TINJAUAN PUSTAKA. Eimeria spp. Klasifikasi dan Etiologi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Eimeria spp. Klasifikasi dan Etiologi"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Eimeria spp. Klasifikasi dan Etiologi Eimeria adalah protozoa yang menyebabkan koksidiosis. Protozoa jenis ini memperbanyak diri di dalam usus atau sekum, fase skizogoninya menyebabkan kerusakan pada saluran pencernaan. Terdapat 9 spesies Eimeria yang biasa menyerang ayam yaitu E. acervulina, E. brunetti, E. maxima, E. mitis, E. mivati, E. necatrix, E. praecox, E. tenella, dan E. hagani. Eimeria bersifat spesies spesifik artinya jenis Eimeria yang ditemukan pada ayam tidak dapat menginfeksi jenis unggas atau hewan lain atau sebaliknya (Tabbu 2002). Menurut Levine (1995), Eimeria diklasifikasikan sebagai berikut: filum : Apicomplexa kelas : Sporozoasida subkelas : Coccidiasina ordo : Cocidia subordo : Eimeriorina famili : Eimeriidae genus : Eimeria Menurut Tabbu (2002), spesies Eimeria dapat diidentifikasi berdasarkan sifat-sifat yang spesifik, yaitu lokasi lesi yang ditimbulkan, gambaran lesi secara makroskopis, ukuran, warna dan bentuk ookista, ukuran skizon dan merozoit, lokasi parasit di dalam jaringan, periode prepaten minimal pada infeksi buatan, waktu minimal untuk sporulasi, dan sifat imunogenisitas terhadap galur Eimeria yang murni. Setiap spesies Eimeria memiliki lokasi infeksi yang berbeda-beda, adapun lokasi infeksi antara lain adalah sepertiga usus bagian depan, sepertiga usus bagian tengah, atau sepertiga usus bagian belakang. E. acervulina menyerang sepertiga usus bagian depan, menyebabkan enteritis ringan hingga sedang dan menyebabkan penebalan mukosa usus. E. acervulina ini biasanya menyerang ayam tua. E. necratix dan E. maxima menyerang sepertiga usus bagian tengah. E. necratix merupakan jenis Eimeria yang sangat patogen dan mengakibatkan angka kematian yang tinggi. E. necratix menyebabkan enteritis berat pada sepertiga usus bagian tengah. Enteritis sering disertai dengan perdarahan dan luka yang menyebabkan berak berdarah. E. maxima menyebabkan enteritis

2 4 sedang hingga berat pada sepertiga usus bagian tengah, kadang-kadang disertai dengan penebalan dinding usus dan perdarahan di usus. E. brunetti dan E. tenella merupakan spesies yang menyerang daerah sepertiga usus belakang. E. tenella menyebabkan enteritis dan perdarahan di sekum sehingga terjadi berak darah. E. tenella bersifat patogen dan menyebabkan kematian yang tinggi pada anak ayam (Tabbu 2002). Siklus hidup Eimeria spp. Eimeria memiliki siklus hidup yang kompleks dan khas, yang berlangsung sekitar 7 hari. Siklus hidup parasit ini pada ayam meliputi beberapa tahapan, yaitu tahap aseksual dan tahap seksual (Levine 1995). Menurut Soulsby (1982), tahap aseksual terjadi pada fase skizogoni sedangkan tahap seksual terjadi pada fase gemetogoni. Soulsby (1982) menyatakan bahwa ookista merupakan zigot berdinding tebal yang terdapat di dalam feses hospes yang terinfeksi. Ookista terdiri atas satu sel tunggal yang memulai proses sprorulasi untuk menghasilkan stadium infektif dengan membentuk sporokista dalam waktu sekitar 48 jam. Sporulasi ookista berlangsung optimal pada temperatur C dengan kelembaban dan kadar oksigen yang tinggi. Noble & Glenn (1989) mengemukakan bahwa setiap ookista infektif mengandung 4 sporokista dan setiap sporokista mengandung 2 sporozoit. Menurut Tabbu (2002), siklus hidup Eimeria spp. dimulai saat ookista diingesti, maka dinding ookista akan digerus di dalam ventrikulus, ookista akan pecah dan membebaskan sporokista. Kimotripsin dan garam empedu di dalam usus akan membantu pembebasan sporozit dari sporokista. Sporozoit yang bebas akan memasuki sel epitel dan berkembang menjadi tropozoit, setelah matang tropozoit akan pecah sehingga merusak epitel usus. Setelah pecah tropozoit akan berkembang menjadi merozoit. Merozoit ini akan masuk ke dalam epitel kembali dan berkembang menjadi fase tropozoit tahap 2 dan pecah membentuk merozoit. Tahap tropozoit dan merozoit ini disebut sebagai fase skizogoni yang dapat berulang antara 2 hingga 4 kali. Tabbu (2002) juga menyatakan bahwa ada beberapa spesies, seperti E. tenella dan E. necatrix menyebabkan kerusakan jaringan (perdarahan dan nekrosis) pada skizon generesi keduanya. Skizon

3 5 generasi kedua E. tenella dan E. necatrix menyebabkan mukosa usus mengalami ruptur karena membebaskan merozoitnya yang berukuran besar. Selanjutnya merozoit akan berkembang menjadi makrogamet dan mikrogamet. Sejumlah mikrogamet yang kecil dan motil akan mencari dan bersatu dengan makrogamet. Zigot yang dihasilkan akan menjadi dewasa dan membentuk ookista yang akan dibebaskan dari mukosa usus dan bercampur dengan feses. Seluruh proses membutuhkan 4-6 hari, namun ookista dapat dikeluarkan selama beberapa hari setelah siklus pembelahan berakhir (Tabbu 2002). Skema siklus hidup Eimeria spp. disajikan pada Gambar 1. Gambar 1 Skema siklus hidup Eimeria spp. [Sumber: Novindo 2009] disinfektan. Ookista bersifat resisten terhadap kondisi lingkungan dan berbagai Ookista dapat hidup selama berminggu-minggu di dalam tanah,

4 6 tetapi ketahanannya di dalam litter hanya beberapa hari karena pengaruh amoniak, jamur, dan bakteri yang ada di dalam litter. Ookista dapat bertahan selama beberapa minggu pada kondisi optimal, tetapi akan mati dengan cepat jika kontak dengan temperatur tinggi, temperatur sangat rendah atau kondisi kekeringan. Ookista akan mati dengan cepat pada temperatur 55 C atau pada keadaan beku. Ookista tersebut dapat juga mati pada temperatur 37 C selama 2-3 hari. Kejadian koksidiosis biasanya lebih rendah pada cuaca panas dan kering dibandingkan dengan cuaca yang dingin dan lembab (Tabbu 2002). Gejala Klinis Gejala klinis koksidiosis sangat dipengaruhi oleh spesies Eimeria yang menginfeksi. Jumlah koksidia yang menginfeksi dan resistensi hospes juga mempengaruhi gejala klinis yang ditimbulkan (Noble & Glenn 1989). Fase skizogoni Eimeria terjadi di dalam epitel usus atau sekum, pada fase itu Eimeria akan menyebabkan kerusakan epitel usus atau sekum. Kerusakan epitel usus mengakibatkan gangguan proses digesti dan absorbsi nutrien, dehidrasi, perdarahan, dan menurunnya sistem imun akibatnya ayam menjadi lesu, nafsu makan turun, produksi turun, dan mudah terserang penyakit (Soulsby 1982). Infeksi Eimeria tertentu seperti E. tenella dan E. necatrix menunjukkan gejala klinis berupa berak darah. Berak darah disebabkan adanya perdarahan dan ruptur pada jaringan usus akibat perkembangan skizon E. tenella dan E. necatrix yang berukuran besar pada epitel usus. Diagnosis dari penyakit ini adalah dengan pemeriksaan tinja, kerokan usus atau isi usus. Ayam yang sembuh dari koksidiosis akan mempunyai sejumlah antibodi yang bersifat sementara terhadap spesies Eimeria tertentu (Johnson 2004). Patologi Anatomi Patologi anatomi yang biasa ditemukan adalah lesi pada bagian serosa usus atau sekum. Proses yang terjadi adalah intestinum membengkak dan menebal akibat perkembangan fase skizongoni Eimeria. Tahap lebih lanjut vili megalami kerusakan sedangkan sel-sel epitel mengelupas dan diganti tiap dua hari akibatnya mukosa usus atau sekum akan menipis dan tertutup oleh plak berwarna putih yang cenderung tersusun melintang sehingga terlihat menyerupai tangga (Noble &

5 7 Glenn 1989). Usus atau sekum terkadang terlihat pucat dan mengandung cairan encer. Lesi pada infeksi ringan akan menunjukkan beberapa plak pada setiap sentimeter. Sebaliknya pada infeksi berat, lesi dapat meluas dan beberapa plak dapat bersatu. Plak yang mengandung skizon, gametosit, atau ookista yang sedang berkembang akan ditemukan jika infeksinya berat. Pemeriksaan ulas dari lesi pada usus akan menunjukkan adanya sejumlah ookista (Tabbu 2002). Perubahan jaringan juga sangat dipengaruhi oleh spesies Eimeria yang menginfeksinya (Soulsby 1982). Patologi anatomi yang terlihat pada infeksi E. tenella ialah hemoragi, petechiae pada bagian serosa, dinding sekum menebal dan kadang-kadang terdapat massa menyerupai keju di lumen sekum. E. acervulina menyebabkan mukosa usus tipis dan tertutup oleh plak berwarna putih, usus berwarna pucat dan mengandung cairan. infeksi ringan E. acervuliana menunjukkan lesi terbatas hanya di duodenum sedangkan pada infeksi berat lesi terlihat sepanjang usus. Patologi anatomi yang terjadi pada infeksi ringan E. brunetti adalah perdarahan petechiae di mukosa, sedangkan pada infeksi berat terdapat nekrosis dan koagulasi di seluruh mukosa usus. E. maxima menyebabkan enteritis ringan sampai berat pada jejunum dan ileum, kadang-kadang disertai penebalan dinding usus. Infeksi E. mitis mengakibatkan ileum pucat dan lunak. Infeksi E. mivati menyebabkan lesi pada duodenum, jika infeksi telah parah lesi meluas hingga sekum dan kloaka. Lesi yang ditimbulkan mirip dengan E. acervulina. E. necatrix mengakibatkan usus bagian tengah akan membengkak, mukosa menebal, lumen terisi cairan darah, runtuhan jaringan, terlihat plak dan perdarahan petechiae pada bagian serosa. Perubahan makroskopik yang terjadi akibat infeksi E. praecox adalah lumen berisi cairan kadang-kadang mengandung mukus, hemoragi, petechiae pada bagian mukosa duodenum (Johnson 2004). Hitopatologi Pemeriksaan mikroskopis pada organ usus atau sekum ditemukan adanya gametosit intraseluler yang berbentuk ovoid yang terletak di dalam sel epitel pada vili usus. Pada infeksi yang bersifat moderat hingga berat, maka ujung vili akan mengalami nekrosis, ditemukan koksidia enterosit sehingga vili akan terpotong dan bersatu mengakibatkan penebalan pada mukosa. Histopatologi ayam yang

6 8 terinfeksi E. tenella adalah infiltrasi heterofil pada submukosa dan ditemukannya skizon pada lamina propria. Sedangkan pada infeksi berat terjadi kerusakan jaringan, baik pada lapis mukosa maupun muskularis. Sebagai akibat dari kerusakan sel epitel maka tubuh akan merespon dengan kehadiran sel radang. Sel radang bertugas memfagositosis benda asing dan sel yang rusak serta meningkakan sistem imunitas tubuh (Conway & McKenzie 2007). Peradangan Menurut Price (1995), radang merupakan suatu reaksi vaskular yang merupakan pengiriman sel-sel dari aliran darah terhadap suatu rangsang atau cidera. Jaringan yang mengalami peradangan akan bengkak, kemerahan, panas, kaku, nyeri, daya gerak berkurang (Sudiono et al. 2003). Menurut Sudiono et al. (2003), proses peradangan dikelompokkan dalam 3 kejadian yaitu perubahan dalam pembuluh darah (perubahan hemodinamik), eksudasi cairan (perubahan permeabilitas) dan perubahan eksudasi seluler (perubahan sel leukosit). Proses tersebut meliputi vasodilatasi pembuluh darah sehingga aliran pembuluh darah menjadi cepat, permeabilitas kapiler meningkat, mengalami eksudasi cairan berlebih, konsentrasi eritrosit dalam kapiler, stasis atau aliran darah yang menjadi lambat, perelakatan dari sel leukosit pada dinding kapiler (pavementing), kemudian eksudat sel leukosit dari pembuluh darah bermigrasi ke jaringan (Spector 1993; Sudiono et al. 2003). Ada beberapa tipe sel pada radang yang mengambil bagian dalam proses radang diantaranya adalah sel polimorfonuklear (neutrofil, eosinofil, basofil), limfosit, makrofag, dan sel plasma (Sudiono et al. 2003) Makrofag Makrofag merupakan sel yang relatif besar dengan diameter sekitar μm, bergerak dengan cara ameboid, memberikan respon terhadap rangsangan kemotaksis tertentu (sitokin dan kompleks antigen-antibodi) dan mempunyai kemampuan fagositik untuk mencerna mikroorganisme dan sel debris. Saat melakukan gerak amuboit, makrofag memiliki bentuk yang tidak teratur (Efendi 2003). Bila dibandingkan dengan neutrofil, makrofag memiliki jangka waktu hidup yang lebih lama dan kemampuan mencerna material yang lebih

7 9 banyak jenisnya. Selain itu, makrofag dapat membatasi organisme (agen asing) yang hidup jika tubuh tidak mampu membunuhnya dengan enzim lisosom. Apabila makrofag kemudian ikut serta dalam reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap organisme tersebut, makrofag sering mengalami kematian dan melepaskan enzim lisosomnya sehingga menyebabkan nekrosis yang meluas (Efendi 2003). Makrofag pada jaringan yang mengalami radang berasal dari monosit darah yang telah bermigrasi keluar dari pembuluh darah dan mengalami aktivasi di dalam jaringan. Karena itu makrofag merupakan bagian dari sistem fagosit mononuklear. Pada jaringan ikat makrofag tersebar secara difus, sedangkan di organ dijumpai makrofag yang khas seperti sel kupffer (hati), sel mikroglia (otak) atau makrofag alveolus (paru) (Efendi 2003). Aktivasi makrofag saat bermigrasi ke daerah yang mengalami peradangan diperlihatkan dalam bentuk ukurannya yang bertambah besar, sintesis protein, mobilitas, aktivitas fagositik dan kandungan enzim lisosom yang dimilikinya (Kusmardi et al. 2006). Berikut adalah gambar histologi makrofag yang ada pada jaringan. Gambar 2 Makrofag pada jaringan [Sumber: Anonim 2010] Aktivasi makrofag diinduksi oleh sinyal berupa sitokin yang diproduksi oleh limfosit-t yang tersensitisasi (IFN γ), endotoksin bakteri, berbagai mediator selama radang akut dan protein matriks ekstrasel seperti fibronektin. Makrofag yang sudah teraktivasi siap untuk menjalankan proses fagositosis akan menghasilkan produk berupa protease asam dan protease netral yang merupakan mediator kerusakan jaringan pada peradangan, spesies oksigen reaktif berfungsi dalam proses fagositosis dan degradasi mikroba, metabolit asam arakhidonat

8 10 seperti prostaglandin dan leukotrien merupakan mediator dalam proses peradangan, sitokin seperti IFN α dan β, IL 1, 6 dan 8, faktor nekrosis tumor (TNF α) komponen komplemen dan faktor koagulasi, meliputi protein komplemen C1-C5, properdin, faktor koagulasi V, VIII dan faktor jaringan serta berbagai faktor pertumbuhan yang mempengaruhi proliferasi sel otot polos, fibroblas dan matriks ekstraselular (Kumar et al. 2000; Underwood 1999). Saat radang terjadi kronik, makrofag dapat berakumulasi dan berproliferasi di tempat peradangan. Limfosit yang teraktivasi akan mengeluarkan IFN- γ yang akan mengaktivasi makrofag. Makrofag teraktivasi, selain bekerja memfagositosis penyebab radang dan mengeluarkan mediator-mediator lain, juga akan mengeluarkan IL-1 dan TNF yang akan mengaktivasi limfosit, sehingga dengan demikian akan membentuk suatu timbal balik antara makrofag dan limfosit, yang menyebabkan makrofag akan bertambah banyak di jaringan dan menyebabkan terbentuknya fokus radang. Selain itu makrofag juga dapat berfungsi menjadi sel besar berinti banyak disebut sel Datia (Kumar et al. 2000; Underwood 1999). Limfosit Limfosit memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan sel PMN (polimorfonuklear). Biasanya didominasi dengan inti yang bulat serta mengandung kromatin yang padat sedang sitoplasmanya sedikit. Limfosit dibentuk dalam limfonodus dan kadang-kadang dalam folikel limfoit (Dellmann & Brown 1992). Berikut ini gambar infiltrasi limfosit pada jaringan. Gambar 3 Limfosit pada jaringan [Sumber: Ownby 2007]

9 11 Umur limfosit berkisar 4-5 hari. Fungsi utama dari limfosit adalah melepaskan antibodi (Partodiredjo 1998; Sudiono et al. 2003). Limfosit terdiri atas limfosit B (sel plasma) yang bertanggung jawab dalam kekebalan humoral dan limfosit T yang berperan dalam proses kekebalan seluler. Limfosit T dan limfosit B sangat berperan dalam kekebalan spesifik. Limfosit T dan limfosit B bermigrasi ke tempat radang dengan menggunakan beberapa pasangan molekul adhesi dan kemokin yang serupa dengan molekul yang merekrut monosit. Limfosit dimobilisasi pada keadaan setiap ada rangsang imun spesifik (infeksi) dan peradangan yang diperantarai non imun (infark atau trauma jaringan). Telah disebutkan di atas bahwa aktivasi limfosit memiliki hubungan dengan aktivasi makrofag sehingg terjadi fokus radang akibat proliferasi dan akumulasi makrofag di tempat cedera (Kumar et al. 2000; Underwood 1999). Sel plasma merupakan produk akhir dari aktivasi sel limfosit-b yang mengalami diferensiasi akhir. Sel plasma dapat menghasilkan antibodi yang diarahkan untuk melawan antigen di tempat radang atau melawan komponen jaringan yang berubah. Eosinofil Eosinofil merupakan leukosit polimorfonuklear yang biasa dijumpai pada jaringan yang terinfeksi parasit. Keberadaan eosinofil dipicu oleh adanya protein asing. Eosinofil juga akan bermigrasi dari pembuluh darah dalam jumlah besar jika terjadi proses penyembuhan dari radang yang nonspesifik (Sudiono et al. 2003). Ukuran eosinofil sekitar µm. Eosinofil mengandung sejumlah zat kimiawi antara lain histamin, eosinofil peroksidase, lipase, deoksiribonuklease, ribonuklease, dan beberapa asam amino yang dirilis melalui proses degranulasi setelah eosinofil teraktivasi. Zat-zat di atas bersifat toksin terhadap parasit dan jaringan tubuh. Eosinofil merupakan sel substrat peradangan dalam reaksi alergi. Aktivasi dan pelepasan racun oleh eosinofil diatur dengan ketat untuk mencegah penghancuran jaringan yang tidak diperlukan (Sudiono et al. 2003). Bentuk eosinofil dalan jaringan terlihat pada Gambar 4.

10 12. Gambar 4 Eosinofil pada jaringan [Sumber: Caceci 2011] Heterofil Heterofil adalah leukosit polimorfonuklear yang berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri dan proses peradangan kecil lainnya, serta menjadi sel yang pertama hadir ketika terjadi infeksi di suatu tempat. Heterofil memiliki sifat fagositik yang mirip dengan makrofag. Proses fagositosis heterofil terdiri dari beberapa tahapan yaitu kemotaksis, perlekatan, penelan dan pencernaan. Heterofil melawan patogen dengan serangan respiratori menggunakan berbagai macam substansi beracun yang mengandung bahan pengoksidasi kuat, seperti hidrogen peroksida, oksigen radikal bebas, dan hipoklorit. Heterofil merupakan sel radang yang pertama muncul untuk memfagosit benda asing tetapi heterofil memiliki sediaan energi yang terbatas sehingga tidak mampu bertahan lama, untuk itu heterofil sering disebut sebagai baris pertahanan pertama. Jumlah heterofil akan meningkat menjadi sepuluh kali lipatnya jika terjadi inflamasi akut. Sel hetrofil yang rusak terlihat sebagai nanah (Sudiono et al. 2003). Gambar 5 Heterofil pada darah [Sumber: Anomim 1996].

11 13 Basofil Basofil adalah sel meiloid yang jumlahnya paling sedikit dalam darah yaitu 0.5 % dari leukosit darah. Basofil merupakan leukosit polimorfonuklear yang memiliki ukuran kurang lebih 12 µm. Basofil memiliki satu inti yang besar dan berbentuk pilihan irreguler, umumnya bentuk huruf S, sitoplasma basofil terisi granul yang lebih besar, dan seringkali granul menutupi inti, granul bentuknya irreguler berwarna metakromatik, dengan campuran jenis Romanvaki tampak lembayung, warna granul ini kuat dengan zat warna yang bersifat basoili. Granul basofil metakromatik, mensekresi histamin dan heparin. Histamin yang disekresikan basofil berfungsi untuk meningkatkan aliran darah ke jaringan yang cedera sedangkan heparin berfungsi membantu mencegah pembekuan darah intravaskular. Basofil berfungsi membangkitkan perbaharuan akut pada tempat deposisi antigen(dellmann & Brown 1992). Cassia siamea Gambar 6 Basofil pada jaringan [Sumber: Anonim 2009] Cassia siamea merupakan tumbuhan asli dari Asia Selatan dan Asia Tenggara yang hidup pada ketinggian m (Kardono 2003). Tinggi pohon antara 2-20 m dengan batang lurus dan pendek. Kulit batang berwarna abu-abu kecoklatan pada cabang yang muda, percabangan melebar membentuk tajuk yang padat dan membulat. Daun C. siamea bertulang menyirip genap. Menurut Kardono (2003), secara umum daun C. siamea berwarna hijau sampai hijau tua berbentuk oval dengan ujung membulat, panjang 3-7,5 cm lebar atara 1-2,5 cm. C. siamea merupakan tanaman yang tidak berasa dan tidak berbau. Ekstrak etanol daun C.siamea dapat digunakan sebagai obat malaria.

12 14 Cassia siamea Lamk dalam bahasa Indonesia disebut sebagai juwar, johar, atau johor (Ministry of Health-RI 1989). Nama asing dari C. siamea adalah Kasood tree. Klasifikasi dan gambar C. siamea adalah sebagai berikut: kingdom : Plantae divisi : Magnoliophyta kelas : Magnoliopsida subkelas : Rosidae ordo : Fabales famili : Fabaceae subfamili : Caesalpinioideae bangsa : Cassieae subbangsa : Cassiinae genus : Senna spesies : Cassia siamea Bahan kimia daun C. siamea Daun dan polong C. siamea mengandung alkaloid, steroid, tripenoid, saponin, flavonoid, dan tannin (Ministry of Health-RI 1989). Selain itu dalam dalam ekstrak alkohol C. siamea mengandung barokol, 3α, 8-dihidroksi - 2,5- dimetil 1,4-dioksafenalen (Thongsaard et al. 2001). Fraksi dari ekstrak alkohol serbuk daun C. siamea dibentuk wax, β-sitosterol, flavonoid barakol, apigenin dan kaemferol. β-sitosterol, siamin, cassiamin A, anhidrobarakol, fiskion, kisofanol, apigenin-7-o-galaktosit, asam p-koumarik, rein, cassiakromon, krisofanol, dan krisfanoldiaton dapat di isolasi dari daun C. siamea. Daun C. siamea akan menghasilkan isoquinolon alkaloid siamin, 4-(trans)-asetil-3,6,8- trihidroksi-3metildihidronaptalenon, 3 alkaloit siamin A, 5-asetil-7-hidroksi metilkromon, cassia kromon (5-asetonil-7-hidroksi-2-metilkromon), siamin C, lueolin, siamin B, 4-(cis)-asetil-3,6,8-trihidroksi-3-metildihidronaptalenon (Ingkaninan et al. 2000; El-Syyad et al. 1984; Teeyapant et al. 1998). Berikut ini adalah gambar tumbuhan C. siamea. Gambar 7 Cassia siamea

13 15 Menurut Kusmardi et al. (2006), kandungan flavonoid dan karotenoid yang tinggi pada ekstrak etanol daun C. siamea dapat berperan sebagai imunostimulator dengan cara meningkatkan aktivitas dan kapasitas fagositosis sel makrofag. Flavonoid berpotensi bekerja terhadap limfokin yang dihasilkan oleh sel T sehingga akan merangsang sel-sel fagosit untuk melakukan respon fagositosis. Peningkatan dosis ekatrak etanol daun C. siamea juga akan meningkatkan aktivitas dan kapasitas dari makrofag.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

GAMBARAN SEL RADANG PADA SEKUM AYAM YANG TERINFEKSI Eimeria spp. SECARA ALAMI DAN TELAH DIBERI EKSTRAK ETANOL DAUN Cassia siamea Lamk.

GAMBARAN SEL RADANG PADA SEKUM AYAM YANG TERINFEKSI Eimeria spp. SECARA ALAMI DAN TELAH DIBERI EKSTRAK ETANOL DAUN Cassia siamea Lamk. GAMBARAN SEL RADANG PADA SEKUM AYAM YANG TERINFEKSI Eimeria spp. SECARA ALAMI DAN TELAH DIBERI EKSTRAK ETANOL DAUN Cassia siamea Lamk. ARUM PRAMESTHI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika adalah suatu peradangan pada kulit yang didasari oleh reaksi alergi/reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit yang berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data hasil penelitian jumlah netrofil yang menginvasi cairan intraperitoneal mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitemia Hasil penelitian menunjukan bahwa semua rute inokulasi baik melalui membran korioalantois maupun kantung alantois dapat menginfeksi semua telur tertunas (TET). Namun terdapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan.

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. Hasil dari perhitungan rumus di atas diperoleh nilai minimal 3 kali ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. 3.6. Analisis Data Data-data yang diperoleh adalah

Lebih terperinci

(Zingiber aromaticllmval~) TERHADAP PRODUKSI OOKISTA EilJleria spp P ADA AYAM

(Zingiber aromaticllmval~) TERHADAP PRODUKSI OOKISTA EilJleria spp P ADA AYAM PENGARUH LARUTAN LEMPUYANG WANGI (Zingiber aromaticllmval~) TERHADAP PRODUKSI OOKISTA EilJleria spp P ADA AYAM, > ' SKRIPSI Oleh: OSYE SYANITA ALAMSARI B01496142 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah wilayah dengan dataran rendah yaitu berupa sungai dan rawa yang di dalamnya banyak sekali spesies ikan yang berpotensi tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Imunitas merupakan suatu mekanisme untuk mengenal suatu zat atau bahan yang dianggap sebagai benda asing terhadap dirinya, selanjutnya tubuh akan mengadakan tanggapan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan segala macam organisme pengganggu atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kerbau lumpur betina, diperoleh jumlah rataan dan simpangan baku dari total leukosit, masing-masing jenis leukosit, serta rasio neutrofil/limfosit

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh dari formula ekstrak herbal terhadap sistem imunitas tubuh ayam dapat diperoleh dengan melihat aktivitas dan kapasitas makrofag peritoneum ayam yang telah ditantang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu formula yang diberikan kepada bayi sebagai pengganti ASI, kerap kali memberikan efek samping yang mengganggu kesehatan bayi seperti alergi. Susu formula secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakkan jaringan untuk menghancurkan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya semua manusia memiliki sistem imun. Sistem imun diperlukan oleh tubuh sebagai pertahanan terhadap berbagai macam organisme asing patogen yang masuk ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem organ dikarenakan hipersensitivitas terhadap makanan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. sistem organ dikarenakan hipersensitivitas terhadap makanan tertentu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alergi makanan merupakan gejala yang mengenai banyak organ atau sistem organ dikarenakan hipersensitivitas terhadap makanan tertentu yang sebagian besar diperantarai

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi, PENGETAHUAN DASAR IMUNOLOGI KULIT Dr. Ariyati Yosi, SpKK PENDAHULUAN Kulit: end organ banyak kelainan yang diperantarai oleh proses imun kulit berperan secara aktif sel-sel imun (limfoid dan sel langerhans)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit inflamasi saluran pencernaan dapat disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan

Lebih terperinci

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta KESEHATAN IKAN Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta Penyakit adalah Akumulasi dari fenomena-fenomena abnormalitas yang muncul pada organisme (bentuk tubuh, fungsi organ tubuh, produksi lendir,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria Hasil pengamatan terhadap jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria vili usus yang diperoleh dari setiap kelompok percobaan telah dihitung

Lebih terperinci

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN BAB 10 RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN 10.1. PENDAHULUAN Virus, bakteri, parasit, dan fungi, masing-masing menggunakan strategi yang berbeda untuk mengembangkan dirinya dalam hospes dan akibatnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ketika tubuh terpajan oleh suatu antigen atau benda asing,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ketika tubuh terpajan oleh suatu antigen atau benda asing, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika tubuh terpajan oleh suatu antigen atau benda asing, secara otomatis tubuh akan memberi tanggapan berupa respon imun. Respon imun dibagi menjadi imunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah yang bersifat akut, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alergi merupakan suatu keadaan hipersensitivitas terhadap kontak atau pajanan zat asing (alergen) tertentu dengan akibat timbulnya gejala-gejala klinis, yang mana

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui 41 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Uji LD-50 Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui kepadatan bakteri yang akan digunakan pada tahap uji in vitro dan uji in vivo. Hasil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh

Lebih terperinci

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Ikan Lele Dumbo Pada penelitian ini dihitung jumlah sel darah putih ikan lele dumbo untuk mengetahui pengaruh vitamin dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba 3 Diferensiasi SDP dilakukan berbasis preparat ulas darah total. Darah diulas di preparat kemudian difiksasi dengan metanol selama 2 menit. Preparat ulas darah diwarnai menggunakan pewarna giemsa selama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. I. PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan

Lebih terperinci

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pemeliharaan Ikan Maskoki (Carassius auratus) Pengambilan sampel ikan maskoki dilakukan di tiga tempat berbeda di daerah bogor, yaitu Pasar Anyar Bogor Tengah, Batu Tulis Bogor

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu.

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu. Kelompok 2 : INDRIANA ARIYANTI (141810401016) MITA YUNI ADITIYA (161810401011) AYU DIAH ANGGRAINI (161810401014) NURIL NUZULIA (161810401021) FITRI AZHARI (161810401024) ANDINI KURNIA DEWI (161810401063)

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol 30 PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol Sel somatik merupakan kumpulan sel yang terdiri atas kelompok sel leukosit dan runtuhan sel epitel. Sel somatik dapat ditemukan dalam

Lebih terperinci

DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI

DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI Daya Tahan tubuh Adalah Kemampuan tubuh untuk melawan bibit penyakit agar terhindar dari penyakit 2 Jenis Daya Tahan Tubuh : 1. Daya tahan tubuh spesifik atau Immunitas 2.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap diferensiasi leukosit mencit (Mus musculus) yang diinfeksi P. berghei, setelah diberi infusa akar tanaman kayu kuning (C. fenestratum) sebagai berikut

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi Pengamatan histopatologi limpa dilakukan untuk melihat lesio pada limpa. Dari preparat yang diamati, pada seluruh kelompok perlakuan baik kontrol (-) maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi yang biasa disebut juga dengan peradangan, merupakan salah satu bagian dari sistem imunitas tubuh manusia. Peradangan merupakan respon tubuh terhadap adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Plasma (40%-50%) Lekosit Eritrosit sebelum sesudah sentrifusi Fungsi utama eritrosit:

Lebih terperinci

Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh

Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh Apabila tubuh mendapatkan serangan dari benda asing maupun infeksi mikroorganisme (kuman penyakit, bakteri, jamur, atau virus) maka sistem kekebalan tubuh akan berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei

BAB I PENDAHULUAN. infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, diare merupakan penyebab kematian nomor dua karena infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 1. Imunitas natural :? Jawab : non spesifik, makrofag paling berperan, tidak terbentuk sel memori 2. Antigen : a. Non spesifik maupun spesifik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,

Lebih terperinci

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) RESPON INFLAMASI (RADANG) Radang pada umumnya dibagi menjadi 3 bagian Peradangan akut, merupakan respon awal suatu proses kerusakan jaringan. Respon imun,

Lebih terperinci

menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal

menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN. Merozoit generasi ke- 2 yang diperoleh mempunyai ukuran 11.5 pm, Perbedaan yang dijumpai baik mengenai ukuran, waktu sporulasi ookista

V. PEMBAHASAN. Merozoit generasi ke- 2 yang diperoleh mempunyai ukuran 11.5 pm, Perbedaan yang dijumpai baik mengenai ukuran, waktu sporulasi ookista V. PEMBAHASAN Dari isolasi sel tunggal, diperoleh ookista E. tenella yang berbentuk bulat lonjong, dengan ukuran 21,9-26,4 x 16,6-21,6 pm, sedangkan menurut Conway dan Mc Kenzie (1991), ukuran ookista

Lebih terperinci

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi LOGO Pendahuluan Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi Kasus baru didunia : 8,6 juta & Angka kematian : 1,3 juta

Lebih terperinci

SISTEM PEREDARAN DARAH

SISTEM PEREDARAN DARAH SISTEM PEREDARAN DARAH Tujuan Pembelajaran Menjelaskan komponen-komponen darah manusia Menjelaskan fungsi darah pada manusia Menjelaskan prinsip dasar-dasar penggolongan darah Menjelaskan golongan darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tukak lambung merupakan salah satu gangguan gastrointestinal utama, yang dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan dari faktor agresif (asam lambung dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Uraian Tanaman 1. Sistematika tumbuhan Berdasarkan pustaka, berikut klasifikasi secara umum dari tumbuhan Lamtoro (Leucaena leucocephala) : Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Kim et al., 2009). Tuberkulosis pada umumnya terjadi di paru-paru

Lebih terperinci

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal Kuntarti, SKp Sistem Imun Fungsi: 1. Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta tumor)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Persentase Parasit Darah Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda yang berada di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR FKH IPB) dapat dilihat sebagai berikut

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed 1 PENDAHULUAN Sistem imun melindungi tubuh dari sel asing & abnormal dan membersihkan debris sel. Bakteri dan virus patogenik adalah sasaran

Lebih terperinci

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2.

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2. PROTOZOA Entamoeba coli E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran 15-50 μm 2. sitoplasma mengandung banyak vakuola yang

Lebih terperinci

Struktur dan Fungsi Hewan Tujuan Instruksional Khusus

Struktur dan Fungsi Hewan Tujuan Instruksional Khusus Struktur dan Fungsi Hewan Tujuan Instruksional Khusus Menjelaskan: Struktur Hewan Fungsi Hayati Hewan Energi dan Materi Kuliah Hewan 1 Homeostasis Koordinasi dan Pengendalian Kuliah Kontinuitas Kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) merupakan salah satu jenis tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlukaan merupakan rusaknya jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan suhu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

MEKANISME FAGOSITOSIS. oleh: DAVID CHRISTIANTO

MEKANISME FAGOSITOSIS. oleh: DAVID CHRISTIANTO MEKANISME FAGOSITOSIS oleh: DAVID CHRISTIANTO 136070100011013 PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016 1 DAFTAR ISI SAMPUL... 1 DAFTAR ISI... 2 BAB I. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas sistem imun sangat diperlukan sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap ancaman,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Plasma (40%-50%) Lekosit Eritrosit sebelum sesudah sentrifusi Eritrosit Fungsi

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolitis ulseratif (KU) merupakan salah satu penyakit yang termasuk dalam Inflammatory Bowel Disease (IBD), yaitu penyakit radang kolon nonspesifik yang umumnya berlangsung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di zaman modern sekarang ini banyak hal yang memang dibuat untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya, termasuk makanan instan yang siap saji. Kemudahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Udema (Inflamasi) Inflamasi merupakan respon pertahanan tubuh terhadap invasi benda asing, kerusakan jaringan. Penyebab inflamasi antara lain mikroorganisme, trauma mekanis,

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1.200-1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Istilah asma berasal dari bahasa Yunani yang artinya terengahengah dan berarti serangan napas pendek. Meskipun dahulu istilah ini digunakan untuk menyatakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus Jaringan limfoid sangat berperan penting untuk pertahanan terhadap mikroorganisme. Ayam broiler memiliki jaringan limfoid primer (timus dan bursa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ini tersebar di berbagai penjuru dunia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ini tersebar di berbagai penjuru dunia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toksoplasmosis merupakan salah satu dari sekian banyak penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang secara alami dapat menular dari hewan ke manusia. Gejala klinis dari penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reaksi hipersensitivitas tipe I atau reaksi alergi adalah reaksi imunologis (reaksi peradangan) yang diakibatkan oleh alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tubuh manusia secara fisiologis memiliki sistim pertahanan utama untuk melawan radikal bebas, yaitu antioksidan yang berupa enzim dan nonenzim. Antioksidan enzimatik bekerja

Lebih terperinci