TINGKAT PENGETAHUAN IBU DAN POLA KONSUMSI PADA ANAK AUTIS DI KOTA BOGOR DWI MURNI MUJIYANTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINGKAT PENGETAHUAN IBU DAN POLA KONSUMSI PADA ANAK AUTIS DI KOTA BOGOR DWI MURNI MUJIYANTI"

Transkripsi

1 TINGKAT PENGETAHUAN IBU DAN POLA KONSUMSI PADA ANAK AUTIS DI KOTA BOGOR DWI MURNI MUJIYANTI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 ABSTRACT DWI MURNI MUJIYANTI. Level of Mother s Knowledge and Consumption Pattern in Children with Autism in Bogor. Under direction of TIURMA SINAGA and EDDY S. MUDJAJANTO. Autism is a developing disorder which is caused by brain destruction. Brain destruction makes some disorder in communication, behavior, and social ability. Most children with autism have metabolic problem, such as enzyme deficiencies and leaky gut condition which allows proteins gluten and casein can not be absorbed as in normal children. So, intervention of diet especially diet GFCF (Gluten Free Casein Free) is one of the most common solution given. Mother s knowledge is one important thing that affects child consumption. The general purpose of this research was to determine the relationship between mother s knowledge and consumption pattern in children with autism in Bogor. The research uses cross sectional study from April to May The number of 93% samples have a frequency of eating 3 meals a day and only 17% given cycle menu. The number of 10% samples have an allergy to food served cold, orange, shrimp, and honey. The number of 26,67% samples taking supplement. Most of the samples do not consume foods containing gluten or casein. Food that contain gluten and casein are the most frequently consumed by the samples are biscuit, milk, cheese, and yogurt. Intakes of both calories and proteins were adequate in the majority of children, but the proteins was higher than Recommended Dietary Allowence (RDA). The average intake of vitamin A and magnesium were normal. However, the following nutrients did not meet the RDA requirements at all : vitamins C, calcium, and zinc. The result showed that nutritional status of 30% sample were normal and 40% sample were obesity. The result showed that mother s knowledge related to the frequency of consumption of food containing gluten and casein in children. Samples which have a less knowledgeable mothers, likely to consume food that contain gluten for more than or equal to 3 times a week. However, samples with less knowledgeable mothers, reducing the consumption of food containing casein to less than 3 times a week. The result showed no relationship between mother s knowledge with energy and nutrition adequacy level, as well as nutritional status of sample. The result also indicate that there is no relationship between adequacy level of energy and protein with nutritional status. Keyword : Autism, gluten free casein free, mother s knowledge, energy and nutrition adequacy level, food consumption

3 RINGKASAN DWI MURNI MUJIYANTI. Tingkat Pengetahuan Ibu dan Pola Konsumsi pada Anak Autis di Kota Bogor. Dibimbing Oleh TIURMA SINAGA dan EDDY S. MUDJAJANTO. Tujuan penelitian ini secara umum adalah mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan pola konsumsi pada anak autis di Kota Bogor. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1) mengidentifikasi karakteristik anak autis dan keluarga, 2) mengetahui akses ibu terhadap informasi pangan dan gizi serta tingkat pengetahuan ibu tentang pola konsumsi, makanan sumber gluten dan kasein, serta makanan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan bagi anak autis, 3) mengetahui pola konsumsi pangan yang meliputi frekuensi makan, siklus menu, makanan yang disukai, makanan yang biasa dikonsumsi, konsumsi pangan sumber gluten dan kasein, konsumsi suplemen, serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak autis, 4) menilai status gizi anak autis, 5) menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi anak autis, 6) menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan status gizi anak autis, 7) menganalisis hubungan antara pengetahuan ibu dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak autis, 8) menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan frekuensi konsumsi pangan sumber gluten dan kasein anak autis. Penelitian dilaksanakan di Yayasan Keluarga Istimewa Indonesia (YKII), Cimanggu, dan SDN Perwira Kota Bogor. Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei Kriteria contoh dalam penelitian ini adalah anak autis yang melakukan bimbingan belajar di Yayasan Keluarga Istimewa Indonesia (YKII), Cimanggu serta bersekolah di SDN Perwira Kota Bogor yang bersedia ikut serta dalam penelitian. Penarikan contoh dilakukan secara purposive sampling. Responden adalah ibu yang merupakan sumber informasi untuk menambah data. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer meliputi (1) karakteristik anak (usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan), (2) karakteristik orang tua (pendapatan, pendidikan, besar keluarga, usia), (3) pola konsumsi (frekuensi makan, jenis bahan pangan sumber gluten dan kasein, konsumsi suplemen, konsumsi selama tiga hari, makanan yang biasa dikonsumsi, makanan yang disukai, dan alergi). Pola konsumsi dan konsumsi pangan anak dinilai dengan menggunakan Food Frequency Questionares (FFQ) dan Food Record (3x24 jam), wawancara, serta pengamatan langsung. Data sekunder meliputi keadaan umum dan profil yayasan dan sekolah. Contoh sebagian besar (76,7%) berjenis kelamin laki-laki dan berusia pada kisaran 8-9 tahun sebanyak 43,3%. Keluarga contoh sebagian besar (70%) merupakan keluarga kecil, dengan usia ibu 80,0% tergolong usia dewasa awal (31-40 tahun) dan usia ayah 70,0% tergolong kategori dewasa madya (41-50 tahun). Pendidikan terakhir SMA pada ibu sebesar 40% dan pada ayah sebesar 33,33%. Ayah contoh sebagian besar (36,67%) bekerja sebagai wiraswasta sedangkan ibu contoh sebagian besar (76,67%) merupakan ibu rumah tangga. Pendapatan keluarga contoh sebagian besar (30%) berada pada rentang Rp Rp Responden sebagian besar (73,33%) sudah mengetahui informasi awal mengenai autis. Tindakan awal responden ketika pertama kali menyadari anaknya mengalami autis sebagian besar (86,67%) langsung berkonsultasi dengan dokter. Responden sebagian besar (56,67%) memperolah informasi dari media televisi, koran, majalah, atau internet. Responden sebagian besar (50%)

4 umumnya langsung menerapkan informasi yang ia peroleh tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan tenaga profesional. Jenis pelayanan kesehatan yang umumnya digunakan oleh ibu adalah rumah sakit atau puskesmas (73,33%). Sebanyak 33,33% responden mengaku sering datang ke dokter/ terapis minimal 1 kali seminggu. Alasan responden yang membawa anaknya ke terapis sebagian besar atas anjuran dari dokter (73,33%). Responden sebagian besar (60%) mengaku pernah mengikuti seminar atau penyuluhan tentang anak autis untuk menambah pengetahuan tentang autis. Menurut hasil perhitungan 66,67% responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik. Contoh sebagian besar (93,33%) mengonsumsi makanan lengkap sebanyak tiga kali makan utama dalam sehari. Ibu sebagian besar tidak menerapkan siklus menu bagi anaknya sehingga cenderung memberikan makanan sesuai dengan bahan pangan yang tersedia. Makanan yang biasa dikonsumsi hampir sama seperti anak yang tidak mengalami autis. Contoh hanya tidak boleh mengonsumsi jenis makanan tertentu sesuai diet yang dijalani dan alergi yang dialami. Contoh yang memiliki alergi terhadap makanan tertentu sebanyak 10%. Sebanyak 26,67% contoh mengonsumsi suplemen. Contoh sebagian besar tidak mengonsumsi gluten maupun kasein. Rata-rata konsumsi pangan sumber gluten dan kasein contoh adalah 43,33% tidak pernah mengonsumsi pangan sumber gluten dan 66,67% tidak pernah mengonsumsi makanan sumber kasein. Jenis pangan sumber gluten yang paling sering diberikan yaitu mie, roti, dan biskuit masing-masing sebanyak 3x dalam seminggu. Sementara jenis pangan sumber kasein yang masih diberikan diantaranya susu sapi, susu skim, susu bubuk, mentega, keju, yoghurt, dan biskuit/wafer yang mengandung susu. Berdasarkan hasil perhitungan 40% contoh memiliki tingkat kecukupan energi normal dan 80% contoh memiliki tingkat kecukupan protein berlebih. Tingkat kecukupan vitamin A pada contoh, sebanyak 60% telah cukup baik. Kondisi sebaliknya ditemukan pada tingat kecukupan vitamin C. Sebagian besar contoh (70%) masih berada dalam kategori kurang. Contoh sebagian besar termasuk dalam kategori kurang untuk tingkat kecukupan kalsium dan zinc. Masing-masing dengan persentase 80% untuk kalsium dan zinc. Sementara tingkat kecukupan magnesium sebesar 93,33% dari contoh sudah cukup. Indeks BB/U menunjukkan bahwa 73,33% contoh berstatus gizi baik. Indeks TB/U menunjukkan bahwa 83,33% contoh memiliki status gizi normal. Status gizi contoh berdasarkan indeks IMT/U berkisar pada status gizi normal (30%) dan obesitas (40%). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi, serta status gizi (p>0,05). Hasil analisis korelasi Pearson juga menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan status gizi contoh. Hasil uji epidemiologi dengan menghitung Odds Ratio (OR) diketahui bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan frekuensi konsumsi pangan sumber gluten dan kasein pada anak. Anak dengan ibu yang berpengetahuan kurang berpeluang mengonsumsi pangan sumber gluten 3 kali seminggu 4 kali lebih sering dibandingkan anak dengan ibu berpengetahuan baik. Kondisi sebaliknya terjadi pada hubungan antara pengetahuan ibu dengan konsumsi makanan sumber kasein. Kelompok ibu berpengetahuan kurang menurunkan konsumsi pangan sumber kasein pada anak 2,3 kali lebih tinggi dibandingkan ibu berpengetahuan baik.

5 TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN POLA KONSUMSI ANAK AUTIS DI KOTA BOGOR DWI MURNI MUJIYANTI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

6 Judul : Tingkat Pengetahuan Ibu dan Pola Konsumsi pada Anak Autis di Kota Bogor Nama : Dwi Murni Mujiyanti NIM : I Disetujui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Tiurma Sinaga, B. Sc., MFSA Ir. Eddy S. Mudjajanto NIP NIP Diketahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP Tanggal lulus :

7 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alah SWT karena atas rahmat, hidayah, dan keridhaan-nya penulis mampu menyelesaikan penulisan tugas akhir ini dengan baik. Penyusunan tugas akhir penulis yang berjudul Tingkat Pengetahuan Ibu dan Pola Konsumsi pada Anak Autis di Kota Bogor disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis pada kesempatan ini ingin berterima kasih kepada : 1. Tiurma Sinaga, B. Sc., MFSA dan Ir. Eddy S. Mudjajanto selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, masukan, kritik, dan semangat untuk menyelesaikan tugas akhir ini dengan penuh kesabaran. 2. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M. Kes selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji skripsi atas saran yang diberikan. 3. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M. Si selaku dosen pembimbing akademik. 4. Ibu dan bapak tercinta, serta Kakak tersayang, Nopiyanti atas dukungan, cinta, kasih sayang, doa, nasihat, dan semangatnya. 5. Keluarga besar Yayasan Keluarga Istimewa Indonesia (YKII), SDN Perwira, SDN Semeru 6, LSC Sekolah Alam Bogor serta orang tua dan adik-adik yang telah bersedia untuk berpartisipasi dan membantu kelancaran penelitian. 6. Sahabat-sahabatku (Novi L, Siti M, Siti H, Tia, Welli, Ivi, Rysda, Cipit, Susi, Muthe, Ayu, Dita, Yid, Stefanie, Nonly, Siti Astuti, Nope, dan Ila) dan teman-teman Luminaire (GM 44) atas doa, kebersamaan, kebaikan dan dukungannya selama ini. 7. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis selama kuliah hingga penyelesaian skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat dan informasi bagi semuanya. Bogor, Desember 2011 Dwi Murni Mujiyanti

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 13 Oktober Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari keluarga Bapak Mujakir dan Ibu Eti Maryati. Tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Cilolohan 1 Tasikmalaya setelah sebelumya bersekolah di Taman Kanak-kanak Cangkurileung Tasikmalaya. Penulis melanjutkan studinya di SMPN 1 Tasikmalaya dan lulus pada tahun Selanjutnya penulis melanjutkan sekolah di SMAN 1 Tasikmalaya dan lulus pada tahun Bulan Juli 2007, Penulis dinyatakan diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Gizi Masyarakat, mayor Ilmu Gizi, Fakultas Ekologi Manusia. Selain mempelajari mayor Ilmu Gizi penulis juga mengambil minor Perkembangan Anak dari jurusan Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK), Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh masa pendidikan di IPB, penulis pernah aktif sebagai anggota divisi Mentoring Club Forum Syiar Islam FEMA (FORSIA) periode Penulis juga pernah menjabat sebagai Ketua Divisi Keuangan Majalah Emulsi (Majalah Peduli Pangan dan Gizi) periode Selain itu, Penulis juga pernah terlibat dalam berbagai kepanitiaan, antara lain Nutrition Fair (2009), Seminar dan Pelatihan Jurnalistik (2010), dan Seminar Gizi Nasional Senzational (2010). Pada tahun penulis mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dan beasiswa Supersemar pada tahun Bulan Juni sampai dengan Agustus 2010, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Sukadamai, Kabupaten Bogor. Selain itu, Penulis juga melaksanakan Internship Dietetic (ID) di RSUD Cibinong, Bogor pada bulan Juni 2011.

9 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN Halaman Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 3 Tujuan... 3 Hipotesis... 4 Kegunaan... 4 TINJAUAN PUSTAKA Autis... 5 Pengertian dan gejala... 5 Jenis-jenis Autis... 7 Klasifikasi Autis... 8 Etiologi dan Patofisiologi... 9 Mekanisme Terjadinya Autis Faktor Resiko Kejadian Autis Jenis-jenis Terapi Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Besar Keluarga Pendidikan Pendapatan Pengetahuan Gizi dan Akses Ibu terhadap Informasi Gizi dan Kesehatan Kebiasaan Makan Konsumsi Pangan Diet untuk Penderita Autis Diet GFCF (Gluten Free Casein Free) Penilaian Konsumsi Pangan Food Frequency Questinaires (FFQ) Food Record Status Gizi KERANGKA PEMIKIRAN METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengambilan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional i iii iv v

10 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Yayasan Keluarga Istimewa Indonesia (YKII) SDN Perwira Karakteristik Anak Autis Usia Anak Jenis Kelamin Karekteristik Keluarga Anak Autis Besar Keluarga Usia Orang Tua Pendidikan Terkahir Pekerjaan Pendapatan Keluarga Akses Informasi Pengetahuan Ibu Konsumsi Pangan Frekuensi Konsumsi Pangan Siklus Menu Makanan yang Disukai Makanan yang Biasa Dikonsumsi Konsumsi Suplemen Alergi Makanan Konsumsi pangan sumber gluten dan kasein Konsumsi Zat Gizi Tingkat Kecukupan Gizi Status Gizi Hubungan antara Pengetahuan Gizi dengan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi Contoh Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein dengan Status Gizi Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Konsumsi Pangan Sumber Gluten dan Kasein KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 77

11 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Cut off pengkategorian pengetahuan gizi Tabel 2 Data, jenis data, dan cara pengumpulan data Tabel 3 Distribusi jenis kelamin contoh berdasarkan usia Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Tabel 5 Sebaran usia orang tua contoh Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orang tua Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan informasi dan tindakan awal ibu, sumber informasi dan penerapannya Tabel 10 Sebaran ibu berdasarkan jenis, frekuensi kunjungan, dan keikutsertaan dalam seminar atau penyuluhan Tabel 11 Distribusi tingkat pengetahuan ibu berdasarkan tingkat pendidikan Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan jenis suplemen yang dikonsumsi Tabel 13 Distribusi jenis makanan penyebab alergi berdasarkan klasifikasi autis Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata frekuensi konsumsi pangan sumber gluten dan kasein per kelompok makanan Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi zat gizi Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan mineral Tabel 19 Distribusi status gizi (indeks BB/U dan TB/U) contoh berdasarkan klasifikasi autis Tabel 20 Distribusi status gizi (indekas IMT/U) contoh berdasarkan klasifikasi autis Tabel 21 Hasil uji korelasi Spearman antara tingkat pengetahuan ibu dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi Tabel 22 Hasil uji korelasi Spearman antara tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi Tabel 23 Hasil uji korelasi Pearson antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan status gizi Tabel 24 Distribusi konsumsi gluten dan kasein berdasarkan pengetahuan ibu... 69

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran tingkat pengetahuan ibu dan pola konsumsi pada anak autis di kota Bogor Gambar 2 Perbandingan sebaran status gizi contoh dengan grafik normal status gizi (IMT/U) menurut WHO Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan status gizi (TB/U) Gambar 4 Sebaran contoh berdasarkan presentase jawaban benar dari setiap pertanyaan... 80

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Angka kecukupan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada contoh Lampiran 2 Persentase jawaban pengetahuan ibu Lampiran 3 Frekuensi makanan sumber gluten yang biasa dikonsumsi.. 81 Lampiran 4 Frekuensi makanan sumber kasein yang biasa dikonsumsi. 82 Lampiran 5 Data status gizi contoh yang diambil Lampiran 6 Kuesioner... 84

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Anak merupakan individu yang berada pada satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Anak mengalami rentang pertumbuhan dan perkembangan yang terdiri dari rentang cepat dan lambat. Proses perkembangan anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping, dan perilaku sosial (Hidayat A 2004). Pada beberapa kondisi terdapat anak-anak yang mengalami masalah perkembangan. Salah satu kelainan yang diderita anak yang menjadi sorotan saat ini adalah autis. Autis adalah gangguan perkembangan yang mencakup bidang komunikasi, interaksi, serta perilaku yang luas dan berat. Gejala autis mulai tampak pada anak usia bulan. Penyebabnya adalah gangguan pada perkembangan susunan syaraf pusat yang menyebabkan terganggunya fungsi otak. Autis bisa terjadi pada siapapun, tanpa ada perbedaan status sosial ekonomi, pendidikan, golongan etnis, maupun bangsa (Indiarti MT 2007). Kasus autis belakangan ini bukan hanya terjadi di negara-negara maju seperti Inggris, Australia, Jerman dan Amerika, tetapi juga di negara berkembang seperti Indonesia. Prevalensi autis di dunia saat ini mencapai kasus per anak atau 0,15-0,20%. Apabila angka kelahiran di Indonesia enam juta per tahun, maka jumlah penyandang autis di Indonesia, bertambah 0,15% atau anak pertahun. Jumlah anak laki-laki penyandang autis dapat mencapai tiga sampai empat kali lebih besar daripada anak perempuan (Mashabi NA. & Tajudin NR. 2009). Jumlah anak penderita autis di Indonesia diperkirakan mencapai anak. Langkah untuk mengurangi gejala dari autis salah satunya adalah dengan memberikan intervensi diet. Intervensi diet dimaksudkan untuk menghilangkan atau mengurangi gejala autisme, meningkatkan kualitas hidup, serta memberikan status nutrisi yang baik. Intoleransi dan alergi makanan merupakan salah satu faktor pencetus yang perlu diperhatikan terhadap anak autis. Intervensi diet khusus bagi anak penyandang autis akan sangat bermanfaat untuk mengurangi manifestasi klinis yang terjadi, sehingga dapat membantu dalam perbaikan tingkah laku. Terdapat beberapa terapi diet autis yang telah diajukan untuk memperbaiki atau menyembuhkan gangguan ini. Strategi diet autis yang telah diusulkan sebagai penanganan diantaranya yaitu:

15 diet bebas jamur, diet GFCF (Gluten Free Casein Free), diet bebas bahan aditif, dan diet suplemen. Diet yang paling sering diberikan adalah diet Gluten Free Casein Free (GFCF). Gluten dan kasein tidak diperbolehkan untuk anak autis karena gluten dan kasein termasuk protein yang tidak mudah dicerna. Enzim pencernaan pada anak autis sangat kurang hingga membuat makanan tidak dicerna dengan sempurna. Gluten dan kasein dapat mempengaruhi fungsi susunan syaraf pusat, menimbulkan keluhan diare dan meningkatkan hiperaktivitas, yang tidak hanya berupa gerakan tetapi juga emosinya seperti marah-marah, mengamuk atau mengalami gangguan tidur (Suryana 2004). Hasil penelitian Latifah pada tahun 2004 menunjukkan bahwa 68,42% anak autis di Kota Bogor yang menerima diet GFCF menunjukkan adanya perbaikan perilaku terutama dalam hal hiperaktivitas. Dokter biasanya menyarankan untuk memperhatikan makanan untuk anak yang telah dinyatakan autis. Diet yang dianjurkan yaitu harus bebas gluten dan kasein. Dokter sering lupa bahwa ibu-ibu tidak tahu makanan apa saja yang bebas gluten dan kasein, sehingga tidak sedikit orang tua yang akhirnya kebingungan dalam memilih bahan makanan. Anak menjadi memiliki pilihan makanan yang terbatas yang pada akhirnya berpotensi menjadikan anak mudah terserang penyakit atau mengalami gizi kurang (Kusumayanti et al. 2005). Seorang ibu harus bersikap lebih selektif dalam mengatur pola makan bagi anaknya. Ibu dapat dengan tegas melarang atau memperbolehkan anak untuk mengonsumsi jenis makanan tertentu. Oleh karena itu, ibu harus memiliki pengetahuan yang baik tentang pilihan makanan untuk anak autis. Berdasarkan hasil penelitian Mashabi NA dan Tajudin NR pada tahun 2009, diketahui bahwa tinggi rendahnya pengetahuan ibu akan mempengaruhi pola makan anak autis. Penelitian Kusumayanti et al. tahun 2005 menyebutkan bahwa sebagian besar anak penyandang autis yang di terapi di RS Sanglah Denpasar belum dapat melaksanakan diet GFCF (Gluten Free Casein Free). Salah satu alasan yang dikemukan ibu dari penyandang autis adalah kurangnya pengetahuan ibu tentang diet GFCF (Gluten Free Casein Free) bagi anak autis. Oleh karena itu pengetahuan ibu tentang pangan apa saja yang boleh dikonsumsi oleh anak autis sangat penting bagi terpenuhinya kecukupan gizi sesuai dengan kebutuhan anak. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik

16 untuk mengetahui gambaran pola konsumsi anak autis khususnya pangan sumber gluten dan kasein dan pengetahuan ibu pada anak autis di kota Bogor. Perumusan Masalah Anak penyandang autis jumlahnya semakin bertambah dari tahun ke tahun, bukan hanya di negara-negara maju tetapi juga di negara berkembang seperti Indonesia. Hasil penelitian Central of Disease Control (CDC) di Amerika Serikat menyatakan bahwa perbandingan anak penyandang autis sebesar 1 dari 150 kelahiran. Angka yang sama juga diperkirakan terjadi di tempat lain termasuk Indonesia. Penanganan yang tepat sangat diperlukan baik dari segi psikososial maupun asupan makanan yang sehat dan bergizi. Salah satu terapi diet yang umum dianjurkan pada anak penderita autis adalah diet GFCF (Gluten Free Casein Free). Ibu memegang peranan penting dalam pendampingan proses perkembangan anak, termasuk dalam pemilihan asupan makanan yang tepat sesuai kebutuhan anak. Pengetahuan yang cukup terutama tentang diet yang tepat bagi anak penyandang autis sangat diperlukan agar dapat memberikan penanganan yang tepat dan memastikan anak mendapat asupan makanan yang cukup. Tujuan Tujuan umum : Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan pola konsumsi pada anak autis di Kota Bogor. Tujuan khusus : 1. Mengidentifikasi karakteristik anak autis dan keluarga. 2. Mengetahui akses ibu terhadap informasi pangan dan gizi serta tingkat pengetahuan ibu tentang pola konsumsi, makanan sumber gluten dan kasein, serta makanan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan bagi anak autis. 3. Mengetahui pola konsumsi pangan yang meliputi frekuensi makan, siklus menu, makanan yang disukai, makanan yang biasa dikonsumsi, konsumsi pangan sumber gluten dan kasein, konsumsi suplemen, serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak autis. 4. Menilai status gizi anak autis. 5. Menganalisis hubungan antara pengetahuan ibu dengan tingkat kecukupan energi dan protein anak autis.

17 6. Menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi anak autis. 7. Menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan status gizi anak autis. 8. Menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan frekuensi konsumsi pangan sumber gluten dan kasein anak autis. Hipotesis Hipotesis yang akan diuji dan digunakan sebagai dasar dari penelitian ini adalah : 1. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan tingkat kecukupan energi dan protein contoh. 2. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi contoh. 3. Terdapat hubungan antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan status gizi contoh. 4. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan frekuensi konsumsi pangan sumber gluten dan kasein contoh. Kegunaan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang pola konsumsi atau diet yang selama ini telah dilakukan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan bagi para orang tua anak penyandang autis tentang pentingnya pengetahuan dan pemberian makanan yang tepat bagi anak autis. Penulis dan masyarakat umumnya diharapkan dapat mengetahui lebih banyak tentang permasalahan-permasalahan anak autis, serta bagi terapis atau pengajar dapat menjadikan sebagai bahan masukan untuk orang tua tentang cara pemberian makan yang tepat untuk anak autis.

18 TINJAUAN PUSTAKA Autis Pengertian dan Gejala Autisme berasal dari kata Yunani autos yang berarti self (diri). Kata autisme ini digunakan di dalam bidang psikiatri untuk menunjukkan gejala menarik diri. Istilah autis pertama kali dikemukakan pada tahun 1943 oleh Leo Kanner, seorang psikolog dari Universitas John Hopkins. Ia memakai istilah autis yang secara sosial tidak mau bergaul dan tenggelam dengan kerutinan, anakanak yang harus berjuang keras untuk bisa menguasai bahasa lisan namun tak jarang menyimpan bakat intelektual tinggi. Berdasarkan penelitian terkini, gejala autis disebabkan beberapa faktor yaitu genetik, infeksi virus rubella atau galovirus saat dalam kandungan, faktor makanan seperti makanan yang mengandung gluten dan kasein, gangguan metabolik yang menyebabkan kelainan pada sistem limbik (bagian otak yang mengatur emosi), kondisi ibu yang merokok pada saat hamil, serta pencemaran terhadap logam berat terutama timbal (Kanner L 2007 dalam Latifah 2004). Sari ID (2009), berpendapat istilah autis berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme yang berarti aliran. Autisme berarti suatu paham yang tertarik hanya pada dunia sendiri. Autis diduga akibat kerusakan saraf otak yang bisa muncul karena beberapa faktor, di antaranya : genetik dan faktor lingkungan. Menurut Sutadi (2003), secara sederhana masalah atau karakteristik yang sering terdapat pada penyandang autis adalah sebagai berikut: (1) Kurangnya kemampuan untuk berkomunikasi seperti bicara dan berbahasa. (2) terjadi ketidaknormalan dalam hal menerima rangsang melalui panca indera (pendengaran, penglihatan,perabaan dan lain-lain), (3) masalah gerak/motorik. (4) kelemahan kognitif, (5) perilaku yang tidak biasa, dan (6) masalah fisik. Menurut Yuliana & Emilia (2006), Autistic Spectrum Disorder (ASD) adalah suatu kelompok gangguan perkembangan anak yang terdiri dari Attention Deficit Disorder (ADD), Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) dan Pervasive Developmental Disorder (PDD). PDD adalah diagnosis yang diberikan kepada anak-anak apabila menunjukkan gejala autis tetapi masih memiliki sedikit kemampuan untuk berbicara dan berkomunikasi. Seorang anak yang didiagnosis dengan ADD memiliki kesulitan dalam mempertahankan kemampuan memusatkan perhatiannya. Seorang anak hiperaktif dengan ADD dinamakan ADHD. Keduanya dianggap sebagai bentuk ASD yang lebih ringan. Asperger 's

19 Syndrome adalah bentuk autis yang paling ringan karena mempakan anak-anak yang cerdas. Mereka menggunakan dan mengerti perbendaharaan kata secara khas, tetapi memiliki minat yang sangat sempit dan menunjukkan banyak kekurangan dari segi sosial. Seorang anak dengan Asperger 's Syndrome bisa sangat ahli mengenai masalah mesin cuci, tapi mesin cuci adalah satu-satunya hal yang dibicarakan. Gejala-gejala yang terlihat pada anak yang menderita autis adalah diare atau sembelit yang susah diatur, sakit pada bagian perut, adanya gas dan kembung, buang air besar yang berbau busuk dan bewarna lebih muda, dan kesulitan tidur setiap malam yang disebabkan oleh saluran usus yang mengalami gangguan sepanjang malam akibat asam lambung naik dan membakar esopaghus, yaitu tempat dilaluinya makanan menuju perut (Yuliana & Emilia E 2006). Menurut Acocella (1996) dalam Lubis MU. (2009), ada banyak tingkah laku yang tercakup dalam autis dan ada 4 gejala yang selalu muncul, yaitu : 1. Isolasi sosial Banyak anak autis yang menarik diri dari segala kontak sosial kedalam suatu keadaan yang disebut extreme autistic aloness. Hal ini akan semakin terlihat pada anak yang lebih besar, dan ia akan bertingkah laku seakan-akan orang lain tidak pernah ada. 2. Kelemahan kognitif : Anak autis sebagian besar (± 70%) mengalami retardasi mental (IQ < 70) tetapi anak autis sedikit lebih baik, contohnya dalam hal yang berkaitan dengan kemampuan sensori motor. Terapi yang dijalankan anak autis meningkatkan hubungan sosial mereka tapi tidak menunjukkan pengaruh apapun pada retardasi mental yang dialami. Oleh karena itu, retardasi mental pada anak autis, terutama sekali disebabkan oleh masalah kognitif dan bukan pengaruh penarikan diri dari lingkungan sosial. 3. Kekurangan dalam bahasa Lebih dari setengah autis tidak dapat berbicara, yang lainnya hanya mengoceh, merengek, menjerit atau menunjukkan ecolalia, yaitu menirukan apa yang dikatakan orang lain. Beberapa anak autis mengulang potongan lagu, iklan TV, atau potongan kata yang terdengar tanpa tujuan. Beberapa anak autis menggunakan kata ganti dengan cara yang aneh. Menyebut diri mereka sendiri sebagai orang kedua kamu atau orang ketiga dia. Intinya anak autis tidak

20 dapat berkomunikasi dua arah (resiprok) dan tidak dapat terlibat dalam pembicaraan normal 4. Tingkah laku stereotif Anak autis sering melakukan gerakan yang berulang-ulang secara terusmenerus tanpa tujuan yang jelas. Seperti berputar-putar, berjingkat-jingkat dan lain sebagainya. Gerakan yang dilakukan berulang-ulang ini disebabkan adanya kerusakan fisik, misalnya adanya gangguan neurologis. Anak autis juga mempunyai kebiasaan menarik-narik rambut dan menggigit jari. Walaupun sering menangis kesakitan akibat perbuatan sendiri, dorongan untuk melakukan tingkah laku yang aneh ini sangat kuat dalam diri mereka. Anak autis juga hanya tertarik pada bagian-bagian tertentu dari sebuah objek, misalnya pada roda mainan mobil-mobilan. Anak autis juga menyukai keadaan lingkungan dan kebiasaan yang monoton. Menurut Handojo (2003), deteksi dini autis pada anak yang dianjurkan untuk diwaspadai oleh para orang tua adalah sebagai berikut : 1. Anak usia 30 bulan belum bisa bicara untuk komunikasi 2. Hiperaktif dan acuh kepada orang tua dan orang lain 3. Tidak bisa bermain dengan teman sebayanya 4. Ada perilaku aneh yang diulang-ulang Jenis-jenis Menurut Faisal Y (2003) dalam Hidayat (2004), autisme terdiri dari tiga jenis yaitu persepsi, reaksi, dan yang timbul kemudian. 1. Autisme persepsi Autisme persepsi merupakan autisme yang timbul sebelum lahir dengan gejala adanya rangsangan dari luar baik kecil maupun kuat yang dapat menimbulkan kecemasan. 2. Autisme reaktif Autisme reaktif ditunjukkan dengan gejala berupa penderita membuat gerakan-gerakan tertentu yang berulang-ulang dan kadang-kadang disertai kejang dan dapat diamati pada anak usia 6-7 tahun. Anak memiliki sifat rapuh dan mudah terpengaruh oleh dunia luar. 3. Autisme yang timbul kemudian Jenis autisme ini diketahui setelah anak agak besar dan akan mengalami kesulitan dalam mengubah perilakunya kerena sudah melekat atau ditambah adanya pengalaman yang baru.

21 Sedangkan menurut Sari ID (2009), autis terbagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut : 1. Autisme klasik. Autis sejak lahir merupakan bawaan yang diturunkan dari orang tua ke anak yang dilahirkan atau sering disebut autis yang disebabkan oleh genetika (keturunan) (CDC 2000). Kerusakan saraf sudah terdapat sejak lahir, karena saat hamil, ibu terinfeksi virus seperti rubella, atau terpapar logam berat berbahaya seperti merkuri dan timbal yang berdampak mengacaukan proses pembentukan sel-sel otak janin. 2. Autisme regresif Muncul saat anak berusia antara 12 sampai 24 bulan. Sebelumnya perkembangan anak relatif normal, namun saat usia anak menginjak 2 tahun kemampuan anak merosot. Anak tadinya sudah bisa membuat kalimat dua sampai tiga kata berubah diam dan tidak lagi berbicara. Anak terlihat acuh dan tidak mau melakukan kontak mata. Kalangan ahli menganggap autisme regresif muncul karena anak terkontaminasi langsung faktor pemicu. Paparan logam berat terutama merkuri dan timbal dari lingkungan merupakan faktor yang paling disorot. Klasifikasi Autis Menurut Cohen & Bolton (1994) dalam Hadrian J (2008) autisme dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan gejalanya. Seringkali pengklasifikasian disimpulkan setelah anak didiagnosa autis. Klasifikasi ini dapat diberikan melalui Childhood Autism Rating Scale (CARS). Skala ini menilai derajat kemampuan anak untuk berinteraksi dengan orang lain, melakukan imitasi, memberi respon emosi, penggunaan tubuh dan objek, adaptasi terhadap perubahan, memberikan respon visual, pendengaran, pengecap, penciuman dan sentuhan. Selain itu, Childhood Autism Rating Scale juga menilai derajat kemampuan anak dalam perilaku takut/gelisah melakukan komunikasi verbal dan non verbal, aktivitas, konsistensi respon intelektual serta penampilan menyeluruh Pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut : a). Autis ringan Pada kondisi ini, anak autis masih menunjukkan adanya kontak mata walaupun tidak berlangsung lama. Anak autis ini dapat memberikan sedikit respon ketika dipanggil namanya, menunjukkan ekspresi-ekspresi muka, dan dalam berkomunikasi secara dua arah meskipun terjadinya hanya sesekali.

22 Tindakan-tindakan yang dilakukan, seperti memukulkan kepalanya sendiri, mengigit kuku, gerakan tangan yang steroetif dan sebagainya, masih bisa dikendalikan dan dikontrol dengan mudah. Karena biasanya perilaku ini dilakukan masih sesekali saja, sehingga masih bisa dengan mudah untuk mengendalikannya. b). Autis sedang Pada kondisi ini, anak autis masih menunjukkan sedikit kontak mata, namun tidak memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan agresif atau hiperaktif, menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang stereotipik cenderung agak sulit untuk dikendalikan tetapi masih bisa dikendalikan. c). Autis berat Anak autis yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-tindakan yang sangat tidak terkendali. Biasanya anak autis memukul-mukulkan kepalanya ke tembok secara berulang-ulang dan terus-menerus tanpa henti. Ketika orang tua berusaha mencegah, namun anak tidak memberikan respon dan tetap melakukannya, bahkan dalam kondisi berada dipelukan orang tuanya, anak autis tetap memukul-mukulkan kepalanya. Anak baru berhenti setelah merasa kelelahan kemudian langsung tertidur. Kondisi yang lainnya yaitu, anak terus berlarian didalam rumah sambil menabrakkan tubuhnya ke dinding tanpa henti hingga larut malam, keringat sudah bercucuran di sekujur tubuhnya, anak terlihat sudah sangat kelelahan dan tak berdaya. Tetapi masih terus berlari sambil menangis. Seperti ingin berhenti, tapi tidak mampu karena semua diluar kontrolnya. Hingga akhirnya anak terduduk dan tertidur kelelahan. Etiologi dan Patofisiologi Menurut Sari ID (2009), autis merupakan penyakit yang bersifat multifaktor. Teori pengenai penyebab dari autis diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Faktor genetika Faktor genetik diperkirakan menjadi penyebab utama dari kelainan autisme, walaupun bukti kongkrit masih sulit ditemukan. Hal tersebut diduga karena adanya kelainan kromosom pada anak autisme, namun kelainan itu tidak selalu berada pada kromosom yang sama. Penelitian masih terus dilakukan sampai saat ini.

23 Jumlah anak berjenis kelamin laki-laki yang menderita autis lebih banyak dibandingkan perempuan, hal ini diduga karena adanya gen atau beberapa gen pada kromosom X yang terlibat dengan autis. Perempuan memiliki dua kromosom X, sementara laki-laki hanya memiliki satu kromosom X. Kegagalan fungsi pada gen yang terdapat di salah satu kromosom X pada anak perempuan dapat digantikan oleh gen pada kromosom lainnya. Sementara pada anak laki-laki tidak terdapat cadangan ketika kromosom X mengalami keabnormalan. Sejumlah penelitian menyimpulkan bahwa gen pada kromosom X bukanlah penyebab utama autis, namun suatu gen pada kromosom X yang mempengaruhi interaksi sosial dapat mempunyai andil pada perilaku yang berkaitan dengan autis (Wargasetia 2003). 2. Kelainan anatomis otak Kelainan anatomis otak ditemukan khususnya di lobus parietalis, serebelum serta pada sistem limbiknya. Sebanyak 43% penyandang autisme mempunyai kelainan di lobus parietalis otaknya, yang menyebabkan anak tampak acuh terhadap lingkungannya. Kelainan juga ditemukan pada otak kecil (serebelum), terutama pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses atensi (perhatian). Jumlah sel Purkinye di otak kecil juga ditemukan sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan dopamin, menyebabkan gangguan atau kekacauan lalu lintas impuls di otak. Kelainan khas juga ditemukan di daerah sistem limbik yang disebut hipokampus dan amigdala. Kelainan tersebut menyebabkan terjadinya gangguan fungsi kontrol terhadap agresi dan emosi. Anak kurang dapat mengendalikan emosinya, sering terlalu agresif atau sangat pasif. Amigdala juga bertanggung jawab terhadap berbagai rangsang sensoris seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, rasa dan rasa takut. Hipokampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat. Gangguan hipokampus menyebabkan kesulitan penyimpanan informasi baru, perilaku diulang-ulang yang aneh dan hiperaktif. 3. Disfungsi metabolik Disfungsi metabolik terutama berhubungan dengan kemampuan memecah komponen asam amino phenolik. Amino phenolik banyak ditemukan di berbagai makanan dan dilaporkan bahwa komponen utamanya dapat menyebabkan terjadinya gangguan tingkah laku pada pasien autis. Sebuah publikasi dari Lembaga Psikiatri Biologi menemukan bahwa anak autis

24 mempunyai kapasitas rendah untuk menggunakan berbagai komponen sulfat sehingga anak-anak tersebut tidak mampu memetabolisme komponen amino phenolik. Komponen amino phenolik merupakan bahan baku pembentukan neurotransmiter, jika komponen tersebut tidak dimetabolisme baik akan terjadi akumulasi katekolamin yang toksik bagi saraf. Makanan yang mengandung amino phenolik itu adalah : terigu (gandum), jagung, gula, coklat, pisang, dan apel. 4. Infeksi Kandidiasis Strain Candida ditemukan di saluran pencernaan dalam jumlah sangat banyak saat menggunakan antibiotik yang nantinya akan menyebabkan terganggunya flora normal anak. Infeksi Candida albicans berat bisa dijumpai pada anak yang banyak mengonsumsi makanan yang banyak mengandung yeast dan karbohidrat, karena dengan adanya makanan tersebut Candida dapat tumbuh subur. Makanan jenis ini dilaporkan menyebabkan anak menjadi autis. Penelitian sebelumnya menemukan adanya hubungan antara beratnya infeksi Candida albicans dengan gejala-gejala menyerupai autis, seperti gangguan berbahasa, gangguan tingkah laku dan penurunan kontak mata. Tetapi Dr Bernard Rimland, seorang peneliti terkemuka di bidang autis, mengatakan bahwa sampai sekarang hubungan antara keduanya kemungkinannya masih sangat kecil. 5. Teori kelebihan opioid dan hubungan antara diet protein kasein dan gluten. Pencernaan anak autis terhadap kasein dan gluten tidak sempurna. Kedua protein ini hanya terpecah sampai polipeptida. Polipeptida dari kedua protein tersebut terserap ke dalam aliran darah dan menimbulkan efek morfin di otak anak. Pori-pori yang tidak lazim kebanyakan ditemukan di membran saluran cerna pasien autis, yang menyebabakan masuknya peptida ke dalam darah. Hasil metabolisme gluten adalah protein gliadin. Gliadin akan berikatan dengan reseptor opioid C dan D. Reseptor tersebut berhubungan dengan mood dan tingkah laku. Diet sangat ketat bebas gluten dan kasein menurunkan kadar peptida opioid serta dapat mempengaruhi gejala autis pada beberapa anak. Sehingga, implementasi diet merupakan terobosan yang baik untuk memperoleh kesembuhan pasien. Teori lain yang masih kontroversial mengenai vaksinasi MMR yang diberikan pada usia 15 bulan, juga teori penggunaan antibiotik, stres, merkuri

25 dan berbagai toksin yang ada di lingkungan. Akan tetapi, semua faktor tersebut mungkin hanya merupakan pemicu, yang bisa terjadi pada anak yang sudah mempunyai riwayat genetik. Teori yang berhubungan dengan diet sampai sekarang masih ramai dibicarakan diantara berbagai teori tersebut. Mekanisme Terjadinya Autis 1) Mekanisme Racun Logam Berat Logam berat dapat berpengaruh buruk pada sistem saluran cerna, sistem imun tubuh, sistem saraf, dan sistem endokrin. Logam berat mengubah fungsi seluler dan sejumlah proses metabolisme dalam tubuh, termasuk yang berhubungan dengan sistem saraf pusat dan sekitamya. Sebagian besar kerusakan yang disebabkan oleh logam berat disebabkan oleh perkembangbiakan radikal bebas oksidan. Radikal bebas adalah molekul yang secara energi keberadaannya tidak seimbang, yaitu terdiri dari elektron yang tidak berpasangan yang mengambil elektron dari molekul lainnya. Radikal bebas umumnya muncul bila molekul sel-sel bereaksi dengan oksigen. Produksi radikal bebas yang berlebihan dapat terjadi apabila seseorang terpapar logam berat atau anak-anak memiliki defisiensi antioksidan secara genetis. Radikal bebas akan dapat merusak jaringan di seluruh tubuh, termasuk otak. Antioksidan seperti vitamin A, C, dan E melindungi tubuh terhadap radikal bebas dan pada tingkat tertentu memperbaiki kerusakan akibat radikal bebas (McCandless 2003). 2) Imun Tubuh dan Saluran Cerna Berinteraksi Otak adalah bagian tubuh yang membutuhkan zat gizi penting. Kebutuhan tersebut sangat bergantung pada interaksi kompleks antarasistem imun, kelenjar endoktrin, dan saluran pencemaan. Imun tubuh adalah pemimpin pertahanan tubuh menghadapi bakteri patogen, jamur, dan virus. Sistem imun juga dapat membedakan antarmolekul asing (Foreign) dan molekul tubuh sendiri (self) dan menggerakkan sel-sel dan antibodi untuk menghadapi molekul asing. Sistem imun seharusnya bereaksi apabila ada masalah, tetapi anak autis mempunyai sistem imun yang malfungsi. Seringkali perubahan fungsi ini menyebabakan tubuh salah mengidentifikasi sel-sel sendiri dan molekul asing. Malfungsi ini menyebabkan terjadinya peradangan saluran cerna (McCandless 2003). Saluran cerna merupakan penghalang penting antara patogen yang datang dari luar dan organ-organ dalam, dimana

26 sejumlah mekanisme imun terdapat pada ephitalium. Lapisan usus ini bertugas memblokir patogen luar agar tidak melakukan perusakan. 3) Pertumbuhan Jamur yang Berlebih dapat Melukai Sistem Saluran Cerna Pemberian antibiotik yang berlebihan mengakibatkan banyak bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Antibiotik bukan hanya membunuh patogen, tetapi sekaligus membunuh bakteri-bakteri pelindung (probiotik) usus. Diare kronis atau sembelit pada anak dapat menunjukkan gejala pertumbuhan jamur yang berlebihan pada banyak individu. Pertumbuhan bakteri dan jamur yang berlebihan dapat melukai sistem saluran cerna dan merupakan salah satu penyebab spektrum autis (McCandless 2003). 4) Peningkatan Permeabilitas Mukosa Usus dan Malabsorpsi Jamur memproduksi hasil sampingan yang beracun yang dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit pencernaan, terasuk sindrom iritasi usus besar (irritable bowel syndrome), sembelit yang kronis atau diare (Walsh 2003 dalam Yuliana & Emilia E 2006). Salah satu racun hasil sampingan ini adalah enzim yang membiarkan jamur tersebut menggali lubang di dinding usus yang dapat mengakibatkan terjadinya keadaan leaky gut. Racun-racun yang diproduksi oleh jamur ini benar-benar mengebor lubang-lubang pada dinding usus dan meresap ke dalam aliran darah anak. Substansi racun ini dapat melukai atau merusak sawar darah otak yang menyebabkan rusaknya kesadaran, kemampuan kognitif, kemampuan bicara atau tingkah laku. Sawar darah otak merupakan suatu dinding yang impermeabel. Sawar darah berfungsi melindungi otak dari berbagai gangguan yang dapat menyebabkan disfungsi otak. Penyerapan protein yang tidak cukup atau tidak sesuai oleh usus dapat menyebabkan kelainan sistem pencernaan. Sistem pencernaan yang sehat akan mampu mencerna makanan yang kompleks dan memecahnya ke dalam bentuk yang dapat diserap oleh sel-sel tubuh yang kemudian diubah menjadi energi melalui metabolisme tubuh (McCandless 2003). Sewaktu dicerna, banyak protein yang dipecah menjadi asam amino tunggal, yang lainnya dibawa sebagai rantai yang sedikit lebih besar. Pada anak autis, protein dan peptida yang tidak dapat dicema berasal dari casein dan gluten. Peptida yang tidak bisa diterima tubuh dapat memasuki aliran darah dan apabila terbawa ke otak akan memiliki efek seperti opioid (Shattock 2002 dalam Yuliana & Emilia E. 2004).

27 Lubang-lubang yang berukuran abnormal di antara dinding-dinding lapisan sel usus akan membiarkan opioid dan zat-zat beracun lainnya merembes memasuki aliran darah (Shattock 2002 dalam Yuliana & Emilia E. 2004). Racun-racun ini tidak seharusnya berada di tempat tersebut, maka sistem imun mengenali substansi-substansi ini sebagai benda asing dan membuat antibodi menentang mereka. Beberapa patogen usus yang masuk dalam aliran darah, biasanya akan dihancurkan oleh munculnya reaksi imun. Akan tetapi pecahan dinding sel patogen yang telah dihancurkan ini dapat menyebabkan peradangan dan sampai tingkat tertentu dapat tersangkut di lokasi-lokasi seluruh tubuh termasuk hati dan otak itu sendiri. Substansi racun tersebut dapat merusak bahkan melampaui kemampuan hati untuk membersihkan racun tersebut apabila terdapat dalam jumlah yang cukup banyak. Penumpukan patogen tersebut dapat menimbulkan kehilangan memori dan kebingungan. Faktor Resiko Kejadian Autis Penyebab autis secara pasti sampai saat ini belum diketahui. Para ahli hanya meyakini disebabkan oleh multifaktor yang saling berkaitan satu sama lain, seperti: faktor genetik, abnormalitas sistem pencernaan (gastro-intestinal), polusi lingkungan, disfungsi imunologi, gangguan metabolisme (inborn error), gangguan pada masa kehamilan/persalinan, abnormalitas susunan syaraf pusat/struktur otak, dan abnormalitas biokimiawi. Adapun faktor-faktor resiko yang diduga menjadi penyebab dari autis tersebut adalah sebagai berikut : 1. Tokoplasmosis Tokoplasmosis yaitu suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa tokoplasma gondii. Manusia dapat terinfeksi parasit ini melalui makanan yang mengandung parasit. Ibu hamil yang mengalami keguguran berulang dapat dipastikan penyebabnya tokoplasma. Toplasmosis ibu dapat menyebabkan abortus, kematian janin, pertumbuhan janin terhambat, partus prematus dan kematian neonatal. Bayi yang terkena biasanya berat badan lahirnya rendah, memperlihatkan gejala penyakit neurologi dengan konvulasi, hidrocefalus atau mikrocefalus dan kalsifikasi pada parenkim otak. Kalsifikasi pada parenkim otak dapat menyebabkan pertumbuhan sel-sel otak dan pembentukan cabang sel otak terhambat sehingga komunikasi antar sel

28 terganggu, sehingga di kemudian hari anak akan mengalami hambatan dalam perkembangan otak. 2. Pendarahan antenatal Pendarahan antenatal adalah kondisi dimana ibu hamil mengalami perdarahan yang dapat disebabkan karena gangguan plasenta. Gangguan pada plasenta akan menyebabkan terganggunya suplai oksigen dan glukosa pada janin. Suplai yang tidak mencukupi akan membuat perkembangan otak janin terganggu. 3. Hiperemesis gravidarum Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang sering pada kehamilan trimester I yang menyebabkan keadaan umum menjadi buruk. Hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi, kekurangan cairan yang diminum dan kekurangan cairan karena muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraselular dan plasma serta natrium dan klorida dalam darah turun. Dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi sehingga aliran darah ke jaringan berkurang demikian pula aliran darah ke janin berkurang sehingga suplai oksigen dan glukosa untuk otak janin berkurang. 4. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) BBLR adalah suatu kejadian dimana berat badan bayi saat lahir kurang dari 2500 gram. BBLR dapat disebabkan karena gizi yang kurang saat dalam kandungan. Bayi BBLR dapat mengalami gangguan metabolisme yaitu hipoglikemia dan hipoksia, keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob sehingga otak mengalami kerusakan pada periode perinatal. 5. Trauma lahir Trauma lahir adalah trauma akibat pertolongan pada persalinan misalnya trauma karena tindakan forsep dan vakum. Trauma lahir dapat menyebabkan perdarahan intraserebral, perdarahan subarahnoid, subdural hematon yang mengakibatkan gangguan otak baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga terjadi gangguan aliran darah. 6. Asfiksia Asfiksia adalah keadaan bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksi dapat terjadi selama kehamilan akibat

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei 2011. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Autis Pengertian dan Gejala

TINJAUAN PUSTAKA Autis Pengertian dan Gejala TINJAUAN PUSTAKA Autis Pengertian dan Gejala Autisme berasal dari kata Yunani autos yang berarti self (diri). Kata autisme ini digunakan di dalam bidang psikiatri untuk menunjukkan gejala menarik diri.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai nampak

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai nampak BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autis adalah gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai nampak sebelum anak berusia 3 tahun,

Lebih terperinci

AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme

AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme mrpk kelainan seumur hidup. Fakta baru: autisme masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deteksi dini untuk mengetahui masalah atau keterlambatan tumbuh kembang sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian pertumbuhan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DIET BEBAS GLUTEN DAN KASEIN DENGAN PERILAKU HIPERAKTIF ANAK AUTIS

HUBUNGAN ANTARA DIET BEBAS GLUTEN DAN KASEIN DENGAN PERILAKU HIPERAKTIF ANAK AUTIS HUBUNGAN ANTARA DIET BEBAS GLUTEN DAN KASEIN DENGAN PERILAKU HIPERAKTIF ANAK AUTIS Dita Fiskasila Putri Hapsari, Agung Kurniawan Jurusan Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indikator kesejahteraan suatu masyarakat atau suatu bangsa salah satunya dapat

BAB I PENDAHULUAN. Indikator kesejahteraan suatu masyarakat atau suatu bangsa salah satunya dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas anak adalah cermin kualitas bangsa dan cermin peradaban dunia. Indikator kesejahteraan suatu masyarakat atau suatu bangsa salah satunya dapat dilihat dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengarah pada dirinya sendiri disebut dengan autisme (Yuwono, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengarah pada dirinya sendiri disebut dengan autisme (Yuwono, 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Definisi Autisme Autisme berasal dari kata autos yang berarti aku. Pada pengertian non ilmiah kata tersebut dapat ditafsirkan bahwa semua anak yang mengarah

Lebih terperinci

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Pendahuluan Tidak ada anak manusia yang diciptakan sama satu dengan lainnya Tidak ada satupun manusia tidak memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang berbeda-beda, diantaranya faktor genetik, biologis, psikis dan sosial. Pada setiap pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah anak autis baik di dunia maupun di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah anak autis baik di dunia maupun di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah anak autis baik di dunia maupun di Indonesia memerlukan perhatian yang serius dalam penanganannya. Autis dapat sembuh bila dilakukan intervensi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Karakteristik Responden (Ibu) 1. Nama 2. Tempat, Tanggal lahir..., Usia... tahun 4. Alamat

Lampiran 1. Karakteristik Responden (Ibu) 1. Nama 2. Tempat, Tanggal lahir..., Usia... tahun 4. Alamat Lampiran 1 Karakteristik Responden (Ibu) 1. Nama 2. Tempat, Tanggal lahir...,... 3. Usia... tahun 4. Alamat 5. No. Telepon 6. Pendidikan 1. SD 2. SMP 3. SMA 4. Diploma 5. PT 7. Pekerjaan 1. Ibu Rumah Tangga

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI SISWI SMA DI PESANTREN LA TANSA, BANTEN SYIFA PUJIANTI

ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI SISWI SMA DI PESANTREN LA TANSA, BANTEN SYIFA PUJIANTI ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI SISWI SMA DI PESANTREN LA TANSA, BANTEN SYIFA PUJIANTI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan adanya tinja yang keras sehingga buang air besar menjadi jarang, sulit dan nyeri. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI SNACK DAN PANGAN LAINNYA, PADA MURID SD BINA INSANI BOGOR YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK

PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI SNACK DAN PANGAN LAINNYA, PADA MURID SD BINA INSANI BOGOR YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK i PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI SNACK DAN PANGAN LAINNYA, PADA MURID SD BINA INSANI BOGOR YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK DENI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun),

BAB I PENDAHULUAN. masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan

Lebih terperinci

TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN ZAT BESI (Fe), STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADAA BAGIAN PRODUKSI PT AIR MANCUR PALUR, KARANGANYAR

TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN ZAT BESI (Fe), STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADAA BAGIAN PRODUKSI PT AIR MANCUR PALUR, KARANGANYAR TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN ZAT BESI (Fe), STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADAA BAGIAN PRODUKSI PT AIR MANCUR PALUR, KARANGANYAR ANISA ROSYIDA DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autis adalah suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner yang dicirikan dengan ekspresi wajah yang kosong

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai berusia 18 (delapan belas) tahun. 1. sering ditunjukkan ialah inatensi, hiperaktif, dan impulsif. 2 Analisis meta-regresi

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai berusia 18 (delapan belas) tahun. 1. sering ditunjukkan ialah inatensi, hiperaktif, dan impulsif. 2 Analisis meta-regresi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya pemeliharaan kesehatan anak ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan

Lebih terperinci

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Apakah diabetes tipe 1 itu? Pada orang dengan diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat membuat insulin. Hormon ini penting membantu sel-sel tubuh mengubah

Lebih terperinci

GIZI KESEHATAN MASYARAKAT. Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes

GIZI KESEHATAN MASYARAKAT. Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes GIZI KESEHATAN MASYARAKAT Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes Introduction Gizi sec. Umum zat yang dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan, perkembangan, pemeliharaan dan memperbaiki jaringan tubuh. Gizi (nutrisi)

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

Apakah Autisme Itu? Author: Stanley Bratawira

Apakah Autisme Itu? Author: Stanley Bratawira Apakah Autisme Itu? A U T I S M E Gangguan Perkembangan Neurobiologis yg Kompleks, yang terjadinya atau gejalanya sudah muncul pada anak sebelum berusia Tiga tahun. Gangguan perkembangan yg terjadi mencakup

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN GIZI, POLA KONSUMSI DAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI PENDAKI GUNUNG DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JESA NUHGROHO

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN GIZI, POLA KONSUMSI DAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI PENDAKI GUNUNG DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JESA NUHGROHO GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN GIZI, POLA KONSUMSI DAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI PENDAKI GUNUNG DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JESA NUHGROHO DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah suatu titipan Tuhan yang sangat berharga. Saat diberikan kepercayaan untuk mempunyai anak, maka para calon orang tua akan menjaga sebaik-baiknya dari mulai

Lebih terperinci

DAYA TERIMA MAKANAN DAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI-PROTEIN PASIEN RAWAT INAP PENDERITA PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT DR.H.MARZOEKI MAHDI MUTMAINNAH

DAYA TERIMA MAKANAN DAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI-PROTEIN PASIEN RAWAT INAP PENDERITA PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT DR.H.MARZOEKI MAHDI MUTMAINNAH DAYA TERIMA MAKANAN DAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI-PROTEIN PASIEN RAWAT INAP PENDERITA PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT DR.H.MARZOEKI MAHDI MUTMAINNAH PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN. Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang Gizi Seimbang dan Pola Makan Anak Autis di SDNLB Lubuk Pakam Tahun 2012

KUESIONER PENELITIAN. Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang Gizi Seimbang dan Pola Makan Anak Autis di SDNLB Lubuk Pakam Tahun 2012 Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang Gizi Seimbang dan Pola Makan Anak Autis di SDNLB 107708 Lubuk Pakam Tahun 2012 Karakteristik Ibu 1. Nama Ibu : 2. Umur : 3. Alamat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan di seputar dunia autistik semakin banyak dan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan di seputar dunia autistik semakin banyak dan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan di seputar dunia autistik semakin banyak dan semakin dikenal seturut dengan semakin meningkatnya jumlah anak yang didiagnosis sebagai penyandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari 237.641.326 jiwa total penduduk Indonesia, 10% diantaranya yaitu sebesar + 22.960.000 berusia

Lebih terperinci

PENELITIAN. Perbandingan Kemajuan Terapi Anak Autisme Dengan Diet CFGF Dan Tanpa Diet CFGF Pada Yayasan Pengembangan Potensi Anak (YPPA) Padang

PENELITIAN. Perbandingan Kemajuan Terapi Anak Autisme Dengan Diet CFGF Dan Tanpa Diet CFGF Pada Yayasan Pengembangan Potensi Anak (YPPA) Padang PENELITIAN Ners JURNAL KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS Perbandingan Kemajuan Terapi Anak Autisme Dengan Diet Dan Tanpa Diet Pada Yayasan Pengembangan Potensi Anak (YPPA) Padang Yonrizal Nurdin a Autisme

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas merupakan masalah yang banyak dijumpai baik di negara maju maupun di negara berkembang. Obesitas merupakan suatu masalah serius pada masa remaja seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus dan modal pembangunan. Oleh karena itu, tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan tersebut

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 Hak Cipta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah, di satu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial (Sintowati, 2007). Autis merupakan gangguan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial (Sintowati, 2007). Autis merupakan gangguan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autis adalah suatu gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan perkembangan fungsi psikologis yang meliputi gangguan dan keterlambatan dalam bidang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK PEMBERIAN ASI SERTA STATUS GIZI BAYI USIA 4-12 BULAN DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK PEMBERIAN ASI SERTA STATUS GIZI BAYI USIA 4-12 BULAN DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN i PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK PEMBERIAN ASI SERTA STATUS GIZI BAYI USIA 4-12 BULAN DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN ASRINISA RACHMADEWI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang sedang kita hadapi saat ini dalam pembangunan kesehatan adalah beban ganda penyakit, yaitu disatu pihak

Lebih terperinci

Kehamilan Resiko Tinggi. Oleh Dokter Muda Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2013

Kehamilan Resiko Tinggi. Oleh Dokter Muda Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2013 Kehamilan Resiko Tinggi Oleh Dokter Muda Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2013 Kehamilan adalah masa di mana seorang wanita membawa embrio atau fetus di dalam tubuhnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Prestasi Belajar Prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang di nyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Makan merupakan kebutuhan manusia untuk bertahan hidup. Dari makanan yang dimakan dihasilkan energi untuk metabolisme dan beraktivitas. Dalam kehiduan sehari-hari

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN ASUPAN ENERGI SISWA SEKOLAH SEPAK BOLA (SSB) SEJATI PRATAMA MEDAN TAHUN Oleh : PUTRI FORTUNA MARBUN

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN ASUPAN ENERGI SISWA SEKOLAH SEPAK BOLA (SSB) SEJATI PRATAMA MEDAN TAHUN Oleh : PUTRI FORTUNA MARBUN HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN ASUPAN ENERGI SISWA SEKOLAH SEPAK BOLA (SSB) SEJATI PRATAMA MEDAN TAHUN 2014 Oleh : PUTRI FORTUNA MARBUN 110100276 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah autisme sudah cukup familiar di kalangan masyarakat saat ini, karena media baik media elektronik maupun media massa memberikan informasi secara lebih

Lebih terperinci

ANALISIS AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEKERJA WANITA DI INDUSTRI KONVEKSI FARAH AZIIZA

ANALISIS AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEKERJA WANITA DI INDUSTRI KONVEKSI FARAH AZIIZA ANALISIS AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEKERJA WANITA DI INDUSTRI KONVEKSI FARAH AZIIZA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tidak menular yang berkaitan dengan gizi seperti diabetes mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et al., 2006 dalam Sacks,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata orang tua. Karena anak merupakan buah cinta yang senantiasa ditunggu oleh pasangan yang telah menikah.

Lebih terperinci

PENGARUH DIET BEBAS GLUTEN DAN KASEIN TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK AUTIS DI SLB KHUSUS AUTISTIK FAJAR NUGRAHA SLEMAN, YOGYAKARTA

PENGARUH DIET BEBAS GLUTEN DAN KASEIN TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK AUTIS DI SLB KHUSUS AUTISTIK FAJAR NUGRAHA SLEMAN, YOGYAKARTA JKKI, Vol.6, No.2, Mei-Agustus 2014 PENGARUH DIET BEBAS GLUTEN DAN KASEIN TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK AUTIS DI SLB KHUSUS AUTISTIK FAJAR NUGRAHA SLEMAN, YOGYAKARTA Dewanti, H.W., 1 Machfud, S. 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif dr. Yulia Megawati Tenaga Kerja Adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

GAMBARAN ASUPAN NUTRISI SISWA SEKOLAH SEPAKBOLA SEJATI PRATAMA MEDAN SAAT PERTANDINGAN TAHUN 2014 OLEH: M. IBNU KHALDUN

GAMBARAN ASUPAN NUTRISI SISWA SEKOLAH SEPAKBOLA SEJATI PRATAMA MEDAN SAAT PERTANDINGAN TAHUN 2014 OLEH: M. IBNU KHALDUN GAMBARAN ASUPAN NUTRISI SISWA SEKOLAH SEPAKBOLA SEJATI PRATAMA MEDAN SAAT PERTANDINGAN TAHUN 2014 OLEH: M. IBNU KHALDUN 110100275 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 7 GAMBARAN ASUPAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai tolak ukur keberhasilan kesehatan ibu maka salah satu indikator

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai tolak ukur keberhasilan kesehatan ibu maka salah satu indikator 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia masih tergolong tinggi. Sebagai tolak ukur keberhasilan kesehatan ibu maka salah satu indikator terpenting untuk menilai kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsentrasi belajar merupakan proses pemusatan perhatian dan. untuk memilih dan fokus pada suatu objek yang dipandang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. Konsentrasi belajar merupakan proses pemusatan perhatian dan. untuk memilih dan fokus pada suatu objek yang dipandang penting dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsentrasi belajar merupakan proses pemusatan perhatian dan pengodean pembelajaran sederhana yaitu melakukan suatu usaha eksplorasi dan pemindahan pengetahuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia sekolah anak antara 6-14 tahun, merupakan siklus hidup manusia

BAB I PENDAHULUAN. Usia sekolah anak antara 6-14 tahun, merupakan siklus hidup manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia sekolah anak antara 6-14 tahun, merupakan siklus hidup manusia yang dimulai sejak janin dalam kandungan sampai tua nanti. Pada rentangan usia, status gizi ditentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu 1. Pengertian ASI ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, lactose dan garamgaram organic yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan

Lebih terperinci

Murdiyanta, et al, Faktor Ibu Dalam Pemilihan Makanan Pada Anak Autis di...

Murdiyanta, et al, Faktor Ibu Dalam Pemilihan Makanan Pada Anak Autis di... Faktor Ibu Dalam Pemilihan Makanan Pada Anak Autis Di Sekolah Luar Biasa Arya Satya Hati Kota Pasuruan (Maternal Factors in the Selection of Food in Autism Children at Special Need School Arya Satya Hati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari hari ke hari istilah autisme semakin banyak diperbincangkan di

BAB I PENDAHULUAN. Dari hari ke hari istilah autisme semakin banyak diperbincangkan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari hari ke hari istilah autisme semakin banyak diperbincangkan di mana-mana. Hal ini mengindikasikan bahwa perkembangan autisme semakin lama semakin meningkat. Namun,

Lebih terperinci

GAMBARAN KONSUMSI BUAH, SAYUR DAN KECUKUPAN SERAT PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI SD NEGERI MEDAN SKRIPSI. Oleh ANGGI RARA NIM.

GAMBARAN KONSUMSI BUAH, SAYUR DAN KECUKUPAN SERAT PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI SD NEGERI MEDAN SKRIPSI. Oleh ANGGI RARA NIM. GAMBARAN KONSUMSI BUAH, SAYUR DAN KECUKUPAN SERAT PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI SD NEGERI 060870 MEDAN SKRIPSI Oleh ANGGI RARA NIM. 121021024 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisa jadi akan terus bertahan hingga mereka dewasa. Siswa siswi usia sekolah

BAB I PENDAHULUAN. bisa jadi akan terus bertahan hingga mereka dewasa. Siswa siswi usia sekolah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Banyak gejala gejala penyimpangan yang terjadi diusia sekolah dan bisa jadi akan terus bertahan hingga mereka dewasa. Siswa siswi usia sekolah memiliki perilaku yang

Lebih terperinci

MENGATASI PERMASALAHAN PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTISME DENGAN METODE APPLIED BEHAVIOUR ANALYSIS (ABA) DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA

MENGATASI PERMASALAHAN PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTISME DENGAN METODE APPLIED BEHAVIOUR ANALYSIS (ABA) DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA i MENGATASI PERMASALAHAN PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTISME DENGAN METODE APPLIED BEHAVIOUR ANALYSIS (ABA) DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan sebuah masalah keluarga yang sifatnya jangka panjang dan kebisaan makan yang sehat harus dimulai sejak dini. Masalah gizi pada anak di Indonesia akhir-akhir

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK GIZI SERTA TINGKAT KONSUMSI IBU HAMIL DI KELURAHAN KRAMAT JATI DAN KELURAHAN RAGUNAN PROPINSI DKI JAKARTA

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK GIZI SERTA TINGKAT KONSUMSI IBU HAMIL DI KELURAHAN KRAMAT JATI DAN KELURAHAN RAGUNAN PROPINSI DKI JAKARTA PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK GIZI SERTA TINGKAT KONSUMSI IBU HAMIL DI KELURAHAN KRAMAT JATI DAN KELURAHAN RAGUNAN PROPINSI DKI JAKARTA NADIYA MAWADDAH PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

KONTRIBUSI MAKANAN DI SEKOLAH DAN TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR LUTHFI RAKHMAWATI

KONTRIBUSI MAKANAN DI SEKOLAH DAN TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR LUTHFI RAKHMAWATI KONTRIBUSI MAKANAN DI SEKOLAH DAN TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR LUTHFI RAKHMAWATI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Ternyata Dimas Autis. Berawal dari Kontak Mata 1

Ternyata Dimas Autis. Berawal dari Kontak Mata 1 Ternyata Dimas Autis Berawal dari Kontak Mata 1 Kenali Autisme Menghadapi kenyaataan Dimas autis, saya banyak belajar tentang autisme. Tak kenal maka tak sayang, demikian kata pepatah. Tak kenal maka ta

Lebih terperinci

Autisme selayang pandang. Oleh: Rohmani Nur Indah

Autisme selayang pandang. Oleh: Rohmani Nur Indah Autisme selayang pandang Oleh: Rohmani Nur Indah Apakah Autisme itu? Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner tahun 1943 hingga akhirnya menjadi perhatian di Indonesia sejak 1-2 dekade terakhir. 43%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan suami istri. Setiap pasangan menginginkan kehamilan berlangsung dengan baik, bayi

Lebih terperinci

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA Oleh: Alva Nadia Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, dengan Tema: Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama Dunia Maya,

Lebih terperinci

Seri penyuluhan kesehatan

Seri penyuluhan kesehatan Seri penyuluhan kesehatan Penyakit Autisme Klinik Umiyah Jl. Lingkar Utara Purworejo, Jawa Tengah, Indonesia Pengertian dan gejala Autisme Autisme adalah salah satu dari sekelompok masalah gangguan perkembangan

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMSI SUSU PADA KONSUMEN KELUARGA DI WILAYAH BABAKAN KECAMATAN DRAMAGA BOGOR SKRIPSI ABDIK DESTRIANA

PERILAKU KONSUMSI SUSU PADA KONSUMEN KELUARGA DI WILAYAH BABAKAN KECAMATAN DRAMAGA BOGOR SKRIPSI ABDIK DESTRIANA PERILAKU KONSUMSI SUSU PADA KONSUMEN KELUARGA DI WILAYAH BABAKAN KECAMATAN DRAMAGA BOGOR SKRIPSI ABDIK DESTRIANA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI INDUSTRI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri bangsa maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas kerja yang tinggi. Ketiga hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura 66 67 Lampiran 2. Kisi-kisi instrumen perilaku KISI-KISI INSTRUMEN Kisi-kisi instrumen pengetahuan asupan nutrisi primigravida

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu elemen yang penting untuk menentukan maju

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu elemen yang penting untuk menentukan maju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan salah satu elemen yang penting untuk menentukan maju atau tidaknya suatu bangsa. Karena pada suatu hari, mereka akan menjadi generasi penerus yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakekatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung zat gizi, yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. Jika tubuh tidak cukup mendapatkan zat-zat gizi

BAB I PENDAHULUAN. mengandung zat gizi, yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. Jika tubuh tidak cukup mendapatkan zat-zat gizi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa anak-anak terutama usia sekolah merupakan tahapan yang penting bagi kehidupan seseorang. Pada masa ini pertumbuhan dan perkembangan fisik, kognitif dan

Lebih terperinci

NUTRIENT, GIZI DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RUSAKNYA NILAI GIZI BAHAN PANGAN

NUTRIENT, GIZI DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RUSAKNYA NILAI GIZI BAHAN PANGAN NUTRIENT, GIZI DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RUSAKNYA NILAI GIZI BAHAN PANGAN Oleh Rizka Apriani Putri, M.Sc Jurdik Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta Email : rizka_apriani@uny.ac.id Makalah

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. akibat dari disregulasi dalam sistem keseimbangan energi

BAB 1 : PENDAHULUAN. akibat dari disregulasi dalam sistem keseimbangan energi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal dan berlebihan yang dapat menggangu kesehatan. (1) Obesitas adalah penyakit yang timbul sebagai akibat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain dengan tujuan tertentu. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena

Lebih terperinci

KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI

KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI 1 KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI Oleh: FRISKA AMELIA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak-anak autis di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Data UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai 35 juta jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Sukarmin (2012) gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung. Peradangan ini dapat mengakibatkan pembengkakan mukosa lambung sampai terlepasnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis gangguan perkembangan pervasif anak yang mengakibatkan gangguan keterlambatan pada bidang kognitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak dijumpai berbagai macam gangguan psikologis yang terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention Deficit Disorder) atau yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan upaya pembangunan kesehatan dapat diukur dengan menurunnya angka kesakitan, angka kematian umum dan bayi, serta meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH). Pada

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

Pedoman Identifikasi Anak Autis. Sukinah jurusan PLB FIP UNY

Pedoman Identifikasi Anak Autis. Sukinah jurusan PLB FIP UNY Pedoman Identifikasi Anak Autis Sukinah jurusan PLB FIP UNY Adanya gangguan dalam berkomunikasi verbal maupun non-verbal Terlambat bicara Tidak ada usaha untuk berkomunikasi Meracau dengan bahasa yang

Lebih terperinci

Sandu Siyoto* *Progam Studi Pendidikan Ners STIKES Surya Mitra Husada Kediri Jl. Manila Sumberece No. 37 Kediri

Sandu Siyoto* *Progam Studi Pendidikan Ners STIKES Surya Mitra Husada Kediri Jl. Manila Sumberece No. 37 Kediri VISUAL SCHEDULE TERHADAP PENURUNAN BEHAVIOR PROBLEM SAAT AKTIVITAS MAKAN DAN BUANG AIR PADA ANAK AUTIS (Visual Schedule towards the Decline of Behavioral Problems in Feeding Activities and Defecation in

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER. Nama responden : Jenis kelamin : Laki-laki (L)/ Perempuan (P) Usia responden. a) <40. b) c) >60

LAMPIRAN KUESIONER. Nama responden : Jenis kelamin : Laki-laki (L)/ Perempuan (P) Usia responden. a) <40. b) c) >60 47 LAMPIRAN KUESIONER Nama responden : Jenis kelamin : Laki-laki (L)/ Perempuan (P) Usia responden a) 60 Pendidikan terakhir responden : a) Tidak pernah bersekolah b) SD c) SMP d) SMA/sederajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehadiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehadiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat menggembirakan bagi pasangan suami istri. Kehadirannya bukan saja mempererat tali cinta pasangan

Lebih terperinci

KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN SERTA SUMBANGAN ENERGI DAN PROTEIN MAKANAN JAJANAN PADA ANAK SD NEGERI NO KECAMATAN MEDAN AREA TAHUN 2010 SKRIPSI

KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN SERTA SUMBANGAN ENERGI DAN PROTEIN MAKANAN JAJANAN PADA ANAK SD NEGERI NO KECAMATAN MEDAN AREA TAHUN 2010 SKRIPSI KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN SERTA SUMBANGAN ENERGI DAN PROTEIN MAKANAN JAJANAN PADA ANAK SD NEGERI NO. 060822 KECAMATAN MEDAN AREA TAHUN 2010 SKRIPSI Oleh : SHINTYA SARI DEWI NST NIM : 051000123 FAKULTAS

Lebih terperinci

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui 1 / 11 Gizi Seimbang Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Perubahan Berat Badan - IMT normal 18,25-25 tambah : 11, 5-16 kg - IMT underweight < 18,5 tambah : 12,5-18 kg - IMT

Lebih terperinci

Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi

Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi Autism aritnya hidup sendiri Karakteristik tingkah laku, adanya defisit pada area: 1. Interaksi sosial 2. Komunikasi 3. Tingkah laku berulang dan terbatas A. Adanya gangguan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci