SKRIPSI EVALUASI KERAGAMAN DAN PENYIMPANGAN MUTU GULA KELAPA KRISTAL (GULA SEMUT) DI KAWASAN HOME INDUSTRI GULA KELAPA KABUPATEN BANYUMAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI EVALUASI KERAGAMAN DAN PENYIMPANGAN MUTU GULA KELAPA KRISTAL (GULA SEMUT) DI KAWASAN HOME INDUSTRI GULA KELAPA KABUPATEN BANYUMAS"

Transkripsi

1 SKRIPSI EVALUASI KERAGAMAN DAN PENYIMPANGAN MUTU GULA KELAPA KRISTAL (GULA SEMUT) DI KAWASAN HOME INDUSTRI GULA KELAPA KABUPATEN BANYUMAS Oleh: Tegar Ega Pragita NIM.A1D KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2010

2 SKRIPSI EVALUASI KERAGAMAN DAN PENYIMPANGAN MUTU GULA KELAPA KRISTAL (GULA SEMUT) DI KAWASAN HOME INDUSTRI GULA KELAPA KABUPATEN BANYUMAS Oleh: Tegar Ega Pragita NIM.A1D Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pada Pendidikan Strata Satu Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2010

3 SKRIPSI EVALUASI KERAGAMAN DAN PENYIMPANGAN MUTU GULA KELAPA KRISTAL (GULA SEMUT) DI KAWASAN HOME INDUSTRI GULA KELAPA KABUPATEN BANYUMAS Oleh: Tegar Ega Pragita NIM A1D Diterima dan disetujui Tanggal :.. Pembimbing I, Pembimbing II, Mustaufik, SP. MP. Pepita Haryanti, S.TP. M.Sc. NIP NIP Mengetahui : Dekan Fakultas Pertanian, Dr. Ir. H. Achmad Iqbal, M.Si. NIP

4 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Evaluasi Keragaman dan Penyimpangan Mutu Gula Kelapa Kristal (Gula Semut) di Kawasan Home Industri Gula Kelapa Kabupaten Banyumas. skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana pada Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dekan Fakultas Petanian Universitas Jenderal Soedirman yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian. 2. Mustaufik, SP. MP. selaku dosen pembimbing I penelitian yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan Skripsi. 3. Pepita Haryanti, S.TP. M.Sc. selaku dosen pembimbing II penelitian yang telah membimbing dan memberi arahan kepada penulis. 4. Segenap keluarga di rumah, atas kasih sayang, dukungan dan doanya. 5. Seseorang yang selalu mendukungku dan memberikan semangat tiap pagi untuk menjalani hari. 6. Sahabat dan rekan-rekan THP 2006 atas dukungan, bantuan dan kerjasamanya. 7. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

5 Penulis menyadari bahwa penyusunan Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Purwokerto, Mei 2010 Penulis

6 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... RINGKASAN... SUMMARY... I. PENDAHULUAN... II. TINJAUAN PUSTAKA... A. Gula Kelapa Kristal (Gula Semut) B. Penyimpangan Mutu Gula Kelapa Kristal... C. Teknik Pengendalian Mutu Statistik... III. METODE PENELITIAN... A. Tempat dan Waktu Penelitian... B. Bahan dan Alat... C. Rancangan Pengambilan Sampel... D. Variabel Pengukuran... E. Analisis Data... F. Pelaksanaan... IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... A. Histogram... B. Bagan Kendali... C. Digram Pareto... V. SIMPULAN DAN SARAN... A. Simpulan... B. Saran... DAFTAR PUSTAKA... viii ix x xii xiii

7 LAMPIRAN... RIWAYAT HIDUP

8 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Persyaratan mutu gula kelapa kristal sesuai dengan SNI (SII ) Tipe data dan peta kendali Frekuensi kadar air gula kelapa kristal Frekuensi kadar bahan tak larut gula kelapa kristal Frekuensi kadar abu gula kelapa kristal Frekuensi kadar gula reduksi gula kelapa kristal Frekuensi kadar sukrosa gula kelapa kristal Frekuensi kadar gula total gula kelapa kristal

9 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Histogram kadar air gula kelapa kristal Histogram kadar bahan tak larut gula kelapa kristal Histogram kadar abu gula kelapa kristal Histogram kadar gula reduksi gula kelapa kristal Histogram kadar sukrosa gula kelapa kristal Histogram kadar gula total gula semut Bagan kendali X-bar dan R kadar air gula kelapa kristal Bagan kendali X-bar dan R kadar bahan tak larut gula kelapa kristal Bagan kendali X-bar dan R kadar abu gula kelapa kristal Bagan kendali X-bar dan R kadar gula reduksi gula kelapa kristal Bagan kendali X-bar dan R kadar sukrosa gula kelapa kristal Bagan kendali X-bar dan R kadar gula total gula kelapa kristal Diagram pareto gula kelapa kristal (gula semut)

10 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Hasil perhitungan bagan kendali X bar-r untuk Kadar Air Gula kelapa kristal Perhitungan histogram parameter mutu kadar air gula kelapa kristal Hasil perhitungan bagan kendali X bar-r untuk ketidaklarutan Gula kelapa kristal Perhitungan histogram parameter mutu ketidaklarutan gula kelapa kristal Hasil perhitungan bagan kendali X bar-r untuk kadar abu Gula kelapa kristal Perhitungan histogram parameter mutu kadar abu gula kelapa kristal Hasil perhitungan bagan kendali X bar-r untuk kadar gula reduksi Gula kelapa kristal Perhitungan histogram parameter mutu kadar gula reduksi gula kelapa kristal Hasil perhitungan bagan kendali X bar-r untuk kadar sukrosa Gula kelapa kristal Perhitungan histogram parameter mutu kadar sukrosa gula kelapa kristal Hasil perhitungan bagan kendali X bar-r untuk kadar gula total Gula kelapa kristal Perhitungan histogram parameter mutu kadar gula total gula kelapa kristal Diagram Pareto data kerusakan kandungan gula kelapa kristal Diagram Sebab Akibat kadar air gula kelapa kristal Diagram Sebab Akibat kadar bahan tak larut gula kelapa kristal Diagram Sebab Akibat kadar abu gula kelapa kristal Diagram Sebab Akibat kadar gula reduksi gula kelapa kristal

11 18. Hasil data mutu gula kelapa kristal Daftar pertanyaan pengolahan gula kelapa kristal Data hasil survei berdasarkan kuesioner Diagram alir proses pembuatan gula semut berbahan baku nira Diagram alir proses pembuatan gula semut dari gula kelapa Dokumentasi Penelitian

