KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2005 Deputi Bidang Statiatik Sosial. Dr. Rusman Heriawan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2005 Deputi Bidang Statiatik Sosial. Dr. Rusman Heriawan"

Transkripsi

1 KATA PENGANTAR Pada tahun 2004/2005 Family Heatlh International (FHI) melalui program Aksi Stop AIDS (ASA) yang didanai oleh USAID, Indonesia HIV/AIDS Prevention and Care Project (IHPCP) yang didanai oleh AusAID dan Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan (Ditjen PPM & PL)-Departemen Kesehatan, kembali memberi kepercayaan kepada Badan Pusat Statistik (BPS) untuk melaksanakan Survei Surveilans Perilaku (SSP) kelompok berisiko tinggi tertular HIV/AIDS. BPS pertama kali menyelenggarakan SSP pada tahun 2002/2003 mencakup 12 lokasi (kabupaten/kota) di 10 propinsi yang menjadi target wilayah kerja FHI/ASA dan 3 propinsi yang menjadi target wilayah kerja IHPCP. Secara teknis penyelenggaraan SSP 2002/2003 dibantu oleh Direktorat Pemberantasan Penyakit Menular Langsung (Dit P2ML)-Ditjen PPM & PL, FHI/ASA dan IHPCP. Bantuan juga diperoleh dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) di tingkat pusat, dan Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) di tingkat propinsi dan kabupaten/kota. Untuk penyelenggaraan SSP 2004/2005 BPS kembali dibantu oleh Dit. P2ML, FHI/ ASA dan IHPCP. Selain itu, dengan akan dicakupnya beberapa kelompok sasaran lain yang relatif lebih sulit untuk di survei maka penyelenggaraan SSP 2004/2005 direncanakan juga dibantu oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berkecimpung dengan upaya pembinaan kelompok sasaran. Sebagaimana SSP 2002/2003, SSP 2004/2005 juga dilaksanakan secara bertahap. Untuk tahun 2004, daerah yang telah dicakup adalah Sumatera Utara, Riau (Kep. Riau), DKI Jakarta, Jawa Barat (Karawang-Bekasi), Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Riau (Batam), Jawa Barat (Bandung), dan Papua (Jayapura, Merauke, dan Sorong) dan sisanya yaitu Sumatera Selatan, Maluku, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan akan dicakup pada tahun Dengan adanya bantuan berbagai pihak, pimpinan BPS yakin bahwa SSP 2004/2005 akan dapat dilaksanakan dengan baik. Kepada semua pihak yang telah mendukung terselenggaranya SSP 2004/2005, terutama kepada pimpinan USAID, FHI, AusAID, Ditjen PPM & PL, dan seluruh tim teknis SSP dari BPS, P2ML, FHI/ASA dan IHPCP, serta para narasumber dari LSM disampaikan penghargaan dan terima kasih. Semoga dengan kerjasama yang baik, penyelenggaraan SSP 2004/2005 berlangsung dengan lancar. Jakarta, Januari 2005 Deputi Bidang Statiatik Sosial Dr. Rusman Heriawan Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005 i

2 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan upaya pencegahan infeksi Human Immuno-deficiency Virus (HIV) bergantung pada perubahan perilaku berisiko, dari risiko tinggi ke risiko yang lebih rendah. Perubahan ini antara lain mencakup peningkatan penggunaan kondom dan pengurangan jumlah pasangan seksual di antara mereka yang aktif secara seksual, penurunan pemakaian bersama/bergantian alat/jarum suntik pada kelompok pemakai narkotika psikotropika dan zat adiktif lainnya (narkoba), dan penundaan hubungan seksual pertama kali pada kalangan remaja. Dengan semakin meluasnya penyebaran HIV di banyak negara, termasuk di Indonesia, upaya pencegahan semakin mengarah pada upaya perubahan perilaku. Oleh karena itu diperlukan informasi tentang perubahan perilaku yang dapat dijadikan dasar dalam memandu keberhasilan perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan program intervensi. Pengalaman Survei Surveilans Perilaku (SSP) pada beberapa kelompok populasi tertentu risiko tinggi di beberapa kota Indonesia ( ) oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (Puslitkes-UI) memberikan pemahaman perlunya program pencegahan HIV yang lebih intensif dan berkelanjutan dalam kegiatan dan lebih ekstensif dalam cakupan. SSP memanfaatkan metode survei yang dilakukan berulang untuk memantau dari waktu ke waktu perilaku berisiko HIV pada kelompok-kelompok risiko tinggi, termasuk penjaja seks dan pelanggannya, pria yang berhubungan seks dengan pria, dan pengguna narkoba suntik. SSP merupakan salah satu komponen dari sistem surveilans HIV generasi kedua, termasuk surveilans serologik HIV, surveilans IMS (infeksi menular seksual), surveilans perilaku, pelaporan kasus HIV/AIDS, dan sumber-sumber data terkait yang lain. Dengan akan dicakupnya kelompok sasaran pengguna narkoba suntik (Penasun), gay, dan waria, maka sebagai panduan bagi pelaksanaan SSP 2004/2005 disusun beberapa jenis pedoman, sebagai berikut: Buku 1: Pedoman Penyelenggara Buku 2: Pedoman Pelaksanaan Lapangan Kelompok WPS dan Pria Buku 3: Pedoman Pelaksanaan Lapangan Kelompok Remaja Buku 4: Pedoman Pelaksanaan Lapangan Kelompok Pengguna Narkoba Suntik (Penasun) Buku 5: Pedoman Pelaksanaan Lapangan Kelompok Gay, dan Waria Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005 1

3 Buku ini merupakan Pedoman Penyelenggara yang memuat petunjuk umum penyelenggaraan SSP 2004/2005, dan dimaksudkan sebagai pedoman bagi para penanggung jawab survei dalam mengelola SSP 2004/2005, baik di pusat maupun di daerah Tujuan Secara ringkas SSP 2004/2005 bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai perilaku kelompok sasaran berkaitan dengan penyebaran HIV/AIDS dan memantau perubahan-perubahan perilaku setiap kelompok sasaran, dan perilaku kelompok berisiko secara umum HIV/AIDS: Pengertian, Cara Penularan, Epidemi, Implikasi dan Pencegahan Pengertian HIV/AIDS AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) yakni sekumpulan gejala yang didapat akibat menurunnya kekebalan tubuh manusia yang disebabkan oleh virus. HIV (Human Immuno_deficiency Virus) yaitu sekumpulan jasad renik yang sangat kecil (virus) yang bisa menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Dalam jumlah besar virus terdapat pada darah, cairan vagina dan sperma penderita. HIV menyerang sel darah putih dengan cara merusak dinding sel darah putih, kemudian masuk ke dalam sel dan merusak bagian yang memegang peran penting pada kekebalan tubuh. Sel darah putih yang telah dirusak tersebut menjadi tidak mengenal bibit penyakit bahkan merusak sel darah putih yang lain. Lambat laun sel darah putih yang sehat akan sangat berkurang, sehingga kekebalan tubuh menjadi sangat rendah Cara-cara Penularan HIV Virus HIV dapat ditularkan melalui: Hubungan seksual dengan pengidap HIV, terutama penis-anal, penis vaginal Melalui darah dan produk darah yang terkontaminasi (transfusi darah) Transplantasi organ tubuh Penggunaan alat tusuk yang terkontaminasi (alat suntik, tindik, tatto, dll) Penularan secara perinatal yaitu penularan dari ibu pengidap HIV kepada bayi yang dikandungnya, atau selama menyusui Kemungkinan penularannya, bergantung antara lain pada jumlah/load virus, jenis kontak, kondisi yang memudahkan penularan (misal: luka, radang), intensitas dan frekuensi kontak. HIV dapat menular kepada siapapun, tanpa peduli kebangsaan, ras, jenis kelamin, agama, tingkat pendidikan, status ekonomi maupun orientasi seksualnya. Namun bila Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005 2

4 melihat pola penularan HIV di atas, maka dapat diketahui orang-orang yang termasuk ke dalam kelompok berisiko tinggi terkena HIV yaitu: Wanita penjaja seks Pelanggan penjaja seks Pasangan penjaja seks Pria berhubungan seks dengan pria (pria pekerja seks, waria, gay) Pelanggan pria pekerja seks seks, waria, gay Pasangan pria pekerja seks, waria, gay Pengguna narkoba suntik Pasangan pengguna narkoba suntik Tenaga kesehatan/pekerja laboratorium Miskonsepsi mengenai Cara Penularan HIV/AIDS Berikut merupakan pendapat-pendapat yang keliru (miskonsepsi) mengenai cara penularan HIV/AIDS, antara lain: HIV dapat menular melalui kontak sosial dengan ODHA (Orang Dengan HIV/ AIDS) seperti; berjabat tangan, penderita bersin, berpelukan, makan dan minum bersama, tinggal serumah dengan ODHA HIV dapat menular melalui makanan yang disiapkan oleh ODHA HIV dapat menular melalui gigitan nyamuk HIV dapat menular melalui WC, kamar mandi, pakaian, atau telepon bersama dengan ODHA HIV dapat menular melalui kontak dengan keringat, atau airmata dengan ODHA Cara Pencegahan 1. Mencegah penularan melalui hubungan seksual dengan : A (Abstinensi) yaitu dengan melakukan puasa seksual, B (Be faithful) yaitu saling setia pada pasangannya, dan C (Condom) yaitu menggunakan kondom apabila melakukan hubungan seksual yang berisiko. 2. Mencegah penularan melalui darah dan produk darah dengan skrining darah donor, dan tindakan kewaspadaan umum yang harus dilaksanakan di setiap tindakan medis (universal precaution) 3. Sterilisasi alat suntik, tusuk dan tatto 4. Mencegah penularan dari ibu pengidap HIV ke bayi (Mother to Child Transmition -MTCTP) Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005 3

5 Gejala-gejala Infeksi HIV Tahap pertama dimulai dengan masuknya virus HIV ke dalam tubuh seseorang, dengan ciri-ciri sebagai berikut: Hampir tidak bergejala dan kadang-kadang hanya seperti flu dan akan sembuh beberapa hari kemudian Tes darah pada periode ini masih belum dapat menunjukkan adanya infeksi HIV. Periode ini disebut juga dengan periode jendela (window period) yaitu dimulai saat seseorang terpapar virus HIV sampai dapat dideteksinya antibodi terhadap virus (reaktif dengan menggunakan pemeriksaan laboratorium antigen antibodi). Dengan kata lain periode jendela adalah periode dimana hasil pemeriksaan laboratorium negatif, tetapi orang tersebut telah terinfeksi dan dapat menularkan Setelah 1 3 bulan barulah tes darah positif (antibodi terbentuk) Pada tahap ini orang masih nampak sehat Keadaan nampak sehat ini dapat berlangsung 5 15 tahun Orang tersebut dikenal sebagai pengidap HIV atau disebut ODHA Pada tahap berikutnya sudah mulai nampak gejala tapi masih seperti gejala umum yang terjadi pada penyakit lain, yaitu : Demam berkepanjangan (lebih dari 3 bulan) Selera makan hilang Diare terus-menerus tanpa sebab (lebih dari 1 bulan) Pembengkakan kelenjar Bercak-bercak di kulit Berat badan turun drastis (lebih dari 10 % dalam 3 bulan). Pada tahap lanjut, sistem kekebalan tubuh sudah semakin menurun sehingga perlawanan terhadap penyakit lain sudah sangat rendah. Pengidap HIV telah berkembang menjadi penderita AIDS, dengan gejala: Radang paru Radang saluran pencernaan Kanker kulit Radang karena jamur di mulut dan kerongkongan Gangguan susunan syaraf TBC Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005 4

6 Infeksi Menular Seksual (IMS) Infeksi Menular Seksual (IMS) atau biasa disebut penyakit kelamin adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Termasuk IMS adalah Syphilis, gonore, bubo, jengger ayam, herpes, dan lain-lain, termasuk juga HIV/AIDS. Tanda-tanda atau gejala IMS: 1. Keluarnya cairan dari alat kelamin laki-laki atau perempuan yang berwujud cairan, atau nanah 2. Adanya luka pada alat kelamin 3. Adanya benjolan pada lipatan paha 4. Pembengkakan buah zakar laki-laki 5. Adanya tumor, kutil, jengger ayam atau bunga kol pada alat kelamin 6. Nyeri perut bagian bawah pada perempuan Perilaku yang mempengaruhi penyebaran IMS: 1. Sering berganti pasangan 2. Mempunyai lebih dari satu pasangan seksual 3. Mempunyai pasangan yang juga mempunyai pasangan lain 4. Berhubungan seksual dengan pasangan yang tidak dikenal 5. Melakukan hubungan seksual meskipun menderita IMS 6. Tidak memberi tahu pasangannya untuk mendapatkan pengobatan IMS IMS dapat mengakibatkan: 1. Peradangan menahun 2. Gangguan pada syaraf 3. Gangguan jiwa 4. Kemandulan 5. Gangguan kehamilan 6. Kematian 7. Keganasan, misalnya kanker leher rahim 8. Tertular HIV Testing HIV Testing HIV adalah suatu test terhadap darah/serum untuk mengetahui keberadaan antibodi HIV dalam tubuh. Antibodi adalah zat yang dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh sebagai perlawanan terhadap zat asing (antigen, seperti kuman atau alergen). Antigen adalah materi yang dianggap oleh tubuh sebagai zat asing (contoh: virus, bakteri, jamur) sehingga tubuh memproduksi antibodi. Tes antibodi adalah metode yang paling umum, Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005 5

7 paling efisien dan paling luas pemakaiannya untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi HIV. Testing HIV mempunyai 3 tujuan: 1. Testing untuk tujuan diagnostik, adalah suatu test HIV untuk memastikan apakah seseorang terinfeksi HIV atas permintaan sendiri yang disertai dengan pre dan pos konseling 2. Testing untuk tujuan penapisan atau skrining, tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dengan memastikan bahwa darah tidak tercemar. Skrining dilakukan sebelum darah ditransfusikan atau ditransplantasikan kepada penerima 3. Testing untuk tujuan surveilans, adalah suatu test dengan tujuan untuk memantau prevalensi HIV dari waktu ke waktu pada suatu populasi tertentu, secara unlinked anonymous Konseling HIV Konseling HIV adalah dialog tertutup (confidential) antara klien dengan konselor yang bertujuan memberdayakan klien untuk menghadapi aspek psiko-sosial-medis dan mengambil keputusan pribadinya sehubungan dengan HIV/AIDS Konseling dan Tes HIV Secara Sukarela (VCT): VCT (Voluntary Conselling & Testing) adalah gabungan dua kegiatan yaitu konseling dan TES HIV dalam satu jaringan pelayanan agar lebih menguntungkan baik klien maupun pemberi pelayanan Tujuan VCT: 1. Mencegah penularan HIV 2. Akses kepada pelayanan yg ada di tempatnya 3. Menjadi alat kesadaran masyarakat 4. Konseling dan tindak lanjut untuk ODHA Manfaat VCT: 1. Secara Individu: Mengurangi perilaku berisiko untuk terkena HIV/AIDS Membantu seseorang menerima status HIVnya Mengarahkan seseorang dgn HIV kepada pelayanan tertentu. Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005 6

8 2. Di tingkat masyarakat: Alasan Test HIV: 1. Kekuatiran: Memutus rantai penularan HIV dalam masyarakat Mengurangi reaksi takut dan mitos terhadap HIV yang bisa menjadi stigma Mempromosi dukungan pada ODHA melalui mobilisasi masyarakat dan kerjasama antar pihak terkait perilaku risiko tertular HIV tertular HIV dari pasangan seksual dampak pada bayi dari Ibu hamil dengan HIV+ Pernah terinfeksi IMS 2. Ingin mengetahui status HIV pada diri sendiri 3. Pernah kena jarum suntik, tatto, atau transfusi darah 4. lain-lain VCT adalah satu titik awal dan bukan titik akhir Epidemi HIV/AIDS Epidemi HIV/AIDS telah melanda seluruh dunia termasuk Indonesia. Jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia secara kumulatif berdasarkan laporan dari 29 propinsi s/d Maret 2004 adalah terdiri dari infeksi HIV dan kasus AIDS. Jumlah kasus HIV yang sebenarnya ada di masyarakat sangat sulit diketahui karena merupakan phenomena gunung es. Diperkirakan pada tahun 2002 ada sekitar orang dengan HIV (ODHA) di Indonesia, sementara populasi rawan tertular HIV diperkirakan ada 12 juta sampai 19 juta orang. Indonesia dalam 3 tahun terakhir termasuk Concentrated level Epidemic karena prevalensi HIV telah melebihi 5 persen di beberapa propinsi seperti DKI Jakarta, Riau, Bali dan Papua dan di beberapa sub-populasi yang mempunyai perilaku berisiko tertentu (wanita penjaja seks dan pengguna narkoba suntik). Dua jalur utama penularan yang mendorong percepatan tingkat penularan HIV adalah jalur penularan seksual berisiko dan jalur penularan melalui penggunaan jarum suntik pada pengguna narkoba. Tingkat penularan HIV melalui penggunaan narkoba suntik yang dirawat di RS ketergantungan obat Jakarta, pada tahun 1999 ditemukan HIV positif sebesar 16 persen, meningkat menjadi 41 persen pada tahun 2000 dan meningkat lagi pada tahun 2001 menjadi sebesar 48 persen. Demikian pula pada Napi di Jakarta, angka prevalensi pada Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005 7

9 tahun 2000 terdapat sebesar 17 persen, meningkat pada tahun 2001 menjadi 22 persen. Dari hasil sero-survei di Bali (Denpasar) pada tahun 2000 diantara Napi penguna narkoba suntik angka prevalensi HIV-nya adalah sebesar 53 persen. Dalam surveilans tahun 2002 pada kelompok waria DKI Jakarta ditemukan prevalensi penderita HIV sebesar 21,7 persen, kelompok pria pekerja seks sebesar 3,8 persen, dan kelompok gay sebesar 2,5 persen. Berikut beberapa informasi perkembangan penyebaran HIV/AIDS Sejak dimulainya epidemi HIV/AIDS, 58 juta lebih orang telah terinfeksi HIV, 22 juta diantaranya meninggal akibat HIV/AIDS. Selama tahun 2002, diperkirakan 5 juta kasus baru HIV ( orang diantaranya adalah anak-anak di bawah usia 15 tahun dan 2 juta diantaranya adalah perempuan), serta 3,1 juta meninggal karena HIV/AIDS. (UNAIDS, AIDS Epidemi Update: December 2002). WHO dan UNAIDS memperkirakan bahwa pada akhir tahun 2002, 42 juta orang di seluruh dunia hidup dengan HIV. Saat ini epidemi HIV/AIDS menyebar secara cepat di Asia. AIDS pertama kali ditemukan di Asia Tenggara pada tahun Pada tahun 2001, hasil estimasi orang terinfeksi HIV di India sebesar 3,97 juta, dan data ini merupakan yang terbanyak kedua di dunia setelah Afrika Selatan (WHO,2002, AIDS Epidemic Update, December 2002). Sampai akhir tahun 2002, WHO dan UNAIDS memperkirakan bahwa lebih dari 7,2 juta orang hidup dengan HIV/AIDS dan dilaporkan terdapat lebih dari kasus AIDS. Di Indonesia, pada tahun 2001, diperkirakan orang terinfeksi HIV. Saat ini Indonesia termasuk negara epidemi HIV terutama diantara populasi pengguna jarum suntik. (WHO, 2001, HIV/AIDS in Asia and The Pasific Region. New Delhi: Regional Offices for The Western Pasific and for South-East Asia). Pada tahun 2002, hasil estimasi diperkirakan orang terinfeksi HIV Implikasi Epidemi HIV/AIDS Terjadinya epidemi HIV/AIDS telah menyebabkan berbagai dampak negatif baik terhadap individu, keluarga, masyarakat maupun pemerintah: Dampak negatif terhadap individu dan keluarga, antara lain: Jam dan produktivitas kerja berkurang karena sakit Hilangnya/berkurangnya pendapatan Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005 8

10 Meningkatnya pengeluaran rumah tangga untuk biaya kesehatan/pengobatan/ perawatan Keluarga kehilangan waktu sekolah/bekerja karena harus mengurus ODHA Dampak negatif terhadap ekonomi dan negara, antara lain: Berkurangnya SDM usia produktif Produktivitas kerja rendah karena rendahnya supply tenaga kerja Menurunnya kegiatan ekonomi baik di sektor formal maupun informal Menurunnya pendapatan negara Pengeluaran pemerintah untuk biaya kesehatan meningkat Determinan Epidemi HIV/AIDS Berbagai faktor dapat berperan dalam mendorong penyebaran HIV dan menentukan tingkat kegawatan epidemi di suatu negara, diantaranya adalah : Kemungkinan penularan dari orang ke orang Jumlah populasi dalam kelompok berperilaku risiko tinggi Berganti pasangan seksual Penggunaan jarum suntik secara bersama sama Kemiskinan Tingkat pendidikan yang rendah Insidens IMS yang tinggi Adanya industri seks Migrasi penduduk yang tinggi Tingkat penggunaan kondom yang rendah, dan Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang pendidikan kesehatan reproduksi Faktor-faktor yang Mendorong Terjadinya Epidemi HIV/AIDS Ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya epidemi HIV/AIDS yaitu: Berkembangnya industri seks Tingkat penggunaan kondom yang rendah Prevalensi IMS yang tinggi Penggunaan narkoba suntik, dan Tindakan medis/operatif yang kurang/tidak higienis Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/2005 9

11 Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia (Sektor Kesehatan) Tujuan upaya penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia adalah mencegah terjadinya penularan dan memberantas IMS termasuk infeksi HIV/AIDS, serta mengurangi dampak sosial ekonomi akibat IMS dan HIV/AIDS. Strategi upaya penanggulangan IMS, termasuk HIV/AIDS di Indonesia adalah: Mencegah penularan melalui hubungan seksual yaitu A (Abstinensia/puasa seks), B (Be faithfull/setia pada pasangannya), C (condom) Mencegah penularan melalui darah dan produk darah, Mencegah penularan melalui jarum suntik, dan Mencegah penularan dari ibu pengidap HIV ke bayi. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: Upaya Pencegahan, melalui: 1. Peningkatan Gaya Hidup Sehat KIE terhadap anak sekolah dan mahasiswa dan pekerja termasuk life skill education, perlindungan kepada pengungsi dan keluarga miskin, kerjasama dan koordinasi dengan media masa dan perusahaan advertensi, KIE dan perlindungan anggota militer dan polisi serta keluarganya, KIE & Pelayanan kesehatan pada Lapas, KIE terhadap anak sekolah dan mahasiswa dan pekerja termasuk life skill education, perlindungan kepada pengungsi dan keluarga miskin, dan kerjasama, koordinasi dengan media masa dan perusahaan advertensi, KIE dan perlindungan anggota militer dan polisi serta keluarganya, dan KIE & Pelayanan kesehatan pada Lapas. 2. Promosi Perilaku Seksual Aman Advokasi pada pengambil keputusan, mengembangkan proyek-proyek panduan penggunaan kondom 100%, melaksanakan KIE secara sistematis dan bijaksana tentang penggunaan kondom dan hubungan seksual non penetratif, dan melaksanakan kegiatan pemeriksaan dan pengobatan IMS pada kelompok berisiko. 3. Promosi dan Distribusi Kondom Melakukan social - marketing dan meningkatkan akses kondom kepada WPS dan pelanggannya, meningkatkan ketersediaan kondom, memperluas jaring distribusinya melalui swasta, LSM dan pemerintah, meningkatkan KIE, dan meningkatkan kualitas kondom. 4. Pencegahan dan Pengobatan IMS Advokasi, meningkatkan KIE pencegahan IMS dan penggunaan kondom, meningkatkan KIE agar anggota masyarakat memeriksakan dan mengobati IMS sedini mungkin, mendorong swasta dan LSM untuk mendirikan klinik IMS di lokasi dan di lokalisasi, pemeriksaan IMS berkala kepada para PS dan pramuria di lokasi, Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/

12 lokalisasi, bar, karaoke, panti pijat, dan melatih petugas kesehatan untuk melakukan pemeriksaan, diagnosis dan pengobatan IMS dengan pendekatan sindromik. 5. Mengurangi dampak buruk akibat narkoba suntik Merumuskan kebijakan dan mengadvokasikannya mengenai cara-cara mengurangi dampak buruk (harm-reduction) dari penyalahgunaan narkoba suntik. Diharapkan: para penegak hukum, pemuka agama, ahli pendidik dan LSM mempunyai pemahaman dan kesepakatan tentang penerapannya, mengembangkan pilot - project tentang harm reduction, dan meningkatkan KIE dan konseling serta mendistribusikan alat suntik steril secara ketat dan berhati - hati sehingga secara berangsur - angsur mencapai para pengguna narkoba suntik. 6. Pengobatan ODHA Pelatihan tatalaksana perawatan dan pengobatan serta konseling, menyediakan sarana kesehatan dan lab terintegrasi, menyediakan klinik VCT, pengobatan pencegahan terhadap bayi dari ibu hamil HIV +, dan menyediakan obat ARV dan Infeksi opportunistik yg terjangkau (availability, accessibility, dan affordability). 7. Dukungan ODHA Sosialisasi Hak Azasi Manusia, memberdayakan masyarakat untuk membantu ODHA, pemberdayaan ODHA secara individu dan kelompok, dan membantu menyantuni anak yatim piatu akibat HIV/AIDS. 8. Pengembangan peraturan & perundang-undangan HIV/AIDS Melaksanakan pengkajian peraturan dan perundangan nasional yang ada, membuat perangkat peraturan perundangan, memberdayakan praktisi hukum, pengambil keputusan, dan pengelola program 9. Surveilans Surveilans; adalah suatu proses sistematik dan kontinu dalam pengumpulan, analisis, interpretasi dan diseminasi informasi untuk memantau masalah kesehatan pada suatu kelompok populasi di suatu tempat. Surveilans yang berkaitan dengan HIV/AIDS adalah Surveilans HIV, laporan kasus AIDS, surveilans IMS, surveilans resistensi mikrobiologi, dan surveilans perilaku 10. Pelatihan Merencanakan kegiatan pelatihan, menyediakan, menyiapkan sarana dan prasarana pelatihan, dan mengembangkan materi pelatihan dan pedoman pelatihan 11. Penelitian & Pengembangan Uji coba protocol, penyempurnaan protocol, pelaksanaan protocol, evaluasi uji coba, dan pengembangan hasil uji coba Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/

13 12. Kerjasama Internasional Kerjasama dengan ASEAN, konsultasi berkala dengan lembaga internasional, promosi kerjasama global, prakarsa mengurangi kerentanan wanita, remaja dan anak, dan pertemuan berkala dengan wakil-wakil negara sahabat. HIV merupakan virus penyebab penyakit mematikan yang sebagian besar disebarkan melalui hubungan seks dan penggunaan narkoba suntik yang tidak aman. Secara teknis HIV adalah virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia. Setelah masuk ke dalam tubuh, hasil serangan virus ini akan menimbulkan infeksi lanjut yang memunculkan sekumpulan tanda dan gejala penyakit akibat hilangnya/menurunnya kekebalan tubuh seseorang. Gejala ini dikenal dengan istilah AIDS. Pemahaman ini telah diketahui sejak lama, lebih dari dua dekade. Dana jutaan dollar telah dikeluarkan di banyak negara guna menangkal penyebaran virus. Sebagian besar upaya penanggulangan HIV adalah dengan menganjurkan masyarakat mengadopsi perilaku aman. Namun demikian, sedikit negara yang melakukan upaya serius dalam memantau dari waktu ke waktu perubahan perilaku tersebut Konteks Surveilans Perilaku Mengapa Surveilans Perilaku? Untuk menunjang upaya penanggulangan HIV, kegiatan surveilans selama ini lebih terfokus pada pemantauan angka kasus AIDS dan angka HIV. Padahal konsentrasi hanya pada penyakit/infeksi kurang memadai, karena infeksi HIV mempunyai masa laten (gejala tidak terlihat dan tidak terasakan) yang sangat panjang, belum ada obat, dan mematikan. Gambaran peningkatan prevalensi HIV mengindikasikan kegagalan program, tetapi tidak mengindikasikan mengapa prevalensi meningkat dan mengapa pula program gagal. Sebaliknya tren prevalensi HIV yang tetap atau menurun dapat berarti penurunan kasus infeksi baru, tetapi dapat pula peningkatan jumlah kematian. Karena seseorang dapat hidup bertahun-tahun dengan HIV sampai suatu saat terdeteksi, maka angka prevalensi HIV menggambarkan campuran infeksi baru dan lama, sehingga angka prevalensi HIV kurang dapat menggambarkan perubahan terkini dari angka infeksi baru. Di samping kekurangan di atas, surveilans serologi-hiv kurang bermanfaat pada situasi di mana tingkat epidemi HIV masih sangat rendah. Angka HIV yang rendah dapat berarti populasi di mana sampel diambil memang tidak berperilaku risiko tinggi karena keberhasilan program, atau virus pada populasi tersebut baru pada awal penyebaran, belum sampai pada tingkat yang memadai untuk terdeteksi dengan mudah. Dengan adanya dasar perilaku yang diketahui dan yang terdokumentasikan, maka data tersebut akan dapat dipakai untuk perencanaan program penurunan risiko pada populasi tertentu pada saat virus belum menyebar luas. Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/

14 Menyadari bahwa surveilans serologi-hiv tidak sepenuhnya menyediakan informasi yang dibutuhkan bagi upaya pencegahan HIV, maka beberapa organisasi dunia, seperti UNAIDS (Badan Dunia Penanganan AIDS), WHO (Badan Kesehatan Dunia), FHI (Family Health International) telah mengembangkan suatu kerangka baru sistem surveilans HIV yang dikenal dengan Sistem Surveilans HIV Generasi Kedua. Sistem ini dapat dipakai sesuai dengan tingkatan epidemi yang dihadapi, dan memberikan prioritas sumber daya surveilans kepada kelompok-kelompok populasi/sub-populasi di mana HIV kemungkinan akan terkonsentrasi. Sistem surveilans HIV generasi kedua menekankan pentingnya penggunaan data perilaku untuk menjelaskan kecenderungan HIV/AIDS pada populasi/subpopulasi, dan untuk perencanaan dan evaluasi program pencegahan HIV. Sistem ini cocok untuk Indonesia di mana angka HIV pada populasi umum masih relatif rendah, tetapi terkonsentrasi pada kelompok-kelompok risiko tinggi. Dalam upaya mengumpulkan data dan informasi perilaku kelompok-kelompok berisiko tersebut, Badan Pusat Statistik (BPS) --selaku lembaga yang diberikan wewenang didalam mengelola data statistik-- pada tahun 2002/2003 telah mendapat kepercayaan dari Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (PPM & PL), untuk melakukan survei surveilans perilaku atas biaya USAID dengan Family Health Internasional (FHI) dalam Program Aksi Stop AIDS (ASA) dan biaya AusAID dengan Program IHPCP. SSP 2002/2003, dilaksanakan dalam 2 tahap. Tahap pertama, sekaligus dimaksudkan sebagai uji coba dilaksanakan di tiga daerah yaitu Kota Jakarta Utara dan Jakarta Pusat (DKI Jakarta), Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan (Sumatera Utara), dan Kabupaten Kepulauan Riau (Riau). Tahap kedua dilaksanakan di sepuluh (10) propinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Sulawesi Utara, Maluku, Papua, Bali, NTT dan Sulawesi Selatan. Khusus untuk Papua akan diteliti tiga daerah/kabupaten yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Merauke, dan Sorong. Hasil survei dari ke-15 lokasi tersebut telah dilaporkan dan didiseminasikan kepada pihak-pihak terkait pada tahun SSP 2004/2005 juga dilaksanakan dalam 3 tahap, tahap pertama mencakup Sumatera Utara, Riau (Kep. Riau), DKI Jakarta, Jawa Barat (Karawang-Bekasi), Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Utara. Tahap kedua Papua (Jayapura, Merauke, dan Sorong). Untuk tahap ketiga yang direncanakan dilaksanakan awal tahun 2005 akan mencakup Riau (Batam), Sumatera Selatan, Jawa Barat (Bandung), Maluku, Bali, NTT dan Sulawesi Selatan Definisi Surveilans HIV Surveilans adalah suatu kegiatan sistematik dan kontinyu dalam pengumpulan, analisis, dan diseminasi informasi epidemiologis yang memadai dalam kelengkapan dan keakuratan tentang distribusi dan penyebaran infeksi HIV yang relevan dengan Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/

15 perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program pencegahan dan pengendalian HIV/ AIDS Karakteristik Sosial HIV HIV memiliki karakteristik yang berbeda dengan penyebab penyakit lainnya. HIV memiliki tingkat epidemi yang khas, tidak ada vaksin dan obatnya, memiliki periode laten yang sangat panjang (antara 5 sampai 10 tahun). Penyakit yang ditimbulkan oleh HIV/ AIDS sangat fatal yang dapat menyebabkan kematian dan menyebabkan implikasi yang berat baik secara individu maupun sosial Orientasi Penanggulangan HIV Dengan makin meluasnya penyebaran HIV maka upaya pencegahan semakin mengarah kepada upaya perubahan perilaku, yaitu dengan merubah perilaku berisiko menjadi perilaku kurang berisiko, seperti: Mengurangi jumlah pasangan seksual, meningkatkan penggunaan kondom setiap kali berhubungan seksual, menunda usia pertama kali dalam berhubungan seksual. Bagi pengguna jarum suntik, antara lain mengurangi penggunaan jarum suntik secara bergantian atau tidak menggunakan jarum suntik bersamaan. Karena kepentingan inilah maka informasi perubahan perilaku yang diperoleh dapat dijadikan dasar dalam perencanaan dan pemantauan keberhasilan program intervensi. Informasi tentang perubahan perilaku dari waktu ke waktu terutama pada kelompok berisiko tinggi dapat diperoleh melalui Survei Surveilans Perilaku Penggunaan Surveilans Perilaku Sistem surveilans perilaku memiliki peranan antara lain sebagai: Sistem peringatan dini Dasar perencanaan program Membantu evaluasi program Membantu menjelaskan perubahan prevalensi HIV Penjelasan: Data perilaku bisa menunjukkan tingkat risiko dalam populasi umum, serta dapat menunjukkan jalur jembatan antara kelompok risiko tinggi dengan kelompok risiko rendah dalam populasi. Semua jenis informasi bisa dipakai oleh berbagai pihak; politisi, tokoh agama, dan bahkan oleh mereka yang rentan, sebagai alat peringatan dini adanya bahaya HIV dan untuk memulai memerangi HIV, bahkan di daerah dimana HIV belum nampak jelas. Data perilaku bisa mengindikasikan siapa saja yang paling rentan untuk tertular atau menularkan HIV, dan mengapa. Data perilaku juga bisa membantu masyarakat dan Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/

16 perencana program untuk mengembangkan berbagai inisiatif untuk menghentikan atau menghambat mata rantai penyebaran virus pada suatu kelompok, daerah, atau negara. Tanpa informasi perilaku risiko, akan sulit bagi penentu kebijakan membuat prioritas program intervensi yang paling berdampak dalam menghambat penyebaran HIV. Perubahan-perubahan ini dapat mengindikasikan keberhasilan serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mempromosikan perilaku aman dan menghambat penyebaran HIV, baik pada populasi umum maupun kelompok-kelompok risiko tinggi. Perubahan perilaku dan konsekuensi penurunan infeksi baru hanyalah salah satu alasan dari perubahan prevalensi HIV. Hal seperti ini tentu saja diharapkan oleh mereka yang terlibat dalam program upaya pencegahan HIV. Tetapi, tanpa mengumpulkan data yang bisa menunjukkan tren perubahan perilaku dari waktu ke waktu, maka kita tidak mungkin untuk memastikan bahwa perubahan perilaku telah berkontribusi terhadap perubahan prevalensi HIV Pendekatan Pengumpulan Data Perilaku Banyak cara dapat digunakan untuk mengumpulkan data perilaku yang terkait dengan penyebaran HIV. Cara-cara tersebut saling terkait saling menunjang, tetapi masing-masing dengan kelebihan dan kekurangan tersendiri. Suatu sistem surveilans, pemantauan dan evaluasi HIV yang komprehensif akan menggunakan beberapa metode atau semua metode tersebut di atas, walaupun kombinasi metode tergantung kepada tingkat epidemi yang dihadapi. Berikut adalah beberapa cara/pendekatan pengumpulan data perilaku Survei rumah tangga Survei Ad-hoc dan studi kualitatif terkait dengan intervensi Survei surveilans perilaku Penjelasan: Survei rumah tangga dipakai untuk menilai sejauh mana pengetahuan masyarakat terhadap HIV dan bagaimana sikap mereka terhadap epidemi. Survei rumah tangga bisa memberikan gambaran perilaku berisiko pada masyarakat populasi umum. Namun survei demikian memerlukan waktu lama dan mahal, apalagi jika melibatkan sampel acak rumah tangga yang perlu mewakili seluruh penduduk. Survei rumah tangga hanya bisa dilakukan secara berkala empat atau lima tahun sekali. Data kualitatif sangat penting bagi perencanaan program pencegahan HIV yang baik. Studi kualitatif mendalam (in-depth) dengan metode antropologi diperlukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mengapa. Suatu intervensi yang efektif hanya dapat direncanakan apabila pekerja/petugas program memahami aspek struktural, kultural, dan berbagai faktor lain yang menghambat masyarakat/kelompok masyarakat dalam Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/

17 mengadopsi perilaku yang lebih aman. Namun demikian, studi kualitatif tidak dapat dipakai untuk mengukur perubahan perilaku dari waktu ke waktu. Studi kuantitatif yang dirancang secara baik dapat memberi jawaban mengenai perilaku yang bagaimana yang ada pada populasi sasaran, seberapa biasa perilaku tersebut, dan apakah perilaku tersebut bertahan atau berubah dari waktu ke waktu. Namun studi kuantitatif ini tidak dapat menjelaskan mengapa perilaku tersebut terjadi, atau mengapa perilaku tersebut tidak berubah Frekuensi Pengumpulan Data dan Biaya Frekuensi pengumpulan data ditentukan oleh banyak faktor seperti; upaya pencegahan dimana pada situasi tidak ada upaya program pencegahan, prevalen HIV akan berubah dari waktu ke waktu, kemungkinan terus menaik, tetapi tidak demikian dengan perilaku. Apabila tidak ada program pencegahan, perilaku seksual atau penggunaan narkoba suntik cenderung tidak akan berubah dari waktu ke waktu. Faktor lain adalah pertimbangan biaya dan kompleksitas. Biaya pengumpulan SSP berbeda dari antara daerah dengan daerah lainnya, tergantung kepada jumlah responden, cakupan demografis, rancangan sampling, frekuensi, dan metode pengumpulan data Sistem Surveilans HIV Generasi Kedua Surveilans generasi pertama yang berorientasi pada sero surveilans HIV memiliki kekurangan yaitu, hanya mampu memberikan gambaran peningkatan prevalen HIV yang mengindikasikan kegagalan program tetapi tidak menjawab mengapa prevalen meningkat dan mengapa program gagal, demikian pula sebaliknya tren prevalensi yang menetap atau menurun dapat berarti penurunan kasus infeksi baru, tetapi dapat pula peningkatan jumlah kematian. Karena seseorang dapat hidup bertahun-tahun dengan HIV sampai suatu saat terdeteksi, maka angka prevalensi HIV menggambarkan campuran infeksi baru dan lama, sehingga angka prevalensi HIV kurang dapat menggambarkan perubahan terkini dari angka infeksi baru. Kekurangan ini mengakibatkan surveilans generasi pertama belum dapat menjawab persoalan epidemi yang ada. Surveilans generasi pertama tidak sepenuhnya menyediakan informasi yang dibutuhkan bagi upaya pencegahan HIV, karenanya beberapa organisasi terutama UNAIDS, WHO, dan FHI telah mengembangkan suatu kerangka baru sistem surveilans HIV yang dikenal dengan sistem surveilans HIV generasi kedua. Surveilans perilaku merupakan hal penting dalam sistem surveilans HIV generasi kedua. Tujuan utama surveilans perilaku adalah memantau perubahan perilaku seksual dan perilaku penyuntikan berisiko dari waktu ke waktu pada kelompokkelompok populasi/sub populasi. Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/

18 Ciri-ciri Surveilans HIV Generasi Kedua: Tidak baru, tetapi perbaikan Dibangun berdasarkan pengalaman surveilans HIV satu dekade sebelumnya Berupaya menangkap keragaman epidemi HIV di berbagai tempat Mempertimbangkan stadium epidemi prioritas pada kelompok risiko tinggi Mengintegrasikan surveilans biologis (AIDS, HIV) dengan surveilans risiko (perilaku, IMS) Inovasi metode dan cara memanfaatkan data epidemiologi HIV Meningkatkan minat masyarakat Gambaran Sistem Surveilans HIV di Indonesia saat ini Penjelasan: Mendekati Surveilans generasi kedua Dikendalikan Dit. P2ML, Ditjen. PPM & PL _ Depkes Unlinked anonymous Menyajikan data HIV secara periodik Survei/Surveilans IMS Survei/Surveilans perilaku (tetapi belum dipadukan) Pada dasarnya kegiatan surveilans dikendalikan oleh Ditjen PPM & PL _ Depkes RI, dan berbagai kegiatan surveilans di Indonesia telah mendekati model survei generasi kedua, seperti: Unlinked anonymous adalah pendekatan survei dengan memutuskan rantai identitas mengenai responden, sehingga segala kerahasiaan tetap terjamin. Pada beberapa tempat seperti PMI dan panti rehabilitasi narkoba, juga mempunyai informasi mengenai prevalen HIV dari penapisan darah donor dan pecandu narkotika. Secara teratur tersedia laporan kasus IMS, HIV, dan AIDS walaupun data yang dihasilkan belum lengkap. Karena berbagai faktor tidak semua kasus IMS, HIV dan AIDS terlaporkan. Pelaksanaan dan hasil kegiatan surveilans perilaku belum dipadukan ke dalam sistem surveilans nasional, sehingga informasi yang dihasilkan kurang dimanfaatkan dalam perencanaan program penanggulangan, baik di tingkat lokal maupun nasional. Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/

19 Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/

20 BAB 2. METODOLOGI 2.1 Kelompok WPS, Pria, Gay, dan Waria Umum Seperti yang dijelaskan sebelumnya, SSP 2004/2005 ditujukan pada kelompok populasi berisiko tertular HIV/AIDS, yaitu pada kelompok WPS, pria yang potensial menjadi pelanggan WPS, pria yang berhubungan seks dengan pria (gay), Waria, dan Penasun dan direncanakan dilaksanakan dalam 2 (dua) tahap. Untuk kelompok WPS dan pria yang potensial menjadi pelanggan WPS, tahap pertama dilaksanakan pada tahun 2004 di 7 (tujuh) propinsi, yaitu Sumatera Utara, Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Utara, tahap kedua di propinsi Papua, dan tahap 3 dilaksanakan pada tahun 2005 di 5 (lima) propinsi, yaitu Sumatera Selatan, Maluku, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan. Cakupan wilayah lokasi kabupaten/kota sama seperti SSP 2002, kecuali Jawa Tengah diperluas termasuk Kabupaten Kendal untuk kelompok sasaran sopir/kernet truk. Perluasan ini berdasarkan masukan dari hasil SSP sebelumnya, yaitu sopir/kernet truk di Kota Semarang banyak yang mengendarai truk boks bukan truk antar kota, dan mereka kurang berisiko tertular HIV. Kelompok sasaran yang telah disurvei pada SSP 2002 kembali menjadi cakupan SSP 2004/2005, kecuali di Jawa Barat, yaitu kelompok sasaran nelayan diganti dengan buruh pabrik, karena pada umumnya nelayan yang menjadi kelompok sasaran SSP 2002 di Kabupaten Karawang adalah nelayan lokal yang umumnya berisiko rendah terjangkit HIV. Populasi sasaran SSP 2004/2005 adalah populasi pria dewasa dan wanita yang berisiko tinggi terjangkit HIV. Kelompok tersebut memungkinkan mempunyai konstribusi lebih besar terhadap penyebaran HIV dibanding kelompok masyarakat lainnya. Kelompok pria dewasa yang berisiko tinggi terjangkit HIV pada umumnya adalah pria pelanggan pekerja seks (mereka yang bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain karena bidang pekerjaan, seperti pelaut, nelayan, sopir dan kernet truk angkutan antar kota), sedangkan kelompok wanita dewasa adalah mereka yang bekerja sebagai penjaja seks. Untuk kelompok pria yang berhubungan seks dengan pria (gay), dan Waria, tahap pertama dilaksanakan pada tahun 2004 di 2 (dua) propinsi, yaitu DKI Jakarta dan Jawa Timur, sedangkan untuk tahap kedua direncanakan dilaksanakan pada awal tahun 2005 di 2 (dua) propinsi, yaitu Riau dan Jawa Barat. Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/

21 Berdasarkan kontribusinya terhadap epidemi HIV, populasi sasaran SSP tersebut dikelompokkan menjadi: a. Wanita Penjaja Seks (WPS) Langsung adalah wanita yang beroperasi secara terbuka sebagai penjaja seks komersial. b. WPS Tidak Langsung adalah wanita yang beroperasi secara terselubung sebagai penjaja seks komersial, yang biasanya bekerja pada bidang-bidang pekerjaan tertentu. c. Sopir truk dan kernetnya adalah mereka yang bekerja sebagai supir atau kernet truk antar kota. d. Tukang ojek adalah mereka yang bekerja sebagai tukang ojek. e. Pelaut dan nelayan. Pelaut adalah mereka yang bekerja sebagai anak buah kapal barang atau penumpang. Nelayan adalah mereka yang pekerjaan teraturnya mencari ikan di laut dan tidak setiap hari pulang ke rumah. f. Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) adalah mereka yang bekerja sebagai pekerja bongkar muat barang di pelabuhan laut. g. Lelaki Suka Lelaki (Gay) adalah pria yang mengakui dirinya sebagai orang yang biseksual/homoseksual atau self identified bisexual/homosexual (SIBH). Termasuk yang dicakup pada kelompok ini adalah pria penjaja seks (kucing) adalah pria yang menerima imbalan baik berupa uang maupun barang untuk berhubungan seks dengan pria. h. Waria yang dicakup di sini adalah waria yang menjajakan seks. Besarnya sampel dalam setiap kelompok sasaran dirancang untuk menggambarkan ciri-ciri perilaku setiap kelompok sasaran dan diharapkan dapat mengukur perubahan perilaku pada survei berikutnya. Pada kelompok berisiko tinggi, besarnya sampel yang memadai untuk interpretasi perubahan adalah sebesar 400 responden. Apabila sampel sebesar 400 responden tidak memungkinkan, maka sampel sebesar responden masih dapat memadai dari sisi kecukupan sampel. Dalam pelaksanaan SSP di kedua tahap (tahun 2004 dan tahun 2005), besarnya sampel (responden) di setiap kelompok sasaran populasi berisiko HIV dicantumkan dalam Tabel 1 dan Tabel 2 pada halaman berikut. Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/

22 Tabel 1. Besarnya Target Responden WPS dan Pria menurut Lokasi Survei dan Kelompok Sasaran Kelompok Sasaran Tahap 1 Propinsi Sumatera Utara Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Sulawesi Utara 2 Papua 3 Sumatera Selatan Maluku Bali NTT Sulawesi Selatan Kabupaten/ Kota Kab. Deli Serdang Kota Medan Kab. Kep. Riau (P. Bintan) Jakarta Utara Kab. Karawang Kab. Bekasi Kota Bekasi Kota Semarang Kab. Kendal Kota Surabaya Kota Manado Kota Bitung Kota Jayapura Kota Sorong Kab. Merauke Kota Palembang Kota Ambon Kota Denpasar Kota Kupang Kota Makassar WPS Langsung WPS Tidak Langsung Sopir Truk dan Kernet Pelaut dan Nelayan Tenaga Kerja Bongkar Muat Barang Tukang Ojek Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/

23 Tabel 2. Besarnya Target Responden Gay dan Waria menurut Lokasi Survei dan Kelompok Sasaran Tahap Propinsi Kota Kelompok Sasaran Gay Waria 1 2 DKI Jakarta Jawa Timur Kota Surabaya Riau Kota Batam Jawa Barat Kota Bandung Kerangka Sampel Dalam SSP, sebelum penarikan sampel dilakukan, populasi yang akan disurvei harus diketahui terlebih dahulu. Populasi merupakan agregat individu yang diteliti dan dapat dibentuk sebagai kerangka sampel untuk menentukan kelompok sasaran survei. Kelompok sasaran SSP seperti yang dijelaskan di atas pada umumnya merupakan kelompok populasi yang tidak mudah dijangkau. Kesulitan menjangkau kelompok populasi antara lain disebabkan oleh aspek aksesibilitas dan mobilitas kelompok tersebut. Kesulitan aksesibilitas umumnya terjadi pada kelompok populasi tertentu, sehingga tidak semua orang dapat dengan mudah menjangkau populasi tersebut apalagi dalam kaitannya dengan kegiatan survei. Tingginya tingkat mobilitas, yaitu perpindahan kelompok sasaran dari satu tempat ke tempat lain, menyebabkan tidak mudahnya untuk menemukan atau menetapkan populasi kelompok sasaran. Kerangka sampel yang akan digunakan untuk pemilihan primary sampling unit (PSU) dalam SSP 2004/2005 dibedakan menurut kelompok sasaran seperti berikut: Kerangka Sampel WPS Langsung Kerangka sampel untuk WPS langsung adalah daftar lokasi WPS Langsung yang dilengkapi dengan banyaknya populasi dalam setiap lokasi, diperoleh dari hasil inventarisasi dan penelusuran lapangan yang merupakan kegiatan pendaftaran (listing) Kerangka Sampel WPS Tidak Langsung Kerangka sampel untuk WPS tidak langsung adalah daftar lokasi WPS Tidak Langsung yang dilengkapi dengan banyaknya populasi dalam setiap lokasi. Data populasi diperoleh dari hasil inventarisasi dan penelusuran lapangan pada saat kegiatan pendaftaran (listing). Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/

24 Kerangka Sampel Sopir Truk dan Kernet Kerangka sampel untuk sopir truk dan kernet adalah daftar lokasi para sopir truk beserta kernetnya mangkal yang dilengkapi dengan banyaknya populasi sopir dan kernet truk dalam setiap lokasi. Data tersebut diperoleh dari hasil inventarisasi dan penelusuran lapangan pada saat pendaftaran (listing) Kerangka Sampel Pelaut dan Nelayan Kerangka sampel untuk pelaut dan nelayan adalah daftar lokasi para pelaut di pelabuhan laut dan nelayan di tempat pendaratan perahu/kapal yang dilengkapi dengan banyaknya populasi pelaut dan nelayan dalam setiap lokasi. Data pelaut dan nelayan diperoleh dari hasil inventarisasi dan penelusuran lapangan pada saat pendaftaran (listing) Kerangka Sampel Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Kerangka sampel untuk TKBM adalah daftar lokasi para tenaga kerja bongkar muat di pelabuhan laut (di tempat pendaratan perahu/kapal) yang dilengkapi dengan banyaknya populasi TKBM dalam setiap lokasi. Data TKBM diperoleh dari hasil inventarisasi dan penelusuran lapangan pada saat pendaftaran (listing) Kerangka Sampel Tukang Ojek Kerangka sampel untuk tukang ojek adalah daftar lokasi para tukang ojek mangkal, menunggu penumpang, yang dilengkapi dengan banyaknya populasi tukang ojek dalam setiap lokasi. Data jumlah tukang ojek diperoleh dari hasil inventarisasi dan penelusuran lapangan pada saat pendaftaran (listing) Kerangka Sampel Gay Kerangka sampel untuk gay adalah daftar lokasi gay biasa berkumpul atau nongkrong termasuk tempat kucing biasa mangkal atau bekerja yang dilengkapi dengan perkiraan banyaknya populasi dalam setiap lokasi. Data populasi diperoleh dari hasil inventarisasi dan penelusuran lapangan pada saat kegiatan pendaftaran (listing) Kerangka Sampel Waria Kerangka sampel untuk waria adalah daftar lokasi waria yang menjadi penjaja seks biasa mangkal yang dilengkapi dengan perkiraan banyaknya populasi waria dalam setiap lokasi. Data tersebut diperoleh dari hasil inventarisasi dan penelusuran lapangan pada saat pendaftaran (listing). Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/

25 2.1.3 Pembentukan Kerangka Sampel Pembentukan kerangka sampel dilakukan dengan tahapan kegiatan sebagai berikut: a. Pengumpulan Informasi Lokasi Kelompok Sasaran dan Populasinya Dari hasil SSP 2002/2003 telah diperoleh informasi lokasi dan populasi untuk setiap kelompok sasaran di setiap kabupaten/kota lokasi SSP. Informasi ini dapat digunakan sebagai informasi awal dan perlu diperbaharui dengan informasi dari Kantor Dinas terkait di setiap kabupaten/kota terpilih. Kegiatan ini dilakukan oleh BPS kabupaten/kota terpilih di bawah koordinasi instruktur daerah sebelum pelatihan petugas lapangan dimulai. Data yang dibutuhkan antara lain: - Data lokalisasi, bordil atau data lain yang berkaitan dengan wanita penjaja seks dari Dinas Sosial setempat - Data panti pijat, bar, karaoke, hotel, losmen, wisma dan sejenisnya dari Dinas Pariwisata setempat dan sumber non-formal - Data pelaut dan nelayan yang didapat dari Administrator Pelabuhan - Data tempat pangkalan truk dari berbagai sumber non-formal - Data tempat mangkal tukang ojek dari berbagai sumber baik formal mupun nonformal - Data TKBM dari sumber formal dan informal - Data-data atau informasi lain baik dari sumber formal maupun non formal yang dapat digunakan dalam pembentukan kerangka sampel, seperti dari media elektronik dan media cetak, serta dari kelompok masyarakat pemerhati masalah HIV/AIDS seperti Lembaga Swadaya Masyarakat atau yayasan yang berkecimpung dalam intervensi masalah HIV/AIDS b. Pengolahan/Entri Data. Pengolahan/entri data yang diperoleh dari instansi terkait dilakukan dengan menggunakan Program Cluster Information Sheet (CIS), tata cara penggunaan Program CIS dijelaskan pada lampiran. Data yang diolah meliputi: - Kelompok sasaran - Nomor urut lokasi - Nama lokasi - Alamat lokasi, Jl (jalan), gang dsb. dituliskan dibelakang nama jalan/gang dan diupayakan keseragaman dalam menuliskan nama jalan yang sama - Jenis lokasi, dibagi menurut tempat praktek/mangkal kelompok sasaran dalam melakukan pekerjaannya: Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/

26 WPS Lokalisasi/rumah bordil, untuk WPS langsung Jalan/taman/kuburan, untuk WPS langsung Hotel/motel/cottage, untuk WPS tidak langsung Panti pijat/salon/spa, untuk WPS tidak langsung Karaoke/diskotik/restoran/cafe/bar/pub, untuk WPS tidak langsung Lainnya, untuk WPS Pria Pelabuhan laut, untuk pelaut dan TKBM Tempat pendaratan perahu/kapal, untuk nelayan Pangkalan truk, untuk sopir/kernet truk Tempat pemberhentian truk, untuk sopir/kernet truk Pangkalan ojek, untuk tukang ojek Gay Mal/cafe Diskotik/pub/bar Panti pijat/salon/spa Rumah Taman/jalan Hotel Sport center/kolam renang Lainnya Waria Jalan/pojok jalan/taman Bar/diskotik/pub/cafe Salon/spa Organisasi/tempat pertemuan Tempat tinggal Tempat kursus ketrampilan Lainnya - Jumlah bangunan dalam lokasi - Banyaknya populasi dalam lokasi - Nama orang kunci (contact person)/mediator/informan (diisi pada penelusuran lapangan) - Waktu kunjungan (diisi pada penelusuran lapangan) - Catatan lainnya (diisi pada penelusuran lapangan) Pedoman Penyelenggaraan SSP 2004/

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan upaya pencegahan infeksi Human Immuno-deficiency Virus (HIV) bergantung pada perubahan perilaku berisiko, dari risiko tinggi ke risiko yang lebih rendah.

Lebih terperinci

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH HIV/AIDS Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH 1 Pokok Bahasan Definisi HIV/AIDS Tanda dan gejala HIV/AIDS Kasus HIV/AIDS di Indonesia Cara penularan HIV/AIDS Program penanggulangan HIV/AIDS Cara menghindari

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR, WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR, Menimbang: a. b. c. bahwa dalam upaya untuk memantau penularan

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seperti diketahui meskipun angka prevalensi HIV pada kelompok populasi umum di Indonesia pada umumnya < 1% kecuali di Papua dan Papua Barat prevalensi 2,4% di tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah kasus infeksi HIV khususnya pada kelompok Wanita Penjaja Seks (WPS) di Indonesia pada saat ini, akan menyebabkan tingginya risiko penyebaran infeksi

Lebih terperinci

TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 48 TAHUN 2004 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan permasalahan penyakit menular seksual termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan kualitatif. HIV merupakan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG HIV-AIDS DAN VOLUNTARY COUNSELLING AND TESTING (VCT) SERTA KESIAPAN MENTAL MITRA PENGGUNA NARKOBA SUNTIK DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN KE KLINIK VCT DI SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang datang.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Human Immuno-deficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Selama infeksi berlangsung,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun 2008-2009. Menurut data per 31 Desember 2008 dari Komisi Penanggulangan AIDS Pusat, di 10 Propinsi jumlah kasus

Lebih terperinci

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN PENGARUH STIGMA DAN DISKRIMINASI ODHA TERHADAP PEMANFAATAN VCT DI DISTRIK SORONG TIMUR KOTA SORONG Sariana Pangaribuan (STIKes Papua, Sorong) E-mail: sarianapangaribuan@yahoo.co.id ABSTRAK Voluntary Counselling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah internasional dalam bidang kesehatan adalah upaya menghadapi masalah Infeksi Menular Seksual (IMS) yang tertuang pada target keenam Millennium Development

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG Menimbang: a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem kekebalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan AIDS adalah suatu penyakit yang fatal. Penyakit ini disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus atau

Lebih terperinci

Virus tersebut bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus).

Virus tersebut bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS (Aquired Immune Deficiency Sindrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh. Penyebab AIDS adalah virus yang mengurangi kekebalan tubuh secara perlahan-lahan.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Virus ini menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemik.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang: a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan pada peningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV / AIDS DAN IMS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV / AIDS DAN IMS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV / AIDS DAN IMS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN RIAU,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan salah satu masalah kesehatan global yang jumlah penderitanya meningkat setiap

Lebih terperinci

SURVEI TERPADU BIOLOGIS DAN PERILAKU

SURVEI TERPADU BIOLOGIS DAN PERILAKU SURVEI TERPADU BIOLOGIS DAN PERILAKU 1 Tujuan Menentukan kecenderungan prevalensi HIV, Sifilis, Gonore, dan Klamidia di antara Populasi Paling Berisiko di beberapa kota di Indonesia. Menentukan kecenderungan

Lebih terperinci

Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan

Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan Sutjipto PKMK FK UGM Disampaikan pada Kursus Kebijakan HIV-AIDS 1 April 216 1 Landasan teori 2 1 EPIDEMIOLOGY (Definisi ) 1.

Lebih terperinci

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS DAN ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

Laporan Hasil SSP 2003 B a l i. iii. iii

Laporan Hasil SSP 2003 B a l i. iii. iii Laporan Hasil SSP 2003 B a l i iii iii Kata Pengantar Bersamaan dengan pelaksanaan Survei Surveilans Perilaku (SSP) 2002 di 10 Propinsi, kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS) dengan Program Aksi Stop

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Sydrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pemerintah Indonesia, berbeda dengan Indonesia

Lebih terperinci

Dr Siti Nadia M Epid Kasubdit P2 AIDS dan PMS Kementerian Kesehatan RI. Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan

Dr Siti Nadia M Epid Kasubdit P2 AIDS dan PMS Kementerian Kesehatan RI. Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Dr Siti Nadia M Epid Kasubdit P2 AIDS dan PMS Kementerian Kesehatan RI Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan PENDAHULUAN Secara umum Indonesia adalah negara dengan epidemi rendah, tetapi terkonsentrasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus tersebut merusak sistem

Lebih terperinci

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2 Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 201 Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2 1 Puskesmas Bulupoddo, 2 Dinas Kesehatan Kabupaten Sinjai, Sulawesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini masih terdapat banyak penyakit di dunia yang belum dapat diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan kesehatan yang sebelumnya

Lebih terperinci

dan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e.

dan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e. Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan pandemi terhebat dalam kurun waktu dua dekade terakhir. AIDS adalah kumpulan gejala penyakit

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) DAN ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME (AIDS) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang

Lebih terperinci

Laporan Hasil SSP 2003 Sulawesi Selatan. iii. iii

Laporan Hasil SSP 2003 Sulawesi Selatan. iii. iii iii iii Kata Pengantar Bersamaan dengan pelaksanaan Survei Surveilans Perilaku (SSP) 2002 di 10 Propinsi, kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS) dengan Program Aksi Stop AIDS dari Family Health International

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya pembangunan fisik dan pertambahan penduduk di suatu kota dan perubahan sosial budaya yang tidak sesuai dan selaras, menimbulkan berbagai masalah antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG Menimbang: a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem kekebalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV/AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian sangat serius. Hal ini karena jumlah kasus AIDS yang dilaporkan setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya pencegahan IMS yang dilaksanakan

Lebih terperinci

Laporan Hasil SSP 2003 Sumatera Selatan. iii. iii

Laporan Hasil SSP 2003 Sumatera Selatan. iii. iii iii iii Kata Pengantar Badan Pusat Statistik (BPS) dipercaya oleh Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PPM & PL) Departemen Kesehatan dan Proyek Aksi Stop

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom (AIDS) adalah sindrom kekebalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit menular masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian penderitanya. Departemen

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN HIV / AIDS

PENANGGULANGAN HIV / AIDS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NO 5 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN HIV / AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG: Menimbang : a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan penyakit yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi HIV adalah melalui kontak seksual;

Lebih terperinci

Menggunakan alat-alat tradisional yang tidak steril seperti alat tumpul. Makan nanas dan minum sprite secara berlebihan

Menggunakan alat-alat tradisional yang tidak steril seperti alat tumpul. Makan nanas dan minum sprite secara berlebihan Agar terhindar dari berbagai persoalan karena aborsi, maka remaja harus mampu menahan diri untuk tidak melakukan hubungan seks. Untuk itu diperlukan kemampuan berpikir kritis mengenai segala kemungkinan

Lebih terperinci

ESTIMASI ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI BALI TAHUN 2007

ESTIMASI ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI BALI TAHUN 2007 ESTIMASI ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI BALI TAHUN 2007 1800000 1600000 Proyeksi Kasus HIV/AIDS di Indonesia 1400000 1200000 Jumlah Infeksi 1000000 800000 600000 400000 200000

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang: a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem kekebalan

Lebih terperinci

Jangan cuma Ragu? Ikut VCT, hidup lebih a p sti

Jangan cuma Ragu? Ikut VCT, hidup lebih a p sti Ragu? Jangan cuma Ikut VCT, hidup lebih pasti Sudahkah anda mengetahui manfaat VCT* atau Konseling dan Testing HIV Sukarela? *VCT: Voluntary Counselling and Testing 1 VCT atau Konseling dan testing HIV

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga pengidap akan rentan

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome atau yang kita kenal dengan HIV/AIDS saat ini merupakan global health issue. HIV/AIDS telah

Lebih terperinci

Situasi HIV & AIDS di Indonesia

Situasi HIV & AIDS di Indonesia Situasi HIV & AIDS di Indonesia 2.1. Perkembangan Kasus AIDS Tahun 2000-2009 Masalah HIV dan AIDS adalah masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari apabila

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV & AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV & AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV & AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA Menimbang : a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem kekebalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus ini adalah virus yang diketahui sebagai penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV merusak sistem ketahanan tubuh,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini salah satu aspek kesehatan yang menjadi bencana bagi manusia adalah penyakit yang disebabkan oleh suatu virus yaitu HIV (Human Immunodeficiency Virus)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena dari tahun ke tahun terus meningkat. Dalam sepuluh tahun terakhir, peningkatan AIDS sungguh mengejutkan.

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

KERANGKA ACUAN KEGIATAN KERANGKA ACUAN KEGIATAN PRGRAM HIV AIDS DAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL I. PENDAHULUAN Dalam rangka mengamankan jalannya pembangunan nasional, demi terciptanya kwalitas manusia yang diharapkan, perlu peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan merupakan penyebab kematian bagi penderitanya. Penyakit menular adalah penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akibat pesatnya pembangunan fisik dan pertambahan penduduk di suatu kota

BAB I PENDAHULUAN. Akibat pesatnya pembangunan fisik dan pertambahan penduduk di suatu kota BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akibat pesatnya pembangunan fisik dan pertambahan penduduk di suatu kota dan perubahan sosial budaya yang tidak sesuai dan selaras, menimbulkan berbagai masalah antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human

Lebih terperinci

Laporan Hasil SSP 2003 Nusa Tenggara Timur. iii. iii

Laporan Hasil SSP 2003 Nusa Tenggara Timur. iii. iii iii iii Kata Pengantar Bersamaan dengan pelaksanaan Survei Surveilans Perilaku (SSP) 2002 di 10 Propinsi, kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS) dengan Program Aksi Stop AIDS dari Family Health International

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengakomodasi kesehatan seksual, setiap negara diharuskan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang mengakomodasi kesehatan seksual, setiap negara diharuskan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan yang ditetapkan

Lebih terperinci

Laporan Hasil SSP 2002 Jawa Timur. iii. iii

Laporan Hasil SSP 2002 Jawa Timur. iii. iii iii iii Kata Pengantar Badan Pusat Statistik (BPS) dipercaya oleh Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PPM & PL) Departemen Kesehatan dan Proyek Aksi Stop

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia, tidak dapat diperkirakan secara tepat. Di beberapa negara disebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodefficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodefficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) yang dapat menyerang siapa saja tanpa memandang jenis kelamin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu rumah tangga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai seorang wanita yang mengatur penyelenggaraan berbagai macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan

Lebih terperinci

Laporan Hasil SSP 2003 Maluku. iii. iii

Laporan Hasil SSP 2003 Maluku. iii. iii Laporan Hasil SSP 2003 Maluku iii iii Kata Pengantar Badan Pusat Statistik (BPS) dipercaya oleh Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PPM & PL) Departemen

Lebih terperinci

Laporan Hasil SSP 2002 Jawa Barat. iii. iii

Laporan Hasil SSP 2002 Jawa Barat. iii. iii iii iii Kata Pengantar Badan Pusat Statistik (BPS) dipercaya oleh Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PPM & PL) Departemen Kesehatan dan Proyek Aksi Stop

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV/AIDS, mempromosikan perubahan perilaku

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka A. HIV/AIDS 1. Definisi HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Sistem kekebalan tubuh dianggap menurun

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dengan menyerang sel darah putih CD4 yang berada pada permukaan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 21.A 2010 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 21.A TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit HIV/ AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acguired Immun Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit HIV/ AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acguired Immun Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu penyakit yang menjadi masalah di dunia adalah penyebaran penyakit HIV/ AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acguired Immun Deficiency Syndrome). Perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemi HIV/AIDS di Indonesia Epidemi HIV di Indonesia telah berlangsung selama 25 tahun dan sejak tahun 2000 sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epidemi HIV&AIDS di Indonesia sudah berlangsung selama 15 tahun dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang memudahkan penularan virus penyakit

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV / AIDS DAN IMS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 25 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KABUPATEN PROBOLINGGO

BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 25 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KABUPATEN PROBOLINGGO SALINAN BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 25 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun KUESIONER PENELITIAN PENGARUH PENGETAHUAN DAN PERSEPSI PENDERITA HIV/AIDS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG TENTANG PENYAKIT AIDS DAN KLINIK VCT TERHADAP TINGKAT PEMANFAATAN

Lebih terperinci

KOMISI PENANGGULANGAN AIDS

KOMISI PENANGGULANGAN AIDS B A K T I S H U A D A KOMISI PENANGGULANGAN AIDS L A P O R A N N A S I O N A L B A K T I S H U A D A KOMISI PENANGGULANGAN AIDS L A P O R A N N A S I O N A L KEGIATAN ESTIMASI POPULASI DEWASA RAWAN TERINFEKSI

Lebih terperinci

Laporan Hasil SSP 2002 DKI Jakarta. iii. iii

Laporan Hasil SSP 2002 DKI Jakarta. iii. iii iii iii Kata Pengantar Badan Pusat Statistik (BPS) dipercaya oleh Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PPM & PL) Departemen Kesehatan dan Proyek Aksi Stop

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian.

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) sudah diketahui sejak dari zaman dahulu kala dan tetap ada sampai zaman sekarang. Penyakit infeksi menular seksual ini penyebarannya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 6

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

SITUASI EPIDEMI HIV DAN AIDS SERTA PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA 2015

SITUASI EPIDEMI HIV DAN AIDS SERTA PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA 2015 SITUASI EPIDEMI HIV DAN AIDS SERTA PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA 2015 LATAR BELAKANG DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

NOMOR : 6 TAHUN 2013 TENTANG

NOMOR : 6 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS/ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME (HIV/AIDS) DAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

Laporan Hasil SSP 2002 Sumatera Utara. iii. iii

Laporan Hasil SSP 2002 Sumatera Utara. iii. iii iii iii Kata Pengantar Badan Pusat Statistik (BPS) dipercaya oleh Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PPM & PL) Departemen Kesehatan dan Proyek Aksi Stop

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang: a. bahwa Human Immunodeficiency Virus (HIV),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit infeksi dan salah satunya adalah penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS). Selain itu, pada

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER. kesukarelaan dan bersedia mengisi kuesioner ini dengan sebaik-baiknya.

LEMBAR PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER. kesukarelaan dan bersedia mengisi kuesioner ini dengan sebaik-baiknya. LAMPIRAN 1 KUESIONER LEMBAR PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER Saya bertandatangan di bawah ini: Nama : Umur : Setelah membaca penjelasan di atas, maka dengan ini menyatakan saya bersedia ikut berpatisipasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Insiden maupun prevalensi yang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang a. bahwa penularan virus HIV dan AIDS semakin

Lebih terperinci

Laporan Hasil SSP 2002 Riau. iii. iii

Laporan Hasil SSP 2002 Riau. iii. iii iii iii Kata Pengantar Badan Pusat Statistik (BPS) dipercaya oleh Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PPM & PL) Departemen Kesehatan dan Proyek Aksi Stop

Lebih terperinci

Ancaman HIV/AIDS di Indonesia Semakin Nyata, Perlu Penanggulangan Lebih Nyata

Ancaman HIV/AIDS di Indonesia Semakin Nyata, Perlu Penanggulangan Lebih Nyata SIDANG KABINET SESI KHUSUS HIV/AIDS Ancaman HIV/AIDS di Indonesia Semakin Nyata, Perlu Penanggulangan Lebih Nyata BAK T I H USADA Komisi Penanggulangan AIDS Nasional 2002 SIDANG KABINET SESI KHUSUS HIV/AIDS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit menular yang belum dapat diselesaikan dan termasuk iceberg phenomenon atau fenomena

Lebih terperinci