BAB I PENDAHULUAN. Sukabumi, Jawa Barat yang mencari nafkah dari penyu-penyu hijau (chelonia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Sukabumi, Jawa Barat yang mencari nafkah dari penyu-penyu hijau (chelonia"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Topik Pada skripsi aplikatif ini kami akan membuat sebuah film dokumenter dengan metode perbandingan. Dengan judul PESISIR HARAPAN yang bercerita tentang kehidupan orang-orang di pinggiran pantai Pangumbahan, Sukabumi, Jawa Barat yang mencari nafkah dari penyu-penyu hijau (chelonia mydas). Karena harganya mahal, banyak masyarakat yang mengambil telur-telur penyu tersebut untuk dijual. Tentunya praktik ini sangat bertentangan dengan kampanye konservasi penyu apalagi merupakan pelanggaran undang-undang perlindungan hewan no. 16 tahun 1992 tentang KARANTINA HEWAN, IKAN DAN TUMBUHAN. Ada alasan mengapa praktik ini masih saja terjadi. Salah satu faktor adalah karena mereka tidak punya banyak pilihan untuk mencari nafkah atau memang praktik ini mengindikasi adanya kerjasama pihak dari konservasi dan warga sekitar Latar Belakang Masalah Film dokumenter merupakan bagian film non fiksi dari kedua jenis yang salah satunya adalah film berjenis fiksi, istilah dokumenter pertama kali diproklamasikan oleh John Grierson saat dia mengulas film Moana karya 1

2 2 Flaherty, dokumenter didefinisikan sebagai Karya film dokumenter merupakan sebuah laporan aktual yang kreatif (creative treatment of actuality). 1 Realita dokumenter harus terdokumentasi melalui penguasaan teknis sinematografi sesuai keinginan sutradara, tujuan metode dasar ini terdiri dari 2 : 1) gerak kamera : pan, tilt, zoom, crabs, track, dollie 2) kesinambungan: shot, scene, sequence, screen direction 3) memotivasi emosi penonton berdasarkan gambar 4) cutaways 5) arti setiap shot 6) lensa.seiring majunya zaman, dokumenter modern telah membarui film dokumenter sebelumnya. Para analis box office telah mencatat bahwa genre film ini telah menjadi sukses dengan bukti banyaknya film yang sudah dirilis di bioskop. Bila dibandingkan dengan film naratif dramatik, film dokumenter banyak dibuat dengan anggaran yang lebih murah daripada film fiksi. Hali ini cukup menarik karena film dokumenter memiliki biaya yang murah dalam proses pembuatannya. Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi kekuatan pada film dokumenter adalah seberapa kuat pesan dengan sekumpulan moment yang memiliki fakta dan aktual yang disampaikan kepada para audien lewat penuturan fakta dan data. Ukuran berhasil atau tidaknya sebuah film dokumenter dapat dilihat dari sejauh mana film kita dapat berbicara dengan khalayak pada waktu sekarang, maksudnya adalah film kita dapat memberikan reaksi kognitif kepada audien ketika sedang menonton dan sesudah menonton. 1 John Grierson dalam Gerzon R, Ayawaila : Dokumenter dari ide sampai produksi, FFTV IKJ Press, Jakarta,2008, hal 11 2 Gierzon R. Ayawaila, Dokumenter Dari Ide Sampai Produksi, FFTV-IKJ Press, Jakarta, 2008, hal 94

3 3 Analisa dan tercapainya pesan dalam film dokumenter ialah melalui peran dari seorang D.O.P yaitu kepanjangan dari Director Of Photograpy yang memiliki tugas penting untuk memvisualisasikan gambar berdasarkan tema dan story line dokumenter yang telah dibuat oleh sutradara. D.O.P bukanlah sebutan seorang yang secara teknis mengambil gambar, namun peranannya adalah mengatur estetika bagaimana shot size dan type shot dalam lingkup angle,framing dan komposisi dalam pengambilan gambar. Namun di film dokumenter Pesisir Harapan peran seorang D.O.P menjadi satu dengan camera person untuk menganalisa tema riset melalui visual berdasarkan kepentingan sutradara agar cerita bisa dipahami dengan baik melalui bahasa audio visual, sehingga peran sinergis sutradara dan subyek sangat diperlukan, adanya peran kameramen ialah segala bentuk visualisasi merupakan tanggung jawab utama dari tahap pra produksi (riset), produksi, dan pasca produksi. seorang D.O.P menjadi berperan ganda untuk mendapatkan hasil gambar yang penuh dengan unsur fakta dan moment yang sesungguhnya tanpa dibuat-buat. Aspek yang menjadi penting bagi kameramen atau D.OP dalam tahap produksi dokumenter ialah harus memiliki kemampuan mengambil gambar yang baik dalam keadaan apapun, karena tidak semua gambar bisa didapat, karena harus dengan izin terlebih dahulu oleh karena itu inisiatif kameramen dokumenter sangat berbeda dengan fiksi yang sudah terancang dengan matang. Setiap film dokumenter memiliki gaya sendiri dalam penuturan faktafaktanya. Gaya dalam dokumenter terdiri dari bermacam-macam kreativitas, seperti gaya humoris, puitis, satir, anekdot, serius, semi serius dan seterusnya.

4 4 Kemudian dalam gaya ada tipe pemaparan eksposisi (Expository documentary) yang konvensional, umumnya merupakan tipe format dokumenter televisi dengan menggunakan narator sebagai penutur tunggal. Oleh karena itu narasi disini disebut sebagai Voice of God karena aspek subjektivitas narator, kita dapat melihat contohnya pada dokumenter Discovery Channel, National Geographic, ataupun BBC Documentary. Film dokumenter menjadi semakin berkembang saat ini tidak hanya menyajikan tayangan secara realistis tetapi juga estetis karena banyak eskperimental yang dilakukan pembuat film dokumenter, karena berdasarkan pengertian dan fungsi sinematografi tidak hanya soal estetika saja tetapi sinematografi adalah segala perbincangan mengenai sinema (perfilman) baik dari estetika, bentuk, fungsi, makna, produksi, proses, maupun penontonnya. Jadi yang menentukan dalam tercapainya pesan dalam film dibahas dalam sinematografi. Hal ini di implementasikan dalam proses pembuatan film dokumenter Pesisir Harapan berupa praktik dalam membuat konsep awal penentuan gambar yang dilakukan perannya oleh Director of Photography yaitu tidak hanya membuat film ini menjadi metode eksposisi yang hanya mengutamakan gambar realis, tetapi juga disini menambah unsur estetika dengan mengambil video dengan kualitas baik dan rapi, agar sinematografi menmbentuk suatu perbincangan dengan penonton. Sehingga dokumenter ini akan menjadi salah satu dokumenter yang bersifat eksperimental karena setiap gambar bermaksud untuk tidak memberikan makna saja, tapi agar penonton bisa menikmati gambar yang lebih memiliki estetika sesuai kajian sinematografi karena secara dasar bentuk

5 5 estetika dalam sinematografi baik dokumenter ataupun naratif bentuk pelaksanannya merupakan apresiasi. Apresiasi ini merupakan proses sadar yang dilakukan dalam karya seni (termasuk film). Dalam karya dokumenter the Pesisir Harapan kami menambahkan adanya metode timelapse yang merupakan seni modern sehingga karya ini menjadi karya yang mengikuti perkembangan gaya film saat ini. Dipihak lain adapula tipe observasi (Observational documentary) yang hampir tidak menggunakan narator, akan tetapi berkonsentrasi pada dialog antar subjek-subjeknya. Pada tipe ini sutradara menempatkan posisinya hanya sebagai observator 3. Lee Hirsch dalam Bully (2011) melalui kamera dia mengamati semua kejadian yang terjadi setiap hari kelima siswa korban bullying di tempat yang berbeda (Georgia, Iowa, Texas, Missisipi, dan Oklahoma). Lee Hirsch berusaha mengikuti semua kejadian di sekolah mereka dari tahun ajaran Dia juga membawa serta orangtua korban bullying tersebut dalam cerita sebagai subjek naratif. Dalam film ini, Lee Hirsch tampak berusaha sangat keras menuturkan eksposisi ceritanya sehingga terlihat agak membingungkan. Namun film dokumenter ini mendapat respon yang luar biasa dari publik. Lain halnya dengan Frederik Wiseman dalam High School I & II melalui kamera dia hanya mengamati semua kejadian yang terjadi setiap hari di sebuah sekolah menengah umum di Philadelphia, Amerika Serikat. Wiseman berusaha menengahkan konflik yang terjadi antara sesama murid, guru dengan murid, hingga antara murid, guru, dan orang tua murid. Akan tetapi konflik yang terjadi antara sesama murid, guru 3 Wright Peter Lee, The Documentary Handbook, Routledge, New York, 2010 hal 98

6 6 dengan murid, hingga antara murid, guru, dan orang tua murid. Akan tetapi konflik yang ditampilkan tak mampu memberikan aspek dramatik, sehingga alur penuturan terasa datar. Konsep Wisseman terlihat sederhana yaitu hanya merekam kejadian sehari-hari yang ada di sekolah itu, filmya itu dianggap sebagai contoh gaya cinema verite yang baik, dan menjadi bahan bahasan hampir di setiap literatur dokumenter, meskipun butuh kesabaran untuk menikmati film yang terasa monoton itu. Gaya yang kini sangat jarang ditemui adalah gaya dimana film tersebut merupakan sebuah refleksi (Reflexive documentary) dari proses pembuatan (shooting) film tersebut. Dokumentaris Rusia Dziga Vertov merupakan pelopor dalam gaya ini. Dengan filmnya yang berjudul Man with The Movie Camera (1928), Vertov hanya bertujuan merefleksikan dua prinsip teorinya mengenai apa itu film kebenaran (Kino Pravda=Film Truth), dimana semua adegan harus sesuai apa adanya. 4 Melihat berbagai gaya dalam penuturan film dokumenter, kami menemukan bahwa peran semua kru menjadi faktor penting dalam upaya membuat film dokumenter yang mampu berbicara kepada publik. Tidak hanya sutradara, tetapi juga pengarah gambar (Director of Photography), penyunting gambar (Editor), penata musik (Music Engineer) dan semua kru yang telibat langsung dalam pembuatan film dokumenter. Berdasarkan film yang kami buat yaitu Pesisir Harapan, film ini bercerita tentang sekelompok orang yang mencari penghidupan dari penyu-penyu 4 Gerzon R. Ayawaila, Dokumenter Dari Ide Sampai Produksi, FFTV IKJ PRESS, Jakarta, 2008, hal 91

7 7 di kawasan konservasi penyu Sukabumi. Mereka mengambil telur untuk dijual meskipun saat ini dilarang oleh Pemerintah. Seperti yang kita tahu, populasi penyu sudah sangat kritis keberadaannya di alam akibat rusaknya habitat peneluran, menipisnya tempat penyu mencari makan (feeding ground), dan yang paling mengancam adalah ganasnya berbagai jenis predator seperti babi hutan, ikan hiu, anjing, burung elang dan juga manusia. Berdasarkan dua faktor tadi sudah selayaknya upaya pelestarian ini ditingkatkan baik dari kuantitas dan juga kualitas. Walaupun jumlah telur yang dihasilkan seekor penyu dalam satu kali bertelur dapat mencapai ratusan butir, namun yang dapat bertahan hingga dewasa hanya beberapa ekor saja, bahkan hanya satu ekor. Hal tersebut menyebabkan penurunan populasi penyu hijau di alam. Saat ini penyu hijau termasuk dalam daftar Appendix 1 menurut IUCN (International Union Conservation of Nature and Natural Reserve). 5 Jika kita amati, sebenarnya warga lokal tidak punya banyak pilihan untuk mencari nafkah di pesisir pantai Pangumbahan, Sukabumi. Kebanyakan dari mereka bekerja sebagai petani dan peternak. Menurut profil desa Pangumbahan periode Desember 2013, dengan jumlah penduduk sebanyak orang, hanya, hanya kurang dari sepuluh persen warga lokal yang berpenghasilan tetap di kawasan eko wisata pantai pangumbahan. Sepuluh persen itu antara pemilik villa, pemilik toko kelontong, pemilik restoran, Nelayan dan petugas konservasi. Selebihnya adalah petani dan peternak yang bekerja diluar kawasan eko wisata. 5 Ahmad Nontji, Laut Nusantara, Djambatan Jakarta, 2005, hal 372

8 8 Setiap hari penyu-pentu naik di bibir pantai untuk bertelur pada malam hari. Warga merasa mengambil telur penyu bisa dijadikan sebagai mata pencaharian tambahan. Selain terbilang harga telur yang mahal yaitu lima ribu hingga sepuluh ribu rupiah per-butir. Telur penyu mudah diambil karena sarangnya tersebar di sepanjang pantai. Para pencari telur cukup mencari waktu yang tepat untuk panen agar tidak diketahui oleh para pelaku konservasi. Dalam penelitian ini kami menemukan sebuah fakta yaitu semua petugas hampir semua mantan penggemar. Sebutan bagi para pencuri telur penyu. Bahkan banyak dari mereka yang menyatakan bahwa saat ini adalah sebagian besar pencuri telur merupakan petugas. Alasan mereka yang tidak lain dan tidak bukan karena kecilnya upah yang mereka dapat dalam satu bulan. Tetapi banyak juga yang telah sadar untuk tidak melakukan tindakan ilegal itu. Mereka yang telah sadar inilah yang akan menjadi salah satu karakter dalam film kami dengan anggapan bahwa mereka adalah para pejuang konservasi yang ingin keberadaan penyu tetap lestari dari masyarakat tercerahkan akan pentingnya eksistensi penyu di muka bumi. Seandainya ada usaha untuk mengubah paradigma masyarakat setempat yang suka mengambil telur penyu untuk menyambung hidup, masyarakat tidak perlu lagi merasa was-was ketika mencari nafkah karena dikira pencuri. Selain itu, upaya konservasi juga akan berjalan dengan efektif karena penangkaran tukik dilakukan dengan baik dan terarah. Dari fakta-fakta itulah kami mencoba mengangkat cerita para Pesisir Harapan kedalam film dokumenter kami. Dengan harapan masyarakat dapat

9 9 terbuka pandangan dan pemikirannya tentang kondisi lingkungan hidup di Indonesia dan juga fenomena-fenomena sosial yang terjadi di negara kita. Kami berharap juga akan muncul gerakan dan inovasi baru dalam upaya memberdayakan masyarakat tanpa harus mengganggu konservasi. Pemberdayaan masyarakat dan konservasi lingkungan hidup haruslah berjalan bersisian dan saling memberi manfaat tanpa merugikan satu sama lain. Melalui film dokumenter Pesisir Harapan kami akan mencoba mengaplikasikan teknik-teknik penuturan data dengan metode observational documentary konsep estetika pengambilan gambar yang selanjutnya akan dibahas dalam skripsi aplikatif ini Tujuan Perancangan Film Pesisir Harapan akan dibawakan dengan genre non fiksi dokumenter dengan gaya eksposisi observational documentary, dimana dalam film ini tidak ada narator tetapi pemusatan cerita berasal dari dialog dialog dan penuturan wawancara dalam membentuk struktur cerita antar karakter Manfaat Perancangan Manfaat Akademis Secara akademis khususnya bagi Fakultas Ilmu Komunikasi, penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan pengetahuan dibidang Broadcasting mengenai analisis wacana. Terutama analisis wacana dalam sebuah film. Serta

10 10 dapat menjadi bahan referensi bagi mahasiswa yang akan datang. Selain itu juga dapat bermanfaat bagi sarana pengetahuan akan film dan pembuatnya. Secara spesifik film dokumenter ini bermanfaat untuk menyajikan kebenaran mengenai realita yang terjadi pada salah satu objek wisata yang dibuat dengan konsep ekowisata, serta menjelaskan permasalahan yang terjadi pada lingkungan konservasi penyu, mengenai lingkungan ataupun permasalahan sosial, karena penyajian disajikan dengan observational maka pendapat narasumber menguatkan fakta yang telah diobservasi pembuat film. Dengan ini membuat manfaat menjadi luas karena menyajikan fakta yang belum diketahui penonton yang pada dasarnya pengolahan dokumenter disajikan untuk menyampaikan sesuatu Manfaat Praktis Secara praktis manfaat film dokumenter untuk mengetahui pemahaman tentang bahayanya terhadap ekosistem penyu sebagai satwa langka didunia serta praktik bahaya dalam pencurian telur penyu demi kepentingan ekonomi semata. Secara praktis manfaat ini bisa dilihat berdasarkan pembuat film lakukan yaitu berdasarkan kajian sinematografi dimana proses pembuatan film mengutamakan video yang baik dan benar agar audience bisa ikut merasakan apa yang telah disajikan dalam bentuk audio visual, selain itu fakta yang disajikan secara artistik menjadi peranan sinematografi menjadi kunci utama pada tersampainya pesan melalui gambar. Unsur artistik sinematografi bisa dilihat dalam pembuatan metode timelapse yang membuat teknik sinematografi lebih modern dan berkembang.

11 Target Audien Kami merencanakan film Pesisir Harapan dapat dinikmati oleh semua golongan pada umumnya dan anak muda (17-25 tahun) pada khususnya. Karena pada fase ini anak muda dapat menyerap informasi lebih cepat dan mudah tergantung dari cara penyampaiannya. Kami juga melihat sejak tahun 2012 filmfilm dokumenter mulai diminati kembali oleh anak muda, mulai dari menonton hingga memproduksi, karena itu anak muda adalah target audien yang tepat pada film ini Target Biaya Produksi Berdasarkan latar belakang, lokasi shooting dan kebutuhan teknis dalam memproduksi tugas akhir Pesisir Harapan maka perlu ada perencanaan matang dalam mengelola dan menentukan anggaran produksi. Berikut adalah rencana anggaran yang dibuat untuk proses produksi karya dokumenter : No Item Quantity Price Jumlah Note 1 Kamera DSLR Pinjam / Punya 2 Baterai Punya 3 Lensa Canon Sewa 4 Lensa Canon Pijam / Punya 5 Lensa Canon Punya 6 Macro Extension Tube Punya 7 Filter Gradual 1 paket Beli 8 Recorder ZoomH4N Beli

