MODIFIKASI DISAIN INCINERATOR MULTIFUNGSI TIPE KONTINYU ERLANDA AUGUPTA PANE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODIFIKASI DISAIN INCINERATOR MULTIFUNGSI TIPE KONTINYU ERLANDA AUGUPTA PANE"

Transkripsi

1 MODIFIKASI DISAIN INCINERATOR MULTIFUNGSI TIPE KONTINYU ERLANDA AUGUPTA PANE DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Modifikasi Disain Incinerator Multifungsi Tipe Kontinyu adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Erlanda Augupta Pane NIM F

4

5 ABSTRAK ERLANDA AUGUPTA PANE. Modifikasi Disain Incinerator Multifungsi Tipe Kontinyu. Dibimbing oleh Sri Endah Agustina Incinerator adalah alat untuk membakar sampah dengan kontrol suhu tinggi untuk memastikan bahwa proses pembakaran dilakukan sampai habis. Rancangan incinerator tipe batch yang dirancang oleh Pradipta (2011) memiliki beberapa kekurangan, seperti sistem pindah panas, pemasukkan dan pengeluaran, sistem supply udara dan pemanfaatan energi panas. Jadi, rancangan incinerator dimodifikasi untuk meningkatkan kinerjanya. Parameter kinerja yang diukur adalah suhu pembakaran, laju pembakaran, kualitas asap buang, safety factor, dan pemanfaatan energi panas. Incinerator modifikasi memiliki delapan bagian (ruang bakar, cerobong asap, lubang udara, hopper, sekat pembatas, ruang abu, ruang pengendap zat padat, dan pipa pemanas air). Uji kinerja menunjukkan bahwa suhu pembakaran tertinggi adalah 689.6⁰C, dengan laju pembakaran 5.78 kg/jam. Incinerator aman untuk dioperasikan dan asap buangnya memiliki kualitas yang baik. Pemanfaatan energi panas dapat meningkatkan suhu pemanasan air sampai 32⁰C. Posisi lubang udara yang tidak tepat, menyebabkan suhu pembakaran tidak optimal. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk merancang posisi lubang udara. Kata kunci: sampah, incinerator, parameter pengujian ABSTRACT ERLANDA AUGUPTA PANE. Modification Design of Incinerator Multifunction Continue Type. Supervised by Sri Endah Agustina. Incinerator is an equipment to incinerate trashes with high temperature control to ensure that the combustion process was done completely. The previous design of batch type incinerator which has been designed by Pradipta (2011) has some disadvantages, such as heat transfer system, loading and unloading system, air supply system and utilization of heat energy. So, those design should be modified to improve its performance. The performance parameters of incinerator are temperature of combustion, the rate of combustion, quality of exhaust gases, safety factor, and utilization of heat energy. Modified incinerator has eight sections (combustion chamber, chimney, air inlet, hopper, boundary plate, ash chamber, charcoal chamber, and water heater pipe). The performance test shows that the highest combustion temperature is ⁰C, with combustion rate 5.78 kg / hour. The incinerator is safe for operator and the exhaust gasses has good quality. Utilization of thermal energy could increasing water temperature up to 32 ⁰C. Air inlet position was not in the proper place, so combustion temperature could not reach as high as expected. Therefore it need improvement. Keywords: trash, incinerator, performance parameter

6

7 MODIFIKASI DISAIN INCINERATOR MULTIFUNGSI TIPE KONTINYU ERLANDA AUGUPTA PANE SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

8

9 Judui Skripsi: Modifikasi Disain Incinerator Multifungsi Tipe KontinyU Nama : Erlanda Augupta Pane NIM : F Disetujui oleh Ir.SriEndah Agustina, M.S Pembimbing I '..,., Tanggal Lulus: t 2 ~\.H; 20\3

10 Judul Skripsi : Modifikasi Disain Incinerator Multifungsi Tipe Kontinyu Nama : Erlanda Augupta Pane NIM : F Disetujui oleh Ir.Sri Endah Agustina, M.S Pembimbing I Diketahui oleh Dr.Ir.Desrial, M.Eng Ketua Departemen Tanggal Lulus:

11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, rahmat, dan karunia-nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Februari Judul skripsi yang ditulis adalah Modifikasi Disain Incinerator Multifungsi Tipe Kontinyu. Dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini juga, penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih atas bantuan, dan bimbingan kepada : 1. Ir.Sri Endah Agustina, M.S selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan arahan yang telah diberkan kepada penulis. 2. Bapak Dr.Muhamad Yulianto,ST.MT dan Ir.Mad Yamin,MT. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran, kritik, serta arahan kepada penulis dalam melakukan penulisan skripsi. 3. Ayah,Ibu, dan adik tercinta atas segala doa, motivasi, dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak Harto (Teknisi Lab.EEP), Mas Firman dan Mas Darma (Staff Departemen Teknik Mesin dan Biosistem) yang telah banyak memeberikan bantuan dan saran kepada penulis selama penelitian. 5. Teman-teman Mayor Teknik Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem angkatan 2009 (TEP 46) yang telah membantu dan memberikan saran kepada penulis selama penelitian dan penulisan skripsi. 6. Teman-teman Keluarga Mahasiswa Katholik IPB (KEMAKI) angkatan 46 yang telah membantu dan memberikan saran kepada penulis selama penelitian dan penulisan skripsi. Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, dikarenakan keterbatasan kemampuan, dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk penyempurnaan dan perbaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua orang. Bogor, Juli 2013 Erlanda Augupta Pane

12 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3 Ruang Lingkup Penelitian 3 TINJAUAN PUSTAKA 4 Sampah 4 Alat Pembakar Sampah (Incinerator) 4 Incinerator Tipe Batch Rancangan Pradipta Pembakaran Biomassa 10 Sistem Pindah Panas 13 Safety Factor Incinerator 14 METODE PENELITIAN 19 Peralatan dan Bahan 19 Waktu dan Lokasi Penelitian 20 Prosedur Penelitian 20 HASIL DAN PEMBAHASAN 30 Hasil Perancangan 30 Hasil Uji Kinerja Alat 38 KESIMPULAN DAN SARAN 56 Kesimpulan 56 Saran 57 DAFTAR PUSTAKA 57 LAMPIRAN 59 RIWAYAT HIDUP 62

13 DAFTAR TABEL 1. Komposisi sampah rata-rata di DKI Jakarta 4 2. Rekomendasi kunci untuk parameter desain atau operasi incinerator skala kecil menengah Operasi dan perawatan incinerator skala kecil Jadwal pemeliharaan incinerator Rancangan fungsional alat pembakar sampah Perbandingan rancangan hasil modifikasi dengan rancangan awal Titik pengambilan data Perbandingan rancangan hasil modifikasi dengan rancangan awal Perbandingan kinerja incinerator awal dengan incinerator modifikasi Komposisi,jumlah,jenis, dan kadar air sampah yang digunakan dalam pengujian Nilai tertinggi sebaran suhu ruang pembakaran dan dinding ruang pembakaaran Data hasil pengujian incinerator dan kualitas asap Nilai tertinggi dari suhu sekat pipa, suhu air masuk, suhu air hasil Pemanasan, dan energi pemanasan air Nilai suhu tertinggi di ruang pengendap zat padat dan jumlah arang Yang dihasilkan Nilai rendemen arang yang dihasilkan Persentase sisa abu yang dihasilkan lingkungan incinerator dengan jarak dari incinerator 50 cm 54 DAFTAR GAMBAR 1. Incinerator tipe batch dan tipe continue 5 2. Disain incinerator tipe batch rancangan Budiman 6 3. Disain incinerator tipe batch tampak muka dan tampak samping rancangan Budiman 7 4. Disain incinerator tipe batch tampak atas rancangan Budiman 7 5. Disain incinerator tipe batch rancangan Pradipta 8 6. Disain incinerator tipe batch rancangan Pradipta 9 7. Disain incinerator tipe batch tampak atas, tampak samping, tampak muka rancangan Pradipta 9 8. Bagan alir prosedur penelitian Titik pengukuran Rancangan incinerator awal dan modifikasi Ruang pembakaran incinerator awal dan modifikasi Ruang pengumpan sampah (hopper) incinerator Sekat pemisah ruang pengumpan sampah (hopper) incinerator Ruang abu incinerator Tempat penampungan abu incinerator Ruang pengendap zat padat incinerator awal dan modifikasi Cerobong asap incinerator awal dan modifikasi Pipa pemanas air incinerator awal dan modifikasi Sekat dinding dalam incinerator modifikasi 37

14 20. Lubang udara incinerator awal dan modifikasi Perbandingan berat sampah yang digunakan dalam pengujian Grafik laju pembakaran sampah Asap hasil pembakaran Grafik perubahan suhu air maksimum hasil pemanasan Grafik energi pemanasan air Hasil pengarangan batok kelapa Grafik jumlah arang batok kelapa yang dihasilkan Grafik hasil rendemen arang Grafik sisa abu hasil pembakaran Grafik suhu luar incinerator dengan jarak 50 cm 54 DAFTAR LAMPIRAN 1. Gambar rancang bangun incinerator 59

15 62 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Erlanda Augupta Pane lahir di Jakarta 29 Januari 1992, putra pertama dari dua bersaudara dari bapak yang bernama H.K.S.Pane dan ibu bernama Agnes Adi Ati. Penulis berasal dari SMA Negeri 98 Jakarta, dan masuk ke universitas IPB lewat jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis pernah mengikuti lomba olimpiade sains kimia tingkat SMA tahun 2008 sampai tingkat walikota. Penulis juga aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA), aktif sebagai anggota Keluarga Mahasiswa Katholik IPB (KEMAKI), dan menjadi asisten dosen bidang agama.

16 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sampah merupakan semua jenis bahan buangan baik yang berasal dari manusia atau binatang yang biasanya berbentuk padat, umumnya bahan-bahan tersebut dibuang karena dirasakan oleh pemiliknya sebagai barang yang tidak berharga, tidak bernilai, dan tidak diinginkan (Soma, 2010). Permasalahan sampah merupakan hal yang krusial, karena sampah dapat dikatakan sebagai masalah kultural yang dampaknya terkena pada berbagai sisi-sisi kehidupan, terutama di daerah perkotaan. Pada daerah perkotaan, sumber sampah terbanyak dari daerah rumah tangga dan pasar tradisional. Sampah pasar khusus seperti pasar sayur mayur, buah atau ikan jenisnya relatif seragam, sebagian besar (95%) berupa sampah organik sehingga lebih mudah ditangani. Sampah yang berasal dari perkantoran merupakan sampah yang dihasilkan dari hasil kegiatan kantor yang umumnya sangat beragam, tetapi secara umum minimal 65 % terdiri dari sampah anorganik, dan 35 % merupakan sampah organik. Berdasarkan hasil survey sampah perkantoran di daerah Jakarta (2000) menunjukkan bahwa untuk sampah perkantoran rata-rata volume sampah liter/kapita/hari, berat sampah 0.1 kg/kapita/hari, kerapatan kg/m 3, kadar air 35-55%, terdiri atas sampah anorganik 75-95%, kertas bungkus makanan 6%, kayu 3%, plastik 2%, gelas 1%, dan lain-lain 4% (Sudrajat, 2002), dan memiliki kandungan karbon 40-60%, hidrogen sebesar 4-8 %, oksigen sebesar 30-50%, dan nitrogen sebesar %. Pemanfaatan sampah dapat dilakukan dengan beberapa cara disesuaikan dengan jenis sampah yang ada. Untuk sampah organik dapat dimanfaatkan untuk kompos, biogas, dan pupuk cair. Sedangkan sampah anorganik seperti plastik, kaleng dan kaca dapat di daur ulang untuk keperluan lain, akan tetapi apabila tidak dapat di daur ulang maka perlu dibakar. Selain dari wilayah pemukiman dan perkantoran, sampah juga dihasilkan oleh sektor medis, yang mana sampah dari medis ini harus dimusnakan akibat sampah medis mengandung bakteri atau virus, serta sampahsampah kemasannya yang bersifat toxic (beracun). Penanganan sampah adalah sebuah upaya komprehensif menangani sampahsampah yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia. Model penanganan sampah dapat dibagi menjadi dua macam yaitu urugan dan tumpukan. Model urugan merupakan model dengan membuang sampah di lembah atau cekungan tanpa memberikan perlakuan. Model tumpukan merupakan model pengolahan sampah dengan prinsip teknologi aerobik, yaitu teknologi pengolahan sampah dengan penambahan sistem pembuangan air, pengolahan air buangan, dan pembakaran ekses gas metan (Sudrajat, 2002). Kedua model ini digunakan untuk pengolahan sampah organik dan anorganik yang masih dapat di daur ulang. Sedangkan, sampah yang berasal dari sektor medis dan sampah anorganik yang tidak dapat di daur ulang, penanganannya harus dengan cara dimusnahkan, antara lain dengan cara pembakaran. Proses pembakaran sampah oleh masyarakat umumnya masih dilakukan di ruang terbuka. Proses pembakaran di ruang terbuka secara langsung ini dapat menimbulkan efek negatif pada lingkungan sekitarnya seperti asap dan bau yang dapat mengotori lingkungan udara dan menggangu

17 2 pernapasan manusia. Oleh karena itu, perlu adanya penanganan yang tepat untuk tetap menjaga keseimbangan lingkungan dari masalah tersebut. Salah satu solusi penanganan sampah dengan sistem pembakaran yang aman adalah dengan menggunakan incinerator. Incinerator merupakan alat penanganan sampah dengan menggunakan proses pembakaran yang dikendalikan melalui pembakaran suhu tinggi. Pada dasarnya, incinerator mengubah bahanbahan sampah padat menjadi panas, emisi gas, dan residu berupa abu (Soma, 2010). Penggunaan alat pembakar sampah (incinerator) ini selain dapat mengurangi dampak negatif proses pembakaran (asap, bau, radiasi panas), juga akan membuka kemungkinan upaya pemanfaatan energi panas hasil pembakaran sampah tersebut. yang dihasilkan pada proses pembakaran dalam incinerator dapat mencapai ⁰C (Pichtel, 2005), berpotensi dimanfaatkan untuk sterilisasi alat-alat kesehatan di rumah sakit, air hangat untuk mandi atau kebutuhan lainya, serta proses pengeringan atau pemanasan bahan (Pradipta, 2011). Pembakaran sampah menggunakan incinerator, juga harus mengetahui karakteristik sampah, pada dasarnya karakteristik sampah yang dibakar dengan incinerator memiliki kadar air sebesar 35% sampai dengan 55%, dan memiliki panas pembakaran (HHV) sebesar 2150 kkal/kg, serta LHV sebesar 380 kkal/kg, dan kadar abu mencapai 10 % sampai dengan 30 % (Anonim, 2002). Incinerator dengan panas pembakaran yang dihasilkan tinggi menyebabkan proses pembakaran sampah yang dilakukan akan berjalan optimal, dan dapat menghasilkan energi panas yang maksimal untuk dimanfaatkan pada proses yang lain. Hasil perancangan incinerator yang telah dilakukan oleh Pradipta (2011) merupakan incinerator dengan sistem pindah panas yang belum optimum pada pipa pemanas air, perancangan tutup untuk proses pemasukan dan proses pembuangan abu dari ruang hasil pembakaran tidak merata, pemanfaatan energi di ruang pengendap zat padat asap belum maksimal, dan penempatan lubang udara hasil pembakaran yang kurang tepat. Oleh karena itu, perlu dilakukan modifikasi agar menjadi lebih baik. Perumusan Masalah Proses pengelolaan sampah yang dilakukan untuk mengurangi volume sampah salah satunya adalah dengan sistem pembakaran menggunakan incinerator. Incinerator tipe batch yang dirancang oleh Pradipta (2011) masih memiliki beberapa kekurangan sehingga diperlukan modifikasi untuk meningkatkan kinerjanya. Beberapa masalah yang perlu diselesaikan dalam modifikasi ini adalah 1. Perbaikkan sistem pindah panas agar optimal. 2. Perbaikan pada proses loading dan unloading agar lebih nyaman bagi operator. 3. Mengoptimalkan pemanfaatan energi di ruang pengendap zat padat asap agar maksimal. 4. Perlu peningkatan suhu pembakaran di dalam incinerator. 5. Hasil modifikasi alat incinerator tersebut harus dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi waktu pengoperasian incinerator tersebut.

18 3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian ini adalah 1. Melakukan modifikasi terhadap incinerator tipe batch yang telah dirancang oleh Pradipta (2011) sehingga diperoleh incinerator dengan kinerja yang lebih baik. 2. Menguji unjuk kerja incinerator yang telah dimodifikasi tersebut. Manfaat Penelitian Proses modifikasi incinerator tipe batch rancangan Pradipta (2011) diharapkan agar diperoleh incinerator dengan kinerja yang lebih baik dalam hal pembakaran sampah sampai habis dari incinerator tipe batch sebelumnya. Ruang Lingkup Penelitian Lingkup penelitian yang dilakukan adalah melakukan modifikasi desain incinerator tipe batch rancangan Pradipta (2011) yaitu: a) Sistem loading : memodifikasi pintu masukkan incinerator dengan penambahan ruang pengumpan (hopper) di atas ruang bakar pada incinerator hasil modifikasi. b) Sistem pembakaran : perubahan konstruksi ruang bakar yang dirancang lebih kecil agar proses pembakaran lebih efektif. c) Sistem unloading : modifikasi pintu keluaran incinerator dengan penambahan ruang abu di bawah ruang bakar, sehingga pembuangan abu dapat dilakukan tanpa mengganggu proses pembakaran yang berlangsung, dan memudahkan operator untuk membuang abu tersebut. d) Sistem reduksi energi panas : penambahan sekat antara ruang bakar dengan pipa pemanas air dengan tujuan agar pipa pemanas air yang digunakan tidak terkena proses pembakaran secara langsung e) Sistem pindah panas : peningkatan suhu pemanasan air dengan cara modifikasi ukuran diameter dan panjang pipa pemanas tersebut. f) Sistem pemanfaatan energi panas di ruang pengendap zat padat asap : perubahan konstruksi ruang pengendap zat padat asap, dirancang menjadi lebih kecil. g) Sistem pembuangan asap : perubahan konstruksi cerobong asap, agar asap yang dihasilkan lebih bersih dan tidak mengganggu lingkungan sekitar incinerator tersebut. h) Sistem supply udara : memodifikasi jumlah dan penempatan posisi lubang udara agar udara yang masuk dapat maksimalkan proses pembakaran yang terjadi pada ruang bakar.

19 4 TINJAUAN PUSTAKA Sampah Sampah adalah sisa-sisa atau residu yang dihasilkan dari suatu kegiatan atau aktivitas. kegiatan yang menghasilkan sampah adalah bisnis, rumah tangga pertanian dan pertambangan (Murarka, 1987). Sampah yang dihasilkan pada daerah perkotaan khususnya DKI Jakarta sangat banyak, sampah yang banyak tersebut biasanya berasal dari sektor industri dan sektor rumah tangga. Berikut data sampah yang terdapat di daerah perkotaan DKI Jakarta. Tabel 2.1. Komposisi sampah rata-rata di DKI Jakarta Komponen Volume (m 3 ) Persentase (persen) Organik Plastik Kertas Kayu Kain Metal/logam Kaca/gelas Tulang Karet Baterai Lain-lain Sumber : Dinas Kebersihan DKI Jakarta Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2004), setiap harinya sampah yang dihasilkan setiap orang rata-rata sebesar liter/kapita/hari. Dengan demikian jika dalam perkantoran terdapat 200 pegawai maka setiap perkantoran tersebut sudah menghasilkan 150 liter sampah padatan. Sampah pada daerah perkotaan dapat memeberikan dampak yang tidak baik terhadap lingkungan, ini dikarenakan proses pengelolaan sampah pada daerah perkotaan hanya dilakukan proses kumpul-angkut-buang yaitu memindahkan sampah dari Tempat Pembuangan Sementara (TPS) ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Penanganan sampah menurut Pitchel (2005) yaitu dengan cara penimbunan (sanitary land filling), pembakaran (incineration), dan daur ulang (recycling). Alat Pembakar Sampah (Incinerator) Incinerator merupakan alat pengelolaan sampah, dengan menggunakan proses pembakaran yang dikendalikan melalui pembakaran suhu tinggi. Sampah yang dapat ditangani dengan proses pembakaran dibagi menjadi tiga jenis yaitu padatan, cairan, dan gas. Lama pembakaran, suhu, dan percampuran oksigen yang tepat dapat menghancurkan 99% sampah dan incinerator mampu bekerja selama 20 jam sehari.

20 Pengklasifikasi peralatan incinerator tergantung pada pemanfaatan dan sistem pengumpanannya. Menurut Trisaksono (2002) ada dua tipe incinerator apabila ditinjau dari pemanfaatannya yaitu sebagai: Pembakar sampah tanpa memanfaatkan panas pembakaran Pembakar sampah dengan memanfaatkan dan mengkonversikan panas pembakaran yang memanfaatkan kalor latent hasil dari proses pembakaran sampah yang dilakukan. Konstruksi dari kedua tipe diatas berlainan demikian juga biaya investasi. Untuk konstruksi incinerator tanpa memanfaatkan panas pembakaran biasanya digunakan untuk pembakaran sampah dengan skala kecil sekitar ton/jam. Kapasitas incinerator dengan memanfaatkan panas pembakaran mencapai 40 ton/jam (Trisaksono, 2002). Pada umumnya pemakaian incinerator tidak hanya untuk pemusnah sampah saja tapi memanfaatkan juga panas gas bakar dari ruang bakar. Penggolongan incinerator berdasarkan system pengumpannya secara umum dikelompokan sebagai berikut: Continuous incinerator Batch incinerator Semi-Continuous incinerator Incinerator tipe batch dan tipe continue memiliki perbedaan dalam proses pemasukkan bahan bakar berupa sampah. Pada incinerator tipe continue sampah yang dimasukkan terus menerus dan bergerak secara continue dengan melewati proses pembakaran dan pembuangan sisa pembakaran. Sedangkan pada incinerator tipe batch, sampah dimasukkan hingga mencapai kapasitas dari alat pembakar tersebut dan akan mengalami proses pembakaran hingga didapat sisa pembakaran dalam satu waktu. 5 (i) (ii) Gambar 2.1. Incinerator tipe batch (i) dan tipe continue (ii) (sumber :

21 6 Pemanfaatan panas alat pembakar sampah sebagai pemanas air sebelumnya telah dilakukan oleh Budiman (2001), dengan menggunakan pipa penukar panas sepanjang 3 m. Alat pembakar sampah yang dirancang Budiman (2001) juga dilengkapi dengan ruang pengendapan zat padat, namun ruangan tersebut belum dimanfaatkan untuk meningkatkan effisiensi thermal sistem incinerator. Gambar desain alat pembakar sampah incinerator yang dirancang oleh Budiman (2001) dapat dilihat di bagian berikut ini. Gambar 2.2 Disain incinerator tipe batch (sumber : Budiman, 2001) Incinerator rancangan Budiman (2001) memiliki beberapa bagian yaitu Ruang pembakaran yang berfungsi untuk membakar sampah sampai habis. Ruang pengendapan zat padat untuk memanfaatkan energi panas dari asap hasil pembakaran sampah untuk membuat arang kelapa. Pipa sistem pindah panas memanfaatkan energi panas untuk memanaskan air. Kasa penyulut api sebagai tempat memasukkan umpan sampah untuk proses pembakaran sampah awal. Cerobong sebagai tempat mengeluarkan asap dan menyaring asap yang keluar. Pintu pengeluaran sebagai tempat pengeluaran sisa hasil pembakaran. Pintu pemasukkan sebagai tempat memasukkan sampah yang akan dibakar. Lubang udara sebagai tempat memasukkan kebutuhan udara yang diperlukan untuk proses pembakaran.

22 7 Gambar 2.3 Disain incinerator tipe batch tampak muka dan tampak samping (sumber : Budiman, 2001) Gambar 2.4 Disain incinerator tipe batch tampak atas (sumber : Budiman, 2001) Incinerator tipe batch juga sudah dirancang dengan perlengkapan pemanas air Pradipta (2011), yang mana tipe tersebut menggunakan bahan bakar sampah yang diletakkan pada ruang pembakaran yang telah ada. Sistem pembakarannya tidak dapat digunakan secara terus menerus dikarenakan adanya sistem pergantian bahan bakar, dan adanya beberapa kelemahan yaitu sistem pindah panas yang dihasilkan belum optimum pada pipa pemanas air, perancangan tutup untuk proses pemasukan dan proses pembuangan abu dari ruang hasil pembakaran tidak merata, pemanfaatan energi di ruang pengendap zat padat asap yang belum maksimal, dan penempatan lubang udara kurang tepat. Desain incinerator yang dirancang oleh Pradipta (2011) disajikan pada gambar 2.5 berikut.

23 8 Gambar 2.5 Disain incinerator tipe batch (sumber : Pradipta, 2011) oleh karena itu dibuat tipe continue agar dalam pemberian bahan bakar berupa sampah dilakukan secara terus menerus tanpa adanya sistem pergantian bahan bakar, dengan menggunakan sistem pengumpan berupa ruang pengumpan (hopper) yang bersekat untuk mengurangi efek pirolisis yang terjadi pada saat proses pengumpanan sampah ke ruang bakar. Alat pembakar sampah (incinerator) dalam pengoperasiannya pembakaran yang berlangsung dapat menghasilkan temperatur sebesar 815⁰C hingga 1095⁰C (Pichtel, 2005). Dalam merancang incinerator hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah jumlah udara yang diperlukan dalam pembakaran, sistem pembakaran awal, jumlah sampah yang akan dibakar, serta bagaimana pengelolaan asap yang dihasilkan oleh pembakaran agar tidak mencemari lingkungan. Incinerator Tipe Batch Rancangan Pradipta 2011 Penelitian tentang incinerator yang telah dilakukan oleh Pradipta (2011), melalui dua tahap yaitu tahap perancangan dan uji unjuk kerja. Parameter yang diamati dalam penelitian tersebut adalah penyebaran suhu selama pembakaran, laju pembakaran, kualitas asap hasil pembakaran, dan hasil pemanfaatan energi. Pengambilan data dilakukan dengan cara pengamatan dan pengukuran langsung dalam percobaan yang dilakukan. Hasil perancangan berupa alat pembakar sampah yang terdiri atas 6 bagian yaitu, ruang pembakaran, kasa penyulut api, cerobong asap, lubang udara, sistem penukar panas, dan ruang pengendapan zat padat. Hasil uji unjuk kerja yang dilakukan selama pengujian alat tersebut menunjukkan bahwa kemampuan ruang pembakaran dalam menampung sampah sebesar m 3 dengan berat sampah berkisar antara 10.5 hingga 18.3 kg sampah kering. tertinggi pada pembakaran berkisar antara 413⁰C hingga 748⁰C. Sementara itu laju pembakaran sampah berkisar antara 2.81 kg/ jam hingga 6.82 kg/ jam. Kualitas asap yang dihasilkan sudah cukup baik karena lebih banyak asap berwarna putih. Pemanfaatan energi panas yang telah dilakukan dapat meningkatkan suhu air sebesar 14⁰C hingga 18 ⁰C. Sedangkan pemanfaatan energi di ruang pengendapan zat padat dapat menghasilkan 200 gram hingga 500 gram arang batok kelapa. Incinerator yang dirancang tersebut memiliki beberapa kekurangan yaitu sistem pindah panas yang dihasilkan belum optimum pada pipa

24 pemanas air, perancangan tutup untuk proses pemasukan dan proses pembuangan abu dari ruang hasil pembakaran tidak merata, pemanfaatan energi di ruang pengendap zat padat asap yang belum maksimal, dan penempatan lubang udara yang kurang tepat. Oleh karena itu, perlu dilakukan modifikasi untuk meningkatkan kemampuan pemanfaatan energi panas yaitu dengan perubahan jumlah atau ukuran serta penempatan lubang udara sehingga dapat meningkatkan suhu pembakaran atau dengan merubah konstruksi pipa pemindah panas dan meletakkanya lebih dekat dengan sumber api. Selain itu, dapat dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai pemanfaatan energi panas dalam ruang pengendap zat padat asap. Berikut gambar desain rancangan alat pembakar sampah (incinerator) yang dirancang oleh Pradipta (2011) 9 Gambar 2.6 Disain incinerator tipe batch (sumber : Pradipta, 2011) Atas 4 Samping Muka Gambar 2.7 Disain incinerator tipe batch tampak atas, samping, dan muka (sumber : Pradipta, 2011) 2

25 10 Gambar 2.7 menunjukkan disain incinerator yang dibuat oleh Pradipta (2011), yang terbagi atas beberapa bagian yaitu 1) Dinding ruang pembakaran sebagai penutup bagian ruang pembakar, dan mereduksi suhu pembakaran yang dihasilkan untuk dibuang keluar. 2) Lantai ruang pembakaran sebagai tempat abu hasil proses pembakaran sampah yang telah dilakukan. 3) Cerobong asap sebagai tempat untuk membuang dan menyaring asap hasil pembakaran. 4) Lubang udara pembakaran sebagai tempat memasukkan udara yang dibtuhkan untuk proses pembakaran. 5) Pipa penukar panas sebagai tempat untuk memanaskan air. Pembakaran Biomassa Pembakaran secara umum merupakan proses bereaksinya bahan bakar (biomassa, minyak, dan lain-lain) dengan oksigen atau dengan istilah lain disebut oksidasi. Pada reaksi pembakaran secara umum terdapat 2 jenis pembakaran, yaitu pembakaran sempurna dan pembakaran habis. Pembakaran habis merupakan reaksi pembakaran yang terjadi hingga seluruh bahan bakar mengalami proses pembakaran. Sedangkan pembakaran sempurna terjadi ketika jika semua karbon beraksi dengan oksigen sehingga karbon mengalami proses oksidasi menjadi CO 2. Jumlah udara pembakaran secara sempurna dipengaruhi oleh jumlah udara yang dibutuhkan untuk proses pembakaran di incinerator. Jumlah udara yang dibutuhkan dapat didekati dengan perbandingan kebutuhan udara dan bahan dalam reaksi pembakaran biomassa dan melalui pendekatan kandungan karbon dan hidrogen dalam bahan bakar. Menurut Pichtel (2005) reaksi pembakaran biomassa secara umum adalah sebagai berikut: CaHbOcNd + (a+b/4-(c-d)/2 O 2 aco 2 +b/2h 2 O + dno...(1) Menurut Perry dan Chilton (1973) kebutuhan oksigen untuk proses pembakaran dipengaruhi oleh presentase kandungan karbon dan hidrogen dalam bahan bakar. Volume O 2 yang dibutuhkan untuk pembakaran 1 kg karbon adalah 1.96 m 3 sedangkan O 2 yang dibutuhkan untuk membakar 1 kg hidrogen adalah 5.85 m 3 (Perry dan Chilton, 1973). Dalam pembakaran, oksigen biasanya didapat dari udara bebas. Oksigen yang terkandung di dalam udara adalah 21 % dari total udara bebas. Kebutuhan udara minimum untuk proses pembakaran dapat dihitung melalui persamaan berikut (Perry dan Chilton,1973): Wmin = (100/21) x ((1.96 x C) + (5.85 x H)) (2) Wmin = Kebutuhan udara minimum (m 3 /kg bahan bakar) C = Kandungan karbon dalam bahan bakar (%) H` = Kandungan hidrogen dalam bahan bakar (%) Laju pembakaran (Bbt) dapat dihitung melalui perbandingan bobot bahan bakar yang akan dibakar (m) dengan waktu pembakaran (t). Bbt = m/t... (3)

26 11 Bbt m t = Laju pembakaran (kg /jam) = Bobot bahan bakar (kg) = Waktu pembakaran (kg/jam). Debit udara yang yang dibutuhkan untuk pembakaran dapat dihitung dengan mengalikan jumlah kebutuhan udara minimum dengan laju pembakaran. Qud = Wmin X Bbt... (4) Qud = Debit udara (m 3 /jam) Wmin = Kebutuhan udara minimum (m 3 /kg bahan bakar) Bbt = Laju pembakaran (kg/jam) Menurut Abdullah et al. (1998) debit udara pada proses perancangan untuk pembakaran perlu ditambahkan kelebihan udara sebesar 40% dari total debit udara yang dibutuhkan secara teoritis. Q = Qud (1+40%)...(5) Q = Debit udara perancangan (m 3 /detik) Pada proses pembakaran sampah di dalam incinerator hal yang terpenting adalah jumlah oksigen yang harus masuk ke dalam ruang pembakaran. Karena hal tersebut akan mampengaruhi kesempurnaan pembakaran. Selain itu permulaan pembakaran juga harus diperhatikan baik jenis dan panas yang dibutuhkan untuk memulai pembakaran. Energi panas pembakaran yang dihasilkan oleh suatu proses pembakaran dapat diduga besarnya melalui beberapa pendekatan diantaranya melalui pendekatan pancaran panas dari hasil pembakaran dan pendekatan nilai kalor yang dikandung oleh bahan bakar per massa bahan bakar. a. Pendekatan jumlah energi panas pembakaran berdasarkan pancaran gas hasil pembakaran didekati melalui sifat radiasi gas yang menyerap. Menurut McCabe et. al. (1999) gas-gas yang dihasilkan dalam proses pembakaran memiliki kemampuan untuk memancarkan atau meyerap panas. Besarnya energi yqng dipancarkan atau diserap tersebut dapat dicari melalui persamaan berikut: Q = A σ Tg 4 ε g.. (6) q = Energi panas (Watt) σ = Tetapan Boltzman (5.672 X 10-8 Watt/m 2 K 4 ) = absolut gas (K) T g ε g = Emisivitas gas A = Luas permukaan yang menyerap panas (m 2 ) b. Pendekatan energi panas yang dihasilkan oleh suatu proses pembakaran adalah melalui nilai kalor yang dikandung oleh bahan bakar. Besarnya energi panas hasil pembakaran tersebut dapat dicari melalui persamaan berikut: q = ṁ x Nkl x effisiensi pembakaran.(7) ṁ Nkl = laju massa bahan bakar (kg/s) = Nilai kalor bahan bakar (J/kg)

27 12 Energi panas yang dihasilkan pada incinerator ini dapat dimanfaatkan untuk menaikkan suhu air dengan mengunakan alat pemindah panas. Pada penelitian ini digunakan pipa besi sebagai alat penukar panasnya. Penanganan gas hasil pembakaran yang dihasilkan berupa gas-gas buang (asap) memliki kandungan bahan padat. Untuk itu diperlukan penanganan agar gas buangan tersebut bersih dan tidak mencemari lingkungan. Penanganan gas tersebut dapat dilakukan dengan menambahkan cerobong dan ruangan penyaringan bahan padatan pada gas. Menurut Porges(1979) luas cerobong asap dapat didekati dengan persamaan berikut: A = Qc/V..(8) A = Luas Lubang Cerobong (m 2 ) Qc = Debit gas hasil pembakaran pada cerobong (m 3 /detik) V = Kecepatan gas (m/detik) Sedangkan tinggi cerobong dapat dihitung dengan persamaan berikut: hd = 354 Hc ((1/T 1 ) - (1/T 2 )) (9) hd =Tekanan udara dalam ruang pembakaran (mm.air) Hc = Tinggi cerobong (m) T 1 = diluar cerobong (K) = didalam cerobong (K) T 2 yang terjadi umumnya pada incinerator berkisar antara 600⁰C hingga 800⁰C. Dengan suhu pembakaran seperti itu maka ruang pengendapan zat padat akan berkisar antara 400⁰C hingga 500⁰C. Dengan suhu seperti itu dapat digunakan untuk pengeringan sampah yang memiliki kadar air diatas 70% dan disalurkan ke heat exchanger yang dapat digunakan untuk memanaskan fluida yang mengalir. Beberapa incinerator menggunakan ruang tersebut untuk membakar kembali zat padat yang masih tersisa. Sistem Pindah Panas Pindah panas adalah perpindahan energi dari suatu bidang ke bidang yang lain dengan disertai perubahan temperatur pada dua bidang tersebut (McCabe et al, 2005). Pindah panas dapat terjadi dengan 3 metode, yaitu konduksi, konveksi dan radiasi. Pindah panas pada pipa yang dipanaskan secara langsung akan mengalami proses konduksi dan konveksi. Konduksi dalam suatu bahan mengalir terdapat gradien suhu, maka kalor akan mengalir tanpa disertai oleh sesuatu gerakan zat. Aliran kalor tersebut disebut dengan konduksi. (McCabe et al, 2005). Menurut Cengel (2003) secara umum besaran kalor dapat dalam konduksi dapat dihitung melalui persamaan berikut: q = ka dt/dr (joule).(10)

28 Besarnya nilai dt/dr dipengaruhi bentuk bidang tempat pindah panas terjadi. Untuk silinder berlubang menurut Singh (1992) nilainya dapat dicari dengan persamaan berikut: dt/dr = 1/ (ln (ro/ri)) (Ti To).. (11) Dari persamaan diatas maka besarnya kalor yang dipindahkan pada bidang silinder berlubang atau pipa adalah: q = ((2Πkl)/ ln (ro/ri)) (Ti-To) joule.(12) ri = Jari-jari dalam pipa (m) ro = Jari-jari luar pipa (m) L = Panjang pipa (m) k = konduktivitas panas (Watt/mK) (Ti To) = Perbedaan pipa luar dan pipa dalam (K) Konveksi arus partikel-partikel utama pembentuk fluida melintas suatu permukaan tertentu, seperti bidang batas suatu volume kendali arus yang akan ikut membawa serta jumlah entalpi tertentu. Aliran entalpi tersebut disebut dengan konveksi (McCabe et al, 2005). Menurut Cengel (2003) nilai kalor yang dipindahkan melalui konveksi dapat menggunakan persamaan berikut: q = ha(ts - T )..(13) q = kalor yang dipindahkan (Watt) h = koefisien pindah panas konveksi (Watt/m 2 K) A = luas permukaan dinding (m 2 ) (Ts - T ) = perbedaan suhu dinding dengan suhu fluida (⁰K) Menurut Lienhard IV dan Lienhard V (2011) konveksi dapat dibedakan menjadi dua yaitu konveksi bebas dan konveksi paksa. Konveksi bebas adalah perpindahan panas yang terjadi dimana aliran fluida bergerak dengan pengaruh gravitasi tanpa dipengaruhi oleh eksternal yang lain. Sedangkan konveksi paksa adalah proses pindah panas dimana fluida bergerak dengan disengaja dan diatur kecepatan dan debitnya. Berdasarkan jenis aliranya konveksi dapat dabagi menjadi dua, yaitu konveksi pada aliran laminer dan konveksi pada aliran turbulen. Menurut Lienhard IV dan Lienhard V (2011) konveksi pada pipa dipengaruhi oleh bilangan reynold yang dapat dicari dengan persamaan berikut: Re = VD/v (14) Re = bilangan reynold V = kecepatan aliran (m/detik) D = diameter pipa pemanas air (m) v = viskositas kinematik (m 2 /detik) Menurut Lienhard IV dan Lienhard V (2011) konveksi pada pipa dengan jenis aliran turbulen secara konveksi paksadipengaruhi NuD dan nilai St melalui persamaan berikut : Nu d = Re 0.8 Pr n St = Re -0.2 Pr -(2/3)..(15) 13

