BAB II DASAR PEMIKIRAN. merupakan film yang menampilkan ide cerita karangan atau cerita yang tidak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II DASAR PEMIKIRAN. merupakan film yang menampilkan ide cerita karangan atau cerita yang tidak"

Transkripsi

1 BAB II DASAR PEMIKIRAN Film Dokumenter Film terbagi menjadi dua kategori yaitu fiksi dan non fiksi. Film fiksi merupakan film yang menampilkan ide cerita karangan atau cerita yang tidak terjadi di kehidupan nyata sementara film non fiksi merupakan film yang ceritanya berdasarkan kejadian nyata dan benar-benar terjadi di kehidupan nyata. Kita dapat melihat contoh dari film non fiksi salah satunya adalah film dokumenter. Gierson mendefinisikan film dokumenter sebagai karya ciptaan mengenai kenyataan (creative treatment of actuality). 1 Sebuah film dokumenter dimulai dari sebuah permasalahan atau issue yang diangkat karena dianggap sebagai issue yang menarik. Karya dokumenter merupakan film yang menceritakan sebuah kejadian nyata dengan kekuatan ide kreatornya dalam merangkai gambar gambar menarik menjadi istimewa secara keseluruhan. Pengertian dokumenter pada umumnya ialah merupakan rekaman audio visual suatu kejadian yang faktual dan aktual tanpa adanya unsur rekayasa. istilah dokumenter pertama kali digunakan oleh John Grierson yang pertama kali mengkritik film-film karya Robert Flaherty, di New York Sun pada 8 Februari Salah satunya adalah yang berjudul Nanook of the North, Film yang berdurasi kurang lebih 1,5 jam itu tidak lagi sekedar mendongeng ala Hollywood. Grierson kemudian menyampaikan pandangannya bahwa apa yang 1 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hal

2 13 dilakukan oleh Flaherty tersebut merupakan sebuah perlakuan kreatif terhadap kejadian-kejadian aktual yang ada. A creative treatment of actuality (John Grierson). 2 Walaupun definisi ini bertahan cukup lama, kemudian bermunculanlah orang-orang yang mencoba mendefinisikan dengan caranya masing-masing. seperti Paul wells yang berpendapat bahwa: film nonfiksi yang menggunakan footage yang aktual, dimana termasuk di dalamnya perekaman langsung dari peristiwa yang akan disajikan dan materi riset yang berhubungan dengan peristiwa itu, misalnya hasil wawancara, statistik dan sebagainya. Film seperti ini biasanya disuguhkan dari sudut pandang tertentu dan memusatkan perhatiannya pada sebuah isu-isu sosial tertentu yang sangat memungkinkan untuk dapat menarik perhatian penontonnya. 3 Tahapan proses yang ada dalam membuat film dokumenter yaitu pra produksi, produksi dan pacsa produksi. Pada tahap produksi, hal terpenting yang sangat dibutuhkan dalam membuat dokumenter adalah riset. Sebelum membuat dokumenter, para kru lebih dulu melakukan riset terhadap topik atau tema yang akan diangkat. Dengan melakukan riset maka kedekatan antara pembuat film dan tema akan semakin dalam. Semakin dalam pembuat dokumenter mengetahui permasalahannya maka akan semakin baik bagi film yang akan dihasilkannya. 2 Fajar Nugroho, Cara Pintar Bikin Film Dokumenter, (Yogyakarta: Penerbit Indonesia Cerdas), Hal Andi Fachruddin, Dasar Dasar Produksi Televisi: Produksi Berita, Feature, Laporan Investigasi, Dokumenter Dan Teknik Editing, (Jakarta: KENCANA, 2012), Hal 316.

3 Genre atau Jenis Film Dokumenter Dalam film terutama film cerita, banyak sekali genre yang sudah dikenal oleh masyarakat seperti melodrama, western, gangster, horor, science fiction (scifi), komedi, action, perang, detektif. Demikian pula dalam film dokumenter, mencuplik dari buku yang berjudul dokumenter: dari ide sampai produksi, Gerzon R. Ayawaila membagi genre menjadi 12 jenis. 4 Akan tetapi menurut penulis beberapa jenis film dokumenter yang ada di dalam buku tersebut sebenarnya bisa dikelompokkan lagi Dokumenter Laporan Perjalanan Bentuk dokumenter ini juga dikenal dengan nama travel film, travel documentary, adventure films, dan road movies. Dokumenter ini bermula pada seseorang yang ingin mendokumentasikan perjalanannya ketika mereka melakukan perjalanan jauh. Umumnya setiap perjalanan ekspedisi dibuat dokumentasinya, baik berupa film maupun foto. Sebagai contoh, ekspedisi penelitian ke Alaska dan Siberia yang pertama kali dibuat Cherry Kearton. Judulnya in Seville (1909). Bentuk seperti ini sekarang lebih banyak diproduksi untuk program televisi, yang memang memberi tempat bagi rekaman sebuah petualangan atau perjalanan yang mencekam dan menegangkan. 5 Pengemasan dokumenter perjalanan lebih kritis dan radikal dalam mengupas permasalahan. Lebih banyak menggunakan wawancara untuk mendapatkan informasi lengkap mengenai opini public. Menekankan pada visi 4 Gerzon R. Ayawaila, Dokumenter: Dari Ide Sampai Produksi, (Jakarta: FFTV IKJ Press.s, 2009), Hal Ibid, Hal. 39.

4 15 dan solusi mengenai proses menuju inovasi, dikembangkan dengan wawancara disertai komentar kritis untuk membentuk opini baru. Adegan spontan yang menegangkan mengenai peristiwa perjalanan pertualangan dan ekspedisi menjadi daya tarik bentuk film ini Dokumenter Sejarah Film dokumenter yang pertama kali di Indonesia adalah ketika diperkenalkan oleh colonial belanda, yaitu dokumter sejarah yang menggambarkan perjalanan Ratu Belanda dan Raja Hertog Hendrik di kota Den Haag. 6 Diawali saat meletusnya Perang Dunia I dan II, film dokumenter sejarah menjadi senjata propaganda pihak pihak tertentu yang sangat menguntungkan dan sangat berpengaruh, pada saat itu film lebih diposisikan sebagai propaganda. Gerald Mast dan Bruce F. Kawn menekankan dokumenter sebuah film nonfiksi yang menata unsur-unsur faktual dan menyajikannya dengan tujuan tertentu. 7 Ada tiga hal yang penting dalam film dokumenter sejarah yaitu, periode (waktu peristiwa sejarah), tempat (lokasi peristiwa sejarah), dan pelaku sejarah tersebut. Pada era reformasi, peta film dokumenter sejarah diproduksi karena kebutuhan masyarakat akan pengetahuan dari masa lalu. Seperti, Expedition, Morotai Peninggalan Sejarah yang Terlupakan, merupakan dokumenter tentang sejarah peninggalan kolonial Belanda yang memiliki nilai historis tinggi namun terbengkalai. 6 Situs Gelaran Almanak Seni Rupa dengan kata kunci Film Dokumenter di Indonesia. Diunggah oleh Sari Nakisha. 7 Gerald Mast & Bruce F. Kawn, A Short History of The Movies, edisi ke-7, (Longman, 2005), Hal. 64.

5 Dokumenter Potret/Biografi Film dokumenter jenis ini jelas berkaitan mengenai kehidupan seseorang yang dianggap kisah hidupnya menarik ataupun menyedihkan. Bentuk dokumenter ini umumnya berkaitan dengan aspek human interest, sementara isi tuturan bisa merupakan kritik, penghormatan, atau simpati. Misalnya saja film Fog Of War (2003) karya Errol Morris yang menggambarkan pemikiran strategi hidup dari Robert S. McNamara, mantan menteri pertahanan di masa pemerintahan Presiden John. F Kennedy dan Presiden Lyndon Johnson. Potret tidak harus mengenai seseorang atau individu, tetapi dapat pula mengenai sebuah komunitas, sekelompok kecil individu atau sebuah lokasi. Sedangkan biografi, jelas ini mengenai seorang tokoh atau individu, selain mengenai profesi atau posisi, juga juga dikupas dan diketengahkan gambaran sejak masa kecil hingga dewasa Dokumenter Perbandingan Dokumenter ini mengetengahkan sebuah perbandingan, bisa dari seseorang atau sesuatu yang bersifat budaya, perilaku, dan peradaban suatu bangsa. Dalam bentuk perbandingan umumnya diketengahkan perbedaan suatu situasi atau kondisi, dari satu objek/subjek dengan yang lainnya. Misalnya Michael Moore dalam Sicko (2007) membandingkan kebijakan dan pelayanan kesehatan di Amerika dengan tiga negara maju lainnya, yaitu kanada, Inggris, dan Perancis, serta satu negara berkembang yang justru tetangga Amerika sendiri yaitu, Kuba. 8 Gerzon R. Ayawaila, Ocpit, Hal 42.

6 Dokumenter Kontradiksi Dari sisi bentuk maupun isi, tipe kontradiksi memiliki kemiripan dengan tipe perbandingan, hanya saja tipe kontradiksi cenderung lebih kritis dan radikal dalam mengupas permasalahannya. Oleh karena itu, tipe ini lebih banyak menggunakan wawancara untuk mendapatkan informasi lengkap mengenai opini publik. Perbedaan jelas antara tipe perbandingan dan kontradiksi adalah tipe perbandingan hanya memberikan alternatif-alternatif saja, sedangkan tipe kontradiksi lebih menekankan pada visi dan solusi mengenai proses menuju suatu inovasi Dokumenter Ilmu Pengetahuan Film dokumenter ini jelas berisi penyampaian informasi mengenai suatu teori, sistem, berdasarkan ilmu disiplin tertentu. Film dokumenter ini memiliki dua bentuk kemasan dengan tujuan publik berbeda yaitu, film dokumenter edukasi yang ditujukan untuk publik khusus dan film dokumenter instruksional yang ditujukan untuk publik umum dan luas. Pada dasarnya film dokumenter jenis ini bertujuan untuk keperluan lembaga pendidikan formal ataupun non formal. Seperti program beyond 2000, yaitu film ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan teknologi masa depan. Sistem pengajaran yang ditunjang kemajuan teknologi komputer, audio-visual, dan internet banyak memerlukan bentuk dokumenter ini Dokumenter Nostalgia Dokumenter jenis ini kerap kali mengisahkan kisah kilas-balik dan napak tilas para veteran perang Amerika yang kembali mengunjungi vietnam atau

7 18 kamboja. Atau kisah seseorang mengenai masa masa yang pernah ia lewati dengan cara dikemas dengan menggunakan penuturan perbandingan (perbandingan sekarang dan masa lampau). Seperti pada tahun 2003, Rithy Panh membuat S21: The Khmer Rouge Death Machine di mana ia mendatangkan beberapa orang yang merupakan dua pihak saksi dari kekejaman Khmer Merah, baik dari pihak korban maupun para penyiksa dimasa lalu. Dokumenter jenis ini sebenarnya hampir serupa dengan jenis sejarah, namun biasanya banyak mengetengahkan kilas balik atau napak tilas pada kejadian-kejadian dari seseorang atau kelompok Dokumenter Rekonstruksi Dokumenter jenis ini pada umumnya ditemui pada dokumenter investigasi dan sejarah, termasuk pula pada film etnografi dan antropologi visual. Pada jenis dokumenter ini bagian peristiwa atau pecahan masa lampau maupun masa kini disusun atau direkonstruksi ulang berdasarkan fakta sejarah. Dokumenter jenis ini jelas mencoba memberikan gambaran ulang terhadap peristiwa yang terjadi secara utuh. Pada saat merekonstruksi suatu peristiwa, latar belakang sejarah, periode, serta lingkungan alam dan masyarakatnya menjadi bagian dari konstruksi peristiwa tersebut. Konsep penuturan rekonstruksi terkadang tidak mementingkan unsur dramatik, tetapi lebih terkonsentrasi pada pemaparan isi sesuai kronologi peristiwa Dokumenter Investigasi Tipe ini mencoba mengungkap misteri sebuah peristiwa yang belum atau tidak pernah terungkap dengan jelas. Peristiwa yang diangkat biasanya berupa

8 19 peristiwa besar yang pernah menjadi berita hangat dalam media massa. Seperti dokumenter Who Kill John Kennedy? Yang bercerita mengenai perihal pembunuhan presiden Amerika Serikat John F Kennedy, di Dallas, Texas, 22 November Tipe ini sering juga disebut dokumenter jurnalistik. Cara kerja jurnalistik diterapkan dalam membuat dokumenter jenis ini, dengan melacak sumber berita atau narasumber untuk selanjutnya disusun data sesuai dengan kebenaran peristiwa kejadian. Namun sering kali dokumenter investigasi menemui jalan buntu dan tidak pernah terungkap secara tuntas.tujuan utama tipe ini adalah melacak fakta yang tersembunyi Dokumenter Eksperimen/Seni (Association Picture Story) Tipe dokumenter yang menggabungkan gambar, musik, dan suara atmosfer (noise). penggabungan tersebut secara artistik menjadi unsur utama cerita karena tipe ini tidak pernah menggunakan narasi, komentar, maupun dialog. Powaqqatsi, karya sutradara Godfrey Reggio, mengawali kerjanya dengan membuat footage dari kehidupan masyarakat pekerja kelas bawah di negaranegara Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Setelah semua shot disunting menjadi eksposisi yang utuh, penata musik Philip Glass kemudian memberi ilustrasi musik pada suntingan gambar tersebut. sehingga dapat memberikan nuansa gerak kehidupan yang dapat membangkitkan emosi Dokumenter Buku Harian (Diary Film) Diary film memiliki tipe penuturan yang sama seperti catatan pengalaman hidup sehari-hari yang mengkombinasikan laporan perjalanan dengan nostalgia kejayaan masa lalu. Jalan cerita mencantumkan secara lengkap dan jelas tanggal

9 20 kejadian, lokasi, dan karakternya sangat subjektif. Pendekatannya memang konvensional, termasuk dalam penggunaan narasi. Seperti halnya buku harian yang bersifat pribadi, film ini pun terlihat pula penuturan dokumenter sangat subjektif, karena berkaitan dengan visi atau pandangan seseorang terhadap komunitas atau lingkungan sesuai apa yang dia persepsikan Dokumenter Dokudrama Dokudrama adalah genre dokumenter dimana pada beberapa bagian film disutradarai atau diatur terlebih dahulu dengan perencanaan yang detail. Ini merupakan gaya bertutur yang memiliki motivasi komersial. Dokudrama muncul sebagai solusi atas permasalahan mendasar film dokumenter, yakni untuk memfilmkan peristiwa yang sudah atatupun belum pernah terjadi. Selain menjadi subtipe film, dokudrama juga merupakan salah satu dari jenis dokumenter. Film jenis ini merupakan penafsiran ulang terhadap kejadian nyata, bahkan selain peristiwa hapir seluruh aspek filmnya (tokoh, ruang dan waktu) cenderung untuk direkonstruksi.seperti film dokumenter Tuekish Passport (2011) merupakan true story yang diangkat untuk kepentingan memengaruhi ideologi/propaganda, politik, perjuangan hidup yang kontroversial, dan nasionalisme dalam bentuk film dokumenter drama. Dari berbagai macam jenis dokumenter yang disebutkan diatas, dalam film Harmony kami menggunakan jenis dokumenter ilmu pengetahuan. Karena menurut kami dalam film Harmony mengandung unsur ilmu pengetahuan dengan berisi penyampaian informasi mengenai suatu teori, system, berdasarkan

10 21 disiplin ilmu tertentu. Dan dalam film ini kami ingin menginformasikan mengenai Kebudayaan yang ada di Kampung Sawah Konsentrasi Sutradara Untuk memberikan sentuhan estetika pada film dokumenter, ada empat topik utama yang menjadi konsentrasi sutradara, yaitu mengenai pendekatan, gaya, bentuk dan struktur. Ini merupakan teori dasar yang dijadikan bahan ramuan bagi sutradara untuk menggarap filmnya dengan baik. 9 1) Pendekatan Ada dua hal yang menjadi titik tolak pendekatan dalam dokumenter, yaitu penuturan secara essai atau naratif. Keduanya memiliki ciri khas yang spesifik dan menuntut daya kreatif kuat dari sutradara. Pendekatan essai dapat dengan luas mencakup seluruh peristiwa, yang dapat diketengahkan secara kronologis atau tematis. Sebagai contoh, bila kita mengetengahkan selama 30 menit tentang peristiwa peledakan bom di Kuta Bali secara essai, mungkin ini masih cukup menarik. Akan tetapi bila durasi di perpanjang menjadi 60 menit maka ini cukup sulit untuk menahan perhatian penonton. Dengan demikian kita perlu menampilkan tentang sosok profil dan kehidupan si pelaku kebiadaban itu, serta dampak penderitaan yang menimpa para korbannya, sekaligus untuk memperkuat aspek human interest. 9 diakses pada pukul tanggal 23/04/2014.

11 22 Pendekatan naratif mungkin dapat dilakukan dengan konstruksi konvensional tiga babak penuturan. Sebagai contoh: pada bagian awal untuk merangsang keingintahuan penonton, diketengahkan tentang bagaimana peristiwa itu terjadi yang memakan korban ratusan jiwa tak berdosa. Pada bagian tengah di kisahkan bagaimana profil para teroris serta latar belakang kehidupannya dan motivasi kebiadabannya itu, sebagai proses menuju tindakan peledakan bom. Di bagian akhir mungkin dapat di paparkan mengenai bagaimana dampak yang di terima para korban ledakan bom sebagai suatu klimaks yang dramatik, ditambah sejumlah pesan kemanusiaan mengenai terorisme dan kekerasan yang sedang mewabah di Indonesia. 2) Gaya Gaya terus menerus berkembang sesuai kreatifitas sang dokumenteris. Gaya dalam dokumenter terdiri dari bermacam-macam kreatifitas, seperti gaya humoris, puitis, satir, anekdot, serius, semi serius dan sterusnya. Kemudian dalam gaya ada tipe pemaparan eksposisi (Expository documentary) yang konvensional, umumnya merupakan tipe format dokumenter televisi dengan menggunakan narator sebagai penutur tunggal. Oleh karena itu narasi disini disebut sebagai Voice of God karena aspek subjektifitas narator, lihat contohnya pada kemasan umum dari Discovery chanel dan National Geographic. Dipihak lain adapula tipe observasi (Observational documentary) yang hampir tidak menggunakan narator, akan tetapi berkonsentrasi pada dialog antar subjek-subjeknya. Pada tipe

12 23 ini sutradara menempatkan posisinya hanya sebagai observator. Frederik Wisseman dalam High School I & II melalui kamera dia hanya mengamati semua kejadian yang terjadi setiap hari di sebuah sekolah menengah umum di Philadelphia, Amerika Serikat. Wiseman berusaha mengetengahkan konflik yang terjadi antara sesama murid, guru dengan murid, hingga antara murid, guru, dan orang tua murid. Konsep Wisseman terlihat sederhana yaitu hanya merekam kejadian sehari-hari yang ada di sekolah itu, filmya itu dianggap sebagai contoh gaya cinema verite yang baik. Adapula sutradara yang berperan aktif didalam filmnya, dimana komunikasi sutradara dengan subjeknya ditampilkan dalam gambar (in frame), dengan tujuan memperlihatkan adanya interaksi langsung antara sutradara dengan subjeknya, dan ini merupakan gaya Interaktif (Interactive documentary). Apabila ada wawancara maka tipe ini tidak sekedar memperlihatkan adegan wawancara tetapi sekaligus memperlihatkan bagaimana wawancara itu dilakukan. Disini sutradara memposisikan diri bukan sebagai observator tetapi justru sebagai partisipant. Gaya ini dapat di lihat pada karya Michael Moore dalam Fahrenheit 9/11 (2003), dimana sutradara menjadi benang merah di dalam menuntun alur penuturan isi film tersebut. Gaya yang kini sangat jarang ditemui adalah gaya dimana film tersebut merupakan sebuah refleksi (Reflexive documentary) dari proses shooting film tersebut. Dokumentaris Rusia Dziga Vertov merupakan pelopor dalam gaya ini. Dengan filmnya yang berjudul Man

13 24 with the movie camera (1928), Vertov hanya bertujuan merefleksikan dua prinsip teorinya mengenai apa itu film kebenaran (Kino Pravda=Film Truth), dimana semua adegan harus sesuai apa adanya. Kemudian dia menekankan bahwa kamera sebagai mata film (film eye) merekam realita tiap adegan yang di susun kembali berdasarkan pecahan shot yang dibuat. 3) Bentuk Pada prinsipnya setelah mendapatkan hasil riset, kita sudah dapat menggambarkan secara kasar bentuk penuturan apa yang akan kita pakai. Dengan menentukan sejak awal bentuk apa yang akan dikemas, maka selanjutnya baik itu pendekatan, gaya, struktur akan mengikuti ide dari bentuk tersebut. Misalnya bila kita menginginkan bentuk penuturan laporan perjalanan, maka pendekatan, gaya dan strukturnya dapat di rancang bangun, sehingga baik aspek informatif, edukatif maupun hiburan dapat menyatu sehingga memikat perhatian penonton. Bentuk tidak harus berdiri sendiri secara baku, karena sebuah tema dapat saja merupakan gabungan dari dua bentuk penuturan. 4) Struktur Apa yang dimaksud dengan struktur disini adalah kerangka rancangan untuk menyatukan berbagai unsur film sesuai dengan apa yang menjadi ide dari penulis atau sutradara sesuai tema. Unsur dasar dalam penulisan naskah terdiri dari rancang bangun cerita yang memiliki tiga tahapan dasar yang baku seperti: bagian awal cerita (pengenalan/introduksi), bagian tengah cerita (proses krisis&konflik) hingga bagian akhir cerita

14 25 (klimaks/anti klimaks). Dimana ketiga bagian ini merupakan rangkuman dari susunan shot yang membentuk scene hingga sequence. Struktur film memiliki makna estetika, psikologis dan bahasa sinematografi yang lebih luas lagi. Menentukan struktur bagi dokumenter tidak semudah pada film cerita fiksi, terutama bila sutradara belum menentukan pendekatan apa yang akan dilakukan berkaitan dengan ide dan tema. Harus diakui bahwa struktur lebih dipentingkan oleh film fiksi dari pada film dokumenter, akan tetapi seni tanpa struktur akan mengalami kekeringan estetika. Struktur penuturan dalam dokumenter dapat di bagi kedalam dua cara umum yaitu, secara kronologis dan tematis. Kedua cara ini sekaligus pula merupakan refleksi dari pendekatan esai dan naratif tadi. Struktur kronologis lebih mudah merancangnya dibanding tematis. Kelebihan struktur tematis ialah kemampuannya merangkum penggalan-penggalan sequence yang kadang tidak berkesinambungan, tetapi dapat di rangkai menjadi suatu kesatuan sebab isi dan tema menjadi bingkai cerita Teknik Penyutradaraan Sutradara film juga disebut sebagai sineas, dianggap sebagai penanggung jawab akhir bagi nada dan mutu film yang digarap. Dalam menjalankan perannya seorang sutradara dengan kecerdikannya mengarahkan para pemain agar mampu membawakan perannya secara pas dan sesuai dengan yang digambarkan dalam naskah.

15 26 Sutradara juga harus mampu melakukan adaptasi dengan baik dan justifikasi di lapangan, dan kadang perlu mengubah pendekatan agar nilai dramatik lebih kuat. Karena peran utama seorang sutradara adalah mengarahkan para pemain maka sutradara harus memiliki kecakapan dalam mengarahkan para pemainnya. Skenario kadang ditulis tidak terlalu lengkap sehingga sutradara perlu memiliki kepekaan menangkap perspektif cerita untuk dieksplorasi dan mengembangkannya dengan baik. Seorang sutradara sebagai seniman diharapkan dapat mengaudio visual kan suatu ide, yang tidak semata mata hanya menafsirkan cerita sesuai dengan yang sudah direncanakan akan tetapi juga harus memiliki gaya peyutradraan sendiri. Sutradara yang baik harus bisa memberikan titik pandang atau tanggapannya yang khas terhadap suatu keadaan atau naskah, dengan dapat menyampaikan arti pesan dari naskahnya sehingga penonton dapat menjadi lebih cepat menangkap makna yang terkandung. Sutradara memimpin kelompok kerabat kerja produksi yang terdiri dari ahli ahli pada bidangnya masing masing. Antara kerabat kerja produksi dan sutradara harus saling memberikan pendapat dan pemikirannya agar sang sutradara dapat menilai saran saran masukan tersebut sehingga produksi dapat berjalan baik. Dalam pengambilan gambar, sutradara biasanya memegang alat yang mirip teropong, yaitu director viewfinder. Sutradara menentukan aspect ratio dan focal length lensa, yang akan dijadikan acuan selama shooting. 10 Ada dua teknik umum untuk menggolongkan gaya sutradara, yaitu montase dan mise-en-scene. 10 Ensadi J Santoso, Bikin Video Dengan Kamera DSLR, (Jakarta Selatan : Mediakita, 2013), hal 110

16 27 Sutradara montase biasanya menggunakan teknik mengedit untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, bagi mereka yang penting adalah bagaimana hasilnya ketika setiap gambar yang diambil digabungkan dengan yang lain. Misalnya, Alfred Hitchock ( ), yang mengarahkan salah satu adegan dalam psycho, merekam adegan di dalam kamar mandi satu persatu dan kemudian mengedit dialog, efek suara, dan musik untuk menciptakan ketegangan luar biasa. Sutradara mise-en-scene lebih menekankan pada tahap pra editing, berfokus pada unsur unsur sudut pengambilan gambar, gerakan, dan desain satu adegan pada satu waktu. Banyak sutradara yang menggabungkan elemen kedua teknik tersebut dalam pekerjaan mereka CinemaVerite, Direct Cinema dan Free Cinema Beberapa unsur yang terkandung dalam karya dokumenter adalah realitas (fakta dan data), film statement, subjektif, structure/alur cerita dan elemen dramatik, serta medium televisi atau film. 12 Realita dalam film dokumenter harus selalu memiliki konteks merupakan makna dari suatu peristiwa. Disamping itu konteks juga merupakan pokok utama dalam sebuah penuturan 13. Demikian pula dikatakan Danesi Marcel, film dokumenter adalah merupakan film nonfiksi yang menggambarkan situasi kehidupan nyata dengan setiap individu menggambarkan perasaannya dan pengalamannya dalam situasi yang apa adanya, tanpa persiapan, langsung ada kamera dan pewawancara. Dokumenter dapat diambil pada lokasi 11 Parish, james robert. Jika kamu ingin menjadi sutradara seperti steven spielberg. (Bandung : Mizan learning center, 2006), Hal Andi Fachruddin, Ocpit, Hal Gerzon R. Ayawaila, Ocpit, hal 94.

17 28 pengambilan apa adanya, atau disusun secara sederhana dari bahan-bahan yang sudah diarsipkan. 14 Pendekatan dan gaya dokumenter atau film yang berdasarkan fakta kejadian disebut Cinema Verite. Cinema Verite dianggap mampu mengetengahkan realita visual secara sederhana dan apadanya, yang diyakini dapat mempertahankan atau menjaga spontanitas aksi dan karakter lokasi otentik sesuai realita. Para dokumentaris Cinema Verite menolak penggunaan perangkat pelengkap kamera seperti tracking rails, dollies, tripods, cranes, dan semacamnya. Peralatan tersebut dianggap sebagai faktor penghambat bagi realisasi spontanitas adegan atau peristiwa saat perekaman gambar. Dalam dokumenter gaya ini, peran seorang editor sangat penting. Baik buruknyaproduksi jenis ini sangat tergantung pada editor. Pada awal 1960-an di Amerika berkembang gaya lain yaitu Direct Cinema. Prinsipnya gaya ini agak sulit untuk diterapkan pada semua produksi film dokumenter. Dalam gaya ini, penyusunan skenario formal dianggap tidak penting, mengingat yang diutamakan adalah peristiwa yang terjadi, bukannya kenapa atau bagaimana jalannya cerita dari suatu peristiwa 15. Sepintas antara Cinema Verite dan Direct Cinema terlihat adanya persamaan pendekatan dan gaya. Yang membedakan di antara keduanya adalah dalam membangun dramatika dan konflik. Cinema Verite terlihat lebih agresif, sementara Direct Cinema memilih pasif. Terkadang Cinema Verite bahkan menjadi pemicu atau provokator terhadap subjek agar terjadi suatu konflik, sementara Direct Cinema hanya menanti apa yang bakal terjadi dihadapan kamera. 14 Danesi Marcel, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), Hal Gerzon R. Ayawaila, Ocpit, hal. 17.

18 29 Sedangkan Free Cinema, gaya ini muncul di inggris tahun 1950-an, lebih sebagai pendekatan gaya yang merupakan gabungan antara dokumenter dan film fiksi. Sebagai sebuah gerakan, pada prinsipnya, ide-ide Free Cinema bukanlah merupakan hal baru. Prinsip metode Free Cinema yang menginginkan kebebasan berakting atau berekspresi pemain tak dikekang dan diatur secara kaku, juga dilakukan para sutradara pada umumnya Free Cinema. tak memberikan perhatian pada masalah estetika, yang sejak zaman Flaherty masih menjadi perdebatan. Penggunaan peralatan praktis dan ringan merupakan cara kerja mereka di lapangan. Sebagaimana Cinema Verite, teknik editing menjadi tumpuan akhir Free Cinema untuk memberi bentuk Tiga Struktur Bertutur Konflik dalam dokumenter tidak harus dipahami sebagaimana konflik ciptaan film fiksi. Konflik dalam film dokumenter sudah tersedia tinggal bagaimana menggarap atau mengarahkan konflik yang sudah tersedia, dan mengarahkan konflik tersebut menjadi menarik dengan melihat aspek dramatiknya 16. Ada tiga cara umum struktur penuturan yakni secara kronolgis, secara tematis, dan secara dialektik Secara kronologis Peristiwa dituturkan secara berurutan dari awal hingga akhir. Pada struktur ini yang namanya waktu menentukan konstruksi atau konstruksi alur kisah bergantung pada waktu. Misalnya jika menggunakan gaya bertutur 16 Ibid, hal Ibid, hal 83

19 30 buku harian, dilakukan teknik kilas balik, maka susunan adegan akan mengikuti perjalanan waktu. Disini struktur kronologis mau tak mau akan terputus, tetapi susunan adegan akan tetap terjaga karena diatur oleh waktu. Struktur ini biasa dipakai dalam film dokumenter sejarah. - Secara tematis Cerita dipecah kedalam beberapa kelompok tema, yang menempatkan sebab dan akibat digabungkan dalam tiap sekuens. Dalam satu adegan penulis bisa membangun serta menggabungkan sebab dan akibatnya. Hasil gabungan sebab dan akibat dari suatu fakta, yang terdiri dari beberapa adegan itu, lalu disusun kedalam satu sekuens. Struktur ini biasa dipakai bila fokus cerita adalah sebuah objek lokasi, yang merupakan tempat sejumlah subjek (orang) melakukan aktivitas hidupnya. - Secara dialektik Struktur ini lebih memiliki kekuatan dramatik dibanding dua lainnya, karena struktur dialektik menyuguhkan suatu tanda tanya atau masalah yang langsung diberi jawabnya. Apabila ada aksi, langsung diikuti reaksi. Dalam struktur dialektik terdapat variasi menarik dari cara bertutur yang kontras. Dalam sebuah peristiwa yang terjadi pada waktu bersamaan, sutradara dapat menempatkannya ke dalam sebuah kontradiksi.

20 31

Dokumenter Episode ke 3. Menemukan Ide dan Merumuskan Konsep

Dokumenter Episode ke 3. Menemukan Ide dan Merumuskan Konsep Dokumenter Episode ke 3 Menemukan Ide dan Merumuskan Konsep Menemukan Ide Untuk mendapatkan Ide, dibutuhkan kepekaan dokumentaris terhadap lingkungan sosial, budaya, politik, dan alam semesta Rasa INGIN

Lebih terperinci

Referensi DOKUMENTER. dari Ide sampai ProduksI. Gerzon R. Ayawaila 2008 FFTV IKJ PRESS

Referensi DOKUMENTER. dari Ide sampai ProduksI. Gerzon R. Ayawaila 2008 FFTV IKJ PRESS Referensi DOKUMENTER dari Ide sampai ProduksI Gerzon R. Ayawaila 2008 FFTV IKJ PRESS DOKUMENTER PERTEMUAN 1 Dokumentaris Umumnya sineas dokumenter merangkap beberapa posisi : produser, sutradara, penulis

Lebih terperinci

Pengertian Program Dokumenter Televisi

Pengertian Program Dokumenter Televisi Pengertian Program Dokumenter Televisi Modul ke: 01 Fakultas FIKOM Andi Fachrudin, M.Si. Program Studi Broadcasting Program Dokumenter TV Merupakan Dasar Produksi Program Televisi ; 1. Dapat diproduksi

Lebih terperinci

FEATURE-DOKUMENTER. RISET OBSERVASI Pertemuan 5

FEATURE-DOKUMENTER. RISET OBSERVASI Pertemuan 5 FEATURE-DOKUMENTER RISET OBSERVASI Pertemuan 5 1 Vincent Monnikendam Sineas Belanda, pembuat film dokumenter Mother Dao. Membutuhkan waktu dua tahun lebih untuk mengumpulkan dan menyeleksi materi yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Film 2.1.1 Pengertian Film Kehadiran film sebagai media komunikasi untuk menyampaikan informasi, pendidikan dan hiburan adalah salah satu media visual auditif yang mempunyai jangkauan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sejarah Istilah sejarah berasal dari bahasa arab, yaitu syajaratun yang berarti pohon. Menurut bahasa arab sejarah sama artinya dengan sebuah pohon yang terus berkembang

Lebih terperinci

BAB II DASAR PEMIKIRAN. komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi

BAB II DASAR PEMIKIRAN. komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi BAB II DASAR PEMIKIRAN 2.1. Film Pada pasal 1 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman yang disebutkan bahwa film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan dalam bukunya yang berjudul Memahami Film bahwa, masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan dalam bukunya yang berjudul Memahami Film bahwa, masingmasing BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Film secara umum dapat dibagi menjadi dua unsur yaitu unsur naratif dan unsur sinematik. Kedua unsur tersebut saling berinteraksi dan berkesinambungan satu

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Multimedia Rubinson menyatakan bahwa multimedia merupakan presentasi intrusional yang mengkombinasikan tampilan teks, grafis, vidio dan audio, serta dapat menyediakan interaktifitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, jenis-jenis film mulai bermunculan mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, jenis-jenis film mulai bermunculan mengikuti perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, jenis-jenis film mulai bermunculan mengikuti perkembangan zaman. Sebut saja, jenis film pendek berdurasi 8 detik, video blog (VLOG), dan beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sukabumi, Jawa Barat yang mencari nafkah dari penyu-penyu hijau (chelonia

BAB I PENDAHULUAN. Sukabumi, Jawa Barat yang mencari nafkah dari penyu-penyu hijau (chelonia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Topik Pada skripsi aplikatif ini kami akan membuat sebuah film dokumenter dengan metode perbandingan. Dengan judul PESISIR HARAPAN yang bercerita tentang kehidupan orang-orang di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkan dengan dirinya sendiri. Karena manusia menjalankan

Lebih terperinci

Program Dokumenter Drama. Modul ke: 12FIKOM. Fakultas. Andi Fachrudin, M.Si. Program Studi Broadcasting

Program Dokumenter Drama. Modul ke: 12FIKOM. Fakultas. Andi Fachrudin, M.Si. Program Studi Broadcasting Modul ke: Program Dokumenter Drama Fakultas 12FIKOM Andi Fachrudin, M.Si. Program Studi Broadcasting Program Dokumenter Drama Dokumentasi drama (drama dokumenter), yakni suatu film atau drama televisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. game berjalan beriringan, dan para desainer saling bersaing secara kreatif. Fakta

BAB I PENDAHULUAN. game berjalan beriringan, dan para desainer saling bersaing secara kreatif. Fakta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi dinamika teknologi dan industri multimedia kini telah berkembang pesat. Industri multimedia seperti desain brand, pembuatan video, dan pembuatan game berjalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai makhluk hidup selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan batiniah maupun lahiriah. Manusia dalam memenuhi kebutuhannya tidak selalu

Lebih terperinci

KRITERIA PENILAIAN Faslitasi Pembuatan Film Pendek dan Dokumenter 2012

KRITERIA PENILAIAN Faslitasi Pembuatan Film Pendek dan Dokumenter 2012 KRITERIA PENILAIAN Faslitasi Pembuatan Film Pendek dan Dokumenter 2012 A. Dasar Pemikiran Pada dasarnya film dapat dimaknai atau dilihat memiliki fungsi sebagai berikut: Sebagai media ekspresi seni Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menyebarkan sebuah motivasi, ide gagasan dan juga penawaran sebuah sudut pandang dibutuhkan sebuah media yang cukup efektif. Menurut Javandalasta (2011:1), dijelaskan

Lebih terperinci

John Grierson pertama-tama menemukan istilah dokumenter dalam suatu pembahasan mengenai film karya Robert Flaherty, Moana (1925).

John Grierson pertama-tama menemukan istilah dokumenter dalam suatu pembahasan mengenai film karya Robert Flaherty, Moana (1925). John Grierson pertama-tama menemukan istilah dokumenter dalam suatu pembahasan mengenai film karya Robert Flaherty, Moana (1925). Dia mengacu pada kemampuan suatu media untuk menghasilkan dokumen visual

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Multimedia Menurut (Munir, 2012) secara umum, multimedia berhubungan dengan penggunaan lebih dari satu macam media untuk menyajikan informasi. Misalnya, video musik adalah bentuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Film Dokumenter Istilah "dokumenter" pertama digunakan dalam resensi film Moana (1926) oleh Robert Flaherty, ditulis oleh The Moviegoer, nama samaran John Grierson, di New York

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, seperti koran, televisi, radio, dan internet. produksi Amerika Serikat yang lebih dikenal dengan nama Hollywood.

BAB I PENDAHULUAN. lain, seperti koran, televisi, radio, dan internet. produksi Amerika Serikat yang lebih dikenal dengan nama Hollywood. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman sekarang, komunikasi sudah banyak cara penyaluran pesannya kepada masyarakat, salah satunya adalah film, disamping menggunakan media lain, seperti koran, televisi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan yang akan dicapai dalam Tugas Akhir ini adalah membuat film

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan yang akan dicapai dalam Tugas Akhir ini adalah membuat film BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan yang akan dicapai dalam Tugas Akhir ini adalah membuat film dokumenter bergenre association picture story tentang budaya konsumtif. Hal ini dilatarbelakangi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/jatim/sidoarjo/ diakses tanggal 20

BAB II LANDASAN TEORI. (http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/jatim/sidoarjo/ diakses tanggal 20 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendidikan di Dusun Pucukan Di Indonesia memiliki luas wilayah yang beragam kondisi geografisnya. Dalam pembagian geografisnya diharapkan pendidikan dapat merata khususnya untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Kekuatan audio dan visual yang diberikan televisi mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Kekuatan audio dan visual yang diberikan televisi mampu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Televisi adalah media massa yang sangat diminati dan tetap menjadi favorit masyarakat. Kekuatan audio dan visual yang diberikan televisi mampu merefleksikan kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunikasi merupakan hal yang paling mendasar dan paling penting dalam interaksi sosial. Manusia berkomunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunikasi merupakan hal yang paling mendasar dan paling penting dalam interaksi sosial. Manusia berkomunikasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunikasi merupakan hal yang paling mendasar dan paling penting dalam interaksi sosial. Manusia berkomunikasi sejak dilahirkan didunia, komunikasi tidak hanya berupa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia saat ini, keberadaan televisi dengan fungsi dan karakteristiknya

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia saat ini, keberadaan televisi dengan fungsi dan karakteristiknya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Televisi sudah menjadi alat komunikasi yang efektif didalam masyarakat Indonesia saat ini, keberadaan televisi dengan fungsi dan karakteristiknya membuat televisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Reserve), Penyu hijau termasuk dalam daftar appendix 1 yang berarti sedang. sangat memengaruhi jumlah penyu di lautan dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Reserve), Penyu hijau termasuk dalam daftar appendix 1 yang berarti sedang. sangat memengaruhi jumlah penyu di lautan dunia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut IUCN (international Union Conservation of Nature and Natural Reserve), Penyu hijau termasuk dalam daftar appendix 1 yang berarti sedang menuju kepunahan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Program Sebelumnya Pada kesempatan kali ini pembuat karya akan membuat sebuah program dokumenter mengenai warisan dari Indonesia khususnya kain di seluruh Indonesia. Pada program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film adalah sarana komunikasi massa yang digunakan untuk menghibur, memberikan informasi, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, komedi, dan sajian teknisnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Film Sebagai Komunikasi Massa Film merupakan salah satu media yang paling banyak dipakai secara kolektif dan terikat. Film dapat melintasi batas-batas wilayah, bahkan sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan karya seni kreatif yang menjadikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan karya seni kreatif yang menjadikan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan karya seni kreatif yang menjadikan manusia dengan segala kompleks persoalan hidup sebagai objeknya, dan bahasa sebagai mediumnya. Peristiwa dan

Lebih terperinci

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Program dokumenter merupakan program yang dapat mengantar penontonnya ke dalam perspektif realita yang sama sekali berbeda sesuai sudut pandang sang kreator. Realita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menyampaikan sebuah informasi, banyak media yang dapat dipakai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menyampaikan sebuah informasi, banyak media yang dapat dipakai 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam menyampaikan sebuah informasi, banyak media yang dapat dipakai agar data yang dikirim oleh pengirim bisa sampai ke penerima. Media yang dipakai bisa melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya masyarakat mengkhawatirkan masa kehamilan dan persalinan. Masa kehamilan dan persalinan dideskripsikan oleh Bronislaw Malinowski menjadi fokus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam penyampaian pesan. Salah satu media audio visual yaitu film.

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam penyampaian pesan. Salah satu media audio visual yaitu film. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perfilman di Indonesia akhir-akhir ini berkembang sangat pesat seiring dengan majunya era globalisasi. Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia memiliki orang-orang kreatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi baik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi baik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi baik komunikasi verbal maupun komunikasi non verbal. Komunikasi bukan hanya sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komunikasi visual memiliki peran penting dalam berbagai bidang, salah satunya adalah film. Film memiliki makna dan pesan di dalamnya khususnya dari sudut pandang visual.

Lebih terperinci

JUDUL UNIT : Membaca dan Menafsirkan Naskah

JUDUL UNIT : Membaca dan Menafsirkan Naskah KODE UNIT : TIK.MM02.004.01 JUDUL UNIT : Membaca dan Menafsirkan Naskah DESKRIPSI UNIT : Unit ini menjelaskan keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk membaca naskah, identifikasi elemen dasar yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pelatihan BAB II LANDASAN TEORI Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pelatihan yaitu latihan yang berdasarkan satu jenis bahan atau situasi untuk mengembangkan kemampuan umum, keterampilan, atau sifat

Lebih terperinci

: Ainul Khilmiah, Ella yuliatik, Anis Citra Murti, Majid Muhammad Ardi SMART?: SEBUAH TAFSIR SOLUSI IDIOT ATAS PENGGUNAAN TEKNOLOGI

: Ainul Khilmiah, Ella yuliatik, Anis Citra Murti, Majid Muhammad Ardi SMART?: SEBUAH TAFSIR SOLUSI IDIOT ATAS PENGGUNAAN TEKNOLOGI Ditulis oleh : Ainul Khilmiah, Ella yuliatik, Anis Citra Murti, Majid Muhammad Ardi Pada 08 November 2015 publikasi film SMART? dalam screening mononton pada rangkaian acara Kampung Seni 2015 pukul 20.30

Lebih terperinci

JURNAL PENYUTRADARAAN FILM DOKUMENTER ERAU ADAT KUTAI DENGAN GAYA EXPOSITORY

JURNAL PENYUTRADARAAN FILM DOKUMENTER ERAU ADAT KUTAI DENGAN GAYA EXPOSITORY JURNAL PENYUTRADARAAN FILM DOKUMENTER ERAU ADAT KUTAI DENGAN GAYA EXPOSITORY SKRIPSI PENCIPTAAN SENI untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Strata 1 Program Studi Televisi dan Film

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya zaman ke arah modern membuat kepopuleran ludruk

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya zaman ke arah modern membuat kepopuleran ludruk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya zaman ke arah modern membuat kepopuleran ludruk sebagai kesenian tradisional Jawa Timur semakin terkikis. Kepopuleran di masa lampau seakan hilang seiring

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini film dan kebudayaan telah menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Film pada dasarnya dapat mewakili kehidupan sosial dan budaya masyarakat tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film Dokumenter tidak seperti halnya film fiksi (cerita) merupakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Film Dokumenter tidak seperti halnya film fiksi (cerita) merupakan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film Dokumenter tidak seperti halnya film fiksi (cerita) merupakan sebuah rekaman peristiwa yang diambil dari penyajian fakta atau sungguh-sungguh terjadi. Definisi

Lebih terperinci

BAB II ANALISIS MASALAH

BAB II ANALISIS MASALAH BAB II ANALISIS MASALAH 2.1 Tinjauan Teori Multimedia diambil dari kata multi dan media. Multi berarti banyak dan media berarti media atau perantara. Multimedia adalah gabungan dari beberapa unsur yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Film sebagai salah satu atribut media massa dan menjadi sarana

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Film sebagai salah satu atribut media massa dan menjadi sarana BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Film sebagai salah satu atribut media massa dan menjadi sarana komunikasi yang paling efektif, karena film dalam menyampaikan pesannya yang begitu kuat sehingga

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 93 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pada setiap produksi film maupun program televisi selalu melalui tahapan produksi yang sistematis. Demikian pula pada produksi program dokumenter yang berjudul

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tugas Karya Akhir atau Program Sebelumnya Pada program kali ini penulis berkesempatan untuk membuat karya yaitu sebuah dokumenter mengenaik profi seseorang, dokumenter profil

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pelecehan Seksual Pelecehan seksual dan pemerkosaan dapat terjadi pada siapa saja baik pria maupun perempuan. Kasus inipun dapat terjadi pada kamu. Ada beberapa cara untuk menghindar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di belahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop, film televisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki karakteristik dan sifat yang berbeda-beda. Hal tersebut merupakan representasi psikologis masing-masing orang yang dibangun dari latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Palembang merupakan kota metropolitan berskala international. Kota yang berusia 13 Abad lebih ini banyak meninggalkan jejak-jejak sejarah yang menarik

Lebih terperinci

merupakan suatu berita singkat (tidak detail) yang hanya menyajikan informasi terpenting saja terhadap suatu peristiwa yang diberitakan. adalah berita yang menampilkan berita-berita ringan namun menarik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menonton film merupakan kegemaran hampir semua orang dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menonton film merupakan kegemaran hampir semua orang dari berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menonton film merupakan kegemaran hampir semua orang dari berbagai kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, dan juga kalangan menengah kebawah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Landasan utama dalam penyutradaraan film dokumenter dengan tipe gaya interaktif, sutradara harus melakukan pendekatan yang lebih intim kepada subjek agar mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggabungkan antara unsur audio dan visual. Dengan adanya unsur tersebut

BAB I PENDAHULUAN. menggabungkan antara unsur audio dan visual. Dengan adanya unsur tersebut BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang Masalah Media bagaikan nadi bagi manusia. Kehadirannya sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup manusia. Informasi yang biasa didapatkan dari media tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai budaya terdapat di Indonesia sehingga menjadikannya sebagai negara yang berbudaya dengan menjunjung tinggi nilai-nilainya. Budaya tersebut memiliki fungsi

Lebih terperinci

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 81 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Program dokumenter merupakan sebuah media komunikasi yang paling baik dalam menyampaikan fakta secara efektif dan menarik. Program dokumenter memungkinkan penontonnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Konteks Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang sangat membutuhkan informasi, untuk mendapatkan informasi itu maka dilakukan dengan cara berkomunikasi baik secara verbal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FEATURE Feature adalah artikel yang kreatif, kadang-kadang subyektif, yang terutama dimaksudkan untuk membuat senang dan memberi informasi kepada pembaca tentang suatu kejadian,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini berusaha melihat bagaimana konstruksi dalam film Samin VS Semen dan film Sikep Samin Semen bekerja. Konstruksi ini dilihat melalui konsep yang ada di dalam film

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kedalam bentuk film bukanlah hal baru lagi di Indonesia. membantu dalam menggagas sebuah cerita yang akan disajikan dalam film.

BAB 1 PENDAHULUAN. kedalam bentuk film bukanlah hal baru lagi di Indonesia. membantu dalam menggagas sebuah cerita yang akan disajikan dalam film. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya media penyampaian suatu cerita sejak Tahun 70-an, film mulai banyak mengambil inspirasi atau karya- karya sastra yang telah ada sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Palembang sebagai kota metropolitan berskala internasional, merupakan kota yang memiliki banyak potensi aset wisata budaya. Kota yang sudah berusia 13 abad

Lebih terperinci

BAB II DASAR PEMIKIRAN

BAB II DASAR PEMIKIRAN BAB II DASAR PEMIKIRAN 2.1 Film Sebagai Komunikasi Massa Film adalah bagian dari kehidupan sehari-hari yang dalam banyak hal lebih unggul menjadi hiburan dibandingkan radio dan siaran televisi. Film dinilai

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Pada bab ini akan dijelaskan proses, produksi dan pasca produksi dalam pembuatan film AGUS. Berikut ini adalah penjelasan proses pembuatan film yang berjudul AGUS, sebagai berikut:

Lebih terperinci

JURNAL ANALISIS UNSUR DRAMATIK SEBAGAI PEMBANGUN STRUKTUR PENUTURAN PADA PROGRAM DOKUMENTER POTRET KALAWEIT WILDLIFE RESCUE SEASON I METRO TV

JURNAL ANALISIS UNSUR DRAMATIK SEBAGAI PEMBANGUN STRUKTUR PENUTURAN PADA PROGRAM DOKUMENTER POTRET KALAWEIT WILDLIFE RESCUE SEASON I METRO TV JURNAL ANALISIS UNSUR DRAMATIK SEBAGAI PEMBANGUN STRUKTUR PENUTURAN PADA PROGRAM DOKUMENTER POTRET KALAWEIT WILDLIFE RESCUE SEASON I METRO TV SKRIPSI PENGKAJIAN SENI untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

8 BAB II KERANGKA / DASAR PEMIKIRAN 2.1 Komunikasi Massa Dalam keseharian kita selalu melakukan aktivitas berkomunikasi.baik berkomunikasi secara langsung maupun secara tidak langsung (menggunakan media).

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. sebuah karya film. Tanpa manajemen yang diterapkan pada sebuah produksi

BAB IV PENUTUP. sebuah karya film. Tanpa manajemen yang diterapkan pada sebuah produksi BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dalam pembuatan produksi sebuah film, pada dasarnya memiliki suatu rangkaian tahapan yang harus dilalui. Rangkaian tersebut akan membantu menentukan hasil proses produksi program

Lebih terperinci

TEKNIK EDITING II. Pertemuan 2. Yosaphat Danis Murtiharso, S.Sn., M.Sn. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Broadcasting

TEKNIK EDITING II. Pertemuan 2. Yosaphat Danis Murtiharso, S.Sn., M.Sn. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Broadcasting Modul ke: TEKNIK EDITING II Fakultas Ilmu Komunikasi Program Studi Broadcasting www.mercubuana.ac.id Pertemuan 2 Yosaphat Danis Murtiharso, S.Sn., M.Sn LOGIKA EDITING DRAMA Dalam melakukan editing film

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya di takdirkan untuk menjadi seorang pemimpin atau leader, terutama

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya di takdirkan untuk menjadi seorang pemimpin atau leader, terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemimpin atau seorang Leader tentu sudah tidak asing di telinga masyarakat pada umumnya, hal ini disebabkan karena setiap manusia yang diciptakan didunia ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi ini selalu kita jalani tanpa ada hentinya. Bahkan, proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi ini selalu kita jalani tanpa ada hentinya. Bahkan, proses 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Massa Dalam keseharian kita selalu melakukan aktivitas berkomunikasi. Baik secara langsung maupun tidak secara langsung (menggunakan media). Proses komunikasi

Lebih terperinci

PEMBUATAN FILM DOKUMENTER POTRET LUDRUK IRAMA BUDAYA DENGAN PENDEKATAN EKSPOSITORI BERJUDUL BERTAHAN DEMI LESTARINYA BUDAYA BANGSA ABSTRACT

PEMBUATAN FILM DOKUMENTER POTRET LUDRUK IRAMA BUDAYA DENGAN PENDEKATAN EKSPOSITORI BERJUDUL BERTAHAN DEMI LESTARINYA BUDAYA BANGSA ABSTRACT PEMBUATAN FILM DOKUMENTER POTRET LUDRUK IRAMA BUDAYA DENGAN PENDEKATAN EKSPOSITORI BERJUDUL BERTAHAN DEMI LESTARINYA BUDAYA BANGSA Benyamin Handaya Sulaiman 07.51016.0004 DIV Komputer Multimedia, STIKOM

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pulau Giliyang terdiri dari dua kata gili (pulau) dan iyang (sesepuh). Konon

BAB II LANDASAN TEORI. Pulau Giliyang terdiri dari dua kata gili (pulau) dan iyang (sesepuh). Konon BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pulau Giliyang Pulau Giliyang terdiri dari dua kata gili (pulau) dan iyang (sesepuh). Konon katanya pulau ini dihuni oleh masyarakat yang berasal dari Sumenep (Pulau Madura) di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian unsur patriotisme dalam film Sang Kiai akan dilaksanakan dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian unsur patriotisme dalam film Sang Kiai akan dilaksanakan dengan 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian unsur patriotisme dalam film Sang Kiai akan dilaksanakan dengan sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Deskriptif adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Film adalah gambar-hidup yang juga sering disebut movie. Film secara kolektif sering disebut sebagai sinema. Sinema itu sendiri bersumber dari kata kinematik atau gerak.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Saat ini perkembangan teknologi tanpa disadari telah mempengaruhi hidup kita.

BAB I. PENDAHULUAN. Saat ini perkembangan teknologi tanpa disadari telah mempengaruhi hidup kita. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan teknologi tanpa disadari telah mempengaruhi hidup kita. Perkembangan jaman dan teknologi ini juga berimbas kepada proses berkembangnya

Lebih terperinci

Structure (Sequence & Scene. Modul ke: 04FIKOM. Fakultas. Andi Fachrudin, M.Si. Program Studi Broadcasting

Structure (Sequence & Scene. Modul ke: 04FIKOM. Fakultas. Andi Fachrudin, M.Si. Program Studi Broadcasting Structure (Sequence & Scene Modul ke: Fakultas 04FIKOM Andi Fachrudin, M.Si. Program Studi Broadcasting Structure Structure Proposal Proposal Proposal adalah diibaratkan dengan kekuatan seperti pepohonan.

Lebih terperinci

2 perubahan yang terjadi di dalam media penyiaran itu sendiri meliputi segi sistem pemberitaan dan sistem informasi yang sifatnya lebih terbuka. Salah

2 perubahan yang terjadi di dalam media penyiaran itu sendiri meliputi segi sistem pemberitaan dan sistem informasi yang sifatnya lebih terbuka. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan komunikasi massa saat ini sangat pesat dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Kebutuhan manusia akan informasi saat ini sudah menjadi kebutuhan

Lebih terperinci

2015 ANANLISIS NILAI MORAL PAD A TOKOH UTAMA RED A D ALAM FILM LE GRAND VAJAGE(LGU) KARYA ISMAEL FERROUKHI

2015 ANANLISIS NILAI MORAL PAD A TOKOH UTAMA RED A D ALAM FILM LE GRAND VAJAGE(LGU) KARYA ISMAEL FERROUKHI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Peran bahasa asing sangatlah penting dalam menunjang eksistensi para insan pendidikan di era globalisasi ini. Tidak bisa dipungkiri, agar menjadi pribadi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di bidang seni, film merupakan suatu fenomena yang muncul secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di bidang seni, film merupakan suatu fenomena yang muncul secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di bidang seni, film merupakan suatu fenomena yang muncul secara spektakuler. Film merupakan cabang seni yang paling muda, tetapi juga yang paling dinamis

Lebih terperinci

UPT PERPUSTAKAAN ISI YOGYAKARTA

UPT PERPUSTAKAAN ISI YOGYAKARTA BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pada setiap produksi film maupun program televisi selalu melalui tahapan produksi yang sistematis. Demikian pula pada produksi dokumenter yang berjudul Teluk Kiluan.

Lebih terperinci

ABSTRAK. kawasan/tempat, kuliner, dan tradisi yang ada di kota Semarang dan sekitarnya.

ABSTRAK. kawasan/tempat, kuliner, dan tradisi yang ada di kota Semarang dan sekitarnya. ABSTRAK Televisi memiliki potensi yang besar sebagai sarana untuk menyampaikan isu-isu sejarah yang cenderung membosankan melalui penyajian tayangan news feature, yang bertujuan menyampaikan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. video dan audio video (film). Selama ini kebanyakan orang tidak menyadari hal itu

BAB I PENDAHULUAN. video dan audio video (film). Selama ini kebanyakan orang tidak menyadari hal itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan manusia dalam menangkap informasi berbeda-beda ada yang lebih mudah menerima informasi berupa tulisan, gambar, tulisan bergambar, audio, video dan audio video

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris di mana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Film merupakan media komunikasi massa yang kini banyak dipilih untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Film merupakan media komunikasi massa yang kini banyak dipilih untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Film merupakan media komunikasi massa yang kini banyak dipilih untuk menyampaikan berbagai pesan. Film mempunyai kekuatan mendalam untuk memberikan pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keinginannya. Hal inipun diatur dalam Undang-Undang Dasar Terdapat paham liberalisme dimana liber yang artinya bebas atau

BAB I PENDAHULUAN. keinginannya. Hal inipun diatur dalam Undang-Undang Dasar Terdapat paham liberalisme dimana liber yang artinya bebas atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap manusia pada umumnya menginginkan kehidupannya berjalan dengan baik, sesuai dengan apa yang dikehendakinya, yang mana sesuai dengan arti sebuah kebebasan.

Lebih terperinci

Prakata. iii. Bandung, September Penulis

Prakata. iii. Bandung, September Penulis Prakata Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa mempunyai fungsi intelektual, sosial, dan emosional. Selain itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. visualdan dipahami sebagai potongan gambar-gambar bergerak 1. Menurut Jaya

BAB I PENDAHULUAN. visualdan dipahami sebagai potongan gambar-gambar bergerak 1. Menurut Jaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Istilah film pada awalnya dimaksudkan pada media penyimpan gambar atau yang biasa disebut celluloid, yaitu lembaran plastik yang dilapisi oleh emulsi. Berawal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah homo pluralis yang memiliki cipta, rasa, karsa, dan karya sehingga dengan jelas membedakan eksistensinya terhadap makhluk lain. Karena memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta merupakan kota metropolitan yang sangat padat penduduknya. Penduduknya bukan hanya berasal dari asli Jakarta saja yang ada disana, tetapi dari luar pulau bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Film merupakan sebuah media yang dapat digunakan sebagai sarana hiburan. Selain itu, film juga berfungsi sebagai sebuah proses sejarah atau proses budaya suatu

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video dokumenter,

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video dokumenter, BAB IV IMPLEMENTASI KARYA 4.1 Produksi Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video dokumenter, merupakan rancangan yang sudah disusun dan dibuat pada saat pra produksi di implementasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak awal perjalanan pembuatan film beserta teknologinya, para filmmaker telah mengupayakan berbagai teknologi canggih dalam merealisasikan konsep visual mereka didalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan selalu ingin berkomunikasi dengan manusia lain untuk mencapai tujuannya. Sebagai makhluk sosial, manusia harus taat

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Program Sebelumnya Karya yang dibuat dalam tugas akhir ini adalah sebuah program feature human interest, dimana feature human interest adalah sebuah feature yang menyentuh kebiasaan

Lebih terperinci

01 Meninjau Narasi 1.1. Analisa bentuk narasi untuk menghasilkan narasi yang siap untuk penulisan bagian berikutnya.

01 Meninjau Narasi 1.1. Analisa bentuk narasi untuk menghasilkan narasi yang siap untuk penulisan bagian berikutnya. KODE UNIT : TIK.MM02.022.01 JUDUL UNIT : Menulis Naskah DESKRIPSI UNIT : Unit ini mendeskripsikan tentang keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan menulis sebuah naskah dari narasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal, sosial,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video feature,

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video feature, BAB IV IMPLEMENTASI KARYA 4.1 Produksi Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video feature, merupakan rancangan yang sudah disusun dan dibuat pada saat pra produksi di implementasikan

Lebih terperinci