BAB 2 LANDASAN TEORI. umumnya dikaitkan dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran tinggi. Ciri

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI. umumnya dikaitkan dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran tinggi. Ciri"

Transkripsi

1 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Variabel Penelitian Lokasi penelitian ini merupakan kawasan pemukiman kumuh, yang pada umumnya dikaitkan dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran tinggi. Ciri lain permukiman kumuh adalah tingkat kepadatan yang tinggi dan kurangnya akses ke fasilitas umum dan sosial. Status permukiman kumuh seringkali tidak jelas, baik dari status administrasi dan hukum tanah, maupun kesesuaian dengan rencana tata ruang kota. Penyebab munculnya kawasan permukiman kumuh merupakan satu indikasi kegagalan program perumahan yang terlalu berpihak pada produksi rumah langsung terutama bagi masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas, dan prioritas program perumahan pada rumah milik dan mengabaikan potensi rumah sewa (Sueca, 2004:56-107). Salah satu model penanganan kawasan permukiman kumuh adalah dengan konsep peremajaan (mengubah/memperbaharui suatu kawasan terbangun di kota yang fungsinya sudah merosot atau tidak sesuai dengan perkembangan kota, sehingga kawasan tersebut dapat meningkat kembali fungsinya dan menjadi sesuai dengan pengembangan kota serta dengan peremajaan yang harus tanpa menggusur dan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat secara umum) dan pembangunan bertumpu pada masyarakat (bertujuan untuk hasil pembangunan dapat diterima oleh masyarakat penghuni kawasan tersebut sesuai dengan kegiatan yang telah mereka laksanakan). 9

2 Kawasan pemukiman dalam lokasi penelitian ini belum memiliki citra kawasan pemukiman yang jelas, dimana pada kawasan tersebut akan dilakukan penataan kembali dengan cara memperbaharui fisik dan non fisik kawasan (proses peremajaan), kemudian ketika proses dilakukan akan ditemui kebutuhankebutuhan baru sehingga dilakukan infill. Tujuan redevelopment adalah membuat nilai tambah yang dimiliki kawasan tersebut (perbaikan ekonomi atau mengikis kerawanan lingkungan) dan menciptakan kawasan dengan kualitas yang lebih baik. Citra pada kawasan pemukiman tersebut akan diperjelas dengan cara melakukan penataan tapak sesuai dengan zona-zona yang telah ada di lokasi penelitian, dimana dalam proses memperjelas citra kawasan tersebut diterapkan dengan menggunakan implementasi teori Kevin Lynch, terkait citra kawasan. Teori Kevin Lynch, terkait citra kawasan, terdiri dari 5 elemen citra, yakni path (jalur), edge (tepian), district (kawasan), node (simpul) dan landmark (tegeran), dimana dengan dilakukannya peremajaan terhadap kawasan pemukiman tersebut melalui pembentukan citra kawasan, dapat mewujudkan kawasan pemukiman yang sustainable neighbourhood, baik dari segi ekonomi, ekologi dan sosial. Variabel dalam penelitian ini berkaitan dengan 5 elemen citra kawasan, sesuai dengan yang terdapat dalam teori Kevin Lynch, yakni path (jalur), edge (tepian), district (kawasan), node (simpul) dan landmark (tegeran). 10

3 2.2. Kajian Pustaka Pemukiman Kumuh Kawasan kumuh umumnya dikaitkan dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran tinggi. Kawasan kumuh dapat pula menjadi sumber masalah sosial seperti kejahatan, obat-obat terlarang dan minuman keras serta di berbagai wilayah, kawasan kumuh juga menjadi pusat masalah kesehatan karena kondisinya yang tidak higienis. Ciri lain permukiman kumuh adalah tingkat kepadatan yang tinggi dan kurangnya akses ke fasilitas umum dan sosial. Status permukiman kumuh seringkali tidak jelas, baik dari status administrasi dan hukum tanah, maupun kesesuaian dengan rencana tata ruang kota. Terkait status hukum atas tanah, biasanya hal ini yang membedakan permukiman kumuh (slum) dengan pemukiman liar (squatter). Penyebab munculnya permukiman kumuh Munculnya kawasan permukiman kumuh merupakan satu indikasi kegagalan program perumahan yang terlalu berpihak pada produksi rumah langsung terutama bagi masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas, dan prioritas program perumahan pada rumah milik dan mengabaikan potensi rumah sewa (Sueca, 2004:56-107). Secara umum, penyebab utama munculnya kumuh dapat berasal dari kondisi fisik dan non fisik penduduk bersangkutan. Kondisi fisik secara jelas dapat dilihat dari kondisi lingkungan penduduk yang rendah serta status kepemilikan lahan yang ilegal, sedangkan non fisik yaitu berkaitan dengan kemampuan ekonomi dan budaya penduduk tersebut. 11

4 Cara mengatasi permukiman kumuh Mengatasi masalah permukiman tidak terbatas pada perbaikan lingkungan fisik namun juga perlu penanaman kesadaran akan pentingnya lingkungan sehat dan tertata. Salah satu model penanganan kawasan permukiman kumuh adalah dengan konsep peremajaan dan pembangunan bertumpu pada masyarakat yang terbagi dalam: 1. Konsep Peremajaan Peremajaan permukiman kota adalah segala upaya dan kegiatan pembangunan yang terencana untuk mengubah/memperbaharui suatu kawasan terbangun di kota yang fungsinya sudah merosot atau tidak sesuai dengan perkembangan kota, sehingga kawasan tersebut dapat meningkat kembali fungsinya dan menjadi sesuai dengan pengembangan kota. Peningkatan fungsi dalam peremajaan kota dimaksudkan untuk memperbaiki tatanan sosial ekonomi di kawasan bersangkutan agar lebih mampu menunjang kehidupan kota secara lebih luas. Peremajaan harus dapat memecahkan kekumuhan secara mendasar, karenanya tidak hanya memberi alternatif pengganti lain yang pada kenyataannya dapat menimbulkan kekumuhan di tempat lain dan menjadikan beban baru bagi masyarakat, tetapi peremajaan harus tanpa menggusur dan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat secara umum, sehingga peremajaan yang antara lain dengan perbaikan fisik dipakai sebagai suatu alat untuk peningkatan taraf hidup, yang sekaligus memperbaiki pula kondisi fisik kota sejalan dengan program nasional penanggulangan kemiskinan. 12

5 2. Pembangunan bertumpu pada masyarakat Pembangunan yang bertumpu pada kelompok masyarakat secara umum dapat dikaitkan sebagai metode, proses, pendekatan dan bahkan pranata pembangunan yang meletakkan keputusan-keputusannya berdasarkan keputusan masyarakat. Tujuan dari pendekatan ini yaitu agar hasil pembangunan dapat diterima oleh masyarakat penghuni kawasan tersebut sesuai dengan kegiatan yang telah mereka laksanakan. Partisipasi masyarakat dalam pendekatan ini menjadi faktor penting dalam proses perencanaan dan perancangan program pembangunan. Hal yang dapat ditarik dari pendekatan untuk permukiman adalah metode partisipasi merupakan metode penting karena dengan metode ini keputusankeputusan pembangunan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat dapat diambil dan pendekatan partisipatif dalam konteks ini adalah bersifat langsung, pengertian masyarakat selalu diartikan kelompok yang langsung memiliki kepentingan dengan proses pembangunan permukiman yang terkait, maka seringkali pendekatan pembangunan bertumpu pada masyarakat dilakukan untuk pembangunan yang bersifat lokal dan berorientasi pada kepentingan-kepentingan lokal. 13

6 Redevelopment Danang Priatmodjo (Aqli, Adhianto dan Hajjar, 2003) menjelaskan bahwa redevelopment adalah salah satu golongan dalam garis besar pengembangan kawasan yang berarti menata kawasan kembali. Penghidupan kembali kawasan dilakukan dengan cara memperbaharui fisik dan non fisik kawasan (proses peremajaan), kemudian ketika proses dilakukan akan ditemui kebutuhan-kebutuhan baru sehingga dilakukan infill. Tujuan redevelopment adalah membuat nilai tambah yang dimiliki kawasan tersebut (perbaikan ekonomi atau mengikis kerawanan lingkungan) dan menciptakan kawasan dengan kualitas yang lebih baik. Metode Konsep Townscape (Papageorgiou, 1970) menjelaskan bahwa peremajaan kota menyelenggarakan kegiatan yang berkaitan dengan pembongkaran bangunan-bangunan yang rusak, yang memberi ciri lingkungan rusak dan menggantikannya dengan bangunan baru. Peremajaan kota juga termasuk usaha-usaha untuk menghidupkan berbagai kegiatan ekonomi di daerah yang rusak, dengan cara meningkatkan pendapatan keluarga hingga taraf hidup yang cukup sehingga memungkinkan mereka memperbaharui tempat-tempat tinggalnya. Keberhasilan peremajaan kota juga menuntut dikuasainya keterampilan yang cukup di dalam perencanaan dan perancangan, untuk meminimalkan kondisi-kondisi buruk pada lingkungan secara fisik pada awal pembangunan. Masalah utama lain di dalam peremajaan permukiman kota muncul sebagai akibat dari pemindahan penduduk berpendapatan rendah yang tinggal di dalam bangunan-bangunan yang akan dibongkar dan dipindahkan ke bangunan baru. 14

7 Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Pengertian rusunawa menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 18/PERMEN/M/2007 adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing digunakan secara terpisah, status penguasaannya sewa serta dibangun dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan fungsi utamanya sebagai hunian. Tujuan pembangunan rumah susun seperti yang tercantum dalam UU No. 16/1985, antara lain: 1) Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang menjalani kepastian hukum dalam pemanfaatannya dan 2) Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan permukiman yang lengkap, serasi dan seimbang. Pembangunan hunian bertingkat mempertimbangkan hal-hal berikut: a) Rumah susun terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut: bagian pribadi, yaitu satuan hunian rumah susun (sarusun), dengan luas lantai bangunan setiap unit rumah tidak lebih dari 45 m² bagian bersama, yaitu bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuansatuan rumah susun dan dapat berupa ruang untuk umum, struktur dan komponen kelengkapan rumah susun, prasarana lingkungan dan sarana lingkungan yang menyatu dengan bangunan rumah susun. 15

8 Benda bersama, yaitu benda yang terletak di atas tanah bersama di luar bangunan rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan rumah susun dan dapat berupa prasarana lingkungan dan sarana umum. Tanah bersama, yaitu bagian lahan yang dibangun rumah susun. b) Rumah susun harus dilengkapi sarana lingkungan yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya, termasuk sarana perniagaan, sarana ibadah, sarana kesehatan, sarana peribadatan, sarana pemerintahan dan pelayanan umum serta pertamanan. c) Bangunan rumah susun harus dilengkapi dengan alat transportasi bangunan, pintu dan tangga darurat kebakaran, alat dan sistem alarm kebakaran, alat pemadam kebakaran, penangkal petir, dan jaringanjaringan air bersih, saluran pembuangan air hujan, saluran pembuangan air limbah, tempat pewadahan sampah, tempat jemuran, kelengkapan pemeliharaan bangunan, jaringan listrik, generator listrik, gas, tempat untuk kemungkinan pemasangan jaringan telepon dan alat komunikasi lainnya, yang memenuhi persyaratan teknis, mengacu kepada Standar Nasional atau peraturan bangunan yang sudah ada. 16

9 Standar Nasional Indonesia (SNI) Tabel 1.4. Kebutuhan rumah susun berdasarkan kepadatan penduduk Klasifikasi Kawasan Kepadatan Rendah Kepadatan Sedang Kepadatan Tinggi Kepadatan Sangat Padat Kepadatan penduduk < 150 jiwa/ha jiwa/ha jiwa/ha > 400 jiwa/ha Kebutuhan Rumah Susun Alternatif (untuk kawasan tertentu) Disarankan (untuk pusatpusat kegiatan kota dan kawasan tertentu) Disyaratkan (peremajaan lingkungan permukiman kota) Sumber: SNI , Tata cara perencanaan kawasan perumahan kota. Disyaratkan (peremajaan lingkungan permukiman kota) Tabel 1.5. Kebutuhan lahan bagi sarana pada unit Kelurahan ( jiwa penduduk) Sarana Luas lahan minimal (m²) Kantor kelurahan Pos kamtib 200 Pos pemadam kebakaran 200 Agen pelayanan pos 72 Loket pembayaran air bersih 60 Loket pembayaran listrik 60 Telepon umu, bis surat, bak sampah besar 60 Parkir umum (standar satuan parkir 25 m²) 500 Balai serba guna/balai karang taruna Luas lantai minimal 500 m² Parkir umum yang disediakan akan diintegrasikan antara kebutuhan kantor kelurahan dengan kebutuhan gedung serba guna/balai karang taruna ini. Tempat sampah pada lingkup Kelurahan berupa bak sampah besar, merupakan tempat pembuangan sementara sampah-sampah dari lingkungan RW yang diangkut gerobak sampah, dengan ketentuan sebagai berikut: - kapasitas bak sampah besar minimal m³ - sampah diangkut 3 x 1 minggu (dari bak sampah RW ke bak sampah Kelurahan) - sampah diangkut 3 x 1 minggu (dari bak sampah Kelurahan ke TPA kota) Sumber: Pedoman Teknis Pelaksanaan Pembangunan Komponen Prasarana dan Sarana Dasar (PSD), Perbaikan Lingkungan Perumahan Kota, Buku 2, Direktorat Bina Teknik, Ditjen Cipta Karya,

10 Sustainable Neighbourhood Sustainable Neighbourhood meliputi 3 aspek, yakni ekonomi, ekologi, dan sosial, dengan penjelasan sebagai berikut Economic Sustainability Konsep modern yang mendasari keberlanjutan ekonomi dilakukan dengan cara memaksimalkan aliran pendapatan yang bisa dihasilkan dan mempertahankan persediaan aset (modal) yang menghasilkan pendapatan ini. Efisiensi ekonomi memainkan peran kunci dalam memastikan konsumsi yang optimal dan produksi. Ketahanan sistem ekonomi lebih baik dinilai oleh kemampuan untuk memberikan layanan ekonomi dan mengalokasikan sumber daya secara efisien dalam menghadapi guncangan besar (misalnya, 1973 guncangan harga minyak atau kekeringan parah). Environmental Sustainability Penafsiran lingkungan keberlanjutan yang berfokus pada kelangsungan hidup secara keseluruhan dan sistem kehidupan. Ide-ide ini berlaku untuk alam (liar) dan dikelola (pertanian), padang gurun, pedesaan serta perkotaan. 18

11 Ketahanan adalah potensi keadaan sistem untuk mempertahankan struktur/fungsi dalam menghadapi gangguan. Petersen berpendapat bahwa ketahanan ekosistem yang diberikan tergantung pada kelangsungan proses ekologi yang terkait pada kedua skala spasial yang lebih besar dan lebih kecil. Kapasitas adaptif merupakan aspek ketahanan yang mencerminkan unsur pembelajaran perilaku sistem dalam menanggapi gangguan. Sistem alamiah cenderung lebih rentan terhadap perubahan eksternal yang cepat dibandingkan dengan sistem sosial. Hal ini sejalan dengan output dan pertumbuhan sebagai indikator dinamika dalam sistem ekonomi. Organisasi bergantung pada kompleksitas dan struktur suatu sistem ekologi atau biologi, sebagai contoh, sebuah organisme multiseluler seperti manusia lebih sangat terorganisir (memiliki lebih beragam sub komponen dan interkoneksi di antara mereka). Sumber utama dari energi ini radiasi matahari, dalam konteks ini, degradasi sumber daya alam, polusi dan hilangnya keanekaragaman hayati yang merugikan karena mereka meningkatkan kerentanan, merusak sistem kesehatan, dan mengurangi ketahanan. Ciriacy-Wantrup memperkenalkan ide ambang batas aman (juga terkait dengan daya dukung), yang penting - sering untuk menghindari bencana runtuhnya ekosistem. Keberlanjutan dapat dipahami juga dalam hal fungsi normal dan umur panjang dari hirarki bersarang sistem ekologi dan sosial ekonomi, memerintahkan menurut skala. Social Sustainability Kuantitas dan kualitas dari interaksi sosial yang mendasari kehidupan manusia, termasuk tingkat saling percaya dan tingkat norma-norma sosial 19

12 bersama, membantu untuk menentukan persediaan modal sosial, dengan demikian modal sosial cenderung tumbuh dengan penggunaan yang lebih besar dan mengikis melalui penggunaan yang dilakukan, seperti modal ekonomi dan lingkungan yang nilainya menyusut akibat digunakan. Selain itu, beberapa bentuk modal sosial dapat membahayakan (misalnya, kerjasama dalam kelompok-kelompok kriminal dapat menguntungkan mereka, tetapi membebankan biaya jauh lebih besar pada komunitas yang lebih besar). Mengurangi kerentanan dan menjaga kesehatan (yaitu, ketahanan, kekuatan dan organisasi) sistem sosial dan budaya, dan kemampuan mereka untuk menahan guncangan. Meningkatkan sumber daya manusia (melalui pendidikan) dan penguatan nilai-nilai sosial, lembaga dan ekuitas akan meningkatkan ketahanan sistem sosial dan tata kelola. Munasinghe menarik kesejajaran antara peran masing-masing keanekaragaman hayati dan budaya keragaman dalam melindungi ketahanan sistem ekologi dan sosial, serta keterkaitan antara mereka. Memahami link yang memancar keluar dari masyarakat miskin, dan dengan instansi dan pemerintah sangat penting untuk membina hubungan dan menyalurkan sumber daya secara lebih langsung untuk membuat pembangunan sosial yang lebih berkelanjutan. Penekanan kadang-kadang ditempatkan pada pembentukan organisasi baru di tingkat masyarakat, yang kadang-kadang merusak jaringan yang ada dan kelompokkelompok lokal, akhirnya menyebabkan penduduk setempat merasa bahwa mereka tidak memiliki saham atau kepemilikan dalam proyek tersebut. Fokus pada perbaikan tata kelola dengan memberikan masyarakat miskin hak untuk berpartisipasi dalam keputusan yang mempengaruhi mereka. Bekerja dengan 20

13 modal sosial berbasis masyarakat yang ada menghasilkan jalur untuk tuas orang ke atas dari kemiskinan Teori Kevin Lynch Citra kota Teori mengenai citra place sering disebut sebagai milestone, suatu teori penting dalam perancangan kota, karena sejak tahun 1960-an, teori citra kota mengarahkan pandangan pada perancangan kota ke arah yang memperhatikan pikiran terhadap kota dari orang yang hidup di dalamnya. Teori-teori berikutnya sangat dipengaruhi oleh teori tokoh ini. Teori ini diformulasikan oleh Kevin Lynch, seorang tokoh peneliti kota. Risetnya didasarkan pada citra mental jumlah penduduk dari kota tersebut, dalam risetnya, ia menemukan betapa pentingnya citra mental itu karena citra yang jelas akan memberikan banyak hal yang sangat penting bagi masyarakatnya, seperti kemampuan untuk berorientasi dengan mudah dan cepat disertai perasaan nyaman karena tidak merasa tersesat, identitas yang kuat terhadap suatu tempat dan keselarasan hubungan dengan tempat-tempat yang lain. a. Definisi dan prinsip citra perkotaan Citra kota adalah gambaran mental dari sebuah kota sesuai dengan ratarata pandangan masyarakat sekitarnya, berdasarkan analisis tersebut, Lynch menemukan tiga komponen yang sangat mempengaruhi gambaran mental orang terhadap suatu kawasan, yaitu: (1) potensi dibacakan sebagai identitas; artinya, orang dapat memahami gambaran perkotaan (identifikasi objek-objek, perbedaan antara objek, perihal yang dapat diketahui); 21

14 (2) potensi disusun sebagai struktur; artinya, orang dapat melihat pola perkotaan (hubungan objek-objek, hubungan subjek-subjek, pola yang dapat dilihat); (3) potensi dibayangkan sebagai makna; artinya, orang dapat mengalami ruang perkotaan (arti objek-objek, arti subjek-objek, rasa yang dapat dialami). b. Lima elemen citra kota Elemen-elemen yang dipakai untuk mengungkapkan citra kota menurut Kevin Lynch (1960) dapat dibagi menjadi lima elemen, yaitu path (jalur), edge (tepian), distric (kawasan), node (simpul) serta landmark (tengeran). Setiap elemen citra tersebut akan dijelaskan satu demi satu, serta akan diilustrasikan salah satu contoh keadaannya, yaitu Yogyakarta. Landmark (tengaran) adalah elemen tetenger atau penanda suatu citra kota, karena yang akan menjual image sebuah kota terhadap tempat lain. Edge (tepian) adalah elemen linear yang tidak dipakai/dilihat sebagai path. Edge berada pada batas misalnya pantai, tembok, batasan antara lintasan kereta api, topografi dan antara dua kawasan tertentu dan berfungsi sebagai pemutus linear, sebagainya. Edge lebih bersifat sebagai referensi daripada misalnya elemen sumbu yang bersifat koordinasi (linkage). Edge merupakan penghalang walaupun kadang-kadang ada tempat untuk masuk. Edge merupakan pengakhiran dari sebuah distrik atau batasan sebuah distrik dengan yang lainnya. Edge memiliki identitas yang 22

15 lebih baik jika kontinuitas tampak jelas batasnya, demikian juga fungsi batasnya harus jelas; membagi atau menyatukan. Path (jalur) adalah elemen yang paling penting dalam citra kota. Kevin Lynch menemukan dalam risetnya bahwa jika identitas elemen ini tidak jelas, maka kebanyakan orang meragukan rute-rute sirkulasi yang biasanya digunakan orang untuk melakukan pergerakan secara umum, yakni jalan, gang-gang utama, jalan transit, lintasan kereta api, saluran dan sebagainya. Path mempunyai identitas yang lebih baik kalau memiliki tujuan dasar yang besar (misalnya ke stasiun, tugu, alun-alun dan lainlain), serta ada penampakan yang kuat (misalnya fasad, pohon dan lainlain) atau ada tikungan yang jelas. District (kawasan) merupakan kawasan-kawasan kota dalam skala dua dimensi. Sebuah kawasan district memiliki ciri khas yang mirip (bentuk, pola dan wujudnya) dan khas juga dalam batasnya, dimana orang merasa harus mengakhiri atau memulainya. Distrik dalam kota mempunyai identitas yang lebih baik jika ditampilkan batasnya dibentuk dengan jelas dan dapat dilihat homogen, serta fungsi dan posisinya jelas. Node (simpul) merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis dimana arah atau aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah ke arah atau aktivitas lain, misalnya pada persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan terbang dan jembatan. Kota secara keseluruhan dalam skala makro besar, pasar, taman, square dan sebagainya. Node adalah satu tempat dimana orang mempunyai perasaan masuk dan keluar dalam tempat yang sama. Node mempunyai identitas yang lebih baik jika 23

16 tempatnya memiliki bentuk yang jelas (karena lebih mudah diingat), serta tampilan yang berbeda dari lingkungannya baik fungsi maupun bentuknya. Sepuluh pola karakteristik yang harus diperhatikan dalam proses analisis terhadap elemen-elemen perkotaan ialah: - ketajaman batas elemen; - kesederhanaan bentuk elemen secara geometris; - kontinuitas elemen; - pengaruh yang terbesar antara elemen; - tempat hubungan antara elemen; - perbedaan antara elemen; - artikulasi antara elemen; - orientasi antara elemen; - pergerakan antara elemen; - nama dan arti elemen. 24

17 2.3. Studi Banding terkait Citra Kawasan Kotatua Gambar 1.1. Peta kota Batavia pada masa lalu Gambar 1.2. Peta kota Batavia pada saat ini Zonasi 1: Sunda Kelapa, yang batasnya ke arah utara dari bentangan rel kereta api. Karakter zona ini adalah bahari yang didominasi dengan perkampungan etnik dan pergudangan, langgam merespon iklim laut. Visi pengembangannya adalah menyemarakkan aktivitas kebaharian. Zonasi 2: Fatahillah, yang batasnya adalah sekitar Taman Fatahillah, Kalibesar dan Taman Beos. Karakter asal zona ini adalah kota lama dengan populasi bangunan tua terbanyak. Visi pengembangannnya adalah memori 25

18 masa lalu, yang memberi fungsi baru sebagai museum, industri kreatif dan fungsi campuran. Pada zonasi ini dikenakan retriksi yang ketat demi pelestarian kawasan. Zonasi 3: Pecinan, yang batasnya adalah sekitar Glodok Pancoran. Karakter zona budaya etnik Cina baik kehidupannya maupun lingkungan arsitekturnya, sedangkan visi pengembangannnya adalah pelestarian bangunannya dan tetap mempertahankan kehidupan. Zonasi 4: Pakojan, yang batasnya adalah sekitar Pakojan, Jembatan Lima dan Bandengan. Karakter zonanya adalah budaya religius karena pada zona ini terdapat beberapa masjid tua. Visi pengembangannya adalah kampung multi etnis. Zonasi 5: Kawasan Peremajaan, yang batasnya adalah dari Pancoran ke arah Jalan Gajah Mada (Gedung Arsip). Visi pengembangan zonasi ini adalah pusat bisnis Kotatua. Penerapan teori dalam kawasan Teori Place Kevin Lynch yang akan visual Valuation dipilih karena menyatakan bahwa image kota dibentuk oleh 5 elemen pembentuk wajah kota, yaitu: 1. Batasan (edges) Masa Perkembangan Jakarta Modern ( ), pada masa ini batas Kawasan Pecinan sebelah utara dan timur berupa jalan, sebelah timur dan selatan berupa sungai, yaitu Kali Krukut, sebelah barata adalah Jalan Kali Besar dan Pinangsia. 26

19 2. Sumbu Kawasan (Nodes) Berdasarkan analisa, nodes utama di Kawasan Pecinan ada empat, pertama adalah Pertigaan Jalan Pancoran, karena bisa meghubungkan Glodok Plaza dan Pasar Asemka. Sumbu kedua adalah Glodok Plaza, sumbu ketiga adalah pertokoan dan sumbu keempat adalah Pasar Asemka. 3. Kelompok District bangunan (districts) Saat ini, luas kawasan pemukiman Cina menjadi semakin kecil dibanding masa sebelumnya dengan perbandingan luas lahan terbangun dan tidak terbangun sebesar 95:5, karakter morfologi kawasan tersebut, diantaranya: Dominasi bangunan deret dan ruko bernuansa langgam Cina. Sebagian berupa kawasan perkampungan dan sebagian lainnya bangunan urban. Bentuknya tidak beraturan. Tidak terasa adanya sumbu kawasan. Tdak adanya ruang terbuka sebagai pusat komunitas. Memiliki banyak gang sempit disekitar perkampungannya. Gambar 1.3. District Setelah dibuat penzoningan distriknya, akan terlihat karakteristik bangunan yang berada di kawasan tersebut, ternyata setiap pengelompokkan zona mempunyai fungsi kegiatannya masing-masing, zona tersebut meliputi bangunn pertokoan, tempat ibadah, kawasan perdagangan besar dan pemukiman. 27

20 4. Sirkulasi Jalan (Path) Saat ini seluruh jalan di kawasan tapak berupa jalan aspal dengan kondisi perkerasan baik yang terdiri dari jalan raya, pedestrian dan gang. Lokasi tapak dapat diakses dari berbagai macam jalan, diantaranya Jalan Pancoran, Asemka dan Kali Besar Selatan. Gambar 1.4. Sirkulasi jalan (path) 5. Penanda Kawasan (Landmark) Kawasan Pecinan sebenarnya tidak mempunyai bangunan khas yang dapat dijadikan menjadi sebuah landmark, namun landmark yang paling tepat untuk kawasan Glodok saat ini adalah Glodok Plaza, karena Glodok Plaza merupakan bangunan yang paling besar di kawasan tersebut dan sudah terkenal sebagai kawasan perdagangan. 28

21 2.4. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah upaya meningkatkan citra kawasan pemukiman dapat dilihat dari potensi yang dominan di kawasan. Potensi kawasan yang berada di Klender berupa sungai jagal, dimana sungai tersebut menjadi potensi yang dominan untuk dikembangkan. Peningkatan citra kawasan pemukiman tersebut dapat dilihat dengan menggunakan teori Kevin Lynch yang diimplementasikan dalam rancangan pada kawasan pemukiman tersebut. Kerangka Pikir Judul Peremajaan Kawasan Pemukiman Kumuh dengan Implementasi Teori Kevin Lynch di Klender Latar Belakang Masalah Klender dipadati oleh pemukiman kumuh Permasalahan Kawasan pemukiman di Klender belum memiliki citra kawasan pemukiman yang jelas, sehingga tidak belum mendukung dan mewujudkan sustainable neighbourhood Maksud dan Tujuan Memperjelas citra kawasan pemukiman dari lokasi penelitian tersebut Pengumpulan Data Observasi terkait dengan citra kawasan pemukiman Analisa Analisa deskriptif kualitatif Konsep Bangunan dan Lingkungan Menciptakan citra kawasan pemukiman yang baik berdasarkan potensi lingkungan yang berada di sekitar lokasi penelitian Skematik Desain Perancangan 29

22 ANALISA MANU -Sustainable Neig - Demografi Pend - Waktu Kegiatan - Sosial Budaya da ANALISA BANG - Gubahan Massa - Pencapaian ke B - Besaran Unit Hu - Sirkulasi Horiso Vertikal - Tampak Bangun - Modul dan Struk - Utilitas - Tahap Pemban 2.5. Skema Pembahasan TUJUAN : MELAKUKAN PENATAAN KEMBALI TERHADAP PEMUKIMAN KUM DENGAN IMPLEMENTASI TEORI KEVIN LYNCH DI KLENDER PENGENALAN TEORI METODE ANALISA PEREMAJAAN PEMUKIMAN KUMUH DI KLENDER - Latar Belakang - Masalah/Isu Pokok - Formulasi Masalah - Ruang Lingkup - Tujuan Penelitian - Tinjuan Pustaka - Sistematika Penulisan LOKASI - Variabel Penelitian BAHASAN - Kajian Pustaka -Studi Banding terkait Citra Kawasan - Hipotesis - Skematik Pembahasan METODE DATA DAN ANALISA - Metode Perolehan Data - Metode Analisa Data - Tahapan Penelitian DESKRIPSI TAP ANALISA CITRA KAWASAN ANALISA LINGK - Letak dan Posisi Terhadap Kota J - Orientasi Terhad Matahari dan An - Kegiatan Lingku - Utilitas Kota - Sirkulasi di Tapa - Pola Jalan - Pola Hijau dan R Terbuka -Sustainable Neig BAB 1 : PENDAHULUAN BAB 2 : LANDASAN TEORI BAB 3 : METODE PENELITIAN BAB 4 : HASIL DAN BAH 30

Identitas, suatu objek harus dapat dibedakan dengan objek-objek lain sehingga dikenal sebagai sesuatu yang berbeda atau mandiri.

Identitas, suatu objek harus dapat dibedakan dengan objek-objek lain sehingga dikenal sebagai sesuatu yang berbeda atau mandiri. PENDAHULUAN.1 Latar Belakang Dalam memahami citra kota perlu diketahui mengenai pengertian citra kota, elemenelemen pembentuk citra kota, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan citra kota dan metode

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta Timur, disebut Jatinegara Kaum karena di sana terdapat kaum, dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta Timur, disebut Jatinegara Kaum karena di sana terdapat kaum, dimana BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lokasi penelitian ini terletak di Klender, kelurahan Jatinegara Kaum, Jakarta Timur, disebut Jatinegara Kaum karena di sana terdapat kaum, dimana kata kaum diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut Ratu dari Timur ( Queen of the east ). Kejadian kejadian sejarah termasuk

BAB I PENDAHULUAN. disebut Ratu dari Timur ( Queen of the east ). Kejadian kejadian sejarah termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batavia yang merupakan cikal bakal kota jakarta saat ini mempunyai sejarah yang panjang, dalam berbagai masa, perubahan, perombakan dan pembangunan. Ia mengalami masa

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah susun ini dirancang di Kelurahan Lebak Siliwangi atau Jalan Tamansari (lihat Gambar 1 dan 2) karena menurut tahapan pengembangan prasarana perumahan dan permukiman

Lebih terperinci

PEREMAJAAN KAWASAN PEMUKIMAN KUMUH DENGAN IMPLEMENTASI TEORI KEVIN LYNCH DI KLENDER

PEREMAJAAN KAWASAN PEMUKIMAN KUMUH DENGAN IMPLEMENTASI TEORI KEVIN LYNCH DI KLENDER PEREMAJAAN KAWASAN PEMKIMAN KMH DENGAN IMPLEMENTASI TEORI KEVIN LYNCH DI KLENDER Cynthia, Michael Tedja dan Indartoyo Jurusan Arsitektur, niversitas Bina Nusantara, Jalan K.H. Syahdan No. 9, Kemanggisan,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Posisi Makro terhadap DKI Jakarta. Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6 12 LS and 106 48 BT.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat (KBBI, 2005:854).

Lebih terperinci

PRILAKU SPASIAL (BEHAVIOUR ENVIRONMENT) PRILAKU SPASIAL PERASAAN TENTANG TEMPAT (SENSE OF PLACE) TERITORIALITAS (TERRITORIALITY)

PRILAKU SPASIAL (BEHAVIOUR ENVIRONMENT) PRILAKU SPASIAL PERASAAN TENTANG TEMPAT (SENSE OF PLACE) TERITORIALITAS (TERRITORIALITY) PRILAKU SPASIAL (BEHAVIOUR ENVIRONMENT) Prilaku spasial, adalah tanggapan yang mencakup perasaan dan pikiran yang kemudian memunculkan tindakan atau prilaku pemakai dalam kaitannya dengan objek arsitektur

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN Ruang Lingkup Penelitian Untuk Rancangan. Penelitian tentang upaya Perancangan Kembali Pasar Karangploso

BAB III METODE PERANCANGAN Ruang Lingkup Penelitian Untuk Rancangan. Penelitian tentang upaya Perancangan Kembali Pasar Karangploso BAB III METODE PERANCANGAN 3.1 Proses Perancangan 3.1.1 Ruang Lingkup Penelitian Untuk Rancangan Penelitian tentang upaya Perancangan Kembali Pasar Karangploso Kabupaten Malang ini mempunyai ruang lingkup

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang. BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Seiring dengan perkembangan Kota DKI Jakarta di mana keterbatasan lahan dan mahalnya harga tanah menjadi masalah dalam penyediaan hunian layak bagi masyarakat terutama

Lebih terperinci

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3 LAMPIRAN VI : PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN TABEL-2 KLASIFIKASI ZONA DAN SUB ZONA HIRARKI I fungsi lindung adm fungsi

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

PERANCANGAN ARSITEKTUR dan PERANCANGAN KOTA

PERANCANGAN ARSITEKTUR dan PERANCANGAN KOTA PERANCANGAN ARSITEKTUR dan PERANCANGAN KOTA TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Setelah mengikuti kuliah ini, mahasiswa Magister Manajemen Pembangunan Kota Semester 2 akan dapat menjelaskan hubungan perancangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelaksanaan Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan juga dapat diartikan sebagai suatu rencana realistis, praktis dan pragmatis yang telah

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. V.1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. V.1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan Gambar 5.1 Lokasi Proyek Luas total perancangan Luas bangunan : 26976 m 2 Luas tapak : 7700 m 2 KDB 60% : 4620 m 2

Lebih terperinci

PEMETAAN TINGKAT RESIKO KEKUMUHAN DI KELURAHAN PANJISARI KABUPATEN LOMBOK TENGAH. Oleh:

PEMETAAN TINGKAT RESIKO KEKUMUHAN DI KELURAHAN PANJISARI KABUPATEN LOMBOK TENGAH. Oleh: JurnalSangkareangMataram 9 PEMETAAN TINGKAT RESIKO KEKUMUHAN DI KELURAHAN PANJISARI KABUPATEN LOMBOK TENGAH Oleh: Indah Arry Pratama Dosen Fakultas Teknik Universitas Nusa Tenggara Barat Abstrak: Perkembangan

Lebih terperinci

TEORI PERANCANGAN KOTA. Pengantar Perancangan Perkotaan

TEORI PERANCANGAN KOTA. Pengantar Perancangan Perkotaan TEORI PERANCANGAN KOTA Pengantar Perancangan Perkotaan Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Pancasila Cynthia Puspitasari 9 Mei 2017 Bahasan hari ini: 1. Urban spatial design theory 2. The Image

Lebih terperinci

BAB V KONSEP. perencanaan Rumah Susun Sederhana di Jakarta Barat ini adalah. Konsep Fungsional Rusun terdiri dari : unit hunian dan unit penunjang.

BAB V KONSEP. perencanaan Rumah Susun Sederhana di Jakarta Barat ini adalah. Konsep Fungsional Rusun terdiri dari : unit hunian dan unit penunjang. BAB V KONSEP V. 1. KONSEP DASAR PERENCANAAN Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di awal, maka konsep dasar perencanaan Rumah Susun Sederhana di Jakarta Barat ini adalah. Menciptakan sebuah ruang

Lebih terperinci

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL Rencana Lanskap Berdasarkan hasil analisis data spasial mengenai karakteristik lanskap pemukiman Kampung Kuin, yang meliputi pola permukiman, arsitektur bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui

Kata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui Kata Pengantar Kabupaten Bantul telah mempunyai produk Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul yang mengacu pada Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007. Produk Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman kumuh di kota yang padat penduduk atau dikenal dengan istilah urban

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman kumuh di kota yang padat penduduk atau dikenal dengan istilah urban BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Jakarta sebagai ibu kota negara yang terus berkembang mengalami permasalahan dalam hal penyediaan hunian yang layak bagi warga masyarakatnya. Menurut data kependudukan,

Lebih terperinci

5.1 KEBIJAKSANAAN DASAR PENGEMBANGAN KOTA

5.1 KEBIJAKSANAAN DASAR PENGEMBANGAN KOTA 5.1 KEBIJAKSANAAN DASAR PENGEMBANGAN KOTA Pengembangan Kawasan Kota Sei Rampah sebagai bagian dari Pembangunan Kabupaten Serdang Bedagai, pada dasarnya juga mempunyai tujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina dan dikembangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Kampung Ngampilan RW I Kelurahan Ngampilan Kecamatan Ngampilan di

BAB 1 PENDAHULUAN Kampung Ngampilan RW I Kelurahan Ngampilan Kecamatan Ngampilan di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Kampung Ngampilan RW I Kelurahan Ngampilan Kecamatan Ngampilan di Yogyakarta Kampung Ngampilan RW I secara geografis terletak di daerah strategis Kota Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Menurut Avelar et al dalam Gusmaini (2012) tentang kriteria permukiman kumuh, maka permukiman di Jl. Simprug Golf 2, Kelurahan Grogol Utara, Kecamatan Kebayoran

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon 41928 K I S A R A N 2 1 2 1 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB IV ANALISA PERENCANAAN BAB IV ANALISA PERENCANAAN 4.1. Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PENYEDIAAN, PENYERAHAN, DAN PENGELOLAAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang

BAB III METODE PERANCANGAN. dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang BAB III METODE PERANCANGAN Dalam perancangan Rumah Susun Sederhana Sewa, telah dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang bertujuan untuk menunjang proses perancangan selanjutnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI Halaman Judul... i Halaman Pernataan Orisinalitas... ii Halaman Pengesahan... iii Halaman PersetujuanPublikasi... iv Abstrak... v Kata Pengantar... vi Daftar Isi... vii Daftar Gambar... x Daftar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perumahan merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar, dan dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan rendah

Lebih terperinci

Syarat Bangunan Gedung

Syarat Bangunan Gedung Syarat Bangunan Gedung http://www.imland.co.id I. PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia sedang giatnya melaksanakan kegiatan pembangunan, karena hal tersebut merupakan rangkaian gerak perubahan menuju kepada

Lebih terperinci

BAB III. Metode Perancangan. Perancangan sentra industri batu marmer di Kabupaten Tulungagung

BAB III. Metode Perancangan. Perancangan sentra industri batu marmer di Kabupaten Tulungagung BAB III Metode Perancangan Perancangan sentra industri batu marmer di Kabupaten Tulungagung diperlukan untuk meningkatkan perekonomaian di sekitar Kecamatan Campurdarat dan Kecamatan Besuki. Metode perancangan

Lebih terperinci

VII. PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

VII. PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 46 VII. PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 7.1. Perencanaan Alokasi Ruang Konsep ruang diterjemahkan ke tapak dalam ruang-ruang yang lebih sempit (Tabel 3). Kemudian, ruang-ruang tersebut dialokasikan ke dalam

Lebih terperinci

KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUANG KOMUNAL KELURAHAN KEMLAYAN SEBAGAI KAMPUNG WISATA DI SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR KONTEKSTUAL

KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUANG KOMUNAL KELURAHAN KEMLAYAN SEBAGAI KAMPUNG WISATA DI SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR KONTEKSTUAL KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUANG KOMUNAL KELURAHAN KEMLAYAN SEBAGAI KAMPUNG WISATA DI SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR KONTEKSTUAL Oleh : Adisti Bunga Septerina I.0208090s FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang terus membenahi dirinya melalui pembangunan di segala bidang agar dapat menjadi negara yang makmur setara dengan negara-negara maju

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan Yang menjadi dasar dari perencanaan dan perancangan Mesjid di Kebon Jeruk adalah : Jumlah kapasitas seluruh mesjid pada wilayah

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5883 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 101). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di wilayah perkotaan. Salah satu aspek

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KORIDOR JALAN RAYA SERPONG KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1. Building form Bentuk dasar yang akan digunakan dalam Kostel ini adalah bentuk persegi yang akan dikembangkan lebih lanjut.

Lebih terperinci

ISSN No Jurnal Sangkareang Mataram 27 PEMETAAN TINGKAT RESIKO KEKUMUHAN DI LINGKUNGAN JURING LENENG KABUPATEN LOMBOK TENGAH.

ISSN No Jurnal Sangkareang Mataram 27 PEMETAAN TINGKAT RESIKO KEKUMUHAN DI LINGKUNGAN JURING LENENG KABUPATEN LOMBOK TENGAH. ISSN No. 2355-9292 Jurnal Sangkareang Mataram 27 PEMETAAN TINGKAT RESIKO KEKUMUHAN DI LINGKUNGAN JURING LENENG KABUPATEN LOMBOK TENGAH Oleh: Indah Arry Pratama Dosen Fakultas Teknik Universitas Nusa Tenggara

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Perencanaan dan Perancangan V.1.1 Topik dan Tema Proyek Hotel Kapsul ini menggunakan pendekatan sustainable design sebagai dasar perencanaan dan perancangan.

Lebih terperinci

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif MINGGU 7 Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan : Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan : a. Permasalahan tata guna lahan b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif Permasalahan Tata Guna Lahan Tingkat urbanisasi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 12 2016 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENYERAHAN PRASARANA,

Lebih terperinci

BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI

BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI Bab ini memberikan arahan dan rekomendasi berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada kawasan studi, dengan membawa visi peningkatan citra Kawasan Tugu Khatulistiwa

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Konsep Perancangan dari 5 Elemen Kawasan. berdasarkan Teori Kevin Lynch menyimpulkan bahwa dari 5 elemen yang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Konsep Perancangan dari 5 Elemen Kawasan. berdasarkan Teori Kevin Lynch menyimpulkan bahwa dari 5 elemen yang BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Konsep Perancangan dari 5 Elemen Kawasan Hasil Indentifikasi yang dilakukan pada Kawasan Pasar Ikan dengan berdasarkan Teori Kevin Lynch menyimpulkan bahwa dari 5

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. No.42, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 11/PERMEN/M/2008 TENTANG PEDOMAN KESERASIAN

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB III: DATA DAN ANALISA BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik 2.1.1. Data Fisik Lokasi Luas Lahan Kategori Proyek Pemilik RTH Sifat Proyek KLB KDB RTH Ketinggian Maks Fasilitas : Jl. Stasiun Lama No. 1 Kelurahan

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. VISI DAN MISI DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN Visi adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai melalui penyelenggaraan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) pengertian Penataan bangunan dan lingkungan : adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki,mengembangkan atau melestarikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Proyek. 1.2 Tujuan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Proyek. 1.2 Tujuan Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek Pertumbuhan penduduk dan meningkatnya taraf kehidupan kota menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan fasilitas perkotaan yang lebih terencana. Hal ini terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. juta jiwa. Sedangkan luasnya mencapai 662,33 km 2. Sehingga kepadatan

BAB 1 PENDAHULUAN. juta jiwa. Sedangkan luasnya mencapai 662,33 km 2. Sehingga kepadatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta merupakan ibu kota Indonesia yang termasuk dalam 14 kota terbesar di dunia. Berdasarkan data sensus penduduk dari Badan Pusat Statistik, pada tahun 2009 Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemukiman kumuh merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir semua kota kota besar di Indonesia bahkan kota-kota besar di negara berkembang lainnya. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan dengan kompleksitas permasalahan yang ada di tambah laju urbanisasi yang mencapai 4,4% per tahun membuat kebutuhan perumahan di perkotaan semakin meningkat,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. Mengingat : 1. bahwa rumah merupakan

Lebih terperinci

WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 17 TAHUN 2016

WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 17 TAHUN 2016 WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Pengertian Dasar Rusunawa Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah mencapai 40,7% (Maran, 2003). Di Indonesia, persentase penduduk kota mencapai 42,4% pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang proyek

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang proyek BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang proyek Di ibukota Jakarta, penduduknya lebih banyak adalah para pendatang dari luar daerah Jakarta untuk mencari pekerjaan. Mereka berasal dari

Lebih terperinci

Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun

Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun MINGGU 4 Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun Lingkungan Alamiah Dan Buatan Manusia Para dipahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kampung kota adalah fenomena yang timbul dari pesatnya pembangunan perkotaan akibat besarnya arus urbanisasi dari desa menuju ke kota. Menurut Rahmi dan Setiawan dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kampus

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kampus TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kampus Lanskap merupakan ruang di sekeliling manusia, tempat mereka melakukan aktivitas sehari-hari sehingga menjadi pengalaman yang terus menerus di sepanjang waktu. Simond (1983)

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK )

IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK ) IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK ) Bagus Ahmad Zulfikar 1) ; Lilis Sri Mulyawati 2), Umar Mansyur 2). ABSTRAK Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

BAB V LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR STASIUN INTERMODA DI TANGERANG

BAB V LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR STASIUN INTERMODA DI TANGERANG BAB V LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR STASIUN INTERMODA DI TANGERANG 5.1 KONSEP DASAR PERENCANAAN Berdasarkan dari uraian bab sebelumnya mengenai analisis dan pemikiran didasarkan

Lebih terperinci

REVITALISASI KAWASAN PASAR IKAN SUNDA KELAPA SEBAGAI KAWASAN WISATA BAHARI DI JAKARTA

REVITALISASI KAWASAN PASAR IKAN SUNDA KELAPA SEBAGAI KAWASAN WISATA BAHARI DI JAKARTA REVITALISASI KAWASAN PASAR IKAN SUNDA KELAPA SEBAGAI KAWASAN WISATA BAHARI DI JAKARTA Sukoco Darmawan, Nina Nurdiani, Widya Katarina JurusanArsitektur, Universitas Bina Nusantara, Jl. K.H. Syahdan No.

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PRT/M/2016 TENTANG PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN TA Latar Belakang PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN TA Latar Belakang PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG DI YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika dalam sebuah kota tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan yang membawa kemajuan bagi sebuah kota, serta menjadi daya tarik bagi penduduk dari wilayah lain

Lebih terperinci

LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan

LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN Zona (berdasarkan Kawasan Lindung Kawasan Hutan Manggrove (Hutan Bakau Sekunder); Sungai, Pantai dan Danau; Rel Kereta Api pelindung ekosistim bakau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

5 elements IMAGES OF THE CITY ( KEVIN A. LYNCH )

5 elements IMAGES OF THE CITY ( KEVIN A. LYNCH ) IMAGES OF THE CITY ( KEVIN A. LYNCH ) Jalur (paths) Tepian (edges) Kawasan (district) Simpul (nodes) Tengaran (landmark) 5 elements paths, the streets, sidewalks, trails, and other channels in which people

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Struktur penelitian ini berhubungan dengan ekologi-arsitektur yaitu hubungan interaksi ekosistem mangrove dengan permukiman pesisir Desa Tanjung Pasir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan(PLP2K-BK) 1 Buku Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan(PLP2K-BK) 1 Buku Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis BAB I PENDAHULUAN 1.4. Latar Belakang Permukiman kumuh merupakan permasalahan klasik yang sejak lama telah berkembang di kota-kota besar. Walaupun demikian, permasalahan permukiman kumuh tetap menjadi

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG KONDOMINIUM HOTEL ( KONDOTEL) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG KONDOMINIUM HOTEL ( KONDOTEL) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG KONDOMINIUM HOTEL ( KONDOTEL) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa seiring dengan pesatnya perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang I.1.1. Kampus Menjadi Generator Pertumbuhan Ekonomi Bagi Daerah Disekitarnya 1

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang I.1.1. Kampus Menjadi Generator Pertumbuhan Ekonomi Bagi Daerah Disekitarnya 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Kampus Menjadi Generator Pertumbuhan Ekonomi Bagi Daerah Disekitarnya 1 Posisi Bulaksumur dan Sekip sebagai lokasi kampus terpadu UGM yang berada di perbatasan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PASURUAN

PEMERINTAH KOTA PASURUAN PEMERINTAH KOTA PASURUAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persoalan kecenderungan meningkatnya permintaan dan kurangnya penyediaan di

BAB I PENDAHULUAN. persoalan kecenderungan meningkatnya permintaan dan kurangnya penyediaan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia, dimana perkembangannya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah perkembangan wilayah perkotaan. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Dari Menggunakan Teori Kevin Lynch. Berdasarkan hasil analisa dari data dan hasil survey wawancara yang

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Dari Menggunakan Teori Kevin Lynch. Berdasarkan hasil analisa dari data dan hasil survey wawancara yang BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari Menggunakan Teori Kevin Lynch Berdasarkan hasil analisa dari data dan hasil survey wawancara yang dilakukan di kawasan Petak Sembilan, masih banyak yang perlu

Lebih terperinci

BAB V Program Dasar Perencanaan dan Perancangan Arsitektur

BAB V Program Dasar Perencanaan dan Perancangan Arsitektur BAB V Program Dasar Perencanaan dan Perancangan Arsitektur 5.1. Program Dasar Kebutuhan Ruang Program dasar kebutuhan ruang pada rumah susun sederhana milik di RW 01 Johar Baru dapat diuraikan sebagai

Lebih terperinci

REVITALISASI KAWASAN PASAR IKAN LUAR BATANG

REVITALISASI KAWASAN PASAR IKAN LUAR BATANG BAB II TINJAUAN PROYEK 1 2.1 TINJAUAN UMUM PROYEK Judul : Revitalisasi Kawasan Pasar Ikan Luar Batang Lokasi : Jl. Pasar Ikan Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara Luas Tapak : 27. 749 m 2 KDB : 50% KLB

Lebih terperinci

CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI)

CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI) Perancangan Kota CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI) OLEH: CUT NISSA AMALIA 1404104010037 DOSEN KOORDINATOR IRFANDI, ST., MT. 197812232002121003 PEREMAJAAN KOTA Saat ini, Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Pertumbuhan Kawasan Kota dan Permasalahannya Kawasan perkotaan di Indonesia dewasa ini cenderung mengalami permasalahan yang tipikal, yaitu tingginya tingkat

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI RIAU

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PEMERINTAH PROVINSI RIAU DINAS CIPTA KARYA, TATA RUANG DAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI RIAU Oleh : Dr.Ir.H. DWI AGUS SUMARNO, MM., M.Si Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Sumber Daya Air Provinsi Riau

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB III: DATA DAN ANALISA BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik 3.1.1. Data Fisik Lokasi Luas Lahan Kategori Proyek Pemilik : Jl. Stasiun Lama No. 1 Kelurahan Senen, Jakarta Pusat : ± 48.000/ 4,8 Ha : Fasilitas

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

KONSEP dan TEKNIK PENYAJIAN GAMBAR PADA PROYEK ARSITEKTUR KOTA (URBAN DESIGN)

KONSEP dan TEKNIK PENYAJIAN GAMBAR PADA PROYEK ARSITEKTUR KOTA (URBAN DESIGN) KONSEP dan TEKNIK PENYAJIAN GAMBAR PADA PROYEK ARSITEKTUR KOTA (URBAN DESIGN) Pembahasan Poin-poin yang akan dibahas pada kuliah ini: 1 KONSEP 2 PRESENTASI GAMBAR 3 CONTOH PROYEK 1. Berisi KONSEP pengertian,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I. Latar Belakang. Kota Jakarta, ibukota negara sekaligus sebagai pusat ekonomi dan pusat

PENDAHULUAN BAB I. Latar Belakang. Kota Jakarta, ibukota negara sekaligus sebagai pusat ekonomi dan pusat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Jakarta, ibukota negara sekaligus sebagai pusat ekonomi dan pusat pendidikan di negara kita, memiliki berbagai sarana dan prasarana penunjang kehidupan yang sangat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.101 2016 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5883) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan perekonomian dan pembangunan di Indonesia yang didukung kegiatan di sektor industri sebagian besar terkonsentrasi di daerah perkotaan yang struktur dan infrastrukturnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE

BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE 3.1. SUSTAINABLE ARCHITECTURE Sustainable Architecture (arsitektur berkelanjutan) memiliki tujuan untuk mencapai kesadaran lingkungan dan memanfaatkan sumber

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH SUSUN (RUSUN) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. 5.1 Konsep Tapak Bangunan Pusat Pengembangan dan Pelatihan Mesin Industri Zoning

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. 5.1 Konsep Tapak Bangunan Pusat Pengembangan dan Pelatihan Mesin Industri Zoning Handrail diperlukan di kedua sisi tangga dan harus ditancapkan kuat ke dinding dengan ketinggian 84.64 cm. 6. Pintu Ruangan Pintu ruang harus menggunakan panel kaca yang tingginya disesuaikan dengan siswa,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor: 11/ PERMEN/ M/ 2008 Tentang Pedoman Keserasian Kawasan Perumahan dan Permukiman Dengan Rahmat Tuhan

Lebih terperinci

BAB VI PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB VI PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR 101 BAB VI PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR 6.1. PROGRAM DASAR PERENCANAAN 6.1.1. Jumlah Unit Hunian Unit hunian dalam kampung nelayan vertikal tambak lorok ini akan dihuni oleh warga

Lebih terperinci

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; Mengingat : 1. Undang-Undang N

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; Mengingat : 1. Undang-Undang N BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 172, 2016 KEMENPU-PR. Perumahan Kumuh. Permukiman Kumuh. Kualitas. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PRT/M/2016 TENTANG

Lebih terperinci