubungan internasional yang baik. Konsep yang mendasari hak istimewa dan kekebalan tersebut adalah bahwa perwakilan asing dapat menjalankan tugasnya secara efektif hanya jika mereka diberikan hak istimewa dan kekebalan dari praktik penerapan penegakan hukum negara tuan rumah. Terdapat beberapa perbedaan antara kekebalan dari petugas konsuler dan petugas diplomatik. Pejabat diplomatik tidak dapat dikenakan penangkapan dan penahanan serta memiliki kekebalan dari yurisdiksi pengadilan pidana, perdata, maupun administrasi negara penerima sesuai dengan ketentuan dalam Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik. Khusus mengenai kekebalan konsuler, Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler telah mengatur mengenai kekebalan konsuler

15 15 dalam Pasal 41 konvensi tersebut. Apabila terjadi penangkapan atau penahanan sementara untuk menunggu proses pemeriksaan di pengadilan atas anggota staf konsuler atau dalam hal peradilan pidana, negara penerima harus segera mungkin memberitahukan hal tersebut kepada kepala perwakilan konsuler yang terkait. Jika yang ditangkap atau ditahan sementara untuk menunggu proses pemeriksaan di pengadilan atau dalam hal kasus kejahatan tersebut adalah kepala kantor konsuler maka negara penerima wajib memberitahu negara pengirim melalui saluran diplomatik. Terkait hal tersebut, penangkapan yang dilakukan terhadap wakil konsulat jenderal India Devyani Khobragade dilakukan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepadanya dan kepada kepala konsuler, sehingga penangkapan yang dilakukan terhadap Devyani Khobragade tanpa memberitahu kepala konsuler adalah jelas melanggar Pasal 42 Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler yang dilakukan oleh otoritas Amerika Serikat. Kesimpulan dari jurnal ini bahwa dalam hukum internasional, pemberian kekebalan dan keistimewaan diplomatik serta konsuler tidak dimaksudkan untuk melanggar hukum dan sengaja untuk menghindari tanggung jawab atas tindakan mereka. Tujuan dari hak istimewa dan kekebalan yang diberikan untuk menjamin para perwakilan negara pengirim agar dapat bekerja secara efisien dan efektif dalam melaksanakan fungsi resminya. Persamaan jurnal tersebut dengan penelitian ini adalah pembahasan mengenai hak

16 16 istimewa dan kekebalan yang dimiliki oleh pejabat konsuler menurut Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler serta hak istimewa dan kekebalan yang dimiliki oleh pejabat diplomatik menurut Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik. Selain itu juga memiliki persamaan dalam pembahasan kasus Devyani Khobragade secara umum. Sedangkan perbedaan dengan penelitian ini adalah pembahasan mengenai pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Devyani Khobragade terhadap peraturan hukum internasional maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku di Amerika Serikat. Selain itu juga, membahas mengenai keabsahan tindakan penangkapan yang dilakukan terhadap Devyani Khobragade sebagai perwakilan konsuler India. Penelitian ini juga membahas mengenai keterkaitan penipuan atau penyalahgunaan visa dan membuat pernyataan atau dokumen palsu yang dilakukan oleh Devyani Khobragade dan tindakan-tindakan yang dilakukan terhadap pembantu rumah tangganya dikaitkan dengan konvensi internasional yang mengatur mengenai perdagangan manusia. Selanjutnya, penelitian ini juga membahas mengenai keabsahan dari tindakan pembalasan yang dilakukan oleh Pemerintah India terhadap Perwakilan Diplomatik Amerika Serikat di India menurut hukum internasional serta membahas mengenai pertanggungjawaban Pemerintah India terkait dengan tindakan pembalasan yang dilakukan terhadap perwakilan diplomatik Amerika Serikat.

17 17 E. Manfaat Penelitian Dalam penulisan penelitian ini, diharapkan terdapat manfaat yang dapat diambil. Manfaat penelitian meliputi manfaat teoritis dan manfaat praktis. Penjelasan daripada manfaat tersebut adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah keahlian meneliti dan keterampilan menulis bagi penulis, menambah pengetahuan, sumbangan pemikiran dalam pemecahan suatu masalah hukum, dan bacaan baru bagi penelitian ilmu hukum. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan masukan kepada pihak-pihak yang menjalin suatu hubungan internasional dengan negara lain untuk tetap saling menghormati hak kekebalan dan hak istimewa yang dimiliki oleh para masing-masing perwakilan negara, serta harus tetap menghormati peraturan-peraturan hukum yang berlaku di negara lain dan konvensi-konvensi internasional yang terkait.

BAB I PENDAHULUAN. kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama 1. Berdasarkan ruang

BAB I PENDAHULUAN. kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama 1. Berdasarkan ruang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama 1. Berdasarkan ruang lingkupnya, hukum dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laut Bering lepas pantai Chukotka, Rusia. Juru bicara Kementerian Kelautan

BAB I PENDAHULUAN. Laut Bering lepas pantai Chukotka, Rusia. Juru bicara Kementerian Kelautan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus tenggelamnya kapal penangkap ikan Oryong 501 milik Korea Selatan pada Desember tahun 2014 lalu, menambah tragedi terjadinya musibah buruk yang menimpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya menggunakan pendekatan diplomasi atau negosiasi. Pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya menggunakan pendekatan diplomasi atau negosiasi. Pendekatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara tidak akan mampu berdiri sendiri tanpa mengadakan hubungan internasional dengan negara maupun subyek hukum internasional lainnya yang bukan negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dapat mengadakan hubungan-hubungan internasional dalam segala bidang

BAB I PENDAHULUAN. negara dapat mengadakan hubungan-hubungan internasional dalam segala bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan subjek hukum internasional yang paling utama, sebab negara dapat mengadakan hubungan-hubungan internasional dalam segala bidang kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a b c d e f bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang berkaitan dengan kepentingan negara yang diwakilinya

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang berkaitan dengan kepentingan negara yang diwakilinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan diplomatik merupakan hal yang penting untuk dijalin oleh sebuah negara dengan negara lain dalam rangka menjalankan peran antar negara dalam pergaulan internasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsul (diambil dari bahasa inggris consulate yang diartikan diplomatic building

BAB I PENDAHULUAN. Konsul (diambil dari bahasa inggris consulate yang diartikan diplomatic building BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Konsul (diambil dari bahasa inggris consulate yang diartikan diplomatic building that serves as the residence or workplace of a consul ) jenderal merupakan salah satu

Lebih terperinci

Oleh. Luh Putu Yeyen Karista Putri Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh. Luh Putu Yeyen Karista Putri Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana PENGUJIAN KEKEBALAN DIPLOMATIK DAN KONSULER AMERIKA SERIKAT BERDASARKAN HUKUM KETENAGAKERJAAN INDONESIA (STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NO. 673K/PDT.SUS/2012) Oleh Luh Putu

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL

BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL Sebagai subjek hukum yang mempunyai personalitas yuridik internasional yang ditugaskan negara-negara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.68, 2013 HUKUM. Keimigrasian. Administrasi. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5409) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.995, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LUAR NEGERI. Perwakilan RI. Luar Negeri. Organisasi. Tata Kerja. Perubahan. PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013

Lebih terperinci

PENANGGALAN KEKEBALAN DIPLOMATIK DI NEGARA PENERIMA MENURUT KONVENSI WINA Oleh : Windy Lasut 2

PENANGGALAN KEKEBALAN DIPLOMATIK DI NEGARA PENERIMA MENURUT KONVENSI WINA Oleh : Windy Lasut 2 PENANGGALAN KEKEBALAN DIPLOMATIK DI NEGARA PENERIMA MENURUT KONVENSI WINA 1961 1 Oleh : Windy Lasut 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana terjadinya pelanggaran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional yang bersifat global yang terpenting masa kini. 1 Di dalam

BAB I PENDAHULUAN. internasional yang bersifat global yang terpenting masa kini. 1 Di dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah salah satu organisasi internasional yang bersifat global yang terpenting masa kini. 1 Di dalam piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa

Lebih terperinci

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 1. Ketentuan UUD 1945: a. Pra Amandemen: Pasal 11: Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah membentuk dunia yang tanpa batas, karena itu negara-negara tidak

BAB I PENDAHULUAN. telah membentuk dunia yang tanpa batas, karena itu negara-negara tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu negara tidak pernah dapat berdiri sendiri dan menjadi mandiri secara penuh tanpa sama sekali berhubungan dengan negara lain. Negaranegara di dunia perlu melakukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE AUSTRIAN FEDERAL GOVERNMENT ON VISA EXEMPTION FOR HOLDERS

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.383, 2012 KEMENTERIAN LUAR NEGERI. Susunan Organisasi. Indeks Perwakilan. Konsulat Jenderal Republik Indonesia. PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA Republik Indonesia dan Republik Rakyat China (dalam hal ini disebut sebagai "Para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membedakan ideologi, sistem politik, sistem sosialnya. Maksud memberikan

BAB I PENDAHULUAN. membedakan ideologi, sistem politik, sistem sosialnya. Maksud memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penjelasan umum Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1982 tentang pengesahan Konvensi Wina Tahun 1961 mengenai hubungan Diplomatik beserta protokol

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM DIPLOMATIK TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PRAKTIK SPIONASE YANG DILAKUKAN MELALUI MISI DIPLOMATIK DILUAR PENGGUNAAN PERSONA NON-GRATA

TINJAUAN HUKUM DIPLOMATIK TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PRAKTIK SPIONASE YANG DILAKUKAN MELALUI MISI DIPLOMATIK DILUAR PENGGUNAAN PERSONA NON-GRATA TINJAUAN HUKUM DIPLOMATIK TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PRAKTIK SPIONASE YANG DILAKUKAN MELALUI MISI DIPLOMATIK DILUAR PENGGUNAAN PERSONA NON-GRATA Oleh I. Gst Ngr Hady Purnama Putera Ida Bagus Putu Sutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan negara lainnya untuk saling memenuhi kebutuhan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan negara lainnya untuk saling memenuhi kebutuhan masing-masing 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hubungan Diplomatik merupakan hubungan yang dijalankan antara negara satu dengan negara lainnya untuk saling memenuhi kebutuhan masing-masing negara, hal ini

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. 1. Imunitas Kepala Negara dalam Hukum Internasional. Meski telah diatur dalam hukum internasional dan hukum kebiasaan

BAB VI PENUTUP. 1. Imunitas Kepala Negara dalam Hukum Internasional. Meski telah diatur dalam hukum internasional dan hukum kebiasaan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan 1. Imunitas Kepala Negara dalam Hukum Internasional Meski telah diatur dalam hukum internasional dan hukum kebiasaan internasional, penegakan hukum terhadap imunitas kepala

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau

BAB 1 PENDAHULUAN. perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan wilayah perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau dalam bahasa

Lebih terperinci

ISTILAH-ISTILAH DIPLOMATIK. Accreditation : Akreditasi. Wilayah negara penerima yang. : suatu persetujuan yang diberikan oleh negara

ISTILAH-ISTILAH DIPLOMATIK. Accreditation : Akreditasi. Wilayah negara penerima yang. : suatu persetujuan yang diberikan oleh negara LAMPIRAN ISTILAH-ISTILAH DIPLOMATIK Accreditation : Akreditasi. Wilayah negara penerima yang merupakan jurisdiksi diplomatik bagi Perwakilan diplomatik sesuatu negara pengirim yang ditetapkan menurut prinsip-prinsip

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN PEMBEBASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH KEPADA PERWAKILAN NEGARA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN PEMBEBASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH KEPADA PERWAKILAN NEGARA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1976 TENTANG POKOK-POKOK ORGANISASI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1976 TENTANG POKOK-POKOK ORGANISASI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1976 TENTANG POKOK-POKOK ORGANISASI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka penertiban

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL

Lebih terperinci

KETENTUAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP WARGA NEGARA ASING (KASUS TKW KARTINI DI UNI EMIRAT ARAB DAN RUYATI DI ARAB SAUDI)

KETENTUAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP WARGA NEGARA ASING (KASUS TKW KARTINI DI UNI EMIRAT ARAB DAN RUYATI DI ARAB SAUDI) KETENTUAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP WARGA NEGARA ASING (KASUS TKW KARTINI DI UNI EMIRAT ARAB DAN RUYATI DI ARAB SAUDI) Dian Purwaningrum Soemitro Latar Belakang Status Warga Negara

Lebih terperinci

Pada waktu sekarang hampir setiap negara. perwakilan diplomatik di negara lain, hal ini. perwakilan dianggap sebagai cara yang paling baik dan

Pada waktu sekarang hampir setiap negara. perwakilan diplomatik di negara lain, hal ini. perwakilan dianggap sebagai cara yang paling baik dan 1 A. URAIAN FAKTA Pada waktu sekarang hampir setiap negara perwakilan diplomatik di negara lain, hal ini mempunyai dikarenakan perwakilan dianggap sebagai cara yang paling baik dan efektif dalam mengadakan

Lebih terperinci

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 9 HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 9 HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 9 HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER A. Sejarah Hukum Diplomatik Semenjak lahirnya negara-negara di dunia, semenjak itu pula berkembang prinsipprinsip hubungan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Unviversitas Andalas. Oleh. Irna Rahmana Putri

SKRIPSI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Unviversitas Andalas. Oleh. Irna Rahmana Putri TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN HAK KEKEBALAN DAN HAK ISTIMEWA KONSUL MALAYSIA DI PEKANBARU BERDASARKAN KONVENSI WINA TAHUN 1963 TENTANG HUBUNGAN KONSULER SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Keimigrasian merupakan bagian dari perwujudan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH HONGKONG UNTUK PENYERAHAN PELANGGAR HUKUM YANG MELARIKAN DIRI (AGREEMENT

Lebih terperinci

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI DISUSUN OLEH : Sudaryanto, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TUJUH BELAS AGUSTUS SEMARANG TAHUN 2011 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Hukum Perjanjian

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5514 PENGESAHAN. Perjanjian. Republik Indonesia - Republik India. Bantuan Hukum Timbal Balik. Pidana. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor

Lebih terperinci

- Dibentuk oleh suatu Perjanjian Internasional - Memiliki organ yang terpisah dari negara-negara anggotanya - Diatur oleh hukum internasional publik

- Dibentuk oleh suatu Perjanjian Internasional - Memiliki organ yang terpisah dari negara-negara anggotanya - Diatur oleh hukum internasional publik BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 6 KEPRIBADIAN HUKUM / PERSONALITAS YURIDIK / LEGAL PERSONALITY, TANGGUNG JAWAB, DAN WEWENANG ORGANISASI INTERNASIONAL A. Kepribadian Hukum Suatu OI

Lebih terperinci

BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL

BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL Isu imigran ilegal yang terus mengalami kenaikan jumlah di Indonesia yang juga turut menimbulkan dampak tersendiri

Lebih terperinci

KEPPRES 108/2003, ORGANISASI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI

KEPPRES 108/2003, ORGANISASI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 108/2003, ORGANISASI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI *51380 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 108 TAHUN 2003 (108/2003) TENTANG ORGANISASI

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Konvensi Wina Mengenai Hubungan Diplomatik Tahun wisma maupun kediaman duta pada Pasal 22 dan 30.

BAB III PENUTUP. Konvensi Wina Mengenai Hubungan Diplomatik Tahun wisma maupun kediaman duta pada Pasal 22 dan 30. 39 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Konvensi Wina Mengenai Hubungan Diplomatik Tahun 1961 mengatur secara umum tentang perlindungan Misi Diplomatik baik dalam wisma maupun kediaman duta pada Pasal 22 dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN KEPANITERAAN DAN SEKRETARIAT JENDERAL MAHKAMAH KONSTISI REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.50, 2013 HUKUM. Pidana. Pendanaan. Terorisme. Pencegahan. Pemberantasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5406) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-3 Kedudukan Perwakilan Diplomatik di Indonesia

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-3 Kedudukan Perwakilan Diplomatik di Indonesia PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-3 Kedudukan Perwakilan Diplomatik di Indonesia Makna kata Perwakilan Diplomatik secara Umum Istilah diplomatik berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan beberapa peraturan, khususnya tentang hukum hak asasi manusia dan meratifikasi beberapa konvensi internasional

Lebih terperinci

Kata Kunci : Perang, Perwakilan Diplomatik, Perlindungan Hukum, Pertanggungjawaban

Kata Kunci : Perang, Perwakilan Diplomatik, Perlindungan Hukum, Pertanggungjawaban PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PERWAKILAN DIPLOMATIK DI WILAYAH PERANG Oleh : Airlangga Wisnu Darma Putra Putu Tuni Cakabawa Landra Made Maharta Yasa Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1982 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI WINA MENGENAI HUBUNGAN DIPLOMATIK BESERTA PROTOKOL OPSIONALNYA MENGENAI HAL MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN (VIENNA CONVENTION

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Keimigrasian merupakan bagian dari perwujudan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana kegiatan-kegiatan perdagangan yang mulai berkembang pesat di city

BAB I PENDAHULUAN. dimana kegiatan-kegiatan perdagangan yang mulai berkembang pesat di city BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Lembaga konsuler 2 menurut sejarah telah ada lebih dulu dibanding lembaga diplomatik. Lembaga konsuler bahkan telah ada sejak zaman Yunani Kuno, dimana kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955 Tentang Tindak Pidana Imigrasi telah dicabut dan diganti terakhir dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering terjadi di dalam tindak pidana keimigrasian. Izin tinggal yang diberikan kepada

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional

BAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional 19 BAB II TINJAUAN UMUM 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional 1.1.1 Pengertian Subjek Hukum Internasional Secara umum subyek hukum diartikan sebagai pendukung / pemilik hak dan kewajiban.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2003 TENTANG ORGANISASI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2003 TENTANG ORGANISASI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2003 TENTANG ORGANISASI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan dan perkembangan yang

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017 LANDASAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN DI BIDANG PERPAJAKAN YANG DILAKUKAN OLEH PEJABAT PAJAK 1 Oleh: Grace Yurico Bawole 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana landasan

Lebih terperinci

2 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1982 tentang P

2 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1982 tentang P BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1265, 2015 KEMENLU. Perwakilan RI. Luar Negeri. Organisasi. Tata Kerja. Perubahan. PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi sekarang ini mengakibatkan kemajuan di segala bidang, bukan saja masalah kehidupan ekonomi, tetapi telah melanda dalam kehidupan politik,

Lebih terperinci

Para Kepala Kepolisian, Ketua Delegasi, Para Kepala National Central Bureau (NCB),

Para Kepala Kepolisian, Ketua Delegasi, Para Kepala National Central Bureau (NCB), Sambutan Y. M. Muhammad Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Umum Interpol Ke-85 Dengan Tema Setting The Goals Strengthening The Foundations: A Global Roadmap for International Policing

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan internasional, baik dari aspek geografis maupun potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warga negaranya atau orang yang berada dalam wilayahnya. Pelanggaran atas

BAB I PENDAHULUAN. warga negaranya atau orang yang berada dalam wilayahnya. Pelanggaran atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini memiliki hukum positif untuk memelihara dan mempertahankan keamanan, ketertiban dan ketentraman bagi setiap warga negaranya atau orang yang

Lebih terperinci

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON MUTUAL ASSISTANCE IN CRIMINAL MATTERS) PERJANJIAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1982 TENTANG MENGENAI HUBUNGAN DIPLOMATIK BESERTA PROTOKOL OPSIONALNYA MENGENAI HAL MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN (VIENNA CONVENTION ON DIPLOMATIC RELATIONS ON DIPLOMATIC RELATIONS

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2003 TENTANG ORGANISASI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2003 TENTANG ORGANISASI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2003 TENTANG ORGANISASI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perubahan dan perkembangan yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE REPUBLIC

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.49, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. Perjanjian. Ekstradisi. Papua Nugini. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5674) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN PAPUA NUGINI (EXTRADITION TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND

Lebih terperinci

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB

Lebih terperinci

HUKUM INTERNASIONAL Argentina Mengakui Negara Palestina. Oleh : Didik Sugianto ( )

HUKUM INTERNASIONAL Argentina Mengakui Negara Palestina. Oleh : Didik Sugianto ( ) HUKUM INTERNASIONAL Argentina Mengakui Negara Palestina Oleh : Didik Sugianto (134704009) UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN PMP-KN PROGRAM STUDI ILMU HUKUM 2014 A. Uraian kasus Argentina

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM)

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Negara Penerima Untuk Memberitahukan Kepada Perwakilan Diplomatik. Asing Tentang Persoalan Hukum Yang Menimpa Warga Negara Pengirim

BAB III PENUTUP. Negara Penerima Untuk Memberitahukan Kepada Perwakilan Diplomatik. Asing Tentang Persoalan Hukum Yang Menimpa Warga Negara Pengirim 86 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari penelitian yang telah penulis lakukan mengenai Kewajiban Negara Penerima Untuk Memberitahukan Kepada Perwakilan Diplomatik Asing Tentang Persoalan Hukum Yang Menimpa

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 8 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2003 TANGGAL 31 DESEMBER 2003

RGS Mitra 1 of 8 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2003 TANGGAL 31 DESEMBER 2003 RGS Mitra 1 of 8 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2003 TANGGAL 31 DESEMBER 2003 ORGANISASI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asasi perempuan dan anak diantaranya dengan meratifikasi Konferensi CEDAW (Convention

BAB I PENDAHULUAN. asasi perempuan dan anak diantaranya dengan meratifikasi Konferensi CEDAW (Convention BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang masalah Negara mempunyai tugas untuk melindungi segenap warga negaranya, hal itu tercantum pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, ditambah dengan isi Pancasila pasal

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia. 161 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Menjawab rumusan masalah dalam Penulisan Hukum ini, Penulis memiliki kesimpulan sebagi berikut : 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal Asing yang Melakukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN PAPUA NUGINI (EXTRADITION TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE INDEPENDENT

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SOSIALIS VIET NAM (TREATY ON MUTUAL

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PENGESAHAN. Perjanjian. Bantuan Timbal Balik. Viet Nam. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 277). PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-23/BC/2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI SERTA PENYELESAIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA, 22 APRIL 1992

ANALISIS PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA, 22 APRIL 1992 ANALISIS PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA, 22 APRIL 1992 (Sebagaimana Telah Diratifikasi dengan UU No.8 Th 1994, 2 Nopember 1994) A. PENGERTIAN EKSTRADISI Perjanjian Ekstradisi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR i. DAFTAR ISI ii

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR i. DAFTAR ISI ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii Bab I Latar belakang Ekstradisi, Pengertian dan Perkembangan Ekstradisi 1 1.1 Latar Belakang Timbulnya Ekstradisi 1 1.2 Pengertian dan Perkembangan Ekstradisi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 277, 2015 PENGESAHAN. Perjanjian. Bantuan Timbal Balik. Viet Nam. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5766). UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat, pelaksanaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH HONGKONG UNTUK PENYERAHAN PELANGGAR HUKUM YANG MELARIKAN DIRI (AGREEMENT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci