ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PARI (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) YANG DIDARATKAN DI TEMPAT PELELANGAN IKAN PAOTERE MAKASSAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PARI (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) YANG DIDARATKAN DI TEMPAT PELELANGAN IKAN PAOTERE MAKASSAR"

Transkripsi

1 ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PARI (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) YANG DIDARATKAN DI TEMPAT PELELANGAN IKAN PAOTERE MAKASSAR SKRIPSI MUH. IMRAN JAYADI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011

2 ABSTRAK MUH. IMRAN JAYADI. L Aspek Biologi Reproduksi Ikan Pari (Dasyatis kuhlii Muller & Henle, 1841) di Tempat Pelelangan Ikan Paotere Makassar. Dibimbing oleh JOEHARNANI TRESNATI sebagai Pembimbing Ketua dan SHARIFUDDIN BIN ANDY OMAR sebagai Pembimbing Anggota. Dasyatis kuhlii Muller & Henle, 1841 merupakan spesies ikan pari (Chondrichthyes: Dasyatidae) yang paling umum ditemukan di Tempat Pelelangan Ikan Paotere Makassar. banyaknya manfaat dari ikan ini membuatnya rentan akan eksploitasi berlebihan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui beberapa aspek biologi reproduksi ikan pari yang kemudian digunakan sebagai bahan informasi bagi pengelolaan sumberdaya ikan pari (Dasyatis kuhlii Muller & Henle, 1841) Didapatkan selama penelitian Juni Juli 2011 ikan pari jantan sebanyak 29 ekor dan ikan pari betina sebanyak 43 ekor dengan nisbah kelamin 1.00 : 1,48. Ikan pari yang telah matang gonad mendominasi hingga >50% dimana ikan pari yang telah matang gonad berjumlah 40 ekor sedangkan 32 ekor untuk ikan pari yang belum matang gonad. Ukuran pertama kali matang gonad untuk ikan pari jantan adalah 569 (n 29, mm) dan 617 (n 43, mm) untuk betina. Ikan pari mempunyai siklus reproduksi pertahun dengan masa kehamilan sembilan bulan dengan jumlah telur bekisar 4 9 butir yang akan dilahirkan secara keseluruhan pada satu musim pemijahan.

3 ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PARI (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) YANG DIDARATKAN DITEMPAT PELELANGAN IKAN PAOTERE MAKASSAR Oleh: MUH. IMRAN JAYADI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011

4 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi Nama Mahasiswa : Aspek Biologi Reproduksi Ikan Pari (Dasyatis kuhlii Muller & Henle, 1841) yang Didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Paotere Makassar : Muh. Imran Jayadi Nomor Stambuk : L Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perikanan Skripsi telah diperikasa dan disetujui oleh pembimbing: Ketua Anggota Dr. Ir. Joeharnani Tresnati, DEA Prof. Dr. Ir. Sharifuddin Bin Andy Omar, M.Sc NIP NIP Mengetahui : Dekan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Ketua Program Studi, Manajemen Sumberdaya Perairan Prof. Dr. Ir. Andi Niartiningsih, M.P Prof. Dr. Ir. Sharifuddin Bin Andy Omar, M.Sc NIP NIP Tanggal Lulus: 24 Oktober 2011

5 RIWAYAT HIDUP Muhammad Imran Jayadi, dilahirkan di Jayapura pada tanggal 21 Mei Anak kelima dari lima bersaudara ini merupakan putra dari pasangan H. M. Amir Halim Yahya dan Hj. Asiah. Pada tahun 2001 lulus SD Inpres Mamajang 1 Makassar, tahun 2004 lulus SPMN 24 Makassar, lalu penulis melanjutkan ke jenjang berikutnya yaitu SMAN 03 Makassar dan lulus pada tahun Pada tahun 2007 penulis diterima di Universitas Hasanuddin Makassar melalui jalur SPMB dan sejak itu terdaftar sebagai Mahasiswa pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan penulis melaksanakan penelitian dengan judul Aspek Biologi Reproduksi Ikan Pari (Dasyatis kuhlii Muller & Henle, 1841) yang Didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Paotere Makassar.

6 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabill Alamin, tiada kata yang pantas diucapkan selain mengucap syukur kehadirat Allah SWT atas segala kebesaran nikmat dan karunianya, tak lupa kami panjatkan salawat dan salam bagi junjunganku Muhammad Rasulullah SAW. Teriring do a dan syukur yang tiada henti atas segala cinta dan sayang kepada: keluarga besar H. M. Amir Halim Yahya (Ayahanda, Ibunda, dan Saudara-saudaraku), Dr. Ir. Joeharnani Tresnati, DEA dan Prof. Dr. Ir. H. Sharifuddin Bin Andy Omar, M.Sc selaku pembimbing atas segala bimbingan dan waktu yang diberikan, Prof. Dr. Ir. Hj. Farida G. Sitepu, MS, Dr. Ir. Dody Dh. Trijuno, M.App.Msc dan Ir. Suwarni, M.Si selaku penguji atas segala waktu yang diberikan, Seluruh Staf/Pegawai Fakultas Ilmu Kelutan dan Perikanan atas segala bantuan yang diberikan, Keluarga Besar Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP) khususnya Angkatan Tahun 2007, HMP MSP UH, BEM Jurusan Perikanan, Keluarga Besar Mahasiswa Perikanan khususnya Angktan 2007 julung-julung dan Keluarga Besar Mahasiswa Ilmu Kelautan dan Perikanan. atas dorongan semangat dan kasih sayang serta semuanya yang tidak dapat penulis ucapkan satu per-satu. Begitu banyak kekurangan disadari atas penulisan Skripsi ini, sehingga masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran menjadi harapan tersendiri demi perbaikannya. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Rabbal Alamin P e n u l i s, Muh. Imran Jayadi

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... vii viii ix I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan dan Kegunaan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistematika dan Morfologi Ikan Pari B. Habitat dan Persebaran Ikan Pari C. Aspek Biologi Reproduksi Ikan Nisbah Kelamin Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Ukuran Pertama Kali Matang Gonad 7 4. Indeks Kematangan Gonad (IKG) Fekunditas Diameter Telur.. 9 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat B. Alat dan Bahan C. Metode Pengambilan Sampel D. Analisis Data Nisbah Kelamin Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Indeks Kematangan Gonad (IKG) Fekunditas Diameter Telur.. 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Nisbah kelamin B. Tingkat Kematangan Gonad C. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad D. Indeks Kematangan Gonad E. Fekunditas F. Diameter Telur V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran

8 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN.. 28

9 DAFTAR TABEL Nomor Halaman Daftar Kontingensi 2x2.... Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Ikan Par (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841)i menurut Eber dan Cowley (2009).. Jumlah (ekor) Ikan Pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) jantan dan Betina yang diperoleh selama peneliti.. Persentase Komposis Ikan Pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) Jantan dan Betina Berdasarkan Tingkat Kematangan Gonad.. Distribusi (ekor) tingkat kematangan gonad ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) jantan dan betina berdasarkan kisaran panjang tubuh (mm) yang didapatkan selama penelitian... Kisaran Nilai Indeks Kematangan Gonad ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) jantan berdasarkan tingkat kematangan gonad dan jenis kelamin. Kisaran Nilai Indeks Kematangan Gonad ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) betina berdasarkan tingkat kematangan gonad dan jenis kelamin. Fekunditas ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) pada berbagai kisaran panjang total

10 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Morfologi ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle,1841)... Distribusi (ekor) tingkat kematangan gonad ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) jantan berdasarkan kisaran panjang tubuh (mm) yang didapatkan selama penelitian. Distribusi (ekor) tingkat kematangan gonad ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) betina berdasarkan kisaran panjang tubuh (mm) yang didapatkan selama penelitian. Hubungan fekunditas ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) berdasarkan panjang total tubuh. Histogram sebaran diameter telur ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) pada tingkat kematangan gonad (TKG) II dan III

11 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman Hasil pengukuran panjang tubuh (mm), bobot tubuh (gram), bobot Gonad (gram), panjan klasper (mm), tingkat matang gonad (TKG) dan indeks Kematangan gonad (IKG) ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) jantan.. Hasil pengukuran panjang tubuh (mm), bobot tubuh (gram), bobot Gonad (gram), tingkat matang gonad (TKG) dan ideks Kematangan gonad (IKG) ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) betina. Uji Chi-square dengan menggunakan Koreksi Yates nisbah kelamin ikan pari (D.kuhlii Müller & Henle, 1841) jantan dan betina yang didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Paotere Makakssar.. Distribusi frekuensi panjang dan tingkat kematangan serta perhitungan pendugaan rata-rata pertama kali matang gonad ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) jantan. Distribusi frekuensi panjang dan tingkat kematangan serta perhitungan pendugaan rata-rata pertama kali matang gonad ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) betina.. Uji Statistik indeks kematangan gonad (IKG) berdasarkan tingkat kematangan gonad (TKG) ikan pari (Dasyatis kuhli Müller & Henle, 1841) jantan. Uji Statistik indeks kematangan gonad (IKG) berdasarkan tingkat kematangan gonad (TKG) ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) betina.. Hasil pengukuran panjang tubuh dan fekunditas ikan pari (D. kuhlii Mülle & Henle, 1841). Persentase diameter telur ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) berdasarkan kematangan gonad

12 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perairan Selat Makassar merupakan salah satu daerah yang memilki potensi sumberdaya laut ikan demersal yang cukup besar, salah satu di antaranya adalah ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841). Ditinjau dari aspek biofisik maupun kimia airnya, perairan Selat Makassar memungkinkan untuk spesies ini dapat hidup dan berkembang dengan baik. Oleh karena itu, keberadaan spesies ini telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat sekitarnya sebagai sumber pendapatan dan bahan makanan (Anonim, 2011). Ikan pari merupakan tangkapan utama nelayan di Sulawei Selatan karena ikan ini sangat digemari khususnya masyarakat Kota Makassar. Selain dagingnya yang enak, kulit ikan pari dapat dijadikan bahan baku dalam pembuatan tas bagi sebagian masyarakat di Indonesia sehingga membuat ikan ini benilai ekonomis tinggi. Ikan ini mudah ditangkap dan dapat ditangkap sepanjang tahun (Anonim, 2010). Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan (2009), produksi tangkapan ikan pari dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Pada tahun 2009, produksi ikan pari mencapai lebih kurang ton. Untuk memenuhi permintaan ikan pari yang meningkat setiap tahunnya, maka para nelayan sering melakukan penangkapan tanpa memperhatikan kelestarian sumberdaya salah satunya yaitu, seringnya nelayan menangkap ikan pari yang masih berukuran kecil atau belum dewasa. Sangat diperlukan sistem pengelolaan pada aspek biologi reproduksi ikan pari guna mempertahankan kelestarian spesies tersebut.

13 Informasi tentang biologi reproduksi ikan tersebut merupakan salah satu faktor yang menunjang pengelolaan komoditas perikanan. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai aspek biologi reproduksi ikan pari. B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa aspek biologi reproduksi ikan pari (D. kuhlii Muller & Henle, 1841) di perairan Selat Makassar, Sulawesi Selatan, yang meliputi nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG), ukuran pertama kali matang gonad, indeks kematangan gonad (IKG), fekunditas, dan diameter telur. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan informasi bagi pengelolaan sumberdaya ikan pari (D. kuhlii Muller & Henle, 1841), yang meliputi informasi data perbandingan jumlah ikan pari jantan dan betina, masa pemijahan berdasarkan data tingkat kematangan gonad (TKG), ukuran terkecil ikan pari yang dapat ditangkap, aktifitas yang terjadi di dalam gonad berdasarkan data IKG, jumlah telur yang akan dikeluarkan dalam kelas umur/ukuran tertentu, dan pola pemijahan telur berdasarkan data diameter telur ikan pari.

14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistematika dan Morfologi Ikan Pari Sistematika ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) menurut Allen (2000) sebagai berikut: Kerajaan Filum Kelas Sub kelas Kohor Ordo Famili Genus Specific name : Animalia : Chordata : Chondrichthyes : Elesmobranchii : Neoselachii : Rajiformes : Dasyatidae : Dasyatis : kuhlii Spesies : Dasyatis kuhlii Common name in England Common name in Indonesia : Blue Spotted Stingray : Pari Kukul, Pari Totol, Pari Kotak Ikan pari merupakan salah satu jenis ikan yang termasuk kelas Elasmobranchii. Ikan ini dikenal sebagai ikan batoid, yaitu kelompok ikan bertulang rawan yang mempunyai ekor seperti cambuk. Ikan pari memiliki celah insang yang terletak di sisi ventral kepala. Sirip dada ikan ini melebar menyerupai sayap, dengan sisi bagian depan bergabung dengan kepala. Bagian tubuh sangat pipih sehingga memungkinkan untuk hidup di dasar laut. Bentuk ekor seperti cambuk pada beberapa spesies dengan sebuah atau lebih duri tajam di bagian ventral dan dorsal (Allen, 2000). Last dan Stevens (2009) menyatakan bahwa ikan pari (rays) termasuk ikan bertulang rawan dalam grup Cartilaginous. Ikan pari mempunyai bentuk

15 tubuh gepeng melebar (depressed), sepasang sirip dada (pectoral fins) melebar dan menyatu dengan sisi kiri-kanan kepalanya, sehingga tampak atas atau tampak bawahnya terlihat bundar atau oval. Ikan pari umumnya mempunyai ekor yang sangat berkembang (memanjang) menyerupai cemeti (Gambar 1). Pada beberapa spesies, ekor ikan pari dilengkapi duri penyengat sehingga disebut sting-rays. Mata ikan pari umumnya terletak di bagian samping kepala. Posisi dan bentuk mulutnya adalah terminal dan umumnya bersifat predator. Ikan ini bernapas melalui celah insang (gill openings atau gill slits) yang berjumlah 5-6 pasang. Posisi celah insang adalah dekat mulut di bagian bawah (ventral). Ikan pari jantan dilengkapi sepasang alat kelamin yang disebut clasper letaknya di pangkal ekor. Ikan pari betina umumnya memijah secara melahirkan anak (vivipar) dengan jumlah anak antara 5-6 ekor. Gambar 1. Morfologi ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841)

16 B. Habitat dan Persebaran Ikan Pari Last dan Stevens (2009) menyatakan bahwa Ikan pari (famili Dasyatidae) mempunyai variasi habitat yang sangat luas dengan pola sebaran yang unik. Daerah sebaran ikan pari adalah perairan pantai dan kadang masuk ke daerah pasang surut. Ikan pari biasa ditemukan di perairan laut tropis. Di perairan tropis Asia Tenggara (Thailand, Indonesia, Papua Nugini) dan Amerika Selatan (Sungai Amazon). Di perairan laut, ikan pari mempunyai peran ekologis yang sangat penting, terutama sebagai predator bentos. Namun beberapa aspek biologi (misalnya: reproduksi, diet dan fisiologi) ikan pari belum dikaji secara menyeluruh (Allen, 2000). Jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan pari adalah jaring dogol (danish seine), jaring liongbun (big mesh size bottom gillnet) dan pancing senggol (bottom long line without bait). Jaring dogol termasuk alat tangkap yang tidak selektif menangkap ikan pari. Hal ini ditunjukkan dengan hasil tangkapan yang umumnya (50 % dari total hasil tangkapan) berukuran kecil dan belum dewasa. Jaring liongbun dan pancing senggol tergolong alat tangkap yang selektif terhadap ikan pari yang ditunjukkan dengan 50 % total tangkapan berupa ikan ukuran besar dan telah dewasa (Anonim, 2003). C. Aspek Biologi Reproduksi Ikan 1. Nisbah kelamin Nisbah kelamin merupakan perbandingan antara jumlah ikan jantan dan jumlah ikan betina yang dinyatakan dalam persen dari jumlah total individu. Nisbah kelamin menunjukkan banyaknya individu yang menyusun suatu populasi (Fonteneau dan Marcilla, 1993 dalam Talaohu, 2003).

17 Seksualitas ikan perlu diketahui karena dapat digunakan untuk membedakan antara ikan jantan dengan ikan betina. Ikan jantan adalah ikan yang dapat menghasilkan spermatozoa, sedangkan ikan betina adalah ikan yang dapat menghasilkan sel telur atau ovum (Effendie, 1997). Ikan jantan dapat dibedakan dari ikan betina dengan melihat ciri-ciri seksual primer dan sekunder. Ciri seksual primer adalah organ yang secara langsung berhubungan dengan proses reproduksi. Ciri-ciri seksual sekunder adalah dengan melihat warna tubuh (sexual dichromastism), morfologi dan bentuk tubuh (sexual dimorphism) yang digunakan untuk membedakan jenis kelamin pada ikan. Testis beserta salurannya merupakan ciri seksual primer ikan jantan, sedangkan ovari beserta salurannya merupakan ciri seksual primer ikan betina (Effendie, 1997). Menurut Andy Omar (2004), nisbah ikan jantan dan ikan betina diperkirakan mendekati 1 : 1, berarti jumlah ikan jantan yang tertangkap relatif sama banyaknya dengan jumlah ikan betina yang tertangkap. 2. Tingkat kematangan gonad (TKG) Tingkat kematangan gonad (TKG) adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Tingkat kematangan gonad diperlukan untuk menentukan perbandingan antara organisme yang telah matang gonad dengan yang belum matang, ukuran atau umur organisme pada saat pertama kali matang gonad, untuk menentukan apakah organisme tersebut sudah memijah atau belum, masa pemijahan, dan frekuensi pemijahan. Effendie (1997) mengemukakan bahwa bagi ikan yang mempunyai musim pemijahan sepanjang tahun, pada pengambilan contoh setiap saat akan didapatkan komposisi tingkat kematangan gonad yang terdiri dari berbagai tingkat dengan persentase yang tidak sama, dan tingkat kematangan yang tertinggi akan didapatkan pada saat pemijahan akan tiba.

18 Sjafei et al. (1991) menyatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi kematangan gonad ikan di daerah subtropis adalah suhu dan makanan. Pada suhu dibawah optimum maka proses pemijahan tidak dapat berlangsung walaupun kedua induk telah matang gonad. Eber dan Cowley (2009) menyatakan bahwa TKG untuk ikan pari dibagi menjadi tiga klasifikasi yaitu ikan juvenile (TKG I), ikan muda (TKG II) dan Dewasa (TKG III). Untuk ikan jantan, dianggap juvenile (TKG I) apabila memiliki klasper yang pendek yaitu tidak melampaui tepi posterior sirip dubur. Ikan muda (TKG II) adalah ikan yang panjang klasper melampaui tepi posterior sirip dubur, tetapi tidak memiliki kalsifikasi dari unsur-unsur tulang rawan terminal. Ikan dewasa (TKG III) ketika panjang klasper mencapai 6-9 cm melampaui tepi posterior sirip dubur dan memiliki kalsifikasi dari unsur-unsur tulang rawan terminal. Ikan betina dianggap juvenile (TKG I) apabila kurang memiliki diferensiasi ovarium atau tidak terlihat jelas, dan kelenjar oviducal tidak terlihat di dalam rahim. Ikan muda (TKG II) memiliki telur yang lebih kecil dan terlihat jelas tetapi tidak memiliki oosit matang. Kelenjar oviducal itu belum berkembang, uteri sempit dan terbatas. Ikan dewasa (TKG III) yaitu terdapat oosit yang berwarna kuning, berdiameter 1,5-2,0 cm, kelenjar oviducal yang terlihat jelas, ataukah sudah terdapat embrio yang berkembang di dalam rahim. 3. Ukuran pertama kali matang gonad Ukuran pertama kali matang gonad merupakan salah satu parameter yang penting dalam penentuan ukuran terkecil ikan yang dapat ditangkap. Awal kematangan gonad biasanya ditentukan berdasarkan umur atau ukuran ketika 50% individu di dalam suatu populasi sudah matang gonad (King, 1995 dalam Andy Omar, 2004).

19 Lagler et al. (1977 dalam Syamzam, 2006) menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi saat ikan pertama kali matang gonad antara lain adalah perbedaan spesies, umur dan ukuran, serta sifat-sifat fisiologi individu yang berbeda jenis kelamin dan juga tempat berpijah yang sesuai. 4. Indeks kematangan gonad Effendie (1997) mengemukakan bahwa indeks kematangan gonad (IKG) adalah suatu nilai dalam persen yang merupakan nilai dari perbandingan antara bobot gonad dan bobot ikan dikalikan 100%. Indeks kematangan gonad diperlukan sebagai salah satu pengukuran aktifitas yang terjadi di dalam gonad. Selanjutnya dikatakan bahwa bobot gonad akan mencapai maksimum sesaat sebelum ikan memijah kemudian bobot gonad akan menurun dengan cepat selama pemijahan sedang berlangsung sampai selesai. Indeks Kematangan Gonad ikan betina lebih tinggi dari ikan jantan pada TKG yang sama, disebabkan karena IKG sangat dipengaruhi oleh bobot gonad dan bobot tubuh. Gonad yang berisih telur (betina) lebih berat dibandingkan gonad yang berisih sperma (jantan), sehingga IKG ikan betina lebih tinggi dibanding ikan jantan (Galib, 2002). 5. Fekunditas Fekunditas adalah jumlah telur yang dikeluarkan oleh ikan dalam rata-rata masa hidupnya. Pada umumnya fekunditas meningkat dengan meningkatnya ukuran ikan betina. Semakin banyak makanan maka pertumbuhan ikan semakin cepat dan fekunditasnya semakin besar (Nikolsky, 1963 dalam Syamzam, 2006). Effendie (1997) menyatakan bahwa fekunditas secara tidak langsung digunakan untuk menaksir jumlah anak ikan yang akan dihasilkan dan akan menentukan pula jumlah ikan dalam kelas umur yang bersangkutan. Dalam hubungan ini tentu ada faktor-faktor lain yang memegang peranan penting dan

20 sangat erat hubungannya dengan strategi reproduksi dalam rangka mempertahankan kehadiran spesies itu di alam. Ikan vivipar dan ovovivipar biasanya berfekunditas kecil dan keturunannya mendapat semacam jaminan atau keyakinan dari induk untuk dapat melangsungkan awal hidupnya dengan aman. Sebaliknya ikan ovipar biasanya berfekunditas besar atau jumlah telur yang dikeluarkannya banyak disebabkan untuk mengimbangi tekanan keadaan sekelilingnya dari hal yang tidak lazim, terutama dari serangan predator. Hal ini menunjukkan bahwa ikan vivipar dan ovovivipar lebih modern dari pada ikan ovipar dalam mempertahankan eksistensi spesies. Dalam proses biologisnya yaitu pada waktu terjadi pemijahan, ikan ovipar lebih banyak mengeluarkan energi daripada ikan vivipar dan ovovivipar (Effendie, 1997). 6. Diameter telur Semakin berkembang gonad, telur yang terkandung di dalamnya semakin besar garis tengahnya, sebagai hasil dari pengendapan kuning telur, hidrasi dan pembentukan butir-butir minyak. Sebaran garis telur akan semakin besar seiring dengan perkembangan gonad. Sebaran garis tengah telur mencerminkan pola pemijahan ikan tersebut. Effendie (1997) menyatakan bahwa masa pemijahan tiap-tiap spesies ikan berbeda, ada yang pemijahannya berlangsung dalam waktu singkat (total spawner), tetapi banyak pula dalam waktu yang panjang dan pemijahan sebagian demi sebagian (partial spawner/heterochronal) yang berlangsung sampai beberapa hari. Tresnati dan Tuwo (1994) mengemukakan bahwa pada ikan maupun avertebrata sering dijumpai distribusi diameter telur bimodal atau dua modus, yaitu modus pertama terdiri dari telur yang matang dan modus kedua terdiri dari telur tidak matang. Model pemijahan ini disebut pemijahan parsial. Selanjutnya

21 Nikolsky (1963, dalam Syamzam, 2006) menyatakan bahwa frekuensi pemijahan digambarkan dari bentuk sebaran frekuensi diameter telur, dimana kelompok telur yang telah matang digambarkan dari kelompok ukuran diameter telur yang terlepas dari kelompok yang berukuran kecil yang akan dikeluarkan pada musim pemijahan berikutnya. Ukuran telur bervariasi tergantung pada jumlah kandungan kuning telur dan fekunditas. Fekunditas pada setiap individu betina tergantung pada umur, ukuran spesies dan kondisi lingkungan (ketersediaan pakan, suhu air dan musim) (Lagler et al., 1977 dalam Syamzam, 2006). Menurut Fujaya (2001), ukuran dan jumlah telur yang dihasilkan berhubungan pula dengan kemampuan merawat telur dan anak. Ikan yang memiliki telur-telur kecil biasanya memiliki jumlah telur yang banyak, sebagai konsekuensi dari derajat kelulusan hidup yang rendah.

22 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Pengambilan sampel dilaksanakan pada bulan Juni hingga Juli 2011 di Tempat Pelelangan Ikan Paotere Makassar. Pengamatan ikan sampel dilakukan di Laboratorium Biologi Perikanan Universitas Hasanuddin, Makassar. B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mistar ukur untuk mengukur panjang total tubuh dan klasper ikan, timbangan elektrik untuk menimbang bobot gonad, timbangan gantung (Kg) untuk menimbang bobot ikan, scalpel untuk membedah ikan, botol sampel sebagai wadah telur ikan, jangka sorong yang berketelitian 1 mm untuk mengukur diameter telur, cawan petri sebagai wadah meletakkan telur dan papan preparat untuk meletakkan ikan. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan pari sebagai sampel yang diteliti, larutan Gilson untuk mengawetkan telur, dan kertas label untuk memberi tanda pada gonad. C. Metode Pengambilan Sampel Sampel diperoleh dari hasil tangkapan nelayan yang beroperasi di perairan Selat Makassar, Sulawesi Selatan, yang didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Paotere Makassar. Pengambilan sampel tersebut dilakukan sebanyak delapan kali dimana tiap minggu dilakukan pengambilan sampel pada saat hasil tangkapan nelayan meningkat selama dua bulan. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil seluruh hasil tangkapan nelayan dengan kondisi ikan yang masih segar dan telah mati karena jumlah hasil tangkapan nelayan untuk ikan pari sangat kurang. Jumlah sampel yang diperoleh selama penelitian adalah 72 ekor. Pengukuran sampel dilakukan di laboratorium meliputi bobot

23 tubuh dengan menggunakan timbangan gantung (kg) yang berketelitian 10 g dan panjang total tubuh yang diukur dimulai dari ujung terdepan bagian kepala sampai ujung ekor yang paling belakang dengan menggunakan mistar ukur yang berketelitian 1 mm. Untuk penentuan jenis kelamin ikan pari yaitu dengan memperhatikan kehadiran klasper pada setiap inividu. Individu yang memiliki klasper digolongkan sebagai ikan jantan sedangkan yang tidak memiliki klasper adalah betina. Nisbah kelamin diduga dengan uji Chi-square menggunakan Koreksi Yates (Sudjana, 1992). Selanjutnya, ikan dibedah untuk menentukan tingkat kematangan gonad (TKG). Tingkat kematangan gonad ditentukan berdasarkan metode klasifikasi yang dibuat Eber dan Cowley (2009). Ukuran pertama kali matang gonad dianalisis dengan metode Spearmen-karber (Udupa, 1986). Untuk penentuan indeks kematangan gonad (IKG) dianalisis dengan cara yang dilakukan oleh Johnson (1971 dalam Effendie, 1997). Penentuan fekunditas dilakukan dengan mengambil ovari ikan betina yang matang yaitu TKG II dan III. Fekunditas total dihitung dengan menggunakan metode langsung karena jumlah telur relatif sedikit (Effendie, 1997). Gonad ikan diambil kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan elektrik, kemudian dimasukkan ke dalam wadah (botol sampel) dan direndam dengan larutan Gilson selama 24 jam. Larutan Gilson ini dapat melarutkan jaringan-jaringan pembungkus telur sehingga butiran telur terlepas satu demi satu. Butiran telur dihitung secara lansung tanpa menggunakan mikroskop karena telur ikan pari berukuran besar sehingga dapat dilihat secara kasat mata. Diameter telur dihitung dengan mengukur seluruh telur pada setiap gonad. Telur-telur tersebut diletakkan di cawan petri kemudian diukur dengan menggunakan jangka sorong yang berketelitian 1 mm

24 D. Analisis Data 1. NIsbah kelamin Nisbah kelamin ditentukan dengan uji Chi-square menggunakan Koreksi Yates (Sudjana, 1992). Hasil pengamatan dapat dicantumkan dalam daftar kontingensi 2x2 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Daftar kontingensi 2x2 Faktor kedua Faktor kesatu Taraf 1 Taraf 2 Total Taraf 1 a b a+b Taraf 2 c d c+d Total a+c b+d n nn aaaa bbbb 1 xx 2 = 2 nn 2 (aa + bb)(aa + cc)(bb + dd)(cc + dd) Hipotesis yang diuji adalah: H o = Jumlah ikan jantan dan betina tidak berbeda (nisbah kelamin 1:1) H 1 = Jumlah ikan jantan dan betina berbeda (nisbah kelamin bukan 1:1) Pengambilan Keputusan: Jika X 2 hitung < X 2 tabel maka terima H o tolak H 2 Jika X hitung > X 2 tabel maka terima H 1 tolak H o 1 2. Tingkat kematangan gonad (TKG) Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan jantan dan ikan betina ditentukan berdasarkan metode klasifikasi yang di buat Eber dan Cowley. (2009) dapat dilihat pada Tabel 2.

25 Tabel 2. Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) menurut Eber dan Cowley (2009) TKG Betina Jantan I II III Ovarium kurang memiliki diferensiasi atau tidak terlihat jelas dan kelenjar oviducal tidak terlihat dalam rahim. Ovarium terlihat jelas tetapi tidak memiliki oosit matang, kelenjar oviducal itu belum berkembang. Terdapat oosit yang berwarna kuning dan berdiameter 1,5-2,0 cm, kelenjar oviducal yang terlihat jelas, ataukah sudah terdapat embrio yang berkembang di dalam rahim. Memiliki klasper yang pendek yaitu tidak melampaui tepi posterior sirip dubur. Klasper melampaui tepi posterior sirip dubur (3-6 cm), tetapi tidak memiliki kalsifikasi dari unsur-unsur tulang rawan terminal. Panjang klasper mencapai 6-9 cm melampaui tepi posterior sirip dubur dan memiliki kalsifikasi dari unsur-unsur tulang rawan terminal. 3. Ukuran pertama kali matang gonad Pendugaan rata-rata ukuran pertama kali matang gonad menggunakan metode Spearman-Karber (Udupa, 1986) dengan menggunakan rumus sebgai berikut : Log m = xk + XX (XX pppp) 2 Dengan selang kepercayaan 95% maka anti log m = mm ± 1,96 xx 2 pppp qqqq nn ii 1 dimana : xk = logaritma nilai tengah pada saat ikan matang gonad, X = selisih logaritma nilai tengah, M = logaritma nilai tengah, pi = ri/ni, ri = jumlah ikan matang gonad pada kelas ke-i, ni = jumlah ikan pada kelas ke-i, qi = 1-pi

26 4. Indeks kematangan gonad Indeks kematangan gonad (IKG) ditentukan sebagaimana cara yang dilakukan oleh Johnson (1971 dalam Effendie, 1997) dengan rumus: IKG = BBBB BBBB 100% Dimana, IKG = Indeks kematangan gonad, BG = Berat gonad (gr), BT = Bobot tubuh (gr) 5. Fekunditas Fekunditas ikan pari (D. kuhlii) dianalisis dengan menggunakan data fekunditas (TKG II dan III) dan dihubungkan dengan panjang dan bobot Ikan (Effendie, 1997). 6. Diameter Telur Diameter telur dianalisis dalam bentuk histogram.

27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Nisbah Kelamin Jumlah sampel ikan pari yang diperoleh selama penelitian sebanyak 72 ekor yang terdiri dari 29 ekor ikan jantan dan 43 ekor ikan betina, dengan demikian, nisbah kelamin ikan pari jantan dan betina adalah 1,00 : 1,48 dapat dilihat pada Tabel 3, Lampiran 1, dan Lampiran 2. Hasil penelitian Eber dan Cowley (2009) diperoleh 153 ekor ikan pari jantan dan 204 ekor ikan pari betina dengan perbandingan 1,00 : 1,33. Tabel 3. Jumlah (ekor) ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) jantan dan betina yang diperoleh selama penelitian Waktu Pengambilan Sampel Jantan (ekor) Betina (ekor) Jumlah (ekor) Juni Juli Jumlah Berdasarkan hasil uji chi-kuadrat diperoleh nisbah kelamin ikan pari jantan dan betina yang tertangkap selama penelitian yaitu 0,01 sedangkan X 2 (0,05)(1) sebesar 3,84 dan X 2 (0,1)(1) sebesar 6,63 (Lampiran 3). Berdasarkan hasil tersebut maka diketahui nilai X 2 hitung < X 2 tabel, sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah ikan pari jantan dan betina tidak berbeda nyata pada setiap bulan. Hal ini menunjukkan kemungkinan bagi ikan pari untuk melakukan pembuahan lebih besar karena persaingan untuk memperoleh pasangan jauh lebih besar. B. Tingkat Kematangan Gonad Selama penelitian (Juni-Juli 2009) didapatkan ikan-ikan dengan tingkat kematangan gonad (TKG) I sampai III untuk jantan dan betina. Persentase ikan pari jantan dan betina pada masing-masing TKG dapat dilihat pada Tabel 4.

28 Tabel 4. Persentase komposisi ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) jantan dan betina berdasarkan tingkat kematangan gonad Jantan Betina Waktu pengambilan TKG n Frekuensi n Frekuensi sampel (ekor) (%) (ekor) (%) I Juni II III I Juli II III Jumlah Berdasarkan Tabel 3, tampak bahwa ikan pari jantan yang tertangkap pada saat matang gonad (TKG II dan III) lebih sedikit jika dibandingkan dengan ikan pari betina. Ikan pari betina yang belum matang gonad (TKG I) sebanyak 48.83% dan yang telah matang goonad (TKG II dan III) sebanyak 51.17%, sedangkan ikan pari jantan yang belum matang gonad (TKG I) sebanyak 37,93% dan yang telah matang gonad (TKG II dan III) sebanyak 62,07%. Hal ini menunjukkan ikan pari yang telah matang gonad mendominasi (>50%) hasil tangkapan. Sama halnya yang didapatkan oleh Capape (1993) dimana ikan pari yang telah matang gonad mendominasi (>50%) hasil tangkapan pada bulan April, Juni, Juli dan Agustus. Berkaitan dengan kelas Chondrichthtyes, Chavert- Almeida et al. (2005) juga menyatakan Freswater stingrays (Patomatrygonidae) yang telah matang gonad mendominasi (>50%) dari hasil tangkapan pada bulan Juli, Agusutus, September dan Okrober. Berdasarkan hasil analisis ini, pada saat pengambilan sampel (Juni Juli) ikan pari memasuki musim puncak untuk melakukan pemijahan. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian dimana didapatkan ikan yang matang gonad (TKG II dan III) lebih banyak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie (1997) bahwa ikan yang mempunyai satu musim pemijahan yang pendek dalam setahun atau saat pemijahannya panjang, akan

29 ditandai dengan peningkatan presentase tingkat kematangan gonad yang tinggi pada setiap akan mendekati musim pemijahan. Oleh karena itu, dari segi aspek pengaturan pengelolaannya penangkapan ikan pari sebaiknya dikurangi pada bulan Juni juli karena telah memasuki musim puncak pemijahan dimana terdapat banyak ikan yang telah matang gonad. Tingkat kematangan gonad ikan jantan maupun betina pada setiap waktu pengambilan sampel tidak sama atau beragam sehingga memungkinkan ikan pari memijah lebih dari satu kali setahun. Akan tetapi masa kehamilan ikan pari menurut Eber dan Cowley (2009) adalah masa kehamilan sembilan bulan karena ikan pari memerlukan waktu yang cukup lama dalam merawat embrio sehingga embrio berkembang dan dapat dilahirkan. Hal ini berarti ikan pari mempunyai siklus pemijahan tahunan dengan masa mengandung sembilan bulan. C. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Kisaran ukuran ikan pari jantan pertama kali matang gonad yang didapat selama penelitian adalah panjang total tubuh mm dan panjang total tubuh mm pada ikan betina (Tabel 5.). Tabel 5. Distribusi (ekor) tingkat kematangan gonad ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) jantan dan betina berdasarkan kisaran panjang tubuh (mm) yang didapatkan selama penelitian Panjang total (mm) Jantan Betina I II III Total I II III Total Jumlah

30 Berdasarkan analisis metode Spearman-Karber diperoleh ukuran pertama kali matang gonad pada panjang tubuh 569 mm untuk ikan jantan dengan kisaran panjang mm (Lampiran 4) dan panjang tubuh 617 mm dengan kisaran mm untuk ikan pari betina (Lampiran 5). Nilai tersebut menunjukkan bahwa ikan pari jantan berukuran lebih kecil pada saat matang gonad dibandingkan ikan betina (Gambar 4. Dan 5). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Eber dan Cowley (2009) yang menyatakan ikan pari jantan ukurannya lebih kecil pada saat matang gonad dibanding ikan betina, yaitu D w mm pada ikan jantan dan D w mm untuk ikan betina. Hal ini diduga karena ikan betina memerlukan ukuran porsi tubuh lebih besar pada saat matang gonad dikarenakan ukuran diameter telur ikan pari yang besar sedangkan ikan jantan hanya mengikuti panjang klasper sehingga tidak memerlukan ukuran porsi tubuh lebih besar pada saat matang gonad. Dari segi aspek pengaturan pengelolaannya, ukuran terkecil panjang total tubuh ikan pari yang dapat ditangkap dimana untuk jantan adalah 572 mm dan untuk betina 617 mm perlu disesuaikan dengan alat tangkap yang digunakan dalam menangkap ikan pari dimana ukuran mata jaring yang digunakan harus disesuakan dengan ukuran terkecil ikan yang dapat ditangkap. Panjang klasper (mm) TKG I TKG II TKG III Panjang total tubuh (mm) Gambar 2. Distribusi (ekor) tingkat kematangan gonad ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) jantan berdasarkan kisaran panjang tubuh (mm) yang didapatkan selama penelitian

31 Bobot gonad (gram) TKG I TKG II TKG III Panjang total tubuh (mm) Gambar 3. Distribusi (ekor) tingkat kematangan gonad ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) betina berdasarkan kisaran panjang tubuh (mm) yang didapatkan selama penelitian Hasil penelitian yang menunjukkan ukuran rata-rata pertama kali matang gonad untuk ikan jantan dan betina berbeda. Hal ini berkaitan dengan perbedaan jenis kelamin dan pertumbuhan ikan itu sendiri. Lagler et al. (1997) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi saat ikan pertama kali matang gonad antara lain adalah perbedaan spesies, umur dan ukuran, serta sifat-sifat fisiologi individu yang berbeda jenis kelamin dan juga berpijah yang sesuai. D. Indeks Kematangan Gonad Kisaran nilai indeks kematangan gonad (IKG) ikan pari berdasarkan tingkat kematangan gonad (TKG) dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7 serta Lampiran 1 dan 2. Tabel 6. Kisaran Nilai Indeks Kematangan Gonad (%) ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) jantan berdasarkan tingkat kematangan gonad dan jenis kelamin. TKG Jantan Kisaran Rataan Jumlah I ± II ± III , ± Jumlah 29

32 Tabel 7. Kisaran Nilai Indeks Kematangan Gonad (%) ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) betina berdasarkan tingkat kematangan gonad dan jenis kelamin. TKG Betina Kisaran Rataan Jumlah I ± II ± III ± Jumlah 43 Berdasarkan Tabel 5 dan 6 diperoleh nilai kisaran IKG ikan pari yang tertinggi pada TKG III yaitu 0,2167-1,0467% dengan nilai rataan 0,3994 ± 0,2261 untuk ikan jantan dan 0, % dengan nilai rataan 0,1398 ± 0,1095 untuk ikan betina. Berdasarkan analisis tersebut menunjukkan bahwa nilai kisaran IKG ikan jantan lebih besar dibandingkan ikan betina pada TKG yang sama. Hai ini sesuai dengan hasil penelitian Chavert-Almeida et al. (2005) dan White (2003) yang menyatakan bahwa, ikan Freshwater stingrays (Patomatrygonidae) dan Nervous shark (Carcharhinus cautus) pada kelas chondrichthyes, IKG ikan jantan lebih besar dibandingkan ikan betina. Diduga karena oosit yang berada didalam ovari memiliki endapan kuning telur yang sudah sangat tereduksi, disebabkan ketika telur telah dibuahi sperma kemudian menjadi embrio tidak memiliki cadangan makanan dari kuning telur melainkan langsung dari induknya. E. Fekunditas Fekunditas ikan pari dianalisis dengan menggunakan data fekunditas (TKG II dan III) dapat dilihat pada Tabel 8 dan Lampiran 8.

33 Tabel 8. Fekunditas ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) pada berbagai kisaran panjang total. Kisaran panjang total ikan (mm) Jumlah ikan (ekor) Kisaran fekunditas (butir) Rataan fekunditas (butir) ,00 ± 1, ,40 ± 1, ,67 ± 1, ,00 ± 1, ,00 ± 1,15 Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh maka dapat diduga bahwa fekunditas ikan pari berkisar 4 9 butir pada kisaran panjang total mm. Ukuran panjang tubuh cukup mempengaruhi fekunditas suatu individu betina. Pada Gambar 7 dapat dilihat, semakin besar ukuran panjang tubuh maka semakin besar pula fekunditasnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Capape (1993) yang menduga fekunditas Thorny stingrays (Dasyatis centroura) berkisar 1-13 butir pada kisaran lebar cakram/tubuh D w mm. Eber dan Cowley menyatakan fekuditas ikan pari memiliki kolerasi positif berdasarkan panjang tubuh. Selanjutnya Effendie (1997) menyatakan, fekunditas sering dihubungkan dengan panjang dari pada bobot tubuh ikan karena panjang penyusutannya relatif kecil sekali tidak seperti bobot tubuh yang dapat berkurang dengan mudah. Kemudian dilanjutkan dengan pernyataan Fujaya (2001) bahwa, ukuran dan jumlah telur yang dihasilkan berhubungan pula dengan kemampuan merawat telur dan anak.

34 Fekunditas (butir) y = 0.015x R² = Panjang total tubuh (mm) Gambar 4. Hubungan fekunditas ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) berdasarkan panjang total tubuh F. Diameter Telur Hasil pengukuran diameter telur ikan pari berdasarkan frekuensi jumlah telur dapat dilihat pada Lampiran 9. Pada histogram menunjukkan bahwa diameter telur ikan pari yang telah matang gonad (TKG II dan III) berkisar 1,0 22,4 mm. Kisaran diameter telur pada TKG II 1,0 9.5 mm. Kisaran diameter pada TKG III berkisar antara 5,3 22,4 mm. Kisaran diameter telur tersebut menunjukkan bahwa pada fase ini gonad ikan semakin berkembang besar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie (1997) bahwa semakin berkembang gonad, telur yang terkandung di dalamnya semakin besar garis tengahnya, sebagian hasil dari hidrasi dan pembentukan butir telur minyak berjalan secara bertahap terliput dalam perkembangan tingkat kematangan gonad. Berdasarkan Gambar 8 dan 9. dapat dilihat bahwa distribusi diameter telur dalam ovari ikan pari yang telah matang gonad (TKG II dan III) terdapat satu puncak atau mempunyai satu modus. Hasil penelitian Eber dan Cowley (2009) menyatakan bahwa kelahiran ikan pari terjadi seluruhnya di satu musim pemijahan yaitu pada bulan Januari hingga April. dengan demikian dapat dikatakan bahwa ikan pari memijah secara total spawner. Effendie (1997)

35 menyatakan bahwa, pememijahan yang berlangsung sekali atau dua kali dalam satu musim pemijahan disebut total spawner. Fekunditas (butir) TKG II Diameter telur (mm) Fekunditas (butir) TKG III Diameter telur (mm) Gambar 5. Histogram sebaran diameter telur ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) pada tingkat kematangan gonad (TKG) II dan III

36 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dari beberapa aspek biologi ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) yang didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Paotere Makassar, maka dapat disimpulkan bahwa: Nisbah kelamin ikan pari (D. kuhlii Müller & Henle, 1841) jantan dan betina yang didaratkan di TPI Paotere Makassar tidak berbeda nyata pada setiap bulan. Ikan pari telah memasuki musim puncak pemijahan pada bulan Juni Juli dan memiliki siklus pemijahan tahunan dimana masa kehamilan sembilan bulan. Ukuran pertama kali matang gonad ikan pari jantan adalah 569 mm dengan kisaran panjang total tubuh mm sedangkan untuk ikan pari betina adalah 617 mm dengan kisaran panjang total tubuh mm Indeks kematangan gonad (IKG) ikan pari semakin meningkat seiring dengan meningkatnya TKG. Fekunditas ikan pari semakin meningkat dengan meningkatnya panjang tubuh. Ikan pari memijah secara keseluruhan atau satu kali dalam satu musim pemijahan (total spawner). B. Saran Perlu adanya penelitian lanjutan tentang aspek biologi reproduksi ikan pari (D. kuhlii Müller & Henle, 1841) dengan jangka waktu yang lebih lama (satu tahun), guna mengetahui musim pemijahan dan puncak pemijahan.

37 DAFTAR PUSTAKA Allen, G Marine Fishes of South and East Asia. A Field Guide for Anglers and Diversi. Western Australia. Andy Omar, S. Bin Modul Praktikum Biologi Perikanan. Jurusan Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar. Anonim iew&id=452&phpsessid=ff918135e2a33928d8cc faba4 (artikel online, 14 Maret 2011). Anonim Dasyatis. (artikel online, 5 Maret 2011). Anonim Potensi Selat Makassar.http.// (artikel online, 3 Maret 2011) Capape, C New data on the reproductive biology of thr thorny stingrays (Dasyatis centroura) from of the Tunisian coasts. Environmental Biology of Fishes, 38:73-80 Chavert-Almeida, P., M. L. G. DE Araujo, and M. P. De Almeida Reproducitive aspects of freshwater stingrays (Chondrichthyes : Patamotrygonidae) in the Brazilian Amazon Basin. Journal of Northwest Atlantic Fishery Science, 35: Dinas Kelautan dan Perikanan Laporan Statistik Perikanan Sulawesi Selatan. Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selata. Makassar. Eber. D.A and P.D. Cowley Reproduction and embryonic development of the blue stingray, Dasyatis chrysonotan, in Southern African Waters. Journal of Marine Biological Association of the United Kingdom, 89: Effendie, M.I Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusataman. Yogyakarta Fujaya, Y Biologi dan Teknologi Reproduksi Teleostei. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Galib, A.S Aspek Reproduksi Ikan Kuniran (Upeneus moluccensis) di Sekitar Perairan Pulau Kodingareng. Kecamatan Ujung Tanah. Kota Makassar. Skripsi. Jurusan Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan. Unuversitas Hasanuddin. Makassar. Last, P.R. & J.D. Stevens Sharks and Rays of Australia Second Edition. CSIRO. Victoria Asutralia

38 Sjafei, D.S, M.F. Raharjo, R. Affandi, M. Brojo, dan Sulistino Fisiologi ikan II Reproduksi Ikan. IPB. Bogor. 210 hal. Sudjana Metode Statistik. Penerbit Tarsito. Bandung. Syamzam Aspek Biologi Reproduksi Ikan Kuniran (Upeneus asymmetricus Lachner, 1954) Di Perairan Pulau Kodingareng Kecamatan Ujung tanah Kota Makassar Sulawesi Selatan. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar. Talaohu, N Analisis Biologi Reproduksi Ikan Layang (Decapterus russelli Ruppel) yang Tertangkap pada Bagan Rambo di Perairan Barru Selat Makassar. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar. Tresnati, J. dan A. Tuwo Metode Baru Untuk Estimasi Fekunditas (Aplikasi pada Ikan Sebelah (Pleuronectes platessa). Torani. Buletin dan Jurnal Teknologi Kelautan Vol. IV. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin Makassar. Udupa, K.S Statistical method of estimating the size at first matury in fishes. Fishbyte, 4(2): White, W. T Aspect of the Biology of Elasmobranchs in a Subtropical Embayment in Western Australia and of Chondrichthyan Fisheries in Indonesia. Mordoch University, Western Australia

39 LAMPIRAN

40 Lampiran 1. Hasil pengukuran panjang tubuh (mm), bobot tubuh (gram), bobot gonad (gram), panjang klasper (mm), tingkat matang gonad (TKG) dan indeks kematangan gonad (IKG) ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) jantan No Panjang Bobot T P. Klsper B. Gonad TKG IKG (mm) (gram) (mm) (gram) (%) I I I I I I I I II II II III III III III III III III III III III III III III III III III III III

41 Lampiran 2. Hasil pengukuran panjang tubuh (mm), bobot tubuh (gram), bobot Gonad (gram), tingkat matang gonad (TKG) dan Ideks Kematangan gonad (IKG) ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) betina No Panjang (mm) Bobot T (gram) Bobot G (gram) TKG IKG (%) I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I II II II II II II II II II II II II II II II II III III

42 Lampiran 2. Lanjutan III III III III

43 Lampiran 3. Uji Chi-square dengan menggunakan Koreksi Yates nisbah kelamin ikan pari (Dasyatis kuhlii Müller & Henle, 1841) jantan dan betina yang didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Paotere Makakssar Waktu Pengambilan Sampel Jantan (ekor) Betina (ekor) Jumlah (ekor) Juni Juli Jumlah XX 2 = 72 (14)(24) (19)(15) = 0,01 (33)(29)(39)(43) Nilai chi-square X 2 (0.05)(1) = 3,84 dan X 2 (0.01)(1) = 6,63 2 Karena X hitung < X 2 tabel, maka terima H 0 (jumlah ikan jantan dan ikan betina tidak berbeda nyata pada setiap bulan)

44 Lampiran 4. Distribusi frekuensi panjang dan tingkat kematangan serta perhitungan pendugaan rata-rata pertama kali matang gonad Ikan pari (Dasyatis kuhli Müller & Henle, 1841) jantan Kelas Panjang Jumlah sampel (ni) Tengah kelas Log tengah Belum matang Matang gonad Proporsi ikan matang (mm) kelas (Xi) gonad (ri) gonad (pi) Xi+1- Xi=X qi=1- pi pixqi/ni Jumlah

45 Lampiran 4. Lanjutan Jantan kelas panjang mm = xxxx + XX (XX pppp) 2 mm = 2, ,0556 (0.0556) (2,2857) 2 mm = 2, ,0278 0,1271 mm = 2,7553 mm = aaaaaaaaaaaaaa 2,7577 = 569 mmmm Dengan selang kepercayaan 95% maka: pppp qqqq aaaaaaaa llllll mm ± 1,96 XX 2 nnnn 1 aaaaaaaa llllll 2,7553 ± 1,96 0,0031 0,0340 aaaaaaaa llllll 2,7553 ± 1,96 0,0001 aaaaaaaa llllll[2,7553 ± 1,96 0,0103] aaaaaaaa llllll[2,7553 ± 0,0201] Jadi batas atas adalah aaaaaaaa llllll[2, ,0201] = aaaaaaaa log 2,7753 = 596 mmmm Batas bawah aaaaaaaa llllll[2,7553 0,0201] = aaaaaaaa log 2,7352 = 543 mmmm

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004) 12 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-September 2011 dengan waktu pengambilan contoh setiap satu bulan sekali. Lokasi pengambilan ikan contoh

Lebih terperinci

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PARI TOTOL (Neotrygon kuhlii) DI PERAIRAN SELAT SUNDA

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PARI TOTOL (Neotrygon kuhlii) DI PERAIRAN SELAT SUNDA Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 2 November2015: 129-138 ISSN 2087-4871 ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PARI TOTOL (Neotrygon kuhlii) DI PERAIRAN SELAT SUNDA REPRODUCTIVE BIOLOGICAL ASPECT

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma) 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kalibaru mulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan Teluk Jakarta

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PPI Muara Angke, Jakarta Utara dari bulan Januaribulan Maret 2010. Analisis aspek reproduksi dilakukan di Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh 14 Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2009. Lokasi pengambilan ikan contoh adalah tempat pendaratan ikan (TPI) Palabuhanratu. Analisis contoh dilakukan di Laboratorium Ekobiologi,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru mulai dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan di

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2006, Agustus 2006 Januari 2007 dan Juli 2007 di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi dengan sumber air berasal dari

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

Aspek biologi reproduksi ikan pari blentik Neotrygon kuhlii di perairan Selat Sunda

Aspek biologi reproduksi ikan pari blentik Neotrygon kuhlii di perairan Selat Sunda Artikel Orisinal Jurnal Akuakultur Indonesia 15 (2), 189 197 (2016) Aspek biologi reproduksi ikan pari blentik Neotrygon kuhlii di perairan Selat Sunda Biology reproduction aspect of bluespotted stingray

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ikan Pari (Dasyatis kuhlii, Müller & Henle, 1841) di Perairan Selat Makassar

Pertumbuhan Ikan Pari (Dasyatis kuhlii, Müller & Henle, 1841) di Perairan Selat Makassar Pertumbuhan Ikan Pari (Dasyatis kuhlii, Müller & Henle, 1841) di Perairan Selat Makassar Joeharnani Tresnati Ikan Pari (Dasyatis kuhlii, Müller & Henle, 1841) termasuk ikan demersal yang banyak dikonsumsi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI &[MfP $00 4 oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI RAJUNGAN (Portiinirspelngicus) DI PERAIRAN MAYANGAN, KABWATEN SUBANG, JAWA BARAT Oleh: DEDY TRI HERMANTO C02499072 SKRIPSI Sebagai Salah

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Klasifikasi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838 in www.fishbase.com) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum

Lebih terperinci

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan 12 digital dengan sensifitas 0,0001 gram digunakan untuk menimbang bobot total dan berat gonad ikan, kantong plastik digunakan untuk membungkus ikan yang telah ditangkap dan dimasukan kedalam cool box,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014 agar dapat mengetahui pola pemijahan. Pengambilan sampel dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai Tulang Bawang. Pengambilan sampel dilakukan satu kali dalam satu bulan, dan dilakukan

Lebih terperinci

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM Oleh : Rido Eka Putra 0910016111008 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari Oktober 2011 hingga Januari 2012 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 3). Pengambilan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum PPP Labuan PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) Labuan, Banten merupakan pelabuhan perikanan pantai terbesar di Kabupaten Pandeglang yang didirikan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 13 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan Cirebon yang merupakan wilayah penangkapan kerang darah. Lokasi pengambilan contoh dilakukan pada dua lokasi yang

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian berada di perairan berlumpur Kuala Tungkal, Tanjung Jabung Barat, Jambi. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan intensitas penangkapan

Lebih terperinci

Program Studi Budidaya Perairan, Universitas Sulawesi Barat 2. Balai Penelitian Perikanan Laut, Balitbang, Kementerian Kelautan dan Perikanan 3

Program Studi Budidaya Perairan, Universitas Sulawesi Barat 2. Balai Penelitian Perikanan Laut, Balitbang, Kementerian Kelautan dan Perikanan 3 ISBN: 978-602-71759-3-8 Biologi Reproduksi Ikan Layang Biru (Decapterus macarellus Cuvier, 1833) di Perairan Sulawesi Barat Reproductive Biology of Mackerel Scad (Decapterus macarellus 1833) in Waters

Lebih terperinci

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi 4 2.2. Morfologi Ikan Tambakan (H. temminckii) Ikan tambakan memiliki tubuh berbentuk pipih vertikal. Sirip punggung dan sirip analnya memiliki bentuk dan ukuran yang hampir serupa. Sirip ekornya sendiri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi ikan Juaro (Pangasius polyuranodon) menurut Kottelat dan Whitten (1993) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di perairan Way Tulang Bawang, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga September 2013.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6484.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Prakata... 1 Pendahuluan... 1 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di : JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman 73-80 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/maquares ASPEK REPRODUKSI IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Palau Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus vittatus

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6485.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk ikan gurami kelas induk pokok diterbitkan oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian. 14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PPI Labuan, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diperoleh dari PPI Labuan merupakan hasil tangkapan nelayan disekitar perairan Selat

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakasanakan mulai awal bulan Maret sampai bulan Mei, dengan interval pengambilan data setiap dua minggu. Penelitian berupa pengumpulan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di TPI Cilincing, Jakarta Utara. Pengambilan data primer berupa pengukuran panjang dan bobot ikan contoh yang ditangkap

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah dan Sebaran Panjang Ikan Kuro Jumlah ikan kuro yang tertangkap selama penelitian berjumlah 147 ekor. Kisaran panjang dan bobot ikan yang tertangkap adalah 142-254 mm

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organ Pencernaan Ikan Kuniran Ikan kuniran merupakan salah satu jenis ikan demersal. Ikan kuniran juga merupakan ikan karnivora. Ikan kuniran memiliki sungut pada bagian

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dari bulan Mei - Oktober 2011. Pengambilan ikan contoh dilakukan di perairan mangrove pantai Mayangan, Kabupaten

Lebih terperinci

TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Clupea platygaster) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, GRESIK, JAWA TIMUR 1

TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Clupea platygaster) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, GRESIK, JAWA TIMUR 1 TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Clupea platygaster) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, GRESIK, JAWA TIMUR 1 ABSTRAK (Gonad Maturity of Herring (Clupea platygaster) in Ujung Pangkah Waters, Gresik, East

Lebih terperinci

POTENSI UDANG DOGOL (Metapenaeus ensis) DI KABUPATEN KEBUMEN JAWA TENGAH. Abstrak

POTENSI UDANG DOGOL (Metapenaeus ensis) DI KABUPATEN KEBUMEN JAWA TENGAH. Abstrak POTENSI UDANG DOGOL (Metapenaeus ensis) DI KABUPATEN KEBUMEN JAWA TENGAH Oleh : Mustofa Niti Suparjo Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

FEKUNDITAS DAN DIAMETER TELUR IKAN GABUS (CHANNA STRIATA BLOCH, 1793) DI DANAU TEMPE, KABUPATEN WAJO

FEKUNDITAS DAN DIAMETER TELUR IKAN GABUS (CHANNA STRIATA BLOCH, 1793) DI DANAU TEMPE, KABUPATEN WAJO FEKUNDITAS DAN DIAMETER TELUR IKAN GABUS (CHANNA STRIATA BLOCH, 1793) DI DANAU TEMPE, KABUPATEN WAJO Fecundity and Egg Diameter of Stripped snakehead (channa striata bloch, 1793) in Tempe Lake, Wajo Harianti

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Ikan tembang (S. fimbriata)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Ikan tembang (S. fimbriata) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Klasifikasi ikan tembang menurut Saanin (1984) berdasarkan tingkat sistematikanya adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan lokasi

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan lokasi 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan lokasi Penelitian makanan dan reproduksi ikan tilan dilakukan selama tujuh bulan yang dimulai dari bulan Desember 2007- Juli 2008. Sampling dan observasi lapangan dilakukan

Lebih terperinci

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH 1,2) Urip Rahmani 1, Imam Hanafi 2, Suwarso 3 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

TINGKAT KEMATANGAN KELAMIN DAN FREKUENSI PANJANG PARI GITAR (Rhinobatus sp.1 dan Rhinobatus sp. 2)

TINGKAT KEMATANGAN KELAMIN DAN FREKUENSI PANJANG PARI GITAR (Rhinobatus sp.1 dan Rhinobatus sp. 2) BAWAL: Vol.1 No.1-April 26: 33-37 TINGKAT KEMATANGAN KELAMIN DAN FREKUENSI PANJANG PARI GITAR (Rhinobatus sp.1 dan Rhinobatus sp. 2) **) Dharmadi *) dan Fahmi **) *) Peneliti pada Pusat Riset Perikanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Swanggi Priacanthus tayenus Klasifikasi dan tata nama

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Swanggi Priacanthus tayenus Klasifikasi dan tata nama 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Swanggi Priacanthus tayenus 2.1.1. Klasifikasi dan tata nama Menurut Richardson (1846) in Starnes (1988) taksonomi ikan swanggi Priacanthus tayenus (Gambar 1) dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Frekuensi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Ikan contoh ditangkap setiap hari selama 6 bulan pada musim barat (Oktober-Maret) dengan jumlah total 681 ikan dan semua sampel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan

Lebih terperinci

Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal

Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal Nadia Adlina 1, *, Herry Boesono 2, Aristi Dian Purnama Fitri 2 1

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Metode Kerja Bahan dan peralatan pada pengamatan morfometri

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Metode Kerja Bahan dan peralatan pada pengamatan morfometri 17 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di 11 daerah yang meliputi 5 pulau besar di Indonesia, antara lain Bintan dan Jambi (Sumatera), Karawang, Subang dan Cirebon (Jawa),

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 10 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian adalah di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Ikan yang didaratkan di PPP Labuan ini umumnya berasal

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 02-6730.2-2002 Standar Nasional Indonesia Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok disusun

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut :

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846)  (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut : 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) www.fishbase.org (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 17 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke, Penjaringan Jakarta Utara, pada bulan Februari 2012 sampai April 2012. Stasiun pengambilan contoh ikan merupakan

Lebih terperinci

ASPEK REPRODUKSI IKAN KAPASAN (Gerres kapas Blkr, 1851, Fam. Gerreidae) DI PERAIRAN PANTAI MAYANGAN, JAWA BARAT

ASPEK REPRODUKSI IKAN KAPASAN (Gerres kapas Blkr, 1851, Fam. Gerreidae) DI PERAIRAN PANTAI MAYANGAN, JAWA BARAT Jurnal Iktiologi Indonesia, 9(1):75-84, 29 ASPEK REPRODUKSI IKAN KAPASAN (Gerres kapas Blkr, 1851, Fam. Gerreidae) DI PERAIRAN PANTAI MAYANGAN, JAWA BARAT [Reproductive aspect of silver biddy (Gerres kapas

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PARI TOKA-TOKA (Himantura walga, MULLER AND HENLE 1841) YANG TERTANGKAP DAN DI DARATKAN DI CILINCING

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PARI TOKA-TOKA (Himantura walga, MULLER AND HENLE 1841) YANG TERTANGKAP DAN DI DARATKAN DI CILINCING BIOMA 10 (1), 2014 Biologi UNJ Press ISSN : 0126-3552 BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PARI TOKA-TOKA (Himantura walga, MULLER AND HENLE 1841) YANG TERTANGKAP DAN DI DARATKAN DI CILINCING Novariani 1, Hafni Lubis

Lebih terperinci

Reproduksi ikan rejung (Sillago sihama Forsskal) di perairan Mayangan, Subang, Jawa Barat

Reproduksi ikan rejung (Sillago sihama Forsskal) di perairan Mayangan, Subang, Jawa Barat Jurnal Iktiologi Indonesia, 11(1):55-65 Reproduksi ikan rejung (Sillago sihama Forsskal) di perairan Mayangan, Subang, Jawa Barat [Reproduction of silver sillago (Sillago sihama Forsskal) in Mayangan Waters,

Lebih terperinci

MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET

MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU Scy[la serrata ( FORSKAL ) SEGARA MORFOLOGIS DAN KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET Olela TITIK RETNOWATI C 23.1695 JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN BOBOT PANJANG IKAN TUNA MADIDIHANG Thunnus albacares DARI PERAIRAN MAJENE SELAT MAKASSAR SULAWESI BARAT Wayan Kantun 1 dan Ali Yahya 2

HUBUNGAN BOBOT PANJANG IKAN TUNA MADIDIHANG Thunnus albacares DARI PERAIRAN MAJENE SELAT MAKASSAR SULAWESI BARAT Wayan Kantun 1 dan Ali Yahya 2 HUBUNGAN BOBOT PANJANG IKAN TUNA MADIDIHANG Thunnus albacares DARI PERAIRAN MAJENE SELAT MAKASSAR SULAWESI BARAT Wayan Kantun 1 dan Ali Yahya 2 1) Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan Balik Diwa 2) Politeknik

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Relasi panjang berat dan aspek reproduksi ikan beureum panon (Puntius orphoides) hasil domestikasi di Balai Pelestarian Perikanan Umum dan Pengembangan Ikan Hias (BPPPU)

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6483.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Deskripsi...

Lebih terperinci

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 4(1) :22-26 (2016) ISSN :

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 4(1) :22-26 (2016) ISSN : Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 4(1) :22-26 (2016) ISSN : 2303-2960 PENDUGAAN UKURAN PERTAMA KALI MATANG GONAD IKAN SENGGARINGAN (Mystus negriceps) DI SUNGAI KLAWING, PURBALINGGA JAWA TENGAH Benny Heltonika

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 24 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel ikan tuna mata besar dilakukan pada bulan Maret hingga bulan Oktober 2008 di perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TUNA MATA BESAR (Thunnus obesus) DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA RIA FAIZAH

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TUNA MATA BESAR (Thunnus obesus) DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA RIA FAIZAH BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TUNA MATA BESAR (Thunnus obesus) DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA RIA FAIZAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI 5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI Pengukuran parameter reproduksi akan menjadi usaha yang sangat berguna untuk mengetahui keadaan kelamin, kematangan alat kelamin dan beberapa besar potensi produksi dari

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber :

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber : 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Layur (Tricihurus lepturus) Layur (Trichiurus spp.) merupakan ikan laut yang mudah dikenal dari bentuknya yang panjang dan ramping. Ikan ini tersebar di banyak perairan dunia.

Lebih terperinci

Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (3) Desember 2009: 160 165 ISSN: 0853-4489

Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (3) Desember 2009: 160 165 ISSN: 0853-4489 HUBUNGAN PANJANG-BOBOT DAN FAKTOR KONDISI IKAN BUTANA Acanthurus mata (Cuvier, 1829) YANG TERTANGKAP DI SEKITAR PERAIRAN PANTAI DESA MATTIRO DECENG, KABUPATEN PANGKAJENE KEPULAUAN, PROVINSI SULAWESI SELATAN

Lebih terperinci

Biologi Reproduksi Ikan Pari Toka-Toka (Himantura walga, Muller dan Henle 1841) yang Tertangkap dan di Daratkan di Cilincing

Biologi Reproduksi Ikan Pari Toka-Toka (Himantura walga, Muller dan Henle 1841) yang Tertangkap dan di Daratkan di Cilincing Biologi Reproduksi Ikan Pari Toka-Toka (Himantura walga, Muller dan Henle 1841) yang Tertangkap dan di Daratkan di Cilincing Reproduction of Dwarf Whipray (Himantura walga, Muller & Henle 1841) is Caught

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6130 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1

Lebih terperinci

Ikan patin jambal (Pangasius djambal) Bagian 1: Induk kelas induk pokok (Parent stock)

Ikan patin jambal (Pangasius djambal) Bagian 1: Induk kelas induk pokok (Parent stock) Standar Nasional Indonesia SNI 7471.1:2009 Ikan patin jambal (Pangasius djambal) Bagian 1: Induk kelas induk pokok (Parent stock) ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional SNI 7471.1:2009 Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

Berk. Penel. Hayati: 15 (45 52), 2009

Berk. Penel. Hayati: 15 (45 52), 2009 BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATRA SELATAN Yunizar Ernawati 1, Eko Prianto 2, dan A. Ma suf 1 1 Dosen Departemen MSP, FPIK-IPB; 2 Balai Riset Perikanan

Lebih terperinci

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI DAN PERTUMBUHAN IKAN LEMURU (Sardirtella lortgiceps C.V) DI PERAIRAN TELUK SIBOLGA, SUMATERA-UTARA

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI DAN PERTUMBUHAN IKAN LEMURU (Sardirtella lortgiceps C.V) DI PERAIRAN TELUK SIBOLGA, SUMATERA-UTARA ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI DAN PERTUMBUHAN IKAN LEMURU (Sardirtella lortgiceps C.V) DI PERAIRAN TELUK SIBOLGA, SUMATERA-UTARA Oleh: RIAMA VERAWATY TAMPUBOLON C02495025 PROGRAM STUD1 MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

Jurnal IPTEKS PSP, Vol.2 (3) April 2015: ISSN: X

Jurnal IPTEKS PSP, Vol.2 (3) April 2015: ISSN: X BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI IKAN LAYANG DELES (Decapterus macrosoma BLEEKER, 1841) YANG TERTANGKAP DENGAN BAGAN PERAHU DI PERAIRAN KABUPATEN BARRU, SULAWESI SELATAN Several Aspects of Scad (Decapterus macrosoma

Lebih terperinci

KOMPOSISI JENIS DAN ASPEK BIOLOGI IKAN PARI LAMPENGAN (Mobulidae) YANG TERTANGKAP DI PERAIRAN SELATAN JAWA

KOMPOSISI JENIS DAN ASPEK BIOLOGI IKAN PARI LAMPENGAN (Mobulidae) YANG TERTANGKAP DI PERAIRAN SELATAN JAWA KOMPOSISI JENIS DAN ASPEK BIOLOGI IKAN PARI LAMPENGAN (Mobulidae) YANG TERTANGKAP DI PERAIRAN SELATAN JAWA RIA FAIZAH DAN DHARMADI faizah.ria@gmail.com PUSAT RISET PERIKANAN JAKARTA, 28-29 MARET 218 Jenis

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.66/MEN/2011 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.66/MEN/2011 TENTANG Menimbang KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.66/MEN/2011 TENTANG PELEPASAN IKAN TORSORO MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa guna lebih memperkaya

Lebih terperinci

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok Standar Nasional Indonesia SNI 6138:2009 Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional SNI 6138:2009 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

PENGAMATAN FEKUNDITAS IKAN MOTAN (Thynnichthys polylepis) HASIL TANGKAPAN NELAYAN DARI WADUK KOTO PANJANG, PROVINSI RIAU

PENGAMATAN FEKUNDITAS IKAN MOTAN (Thynnichthys polylepis) HASIL TANGKAPAN NELAYAN DARI WADUK KOTO PANJANG, PROVINSI RIAU PENGAMATAN FEKUNDITAS IKAN MOTAN (Thynnichthys polylepis) HASIL TANGKAPAN NELAYAN DARI WADUK KOTO PANJANG, PROVINSI RIAU Burnawi Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Perairan Umum, Mariana-Palembang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Maret hingga Oktober 2008. Pengambilan sampel dilakukan di sungai Klawing Kebupaten Purbalingga Jawa Tengah (Lampiran 1). Analisis

Lebih terperinci

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYANG (Decapterus russelli) DAN IKAN BANYAR (Rastrelliger kanagurta) YANG DIDARATKAN DI REMBANG, JAWA TENGAH

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYANG (Decapterus russelli) DAN IKAN BANYAR (Rastrelliger kanagurta) YANG DIDARATKAN DI REMBANG, JAWA TENGAH ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYANG (Decapterus russelli) DAN IKAN BANYAR (Rastrelliger kanagurta) YANG DIDARATKAN DI REMBANG, JAWA TENGAH ABSTRAK Wiwiet An Pralampita dan Umi Chodriyah Peneliti pada

Lebih terperinci

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang 4.1.1 Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang Produksi ikan terbang (IT) di daerah ini dihasilkan dari beberapa kabupaten yang

Lebih terperinci

DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA

DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA Oleh: Wini Wardani Hidayat C64103013 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Oleh : Rodo Lasniroha, Yuniarti K. Pumpun, Sri Pratiwi S. Dewi. Surat elektronik :

Oleh : Rodo Lasniroha, Yuniarti K. Pumpun, Sri Pratiwi S. Dewi. Surat elektronik : PENANGKAPAN DAN DISTRIBUSI HIU (APPENDIX II CITES) OLEH NELAYAN RAWAI DI PERAIRAN SELATAN TIMOR CATCH AND DISTRIBUTION OF SHARKS (APPENDIX II CITES) BY LONGLINE FISHERMEN IN SOUTH WATER OF TIMOR Oleh :

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rajungan (Portunus pelagicus) Menurut www.zipcodezoo.com klasifikasi dari rajungan adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostrata Ordo : Decapoda

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

ASPEK BIOLOGI IKAN LAYUR (Trichiurus lepturus) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN DI PPP MORODEMAK

ASPEK BIOLOGI IKAN LAYUR (Trichiurus lepturus) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN DI PPP MORODEMAK ASPEK BIOLOGI IKAN LAYUR (Trichiurus lepturus) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN DI PPP MORODEMAK Biological Aspects of Ribbon Fish (Trichiurus lepturus) Based on PPP Morodemak Catching Ririn Vianita, Suradi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN PENUH IKAN PARI MANTA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN PENUH IKAN PARI MANTA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN PENUH IKAN PARI MANTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT Umi Chodrijah 1, Agus Arifin Sentosa 2, dan Prihatiningsih 1 Disampaikan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai dari April hingga September

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai dari April hingga September III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai dari April hingga September 2013. Pengambilan sampel dilakukan di sepanjang Way Tulang Bawang dengan 4 titik

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian Sumber Dinas Hidro-Oseanografi (2004)

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian Sumber Dinas Hidro-Oseanografi (2004) 12 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini merupakan program penelitian terpadu bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan yang dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Oktober

Lebih terperinci

Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian

Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) tiga, yaitu Laut Jawa dari bulan Desember 2008 sampai dengan bulan Desember

Lebih terperinci