PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI"

Transkripsi

1 PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 ABSTRAK SRI WAHYUNI. Proses Komunikasi dan Partisipasi dalam Pembangunan Masyarakat Desa ( Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor). (Dibawah bimbingan SUMARDJO sebagai ketua komisi, dan HADIYANTO sebagai anggota). Partisipasi masyarakat dalam Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea sangat ditentukan oleh proses komunikasi yang terjadi dalam program tersebut. Tujuan penelitian ini adalah menjawab masalah penelitian berikut: (1) seberapa jauh telah terjadi partisipasi masyarakat dalam program Raksa Desa dan faktor mana yang cenderung menentukan tingkat partisipasi tersebut, (2) seberapa tepat/efektifkah pola intervensi program Raksa Desa dalam mengembangkan partisipasi melalui proses komunikasi, dan (3) bagaimana meningkatkan partisipasi masyarakat dalam program Raksa Desa melalui upaya komunikasi yang tepat. Penelitian ini dilaksanakan pada tiga desa di kecamatan Ciampea Bogor, yakni desa Bojong Jengkol, Cinangka, dan Cibanteng. Penelitian ini menggunakan metode survai eksplanasi. Penentuan desa dan kelompok dilakukan secara purposive dan pengambilan sampel secara acak sederhana. Jumlah sampel 74 responden yang memperoleh bantuan program Raksa Desa tahap pertama Tahun Hasil penelitian menunjukkan bahwa; pertama, karakteristik responden pada tiga desa memiliki pendidikan yang rendah, pengalaman usaha rendah, dan pendapatan yang rendah; kedua, pola intervensi pemerintah masih tinggi; ketiga, proses komunikasi yang terjadi masih top down ; prasyarat partisipasi yang terdiri atas kesempatan, kemampuan dan kemaua n masih rendah; dan kelima, partisipasi anggota dalam program Raksa Desa masih rendah. Pola intervensi yang cenderung melalui proses komunikasi linear (searah) cenderung tidak efektif mengembangkan prasyarat partisipasi (kesempatan, kemampuan dan kemauan) warga dalam program Raksa Desa. Akibatnya partisipasi masyarakat rendah, karena program tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam program Raksa Desa perlu ditempuh melalui proses komunikasi yang lebih interaktif dan konvergen. Berdasarkan hasil penelitian disarankan, pemerintah perlu menetapkan pendekatan partisipatif yang bertumpu pada kelompok masyarakat, dan perlu merubah paradigma komunikasi top-down ke bottom-up. Kata kunsi: proses komunikasi, partis ipasi anggota. 2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Proses Komunikasi dan Partisipasi dalam Pembangunan Masyarakat Desa (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan oleh seorang penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka. Bogor, Mei 2006 Sri Wahyuni P

4 Hak Cipta milik Sri Wahyuni, Tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm dan sebagainya 4

5 PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI Tesis Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

6 Judul Tesis Nama NRP Program Studi : Proses Komunikasi dan Partisipasi dalam Pembangunan Masyarakat Desa (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) : Sri Wahyuni : P : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Disetujui Dr.Ir. Sumardjo, MS Ketua Ir. Hadiyanto, MS Anggota Diketahui Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr.Ir. Sumardjo, MS Prof.Dr.Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc Tanggal Ujia n : 1 Mei 2006 Tanggal Lulus: 6

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sungai Penuh (Jambi) pada tanggal 17 September 1978, dari Ayah Syafri Salam dan Ibu Wahyu Liyalni. Penulis merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara. Pada Tahun 1997 penulis lulus dari SMU Negeri I Sungai Penuh dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Komunikasi dan Penyuluhan Peternakan, Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan. Pada Tahun 2003 penulis melanjutkan ke Program Pascasarjana IPB, Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi Dosen Luar Biasa mata kuliah Ilmu Komunika si dan Dinamika Kelompok Tahun Ajaran 2002/2003 dan Tahun Ajaran 2003/2004, mata kuliah periklanan Tahun Ajaran 2005/2006. Pada Tahun 2004 penulis memperoleh kepercayaan sebagai Tim Penyusun TOR Sustainable Capacity Building Development kerjasama Depdagri dan ADB di Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. Pada Tahun 2005 Penulis bekerja sebagai Staff Marketing di PPA Consultants. 7

8 PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT, Zat Yang Maha Tinggi ilmunya dan Maha Mengetahui segala yang ada di bumi ini. Melalui penelitian ini penulis menyadari baru sebagian kecil ilmu Allah SWT yang penulis pelajari dan ketahui, penulis bersyukur dapat memberikan sedikit ilmu tersebut dalam bentuk tesis yang berjudul Proses Komunikasi dan Partisipasi Dalam Pemba ngunan Masyarakat Desa (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor). Tesis ini merupakan hasil penelitian penulis selama bulan Desember Februari 2006, pada masyarakat penerima bantuan Program Raksa Desa. Penulis menyadari bahwa sebelum dan sesudah penulis melakukan penelitian, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya dengan doa semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr.Ir. Sumardjo, MS dan Ir. Hadiyanto, MS selaku pembimbing tesis, dan Ir. Richard W.E. Lumintang, MSEA selaku penguji ujian tesis. Atas segala petunjuk, bimbingan dan nasehat yang telah diberikan kepada penulis sehingga penelitian dan penyusunan tesis ini dapat selesai dengan baik. Dengan rasa hormat dan ungkapan tulus penulis mengucapkan terima kasih kepada Papa, Mama, Uni Laura dan Uda Roni, serta kakak iparku Ardizon dan Keponakanku Muhammad Rafi Muwaffaq atas segala kasih sayang, perhatian, motivasi dan doa -doanya. Terima kasih kepada keluarga besarku yang telah memberi dukungan moral dan materil kepada penulis. Terima kasih kepada Kepala Desa Cinangka, Bojong Jengkol, dan Kepala Desa Cibanteng atas segala bantuannya saat penulis dilapangan. Selanjutnya terima kasih penulis sampaikan kepada teman seangkatan KMP 2003 atas segala kerjasama dan kekompakannya. Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan pembuat kebijakan pada khususnya. Bogor, Mei 2006 Penulis 8

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 3 Tujuan Penelitian... 3 Kegunaan Penelitian... 4 TINJAUAN PUSTAKA ProgramRaksa Desa... 5 Maksud dan Tujuan Program Raksa Desa... 7 Satuan Pelaksana Desa... 7 Diseminasi dan Sosialisasi Program Raksa Desa... 9 Strategi dan Pendekatan Program raksa Desa... 9 Proses Komunikasi Peranan Pemerintah dalam Pembangunan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Hipotesis METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Desain Penelitian Populasi dan Sampel Data dan Instrumentasi Definisi Operasional Validitas dan Reliabilitas Instrumen Pengumpulan data Analisa Data

10 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Pelaksanaan Program Raksa Desa Karakteristik Responden Pola Intervensi Pemerintah Proses Komunikasi Prasyarat Partisipasi Partisipasi Masyarakat Hubungan Karakteristik Anggota dengan Proses Komunikasi dalam program Raksa Desa Hubungan Karakteristik Anggota dengan Prasyarat Partisipasi dalam program Raksa Desa Hubungan Pekerjaan Anggota dengan Proses Komunikasi dan Prasyarat Partisipasi dalam program Raksa Desa Hubungan Pola Intevensi dengan Proses Komunikasi Hubungan Proses Komunikasi dengan Prasyarat Partisipasi Hubungan Prasyarat Partisipasi dengan Partisipasi Anggota dalam Program Raksa Desa KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

11 DAFTAR TABEL Halaman 1. Perbedaan Pendekatan Top-down dan Bottom -up dalam Pemba ngunan Hasil Pembangunan Fisik Program Raksa Desa Hasil Swadaya Masyarakat Desa Cibanteng Hasil Swadaya Masyarakat Desa Bojong Jengkol Hasil Swadaya Masyarakat Desa Cinangka Jenis Usaha dan Jumlah Dana yang Disalurkan Perguliran Dana Tahap I Perguliran Dana Tahap II Distribusi Karakteristik Anggota Distribusi Pola Intervensi Pemerintah Distribusi Proses Komunikasi Distribusi Prasyarat Partisipasi Distribusi Partisipasi Masyarakat Korelasi Rank Spearman antara Karakteritik Anggota dengan Proses Komunikasi dalam Program Raksa Desa Korelasi Rank Spearman antara Karakterisitik Anggota dengan Prasyarat Partisipasi dalam Program Raksa Desa Korelasi Chi Square antara Pekerjaan Anggota dengan Proses Komunikasi dan Prasyarat Partisipasi dalam Program Raksa Desa Korelasi Rank Spearman antara Pola Intervensi dengan Proses Komunikasi dalam Program Raksa Desa Korelasi Rank Spearman antara Proses Komunikasi dengan Prasyarat Partisipasi dalam Program Raksa Desa Korelasi Rank Spearman antara Prasyarat Partisipasi dengan Partisipasi Anggota dalam Program Raksa Desa

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Model Komunikasi Linear Tangga Partisipasi Masyara kat dalam Program Pemerintah Siklus Partisipasi Kerangka Pemikiran Proses Komunikasi dan Partisipasi dalam Pembangunan Masyarakat Desa

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Korelasi Rank Spearman antara Karakteristik Anggota dengan Proses Komunikasi Korelasi Rank Spearman antara Karakteristik Anggota dengan Prasyarat Partisipasi Korelasi Rank Spearman antara Pola Intervensi dengan Proses Komunikasi Korelasi Rank Spearman Proses Komunikasi dengan Prasyarat Partisipasi Korelasi Rank Spearman antara Prasyarat Partisipasi dengan Partisipasi Kuesioner Penelitian

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Program Raksa Desa merupakan salah satu upaya Pemerintah Propinsi Jawa Barat melaksanakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 Tahun 2003 dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Program Raksa Desa memiliki tujuan meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pelayanan kesehatan dasar masyarakat; meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendidikan dasar; meningkatkan kualitas sarana dan prasarana dasar perdesaan; meningkatkan kualitas sarana dan prasarana ekonomi perdesaan; meningkatkan ketersediaan modal bagi kelompok usaha ekonomi masyarakat dalam rangka meningkatkan produksi, kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat; meningkatkan kinerja aparat desa/kelurahan; dan meningkatkan upaya pemerataan pembangunan antarwilayah di Jawa Barat. Program tersebut ditujukan kepada desa-desa miskin di seluruh wilayah Jawa Barat, yaitu desa-desa yang berada pada tingkatan swadaya pemula. Dalam pelaksanaan program ini diutamakan peran aktif dan partisipasi masyarakat desa yang dikoordinasikan oleh Satuan Pelaksana (Satlak) desa. Prinsip yang menjiwai program Raksa Desa adalah pengembangan partisipasi masyarakat secara intensif melalui pola padat karya dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur dan ekonomi modal bergulir. Penjiwaan ini sesuai dengan salah satu fungsi satlak desa, yaitu wadah partisipasi masyarakat dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan serta dapat menggali, memanfaatkan potensi, dan menggerakkan swadaya gotong royong masyarakat untuk pembangunan. Satuan Pelaksana Desa bersama unsur masyarakat, kelompok masyarakat dan Tokoh Masyarakat melakukan musyawarah untuk mengidentifikasi potensi, diantaranya prioritas prasarana yang dibutuhkan, ketersediaan tenaga dan bahan setempat. Usulan tersebut dinila i kelayakannya oleh Satlak tingkat Kabupaten dengan dibantu oleh Sarjana Pendamping, untuk mengatur pelaksanaan pembangunan fisik dan pemba gian bantuan dana ekonomi bergulir. Di Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor terdapat sekitar 78 desa miskin yang telah ditangani pogram Raksa Desa Tahun Anggaran 2003/2004 sampai 2004/2005. Setiap desa diberikan bantuan sebesar Rp (seratus juta 14

15 rupiah), dengan alokasi 60 persen untuk ekonomi modal bergulir, dan 40 persen untuk pembangunan fisik. Berdasarkan keputusan Pemerintah Propinsi Jawa Barat dikemukakan bahwa pada tahun anggaran 2003/2004, telah ditunjuk penerima bantuan program Raksa Desa untuk Kabupaten Bogor sebanyak 30 desa di 6 kecamatan. Hasil evaluasi Tim Satuan Pelaksana Tingkat Kabupaten Bogor menunjukkkan bahwa diantara 6 kecamatan yang menerima bantuan program Raksa Desa, Kecamatan Ciampea mampu melaksanakan pembangunannya dengan swadaya masyarakat dan berhasil dalam kelancaran pengembalian dana ekonomi bergulir. Gambaran Kecamatan Ciampea menunjukkan ba hwa partisipasi masyarakat lebih besar dibanding kecamatan lainnya. Tumbuh dan berkembangnya program Raksa Desa diduga berhubungan dengan faktor (1) karakteristik anggota, (2) pola intervensi, (3) proses komunikasi, dan (4) prasyarat partisipasi. Karakteristik anggota, kepentingan, kebutuhan dan keyakinan tiap-tiap penerima bantuan mungkin berbeda. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi persepsi tentang program Raksa Desa. Pola intervensi yang dilakukan oleh Satuan Pelaksana sebagai suatu proses komunikasi dalam progam Raksa Desa masih dirasakan sangat tinggi dan hal ini dapat mempengaruhi partisipasi anggota. Koentjaraningrat (Sastropoetro, 1988) menyatakan bahwa program-program yang diturunkan dari atas (pemerintah) kadang-kadang tidak dipahami manfaatnya dan oleh masyarakat dianggap merupakan kewajiban rutin yang tidak bisa dihindarkan, sehingga tumbuhnya partisipasi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Tujuan program Raksa Desa, bila ditinjau dari metode komunikasinya merupakan transformasi/aliran pesan solusi dari pemerintah melalui satlak ke masyarakat desa miskin. Kepala Desa sebagai ketua Satuan Pelaksana bersamasama perangkat kader pembangunan desa (kader teknis) serta Tokoh Masyarakat dengan didampingi Sarjana Pendamping program Raksa Desa mengkomunikasikan untuk menyamakan persepsi program kepada masyarakat. Sementara itu, masyarakat miskin dikarakteristikkan rendahnya pendidikan dan pendapatan, terisolasinya tempat tinggal, serta kurangnya sarana komunikasi. Kondisi demikian memungkinkan mereka kurang memperoleh 15

16 informasi program Raksa Desa, sehingga manfaat yang akan dite rima belum bisa dipahami. Hal tesebut diduga, Satuan Pelaksana Desa sebagai penanggung jawab pelaksanaan program belum ditempatkan sebagai sumber informasi. Perumusan Masalah Proses komunikasi dan partisipasi memegang peranan penting dalam pembangunan masyarakat desa, karena komunikasi dan partisipasi diperlukan mulai dari tahap perencanaa n, pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan. Pola intervensi sebagai suatu pendekatan komunikasi turut mempengaruhi tinggirendahnya partisipasi masyarakat. Penelitian ini merumus kan masalah sebagai berikut: 1. Seberapa jauh telah terjadi partisipasi masyarakat dalam Program Raksa Desa dan faktor mana yang cenderung menentukan tingkat partisipasi tersebut? 2. Seberapa tepat/efektifkah pola intervens i Program Raksa Desa dalam mengembangkan partisipasi melalui proses komunikasi? 3. Bagaimana meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Program Raksa Desa melalui upaya komunikasi yang tepat? Tujuan Penelitian Sejalan dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk dapat : 1. Mengetahui partisipasi masyarakat dalam Program Raksa Desa dan mengetahui faktor mana yang cenderung menentukan tingkat partisipasi masyarakat tersebut. 2. Mengetahui ketepatan/keefektifan pola in tervensi Program Raksa Desa dalam mengembangkan partisipasi melalui proses komunikasi. 3. Mengetahui cara meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Program Raksa Desa melalui upaya komunikasi yang tepat. 16

17 Kegunaan Penelitian Manfaat yang dapat diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain: 1. Sebagai masukan bagi Pemerintah Propinsi Jawa Barat, Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, dan Pemerintah Desa dalam merancang Program Pembangunan Masyarakat Desa selanjutnya. 2. Sebagai referensi pembanding dan stimula n untuk penelitian selanjutnya. 17

18 TINJAUAN PUSTAKA Program Raksa Desa Program Raksa Desa merupakan salah satu program pengembangan masyarakat desa dengan memberdayakan pemerintah dan masyarakat desa dengan mendayagunakan sumberdaya lokal secara mandiri dan sumberdaya pembangunan secara optimal (Pemerintah Propinsi Jawa Barat, 2003). Penyusunan kriteria dan penentuan desa yang akan memperoleh bantuan guna pembangunan desa ditentukan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Barat bekerjasama dengan Pemerintah Daerah, yang mana secara hierarkhi Pemerintah Daerah bekerjasama dengan kecamatan, desa dan RT/RW. Adapun kriteria desa yang memperoleh bantuan Program Raksa Desa adalah sebagai berikut: 1. Desa miskin, yang ditentukan dengan banyaknya rumah tangga yang berstatus keluarga pra-sejahtera dan sejahtera Desa rawan air bersih, yang ditentukan dengan sumber air bersih bagi kegiatan rumah tangga yang dominan digunakan di desa tersebut (sungai, danau, air hujan, dan rawa). 3. Desa rawan infras truktur jalan, yang ditentukan dengan jenis lapisan jalan yang dominan terdapat di desa tersebut (kerikil, batu, dan tanah) 4. Desa rawan listrik, yang ditentukan oleh proporsi rumah tangga yang berlangganan listrik, baik PLN maupun Non PLN (kurang dari 50 persen). 5. Desa rawan sanitasi, yang ditentukan oleh jenis pembuangan air besar yang dominan digunakan di desa tersebut ( sungai, danau) 6. Desa rawan prasarana pendidikan, yang ditentukan oleh proporsi bangunan Sekolah Dasar rusak berat (lebih dari 40 persen). Pertimbangan lain dalam penentuan desa yang mendapat bantuan dana adalah desa yang belum mendapatkan bantuan program sejenis, seperti Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), Pendukung Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Daerah (P2MD). 18

19 Tugas Pembantuan kepada Desa ini dilaksanakan berdasarkan prinsipprinsip sebagai berikut: a Kebijakan dan program Raksa Desa ditetapkan oleh Pemerintah Propinsi. b Dana program Raksa Desa bersifat specific grant dari Pemerintah Propinsi dan penyaluran dana diberikan secara langsung kepada desa. c Tenaga pendamping yaitu fasilitator kecamatan ditetapkan dan didanai oleh Pemerintah Propinsi melalui Satuan Pelaksana Kecamatan. d Penentuan jenis kegiatan serta pelaksanaannya diselenggarakan oleh desa dengan membentuk kelompok kerja sesuai dengan garis kebijakan Propinsi Jawa Barat dengan memperhatikan aspirasi masyarakat desa yang secara teknis diusulkan oleh desa kepada Satuan Pelaksana Kecamatan. e Pelaporan dan pertanggungjawaban dilakukan oleh desa dan disampaikan secara berjenjang kepada Satuan Pelaksana Tingkat Propinsi Jawa Barat. f Pemantauan dan pengawasan kegiatan dilakukan oleh Satuan Pelaksana Tingkat Propinsi bekerjasama dengan Satuan Pelaksana Kabupaten/Kota yang secara operasional dikendalikan dan dikoordinasikan oleh Camat sebagai perangkat daerah Kabupaten/Kota. g Seluruh kegiatan harus dapat dipertanggungjawabkan baik secara teknis maupun administratif, transparansi dan partisipatif. h Hasil kegiatan dapat dilestarikan dan dikembangkan baik oleh pemerintah desa maupun masyarakat di kemudian hari. Pelaksanaan Program Raksa Desa sangat mengutamakan partisipasi masyarakat desa penerima bantuan melalui Satuan Pelaksana (Satlak) Desa dengan pendekatan-pendekatan sebagai berik ut: 1. Mengembangkan peran serta masyarakat melalui pola padat karya dengan memberikan insentif untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi sesuai persyaratan teknis. 2. Mengembangkan peran serta masyarakat dalam perguliran ekonomi dengan memberikan dana bagi pengembangan usaha masyarakat desa. 19

20 Bantuan Program Raksa Desa diberikan dalam bentuk pagu sebesar Rp 100 juta/desa, masing-masing 40 persen untuk perbaikan infrastruktur dan 60 persen untuk perguliran ekonomi yang disalurkan secara langsung ke rekening desa di Bank Jabar. Kepala Desa sebagai Ketua Satuan Pelaksana yang didampingi pengurus lainnya harus mengadakan pertemuan dengan melibatkan unsur masyarakat seperti kelompok masyarakat dan tokoh masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan berikut: 1. Memberikan informasi bantuan Program Raksa Desa kepada masyarakat. 2. Melakukan musyawarah desa untuk mengusulkan prioritas pembangunan infrastruktur dan penentuan prioritas penerima bantuan dana perguliran. Maksud dan Tujuan Program Raksa Desa Maksud Pemerintah Propinsi menyelenggarakan Program Raksa Desa adalah untuk mempercepat pencapaian peningkatan kesejahteraan masyarakat desa dengan memberdayakan Pemerintah dan Masyarakat Desa dengan mendayagunakan sumberdaya lokal secara mandiri dan sumberdaya pembangunan secara optimal (Pemerintah Propinsi Jawa Barat, 2003). Adapun tujuan yang hendak dicapai dari terselenggaranya Program Raksa Desa adalah; a. Meningkatnya kualitas sarana dan prasarana pelayanan kesehatan dasar masyarakat. b. Meningkatnya kualitas sarana dan prasarana pendidikan dasar. c. Meningkatnya kualitas sarana dan prasarana dasar perdesaan. d. Meningkatnya kualitas sarana dan prasarana ekonomi perdesaan. e. Meningkatnya ketersediaan permodalan bagi kelompok usaha ekonomi masyarakat dalam rangka meningkatkan produksi, kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat. f. Meningkatnya kinerja Aparat Desa/Kelurahan. g. Meningkatnya upaya pemerataan pembangunan antar wilayah di Jawa Barat. Satuan Pelaksana Desa Menurut Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 147/KEP.200. DEKON/2003 tentang penyelenggaraan Program Raksa Desa, untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan pengelolaan Program Raksa Desa dibentuk kelompok 20

21 kerja pada setiap tingkatan, yakni Satuan Pelaksana Tingkat Propinsi, Kabupaten, Kecamatan, dan Tingkat Desa. Adapun untuk penyelenggaraan di tingkat Desa, maka Satuan Pelaksana Desa yang diketuai oleh Kepala Desa bertanggung jawab terhadap Program Raksa Desa. Sesuai petunjuk teknis Program Raksa Desa (2003) diuraikan tugas pokok dan fungsi Satuan Pelaksana Desa sebagai berikut: 1. Menyebarluaskan informasi tentang kegiatan Program Raksa Desa kepada masyarakat di desa. 2. Menyelenggarakan musyawarah Desa ke I dan Ke II. 3. Menampung usulan kegiatan dan usulan penerima bantuan permodalan. 4. Bersama masyarakat menentukan prioritas rencana kegiatan dan penerima bantuan. 5. Melaksanakan kegiatan program (permodalan untuk pemanfaatan bantuan dan pembangunan sarana dan prasarana dasar). 6. Melakukan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan. 7. Membuat laporan pelaksanaan kegiatan dan laporan pencairan dana triwulan kepada Satuan Pelaksana Kecamatan dan dapat mengirimkan secara langsung kepada Gubernur dengan tembusan kepada Bupati/Walikota dan Camat. Adapun tugas dan tanggung jawab Sarjana Pendamping yaitu: 1. Memberi pengertian dan informasi tentang konsep Program Raksa Desa kepada Desa melalui Forum Musyawarah Desa. 2. Memandu pelaksanaan Forum Musyawarah Desa ke I dan ke II. 3. Membantu Satuan Pelaksana Desa untuk menampung usulan-usulan kegiatan dari Tingkat RW/Dusun. 4. Membantu penyusunan rencana kegiatan dan rencana pelaksanaan. 5. Memberikan bimbingan teknis kepada Satuan Pelaksana Desa. 6. Melaksanakan pemantauan dan pengendalian. 7. Membantu Satuan Pelaksana Desa dalam menyusun dokumen untuk pencairan dana, serta menyusun laporan kemajuan pelaksanaan kegiatan program. 21

22 Diseminasi dan Sosialisasi Program Raksa Desa Diseminasi dan sosialisasi Program Raksa Desa dilakukan secara berjenjang yaitu: Sosialisasi di tingkat Propinsi, Kabupaten, Kecamatan, dan sosialisasi di tingkat Desa, serta pelatihan bagi Satuan Pelaksana Kecamatan dan Satuan Pelaksana Desa. Penyebaran informasi Program Raksa Desa dilakukan melalui: 1. Berbagai forum musyawarah dan kegiatan kemasyarakatan antara lain kelompok pengajian, lembaga keagamaan lainnya, dan pemanfaatan papan pengumuman. 2. Media massa, penyebarluasan informasi dilakukan juga oleh Pemerintah Daerah melalui media massa elektronik dan cetak untuk diketahui oleh masyarakat luas. Strategi dan Pendekatan Program Raksa Desa Basis pembangunan nasional adalah pembangunan masyarakat Desa. Berdasarkan basis tersebut Pemerintah Jawa Barat menyadari pentingnya pembangunan masyarakat desa, sebagai langkah tepat dalam meningkatkan Indek Pembangunan Manusia (IPM) yang ditargetkan mencapai angka 80 pada tahun 2010 sesuai dengan visi dan misi Jawa Barat pada umumnya. Posisi demikian, upaya memerankan desa dalam tugas pembantuan sesuai dengan paradigma perencanaan pembangunan yang mengutamakan pendekatan partisipatif. Pendekatan partisipatif ini diharapkan terjadi pelaksanaan pembangunan yang sinergis, efisien dan efektif serta meningkatkan iklim demokrasi pemerintahan dan pembangunan (Pemerintah Propinsi Jawa Barat, 2003). Adapun strategi yang diterapkan oleh Pemerintah Jawa Barat yakni; 1. Mendorong tumbuh dan berkembangnya prakarsa, partisipa si masyarakat serta transparansi. 2. Meningkatkan kemampuan kelembagaan dan organisasi yang berakar pada masyarakat desa. 3. Menjalin sinergi pembangunan desa dalam konteks kewilayahan. 4. Mendorong tumbuhnya kesetiakawanan sosial dalam pembangunan desa. 5. Meningkatkan kontrol sosial masyarakat terhadap program-program pembangunan desa. 22

23 Pendekatan pelaksanaan Program Raksa Desa adalah sebagai berikut: 1. Pelaksanaan program dilakukan dengan pembangunan yang bertumpu pada kelompok masyarakat (Community Based Development). 2. Perencanaan prioritas kegiatan sepenuhnya diserahkan pada musyawarah masyarakat desa. 3. Pemberian kredit permodalan bagi masyarakat/kelompok masyarakat yang berusaha dalam skala mikro dan usaha kecil. 4. Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan diarahkan pada pembangunan infrastruktur yang dapat mengungkit secara signifikan tingkat ekonomi masyarakat serta meningkatkan aksesibilitas masyarakat pada pelayanan kesehatan, pendidikan dasar serta sumberdaya ekonomi. Proses Komunikasi Menurut Mulyana (2003) terdapat tiga kerangka pemahaman mengenai komunikasi, yaitu: (1) komunikasi sebagai tindakan satu arah, (2) komunikasi sebagai interaksi, dan (3) komunikasi sebagai transaksi. Komunikasi Sebagai Tindakan Satu Arah. Pemahaman komunikasi sebagai proses satu arah disebutkan oleh Micheal Burgoon, sebagai definisi berorientasi sumber (source oriented definition) yang mengisyaratkan komunikasi sebagai kegiatan yang sengaja dilakukan seseorang untuk meyampaikan ransangan guna membangkitkan respons orang lain. Konseptualisasi komunikasi sebagai tindakan satu arah ini mengisyaratkan bahwa semua kegiatan komunikasi bersifat persuasif. Model komunikasi linear merupakan konsep komunikasi yang paling sederhana, yang dimaknai sebagai proses komunikasi sepihak. Pada mode l ini komunikasi terjadi karena ada seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain. Pengirim pesan menstimuli sehingga penerima pesan merespon sesuai yang diharapkan tanpa melakukan proses seleksi dan inte rpretasi lebih lanjut. Kejadian ini sesuai dengan ide dasar pembuatan model linear yang didesain berdasar sistem telepon (model Claude Shanon dan Warren, 1949) dalam Mulyana (2003), seperti Gambar 1 berikut: 23

24 Sumber Pesan Saluran Penerima Gambar 1. Model Komunikasi Linear Gambar ini memperlihatkan bahwa komunikasi yang terjadi bersifat satu arah, yakni dari sumber pesan kepada penerima pesan. Model komunikasi ini lebih tepat digunakan menyampaikan informasi yang lebih bersifat instruksi atau indoktrinasi. Komunikasi Sebagai Interaksi. Pandangan komunikasi sebagai interaksi ini menyetarakan komunikasi dengan suatu proses sebab akibat atau aksi reaksi yang arahnya bergantian dan lebih dinamis. Komunikasi ini dianggap sedikit lebih dinamis daripada komunikasi satu arah, meskipun masih membedakan para komunikate sebagai komunikator dan komunikan, artinya masih tetap berorientasi sumber, meskipun kedua peran itu dianggap bergantian. Sehingga proses interaksi yang berlangsung pada dasarnya juga masih bersifat mekanis dan statis. Model interaktif menganggap komunikasi sebagai suatu transaksi yang terjadi antar komunikan yang saling berkontribusi pada terjadinya suatu transaksi walaupun dalam beda peringkat intensitas. Teori ini digambarkan dalam tiga bentuk yaitu (1) lingkaran tumpang tindih, (2) heliks dan (3) Ziczac. Menurut Schramm (1973) dalam Jahi (1993) lingkaran tumpang tindih mengindikasikan bahwa dalam setiap kegiatan komunikasi akan selalu ditemukan lebih dari dua komunikan dalam suatu situasi komunikasi. Dengan demikian akan ada pada suatu saat sejumlah lingkaran komunikan atau ruang kehidupan yang tumpang tindih. Model heliks menurut Dance (1967) dalam Jahi (1993) menunjukkan kegiatan komunikasi di kalangan komunikan yang menimbulkan situasi konvergen. Hal ini dapat terjadi dalam beberapa cara, yaitu (1) komunikan bergerak menuju ke suatu arah dalam arti saling memahami pesan yang disampaikan, dan (2) seorang partisipan mungkin bergerak menuju arah berbeda. Proses konvergen tidak selalu be rarti harus ada komitmen terhadap persoalan atau permasalahan yang dikomunikasikan, karena lebih merupakan suatu proses saling memahami dengan lebih baik, tentang segala sesuatu yang dikomunikasikan. 24

25 Model ziczac menurut Schramm (1973) dalam Jahi (1993) menunjukkan situasi kegiatan komunikasi sebagai proses interaktif melalui pertukaran tandatanda informasi baik verbal, nonverbal, atau paralinguistik. Model ini diperlukan adanya waktu untuk meyakinkan diri bahwa komunikan sedikit banyak telah memahami apa yaang dimaksud yang dimungkinkan oleh persoalan pemakaian iterasi. Peristiwa komunikasi dalam model ziczac lebih mendekati dengan proses negosiasi. Komunikasi Sebagai Transaksi. Dalam konteks komunikasi ini, proses penyandian (encoding) dan penyandian balik (decoding) bersifat spontan dan simultan diantara para komunikate. Semakin banyak orang yang berkomunikasi semakin rumit transaksi komunikasi yang terjadi karena akan terdapat banyak peran, hubungan yang lebih rumit, serta lebih banyak pesan verbal dan non verbal. Kelebihan konseptualisasi komunikasi sebagai transaksi adalah komunikasi tersebut tidak membatasi komunikan pada komunikasi yang disengaja atau respon yang dapat diamati. Dalam komunikasi transaksional, komunikasi dianggap telah berlangsung bila seseorang telah menafsirkan perilaku orang lain, baik perilaku verbal maupun perilaku non verbal. Artinya konseptualisasi komunikasi ini lebih sesuai untuk konteks komunikasi interpersonal karena lebih bersifat dinamis dan para pelaku komunikasi tidak dibedakan antara sumber dan penerima, melainkan semuanya saling berpartisipasi dalam interaksi sebagai partisipan komunikasi. Ketiga konsep pemahaman komunikasi tersebut sangat dipengaruhi oleh ketepatan komunikasi (fidelity of communication). Dengan ketepatan komunikasi yang tinggi, para komunikate akan memperoleh apa yang mereka kehendaki dari tujuan berkomunikasinya. Komunikator akan puas karena pesan yang disampaikan dapat diterima dan dilaksanakan komunikan seperti yang dikehenda ki, dan komunikanpun akan puas karena pesan yang diterimanya sesuai dengan kebutuhan. Ketepatan komunikasi tersebut merupakan indikator dari efektifitas komunikasi Berlo (1960) mengemukakan, ada enam elemen dasar yang menentukan efektivitas komunikasi yaitu: sumber - encoder, pesan, saluran, dan penerima pesan dekoder. 25

26 (a) Sumber - encoder Agar komunikasi menjadi efektif, seorang komunikator dalam proses berkomunikasi harus menentukan strategi bagaimana cara mempengaruhi komunikannya dan menganalisis pesan yang diterima sebelum memberi respon (encoding) terhadap pesan balik yang diterimanya. Ketepatan komunikasi sumber ditentukan oleh empat faktor yaitu: (1) keterampilan komunikasi (communication skills) secara lisan dan tulisan, (2) sikap jujur dan bersahabat (attitude), (3) tingkat pengetahuan yang luas tentang materi yang dikomunikasikan (knowledge), dan (4) mampu beradaptasi dengan sistem sosial budaya (social and cultural system) komunikan. Menurut Berlo (1960) terdapat lima keterampilan komunika si verbal yaitu menulis, dan berbicara (keterampilan meng -encoding ), keterampilan membaca, dan mendengar/menyimak (keterampilan meng-decoding), serta pemikiran atau pertimbangan (thought or reasoning) merupakan keterampilan yang paling penting di dalam meng-encoding maupun meng-decoding pesan. Sikap komunikator (attitude), Sikap seorang komunikator yang bersahabat, hangat dan jujur sangat mempengaruhi efektifitas komunikasi. Menurut Berlo (1960), sikap komunikator mempengaruhi kebiasaannya berkomunikasi. Berlo mengartikan kata sikap dalam arti sempit dengan menjawab pertanyaan: How do the attitude of the source effect communication? Selanjutnya Berlo menjabarkan sikap komunikator menjadi tiga sikap yaitu: (1) sikap terhadap diri sendiri (attitude toward self), yang berkaitan dengan kepribadian individu dalam berkomunikasi; (2) sikap terhadap materi (pesan) yang dikomunikasikan (attitude toward subject matter). Bila seorang komunikator tidak yakin terhadap subject matternya, maka hal ini akan menyulitkan dia berkomunikasi secara efektif tentang subjek/materi itu. (3) sikap terhadap komunikan (attitude toward receiver). Sikap komunikator pada komunikannya berpengaruh terhadap komunikasi diantara mereka. Berlo mengilustrasikan; Bila pembaca atau pendengar menyadari bahwa apa yang ditulis/dibicarakan sama seperti yang mereka rasakan, maka kritik terhadap pesan yang dibaca/didengar akan sangat minim. Artinya kemungkinan besar pesan yang disampaikan oleh 26

27 penulis atau pembicara akan diterima oleh komunikan bila pesan itu sesuai kebutuhan mereka. Sedangkan pengertian sikap dalam konteks perilaku organisasi menurut Robbins (2001) adalah pernyataan evaluatif mengenai objek, orang atau peristiwa. Sikap tidak sama dengan nilai, tapi keduanya saling berhubungan. Saling keterhubungan antara sikap dan nilai tersebut dapat dilihat pada tiga komponen dari suatu sikap yaitu: (1) pengertian (understanding), (2) keharusan (affection), dan (3) perilaku (behavior). Komponen kognitif suatu sikap merupakan segmen pendapat atau keyakinan akan suatu sikap. Komponen afektif merupakan segmen emosional atau perasaan dari suatu sikap, sedangkan komponen perilaku suatu sikap merupakan suatu maksud untuk berperilaku dengan suatu cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu. Lebih lanjut Robbins menegaskan bahwa istilah sikap (attitude) pada hakekatnya merujuk ke bagian afektif dari tiga komponen tersebut. Bila kita kaitkan pengertian istilah sikap yang dikemukakan oleh Robbins dengan istilah sikap komunikator yang dikemukakan Berlo, maka dapat disimpulkan bahwa implementasi istilah sikap komunikator lebih mengarah pada komponen perilaku (behavior ) dari sikap. Sedangkan dalam perilaku organisasi, istilah sikap lebih mengarah pada komponen afektifnya. Tingkat pengetahuan (knowledge). Seorang komunikator harus memiliki tingkat pengetahuan yang luas tentang materi yang dikomunikasikan sehingga dia kredibel dimata khalayaknya. Menurut Aristoteles dalam Cangara (2000), seorang komunikator itu kredibel apabila memiliki ethos, pathos dan logos. Ethos ialah kekuatan yang dimiliki pembicara dari karakter pribadinya sehingga ucapan-ucapannya dapat dipercaya. Pathos adalah kekuatan yang dimiliki pembicara dalam mengendalikan emosi pendengarnya. Sedangkan Logos ialah kekuatan yang dimiliki melalui argumentasinya (argumentasi kuat bila ditunjang tingkat pengetahuan yang luas). Memperluas pendapat Aristoteles, McCroskey, 1966 dalam Cangara (2000) mengungkapkan bahwa kredibilitas seorang komunikator dapat bersumber dari kompetensi (competence), sikap (attitude), tujuan (intension), kepribadian (personality), dan dinamika (dynamism). Kompetensi ialah penguasaan komunikator terhadap masalah yang dibahas 27

28 (tingkat pengetahuan terhadap materi yang cukup luas). Sikap menunjukkan pribadi komunikator apakah tegar atau toleran dalam prinsip. Tujuan menunjukkan apakah hal-hal yang disampaikan itu memiliki maksud baik atau tidak. Kepribadian menunjukkan apakah komunikator memiliki pribadi yang hangat dan bersahabat. Sedangkan dinamika menunjukkan apakah hal yang disampaikan itu menarik atau justru membosankan. Mampu beradaptasi dengan sistem sosial budaya (social and cultural system) komunikannya. Berlo menyatakan bahwa derajat pesan yang dapat diserap oleh penerima dipengaruhi oleh berbagai hal diantaranya adalah sistem sosial budaya penerima. Karena itu seorang komunikator seyogyanya memahami sistem sosial budaya komunikannya. (b) Pesan Berlo (1960) menegaskan pesan adalah sebagian produk fisik aktual (actual physical product) dari komunikator -komunikan. Ketika seseorang berpidato, menulis, menggambar, dan menggerakan anggota tubuh sebagai isyarat, maka isi pidato, tulisan, gambar, dan menggerakkan tangan serta ekspresi wajahnya merupakan pesan. Tiga faktor yang terkandung dalam pesan adalah kode pesan, isi pesan dan perlakukan pesan. Ketiga faktor tersebut ditinjau dari elemen dan struktur dari masing-masing faktor (elemen dan struktur dari kode pesan, elemen dan struktur dari isi pesan serta elemen dan struktur dari perlakukan pesan). Elemen dan struktur pesan. Struktur pesan merupakan gabungan dari elemen-elemen pesan. Misalnya kita menulis sebuah kata Buku maka Buku merupakan struktur yang tersusun dari elemen-elemen huruf b,u, k dan u. Hal yang penting diketahui dalam komunikasi adala h perbedaan antara bentuk (struktur) dan substansi (elemen) dalam proses komunikasi. Berlo menyatakan, perlu diperjelas dan menjadi bahan perdebatan dalam komunikasi, mana yang lebih penting antara ide (elemen) atau organisasi ide (struktur). Kode pesan. Pesan yang dikirim komunikator kepada komunikan terdiri atas rangkaian simbol dan kode. Simbol adalah lambang yang memiliki suatu objek. Sedangkan kode adalah simbol yang tersusun secara sistematis dan teratur sehingga memiliki arti. Dengan demikian simbol yang tidak memiliki arti 28

29 bukanlah kode (Berlo, 1960 dalam Cangara, 2000). Lampu pengatur lalu lintas (Traffic light) adalah simbol polisi lalu lintas, sedangkan simbol warna adalah kode bagi pemakai jalan. Ketika kita meng-encode pesan, kita harus memutuskan kode yang akan digunakan meliputi (1) kode yang mana saja, (2) elemen kode yang mana, dan (3) metode struktur elemen dari kode mana yang kita pilih. Tujuan pemilihan tersebut adalah agar pesan dapat diterima komunikan tanpa distorsi. Isi pesan. Isi pesan merupakan materi pesan yang terseleksi oleh komunikator untuk mengekspresikan tujuan. Yang termasuk isi pesan adalah pernyataan/pemaknaan yang kita buat, informasi yang kita tampilkan, kesimpulan yang kita buat, dan pembenaran (judgments) yang kita maksud dalam pesan. Perlakuan pesan. Perlakuan pada pesan adalah keputusan komunikator untuk memilih dan menyusun kode dan isi pesan yang dikirim. Faktor penentu perlakuan pada pesan adalah kepribadian, karakter individu, keterampilan, sikap, pengetahuan, budaya, dan status dalam sistem sosial. Perlakuan pesan bisa juga disimpulkan sebagai cara komunikator menyusun kode dan isi pesan. Berlo menambahkan kita dapat mengidentifikasi individu berdasarkan karakter perilaku pesan melalui tulisan seseorang, musik yang dihasilkan, dll. Kemudian menganalisis pesan yang disampaikan dari segi kode, isi dan perlakuan pesan. Jadi karakter individu dapat dianalisis melalui pesan yang dihasilkan. (c) Saluran (channel) Saluran komunikasi adalah alat untuk menyalurkan pesan dari komunikator ke komunikan. Roger dan Shoemaker (1971) membedakan saluran komunikasi atas dua jenis yaitu (1) saluran media massa, dan (2) saluran interpersonal. Saluran media massa adalah alat penyampai pesan yang memungkinkan pencapaia n komunikan dalam jumlah besar, yang dapat menembus batas waktu dan ruang seperti radio, televisi, koran dan sebagainya. Sedangkan saluran interpersonal merupakan saluran komunikasi melalui pertemuan tatap muka antara komunikator dan komunikan. Hanafi (1986) dalam bukunya Memasyarakatkan Ide-ide Baru menambahkan, saluran interpersonal dapat bersifat kosmopolit dan lokalit. Saluran interpersonal kosmopolit adalah saluran komunikasi yang melibatkan 29

30 komunikator yang berasal dari luar sistem sosial komunikan. Sedangkan saluran interpersonal lokalit adalah saluran komunikasi dimana komunikator berasal dari dalam sistem sosial komunikan. Penentuan dan penggunaan saluran komunikan yang tepat sangatlah penting di dalam proses penyampaian informasi. Saluran komunikasi media massa lebih efektif digunakan pada tahap pengenalan suatu ide/teknologi. Dimana saluran tersebut berfungsi untuk menyampaikan informasi/pengetahuan (knowledge) kepada khalayak dalam jumlah yang besar. Sedangkan saluran komunikasi interpersonal lebih tepat digunakan pada tahapan persuasi karena kontak antara komunikator dan komunikan lebih banyak bersifat pribadi, sehingga saluran interpersonal dapat memainkan peranan penting pada tahap persuasi. Jadi perbedaan kedua saluran tersebut pada da mpak (efek) yang ditimbulkan. Media interpersonal mempunyai efek yang tinggi pada pembentukan dan perubahan sikap dan rendah pada kognitif. Sedangkan media massa berefek tinggi pada kognitif dan rendah pada pembentukkan dan perubahan sikap komunikan (audience). Penggunaan saluran komunikasi ternyata berbeda antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang. Sebagaimana dijelaskan oleh Hanafi (1986) bahwa di negara berkembang media interpersonal masih memegang peranan penting dalam tahap pengenalan suatu ide/teknologi, terutama saluran interpersonal kosmopolit. Hal tersebut menurut Hanafi kemungkinan disebabkan oleh (1) kurang tersedianya media massa yang dapat menjangkau komunikasi di wilayah perdesaan, (2) masih tingginya tingkat buta huruf penduduk, dan (3) tidak relevannya pesan-pesan yang dimuat media massa itu dengan kebutuhan masyarakat, atau (4) mungkin media massa lebih dipandang sebagai sarana hiburan daripada sebagai media informasi. (d) Komunikan Komunikan biasa disebut juga dengan is tilah penerima pesan, decoder, khalayak, sasaran, audience dan lain sebagainya. Komunikan merupakan salah satu faktor dalam proses komunikasi. Berhasil tidaknya proses komunikasi sangat ditentukan oleh komunikan. 30

31 Komunikasi dalam studi komunikasi bisa berupa individu, kelompok dan masyarakat (Cangara, 2000). Karena itu sebelum memulai proses komunikasi seorang komunikator harus mengetahui siapa dan bagaimana khalayaknya. Lebih lanjut Cangara menambahkan ada tiga aspek yang perlu diketahui komunikator te ntang komunikannya yaitu: aspek sosiodemografik, aspek profil psikologi, dan aspek karakteristik perilaku. Aspek sosiodemografik antara lain adalah: jenis kelamin, usia, jumlah populasi, lokasi, tingkat pendidikan, bahasa yang digunakan, agama, pekerjaan, ideologi, dan pemilikan media massa. Aspek profil psikologis ialah memahami komunikan dari segi kejiwaan seperti: emosi (bagaimana temperamennya), bagaimana pendapat-pendapat mereka, adakah keinginan mereka yang perlu dipenuhi, dan sebagainya. Sedangkan dari aspek karakteristik perilaku komunikan yang perlu diketahui diantaranya adalah hobi, nilai dan norma, mobilitas sosial, dan perilaku komunikasi, kebiasaan suka berterus terang atau tidak. Terlepas dari hal itu semua, perlu diingat bahwa derajat pesan yang dapat diserap (didecode) oleh komunikan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah keterampilan berkomunikasi, tingkat pengetahuan, dan sistem sosial budaya komunikan. Sama halnya dengan komunikator seperti penjelasan sebelumnya. Selama terjadi perbedaan kerangka acuan dan kerangka pengalaman yang mendasari sikap individu, memungkinkan terjadinya perbedaan persepsi tentang manfaat program yang diintroduksikan pada individu bersangkutan. Dengan kata lain, persepsi individu terhadap suatu stimuli bukan ditentukan oleh jenis atau bentuk stimuli, melainkan oleh karakteristik individu yang memberikan respon pada stimuli tersebut (Rakhmat, 2000) Menurut hasil penelitian Widatri (1995) tentang Birokrasi Lokal dan Partisipasi Masyarakat dikata kan bahwa komunikasi sebagai faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan, pada dasarnya merupakan sarana untuk menyebarluaskan informasi di dalam organisasi birokrasi lokal, baik komunikasi dari atas ke bawah maupun dari bawah keatas. Sastropoetro (1988) mengatakan bahwa sikap masyarakat dalam berpartisipasi ditentukaan oleh karakteristik dan intensitas komunikasinya. Muliawati (1993) 31

32 mengatakan orang yang berpendidikan tinggi mempunyai partisipasi yang tinggi di dalam pembangunan, karena dengan berpendidikan tinggi ia mampu menganalisa serta aktif terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan. Soemantri (1998) menjelaskan bahwa intensitas komunikasi berpengaruh pada perilaku petani, semakin tinggi intensitas komunikasi, maka semakin tinggi partisipasinya. Peranan Pemerintah dalam Pembangunan Di kebanyakan negara di Dunia Ketiga, Birokrasi pemerintahan merupakan suatu alat pembangunan yang paling dominan peranannya (Effendi, dalam Percikan Pemikiran Fisipol UGM tentang Pembangunan 1990). Dominasi birokrasi ini terjadi bukan semata-mata karena kelemahan sektor swasta dan preferensi ideologi di negara-negara tadi, tetapi lebih karena luasnya jangkauan birokrasi pemerintah, sehingga birokrasi memiliki fungsi integratif yang sangat besar. Sulit dan kompleknya peranan birokrasi di negara dunia ketiga diantaranya disebabkan karena birokrasi di negara dunia ketiga tidak hanya berfungsi untuk menjaga, mengatur serta mempeluas infrastruktur sosial bagi masing-masing masyarakat, tetapi juga bertugas untuk melaksanakan keputusan pimpinan politik, yang praktis harus dimulai dari menyusun rencana, melaksanakannya sampai dengan memelihara segala program pembangunan. Keberhasilan pembangunan tergantung pada kemampuan birokrasi, sementara dipihak lain proses pembangunan juga menentukan corak perkembangan birokrasi, dalam arti semakin cepat gerakan roda pembangunan, maka semakin besar pula peran birokrasi tersebut. Pentingnya birokrasi dalam pembangunan ini juga dikemukakan oleh Moelyarto (1987) dengan mengajukan premis dalam makalahnya yang berjudul Budaya Birokrasi dalam Kontek Tranformasi Struktural antara harapan dan Kenyataan, antara lain menyebutkan birokrasi menduduki posisi strategis instrumental untuk mewujudkan pembangunan suatu negara, value premis ini disimpulkan, bahwa secara normatif, semua elemen birokrasi, seperti struktur dan kultur birokrasi, complience system, working norms, prosedur kerja, serta client relationship mengacu pada tujuan pembangunan nasional, tujuan pembangunan nasional juga dapat berubah, maka 32

33 sosok dari elemen-elemen birokrasi tadi seharusnya juga merefleksikan perubahan tadi. Birokrasi sebagai wahana strategis instrumental untuk mencapai pertumbuhaan ekonomi setinggi-tingginya, misalnya seharusnya mempunyai karakteristik lain dari birokrasi sebagai wahana strategis instrumental untuk mengemban tugas untuk melaksanakan pembangunan sumber daya manusia. Posisi dominan yang dimiliki oleh birokrasi tersebut makin memperoleh justifikasi, apabila dihubungkaan dengan konteks sosio-kultural dan ekonomi negara-negara dunia ketiga. Karakteristik dunia ketiga yang disamakan dengan kemiskinan merupakan salah satu faktor yang memandang birokrasi untuk tampil sebagai pelopor pembangunan (Ndraha, 1987). Kemiskinan, kemelaratan dan sebagainya tentu saja sangat menurunkan semangat dan kemampuan masyarakat dalam pembangunan, maka pada fase awal, prakarsa pembangunan hanya diharapkan dan agen organisasi ya ng menonjol, hal ini dimungkinkan karena birokrasi mempunyai kewenangan dalam hal dana, teknologi, sumber daya manusia dan sebagainya. Didorong oleh realitas interaksi semacam ini, maka strategi Top Down dalam pelaksanaan pembangunan yang sering juga disebut dengan pendekatan birokratis, dapat berlangsung terus, dan lama kelamaan prakarsa pemerintah dalam pembangunan menjadi suatu pola dan kemudian melembaga sebagai sistem. Aplikasi model-model tersebut diatas tidak jarang menghasilkan programprogram pembangunan yang bukan hanya mengabaikan tetapi juga menurunkan kemampuan masyarakat untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi melalui inisiatif lokal dan lebih dari itu membuat mereka menjadi sangat tergantung kepada birokrasi-birokrasi yang terpusat, yang memiliki absorbsi sumber daya yang sangat besar akan tetapi tidak memiliki kepekaan untuk menanggulangi kebutuhan-kebutuhan lokal. Terdapat tiga karakteristik utama peranan birokrasi dalam setiap strategi pembangunan seperti dikemukakan Korten (1985), dalam Moelyarto (1987) yaitu: pertama, dalam strategi pertumbuhan, birokrasi berperanan sebagai entrepreneur, kedua, dalam strategic basic needs, birokrasi berperanan sebagai service provider dan yang ketiga, dalam strategic people centered, birokrasi berperanan sebagai enabler atau fasilitator. 33

34 Sebagai entrepreneur, birokrasi tampil dalam proses pembangunan dengan menerapkan blue-print approach dan top-down, serta merumuskan proyek yang bersifat stereotip dan seragam. Ini dapat dilihat dalam aplikasi model pembangunan dalam Pelita I dan II, yang terbukti efektif dalam meningkatkan pertumbuhan eknomi, hal ini memang merupakan suatu keuntungan dari penerapan pendekatan atas- bawah dalam pelaksanaan pembangunan. Dalam penerapan pendekatan atas bawah posisi birokrasi begitu kuat dan dominan, karena dia berperan sebagai agen tunggal yang ditangannya terkonsentrasi kekuasaan di dalam mengelola pembangunan, kekuatan diluar birokrasi dipandang rendah, sehingga tidak dapat diharapkan peran sertanya dalam proses pembangunan. Hal ini disebabkan masyarakat kurang mempunyai rasa memiliki dan menjadi terasing terhadap suatu proyek yang sebetulnya diperuntukkan bagi mereka sendiri. Proyek tersebut menjadi proyek pemerintah, sehingga proyek berakhir bersamaan dengan berakhirnya campur tangan birokrasi. Dalam peranannya sebagai entrepreneur ini, birokrasi mengabaikan pembentukkan kemampuan dan proses pembinaan konstitusi, sehingga akan membahayakan kemampuan masyarakat untuk tumbuh dengan kekuatan sendiri. Untuk lebih jelasnya akan terlihat dalam Tabel 1. Tabel 1. Perbedaan Pendekatan Top-down dan Bottom-up dalam Pembangunan Pendekatan Ciri-ciri Atas-Bawah, Cetak biru Top - Down; Blue Print Pengelolaan sumberdaya yang bertumpu pada masyarakat 1. Ciri Khas Segala sumber disediakan birokrasi Sumber-sumber pemacu adalah sumber lokal yang diarahkan sendiri 2. Keterandalan Manakala ada sumber pusat yang melimpah dan tidak ada sumber daerah yang menganggur Sumber pusat yang tidak memadai. Sumber daerah tidak dimanfaatkan sepenuhnya. Pembangunan kemampuan lokal untuk ketahanan dan kepercayaan diri. 3. Keuntungan Cepat dan mudah Pemanfaatan daerah sepenuhnya 4. Kerugian Menciptakan ketergantungan Sulit dimulai, lamban dan sulit program pembangunan sosial mengelolanya berakhir 5. Prioritas Infrastruktur sistem diberikan Pengikisan kemiskinan. Sumbersumber pusat sumber -sumber potensial dikerahkan masyarakat lokal diekplorasi birokrasi pusat Sumber: Moelyarto, Politik Pembangunan Sebuah analisis konsep arah dan strategi, Tiara Wacana, Yogyakarta. 34

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Program Raksa Desa

TINJAUAN PUSTAKA Program Raksa Desa TINJAUAN PUSTAKA Program Raksa Desa Program Raksa Desa merupakan salah satu program pengembangan masyarakat desa dengan memberdayakan pemerintah dan masyarakat desa dengan mendayagunakan sumberdaya lokal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian merupakan faktor penunjang ekonomi nasional. Program-program pembangunan yang dijalankan pada masa lalu bersifat linier dan cenderung bersifat

Lebih terperinci

Pengantar Ilmu Komunikasi

Pengantar Ilmu Komunikasi MODUL PERKULIAHAN Pengantar Ilmu Komunikasi Ruang Lingkup Komunikasi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh FIKOM Marcomm 03 85001 Deskripsi Pokok bahasan pengantar ilmu komunikasi membahas

Lebih terperinci

PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ

PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR

KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK YUSNIDAR. Keefektivan Komunikasi Masyarakat

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Desain Penelitian Populasi dan Sampel

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Desain Penelitian Populasi dan Sampel METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian adalah 3 (tiga) desa yang memperoleh bantuan Program Raksa Desa tahap pertama Tahun 2003 di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, yakni: (1) Desa Bojong

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 58 Tahun 2010 TENTANG PROGRAM DESA MANDIRI DALAM PERWUJUDAN DESA PERADABAN DI JAWA BARAT

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 58 Tahun 2010 TENTANG PROGRAM DESA MANDIRI DALAM PERWUJUDAN DESA PERADABAN DI JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 58 Tahun 2010 TENTANG PROGRAM DESA MANDIRI DALAM PERWUJUDAN DESA PERADABAN DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa sebagai salah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional I. LATAR BELAKANG Wacana kemiskinan di Indonesia tetap menjadi wacana yang menarik untuk didiskusikan dan dicarikan solusi pemecahannya.

Lebih terperinci

05FIKOM. Pengantar Ilmu Komunikasi. Prinsip-prinsip Atau Dalil Dalam Komunikasi. Reddy Anggara. S.Ikom., M.Ikom. Modul ke: Fakultas

05FIKOM. Pengantar Ilmu Komunikasi. Prinsip-prinsip Atau Dalil Dalam Komunikasi. Reddy Anggara. S.Ikom., M.Ikom. Modul ke: Fakultas Modul ke: Pengantar Ilmu Komunikasi Prinsip-prinsip Atau Dalil Dalam Komunikasi Fakultas 05FIKOM Reddy Anggara. S.Ikom., M.Ikom. Program Studi MARCOMM 1. PROSES KOMUNIKASI Salah satu prinsip komunikasi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Wonokromo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) Nurul Hidayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program pengentasan kemiskinan pada masa sekarang lebih berorientasi kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak program pengentasan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG

EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG ASEP AANG RAHMATULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 6 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Komunikasi Komunikasi berasal dari bahasa latin communis yang maknanya adalah sama. Apabila dua orang sedang berkomunikasi berarti mereka

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI KUDUS, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 116 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 6.1. Kesimpulan Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang kompleks dibutuhkan intervensi dari semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Selain peran

Lebih terperinci

STRATEGI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG UNTUK MENSINERGIKAN PROGRAM RAKSA DESA ABAS SUDRAJAT

STRATEGI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG UNTUK MENSINERGIKAN PROGRAM RAKSA DESA ABAS SUDRAJAT STRATEGI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG UNTUK MENSINERGIKAN PROGRAM RAKSA DESA ABAS SUDRAJAT SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PEMANFAATAN INTERNET DAN CD ROM OLEH PENELITI DAN PEREKAYASA BADAN LITBANG PERTANIAN OLEH: INTAN YUDIA NIRMALA

PEMANFAATAN INTERNET DAN CD ROM OLEH PENELITI DAN PEREKAYASA BADAN LITBANG PERTANIAN OLEH: INTAN YUDIA NIRMALA PEMANFAATAN INTERNET DAN CD ROM OLEH PENELITI DAN PEREKAYASA BADAN LITBANG PERTANIAN OLEH: INTAN YUDIA NIRMALA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini Saya menyatakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu berinteraksi dengan sesama manusia sebagai aplikasi dari proses sosial

BAB I PENDAHULUAN. perlu berinteraksi dengan sesama manusia sebagai aplikasi dari proses sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya manusia sebagai makhluk sosial, dalam kehidupan seharihari, perlu berinteraksi dengan sesama manusia sebagai aplikasi dari proses sosial tersebut. Untuk

Lebih terperinci

Materi Minggu 1. Komunikasi

Materi Minggu 1. Komunikasi T e o r i O r g a n i s a s i U m u m 2 1 Materi Minggu 1 Komunikasi 1.1. Pengertian dan Arti Penting Komunikasi Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI KUDUS, Menimbang a.

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA DAN KAWASAN PERDESAAN, SERTA PEMANFAATAN DAN PENDAYAGUNAAN

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PEMUKA PENDAPAT KELOMPOK TANI DALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI USAHATANI PADI

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PEMUKA PENDAPAT KELOMPOK TANI DALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI USAHATANI PADI EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PEMUKA PENDAPAT KELOMPOK TANI DALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI USAHATANI PADI (Kasus di Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang NTT) IRIANUS REJEKI ROHI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM A. Latar Belakang Dalam Strategi intervensi PNPM Mandiri Perkotaan untuk mendorong terjadinya proses transformasi sosial di masyarakat, dari kondisi masyarakat yang tidak berdaya menjadi berdaya, mandiri

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, perlu perubahan secara mendasar, terencana dan terukur. Upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian Perumahan dan permukiman merupakan hak dasar bagi setiap warga negara Indonesia sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD tahun 1945 pasal 28 H ayat (I) bahwa: setiap

Lebih terperinci

Pelaksanaan program Pamsimas menggunakan pendekatan

Pelaksanaan program Pamsimas menggunakan pendekatan Bagaimana Kegiatan Dilaksanakan? Siswa-siswi SDN Kwangsan 02 di Kec. Jumapolo Kab. Karanganyar Jawa Tengah melakukan demo PHBS dalam rangkaian program Pamsimas. Pelaksanaan program Pamsimas menggunakan

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH 1 PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH (Studi Di Kampung Jetisharjo, Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN (Studi Kasus di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB) CHANDRA APRINOVA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 @ Hak Cipta

Lebih terperinci

Unsur-unsur, sifat, dan fungsi komunikasi

Unsur-unsur, sifat, dan fungsi komunikasi Unsur-unsur, sifat, dan fungsi komunikasi Tiga konseptualisasi komunikasi 1. Komunikasi sebagai tindakah satu-arah Penyampaian pesan Co: Seseorang bercerita mengenai suatu masalah. Menurut Michael Burgoon

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 92 VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 8.1. Identifikasi Potensi, Masalah dan Kebutuhan Masyarakat 8.1.1. Identifikasi Potensi Potensi masyarakat adalah segala sesuatu yang

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 827 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KOTA KEDIRI PEMERINTAH KOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TRANSPARANSI DAN PARTISIPASI DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah berdampak pada pergeseran sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi, yaitu dari pemerintah pusat kepada

Lebih terperinci

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Deskripsi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Deskripsi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Keadaan Umum penduduk Jawa Barat pada Tahun 2002 mencapai 37.291.946 jiwa dengan laju pertambahan penduduk sebesar 2,33 persen. Secara kuantitatif kualitas Sumber Daya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI W A L I K O T A K E D I R I PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI Menimbang WALIKOTA KEDIRI, : a. bahwa pelaksanaan pembangunan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung hidup dan terlibat di dalam anggota kemasyarakatan. Organisasi di dalam

BAB I PENDAHULUAN. cenderung hidup dan terlibat di dalam anggota kemasyarakatan. Organisasi di dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah lepas dari kehidupan berorganisasi karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang cenderung hidup

Lebih terperinci

PERANAN KOMUNIKASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT PEDESAAN. Oleh : Evi Zahara. Abstrak

PERANAN KOMUNIKASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT PEDESAAN. Oleh : Evi Zahara. Abstrak 75 PERANAN KOMUNIKASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT PEDESAAN Oleh : Evi Zahara Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan komunikasi dalam melakukan pembangunan masyarakat pedesaan. Penelitian

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan-perubahan yang terus. menerus ke arah yang dikehendaki. Menurut Rogers dikutif Zulkarimen

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan-perubahan yang terus. menerus ke arah yang dikehendaki. Menurut Rogers dikutif Zulkarimen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses perubahan-perubahan yang terus menerus ke arah yang dikehendaki. Menurut Rogers dikutif Zulkarimen Nasution (2004:28) pembangunan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI

HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka hampir dipastikan semua sektor akan berdampak kemacetan, oleh sebab itu

BAB I PENDAHULUAN. maka hampir dipastikan semua sektor akan berdampak kemacetan, oleh sebab itu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelayanan publik merupakan salah satu tugas penting yang tidak dapat diabaikan oleh pemerintah daerah sebab jika komponen pelayanan terjadi stagnasi maka hampir

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU BELITONG KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 6 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 6 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kelompok maupun suatu kelompok dengan kelompok lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. dengan kelompok maupun suatu kelompok dengan kelompok lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial, dimana satu sama lain saling menumbuhkan yang didalamnya akan terbentuk dan terjalin suatu interaksi atau hubungan yang

Lebih terperinci

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH

ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH (Studi Kasus Kota Batu Provinsi Jawa Timur) FATCHURRAHMAN ASSIDIQQI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN 1 PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DASAR BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DASAR BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014 PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DASAR BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkotaan (PNPM-MP) adalah dengan melakukan penguatan. kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Perkotaan (PNPM-MP) adalah dengan melakukan penguatan. kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Strategi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) adalah dengan melakukan penguatan kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pelaksanaan kegiatan pembangunan nasional di Indonesia sesungguhnya merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN AKTIVITAS KOMUNIKASI DENGAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM MENGEMBANGKAN PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SITU BABAKAN JAKARTA SELATAN USMIZA ASTUTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa agar kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 6 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi disebut juga dengan komunikasi interpersonal (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1. TinjauanPustaka PNPM Mandiri PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

STRATEGI KEMITRAAN DALAM DINAMIKA SOSIAL EKONOMI SYARIAH UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH. Merza Gamal

STRATEGI KEMITRAAN DALAM DINAMIKA SOSIAL EKONOMI SYARIAH UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH. Merza Gamal STRATEGI KEMITRAAN DALAM DINAMIKA SOSIAL EKONOMI SYARIAH UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH Merza Gamal SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) mulai tahun Konsepsi Pemberdayaan

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM ANTI KEMISKINAN (ANTI POVERTY PROGRAM) KABUPATEN TRENGGALEK TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN FORUM KABUPATEN SEHAT KABUPATEN BELITUNG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN FORUM KABUPATEN SEHAT KABUPATEN BELITUNG SALINAN BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN FORUM KABUPATEN SEHAT KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN GUBERNUR MALUKU NOMOR : 21 TAHUN 2009 TENTANG KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI MALUKU GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa percepatan penurunan angka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG . BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI MURUNG

Lebih terperinci