BAB II TINJAUAN UMUM ATAS HUBUNGAN DIPLOMATIK DAN HUKUM DIPLOMATIK. A. Pengertian Hubungan Diplomatik dan Hukum Diplomatik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM ATAS HUBUNGAN DIPLOMATIK DAN HUKUM DIPLOMATIK. A. Pengertian Hubungan Diplomatik dan Hukum Diplomatik"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM ATAS HUBUNGAN DIPLOMATIK DAN HUKUM DIPLOMATIK A. Pengertian Hubungan Diplomatik dan Hukum Diplomatik Setiap negara dalam memenuhi kebutuhannya akan mengadakan hubungan dengan negara lain. Baik dengan tujuan ekonomi, sosial, politik serta kebudayaan. Dengan meluasnya hubungan tersebut maka tidak menutup kemungkinan suatu negara akan mempunyai hubungan dengan tidak hanya dengan satu negara tertentu saja namun hampir seluruh negara di dunia. Untuk menentukan penerapan arti kata diplomatik itu sendiri belum terdapat keseragaman yang pasti, yang dikarenakan banyaknya pendapat para ahli hukum yang berbeda, sehingga berbeda pula pengertian yang dikemukakan. Penggunaan kata Diplomatik yang berbeda didasarkan menurut penggunaannya: a. Ada yang menyamakan dengan politik luar negeri bila digunakan dalam Diplomatik RI di Afrika perlu ditingkatkan.

2 b. Diplomatik dapat pula diartikan sebagai perundingan seperti sering dinyatakan bahwa masalah Timur Tengah hanya dapat diselesaikan melalui diplomasi. Jadi dengan perkataan lain diplomasi disini merupakan satu-satunya mekanisme, yaitu melalui perundingan. c. Dapat pula diplomasi diartikan sebagai dinas luar negri seperti dalam ungkapan selama ini ia bekerja untuk diplomatik. d. Ada juga yang menggunakan secara kiasan seperti Ia pandai berdiplomasi yang berarti bersilat lidah. 8 Sebagai pemahaman lebih jauh, Ian Brownlie memberikan pengertian diplomasi yaitu:. Diplomacy comprises any means by which states establish or maintain mutual relations, communicate with eachother, or carry out political or legal transactions. In each case through their authorize agents. 9 Terjemahannya: Hubungan Diplomatik yang dimiliki tiap-tiap negara untuk mendirikan atau memelihara komunikasi yang secara harmonis satu sama lain, atau melaksanakan politik atau transaksi-transaksi yang sah dalam tiap-tiap kasus melalui wewenang tiap-tiap negara. Pengertian yang diberikannya lebih memfokuskan kepada obyek dari diplomatik tersebut. Lebih berdasarkan pada alat-alat dan cara perhubungan yang dilakukan. Hal senada juga dijelaskan oleh NA Maryan Green: The Chief purpose of establishing diplomatic relations and permanent missions is to serve as means by 8 Sumaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik Teori dan Kasus, Alumni, Bandung, 1995, hal.2 9 Ian Brownlie, Principles of Public International Law, 3 rd ed, ELBS, Oxford, University Press, 1979, hal.345 dalam Syahmin Ak, SH, Hukum Internasional Publik, Binacipta, Bandung, 1992, hal.228

3 and through which states are able to communicate with each other, yang artinya pembukaan hubungan diplomatik dan misi yang tetap yakni untuk melayani dan digunakan sebagai alat sehingga negara-negara tertentu dapat saling berkomunikasi. 10 Sedangkan menurut E. Satow, menjelaskan: Diplomacy is the application of intelegence and act to the conduct of official relations between the governments of independent states, extending sometimes also to their relations with vassal states or more brierly still, the conduct of business between states by peaceful means. Terjemahannya: Penerapan Hubungan Diplomatik secara resmi diantara negara-negara maju dengan negara-negara yang sedang berkembang yang bertujuan membentuk kedamaian. Pengertian yang diberikannya lebih ditujukan kepada subjek para perwakilan diplomatik yakni mengenai tingkah laku, perbuatan yang diperbolehkan dalam melaksanakan tugasnya sebagai pejabat diplomatik. Pengertian lain dari diplomacy adalah cara-cara dan bentuk yang dilakukan dalam pendekatan dan berunding dengan negara lain untuk mengembangkan hubungan antar negara Ernest Satow, A Guide to Diplomatice Practice, London, Longmans & Company, 1957, hal.3 dalam Syahmin Ak, SH, ibid. 11 NA Maryan Green, International Law, 3 rd ed., London, Pitman Publishing, 1987, hal Boer Mouna, Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Penerbit Alumni, Bandung, 2000, hal.465

4 Dari beberapa pengertian tersebut dapat dilihat bahwa untuk adanya hubungan diplomatik itu harus terdapat beberapa faktor yang mendukung, antara lain: 1. Adanya hubungan antar negara untuk merintis kerjasama dan persahabatan 2. Hubungan tersebut dilakukan melalui pertukaran misi diplomatik, termasuk para pejabatnya 3. Para pejabat diplomatik tersebut harus diakui statusnya sebagai misi diplomatik 4. Agar para diplomat tersebut dapat melakukan tugas dan fungsinya dengan efisien, mereka perlu diberikan kekebalan dan keistimewaan diplomatik yang didasarkan dalam hukum diplomatik, hukum kebiasaan internasional serta perjanjian-perjanjian lainnya yang menyangkut hubungan diplomatik antar negara. 13 B. Sejarah Perkembangan Hubungan Diplomatik dan Pengaturannya dalam Hukum Internasional Hubungan Diplomatik berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini dapat terjadi bila diperhatikan kebutuhan manusia itu sendiri sehingga ia memerlukan orang lain. Begitu juga dengan hubungan diplomatik sebagai suatu lembaga yang mempunyai maksud untuk bernegosiasi dengan negara lain sebagai pencapaian suatu tujuan adalah sama tuanya dengan sejarah. Perkembangan ini dapat kita lihat melalui contoh-contoh pengiriman perwakilan diplomatik bangsabangsa. 13 Syahmin A.K, SH, Op. cit, hal.229