29 14 Persamaan tersebut berlaku jika memenuhi syarat sebagai berikut (Lienhard IV dan Lienhard V,2011) : a. Semua nilai dari sifat panas fluida berdasarkan suhu rata-rata b. Nilai n = 0.3 jika fluida didinginkan, sedangkan nilai n = 0.4 jika fluida dipanaskan. c. Nilai Re harus lebih besar dari 104 d. Nilai Pr terletak antara 0.7 sampai 100 e. Perbandingan antara L dengan D lebih dari 60 Nilai koefisien pindah panas secara konveksi dapat dihitung melalui persamaan berikut (Lienhard IV dan Lienhard V,2011) : h = (knu d /D)..(16) h = koefisien pindah panas secara konveksi (W/m 2 K) k = koduktivitas panas fluida (W/mK) D = Diameter Pipa (m) rata-rata pindah panas yang terjadi dapat dihitung dengan persamaan berikut (Purwadaria et al. 1996): T f = (T + ((Ti+To)/2)) / 2.. (17) Tf = suhu rata-rata (K) T = suhu pemanasan bahan (K) Ti = fluida saat masuk (K) To = suhu fluida saat keluar (K) Menurut Purwadaria et al. (1996) panjang pipa dalam suatu sistem pindah panas secara konveksi dapat didekati melalaui persamaan berikut: Ln ((Ti- T )/(To- T )) = St (4L/D).(18) St = Bilangan Stanton L = Panjang pipa (m) D = Diameter pipa (m) T = pemanasan bahan (K) Ti = fluida masuk (K) To = fluida keluar (K) Safety Factor Incinerator Desain Desain dan pengoperasian incinerator yang tepat harus mencapai suhu yang diinginkan, waktu, dan kondisi lain yang optimal yang diperlukan untuk menghancurkan patogen, mengurangi emisi, menghindari pembentukan klinker dan meniadakan abu di ruang bakar, menghindari kerusakan refraktori, dan meminimalkan konsumsi bahan bakar. Praktek pembakaran yang baik (GCP) juga harus diikuti dengan mengendalikan dioksin dan furan emisi (Brna dan Kilgroe, (1989) dalam Taylor (2003)). Selain itu, seperti yang disebutkan sebelumnya, beberapa unit skala kecil incinerator memanfaatkan peralatan pengendalian polusi udara. Berikut tabel rekomendasi dalam pembuatan desain atau operasi incinerator.

30 Tabel 2.2. Rekomendasi kunci untuk parameter desain atau operasi incinerator skala kecil-menengah. Tipe Parameter Rekomendasi Kapasitas Laju pembakaran, kapasitas Daerah atau bagian daerah incinerator yang tempat penyimpanan digunakan (Taylor 2003) untuk proses pembakaran memiliki kotak penyimpanan ratarata 58 kg per bulan, 14 kg per minggu (~12 kg per minggu). Pengendalian bagian mungkin hanya 1 kg/bulan pada umumnya. Ukuran yang tepat merupakan faktor penting. Idealnya unit akan membakar untuk periode yang lama (~4 jam) untuk menjaga bahan bakar Pembakaran awal 540⁰C sampai dengan 980⁰C Pembakaran lanjut ⁰C sampai dengan 1200⁰C ( rekomendasi EPA 1990) >850⁰C atau 1100⁰C* (standar Afrika Selatan dan Uni Eropa) >1000⁰C atau 1100⁰C*(standar India dan Thailand) *) lbh dari 1% kandungan klorin pada limbah Kontrol polusi udara,jika ada < 230⁰C Waktu tinggal Gas (pembakaran lanjut) >1 detik Aliran udara Total udara pembakaran Lebih 140% sampai dengan 200% Pemasukan dan distribusi Cukup udara pada incinerator Pemcampuran antara bahan Pemcampuran baik bakar dan udara Partikel-partikel yang terbawa oleh gas buang dari incinerator Pengendalian dan pengamatan dan beberapa parameter Dikurangi dengan menjaga kecepatan udara tetap utnuk menghindari aliran partikel, terutama apabila kandungan tinggi (> 2%) abu limbah yang terbakar Berkelanjutan untuk beberapa parameter dan periodik untuk yang lainnya Limbah Effisiensi pembakaran limbah >90% berat yang terbakar Bentuk limbah yang dapat mengurangi emisi dari HCl, D/F, logam, dan polutan yang lain Pemasukkan atau pergantian dilakukan ketika kondisi operasi incinerator tepat Bentuk limbah dan diikuti dengan pemasukan yang berlebihan pada incinerator, terutama plastic yang mengandung chlorine, logam berat seperti mercuri dari termometer yang rusak, dan lain-lain. Panas awal incinerator dan adanya peningkatan suhu 800⁰C yang diikuti dengan pembakaran berkelanjutan Penutup Atap Atap mungkin dicoba untuk melindungi operator dari hujan, tetapi juga untuk melindungi incinerator pula. Cerobong Tinggi Tinggi sekitar 4-5 m, dibutuhkan untuk kecukupan penyebaran gas buang, ditambah dengan syarat aliran udara yang tepat. Peralatan pengendali polusi (APCD) Instalansi peralatan pengendalian polusi udara (APCD) Banyak alat pengendali yang digunakan termasuk alat pengemas, venture atau pengusap debu kering, penyaringan yang terdapat pada sistem injeksi udara kering dan ESP. Emisi polutan sekarang tidak dapat diketahui jika tanpa APCD. Sumber : EPA (1990), UNDP (2003), dan De Montfort dalam Taylor (2003)

31 16 Konstruksi Perencanaan yang memadai, penggambaran, dan pengendalian kualitas sangat diperlukan untuk merancang incinerator. Dimensi gambar, toleransi perancangan, daftar bahan sangat diperlukan pula. Incinerator yang terdapat pada negara Kenya (Taylor, 2003) menunjukkan kurangnya pengendalian kualitas yang memadai dalam tahap konstruksi, sehingga fasilitas tidak benar-benar dirancang dengan baik. Operasi Operasi umum Operasi yang tepat sangat penting untuk mencapai parameter desain yang diinginkan. Secara umum, produsen atau desainer peralatan harus menyediakan prosedur manual yang membahas praktik operasi termasuk prosedur startup, prosedur shutdown, operasi dalam kondisi normal, troubleshooting, prosedur perawatan, rekomendasi,suku cadang, dan lain-lain. Beberapa masalah operasi umum tercantum dalam Tabel 2.3. Tabel 2.3. Operasi dan perawatan incinerator skala kecil Faktor Contoh Seleksi limbah Pembatasan limbah Penanganan limbah Volume, kadar air Operasi incinerator, pengamatan, dan Bahan bakar, suhu, pengisian ulang pengendalian Sistem kontrol polusi udara Saringan Perawatan Tiap jam, minggu, bulanan Keamanan Peralatan keamanan Sumber : EPA (1990), UNDP (2003), dan De Montfort dalam Taylor (2003) EPA (1990) memiliki panduan menyeluruh untuk prosedur operasi untuk incinerator. Meskipun tidak semua bagian dari panduan ini sejalan dengan biaya yang minimum untuk incinerator skala kecil yang memiliki pengawasan, kontrol otomatis dan fitur lainnya. De Montfort juga membuat beberapa rekomendasi diantaranya: a. Incinerator harus sepenuhnya dipanaskan sebelum limbah ditambahkan,dan membutuhkan waktu sekitar 30 menit atau lebih, tergantung pada suhu lingkungan, jenis bahan bakar, kadar air bahan bakar, dan lain-lain. b. Kayu bakar harus memiliki kadar air rendah (<15%) c. monitor tidak digunakan, sehingga tidak ada indikasi bahwa suhu yang sesuai harus tercapai. o Abu-abu atau asap hitam mengindikasikan terjadinya pembakaran miskin dan suhu rendah.

32 o Sensor pembaca suhu harus tersedia dengan biaya murah dan sangat disarankan bahwa unit gauge digabung, dan sampah yang dibakar harus dalam kisaran suhu yang benar. d. Operasi manual membutuhkan operator yang hadir selalu saat pembakaran sampah berlangsung. Pengeringan bahan bakar setiap 5-10 menit. e. Api tidak boleh padam selama pembakaran. f. Pintu pemasukkan harus diperiksa secara teratur. 17 Pemasukan sampah Jumlah limbah yang dibakar harus 2/3 dari volume total sebelum menambahkan limbah yang lainnya a. Operator perawatan harus memiliki pengalaman yang cukup untuk menangani jenis kendala yang berbeda o Bahan yang sangat basah harus dipisahkan dengan bahan kering. o Bahan bakar panas tinggi (plastik, kertas, kartu dan tekstil kering) membantu untuk mempertahankan suhu pembakaran. o Limbah pencampuran yang diinginkan. Pencampuran bisa dilakukan dengan memisahkan jenis sampah dengan kombinasi atau urutan yang tepat. o Operator seharusnya tidak memilah campuran limbah sebelum pembakaran karena berbahaya. o Karena kurangnya kontrol emisi, limbah yang mengandung klor, belerang, nitrogen dan logam beracun harus dihindari. b. Tindakan darurat diperlukan untuk menahan sampah dalam posisi cukup lama untuk membakar dan untuk mencegah kegagalan proses. c. Ketika pintu loading ditutup atau dibuka dengan cepat, pembakaran gas mungkin melalui lubang udara. d. Operator harus membuka pintu sambil berdiri di depan incinerator (untuk melindungi angin dari bawah), tunggu beberapa detik untuk setiap angin dari bawah mereda, dan beban dari samping. Burndown atau cooldown Burndown adalah proses persiapan incinerator yang akan digunakan untuk proses pembakaran atau dengan kata lain disebut juga sebagai proses pembakaran awal pada incinerator untuk medapatkan suhu yang diharapkan, sedangkan cooldown merupakan proses yang dilakukan untuk mengeluarkan sisa-sisa hasil pembakaran seperti sampah yang tidak terbakar sampai habis yang masih dalam kondisi panas untuk didinginkan terlebih dahulu sebelum dibuang. Waktu yang diperlukan harus cukup juga untuk proses pembakaran sampah. Periode yang dianjurkan adalah 1 jam ditambah 20 menit untuk setiap jam operasi atau biasanya 2 sampai 5 jam (EPA 1990), tapi ini akan tergantung pada banyak faktor yang mengendalikannya.

33 18 Pengamatan Pembakaran dan pengamatan emisi digunakan secara rutin untuk beberapa tujuan, termasuk menentukan apakah incinerator tersebut benar dioperasikan. Selain itu, pengamatan digunakan untuk memastikan kepatuhan dengan peraturan penggunaan incinerator. Pemantauan dapat diklasifikasikan ke dalam kategori berikut: a. Pengamatan Sensory, misalnya, penilaian visual emisi tumpukan atau penilaian bau. b. Tes Stack, misalnya, pengukuran emisi untuk periode waktu singkat. Pengujian stack dimulai pada tahun 1970-an, dan masih banyak digunakan untuk tes khusus (dioxin, logam, dan lain-lain) Tes ini mahal, dan menyediakan data emisi hanya untuk periode waktu yang singkat dan mungkin tidak representatif. c. Pemantauan emisi secara continue (continuous emission monitoring (CEM)), misalnya, dalam pemantauan partikel-partikel debu, SO 2, CO, O 2, NOx, HCl dan baru-baru Hg dilakukan secara teratur. CEM diperlukan untuk incinerator yang lebih besar. CEM dari temperatur dan parameter lainnya (misalnya, penurunan tekanan) juga digunakan (dan sering diperlukan). Data CEM telah digunakan sebagai pengganti data pengamatan emisi dan untuk menunjukkan kesesuaian kondisi pembakaran, meskipun ada masalah, misalnya, korelasi CO menjadi produk pembakaran tidak sempurna menjadi rendah. Dari semua pengamatan yang ada, yang dilakukan hanya pengamatan sensory. Keamanan Pertimbangan keamanan terdiri dari pencegahan infeksi, peralatan keselamatan (untuk mencegah cedera operator), dan keselamatan kebakaran. Beberapa rekomendasi khusus meliputi: a. Pelindung mata dan masker wajah harus dipakai saat membuka pintu loading atau pada saat pemeriksaan unit untuk melindungi terhadap pecahan kaca b. Sarung tangan dan celemek harus dipakai saat penanganan sampah. c. Periode pendinginan yang memadai (3 sampai 5 jam) diperlukan sebelum pembuangan abu. d. Pembuangan abu yang tepat diperlukan. Perawatan Terlepas dari seberapa baik peralatan dirancang, kerusakan selama penggunaan dalam waktu normal dan mimimnya pemeliharaan akan menyebabkan kerusakan komponen, penurunan hasil pada kualitas pembakaran, peningkatan emisi, dan potensi risiko terhadap operator dan publik. Operasi dan pemeliharaan juga mempengaruhi kehandalan, efektivitas dan umur peralatan tersebut. Pada dasarnya semua komponen incinerator skala kecil rentan terhadap kegagalan dan membutuhkan perawatan. Tipikal pemeliharaan per jam untuk incinerator skala kecil ditunjukkan pada Tabel 2.4 (EPA 1990).

34 19 Tabel 2.4. Jadwal pemeliharaan incinerator Frekuensi Komponen Prosedur Aktivitas Jam Pembuangan abu Diperiksa dan dibersihkan Hari, polusi Diperiksa operasi Ruang abu Dibersihkan jika dipergunakan Mingguan Pintu,engsel, Diberikan pelumas Bulanan Ruang bakar Diperiksa dan dibuang sisa-sisa abu yang ada Sumber : EPA 1990 dalam Taylor (2003) Untuk incinerator skala kecil murah, komponennya sangat rentan terhadap kerusakkan yang disebutkan dalam beberapa laporan berikut (Taylor, 2003) : Pintu masukkan menjadi tersumbat. Cerobong asap yang berkarat dan tidak memadai, rusak, longgar atau hilang. Grills yang rusak atau hilang. Incinerator besar biasanya membutuhkan perawatan setelah 3 tahun, biaya yang dikeluarkan sekitar 70% dari biaya konstruksi awal (Taylor 2003). METODE PENELITIAN Peralatan dan Bahan Penelitian Peralatan Peralatan yang digunakan untuk membuat alat adalah peralatan perbengkelan yang menunjang modifikasi alat. Sedangkan peralatan yang digunakan dalam uji unjuk kerja alat adalah termokopel batang tipe K untuk suhu pembakaran, termokopel tipe CA, Recorder tipe Yokogawa 3056, timbangan, digital moisture tester, anemometer merek Kinomax, termometer alkohol dan peralatan pelengkap lainnya. Berikut alat yang digunakan adalah Termokopel batang tipe K Termokopel ini digunakan untuk mengukur suhu pada ruang bakar pada bagian atas dan bawah. Nilai rentangan termokopel batang ini antara suhu -200⁰C sampai dengan 1370⁰C. Termokopel tipe CA Termokopel ini digunakan untuk mengukur suhu pada bagian-bagian incinerator. Nilai rentangan termokopel ini hingga suhu 900⁰C. Recorder tipe Yokogawa 3056 Alat recorder ini digunakan untuk mencatat hasil suhu pembakaran yang terdapat pada incinerator. Alat ini dapat membaca suhu tergantung dari jenis termokopel yang digunakan.

35 20 Timbangan Timbangan yang digunakan untuk mengukur berat sampah yang akan digunakan dalam pengujian. Nilai rentangan timbangan tersebut antara 0 kg sampai dengan 5 kg. Digital moisture tester Digital moisture tester digunakan untuk mengukur kadar air sampah. Diukur berdasarkan basis basah (% wet basis). Anemometer Anemometer yang digunakan untuk mengukur kecepatan angin. Termometer alkohol Termometer alkohol yang digunakan untuk mengukur air yang dipanaskan. Nilai rentangan termometer alkohol tersebut antara -10⁰C sampai dengan 100⁰C. Bahan Bahan yang digunakan dalam modifikasi desain alat adalah plat esier tebal 2 mm, plat esier tebal 5 mm, pipa dengan diameter 0.5 inch, dan besi kolom. Bahan yang digunakan dalam pengujian alat adalah sampah padat berupa sampah organik dan sampah anorganik. Dengan kadar air 12-16%. Sampah padat tersebut diperoleh dari rumah tangga di kampung Babakan, Darmaga, Bogor. Waktu dan Lokasi Penelitian Modifikasi model dan desain alat pembakar sampah (incenerator) dilakukan di bengkel Departemen Teknik Mesin dan Biosistem dan di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor. Modifikasi model dan desain alat ini akan dilakukan pada bulan Februari 2013 sampai dengan bulan Mei Prosedur Penelitian Penelitian dibagi menjadi tiga tahap yaitu penelitian pendahuluan, kemudian akan dilakukan perancangan pembuatan alat, serta pengujian sistem kerja incenerator tersebut. Bagan alirnya sebagai berikut:

36 21 Mulai Penelitian Pendahuluan Penentuan parameter perancangan Tahap perancangan dan pembuatan alat Perhitungan dan perancangan fungsional dan struktural sesuai rencana modifikasi Pembuatan prototype alat Penentuan parameter pengujian Tahap pengujian alat Pengujian unjuk kerja alat Berhasil Ya Tidak Analisis hasil unjuk kerja dan rekomendasi Penelitian pendahuluan Selesai Gambar 3.1. Bagan alir prosedur penelitian Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengamati dan melakukan sistem operasi kinerja incinerator hasil modifikasi yang sudah dirancang, untuk mengetahui metode penggunaan incinerator yang baik dan menguji kinerja incinerator untuk mendapatkan hasil parameter yang optimal.

37 22 Perancangan modifikasi incinerator Alat pembakar sampah yang akan dibuat harus mampu membakar sampah secara sempurna. Karena pemasukan bahan bakar dirancang untuk dilakukan secara terus menerus, maka ruang pembakaran harus memiliki sistem pemasukan dan pengeluaran yang tepat, agar sisa-sisa sampah yang telah terbakar habis dapat langsung dikeluarkan tanpa menggangu proses pemasukan sampah ke dalam ruang pembakaran. Pendekatan rancangan yang akan dilakukan untuk modifikasi alat incinerator ini dibagi menjadi dua pendekatan yaitu rancangan fungsional dan rancangan struktural. Pembakaran yang sempurna membutuhkan jumlah oksigen dan waktu pembakaran pertama yang tepat. Parameter yang perlu diketahui adalah volume ruang pembakaran, jumlah udara yang dibutuhkan dalam pembakaran yang akan dipengaruhi oleh jenis dari jumlah sampah yang akan di bakar. Rancangan fungsional alat pembakar sampah (incenerator) yang akan dirancang adalah alat pembakar sampah tipe continue. Pada prinsipnya model alat pembakar sampah yang dirancang dapat dibagi menjadi 6 bagian yaitu, ruang pembakaran,saringan sampah dan abu sampah, cerobong asap, lubang udara, sistem penukar panas, ruang pengendapan zat padat dan selang air masuk serta selang air keluar. Tabel 3.1. Rancangan fungsional alat pembakar sampah No Nama Bagian Fungsi 1 Ruang Pembakaran Tempat terjadinya pembakaran yang dilengkapi dengan sistem pemasukan dan pengeluaran hasil pembakaran. Pemasukan melalui bagian atas pembakaran dan pengeluaran melalui bagian bawah ruang pembakaran 2 Saringan Sampah dan Abu Sampah Tempat pemisahan antara sampah dengan abu sampah hasil pembakaran di ruang pembakaran 3 Cerobong Asap Tempat pengeluaran asap selama proses pembakaran berlangsung. Dirancang terpisah dari ruang pembakaran agar tidak mengganggu pemasukan sampah dan bahan padat yang terbawa asap dapat diendapkan terlebih dahulu 4 Lubang Udara Sebagai tempat masuknya udara yang dibutuhkan dalam pembakaran. Lubang udara terletak di bagian bawah ruang pembakaran dan terletak di dinding ruang pembakaran. 5. Sistem Penukar Panas Sistem pemanfaatan energi panas yang dihasilkan. Dalam desain ini menggunakan pipa yang dapat menerima panas melalui konduksi dan meneruskan ke aliran air dalam pipa melalui konveksi paksa.

38 23 No. Nama Bagian Fungsi 6 Ruang Pengendapan Zat Padat Asap Ruang pengendapan zat padat asap ini berfungsi untuk membuat asap mengalami siklonisasi sehingga zat-zat padat asap mengalami pengendapan di ruang ini. Ruangan ini juga dilengkapi dengan pintu masukan dan pintu keluaran yang dapat digunakan untuk memasukkan batok kelapa dan mengeluarkan arang batok kelapa dari ruangan ini. Modifikasi yang akan dilakukan lebih fokus ke bagian sistem pindah panas yang dihasilkan pada pipa pemanas air, perancangan tutup untuk proses pemasukan dan proses pembuangan abu dari ruang pembakaran, pemanfaatan energi di ruang pengendap zat padat asap, dan penempatan lubang udara. Berikut tabel rancangan incinerator sebelumnya dan modifikasi yang akan dilakukan berdasarkan kinerja. Tabel 3.2. Perbandingan rancangan hasil modifikasi dengan rancangan awal No. Nama Bagian Kinerja rancangan sebelumnya (Pradipta,2011) 1 Lubang Udara Jumlah dan diameter lubang udara belum optimum sehingga suhu pembakaran hanya mencapai 413⁰C - 748⁰C (luas lubang udara : cm 2 ) 2 Cerobong Asap yang dihasilkan masih Asap membuat pedas pada mata operator (tinggi cerobong : Sistem Penukar Panas 4 Ruang Pengendapan Zat Padat Asap cm) Pemanfaatan energi untuk pemanas air masih minim karena hanya berkisar antara kj (panjang pipa : 4 meter, diameter pipa : 1.27 cm) Pemanfaatan energi untuk proses pengarangan masih minim karena energi panasnya hanya diterima pada permukaan batok kelapa saja Modifikasi yang dilakukan Penambahan jumlah lubang udara, atau dengan memperbesar diameter lubang udara Perubahan konstruksi pada tinggi cerobong asap Menambah panjang pipa atau memperbesar diameter pipa, dan meletakkan pipa dekat dengan dinding ruang pembakaran Periode waktu pembakaran yang akan dibuat lebih lama agar maksimal hasil yang didapatkan Penentuan rancangan struktural dari bagian-bagian alat incenerator tipe continue tersebut, adalah sebagai berikut :

39 24 a. Ruang pembakaran Setiap harinya sampah yang dihasilkan setiap orang pada perkantoran rata-rata sebesar liter/kapita/hari. Dengan demikian jika dalam perkantoran terdapat 200 pegawai maka setiap perkantoran tersebut sudah menghasilkan 150 liter sampah padatan. V = 0.15 m 3 Dari hasil perhitungan volume sampah yang dihasilkan perkantoran tiap hari, maka dirancang ruang bakar dengan ukuran 50 cm x 50 cm x 60 cm. ruang bakar yang dirancang mengunakan bahan plat essier dengan ketebalan 2 mm,kemudian dibagian bawah nya menggunakan saringan untuk memisahkan antara sampah dengan abu sampah. b. Saringan Sampah dan Abu Adanya tambahan saringan antara ruang sampah dengan ruang abu agar dapat memisahkan antara sampah yang mengalami proses pembakaran dengan abu hasil pembakaran, ini bertujuan agar abu hasil pembakaran tidak menghambat prosesnya pembakaran yang berujung pada lamanya waktu yang dibutuhkan untuk proses pembakaran tersebut. Saringan tersebut menggunakan plat essier dengan ketebalan 1 mm. c. Cerobong asap Cerobong asap yang digunakan memiliki konstruksi berbeda dari konstruksi cerobong sebelumnya, yang mana cerobong yang dibuat memiliki konstruksi berupa persegi, dengan ukuran 150 mm x 150 mm dan tinggi 1500 mm. Cerobong asap dipasang pada bagian bawah ruang pengendap zat padat, ini bertujuan agar asap hasil pembakaran yang terdapat di ruang bakar akan terlebih dahulu melewati batok kelapa, untuk menyaring partikel-partikel terbang yang terikut dengan asap, sehingga tidak secara langsung asap yang membawa partikel tersebut lepas ke lingkungan luar, selain itu dengan konstruksi persegi akan menambah banyaknya partikel yang tersaring jatuh ke bawah, ini disebabkan asap yang membawa partikel tersebut mengalami benturan-benturan di sisi cerobon asap tersebut sehingga asap yang keluar lebih bersih dan tidak mencemari lingkungan udara luar. d. Lubang udara Lubang udara merupakan salah satu bagian terpenting dari alat incinerator, lubang udara ini sangat membantu dalam hal pemberian udara yang mengandung oksigen untuk membantu proses pembakaran yang terjadi di ruang pembakaran. Perhitungan lubang udara ini dapat didekati dengan menghitung kebutuhan udara untuk proses pembakaran dengan jumlah C sebesar 15-30% dan H sebesar 2-5 % (Pichtel, 2005). Wmin = 100/21 x [(1.96 x C) + (5.85 x H)] Wmin = 100/21 x [(1.96 x 0.3) + (5.85 x 0.05)] = m 3 /kg Kemudian dihitung laju pembakaran sampah (Bbt) dengan asumsi massa jenis sampah sebesar 100 kg/m 3 yaitu Berat sampah anorganik = 100 kg/m 3 x 0.15 m 3 = 15 kg

40 Laju pembakaran sampah (Bbt) = berat sampah / waktu pembakaran = 15 kg/ 2 jam = 7.5 kg/jam Kemudian dihitung debit udara yang dibutuhkan untuk proses pembakaran yaitu Debit udara yang dibutuhkan (Qud) = Wmin x Bbt = x 7.5 = m 3 /jam = m 3 /detik Menurut Abdullah et al. (1998) debit udara pada proses perancangan untuk pembakaran perlu penambahan kelebihan udara sebesar 40% dari total debit udara yang dibutuhkan secara teoritis sehingga Debit udara perancangan (Q) = Qud (1 + 40%) = (1 + 40%) = m 3 /detik Luas lubang cerobong asap (A) = sisi x sisi Sisi = 0.15 m = 0.15 x 0.15 = m 2 Debit gas cerobong (Q) = c x A x [(2 x g x h) x ((Ti-To)/Ti)] 1/2 = 0.7 x x [(2 x 9.81 x 1.5) x (( ) / )] 1/2 = m 3 /detik Kecepatan Udara (v) = Q / A = / = m/detik Dengan perhitungan kecepatan angin sebesar m/detik, maka luas lubang udara sebesar Luas lubang udara (A) = Q / v = / = m m 2 = 70 cm 2 Karena, lubang udara yang dirancang memiliki diameter lubang udara sebesar 2 cm, maka jumlah lubang udara yang dibentuk sebanyak 32 buah, dengan persebaran lubang udara 12 buah di depan alat ruang pembakaran, dan di bagian bawah ruang pembakaran. Lubang udara yang dirancang ini diharapkan agar udara yang masuk melewati lubang udara ini dapat maksimal untuk membantu proses pembakaran. e. Sistem pindah panas Pada rancangan alat incinerator sistem pindah panas yang dirancang menggunakan sistem konduksi dan konveksi. Sistem konduksi dilakukan dengan proses energi panas dari ruang bakar akan mengalir melalui sekat pemisah antara ruang bakar dengan ruang pipa, sedangkan pada sistem konveksi terjadi antara sekat dengan pipa air yang dipanaskan. Pada rancangan sistem pindah panas kali ini, dilakukan untuk debit air sebesar 5 liter/menit sampai dengan 5.4 liter/menit, dan kecepatan air sebesar m/detik. Diameter pipa yang dirancang sebesar 2 cm, dengan suhu pembakaran pipa sebesar 100⁰C dan air hasil pemanasan sebesar 40⁰C sampai dengan 60⁰C. Sistem pindah panas yang akan dihitung adalah suhu 25

41 26 rata-rata, bilangan reynold, nilai stanton, dan panjang pipa. Berikut hasil perhitungan rancang yang dilakukan rata-rata pipa air dengan sekat pemisah rata-rata (Tf) = [(T + ((Ti + To)/2)) / 2] = [(404 + (( )/2)) / 2] = 367 K Bilangan Reynold Melalui suhu rata-rata tersebut dapat diketahui nilai v = 3.19 x 10-7 m 2 /detik dan Pr = 1.91, sehingga bilangan Reynold dapat diketahui Bilangan Reynold (Red) =(D x v ) /v = ( 0.02 x ) /3.19 x10-7 = 1.64 x 10 4 > 10 4 aliran turbulen Nilai Stanton Bilangan Stanton (St) = x Red -0.2 x Pr -2/3 = x (1.64 x 10 4 ) -0.2 x (1.91) -2/3 = Panjang Pipa Panjang pipa pemanas air (L) = ln ((Ti-T )/(To-T )) x (D / St x 4) = ln(( )/( )) x (0.02 / x4) = m 4 m Dalam hal peningkatan pemanfaatan energi panas dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan merubah diameter pipa atau merubah panjang pipa. Dari hasil perancangan dihasilkan ukuran pipa pemanas air dengan diameter sebesar 2 cm, dan panjang pipa sebesar 4 m, meskipun panjang pipa yang dihasilkan sama akan tetapi dengan penambahan diameter pipa diharapkan dapat menyerap panas maksimal dari energi panas yang dihasilkan dari proses pembakaran. Pipa pemanas air ini diletakkan di sebelah ruang bakar dengan adanya sekat pemisah untuk memisahkan antara ruang pembakaran dengan pipa, selain itu sekat ini juga dapat membantu untuk mengurangi suhu yang terlalu panas dari ruang bakar terhadap pipa pemanas air. f. Ruang pengendapan zat padat asap. Ruang pengendap zat padat asap yang dirancang memiliki ukuran 50 cm x 10 cm x 60 cm. Pembuatan ruang pengendap zat padat tersebut ditujukan agar dapat memanfaatkan energi panas dari ruang bakar berupa asap dapat maksimal. Energi panas tersebut akan dimanfaatkan untuk membuat arang dari batok kelapa, selain itu dengan adanya batok kelapa juga dapat membantu proses penyaringan partikel-partikel zat buang yang terbawa oleh asap, sehingga pada nantinya asap yang dibuang ke lingkungan udara luar bersih dari partikel-partikel zat terbang tersebut. Uji Unjuk Kerja Alat Pembakar Sampah (Incinerator) Uji kinerja incinerator yang telah dirancang tersebut menggunakan parameter kerja yang meliputi tingkat suhu pembakaran, penyebaran suhu, laju

42 pembakaran, kualitas asap hasil pembakaran, suhu air hasil pemanasan, pemanfaatan energi panas dari asap hasil pembakaran dan safety factor. a. Pembakaran pembakaran yang dihasilkan oleh incinerator terdapat pada ruang bakar incinerator tersebut. pembakaran ini merupakan parameter yang menunjukkan keberhasilan incinerator dalam menjalankan proses pembakaran bahan bakar yaitu sampah dengan waktu yang secepat mungkin. Pengukuran suhu pembakaran dilakukan di ruang bakar pada dua daerah yaitu daerah bawah dan atas ruang bakar. b. Penyebaran Hasil pengukuran penyebaran suhu yang terdapat pada alat incinerator akan menjadi parameter pemerataan suhu pembakaran alat incinerator tesebut. Pengukuran penyebaran suhu dilakukan di beberapa tempat yaitu ruang bakar, ruang pengumpan (hopper), ruang abu, ruang pengendapan zat padat, cerobong asap,dan ruang pipa pemanas air. c. Laju pembakaran Parameter laju pembakaran sampah yang dilakukan dapat dihitung dengan mengetahui banyaknya komposisi sampah yang terbakar dan waktu pembakaran yang dibutuhkan untuk membakar bahan bakar tersebut. laju pembakaran dapat diketahui dengan persamaan berikut Laju pembakaran = (kg/jam) = m/t (kg/jam) d. Kualitas asap hasil pembakaran Kualitas asap hasil pembakaran dikatakan minimum apabila proses pembakaran yang dilakukan sempurna. Meskipun ada asap yang dihasilkan namun asap tersebut diusahakan agar tidak memiliki dampak negatif yang terlalu besar untuk lingkungan sekitar. Untuk mengetahui kualitas asap hasil pembakaran maka parameter yang akan dilihat adalah warna asap, bau asap, dan partikel-partikel yang terbawa oleh asap. e. air hasil pemanasan air hasil pemanasan diukur untuk mengetahui seberapa besar pemanfaatan energi panas yang digunakan untuk memanaskan air, untuk mengetahui hal tersebut maka parameter yang dikukur adalah suhu air masuk, suhu air hasil pemanasan, dan suhu pada pipa pemanas air. f. Pemanfaatan energi panas dari asap hasil pembakaran Pemanfaatan energi panas dari asap hasil pembakaran digunakan untuk proses pengarangan yang terdapat pada ruang pengendap zat padat, untuk mengetahui seberapa besar energi panas yang dapat termanfaatkan untuk proses pengarangan tersebut, dapat dilihat dari hasil batok kelapa yang mampu terarangkan dan yang tidak dapat terarangkan, serta suhu yang terdapat pada ruang pengendap zat padat 27

43 28 tersebut juga dapat dijadikan sebagai parameter, karena dalam proses pengarangan suhu yang dibutuhkan sebesar 300⁰C sampai dengan 400⁰C, apabila suhu yang terdapat di ruang pengendap zat padat tersebut kurang mencapai suhu tersebut, maka pemanfaatan energi panas untuk proses pengarangan belum maksimal. g. Safety factor Parameter safety factor merupakan salah satu hal yang penting dalam alat incinerator. Safety factor ini menandakan tingkat keamanan operator dalam menggunakan alat incinerator. Parameter yang akan diukur adalah suhu yang terdapat pada jarak terdekat dari alat incinerator tersebut, dengan diketahuinya suhu tersebut maka akan dapat menilai apakah operator akan merasa aman atau tidak dalam menggunakan alat incinerator tersebut. Pengujian alat incinerator dilakukan, dengan melakukan pengujian. Pengujian alat yang dilakukan sebanyak 9 kali, yang mana penelitian pendahuluan dilakukan sebanyak 5 kali, dan penelitian inti sebanyak 4 kali. Pengambilan data menggunakan alat pengukur suhu (termokopel) di 10 titik, yaitu di ruang pengumpan (hopper), ruang pembakaran di bagian atas, dan di bagian bawah, ruang abu, pipa pemanas air, sekat pemisah ruang pipadengan ruang pembakaran, ruang pengendapan zat padat, cerobong asap, dinding ruang bakar, dan lingkungan. Pada ruang pembakaran diambil dua titik di atas dan di bawah, ini dilakukan utnuk mengetahui pemerataan proses pembakaran yang terjadi pada ruang pembakaran. Berikut tabel titik pengambilan data yang dilakukan dengan metoda pengambilan data, yaitu Tabel 3.3 Titik pengambilan data No. Bagian Jumlah Titik Pengukuran 1 Ruang Pengumpan (Hopper) 1 2 Ruang Bakar 2 3 Ruang Abu 1 4 Sekat Pemisah ruang Bakar dan Ruang 1 Pipa 5 Pipa Pemanas Air 1 6 Ruang Pengendapan Zat Padat Asap 1 7 Cerobong Asap 1 8 Dinding Ruang Pembakaran 1 9 Air Masuk 1 10 Air Keluar 1 11 Lingkungan 1

44 cm Gambar 3.2 Titik pengukuran Prosedur pengujian incinerator adalah sebagai berikut : 1. Memasang alat ukur suhu pada incenerator 2. Menimbang sampah kering yang telah disiapkan untuk dibakar 3. Mengukur kadar air basis basah sampel sampah kering yang akan dimasukkan ke dalam alat pembakar sampah dan batok kelapa yang akan di arangkan 4. Memasukkan sampah ke dalam alat pembakar sampah sebagai pembakaran awal pada ruang pembakaran. 5. Memasukkan batok kelapa ke dalam ruang pengendapan zat padat asap 6. Mulai membakar sampah dengan menggunakan korek. a. Pada percobaan I dan II setelah api menyala pada pagian bawah kemudian menutup pintu alat pembakar sampah b. Pada percobaan III dan IV setelah api menyala kemudian ditunggu hingga api merata hingga ada jilatan api keluar pintu, kemudian menutup pintu pemasukan. 7. Kemudian mulai menyalakan recorder. 8. Apabila pada ruang pembakaran sampah yang dijadikan pembakaran awal mulai habis, kemudian dimasukkan sampah berikutnya untuk proses pembakaran berkelanjutan. 9. Tunggu hingga api pada ruang pembakaran mati kemudian, kemudian lihat suhu pada ruang pengendapan zat padat apabila sudah dibawah 70⁰C, maka pintu pengeluaran abu sudah dapat dibuka.

45 30 HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL PERANCANGAN Hasil perancangan incinerator yang dibuat merupakan hasil modifikasi dari incinerator sebelumnya. Incinerator yang digunakan untuk proses modifikasi merupakan incinerator tipe batch rancangan Pradipta (2011). Proses modifikasi yang dilakukan terletak di beberapa bagian yaitu pada lubang udara, cerobong asap, sistem pindah panas, dan ruang pengendap zat padat serta adanya beberapa bagian tambahan yang digunakan untuk memberikan tambahan fungsi dari incinerator yang dirancang tersebut. (i) (ii) Gambar 4.1 Rancangan incinerator awal (i), dan modifikasi (ii) Tabel 4.1 menyajikan perbandingan rancangan antara incinerator Pradipta (2011) dengan incinerator yang telah dimodifikasi.dari perbandingan rancang bangun antara incinerator awal dengan incinerator hasil modifikasi, keduanya memiliki spesifikasi yang berbeda satu sama lain. Untuk membahas lebih lanjut perbedaan spesifikasi dari kedua alat tersebut, maka akan dibahas tiap-tiap bagian dari alat tersebut.

46 31 Tabel 4.1 Perbandingan rancangan hasil modifikasi dengan rancangan awal No. Sistem Kerja Nama Bagian Incinerator Awal (Pradipta,2011) Incinerator Modifikasi 1. Sistem Pengumpanan (loading) 2. Sistem Pembakaran 3. Sistem Pembuangan (unloading) Keterse diaan Pintu masuk Ada Atas Ruang Bakar Ruang Pengumpan (Hopper) Ruang Bakar Ada Bagian Utama Pintu Keluaran Ada Depan Ruang Bakar Ruang Abu Posisi Ukuran Ketersediaan Posisi Ukuran 70 x 70 x 0.2 cm Ada Atas Ruang Bakar Tidak Ada 70 x 70 x 60 cm 30 x 15 x 0.1 cm Ada Bagian Utama Ada Bawah Ruang Bakar 38 x 38 x 15 cm (2 buah) 50 x 50 x 60 cm 50 x 50 x 7 cm 4. Sistem Reduksi Energi Panas 5. Sistem Pindah Panas 6. Sistem Pemanfaatan Panas 7. Sistem Pembuangan Asap 8. Sistem Pemasukkan Udara Sekat Pemisah Ruang Bakar dengan Ruang Pipa Air Pipa Air Pemanas Ruang Pengendap Zat Padat Tidak Ada Ada Ada - - Ada Kanan Ruang Bakar Melewati ruang asap dan melingkar mengelilingi ruang pembakaran Belakang Ruang Bakar Cerobong Asap Ada Atas Ruang Pengendap Zat Padat Lubang Udara Ada Samping Kiri (6buah), Samping Kanan (6buah), Depan (4buah), dan Bawah (9buah) Diameter : 1.27 cm Panjang : 400 c m 70 x 20 x 70 cm Diameter : 15 cm Tinggi : 180 cm Diameter : 2 cm Jumlah : 21 buah Ada Ada Ada Ada Kanan Sekat Pemisah Belakang Ruang Bakar Bawah Belakang Ruang Pengendap Zat Padat Bawah (12buah), Depan (20buah) 50 x 60 x 0.1 cm Diameter : 2cm Panjang : 400 cm 55 x 10 x 60 cm 15 x 15 x 150 cm Diameter : 2 cm Jumlah : 32 buah

47 32 Ruang Bakar Hasil rancangan incinerator yang dilakukan memiliki kapasitas ruang pembakaran lebih kecil dibandingkan dengan alat incinerator sebelumnya dimana ukuran awalnya sebesar 70 x 70 x 60 cm. Ukuran ruang pembakaran yang dibuat adalah 50 x 50 x 60 cm dengan kapasitas m 3. Ruang pembakaran yang kecil ini dirancang agar proses pembakaran akan terlaksana dengan cepat. Dinding ruang bakar terbuat dari plat essier dengan ketebalan 2 mm. Rancangan incinerator awal dilengkapi dengan kasa pembakaran yang digunakan untuk membantu proses pembakaran awal. Pada incinerator hasil modifikasi, tidak digunakan kasa pembakaran karena pembakaran awal dilakukan melalui ruang abu, dimana api pembakarannya akan masuk ke dalam ruang pembakaran lewat saringan antara ruang abu dengan ruang bakar, sedangkan penambahan saringan sampah, dimaksudkan agar pada saat proses pembakaran apabila sampah tersebut berubah menjadi abu maka abu tersebut dapat jatuh ke ruang abu yang terletak di bawah ruang bakar tanpa menggangu proses pembakaran yang sedang berlangsung. Selain itu, saringan sampah ini juga digunakan untuk menahan sampah yang belum terbakar secara sempurna agar tidak terjatuh ke dalam ruang abu. Saringan sampah yang digunakan memiliki ketebalan dengan ukuran 1 mm. (i) (ii) Gambar 4.2. Ruang pembakaran incinerator awal (i) dan modifikasi (ii) Ruang Pengumpan (Hopper) Pada proses pemasukan bahan bakar berupa sampah, incinerator hasil modifikasi dilengkapi dengan sistem ruang hopper, sedangkan pada hasil rancangan incinerator awal hanya menggunakan pintu masukan yang kurang aman bagi operator pada saat proses pemasukkan sampah ketika terjadi proses pembakaran. Ruang hopper yang dirancang ini terletak pada bagian atas ruang pembakaran dan dilengkapi dengan sekat pembatas antara ruang hopper dengan ruang pembakaran. Fungsi hopper ini dimaksudkan untuk memasukkan sampah ke dalam ruang pembakaran. Terdapat sekat pembatas antara ruang hopper dan ruang pembakaran yang dapat dibuka ketika memasukan sampah. Sekat pembatas yang terdapat pada ruang hopper digunakan juga untuk mengurangi suhu yang berlebihan pada ruang hopper agar tidak terjadi proses pirolisis di ruang hopper tersebut, dengan adanya sekat pembatas suhu yang terdapat pada ruang hopper turun sebesar 75 %. Ruang hopper yang dirancang memiliki ukuran 38 x 38 x 15

48 cm, ruang ini dibuat dengan jumlah ruang 2 buah yang mana ruang utama sebagai tempat sampah loading, sedangkan ruang berikutnya sebagai tempat penyaluran sampah, ruang penyaluran ini memiliki sudut (angle of repose) sebesar 45⁰, dimana sudut ini merupakan sudut optimal sampah agar terjatuh ke dalam ruang pembakaran. 33 Gambar 4.3. Ruang pengumpan sampah (hopper) incinerator Gambar 4.4. Sekat pemisah ruang pengumpan sampah (hopper) incinerator Ruang Abu Ruang abu merupakan tempat pembuangan hasil pembakaran pada incinerator modifikasi. Pada rancangan incinerator sebelumnya, abu hasil pembakaran diambil secara langsung (manual) dari ruang bakar proses pembakaran. Hal ini kurang aman bagi operator oleh karena itu, perlu penambahan ruang abu yang dapat membantu operator untuk membuang hasil abu pembakaran. Di dalam ruang abu tersebut terdapat tempat abu yang dijadikan sebagai tempat buang abu yang dapat dikeluarkan setiap saat apabila ruang abu tersebut telah penuh dengan abu tanpa menunggu proses pembakaran berakhir seperti pada rancangan sebelumnya. Ruang abu yang digunakan sebagai tempat mengumpulnya abu hasil pembakaran yang terjadi di ruang pembakaran tersebut dapat dijadikan sebagai tempat pembakaran awal incinerator dan sebagai pengumpan sistem pembakaran selanjutnya. Ruang abu ini menggunakan plat essier dengan ketebalan 5 mm. Hal ini dirancang karena suhu yang terjadi pada proses pembakaran tergolong tinggi sebesar 300⁰C. Tempat abu berupa piringan

49 34 kotak dengan gagang yang memudahkan pengeluaran dan pemasukan piringan yang membawa abu tersebut. Ukuran piringan tersebut 50 x 50 x 6 cm. Ruang Abu Gambar 4.5. Ruang abu incinerator Gambar 4.6. Tempat penampungan abu incinerator Ruang Pengendap Zat Padat Incinerator ini dilengkapi dengan ruang pengendapan zat padat. Ruang pengendapan zat padat ini berisi batok kelapa, yang mana asap hasil pembakaran yang terjadi di dalam ruang pembakaran membawa energi panas yang dapat dimanfaatkan untuk merubah batok kelapa menjadi arang batok kelapa (proses pengarangan). Energi panas yang dimanfaatkan ini memiliki suhu yang cukup tinggi sekitar 300⁰C sampai dengan 400⁰C sehingga mampu melakukan proses pengarangan tersebut. Selain itu batok kelapa ini dapat dijadikan juga sebagai cyclone atau penyaring asap yang membawa partikel-partikel zat terbang yang dapat membuat pencemaran udara di lingkungan, sehingga asap yang dikeluarkan pada nantinya tidak akan membawa partikel-partikel zat yang membahayakan lingkungan udara. Ukuran ruang pengendap zat padat ini dimodifikasi dari ukuran ruang pengendap zat padat sebelumnya, dimana ukurannya dibuat lebih kecil. Perubahan ukuran ini karena rancangan ruang pengendap zat padat sebelumnya terlalu luas, sehingga proses pengarangan belum terlaksana secara keseluruhan, dan masih ada yang belum terarangkan dengan pengecilan ruang pengendap zat padat ini, proses pengarangan yang terjadi di dalam ruang pengendap zat padat tersebut dapat berlangsung dengan cepat dan merata secara keseluruhan. Ukuran

50 ruang pengendap zat padat yang dirancang 55 x 10 x 60 cm, ruang pengendap zat padat ini juga memiliki pintu masukan yang terdapat di atas untuk memasukkan batok kelapa. Pintu keluaran yang terletak di bawah akan mengeluarkan arang batok kelapa hasil proses pengarangan yang terjadi di ruang pengendap zat padat tersebut. 35 (i) (ii) Gambar 4.7. Ruang pengendap zat padat incinerator awal (i) dan modifikasi (ii) Cerobong Asap Selain ruang pengendap zat padat, terdapat cerobong asap. Cerobong asap ini berfungsi untuk membuang asap hasil pembakaran yang terjadi pada ruang pembakaran. Asap yang dibuang melalui cerobong asap ini juga telah mengalami penyaringan yang terjadi di dalam ruang pengendap zat padat dimana asap yang membawa partikel-partikel zat terbang yang berbahaya akan tersaring partikelnya oleh batok kelapa. Konstruksi cerobong asap yang dirancang mengalami proses modifikasi pada ukuran dan bentuk nya, yaitu dari bentuk lingkaran diubah ke bentuk persegi. Bentuk cerobong asap yang dirancang berupa persegi tersebut memiliki ukuran 15 x 15 x 150 cm, maksud dari perubahan bentuk cerobong asap ini agar asap yang telah melewati ruang pengendap zat padat yang masih membawa partikel-partikel zat terbang dapat terpisah kembali dengan adanya benturan-benturan partikel tersebut secara maksimal pada sisi cerobong asap tersebut. Asap yang dihasilkan kemudian tidak membuat pencemaran lingkungan udara di sekitar dan partikel-partikel yang terbentur dengan sisi cerobong asap tersebut dapat jatuh kembali ke dalam ruang pengendap zat padat. Terdapat modifikasi dari cerobong asap dimana posisi cerobong asap yang sebelumnya terletak di atas. Pada posisi ini parikel-partikel zat terbang tidak sepenuhnya tersaring pada batok kelapa yang ada di ruang pengendap zat padat tersebut. Oleh karena itu, posisi cerobong asap dibuat mulai dari bawah ruang pengendap zat padat menuju ke atas. Ini dimaksudkan agar asap yang membawa partikel-partikel zat terbang melewati batok kelapa tersaring dahulu secara maksimal sebelum dibuang melalui cerobong asap.

51 36 (i) (ii) Gambar 4.8. Cerobong asap incinerator awal (i) dan modifikasi (ii) Sistem Pemanas Air (Pipa Pemanas Air) Incinerator ini dilengkapi dengan pipa pemanas air yang digunakan untuk memanaskan air agar dapat digunakan untuk keperluan perkantoran. Pemanasan air yang terjadi pada pipa pemanas air ini memanfaatkan energi panas yang berasal dari proses pembakaran pada ruang bakar. Pada rancangan modifikasi ini dilakukan perubahan dimana adanya sekat antara pipa pemanas air dengan ruang bakar. Ini bertujuan agar pipa pemanas air yang digunakan tidak cepat rusak akibat korosi hasil dari efek pembakaran yang terjadi pada ruang bakar dengan suhu pembakaran yang tinggi yaitu 400⁰C sampai dengan 700⁰C, hal ini juga dipengaruhi oleh kadar oksigen semakin tinggi pada proses pembakaran maka reaksi oksidasi akan mudah terjadi sehingga akan mempengaruhi laju reaksi korosi yang akan semakin cepat. Sekat yang digunakan memiliki ketebalan 1mm, dimana dengan ketebalan sekat tersebut suhu tinggi yang terdapat pada ruang bakar mampu direduksi 50 % sehingga dihasilkan suhu yang optimal untuk pemanasan air. Pipa air yang digunakan mengalami proses modifikasi pada bagian diameter pipanya dimana pada rancangan sebelumnya pipa yang digunakan memiliki diameter 1.27 cm. Pada modifikasi ini, perubahan diameternya menjadi 2 cm, dengan panjang pipa yang tetap 4 m. Perubahan diameter pada pipa pemanas air ini dilakukan karena pada rancangan sebelumnya air yang dipanaskan melalui pipa pemanas air hanya mencapai suhu 40⁰C dan energi panas yang dimanfaatkan hanya sebesar 9.97 kj sampai dengan kj. Dengan perubahan diameter pipa pemanas air, suhu air yang dipanaskan meningkat menjadi 40⁰C sampai dengan 62⁰C dan peningkatan pemanfaatan energi panas sebesar 42 kj sampai dengan 134,4 kj. Dengan adanya modifikasi dari diameter dan panjang pipa pipa pemanas air maka terjadi peningkatan suhu dan energi panas yang dimanfaatkan untuk memanaskan air. Pada gambar di bawah ini pipa pemanas air sebelum modifikasi mempunyai posisi melewati ruang asap dan melingkar mengelilingi ruang pembakaran. Sedangkan setelah dilakukan proses modifikasi, pipa pemanas air diletakkan di bagian sebelah ruang bakar dengan penambahan sekat pemisah antara ruang bakar dengan pipa pemanas air.

52 37 (i) (ii) Gambar 4.9. Pipa pemanas air incinerator awal (i) dan modifikasi (ii) Gambar Sekat dinding dalam incinerator modifikasi Lubang Udara Pada bagian ruang bakar dan ruang abu terdapat juga lubang udara. Lubang udara ini berfungsi untuk memasukkan udara yang mengandung oksigen semaksimal mungkin untuk membantu proses pembakaran yang terjadi pada ruang pembakaran. Lubang udara yang dibuat dimodifikasi dari sisi jumlah lubang udara tersebut dimana pada sebelumnya jumlah lubang udara yang dibuat hanya 21 buah dan diubah jumlahnya menjadi 32 buah. Diameter dari lubang udara tidak mengalami perubahan, dengan ukuran sebesar 2 cm. Perubahan jumlah lubang udara ini karena jumlah masukan udara ke dalam incinerator kurang optimal, sehingga dengan penambahan lubang udara dapat membuat masukkan udara ke dalam incinerator lebih optimal. Selain itu, letak lubang udara menjadi bagian yang terpenting dimana, dengan penempatan lubang udara yang tepat yang berarti lubang udara tersebut dapat mengoptimalkan kebutuhan udara yang masuk ke dalam ruang pembakaran untuk proses pembakaran. Penempatan lubang udara pada incinerator hasil modifikasi terlihat pada gambar 4.11 yang mana lubang udara tersebut terletak di sekitar daerah ruang bakar dan ruang abu, agar udara yang ditangkap dapat optimal untuk membantu proses pembakaran yang berlangsung di ruang bakar tersebut.

53 38 Lubang Udara (i) (ii) Gambar Lubang udara incinerator awal (i) dan modifikasi (ii) HASIL UJI KINERJA ALAT Incinerator hasil rancangan modifikasi yang dibuat merupakan hasil penyelesaian dari berbagai macam kekurangan yang terdapat pada rancangan incinerator sebelumnya. Beberapa kekurangan yang terdapat pada incinerator sebelumnya yaitu sistem pindah panas yang belum optimum pada pipa pemanas air, perancangan tutup untuk proses pemasukan dan proses pembuangan abu dari ruang hasil pembakaran tidak benar-benar rata, pemanfaatan energi di ruang pengendap zat padat asap yang belum maksimal, dan penempatan lubang udara yang kurang tepat. Hasil penyelesaian tersebut kemudian akan dibandingkan dengan hasil yang sebelumnya agar dapat diketahui apakah hasil dari proses modifikasi yang telah dilakukan dapat menyelesaikan permasalahan pada incinerator sebelumnya atau tidak. Tabel 5.1 menyajikan perbandingan kinerja antara incinerator awal dengan incinerator hasil modifikasi yang telah dilakukan. Berdasarkan data pada tabel 5.1, dapat dilihat beberapa perubahan kinerja dibandingkan dengan incinerator awal. Kapasitas yang terdapat pada incinerator modifikasi dibuat lebih kecil dengan volume pembakaran sebesar m 3, dibandingkan dengan incinerator sebelumnya dengan volume pembakaran sebesar m 3, dimana dalam pembuatan incinerator tersebut disesuaikan dengan jenis sampah yang digunakan. Sampah yang digunakan tersebut berasal dari sampah perkantoran yang memiliki volume pembuangan lebih sedikit dibandingkan dengan sampah rumah tangga yang digunakan pada incinerator awal. Selain itu, pengecilan kapasitas incinerator tersebut dilakukan agar pada proses pembakaran sampah tersebut lebih cepat dibandingkan dengan sebelumnya. Waktu pembakaran pada incinerator modifikasi lebih cepat dibandingkan dengan incinerator sebelumnya. Ini karena kandungan kadar air yang dimiliki oleh sampah yang digunakan lebih sedikit, sehingga energi panas yang digunakan untuk menguapkan kandungan air pada sampah tersebut tidak terlalu lama, sehingga lebih terarah pada proses pembakaran sampah sampai habis.

