BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH"

Transkripsi

1 BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH 3.1. Letak Geografi Kabupaten Banyuasin terletak dalam wilayah administrasi provinsi Sumatera Selatan yang memiliki wilayah pesisir yang luas. Secara geografis terletak antara 1 O 30-2 O 30 Lintang Selatan dan 104 o o Bujur Timur dengan batas adalah sebagai berikut : - Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Muara Jambi, Provinsi Jambi dan Selat Bangka. - Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Air Sugihan dan Kecamatan Pampangan. Kabupaten Ogan Komering Ilir. - Sebelah Selatan berbatasan dengan kota Palembang, Kecamatan Gelumbang dan Kecamatan Talang Ubi Kabupaten Penungkal Abab Lematang Ilir. - Sebelah Barat berbatasan Kecamatan Lais, Kecamatan Sungai Lilin, dan Kecamatan Bayung Lincir Kabupaten Musi Banyuasin. Wilayah pesisir Banyuasin pada lima Kecamatan dengan luas wilayah masing-masing yaitu Kecamatan Banyuasin II, Kecamatan Makarti Jaya, Kecamatan Tanjung Lago, Air Saleh, dan Muara Sugihan dengan panjang garis pantai 275 m 2 dan luas lautnya 1.765,4 m Topografi Keadaan topografi terdiri dari dataran rendah yaitu di Kecamatan Banyuasin II, Kecamatan Makarti Jaya, Kecamatan Muara Sugihan, Kecamatan Tanjung Lago, dan Kecamatan Air saleh yang sebagian besar terdiri dari rawa-rawa dengan ketinggian yang hampir sama dengan permukaan air laut. Wilayah ini memanjang sepanjang pesisir Kabupaten Banyuasin. Mulai dari perbatasan dengan Kabupaten OKI yaitu sungai Sugihan sampai ke perbatasan dengan Provinsi Jambi. Rata-rata ketinggian daerahnya adalah 0-10 meter di atas permukaan air laut. Lereng atau kemiringan tanah adalah suatu sudut yang di bentuk oleh permukaan tanah dengan proyeksi horizontal, nilainya merupakan perbedaan vertikal pada tiap jarak horizontal 100 m dalam situasi yang sama dan umumnya dinyatakan dalam persen (%). Keadaan lereng suatu wilayah sangat berpengaruh terhadap keadaan tata air, tingkat kedalaman tanah, kondisi air, erosi dan pengelolaan tanah oleh manusia, untuk daerah pesisir Kabupaten Banyuasin keadaan lerengnya 0-2 %. 34

2 3.3. Hidrologi Daerah pesisir Kabupaten Banyuasin dilalui oleh banyak sungai yaitu Sungai Musi, Sungai Banyuasin, Sungai Tungkal, Sungai Dawas, Sungai Calik, Sungai Talang, Sungai Saleh dan sungai-sungai kecil lainnya. Perairan di Pantai Timur Kabupaten Banyuasin merupakan pertemuan antara air laut yang berasal dari Selat Bangka dengan air permukaan yang berasal dari sungai-sungai besar yang bermuara ke laut yaitu Sungai Musi, Sungai Sembilang, Sungai Terusan Dalam dan Sungai kecil lainnya. Kondisi perairan keruh dan berwarna kecoklatan yang disebabkan oleh adanya partikel-partikel tanah endapan lumpur yang dibawa oleh aliran sungai baik sungai kecil maupun sungai besar yang bermuara ke pesisir timur Kabupaten Banyuasin Kondisi Oseanografis Wilayah Kedalaman Pengaruh sedimentasi dan abrasi secara langsung maupun tidak, menentukan dinamika kedaan laut (Batimetri). Kedalaman laut perairan Kabupaten Banyuasin berkisar antara 0-25 m, semakin ke tengah laut dan garis pantai Arus Perairan Kabupaten Banyuasin berada di Selat Bangka, yaitu perairan yang memisahkan pantai timur Sumatera dengan Pulau Bangka. Seperti pada perairan di Indonesia lainnya, Selat Bangka sangat dipengaruhi oleh angin musim yang berganti arah setiap setengah tahun. Selama musim timur dari Mei hingga September arus bergerak ke barat laut. Sedangkan pada musim barat, November hingga Maret arus bergerak ke arah yang berlawanan, pada bulan-bulan awal dan akhir setiap musim terjadi periode peralihan. Kecepatan arus maksimum pada setiap musim tercapai 25 cm/detik Pasang Surut Pasang surut (pasut) adalah proses naik turunnya muka laut secara p eriodik karena gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari. Penentuan tipe pasut didapatkan dari hasil perhitungan bilangan Formzahl, yang mana konstanta pasang surutnya berdasarkan pada data yang ada di dalam tabel

3 Tabel 3.1. Konstanta Harmonik Pasang Surut S0 M2 S2 N2 KL K2 O1 P1 Amplitudo (A) cm 200,2 46,3 12,7 3,4 63,2 2,3 49, o Empat tipe pasang surut berdasarkan nilai Formzahl : 1. 0,00< F 0,25 = Tipe pasang ganda 2. 0,25< F 1,50 = Tipe pasang campuran (ganda dominan) 3. 1,50< F 3,00 = Tipe pasang campuran (tunggal dominan) 4. F>3,00 = Tipe pasang tunggal Hasil nilai Formazahi (F) yang diperoleh yait u sebesar 1,9 maka berdasarkan kriteria nilai tersebut termasuk dalam tipe pasang surut campuran, hal ini dapat dilihat dari grafik pasang surut pesisir Kabupaten Banyuasin, yakni menunjukkan dalam satu hari pengamatan terjadi satu kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan periode yang berbeda. Sedangkan nilai rata-rata tinggi permukaan laut (Mean Sea Level) yaitu konstanta S o pada tabel 3.1. sebesar 2000,2 cm. Secara umum di wilayah tersebut rata-rata pasang tertinggi (purnama) adalah 3,1 m dan pasang terendah 0,79 m Suhu Suhu merupakan faktor penting dalam lingkungan perairan karena bersama dengan salinitas dapat mengontrol densitas air. Perubahan suhu perairan akan mempengaruhi proses-proses biologis dan ekologis yang terjadi dalam air pada akhirnya akan mempengaruhi komunitas biologis di dalamnya. Suhu peraiaran laut Selat Bangka dan termasuk kawasan estuari Kabupaten Banyuasin berkisar antara 24 o C - 30 o C Salinitas Salinitas bersama-sama dengan suhu merupakan komponen yang berperan penting dalam mengontrol densitas air laut, melalui proses difusi dan osmosis salinitas juga mempengaruhi kehidupan biota laut. Salinitas di perairan Kabupaten Banyuasin berkisar antara o / oo. Nilai rata-rata salinitas tersebut cukup rendah, hal ini menunjukan bahwa pengaruh air laut lebih rendah dibanding air tawar. Dari hasil pengukuran diperoleh nilai salinitas untuk daerah muara sungai berkisar antara o / oo. 36

4 Derajat Keasaman (ph) Derajat keasaman (ph) adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion hidrogen dan menunjukan suasana air tersebut apakah dapat bereaksi dengan asam atau basa. Nilai ph perairan pada stasiun pengamat berkisar antara 7,9 8,4. Perairan ini cukup produktif dan ideal untuk kehidupan biota air. Menurut kantor Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1985) perairan yang produktif dan ideal untuk kehidupan biota air adalah yang mempunyai ph berkisar antara 6,5 6, Nitrat, Silikat, Fosfat, dan Oksigen Suhunya perairan selain karena konsentrasi klorofil yang tinggi pada perairan di sekitar pantai Banyuasin juga dikarenakan suplai zat, baik berupa nitrat, silikat, ataupun fosfat cukup banyak yang berasal dari daratan dan dibawa oleh air sungai, zat-zat tersebut biasa diukur sebagai penanda bahwa suatu perairan subur dan digunakan fitoplankton untuk pertumbuhannya. Nitrat adalah bentuk senyawa nitrogen yang merupakan suatu senyawa yang stabil. Senyawa ini penting sebagai unsur hara bagi pertumbuhan plankton dan berperan dalam pembentukan serta pemeliharaan protein yang merupakan bagian dari organisme, di beberapa perairan laut, nitrat digambarkan sebagai senyawa mikro nutrien pengontrol produktivitas primer di lapisan permukaan daerah eufotik (euphotic zone). Bila intensitas cahaya yang masuk ke dalam air cukup, maka kecepatan pengambilan nitrat ( intake) lebih cepat daripada proses transportasi nitrat ke lapisan permukaan. Distribusi nitrat secara vertikal di laut menunjukkan bahwa kadar nitrat semakin tinggi bila kedalaman laut bertambah. Sedangkan distribusi horizontal kadar nitrat semakin tinggi menuju ke arah pantai, dan kadar tertinggi biasanya ditemukan perairan muara. Peningkatan kadar nitrat di laut biasanya biasanya disebabkan oleh masuknya limbah domestik atau pertanian (pemupukan) yang umumnya banyak mengandung nitrat. Tercatat untuk perairan Banyuasin, muara Sungai Musi dan Sembilang, kadar nitrat berkisar 1,25 0,5 /. Seperti kandungan nitrat kadar silikat untuk wilayah perairan Banyuasin keragamannya termasuk tinggi, hingga lebih dari 10 /. Kadar silikat tersebut menurun ke arah perairan dengan nilai mencapai 3,0 / 5,0 /. Fosfat merupakan salah satu cara yang penting bagi metabolisme plankton dan tanaman air, fosfat yang berada di dalam laut umumnya berasal dari hasil dekomposisi organisme dan merupakan salah satu senyawa hara yang sangat penting. Fosfat tersebut diabsorbsi oleh fitoplankton dan seterusnya masuk ke rantai makanan. Semua kandungan 37

5 fosfat di lapisan permukaan pada musim barat di perairan Selat Bangka berkisar antara 0,5 0,8 / dan berangsur-angsur menurun ke arah perairan yang lebih dalam hingga mencapai 0,1 / kandungan oksigen terlarut merupakan unsur penting dalam kehidupan organisme perairan. Oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi dan dan dari proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan air, beberapa faktor yang berpengaruh terhadap oksigen terlarut dalam air antara lain temperatur, tekanan udara dan kadar mineral dalam air. Kandungan oksigen terlarut mempengaruhi keanekaragaman organisme, dimana semakin besar kandungan oksigen dalam suatu perairan maka semakin besar pula jenis organisme yang terdapat di dalamnya. Kandungan oksigen terlarut di lapisan permukaan perairan lepas pantai muara Sungai Musi yang mempunyai nilai rata-rata tinggi yaitu 4,2 4,5 ml/l pada musim barat dan 3,9 4,5 ml/l pada musim timur. Tersedianya nutrien yang cukup banyak di wilayah perairan Banyuasin menjadi penunjang utama bagi rantai makanan selanjutnya untuk ikan baik kecil maupun besar. Tetapi tentu saja proses ini tidak terlepas dari faktor-faktor pendukung lainnya seperti fotosintesis cahaya matahari, kecepatan arus dan kecepatan fitoplankton nutrien tersebut untuk dijadikan zat makanan yang mendukungnya dalam fotosistesis Ekosistem Hutan Mangrove Berdasarkan hasil analisa menggunakan citra satelit hutan mangrove tumbuh di sepanjang pesisir pantai Banyuasin, tersebar di lima Kecamatan yaitu Banyuasin II, Makarti Jaya, Muara Sugihan, Air saleh dan Tanjung Lago. Hutan mangrove yang ada di Kecamatan Banyuasin II merupakan hutan mangrove yang dilindungi dan termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Sembilang. Taman Nasional Sembilang memiliki luas ha dan terletak pada 1,63 o -2,48 o Lintang Selatan dan 104,11 o -104,94 o Bujur Timur. Tipe vegetasi di muara-muara sungai didominasi oleh Rhizopora mucronata, semakin ke arah darat berasosiasi dengan Rhizopora apiculata, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal dan vegetasi nipah (Nypah fructicans) pada hulunya. Sedangkan pada pantai berlumpur vegetasi mangrove didominasi oleh genus Avicennia (Api-api). Jenis ini menyebar dari belakang pantai berlumpur sampai ke dalam yang digenangi oleh air laut pada saat pasang, dan berasosiasi dengan spesies lain seperti Rhizopora mucronate, Rhizopora apiculata atau Bruguiera gymnorrhiza, tipe habitat dan vegetasi ini dijumpai di Semenajung Sembilang. Pada Muara Sugihan ke arah barat sampai Tanjung Limau Bungkuk vegetasi mangrove didominasi oleh jenis Rhizophora sp, dan Bruguiera, sedangkan dari Tanjung Limau Bungkuk sampai muara Air Saleh vegetasi dipadati oleh Avicennia dan Nypah. Di 38

6 belakang formasi mangrove antara Air Sugihan dan Air Saleh dijumpai formasi Nypah dengan diselingi Ficus dan Acrostichum terbentuk setelah ada pembentukan hutan rawa. Formasi mangrove pada lingkaran luar daerah Air Saleh ke Air Upang didominasi oleh Avicennia dan lingkaran dalamnya dengan formasi Rhizopora. Daerah Sungsang, Delta Telang dan sekitarnya, hutan mangrove didominasi oleh Nypah yang sedikit berasosiasi dengan Sonneratia dan Acrostichum. Dari Tanjung Buyut ke Tanjung Api-api ditemukan formasi Avicennia pada lingkaran luar formasi pada lingkaran luar dearah hutan terutama di Pulau Betet, Sembilang dan Semenanjung Banyuasin di kawasan pesisir Banyuasin merupakan habitat dari jenis-jenis mamalia antara lain Gajah Sumatera (Elephas maximum spp sumatrensis), Harimau Sumatera ( Panthera tigris sumatrae), Tapir (Tapirus indicus), Siamang ( Symphalangus syndactylus), Babi Hutan (Sus scrofa), Kucing Bakau (Felis viverrina) dan lain-lain. Selain itu juga terdapat reptilia seperti Biawak (Varanus salvator), Kadal (Mabuoya sp) dan Ular Bakau (Boiga dendrophila), dan terdapat pula Buaya Muara (Crocodylus porosus). Dataran lumpur yang terdapat di kawasan ini, Semenanjung Banyuasin dan Pulau Bangka, merupakan tempat persinggahan burung-burung migran (Wader) yang berasal dari Siberia Utara maupun Bangau Bluwok, Bangau Tongtong, dan Ibis Cucuk-besi (Threskiornis melanocephalus) dan lebih kurang 2000 kuntul kawasan ini sebagai tempat mencari makan (feeding group) sebelum melanjutkan perjalanan hingga ke Australia (Silv ius, 1986). Berdasarkan catatan Danielsen dan Verneught (1990), jumlah keseluruhan buru ng air yang menggunakan dataran rendah pasang surut Sumatera Selatan sehingga tempat persinggahan dan mencari makan diperkirakan berjumlah 0,5 1 juta ekor dengan jumlah harian mencapai di delta Banyuasin. Hal ini merupakan ciri khas dari Taman Nasional Sembilang yang menjadi aset utama bagi kawasan ini. Pengamatan burung merupakan daya tarik tersendiri yang dapat dikembangkan menjadi potensi ekowisata yang dapat menarik minat wisatawan dengan menempatkan bangunan-bangunan menara pengamat pada titiktitik lokasi strategis sangat memungkinkan bagi pengembangan ekowisata di kawasan ini. Mangrove merupakan ekosistem yang sangat produktif produk yang paling bernilai ekonomis dari ekosistem mangrove adalah perikanan. Peranan mangrove dalam menunjang kegiatan perikanan pantai dapat disarikan dalam dua hal. Pertama, siklus hidup berbagai jenis ikan, udang dan muloska. Kedua, sebagai penyedia bahan organik yang merupakan sumber dalam rantai makanan. Produk serasah berperan penting dalam kesuburan perairan pesisir sehingga kawasan ini paling produktif bila dibandingkan ekosistem pesisir lainnya. Banyak ikan yang menghabiskan sebagian siklus hidupnya pada habitat mangrove, antara 39

7 lain berbagai jenis ikan dan udang berdasarkan pesisir Kabupaten Banyuasin, di beberapa negara semakin luas mangrove maka produksi ikan semakin tinggi, hal ini memberikan alasan mengenai tingginya produksi ikan hasil tangkapan nelayan Sungsang dimana wilayah penangkapan mereka sebagian besar di wilayah perairan pantai Taman Nasional Sembilang dan lautnya Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Kabupaten Banyuasin Jumlah dan Distribusi Penduduk Wilayah pesisir Banyuasin terdiri lima kecamatan yaitu banyuasin II, Makarti Jaya, Muara Sugihan, Air Saleh dan Tanjung Lago. Berdasarkan data BPS tahun 2012, jumlah penduduk Banyuasin II adalah orang dengan luas desa 3.636,40 km 2. Penduduk tersebut tersebar dari 13 desa yang ada di wilayah ini, dari ketiga batas desa yang ada hanya 5 desa nelayan dan 3 kampung nelayan. Desa tersebut adalah Sungsang I, Sungsang II, Sungsang III, Sungsang IV. Tanah Pilih dan kampung nelayan yaitu Teluk Payo, Muara Baru dan Sungai Semut. Ibukota Kecamatan Banyuasin II terletak di Desa Sungsang I. Kecamatan Makarti Jaya merupakan Kecamatan pesisir dengan luas wilayah terkecil yaitu ha dibandingkan dengan luas Kecamatan Banyuasin II dan Muara Sugihan dengan jumlah penduduk orang. Kecamatan Makarti Jaya mempunyai 12 desa yang beribukota di Makarti Jaya. Daerah Makarti Jaya merupakan daerah transmigran yang utama di Kabupaten Banyuasin dimana sebagian besar desanya merupakan desa transmigrasi tidak terdapat desa nelayan dalam artian sebuah desa yang memiliki mayoritas penduduknya dengan mata pencarian nelayan di laut, namun demikian terdapat perkampungan nelayan yang terletak di Muara Sungai Upang. Perkampungan nelayan di daerah ini termasuk ke dalam desa Upang Makmur Kecamatan Muara Sugihan merupakan kecamatan baru yang dulu masuk ke dalam Kecamatan Banyuasin I, dengan Ibukota Muara Sugihan. Jumlah penduduk di wilayah ini yaitu orang dengan luas wilayah ha, meskipun kecamatan pesisir namun tidak ada desa nelayan di daerah ini Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk di masing-masing Kecamatan pesisir berbeda-beda tergantung pada luas dan jumlah penduduk masing-masing kecamatan yang memiliki wilayah terluas dengan jumlah penduduk sedikit adalah Kecamatan Banyuasin II yaitu 3.632,40 dengan kepadatan penduduk per km 2 jika dibandingkan dengan kepadatan penduduk per km 2 nya 40

8 adalah 12,89 orang. Luasnya kecamatan ini sebagian besar wilayahnya merupakan hutan lindung dan daerah konservasi (Taman Nasional Sembilang). Kecamatan Makarti Jaya marupakan Kecamatan dengan kepadatan penduduk yang tinggi yaitu 112,58 orang/km 2 jika dibandingkan dengan Kecamatan Banyuasin II dan Muara Sugihan, Air Saleh, dan Tanjung Lago hal ini disebabkan karena luas wilayahnya relatif sempit 300,28 dengan jumlah penduduk yang banyak. Jumlah kepadatan penduduk untuk Kecamatan Muara Sugihan adalah 33,18 orang/cm 2 dengan luas wilayah 917,60 km 2. Kepadatan penduduk Kecamatan Muara Sugihan merupakan kepadatan kedua setelah Kecamatan Makarti Jaya Mata Pencaharian Mata pencaharian sebagai nelayan dimasukkan ke dalam mata pencaharian sebagai petani. Kecamatan Banyuasin II sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan. Penduduk Kecamatan Banyuasin II terkonsentrasi di 4 desa yaitu Sungsang I, Sungsang II, Sungsang III, dan Sungsang IV. Kecamatan Makarti Jaya dan Kecamatan Muara Sugihan sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani, penduduk di dua kecamatan ini kebanyakan menempati lahan pertanian di daerah pasang surut yang menyebar di desa-desa transmigrasi, mengingat kedua kecamatan ini adalah penempatan transmigran yang utama di Sumatera Selatan. Namun karena wilayah kedua kecamatan terletak di daerah pesisir atau mempunyai perairan laut maka ada penduduk yang mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan laut meskipun presentase relatif kecil Rumah Tangga Perikanan (RTP) Desa nelayan adalah desa/kelurahan yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan, dalam hal ini nelayan laut. Desa-desa tersebut merupakan tempat dimana penduduk nelayan terkonsentrasi. Pemukiman nelayan di desa-desa tersebut terbentuk sangat padat dan rapat sehingga pemukiman tersebut terkonsentrasi di satu tempat yang memanjang sepanjang garis tepian muara sungai meskipun secara administrasi berbeda wilayahnya, keadaan seperti ini dapat dijumpai di desa-desa nelayan Sungsang I, Sungsang II, Sungsang III dan Sungsang IV. 41

9 No Tabel 3.2. Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) Laut Menurut Fungsi Nelayan di Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 Kecamatan dan Nama Desa/Kampung Nelayan Rumah Tangga Perikanan (RTP) Jumlah % 1 Kecamatan Banyuasin II Sungsang I ,26 Sungsang II ,88 Sungsang III ,68 Sungsang IV ,01 Tanah Pilih ,41 Teluk Payo 132 2,21 Muara Baru 24 0,40 Sungai Semut 172 2,88 Jumlah ,74 2 Kecamatan Makarti Jaya Upang Makmur 75 1,26 Jumlah 75 1,26 TOTAL ,00 Sumber : BPS 2012 Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) di wilayah Kecamatan Banyuasin II merupakan yang terbesar yaitu 98,74% dengan jumlah RTP dari seluruh Kecamatan pesisir di Kabupaten Banyuasin, sisa desa nelayan terletak di Kecamatan Makarti Jaya dengan jumlah 75 RTP atau 1,26% yang berada di Desa Upang Makmur. Perkampungan nelayan dan rumah-rumah nelayan menyebar hampir di sepanjang garis pantai dan muaramuara sungai. Beberapa perkampungan nelayan yang terkonsentrasi di muara sungai yang jumlahnya relatif banyak antara lain terdapat di muara Sungai Sugihan, dan Sungai Saleh dan beberapa bagan yang berada di muara sungai dan sebagian lainnya menyebar di laut sepanjang garis pantai Kecamatan Muara Sugihan Jumlah Armada Perikanan Jumlah armada yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Banyuasin untuk mencari ikan dapat dilihat pada Tabel 3.3., jumlah perahu maupun kapal motor yang dipergunakan untuk menangkap ikan sebagian besar terdapat di Kecamatan Banyuasin II yaitu 90,0%. Sebagian besar armada perikanan wilayah ini adalah jenis kapal motor yang mencapai 91,8%. Sedangkan untuk jenis perahu sebesar 86,4%. Besarnya jumlah armada perahu dan kapal motor di Kecamatan Banyuasin dikarenakan sebagian besar nelayan berada di wilayah kecamatan ini yang terdapat di desa-desa nelayan. 42

10 Tabel 3.3. Jenis dan Armada Perikanan Laut Menurut Kecamatan Pesisir Di Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 Jenis Armada Kecamatan Perahu Tanpa Motor Kapal Motor Total Jumlah % Jumlah % Jumlah % Banyuasin II , , ,9 Makarti Jaya 25 6,2 85 4, ,8 Muara Sugihan 30 7,4 70 3, ,3 Jumlah , , ,0 Berdasarkan ukuran bobot muatan kapal dapat dilihat pada tabel 3.3. sebagian besar kapal-kapal penangkapan ikan di laut yang berada di perairan wilayah Kabupaten Banyuasin mempunyai bobot antara 0-5 GT berjumlah buah. Sedangkan kapal dengan ukuran 5-10 GT mencapai 170 buah. Sementara itu kapal dengan ukuran besar yaitu GT jumlahnya hanya 17 buah, jumlah perahu dari waktu ke waktu mengalami menurunkan sebagai armada perikanan laut, karena digantikan oleh kapal motor sehingga sampai tahun 2012 jumlah perahu yang digunakan untuk mencari ikan di laut hanya tinggal 405 buah. Tabel 3.4. Armada Perikanan Laut Menurut Jenis dan Ukuran Perahu Kapal dan Kecamatan Tahun 2012 Jenis dan Kecamatan Ukuran Banyuasin II Makarti Jaya Muara Sugihan Jumlah Perahu Kapal Motor *0-5 GT *5-10 GT *10-20 GT Jumlah Oleh karena kapal-kapal yang digunakan relatif kecil maka jarak yang ditempuh dalam mencari ikan relatif dekat dan waktu mencari ikan sangat singkat. Pada umumnya para nelayan banyak mencari ikan di sekitar pantai dan hanya berada di Selat Bangka Sarana dan Prasarana Perekonomian Sarana dan prasarana perekonomian merupakan tempat aktivitas pendistribusian dan transaksi karang, jasa antar masyarakat. Secara umum jika dilihat dari lima kecamatan pesisir di Kabupaten Banyuasin II, Makarti Jaya, Tanjung Lago,Muara Sugihan dan Air Saleh, kelimanya memiliki sarana dan prasarana yang sangat terbatas. Kecuali daerah Kecamatan Banyuasin II, di kecamatan lainnya belum mempunyai galangan kapal, pelabuhan, cold storage, pasar ikan atau tempat pelelangan ikan untuk pemasaran hasil perikanan baik 43

11 dalam bentuk segar maupun olahan. Terbatasnya sarana perekonomian terutama yang menunjang peningkatan produksi perikanan antara lain Tempat Pelelangan Ikan (TPI), tempat pendaratan ikan dan dermaga kapal sangat dirasakan di desa-desa nelayan yang ada di pesisir khususnya di kawasan sentra produksi perikanan laut. Tidak adanya tempat pelelangan ikan menyebabkan nelayan menjual hasil ikannya tergantung dimana mereka mencari ikan, dan dimana jenis ikan yang ditangkap bisa laku dan terjual cepat. Nelayan dapat menjual hasil laut mereka dimana, kapan dan berapa pun jumlahnya. Rantai distribusi komoditi hasil laut berawal dari penjualan hasil laut oleh nelayan kepada para penampung. Pemenuhan kebutuhan es untuk pengawet ikan hasil tangkapan, biasanya diperoleh nelayan dari perusahaan besar di atas yang menampung hasil tangkapan nelayan, pihak perusahaan menyediakan es secara gratis atau dibeli nelayan dari tongkang-tongkang penjual es yang berasal dari Palembang. Sarana perekonomian lainnya seperti kios-kios penuh bahan bakar banyak terdapat di daerah ini, tercatat ada sekitar 4 kios bahan bakar di Sungsang, 2 kios di Sembilang, 2 kios di Sungai Benu di Makarti Jaya dan 2 kios di Muara Sugihan yang letaknya di muara sungai sugihan Perhubungan Wilayah kelima Kecamatan pesisir di Kabupaten Banyuasin yaitu Kecamatan Banyuasin II, Makarti Jaya, Tanjung Lago, Muara Sugihan, dan Air Saleh dilintasi oleh sungai baik besar maupun kecil. Sungai-sungai tersebut melintasi desa-desa yang ada di kelima kecamatan tersebut. Sebanyak 61,54% keluarga yang tinggal di Kecamatan Makarti Jaya bertempat tinggal di tepi sungai, 99,6% di Kecamatan Banyuasin II dan hanya 10,28% desa di Kecamatan Muara Sugihan, Air Saleh dan Tanjung Lago. Sungai dipergunakan oleh masyarakat untuk berbagai macam keperluan seperti tempat untuk mencuci dan mandi, irigasi sawah, dan sebagai urat nadi jalur transportasi. Kelima kecamatan pesisir tersebut dapat ditempuh dengan perjalanan darat dan sungai. 44

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepada semua pihak yang telah turut membantu menyusun dokumen ini disampaikan terima kasih. Pangkalan Balai, November 2013

KATA PENGANTAR. Kepada semua pihak yang telah turut membantu menyusun dokumen ini disampaikan terima kasih. Pangkalan Balai, November 2013 KATA PENGANTAR Menyikapi kegiatan yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP RI) yang diharapkan mampu menjadi penghela kemajuan desa-desa pesisir di Indonesia melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa Pesisir di Indonesia dihadapkan pada empat persoalan pokok, yakni: (1) tingginya tingkat kemiskinan masyarakat pesisir; pada tahun 2010 kemiskinan di desa-desa

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut,

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia memiliki banyak hutan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan antara habitat-habitat yang bertentangan. Untuk menghadapi lingkungan yang unik ini maka makhluk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai wilayah di Nusantara. Kerusakan hutan mangrove ini disebabkan oleh konversi lahan menjadi areal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang khas dimana dibentuk dari komunitas pasang surut yang terlindung dan berada di kawasan tropis sampai sub tropis.

Lebih terperinci

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada ) Mangal komunitas suatu tumbuhan Hutan Mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terletak didaerah teluk dan muara sungai dengan ciri : tidak dipengaruhi iklim, ada pengaruh pasang surut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi 54 IV. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN IV.1. Deskripsi Umum Wilayah yang dijadikan objek penelitian adalah kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat. Kecamatan Muara Gembong berjarak

Lebih terperinci

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini II. TINJAIJAN PliSTAKA Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN 135 VI. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Komposisi spesies mangrove di Pulau Kaledupa, Derawa, dan Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi sebanyak 20 spesies mangrove sejati dan tersebar tidak merata antar pulau.

Lebih terperinci

1. Pengantar A. Latar Belakang

1. Pengantar A. Latar Belakang 1. Pengantar A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang memiliki sekitar 17.500 pulau dengan panjang sekitar 81.000, sehingga Negara kita memiliki potensi sumber daya wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang sangat vital, baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, ekosistem mangrove memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada, dua per tiga wilayah Indonesia adalah kawasan perairan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia, termasuk untuk menunjang pembangunan ekonomi yang hingga saat ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada 27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada di Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo yang terletak pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang cukup luas dengan penduduk yang beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakang Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang 95.181 km terdiri dari sumber daya alam laut dan pantai yang beragam. Dengan kondisi iklim dan substrat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Mangrove Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama yang diberikan kepada mangrove merah (Rhizopora spp.). Nama mangrove diberikan kepada jenis tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Sumatera Selatan memiliki lahan yang cukup luas dengan sungai yang banyak dan besar. Hal ini memberikan potensi yang besar bagi pengembangan lahan pertanian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Otiola merupakan pemekaran dari Desa Ponelo dimana pemekaran tersebut terjadi pada Bulan Januari tahun 2010. Nama Desa Otiola diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Tjardhana dan Purwanto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan zat yang paling banyak terdapat dalam protoplasma dan merupakan zat yang sangat esensial bagi kehidupan, karena itu dapat disebut kehidupan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia sekitar 3.735.250 ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai suatu negara kepulauan dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. Salah satu ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG F1 05 1), Sigit Febrianto, Nurul Latifah 1) Muhammad Zainuri 2), Jusup Suprijanto 3) 1) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK UNDIP

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove yang ada di Indonesia makin lama makin berkurang akibat perubahan bentuk menjadi kawasan pemukiman, pertanian maupun tambak atau mendapat tekanan yang besar

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah

Lebih terperinci

POTENSI EKOLOGIS KEANEKARAGAMAN HAYATI

POTENSI EKOLOGIS KEANEKARAGAMAN HAYATI POTENSI EKOLOGIS KEANEKARAGAMAN HAYATI Ekosistem Pesisir dan Laut 1. Terumbu Karang Ekosistem terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa endapan kalsium karbonat (CaCO 3) yang dihasilkan terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan tatanan lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kondisi Fisik Daerah Penelitian II.1.1 Kondisi Geografi Gambar 2.1. Daerah Penelitian Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52-108 36 BT dan 6 15-6 40 LS. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Studi Kecamatan Muara Gembong merupakan kecamatan di Kabupaten Bekasi yang terletak pada posisi 06 0 00 06 0 05 lintang selatan dan 106 0 57-107 0 02 bujur timur. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara geografis, Kecamatan Padang Cermin terletak di sebelah Tenggara Kabupaten

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. permukaan laut, dan batas-batas wilayah sebagai berikut : a) Batas Utara : Kabupaten Banyuasin

V. GAMBARAN UMUM. permukaan laut, dan batas-batas wilayah sebagai berikut : a) Batas Utara : Kabupaten Banyuasin V. GAMBARAN UMUM 5.1 Keadaan Umum Kota Palembang Kota Palembang merupakan ibukota dari Provinsi Sumatera Selatan. Secara geografis Kota Palembang terletak antara 2 52' - 3 5' Lintang Selatan dan 104 37'

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara Geografis Pantai Sari Ringgung (PSR) terletak di posisi LS dan

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara Geografis Pantai Sari Ringgung (PSR) terletak di posisi LS dan IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak dan Luas Secara Geografis Pantai Sari Ringgung (PSR) terletak di posisi 05 33 LS dan 105 15 BT. Pantai Sari Ringgung termasuk dalam wilayah administrasi Desa

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Mangrove 2.1.1. Pengertian mangrove Hutan mangrove secara umum didefinisikan sebagai hutan yang terdapat di daerah-daerah yang selalu atau secara teratur tergenang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Morotai yang terletak di ujung utara Provinsi Maluku Utara secara geografis berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bantu yang mampu merangsang pembelajaran secara efektif dan efisien.

BAB I PENDAHULUAN. bantu yang mampu merangsang pembelajaran secara efektif dan efisien. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses yang kompleks, namun kompleksitasnya selalu seiring dengan perkembangan manusia. Melalui pendidikan pula berbagai aspek kehidupan

Lebih terperinci

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan 1 2 Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Menurut Mastaller (1997) kata mangrove berasal dari bahasa Melayu kuno mangi-mangi untuk menerangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau dengan garis pantai sepanjang 99.023 km 2 (Kardono, P., 2013). Berdasarkan UNCLOS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km (Rompas 2009, dalam Mukhtar 2009). Dengan angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BANYUASIN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BANYUASIN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN 1 of 14 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BANYUASIN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2) PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 45 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan dataran rendah dan landai dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata mangrove dipakai sebagai pengganti istilah kata bakau untuk menghindari salah pengertian dengan hutan yang melulu terdiri atas Rhizophora spp., (Soeroyo.1992:

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian secara umum berada di Kabupaten Indramayu tepatnya di Desa Brondong Kecamatan Pasekan. Wilayah pesisir di sepanjang pantai

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Laut Belawan Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terumbu adalah serangkaian struktur kapur yang keras dan padat yang berada di dalam atau dekat permukaan air. Sedangkan karang adalah salah satu organisme laut yang tidak

Lebih terperinci

3.1 Metode Identifikasi

3.1 Metode Identifikasi B A B III IDENTIFIKASI UNSUR-UNSUR DAS PENYEBAB KERUSAKAN KONDISI WILAYAH PESISIR BERKAITAN DENGAN PENGEMBANGAN ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL MASYARAKAT PESISIR 3.1 Metode Identifikasi Identifikasi adalah meneliti,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di perairan Pulau Biawak Kabupaten Indramayu dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya dan Lingkungan Perairan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu 6 TINJAUAN PUSTAKA Pengetian Mangrove Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama yang diberikan kepada mangrove merah (Rhizopora spp.). Nama Mangrove diberikan kepada jenis

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 46 4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis 4.1.1 Letak dan Luas Wilayah Kota Jayapura terletak di tepian Teluk Yos Sudarso dan secara geografis berada pada posisi antara 1 0 28 17.26 hingga

Lebih terperinci

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kelurahan Fatubesi merupakan salah satu dari 10 kelurahan yang

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah perairan yang memiliki luas sekitar 78%, sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Menurut

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii BERITA ACARA... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 1.266 m di atas permukaan laut serta terletak pada

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUASIN

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUASIN DIREKTORAT PERENCANAAN TEKNIS PENGEMBANGAN MASYARAKAT DAN KAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT DAN KAWASAN TRANSMIGRASI (P2MKT) DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK

Lebih terperinci