5 Bermula dari hubungan antar manusia, kemudian berkembang kepada kebutuhan suatu kelompok dengan kelompok lainnya dan semakin lama meluas menjadi hubungan yang lebih luas antara satu negara dengan negara lain sebagai kelompok manusia yang paling besar. Thucydides, seorang sarjana Yunani mengatakan bahwa pada dasarnya hubungan diplomatik tersebut telah lama ada.negara Yunanai telah mengenal hubungan ini pada zaman Romawi, terbukti dengan upacara yang diadakan setiap tahun dalam rangka menerima misi-misi negara tetangga.disamping itu telah dikenal pula beberapa perjanjian-perjanjian atau traktat yang mengatur pola hubungan diplomatik tersebut.missionaris yang datang tersebut selalu diperlakukan dengan khas, dihormati serta dijamin keselamatannya sekaligus diberikan berbagai fasilitas dan keistimewaannya. 14 Bukti bahwasanya missi diplomatik telah dikenal sejak dahulu dalam pergaulan antar bangsa dapat kita lihat bahwa terdapat dalam beberapa traktat seperti traktat yang dibuat oleh Raja Ennatum dari negara Lagash (Messopotamia) dengan kota Umma yang dikalahkannya. Perjanjian tersebut diperkirakan berusia diatas 1000 tahun dihitung sejak perjanjian selanjutnya ditemukan orang yang bertuliskan dalam bahasa Someriah.Demikian juga halnya di Mesir, ditemukan pula data (traktat) pada batu yang dipahat yakni mengenai raja-raja Mesir dengan Kheta pada tahun 2000 SM. Hubungan antar raja diatur dengan berbagai upacara sudah dilakukan di Tiongkok untuk mengenal kedudukan duta masing-masing negara. 14 Mohd. Sanwani Nst, Sulaiman, Bachtiar Hamzah, Hukum Internasional (suatu pengantar), Penerbit Kelompok Studi Hukum & Masyarakat, F.H, USU, Medan, 1992, hal.68

6 Pengiriman dan penerimaan oleh bangsa-bangsa kuno ditandai bahwasanya walaupun tidak ada hukum internasional modern yang diketahui, para duta besar dimana-mana menikmati perlindungan khusus dan kekebalan tertentu, walaupun tidak berdasarkan hukum namun berdasarkan agama, duta besar dianggap amat suci. 15 Walaupun kedutaan tetap tidak diketahui hingga akhir abad pertengahan, kenyataan bahwa Paus mempunyai perwakilan tetap disebut aprocrisiarri.namun hal ini tidak sampai pada abad ke-13 bahwa duta tetap yang pertama membuat kemunculannya. Republik Italia dan Venesia khususnya, mengambil contoh dengan terus menempatkan perwakilan-perwakilannya pada ibukota-ibukota yang lain untuk menegosiasikan urusan dan permasalahan internasional mereka dengan lebih baik. 16 Dan pada abad ke-15 Republik-republik ini mulai mengirimkan perwakilan tetap di Spanyol, Jerman, Prancis, dan Inggris, negara-negara lain mengikuti usaha tersebut.perjanjian-perjanjian khusus sering ditandatangani untuk menetapkan duta-duta yang tetap, seperti pada tahun 1520, antara Raja Inggris dan Kaisar Jerman. 17 Peristiwa hukum mengenai duta diplomatik yang sangat penting dan menggemparkan terjadi pada tahun 1584, tentang duta Spanyol yang terlihat dalam usaha untuk menjatuhkan Ratu Elisabeth dari Inggris dan ingin 15 L. Oppenheim, International Law A Treaties, Vol 1 peace, 8 th.ed, London, Longmans Green & Company, 1960, hal Ibid, hal Ibid

7 membebaskan Ratu Mary yang beragama Khatolik dari Scotland.Kerajaan Inggris yang pada masa itu sangat dipengaruhi oleh hukum Romawi meminta pendapat sarjana terkemuka dari Romawi (Gentili) tentang penyelesaian kasus tersebut.gentili menyebutkan bahwa jurisdiksi Inggris tidak berwenang menangani kasus tersebut. Hingga akhirnya duta itu diusir dari Inggris dan selamatlah ia dari kemarahan rakyat Inggris yang ingin menghukumnya. 18 Sejak akhir abad ke-15 Inggris, Prancis, Spanyol dan Jerman melanjutkan kedutaan tetap pada pengadilan masing-masing.namun tidak berlanjut sampai pertengahan kedua abad ke-17 bahwa kedutaan tetap menjadi lembaga umum. 19 Sampai dengan tahun 1815 ketentuan-ketentuan yang bertalian dengan hubungan diplomatik berasal dari hukum kebiasaan.pada Kongres Wina tahun 1815 raja-raja yang ikut dalam konferensi sepakat untuk mengkodifikasikan hukum kebiasaan tersebut menjadi hukum tertulis.namun tidak banyak yang telah dicapai dan mereka hanya menghasilkan satu naskah saja yaitu hirarki diplomat yang kemudian dilengkapi dengan protokol Aix-La-Chapelle tanggal 21 November 1818.Sebernanya Kongres Wina dari segi substansi praktis tidak menambah apa-apa terhadap praktek yang sudah ada sebelumnya selain menjadikannya sebagai hukum tertulis. 20 Dengan adanya Kongres Wina ini maka dapat terwujud satu kesatuan yang mengatur tentang hubungan diplomatik.walaupun belum begitu sempurna, namun 18 Mohd. Sanwani Nst, Sulaiman, Bachtiar Hamzah, Op.cit, hal L. Oppenheim, Loc.cit 20 Bour Mouna, Op.cit, hal.467

8 sudah tercipta satu kodifikasi yang dapat diterima dan dipergunakan secara internasional. Kemudian pada tahun 1927 dalam kerangka Liga Bangsa-Bangsa diupayakanlah kodifikasi yang sesungguhnya.namun hasil-hasil yang telah dicapai Komisi Ahli ditolak oleh dewan Liga Bangsa-Bangsa. Alasannya yaitu belum waktunya untuk merumuskan kesepakatan global mengenai hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik yang cukup kompleks dank arena itu memutuskan untuk tidak memasukkan masalah tersebut dalam agenda Konferensi Den Haag yang diselenggarakan pada tahun 1930 untuk kodifikasi hukum internasional. Pada tahun 1928, Konferensi ke-6 Organisasi Negara-negara Amerika (OAS) di Havana menerima konvensi dengan namaconvention on Dipomatik Officers.Mengingat sifatnya yang regional, implementasi konvensi ini tidak menyeluruh. Dengan terjadi perkembangan dan upaya untuk mengembangkan hukum diplomatik, maka pada akhir 1959 Majelis Umum melalui Resolusi 1950 (XIV) memutuskan untuk menyelenggarakan suatu konferensi untuk membahas masalah kekebalan diplomatik. Konferensi dengan nama The United Nations Conference on Diplomatic Intercourse and Immunities yang diselenggarakan di Wina dari tanggal 2 Maret sampai 14 April 1961, menghasilkan 3 instrumen: Vienna Convention on Diplomatic Relations, Optional Protocol Concerning Acquisition of Nationality, dan Optional Protocol Concerning the Compulsory Settlement of Disputes.

9 Konvensi itu diterima oleh 72 negara, tiga tahun kemudian tanggal 24 April 1964, konvensi tersebut mulai berlaku, sampai sekarang hampir seluruh negara di dunia telah meratifikasi konvensi tersebut. C. Fungsi Perwakilan Diplomatik Untuk menentukan fungsi perwakilan diplomatik terlebih dahulu kita membedakan antara perwakilan tetap dan tidak tetap. Perwakilan diplomatik tidak tetap hanya sementara diberi kuasa untuk tujuan tertentu, fungsinya terbatas pada tugas yang diberikan kepada mereka, hanya untuk menangani masalah tertentu sesuai dengan surat kepercayaan yang diterimanya. Seperti menangani beberapa perundingan, mewakili kongres satu konferensi sesuai dengan penunjukannya.jika telah selisai mengadakan perundingan atau konferensi tersebut, maka selesai pulalah tugas misi yang diembannya. Sedangkan tugas dan fungsi perwakilan diplomatik tetap sangat luas. Menurut Oppenheim, fungsi perwakilan diplomatik yang tetap yakni negosiasi, observasi dan proteksi. Tapi disamping fungsi-fungsi tersebut, perwakilan diplomatik dapat ditugaskan yang lainnya dan bermacam-macam fungsi lainnya. 21 Disamping itu, menurut Baharuddin A. Ubani, perwakilan diplomatik yang bertindak sebagai saluran diplomasi negara mempunyai fungsi ganda, yaitu: 1. Menyalurkan kepada pemerintah negara pemerintah mengenai politik luar negri pemerintah diplomat tersebut, serta penjelasan seperlunya tentang 21 L. Oppenheim, Op.cit, hal.785

10 negaranya untuk menumbuhkan pengertian yang baik dan mendalam mengenai negaranya. 2. Menyalurkan kepada pemerintah negaranya perihal politik luar negri penerima dan melaporkan semua kejadian, peristiwa serta perkembangan setempat, lengkap dengan keterangan dan penjelasan keadaan setempat. Penjelasan dan analisis yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan politik luar negrinya. 22 Negara penerima harus dapat menghormati perwakilan diplomatik negara pengirim untuk melaksanakan fungsi-fungsinya seperti diatur dalam Konvensi Wina Tahun Untuk lebih jelasnya, fungsi-fungsi perwakilan diplomatik akan diuraikan satu persatu. 1. Mewakili negara pengirim didalam negara penerima Seorang duta besar tetap ataupun perwakilan lainnya mewakili negara pengirimnya secara keseluruhan dalam hubungan internasional negaranya masingmasing. Tidak hanya kepada negara dimana dia diberi kuasa penuh tetapi juga dengan negara lainnya. Dia merupakan penghubung kepala negara dari negara pengirimnya, sebagai penghormatan terhadap komunikasi yang dibentuk dengan negara dimana dia ditunjuk. 23 Untuk beberapa tingkatan, bagaimanapun juga, dengan adanya telephone, telegraph, telex, dan fax service, ataupun alat komunikasi lainnya yang semakin 22 Syahmin Ak, Op.cit, hal L. Oppenheim, Loc.cit

11 canggih dan berkembang telah mengurangi pentingnya perwakilan diplomatik yang tradisional dengan memperkuat proses perhubungan. 24 Namun walaupun demikian, dengan banyaknya jumlah negara-negara baru dan juga perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang cepat tersebut sehinnga semakin banyak juga tugas yang dijalankan oleh perwakilan diplomatik.disamping mewakili negaranya di negara penerima dalam hal kerjasama masalah politik, ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan, tetapi juga dimungkinkan dalam hal berusaha menangani masalah yang bersifat regional setempat ataupun internasional yang tentu saja apabila masalah tersebut berhubungan dengan negara yang diwakilkannya dan menyangkut masalah kepentingan bersama. 2. Proteksi Dalam Konvensi Wina tahun 1961 telah ditegaskan bahwa perwakilan diplomatik berfungsi untuk melindungi, didalam negara penerima, kepentingankepentingan negara pengirim dan warganegara-warganegaranya, didalam batasbatas yang diizinkan oleh hukum internasional. 25 Begitu juga negara penerima harus memberikan perlindungan kepada para pejabat diplomatik yang bersangkutan di negaranya.bahkan negara ketiga juga harus memberikan perlindungan kepada para pejabat diplomatik beserta anggota keluarganya apabila 24 Malcolm N. Shaw, International law, 4 th.ed, Cambridge University Press, Cambridge, 1997, hal Pasal 3 ayat 1 sub b, Konvensi Wina tahun 1961

12 mereka berada in transit di negara ketiga tersebut, untuk menuju ke posnya atau kembali ke posnya, atau pada saat kembali ke negaranya. 26 Perwakilan diplomatik melakukan perlindungan terhadap orang-orang, properti dan kepentingan dari beberapa subyek dari negara pengirim dan kadangkadang subyek dari negara lain, sampai kepada batas-batas negara dimana mereka ditugaskan dan diberi kuasa. 27 Jika orang-orang diperlakukan tidak adil tanpa dapat menemukan ganti kerugian dengan cara hukum yang biasa dan jika mereka meminta pertolongan perwakilan diplomatik dari negara pengirim yang sama dengan negara asal mereka, maka perwakilan diplomatik harus diizinkan untuk memberikan perlindungan kepada teman sebangsanya yakni hukum dari negara asal mereka bukan hukum dari negara penerima. 28 Perlindungan terhadap perwakilan diplomatik juga sangat dibutuhkan sebab sering terjadi pelanggaran terhadap ketentuan hukum internasional khususnya yang mengancam keselamatan perwakilan diplomatik sehingga dapat menghambat pelaksanaan tugas mereka. Sungguh suatu ironi bahwa perwakilan diplomatik tetap merupakan sasaran dikarenakan mereka kurang mendapat pengamanan walaupun mereka memiliki kekebalan dan keistimewaan berdasarkan Konvensi Wina tahun 1961, diakui oleh hampir semua negara dan dihormati oleh semua bangsa yang beradab. Mereka dijadikan sasaran pembunuhan untuk mendramatisasikan tuntutan suatu kelompok masyarakat, umumnya suatu kelompok ekstrim dan/atau terorisme dari 26 Pasal 40 Konvensi Wina tahun L. Oppenheim, Op.cit, hal Ibid

13 suatu negara yang mengutus diplomatik itu di negara sahabatnya, namun tidak menutup kemungkinan dijadikan incaran kelompok teroris dari kalangan bangsa lain. 29 Dengan demikian para perwakilan diplomatik disamping berfungsi untuk melakukan perundingan tetapi juga mereka membutuhkan pengamanan dan perlindungan dalam menunjang fungsinya sebagai penghubung persahabatan dan kerjasama dengan negara lain. 3. Negosiasi (perundingan) Sebagaimana kita ketahui setiap negara akan melakukan segala macam usaha demi mewujudkan negaranya masing-masing. Salah satu diantaranya yang paling utama adalah dengan menjalankan hubungan dengan negara lain. Dan sudah tentu hubungan tersebut tidak hanya menguntungkan satu negara saja, melainkan hubungan tersebut harus berjalan secara timbal-balik, sehingga kedua negara tersebut dapat memenuhi kebutuhan mereka masing-masing. Perwujudan dari kerjasama tersebut maka dilaksanakan perundinganperundingan yang akan tertuang dalam perjanjian-perjanjian yang mengikat para pihak disegala bidang, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan maupun bidang ilmu pengetahuan dan tehnologi. Dalam hukum internasional, perundingan ini (negosiasi) dapat dilaksanakan dengan dua atau lebih negara (law making treaty).yang dapat ikut dalam perundingan pada umumnya adalah negara yang berdaulat, namun 29 Ibid

14 sebagaipengecualian diizinkan juga turut serta dalam perundingan yaitu negara yang belum merdeka dan belum berdaulat penuh. 30 Menurut Konvensi Wina tahun , pejabat diplomatik melakukan perundingan dengan pemerintah negara penerima sebagai perwakilan dari negaranya.namum tidak jarang terjadi bahwa mengenai masalah tertentu dilakukan oleh utusan khusus, terutama jika masalah teknis Memberikan Laporan Konvensi Wina tahun , menyatakan didalamnya bahwa salah satu fungsi perwakilan diplomatik adalah memberikan laporan, yakni dengan mengetahui menurut cara-cara yang sah, keadaan dan perkembangan di dalam negara penerima dan melaporkannya kepada pemerintah negara pengirim.tugas pelaporan ini merupakan suatu hal yang utama bagi perwakilan diplomatik termasuk didalamnya tugas observasi secara seksama atas setiap peristiwa yang terjadi di negara penerima terutama yang dapat berpengaruh terhadap kepentingan negara pengirim dan melaporkan tiap-tiap observasi kepada pemerintah mereka. 34 Tugas pelaporan ini merupakan hal yang pokok bagi kewajiban perwakilan diplomatik, tetapi harus didasarkan kepada hukum yang berlaku, tugas observasi yang dilakukan tidak dibenarkan apabila sudah mencapai tahap spionase 30 Ibid 31 Pasal 3 ayat 1 sub c, Konvensi Wina tahun Syahmin Ak, Op.cit, hal Pasal 3 ayat 1 sub d, Konvensi Wina tahun L. Oppenheim, Loc.cit

15 terhadap segala kegiatan ataupun kejadian di negara penerima, maka tugas pelaporan ini harus didasarkan kepada azas-azas hukum yang berlaku. 5. Meningkatkan hubungan persahabatan antar negara Fungsi lain dari perwakilan diplomatik adalah untuk memajukan hubungan bersahabat diantara negara pengirim dan negara penerima serta membangun hubungan hubungan ekonomi, kebudayaan dan ilmiah. 35 Sehingga sudah menjadi kewajiban perwakilan diplomatik untuk menjaga hubungan kedua negara tetap terjalin dengan baik.hubungan persahabatan ini tidak hanya dimaksudkan kepada hubungan antar negara saja tetapi juga kepada hubungan antar rakyat kedua negara.sehingga hubungan persahabatan antar negar pengirim dan negara penerima tidak saja dilaksanakan oleh pihak negara, tetapi rakyat dari masingmasing negara tersebut juga dapat mengembangkan lebih luas lagihubungan tersebut, baik di bidang sosial ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Bagaimanapun juga, fungsi-fungsi perwakilan tersebut diatas adalah merupakan fungsi umum dari perwakilan diplomatik yang diterima oleh setiap negara.namun sebuah negara dapat memerintahkan perwakilan diplomatik untuk melakukan tugas-tugas lainnya, seperti pendaftaran kematian, kelahiran, perkawinan dari negara pengirim, pengesahan tanda tangan, permasalahan paspor dan hal-hal yang berkenaan dengan hal-hal tersebut di atas.tetapi dalam melaksangakan hal-hal ini, sebuah negara harus hati-hati untuk tidak memerintahkan para diplomatnya untuk melaksanakan tugas-tugas yang mana 35 Pasal 3 ayat 1 sub e, Konvensi Wina tahun 1961

16 oleh hukum dari negara penerima telah disediakan untuk petugas anggota misi diplomatik. 36 Jadi, dalam suatu negara yang hukumnya memaksa orang-orang yang bermaksud untuk melaksanakan perkawinan untuk menandatangani pada saat kehadirannya ketika mereka melakukan pendaftarannya, tidak mengizinkan perwakilan luar untuk melakukan sebuah perkawinan teman-teman sebangsa sampai setelah pendaftaran yang dilakukan oleh pejabat pendaftaran.dengan demikian sebuah negara tidak mengizinkan perwakilan luar negri untuk melakukan suatu tindakan dimana telah disediakan oleh jurisdiksi negara tersebut, seperti dalam hal pemeriksaan sumpah dalam kesaksian. 37 Tugas-tugas yang dilaksanakan oleh perwakilan diplomatik yang berkenaan dengan hal-hal tersebut di atas apabila negara penerima telah menyediakannya maka mereka tidak diizinkan untuk melakukannya karena dianggap telah melangkahi jurisdiksi hukum dari negara penerima, sehinga dianggap tidak menghormati hukum nasional dari negara penerima.disamping itu, secara universal kita kenal bahwa para diplomat tidak boleh ikut campur alam kehidupan politik dalam negeri dari suatu negara dimana dia diakreditasikan. 38 Harus diperhatikan bahwa perwakilan diplomatik seperti kita ketahui juga berfungsi untuk melaporkan segala kejadian yang terjadi di negara tersebut, sehingga ia harus mengobservasi dan memperhatikan dengan kewaspadaan terhadap kejadian politik dan juga partai-partai yang ada. 36 L. Oppenheim, Loc.cit 37 Ibid 38 Ibid, hal.787

17 Tetapi mereka tidak mempunyai hak apapun untuk ikut serta dalam kehidupan politik, untuk mendorong suatu partai politik ataupun mengancam satu dengan lainnya.tidak peduli apakah seorang perwakilan diplomatik bertindak dengan anggaran pribadinya atau berdasarkan instruksi dari negara pengirimnya. 39 Tidak satupun negara yang mempunyai harga diri akan mengizinkan suatu perwakilan luar negri untuk melakukan campur tangan, tetapi mereka akan meminta negara pengirimnya untuk memanggil pulang diplomat tersebut dan menunjuk individu yang lainnya atau dalam hal campur tangannya sudah terlalu menyolok maka mereka akan memintanya untuk menyerahkan paspornya dan bersamaan dengan itu mereka memecatnya. 40 Maka dari itu diperlukan kewaspadaan yang tinggi agar para diplomat tidak sampai terjerumus untuk ikut serta dalam suatu partai politik di negara penerima. Hal itu akan membawa dampak yang besar terhadap posisi diplomatik kedua negara. D. Cara-cara melakukan hubungan diplomatik Sebagi usaha dalam menjalin persahabatan antar negara, maka tiap-tiap negara akan melakukan hubungan diplomatik. Orang pertama yang dapat mewakili negara di luar negri adalah kepala negara (presiden atau raja).namun berhubung dengan begitu banyaknya tugas kepala negara maka wewenang dari 39 Ibid 40 Ibid

18 kepala negara ini dalam mewakili negaranya dalam hubungan diplomatik adalah ditentukan oleh undang-undang yang berlaku ditiap-tiap negara. Pada umumnya wewenang kepala negara dalam hubungan diplomatik tidak mencakup seluruhnya hanya terbatas pada wewenang untuk menerima wakil-wakil diplomatik dan konsul-konsul negara-negara asing, mengangkat dan mengutus wakil-wakil diplomatik dan konsul negaranya sendiri, mengadakan perjanjian-perjanjian internasional, menyatakan perang dengan negara lain, mengadakan perdamaian dengan negara lain. 41 Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa duta dan konsul adalah merupakan wakil di luar negri.sebelumnya secara umum telah diakui bahwa setiap negara yang merdeka dan berdaulat mempunyai right of legation.hal legasi ini ada yang bersifat aktif ada juga bersifat pasif. Hak legasi yang aktif adalah hak suatu negara untuk mengakreditasikan wakilnya ke negara lain dan hak legasi pasif adalah kewajiban untuk menerima wakil-wakil negara asing. Hak legasi ini diterima oleh Konvensi Havana tahun 1928 seperti yang tercantum dalam pasal 1 nya.selanjutnya bila diperhatikan praktek yang berkembang hak legasi ini berangsur-angsur sudah ditinggalkan, dikarenakan hak legasi ini tidak boleh dipaksakan kepada semua negara seperti disebutkan oleh Prof. Fhauchille (traite de Droit International Public, Vol 1, p.32) 42 bahwa tidak suatu negara pun yang diharuskan menerima duta besar negara lain, itu adalah persoalan hubungan baik dan bukan masalah hukum murni. 41 Pasal 11 & 13 UUD Bour Mouna, Op.cit, hal.475

19 Suatu negara tidak diharuskan untuk membuka hubungan diplomatik dengan negara lain terutama disebabkan masalah teknis dan bukan atas dasar politis. Ini berarti suatu negara mempunyai hak untuk tidak mengirim perwakilan diplomatiknya ke negara lain dan juga tidak mempunyai hak untuk meminta negara lain untuk dapat menerima perwakilannya di negara tersebut. Pembukaan hubungan diplomatik harus dilaksanakan apabila telah terdapat kesepakatan bersama antara kedua negara.hal ini seperti ditegaskan dalam Konvensi Wina tahun , bahwasanya pembukaan hubungan diplomatik antara negara-negara dan pengadaan misi diplomatik tetapnya, terjadi dengan persetujuan timbal balik.dengan terjadinya kesepakatan bersama yang selanjutnya dituangkan dalam persetujuan bersama atau perjanjian bilateral, maka kedua negara tersebut harus dapat menerima segala konsekwensinya.kedua negara tersebut harus menyadari bahwa mereka telah melakukan suatu perjanjian tanpa ada tekanan ataupun paksaan dari manapun juga. Dengan demikian suatu negara yang telah membuka hubungan diplomatik dengan negara lain maka ia telah mengakui negara ataupun pemerintah dari negara tersebut, kerena suatu negara tidak dapat dipaksakan untuk menerima wakil-wakil dari negara yang tidak diakuinya. Bila diperhatikan dengan seksama dalam pasal 2 Konvensi Wina menyatakan bahwa antara pembukaan hubungan diplomatik dan pembukaan perwakilan tetap merupakan dua hal yang berbeda. Hal ini berarti apabila suatu negara membuka hubungan diplomatik dengan negara lain belum tentu dia juga 43 Pasal 2 Konvensi Wina 1961

20 langsung membuka perwakilan tetapnya di negara tersebut. Secara hukum kedua hal ini merupakan dua hal yang berbeda. Pembukaan hubungan diplomatik dan pembukaan kantor perwakilan diplomatik di Indonesia ditetapkan dengan Keputusan Presiden. 44 Penolakan suatu negara untuk membuka hubungan diplomatik dengan negara lain dengan alasan apapun juga sudah biasa berlaku dalam praktek. Banyak negara-negara yang menolak untuk membuka hubungan negara-negara tertentu.dan juga sekarang sudah diakui secar umum, hak untuk membuka hubungan diplomatik berasal dari pengakuan sebagai suatu negara yang berdaulat.suatu negara terlebih dahulu memberikan pengakuan dan kemudian barulah membuka hubungan diplomatik.dapat juga terjadi bahwa pengakuan sekaligus merupakan pembukaan hubungan diplomatik. 45 Negara-negara di dunia sekarang ini tidak selalu mempunyai perwakilan diplomatik tetapnya di setiap negara yang ada.hal ini disebabkan karena kekurangan dan dan personil negara-negara miskin ataupun yang kecil tidak sanggup membuka banyak misi diplomatik tetap.hal tersebut hanya dapat dilaksanakan terhadap negara-negara tertentu saja yang lebih menguntungkan bagi mereka. Cara melakukan hubungan diplomatik (tertulis) yang menyangkut masalah perhubungan antara Departemen Luar Negri dan Para Kepala Perwakilan diplomatik atau konsuler asing sebaliknya, atau antara pemerintah dengan 44 Pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negri 45 Bour Mouna, Op.cit, hal.447

21 pemerintah, organisasi internasional dengan organisasi internasional lainnya, para pejabat diplomatik satu dengan yang lainnya dan/atau masyarakat pada umumnya, antara pejabat diplomatik dengan pejabat pemerintah, pejabat pemerintah dengan penerima dan organisasi internasional adalah sebagai berikut: Nota (note) 2. Nota Diplomatik (note diplomatique) 3. Nota Kolektif (note collective) 4. Nota-nota Identik (identique notes) 5. Nota Verbale (note verbale) 6. Memorandum 7. Aide Memorie 8. Pro Memorie 9. Circular Notes (nota edaran) Nota ialah cara melakukan hubungan dari Departeman Luar Negeri dengan seorang Kepala perwakilan diplomat asing atau pejabat tinggi lain dan sebaliknya. Nota merupakan istilah umum untuk surat-surat, terutama dipergunakan dalam melakukan hubungan diplomatik.nota selalu dipergunakan jika persoalan yang dikemukakan penting sekali atau apabila nota tersebut bersifat pribadi. 46 J. Badri, Perwakilan Diplomatik & Konsuler, Penerbit Tintamas, Jakarta 1960 hal 59 dalam Syahmin Ak, Op.cit, hal.246

22 Nota Diplomatik adalah nota yang dikirimkan oleh suatu pemerintah kepada pemerintah lainnya. Atau dengan kata lain perhubungan antara Departemen Luar Negeri dengan Kementrian Luar Negeri asing. Ataupun semacam nota yang dipergunakan dalam hubungan surat menyurat resmi antar pemerintah dengan perantaraan wakil diplomatik yang diakreditasikan di negara penerima. Nota Kolektif ialah suatu nota yang dikirimkan oleh suatu negara kepada beberapa negara lainnya.dari suatu Departemen Luar Negeri kepada beberapa Kementrian Luar Negeri asing kepada Departemen Luar Negeri kita.atau suatu komunikasi tertulis yang diajukan dan ditandatangani bersama atau erat hubungannya dengan kerjasama politik mereka dan dituju kepada negara yang berdiri sendiri diluar persekutuan atau kerjasama mereka. Nota Identik hampir sama dengan nota kolektif, tetapi isinya berbeda. Nota identik adalah apabila kedua negara atau lebih mengajukan sesuatu kepada negara ketiga, menyampaikan nota yang sama bunyinya, tetapi masing-masing menandatanganinya. Nota Verbale adalah suatu nota yang dipergunakan semacam bukti tertulis yang merupakan ringkasan dari suatu pembicaraan antar pemerintah, baik langsung maupun pemberitahuan melalui pesan atau kabar karena penyampaiannya umumnya diajukan langsung (by hand), dengan keterangan lisan (oral communication) ataupun sebagai penggantinya, dengan demikian tidak pula diberi paraf penutup (complementary close). Dan biasanya nota jenis ini dibuat di bawah nama Mentri Luar Negeri ataupun Kepala Perwakilan, tergantung keadaan.

23 Memorandum merupakan suatu pernyataan tertulis antar pemerintah ataupun dari suatu Kementriaan Luar Negeri kepada kedutaan/perwakilan diplomatik atau sebaliknya.pengiriman memorandum ini tidak perlu ditandatangani oleh Mentri Luar Negeri. Aide Memoire adalah sejenis nota yang merupakan bukti tertulis yang informal (inrormal summary) dari suatu pembicaraan diplomatik (diplomatic interview conversation) atau juga suatu percakapan atau catatan tidak resmi dari sebuah interview antara Mentri Luar Negeri atau pihak Departemen Luar Negeri dengan seorang duta asing. Catatan semacam ini lazimnya diserahkan oleh sang duta di Kementrian Luar Negeri atau pihak Departemen Luar Negeri kepad sang duta negara yang dimaksud. Kegunaannya adalah untuk membantu mengingat (aid to memory) mengenai hal-hal yang pernah dibicarakannya. Pro Memoire merupakan bentuk bukti tertulis resmi dari suatu percakapan pembicaraan yang dilakukan oleh Mentri Luar Negeri ataupun Kepala perwakilan diplomatik.nota-nota pro memoria ini biasanya ditinggalkan oleh wakil-wakil diplomatik yang mengajukan di Departemen Luar Negeri.Demikian pula sebaliknya, nota-nota dari pihak Luar Negeri diserahkan kepada seorang wakil diplomatik di Departemen Luar Negeri itu juga dengan memberitahukannya terlebih dahulu atau dengan memanggilnya. Pro memoria sama dengan aide memoire, perbedannya hanya terletak pada pro memoria lebih resmi, sedangkan aide memoire tidak resmi. Yang terakhir dari bentuk pelaksanaan hubungan diplomatik ini adalah Nota Edaran, yaitu merupakan surat edaran dari Kementrian Luar Negeri kepada Korps yang perlu diketahui oleh seluruhnya.

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak terpisahkan, sehingga apabila kita substitusikan kepada

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak terpisahkan, sehingga apabila kita substitusikan kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adalah suatu menjadi pendapat umum bahwa hakekat manusia itu adalah sebagai kepribadian dan masyarakat.dua unsur eksistensi ini merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a b c d e f bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sekumpulan orang yang secara permanen. tertentu, memiliki pemerintahan, dan kedaulatan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sekumpulan orang yang secara permanen. tertentu, memiliki pemerintahan, dan kedaulatan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan sekumpulan orang yang secara permanen menempati wilayah tertentu, memiliki pemerintahan, dan kedaulatan. Keadulatan ini berupa kekuasaan yang dimiliki

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1982 TENTANG MENGENAI HUBUNGAN DIPLOMATIK BESERTA PROTOKOL OPSIONALNYA MENGENAI HAL MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN (VIENNA CONVENTION ON DIPLOMATIC RELATIONS ON DIPLOMATIC RELATIONS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1982 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI WINA MENGENAI HUBUNGAN DIPLOMATIK BESERTA PROTOKOL OPSIONALNYA MENGENAI HAL MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN (VIENNA CONVENTION

Lebih terperinci

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 9 HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 9 HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 9 HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER A. Sejarah Hukum Diplomatik Semenjak lahirnya negara-negara di dunia, semenjak itu pula berkembang prinsipprinsip hubungan

Lebih terperinci

: Diplomasi dan Negosiasi : Andrias Darmayadi, M.Si. Memahami Diplomasi

: Diplomasi dan Negosiasi : Andrias Darmayadi, M.Si. Memahami Diplomasi Mata Kuliah Dosen : Diplomasi dan Negosiasi : Andrias Darmayadi, M.Si Memahami Diplomasi Pada masa kini dengan berkembang luasnya isu internasional menyebabkan hubungan internasional tidak lagi dipandang

Lebih terperinci

Kata diplomasi berasal dari Yunani, diploun. yang berarti melipat.

Kata diplomasi berasal dari Yunani, diploun. yang berarti melipat. Kata diplomasi berasal dari Yunani, diploun yang berarti melipat. Menurut Nicholson (seorang pengkaji dan ahli dalam diplomasi abad 20) pada masa kekaisaran Romawi semua paspor, yang melewati jalan milik

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM DIPLOMATIK TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PRAKTIK SPIONASE YANG DILAKUKAN MELALUI MISI DIPLOMATIK DILUAR PENGGUNAAN PERSONA NON-GRATA

TINJAUAN HUKUM DIPLOMATIK TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PRAKTIK SPIONASE YANG DILAKUKAN MELALUI MISI DIPLOMATIK DILUAR PENGGUNAAN PERSONA NON-GRATA TINJAUAN HUKUM DIPLOMATIK TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PRAKTIK SPIONASE YANG DILAKUKAN MELALUI MISI DIPLOMATIK DILUAR PENGGUNAAN PERSONA NON-GRATA Oleh I. Gst Ngr Hady Purnama Putera Ida Bagus Putu Sutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hak-hak dan kewajiban negara karena hal utama yang diurus hukum

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hak-hak dan kewajiban negara karena hal utama yang diurus hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara merupakan subjek utama hukum internasional, hukum internasional mengatur hak-hak dan kewajiban negara karena hal utama yang diurus hukum internasional

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL

BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL Sebagai subjek hukum yang mempunyai personalitas yuridik internasional yang ditugaskan negara-negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Setiap manusia berhak atas penghidupan yang layak 1 dalam rangka memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari. Hal ini sangat erat hubungannya dengan membentuk

Lebih terperinci

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI DISUSUN OLEH : Sudaryanto, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TUJUH BELAS AGUSTUS SEMARANG TAHUN 2011 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Hukum Perjanjian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN

Lebih terperinci

2. Perundingan: Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional.

2. Perundingan: Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional. 1. Penjajakan: Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional. 2. Perundingan: Merupakan tahap kedua untuk membahas substansi

Lebih terperinci

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 1. Ketentuan UUD 1945: a. Pra Amandemen: Pasal 11: Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan Organisasi Internasional itu sendiri, yang sudah lama timbul

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL I. UMUM Dalam melaksanakan politik luar negeri yang diabdikan kepada kepentingan nasional, Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama 1. Berdasarkan ruang

BAB I PENDAHULUAN. kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama 1. Berdasarkan ruang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama 1. Berdasarkan ruang lingkupnya, hukum dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat, pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya menggunakan pendekatan diplomasi atau negosiasi. Pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya menggunakan pendekatan diplomasi atau negosiasi. Pendekatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara tidak akan mampu berdiri sendiri tanpa mengadakan hubungan internasional dengan negara maupun subyek hukum internasional lainnya yang bukan negara.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Peranan mempunyai arti yaitu tindakan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Peranan mempunyai arti yaitu tindakan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian-pengertian 2.1.1 Pengertian Peranan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Peranan mempunyai arti yaitu tindakan yang dilakukan dalam suatu peristiwa. Peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang berkaitan dengan kepentingan negara yang diwakilinya

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang berkaitan dengan kepentingan negara yang diwakilinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan diplomatik merupakan hal yang penting untuk dijalin oleh sebuah negara dengan negara lain dalam rangka menjalankan peran antar negara dalam pergaulan internasional.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN PEMBEBASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH KEPADA PERWAKILAN NEGARA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN PEMBEBASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH KEPADA PERWAKILAN NEGARA

Lebih terperinci

NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI

NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah membentuk dunia yang tanpa batas, karena itu negara-negara tidak

BAB I PENDAHULUAN. telah membentuk dunia yang tanpa batas, karena itu negara-negara tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu negara tidak pernah dapat berdiri sendiri dan menjadi mandiri secara penuh tanpa sama sekali berhubungan dengan negara lain. Negaranegara di dunia perlu melakukan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-3 Kedudukan Perwakilan Diplomatik di Indonesia

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-3 Kedudukan Perwakilan Diplomatik di Indonesia PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-3 Kedudukan Perwakilan Diplomatik di Indonesia Makna kata Perwakilan Diplomatik secara Umum Istilah diplomatik berasal

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 277, 2015 PENGESAHAN. Perjanjian. Bantuan Timbal Balik. Viet Nam. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5766). UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut perspektif sebuah negara, diplomasi terdiri dari perumusan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut perspektif sebuah negara, diplomasi terdiri dari perumusan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut perspektif sebuah negara, diplomasi terdiri dari perumusan, pembentukan dan implementasi kebijakan luar negeri. Diplomasi adalah instrumen negara melalui

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.995, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LUAR NEGERI. Perwakilan RI. Luar Negeri. Organisasi. Tata Kerja. Perubahan. PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN SECARA UMUM MENGENAI PEJABAT DIPLOMATIK

BAB II TINJAUAN SECARA UMUM MENGENAI PEJABAT DIPLOMATIK BAB II TINJAUAN SECARA UMUM MENGENAI PEJABAT DIPLOMATIK A. Sejarah Perkembangan Pejabat Diplomatik Hubungan diplomatik telah lama sekali terjadi di antara negaranegara di dunia ini dan tetap berkembang

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017 IMPLEMENTASI HUKUM DIPLOMATIK DALAM PELAKSANAAN TUGAS DAN FUNGSI DUTA BESAR MENURUT KONVENSI WINA 1961 1 Oleh : Gracia Monica Sharon Anis 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dapat mengadakan hubungan-hubungan internasional dalam segala bidang

BAB I PENDAHULUAN. negara dapat mengadakan hubungan-hubungan internasional dalam segala bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan subjek hukum internasional yang paling utama, sebab negara dapat mengadakan hubungan-hubungan internasional dalam segala bidang kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2008

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2008 MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN WARGA PADA PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.383, 2012 KEMENTERIAN LUAR NEGERI. Susunan Organisasi. Indeks Perwakilan. Konsulat Jenderal Republik Indonesia. PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

2 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1982 tentang P

2 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1982 tentang P BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1265, 2015 KEMENLU. Perwakilan RI. Luar Negeri. Organisasi. Tata Kerja. Perubahan. PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

- Dibentuk oleh suatu Perjanjian Internasional - Memiliki organ yang terpisah dari negara-negara anggotanya - Diatur oleh hukum internasional publik

- Dibentuk oleh suatu Perjanjian Internasional - Memiliki organ yang terpisah dari negara-negara anggotanya - Diatur oleh hukum internasional publik BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 6 KEPRIBADIAN HUKUM / PERSONALITAS YURIDIK / LEGAL PERSONALITY, TANGGUNG JAWAB, DAN WEWENANG ORGANISASI INTERNASIONAL A. Kepribadian Hukum Suatu OI

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SOSIALIS VIET NAM (TREATY ON MUTUAL

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Konvensi Wina Mengenai Hubungan Diplomatik Tahun wisma maupun kediaman duta pada Pasal 22 dan 30.

BAB III PENUTUP. Konvensi Wina Mengenai Hubungan Diplomatik Tahun wisma maupun kediaman duta pada Pasal 22 dan 30. 39 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Konvensi Wina Mengenai Hubungan Diplomatik Tahun 1961 mengatur secara umum tentang perlindungan Misi Diplomatik baik dalam wisma maupun kediaman duta pada Pasal 22 dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR: SK.06/A/OT/VI/2004/01 TAHUN 2004 TENTANG ORGANISASI DAN

Lebih terperinci

Oleh. Luh Putu Yeyen Karista Putri Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh. Luh Putu Yeyen Karista Putri Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana PENGUJIAN KEKEBALAN DIPLOMATIK DAN KONSULER AMERIKA SERIKAT BERDASARKAN HUKUM KETENAGAKERJAAN INDONESIA (STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NO. 673K/PDT.SUS/2012) Oleh Luh Putu

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM)

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Permasalahan C. Tujuan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Permasalahan C. Tujuan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akselerasi dalam berbagai aspek kehidupan telah mengubah kehidupan yang berjarak menjadi kehidupan yang bersatu. Pengetian kehidupan yang bersatu inilah yang kita kenal sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 185, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2007 NOMOR 14 SERI E PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 14 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBERIAN PEMBEBASAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN BAGI PERWAKILAN NEGARA ASING DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Namru-2 merupakan unit kesehatan Angkatan Laut Amerika Serikat yang berada

BAB I PENDAHULUAN. Namru-2 merupakan unit kesehatan Angkatan Laut Amerika Serikat yang berada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Namru-2 merupakan unit kesehatan Angkatan Laut Amerika Serikat yang berada di Indonesia untuk mengadakan berbagai penelitian mengenai penyakit menular. Program

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE AUSTRIAN FEDERAL GOVERNMENT ON VISA EXEMPTION FOR HOLDERS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia untuk melakukan hubungan internasional.

BAB I PENDAHULUAN. dunia untuk melakukan hubungan internasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan Perkembangan hubungan antara satu negara dengan negara yang lain dewasa ini sudah semakin pesat. Hubungan tersebut disebut dengan hubungan internasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak lahirnya negara-negara di dunia, semenjak itu pula berkembang prinsipprinsip

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak lahirnya negara-negara di dunia, semenjak itu pula berkembang prinsipprinsip BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak lahirnya negara-negara di dunia, semenjak itu pula berkembang prinsipprinsip hubungan internasional, hukum internasional dan diplomasi. Sebagai entitas yang

Lebih terperinci

Volume 12 Nomor 1 Maret 2015

Volume 12 Nomor 1 Maret 2015 Volume 12 Nomor 1 Maret 2015 ISSN 0216-8537 9 77 0 21 6 8 5 3 7 21 12 1 Hal. 1-86 Tabanan Maret 2015 Kampus : Jl. Wagimin No.8 Kediri - Tabanan - Bali 82171 Telp./Fax. : (0361) 9311605 KEWENANGAN PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara

Lebih terperinci

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA Republik Indonesia dan Republik Rakyat China (dalam hal ini disebut sebagai "Para

Lebih terperinci

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL A. PENDAHULUAN Dalam pergaulan dunia internasional saat ini, perjanjian internasional mempunyai peranan yang penting dalam mengatur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN, KERINGANAN ATAU PEMBEBASAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN BAGI PERWAKILAN NEGARA ASING DAN ORGANISASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan negara lainnya untuk saling memenuhi kebutuhan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan negara lainnya untuk saling memenuhi kebutuhan masing-masing 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hubungan Diplomatik merupakan hubungan yang dijalankan antara negara satu dengan negara lainnya untuk saling memenuhi kebutuhan masing-masing negara, hal ini

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PENGESAHAN. Perjanjian. Bantuan Timbal Balik. Viet Nam. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 277). PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1995 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN KERAJAAN SPANYOL MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN SECARA RESIPROKAL ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

BAB III SUMBER HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

BAB III SUMBER HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) BAB III SUMBER HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang sumber-sumber Hukum Internasional. SASARAN BELAJAR (SB) Setelah mempelajari

Lebih terperinci

*46879 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 6 TAHUN 1997 (6/1997)

*46879 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 6 TAHUN 1997 (6/1997) Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 6/1997, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS DEMOKRATIK SRI LANKA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

Pasal 38 Statuta MI, sumber-sumber HI:

Pasal 38 Statuta MI, sumber-sumber HI: Pasal 38 Statuta MI, sumber-sumber HI: 1. International Conventions 2. International Customs 3. General Principles of Law 4. Judicial Decisions and Teachings of the most Highly Qualified Publicist Pasal

Lebih terperinci

KEPPRES 10/1997, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN YORDANIA HASHIMIAH MENGENAI PELAYARAN

KEPPRES 10/1997, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN YORDANIA HASHIMIAH MENGENAI PELAYARAN Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 10/1997, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN YORDANIA HASHIMIAH MENGENAI PELAYARAN *46909 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PRESIDEN Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI HUKUM INTERNASIONAL INTERNATIONAL LAW : 1. PUBLIC INTERNATIONAL LAW ( UNITED NATIONS LAW, WORLD LAW, LAW of NATIONS) 2. PRIVATE INTERNATIONAL LAW 2 DEFINISI "The Law of Nations,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi istilah diplomat, diplomasi, dan diplomatik. 1 Pada jaman Romawi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi istilah diplomat, diplomasi, dan diplomatik. 1 Pada jaman Romawi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah diploma berasal dari bahasa Latin dan Yunani yang dapat diartikan sebagai surat kepercayaan. Perkataan diplomasi kemudian menjelma menjadi istilah diplomat,

Lebih terperinci

KEPPRES 111/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UKRAINA

KEPPRES 111/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UKRAINA Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 111/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UKRAINA *47919 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memberikan argumentasi terhadap penyelesaian sengketa internasional secara damai

Lebih terperinci

PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL

PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL Oleh Ngakan Kompiang Kutha Giri Putra I Ketut Sudiartha Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara

Lebih terperinci

KEPPRES 55/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FEDERAL JERMAN DI BIDANG PELAYARAN

KEPPRES 55/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FEDERAL JERMAN DI BIDANG PELAYARAN Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 55/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FEDERAL JERMAN DI BIDANG PELAYARAN *48854 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1 HUKUM PERJANJIAN Ditinjau dari Hukum Privat A. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5514 PENGESAHAN. Perjanjian. Republik Indonesia - Republik India. Bantuan Hukum Timbal Balik. Pidana. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor

Lebih terperinci

IMPLIKASI TERHADAP HUBUNGAN DIPLOMATIK NEGARA PENGIRIM DAN NEGARA PENERIMA ATAS TINDAKAN PENANGGALAN KEKEBALAN (IMMUNITY WAIVER)

IMPLIKASI TERHADAP HUBUNGAN DIPLOMATIK NEGARA PENGIRIM DAN NEGARA PENERIMA ATAS TINDAKAN PENANGGALAN KEKEBALAN (IMMUNITY WAIVER) SKRIPSI IMPLIKASI TERHADAP HUBUNGAN DIPLOMATIK NEGARA PENGIRIM DAN NEGARA PENERIMA ATAS TINDAKAN PENANGGALAN KEKEBALAN (IMMUNITY WAIVER) KEPADA PEJABAT DIPLOMATIK SUATU NEGARA (Study Kasus Penanggalan

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

JURNAL PERANAN KONVENSI TOKYO 1963 TENTANG KEJAHATAN PENERBANGAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG TERORISME DI INDONESIA

JURNAL PERANAN KONVENSI TOKYO 1963 TENTANG KEJAHATAN PENERBANGAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG TERORISME DI INDONESIA JURNAL PERANAN KONVENSI TOKYO 1963 TENTANG KEJAHATAN PENERBANGAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG TERORISME DI INDONESIA Disusun oleh : Robinson Smarlat Muni NPM : 07 05 09786 Program Studi

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA PASAL I PENGERTIAN-PENGERTIAN

PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA PASAL I PENGERTIAN-PENGERTIAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH DAN PEMERINTAH UKRAINA Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Ukraina di dalam Persetujuan ini disebut sebagai Para Pihak pada Persetujuan; Sebagai peserta

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membedakan ideologi, sistem politik, sistem sosialnya. Maksud memberikan

BAB I PENDAHULUAN. membedakan ideologi, sistem politik, sistem sosialnya. Maksud memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penjelasan umum Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1982 tentang pengesahan Konvensi Wina Tahun 1961 mengenai hubungan Diplomatik beserta protokol

Lebih terperinci

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL 1.0 Pendahuluan Hukum internasional, pada dasarnya terbentuk akibat adanya hubungan internasional. Secara spesifik, hukum internasional terdiri dari peraturan-peraturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a b c d e f bahwa sebagai Negara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melindungi segenap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1995 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK BULGARIA BERKENAAN DENGAN ANGKUTAN UDARA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci