I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Budidaya ikan bandeng telah lama dikenal oleh petani tambak dan saat ini

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Budidaya ikan bandeng telah lama dikenal oleh petani tambak dan saat ini"

Transkripsi

1 1 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Budidaya ikan bandeng telah lama dikenal oleh petani tambak dan saat ini telah berkembang di hampir seluruh wilayah perairan Indonesia, utamanya di daerah Sulawesi Selatan dengan memanfaatkan perairan payau dan pasang surut. Teknologi budidaya ikan ini juga telah mengalami perkembangan yang begitu pesat mulai dari pemeliharaan tradisional yang hanya mengandalkan pasokan benih dari alam pada saat pasang sampai ke teknologi intensif yang membutuhkan penyediaan benih, pengelolaan air, dan pakan secara terencana (Anonim, 2010). Budidaya ikan bandeng tidak hanya berkembang di air payau, namun saat ini juga sedang berkembang di air tawar maupun laut dengan sistem keramba jaring apung (KJA). Ikan bandeng sebagai komoditas budidaya mempunyai beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan komoditas budidaya lainnya dalam hal teknologi perbenihannya telah dikuasai dengan baik sehingga pasok benih tidak lagi bergantung kepada musim dan benih dari alam, mampu hidup dalam kondisi yang padat di KJA ( ekor/m 3 ), jaminan pasar baik dalam maupun luar negeri masih terbuka, dan bersifat eurihalin (Kordi, 2009). Dalam kegiatan budidaya ikan, pakan memiliki peranan penting dalam peningkatan produksi. Pada budidaya intensif, kultivan bergantung pada pakan buatan yang disuplai oleh pembudidaya. Pakan yang diberikan harus berkualitas tinggi, bergizi dan memenuhi syarat untuk dikonsumsi kultivan yang dibudidayakan, serta tersedia secara terus menerus sehingga tidak mengganggu proses produksi dan dapat memberikan pertumbuhan yang optimal. Pada budidaya intensif, lebih dari 60% biaya produksi tersedot untuk pengadaan pakan (Kordi, 2009).

2 2 Tepung maggot atau tepung lalat hijau (Calliphora sp.) merupakan salah satu bahan baku alternatif yang memenuhi persyaratan tersebut, antara lain dapat diproduksi secara massal, harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan tepung ikan yaitu, hanya Rp. 1500/kg dibandingkan dengan tepung ikan impor yang harganya mencapai Rp /kg dan tepung ikan lokal Rp /kg serta mempunyai kandungan protein sekitar 45,01% (Hadadi dkk., 2007). Harga pakan saat ini mencapai Rp sampai Rp. 7500/kg, sementara harga pakan berbahan baku maggot dengan kandungan protein sekitar 25-30% hanya Rp. 3500/kg (Anonim, 2010). Penelitian tentang penambahan atau penggantian bahan bahan baku pakan untuk melihat komposisi kimia tubuh telah dilakukan pada beberapa jenis ikan. Adelina, dkk (2000) melakukan penelitian tentang pemberian kadar protein yang bervariasi menghasilkan kandungan protein tubuh ikan cenderung menurun, sedangkan kandungan lemak tubuh semakin meningkat pada ikan bawal air tawar Colossoma macropomum, sedangkan Suwirya, dkk (2005) melaporkan makin tinggi substitusi minyak ikan dengan minyak kedelei dalam pakan maka kandungan n-3 Higher Unsaturated Fatty Acid (HUFA) dalam lemak pakan akan menurun. Penurunan kadar n-3 HUFA dalam pakan menyebabkan penurunan kadar n-3 HUFA dalam lemak tubuh benih ikan kerapu lumpur Epinephelus coioides. Penelitian Zainuddin (2010) melaporkan penambahan P dalam pakan sebesar 6 g/kg dan 0 g/kg pakan berpengaruh nyata terhadap komposisi kimia tubuh ikan kerapu macan Epinephelus fucoguttatus. Informasi tentang kemungkinan dapat dimanfaatkannya tepung maggot sebagai pengganti sumber protein asal tepung ikan pada budidaya ikan bandeng dan pengaruhnya terhadap komposisi kimia tubuh dan pakan sampai saat ini belum ada, oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan.

3 3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat subtitusi tepung ikan dengan tepung maggot sebagai sumber protein yang dapat menghasilkan kualitas pakan dan kualitas daging ikan bandeng yang baik. Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan dan keterampilan serta sebagai acuan serta bahan informasi dalam kegiatan pemanfaatan tepung belatung sebagai bahan pakan ikan bandeng dalam menghasilkan kualitas pakan dan daging tertinggi.

4 4 II. TINJAUAN PUSTAKA Ikan bandeng pertama kali ditemukan oleh Dane Forsskal di laut merah pada tahun 1925 (Martosudarmo dkk, 1981 dalam Sukmawati, 2006). Taksonomi dan klasifikasi ikan bandeng adalah: Kingdom Subkingdom Filum Grad Subgrad Kelas Subkelas Order Famili Genus Spesies : Animalia : Bilateria : Chordata : Pisces : Vertebrata : Osteichthyes : Actinopterygii : Gonorynchiformes : Chanidae : Chanos : Chanos chanos Forsskal Ciri Fisik Bandeng mempunyai badan memanjang seperti torpedo dengan sirip ekor bercabang sebagai tanda bahwa bandeng tergolong ikan perenang cepat. Kepala bandeng tidak bersisik, mulut kecil terletak di ujung rahang tanpa gigi, dan lunang hidung terletak di depan mata. Mata diselaputi oleh selaput bening (subcutaneus). Warna tubuh putih keperak-perakan dengan punggung biru kehitaman. Bandeng mempunyai sirip punggung yang jauh dibelakang tutup insang, dengan 14 sampai 16 jari-jari pada sirip punggung, 16 sampai 17 jari-jari pada sirip dada, 11 sampai 12 jari-jari pada sirip perut, 10 sampai 11 jari-jari pada sirip anus,

5 5 dan pada sirip ekor berlekuk simetris dengan 19 jari-jari. Sisik pada garis susuk berjumlah 75 sampai 80 sisik (Kordi, 2009). Gambar 1. Morfologi Ikan Bandeng Pertumbuhan dan Perkembangan Ikan bandeng termasuk jenis ikan eurihalin. Oleh karena itu, ikan bandeng dapat hidup di air tawar, air payau, dan air laut. Induk bandeng baru bisa memijah setelah mencapai umur 5 tahun dengan ukuran panjang m dan berat badan 3-12 kg. Jumlah telur yang dikeluarkan induk bandeng berkisar juta butir tiap kg berat badan. Pertumbuhan ikan bandeng relatif cepat, yaitu % bobot badan/hari. Pada tahap pendederan ikan bandeng, penambahan bobot per hari berkisar antara mg. Ikan bandeng dengan bobot awal 1-2 g membutuhkan waktu 2 bulan untuk mencapai bobot 40 g. Ikan bandeng memiliki kandungan gizi per 100 gram daging ikan yang terdiri dari energi 129 kkal, protein 20 g, lemak 4.8 g, kalsium 20 mg, fosfor 150 mg, zat besi 2 mg, vitamin A 150 SI serta vitamin B mg (Anonim, 2010). Budidaya Bandeng Keunggulan ikan bandeng sebagai komoditas andalan pengembangan budidaya laut dibandingkan dengan spesies lainnya adalah teknik pembenihannya telah dikuasai, teknik budidayanya relatif mudah dan dapat diadopsi oleh petani, tahan terhadap perubahan lingkungan yang cukup ekstrim (salinitas), tanggap terhadap pakan buatan yang telah tersedia secara komersial, dapat dipelihara

6 6 dengan kepadatan tinggi dan tidak bersifat kanibalisme, memiliki rasa yang lezat dan aroma yang lebih baik dibandingkan bandeng tambak (bebas bau lumpur) sehingga memenuhi kriteria kualitas ekspor dan bandeng dapat dijadikan umpan bagi kebutuhan industri perikanan tuna-cakalang. Kekurangan budidaya bandeng di tambak yaitu apabila teknologi budidaya yang dilakukan tidak tepat maka sering dihasilkan rasa ikan yang berbau lumpur sehingga tidak memenuhi kriteria kualitas ekspor. Bau lumpur atau off flavor disebabkan oleh adanya senyawa geosmin (C 12 H 22 O) yang disintesis dan diekskresikan ke air oleh Actinomycetes dan blue green algae. Dalam budidaya intensif ikan bandeng di tambak, bau lumpur juga bisa terjadi karena pemberian pakan yang tidak tepat. Pakan yang tidak dikonsumsi yang menumpuk di dasar tambak dan tidak dapat dikeluarkan dengan baik akan menimbulkan bau tersebut (Boyd, 1982). Off flavor dapat dihilangkan dengan cara perlakuan air mengalir yang bebas senyawa penyebab off flavor. Lamanya waktu atau hari yang dibutuhkan untuk perlakuan tersebut bergantung pada suhu dan tingkat off flavor (Rachmansyah, 2004). Dari segi nutrisi ikan bandeng, diperoleh kandungan EPA dan DHA masingmasing 1.76 dan 1.39 (g/100 g edible portion), untuk bandeng laut dan lebih tinggi dibandingkan bandeng tambak, yaitu masing-masing 1.44 EPA dan 0.44 DHA (Rachmansyah dkk, 2002 dalam Rachmansyah, 2004). Jika dibandingkan dengan kandungan Omega-3 dari beberapa jenis ikan laut yang berkisar antara g/100 g edible portion (Tabel 1), maka ikan bandeng yang dipelihara dilaut memiliki kandungan omega-3 sebesar 3.15 g/100 g edible portion relatif sama dengan jenis ikan sardine, mackerel dan salmon.

7 7 Tabel 1. Kandungan Omega-3 dari Beberapa Jenis Ikan Laut Jenis Ikan Bandeng hasil produksi KJA di laut* Bandeng hasil produksi tambak* Sardines Mackerel Salmon Herring Cod Tuna Omega-3 (g/100 g edible portion) 3.15 (EPA 1.76; DHA 1.39) 1.88 (EPA 1.44; DHA 0.44) Sumber: Fridman (1998) dalam Rachmansyah dkk. (2004) Kebutuhan Nutrisi Ikan Bandeng Keberhasilan usaha budidaya ikan bandeng secara intensif antara lain ditentukan oleh kualitas pakan yang diberikan. Protein merupakan salah satu zat makanan yang dibutuhkan ikan dan perlu dipenuhi guna mencapai pertumbuhan yang optimal. Zat makanan ini merupakan bagian terbesar dari daging. Protein harus selalu tersedia cukup dalam pakan yang diberikan pada ikan. Selanjutnya dikatakan bahwa kebutuhan akan protein dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ukuran ikan, suhu air, tingkat pemberian pakan, ketersediaan dan kualitas pakan, energi yang dikandung dalam pakan dan kualitas proteinnya. Menurut Zoenevel, et al (1991) dalam Sukmawati (2006), kebutuhan energi ikan dipengaruhi pula oleh beberapa faktor antara lain spesies ikan, umur atau ukuran ikan, aktivitas ikan, suhu dan jenis makanan. Ikan karnivor membutuhkan tingkat protein yang lebih tinggi dari pada ikan herbivor. Ikan pada stadia larva membutuhkan protein yang lebih tinggi dari ikan dewasa (Sukmawati, 2006).

8 8 Lim, et al. (1979) mengemukakan bahwa kadar protein optimal untuk pertumbuhan benih bandeng dengan bobot rata-rata 40 mg yang dipelihara di laut sebesar 40%. Menurut Lovell (1989) dalam Kordi (2009), tingkat protein optimum dalam pakan untuk pertumbuhan ikan berkisar antara 25-50%. Pertumbuhan ikan bandeng muda yang terbaik adalah dengan pemberian pakan buatan dengan komposisi protein 60% (Lee dan Livia, 1976). Penambahan bobot benih ikan yang dicapai sebesar 0,135 gram dan tingkat kelangsungan hidup 60% selama 30 hari masa pemeliharaan. Jumlah kebutuhan protein pakan untuk setiap stadia biasanya berbeda, pada stadia larva dan benih dibutuhkan protein yang tinggi, tetapi sebaliknya rendah pada stadia pembesaran (Lovell, 1980, Roonyaratpalin, 1991; Boonyaratpalin, 1997). Hal ini ditunjukkan oleh beberapa hasil penelitian (Tabel 2) yang dikutip oleh Boonyaratpalin (1997). Tabel 2. Kebutuhan Protein Pakan Ikan Bandeng Ukuran Ikan (g) Kebutuhan Protein (%pakan) Sumber: Boonyaratpalin (1997). Ikan membutuhkan lemak sebagai sumber asam lemak dan energi metabolisme, untuk struktur seluler dan pemeliharaan integritas membran.kebutuhan lemak total untuk pertumbuhan juvenil ikan bandeng sebesar 7-10% (Borlongan dan Coloso, 1992). Juvenil ikan bandeng membutuhkan asam lemak esensial omega-3 sebesar % (Borlongan, 1992). Kadar lemak yang terlalu tinggi akan menyebabkan pengaruh sampingan, yaitu penurunan konsumsi makanan dan pertumbuhan, serta degradasi hati. Sedangkan Yamada (1983 dalam Kordi 2009) menjelaskan bahwa kelebihan lemak akan menimbulkan penyakit

9 9 nutrisi, seperti pengendapan lemak pada usus dan otot yang menyebabkan kualitas ikan menurun dan mengurangi bobot tubuh (Kordi, 2009). Borlongan dan Coloso (1992) telah melakukan percobaan tentang kebutuhan asam amino essensial pada juvenil ikan bandeng seperti disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Kebutuhan AsamAmino Essensial (% protein) bagi Pertumbuhan Juvenil Bandeng (Chanos chanos Forsskal) Asam Amino Essensial Arginin Histidin Isoleusin Leusin Lisin Metionin+kistin Fenillalanin+tirosin Treonin Triptopan Valin % Protein Sumber: Borlongan dan Coloso (1992). Karbohidrat merupakan sumber energi yang relatif murah. Karbohidrat terdapat dalam pakan dalam bentuk serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Kebutuhan karbohidrat untuk setiap ikan berbeda. Kadar karbohidrat yang optimum pada ikan yang bersifat omnivor adalah 20-40%, sedangkan untuk ikan karnivora 10-20% (Watanabe, 1988 dalam Kordi, 2009). Berdasarkan penelitian Wilson (1994 dalam Kordi, 2009), kadar karbohidrat untuk ikan yang hidup di daerah tropis antara 25-40%. Watanabe (1988 dalam Kordi, 2009) menyebutkan

10 10 bahwa tingkat pemanfaatan karbohidrat oleh tubuh ikan dipengaruhi oleh kemampuan mencerna karbohidrat dan memanfaatkan glukosa. Ikan karnivor memiliki toleransi glukosa lebih rendah dibandingkan ikan omnivor (Kordi, 2009). Vitamin dan mineral adalah zat organik dan bahan anorganik yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit tetapi sangat penting untuk mempertahankan pertumbuhan dan pemeliharaan kondisi tubuh. Menurut Lee dan Liao (1976) dalam Sukmawati (2006), komposis vitamin mix dan mineral mix dalam pakan yang sesuai untuk benih ikan bandeng adalah vitamin mix yaitu 4% dan 10% mineral mix (Sukmawati, 2006). Maggot Maggot adalah larva lalat hijau (Calliphora sp.) yang mudah dibudidayakan secara massal. Tepung maggot mempunyai kualitas yang cukup baik. Hasil penelitian Hadadi dkk (2007) menunjukkan bahwa tepung maggot mengandung protein, lemak, serat kasar, dan BETN berturut-turut adalah 45.01%, 16.78%, 21.97% dan 0.15% dalam bobot kering. Maggot berasal dari telur lalat yang mengalami metamorfosis pada fase kedua setelah fase telur dan sebelum fase pupa yang kemudian berubah menjadi lalat dewasa. Larva itu hidup pada daging yang membusuk. Kadang juga menginvestasi pada luka hewan yang masih hidup, termasuk pada manusia. Sumber: (2010). Gambar 2. Siklus Hidup Maggot

11 11 Hasil penelitian menunjukkan, maggot bisa dikembangbiakkan pada media tertentu, salah satunya limbah tahu. Dengan menambahkan ikan asin, ampas tahu cukup efektif menjadi media pembiakan maggot. Ikan asin berfungsi sebagai penarik lalat agar bertelur pada media yang kemudian menjadi maggot. Pembiakan paling efektif dengan menambahkan 20 % ikan asin dari berat ampas tahu. Ikan asin atau ikan rucah berfungsi sebagai makanan maggot yang telah jadi. Keberadaannya juga diperlukan sebagai daya tarik lalat untuk bertelur pada media tersebut. Salah satu alasannya, selain untuk mengurangi pencemaran lingkungan, khususnya perairan, pada tepung ampas tahu masih terdapat kandungan gizi. Yaitu, protein 23,55 %, lemak 5,54 %, karbohidrat 26,92 %, abu 17,03 %, serat kasar 16,53 %, dan air 10,43 % (Anonim, 2010). Penelitian pemanfaatan tepung maggot sebagai sumber protein sebagai pengganti tepung ikan telah dilakukan pada ikan hias balashark. Tingkat subtitusi yang dicobakan yaitu 10, 20, 30 dan 40%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tepung ikan dengan tepung maggot sebesar 20% memperlihatkan pertambahan bobot mutlak, laju pertumbuhan mutlak dan penambahan panjang tertinggi yaitu berturut-turut 2.07 g, g/hari dan 1.05 cm dan terendah pada perlakuan subtitusi 40% yaitu berturut-turut 1.17 g, g/hari dan 0.65 cm. berdasarkan percobaan ini dapat disimpulkan bahwa subtitusi tepung maggot sebagai sumber protein penganti tepung ikan hanya direkomendasikan tidak lebih dari 20%. Hasil penelitian tersebut merekomendasikan adanya penelitian lebih lanjut unsur pembatas (khitin) dalam maggot yang menyebabkan subtitusi sangat terbatas walaupun kandungan protein maggot tinggi (Priyadi, dkk, 2008). Hadadi, dkk (2007) telah melakukan penelitian pemanfaatan maggot pada ikan lele. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan lele dumbo yang diberi pakan kombinasi antara maggot dan pakan buatan masing-masing sebesar 50% menghasilkan pertumbuhan dan rasio konversi pakan yang lebih baik dibandingkan

12 12 hanya diberi maggot atau pakan buatan. Hal ini diduga dengan dikombinasikan kedua jenis pakan tersebut komposisi nutrisinya semakin lengkap. Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut nampak bahwa tepung maggot dapat digunakan sebagai pengganti tepung ikan, khususnya pada pemeliharan ikan-ikan air tawar. Pada pemeliharan ikan-ikan air laut harus dikaji lebih lanjut, khususnya kandungan asam lemak essensial omega-3 HUFA yang merupakan asam lemak essensial bagi ikan-ikan air laut. Komposisi Kimia Tubuh Ikan Komposisi kimia tubuh ikan dipengaruhi oleh pakan dan lingkungan. Komposisi kimia tubuh organisme akuatik berhubungan erat dengan kualitas daging komoditi tersebut. Untuk meningkatkan kualitas daging tersebut, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan aplikasi pakan dengan nutrisi yang berimbang. Adapun komposisi kimia dari daging ikan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel. 4 Komposisi Kimia Daging Ikan Komposisi Jumlah Kandungan (%) Air Protein Lemak 0,1-0,2 Karbohidrat 0,0-1,0 Vitamin dan mineral Sisanya Sumber: (2010). Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Komposisi Kimia Tubuh Ikan yang diberi pakan dengan kandungan energi yang lebih tinggi dari level optimum, kelebihan energi kemungkinan akan ditransfer dan diakumulasi dalam bentuk lemak. Pakan dengan rasio protein dan energi yang tidak berimbang, seperti pakan dengan kandungan protein rendah dan kandungan karbohidratnya tinggi, karbohidrat yang berlebih tersebut kemungkinan menstimuler aktivitas enzim lipogenik baik di hati maupun di mesenteric adipose tissue (Ding et al, 1989).

13 13 Akumulasi lemak juga akan terjadi apabila ikan diberi pakan dengan kandungan protein yang rendah dan kandungan lemak yang tinggi. pakan yang berimbang tercermin dari keseimbangan antara antara kandungan protein dan energi, serta keseimbangan asam amino. Pakan dengan kandungan nutrien yang tidak berimbang dapat menyebabkan akumulasi lemak dan kandungan air di otot (Ding et al, 1989). Komposisi lemak tubuh sangat nyata dipengaruhi oleh lemak didalam pakan, walaupun penambahan lemak dengan kualitas tinggi yang berkisar antara 5-25% tidak pernah menunjukkan gejala sakit pada ikan rainbow trout dan ikan mas, peningkatan kandungan lemak pada isi rongga perut (visceral) terjadi pada pemberian pakan dengan kandungan energi yang berlebihan, namun kandungan lemak di hati tidak dipengaruhi oleh kadar lemak. Pada ikan rainbow trout, penyimpanan lemak dalam tubuh secara langsung berhubungan dengan kadar lemak pakan (Ding et al, 1989). Komposisi asam lemak dari lemak tubuh merefleksi lemak pakan. Lemak pakan berpengaruh terhadap komposisi asam lemak dari fosfolipid. Komposisi asam lemak pada ikan yang hidup di air tawar juga berbeda jika dibandingkan dengan ikan yang hidup di air laut (Gusrina, 2008). Secara umum ada kecenderungan bahwa total asam lemak tidak jenuh pada ikan air tawar agak lebih tinggi dibandingkan ikan air laut. Ikan-ikan air tawar juga mempunyai level asam lemak monoenoic rantai sedang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan-ikan air laut. Sebaliknya, ikan-ikan air laut mempunyai level asam lemak tidak jenuh rantai panjang (PUFA) lebih tinggi dibandingkan ikan-ikan air tawar. Rasio antara omega 3 dan omega 6 pada ikan air laut juga lebih tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar (Benitez, 1989).

14 14 Komposisi asam lemak tubuh juga berubah pada saat ikan bermigrasi dari perairan tawar ke laut dan sebaliknya. Perubahan salinitas nampaknya menyebabkan perubahan profil asam lemak (Benitez, 1989). Temperatur merupakan faktor yang menyebabkan perbedaan komposisi asam lemak. Ikan-ikan yang hidup didaerah warmer waters mengandung lebih banyak asam lemak jenuh dibandingkan dengan ikan-ikan yang hidup di daerah cold waters. Menurunnya temperatur akan meningkatkan tingkat ketidakjenuhan lemak pada ikan (Benitez, 1989). Ikan dan udang diduga dapat memanipulasi ketidakjenuhan asam lemak untuk menjaga integeritas membran dan fungsinya di daerah dingin. Pengaruh temperatur terhadap komposisi asam lemak telah diteliti dengan menggunakan pakan yang sama tetapi dipelihara pada temperatur yang berbeda (Benitez,1989). Tabel 5. Komposisi Asam Amino Esenssial pada Tubuh Juvenil dan Kebutuhan Juvenil Bandeng (dalam g/100 g protein kasar) Asam amino Tubuh juvenil bandeng Kebutuhan juvenil bandeng Arginin Histidin Isoleusin Leusin Lisin Metionin Fenillalanin Treonin Triptopan Valin Sumber: Borlongan dan Coloso (1992).

15 15 Penelitian mengenai penambahan atau penggantian sumber nutrien dalam pakan untuk melihat komposisi kimia tubuh ikan telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Hasil penelitian Adelia dkk, (2000) pada ikan bawal air tawar menunjukkan bahwa penambahan kadar protein yang bervariasi dalam pakan sebesar 30% (kadar protein 30.4%), 37% (kadar protein 30.22%), dan 45% (kadar protein 28.92%), menghasilkan kandungan protein tubuh ikan cenderung menurun, sedangkan kandungan lemak tubuh semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena kandungan protein di dalam tubuh ikan diimbangi dengan kandungan lemak. Adanya penyimpanan lemak tubuh yang tinggi dan penyimpanan protein tubuh pada batas tertentu sesuai kemampuan ikan untuk mensintesis protein tubuh, maka akan menyebabkan kandungan protein tubuh cenderung menurun. Penelitian mengenai tingkat subtitusi minyak ikan dengan minyak kedelai sebagai sumber lemak dalam pakan ikan juga telah dilakukan pada ikan kerapu lumpur. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ikan kerapu lumpur yang diberi pakan dengan lemak yang mengandung n-3 HUFA sebesar 17,87%, 11,84%; 9,03%; 6,12%; dan 0,0% selama 10 minggu, kandungan n-3 HUFA lemak tubuhnya berturut-turut 14,62%; 6,48%; 3,54%; 2,16%; dan 1,64%. Hal tersebut jelas tampak bahwa kandungan n-3 HUFA dalam tubuh ikan sebagai refleksi dari asam lemak n- 3 HUFA pakan yang diberikan pada benih kerapu lumpur (Suwirya dkk., 2005). Zainuddin (2010) telah melakukan penelitian pengaruh kalsium dan fosfor terhadap pertumbuhan, efisiensi pakan, kandungan mineral dan komposisi tubuh juvenil ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan P sebesar 6 g/kg dan 0 g/kg ke dalam pakan secara nyata berpengaruh terhadap kompisisi prosimat dan kandungan mineral tubuh juvenil ikan kerapu macan.

16 16 III. MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Nopember 2010 sampai Desember 2010 di Unit Hatchery Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Makassar. Analisis proksimat pakan uji dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar, sedangkan analisis kandungan asam lemak dan asam amino dilakukan di Laboratorium Bioteknologi LIPI, Bogor. Materi Penelitian Materi penelitian yang dilakukan dalam penelitian adalah sebagai berikut: Hewan Uji Hewan uji yang digunakan dalam percobaan ini adalah gelondongan bandeng yaitu berukuran gram/ekor. Padat penebaran yang digunakan yaitu 15 ekor per 45 liter air media. Wadah Percobaan Wadah percobaan yang digunakan adalah akuarium dengan ukuran panjang x lebar x tinggi adalah 50 cm x 40 cm x 35 cm sebanyak 15 buah, tiap wadah diisi air media sebanyak 45 liter. Air media yang digunakan salinitasnya adalah 30 ppt, mewakili kondisi salinitas air laut, Pakan Uji Pakan yang digunakan berbentuk pellet dengan komposisi bahan baku seperti terlihat pada Tabel 6, sedangkan hasil proksimat dari tepung ikan dan maggot tersaji pada Tabel 7.

17 17 Tabel 6. Komposisi Bahan Baku Penyusun Pakan pada Setiap Perlakuan (%) Bahan Baku A B C D E Tepung Ikan Tepung Maggot Tepung Kedelai Tepung Dedak Tepung Terigu Minyak Ikan Vitamin mix (1) Mineral (2) Keterangan : (1) Vit A, D 3,E, K 3, B 1, B 2, B 6, B 12, C, Folyc Acid, Nicotid Acid, dan Biotin (2) Ca, P, Sc, Mn, I 2, Cu, Zn, Vit 12, dan Vit B 3 Tabel 7. Hasil Analisis Proksimat Tepung Ikan dan Maggot Jenis bahan Komposisi Nutrisi (%) Magot Tepung ikan Air Protein Kasar Lemak Kasar Serat Kasar BETN Abu K Kal Energi Ikan diberi pakan sebanyak 10% dari biomassa ikan per hari, pemberian pakan dilakukan tiga kali per hari yaitu pada pukul 07:00, 12:00, dan 17:00 WITA. Metode Penelitian Persiapan bahan baku pakan Persiapan pakan uji diawali dengan menyiapkan bahan baku yang terdiri atas tepung ikan yang diimpor, tepung kedelai, dan tepung maggot sebagai sumber protein, tepung terigu dan dedak halus sebagai sumber karbohidrat, minyak ikan sebagai sumber lemak, vitamin mix sebagai sumber vitamin dan mineral mix sebagai sumber mineral.

18 18 Pembuatan pakan uji Bahan pakan yang kering diayak terlebih dahulu sehingga diperoleh bahan pakan yang sangat halus, kemudian menimbang semua bahan yang dibutuhkan dan menempatkannya didalam kantong plastik. Semua bahan pakan yang kering dicampur rata. Lalu memasukkan minyak, vitamin, dan mineral ke campuran bahan kering tadi, kemudian menambahkan air hangat kedalam adonan tersebut. Aduk adonan pakan sampai tidak melengket ditangan. Adonan tersebut dimasukkan kedalam alat pencetak pakan, dicetak sampai menjadi pellet. Pakan yang sudah berbentuk pellet ditebar secara teratur diatas nampan. Kemudian menjemur pakan tersebut hingga kering. Pakan yang sudah kering disimpan didalam kantong plastik yang telah diberi label dan simpan dalam tempat yang kering. Adaptasi hewan uji Sebelum pakan diberikan secara kontinyu, terlebih dahulu dilakukan adaptasi ikan terhadap pakan uji berupa pakan yang sumber proteinnya berasal dari 100% tepung ikan selama tujuh hari dengan frekuensi pemberian pakan tiga kali sehari. Adaptasi ini bertujuan menghindari hewan uji agar tidak stress saat diberikan pakan baru dan untuk membiasakan hewan uji terhadap pakan buatan baru, agar nantinya hewan uji berada pada kondisi normal saat penelitian berlangsung. Setelah tahap adaptasi, dilakukan penimbangan hewan uji untuk mengetahui bobot hewan uji awal pengamatan. Sampling Penimbangan terhadap hewan uji dilakukan setiap sepuluh hari sekali. Hal ini bertujuan untuk mengetahui penambahan bobot dari hewan uji dan penyesuaian terhadap jumlah pakan yang diberikan.

19 19 Pergantian Air Pergantian air sebanyak 80% dilakukan setiap sepuluh hari bersamaan dengan sampling hewan uji. Rancangan Percobaan Rancangan percoban yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima perlakuan dan tiga kali ulangan. Perlakuan yang dicobakan yaitu tingkat subtitusi tepung ikan dengan tepung maggot sebanyak 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100%, sehingga diperoleh lima belas unit percobaan. A1 A2 C1 B2 B1 D1 C3 B3 D2 C2 A3 E3 D3 E1 E2 Gambar 3. Tata Letak Akuarium Percobaan Parameter Penelitian Kualitas Daging Kualitas daging dievaluasi dengan menganalisis kandungan protein, lemak, BETN, serat kasar, abu, energi dan asam lemak. Kualitas Pakan Kandungan protein, lemak, serat kasar dan BETN dianalisis dengan menggunakan analisis proksimat. Selain itu, komposisi asam amino dan asam lemak juga dianalisis. Kandungan protein dianalisis dengan menggunakan metode Kjeldahl, kandungan lemak dengan ekstraksi Soxlet. Komposisi asam amino esensial diukur dengan menggunakan kolom kromatografi, sedangkan komposisi asam lemak diukur dengan menggunakan kromatografi gas.

20 20 Analisis Proksimat Analisis Bahan Kering Bebas Air Prinsip Analisis Bahan kering adalah bahan yang tersisa atau tertinggal setelah kandungan air yang terdapat pada sampel (bahan pakan) dihilangkan atau diuapkan seluruhnya dengan pemanasan 105 C (Ekasari dkk, 2009). Analisis Kadar Abu Prinsip Analisis Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam sampel. Menurut Sudarmadji dkk (1989) dalam Ekasari dkk (2009), abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Abu berasal dari suatu bahan yang dibakar atau dipanaskan pada suhu C selama beberapa waktu. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan (Ekasari dkk, 2009). Analisis Protein Kasar Prinsip Analisis Asam sulfat pekat dengan katalisator dapat memecah ikatan N organik dalam bahan makanan menjadi ammonium sulfat, kecuali ikatan N=N; NO; dan NO 2. Ammonium sulfat dalam suasana basa akan melepaskan NH 3 yang kemudian akan didestilasi atau disuling. Hasil sulingan di tampung dalam bekerglass yang berisi H 3 BO 3 yang telah diberi indikator. Setelah selesai destilasi, larutan penampung di titrasi dengan H 2 SO N sampai warna berubah.

21 21 Definisi Kadar protein kasar adalah hasil kali total nitrogen amonia dengan faktor 6.25 (100/16) atau nilai hasil bagi total nitrogen ammonia dengan faktor 16% (16/100). Faktor 16% berasal dari asumsi bahwa protein mengandung nitrogen sebanyak 16% (Ekasari dkk, 2009). Analisis Lemak Kasar Defenisi Lemak kasar adalah campuran beberapa senyawa yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut lemak (ether, petroleum benzene, karbon tetra khorida dsb). Lemak mengandung unsur C, H dan O. Dalam perbandingan lemak lebih banyak mengandung C dan H daripada O. Lemak memberikan 2.25 kali energi lebih banyak dibanding dengan karbohidrat apabila mengalami metabolisme karena lemak mengandung unsur H lebih banyak daripada unsur O. Prinsip Analisis Melarutkan (ekstrasi) lemak yang terdapat dalam bahan dengan pelarut lemak (ether,) selama beberapa waktu (3-8 jam). Ekstrasi menggunakan alat soxhlet. Beberapa pelarut yang dapat digunakan petroleum benzene, karbon tetra khorida, heksana, aseton, dsb. Lemak yang terekstrasi dalam (larutan dan pelarut) akan terakumulasi dalam wadah pelarut (labu Soxhlet) kemudian dipisahkan dari pelarutnya dengan cara dipanaskan dengan oven 105. Pelarut akan menguap sedangkan lemak tidak karena titik didih lemak lebih tinggi dari 105, sehingga menguap dan tinggal dalam wadah. Lemak dalam wadah ditentukkan beratnya (Ekasari dkk, 2009).

22 22 Analisis Serat Kasar Prinsip Analisis Serat kasar adalah senyawa organik yang tidak larut dalam perebusan berturut-turut dengan menggunakan larutan asam lemah dan basa lemah. Tujuan penambahan H 2 SO 4 untuk menguraikan senyawa N dalam pakan. Penambahan NaOH untuk menguraikan atau penyabunan senyawa lemak dalam pakan sehingga mudah larut. Sisa dari bahan pakan tidak tercerna setelah proses perebusan kemudian ditimbang dan diabukan. Perbedaan berat residu pertama dan berat residu setelah diabukan menunjukan jumlah serat yang terdapat dalam suatu bahan (Ekasari dkk, 2009). Analisis BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen) Prinsip Analisis Merupakan senyawa organik yang termasuk dalam karbohidrat yang mudah larut dalam perebusan dengan menggunakan larutan asam lemah dan asam basah (Ekasari dkk, 2009). Pengukuran Energi Prinsip Analisis Prinsip kerja pengukuran energi adalah jumlah kalor (nilai kalori) yang dibebaskan pada pembakaran sempurna (dalam O 2 berlebih) bahan makanan. Sejumlah sampel ditempatkan pada tabung beroksigen yang tercelup dalam medium penyerap kalor (kalorimeter), dan sampel akan terbakar oleh api listrik dari kawat logam terpasang dalam tabung. Sejumlah sampel dalam suatu ruang bernama bomb dan dinyalakan atau dibakar dengan sistem penyalaan elektris sehingga sampel tersebut terbakar habis dan menghasilkan panas (Anonim, 2011).

23 23 Analisis Asam Amino Prinsip Analisis Hasil analisia asam amino bisa ditingkatkan dengan memanfaatkan reaksi prakolom gugus asam amino dengan pereaksi tertentu membentuk suatu devirat yang dapat menyerap sinar UV atau berfluoresensi. Dalam kegiatan ini devirat yang terbentuk adalah devirat yang berfluoresensi. Salah satu pereaksi pra kolom yang sangat popular dalam analisis asam amino adalah ortoftalaldehia (OPA). Pereaksi OPA akan bereaksi dengan asam amino primer dalam suasana basa yang mengandung merkaptoetanol membentuk senyawa yang berfluoresensi sehingga deteksinya dapat dilakukan dengan detektor fluoresensi (Haryati, 2008). Analisis Asam Lemak Prinsip Analisis Analisis dengan kromatografi gas didasarkan pada partisi komponenkomponen dari suatu cairan diantara fase gerak berupa gas dan fase dian berupa zat padat atau cairan yang tidak mudah menguap yang melekat pada bahan pendukung inert. Komponen yang dipisahkan harus mudah menguap pada suhu pemisahan yang dilakukan sehingga suhu operasi biasanya lebih tinggi dari suhu kamar dan biasanya dilakukan derivatisasi untuk contoh yang sulit menguap. Dalam analisis asam lemak, mula-mula lemak atau minyak dihidrolisis menjadi asam lemak, kemudian ditransformasi menjadi bentuk esternya yang bersifat lebih mudah menguap. Dalam metode ini, transformasi dilakukan dengan cara metilasi sehingga diperoleh metal ester asam lemak (FAME), selanjutnya FAME dianalisis dengan alat kromatografi gas. Identifikasi tiap komponen dilakukan dengan membandingkan waktu retensinya dengan standar, pada kondisi analisis yang sama. Waktu retensi dihitung

24 24 pada kertas rekorder sebagai jarak dari garis pada saat muncul puncak pelarut sampai ke tengah puncak komponen yang dipertimbangkan. Penentuan kandungan komponen dalam contoh dapat dilakukan dengan teknik internal dan eksternal. Luas puncak dari masing-masing komponen adalah berbandng lurus dengan jumlah komponen tersebut dalam contoh (Haryati, 2008). Prosedur kerja untuk setiap analisis kimia pakan maupun daging ikan disajikan dalam Lampiran 1. Parameter Kualitas Air Selain itu untuk mengetahui kelayakan kualitas air media dievaluasi berdasarkan sifat fisik dan kimia air media. Sifat fisik air media yang diukur yaitu suhu dan salinitas. Suhu air diukur setiap hari dua kali per hari yaitu jam dan WITA. Salinitas juga diukur setiap hari. Sifat kimia air media dievaluasi berdasarkan kandungan oksigen terlarut, ph, dan ammonia, pengukuran dilakukan pada awal penelitian, selanjutnya setiap sepuluh hari sekali sebelum penggantian air. Analisis Data Data komposisi kimia tubuh ikan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam. Apabila dari analisis tersebut terbukti bahwa perlakuan berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji W Tukey untuk menentukan tingkat subtitusi tepung ikan dengan tepung maggot yang menghasilkan respon terbaik terhadap parameterparameter yang diukur. Sedangkan komposisi kimia pakan, komposisi asam amino pakan, komposisi asam lemak pakan dan daging ikan serta kualitas air media dianalisis secara diskriptif.

25 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Kimia Pakan Nilai komposisi kimia pakan yang digunakan selama pemeliharaan, meliputi kandungan protein, lemak kasar, serat kasar, BETN, abu, dan energi disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Analisis Proksimat Pakan dari Berbagai Perlakuan Tingkat subtitusi tepung ikan dengan tepung maggot (%) Air Protein Kasar Keterangan: data dalam % bobot kering Lemak Kasar Komposisi Nutrisi (%) Serat Kasar KKal BETN Abu Energi Boonyaratpalin (1997) mengestimasi kebutuhan protein di dalam pakan untuk pertumbuhan ikan bandeng yang berukuran g berkisar antara 30-40%. Berdasarkan pendapat tersebut disimpulkan kandungan protein dalam pakan sesuai dengan kebutuhan. Semakin tinggi tingkat subtitusi tepung ikan dengan tepung maggot, maka semakin rendah pula kandungan protein. Hal ini disebabkan karena maggot hanya memiliki kandungan protein 43.23% dibandingkan tepung ikan yang memiliki kandungan protein sebesar 66.72%. Semakin tinggi tingkat subtitusi tepung ikan terhadap tepung maggot, maka kandungan lemak pada pakan semakin tinggi pula. Hal ini disebabkan karena maggot sendiri mempunyai kandungan lemak yang tinggi, yaitu 19.83%. Kandungan lemak ini masih dalam kisaran kebutuhan lemak dalam pakan ikan bandeng yaitu 7-10%, hanya saja kandungan lemak yang terdapat dipakan E lebih tinggi dari kebutuhan, karena pakan E merupakan pakan yang dibuat dengan 100% tepung maggot tanpa menggunakan tepung ikan.

26 26 Pakan buatan (practical feed) dengan konsentrasi lemak lebih dari 12% dapat dimanfaatkan oleh catfish secara efisien pada suhu 28 C, sementara pakan dengan kadar lemak 5% cukup efisien dicerna pada suhu 23 C. Kadar lemak lebih dari 15% dalam pakan semipttrified akan memperlihatkan peningkatan pertumbuhan atau efek penghematan protein (Afrianto dan Liviawaty, 2005). Karbohidrat yang terdapat dalam pakan terdapat dalam bentuk serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Kandungan serat kasar dari setiap tingkat subtitusi relatif sama, yaitu pada pakan A, B, C, D, dan E berturut-turut adalah 5.47%, 5.83%, 5.58%, 5.96%, dan 6.62%. Nilai ini adalah nilai yang baik untuk kandungan serat kasar dalam pakan. Menurut Afrianto dan Liviawaty (2005), kandungan serat kasar dalam pakan dianjurkan tidak lebih dari 21%, karena bila terlalu tinggi, justru dapat mengganggu daya cerna dan daya serap dalam sistem pencernaan ikan. Ikan herbivora dianjurkan untuk memberikan serat dengan kadar 5 10 % (Afrianto dan Liviawaty, 2005). Kandungan BETN pada pakan A, B, C, D, dan E adalah 41.52%, 42.74%, 42.74%, 43.75%, dan 44.11%. Nilai ini memenuhi kebutuhan karbohidrat untuk ikan bandeng. Hal ini sesuai dengan pendapat Masyamsir (2001) yang menyatakan bahwa ikan herbivora membutuhkan karbohidrat sampai 50% dalam pakannya. Ikan herbivora mampu menghasilkan enzim amilase (pemecah karbohidrat) di sepanjang saluran pencernaannya. Oleh karena itu, ikan herbivora lebih mampu dan lebih efesien dalam memanfaatkan karbohidrat (Masyamsir, 2001). Kebutuhan karbohidrat berkaitan dengan aktivitas protein. Apabila terjadi kekurangan karbohidrat dalam formulasi pakan, maka protein dapat diubah menjadi energi. Dengan demikian, penggunaan karbohidrat lebih diarahkan sebagai sumber energi, walaupun diketahui bahwa sebenarnya karbohidrat termasuk dalam golongan nutrient non esensial.

27 27 Protein dibutuhkan dalam pakan untuk menyediakan asam amino esensial dan nitrogen untuk menyintesis asam amino non esenaial. Berkurangnya satu atau lebih asam amino dalam protein akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan maupun nafsu makan (Buwono, 2000). Kualitas protein berkorelasi dengan asam amino esensial. Ketidak seimbangan asam amino akan menyebabkan rendahnya ketersediaan satu atau lebih asam amino esensial dalam pakan, bersamaan dengan rendahnya retensi protein dan tingginya ekskresi amonia (Cowey, Mackey dan Bell, 1985 serta Murai Daozun dan Ogata, 1989). Komposisi asam amino pada setiap pakan dan kebutuhan juvenil bandeng disajikan pada Tabel 8. Kebutuhan asam amino arginin pada ikan bandeng adalah 6.23% protein. Arginin bersama dengan sentrolin terlibat dalam sintesis ureum dalam hati. Kandungan arginin pada pakan A, B, C, D, dan E berturut-turut adalah 7.30%, 9.39%, 8.63%, 8.74%, dan 6.28% protein pakan. Nilai ini menunjukkan bahwa semua pakan memenuhi kebutuhan arginin untuk ikan bandeng. Histidin merupakan asam amino esensial bagi pertumbuhan larva dan anakanak ikan. Histidin diperlukan untuk menjaga keseimbangan nitrogen dalam tubuh. Kebutuhan asam amino histidin pada ikan bandeng adalah 2.50% protein. Kandungan histidin pada pakan A, B, C, D, dan E berturut-turut adalah 1.52%, 1.35%, 1.45, 1.80%, dan 1.42% protein pakan. Kandungan ini menunjukkan bahwa dalam setiap pakan kekurangan histidin. Isoleusin dibutuhkan dalam produksi dan penyimpanan protein oleh tubuh dan pembentukan hemoglobin, juga berperan dalam metabolisme dan fungsi kelenjar pituitari. Kebutuhan isoleusin untuk ikan bandeng adalah 4.44% protein pakan. Kandungan isoleusin pada pakan A, B, C, D, dan E berturut-turut adalah 4.27%, 4.61%, 4.64%, 4.62%, dan 4.89% protein pakan. Kandungan terendah hanya terdapat pada pakan A dan kekurangnya tersebut tidak mencapai setengah

28 28 dari nilai kebutuhan, tetapi kandungan isoleusin untuk pakan lainnya memunuhi kebutuhan dari ikan bandeng. Ikan bandeng membutuhkan leusin dalam pakan sebesar 7.95% protein pakan. Leusin berperan penting dalam proses produksi energi tubuh, terutama dalam mengontrol sintesa protein. Kandungan leusin pada pakan A, B, C, D, dan E berturut-turut adalah 5.96%, 6.78%, 6.33%, 6.22%, dan 6.61% protein pakan. Nilai yang didapat menandai bahwa setiap jenis pakan kekurangan akan leusin. Kandungan lisin yang dibutuhkan ikan bandeng adalah 7.90%. Kandungan lisin pada pakan A, B, C, D, dan E berturut-turut adalah 6.63%, 6.02%, 6.37%, 6.60%, dan 6.88% protein pakan. Seperti halnya leusin, lisin dalam setiap jenis pakan ini juga mengalami kekurangan. Defisiensi lisin dalam ransum ikan dapat menyebabkan kerusakan pada sirip ekor (nekrosis), yang apabila berkelanjutan dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan. Tingkat penggunaan lisin dipengaruhi oleh kadar arginin, urea. dan amonia. Ketika terjadi degradasi arginin, maka penggunaan lisin akan meningkat (Buwono, 2000). Perubahan-perubahan konsentrasi isoleusin, leusin, dan valin dalam serum dipengaruhi oleh peningkatan kadar protein ransum. Peningkatan konsentrasi dari salah satu asam amino berantai cabang ini. misalnya leusin, akan memberikan pengaruh pada konsentrasi isoleusin dan valin dalam serum. Pengamatan ini memberikan indikasi bahwa leusin mungkin mampu mempermudah jaringan tubuh dalam menyerap asam-asam amino berantai cabang. Beberapa hasil penelitian juga memperkuat pernyataan adanya keterkaitan antara iso- leusin-leusin-valin. Konsentrasi leusin dan valin dalam serum tampaknya paralel dengan konsentrasi isoleusin dalam serum. Interaksi hubungan paralel ketiga asam amino berantai cabang ini dapat ditunjukkan dalam suatu hasil percobaan bahwa ketika kebutuhan isoleusin pada chinnoksalmon ditingkatkan, maka akan diikuti dengan peningkatan penggunaan leusin (Buwono, 2000).

29 29 Metionin diperlukan tubuh dalam pembentukan asam nukleat dan jaringan serta sintesa protein. Juga menjadi bahan pembentuk asam amino lain (sistein) dan vitamin (kolin). Metionin bekerja sama dengan vitamin B12 dan asam folat dalam membantu tubuh mengatur pasokan protein berlebihan dalam diet tinggi protein. Selain itu, fungsi penting lain metionin adalah membantu menyerap lemak dan kolesterol. Ikan bandeng membutuhkan metionin dalam pakan sebesar 2.30% protein pakan. Kandungan metionin pada pakan A, B, C, D, dan E berturut-turut yaitu 1.96%, 1.92%, 1.71%, 2.01%, dan 2.18% protein pakan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semua pakan kekurangan asam amino metionin. Kekurangan ini dapat diatasi dengan adanya asam amino non esensial sisten yang dapat mengganti metionin sampai 60% (Buwono, 2000). Fenilalanin berfungsi sebagai prekursor tirosin dan bersama membentuk hormon-hormon tiroksin dan epineprin. Ikan bandeng membutuhkan fenilalanin dalam pakan sebesar 4.35% protein pakan. Kandungan fenillanin pada pakan A, B, C, D, dan E berturut-turut yaitu 4.43%, 5.14%, 5.02%, 4.81%, dan 5.11% protein pakan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semua pakan memenuhi kebutuhan fenilalanin. Ikan bandeng membutuhkan treonin sebesar 4.70%. Dari hasil penelitian yang diperoleh kandungan treonin pada pakan A, B, C, D, dan E berturut-turut adalah 4.58%, 5.31%, 5.19%, 5.21%, dan 3.31% protein pakan. Pakan E memiliki kandungan treonin paling rendah diantara pakan-pakan yang lain yaitu 3.31% protein pakan. Valin berfungsi dalam pertumbuhan, terutama dalam sistem pencernaan dan saraf. Kandungan valin yang terdapat pada pakan A, B, C, D, dan E berturut-turut adalah 5.09%, 6.29%, 5.25%, 4.65%, dan 4.71% protein pakan. Nilai ini menandakan bahwa semua pakan memenuhi kebutuhan untuk ikan bandeng yang membutuhkan valin sebesar 4.80% protein pakan.

30 30 Tabel 9. Kandungan Asam Amino dalam Pakan dan Kebutuhan Juvenil Bandeng (dalam g/100g Protein Kasar) Jenis asam amino Arginin Histidin Isoleusin Leusin Lisin Metionin Fenilalanin Treonin Valin Pakan A B C D E Kebutuhan Juvenil Bandeng Rasio antara kandungan asam amino pada setiap pakan dengan kebutuhan juvenil bandeng disajikan pada Gambar 4. Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa ketersediaan asam amino treonin pada pakan E paling rendah (71.70%), sedangkan kandungan asam amino lainnya tidak jauh berbeda antar setiap perlakuan pakan. Asam amino yang difesiensi dialam setiap perlakuan pakan dapat di atasi dengan penambahan asam amino mono ke dalam pakan. Rasio EAA dalam pakan/kebutuhan ikan (%) pakan A pakan B pakan C pakan D pakan E Asam amino esensial Gambar 4. Rasio Kandungan Asam Amino dalam Pakan dan Kebutuhan Ikan Bandeng

31 31 Asam lemak yang termasuk golongan HUFA merupakan asam lemak esensial. Asam lemak tak jenuh dari kelompok n-3, seperti linolenat merupakan asam lemak esensial bagi ikan laut. Dalam percobaan ini kandungan n-3 HUFA disetiap pakan hampir sama. Pakan A, B, C, D, dan E memiliki kandungan n-3 HUFA berturut-turut adalah 1.69%, 2.26%, 2.46%, 3.36%, dan 3.76% (Tabel 10). Menurut Borlongan (1992) ikan bandeng membutuhkan asam lemak omega 3 sebesar 1.0 sampai 1.5% di dalam pakan. Berdasarkan pendapat tersebut, kandungan n-3 HUFA yang terdapat dalam semua pakan memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh bandeng. Ikan yang hidup di daerah dingin membutuhkan asam lemak esensial dari kelompok n-3 yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang hidup di perairan tropis. Gejala kekurangan EFA akan lebih tampak pada ikan laut daripada ikan yang hidup di perairan tawar, karena kadar garam mempunyai pengaruh terhadap kebutuhan EFA. Asam-asam lemak seperti linoleat, asam lemak linolenat, dan asam lemak arakhidonat penting untuk mempertahankan sterol yang merupakan hormon pertumbuhan pada ikan. Tabel 10. Kandungan Asam Lemak (% Lemak Pakan) dalam Pakan pada Berbagai Perlakuan Asam Lemak Karbon Pakan A B C D E Laurat C12: Miristat C14: Palmitat C16: Stearat C18: Oleat C18: Linoleat C18: Linolenat C18: EPA C20: DHA C22:

32 32 Komposisi Kimia Tubuh Ikan Bandeng Hasil perhitungan komposisi kimia yang terdapat dalam tubuh ikan bandeng yang diberi pakan dengan subtitusi tepung maggot yang berbeda pada awal dan akhir penelitian disajikan pada tabel berikut: Tabel 11. Komposisi Kimia Tubuh Ikan Bandeng (% bobot basah) pada Saat Awal dan Akhir Penelitian dari Berbagai Perlakuan Parameter Air Protein kasar Lemak kasar Serat kasar BETN Abu Energi Awal A B C D E 71.31±6.65 a 73.40±6.25 a 76.97±1.39 a 76.49±2.06 a 72.57±4.55 a 58.38±5.42 a 56.38±2.73 a 59.34±1.98 a 59.17±1.27 a 57.56±2.56 a 10.54±0.52 a 11.73±0.14 a 14.42±2.48 a 17.6±0.77 bc 16.49±3.09 b 1.19±1.05 a 2.24±0.81 a 0.97±0.51 a 1.94±0.31 a 2.48±1.16 a 15.76±4.85 a 15.54±1.68 a 12.71±1.52 a 8.12±2.52 bc 11.28±1.75 b 14.12±0.13 a 14.12±1.39 a 12.53±0.99 a 13.17±1.93 a 12.19±1.56 a ±50.00 a 5111±67.36 a ±27.65 a ±91.99 a ±86.64 a Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tingkat subitusi tepung ikan dengan tepung maggot yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air, protein kasar, serat kasar, BETN, dan energi, tetapi berpengaruh sangat nyata terhadap lemak kasar dan berpengaruh nyata pada kadar abu dalam tubuh ikan bandeng. Tabel 11 menunjukkan bahwa kandungan protein dalam tubuh ikan bandeng menurun sejalan dengan menurunnya kandungan protein dalam pakan, tetapi mengalami peningkatan pada perlakuan C dan D sera menurun kembali pada perlakuan E, meskipun tidak berbeda secara signifikan. Tetapi kandungan protein dalam tubuh meningkat jika dibandingkan pada saat awal penelitian. Menurut Adelina, dkk (2000), komposisi kandungan protein di dalam tubuh ikan diimbangi

33 33 dengan kandungan lemak. Adanya penyimpanan lemak tubuh yang tinggi dan penyimpanan protein tubuh pada batas tertentu sesuai kemampuan ikan untuk mensintesis protein tubuh, maka akan menyebabkan kandungan protein tubuh cenderung menurun. Hasil analisis terhadap komposisi proksimat tubuh ikan bandeng (Tabel 11) juga menunjukkan bahwa kadar lemak tubuh ikan semakin meningkat dengan meningkatnya lemak pakan, kecuali pada perlakuan E terlihat relatif rendah. Meningkatnya lemak tubuh ikan disebabkan oleh adanya peningkatan lemak yang dikonsumsi sebagai akibat meningkatnya lemak di dalam pakan. Tingginya lemak yang dikonsumsi ikan dan yang tidak digunakan sebagai sumber energi kemudian disimpan sebagai lemak tubuh. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Nematipour, Brown dan Gatlin (1992 dalam Adelina, dkk 2000) bahwa lemak yang berkadar tinggi di dalam pakan dan tidak digunakan sebagai sumber energi oleh ikan akan di deposit sebagai lemak tubuh ikan. Rendahnya lemak tubuh ikan pada perlakuan E diduga karena pakan yang dikonsumsi ikan tersebut mempunyai imbangan protein dan non-protein yang memenuhi kebutuhan ikan, sehingga lemak dapat dimanfaatkan dengan efisien sebagai energi, akibatnya lemak yang dideposit di dalam tubuh tidak tinggi. hubungan antara kandungan lemak dalam pakan dengan kandungan lemak dalam tubuh disajikan pada Gambar 5. Lemak tubuh (%) y = 1.136x R² = Lemak pakan (%) Gambar 5. Grafik Hubungan antara Lemak yang ada di Pakan dengan yang ada di dalam Tubuh Ikan Bandeng.

34 34 Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan lemak yang terdapat pada pakan maka komposisi lemak dalam tubuh ikan bandeng semakin tinggi pula, tetapi menurun pada perlakuan E. Hal ini sesuai dengan pendapat Afrianto dan Liviawaty (2005) menyatakan bahwa secara alami lemak daging ikan dipengaruhi oleh lemak di dalam pakan. Energi yang dihasilkan dari pemberian pakan E menunjukkan angka yang paling tinggi dibandingakan dengan pemberian pakan A, B, C, dan D walaupun tidak berbeda secara signifikan. Hal ini terjadi akibat kandungan lemak yang tinggi yang terdapat dalam pakan E, karena lemak menghasilkan energi paling tinggi dibandingkan dengan nutrien yang lain, seperti protein dan lemak. Tingkat pemberian energi optimum dapat ditentukan dengan melihat perbandingan antara nilai energi dan nilai kadar protein dalam ransum. Apabila hasil perbandingan nilai energi dan kadar protein dalam ransum ternyata lebih kecil atau lebih rendah dari pada nilai energi optimal (DE/P<8),ini menunjukkan bahwa kadar energi (karbohidrat dan lemak) dalam ransum pakan tidak mencukupi kebutuhan tubuh. Dengan demikian, protein (asam amino) terpaksa tidak lagi digunakan dalam sintesa jaringan tubuh (untuk pertumbuhan), namun melalui proses glukoneogenesis diubah menjadi glukosa dan lemak sebagai sumber energi. Digunakannya sebagian protein sebagai sumber energi, akan menyebabkan sintesa jaringan tubuh terhambat. Apabila pertumbuhan terhambat, maka laju penambahan berat tubuh ikan juga terhambat. Keadaan ini menunjukkan bahwa pemanfaatan protein dalam ransum tidak efisien lagi. Apabila hasil perbandingan nilai energi dan kadar protein dalani ransumternyata lebih tinggi daripada nilai energi pertumbuhan (DE/P>9), ini menunjukkan bahwa kadar energi (karbohidrat dan lemak) dalam ransum/pakan sangat tinggi. Ikan akan cepat merasa kenyang, sehingga akan segera menghentikan makannya. Kelebihan energi ini akan disimpan dalam bentuk lemak.

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal)

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) OLEH: DWI SEPTIANI PUTRI L221 07 004 Pembimbing Utama Pembimbing

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT SUBTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal)

PENGARUH TINGKAT SUBTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) PENGARUH TINGKAT SUBTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) Haryati, Zainuddin, Dwi Septiani Putri ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil silangan antara Clarias gariepinus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama

Lebih terperinci

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Oleh: Ibnu Sahidhir Kementerian Kelautan dan Perikanan Ditjen Perikanan Budidaya Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee 2011 Biologi Benih Kerapu Pemakan daging Pendiam,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi, Habitat dan Kebiasaan Makan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi, Habitat dan Kebiasaan Makan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi, Habitat dan Kebiasaan Makan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum: Vertebrata

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Patin Siam Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1 Pertumbuhan benih C. macropomum Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari pemeliharaan disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Pertumbuhan C.

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan 17 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Lapang Pusat Studi Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (PSIK IPB) Ancol Jakarta Utara pada bulan Juli Oktober

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempe Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa, dll merupakan bahan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempe Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa, dll merupakan bahan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempe Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa, dll merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha budidaya ikan pada dewasa ini nampak semakin giat dilaksanakan baik secara intensif maupun ekstensif. Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar, payau,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Geneticaly Improvement of Farmed Tilapia). Klasifikasi ikan nila GIFT menurut. Khoiruman dan Amri (2005) adalah sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. (Geneticaly Improvement of Farmed Tilapia). Klasifikasi ikan nila GIFT menurut. Khoiruman dan Amri (2005) adalah sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Nila GIFT 2.1.1 Klasifikasi Ikan Nila Gift Ikan nila yang digunakan dalam penelitian ini adalah strain nila GIFT (Geneticaly Improvement of Farmed Tilapia). Klasifikasi

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) menurut Lukito (2002), adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Pisces

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang sangat potensial karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal ini

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan. Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC

Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan. Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan: 1. Pakan Buatan dalam Industri Akuakultur: Pengenalan 2. Nutrisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan gurami ( Osphronemus gouramy L.) merupakan ikan air tawar yang

I. PENDAHULUAN. Ikan gurami ( Osphronemus gouramy L.) merupakan ikan air tawar yang 1 I. PENDAHULUAN Ikan gurami ( Osphronemus gouramy L.) merupakan ikan air tawar yang memiliki gizi tinggi dan nilai ekonomis penting serta banyak digemari oleh masyarakat Indonesia. Ikan gurami banyak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Lobster Air Tawar Menurut Holthuis (1949) dan Riek (1968), klasifikasi lobster air tawar adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di alam yang berguna sebagai sumber pakan yang penting dalam usaha

I. PENDAHULUAN. di alam yang berguna sebagai sumber pakan yang penting dalam usaha 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan terdiri dari pakan buatan dan pakan alami. Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dan disesuaikan dengan jenis hewan baik ukuran, kebutuhan protein, dan kebiasaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ikan bandeng (Chanos chanos Forsskal) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ikan bandeng (Chanos chanos Forsskal) merupakan salah satu komoditas 1 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan bandeng (Chanos chanos Forsskal) merupakan salah satu komoditas unggulan Provinsi Sulawesi Selatan. Hal ini didukung oleh rasa daging yang enak dan nilai gizi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang vannamei merupakan salah satu pilihan jenis udang yang dapat dibudidayakan di Indonesia. Udang vannamei masuk ke Indonesia pada tahun 2001 dan pada bulan Mei 2002

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan buatan yang di suplementasi selenium organik dengan dosis yang berbeda, sehingga pakan dibedakan menjadi 4 macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersil oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Rasa dagingnya

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga PENDAHULUAN Sektor perikanan budidaya ikan air tawar di Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi. Komoditas budidaya ikan air tawar seperti ikan lele, selain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ayam Pakan merupakan bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan,ataupun bahan lain yang diberikan kepada ternak. Pakan tersebut diberikan kepada ayam dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Selama penelitian, ikan uji menunjukkan peningkatan bobot untuk semua perlakuan. Pada Gambar 1 berikut ini menyajikan pertumbuhan mutlak rata-rata ikan, sedangkan biomassa

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan bobot rata-rata individu ikan (g) Perubahan bobot rata-rata individu ikan (g) 16 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil penelitian terhadap empat jenis pakan uji dengan kadar protein berbeda

Lebih terperinci

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan Pakan ternak Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan Melalui proses pencernaan, penyerapan dan metabolisme SUMBER ENERGI (JERAMI,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan ketinggian air yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari beberapa parameter uji (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Penelitian Pakan penelitian terbagi menjadi dua yaitu pakan untuk pengujian kecernaan dan pakan untuk pengujian pertumbuhan. Pakan untuk pengujian kecernaan dibuat berdasarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebutuhan Energi dan Makronutrien Kerapu Bebek 2.1.1. Sumber dan Pemanfaatan Energi oleh Ikan Pada ikan, sumber energi diperoleh dari pakan, dimana pada pakan ikan ini mengandung

Lebih terperinci

PEMANFAATAN FERMENTASI AMPAS TAHU DALAM PAKAN IKAN UNTUK PERTUMBUHAN IKAN GURAMI OSPHRONEMUS GOURAMY LAC

PEMANFAATAN FERMENTASI AMPAS TAHU DALAM PAKAN IKAN UNTUK PERTUMBUHAN IKAN GURAMI OSPHRONEMUS GOURAMY LAC Prosiding Seminar Antarabangsa Ke 2 Ekologi, Habitat Manusia & Perubahan Persekitaran 53 PEMANFAATAN FERMENTASI AMPAS TAHU DALAM PAKAN IKAN UNTUK PERTUMBUHAN IKAN GURAMI OSPHRONEMUS GOURAMY LAC IDASARY

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan adalah pelet kering berbasis sumber protein nabati yang berjenis tenggelam dengan campuran crude enzim dari rumen domba. Pakan uji yang diberikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan ikan merupakan salah satu faktor terpenting dalam suatu usaha budidaya

I. PENDAHULUAN. Pakan ikan merupakan salah satu faktor terpenting dalam suatu usaha budidaya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan ikan merupakan salah satu faktor terpenting dalam suatu usaha budidaya perikanan. Ketersediaan pakan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepiting bakau merupakan salah satu hasil perikanan pantai yang banyak disenangi masyarakat karena rasa dagingnya yang enak, terutama daging kepiting yang sedang bertelur,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Bobot Mutlak dan Laju Pertumbuhan Bobot Harian Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kebutuhan Protein Pakan

TINJAUAN PUSTAKA. Kebutuhan Protein Pakan TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Protein Pakan Protein adalah salah satu nutrien yang sangat diperlukan oleh ikan. Protein dibutuhkan untuk pemeliharaan tubuh, pembentukan jaringan, penggantian jaringan tubuh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan terhadap ikan didapatkan suatu parameter pertumbuhan dan kelangsungan hidup berupa laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan panjang mutlak dan derajat kelangsungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Pertumbuhan biomassa ikan selama 40 hari pemeliharaan yang diberi pakan dengan suplementasi selenium organik berbeda dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini: 250,00

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. nabati seperti bungkil kedelai, tepung jagung, tepung biji kapuk, tepung eceng

TINJAUAN PUSTAKA. nabati seperti bungkil kedelai, tepung jagung, tepung biji kapuk, tepung eceng II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Nila BEST Ikan nila adalah ikan omnivora yang cenderung herbivora sehingga lebih mudah beradaptasi dengan jenis pakan yang dicampur dengan sumber bahan nabati seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah lele dumbo ( Clarias gariepinus). Lele dumbo merupakan hasil

BAB I PENDAHULUAN. adalah lele dumbo ( Clarias gariepinus). Lele dumbo merupakan hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu komoditas perikanan yang cukup populer di masyarakat adalah lele dumbo ( Clarias gariepinus). Lele dumbo merupakan hasil persilangan antara lele asli

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat menunjang kegiatan usaha budidaya perikanan, sehingga pakan yang tersedia harus memadai dan memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Farm dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi, pada tanggal 28 September sampai tanggal 28 November 2016.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Kadar protein tertinggi terdapat pada pakan perlakuan D (udang rebon 45%) yaitu dengan persentase sebesar 39,11%. Kemudian diikuti pakan perlakuan C (udang rebon 30%)

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEPUNG DAGING DAN TULANG SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PROTEIN HEWANI PADA PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGGUNAAN TEPUNG DAGING DAN TULANG SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PROTEIN HEWANI PADA PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 1 Oktober 2013 ISSN: 2302-3600 PENGGUNAAN TEPUNG DAGING DAN TULANG SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PROTEIN HEWANI PADA PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Ikan Bawal (Colossoma macropomum) Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) merupakan spesies ikan yang potensial untuk dibudidayakan baik di kolam maupun di keramba.

Lebih terperinci

SUBSTITUSI TEPUNG BUNGKIL KEDELAI DENGAN TEPUNG BUNGKIL KOPRA DALAM PAKAN IKAN BERONANG, Siganus guttatus

SUBSTITUSI TEPUNG BUNGKIL KEDELAI DENGAN TEPUNG BUNGKIL KOPRA DALAM PAKAN IKAN BERONANG, Siganus guttatus 737 Substitusi tepung bungkil kedelai... (Neltje Nobertine Palinggi) SUBSTITUSI TEPUNG BUNGKIL KEDELAI DENGAN TEPUNG BUNGKIL KOPRA DALAM PAKAN IKAN BERONANG, Siganus guttatus ABSTRAK Neltje Nobertine Palinggi

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Tujuan dan luaran pada penelitian ini dapat dicapai dengan melakukan serangkaian tahapan penelitian selama 3 tahun. Pada tahun pertama telah dilakukan budidaya ikan selais dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tawes 2.1.1 Taksonomi Tawes Menurut Kottelat (1993), klasifikasi ikan tawes adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Classis Ordo Familia Genus Species : Pisces : Ostariophysi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pakan yang cukup, berkualitas, dan berkesinambungan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan akan meningkat seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Perlakuan Penelitian ini terdiri dari enam perlakuan yang masing-masing diberi 3 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan berupa perendaman dengan dosis relhp berbeda yaitu

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi)

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Diambil 1 kg tepung onggok singkong yang telah lebih dulu dimasukkan dalam plastik transparan lalu dikukus selama 30 menit Disiapkan 1 liter

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh I. TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh Coturnix coturnix japonica merupakan jenis puyuh yang populer dan banyak diternakkan di Indonesia. Puyuh jenis ini memiliki ciri kepala, punggung dan sayap berwarna coklat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Onggok Kering Terfermentasi Probiotik dalam Ransum Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan Ayam

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG CACING TANAH DALAM PAKAN UNTUK PERTUMBUHAN DAN EFISIENSI PAKAN IKAN BAUNG (Mystus nemurus CV ABSTRAK

SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG CACING TANAH DALAM PAKAN UNTUK PERTUMBUHAN DAN EFISIENSI PAKAN IKAN BAUNG (Mystus nemurus CV ABSTRAK SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG CACING TANAH DALAM PAKAN UNTUK PERTUMBUHAN DAN EFISIENSI PAKAN IKAN BAUNG (Mystus nemurus CV Nur Asiah 1, Indra Suharman 1, Siska Wulandari 2 1 Staf Pengajar Jurusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

MANFAAT PENAMBAHAN PUTIH TELUR AYAM KAMPUNG PADA PELET TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KADAR PROTEIN IKAN MAS (Cyprinus carpio Linne) Trianik Widyaningrum

MANFAAT PENAMBAHAN PUTIH TELUR AYAM KAMPUNG PADA PELET TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KADAR PROTEIN IKAN MAS (Cyprinus carpio Linne) Trianik Widyaningrum MANFAAT PENAMBAHAN PUTIH TELUR AYAM KAMPUNG PADA PELET TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KADAR PROTEIN IKAN MAS (Cyprinus carpio Linne) Trianik Widyaningrum Pendidikan Biologi Universitas Ahmad Dahlan Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Terpadu, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung dan Laboratorium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Ikan Lele Kebutuhan Nutrien Ikan Lele

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Ikan Lele Kebutuhan Nutrien Ikan Lele TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Ikan Lele Ikan lele (Clarias sp) merupakan ikan lele asli Indonesia. Budidaya ikan ini biasanya dilakukan di kolam-kolam tergenang hampir diseluruh propinsi di Indonesia. Karena

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitan pengaruh variasi dosis tepung ikan gabus terhadap pertumbuhan dan hemoglobin ikan lele, dengan beberapa indikator yaitu pertambahan

Lebih terperinci

3 METODE 3.1 Pakan Uji

3 METODE 3.1 Pakan Uji 19 3 METODE 3.1 Pakan Uji Pakan perlakuan yang digunakan dalam penelitian adalah empat jenis pakan dengan formulasi yang berbeda dan kesemuanya mengandung protein kasar (CP) 35%. Penggunaan sumber lemak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah limbah tidak dapat lepas dari adanya aktifitas industri, termasuk industri ternak ayam pedaging. Semakin meningkat sektor industri maka taraf hidup masyarakat meningkat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus September

III. METODE PENELITIAN. Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus September 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hanya bisa didapatkan dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari (Rasyid, 2003;

I. PENDAHULUAN. hanya bisa didapatkan dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari (Rasyid, 2003; I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asam lemak omega 3 termasuk dalam kelompok asam lemak essensial. Asam lemak ini disebut essensial karena tidak dapat dihasilkan oleh tubuh dan hanya bisa didapatkan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam petelur memiliki keunggulan dan kelemahan, keunggulan ayam petelur yaitu memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Perubahan kandungan nutrisi daun mata lele Azolla sp. sebelum dan sesudah fermentasi dapat disajikan pada Gambar 1. Gambar1 Kandungan nutrisi daun mata lele Azolla

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

Haryati, Edison Saade, Agus Pranata ABSTRAK

Haryati, Edison Saade, Agus Pranata ABSTRAK PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP RETENSI DAN EFISIENSI PEMANFAATAN NUTRISI PADA TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskål) Haryati, Edison Saade, Agus Pranata ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1. Klasifikasi Secara biologis ikan lele dumbo mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, yaitu lebih mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih ( Pleurotus ostreatus ) atau white mushroom ini merupakan salah satu jenis jamur edibel yang paling banyak dan popular dibudidayakan serta paling sering

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nila merah merupakan hasil hibridisasi antara ikan nila betina

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nila merah merupakan hasil hibridisasi antara ikan nila betina II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Nila Merah Ikan nila merah merupakan hasil hibridisasi antara ikan nila betina reddish-orange Mozambique (Oreochormis mossambicus) dengan ikan nila jantan normal (Oreochormis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase Terfermentasi Terhadap Konsumsi Pakan, Konversi Pakan dan Pertambahan Bobot

Lebih terperinci