BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nelayan Nelayan adalah istilah bagi orang-orang yang sehari-harinya bekerja menangkap ikan atau biota lainnya yang hidup di dasar, kolom maupun permukaan perairan. Para nelayan di Indonesia biasanya bermukim di daerah pinggir pantai atau pesisir laut. Komunitas nelayan adalah kelompok orang yang bermata pencaharian hasil laut dan tinggal didesa-desa pantai atau pesisir (Sastrawidjaya, 2002 dalam Sujarno 2008). Wahyuningsih (1997) yang dikutip dari Dani dan Wahyudin(2011) nelayan dapat dibagi tiga jika dilihat dari sudut pemilikan modal, yaitu: 1). Nelayan juragan Nelayan ini merupakan nelayan pemilik perahu dan alat penangkap ikan yang mampu mengubah para nelayan pekerja sebagai pembantu dalam usahanya menangkap ikan di laut. Nelayan juragan ada tiga macam yaitu nelayan juragan laut, nelayan juragan darat yang mengendalikan usahanya dari daratan, dan orang yang memiliki perahu, alat penangkap ikan dan uang tetapi bukan nelayan asli, yang disebut tauke (toke) atau cakong. 2). Nelayan buruh Nelayan yang tidak memiliki alat produksi dan modal, tetapi memiliki tenaga yang dijual kepada nelayan juragan untuk membantu usaha penangkapan ikan di laut, sebagai buruh. 3). Nelayan perorangan Nelayan yang kurang mampu, nelayan ini hanya mempunyai perahu kecil untuk keperluan dirinya sendiri dan alat penangkap ikan sederhana, karena itu disebut nelayan perorangan. 6

2 7 Berdasarkan teknologi penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan, orientasi pasar dan karakteristik hubungan produksi, Satria (2002) yang dikutip dari mussawir (2009) menggolongkan nelayan ke dalam empat kelompok yaitu: 1) Peasant-fisher Nelayan tradisional yang biasanya bersifat subsisten, menggunakan alat tangkap yang masih tradisional seperti dayung, sampan yang tidak bermotor dan hanya melibatkan anggota keluarganya sendiri sebagai tenaga kerja utama. 2) Post-peason fisher Dicirikan dengan penggunaan teknologi penangkapan ikan yang lebih maju atau modren. Meski masih beroperasi di wilayah pesisir, tetapi daya jelajahnya lebih luas dan memiliki surplus untuk diperdagangkan di pasar. 3) Commersial-fisher Nelayan yang telah berorientasi pada peningkatan keuntungan. Skala usahanya telah besar, yang dicirikan dengan banyaknya jumlah tenaga kerja dengan status yang berbeda dan membutuhkan keahlian tersendiri dalam pengoperasian kapal maupun alat tangkapannya. 4) Industrial-fisher Yang memiliki ciri-ciri : 1) diorganisasi dengan cara-cara yang mirip dengan perusahaan agro industri di negara maju; 2) lebih padat modal; 3) memberikan pendapatan yang lebih tinggi dari pada perikanan sederhana; dan 4) menghasilkan produk ikan kaleng dan ikan beku yang berorientasi ekspor. Nelayan berskala besar ini umumnya memiliki organisasi kerja yang kompleks dan benar-benar berorientasi pada keuntungan. 2.2 Pendapatan Nelayan Winarno dan Ismaya (2003) dalam kamus ekonomi, pendapatan yaitu: 1. Kelebihan pendapatan atas bahan yang terjadi karena adanya usaha untuk memperoleh pendapatan tersebut selama periode atau jangka waktu tertentu. 2. Sejumlah uang yang diperoleh dalam bentuk laba, bunga, upah, sewa dan sebagainya. 3. Aliran penghasilan dalam periode tertentu dapat berasal dari faktor produksi, sumberdaya alam, tenaga kerja dan modal dalam bentuk sewa, bunga dan upah.

3 8 Masyarakat nelayan, rumah tangga perikanan laut dibedakan antara pengusaha dan buruh perikanan. Bagi pengusaha, pendapatan rumah tangga berasal dari tiga sumber yaitu dari usaha perikanan, upah buruh perikanan (oleh anggota keluarga) dan dari sumber lain di luar itu seperti pertanian, usaha dagang dan usaha lain atau usaha sambilan. Bagi rumah tangga buruh adalah sama tapi tidak ada pos khusus dari usaha perikanan. Dengan demikian dapat dikatakan pendapatan nelayan sebenarnya berasal dari dua sumber yaitu penangkapan ikan dan dari luar penangkapan ikan (Alpharesy, 2011). Sumber penangkapan ikan merupakan sumber utama pendapatan pada rumah tangga nelayan sedangkan sumber pendapatan dari usaha di luar penangkapan ikan relaif lebih rendah. Pendapatan rumah tangga dapat berasal lebih dari satu sumber pendapatan. Sumber pendapatan yang beragam tersebut dapat terjadi karena anggota rumah tangga yang bekerja, melakukan lebih dari satu jenis kegiatan dan masing-masing anggota rumah tangga mempunyai kegiatan yang berbeda satu sama lainnya. Faktor lain yang berpengaruh terhadap keragaman sumber pendapatan adalah penguasaan faktor produksi. Pendapatan itu sendiri dapat diperoleh sebagai hasil bekerja atau asset dan sumbangan dari pihak lain. Kumpulan pendapatan dari berbagai sumber pendapatan tersebut merupakan total pendapatan rumah tangga (Nurmanaf, dalam Hidayat, 1992) Perbedaan tingkat pendapatan keluarga tidak saja disebabkan oleh tingkat pendidikan akan tetapi juga oleh beberapa faktor lain seperti pengalaman kerja, keahlian, sektor usaha, jenis usaha, lokasi dan lain-lain (Simanjuntak, 1985). Pendapatan rumah tangga pada umumnya masyarakat pedesaan diperoleh dari berbagai sumber yang sangat beragam. Pada rumah tangga nelayan, nampak bahwa pekerjaan penangkapan ikan hampir merupakan satu-satunya sumber pendapatan rumah tangga yang diandalkan. Sujana (1992), dikemukakan bahwa jumlah pendapatan dari usaha penangkapan ikan sekitar 71,58% dari total pendapatan rumah tangga. Pendapatan dari pekerjaan pada sub sektor pertanian relatif kecil 7,61%. Begitu pula dari sektor industri, jasa, perdagangan, hanya sekitar 0,55%.

4 9 Sujana (1992), fenomena keberagaman sumber pendapatan rumah tangga relatif lebih nyata pada rumah tangga petani dibanding pada rumah tangga nelayan dan buruh perkebunan. Besar pendapatan dari berbagai sumber relatif lebih merata pada rumah tangga petani, sedangkan pada rumah tangga nelayan dan buruh perkebunan pendapatan nafkah rumah tangga lebih mengandalkan dari pekerjaan utamanya. Sementara sumbangan pendapatan dari sektor lain di luar pekerjaan utamanya dan dari sektor-sektor non pertanian nampaknya relatif lebih kecil. Pendapatan masyarakat nelayan bergantung terhadap pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan yang terdapat di lautan. Potensi perikanan tersebut sangat beranekaragam, dengan potensi perikanan sebesar 5,01 juta ton serta asumsi harga ikan hasil tangkapan mencapai US.$ , maka nilai ekonomi yang dapat diperoleh dari potensi perikanan Indonesia diperkirakan bernilai US.$. 15 Milyar. Sementara itu pada tahun 1999 nilai yang berhasil dicapai baru sekitar US.$. 9,97 milyar (Dahuri 1996 Dalam Sasongko 2006). Pendapatan masyarakat nelayan secara langsung maupun tidak akan sangat mempengaruhi kualitas hidup mereka, karena pendapatan dari hasil berlayar merupakan sumber pemasukan utama atau bahkan satu-satunya bagi mereka, sehingga besar kecilnya pendapatan akan sangat memberikan pengaruh terhadap kehidupan mereka, terutama terhadap kemampuan mereka dalam mengelola lingkungan tempat hidup mereka. 2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan Masyarakat nelayan yang sampai saat ini masih merupakan isu yang sangat menarik untuk didiskusikan. Isu paling umum yang menjadi bahan pembicaraan yaitu isu mengenai kemiskinan dan kesejahteraan. Nelayan adalah orang yang melakukan penangkapan ikan di laut dan di tempat yang masih dipengaruhi pasang surut (Tarigan 2000 dalam Sujarno 2008). Jadi bila ada yang menangkap ikan di tempat budidaya ikan seperti tambak, kolam ikan, danau, sungai tidak termasuk nelayan. Selanjutnya, Tarigan (2000), masih berdasarkan pendapatnya, nelayan dapat dibagi menjadi : a) Nelayan tetap atau nelayan penuh, yakni nelayan yang pendapatan seluruhnya berasal dari perikanan.

5 10 b) Nelayan sambil utama, yakni nelayan yang sebagian besar pendapatannya berasal dari perikanan. c) Nelayan sambilan tambahan, yakni nelayan yang sebagian kecil pendapatannya berasal dari perikanan. d) Nelayan musiman, yakni orang yang dalam musim-musim tertentu saja aktif sebagai nelayan. Rendahnya kualitas sumber daya manusia masyarakat nelayan yang terefleksi dalam bentuk kemiskinan sangat erat kaitannya dengan faktor internal dan eksternal masyarakat. Faktor internal misalnya pertumbuhan penduduk yang cepat, kurang berani mengambil resiko, cepat puas dan kebiasaan lain yang tidak mengandung modernisasi. Selain itu kelemahan modal usaha dari nelayan sangat dipengaruhi oleh pola pikir nelayan itu sendiri. Faktor eksternal yang mengakibatkan kemiskinan rumah tangga nelayan lapisan bawah antara lain proses produksi didominasi oleh pemilik perahu atau modal dan sifat pemasaran produksi hanya dikuasai kelompok dalam bentuk pasar monopsoni (Kusnadi 2003 dalam Sujarno 2008). Ada 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan nelayan dan diuraikan sebagai berikut : 1. Teknologi Peralatan yang digunakan oleh nelayan dalam penangkapan ikan (produksi) adalah perahu tanpa mesin atau perahu dengan mesin yang kecil (motorisasi), jaring dan pancing. Modal nelayan adalah nilai daripada peralatan yang digunakan seperti : -Harga perahu, apakah mempergunakan mesin atau tidak yang dimiliki nelayan. -Harga dari peralatan penangkapan ikan misalnya jaring, pancing, dan lain-lain. -Bahan makanan yang dibawa melaut dan yang ditinggalkan di rumah. Hal diatas berpengaruh pada pendapatan nelayan, semakin bagus alat/mesin yang digunakan untuk kegiatan penangkapan maka biasanya pendapatan yang diperoleh akan semakin tinggi.

6 11 2. Sosial Ekonomi Umur, Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2007), bahwa usia 15 sampai 64 tahun merupakan usia produktif serta masuk dalam usia angkatan kerja di Indonesia. Pendidikan, biasanya sebelum menjadi nelayan pada umumnya mereka telah menempuh pendidikan, misalnya : sampai tingkat SMA, SMP, SD atau tidak menempuh pendidikan sama sekali. Tinggi - rendahnya pendidikan yang dimiliki nelayan berpengaruh pada tingkat pendapatannya, karena hal itu menentukan dibagian mana nelayan buruh yang bersangkutan ditugaskan oleh nelayan juragan (Sujarno 2008). Budaya, hampir diseluruh kawasan pesisir memiliki tradisi atau budaya yang dilakukan turun-temurun berkaitan dengan kegiatan melaut, Jawa Barat merupakan wilayah persisir pantai utara Jawa yang sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya dengan bekerja sebagai nelayan. Para nelayan Indramayu memiliki tradisi yang cukup unik, yaitu tradisi nadran atau pesta laut yang merupakan agenda rutin bagi para nelayan yang diadakan dua tahun sekali. Nadran dilakukan dua minggu setelah hari raya Idul Fitri. Tradisi Nadran yang digelar oleh para nelayan Indramayu adalah sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki yang diberikan, baik berupa keselamatan ketika berlayar di laut maupun hasil ikan yang melimpah sepanjang tahun yang lalu. Diawali dengan pemotongan kerbau sehari sebelum acara puncak. Sesaji dan doa dipanjatkan sebelum kerbau disembelih agar proses penyembelihan lancar. Kepala kerbau yang sudah dipotong kemudian akan menjadi sesaji yang dilarung ke tengah laut dengan pendamping beragam tumpeng, kembang, dan jajanan pasar. Pengaruh budaya tidak lepas dari pendapatan yang diperoleh nelayan, sebab ketika budaya yang menjadi adat istiadat masyarakat pesisir setempat dilakukan, maka kegiatan melaut untuk sementara ditiadakan. Pengalaman, apabila seseorang yang dianggap nelayan yang telah berumur 15 tahun sampai 30 tahun, diatas 30 tahun telah dianggap sebagai nelayan yang berpengalaman (pawing). Semakin banyak pengalaman yang dimiliki sangat

7 12 berpengaruh pada pendapatan yang diperoleh sebab hal ini juga merupakan kategori atau klasifikasi untuk menentukan banyaknya jumlah tangkapan ikan dilaut (Sujarno 2008). Peralatan, apakah nelayan itu mempunyai peralatan sendiri dalam melaut dan menangkap ikan atau tidak, jadi apabila ia tidak memiliki peralatan sendiri dan hanya menerima gaji maka dikatakanlah ia buruh nelayan. Anggota organisasi atau tidak anggota, apakah nelayan tersebut menjadi anggota organisasi atau tidak, dalam hal ini KUD (Koperasi Unit Desa),yang dimaksud KUD adalah KUD nelayan yang tujuannya adalah untuk kelompok nelayan yang menyediakan peralatan dan keperluan nelayan, jadi apabila nelayan itu menjadi anggotanya maka nelayan itu memperoleh kemudahan dan kemurahan dalam melaksanakan usahanya sehingga otomatis berpengaruh pada pendapatan yang akan diperoleh. Tata Niaga, Ikan adalah komoditi yang mudah rusak dan busuk, jadi penyampaiannya dari produsen (nelayan) kepada konsumen harus cepat agar kualitasnya atau kondisinya tidak rusak atau busuk kalau ikan itu tidak diolah. Kondisi atau keadaan ikan ini sangat berpengaruh kepada harga ikan, demikian juga nilai gizinya. Jadi dalam hal ini dilihat nilai efisiensi dari penggunaan tata niaga perikanan tersebut, dari produsen ke konsumen berarti semakin baik dan semakin efisien tata niaganya dan kriterianya adalah sebagai berikut : Panjang atau pendek saluran distribusi yang dilalui oleh hasil produksi dalam hal ini ikan (karena tangkapan) dari nelayan (produsen/ sampai ke konsumen akhir agar jangan sampai rusak). Banyak atau sedikit dari jumlah pos-pos yang terdapat pada saluran distribusi tersebut. Apabila banyak mengakibatkan panjangnya (jauhnya) jarak antara produsen dan konsumen sedangkan kalau pendek (dekat) jarak antara produsen dan konsumen akhir yang artinya makin efisien. Menambah keuntungan atau tidak yaitu setiap pos saluran distribusi tersebut apakah menambah keuntungan atau tidak bagi nelayan. Dalam hal ini kita bandingkan dari kemungkinan-kemungkinan yang ada dan meneliti apakah ada korelasi antara hal-hal di atas, apakah ke tiga hal di atas tadi akan menambah atau

8 13 memperbesar pendapatan nelayan. Meningkatnya tangkapan ikan nelayan berarti meningkatnya kesejahteraan nelayan tersebut. Demikian juga hal tersebut menunjang program pemerintah yaitu pengentasan kemiskinan. Hasil tangkapan (produksi) nelayan itu selanjutnya kita lihat cara pemasarannya, khususnya saluran distribusi dari produsen (nelayan) kepada pemakai akhir atau konsumen. Saluran distribusi dari hasil laut ini dapat dibagi sebagai berikut : -Saluran distribusi untuk konsumen akhir -Saluran distribusi untuk rumah tangga -Saluran distribusi untuk pengawetan -Saluran distribusi untuk coldstorage (pedagang besar atau eksportir). 3.Iklim Variabel cuaca yang mempengaruhi produktifitas nelayan adalah suhu udara, curah hujan, dan tinggi gelombang. Kenaikan temperatur atau suhu udara akan berdampak pada meningkatnya suhu air, dan secara tidak langsung akan menambah volume air di samudra yang berimplikasi pada semakin tinggi paras laut. Dalam 10 tahun terakhir, paras laut meningkat setinggi 0,1-0,3 m (Syahilatua, 2008). Fauzi (2010), sektor perikanan mengalami masalah yang cukup serius terkait dengan perubahan iklim dan dampaknya terhadap keberlanjutan usaha perikanan tangkap maupun budidaya. Perubahan gradual peningkatan suhu yang terjadi secara global berakibat pada perubahan aspek biofisik seperti perubahan cuaca yang ekstrem, kenaikan paras muka laut, perubahan jejaring makanan, dan perubahan fisiologis reproduksi akan berdampak pada aspek sosial ekonomi perikanan. Muttaqien (2010) produktivitas nelayan diperkirakan turun 60% akibat anomali iklim yang ditandai tingginya curah hujan dan ombak besar, sehingga kegiatan melaut menjadi membahayakan. Pengaruh cuaca ekstrem yang ditandai dengan curah hujan yang tinggi menyebabkan kadar keasaman air laut menurun. Sehingga wilayah penangkapan semakin jauh dan tidak terjangkau oleh nelayan kecil yang hanya menggunakan perahu tradisonal. Selain itu, gelombang tinggi dan angin kencang menyebabkan nelayan tidak dapat melaut. Ombak yang

9 14 biasanya hanya setinggi satu meter akan meningkat drastis hingga mencapai dua meter atau lebih. Antara udara dan laut terjadi interaksi yang erat.perubahan cuaca akan mempengaruhi kondisi laut. Angin misalnya sangat menentukan terjadinya gelombang dan arus di permukaan laut, dan curah hujan dapat menentukan salinitas (keragaman) air laut (Nontji, 1993). Musim sangat berpengaruh kepada keadaan kehidupan nelayan yaitu musim barat dan musim timur. Dalam 1 tahun ada 2 musim yaitu musim timur dari bulan Maret sampai awal Agustus keadaan pasang tidak terlampau tinggi, arus tidak terlampau deras, gelombang tidak terlampau besar jadi sedang-sedang saja. Pada musim inilah nelayan banyak mendapat ikan. Pada musim barat, biasanya dari akhir Agustus sampai awal Maret, umumnya gelombang besar, pasang tinggi, arus deras, curah hujan selalu terjadi, dipuncaknya apa yang disebut pasang Perdani, yaitu pasang paling besar/tinggi pada satu kali setahun. Keadaan ini pada umummnya nelayan sangat jarang ke laut karena takut bahaya, jadi produksi sedikit dan biasanya harga ikan akan tinggi. Disamping kedua musim dalam satu kali setahun tadi ada lagi pengaruh musim bulanan yaitu pada bulan purnama dan pada bulan gelap. Pada bulan purnama atau terang arus akan deras dan pasang akan tinggi. Sebaliknya pada bulan gelap, gelombang akan kecil, arus tidak bergerak yang disebut dengan istilah pasang mati. 2.4 Tingkat Kesejahteraan Upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat guna menanggulangi kemiskinan merupakan prioritas yang perlu diterapkan dalam setiap pelaksanaan program pembangunan. Gunawan (2007) kebijakan khusus pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat guna menanggulangi kemiskinan merupakan bagian integral pembangunan nasional yang harus mempunyai arah pembangunan yang jelas. Arah pembangunan tersebut harus ditindaklanjuti melalui strategi peningkatan kesejahteraan dan dijabarkan melalui kebijakan peningkatan kesejahteraan guna menanggulangi kemiskinan yang terdiri dari beberapa hal. Pertama, modal usaha guna mengembangkan kewirausahaan yaitu memberdayakan ekonomi masyarakat dengan cara mengembangkan mekanisme

10 15 penyaluran dana bantuan dan kredit lunak langsung kepada masyarakat untuk mengembangkan kegiatan sosial ekonomi produktif unggulan dalam meningkatkan jiwa kewirausahaan sehingga dapat menjamin surplus untuk tabungan dan akumulasi modal masyarakat. Kedua, pemberdayaan sumberdaya manusia, yaitu memperkuat kapasitas sumberdaya manusia dengan cara meningkatkan kemampuan manajemen dan organisasi aparat dan warga masyarakat dalam pembangunan guna meningkatkan produktivitas dan daya saing melalui pelatihan, penyuluhan dan pendampingan. Ketiga, penguatan kelembagaan yaitu upaya meningkatkan kemampuan kelembagaan masyarakat dan aparat agar proses alih informasi dan teknologi, penyaluran dana dan informasi, proses produksi dan distribusi dan pemasaran serta adminitrasi pembangunan terlembaga dengan baik sesuai dengan kondisi lokal. Keempat, prasarana dan sarana serta sistem informasi yaitu mengembangkan prasarana dan sarana serta jaringan pemasaran sehingga masyarakat dengan mudah mendapatkan input produksi dan menjual produk kepasar lokal, regional dan nasional melalui kemitraan dengan dunia usaha dan penyedia jasa pendukung. Serta sistem informasi yaitu meningkat kemampuan pengendalian dan pelaporan berbasis sistem informasi manajemen dan sistem informasi geographis agar pelaksanaan pembangunan bisa dilakukan secara tepat arah, tepat sasaran dan tepat tujuan. Kesejahteraan bersifat subyektif dimana setiap orang mempunyai pedoman, tujuan dan cara hidup yang berbeda-beda pula terhadap faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan. Konsep tentang kesejahteraan juga berkaitan dengan konsep tentang kemiskinan. Sayogyo (1997), klasifikasi tingkat kesejahteraan (kemiskinan) didasarkan pada nilai pengeluaran per kapita per tahun yang diukur dengan nilai beras setempat, yaitu : (1) miskin, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari setara 320 kg beras untuk pedesaan dan 480 untuk daerah kota, (2) miskin sekali, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari 240 kg beras untuk pedesaan dan 360 kg untuk daerah kota, (3) paling miskin, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari setara

11 kg beras untuk pedesaan dan 270 kg beras untuk daerah kota. Kesehatan dapat juga dipakai sebagai ukuran sebagai ukuran kesejahteraan seseorang. Faktor yang mempengaruhi kesehatan masyarakat antara lain konsumsi makan-makanan bergizi, sarana kesehatan serta keadaan sanitasi lingkungan yang tidak memadai. Tinjauan tentang kesejahteraan masyarakat dapat pula dilihat melalui kondisi maupun fasilitas yang dimiliki suatu tempat tinggal. Perumahan (papan) adalah salah satu kebutuhan dasar yang sangat penting selain makanan (pangan) dan pakaian (sandang) dalam pencapaian kehidupan yang layak. Selanjutnya dikatakan pula bahwa pendidikan penduduk sering dijadikan indikator kemajuan suatu bangsa dan indikator dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pendidikan dalam kehidupan dewasa ini sudah dianggap sebagai kebutuhan dasar yang tidak dapat ditunda pemenuhannya. Selain itu, faktor gizi juga merupakan indikator utama dalam komponen gizi dan konsumsi yang digunakan dalam menggambarkan taraf hidup masyarakat. Penyebab kekurangan gizi yang menggambarkan taraf hidup masyarakat yang lebih rendah lebih lanjut dikatakan bahwa tingat ekonomi masih rendah menyebabkan masyarakat belum mampu memperoleh pelayanan kesehatan. Tinjauan atas tingkat kesejahteraan rakyat dapat pula dilihat melalui kondisi maupun fasilitas tempat tinggal yang dimiliki. Perumahan adalah salah satu kebutuhan dasar yang paling penting selain makanan dan pakaian untuk mencapai kehidupan yang layak. Rumah pada saat ini bukan hanya berfungsi sebagai tempat berteduh, tetapi sudah mencerminkan kehidupan rumah tangga/masyarakat. UU No. 16 tahun 1994 tentang Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual, yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial sebaik-baiknya bagi diri keluarga serta masyarakat dengan

12 17 menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila dan UUD Tingkat kesejahteraan sosial diukur dengan pendekatan pengeluaran rumah tangga yang didasarkan pada pola pengeluaran untuk pangan, barang dan jasa, rekreasi, bahan bakar dan perlengkapan rumah tangga. Pendekatan pengamatan dilakukan terhadap kondisi perumahan, kesehatan, pendidikan dan pola pengeluaran rumah tangga. Penilaian terhadap kondisi perumahan didasarkan pada jenis dinding rumah, jenis lantai, jenis atap serta status kepemilikan. Pendekatan untuk menilai kondisi kesehatan berdasarkan kondisi sanitasi perumahan serta kondisi perlengkapan air minum, air mandi, cuci dan kakus (BPS 1991). Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (1996) yang diacu dalam Primayuda (2002), yang disebut keluarga sejahtera adalah : (1) Keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan anggotanya, baik kebutuhan sandang, pangan, perumahan, sosial maupun agama; (2) Keluarga yang mempunyai keseimbangan antara penghasilan keluarga dengan jumlah anggota keluarganya; dan (3) Keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan kesehatan anggota keluarga, berkehidupan bersama dengan masyarakat sekitar, beribadah khusyuk, disamping terpenuhi kebutuhan pokoknya. Kesejahteraan rakyat mempunyai aspek yang sangat komplek dan tidak memungkinkan untuk menyajikan data yang mampu mengukur semua aspek kesejahteraan. Badan Pusat Statistik (2009) menentukan tingkat kesejahteraan menyangkut segi-segi yang dapat diukur (measurable welfare). Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan adalah : (1) Pendapatan rumah tangga. (2) Konsumsi rumah tangga. (3) Keadaan tempat tinggal. (4) Fasilitas tempat tinggal. (5) Kesehatan anggota keluarga. (6) Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan dan tenaga medis/paramedis, termasuk didalamnya kemudahan mengikuti Keluarga Berencana (KB) dan obat-

13 18 obatan. (7) Kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan. (8) Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi. (9) Kehidupan beragama. (10) Perasaan aman dari gangguan kejahatan. (11) Kemudahan dalam melakukan olah raga. Tingkat kesejahteraan Keluarga menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (1996) yang diacu dalam Primayuda (2002) adalah sebagai berikut: 1) Keluarga Pra Sejahtera (PS), yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan pokoknya secara minimal serta kebutuhan pangan, sandang, papan dan kesehatan. 2) Keluarga Sejahtera Tahap-1 (S-1), adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya seperti pendidikan, Keluarga Berencana (KB), interaksi dalam keluarga, lingkungan, tempat tinggal serta kebutuhan transportasi. 3) Keluarga Sejahtera Tahap-2 (S-2), adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar dan juga telah dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan pengembangannya seperti menabung dan memperoleh informasi. 4) Keluarga Sejahtera Tahap-3 (S-3), adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, psikologis dan pengembangannya akan tetapi belum dapat memberikan sumbangan untuk masyarakat, berperan secara aktif dimasyarakat dengan menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan atau yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olah raga, pendidikan dan sebagainya. 5) Keluarga Sejahtera Tahap-3 plus (S-3 + ), yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seuruh kebutuhannya baik yang bersifat dasar, sosial psikologis, maupun yang bersifat pengembangan serta telah pula memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat.

14 19 Kusnadi (2002), perangkap kemiskinan yang melanda kehidupan nelayan disebabkan oleh faktor-faktor yang kompleks. Faktor-faktor tersebut tidak hanya berkaitan dengan fluktuasi musim-musim ikan, keterbatasan sumber daya manusia, modal serta akses, jaringan perdagangan ikan yang eksploitatif terhadap nelayan sebagai produsen, tetapi juga disebabkan oleh dampak negatif modernisasi perikanan yang mendorong terjadinya pengurasan sumberdaya laut secara berlebihan. Hasil-hasil studi tentang tingkat kesejahteraan hidup dikalangan masyarakat nelayan, telah menunjukkan bahwa kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi atau ketimpangan pendapatan merupakan persoalan krusial yang dihadapi nelayan dan tidak mudah untuk diatasi. - Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan BPS Tingkat kesejahteraan diukur berdasarkan kriteria yang digunakan BPS dalam SUSENAS tahun 2009 yaitu sebelas indikator kesejahteraan. Secara umum tingkat kesejahteraan merupakan kombinasi dari 11 indikator yang dapat dituliskan sebagai berikut : TK = ƒ (I1, I2, I3, I4, I5, I6, I7, I8, I9, I10, I11) Keterangan : TK = Tingkat kesejahteraan I1 = Pendapatan rumah tangga I2 = Pengeluaran rumah tangga I3 = Keadaan tempat tinggal I4 = Fasilitas tempat tinggal I5 = Kesehatan anggota rumah tangga I6 = Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan I7 = Kemudahan memasukan anak ke suatu jenjang pendidikan I8 = Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi I9 = Kehidupan beragama I10 = Rasa aman dari gangguan tindak kejahatan I11 = Kemudahan dalam melakukan olahraga

15 20 Skor tingkat klasifikasi baik pada sebelas indikator kesejahteraan maupun tingkat kesejahteraan, dihitung berdasarkan pedoman penentuan range skor metode baru Maret 1994 dari BPS yang dimodifikasi dengan kriteria kemiskinan Sajogyo dan Direktorat Jenderal Tata Guna Tanah. Klasifikasi kesejahteraan dibagi menjadi tiga dengan cara mengurangkan jumlah skor tertinggi dengan jumlah skor terendah dan hasil pengurangan itu dibagi dengan jumlah klasifikasi, yaitu tiga, terdiri atas tinggi, sedang dan rendah. Skor tingkat kesejahteraan menurut klasifikasi adalah sebagai berikut : 1) Tingkat kesejahteraan tinggi jika mencapai skor = ) Tingkat kesejahteraan sedang jika mencapai skor = ) Tingkat kesejahteraan rendah jika mencapai skor = Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Tata Guna Tanah Direktorat Jenderal Tata Guna Tanah mengklasifikasikan tingkat kemiskinan berdasarkan nilai konsumsi total sembilan bahan pokok dalam setahun yang dinilai dengan harga setempat. Kebutuhan hidup minimal yang dipergunakan sebagai tolok ukur yaitu 100 kg beras, 15 kg ikan asin, 6 kg gula pasir, 6 kg minyak goreng, 9 kg garam, 60 liter minyak tanah, 20 batang sabun, 4 meter tekstil kasar dan 2 meter batik kasar. Besarnya standar kebutuhan hidup minimum per kapita per tahun dijadikan sebagai batas garis kemiskinan. Dengan menggunakan tingkat pengeluaran setara dengan pengeluaran untuk konsumsi sembilan bahan pokok. Direktorat Jenderal Tata Guna Tanah membagi tingkat kemiskinan menjadi empat golongan, yaitu : 1) Tidak miskin : Apabila tingkat pengeluaran lebih besar dari 200 % dari total pengeluaran 9 bahan pokok. 2) Hampir miskin : Apabila tingkat pengeluaran lebih besar dari % dari total pengeluaran 9 bahan pokok. 3) Miskin : Apabila tingkat pengeluaran lebih besar dari % dari total pengeluaran 9 bahan pokok. 4) Miskin sekali : Apabila tingkat pengeluaran lebih besar dari 75 % dari total pengeluaran 9 bahan pokok.

16 21 - Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Sajogyo Sajogyo menentukan tingkat kemiskinan dengan melihat besarnya pendapatan per kapita per tahun yang diukur dengan nilai setara dari harga beras setempat. Daerah Palabuhanratu merupakan daerah perkotaan. Tingkat kemiskinan untuk daerah perkotaan dibagi dalam beberapa kategori sebagai berikut : 1) Tidak miskin, yaitu apabila pendapatan per kapita per tahun lebih tinggi dari 480 kg beras. 2) Miskin, (nilai ambang kecukupan pangan),yaitu apabila pendapatan per kapita per tahun lebih rendah dari nilai tukar 480 kg beras. 3) Miskin sekali, (tidak cukup pangan), yaitu apabila pengdapatan per kapita per tahun lebih rendah dari nilai tukar 360 kg beras. 4) Paling miskin, yaitu apabila pendapatan per kapita per tahun lebih rendah dari nilai tukar 270 kg beras. - Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Kusnadi Pemberdayaan masyarakat nelayan melalui atau mendasarkan diri pada basis sosial budaya setempat merupakan kerangka pijakan untuk mengembangkan mobilitas vertikal mereka. Dengan demikian, peningkatan derajat kesejahteraan masyarakat nelayan dapat dilaksanakan secara bertahap dan menyatu padu dalam kehidupan sosial budaya mereka. Pranata-pranata budaya, jaringan sosial, dan kaum perempuan nelayan merupakan potensi dan modal sosial budaya (cultural capital) yang sangat berharga sehingga diperhitungkan dalam proses pemberdayaan ekonomi. Nelayan yang bisa bertahan atau meningkat kesejahteraan hidupnya adalah nelayan-nelayan bermodal besar, yang kemampuan jelajah penangkapannya hingga ke lepas pantai (off shore). Jumlah mereka relatif kecil. Sebaliknya, untuk nelayan kecil atau nelayan tradisional dengan kepemilikan kemampuan peralatan tangkap dan modal usaha yang terbatas, harus puas dengan kenyataan kepahitan hidup dan persaingan yang semakin keras dalam memperoleh hasil tangkapan. Secara sosial ekonomi, tingkat kehidupan nelayan kecil atau nelayan tradisional, tidak banyak berubah. Artinya, tingkat kesejahteraan mereka semakin

17 22 merosot jika dibandingkan masa-masa tahun 1970-an. Hal yang sama (bahkan lebih parah dialami oleh para nelayan buruh yang bekerja pada unit-unit penangkapan nelayan tradisional atau nelayan dengan peralatan tangkap yang lebih modern, seperti perahu slerek. Karena tingkat sosial ekonomi dan kesejahteraan hidup yang rendah, dalam struktur masyarakat nelayan maka nelayan buruh merupakan lapisan sosial yang paling miskin (Kusnadi,2002: 1-24). Kemiskinan dan rendahnya derajat kesejahteraan sosial menimpa sebagian besar dari kategori nelayan tersebut. Oleh karena itu, identifikasi secara komprehensif terhadap faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya masalah kemiskinan dikalangan nelayan sangat penting dilakukan. Kemiskinan dan kesejahteraan merupakan sebagian dari sebab-sebab yang kompleks. Sebab-sebab yang kompleks tersebut dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu sebab yang bersifat internal dan sebab eksternal. Kedua kategori sebab kemiskinan tersebut saling berinteraksi dan saling melengkapi. Sebab-sebab internal ini mencakup masalah: (1) keterbatasan kualitas sumber daya manusia nelayan, (2) keterbatasan kemampuan modal usaha dan teknologi penangkapan, (3) hubungan kerja (pemilik perahu nelayan buruh) dalam organisasi penangkapan yang dianggap kurang menguntungkan nelayan buruh, (4) kesulitan melakukan diversifikasi usaha penangkapan, (5) ketergantungan yang tinggi terhadap okupasi melaut, dan (6) gaya hidup yang dipandang boros sehingga kurang berorientasi ke masa depan. Sebab kemiskinan yang bersifat eksternal berkaitan dengan kondisi diluar diri dan aktivitas kerja nelayan. Sebab-sebab eksternal ini mencakup masalah : (1) kebijakan pembangunan perikanan yang lebih berorientasi pada produktivitas untuk menunjang pertumbuhan ekonomi nasional dan parsial, (2) sistem pemasaran hasil perikanan yang lebih menguntungkan pedagang perantara, (3) kerusakan ekosistem pesisir dan laut karena pencemaran dari wilayah darat, praktik penangkapan dengan bahan kimia, perusakan terumbu karang, dan konversi hutan bakau dikawasan pesisir, (4) penggunaan peralatan tangkap yang tidak ramah lingkungan, (5) penegakkan hukum yang lemah terhadap perusak lingkungan, (6) terbatasnya teknologi pengolahan hasil tangkapan pasca panen (7)

18 23 terbatasnya peluang-peluang kerja di sektor nonperikanan yang tersedia di desadesa nelayan, (8) kondisi alam dan fluktuasi musim yang tidak memungkinkan nelayan melaut sepanjang tahun, dan (9) isolasi geografis desa nelayan yang mengganggu mobilitas barang, jasa, modal dan manusia.

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 2.1.1 Definisi perikanan tangkap Penangkapan ikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 45 Tahun 2009 didefinisikan sebagai kegiatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia. Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Selain itu,indonesia juga merupakan negara dengan garis pantai

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Selain itu,indonesia juga merupakan negara dengan garis pantai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah laut yang lebih luas daripada luas daratannya. Luas seluruh wilayah Indonesia dengan jalur laut 12 mil adalah lima

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Nelayan Nelayan adalah orang yang hidup dari mata pencaharian hasil laut. Di Indonesia para nelayan biasanya bermukim di daerah pinggir pantai atau pesisir laut. Komunitas nelayan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengubah berbagai faktor produksi menjadi barang dan jasa. Berdasarkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengubah berbagai faktor produksi menjadi barang dan jasa. Berdasarkan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Produksi Menurut Rahardja (2006) dalam aktivitas produksinya, produsen mengubah berbagai faktor produksi menjadi barang dan jasa. Berdasarkan hubungannya dengan tingkat produksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Sukabumi. Penelitian berlangsung pada bulan Juli sampai dengan September 0.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat para ahli yang berkaitan dengan topik-topik kajian penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berbagai kunci karakteristik manusia (Boere, 2008)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berbagai kunci karakteristik manusia (Boere, 2008) BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Karakteristik Nelayan 1. Pengertian Karakteristik Nelayan Karakteristik adalah ciri khas seseorang dalam meyakini, bertindak, ataupun merasakan. Berbagai teori pemikiran dari karakteristik

Lebih terperinci

VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN. 7.1 Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha

VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN. 7.1 Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN 7. Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha Keberadaan pariwisata memberikan dampak postif bagi pengelola, pengunjung, pedagang,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sektor perikanan dan kelautan (Nontji, 2005, diacu oleh Fauzia, 2011:1).

PENDAHULUAN. sektor perikanan dan kelautan (Nontji, 2005, diacu oleh Fauzia, 2011:1). I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah laut yang lebih luas daripada luas daratannya. Luas seluruh wilayah Indonesia dengan jalur laut 12 mil adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Secara umum usaha perikanan tangkap dapat dibedakan berdasarkan jenis alat tangkap yang digunakan, antara lain gill net, payang, dogol, pancing tonda, dll,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang Alat tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang Alat tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang Payang merupakan unit penangkapan ikan yang memiliki konstribusi terbesar dalam penyediaan stok ikan pada tahun 2011, yaitu sebesar 62,88% dari total volume

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lebih dari dua per tiga permukaan bumi tertutup oleh samudera. Ekosistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lebih dari dua per tiga permukaan bumi tertutup oleh samudera. Ekosistem BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Sumberdaya Maritim Indonesia Lebih dari dua per tiga permukaan bumi tertutup oleh samudera. Ekosistem perairan ini merupakan seumber dari berbagai macam produk dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km (Bakosurtanal,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam perekonomian Indonesia karena beberapa alasan antara lain: (1) sumberdaya perikanan, sumberdaya perairan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu pulau. Kenyataan ini memungkinkan timbulnya struktur kehidupan perairan yang memunculkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara PEMBUKAAN PSB KOTA SURABAYA Oleh: Dr. Asmara Indahingwati, S.E., S.Pd., M.M TUJUAN PROGRAM Meningkatkan pendapatan dan Kesejahteraan masyarakat Daerah. Mempertahankan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.. Keadaan Umum Tempat Penelitian Palabuhanratu merupakan salah satu kecamatan di daerah pesisir Teluk Palabuhanratu yang juga merupakan ibu kota Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Kepulauan (Archipelagic state) terbesar di dunia. Jumlah Pulaunya mencapai 17.506 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Kurang lebih 60%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya, untuk

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya, untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya, untuk memenuhi kebutuhan hidup orang harus melakukan suatu kegiatan yang dapat menghasilkan. Kegiatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Kearah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan berlangsung pada Maret 0. Penelitian ini dilakukan di PPN Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Peta lokasi penelitian dapat dilihat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kelurahan Fatubesi merupakan salah satu dari 10 kelurahan yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.157, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Penanganan. Fakir Miskin. Pendekatan Wilayah. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5449) PERATURAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara paling rentan di dunia. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng benua Asia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan luas Laut 3,1 juta km2. Konvensi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. ahli dan lembaga-lembaga yang berkaitan dengan penelitian ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. ahli dan lembaga-lembaga yang berkaitan dengan penelitian ini. 12 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Agar penelitian ini lebih terarah maka penulis mengutip pendapat dari beberapa ahli dan lembaga-lembaga yang berkaitan dengan penelitian ini.

Lebih terperinci

2015 KEHIDUPAN MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN CIREBON

2015 KEHIDUPAN MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN CIREBON BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki potensi alam di sektor perikanan yang melimpah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakatnya. Salah satu sumber

Lebih terperinci

PENGARUH PERKEMBANGAN PENDAPATAN NELAYAN TERHADAP KONDISI FISIK PERMUKIMAN NELAYAN WILAYAH PESISIR KOTA PEKALONGAN TUGAS AKHIR

PENGARUH PERKEMBANGAN PENDAPATAN NELAYAN TERHADAP KONDISI FISIK PERMUKIMAN NELAYAN WILAYAH PESISIR KOTA PEKALONGAN TUGAS AKHIR PENGARUH PERKEMBANGAN PENDAPATAN NELAYAN TERHADAP KONDISI FISIK PERMUKIMAN NELAYAN WILAYAH PESISIR KOTA PEKALONGAN TUGAS AKHIR Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Program Studi Sarjana Teknik Perencanaan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan

Lebih terperinci

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 78 7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 7.1 Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah terkait sistem bagi hasil nelayan dan pelelangan Menurut

Lebih terperinci

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu Berdasarkan hasil pendataan sosial ekonomi penduduk (PSEP) yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2005 diketahui jumlah keluarga miskin di Desa Sitemu 340 KK. Kriteria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah laut yang lebih luas daripada luas daratannya. Luas seluruh wilayah Indonesia dengan jalur laut 12 mil adalah lima

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan ekonomi adalah peningkatan pendapatan nasional dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dikembangkan dan dikelola sumberdaya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan alam yang dimiliki oleh Negara ini sungguh sangat banyak mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Nelayan Nelayan dalam Ensiklopedia Indonesia dinyatakan sebagai orangorang yang secara aktif melakukan penangkapan ikan, baik secara langsung maupun tidak langsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Palabuhnratu merupakan daerah pesisir di selatan Kabupaten Sukabumi yang sekaligus menjadi ibukota Kabupaten Sukabumi. Palabuhanratu terkenal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peraturan Perundang-Undangan Kementrian Kelautan Perikanan RI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peraturan Perundang-Undangan Kementrian Kelautan Perikanan RI BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peraturan Perundang-Undangan Kementrian Kelautan Perikanan RI Nomor 2 Tahun 2015 2.1.1 Isi Permen/KP/No 2 Peraturan menteri kelautan dan perikanan RI nomor 2/Permen-KP/2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan 25,14 % penduduk miskin Indonesia adalah nelayan (Ono, 2015:27).

BAB I PENDAHULUAN. dan 25,14 % penduduk miskin Indonesia adalah nelayan (Ono, 2015:27). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nelayan merupakan suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi daya. Mereka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan Nelayan Masyarakat yang berada di kawasan pesisir menghadapi berbagai permasalahan yang menyebabkan kemiskinan. Pada umumnya mereka menggantungkan hidupnya dari pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km serta terdiri atas 17.500 pulau, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap sektor

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Desa Lebih terletak di Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali dengan luas wilayah 205 Ha. Desa Lebih termasuk daerah dataran rendah dengan ketinggian

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan memiliki sumber daya laut yang melimpah. Wilayah perairan Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpindah-pindah atau kesiapsiagaan untuk bergerak. Sedangkan secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpindah-pindah atau kesiapsiagaan untuk bergerak. Sedangkan secara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Mobilitas Sosial Mobilitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai gerakan berpindah-pindah atau kesiapsiagaan untuk bergerak. Sedangkan secara etimologis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kecamatan Srandakan merupakan salah satu kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Bantul. Secara astronomi keberadaan posisi Kecamatan Srandakan terletak di 110 14 46 Bujur

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1. Konsep Kemiskinan Pada umumnya masalah kemiskinan hingga saat ini masih menjadi masalah klasik dan mendapat perhatian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang sangat luas dan terdiri dari lima pulau besar dan belasan ribu pulau kecil. Letak antara satu pulau dengan pulau lainnya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan (sustainable development) yang dilakukan secara berencana dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menteri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Landasan teori merupakan konsepsional bagi penulis mengenai cara yang akan digunakan dalam memecahkan masalah yang akan diteliti. Untuk lebih

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat VII. PERANCANGAN PROGRAM 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat Mengacu pada Visi Kabupaten Lampung Barat yaitu Terwujudnya masyarakat Lampung Barat

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP.. Rumahtangga Nelayan Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang berperan dalam menjalankan usaha perikanan tangkap. Potensi sumberdaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pendapatan Pendapatan disebut juga dengan income yaitu imbalan yang diterima oleh seluruh rumah tangga pada lapisan masyarakat dalam suatu negara/daerah, dari penyerahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki sumber kekayaan alam yang berlimpah dan memiliki jumlah penduduk nomor empat di dunia. Saat ini penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daratannya. Selain itu, Indonesia juga merupakan Negara dengan garis

BAB I PENDAHULUAN. daratannya. Selain itu, Indonesia juga merupakan Negara dengan garis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari beribu-ribu pulau dengan wilayah laut yang lebih luas daripada luas daratannya. Selain itu,

Lebih terperinci

PERUBAHAN IKLIM DAN STRATEGI ADAPTASI NELAYAN

PERUBAHAN IKLIM DAN STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PERUBAHAN IKLIM DAN STRATEGI ADAPTASI NELAYAN OLEH : Arif Satria Fakultas Ekologi Manusia IPB Disampaikan padalokakarya MENGARUSUTAMAKAN ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DALAM AGENDA PEMBANGUNAN, 23 OKTOBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memahami dan mampu mengelola sumber daya alam secara bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. memahami dan mampu mengelola sumber daya alam secara bertanggung jawab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pemberdayaan perempuan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, karena sebagai sumber daya manusia, kemampuan perempuan yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan berbagai macam bentuk perahu besar dan kecil. Sumatera Utara. Belawan berada pada ketinggan 1 meter dari permukaan laut,

BAB I PENDAHULUAN. dengan berbagai macam bentuk perahu besar dan kecil. Sumatera Utara. Belawan berada pada ketinggan 1 meter dari permukaan laut, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbukti dari ujung barat sampai ujung timur terdiri dari kepulauan besar dan kecil dan lebih banyak kawasan perairan,

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN Rumahtangga adalah basis unit kegiatan produksi dan konsumsi dimana anggota rumahtangga merupakan sumberdaya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. sudah dimekarkan menjadi 11 kecamatan. Kabupaten Kepulauan Mentawai yang

BAB I PENGANTAR. sudah dimekarkan menjadi 11 kecamatan. Kabupaten Kepulauan Mentawai yang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kepulauan Mentawai terdiri dari empat pulau besar dan berpenghuni yaitu Siberut, Sipora, Pagai Utara, dan Pagai Selatan. Setelah Indonesia merdeka dan sistem pemerintahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, di mana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan masih menjadi masalah yang mengancam Bangsa Indonesia. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2007 sebesar 37,17 juta jiwa yang berarti sebanyak 16,58

Lebih terperinci

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Indonesia yang secara geografis adalah negara kepulauan dan memiliki garis pantai yang panjang, serta sebagian besar terdiri dari lautan. Koreksi panjang garis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam menunjang perekonomian Indonesia. Mengacu pada keadaan itu, maka mutlak diperlukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara yang memiliki penduduk yang padat, setidaknya mampu mendorong perekonomian Indonesia secara cepat, ditambah lagi dengan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Trilogi pembangunan yang salah satunya berbunyi pemerataan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Trilogi pembangunan yang salah satunya berbunyi pemerataan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trilogi pembangunan yang salah satunya berbunyi pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, telah dilaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara keseluruhan daerah Lampung memiliki luas daratan ,80 km², kota

I. PENDAHULUAN. Secara keseluruhan daerah Lampung memiliki luas daratan ,80 km², kota 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Secara keseluruhan daerah Lampung memiliki luas daratan 34.623,80 km², kota Bandar Lampung merupakan Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung yang memiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Kemiskinan dan kesenjangan sosial pada kehidupan nelayan menjadi salah satu perhatian utama bagi kebijakan sektor perikanan. Menurut pemerintah bahwa kemiskinan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kuznet dalam todaro (2003:99) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara bersangkutan untuk menyediakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pera

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pera No.166, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUMBER DAYA ALAM. Pembudidaya. Ikan Kecil. Nelayan Kecil. Pemberdayaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5719) PERATURAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan iklim tropis pada persilangan rute-rute pelayaran internasional antara

I. PENDAHULUAN. dengan iklim tropis pada persilangan rute-rute pelayaran internasional antara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan sumber daya laut yang melimpah dengan biota didalamnya dan terletak di kawasan khatulistiwa dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penting diperhatikan baik pengelolaan secara administrasi, pengelolaan habitat hidup,

BAB 1 PENDAHULUAN. penting diperhatikan baik pengelolaan secara administrasi, pengelolaan habitat hidup, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan satu areal dalam lingkungan hidup yang sangat penting diperhatikan baik pengelolaan secara administrasi, pengelolaan habitat hidup, maupun

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN 241 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan (1) Karakteristik nelayan di lokasi penelitian secara spesifik dicirikan dengan: (a) karakteristik individu: pendidikan rendah, nelayan pendatang, motivasi intrinsik

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. para ahli yang berkaitan dengan topik-topik kajian penelitian yang terdapat dalam

I. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. para ahli yang berkaitan dengan topik-topik kajian penelitian yang terdapat dalam I. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat para ahli yang berkaitan dengan topik-topik kajian penelitian yang terdapat dalam buku-buku

Lebih terperinci

IKHTISAR EKSEKUTIF. Hasil Rekapitulasi Pencapain kinerja sasaran pada Tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut :

IKHTISAR EKSEKUTIF. Hasil Rekapitulasi Pencapain kinerja sasaran pada Tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut : IKHTISAR EKSEKUTIF Sistem AKIP/LAKIP Kabupaten Sukabumi adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja Pemerintah Kabupaten Sukabumi sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban yang baik, transparan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum masyarakat nelayan desa pesisir identik dengan kemiskinan,

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum masyarakat nelayan desa pesisir identik dengan kemiskinan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum masyarakat nelayan desa pesisir identik dengan kemiskinan, yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat, antara lain kebutuhan akan

Lebih terperinci

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN 40 6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN Tujuan akhir dari usaha penangkapan payang di Desa Bandengan adalah meningkatkan kesejahteraaan nelayan bersama keluarga. Karena itu sasaran dari kegiatan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci