TINJAUAN PUSTAKA Proses Pembelajaran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Proses Pembelajaran"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Proses Pembelajaran Dalam Ketentuan Umum UU Sisdiknas 2003 pasal 1 nomor 20 dinyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran dalam konteks pendidikan formal merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar mulai dari perencanaan sampai kepada evaluasi. Rangkaian kegiatan tersebut meliputi tujuan yang dirumuskan dalam standar kompetensi dan indikator pencapaian, penentuan materi pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, pemilihan metoda dan media yang akan digunakan, waktu yang dibutuhkan serta evaluasi pembelajaran. Hal penting yang harus diperhatikan dalam berlangsungnya proses belajar adalah kondisi internal siswa yang meliputi fisik dan psikis serta terjalinnya interaksi antara guru dengan siswa. Dalam interaksi ini peranan guru sebagai figur utama di sekolah sangat besar karena kedudukannya sebagai orang dewasa lebih memiliki pengalaman, lebih memahami nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan. Peranan siswa sebagai peserta didik lebih banyak menerima pengaruh dan sebagai pengikut. Najati (2000: ) mengemukakan bahwa metode belajar dalam Al- Qur an meliputi peniruan, pengalaman praktis serta berfikir, sedangkan prinsipprinsip belajar dalam Al-Qur an meliputi 6 hal yaitu dorongan (motivasi), pengulangan, perhatian, partisipasi aktif (active learning), distribusi belajar (tenggang waktu untuk beristirahat) serta bertahap dalam merubah perilaku (proses belajar bukanlah suatu pekerjaan yang instant). Dalam hal peniruan, orang tua/pendidik merupakan figur utama yang akan dijadikan panduan oleh anak didik dalam bertindak dan berperilaku, sehingga perilaku orang tua/pendidik merupakan ujung tombak bagi pembentukan perilaku anak didik. Bandura (1977:11-12) mengemukakan bahwa proses belajar meliputi kegiatan yang terjadi melalui reciprocal interaction (hubungan timbal balik), modeling (peniruan) dari orang dewasa kepada peserta didik, serta vicarious

2 12 experience (pengalaman melalui pengamatan terhadap perilaku orang lain). Lebih jauh Bandura dan Walters (Mustafa,2005:1)) menyarankan bahwa kita belajar banyak perilaku melalui peniruan, bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang kita terima. Kita bisa meniru beberapa perilaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model, dan akibat yang ditimbulkannya atas model tersebut. Proses belajar semacam ini disebut "observational learning" - pembelajaran melalui pengamatan. Di sinilah letak peran penting orang tua dan guru sebagai teladan dan figur terbaik bagi anak-anak didiknya. Berbeda dengan Bandura, Bloom (Winkle, 1987:170) mengemukakan bahwa proses belajar tidak hanya melalui peniruan tetapi banyak aspek lain dari individu yang menjadi kekuatan untuk belajar. Bloom menyatakan bahwa proses pertumbuhan dan perkembangan manusia didukung oleh berbagai kemampuan atau aspek-aspek kepribadian yang dimiliki oleh setiap manusia yaitu aspek kognitif meliputi pengetahuan, penerapan, pemahaman, analisa sintesa dan evaluasi; aspek afektif yang mencakup penerimaan, partisipasi, penentuan sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup; serta aspek psikomotorik yang mencakup persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan yang kompleks, penyesuaian dan kreativitas. Dalam bagian lain dikemukakan pula bahwa aspek dinamik-afektif manusia memiliki kemampuan untuk melakukan aktivitas berdasarkan hasrat/ kehendaknya, tidak selalu merupakan hasil peniruan. Dengan demikian meskipun secara sosial manusia cenderung pada peniruan seperti yang dikemukakan Bandura di atas, tetapi dengan menggunakan kemampuan kognitif dan dinamikafektifnya manusia dapat mengambil keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu aktivitas. Dalam proses pendidikan hal ini merupakan hak peserta didik untuk mengembangkan kemampuan dirinya. Proses pembelajaran saat ini, yang disosialisasikan dengan nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) membuka peluang bagi siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan dirinya tersebut. Siswa merupakan subyek didik yang memiliki peran aktif dalam sebuah kegiatan pembelajaran. Proses ini dikenal dengan sebutan student centered learning (pembelajaran terpusat pada siswa).

3 13 Dalam proses belajar ini siswa lebih dihargai pribadinya sebagai manusia yang memiliki kehendak sebagaimana yang dikemukakan oleh Carl R. Rogers (1969). Rogers (1969) lebih menekankan kepada grup/kelas bukan berorientasi pada kebebasan pribadi, artinya dengan membuat iklim belajar yang bebas sehingga para pelajar termotivasi serta dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya dengan nyaman. Teori ini lebih mementingkan aspek non biologis, yaitu eksplorasi pikiran dan perhatian pelajar. Interaksi yang terjalin antara siswa dengan lingkungannya lebih beralasan karena siswa mau menjalin interaksi tersebut serta karena stimulus positif yang diberikan oleh guru. Dengan demikian siswa dapat lebih banyak memperoleh pengalaman belajar yang berkesan sehingga akan bertahan lebih lama dalam ingatannya. Kondisi ini memungkinkan siswa untuk memperoleh prestasi yang lebih baik ketimbang siswa yang hanya duduk diam dan mendengarkan. Najati (2000:203) mengemukakan bahwa praktek tidak hanya penting dalam mempelajari keahlian yang bercorak gerakan saja, tetapi juga dalam ilmuilmu teoritis dan dalam mempelajari perilaku moral, keutamaan, nilai-nilai dan tata krama perilaku sosial. Lebih lanjut dikemukakan hasil suatu kajian eksperimental, bahwa orang-orang yang membaca sendiri huruf dan kalimat yang ada di hadapannya lebih cepat dalam menghafalnya ketimbang orang-orang lain yang hanya mendengarkan pelatih membacakan huruf dan kalimat itu dan pada saat yang sama melihat huruf dan kalimat itu di layar film yang ada di depan mereka. Terkait dengan hasil eksperimen di atas, Maslow (Mangkunegara, 2000:94) memberikan 5 klasifikasi kebutuhan yang harus dipenuhi berdasarkan prioritas tuntutannya yaitu : 1. Kebutuhan faal (materi), yaitu kebutuhan fisiologis agar manusia bisa hidup, misalnya : makan, minum, pakaian, perumahan dan kesehatan 2. Kebutuhan rasa aman, misalnya : mengunci rumah, berjalan di tempat yang aman, menyimpan barang-barang berharga dengan baik, dan lain-lain 3. Kebutuhan sosial, sayang menyayangi, misalnya : berumah tangga, bergaul dengan orang lain, berteman, saling mengunjungi, dan lain-lain.

4 14 4. Kebutuhan untuk dihargai, misalnya : dihormati, menunjukkan egonya, menjaga harga dirinya, dan lain-lain 5. Kebutuhan akan realisasi diri, yaitu kebutuhan untuk menunjukkan keberadaan diri dan kemampuannya. Konsep ini menyatakan bahwa jika kebutuhan yang paling urgen yaitu pada tingkat pertama belum terpenuhi, maka individu tidak akan melangkah untuk memenuhi kebutuhan pada tingkat yang berikutnya. Dalam perkembangan ilmu pendidikan yang sesuai dengan rumusan hasil Konferensi Pendidikan Islam (1977) dan tujuan Pendidikan Nasional, maka konsep Maslow di atas perlu dilengkapi dengan pemenuhan kebutuhan spiritual (kebutuhan akan adanya Tuhan). Kebutuhan ini akan merupakan bagian integral dari tiap-tiap tingkatan kebutuhan di atas, tidak mendahului satu dengan yang lainnya. Sehubungan dengan proses belajar, maka kebutuhan pada tingkat keempat dan kelima menjadi sangat penting untuk diperhatikan oleh para pendidik dan orang tua sehingga para siswa dapat memperoleh pengalaman belajar yang memadai. Percobaan seperti dikemukakan oleh Najati di atas cukup membuktikan pentingnya partisipasi aktif dalam proses pembelajaran yang didasarkan atas suri tauladan (contoh) yang baik dari pendidik dan orang tua. Peran aktif siswa dalam pembelajaran ini sudah dikembangkan dalam sebuah metode pembelajaran yang dikenal dengan Quantum Learning (Belajar Sukses) dan Quantum Teaching (Mengajar Sukses) yang diluncurkan oleh Bobbi DePorter, dkk (1999). Dalam metode ini siswa sungguh-sungguh dihargai dan diakui eksistensinya, dikembangkan kemampuan intelegensinya, disentuh emosinya, sehingga tumbuh kreativitas dan rasa percaya diri yang dapat membantunya menuju keberhasilan belajar. Selain partisipasi aktif dari para siswa, prinsip pengajaran yang efektif adalah penggunaan pendekatan atau metode dan media yang bervariasi, "pendekatan multi metode-multi media". Dengan menggunakan metode dan media yang bervariasi, perbedaan individual siswa dapat terlayani, di samping pembelajaran menjadi lebih menarik karena sering terjadi pergantian kegiatan (Sukmadinata, 2004:197).

5 15 Guru sebagai motivator (pendorong), desainer (perancang), fasilitator (penyedia bahan dan peluang belajar), katalisator (penghubung), guidance (pemandu) serta penunjuk di mana informasi itu berada dan bagaimana memahami dan menyajikan hasil informasi tersebut, dan sebagai evaluator (penilai) serta justificator (pembenar) dalam perannya, hanya menyiapkan sebuah rencana pembelajaran yang sesuai dengan kapasitas siswa, memberikan arahan kepada siswa untuk dapat melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana yang telah dipersiapkannya. Untuk dapat melaksanakan tugas ini diperlukan keterampilan dan kreativitas dalam mendesain proses pembelajaran sehingga hasilnya maksimal. Sehubungan dengan fungsi guru di atas, Hamalik (2004:73) mengemukakan tentang beberapa hal penting yang harus dikuasai dan dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran, sebagai berikut : 1. Menguasai landasan kependidikan 2. Menguasai bahan pengajaran 3. Menyusun program pengajaran 4. Melaksanakan program pengajaran 5. Menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Sardiman (2001:48) mengemukakan bahwa secara makro guru dituntut untuk dapat mengorganisasikan komponen-komponen yang terlibat di dalam proses belajar-mengajar, sehingga diharapkan terjadi proses pengajaran yang optimal. Sebagai visualisasi dapat dilihat dalam gambar 1. berikut : 2 Instrumental input/ masukan alat Raw input/ masukan mentah Proses pengajaran Hasil langsung Hasil akhir 3 Lingkungan Gambar 1. Proses Pembelajaran

6 16 Keterangan : 1. Masukan mentah : siswa/subyek belajar 2. Masukan alat : terdiri dari tenaga, fasilitas, kurikulum, sistem administrasi dan lain-lain. 3. Lingkungan, termasuk antara lain keluarga, masyarakat dan sekolah. 4. Proses pengajaran : merupakan proses interaksi antara unsur raw input, instrumental input dan juga pengaruh lingkungan. 5. Hasil langsung : merupakan tingkah laku siswa setelah belajar melalui proses belajarmengajar, sesuai dengan materi/bahan yang dipelajarinya. 6. Hasil akhir : merupakan sikap dan tingkah laku siswa setelah ada di masyarakat. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran diperlukan peningkatan aktivitas dan kreativitas peserta didik, karena pada dasarnya hasil pembelajaran terbaik adalah yang diperoleh melalui pengalaman. Namun dalam pelaksanaannya sering kali tidak disadari, bahwa masih banyak kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan justru menghambat aktivitas dan kreativitas peserta didik. Guru pada umumnya kurang menyenangi situasi di mana peserta didik banyak bertanya mengenai halhal yang berada di luar konteks yang dibicarakannya (Mulyasa, 2004:106). Gibbs (Mulyasa, 2004:106) mengemukakan bahwa berbagai penelitian menyimpulkan bahwa kreativitas dapat dikembangkan dengan memberi kepercayaan, komunikasi yang bebas, penghargaan diri dan pengawasan yang tidak terlalu ketat. Hasil penelitian tersebut dapat ditransfer dalam proses pembelajaran. Widada (Mulyasa, 2004:107) mengemukakan bahwa di samping penyediaan lingkungan yang kreatif, guru dapat menggunakan pendekatan sebagai berikut : 1. Self esteem approach (pengembangan kesadaran akan harga diri). 2. Creative approach (mengembangkan problem solving, brainstorming, inquiry dan role playing). 3. Value clarification and moral development approach (pengembangan potensi pribadi melalui pendekatan holistik dan humanistik menuju self actualization.. 4. Multiple talent approach (pengembangan seluruh potensi peserta didik). 5. Inquiry approach (pengembangan potensi untuk menemukan konsep atau prinsip ilmiah). 6. Pictorial ridle approach (pendekatan untuk mengembangkan motivasi dan minat peserta didik).

7 17 7. Synetics approach (mengembangkan kompetensi peserta didik untuk membuka intelegensi dan kreativitasnya). Melalui metode yang dapat mengembangkan seluruh kompetensi siswa, pengembangan potensi diri siswa berjalan lebih cepat dari pada proses yang selama ini digunakan di sekolah-sekolah yang masih cenderung bersifat teacher centered. Di sekolah yang menggunakan pendekatan seperti dikemukakan Widada di atas, serta didukung dengan pendekatan individual, emosional dan spiritual, para siswa berkembang lebih cepat, aktif, kreatif serta kritis dalam menyikapi sesuatu hal. Hal ini sangat relevan dengan karakteristik siswa yang memang sedang berkembang pesat. Proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik apabila dirancang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa serta memenuhi komponenkomponen pembelajaran yang meliputi tujuan, materi, kegiatan, pendekatan pembelajaran yang digunakan, metode dan media yang disesuaikan serta evaluasi yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu hal penting yang tidak boleh diabaikan adalah bahwa diperlukan ketulusan dan kreativitas guru untuk mendesain suasana belajar yang dapat membuat siswa merasa nyaman dan senang, sehingga materi pelajaran lebih mudah diserap. Proses pembelajaran yang bersifat student centered memberi peluang kepada para siswa untuk lebih meningkatkan prestasi belajarnya. Kegiatannya tidak terpusat pada materi tetapi pada proses sebagaimana dikemukakan oleh pakar pendidikan Islam Mahmud Yunus (1992:72) bahwa penguasaan terhadap metodologi pengajaran lebih penting dari pada pemberian materi pelajaran (althariqah ahamm min al-madah). Materi yang sama apabila disampaikan dengan metode yang berbeda maka akan diperoleh hasil yang berbeda pula. Namun demikian, keseimbangan antara materi (isi) dan proses tetap harus menjadi perhatian mengingat kedua kompenen tersebut sangat penting dan berhubungan sangat erat. Perhatian terhadap isi bertujuan agar para siswa memiliki bekal pengetahuan yang cukup, sedangkan perhatian terhadap proses bertujuan agar para siswa merasakan suasana yang menyenangkan ketika belajar sehingga memperoleh kemudahan dalam menyerap dan memahami isi.

8 18 Sehubungan dengan usaha pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional secara holistik, maka penanaman nilai-nilai spiritual (iman dan taqwa) dalam proses pembelajaran sudah merupakan sebuah kebutuhan yang harus mendapat perhatian. Penyelenggaraan kurikulum terpadu yaitu keterpaduan antara Iptek (Imu pengetahuan dan teknologi) dan Imtaq (Iman dan Taqwa) sangat relevan dengan bab II pasal 3 UU Sisdiknas. Melalui keterpaduan ini dirancang sebuah prestasi belajar siswa yang tidak hanya mengedepankan satu aspek saja yaitu kognitif, tetapi keseimbangan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor, sekaligus internalisasi nilai-nilai dalam ajaran agama dalam satu kesatuan proses dan hasil yang utuh dan terkendali. Shariati (Agustian, 2001:xviii) mengemukakan bahwa manusia adalah makhluk dua-dimensional yang membutuhkan penyelarasan kebutuhan kepentingan dunia-akhirat. Oleh sebab itu manusia harus memiliki konsep duniawi atau kepekaan emosi dan intelegensia yang baik (EQ / Emotional Quotient plus IQ / Intellegence Quotient) dan penting pula penguasaan rukhiyah vertikal atau Spiritual Quotient (SQ). Pendapat Shariati bahwa manusia memiliki kebutuhan akan keberadaan Tuhan di atas sejalan dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur'an Surat Al-A'raaf : 172 yang artinya sebagai berikut : Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab : Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan : Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap (keesaan Tuhan). Saat ini proses pembelajaran dengan pendekatan active learning yang diperkaya dengan pembinaan emosi dan spiritual baru diterapkan di sekolahsekolah tertentu, khususnya Sekolah Islam Terpadu (SIT). Di sekolah-sekolah ini SDM-nya dibekali dengan wawasan yang cukup melalui penyelenggaraan pelatihan secara periodik. Materi pelajaran diberikan secara terpadu, maksudnya adalah materi-materi pelajaran umum disampaikan melalui pendekatan emosional spiritual dengan menyentuh aspek keimanan dan ketakwaan serta pembentukan akhlak siswa.

9 19 Guru yang berfungsi sebagai fasilitator, motivator, katalisator, serta mediator membawa siswa untuk mengenal Sang Pencipta serta melaksanakan ajaran-ajaran-nya melalui ilmu pengetahuan dan pengalaman. Proses ini dilakukan untuk memberi makna pada materi pelajaran, dihubungkan dengan nilai-nilai kehidupan yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntunan agama. Karakteristik Anak Sekolah Dasar Dalam psikologi perkembangan masa anak memasuki sekolah dasar dikategorikan pada usia 6-12 tahun disebut sebagai masa bersekolah. Dalam hal perkembangan intelektual, Piaget (Hurlock,1992:162) menyebutnya sebagai masa concrete operations (operasional konkrit). Masa saat konsep yang pada awal masa kanak-kanak merupakan konsep yang samar-samar sekarang menjadi konkrit dan tertentu. Oleh sebab itu pembelajaran pada masa ini mengharuskan para pendidik untuk memperagakan dan memberi contoh konkrit, sehingga anak memperoleh kejelasan dari apa yang ingin dicapai guru. Pada usia ini anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan yang dianggap penting untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan masa dewasanya. Oleh sebab itu peletakan dasar pengetahuan yang tepat melalui stimulasi positif dari pendidik sangat dibutuhkan. Para pendidik juga memandang periode ini sebagai periode kritis dalam dorongan berprestasi, suatu masa saat anak membentuk kebiasaan sukses, tidak sukses atau sangat sukses. Hurlock (1992:166) mengemukakan bahwa kebiasaan anak untuk bekerja di bawah, di atas atau sesuai dengan kemampuannya cenderung menetap sampai dewasa. Penelitian telah membuktikan bahwa tingkat perilaku berprestasi pada masa kanak-kanak mempunyai korelasi yang tinggi terhadap perilaku berprestasi pada masa dewasa. Hal ini akan terjadi tidak hanya di bidang akademik tetapi di bidang-bidang lain pun akan demikian. Kebiasaan ini menuntut para pendidik untuk peka terhadap perilaku anak sedini mungkin, sehingga apabila ditemukan anak didik berada pada kebiasaan yang kurang baik dapat segera diantisipasi. Para pendidik dapat membimbing dan mengarahkan anak didik untuk melakukan kebiasaan yang baik, minimal sesuai

10 20 dengan kemampuan yang dimilikinya. Ini berarti bahwa kesuksesan di masa datang dapat dirancang dari sekarang. Havighurst (1974:19) mengemukakan bahwa periode ini ditandai dengan tiga karakteristik yang memberinya dorongan kuat untuk keluar kepada lingkungan yang lebih luas. Ketiga karakteristik tersebut adalah : (1) kepercayaan diri seorang anak untuk keluar dari rumah menuju kepada peer group-nya, (2) kepercayaan secara fisik untuk masuk ke dalam dunia permainan dan keterampilan yang memerlukan kekuatan fisik (otot), dan (3) kepercayaan mental untuk memasuki dunia orang dewasa berupa konsep-konsep, logika, simbolisme dan komunikasi. Havighurst mengemukakan bahwa tugas-tugas perkembangan pada periode ini yang akan menjadi modal dasar bagi perkembangannya untuk berprestasi di masa yang akan datang. Tugas perkembangan tersebut meliputi : 1. Mempelajari keterampilan fisik yang dibutuhkan untuk bermain. 2. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk yang sedang tumbuh. 3. Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya. 4. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat. 5. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung. 6. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari. 7. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, tata dan tingkatan nilai. 8. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembagalembaga. 9. Mencapai kebebasan pribadi. Namun demikian, sekalipun setiap manusia ingin menguasai segala tugas perkembangannya dengan tepat, pada kenyataannya tidak semua orang dapat mencapainya. Terdapat beberapa faktor penting yang mempengaruhi penguasaan tugas-tugas perkembangan yaitu : 1. Yang menghalangi Tingkat perkembangan yang mundur

11 21 Tidak adanya kesempatan untuk mempelajari tugas-tugas perkembangan atau tidak ada bimbingan untuk menguasainya Tidak ada motivasi Kesehatan yang buruk Cacat tubuh Tingkat kecerdasan yang rendah 2. Yang membantu Tingkat perkembangan yang normal atau diakselerasikan Adanya kesempatan untuk mempelajari tugas-tugas perkembangan dan adanya bimbingan untuk menguasainya Motivasi Kesehatan yang baik dan tidak ada cacat tubuh Tingkat kecerdasan yang tinggi Kreativitas Tugas-tugas perkembangan menurut Havighurst tersebut, pada poin 1 (satu) sampai dengan poin 8 (delapan) merupakan tahap-tahap perkembangan yang wajar pada anak, namun perlu dicermati pada tugas perkembangan poin 9 (sembilan). Sebagai bangsa yang beragama dan bermoral hendaknya para orang tua dan pendidik (guru) mewaspadai kebebasan yang dikehendaki oleh anak sehingga tidak keluar dari ruang lingkup tatanan sosial, moral dan agama. Melihat tugas-tugas perkembangan seperti dikemukakan di atas, selayaknya orang tua dan pendidik berusaha sebaik-baiknya untuk dapat memberi kesempatan dan dukungan agar anak dapat mempelajari dan melaksanakan tugastugas perkembangannya dengan tepat serta menghindarkan anak dari faktor-faktor yang menghambat. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar Keberhasilan belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh faktor intelegensi semata. Hasil penelitian menyatakan bahwa setinggi-tingginya, IQ menyumbang 20 persen saja bagi faktor-faktor yang menentukan sukses dalam

12 22 hidup, maka yang 80 persen diisi oleh kekuatan-kekuatan lain (Golemen, 1997:44). Kekuatan-kekuatan lain tersebut dapat berupa kesehatan fisik, kondisi emosi yang dapat menggambarkan kesiapan siswa dalam menghadapi berbagai hambatan dalam belajar, keseluruhan proses pembelajaran, juga termasuk kondisi spiritual yang dapat menjadi motivasi yang sangat kuat sehingga seseorang mau berusaha mencapai kesuksesan dengan cara yang baik dan benar. Kekuatankekuatan tersebut dapat menjadi positif manakala diberikan arahan dan bimbingan oleh pendidik. Goleman (1997:45) juga mengemukakan bahwa yang mendukung kesuksesan belajar adalah kecerdaan emosional yang memiliki ciri-ciri seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi; mengendalikan dorongan hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir; berempati dan berdo a. Kemampuan tersebut dapat dikembangkan pada anak-anak, apabila diupayakan terus menerus untuk mengajarkannya. Syah (1995:87) menyatakan bahwa ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar yaitu faktor internal siswa, faktor eksternal siswa dan faktor pendekatan belajar yang digunakan oleh siswa. 1. Faktor internal yaitu segala sesuatu yang berasal dari dalam diri siswa. Faktor ini meliputi dua hal yaitu : (a) aspek fisiologis, yaitu kondisi umum jasmani siswa. Kondisi tubuh siswa yang lemah, sedang dalam keadaan tidak sehat, dapat menurunkan kualitas kemampuan siswa sehingga materi yang dipelajari tidak dapat diserap dengan baik. (b) aspek psikologis, yaitu kondisi psikis siswa yang di antaranya meliputi tingkat dan tipe kecerdasan, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa dan motivasi. 2. Faktor eksternal yaitu segala sesuatu yang berada di luar diri siswa yang turut mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Faktor eksternal ini meliputi lingkungan sosial dan lingkungan non sosial yang meliputi faktor alam serta instrumen. Faktor sosial adalah lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat sedangkan non sosial meliputi faktor alam, yaitu kondisi alam yang berupa cuaca atau iklim, dan faktor instrumen meliputi

13 23 kurikulum, program, sarana (fasilitas). Ulwan (1990:35) menyatakan bahwa selamatnya masyarakat serta kuat dan kokohnya bangunan tidak terlepas dari sehatnya anggota masyarakat dan cara mempersiapkannya. Pernyataan ini mengandung makna bahwa kondisi masyarakat yang sehat yaitu terdidik, berakal dan bijak turut mempengaruhi keberhasilan sebuah usaha pendidikan 3. Pendekatan Belajar. Pendekatan ini sangat berkaitan erat dengan motivasi belajar siswa. Pendekatan belajar yang dimaksud meliputi ; (1) Surface yaitu pendekatan permukaan. Maksudnya adalah siswa belajar hanya berorientasi untuk mencapai kelulusan semata. Siswa memiliki pendekatan belajar ini pada umumnya motivasi belajarnya rendah, berapa pun hasil yang dicapai tidak terlalu penting meskipun hanya dapat mencapai kelulusan dengan nilai minimal. Belajar bagi para siswa di wilayah ini hanya merupakan pemenuhan kewajiban yang harus dilakukan oleh anak pada usia sekolah serta memenuhi keinginan orang tua. (2) Deep yaitu pendekatan mendalam. Maksudnya adalah siswa belajar dengan motivasi ingin mendalami pengetahuan karena merasa membutuhkannya. Pendekatan ini berdampak kepada hasil belajar yang biasanya cenderung baik karena diawali dengan motivasi yang baik. Siswa yang melakukan pendekatan belajar ini biasanya telah memiliki motivasi intrinsik yang cukup baik. Ia faham dengan makna belajar bagi pemenuhan kewajiban terhadap Tuhan karena belajar pun dapat menjadi ibadah dan secara sosial belajar dapat pula meningkatkan kualitas hidupnya dalam masyarakat demi menjelang masa depannya (Q.S. Al-Mujadalah :11) (3) Achieving yaitu pendekatan kemampuan tinggi. Pendekatan ini dilakukan oleh siswa dengan target mencapai hasil setinggi-tingginya karena ada ambisi tertentu yang ingin diraih. Sisi positif dari pendekatan ini adalah siswa akan berusaha sebaik-baiknya demi mencapai prestasi terbaik, misalnya dengan harapan dapat diterima di perguruan tinggi terbaik dan memperoleh pekerjaan di sebuah instansi

14 24 yang dapat memberinya jabatan serta kesejahteraan besar. Pendekatan jenis ini memiliki dampak negatif yaitu apabila siswa gagal meraih ambisinya maka dapat berakibat terjadinya depresi yang membahayakan kelangsungan pendidikan dan masa depannya. Faktor yang dominan dalam mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam belajar berbeda antara seorang siswa dengan siswa yang lain. Tentang pendekatan belajar yang digunakan seseorang juga tergantung pada apakah motivasi belajarnya termasuk intrinsik atau ekstrinsik. Faktor motivasi tersebut juga merupakan pengaruh dari pola didik yang diterapkan oleh orang tua dan guru kepada anak didik. Proses pembelajaran yang dikondisikan dengan memperhatikan tujuan secara universal, memperhatikan berbagai kebutuhan siswa serta ditunjang dengan kompetensi profesional dari seorang pendidik maka akan membuahkan hasil yang baik. Sebaliknya jika proses pembelajaran hanya memperhatikan salah satu aspek dari seluruh aspek mental yang dimiliki siswa maka hasil yang akan diperolehnya pun tidak akan dapat mencapai tujuan universal yang telah ditetapkan. Akibatnya hasil pendidikan menjadi tidak seimbang, di satu sisi terbangun kemampuan siswa yang tinggi, tetapi sisi-sisi lain tidak tersentuh. Hal ini akan menjadi penyebab kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan tidak mencapai apa yang diharapkan yaitu manusia yang bermartabat, yang berakhlak mulia dan berilmu pengetahuan, sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dalam UU Sisdiknas U m u r Umur bagi seorang anak Sekolah Dasar, menggambarkan kesiapan mental dan kematangan dalam belajar. Secara logika, dengan bertambahnya umur seorang siswa, maka bertambah tingkat kematangan dan kesiapan mental dalam belajar yang sesuai dengan jenjang kelas yang ditempuhnya. Dalam UU SISDIKNAS No 20 tahun 2003 Bab 7 Pasal 34 tentang Wajib Belajar disebutkan bahwa : "Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar."

15 25 Padmowihardjo (1994:36) menyatakan bahwa umur bukan merupakan faktor psikologis, tetapi apa yang diakibatkan oleh umur adalah faktor psikologis. Disebutkan bahwa terdapat dua faktor yang menentukan kemampuan seseorang berhubungan dengan umur. Pertama, adalah mekanisme belajar dan kematangan otak, organ-organ sensual, dan otot organ-organ tertentu. Kedua, adalah akumulasi pengalaman dan bentuk-bentuk proses belajar yang lain. Dengan demikian umur merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan aktivitas otak dan otot manusia. Secara psikologis, para ahli psikologi pun menyatakan bahwa umur yang dianggap matang secara mental untuk memasuki jenjang SD ini adalah 6 tahun. Hurlock (1992:146) mengatakan bahwa hal yang wajib untuk anak berusia enam tahun di Amerika adalah masuknya anak ke kelas satu SD. Hurlock juga menyatakan bahwa pada umur tersebut anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan yang dianggap penting untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa, dan mempelajari berbagai keterampilan penting tertentu, baik keterampilan kurikuler maupun ekstra kurikuler. Jenis Kelamin Terdapat perbedaan yang jelas antara laki-laki dan perempuan, baik secara fisik maupun psikis. Dalam hal fisik, laki-laki memiliki postur, daya tahan dan kekuatan tubuh yang lebih besar dibandingkan perempuan. Hal ini sudah dirasakan bahkan oleh anak-anak sendiri. Nolan (1977; Hurlock, 1992:167) menyatakan : "Secara diam-diam anak-anak belajar dari televisi bahwa anak lakilaki lebih berharga dari pada anak perempuan." Anggapan tersebut merupakan stereotip yang berkembang di masyarakat secara turun temurun. Di sisi lain, anak perempuan dengan kelemah lembutan fisiknya, memiliki kekuatan lain yang tidak dimiliki oleh laki-laki dalam tugas-tugas tertentu. Dalam hal psikis, proses kematangan anak perempuan cenderung lebih cepat dari pada anak laki-laki. Hal ini seiring dengan percepatan pertumbuhan fisiknya yang mana pada masa anak-anak menjelang remaja, secara fisik anak perempuan lebih cepat pertumbuhannya.

16 26 Selain perbedaan fisik dan psikis tersebut, juga terdapat perbedaan tingkah laku yang mencolok antara anak laki-laki dan perempuan. Di rumah atau pun di sekolah, anak laki-laki lebih sering melanggar peraturan dari pada anak perempuan. Hal ini dapat disebabkan karena mereka merasa dirinya lebih kuat dan juga pada umumnya orang tua lebih memberi kebebasan dalam bergerak kepada anak laki-laki. Sebuah penelitian di Amerika Serikat (Hurlock, 1992:167) tentang perilaku masalah anak di sekolah menunjukkan buruknya perilaku anak laki-laki dari pada anak perempuan dalam hal penyesuaian diri dan perhatian yang kurang dari rata-rata. Hal ini merupakan keadaan yang dapat berdampak terhadap prestasi belajarnya. M i n a t Dalam kehidupan manusia akan selalu berkomunikasi atau berhubungan dengan orang lain, benda, situasi atau aktivitas-aktivitas yang terdapat di sekitarnya. Dalam berhubungan tersebut ada kemungkinan individu bersikap menerima, membiarkan atau menolaknya. Apabila individu tersebut menaruh minat, maka ia akan menyambut dan bersikap positif terhadap obyek tersebut dan melanjutkan dengan hubungan lebih jauh. Namun jika tidak berminat maka ia cenderung akan menghindarinya dan bersikap negatif terhadap obyek tersebut. Shaleh & Wahab (2004:262) menyatakan secara sederhana, minat dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan untuk memberikan perhatian dan bertindak terhadap orang, aktivitas atau situasi yang menjadi obyek dari minat tersebut dengan disertai perasaan senang. Crow & Crow (Shaleh & Wahab,2004:264) berpendapat ada tiga faktor yang menjadi timbulnya minat yaitu : 1. Dorongan dari dalam diri individu, misalnya dorongan untuk makan, rasa ingin tahu terhadap sesuatu 2. Motif sosial, misalnya minat terhadap pakaian timbul karena adanya persetujuan atau penerimaan dan perhatian orang lain 3. Faktor emosional, minat mempunyai hubungan yang erat dengan emosi. Bila seseorang memperoleh sukses pada suatu aktivitas, maka akan

17 27 menimbulkan perasaan senang, dan hal tersebut akan memperkuat minat terhadap aktivitas tersebut. Hurlock (1992:107) membahas bahwa minat yang berkembang pada anak usia sekolah sangat mempengaruhi perilaku tidak saja selama periode ini tetapi juga sesudahnya. Menurutnya minat yang muncul dalam tingkah laku anak tidak dapat diabaikan begitu saja. Minat yang muncul pada akhir masa kanak-kanak dapat diterangkan sebagai berikut : 1. Minat mempengaruhi bentuk dan intensitas cita-cita. Misalnya saja seorang anak yang menaruh minat pada masalah kesehatan dan fungsi tubuh manusia, akan bercita-cita menjadi perawat atau dokter. 2. Minat dapat dan memang berfungsi sebagai pendorong yang kuat. 3. Prestasi selalu dipengaruhi oleh jenis dan intensitas minat seseorang. Misalnya anak yang berminat pada pelajaran matematika akan berusaha keras untuk mendapat nilai baik dalam mata pelajaran itu, sedangkan anak yang kurang berminat cenderung kurang berhasil pada bidang ini. 4. Minat yang terbentuk pada masa kanak-kanak sering kali menjadi minat seumur hidup karena minat menimbulkan kepuasan. Anak cenderung mengulang kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan minatnya dan dengan demikian menjadi kebiasaan yang dapat menetap sepanjang hidup. Misalnya minat melukis atau minat pada musik bag orang dewasa biasanya berasal dari minat pada masa kanak-kanaknya. Minat-minat yang umum pada masa kanak-kanak yang dikemukakan oleh Hurlock yaitu minat terhadap penampilan, pakaian, nama dan julukan, agama, tubuh manusia, kesehatan, seks, sekolah, pekerjaan masa depan, simbol status dan otonomi diri. Minat-minat tersebut semuanya dapat mengarah kepada tercapainya cita-cita yang berhubungan dengan perilaku mereka ketika masa kanak-kanak. Demikian pula halnya dalam kegiatan belajar di sekolah, biasanya setiap siswa menunjukkan adanya minat terhadap salah satu bidang studi atau rumpun bidang studi, dan juga terhadap kegiatan ekstrakurikuler tertentu. Minat tersebut akan berpengaruh terhadap prestasi belajar karena dengan minat yang kuat mendorong seseorang melakukan sesuatu dengan bersungguh-sungguh.

18 28 Motivasi Stanford (Mangkunegara, 2000:93) mengemukakan definisi motivasi adalah sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu. Motivasi dapat pula diartikan sebaga energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri Dalam kehidupan, sering didapatkan manusia yang melakukan pekerjaan dengan bersungguh-sungguh, tetapi banyak pula yang santai, bahkan tidak sedikit yang tidak berbuat apa pun. Dengan demikian, maka akan berbeda pula sesuatu yang diperoleh, tergantung kepada seberapa besar tingkat usaha yang dilakukannya. Hal itu disebabkan karena adanya motivasi dalam diri seeorang. Sehubungan dengan kegiatan belajar yang dilakukan oleh para siswa di sekolah, Padmowihardjo (1994:52), mengemukakan bahwa motivasi belajar adalah setiap usaha yang dilakukan untuk menimbulkan motif pada diri seseorang untuk belajar. Dalam sebuah Studi Motivasi McClelland (Mangkunegara, 2000:97) mengemukakan adanya tiga macam kebutuhan manusia yaitu : 1. Need for Achievment, yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecahan masalah. 2. Need for Affiliation, yaitu kebutuhan untuk berafiliasi yang merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. 3. Need for Power, yaitu kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh terhadap orang lain. Berkaitan dengan prestasi akademik, dari ketiga motivasi tersebut yang paling menopang adalah motivasi berprestasi, karena motivasi ini dilandasi oleh persaingan di antara teman untuk memperoleh nilai yang tinggi. Motivasi berprestasi sebagai motivasi yang mendorong individu untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan (standard of excellence). Ukuran keunggulan ini dapat berupa prestasinya sendiri sebelumnya, dapat pula berupa prestasi orang lain. Apabila individu menggunakan prestasinya sendiri di masa lampau sebagai ukuran keunggulan

19 29 yang dipakai, maka ukuran keunggulan ini disebut autonomous standards, dan bila memakai prestasi orang lain sebagai ukuran keunggulan disebut social comparision standard. Menurut McClelland motivasi berprestasi adalah usaha gigih untuk mencapai keberhasilan dalam segala aktivitas kehidupan. Selain itu McClelland juga mengartikan motivasi berprestasi sebagai standar of excellent. Motivasi berprestasi merupakan kecenderungan dalam individu untuk mencapai prestasi secara optimal. Motivasi berprestasi merupakan hasil belajar yang diperoleh dari pengalaman emosional, terutama berkaitan dengan usaha untuk menghasilkan sesuatu secara sempurna. Timbulnya motivasi berprestasi adalah dari lingkungan keluarga, di mana pola asuh, gaya hidup, cara orang tua mendidik, serta latar belakang pendidikan orang tua memberi pengaruh pada timbulnya motivasi berprestasi. McClelland (1953:68) mengemukakan bahwa latar belakang keluarga mempengaruhi pembentukan motivasi berprestasi anak. Motivasi berprestasi kemudian berkembang terus setelah individu berinteraksi dan mendapat pengalaman dari lingkungan yang lebih luas, dan motivasi akan berkembang dengan cepat setelah seseorang merasa terus berkompetisi dengan orang lain. Maka faktor persaingan sangat berperan dalam perkembangan motivasi Rohwer (Mangkunegara, 2000:84) mengemukakan dua jenis motivasi yaitu : 1. Motivasi intrinsik berasal dari dorongan untuk bertindak secara efisien dan kebutuhan untuk berprestasi secara baik (excellence). Komponen motivasi berprestasi intrinsik adalah sebagai berikut : (1) Dorongan ingin tahu Rasa ingin tahu yang kuat mampu mendorong seseorang untuk melaksanakan tugas yang menantang dan sulit, tetapi mampu untuk diselesaikan. Dan ini merupakan ciri orang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi. Sedangkan orang yang memiliki motivasi berprestasi rendah cenderung memiliki rasa ingin tahu yang rendah dan untuk menyelesaikan tugas yang sulit cenderung tidak selesai.

20 30 Kemampuan menyelesaikan tugas yang sulit merupakan cerminan dorongan rasa ingin tahu yang berasal dalam diri (intrinsik) (2) Tingkat Aspirasi Tingkat aspirasi seseorang turut menentukan tingkat motivasi dalam belajar. Level aspirasi merupakan perkiraan standar diri mengenai perasaan berhasil atau gagal dalam melakukan sesuatu. Seseorang yang memperkirakan dirinya berhasil melakukan sesuatu tujuan akan berusaha untuk mencapai tujuan tersebut. Orientasi keberhasilan dan kegagalan sangat penting bagi setiap mahasiswa, karena mereka memperkirakan hasil yang akan dicapainya 2. Motivasi ekstrinsik, motivasi ekstrinsik ini berkembang dalam kaitan dengan perilaku yang ditujukan untuk kehidupan sosial. Adapun ciri-ciri motivasi ekstrinsik adalah: (1) Faktor kecemasan dalam berprestasi Kecemasan sering dikaitkan dengan 3 hal berikut ini: a) pengalaman kegagalan, b) rangsangan fisik (phsyiological arousal), dan c) keadaan kognisi. Tiga faktor yang mempengaruhi kecemasan ini mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar seseorang. Pengalaman gagal sering mengakibatkan terjadinya tekanan emosi. Akibat kecemasan terhadap fisik adalah keluarnya keringat yang berlebihan, gangguan fungsi pencernaan. Sedangkan pengaruh kecemasan terhadap kognisi tampak pada rasa khawatir terhadap kegagalan, menyalahkan diri sendiri (2) Pencapaian tujuan karena dorongan dari luar Pencapaian tujuan merupakan keadaan kognitif yang paling menentukan keberhasilan belajar seseorang bila dibandingkan dengan elemen lain. Pencapaian tujuan karena pengharapan penerimaan orang lain, misalnya dengan mendapat pujian atau hadiah dari orang lain. (3) Standar hasil yang ditetapkan oleh faktor luar Penetapan standar keberhasilan dalam motivasi ekstrinsik bukan dari dalam dirinya, namun ditetapkan oleh orang lain karena takut kehilangan perhatian orang lain. (4) Self regulation succses karena pengaruh orang lain.

21 31 Mengulangi tugas-tugas yang gagal dipecahkan, mengerjakan tugas yang lebih sulit setelah berhasil memecahkan suatu tugas, usaha untuk berhasil ini lebih didorong oleh orang lain, bukan oleh dirinya sendiri. Motivasi yang berkembang pada anak Sekolah Dasar pada umumnya diawali dengan motivasi ekstrinsik yaitu pencapaian tujuan karena pengharapan penerimaan dari luar (dalam hal ini orang tua dan guru). Orang tua memotivasi dengan cara memberikan hadiah bila anaknya berhasil dan memberikan sanksi bila anaknya ternyata gagal. Motivasi intrinsik akan muncul kemudian seiring dengan perkembangan kemampuan kognitif serta pengalaman belajar yang menyenangkan sehingga memunculkan dorongan rasa ingin tahu yang besar. Mangkunegara (2000:104) mengatakan bahwa terdapat 2 faktor yang sangat mempengaruhi motivasi berprestasi, yaitu tingkat kecerdasan (IQ) dan kepribadian. Artinya orang yang mempunyai motivasi berprestasinya tinggi bila memiliki kecerdasan yang memadai dan kepribadian yang dewasa mampu mencapai prestasi maksimal. Pendidikan Dalam Keluarga Keluarga merupakan unit masyarakat terkecil tempat tumbuh dan berkembangnya cikal bakal generasi manusia yang akan datang. Di dalam sebuah keluarga tertumpu tanggung jawab pembinaan dan pendidikan yang pertama dan utama yang peran utamanya adalah ayah dan ibu. Keduanya memiliki fungsi yang setara dalam hal memberikan pendidikan terbaik bagi putra-putrinya. Banyak hal di dalam keluarga yang merupakan faktor-faktor penentu keberhasilan pendidikan di antaranya adalah faktor keutuhan atau keharmonisan keluarga, perhatian, kasih sayang, pemenuhan segala kebutuhan fisik, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, serta status sosial ekonomi dalam pandangan masyarakat. Jika suasana dalam keluarga itu baik dan menyenangkan, maka anak akan tumbuh dengan baik pula. Jika tidak, maka tentu akan terhambatlah pertumbuhan anak tersebut. (Daradjat, 1994:47). 'Ulwan (1990:55) menyatakan bahwa salah satu tanggung jawab terpenting menurut pandangan mayoritas pendidik adalah tanggung jawab pendidikan intelektual. Maksudnya adalah bagaimana orang tua dapat menumbuhkan sikap

22 32 terlibat dalam mengembangkan kebudayaan dan ilmu serta memusatkan otak mereka untuk memahami konsep secara maksimal, pengetahuan secara kritis, kebijakan yang berimbang dan persepsi yang matang lagi sehat. Orang tua yang memiliki wawasan pendidikan dan pengalaman yang baik akan lebih memberikan perhatian serta bimbingan bagi perkembangan pendidikan putra-putrinya. Melalui perhatian dan bimbingan dari kedua orang tua maka motivasi belajar anak dapat ditumbuh kembangkan secara positif. Mengingat situasi dan kondisi saat ini, yaitu di mana tingkat pendidikan tinggi yang dimiliki oleh orang tua berdampak kepada tingginya tingkat kesibukan orang tua di luar rumah sehingga sedikit sekali waktu perjumpaan dengan anak, maka yang lebih dibutuhkan saat ini adalah kualitas dari setiap perjumpaan tersebut. Keterbatasan waktu dapat digantikan dengan muatan komunikasi yang efektif dan efisien, sehingga kebutuhan anak untuk mendapat perhatian dan bimbingan tetap dapat dipenuhi. Kompetensi Guru Kompetensi merupakan suatu kemampuan yang dimiliki seseorang tentang suatu bidang tertentu berdasarkan latar belakang pendidikan yang dimilikinya. Kompetensi juga merupakan modal utama bagi seseorang untuk dapat menjalankan profesinya sesuai dengan kapasitas yang dimiliki sehingga suatu pekerjaan dapat dilaksanakan dengan cara profesional. Tanpa kompetensi seseorang akan mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas yang diembannya. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Purwadarminta) kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Pengertian dasar kompetensi (competency) yaitu kemampuan atau kecakapan. Kepmendiknas No.045/U/2002 mendefinisikan kompetensi sebagai tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melakukan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Elemen-elemen kompetensi yang dikemukakan dalam Kepmendiknas No.045/U/2002 di atas adalah : (1) landasan kepribadian; (2) penguasaan ilmu dan

23 33 keterampilan; (3) kemampuan berkarya; (4) memiliki sikap dan keterampilan dalam berkarya berdasarkan ilmu yang dikuasai; dan (5) pemahaman kaidah kehidupan bermasyarakat seuai dengan keahlian berkarya. Ditjen Dikti (1982) mengemukakan bahwa kompetensi guru diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu : kompetensi pribadi, kompetensi profesi dan kompetensi kemasyarakatan. Mulyasa (2004:37) memberikan definisi bahwa kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. McAshan (Mulyasa, 2004:38) mengemukakan bahwa kompetensi :...is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that the person achieves, which become part of his or her being to the exent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, afective and psychomotor behaviors. Guru professional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Profesi ini memerlukan persyaratan khusus. Ali (Usman, 2003:15) menyatakan beberapa persyaratan khusus yang harus dimiliki seorang guru antara lain sebagai berikut : 1. Menuntut adanya keterampilan yang mendasar tentang konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam. 2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya. 3. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai. 4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya. 5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan. Usman (2003:15), menambahkan persyaratan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut : 1. Memiliki kode etik, 2. Memiliki klien/obyek layanan yang tetap, 3. Diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya.

24 34 Hamalik (2004:73) mengemukakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, setiap guru wajib memiliki 3 kompetensi yang meliputi kompetensi profesional, kompetensi kepribadian dan kompetensi kemasyarakatan. Secara teoritis ketiga jenis kompetensi tersebut dapat dipisah-pisah satu sama lain, akan tetapi secara praktis sesungguhnya merupakan keterpaduan yang tak dapat dipisah-pisahkan. Guru yang terampil mengajar tentunya harus pula memiliki kepribadian yang baik dan mampu melakukan social adjusment dalam masyarakat. Kompetensi yang dimaksud dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Kompetensi Profesional, meliputi : (1) Menguasai landasan kependidikan a) Mengenal tujuan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. b) Mengenal fungsi sekolah dalam masyarakat c) Mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan yang dapat dimanfaatkan dalam proses belajar mengajar. (2) Menguasai bahan pengajaran a) Menguasai bahan pengajaran kurikulum pendidikan dasar dan menengah b) Menguasai bahan pengayaan. (3) Menyusun program pengajaran a) Menetapkan tujuan pembelajaran b) Memilih dan mengembangkan bahan pembelajaran c) Memilih dan mengembangkan strategi belajar mengajar memilih dan mengembangkan media pengajaran yang sesuai d) Memilih dan memanfaatkan sumber belajar (4) Melaksanakan program pengajaran a) Menciptakan iklim belajar mengajar yang tepat b) Mengatur ruangan belajar c) Mengelola interaksi belajar mengajar (5) Menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan. a) Menilai prestasi murid untuk kepentingan pengajaran b) Menilai proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan

25 35 2. Kompetensi Pribadi dan Kemasyarakatan, meliputi : (1) Mengembangkan Kepribadian a) Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa b) Berperan dalam masyarakat sebagai warga negara yang berjiwa baik c) Mengembangkan sifat-sifat terpuji yang dipersyaratan bagi jabatan guru (2) Berinteraksi dan berkomunikasi a) Berinteraksi dengan teman sejawat untuk meningkatkan kompetensi serta kemampuan professional b) Berinteraksi dengan masyarakat untuk menunaikan misi pendidikan (3) Melaksanakan bimbingan dan penyuluhan a) Membimbing siswa yang mengalami kesulitan belajar b) Membimbing murid yang berkelainan atau berbakat khusus. (4) Melaksanakan administrasi sekolah a) Mengenal pengadministrasian kegiatan sekolah b) Melaksanakan kegiatan administrasi sekolah. (5) Melaksanakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran. a) Mengkaji konsep dasar penelitian ilmiah b) Melaksanakan penelitian sederhana Tanpa mengabaikan kemungkinan adanya perbedaan tuntutan kompetensi profesional yang disebabkan oleh adanya perbedaan lingkungan sosial kultural dari setiap institusi sekolah sebagai indikator, Hamalik (2004:78) juga mengemukakan bahwa guru dinilai kompeten secara profesional apabila : 1. Mampu mengembangkan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya. Tanggung jawab yang dimaksud meliputi tanggung jawab moral, tanggung jawab dalam bidang pendidikan di sekolah, tanggung jawab dalam bidang kemasyarakatan dan tanggung jawab dalam bidang keilmuan. 2. Mampu melaksanakan peran dan fungsnya dengan berhasil. Peran dan fungsi tersebut adalah sebagai pendidik dan pengajar, sebagai anggota masyarakat, sebagai pemimpin, dan sebagai pelaksana administrasi ringan.

26 36 3. Mampu bekerja dalam usaha mencapai tujuan pendidikan (tujuan instruksional) sekolah yang meliputi bidang pengetahuan, keterampilan serta nilai dan sikap. 4. Mampu melaksanakan peranannya dalam proses belajar mengajar dalam kelas yaitu sebagai perencana dan pengelola kelas secara keseluruhan. Selain kompetensi yang bersifat profesional diatas, secara pribadi guru yang berkompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif, menyenangkan dan akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga belajar pada siswa berada pada tingkat optimal (Hamalik, 2004). Yang lebih penting dari itu semua bahwa faktor motivasi dan ketulusan guru dalam menjalankan tugas juga merupakan faktor penentu keberhasilan belajar siswa. Zakiah Darajat (Zainuddin, 1990:56) menyatakan Faktor terpenting bagi seorang guru adalah kepribadiannya dan kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah menjadi perusak dan penghancur bagi hari depan anak didik, terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat sekolah dasar) dan mereka mengalami guncangan jiwa (tingkat menengah). Al-Ghazali, salah seorang filosof muslim abad ke 11 Masehi mengemukakan berbagai pandangannya mengenai karakter erta persyaratan sebagai seorang guru, di antara yang beliau kemukakan dapat disarikan oleh Zainuddin (1990:57) sebagai berikut : Bertabiat dan perilaku seorang pendidik. Minat dan perhatian terhadap proses belajar mengajar. Memiliki kecakapan dan keterampilan mengajar. Bersikap ilmiah dan cinta terhadap kebenaran. Prestasi Belajar Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (DEPDIKBUD, 1999:787) prestasi diartikan sebagai penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai angka yang diberikan oleh guru. Berbagai definisi lain kemudian banyak dikemukakan oleh para ahli pendidikan yang menyangkut prestasi.

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang sangat penting. Semua orang dari kalangan mana pun akan membenarkan pernyataan ini. Berbekal pendidikan yang memadai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus berkembang. Persaingan semakin ketat dan masyarakat dituntut untuk dapat bersaing dalam menghadapi tantangan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN)

HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) (Penelitian di SDIT Ummul Quro dan SDN Sukadamai 3 Bogor) NADIA JA FAR ABDAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai kehidupan guna membekali siswa menuju kedewasaan dan. kematangan pribadinya. (Solichin, 2001:1) Menurut UU No.

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai kehidupan guna membekali siswa menuju kedewasaan dan. kematangan pribadinya. (Solichin, 2001:1) Menurut UU No. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aktivitas vital dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia melalui transfer ilmu pengetahuan, keahlian dan nilai-nilai kehidupan guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tercantum dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zaman selalu berubah setiap waktu, keadaan tidak pernah menetap pada suatu titik, tetapi selalu berubah.kehidupan manusia yang juga selalu berubah dari tradisional menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional harus mencerminkan kemampuan sistem pendidikan nasional untuk mengakomodasi berbagi tuntutan peran yang multidimensional.

Lebih terperinci

Empat Kompetensi Dasar Guru 1. PENGERTIAN Pasal 28 ayat 3 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan secara tegas

Empat Kompetensi Dasar Guru 1. PENGERTIAN Pasal 28 ayat 3 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan secara tegas Empat Kompetensi Dasar Guru 1. PENGERTIAN Pasal 28 ayat 3 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan secara tegas dinyatakan bahwa ada empat kompetensi yang harus dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah air, mempertebal semangat kebangsaan serta rasa kesetiakawanan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. tanah air, mempertebal semangat kebangsaan serta rasa kesetiakawanan sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses yang dapat mengubah obyeknya. Pendidikan nasional harus dapat mempertebal iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan manusia seutuhnya bertujuan agar individu dapat mengekspresikan dan mengaktualisasi diri dengan mengembangkan secara optimal dimensi-dimensi kepribadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah merupakan Arus kemajuan zaman dan teknologi pada era globalisasi saat ini pendidikan selalu suatu hal yang tidak dapat dihindari. Sama halnya dalam mengalami

Lebih terperinci

KODE ETIK GURU INDONESIA

KODE ETIK GURU INDONESIA KODE ETIK GURU INDONESIA MUKADIMAH Guru Indonesia tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Diskusi 1. Pengertian Diskusi Dalam kegiatan pembejaran dengan metode diskusi merupakan cara mengajar dalam pembahasan dan penyajian materinya melalui suatu problema atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman diabad 21 ini memperlihatkan perubahan yang begitu

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman diabad 21 ini memperlihatkan perubahan yang begitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman diabad 21 ini memperlihatkan perubahan yang begitu pesat, mulai dari berubahnya gaya hidup masyarakat hingga meningkatya kebutuhan-kebutuhan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sangat memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mendukung perkembangan dan pembangunan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diperkirakan akan semakin kompleks. 1

BAB I PENDAHULUAN. yang diperkirakan akan semakin kompleks. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Situasi kehidupan dewasa ini sudah semakin kompleks. Kompleksitas kehidupan seolah-olah telah menjadi bagian yang mapan dari kehidupan masyarakat, sebagian demi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pondasi utama dalam upaya memajukan bangsa. Suatu bangsa dapat dikatakan maju apabila pendidikan di negara tersebut dapat mengelola sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kualitas guru dan siswa yang mesing-masing memberi peran serta

BAB I PENDAHULUAN. adalah kualitas guru dan siswa yang mesing-masing memberi peran serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini Indonesia sebagai salah satu negara berkembang telah didera oleh berbagai keterpurukan, yang diantara penyebab keterpurukan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Karakteristik Kompetensi Profesional yang Harus Dimiliki Guru

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Karakteristik Kompetensi Profesional yang Harus Dimiliki Guru BAB III PEMBAHASAN 3.1 Karakteristik Kompetensi Profesional yang Harus Dimiliki Guru Guru adalah pejabat profesional, sebab mereka diberi tunjangan profesional. Namun, walaupun mereka secara formal merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan gabungan dari prestasi belajar dan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi. Prestasi dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terduga makin mempersulit manusia untuk meramalkan atau. dibutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. terduga makin mempersulit manusia untuk meramalkan atau. dibutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi membawa perubahan yang luas dan mendasar dalam semua aspek masyarakat. Perubahan yang berlangsung cepat menyeluruh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan juga merupakan kunci bagi suatu bangsa untuk bisa meraih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setinggi-tingginya dalam aspek fisik intelektual, emosional, sosial dan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. setinggi-tingginya dalam aspek fisik intelektual, emosional, sosial dan spiritual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki pengaruh yang sangat penting bagi kehidupan siswa di masa depan. Pendidikan dapat mengembangkan berbagai potensi yang di miliki siswa secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia seutuhnya yang bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat dan bagi negaranya. Hal ini selaras dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perubahan yang terjadi kian cepat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum pendidikan harus disusun dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Semakin maju suatu masyarakat semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Isni Agustiawati,2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Isni Agustiawati,2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan keharusan bagi manusia serta mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik sebagai makhluk individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, karena dengan pendidikan suatu bangsa dapat mempersiapkan masa

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, karena dengan pendidikan suatu bangsa dapat mempersiapkan masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa, karena dengan pendidikan suatu bangsa dapat mempersiapkan masa depannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan usaha sadar untuk membekali warga negara agar menjadi warga negara yang memiliki kecerdasan dan kepribadian yang baik. Hal tersebut sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7.

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya sadar dan terencana yang dilakukan oleh guru untuk mengembangkan segenap potensi peserta didiknya secara optimal. Potensi ini mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep

BAB I PENDAHULUAN. aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara. Semua negara membutuhkan pendidikan berkualitas untuk mendukung kemajuan bangsa, termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pengertian Minat Belajar 2.1.1.1 Pengertian Minat Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara efektif dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah kunci sukses tidaknya suatu bangsa dalam pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan di segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana karakteristik dari negara tersebut. Pendidikan merupakan kunci untuk

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana karakteristik dari negara tersebut. Pendidikan merupakan kunci untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan komponen yang sangat penting pada zaman sekarang ini. Tanpa adanya pendidikan suatu bangsa dan negara tentunya akan sangat tertinggal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas menentukan masa depan bangsa. Sekolah. sekolah itu sendiri sesuai dengan kerangka pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas menentukan masa depan bangsa. Sekolah. sekolah itu sendiri sesuai dengan kerangka pendidikan nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas tercipta dari proses pendidikan yang baik.

Lebih terperinci

2015 PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN MINAT BELAJAR MAHASISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR

2015 PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN MINAT BELAJAR MAHASISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Pendidikan berlangsung melalui tahaptahap berkesinambungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya perkembangan IPTEK pada era globalisasi sekarang ini membuat dunia terasa semakin sempit karena segala sesuatunya dapat dijangkau dengan sangat mudah.

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Minat 1. Pengertian Minat yaitu suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciriciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginankeinginan atau kebutuhan-kebutuhannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai fungsi dan tujuan yang harus diperhatikan. Fungsi dan tujuan tersebut dapat dilihat pada UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan modal utama dalam pembangunan bangsa Indonesia untuk dapat bertahan di era globalisasi. Peningkatan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran cukup penting untuk mencetak masyarakat yang cerdas dan berwawasan yang luas. Sebagaimana dengan tujuan dan fungsi pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang bisa menjadi apa yang dia inginkan serta dengan pendidikan pula

BAB I PENDAHULUAN. orang bisa menjadi apa yang dia inginkan serta dengan pendidikan pula BAB I PENDAHULUAN.. Latar Belakang Penelitian Telah kita ketahui bersama bahwasannya pendidikan merupakan hal yang paling penting dalam semua aspek kehidupan, karena dengan pendidikan semua orang bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijangkau dengan sangat mudah. Adanya media-media elektronik sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. dijangkau dengan sangat mudah. Adanya media-media elektronik sebagai alat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya perkembangan IPTEK pada era globalisasi sekarang ini membuat dunia terasa semakin sempit karena segala sesuatunya dapat dijangkau dengan sangat mudah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang kehidupan. Hal ini menuntut adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Era globalisasi ini, melihat realitas masyarakat baik kaum muda maupun tua banyak melakukan perilaku menyimpang dan keluar dari koridor yang ada, baik negara, adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hal yang paling penting untuk mempersiapkan kesuksesan dimasa depan. Pendidikan bisa diraih dengan berbagai cara salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan pendidikan dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan hidup. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada awal abad 21 ini, dunia pendidikan di indonesia menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada awal abad 21 ini, dunia pendidikan di indonesia menghadapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal abad 21 ini, dunia pendidikan di indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang menjelaskan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang menjelaskan bahwa pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan setiap individu. Hal ini dijelaskan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 pasal 1.1, tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini pembelajaran di sekolah harus bervariasi agar bisa menarik perhatian siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dimana siswa dapat tertarik pada

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah culture transition (transisi kebudayaan) yang bersifat dinamis kearah suatu perubahan secara continue (berkelanjutan), maka pendidikan dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi majunya sumber daya manusia, agar terbentuk generasi generasi masa depan yang lebih baik. Proses pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang individu di muka bumi ini, tanpa pendidikan berarti seseorang tidak berilmu, padahal kita tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Bab II pasal 3). Pada UU No. 20 Tahun 2003 pasal 40 Bab IX. sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Bab II pasal 3). Pada UU No. 20 Tahun 2003 pasal 40 Bab IX. sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan secara umum berarti suatu proses kehidupan dalam mengembangkan diri untuk dapat hidup dan melangsungkan kehidupannya pada taraf hidup yang lebih baik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kemajuan iptek ini tidak lepas dari perubahan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kemajuan iptek ini tidak lepas dari perubahan yang ada dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada peradaban modern yang makin berkembang pesat sekarang ini, negara kita mengalami persaingan yang luar biasa dalam berbagai kehidupan. Dalam persaingan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para siswa mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. para siswa mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar atau proses pengajaran merupakan suatu kegiatan melaksanakan kurikulum suatu lembaga pendidikan, agar dapat mempengaruhi para siswa mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (PP No.19 tahun 2005). Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang khususnya di dunia usaha sangat begitu ketat dan diikuti dengan

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang khususnya di dunia usaha sangat begitu ketat dan diikuti dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan teknologi dan seni (IPTEKS) mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat pada saat ini. Sejalan dengan itu persaingan di segala bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal pokok yang dapat menunjang kecerdasan serta keterampilan anak dalam mengembangkan kemampuannya. Pendidikan merupakan sarana yang paling tepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia sebagai negara berkembang dalam pembangunannya membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia Indonesia yang pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perkembangan peserta didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perkembangan peserta didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakekat Guru Dalam pendidikan, Guru merupakan komponen dari perangkat sistem pendidikan yang ada di sekolah, sebagai pendidik guru membimbing dalam arti menuntun peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuantitas hal tersebut dapat tercapai apabila peserta didik dapat. manusia indonesia seutuhnya melalui proses pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. kuantitas hal tersebut dapat tercapai apabila peserta didik dapat. manusia indonesia seutuhnya melalui proses pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan juga merupakan kunci bagi suatu bangsa untuk bisa meraih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang pesat sekarang ini, akan membawa dampak kemajuan dibidang kehidupan baik dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati lansung oleh pihak luar

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati lansung oleh pihak luar BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Pengertian Perilaku Mengajar Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati lansung oleh pihak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. belum diketahui serta memaksimalkan potensi yang dimiliki seseorang.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. belum diketahui serta memaksimalkan potensi yang dimiliki seseorang. 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Belajar Belajar adalah suatu kegiatan memahami dan menemukan sesuatu yang belum diketahui serta memaksimalkan potensi yang dimiliki seseorang. Belajar adalah proses perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan Negara (UUSPN No.20 tahun 2003).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan Negara (UUSPN No.20 tahun 2003). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Aspek kehidupan yang harus dan pasti dijalani oleh semua manusia di muka bumi sejak kelahiran, selama masa pertumbuhan dan perkembangannya sampai mencapai kedewasaan

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan BAB I LATAR BELAKANG MASALAH 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan yang sangat cepat di semua sektor kehidupan khususnya dunia kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara, juga merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terpenting dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang berkualitas adalah yang. Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan adalah:

BAB 1 PENDAHULUAN. terpenting dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang berkualitas adalah yang. Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan adalah: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya bertujuan untuk membentuk sumber daya manusia seutuhnya yang berkualitas. Kualitas pendidikan erat kaitannya dengan proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sasaran Pendidikan adalah manusia. Pendidikan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sasaran Pendidikan adalah manusia. Pendidikan bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sasaran Pendidikan adalah manusia. Pendidikan bertujuan untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) agar menjadi manusia dewasa, beradap, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan yang diharapkan karena itu pendidikan

Lebih terperinci

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi menurut Irwanto, et al (dalam Rangkuti & Anggaraeni, 2005), adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun peristiwa) sampai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar Pengertian Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar Pengertian Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar 5 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar 2.1.1 Pengertian Belajar Dalam proses pembelajaran, berhasil tidaknya pencapaian tujuan banyak dipengaruhi oleh bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 9. tentang Perlindungan Anak mmenyatakan bahwa setiap anak berhak

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 9. tentang Perlindungan Anak mmenyatakan bahwa setiap anak berhak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 9 tentang Perlindungan Anak mmenyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan pada Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja

II. KERANGKA TEORETIS. pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Model Problem Based Learning (PBL) Masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Dalam konteks pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh:

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh: HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS DAN KREATIVITAS SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN AKUNTANSI KELAS XI JURUSAN IPS SMK MUHAMMADIYAH DELANGGU TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI Disusun Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Suatu bangsa bisa dikatakan telah maju apabila seluruh warga negaranya

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Suatu bangsa bisa dikatakan telah maju apabila seluruh warga negaranya 1 1.1 Latar belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendukung utama bagi tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia yang bermutu adalah pendidikan yang bermutu. Dengan pendidikan yang bermutu kita bisa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, kita memasuki dunia yang berkembang serba cepat sehingga memaksa setiap individu untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha berkesinambungan yang dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha berkesinambungan yang dilakukan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha berkesinambungan yang dilakukan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM). Pemerintah membuktikan bahwa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

bidang akan tergantung pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan

bidang akan tergantung pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan suatu bangsa dalam melaksanakan pembangunan di segala bidang akan tergantung pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Seperti halnya

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Seperti halnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah usaha yang tidak terlepas dari kehidupan manusia yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Seperti halnya dengan kebutuhan lainnya,

Lebih terperinci

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3) menyatakan bahwa Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II. mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif, psikomotorik maupun sikap.12 Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak

BAB II. mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif, psikomotorik maupun sikap.12 Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Prestasi Belajar a. Pengertian prestasi belajar Belajar adalah suatu tingkah laku atau kegiatan dalam rangka mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif,

Lebih terperinci