54 39 Tabel 5.1 Perbandingan kinerja incinerator awal dengan incinerator modifikasi No. Parameter Pengujian Incinerator Awal (Rancangan Pradipta,2011) Incinerator Modifikasi 1. Kapasitas Alat 10.5 kg 18.3 kg 10 kg 12.5 kg 2. Kadar Air Sampah % % 12.4 % 15.3 % No. Parameter Pengujian Incinerator Awal (Rancangan Galih,2011) Incinerator Modifikasi 3. Waktu Pembakaran 95 menit 285 menit 130 menit 190 menit 4. Laju Pembakaran 2.81 kg/jam 6.82 kg/jam 3.16 kg/jam 5.78 kg/jam 5. Energi Pemanas Air 9.97 kj kj 42 kj kj 6. Jumlah Arang 200 gram -500 gram 200 gram 500 gram 7. Debit Air 3 lt/menit 5 liter/menit 8. Kecepatan Air m/detik m/detik 9. Kecepatan Udara m/detik m/detik 10. Warna Asap Putih Tak Berwarna Putih Tak Berwarna 11. Bau Asap Asap Asap 12. Zat Terbang Padat Asap 13. : Tidak Ada Tidak Ada Ruang Bakar Atas 413⁰C - 672⁰C 294.6⁰C 453.7⁰C Ruang Bakar Bawah 472⁰C 748⁰C 322.5⁰C 689.6⁰C Dinding 123⁰C 242⁰C 136.8⁰C 284.5⁰C Cerobong Pipa 210⁰C 317⁰C 133.5⁰C 326.1⁰C Pipa Pemanas Air 130⁰C 140⁰C 65⁰C 155.5⁰C Air Masuk 27⁰C 32⁰C 28⁰C 32⁰C Air Keluar 42⁰C 47⁰C 40⁰C 62⁰C Perubahan Air 14⁰C 18⁰C 10⁰C 32⁰C Ruang Pengendap Zat Padat 317 ⁰C 405⁰C 152.7⁰C 432.4⁰C 14. Jenis Sampah 60 % - 70 % Plastik, 70 % Kertas 42 % - 96 % Kertas, 50 % - 55 % Plastik, 41 % Daun Kering Laju pembakaran yang terdapat pada incinerator awal lebih tinggi dibandingkan incinerator modifikasi. Ini karena jenis sampah yang digunakan sama, yaitu kertas, plastik, dan daun kering serta ranting kering, akan tetapi komposisi jumlah tiap jenis sampah berbeda pada poses pengujiannya satu sama lainnya. Selain itu, waktu proses pembakaran serta kadar air sampah juga mempengaruhi laju pembakaran, yang berarti apabila sampah yang digunakan memiliki kadar air tinggi maka waktu pembakaran lama, sedangkan apabila kadar air pada sampah yang digunakan rendah maka waktu yang digunakan pembakaran singkat. Energi panas yang digunakan untuk memanaskan air pada incinerator modifikasi lebih tinggi dibandingkan dengan incinerator sebelumnya. Ini dapat

55 40 dibuktikan dengan perancangan sistem pindah panas alat incinerator sebelumnya hanya mampu dapat menaikkan suhu air dari 25⁰C menjadi 40⁰C, sedangkan pada hasil modifikasi yang dilakukan menyebabkan peningkatan perubahan air yang dipanaskan dari suhu 28⁰C menjadi 60⁰C. Parameter yang mempengaruhi perbedaan perubahan suhu air dingin ke air panas pada incinerator awal dan modifikasi ini adalah konstruksi dari pipa pemanas air. Pada incinerator awal, konstruksi pipa pemanas air memiliki diameter lebih kecil dengan ukuran sebesar 1.27 cm, dan panjang pipa sebesar 400 cm. Dibandingkan dengan hasil modifikasi dengan diameter pipa pemanas air menjadi 2 cm, dan ukuran panjang pipa pemanas sebesar 400 cm. Ini menyebabkan aliran air yang masuk ke dalam pipa pemanas tersebut menjadi cepat, dan debit yang dihasilkan menjadi lebih kecil sehingga menyebabkan air yang mengalir tersebut tidak dapat memanfaatkan energi panas yang diberikan secara sepenuhnya. Pada konstruksi incinerator hasil modifikasi diameter pipa pemanas air dibuat lebih besar. Diameter pipa yang lebih besar ini menyebabkan kecepatan aliran air menjadi lebih lambat sehingga debit aliran air yang dihasilkan lebih besar. Dengan kecepatan aliran air yang lebih lambat ini menyebabkan aliran air yang masuk melewati pipa pemanas air dapat memanfaatkan energi panas secara maksimal. Ini berarti dengan semakin luas penampang pipa pemanas air menyebabkan energi panas yang terserap oleh pipa pemanas air semakin besar. Incinerator hasil modifikasi yang dirancang juga diberikan penambahan sekat antara ruang bakar dan pipa pemanas, yang bertujuan untuk menghindari pemanasan berlebihan secara langsung antara ruang bakar dengan pipa yang dapat menyebabkan korosi. Korosi terjadi karena kadar oksigen semakin tinggi pada proses pembakaran sehingga menyebabkan reaksi oksidasi akan mudah terjadi yang menyebabkan laju reaksi korosi yang akan semakin cepat. Korosi ini membuat pipa menjadi rusak, akibat dari proses oksidasi tersebut menghasilkan zat berupa lignin (100⁰C), selulosa ( ⁰C), dan hemiselulosa ( ⁰C). Oleh karena itu, sekat ini sangat membantu untuk menghindari proses korosi tersebut, dan dapat membantu menurunkan suhu yang optimal supaya dapat diterima oleh pipa pemanas air. Peningkatan suhu air diharapkan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang lainnya seperti mandi, cuci, proses pasteurisasi,sterilisasi dan lain-lain. Rancangan ruang pengendapan zat padat dengan ukuran ruang yang diperkecil dapat meningkatkan suhu panas yang terdapat di ruangan tersebut, suhu yang terjadi di dalam ruang pengendap zat padat antara 300⁰C sampai dengan suhu 400⁰C. Ini menyebabkan proses pengarangan berlangsung secara tepat. Selain itu, dengan memperkecil ruang tersebut, didapatkan hasil yang maksimal dari proses pengarangan dimana arang yang dihasilkan antara 200 gram sampai dengan 500 gram. setelah memanfaatkan energi panas dari asap yang mengalir, asap tersebut kemudian akan dibuang melalui cerobong asap. Hasil pembuangan asap antara cerobong asap alat incinerator awal dengan alat incinerator hasil modifikasi ini juga tidak memilik perbedaan, dimana hasil asap tersebut memiliki warna putih tak berwarna, bau asap, dan tidak adanya zat terbang padat asap. Ini diakibatkan penanganan asap berupa sistem penyaringan cukup berhasil. Sistem penyaringan yang dilakukan menggunakan sistem cyclone, yaitu sistem yang mampu memisahkan antara asap dengan zat terbang dengan prinsip perbedaan berat jenis. Pemisahan antara asap dengan zat terbang ini terjadi dengan bantuan benturan-benturan yang terjadi di dalam cerobong asap persegi

56 ini. Dengan proses benturan ini, zat terbang tersebut akan jatuh ke dalam ruang pengendap zat padat. Bagian loading sampah dan unloading hasil pembakaran sampah sudah lebih baik, dimana pada proses loading sampah digunakan sistem hopper atau pengumpan. Dengan sistem pengumpan tersebut sampah yang dimasukkan dapat dilakukan secara terus menerus tanpa mengganggu proses pembakaran yang terjadi di ruang pembakaran selain itu dengan adanya sekat yang terdapat pada ruang hopper dapat mencegah terjadinya efek pirolisis pada ruang hopper tersebut. Sedangkan pada proses unloading hasil pembakaran sampah, ruang abu yang digunakan dipisahkan dengan saringan antara ruang bakar dengan ruang abu, yang mana fungsi dari saringan ini agar dapat mampu memisahkan sampah yang mengalami proses pembakaran dan abu hasil pembakaran. Abu hasil pembakaran tersebut akan masuk ke dalam ruang abu, dimana di dalam ruang abu terdapat tempat penampungan abu, yang sewaktu-waktu dapat ditarik keluar untuk mengeluarkan abu tersebut, tanpa mengganggu proses pembakaran yang terjadi di ruang bakar. Proses pembakaran di ruang pembakaran dapat terjadi dengan bantuan udara yang masuk ke dalam ruang pembakaran yang membawa oksigen. pembakaran pada incinerator hasil modifikasi lebih rendah dibandingkan dengan incinerator awal. pembakaran yang dihasilkan incinerator modifikasi diantara 294.6⁰C sampai dengan 689.6⁰C. tersebut belum optimal ini dikarenakan pemberian udara yang dari luar belum sepenuhnya masuk ini diakibatkan kecepatan angin yang berada di lingkungan sekitar berubah-ubah, dimana udara yang masuk memiliki kecepatan sebesar 1 m/detik sampai dengan 2 m/detik, dan penempatan lubang udara yang kurang tepat, meskipun jumlah lubang udara pada incinerator modifiksasi lebih banyak yaitu 32 buah dibandingkan dengan incinerator awal yaitu 21 buah. Ini dapat dibuktikan dengan penyebaran lubang udara yang terdapat pada incinerator modifikasi hanya terletak di bagian sisi depan ruang bakar, dan bagian bawah ruang bakar, sedangkan pada incinerator awal penyebaran lubang udara sangat bervariasi yaitu terletak di bagian sisi samping kanan, sisi samping kiri, sisi depan, dan sisi bawah ruang bakar atau dapat dikatakan bahwa pada incinerator awal pemanfaatan udara nya lebih efektif dibandingkan dengan hasil modifikasi. Selain itu, terlihat dari laju pembakaran juga mempengaruhi suhu pembakaran, yang berarti apabila laju pembakaran semakin tinggi maka suhu pembakaran menjadi lebih besar, Sedangkan apabila laju pembakaran rendah maka suhu pembakaran menjadi lebih rendah. Berikut merupakan hasil dari proses pengujian incinerator modifikasi berdasarkan parameter kapasitas alat, kesempurnaan pembakaran, laju pembakaran, kualitas asap hasil pembakaran, pemanfaatan energi panas untuk memanaskan air dan membuat arang, sisa abu hasil pembakaran, dan safety factor. A. Kapasitas Alat Pembakaran Sampah Kegiatan pengujian kinerja incinerator yang dilakukan sebanyak 9 kali. Pengujian dibagi menjadi dua bagian yaitu pengujian pendahuluan sebanyak 5 kali, dan pengujian inti sebanyak 4 kali. Pengujian pendahuluan dilakukan untuk menentukan kondisi dan metode yang terbaik dalam penggunaan incinerator yang telah dirancang. Dalam pengujian kali ini, bahan bakar yang digunakan adalah 41

57 42 sampah jenis anorganik yang berasal dari Kampung Babakan, Darmaga, Kabupaten Bogor. Sampah anorganik yang dipakai memiliki komposisi berupa kertas, botol, plastik, dan ranting serta daun kering. Pada proses pengujian kinerja alat, incinerator tersebut sampah yang dijadikan sebagai bahan bakar dilakukan pengisian secara terus menerus. Tabel 5.2. Komposisi, jumlah, jenis, dan kadar air sampah yang digunakan dalam pengujian Percobaan ke- Berat Sampah (kg) Total Kertas Botol dan Plastik Ranting dan Daun Kering Sampah (kg) Persentase Sampah (%) Kadar Air rata-rata (%) Pendahuluan I % kertas 13.9 Pendahuluan II % kertas 13.4 Pendahuluan III % kertas 14.6 Pendahuluan IV % kertas 15.3 Pendahuluan V % plastik 14.8 Inti I % plastik 14.3 Inti II % kertas 14.7 Inti III % kertas 13.6 Inti IV % daun kering Dari tabel pengujian kinerja alat didapatkan bahwa kapasitas dari alat incinerator yang dirancang antara 10 kg sampai dengan 12.5 kg. Kapasitas yang dihasilkan dapat beragam, dikarenakan komposisi dari sampah yang digunakan berbeda-beda antara satu pengujian dengan pengujian yang lainnya. Massa jenis sampah anorganik pada umumnya 100 kg/m 3, dengan ukuran ruang bakar 50 x 50 x 60 cm, didapatkan kapasitas alat incinerator tersebut sebesar 15 kg. Apabila dibandingkan dengan uji coba yang dilakukan, sampah yang terisi tidak penuh diakibatkan pemasukkan bahan bakar yang secara terus menerus, dan adanya pemberian ruang kosong yang terletak di atas ruang bakar untuk mendapatkan udara yang cukup agar dapat membantu proses pembakaran yang terjadi di ruang pembakaran tersebut. 12.4

58 43 Gambar 5.1.Perbandingan berat sampah yang digunakan dalam pengujian Pada penelitian pendahuluan 1 sampai pada penelitian pendahuluan 4, sampah yang digunakan masih menggunakan sampah kertas pada umumnya. Tetapi, jumlah berat sampah kertas yang digunakan berkurang. Penambahan sampah jenis lain berupa sampah botol dan plastik, dan sampah ranting dan daun kering, menyebabkan kadar air yang dimiliki oleh sampah tersebut menjadi berubah dari yang sebelumnya. Pada penelitian pendahuluan 1, jenis sampah yang digunakan masih kering sehingga kadar air nya sebesar 13.9 %. Dengan berkurangnya jenis sampah kertas yang digunakan menyebabkan kadar air meningkat dibandingkan dengan sebelumnya. Ini dapat dibuktikan bahwa kadar air yang terdapat pada penelitian pendahuluan 3 dan pendahuluan 4 lebih tinggi yaitu sebesar 14.6 % dan 15.3 %. Pada penelitian pendahuluan 5 dan penelitian inti 1, sampah yang digunakan di dominasikan oleh sampah botol dan plastik, sehingga kadar air yang dihasilkan pun tinggi juga, namun pada penelitian inti 1 sampah plastik yang digunakan lebih dominan sampah plastik dari jenis pembungkus makanan dan minuman yang digunakan oleh orang, sehingga kadar air nya sedikit berkurang dari penelitian pendahuluan 5. Pada penelitian inti 2 dan penelitian inti 3, kadar air sampah yang digunakan berbeda. Pada penelitian inti 2, kadar airnya sebesar 14.7 %. Sedangkan pada penelitian inti 3 kadar airnya sebesar 13.6 %. Perbedaan ini karena pada penelitian inti 3 lebih didominasikan oleh sampah kertas kembali, sehingga kadar air yang dihasilkan lebih berkurang dari yang sebelumnya. Pada penelitian inti 4 sampah yang digunakan berupa sampah ranting dan daun kering, dimana kadar air yang dikandung sangat rendah yaitu 12.4 %. Dari pengujian kapasitas alat yang dilakukan, didapatkan bahwa massa sampah yang digunakan untuk proses pembakaran pada incinerator dipengaruhi oleh massa jenis dan kadar air dari sampah tersebut. Massa jenis yang dimiliki oleh sampah berbeda satu sama lain. Apabila massa jenis sampah yang dimiliki lebih kecil maka massa sampah tersebut kecil sedangkan apabila massa jenis sampah tersebut besar maka massa sampah yang dimiliki besar pula. Kadar air pun juga mempengaruhi massa sampah yang digunakan. Semakin tingginya kadar

59 44 air maka massa sampah semakin berat. Selain itu dengan meningkatnya kadar air menyebabkan waktu pembakaran sampah yang dilakukan semakin lama. B. Kesempurnaan Pembakaran Kesempurnaan pembakaran pada incinerator berkaitan erat dengan penyebaran suhu yang terdapat pada incinerator tersebut. Apabila penyebaran suhu yang terjadi merata maka hasil yang didapatkan dari proses pembakaran tersebut akan maksimal. Kesempurnaan pembakaran juga menandakan bahan bakar yang habis terbakar secara sempurna. Berikut merupakan data persebaran suhu yang maksimal pada ruang pembakaran dan dinding ruang pembakaran. Tabel 5.3. Nilai tertinggi sebaran suhu ruang pembakaran dan dinding ruang pembakaran Percobaan ke- Maksimal Ruang Bakar Ruang Bakar Atas Dinding Bawah Pendahuluan I Pendahuluan II Pendahuluan III Pendahuluan IV Pendahuluan V Inti I Inti II Inti III Inti IV Dari pengujian incinerator yang dilakukan didapatkan bahwa suhu pembakaran pada ruang bakar antara 294.6⁰C sampai dengan 689.6⁰C. yang paling maksimal didapatkan pada inti 4, dimana bahan bakar yang digunakan lebih dominan dengan ranting dan daun kering. Ranting dan daun kering yang digunakan pun memiliki kadar air yang rendah sehingga energi yang digunakan untuk proses penguapan air sangat rendah, yang menyebabkan proses pembakaran berlangsung dengan suhu yang tinggi. Proses pembakaran yang terjadi tidak terlalu maksimal, dimana suhu pembakaran yang diinginkan tidak tercapai. pada incinerator pada umumnya antara 815⁰C sampai dengan 1095⁰C. pembakaran yang tidak mencapai titik tersebut diakibatkan adanya beberapa faktor, antara lain lubang udara, kadar air, jenis bahan bakar yang digunakan, dan adanya sistem heat exchanger (sistem pindah panas). Lubang udara, merupakan tempat yang digunakan pada ruang pembakaran sebagai tempat masuknya aliran udara yang membawa kandungan oksigen untuk proses pembakaran. yang tidak maksimal pada ruang pembakaran diakibatkan posisi lubang udara yang kurang tepat, sehingga aliran udara yang masuk untuk proses pembakaran pada ruang bakar kurang optimal. Kadar air, dan jenis sampah yang digunakan juga mempengaruhi kesempurnaan pembakaran yang terjadi, dimana apabila kadar air bahan bakar yang tinggi menyebabkan suhu pembakaran berkurang. Sistem heat exchanger (sistem pindah panas) akan memanfaatkan energi panas dari pembakaran di ruang pembakaran tersebut. Sehingga menyebabkan penurunan suhu akibat pemanfaatan energi panas yang ada. yang terdapat pada dinding ruang bakar 136.8⁰C sampai

60 dengan 284.5⁰C, Terjadi penurunan suhu antara ruang bakar dengan dinding ruang bakar ini terjadi akibat adanya aliran udara panas dari ruang bakar menuju dinding ruang pembakaran. 45 C. Laju Pembakaran Laju pembakaran merupakan suatu parameter yang menandakan sejumlah waktu yang dibutuhkan untuk membakar habis secara sempurna bahan bakar. Pada penelitian ini, bahan bakar yang digunakan adalah sampah. Setiap jenis sampah yang dijadikan sebagai bahan bakar memiliki laju pembakaran yang berbeda satu sama lain. Percobaan ke- Tabel 5.4. Data hasil pengujian incinerator Massa Sampah (kg) Persentase Sampah (%) Kadar Air ratarata (%) Waktu Pembakaran (menit) Pendahuluan I % kertas Pendahuluan II % kertas Pendahuluan III % kertas Pendahuluan IV % kertas Pendahuluan V % plastik Inti I % plastik Inti II % kertas Inti III % kertas Inti IV % daun kering Laju Pembakaran (kg/jam) Pada tabel hasil pengujian yang telah dilakukan di atas terlihat bahwa dengan jumlah massa sampah yang sama memiliki laju pembakaran yang berbeda. Dengan jumlah massa sampah sebesar 10 kg, didapatkan bahwa pada pengujian pendahuluan 2 memiliki laju pembakaran sebesar 3.87 kg/jam, kemudian pada pengujian pendahuluan 4 didapatkan laju pembakaran sebesar 3.16 kg/jam, pada pengujian pendahuluan 5 didapatkan laju pembakaran sebesar 3.43 kg/jam, dan pada pengujian inti 1 didapatkan laju pembakaran sebesar 3.16 kg/jam. Dengan massa bahan bakar sebesar 11 kg, didapatkan laju pembakaran pada pengujian inti 2 sebesar 3.47 kg/jam, dan pengujian inti 4 sebesar 3.66 kg.jam. Pada pengujian dengan massa bahan bakar sebesar 12 kg didapatkan laju pembakaran pada pengujian pendahuluan 1 sebesar 5.78 kg/jam, dan pengujian pendahuluan 3 sebesar 4.00 kg/jam.

61 46 Gambar 5.2. Grafik laju pembakaran sampah Perbedaan laju pembakaran yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu antara lain komposisi bahan bakar yang digunakan, kadar air yang dikandung oleh komposisi bahan bakar yang digunakan, dan kebutuhan udara yang digunakan untuk membantu proses pembakaran tersebut. Apabila dilihat dari sisi kebutuhan udara, ini dapat diketahui dari kecepatan angin yang dibutuhkan untuk membantu proses pembakaran yang terjadi di ruang bakar tersebut, yang mana pada pengujian pendahuluan 1 didapatkan kecepatan angin rata-rata sebesar 0.43 m/s, pengujian pendahuluan 2 sebesar 0.81 m/s, pengujian pendahuluan 3 sebesar 0.45 m/s, pengujian pendahuluan 4 sebesar 0.72 m/s, pengujian pendahuluan 5 sebesar 1.15 m/s, pengujian inti 1 sebesar 0.91 m/s, pengujian inti 2 sebesar 0.78 m/s, pengujian inti 3 sebesar 0.69 m/s, dan pengujian inti 4 sebesar 0.65 m/s, adapun faktor-faktor ng membantu dalam proses pembakaran adalah kecepatan angin, komponen sampah, dan kadar air dari sampah yang digunakan. Apabila kadar air pada sampah yang digunakan semakin banyak maka energi panas yang diperlukan untuk menguapkan air yang terkandung dalam sampah tersebut semakin banyak. Sedangkan apabila kadar air sampah nya sedikit maka energi panas yang digunakan untuk menguapkan kadar air tersebut sangat sedikit. Selain itu, apabila dilihat dari tabel dan grafik di atas maka kertas memiliki laju bakar yang tinggi ini diakibatkan kemudahan terbakarnya kertas tersebut, dibandingkan dengan jenis sampah yang lainnya. Sehingga, untuk mengetahui laju pembakaran sampah maka ketiga parameter tersebut yaitu, kadar air, komposisi sampah, dan kecepatan angin sangat penting untuk diketahui. D. Kualitas Asap Hasil Pembakaran Asap hasil pembakaran merupakan salah satu parameter yang penting pada incinerator. Asap yang dihasilkan dari incinerator tersebut tidak boleh mencemari lingkungan udara, sehingga asap tersebut harus memiliki ciri-ciri warna yang baik, bau yang baik, dan kandungan zat terbang yang sangat sedikit.

62 47 Tabel 5.5. dan kualitas asap Percobaan ke- Maksimum Cerobong Warna Asap Bau Asap Zat Terbang Pada Asap Pendahuluan I Putih tak berwarna Sampah sedikit Tidak ada zat terbuang Pendahuluan II Putih tak berwarna Sampah sedikit Tidak ada zat terbuang Pendahuluan III Putih tak berwarna Sampah sedikit Tidak ada zat terbuang Pendahuluan IV Putih tak berwarna Sampah sedikit Tidak ada zat terbuang Pendahuluan V Putih tak berwarna Sampah sedikit Tidak ada zat terbuang Inti I Putih tak berwarna Sampah sedikit Tidak ada zat terbuang Inti II Putih tak berwarna Sampah sedikit Tidak ada zat terbuang Inti III Putih tak berwarna Sampah sedikit Tidak ada zat terbuang Inti IV Putih tak berwarna Sampah sedikit Tidak ada zat terbuang cerobong yang dihasilkan juga tidak terlalu tinggi, yang mana suhu yang dihasilkan antara 133.5⁰C sampai dengan 326.1⁰C, ini diakibatkan adanya penurunan suhu dari ruang pembakaran menuju cerobong melewati ruang pengendap zat padat. Pada ruang pengendap zat padat tersebut energi panas yang terbawa dimanfaatkan untuk proses pengarangan sehingga suhu asap tersebut semakin menurun. Menurunnya suhu asap tersebut, juga dipengaruhi oleh panjang nya lintasan yang dilalui oleh asap tersebut untuk menuju ke luar incinerator, dimana apabila semakin panjang lintasan yang dilalui oleh asap tersebut, maka penurunan suhu pada asap tersebut akan semakin rendah. Panjangnya lintasan aliran asap sebanding dengan penurunan dari suhu asap itu sendiri. Dari tabel pengujian yang dilakukan didapatkan juga bahwa asap yang dihasilkan memiliki warna putih tak berwarna, memiliki bau sampah hasil pembakaran sedikit, dan tidak adanya zat terbang yang terbawa oleh asap tersebut.

63 48 Gambar 5.3. Asap hasil pembakaran Ciri-ciri asap yang tidak menyebabkan pencemaran udara tersebut dapat tercapai apabila dalam hal penanganan asap tersebut juga secara cermat dapat dilakukan. Salah satu nya yaitu mendesain cerobong asap yang sesuai, sehingga dapat membantu mengurangi zat terbang yang terbawa oleh asap hasil pembakaran tersebut. Cerobong asap yang dirancang berbentuk persegi, ini menyebabkan terdapat beberapa bagian yang memiliki bentuk fisik menyudut, bentuk fisik menyudut ini menyebabkan asap yang membawa zat terbang tersebut akan membentur di sisinya, sehingga secara tak langsung dapat membantu juga untuk memisahkan antara asap dengan zat terbang tersebut, yang menyebabkan zat terbang tersebut akan jatuh ke bawah untuk ditampung di dalam ruang pengendapan zat padat. E. Air Hasil Pemanasan Pada proses pembakaran sampah yang dilakukan oleh incinerator, panas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk proses kegiatan lainnya, yaitu pemanasan air. Proses pemanasan air ini dilakukan untuk memanaskan air untuk mendapatkan air panas yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga, kantor, dan lain-lain diantaranya untuk mencuci peralatan-peralatan, kegiatan mandi, dan lain-lain. Pada proses pemanasan air pengujian kali ini, debit aliran air yang digunakan sebesar 5 liter/menit sampai dengan 5.4 liter/menit, yang mana debit aliran air tersebut melewati pipa pemanasa air dengan panjang 4 meter, dan diameter pipa sebesar 2 cm.

64 Tabel 5.6. Nilai tertinggi dari suhu sekat, pipa, suhu air masuk, suhu air hasil pemanasan, dan energi pemanasan air 49 Percobaan ke- Maksimum ΔT Energi (kj) Sekat Pipa Air Masuk Air Keluar Pendahuluan I Pendahuluan II Pendahuluan III Pendahuluan IV Pendahuluan V Inti I Inti II Inti III Inti IV Perubahan suhu air yang dihasilkan ini dipengaruhi oleh energi panas yang dihasilkan dari proses pembakaran yang dilakukan pada ruang pembakaran. Proses pembakaran dengan jenis bahan bakar yang berbeda dapat menghasilkan energi panas yang berbeda, dari tabel pengujian yang telah dilakukan didapatkan suhu air yang telah dipanaskan mencapai suhu antara 40⁰C sampai dengan 62⁰C. Pada pengujian inti 4, memiliki perubahan suhu yang tinggi. Gambar 5.4. Grafik perubahan suhu air maksimum hasil pemanasan Perubahan suhu air yang tinggi pada percobaan inti 4 diakibatkan pada saat pengujian tersebut bahan bakar yang digunakan berupa sampah daun dan ranting-ranting kering yang mana daun dan ranting kering tersebut memiliki kalor jenis yang tinggi dan kadar air yang rendah Ini menyebabkan api yang membakar daun dan ranting kering tersebut tidak memerlukan waktu yang lama untuk menguapkan air dari bahan tersebut, sehingga menghasilkan suhu yang tinggi yang menyebabkan meningkatnya energi panas yang dihasilkan untuk memanaskan air tersebut.

65 50 Gambar 5.5. Grafik energi pemanasan air Pengujian inti 4 dimana pada pengujian tersebut dihasilkan energi panas sebesar kj. Dari hasil pengujian pemanasan air dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemanasan air adalah energi panas yang digunakan, yang mana apabila semakin tinggi energi panas yang dihasilkan maka perubahan suhu air semakin tinggi pula, selain itu untuk menghasilkan energi panas yang tinggi maka diperlukan juga bahan bakar sampah yang memiliki kalor jenis yang tinggi, dan kadar air yang rendah. F. Pemanfaatan Energi Pada Ruang Pengendap Zat Padat Pemanfaatan energi panas hasil pembakaran yang terjadi di ruang bakar tidak hanya digunakan untuk proses pemanasan air, melainkan juga digunakan untuk proses pengarangan yang dilakukan di ruang pengendap zat padat. Pemanfaatan energi panas yang terjadi di ruang pengendap zat padat menggunakan bantuan asap pembawa energi panas hasil dari proses pembakaran di ruang pembakaran, yang kemudian energi panas tersebut akan memanaskan batok kelapa yang terdapat pada ruang pengendap zat padat menjadi arang batok kelapa. Berikut tabel yang menjelaskan nilai suhu yang tertinggi pada ruang pengendap zat padat dan jumlah batok kelapa yang terarangkan. Tabel 5.7. Nilai suhu tertinggi di ruang pengendap zat padat dan jumlah arang yang dihasilkan Percobaan ke- Maksimum Ruang Pengendapan Zat Padat Jumlah Arang yang Dihasilkan (gram) Pendahuluan I Pendahuluan II Pendahuluan III Pendahuluan IV Pendahuluan V Inti I Inti II Inti III Inti IV

66 yang dihasilkan untuk proses pengarangan pada umumnya sebesar 300⁰C sampai dengan 400⁰C. Dari tabel data pengujian yang dilakukan didapatkan suhu yang terdapat pada ruang pengendapan zat padat antara 152.7⁰C sampai dengan 432.4⁰C. yang dihasilkan dari proses pengujian tersebut dapat menghasilkan arang sebesar 200 gram sampai 500 gram. yang dihasilkan tersebut didapatkan secara maksimal dikarenakan pada proses pembakaran yang terjadi di ruang bakar juga sangat tinggi, sehingga menyebabkan asap yang membawa energi panas sangat besar untuk dimanfaatkan pada ruang pengendap zat padat untuk proses pengarangan. 51 Gambar 5.6. Hasil pengarangan batok kelapa Gambar 5.7. Grafik jumlah arang batok kelapa yang dihasilkan Energi panas yang dimanfaatkan pada ruang pengendapan zat padat terjadi secara konveksi dan konduksi. Pemanfaatan energi panas di ruang pengendapan

67 52 zat padat secara konduksi terjadi dengan adanya sekat pemisah antara ruang bakar dengan ruang pengendap zat padat, sehingga energi panas yang digunakan untuk pengarangan akan merambat melalui sekat tersebut untuk mengarangkan batok yang menempel pada sekat. Sedangkan dengan cara konveksi energi panas yang dimanfaatkan untuk proses pengarangan didapatkan dengan bantuan aliran asap yang melalui batok kelapa tersebut. Dari hasil pemanfaatan konduksi dan konveksi pemanfaatan energi panas untuk pengarangan lebih besar terdapat dengan cara konduksi, karena suhu panas yang dihantarkan tidak terlalu jauh dengan suhu pembakaran yang terjadi pada ruang pembakaran, sehingga arang batok kelapa yang dihasilkan akan maksimal. Selain itu faktor jenis sampah yang digunakan juga turut mempengaruhi suhu yang terdapat pada ruang pengendapan zat padat tersebut. Rendemen arang yang dihasilkan dari proses pengarangan, dapat diketahui juga untuk tingkat keberhasilan energi panas untuk menghasilkan arang batok kelapa. Tabel 5.8 Nilai rendemen arang yang dihasilkan Percobaan ke- Berat Bahan (kg) Rendemen (%) Batok kelapa Arang Arang Pendahuluan I Pendahuluan II Pendahuluan III Pendahuluan IV Pendahuluan V Inti I Inti II Inti III Inti IV Gambar 5.8. Grafik hasil rendemen arang Dari hasil pengujian yang telah dilakukan bahwa persentase rendemen arang yang dihasilkan antara 0 % sampai dengan %. Rendemen arang yang dihasilkan, dapat disimpulkan bahwa semakin besar rendemen arang, maka

68 semakin banyak arang yang dihasilkan, sedangkan apabila semakin rendah rendemen arang maka arang yang dihasilkan semakin rendah. Hasil arang tersebut dipengaruhi oleh suhu yang terjadi pada proses pembakaran di ruang bakar, dan pemanfaatan energi panas di ruang pengendapan zat padat, yang mana dengan semakin tingginya suhu maka energi panas yang dihasilkan untuk pembakaran dan untuk pemanfaatan pembuatan arang di ruang pengendapan zat padat akan berjalan dengan baik. G. Sisa Abu Hasil Pembakaran Hasil pembakaran yang terjadi di ruang bakar juga menghasilkan produk samping yaitu berupa abu, Dari hasil pengujian yang dilakukan perhitungan sisa abu yang dihasilkan, guna untuk mengetahui persentase abu yang terbentuk. Tabel 5.9. Persentase sisa abu yang dihasilkan Percobaan ke- Berat Bahan (kg) Persentase Sisa Abu (%) Sampah Abu Pendahuluan I Pendahuluan II Pendahuluan III Pendahuluan IV Pendahuluan V Inti I Inti II Inti III Inti IV Gambar 5.9 Grafik sisa abu hasil pembakaran Dari hasil pengujian yang telah dilakukan bahwa persentase sisa abu didapatkan antara 8.33 % sampai dengan %. Proses terbentuknya sisa abu berkaitan erat dengan suhu pembakaran yang terjadi di ruang bakar. Pembakaran sampah akan menghasilkan hasil samping berupa asap, dan abu atau tar. Apabila persentase sisa abu yang dihasilkan sedikit ini berarti bahwa sampah yang dibakar menghasilkan asap, sehingga asap ini dapat dimanfaatkan untuk proses

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH Sampah adalah sisa-sisa atau residu yang dihasilkan dari suatu kegiatan atau aktivitas. kegiatan yang menghasilkan sampah adalah bisnis, rumah tangga pertanian dan pertambangan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penentuan parameter. perancangan. Perancangan fungsional dan struktural. Pembuatan Alat. pengujian. Pengujian unjuk kerja alat

METODE PENELITIAN. Penentuan parameter. perancangan. Perancangan fungsional dan struktural. Pembuatan Alat. pengujian. Pengujian unjuk kerja alat III. METODE PENELITIAN A. TAHAPAN PENELITIAN Pada penelitian kali ini akan dilakukan perancangan dengan sistem tetap (batch). Kemudian akan dialukan perancangan fungsional dan struktural sebelum dibuat

Lebih terperinci

V. HASIL UJI UNJUK KERJA

V. HASIL UJI UNJUK KERJA V. HASIL UJI UNJUK KERJA A. KAPASITAS ALAT PEMBAKAR SAMPAH (INCINERATOR) Pada uji unjuk kerja dilakukan 4 percobaan untuk melihat kinerja dari alat pembakar sampah yang telah didesain. Dalam percobaan

Lebih terperinci

DESAIN DAN UJI KINERJA ALAT PEMBAKAR SAMPAH (INCINERATOR) TIPE BATCH UNTUK PERKOTAAN DILENGKAPI DENGAN PEMANAS AIR

DESAIN DAN UJI KINERJA ALAT PEMBAKAR SAMPAH (INCINERATOR) TIPE BATCH UNTUK PERKOTAAN DILENGKAPI DENGAN PEMANAS AIR DESAIN DAN UJI KINERJA ALAT PEMBAKAR SAMPAH (INCINERATOR) TIPE BATCH UNTUK PERKOTAAN DILENGKAPI DENGAN PEMANAS AIR SKRIPSI Oleh : Adia Nuraga Galih Pradipta F14070020 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW Oleh : Ai Rukmini F14101071 2006 DEPATEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PERANCANGAN

Lebih terperinci

PENGUJIAN ALAT INCINERATOR UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH PADAT RUMAH SAKIT TANPA MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN GAS

PENGUJIAN ALAT INCINERATOR UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH PADAT RUMAH SAKIT TANPA MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN GAS PENGUJIAN ALAT INCINERATOR UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH PADAT RUMAH SAKIT TANPA MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN GAS Ardi Dwi Prasetiono Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN FILTER ASAP PADA INCINERATOR SAMPAH (RJ01)

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN FILTER ASAP PADA INCINERATOR SAMPAH (RJ01) PERANCANGAN DAN PEMBUATAN FILTER ASAP PADA INCINERATOR SAMPAH (RJ01) Nama : Rico Eka Arfiansyah NPM : 26411131 Jurusan : Teknik Mesin Dosen Pembimbing : Dr. Ridwan, ST., MT Latar Belakang Sampah merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KOMPOSISI DAN KARAKTERISTIK SAMPAH KOTA BOGOR 1. Sifat Fisik Sampah Sampah berbentuk padat dibagi menjadi sampah kota, sampah industri dan sampah pertanian. Komposisi dan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada proses pengeringan pada umumnya dilakukan dengan cara penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. Pengeringan dengan cara penjemuran

Lebih terperinci

BAB III TEKNOLOGI PEMANFAATAN SAMPAH KOTA BANDUNG SEBAGAI ENERGI

BAB III TEKNOLOGI PEMANFAATAN SAMPAH KOTA BANDUNG SEBAGAI ENERGI BAB III TEKNOLOGI PEMANFAATAN SAMPAH KOTA BANDUNG SEBAGAI ENERGI Waste-to-energy (WTE) merupakan konsep pemanfaatan sampah menjadi sumber energi. Teknologi WTE itu sendiri sudah dikenal di dunia sejak

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Pengembangan Teknologi Alat Produksi Gas Metana Dari Pembakaran Sampah Organik Menggunakan Media Pemurnian Batu Kapur, Arang Batok Kelapa, Batu Zeolite Dengan Satu Tabung

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI Sampah?? semua material yang dibuang dari kegiatan rumah tangga, perdagangan, industri dan kegiatan pertanian. Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK MENJADI BRIKET ARANG DAN ASAP CAIR

PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK MENJADI BRIKET ARANG DAN ASAP CAIR PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK MENJADI BRIKET ARANG DAN ASAP CAIR Nisandi Alumni Mahasiswa Magister Sistem Teknik Fakultas Teknik UGM Konsentrasi Teknologi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA PUSAT INOVASI AGROTEKNOLOGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA PUSAT INOVASI AGROTEKNOLOGI Halaman : 1 dari 7 INCINERATOR Pasokan sampah organik dari kampus UGM ke PIAT UGM masih terdapat sampah anorganik sekitar 20%. Dari sisa sampah anorganik yang tidak bisa diolah menggunakan pirilosis, dibakar

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik BINSAR T. PARDEDE NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik BINSAR T. PARDEDE NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN AKIBAT PENGARUH LAJU ALIRAN UDARA PADA ALAT PENUKAR KALOR JENIS RADIATOR FLAT TUBE SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

GREEN INCINERATOR Pemusnah Sampah Kota, Industri, Medikal dsbnya Cepat, Murah, Mudah, Bersahabat, Bermanfaat

GREEN INCINERATOR Pemusnah Sampah Kota, Industri, Medikal dsbnya Cepat, Murah, Mudah, Bersahabat, Bermanfaat GREEN INCINERATOR Pemusnah Sampah Kota, Industri, Medikal dsbnya Cepat, Murah, Mudah, Bersahabat, Bermanfaat WASTE-TO-ENERGY Usaha penanggulangan sampah, baik dari rumah tangga/penduduk, industri, rumah

Lebih terperinci

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK TUGAS SANITASI MASYARAKAT TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK Disusun Oleh : KELOMPOK Andre Barudi Hasbi Pradana Sahid Akbar Adi Gadang Giolding Hotma L L2J008005 L2J008014 L2J008053 L2J008078

Lebih terperinci

OLEH : SHOLEHUL HADI ( ) DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUDJUD DARSOPUSPITO, MT.

OLEH : SHOLEHUL HADI ( ) DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUDJUD DARSOPUSPITO, MT. PENGARUH VARIASI PERBANDINGAN UDARA- BAHAN BAKAR TERHADAP KUALITAS API PADA GASIFIKASI REAKTOR DOWNDRAFT DENGAN SUPLAI BIOMASSA SERABUT KELAPA SECARA KONTINYU OLEH : SHOLEHUL HADI (2108 100 701) DOSEN

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR EKSPERIMEN HEAT TRANSFER PADA DEHUMIDIFIER DENGAN AIR DAN COOLANT UNTUK MENURUNKAN KELEMBABAN UDARA PADA RUANG PENGHANGAT

TUGAS AKHIR EKSPERIMEN HEAT TRANSFER PADA DEHUMIDIFIER DENGAN AIR DAN COOLANT UNTUK MENURUNKAN KELEMBABAN UDARA PADA RUANG PENGHANGAT TUGAS AKHIR EKSPERIMEN HEAT TRANSFER PADA DEHUMIDIFIER DENGAN AIR DAN COOLANT UNTUK MENURUNKAN KELEMBABAN UDARA PADA RUANG PENGHANGAT Diajukan sebagai syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Kurikulum Sarjana Strata Satu (S-1)

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-204 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Lebih terperinci

Pengembangan Desain dan Pengoperasian Alat Produksi Gas Metana Dari pembakaran Sampah Organik

Pengembangan Desain dan Pengoperasian Alat Produksi Gas Metana Dari pembakaran Sampah Organik JURNAL PUBLIKASI Pengembangan Desain dan Pengoperasian Alat Produksi Gas Metana Dari pembakaran Sampah Organik Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memeperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan

Lebih terperinci

Ditulis Guna Melengkapi Sebagian Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata Satu (S1) Jakarta 2015

Ditulis Guna Melengkapi Sebagian Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata Satu (S1) Jakarta 2015 UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI ANALISIS SISTEM PENURUNAN TEMPERATUR JUS BUAH DENGAN COIL HEAT EXCHANGER Nama Disusun Oleh : : Alrasyid Muhammad Harun Npm : 20411527 Jurusan : Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak diperlukan lagi. Pengelolaan sampah merupakan kegiatan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. tidak diperlukan lagi. Pengelolaan sampah merupakan kegiatan dalam upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tchobanoglous dkk. ( 1993) sampah dapat didefinisikan sebagai semua buangan yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan,

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Incinerator

Gambar 3.1. Incinerator BAB III METODOLOGI PENGUJIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat dan Bahan Pengujian Incinerator a. Alat Penelitian Gambar 3.1. Incinerator Spesifikasi incinerator limbah padat rumah sakit sebagai berikut

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN RANCANGAN

IV. PENDEKATAN RANCANGAN IV. PENDEKATAN RANCANGAN A. Kriteria Perancangan Pada prinsipnya suatu proses perancangan terdiri dari beberapa tahap atau proses sehingga menghasilkan suatu desain atau prototipe produk yang sesuai dengan

Lebih terperinci

PEMILIHAN BAHAN BAKAR DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUCIBLE UNTUK PELEBURAN ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BATU BARA

PEMILIHAN BAHAN BAKAR DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUCIBLE UNTUK PELEBURAN ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BATU BARA PEMILIHAN BAHAN BAKAR DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUCIBLE UNTUK PELEBURAN ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BATU BARA SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian sampah Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika dikelola

Lebih terperinci

DESAIN MESIN KOMPOSTER SKALA INDUSTRI KECIL

DESAIN MESIN KOMPOSTER SKALA INDUSTRI KECIL DESAIN MESIN KOMPOSTER SKALA INDUSTRI KECIL Gatot Pramuhadi 1), Abdul Wahhaab 2), Gina Rahmayanti 2), Nurwan Wahyudi 2), Syahidin Nurul Ikhwan 2) 1) Dosen Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus

BAB IV METODE PENELITIAN. Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat yang akan digunakan selama melakukan penelitian ini adalah di Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor 4 BAB II TEORI DASAR.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas.1.1 Kualitas Air Panas Air akan memiliki sifat anomali, yaitu volumenya akan mencapai minimum pada temperatur 4 C dan akan bertambah pada

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama 38 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah pembuatan alat yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian serta di dalam rumah tanaman yang berada di laboratorium Lapangan Leuwikopo,

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH KELEMBABAN SAMPAH KAYU DAN SISA MAKANAN PADA INCENERATOR PORTABLE SKALA RUMAH TANGGA

ANALISA PENGARUH KELEMBABAN SAMPAH KAYU DAN SISA MAKANAN PADA INCENERATOR PORTABLE SKALA RUMAH TANGGA ANALISA PENGARUH KELEMBABAN SAMPAH KAYU DAN SISA MAKANAN PADA INCENERATOR PORTABLE SKALA RUMAH TANGGA Imron Rosyadi 1, Mekro Permana Pinem 2, Aswata 3, Yusvardi 4, Dhimas Satria 5, Lega A. 6 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun.

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN PEMANAS AIR (WATER HEATER) DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN MENGGUNAKAN AIR HEATER YANG DIPASANG DIDINDING BELAKANG TUNGKU

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN MENGGUNAKAN AIR HEATER YANG DIPASANG DIDINDING BELAKANG TUNGKU NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN MENGGUNAKAN AIR HEATER YANG DIPASANG DIDINDING BELAKANG TUNGKU Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian sampah Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika dikelola

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil pengukuran suhu incinerator Pada Ruang Bakar utama

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil pengukuran suhu incinerator Pada Ruang Bakar utama Suhu (ºC) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengukuran Suhu Incinerator Pengukuran suhu incinerator dilakukan guna mengetahui kelayakan incinerator dalam mengolah limbah padat rumah sakit. Pengukuran

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN Setiap melakukan penelitian dan pengujian harus melalui beberapa tahapan-tahapan yang ditujukan agar hasil penelitian dan pengujian tersebut sesuai dengan standar yang ada. Caranya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

PEMILIHAN MATERIAL DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUSIBLE PELEBUR ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG DENGAN BAHAN BAKAR PADAT

PEMILIHAN MATERIAL DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUSIBLE PELEBUR ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG DENGAN BAHAN BAKAR PADAT PEMILIHAN MATERIAL DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUSIBLE PELEBUR ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG DENGAN BAHAN BAKAR PADAT SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik M. ROLAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan kalor adalah ilmu yang mempelajari berpindahnya suatu energi (berupa kalor) dari suatu sistem ke sistem lain karena adanya perbedaan temperatur.

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS

ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS Tri Tjahjono, Subroto, Abidin Rachman Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD Kalor dan Perpindahannya BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD 1. Apa yang dimaksud dengan kalor? 2. Bagaimana pengaruh kalor pada benda? 3. Berapa jumlah kalor yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi yang sangat tinggi pada saat ini menimbulkan suatu pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu mengurangi pemakaian bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PEMBUATAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan proses pembuatan rangka pada incinerator terlebih

BAB IV HASIL PEMBUATAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan proses pembuatan rangka pada incinerator terlebih BAB IV HASIL PEMBUATAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Visualisasi Proses Pembuatan Sebelum melakukan proses pembuatan rangka pada incinerator terlebih dahulu harus mengetahui masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SAMPAH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI INCENERATOR

PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SAMPAH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI INCENERATOR PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SAMPAH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI INCENERATOR Oleh : Trisaksono Bagus P. Abstrak Sampah merupakan material pencemar lingkungan yang selalu ada setiap waktu. Untuk mengendalikan pencemaran,

Lebih terperinci

Penentuan Emisivitas Gasifier Tipe Downdraft Berbahan Bakar Tempurung Kemiri

Penentuan Emisivitas Gasifier Tipe Downdraft Berbahan Bakar Tempurung Kemiri Penentuan Emisivitas Gasifier Tipe Downdraft Berbahan Bakar Tempurung Kemiri Lalu Ahmad Dimasani dan Muhammad Nurhudha Laboratotium Fisika Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya Jl. M.T. Haryono 169,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpenting di dalam menunjang kehidupan manusia. Aktivitas sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. terpenting di dalam menunjang kehidupan manusia. Aktivitas sehari-hari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin menipisnya sumber daya alam yang berasal dari sisa fosil berupa minyak bumi diakibatkan karena kebutuhan manusia yang semakin meningkat dalam penggunaan energi.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum perkembangan jumlah penduduk yang semakin besar biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. Perkembangan tersebut membawa

Lebih terperinci

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK VII. SIMPULAN UMUM Berdasarkan serangkaian penelitian yang telah dilakukan dan hasil-hasil yang telah dicapai, telah diperoleh disain pengering ERK dengan biaya konstruksi yang optimal dan dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali Indonesia. Selain terbentuk dari jutaan tahun yang lalu dan. penting bagi kelangsungan hidup manusia, seiring dalam

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali Indonesia. Selain terbentuk dari jutaan tahun yang lalu dan. penting bagi kelangsungan hidup manusia, seiring dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang ini pemanfaatan minyak bumi dan bahan bakar fosil banyak digunakan sebagai sumber utama energi di dunia tak terkecuali Indonesia. Selain terbentuk dari jutaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI RASIO UDARA-BAHAN BAKAR (AIR FUEL RATIO) TERHADAP GASIFIKASI BIOMASSA BRIKET SEKAM PADI PADA REAKTOR DOWNDRAFT SISTEM BATCH

PENGARUH VARIASI RASIO UDARA-BAHAN BAKAR (AIR FUEL RATIO) TERHADAP GASIFIKASI BIOMASSA BRIKET SEKAM PADI PADA REAKTOR DOWNDRAFT SISTEM BATCH PENGARUH VARIASI RASIO UDARA-BAHAN BAKAR (AIR FUEL RATIO) TERHADAP GASIFIKASI BIOMASSA BRIKET SEKAM PADI PADA REAKTOR DOWNDRAFT SISTEM BATCH Oleh : ASHARI HUTOMO (2109.105.001) Pembimbing : Dr. Bambang

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik ICS 13.040.40 Badan Standardisasi Nasional 1 SNI 19-7117.12-2005 Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

PEMBUATAN BRIKET BIOARANG DARI ARANG SERBUK GERGAJI KAYU JATI

PEMBUATAN BRIKET BIOARANG DARI ARANG SERBUK GERGAJI KAYU JATI PEMBUATAN BRIKET BIOARANG DARI ARANG SERBUK GERGAJI KAYU JATI Angga Yudanto (L2C605116) dan Kartika Kusumaningrum (L2C605152) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Sudharto,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling sering ditemui diantaranya adalah sampah plastik, baik itu jenis

BAB I PENDAHULUAN. paling sering ditemui diantaranya adalah sampah plastik, baik itu jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan hasil aktivitas manusia yang tidak dapat dimanfaatkan. Namun pandangan tersebut sudah berubah seiring berkembangnya jaman. Saat ini sampah dipandang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Pengujian Variasi sudut kondensor dalam penelitian ini yaitu : sudut 0 0, 15 0, dan 30 0 serta aliran air dalam kondensor yaitu aliran air searah dengan laju

Lebih terperinci

KALOR SEBAGAI ENERGI B A B B A B

KALOR SEBAGAI ENERGI B A B B A B Kalor sebagai Energi 143 B A B B A B 7 KALOR SEBAGAI ENERGI Sumber : penerbit cv adi perkasa Perhatikan gambar di atas. Seseorang sedang memasak air dengan menggunakan kompor listrik. Kompor listrik itu

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN DENGAN AIR HEATER TANPA SIRIP

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN DENGAN AIR HEATER TANPA SIRIP PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN DENGAN AIR HEATER TANPA SIRIP Putro S., Sumarwan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Muhamadiyah Surakarta Jalan Ahmad Yani Tromol Pos I Pebelan,

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI OLEH : ANDY CHRISTIAN 0731010003 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD 1. Apa yang dimaksud dengan kalor? 2. Bagaimana pengaruh kalor pada benda? 3. Berapa jumlah kalor yang diperlukan untuk perubahan suhu benda? 4. Apa yang dimaksud dengan

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PROTOTIPE DAN PENGUJIAN PROTOTIPE

BAB IV EVALUASI PROTOTIPE DAN PENGUJIAN PROTOTIPE BAB IV EVALUASI PROTOTIPE DAN PENGUJIAN PROTOTIPE Setelah selesai pembuatan prototipe, maka dilakukan evaluasi prototipe, apakah prototipe tersebut telah sesuai dengan SNI atau tidak, setelah itu baru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material.

Lebih terperinci

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering Energi surya untuk proses pengeringan didasarkan atas curahan iradisai yang diterima rumah kaca dari matahari. Iradiasi

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KOMPOSISI BIOBRIKET CAMPURAN ARANG KAYU DAN SEKAM PADI TERHADAP LAJU PEMBAKARAN, TEMPERATUR PEMBAKARAN DAN LAJU PENGURANGAN MASA

PENGARUH VARIASI KOMPOSISI BIOBRIKET CAMPURAN ARANG KAYU DAN SEKAM PADI TERHADAP LAJU PEMBAKARAN, TEMPERATUR PEMBAKARAN DAN LAJU PENGURANGAN MASA PENGARUH VARIASI KOMPOSISI BIOBRIKET CAMPURAN ARANG KAYU DAN SEKAM PADI TERHADAP LAJU PEMBAKARAN, TEMPERATUR PEMBAKARAN DAN LAJU PENGURANGAN MASA Subroto, Tri Tjahjono, Andrew MKR Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR NOTASI... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA 37 BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA Pada bab ini dijelaskan bagaimana menentukan besarnya energi panas yang dibawa oleh plastik, nilai total laju perpindahan panas komponen Forming Unit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

MODIFIKASI DESAIN DAN UJI UNJUK KERJA MESIN PENGEMPA BRIKET MEKANIS TIPE KEMPA ULIR (SCREW PRESSING) SKRIPSI. Oleh : IRWAN DARMAWAN F

MODIFIKASI DESAIN DAN UJI UNJUK KERJA MESIN PENGEMPA BRIKET MEKANIS TIPE KEMPA ULIR (SCREW PRESSING) SKRIPSI. Oleh : IRWAN DARMAWAN F MODIFIKASI DESAIN DAN UJI UNJUK KERJA MESIN PENGEMPA BRIKET MEKANIS TIPE KEMPA ULIR (SCREW PRESSING) SKRIPSI Oleh : IRWAN DARMAWAN F14103124 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Motor Bakar. Motor bakar torak merupakan internal combustion engine, yaitu mesin yang fluida kerjanya dipanaskan dengan pembakaran bahan bakar di ruang mesin tersebut. Fluida

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Umum Bab ini berisi tentang metodologi yang akan dilakukan selama penelitian, di dalamnya berisi mengenai cara-cara pengumpulan data (data primer maupun sekunder), urutan

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Produksi plastik di dunia tahun 2012 dalam Million tones (PEMRG, 2013)

Gambar 1.1 Produksi plastik di dunia tahun 2012 dalam Million tones (PEMRG, 2013) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia saat ini banyak menggunakan peralatan sehari-hari yang terbuat dari plastik. Plastik dipilih karena memiliki banyak keunggulan yaitu kuat, ringan,

Lebih terperinci

UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN PENGARUH JARAK BAFFLE

UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN PENGARUH JARAK BAFFLE UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN PENGARUH JARAK BAFFLE PADA ALAT PENUKAR KALOR TABUNG CANGKANG DENGAN SUSUNAN TABUNG SEGITIGA SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING Bambang Setyoko, Seno Darmanto, Rahmat Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik UNDIP Jl. Prof H. Sudharto, SH, Tembalang,

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Perhitungan Daya Motor 4.1.1 Torsi pada poros (T 1 ) T3 T2 T1 Torsi pada poros dengan beban teh 10 kg Torsi pada poros tanpa beban - Massa poros; IV-1 Momen inersia pada poros;

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI Yunus Zarkati Kurdiawan / 2310100083 Makayasa Erlangga / 2310100140 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae)

RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) Oleh : PERI PERMANA F14102083 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal 64 LAMPIRAN I Tes Hasil Belajar Observasi Awal 65 LAMPIRAN II Hasil Observasi Keaktifan Awal 66 LAMPIRAN III Satuan Pembelajaran Satuan pendidikan : SMA Mata pelajaran : Fisika Pokok bahasan : Kalor Kelas/Semester

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Sedangakan untuk Pengujian nilai

Lebih terperinci

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X Contoh soal kalibrasi termometer 1. Pipa kaca tak berskala berisi alkohol hendak dijadikan termometer. Tinggi kolom alkohol ketika ujung bawah pipa kaca dimasukkan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat BAB II DASAR TEORI 2.. Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah proses berpindahnya energi dari suatu tempat ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat tersebut. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan bakar utama berbasis energi fosil menjadi semakin mahal dan langka. Mengacu pada kebijaksanaan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN ALAT PENGERlNG KACANG TANAM MODEL SUMUR UNTUK TINGKAT PEDESAAN

PENGEMBANGAN ALAT PENGERlNG KACANG TANAM MODEL SUMUR UNTUK TINGKAT PEDESAAN PENGEMBANGAN ALAT PENGERlNG KACANG TANAM MODEL SUMUR UNTUK TINGKAT PEDESAAN Oleh GUNTUR MAKAMINAN F 19. 0120 1987 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BO(30R B O G Q R GUNTUR MAKAMINAN. F 19.0120.

Lebih terperinci

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian 1.1 Tujuan Pengujian WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN a) Mempelajari formulasi dasar dari heat exchanger sederhana. b) Perhitungan keseimbangan panas pada heat exchanger. c) Pengukuran

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG

RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG Oleh: ANANTA KURNIA PUTRA 107.030.047 Dosen Pembimbing: Ir. JOKO SASETYANTO, MT D III TEKNIK MESIN FTI-ITS

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERANCANGAN KOMPOR BRIKET BIOMASS UNTUK LIMBAH KOPI

TUGAS AKHIR PERANCANGAN KOMPOR BRIKET BIOMASS UNTUK LIMBAH KOPI TUGAS AKHIR PERANCANGAN KOMPOR BRIKET BIOMASS UNTUK LIMBAH KOPI Arga Setia Tama NRP. 2408 100 018 PEMBIMBING I Ir. Sarwono, M.MT NIP : 19580530198303 1 002 PEMBIMBING II Ir. Ronny Dwi Noriyati, M Kes NIP

Lebih terperinci

Cara uji viskositas aspal pada temperatur tinggi dengan alat saybolt furol

Cara uji viskositas aspal pada temperatur tinggi dengan alat saybolt furol Standar Nasional Indonesia SNI 7729:2011 Cara uji viskositas aspal pada temperatur tinggi dengan alat saybolt furol ICS 93.080.20; 19.060 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah perpindahan energi karena adanya perbedaan temperatur. Perpindahan kalor meliputu proses pelepasan maupun penyerapan kalor, untuk

Lebih terperinci