BAB I PENGANTAR. Talempong Goyang merupakan salah satu bentuk ensambel. musik tradisional populer di Minangkabau yang menggabungkan
|
|
- Yandi Widjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG Talempong Goyang merupakan salah satu bentuk ensambel musik tradisional populer di Minangkabau yang menggabungkan antara instrumen talempong dengan band. 1 Nada talempong yang biasanya pentatonic dan hanya menggunakan lima buah instrumen talempong, dalam ensambel musik ini nada talempong disesuaikan dalam skala diatonic scale dan menggunakan lebih dari 5 buah instrumen talempong yang disesuaikan dengan skala nada diatonic tersebut. Ensambel talempong goyang biasa dipergelarkan pada acara-acara seperti upacara pernikahan, khitanan, halal bihalal, dan kegiatan-kegiatan yang bersifat seremonial lainnya. Fenomena kontekstual ini dapat diartikan, bahwa penikmat talempong goyang secara performativitas pergelaran, tidak memiliki dikotomi hirarki kelas sosial dalam menikmati pergelaran talempong goyang. Talempong goyang dalam perspektif kesenian populer bernuansa tradisional, merupakan model inovatif dari ekspresi seniman mengadaptasi tradisi talempong (berdasarkan tema musikal dan instrumentasi) sebagai pemenuhan ruang kreatifitas elaboratif yang 1 Wawancara dengan Asril Muchtar pada tanggal 16 Februari 2013, di Yogyakarta. 1
2 2 disinergikan pada konteks kekinian dan sebagai respons atas dinamika zeitgeist yang terus berubah dan aktual. Hal ini dimengerti, bahwa kondisi sosio-kultural yang terus berubah disetiap zamannya, dan secara empiris, fase yang juga teralami oleh para pelaku seni, memberikan peluang interpretasi terhadap proses daya kreatifitas. Dan selanjutnya, sebagai habitus responsif atas kondisi sosial yang berubah-ubah dalam spirit dan image komodifikasi kultural, yang mendorong pelaku seni untuk berspekulasi aktif dalam tindakan kreatif sesuai dengan kondisi sinkroniknya. Akumulasi tindakan kreatif yang dilakukan seniman dalam mengeksplorasi material talempong menjadi bentuk inovatif talempong goyang, adalah upaya dialektis antara proses transmisi modal kultural pada sisi strategi preservasi tradisi Minangkabau dalam menghadapi tantangan global, yang diprediksi akan mengikis elemen-elemen tradisional, dengan profesionalitas dalam memenuhi kebutuhan ekonomi. Skema ini jelas menimbulkan paradoks pada tatanan etika tradisional Minangkabau dan tuntutan jiwa zaman yang interkultural. Seperti yang diungkapkan Dieter Mack, ketidaksesuaian persepsi tradisional dengan realitas kekinian. maka tidak mengherankan seniman-seniman yang ingin mengembangkan suatu jenis musik tradisi, sering dituduh merusak nilai-nilai tradisional. Padahal,
3 3 mereka tidak ingin menghapus yang ada, tetapi hanya ingin menambahkan atau memperkaya sesuatu. 2 Talempong goyang sebagai realitas media seni yang berada pada posisi ambivalensi, antara tuntutan etika konservatif dan kebebasan berekspresi (komodifikasi professional), juga pada sisi lain mengalami tekanan estetik dalam ranah karya seni massif yang berada di bawah payung koorporasi industrialisasi (art management). Hal ini memungkinkan para pelaku seni talempong goyang melakukan tindakan spekulatif, yaitu: dengan mengkombinasikan unsur tradisional dengan modern (hybrid) sebagai tantangan dan mempersiapkan diri menghadapi pertarungan dalam wilayah ideologi etnisitas yang mempertahankan nilai-nilai kultural dengan ideologi profesionalitas sebagai seniman yang aktif berkolaborasi dalam kerja-kerja seni. Artinya, asumsi positif dengan negatif harus diterima sebagai konsekuensi logis. Hasil proses inovatif seniman yang diwujudkan dalam talempong goyang, dengan mengadaptasi genre populer sebagai dasar wilayah produksi, mewujudkan karakteristik bentuk ensambel musik translokal atau hibriditas musikal yang menggabungkan beragam unsur musikal dan instrumen tradisional Minangkabau, di luar 2 Dieter Mack, Musik Kontemporer dan Persoalan Interkultural (Bandung: ARTI, 2004), 34.
4 4 budaya Minangkabau, serta dipadu ke dalam unsur-unsur musik Barat dengan formulasi bentuk band. Formulasi campuran ini dapat dianalogikan sebagai respons kreatif atas kondisi sosial yang multietnis, dan merupakan strategi lintasan pelaku talempong goyang untuk masuk dan bertarung di dalam ranah musik global populer (genre world music) dengan mengusung tema etnisitas Minangkabau. Senada dengan Umar Kayam bahwa, seni pertunjukan akan dapat bertahan apabila mampu mencari peluang yang belum diisi oleh seni modern. 3 Kontestasi unsur tradisional dan modern yang ditawarkan dalam talempong goyang merupakan bentuk korelasi antara model tradisional yang diadaptasi berdasarkan ciri-ciri semangat etnisitas (bahasa, melodi lagu, instrumen) dengan selera akan hiburan yang bersifat populer berdasarkan rasa estetis yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat saat ini atau sebagai produk musik tradisional berkarakter populer dengan kecendrungan model musikal yang mudah dicerap atau sederhana. Harus diakui, sebagian besar kritikus musik akademik menganggap, bahwa musik populer yang cenderung gampang dan 3 Umar Kayam, dalam Heddy Sri Ahimsa Putra, ed., Ketika Orang Jawa Nyeni (Yogyakarta: Galang Press, 2000), 36.
5 5 sederhana sering dikaitkan dengan persepsi seni yang murahan atau kitsch. Asumsi ini dapat diterima, jika perspektifnya dikaitkan hanya kepada bentuk dan kepuasan indra. Pengamat budaya populer, Strinati mengungkapkan sebagai berikut. Konsumsi budaya populer di kalangan masyarakat awam selalu menjadi masalah bagi orang lain, entah kaum intelektual, pemimpin politik, atau pembaharu moral dan sosial. Orang lain ini sering beranggapan bahwa masyarakat awam harusnya berurusan dengan sesuatu yang lebih mencerahkan atau berfaedah ketimbang budaya populer. 4 Perihal tersebut terkesan, penilaian terhadap konsumsi budaya populer seolah-olah tidak memberikan sesuatu yang berarti. Padahal, dari sisi lain, intensitas mengkonsumsi budaya populer jauh lebih massif dan kontinu dibanding dengan intensifitas mengkonsumsi sesuatu yang lebih tinggi atau adiluhung. Artinya, intensifitas dalam menggunakan budaya populer justru berpeluang besar membentuk ruang sosial bagi pertemuan antar beberapa klasifikasi klas untuk saling berinteraksi dan mewujudkan integrasi. Hal ini, dikotomi budaya rendah dan budaya tinggi atau kelas 4 Dominic Strinati, dalam Ariel Heryanto, ed., Budaya Populer di Indonesia (Yogyakarta: Jalasutra, 2012), 6.
6 6 borjuis dan ploretar dipersepsi dapat menyatu dalam skema intergitas, yaitu populer. Mengikuti pandangan Richter dalam skema musik populer, sebagai berikut. Pelbagai wajah musik populer memberikan pemahaman bagaimana musik dapat membantu menegosiasikan relasi sosial yang damai dalam ketegangan atau konflik. Selain itu dapat merayakan penyatuan kaum muda dengan generasi muda. 5 Asumsi tersebut, jika dikaitkan berdasarkan fenomena aktivitas talempong goyang yang intens dan massif dipergelarkan dibanyak event seremoni dan berbagai kalangan dalam klasifikasi klas berbeda di masyarakat Minangkabau, merujuk pada persepsi signifikan, bahwa talempong goyang sebagai stigma produk populer dan kitsch, secara ideologis, dapatkah dijadikan media dalam pembentukan modal sosial baru? Mampukah talempong goyang menjadi mediasi stimulan dari pembentukan semangat baru dalam konteks integrasi sosial masyarakat Minangkabau saat ini? Proses kreatif para pelaku talempong goyang untuk berasimilasi dalam wilayah industri kreatif saat ini perlu diapresiasi. Sebab, selain praktik profesionalitas, juga merupakan wujud aktivitas transmisi produk indigenous yang dipropagandakan sesuai dengan konteks dan 5 Max M. Richter, Dunia lain di Yogyakarta: Dari Jatilan Hingga Musik Eletronik, dalam Ariel Heryanto, ed., 2012, 247.
7 7 semangat zamannya. Namun, disisi lain timbul pertanyaan, dapatkah karya, pergelaran, dan intensifitas tersebut memainkan suatu peran yang relevan di dalam kehidupan sosio-kultural? Mungkinkah perbedaan-perbedaan substansial antara muatan artistik dan kebudayaan serta estetika dan selera, bersinergi dalam lajur yang positif? Selain itu, perlu dipertanyakan lagi modal dan strategi seperti apa yang harus dimiliki oleh para pelaku talempong goyang dalam kontinuitas kreatifnya? Sehingga, musik tradisional populer dapat membentuk karakter positif menjadi media sosial di dalam ruang sosial yang integratif, dan kemudian mampu menempatkan dirinya sesuai dengan situasi sinkroniknya. Berdasarkan problematika yang diutarakan ini, diperlukan proses analisis lebih lanjut dengan merumuskan beberapa pertanyaan penelitian. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang tersebut, maka fenomena yang terjadi pada Talempong Goyang dalam masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat perlu untuk diteliti dengan merumuskan dua pertanyaan sebagai berikut.
8 8 1. Mengapa Talempong Goyang sebagai musik populer bernuansa tradisional menjadi pilihan masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat dalam situasi seremonial? 2. Bagaimana relasi struktur musikal Talempong Goyang dengan kondisi sosio kultural masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat? C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Berdasarkan pertanyaan pertanyaan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini, maka tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui alasan dipilihnya ensambel musik tradisi talempong goyang oleh masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat dalam arena pergelaran seni tradisi sekaligus menganalisis korelasi atas konstruksi yang membangun ensambel tersebut dengan kondisi sosio kultural masyarakatnya. Tujuan lainnya yaitu sebagai catatan catatan ilmiah tentang perkembangan seni musik tradisi Minangkabau di Sumatera Barat secara menyeluruh yang kemudian mampu memberikan kontribusi bagi alur perkembangan dan perjalanan musik tradisi khususnya musik tradisi talempong goyang, sehingga dapat digunakan sebagai pijakan bagi penelurusan lebih
9 9 lanjut mengenai alur perkembangan musik tradisional populer di Sumatera Barat yang lebih komprehensif. D. TINJAUAN PUSTAKA Untuk memposisikan penelitian ini dengan penelitian lain yang mungkin memiliki relevansi dalam kategori objek material dan objek formal, dibutuhkan sebuah tinjauan pustaka agar dapat saling melengkapi hasil hasil dari penelitian sebelumnya sekaligus untuk menghindari pengulangan pembahasan permasalahan topik. Penelitian yang telah membahas seputar talempong logam, diantaranya adalah, Mahdi Bahar melalui disertasinya yang berjudul Perkembangan Budaya Musik Perunggu Minangkabau di Sumatera Barat di Jurusan Ilmu-Ilmu Humaniora, Universitas Gadjah Mada pada tahun 2003, yang kemudian dibukukan dengan judul Musik Perunggu Nusantara, Perkembangan Budayanya di Minangkabau (Bandung: Sunan Ambu STSI Press, 2009), membahas mengenai sejarah keberadaan musik perunggu di Minangkabau yang disebut talempong, sekaligus mencermati hubungannya dengan gamelan di Jawa dan Bali. Secara detail, tulisan tersebut mencermati asal mula keberadaan talempong sebagai instrumen musik yang bersangkut paut dengan jenis instrumen Gong yang terdapat di seluruh wilayah
10 10 Asia-Tenggara. Selain itu juga mencermati fungsinya dalam kehidupan masyarakat. Mahdi Bahar dalam tulisannya terpengaruh oleh tulisan Mantle Hood yang berjudul The Evolution of Javanese Gamelan yang melacak sejarah Gamelan dari Gamelan Munggang di keraton Yogyakarta. Disini ada komparasi yang signifikan atas penggunaan teori, bahwa Mantle Hood menggunakan teori evolusi, Mahdi Bahar menggunakan teori perubahan. Asumsi dari disertasi Mahdi bahar tersebut bahwa musik perunggu yang bernama talempong merupakan saudara dari musik Gamelan Mogang yang berada di Yogyakarta dan Gamelan Balenganjur yang berada di Bali. Nursyirwan dalam disertasinya yang berjudul Varian Teknik Penalaan Talempong Logam di Minangkabau di prodi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada pada tahun 2011, meneliti teknik yang digunakan untuk proses penalaan musik talempong logam yang dilakukan oleh pelaku seni musik tradisi sekaligus modern yang kemudian akan dijadikan sebagai patron penalaan talempong logam seterusnya. Beberapa teori didekatkan untuk mengupas persoalan yang diungkapkan oleh Nursyirwan. Untuk melakukan penalaan pada talempong Nursyirwan mendekatkannya dengan teori dari J. F. Scouten mengenai teori periodisitas nada. Aspek tekstual musik
11 11 dikupas dengan teori musik, mengenai interval scale. Teori perubahan sosial oleh Alvin Boskoff diadaptasi oleh Nursyirwan untuk melihat gejala perubahan eksternal dan internal yang ada di Minangkabau. Disertasi yang ditulis oleh Nursyirwan menyimpulkan bahwa secara keseluruhan grup tradisi talempong logam di Minangkabau masih mempertahankan teknik penalaan dengan memakai cara penalaan tradisi atau non diatonis, dengan dua teknik dasar yaitu, variant five-tone scales, identik dengan tradisi musikal Minangkabau yaitu bunyi limo salabuan. Dan variant six-tone scales, identik dengan tradisi musikal Minangkabau yaitu bunyi onam salabuan. Yasril Adha dengan tesisnya yang berjudul Pengaruh Sistem Diatonis Terhadap Perkembangan Talempong di Minangkabau di jurusan ilmu-ilmu Humaniora, Universitas Gadjah Mada, pada tahun 2005, meneliti berdasarkan perspektif sejarah dengan mengadaptasi teori akulturasi budaya dan menyimpulkan bahwa pengaruh sistem diatonis pada instrumen talempong sangat erat kaitannya dengan perubahan sosial yang dialami masyarakat Minangkabau sekaligus sebagai akibat terjadinya kontak budaya dengan bangsa lain sejak zaman dahulu sampai sekarang melalui aktivitas ekonomi, budaya, politik dan sistem pendidikan.
12 12 Syailendra dalam tesisnya yang berjudul Musik Talempong: Fungsinya pada Industri Pariwisata di Kotamadya Padang Sumatera Barat di jurusan ilmu-ilmu Humaniora, Universitas Gadjah Mada, pada tahun 1997, membahas mengenai fungsi musik talempong dalam ranah industri Pariwisata di Kotamadya Padang Sumatera Barat yang ditelaah berdasarkan perspektif etnomusikologi dan mendeskripsikan fungsi fungsi talempong pada ranah pariwisata tersebut dengan merujuk kepada klasifikasi fungsi seni dalam pariwisata oleh R.M Soedarsono. Admawati dengan tesisnya yang berjudul Alfalah dan Talempong Goyang pada Program Studi Pengkajian Minat Musik Nusantara, Institut Seni Indonesia Surakarta, ditulis pada tahun 2010, dalam tulisannya menggunakan perspektif sejarah untuk mengungkapkan kronologi keberadaan ensambel musik tradisi talempong goyang yang kemudian diadaptasi oleh banyak pelaku seni tradisi Minangkabau di Sumatera Barat. Admawati lebih terfokus kepada satu kelompok musik tradisi talempong goyang yang dipimpin oleh Alfalah, karena asumsinya mengatakan bahwa kelompok musik tersebut berada pada posisi dominan diantara kelompok musik tradisi lain yang juga membawakan style talempong goyang.
13 13 Jennifer Anne Fraser dengan disertasinya yang diberi judul Packaging Ethnicity: State Institutions, Cultural Enterpreneurs, and the Professionalization of Minangkabau Music in Indonesia yang tulis untuk mencapai gelar doktor filosofi pada jurusan musikologi, Universitas Illinois, di Urbana-Champaign pada tahun 2008, dalam penelitiannya menelusuri kondisi politik dan ekonomi yang berdampak terhadap profesionalisme dan komersialisme seni tradisi Indonesia khususnya di Sumatera Barat. Dalam pembahasannya ia mengungkapkan bagaimana komersialisasi seni telah mendorong munculnya minat pengusaha budaya dalam mengemas dan menjual pertunjukan tradisi kepada masyarakat penikmatnya. Hasil analisisnya mengungkapkan bahwa estetika dan etika Minangkabau telah berubah secara radikal apabila dirujuk dari keterlibatan kelembagaan dan kewirausahaan. Salah satu objek pembahasaannya yaitu talempong kreasi. Asril Muchtar dengan artikelnya yang berjudul Mensiasati Sebuah Perubahan Budaya: Kasus Talempong Goyang, Kemasan Musik Tradisi bernuansa Pop. Artikel ini diterbitkan pada Jurnal Tabuik Pengkajian dan Penciptaan Seni, Vol. 1, No 1, di Jurusan Karawitan STSI Padangpanjang pada bulan Juli 2005, menuliskan talempong goyang sebagai objek material yang mampu dijadikan
14 14 sebagai alternatif hiburan masa depan dalam kategori musik tradisi populer Minangkabau, karena para pelaku talempong goyang selalu melakukan eksplorasi pada garapan musikalnya sesuai dengan kondisi singkroniknya. Alfalah dengan artikelnya yang berjudul Talempong Goyang: Musik Alternatif Pengaruh Budaya Populer. Artikel ini diterbitkan pada Jurnal Ekspresi Seni: Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni, Vol. 9, No. 1, di STSI Padangpanjang pada bulan Mei Uraiannya pemaparan efek dari desakan musik Barat terhadap musik tradisi di Minangkabau yang kemudian ditanggapi dengan proses kreativitas yang kemudian mengadaptasikan unsur unsur musik Barat ke dalam bentuk ensambel musik tradisi talempong goyang, sekaligus deskripsi repertoar repertoar yang dimainkan dalam ensambel tersebut. Artikel lain berjudul Perkembangan Talempong tradisi Minangkabau ke Talempong Goyang di Sumatera Barat yang juga ditulis oleh Alfalah pada Jurnal Ekspresi Seni: Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni, Vol. 15, No. 1 pada bulan Juni Pada artikel ini Alfalah memakai perspektif sejarah untuk membahas bagaimana kronologi talempong tradisi yang kemudian dimodifikasi oleh pelaku musik tradisi. Dalam konteks ini, Alfalah juga memposisikan diri sebagai pelaku musik tradisi, dan kemudian membuat format
15 15 ensambel musik tradisi talempong goyang yang bersifat fleksibel. Dalam tulisannya, talempong goyang merupakan jenis ensambel musik tradisi yang dapat digabungkan dengan banyak instrumen musik lainnya, dan juga dapat memainkan berbagai genre musik. Berdasarkan hasil penelitian yang telah ditulis dalam bentuk jurnal, tesis,dan disertasi tersebut, selanjutnya dikomparasikan berdasarkan kedekatan penggunaan objek material, sekaligus sebagai rujukan alur histori keberadaan instrumen talempong hingga perkembangannya saat ini. Talempong goyang telah dibahas berdasarkan aspek-aspek histori dan analisis satu ensambel musik tradisi talempong goyang yang dikatakan dapat mempertahankan eksistensinya diantara kelompok-kelompok lain. Akan tetapi, semua tulisan tersebut belum membahas mengenai mengapa talempong goyang dijadikan pilihan musik tradisional populer Minangkabau di Sumatera Barat secara keseluruhan. E. LANDASAN TEORI Penelitian ini berupaya untuk mengungkapkan permasalahan penelitian yang telah dirumuskan mengenai alasan dipilihnya ensambel talempong goyang sebagai alternatif musik tradisional populer dalam acara-acara seremonial serta menelisik hubungan
16 16 antara struktur produk karya seni tersebut dengan kondisi sosio kultural masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat. Berdasarkan problematika tersebut kemudian dirumuskan paradigma analisis penelitian ini dengan mengadopsi konsep pemikiran Pierre Bourdieu, yang diarahkan pada pendekatan sosiologi seni sebagai arena kultural. 6 Prinsip utamanya meliputi analisis kondisi-kondisi sosial produksi, sirkulasi, legitimasi, dan konsumsi produk-produk simbolis dalam arena kultural. Arena karya seni dalam kerangka pemikiran Bourdieu secara spesifik, untuk memahami aspek konseptual, dan material dari produksi produk simbolis, serta mengungkap mediator-mediator (agen, institusi, lembaga) yang terlibat didalam konstruksi produk simbolis menjadi produk karya seni. Paradigma analisis arena karya seni dalam buku The Field of Cultural Production dimulai dari apa yang disebut Bourdieu sebagai 6 Pierre Bourdieu, The Field of Cultural Production, Randal Johnson, ed., (New York: Columbia University Press, 1993), 113. Seperti yang disarankan oleh Bourdieu, agar terpantau lebih jelas, kata sifat kultural dalam arena kultural yang ia ajukan, dapat disesuaikan dengan situasi dan material objek pengamatan. Dari sini, kata sifat kultural dalam arena kultural untuk selanjutnya akan diganti dengan kata sifat karya seni menjadi arena karya seni. (Dalam catatan kaki). Pierre Bourdieu, In Other Words: Essay Toward a Reflexive Sociologi (California: Standford University Press, 1990), 140. Didalam bukunya yang lain, Arena cultural diklasifikasi untuk membedakan diri dari cara-cara persepsi dunia sosial yang luas. Arena kultural dapat disetarakan dengan arena sastra, arena seni, arena intelektual dan sebagainya.
17 17 pembacaan arena. Metode untuk mengetahui persepsi struktur, fungsi, dan nilai estetis karya seni di dalam arena karya seni dengan menolak persepsi dikotomis analisis yang cendrung bersifat reduktif dan spekulatif. Pembacaan arena adalah upaya antisipasi dari efek hubungan pendek tersebut, 7 suatu model analisis yang selalu mengaitkan secara langsung bahwa nilai estetis suatu karya seni dapat ditemukan dalam karya seni itu sendiri (analisis strukturalisme), atau mengaitkan karya seni langsung kepada struktur-struktur sosial determinan (analisis sosiologis). Bourdieu beranggapan, bahwa esensi karya seni terbentuk justru berkelindan di dalam refleksi sejarah dan struktur-struktur arena. Teoritisasi Bourdieu terhadap pembacaan arena adalah sebagai berikut. Teori arena 8 mengarah pada penolakan terhadap kaitan langsung biografi individual dengan karya atau yang berkaitan dengan kelas sosial yang menjadi asal usul suatu karya, juga pada penolakan terhadap analisis internal karya individual bahkan analisis intertekstualnya. Karena yang mestinya dilakukan, adalah melakukan keduanya secara bersamaan. 9 7 Pierre Bourdieu, The Field of Cultural Production..., 1993, Pierre Bourdieu, The Field of Cultural Production..., 1993, 162. Arena yang Bourdieu maksudkan adalah sebuah semesta sosial terpisah yang memiliki hukum-hukum keberfungsiannya sendiri yang tidak terikat dengan hukum-hukum keberfungsian politik dan ekonomi (a separate social universe having its own laws of functioning independent of those of politics and the economy). 9 Pierre Bourdieu, In Other Words: Essay Toward a Reflexive Sociologi..., 1990, 147. The theory of the field does lead both to a rejection of the direct relating of individual biography to the work of literature or the relating of the 'social class of origin to the work, and also to a rejection of the internal analysis of an individual
18 18 Telaah Bourdieu terhadap pembacaan arena dengan tegas menolak model klasifikasi terpisah akan analisis internal dan eksternal yang berakibat pada munculnya spekulasi persepsi terhadap penilaian suatu karya seni. Nilai karya seni dalam pandangan Bourdieu, berada dalam kompleksitas struktur arena itu sendiri, di mana karya seni itu eksis secara fungsinya. Lebih lanjut mengenai analisis arena, Bourdieu menegaskan sebagai berikut. Arena ini bukan latar belakang sosial yang samarsamar, bukan pula milieu artistique seperti dunia relasi personal antara seniman dan penulis, atau antar perspektif yang diadopsi oleh mereka yang mempelajari pengaruh-pengaruh. Arena adalah sebuah semesta sosial sesungguhnya, tempat terjadinya sesuai hukum-hukum tertentu- akumulasi bentuk-bentuk modal tertentu, sekaligus tempat relasi-relasi kekuasaan berlangsung. Semesta ini adalah tempat bagi pergulatan yang sepenuhnya spesifik, khususnya terkait dengan pertanyaan siapa yang menjadi bagian dari semesta, siapa seniman sesungguhnya, dan siapa yang tidak. Untuk menafsir karya-karya, fakta terpentingnya adalah bahwa semesta sosial yang otonom ini berfungsi layaknya sebuah prisma yang membiaskan setiap determinasi eksternal: peristiwa-peristiwa demografis, ekonomis, dan politis selalu diterjemahkan ulang menurut logika spesifik arena, dan melalui perantaraan peristiwa-peristiwa itu bertindak menurut logika perkembangan karya. 10 work or even of intertextual analysis. This is because what we have to do is all these things at the same time. 10 Pierre Bourdieu, The Field of Cultural Production, 1993, This field is neither a vague social background nor even a milieu artistique like a universe of personal relations between artists and writers (perspectives adopted by those who study 'influence ). It is a veritable social universe where, in accordance with its particular laws, there accumulates a particular form of capital and where relation of force of a particular type are exerted. This universe is the place of entirely specific
19 19 Kesimpulan sementara dari analisis pembacaan arena Bourdieu adalah menetralisir gaya pembacaan strukturalisme dan sosiologis dalam memahami karya seni dengan memadukan keduanya secara dialektis dalam menganalisis karya seni. Perspektif pembacaan arena terhadap karya seni diklasifikasi menjadi dua model, 1) arena karya seni, dan 2) arena produksi karya seni. Arena karya seni merupakan tempat di mana karya seni tersebut berada dan eksis sebagai karya seni, atau suatu arena yang banyak memiliki potensi modal-modal simbolis tetapi berada dalam posisi subordinat atau terdominasi dalam arena kekuasaan, dengan prinsip legitimasinya didasarkan atas kepemilikan modal ekonomi dan politik, namun disisi lain, memiliki otonomi yang kuat dalam legitimasi produksi karya seni. 11 Analisis Bourdieu terhadap arena karya seni adalah sebagai berikut. Arena karya seni adalah sebuah semesta sosial independen yang punya hukum-hukumnya sendiri terkait dengan keberfungsian anggota-anggotanya, hubunganhubungan kekuasaan yang spesifik, yang mendominasi dan yang didominasi. Dengan kata lain, membahas arena struggles, notably concerning the question of knowing, who is part of the universe, who is a real writer and who is not. The important fact, for the interpretation of works, is that this autonomous social universe functions somewhat like a prism which refracts every external determination: demographic, economic or political events are always retranslated according to the specific logic of the field, and it is by this intermediary that they act on the logic of the development of work. 11 Pierre Bourdieu, The Field of Cultural Production..., 1993,
20 20 karya seni berarti mengamati karya yang diproduksi oleh suatu semesta sosial tertentu, yang memiliki institusiinstitusi tertentu, dan yang mematuhi hukum-hukum tertentu pula. 12 Karya seni baru bisa eksis sebagai objek simbolis jika diakui dan dikenali, artinya jika dilembagakan secara sosial sebagai karya seni dan diterima oleh para penikmat yang sanggup mengenali dan mau mengakuinya sebagai karya seni. 13 Ini berarti, nilai estetis karya seni disandarkan pada kondisi ruang tempat karya seni itu berada, sebagai hubungan relasional karya seni dengan elemen-elemen relasionalnya. Karya seni yang berada di dalam sirkulasi arena karya seni dihasilkan dari ruang yang lebih spesifik yaitu arena produksi karya seni, suatu ruang dimana keinginan untuk memproduksi produk simbolis, pada prinsipnya merupakan pertarungan untuk mencapai konsekrasi dan legitimasi posisi-posisi objektif pelaku, mediator, dan produknya didalam wilayah yang lebih luas (arena karya seni). 12 Pierre Bourdieu, The Field of Cultural Production, 1993, The cultural field is an independent social universe with its own laws of functioning, its specific relations of force, its dominants and its dominated, and so forth. Put another way, to speak of 'artistic field' is to recall that literary works are produced in a particular social universe endowed with particular institutions and obeying specific laws. And yet this observation runs counter to both the tradition of internal reading, which considers works in themselves independently from the historical conditions in which they were produced, and the tradition of external explication, which one normally associates with sociology and which relates the works directly to the economic and social conditions of the moment. 13 Pierre Bourdieu, The Field of Cultural Production, 1993, 37.
21 21 Bourdieu mengatakan: Arena produksi karya seni adalah tempat bagi pergulatan-pergulatan mempertaruhkan kekuasaan untuk mengimposisi defenisi dominan pengkarya, dan sekaligus kekuasaan untuk membatasi populasi (siapa) yang berhak ambil bagian didalam pergulatan mendefenisikan pengkarya. 14 Lebih lanjut lagi, Bourdieu menyatakan sebagai berikut. Taruhan utama dalam pergulatan karya seni adalah legitimasi karya seni, yaitu, diantaranya, monopoli kekuasaan untuk mengatakan berdasarkan otoritas siapa yang berhak menyebut dirinya sebagai pengkarya ; atau dengan kata lain, persoalan monopoli atas semua kekuasaan untuk mengonsekrasi produsen atau produknya. 15 Selanjutnya, Bourdieu menjelaskan berikut ini. Arena produksi karya seni adalah wilayah par excellence antara fraksi dominan kelas dominan, yang kadang kala saling bertengkar secara pribadi namun lebih sering antara para produsen yang hendak mempertahankan ide-ide mereka dan memuaskan selera mereka, dengan fraksi-fraksi terdominasi yang terlibat total didalam pergulatan tersebut. Konflik ini mengintegrasikan kedalam sebuah arena berbagai subarena yang terspesialisasi secara sosial, pasar yang terpisah dari ruang sosial bahkan geografis, dimana 14 Pierre Bourdieu, The Field of Cultural Production..., 1993, 42. The field of cultural production is the site of struggles in which what is at stake is the power to impose the dominant definition of the writer and therefore to delimit the population of those entitled to take part in the struggle to define the writer. 15 Pierre Bourdieu, The Field of Cultural Production, 1993, 43. The fundamental stake in literary struggles is the monopoly of literary legitimacy, i.e., illter alia, the monopoly of the power to say with authority who are authorized to call themselves, writers; or, to put it another way, it is the monopoly of the power to consecrate producers or products.
22 22 bermacam-macam fraksi kelas bisa menemukan produkproduk yang disesuaikan selera mereka. 16 Persepsi atas arena produksi karya seni pada akhirnya melihat bagaimana proses karya seni terbentuk, dan sirkulasi agen-agen yang terlibat dalam pertarungan untuk mencapai posisi-posisi dominan atau ruang pengambilan posisi 17 sebagai upaya melegitimasi dan mengkonsekrasi kedudukan agen dan karyanya dalam merebut simpati di skala ruang yang lebih luas yaitu arena karya seni. Disini terlihat klasifikasi dialektis dan saling menegaskan antara persepsi arena produksi karya seni yang terkonsentrasi pada ruang pengambilan posisi dan pembentuk karya seni, dengan arena karya seni sebagai ruang produksi nilai dan fungsionalnya. Strategi pembacaan arena Bourdieu pada akhirnya memberikan gambaran bagaimana hubungan representasi ensambel talempong goyang pada latarbelakang historis, dan menelusuri para produsen karya berdasarkan strategi dan lintasan, Habitus individu dan kelompok, serta posisi objektifnya di dalam arena. Selain itu, 16 Pierre Bourdieu, The Field of Cultural Production, 1993, 102. The field of cultural production is the area par excellence of clashes between the dominant fractions of the dominant class, who fight there sometimes in person but more often through producers oriented towards defending their 'ideas' and satisfying their 'tastes', and the dominated fractions who are totally involved in this struggle. This conflict brings about the integration in a single field of the various socially specialized sub-fields, particular markets which are completely separate in social and even geographical space, in which the different fractions of the dominant class can find products adjusted to their tastes. 17 Pierre Bourdieu, The Field of Cultural Production, 1993, 30.
23 23 digunakan untuk menganalisis struktur arena itu sendiri, yaitu posisi-posisi yang ditempati para pelaku (seniman), konsekrasi, dan legitimasi yang membuat produk kultural sebagai produk kultural (publik, kritikus, lembaga, institusi, dan sebagainya), serta menganalisis posisi arena dalam arena kekuasaan yang lebih luas. F. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Prinsip analisisnya didasarkan pada penafsiran terhadap kualitas 18 dan totalitas data, 19 sebab, data yang dikumpulkan dari lapangan relatif banyak dan tidak terstruktur, sehingga sangat dimungkinkan untuk ditata dan dikritisi kembali. 20 Upaya analisis kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk merumuskan sebuah mekanisme logis tentang praktik sosial sebagai penggambaran terhadap kehidupan sosial secara indegenous. Hal tersebut dimungkinkan untuk menggali ciri khas dan keunikan suatu masyarakat, mulai dari karakteristik subjek dari individu hingga karakteristik dari struktur objektifnya, sehingga deskripsi analisis dapat mengungkapkan 18 Jane Stokes, How To Do Media and Cultural Studies, Terj. Santi Indra Astuti (Yogyakarta: Bentang, 2006), R.M Soedarsono, Metode Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa. (Bandung: MSPI, 1999), Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), 15.
24 24 dinamika hubungan antara agen dan struktur yang tidak linear dan khas untuk setiap masyarakat. 21 Secara keseluruhan, data-data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari empat sumber data, yaitu: sumber data dari dokumen tertulis atau dari kepustakaan yang ada; sumber dari data observasi; sumber data dari wawancara; dan sumber data audio-visual digital. Masing-masing sumber data tersebut memiliki relevansi dan argumentasi tersendiri, yang terkait erat dengan upaya pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini. Berikut diuraikan pengumpulan data sesuai relevansi dan argumentasi masingmasingnya sebagai sumber yang dijadikan data dalam penelitian ini. Pertama, studi kepustakaan atas sumber-sumber data dari dokumen tertulis dan audio-visual. Sumber data dari dokumen atau penelitian pustaka (library research), merupakan informasi yang dihasilkan dari pengumpulan catatan-catatan tertulis atau karya tulis tentang talempong yang pernah ada sebelumnya, baik berupa catatan-catatan pribadi maupun berbagai tulisan yang telah dipublikasikan. Pada studi kepustakaan ini terdapat 3 disertasi, 3 tesis dan 2 artikel pada jurnal yang berikutnya dijadikan sebagai 21 Bagus Takwin, Proyek Intelektual Pierre Bourdieu, dalam pengantar buku Richard Harker, dkk, eds., (Habitus x Modal) + Ranah = Praktik, Terj. Pipit Maizier (Yogyakarta: Jalasutra, 2009), xxiii-xxiv.
25 25 landasan posisioning dan capaian penelitian ini, sebagaimana yang telah disampaikan dalam tinjauan pustaka sebelumnya. Beberapa tulisan lainnya mengenai talempong juga menjadi sumber data tertulis, seperti bagian dalam beberapa buku yang membahas tentang masyarakat Minangkabau secara umum, khususnya pembahasan mengenai musik tradisi Minangkabau. Selanjutnya adalah pengumpulan dokumen-dokumen audiovisual yang mewakili bentuk pertunjukan talempong goyang secara umum, baik sebagai kelompok talempong goyang yang hidup di dalam dan di luar wilayah Sumatera Barat. Kedua, dengan cara studi lapangan/observasi. Studi lapangan dibatasi tiga sanggar yang memiliki ensambel musik tradisional populer dengan format ensambel talempong goyang yang ada di Sumatera Barat yaitu, pertama, sanggar Singgalang sebagai cikal bakal dari tradisi talempong goyang di daerah Koto kociak, kenagarian Limbanang, Kabupaten Lima Puluh Kota; kedua, sanggar Al-Falah di Daerah Padangpanjang, Kampung Jambak; ketiga, sanggar Sofyani di Padang. Pemilihan terhadap sanggar sanggar tersebut diperkirakan dapat mewakili bentuk tradisi talempong goyang yang ada di Sumatera Barat.
26 26 Proses ketiga, yaitu dengan cara studi media rekam. Teknik analisis data ini adalah dengan mengumpulkan hasil rekaman wawancara yang berupa data audio, rekaman pertunjukan musik tradisi talempong goyang berupa data audio dan visual, dan datadata berupa foto. Setelah seluruh proses pengumpulan data selesai, selanjutnya semua data dianalisis berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan dengan menggunakan sistematika konstruksi teori yang telah diuraikan dalam kerangka teoritik. Untuk menjawab pertanyaan pertama, dilakukan penelusuran studi pustaka untuk menelisik pemetaan posisi talempong goyang sekaligus kondisi sosio kultural Sumatera Barat dalam arena kultural secara internal maupun eksternal. Selanjutnya, merelasikan dengan proses konstruksi disposisi posisi ensambel talempong goyang dengan pengambilan posisi oleh senimannya di dalam arena seni di Sumatera Barat, sehingga mampu membuat ensambel talempong goyang menjadi modal sosial masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat secara khusus. Untuk menjawab pertanyaan kedua, data audio visual berupa struktur musikal pertunjukan ensambel talempong goyang di Minangkabau Sumatera Barat, kemudian ditranskripsi dalam model
27 27 notasi musik konvensional Barat, lalu diurai berdasarkan klasifikasi instrumentasi dan struktur musik. Talempong goyang sebagai struktur musikal, dianalogikan sebagai suatu arena yang berada dalam wilayah kuasa dominan (kuasa seniman), oleh karenanya, analisis struktur musik talempong goyang kemudian di ekuivalen dengan analisis arena Bourdieu, namun disesuaikan dengan logika musikologi dalam menggunakan peristilahan musik konvensional Barat. G. SISTEMATIKA PENULISAN Seluruh hasil penelitian tentang talempong goyang dalam masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat nantinya dijabarkan melalui pembahasan yang ditandai dalam beberapa bab dengan sistematika sebagai berikut. Bab pertama berisi pengantar, menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab kedua berisi tinjauan sosiologis atas ensambel talempong goyang yang terdiri dari beberapa sub-sub judul diantaranya, posisi talempong goyang, talempong goyang sebagai hiburan alternatif,
28 28 kontestasi talempong goyang, homogenisasi talempong goyang dalam arena karya seni populer. Bab ketiga berisi tentang analisis sosiologi musik Bourdieuxian, yang terbagi atas tiga sub judul diantaranya, habitus musikal talempong goyang, perkembangan model talempong goyang, talempong goyang dalam relasi sosio-kultural. Bab keempat berisi kesimpulan dari keseluruhan bab dalam tulisan ini.
BAB IV KESIMPULAN. Talempong goyang awalnya berasal dari Sanggar Singgalang yang. berada di daerah Koto kociak, kenagarian Limbanang, kabupaten
99 BAB IV KESIMPULAN Talempong goyang awalnya berasal dari Sanggar Singgalang yang berada di daerah Koto kociak, kenagarian Limbanang, kabupaten Lima Puluh Koto, diestimasi sebagai hiburan alternatif musik
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam perspektif ilmu-ilmu sosial terutama filsafat dan sosiologi, oposisi diantara subjektivisme dan objektivisme merupakan bagian yang selama ini tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di
Lebih terperincipergelaran wayang golek. Dalam setiap pergelaran wayang golek, Gending Karatagan berfungsi sebagai tanda dimulainya pergelaran.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Gending Karatagan wayang adalah gending pembuka pada pergelaran wayang golek. Dalam setiap pergelaran wayang golek, Gending Karatagan berfungsi sebagai tanda dimulainya
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Musik dangdut merupakan sebuah genre musik yang mengalami dinamika di setiap jamannya. Genre musik ini digemari oleh berbagai kalangan masyarakat Indonesia. Berkembangnya dangdut
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Penelitian ini berjudul Transformasi Persepsi Publik Terhadap Pertunjukan
173 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Penelitian ini berjudul Transformasi Persepsi Publik Terhadap Pertunjukan Teater Dul Muluk di Kota Palembang-. Penelitian ini memaknai nilai peruntuhan
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai
286 BAB VI PENUTUP A. Simpulan Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai lembaga yang mengalami proses interaksi sosial, baik secara pribadi maupun kolektif, tetap saja dipahami
Lebih terperinciFILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( )
FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE (1866-1952) Filsafat Sejarah Croce (1) Benedetto Croce (1866-1952), merupakan pemikir terkemuka dalam mazhab idealisme historis. Syafii Maarif mengidentifikasi empat doktrin
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Campursari karya Manthous dapat hidup menjadi musik. industri karena adanya kreativitas dari Manthous sebagai pencipta
BAB V KESIMPULAN Campursari karya Manthous dapat hidup menjadi musik industri karena adanya kreativitas dari Manthous sebagai pencipta produk dan kreativitas dari penyelenggara produk atau produser. Kreativitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek Di Indonesia seni dan budaya merupakan salah satu media bagi masyarakat maupun perseorangan untuk saling berinteraksi satu sama lain. Dengan adanya arus globalisasi
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Praktik poligami dalam bentuk tindakan-tindakan seksual pada perempuan dan keluarga dekatnya telah lama terjadi dan menjadi tradisi masyarakat tertentu di belahan
Lebih terperinciSEJARAH SUMBER TERBUKA: PEMETAAN PAMERAN SENI RUPA DI INDONESIA
SEJARAH SUMBER TERBUKA: PEMETAAN PAMERAN SENI RUPA DI INDONESIA Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara (Museum MACAN) mengundang Anda untuk berpartisipasi pada acara Sejarah Sumber Terbuka:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Prinsip pendidikan seni dan budaya meliputi pengembangan dimensi
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Prinsip pendidikan seni dan budaya meliputi pengembangan dimensi kepekaan rasa, peningkatan apresiasi, dan pengembangan kreativitas. Struktur kurikulum pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Musik gamelan telah menjadi identitas budaya masyarakat Indonesia, karena telah hidup membudaya dan menjadi tradisi pada kehidupan masyarakat dalam kurun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah suatu peristiwa sosial yang mempunyai tenaga kuat sebagai sarana kontribusi antara seniman dan penghayatnya, ia dapat mengingatnya, menyarankan,
Lebih terperinciBAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA
8 BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA Resensi atas karya sastra berkaitan erat dengan resepsi sastra. Resensi-resensi karya sastra di surat kabar dapat dijadikan sasaran penelitian resepsi sastra. Dalam bab
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh
180 BAB V PENUTUP Penelitian Pertarungan Tanda dalam Desain Kemasan Usaha Kecil dan Menengah ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : 5.1. Kesimpulan 5.1.1. Praktik dan Modal Usaha Kecil Menengah
Lebih terperinciFungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa
Kegiatan Pembelajaran 3 Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa A. Apresiasi dalam Pendidikan Seni Rupa Salah satu aspek pembelajaran yang cukup penting dalam pendidikan seni rupa adalah
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Adaptasi dalam Jêmblungan berdampak pada perubahan. garap pertunjukannya sebagai media hiburan. Adalah ngringkês
BAB V KESIMPULAN Adaptasi dalam Jêmblungan berdampak pada perubahan garap pertunjukannya sebagai media hiburan. Adalah ngringkês yang diimplementasikan untuk mengubah bentuk pertunjukan Jêmblungan di atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tari merupakan ekspresi jiwa manusia yang diubah oleh imajinasi dan diberi media gerak sehingga menjadi bentuk gerak yang simbolisasinya sebagai ungkapan dari si pencipta.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang merupakan bentuk ungkapan atau ekspresi keindahan. Setiap karya seni biasanya berawal dari ide atau
Lebih terperinci14. Baum Garten mengungkapkan estetika sebagai suatu ilmu, bahwa estetika adalah ilmu tentang pengetahuan indriawi yang tujuannya adalah keindahan.
Teori Seni 3 Part 5 1. Bagian utama dari ilmu-ilmu seni adalah filsafat seni. Pada mulanya, ilmu ini memang merupakan bagian dari kajian filsafat yang spekulatif. Tetapi dalam perkembangannya, kedudukannya
Lebih terperinciHUBUNGAN DIALOG KREATIF DENGAN PENGALAMAN HISTORIS SISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN SEJARAH
Hubungan Dialog Kreatif dengan Pengalaman Historis Siswa, Adhitya 1 HUBUNGAN DIALOG KREATIF DENGAN PENGALAMAN HISTORIS SISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN SEJARAH Adhitya Rol Asmi. FKIP Universitas Sriwijaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perhiasan adalah salah satu bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam ritual masyarakat pramoderen Indonesia, sehingga meskipun hingga kini lembaga pendidikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Artwork Mini Album Hahawal,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman modern ini, sebuah rilisan fisik karya musik menjadi populer kembali setelah eksistensinya sempat redup pada beberapa tahun terakhir. Rilisan karya musik seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Sunda dan bambu (awi) adalah dua hal yang sangat erat kaitannya. Mulai dari rumah, perkakas, bahkan hingga alat-alat kesenian dan ritual pun banyak yang
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini menganalisis tentang preferensi konsumen terhadap paket wisata Kusuma Agrowisata. Kerangka pemikiran teoritis disusun berdasarkan penelusuran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendukung berupa gagasan, sifat dan warna bunyi. Kendati demikian, dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penciptaan Musik adalah pengungkapan gagasan melalui bunyi, yang unsur dasarnya berupa melodi, irama (ritmik), dan harmoni dengan unsur pendukung berupa gagasan, sifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Budaya atau kebudayaan merupakan identitas suatu bangsa. Identitas ini yang membedakan kebiasaan, sifat, dan karya-karya seni yang dihasilkan. Indonesia memiliki berbagai
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. Dari berbagai deskripsi dan analisis yang telah penulis lakukan dari bab I
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Dari berbagai deskripsi dan analisis yang telah penulis lakukan dari bab I hingga V penulis menyimpulkan beberapa hal berikut. Pertama, bahwa tidur tanpa kasur di dusun Kasuran
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Kehadiran dan kepiawaian Zulkaidah Harahap dalam. memainkan instrumen musik tradisional Batak Toba, secara tidak
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Kehadiran dan kepiawaian Zulkaidah Harahap dalam memainkan instrumen musik tradisional Batak Toba, secara tidak langsung membawa Opera Batak kepada perubahan yang berarti.
Lebih terperinci( Word to PDF Converter - Unregistered ) BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan sosial dan kultural di Indonesia saat ini adalah mengenai pemanfaatan waktu senggang, waktu santai, dan waktu luang. Ketika industrialisasi mulai mendominasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Sunda memiliki identitas khas yang ditunjukkan dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Sunda memiliki identitas khas yang ditunjukkan dengan kesenian. Kesenian merupakan pencitraan salah satu sisi realitas dalam lingkungan rohani jasmani
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam
BAB V KESIMPULAN 5.1. Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum 2013 Konstruksi Identitas Nasional Indonesia tidaklah berlangsung secara alamiah. Ia berlangsung dengan konstruksi besar, dalam hal ini
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Penjelasan Tema / Ide /Judul Perancangan B. Latar Belakang Perancangan
I. PENDAHULUAN A. Penjelasan Tema / Ide /Judul Perancangan Perancangan desain produk furnitur rak buku dengan gaya pop art, furnitur yang dibuat ialah furnitur rak buku dengan menampilkan berbagai macam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat Ciamis. Ronggeng gunung sebenarnya masih dalam koridor terminologi ronggeng secara umum, yakni
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang menggunakan berbagai jenis alat musik sebagai satu kesatuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik gamelan merupakan salah satu seni tradisional di Indonesia yang menggunakan berbagai jenis alat musik sebagai satu kesatuan musikal. Didalam Kamus Besar
Lebih terperinciStandar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran Seni Musik Sumber: KTSP 2006
(SK) dan (KD) Mata Pelajaran Sumber: KTSP 2006 52. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Muatan seni budaya dan keterampilan sebagaimana
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN. Bentuk dan gagasan pada tari kontemporer telah jauh. berkembang dibandingkan dengan pada awal terbentuknya.
BAB VII KESIMPULAN Bentuk dan gagasan pada tari kontemporer telah jauh berkembang dibandingkan dengan pada awal terbentuknya. Tari kontemporer kini memperlihatkan proses kreatif dan inovasi yang semakin
Lebih terperinci58. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB-A)
479 58. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB-A) A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasca Modernisme melahirkan gerakan seni rupa Kontemporer yang mendorong
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bentuk dan jenis karya seni rupa mengalami peningkatan jumlah yang cukup signifikan sejak kehadiran pemikiran seni Pasca Modernisme. Pemikiran Pasca Modernisme
Lebih terperinci77. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A)
611 77. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A) A. Latar belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dalam berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dalam berbagai hal, seperti keanekaragaman budaya, lingkungan, alam, dan wilayah geografis. Keanekaragaman
Lebih terperinci1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan
Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan Realisasi pelestarian nilai-nilai tradisi dalam berkesenian, bersinergi dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesenian adalah ciptaan dari segala pikiran dan perilaku manusia yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah ciptaan dari segala pikiran dan perilaku manusia yang fungsional, estetis dan indah, sehingga ia dapat dinikmati dengan panca inderanya yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan. hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat dan dijadikan milik diri manusia dengan belajar. 1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Musik Minimalis merupakan salah satu seni kontemporer yang ada pada
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Musik Minimalis merupakan salah satu seni kontemporer yang ada pada saat ini yang berangkat dari sebuah gaya eksperimental dengan konsep minimal namun hasil
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. Pada bab V ini akan disajikan pembahasan pada produk final hasil
BAB V PEMBAHASAN Pada bab V ini akan disajikan pembahasan pada produk final hasil pengembangan, di mana wujud akhir dari produk yang dikembangkan setelah direvisi perlu dikaji secara objektif dan tuntas.
Lebih terperinci2002), Erizal, Instrumen Musik Chordophone Minangkabau (Padangpanjang: Sekolah Tinggi. Seni Indonesia,2000), 21.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki seni pertunjukan yang sangat beragam, khususnya seni musik tradisi. Seni pertunjukan Rabab adalah salah satu kesenian musik tradisional yang turun
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mata pencaharian dengan hormat dan jujur. Dalam versi yang lain seni disebut. mempunyai unsur transendental atau spiritual.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Seni 1. Pengertian Seni Menurut Soedarso (1988: 16-17) bahwa kata seni berasal dari bahasa Sansekerta sani yang berarti pemujaan, palayanan, donasi, permintaan atau mata pencaharian
Lebih terperinci2. Fungsi tari. a. Fungsi tari primitif
2. Fungsi tari Tumbuh dan berkembangnya berbagai jenis tari dalam kategori tari tradisional dan tari non trasional disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal
Lebih terperinci56. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)
56. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup diperhitungkan karya-karyanya dan dianggap sebagai pengarang produktif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau terdiri dari etnik - etnik yang memiliki kesenian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Riau terdiri dari etnik - etnik yang memiliki kesenian yang sangat beragam. Salah satu diantaranya adalah Kabupaten Kuantan Singingi. Kabupaten ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seni merupakan salah satu konsep yang sulit untuk didefinisikan. Karena sulitnya, maka pengertian seni sering merujuk ke arah konsep metafisik, padahal pada
Lebih terperinciSTRUKTUR KURIKULUM 2009 JURUSAN SASTRA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA PRODI S3 PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
STRUKTUR KURIKULUM 2009 JURUSAN SASTRA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA PRODI S3 PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA STRUKTUR KURIKULUM Struktur kurikulum PS S3 PBI terdiri atas: 1. Matakuliah Landasan Keilmuan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan untuk mendapatkan
BAB III METODE PENELITIAN 1. Desain Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan untuk mendapatkan data peneliti menggunakan metode etnomusikologi, studi kasus dan performance studies.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di dalam berbagai aspek kehidupan. Bukti nyata adanya kemajemukan di dalam
Lebih terperinciBab VI: Kesimpulan. 1 Pemilih idealis mengaktualisasikan suaranya berdasarkan ideologi untuk memperjuangkan nilai-nilai
Bab VI Kesimpulan Studi ini telah mengeksplorasi relasi dari kehadiran politik klan dan demokrasi di Indonesia dekade kedua reformasi. Lebih luas lagi, studi ini telah berupaya untuk berkontribusi terhadap
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. Sekilas teringat menghangatnya penyebutan kasus korupsi. visual dalam pameran tunggal Nasirun bertajuk Rubuh-Rubuh
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Sekilas teringat menghangatnya penyebutan kasus korupsi visual dalam pameran tunggal Nasirun bertajuk Rubuh-Rubuh Gedang di Bentara Budaya Yogyakarta pada awal Oktober
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang
1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang penelitian. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada unsur intrinsik novel, khususnya latar dan objek penelitian
Lebih terperinci12. Mata Pelajaran Seni Budaya A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
12. Mata Pelajaran Seni Budaya A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia pada dasarnya dilatarbelakangi oleh adanya suatu sejarah kebudayaan yang beragam. Keberagaman yang tercipta merupakan hasil dari adanya berbagai
Lebih terperinciBAB I P E N D A H U L U A N
BAB I P E N D A H U L U A N BAB I PENDAHULUAN 1.1. Batasan Pengertian 1.1.1. Pengertian Museum Gamelan Jawa a. Museum Ada beberapa pengertian museum, namun menurut esensinya secara umum museum adalah gedung
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas
Lebih terperinciBAB I P E N D A H U L U A N. produktif yang memiliki potensi untuk berkembang. Dalam kehidupan
BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya merupakan makhluk berbudi, cerdas, kreatif dan produktif yang memiliki potensi untuk berkembang. Dalam kehidupan bermasyarakat,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kesenian Sebagai Unsur Kebudayaan Koentjaraningrat (1980), mendeskripsikan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk mengikuti perkembangan zaman. Pembelajaran memiliki peran serta mendidik siswa agar menjadi manusia
Lebih terperinciRINGKASAN DISERTASI MARGINALISASI WAYANG KULIT PARWA DI KABUPATEN GIANYAR PADA ERA GLOBALISASI
RINGKASAN DISERTASI MARGINALISASI WAYANG KULIT PARWA DI KABUPATEN GIANYAR PADA ERA GLOBALISASI Disertasi ini adalah hasil penelitian terhadap terjadinya keterpinggiran Wayang Kulit Parwa di Kabupaten Gianyar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah bangsa yang besar. Terdiri dari 33 Provinsi, 17.508 Pulau dan 238 juta penduduk, Indonesia dikenal di mata dunia memiliki kekayaan serta keanekaragaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. media atau sarana yang digunakan untuk mengekspresikan diri. Musik adalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan cabang dari seni. Seni musik juga termasuk salah satu media atau sarana yang digunakan untuk mengekspresikan diri. Musik adalah salah satu
Lebih terperinci53. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB A)
53. Mata Pelajaran Seni Budaya dan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB A) A. Latar Belakang Muatan seni budaya dan keterampilan sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai keanekaragaman seperti yang terdapat di daerah lain di Indonesia. Kesenian tersebut di antaranya
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN. Pupuh Balakbak Raehan merupakan salah satu pupuh yang terdapat dalam
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pupuh Balakbak Raehan merupakan salah satu pupuh yang terdapat dalam album rekaman Pupuh Raehan volume 1 sanggian Yus Wiradiredja. Pupuh Balakbak Raehan mulai diperkenalkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Media telah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, bahkan kita tidak akan pernah terlepas dari media. Seiring dengan perkembangan peradaban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pandeglang adalah sebuah Kabupaten bagian dari Provinsi Banten yang dinyatakan berdiri pada tahun 1874, secara administratif kabupaten ini terbagi atas 35
Lebih terperinciMenguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global
Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global Oleh: Dyah Kustiyanti Tradisi biasanya didefinisikan sebagai cara mewariskan pemikiran, pandangan hidup, kebiasaan,
Lebih terperinci2016 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IRAMA PAD O-PAD O
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saluang merupakan alat musik tradisional Minangkabau sejenis suling yang terbuat dari bambu (talang). Alat musik tradisional yang termasuk dalam klasifikasi aerophone
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seseorang akan mampu menilai banyak hal mengenai budaya seperti gaya hidup,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur merupakan produk budaya yang tidak lepas dari kehidupan manusia. Permukiman, perkotaan dan lansekap suatu daerah terbentuk sebagai hasil dari sistem kebudayaan
Lebih terperinciPROGRAM RINTISAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN PEREKONOMIAN KAWASAN BERBASIS IPTEK (KIMBIS) DI LAMONGAN
PROGRAM RINTISAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN PEREKONOMIAN KAWASAN BERBASIS IPTEK (KIMBIS) DI LAMONGAN Oleh : Budi wardono Istiana Achmad nurul hadi Arfah elly BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempertahankan, dan mengembangkan peradabannya. Pendidikan mencakup
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan usaha manusia untuk mewariskan, mempertahankan, dan mengembangkan peradabannya. Pendidikan mencakup kegiatan-kegiatan terarah dalam rangka mengembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Analisis merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Analisis merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pelaku seni khususnya di bidang seni musik, baik sebagai seorang pengajar, praktisi,
Lebih terperinciMengenal Ragam Studi Teks: Dari Content Analysis hingga Pos-modernisme. (Bahan Kuliah Metodologi Penelitian)
Mengenal Ragam Studi Teks: Dari Content Analysis hingga Pos-modernisme (Bahan Kuliah Metodologi Penelitian) Seiring dengan perkembangan paradigma interpretivisme dan metodologi penelitian lapangan (f ield
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya di Indonesia ada begitu banyak ragam dan macamnya. Kemunculan budaya ini berawal melalui kegiatan turun temurun yang pada akhirnya menjadi sebuah budaya kesenian
Lebih terperinci76. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)
76. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. depan yang lebih baik untuk memperbaiki budaya saat ini. Seperti yang dikatakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pengertian transformasi budaya adalah perubahan konsep, bentuk, fungsi, dan sifat budaya untuk menyesuaikan konstelasi dunia (Mardimin, 1994: 14). Transformasi
Lebih terperinci2016 TARI JAIPONG ACAPPELLA KARYA GOND O D I KLINIK JAIPONG GOND O ART PROD UCTION
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya seni hadir sebagai bahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi, dan kehadirannya selalu dibutuhkan oleh manusia di mana pun mereka berada dan
Lebih terperinciB A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan
5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Proyek yang diusulkan dalam penulisan Tugas Akhir ini berjudul Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta. Era globalisasi yang begitu cepat berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan dari pendidikan Nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, tertulis dalam Pembukaan UUD 1945 Republik Indonesia, salah satunya adalah dengan sistem
Lebih terperincidengan mencermati bahwa praktik dan gagasan seni rupa Islam di nusantara ternyata bisa dimaknai lebih terbuka sekaligus egaliter. Kesimpulan ini terba
BAB V KESIMPULAN Seni rupa modern Islam Indonesia adalah kenyataan pertumbuhan dan praktik seni rupa modern dan kontemporer Indonesia. Pada dasarnya semangatnya merangkul prinsip-prinsip baik pada nilai-nilai
Lebih terperinciBAB I. Seni Pertunjukan Daerah Dulmuluk
BAB I Seni Pertunjukan Daerah Dulmuluk 1.1 Bagaimana Kabar Seni Pertunjukan Dulmuluk Dewasa Ini? Seni adalah bagian dari kebudayaan. Sebagai bagian dari kebudayaan, sebagai perwujudan keberakalan manusia,
Lebih terperinci60. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa (SMPLB D)
495 60. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa (SMPLB D) A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Di Indonesia salah satu kota yang dikenal sebagai pusat fashion adalah kota Bandung. Kota ini menjadi salah satu kota yang dinamis dalam hal mode bahkan pada
Lebih terperinci79. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunadaksa (SMALB D)
627 79. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunadaksa (SMALB D) A. Latar belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar
Lebih terperinci2015 MODEL PEMBELAJARAN TARI UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN RITME GERAK DAN RASA MUSIKAL BAGI GURU SENI BUDAYA DI PROVINSI JAWA BARAT
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beragam bentuk dan sajian tari, tidak hanya konvensional tetapi ada pula pertunjukan secara komersil maupun kompetisi. Sajiannya pun beragam, ada tari tradisional, tari
Lebih terperinci