12 12 9 Rode Shotgun Mic Pinjam 10 Sennheiser G2 Wireless Sewa 11 Tripod for Video Beli 12 Slider DIY Beli 13 Tripod for Slider Beli 14 Fluid Video Head Beli 15 Shutter Release Beli 16 Spycam USB Beli 17 SDcard Extream 16gb Beli 18 SDcard Extream 16gb Punya 19 MicroSD Ultra 8gb Beli 20 LED Beli 21 Charger Eneloop Punya 22 Charger Beston + Baterai 4pcs Beli 23 Baterai Eneloop Beli 24 Baterai Eneloop High Capacity Punya TOTAL Penginapan 1bulan Sewa 26 Makan 1bulan Beli 27 Transportasi 1bulan Beli 28 Internet 1bulan Beli 29 Biaya Tak Terduga 1bulan Beli TOTAL TOTAL KESELURUHAN

13 Lokasi Produksi Film Pesisir Harapan akan diambil di lokasi-lokasi dibawah ini: 1. Sukabumi : A. Pantai pangumbahan B. Desa Pangumbahan 2. Bogor : A. Institut Pertanian Bogor 3. Jakarta : A. Kementrian Lingkungan Hidup B. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) C. World Wildlife Fund (WWF) Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Reserve), Penyu hijau termasuk dalam daftar appendix 1 yang berarti sedang. sangat memengaruhi jumlah penyu di lautan dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Reserve), Penyu hijau termasuk dalam daftar appendix 1 yang berarti sedang. sangat memengaruhi jumlah penyu di lautan dunia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut IUCN (international Union Conservation of Nature and Natural Reserve), Penyu hijau termasuk dalam daftar appendix 1 yang berarti sedang menuju kepunahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan dalam bukunya yang berjudul Memahami Film bahwa, masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan dalam bukunya yang berjudul Memahami Film bahwa, masingmasing BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Film secara umum dapat dibagi menjadi dua unsur yaitu unsur naratif dan unsur sinematik. Kedua unsur tersebut saling berinteraksi dan berkesinambungan satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. visualdan dipahami sebagai potongan gambar-gambar bergerak 1. Menurut Jaya

BAB I PENDAHULUAN. visualdan dipahami sebagai potongan gambar-gambar bergerak 1. Menurut Jaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Istilah film pada awalnya dimaksudkan pada media penyimpan gambar atau yang biasa disebut celluloid, yaitu lembaran plastik yang dilapisi oleh emulsi. Berawal

Lebih terperinci

Referensi DOKUMENTER. dari Ide sampai ProduksI. Gerzon R. Ayawaila 2008 FFTV IKJ PRESS

Referensi DOKUMENTER. dari Ide sampai ProduksI. Gerzon R. Ayawaila 2008 FFTV IKJ PRESS Referensi DOKUMENTER dari Ide sampai ProduksI Gerzon R. Ayawaila 2008 FFTV IKJ PRESS DOKUMENTER PERTEMUAN 1 Dokumentaris Umumnya sineas dokumenter merangkap beberapa posisi : produser, sutradara, penulis

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PERANCANGAN

BAB III KONSEP PERANCANGAN BAB III KONSEP PERANCANGAN 3.1 Tujuan Komunikasi Film dokumenter ini menceritakan mengenai kehidupan masyarakat suku Baduy yang dimana terdapat problematika sosial budaya dalam konteks kepercayaan yang

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PERANCANGAN. Tujuan peneliti dalam film dokumenter SENJANG ini, peneliti ingin

BAB III KONSEP PERANCANGAN. Tujuan peneliti dalam film dokumenter SENJANG ini, peneliti ingin 48 BAB III KONSEP PERANCANGAN 3.1 Tujuan Komunikasi Tujuan peneliti dalam film dokumenter SENJANG ini, peneliti ingin menunjukan mengaplikasikan teori yang sudah penulis pelajari sebelumnya. Melalui produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkan dengan dirinya sendiri. Karena manusia menjalankan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. sebuah karya film. Tanpa manajemen yang diterapkan pada sebuah produksi

BAB IV PENUTUP. sebuah karya film. Tanpa manajemen yang diterapkan pada sebuah produksi BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dalam pembuatan produksi sebuah film, pada dasarnya memiliki suatu rangkaian tahapan yang harus dilalui. Rangkaian tersebut akan membantu menentukan hasil proses produksi program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. game berjalan beriringan, dan para desainer saling bersaing secara kreatif. Fakta

BAB I PENDAHULUAN. game berjalan beriringan, dan para desainer saling bersaing secara kreatif. Fakta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi dinamika teknologi dan industri multimedia kini telah berkembang pesat. Industri multimedia seperti desain brand, pembuatan video, dan pembuatan game berjalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menyebarkan sebuah motivasi, ide gagasan dan juga penawaran sebuah sudut pandang dibutuhkan sebuah media yang cukup efektif. Menurut Javandalasta (2011:1), dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, jenis-jenis film mulai bermunculan mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, jenis-jenis film mulai bermunculan mengikuti perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, jenis-jenis film mulai bermunculan mengikuti perkembangan zaman. Sebut saja, jenis film pendek berdurasi 8 detik, video blog (VLOG), dan beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desa Cangkuang adalah sebuah desa yang terletak diantara kota Bandung dan kota Garut, di desa ini terdapat sebuah kampung yang bernama kampung Pulo, dan di kampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menonton film merupakan kegemaran hampir semua orang dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menonton film merupakan kegemaran hampir semua orang dari berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menonton film merupakan kegemaran hampir semua orang dari berbagai kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, dan juga kalangan menengah kebawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Palembang merupakan kota metropolitan berskala international. Kota yang berusia 13 Abad lebih ini banyak meninggalkan jejak-jejak sejarah yang menarik

Lebih terperinci

BAB III TEKNIK PRODUKSI

BAB III TEKNIK PRODUKSI BAB III TEKNIK PRODUKSI 3.1 Rencana Pra Produksi Dalam membuat tayangan dokumenter Terjajah Keadaan dibuat daftar keinginan (wish list) untuk mempermudah pembuatan tayangan film documenter. 3.1.1 Para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Sebagian besar kota besar yang ada di Indonesia saat ini semakin berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk. Salah satu kota yang berkembang saat ini

Lebih terperinci

John Grierson pertama-tama menemukan istilah dokumenter dalam suatu pembahasan mengenai film karya Robert Flaherty, Moana (1925).

John Grierson pertama-tama menemukan istilah dokumenter dalam suatu pembahasan mengenai film karya Robert Flaherty, Moana (1925). John Grierson pertama-tama menemukan istilah dokumenter dalam suatu pembahasan mengenai film karya Robert Flaherty, Moana (1925). Dia mengacu pada kemampuan suatu media untuk menghasilkan dokumen visual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya masyarakat mengkhawatirkan masa kehamilan dan persalinan. Masa kehamilan dan persalinan dideskripsikan oleh Bronislaw Malinowski menjadi fokus

Lebih terperinci

DIRECTOR OF PHOTOGRAPHY DALAM KARYA FILM DOKUMENTER RIDER BMX BANDUNG

DIRECTOR OF PHOTOGRAPHY DALAM KARYA FILM DOKUMENTER RIDER BMX BANDUNG LAPORAN TUGAS AKHIR DIRECTOR OF PHOTOGRAPHY DALAM KARYA FILM DOKUMENTER RIDER BMX BANDUNG Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana Seni Bidang Studi Fotografi Dan Film oleh

Lebih terperinci

karakter lokasi otentik sesuai realita.

karakter lokasi otentik sesuai realita. BAB III KONSEP PERANCANGAN 3.1 Tujuan Komunikasi Film dokumenter memiliki perjalanan yang cukup panjang, mulai berfungsi sebagai pengamat pertumbuhan hewan hingga sebagai sarana propoganda, akan tetapi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 93 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pada setiap produksi film maupun program televisi selalu melalui tahapan produksi yang sistematis. Demikian pula pada produksi program dokumenter yang berjudul

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Film 2.1.1 Pengertian Film Kehadiran film sebagai media komunikasi untuk menyampaikan informasi, pendidikan dan hiburan adalah salah satu media visual auditif yang mempunyai jangkauan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam kesenian. Salah satunya adalah angklung. Angklung adalah kesenian yang berupa alat musik tradisional. Angklung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Desa Cangkuang terletak diantara kota Bandung dan Garut. Di desa ini terdapat sebuah kampung yang bernama Kampung Pulo. Di kampung ini juga terdapat sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia banyak dilakukan eksploitasi alam yang mengambil kekayaan alam, mengeruk kekayaan alam tanpa memikirkan dampak terhadap lingkungan sekitar yang dieksploitasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di bidang seni, film merupakan suatu fenomena yang muncul secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di bidang seni, film merupakan suatu fenomena yang muncul secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di bidang seni, film merupakan suatu fenomena yang muncul secara spektakuler. Film merupakan cabang seni yang paling muda, tetapi juga yang paling dinamis

Lebih terperinci

BAB II DASAR PEMIKIRAN. merupakan film yang menampilkan ide cerita karangan atau cerita yang tidak

BAB II DASAR PEMIKIRAN. merupakan film yang menampilkan ide cerita karangan atau cerita yang tidak BAB II DASAR PEMIKIRAN 2. 1. Film Dokumenter Film terbagi menjadi dua kategori yaitu fiksi dan non fiksi. Film fiksi merupakan film yang menampilkan ide cerita karangan atau cerita yang tidak terjadi di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan yang akan dicapai dalam Tugas Akhir ini adalah membuat film

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan yang akan dicapai dalam Tugas Akhir ini adalah membuat film BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan yang akan dicapai dalam Tugas Akhir ini adalah membuat film dokumenter bergenre association picture story tentang budaya konsumtif. Hal ini dilatarbelakangi

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video dokumenter,

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video dokumenter, BAB IV IMPLEMENTASI KARYA 4.1 Produksi Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video dokumenter, merupakan rancangan yang sudah disusun dan dibuat pada saat pra produksi di implementasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, terletak di garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam penyampaian pesan. Salah satu media audio visual yaitu film.

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam penyampaian pesan. Salah satu media audio visual yaitu film. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perfilman di Indonesia akhir-akhir ini berkembang sangat pesat seiring dengan majunya era globalisasi. Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia memiliki orang-orang kreatif

Lebih terperinci

Dokumenter Episode ke 3. Menemukan Ide dan Merumuskan Konsep

Dokumenter Episode ke 3. Menemukan Ide dan Merumuskan Konsep Dokumenter Episode ke 3 Menemukan Ide dan Merumuskan Konsep Menemukan Ide Untuk mendapatkan Ide, dibutuhkan kepekaan dokumentaris terhadap lingkungan sosial, budaya, politik, dan alam semesta Rasa INGIN

Lebih terperinci

27 BAB III KONSEP PERANCANGAN 3.1 Tujuan Komunikasi Di harapkan dengan film documenter Bisnis Ilegal 2x1 ini akan membuka mata masyarakat tentang realita yang sebenarnya terjadi di seluk beluk pemakaman

Lebih terperinci

BAB III TEKNIK PODUKSI. dibuat adalah peneliti ingin menyampaikan kepada masyarakat tentang

BAB III TEKNIK PODUKSI. dibuat adalah peneliti ingin menyampaikan kepada masyarakat tentang 28 BAB III TEKNIK PODUKSI 3.1 Tujuan Komunikasi Tujuan komunikasi daripada dokumenter televisi Luntur yang akan dibuat adalah peneliti ingin menyampaikan kepada masyarakat tentang kebudayaan Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video feature,

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video feature, BAB IV IMPLEMENTASI KARYA 4.1 Produksi Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video feature, merupakan rancangan yang sudah disusun dan dibuat pada saat pra produksi di implementasikan

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan film, merupakan

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan film, merupakan BAB IV IMPLEMENTASI KARYA 4.1 Produksi Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan film, merupakan rancangan yang sudah disusun dan dibuat pada saat pra produksi di implementasikan pada tahap

Lebih terperinci

UPT PERPUSTAKAAN ISI YOGYAKARTA

UPT PERPUSTAKAAN ISI YOGYAKARTA BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pada setiap produksi film maupun program televisi selalu melalui tahapan produksi yang sistematis. Demikian pula pada produksi dokumenter yang berjudul Teluk Kiluan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komunikasi visual memiliki peran penting dalam berbagai bidang, salah satunya adalah film. Film memiliki makna dan pesan di dalamnya khususnya dari sudut pandang visual.

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. telah terencana pada pra-produksi yang tertulis pada bab sebelumnya. Berikut ini

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. telah terencana pada pra-produksi yang tertulis pada bab sebelumnya. Berikut ini BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Pada bab ini akan dijelaskan proses produksi dan pasca produksi, seperti yang telah terencana pada pra-produksi yang tertulis pada bab sebelumnya. Berikut ini penjelaskan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki karakteristik dan sifat yang berbeda-beda. Hal tersebut merupakan representasi psikologis masing-masing orang yang dibangun dari latar belakang

Lebih terperinci

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 81 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Program dokumenter merupakan sebuah media komunikasi yang paling baik dalam menyampaikan fakta secara efektif dan menarik. Program dokumenter memungkinkan penontonnya

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PERANCANGAN. Tujuan komunikasi dalam film Harmony ini, peneliti ingin

BAB III KONSEP PERANCANGAN. Tujuan komunikasi dalam film Harmony ini, peneliti ingin BAB III KONSEP PERANCANGAN 3.1. Tujuan Komunikasi Tujuan komunikasi dalam film Harmony ini, peneliti ingin menginformasikan bahwa di daerah Jatiwarna, Bekasi, Jawa Barat, bermukim sekelompok Betawi Kristen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut kamus besar bahasa Indonesia KBBI pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sejarah Istilah sejarah berasal dari bahasa arab, yaitu syajaratun yang berarti pohon. Menurut bahasa arab sejarah sama artinya dengan sebuah pohon yang terus berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam pesan. Jika di lihat dari segi komunikasi, musik digunakan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam pesan. Jika di lihat dari segi komunikasi, musik digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Musik merupakan media komunikasi yang efektif dalam menyampaikan berbagai macam pesan. Jika di lihat dari segi komunikasi, musik digunakan sebagai media untuk menyampaikan

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PERANCANGAN. Tujuan peneliti dalam film dokumenter Creation Of Daniel s ini, peneliti

BAB III KONSEP PERANCANGAN. Tujuan peneliti dalam film dokumenter Creation Of Daniel s ini, peneliti BAB III KONSEP PERANCANGAN 3.1 Tujuan Komunikasi Tujuan peneliti dalam film dokumenter Creation Of Daniel s ini, peneliti ingin menunjukan karya dari Daniel Alamsjah kepada masyarakat bahwa Bukit Rhema

Lebih terperinci

BAB 5 EVALUASI. 5.1 Camera Person

BAB 5 EVALUASI. 5.1 Camera Person BAB 5 EVALUASI 5.1 Camera Person Sebuah program acara, seorang camera person sangat berperan penting dan bertanggung jawab atas semua aspek saat pengambilan gambar. Seperti pergerakan kamera, ukuran gambar,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Landasan utama dalam penyutradaraan film dokumenter dengan tipe gaya interaktif, sutradara harus melakukan pendekatan yang lebih intim kepada subjek agar mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai makhluk hidup selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan batiniah maupun lahiriah. Manusia dalam memenuhi kebutuhannya tidak selalu

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Pada Bab IV ini membahas tentang bagaimana penerapan elemen-elemen. rancangan karya terhadap pengembangan film pendek ini.

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Pada Bab IV ini membahas tentang bagaimana penerapan elemen-elemen. rancangan karya terhadap pengembangan film pendek ini. BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Pada Bab IV ini membahas tentang bagaimana penerapan elemen-elemen rancangan karya terhadap pengembangan film pendek ini. 4.1 Produksi Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. dan pasca produksi seperti penjelasan dari rancangan pra produksi pada bab

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. dan pasca produksi seperti penjelasan dari rancangan pra produksi pada bab BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Laporan Tugas Akhir pada BAB IV ini, menjelaskan tentang proses produksi dan pasca produksi seperti penjelasan dari rancangan pra produksi pada bab sebelumnya tentang pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk face to face maupun menggunakan alat (media). Media

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk face to face maupun menggunakan alat (media). Media BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Semua orang tentu melakukan yang namanya komunikasi, baik dalam bentuk face to face maupun menggunakan alat (media). Media komunikasi massa sangatlah bermacam-macam

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA BAB IV IMPLEMENTASI KARYA 4.1 Produksi Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan film, merupakan rancangan yang sudah disusun dan dibuat pada saat pra produksi di implementasikan pada tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan retrovirus yang

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan retrovirus yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV dan AIDS merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia yaitu masih tingginya transmisi infeksi, angka kesakitan dan angka kematian. Secara global kasus HIV pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Film adalah salah satu bentuk media komunikasi dengan cakupan massa yang luas. Biasanya, film digunakan sebagai sarana hiburan yang cukup digemari masyarakat.

Lebih terperinci

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Program dokumenter merupakan program yang dapat mengantar penontonnya ke dalam perspektif realita yang sama sekali berbeda sesuai sudut pandang sang kreator. Realita

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. mengenai pelaksanaan produksi dan pasca produksi.

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. mengenai pelaksanaan produksi dan pasca produksi. BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Laporan Tugas Akhir pada BAB IV ini, menjelaskan tentang proses produksi dan pasca produksi seperti penjelasan dari rancangan pra produksi pada bab sebelumnya tentang pembuatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. dapat digunakan ialah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif merupakan

BAB III METODE PERANCANGAN. dapat digunakan ialah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif merupakan BAB III METODE PERANCANGAN Untuk mengembangkan ide rancangan dalam proses perancangan, dibutuhkan sebuah metode yang memudahkan perancang. Salah satu metode yang dapat digunakan ialah metode deskriptif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendakian gunung atau yang disebut mountaineering adalah olahraga, profesi, dan rekreasi. Ada banyak alasan mengapa orang ingin mendaki gunung, terutama di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia memiliki kekayaan laut yang sangat berlimpah. Banyak diantara keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Multimedia Menurut (Munir, 2012) secara umum, multimedia berhubungan dengan penggunaan lebih dari satu macam media untuk menyajikan informasi. Misalnya, video musik adalah bentuk

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PERANCANGAN FILM DOKUMENTER PULAU ONRUST

BAB III KONSEP PERANCANGAN FILM DOKUMENTER PULAU ONRUST BAB III KONSEP PERANCANGAN FILM DOKUMENTER PULAU ONRUST 3.1 Tujuan Komunikasi Komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (human communication). Ia lahir seiring dengan penggunaan alat-alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menyampaikan sebuah informasi, banyak media yang dapat dipakai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menyampaikan sebuah informasi, banyak media yang dapat dipakai 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam menyampaikan sebuah informasi, banyak media yang dapat dipakai agar data yang dikirim oleh pengirim bisa sampai ke penerima. Media yang dipakai bisa melalui

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Film Dokumenter Istilah "dokumenter" pertama digunakan dalam resensi film Moana (1926) oleh Robert Flaherty, ditulis oleh The Moviegoer, nama samaran John Grierson, di New York

Lebih terperinci

TEKNIK EDITING II. Pertemuan 2. Yosaphat Danis Murtiharso, S.Sn., M.Sn. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Broadcasting

TEKNIK EDITING II. Pertemuan 2. Yosaphat Danis Murtiharso, S.Sn., M.Sn. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Broadcasting Modul ke: TEKNIK EDITING II Fakultas Ilmu Komunikasi Program Studi Broadcasting www.mercubuana.ac.id Pertemuan 2 Yosaphat Danis Murtiharso, S.Sn., M.Sn LOGIKA EDITING DRAMA Dalam melakukan editing film

Lebih terperinci

SOSIAL MEDIA. Munif Amin Romadhon. munifamin. Munif Amin. munifamin89

SOSIAL MEDIA. Munif Amin Romadhon. munifamin. Munif Amin. munifamin89 SOSIAL MEDIA Munif Amin Romadhon munifamin Munif Amin munifamin89 Apa itu Sinematografi? Berasal dari bahasa Yunani Kinema (gerakan) dan Graphoo atau Graphein (menulis / menggambar) Menulis dengan gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah salah satu media komunikasi massa yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah salah satu media komunikasi massa yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Film adalah salah satu media komunikasi massa yang dapat menyampaikan pesan secara efektif, lebih mudah untuk di ingat dan di maknai.sebagai alat komunikasi yang menyajikan

Lebih terperinci

Program Dokumenter Drama. Modul ke: 12FIKOM. Fakultas. Andi Fachrudin, M.Si. Program Studi Broadcasting

Program Dokumenter Drama. Modul ke: 12FIKOM. Fakultas. Andi Fachrudin, M.Si. Program Studi Broadcasting Modul ke: Program Dokumenter Drama Fakultas 12FIKOM Andi Fachrudin, M.Si. Program Studi Broadcasting Program Dokumenter Drama Dokumentasi drama (drama dokumenter), yakni suatu film atau drama televisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Televisi merupakan sarana hiburan free-to-air yang tidak sedikit masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Televisi merupakan sarana hiburan free-to-air yang tidak sedikit masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Televisi merupakan sarana hiburan free-to-air yang tidak sedikit masyarakat menjadikannya sebagai sarana hiburan utama. Hampir di setiap rumah memiliki televisi

Lebih terperinci

2015 ANANLISIS NILAI MORAL PAD A TOKOH UTAMA RED A D ALAM FILM LE GRAND VAJAGE(LGU) KARYA ISMAEL FERROUKHI

2015 ANANLISIS NILAI MORAL PAD A TOKOH UTAMA RED A D ALAM FILM LE GRAND VAJAGE(LGU) KARYA ISMAEL FERROUKHI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Peran bahasa asing sangatlah penting dalam menunjang eksistensi para insan pendidikan di era globalisasi ini. Tidak bisa dipungkiri, agar menjadi pribadi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia saat ini, keberadaan televisi dengan fungsi dan karakteristiknya

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia saat ini, keberadaan televisi dengan fungsi dan karakteristiknya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Televisi sudah menjadi alat komunikasi yang efektif didalam masyarakat Indonesia saat ini, keberadaan televisi dengan fungsi dan karakteristiknya membuat televisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film adalah sarana komunikasi massa yang digunakan untuk menghibur, memberikan informasi, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, komedi, dan sajian teknisnya

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI PEKERJAAN

BAB IV DESKRIPSI PEKERJAAN 41 BAB IV DESKRIPSI PEKERJAAN Dalam Bab IV ini akan dibahas mengenai deskripsi pekerjaan selama melakukan Kerja Praktik di Bios TV Surabaya. Pada pelaksaan Kerja praktik ini dilaksanakan secara sistematis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pulau Giliyang terdiri dari dua kata gili (pulau) dan iyang (sesepuh). Konon

BAB II LANDASAN TEORI. Pulau Giliyang terdiri dari dua kata gili (pulau) dan iyang (sesepuh). Konon BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pulau Giliyang Pulau Giliyang terdiri dari dua kata gili (pulau) dan iyang (sesepuh). Konon katanya pulau ini dihuni oleh masyarakat yang berasal dari Sumenep (Pulau Madura) di

Lebih terperinci

JURNAL PENYUTRADARAAN FILM DOKUMENTER ERAU ADAT KUTAI DENGAN GAYA EXPOSITORY

JURNAL PENYUTRADARAAN FILM DOKUMENTER ERAU ADAT KUTAI DENGAN GAYA EXPOSITORY JURNAL PENYUTRADARAAN FILM DOKUMENTER ERAU ADAT KUTAI DENGAN GAYA EXPOSITORY SKRIPSI PENCIPTAAN SENI untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Strata 1 Program Studi Televisi dan Film

Lebih terperinci

ABSTRAK. kawasan/tempat, kuliner, dan tradisi yang ada di kota Semarang dan sekitarnya.

ABSTRAK. kawasan/tempat, kuliner, dan tradisi yang ada di kota Semarang dan sekitarnya. ABSTRAK Televisi memiliki potensi yang besar sebagai sarana untuk menyampaikan isu-isu sejarah yang cenderung membosankan melalui penyajian tayangan news feature, yang bertujuan menyampaikan informasi

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta

BAB VI PENUTUP. UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Hamemayu Hayuning Bawana sebagai cita-cita luhur untuk menyempurnakan tata nilai kehidupan masyarakat Yogyakarta berdasarkan nilai budaya daerah yang perlu di lestarikan, dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Topik yang dipilih oleh penulis adalah editing dalam pasca produksi. tayangan drama dokumenter Seniman Kulit Telur.

BAB I PENDAHULUAN. Topik yang dipilih oleh penulis adalah editing dalam pasca produksi. tayangan drama dokumenter Seniman Kulit Telur. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Topik / Judul Tayangan Topik yang dipilih oleh penulis adalah editing dalam pasca produksi tayangan drama dokumenter Seniman Kulit Telur. Judul Tayangan : Seniman Kulit Telur 1.2.

Lebih terperinci

Modul ke: EDITING II EDITING LINIER DAN NON LINIER. Fakultas Ilmu Komunikasi. Bagus Rizki Novagyatna. Program Studi Broadcasting.

Modul ke: EDITING II EDITING LINIER DAN NON LINIER. Fakultas Ilmu Komunikasi. Bagus Rizki Novagyatna. Program Studi Broadcasting. Modul ke: EDITING II EDITING LINIER DAN NON LINIER Fakultas Ilmu Komunikasi Bagus Rizki Novagyatna Program Studi Broadcasting www.mercubuana.ac.id Editing berasal dari bahasa Latin editus yang artinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari menjadi kebutuhan untuk bersosialisasi dengan individu atau masyarakat. Komunikasi menjadi sesuatu yang penting dalam kehidupan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bertanggung jawab saat pra-produksi, produksi dan pasca produksi. dari siapapun, termasuk penulis naskah, sutradara atau produser.

BAB 1 PENDAHULUAN. bertanggung jawab saat pra-produksi, produksi dan pasca produksi. dari siapapun, termasuk penulis naskah, sutradara atau produser. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Adanya sebuah film, baik itu film pendek maupun film panjang, tidak hanya peranan sutradara saja dalam film tersebut tetapi ada orang lain yang memiliki

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Pada bab ini akan dijelaskan proses produksi dan pasca produksi, seperti yang telah terencana pada pra-produksi yang tertulis pada bab sebelumnya. Berikut ini penjelaskan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. 1 Jenis Burung Pemangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. 1 Jenis Burung Pemangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung pemangsa merupakan burung yang mendapatkan makanan dengan cara berburu dan memangsa hewan lain (umumnya hewan bertulang belakang dan burung lain), yakni dengan

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Pada Bab IV ini fokus pembahasan dilakukan pada tahap produksi dan pasca produksi. Didalam dua tahap itu terdapa apa saja yang dilakukan semua diurai dengan lengkap pada bab ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu media edukatif dalam bidang pendidikan yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu media edukatif dalam bidang pendidikan yang memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu media edukatif dalam bidang pendidikan yang memberikan informasi dan pembelajaran pada masyarakat adalah film. Perkembangan ilmu pengetahuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan adalah seni yang merupakan bagian dari kehidupan manusia yang sangat tua keberadaannya. Salah satu bentuk kesusastraan yang sudah lama ada di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 5 EVALUASI. 5.1 Evaluasi Camera Person Evaluasi Audio

BAB 5 EVALUASI. 5.1 Evaluasi Camera Person Evaluasi Audio BAB 5 EVALUASI 5.1 Evaluasi Camera Person 5.1.1 Evaluasi Audio Audio yang sudah diambil pada saat syuting hingga akhir, ada sebagian audio yang bocor dan noise. Oleh karena itu camera person melaporkan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pada hakikatnya manusia diciptakan berpasang-pasangan antara laki-laki dan perempuan untuk dapat melanjutkan generasi manusia secara turun-temurun. Untuk itu, antara

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Multimedia Rubinson menyatakan bahwa multimedia merupakan presentasi intrusional yang mengkombinasikan tampilan teks, grafis, vidio dan audio, serta dapat menyediakan interaktifitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku Pakpak merupakan salah satu suku di daerah Sumatera Utara. Suku ini adalah salah satu suku pribumi asli di kabupaten Pakpak Bharat dan kabupaten Dairi Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Film merupakan salah satu media yang berfungsi menghibur penonton

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Film merupakan salah satu media yang berfungsi menghibur penonton BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Film merupakan salah satu media yang berfungsi menghibur penonton atau pemirsanya. Namun fungsi film tidak hanya itu. Film juga merupakan salah satu media untuk berkomunikasi.

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PERANCANGAN

BAB III KONSEP PERANCANGAN 46 BAB III KONSEP PERANCANGAN 3.1 Tujuan Komunikasi Film dokumenter Lipsync in My Life ini pada dasarnya bertujuan untuk memberikan informasi tentang potret kehidupan kehidupan seorang waria yang berprofesi

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Program Sebelumnya Karya yang dibuat dalam tugas akhir ini adalah sebuah program feature human interest, dimana feature human interest adalah sebuah feature yang menyentuh kebiasaan

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Pada bab ini akan dijelaskan proses, produksi dan pasca produksi dalam pembuatan film AGUS. Berikut ini adalah penjelasan proses pembuatan film yang berjudul AGUS, sebagai berikut:

Lebih terperinci

JUDUL UNIT : Membaca dan Menafsirkan Naskah

JUDUL UNIT : Membaca dan Menafsirkan Naskah KODE UNIT : TIK.MM02.004.01 JUDUL UNIT : Membaca dan Menafsirkan Naskah DESKRIPSI UNIT : Unit ini menjelaskan keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk membaca naskah, identifikasi elemen dasar yang

Lebih terperinci

FEATURE-DOKUMENTER. RISET OBSERVASI Pertemuan 5

FEATURE-DOKUMENTER. RISET OBSERVASI Pertemuan 5 FEATURE-DOKUMENTER RISET OBSERVASI Pertemuan 5 1 Vincent Monnikendam Sineas Belanda, pembuat film dokumenter Mother Dao. Membutuhkan waktu dua tahun lebih untuk mengumpulkan dan menyeleksi materi yang

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PERANCANGAN

BAB III KONSEP PERANCANGAN BAB III KONSEP PERANCANGAN 3.1 Tujuan Komunikasi Film dokumenter memiliki perjalanan yang cukup panjang, mulai berfungsi sebagai pengamat pertumbuhan hewan hingga sebagai sarana propoganda, akan tetapi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DAN PERANCANGAN KARYA. Metodologi penelitian ini menggunakan kualitatif. Hal ini untuk mencari

BAB III METODOLOGI DAN PERANCANGAN KARYA. Metodologi penelitian ini menggunakan kualitatif. Hal ini untuk mencari 3.1 Metodologi BAB III METODOLOGI DAN PERANCANGAN KARYA Metodologi penelitian ini menggunakan kualitatif. Hal ini untuk mencari informasi lebih mendalam tentang eksistensi Ludruk sebagai seni tradisional.

Lebih terperinci

Sumber : Gambar 1.2 Pantai Pangandaran

Sumber :  Gambar 1.2 Pantai Pangandaran 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara. Dengan adanya pariwisata, suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat obyek pariwisata

Lebih terperinci