12 RINGKASAN Kabupaten Banyumas merupakan daerah sentra tanaman kelapa dan penghasil gula kelapa yang sangat potensial di Jawa Tengah bahkan di Indonesia. Sejalan kemajuan teknologi dan pola konsumsi masyarakat, dewasa ini produksi gula kelapa tidak hanya terbatas pada gula kelapa cetak, tetapi sudah mulai berkembang dalam bentuk gula kelapa kristal. Produk gula kelapa kristal Indonesia khususnya dari eks. karesidenan Banyumas sering ditolak (reject) oleh pasar ekspor karena mutunya beragam dan kurang memenuhi standar. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengkaji dan mengevaluasi faktor-faktor penyebab terjadinya keragaman dan penyimpangan mutu gula kelapa kristal dengan menggunakan metode pengendalian mutu statistik. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei dan analisis di laboratorium. Survei yang dilakukan menggunakan metode purposive random sampling yaitu memilih secara purposive empat desa di Kabupaten Banyumas yang menjadi pusat pengrajin gula kelapa kristal (Dalawangi, Sokawera, Rancamaya dan Pageraji), kemudian dipilih sebanyak 40 pengrajin gula kelapa kristal dari sekitar 200 pengrajin sebagai responden. Pengambilan sampel dari masing-masing responden diambil dua kali, sehingga diperoleh 80 sampel. Tiap pengrajin juga diminta untuk memberikan informasi tentang pengolahan gula kelapa kristal. Variabel yang diamati pada gula kelapa kristal meliputi kadar air, kadar gula total, kadar gula sukrosa, kadar gula reduksi, kadar abu dan bahan tidak larut. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan histogram, bagan kendali dan diagram pareto. Analisis histogram memperlihatkan bahwa nilai rata-rata parameter mutu gula kelapa kristal untuk kadar abu sebagian besar berada diluar spesifikasi, dan hanya 27,5% dari sampel yang sesuai. Nilai kadar air, kadar bahan tak larut dan kadar gula reduksi yang masuk spesifikasi masing-masing 80%, 72,5% dan 97,5% dari total sampel, sedangkan untuk kadar gula total dan kadar sukrosa semua sampel berada didalam spesifikasi. Analisis bagan kendali X (rataan) dan R (range) sebagian besar masih dapat dikendalikan, hanya pada bagan kendali X terutama kadar abu, kadar air dan bahan tak larut yang terlihat diluar kendali. Hasil analisis diagram pareto menunjukan bahwa sebagian besar data terlihat adanya penyimpangan. Kadar abu merupakan variabel yang datanya paling banyak menyimpang, diikuti bahan tak larut, dan kadar air berturut-turut 52,8%, 25,9% dan 20,2%.

13 SUMMARY Banyumas regency represents coconut plant central and highly potential producer brown sugar in central java indeed in Indonesia. Along with technology advance and society consumption pattern, now production of brown sugar not only limited at cast brown sugar, but already developed into crystal brown sugar. Crystal brown sugar product of Indonesia especially from Banyumas ex-residence often rejected by export market because it quality was varied and lack reached standard. One of effort that can be conducted was by studied and evaluated factors caused occurrence diversity and deviation of crystal brown sugar quality by statistical quality control method. This research was conducted by survey method and laboratory analysis. Survey was conducted by purposive random sampling that was to select purposively four villagers in Banyumas regency that became central of crystal brown sugar producer (Dalawangi, Sokawera, Rancamaya and Pageraji), and selected of 40 crystal brown sugar producer from about 200 producer as respondent. Sampling from each respondent was conducted two times to obtain 80 samples. Each producer also asked to provide information about crystal sugar processing. Observed variables of crystal brown sugar comprised measure, total sugar, sucrose, reduction sugar, ash and insoluble material. Content obtained data were analyzed by Histogram, Controlling chart and Pareto chart. Histogram analysis showed that average value of quality parameter of crystal brown sugar for ash content majority out of specification, and only 27.5 percent of sample was appropriate. Water content level, insoluble material content, reduction sugar content that including each specification was 80 percent, 72.5 percent and 97.5 percent of total sample, while for total sugar content and sucrose content all of samples located in specification. Control chart analysis of X (average) and R (range) majority can still be controlled, only at control chart of X, ash content, water content, and insoluble material that found about of control. Analysis result of Pareto diagram showed that majority data showed deviation. Ash content was variable that has most deviated data followed by insoluble material, water content respectively, 52.8 %, 25.9% and 20.2 %.

14 I. PENDAHULUAN Kebutuhan dan ketergantungan konsumsi gula nasional khususnya terhadap gula pasir semakin meningkat dari tahun ke tahun. Selama ini kebutuhan gula pasir tidak bisa dipenuhi oleh kapasitas produksi pabrik gula nasional yang semakin menurun. Tahun 2009 diperkirakan kebutuhan konsumsi gula (tebu) nasional mencapai angka 4,85 juta ton. Besarnya konsumsi gula nasional, untuk industri pengolahan makanan dan domestik rumah tangga, tidak bisa dipenuhi oleh produksi pabrik dalam negeri. Pabrik gula di Indonesia kini jumlahnya tinggal 60-an dan mayoritas berada di pulau jawa hanya mampu memproduksi gula (tebu) 4,4 juta ton per musim giling (Nugroho, 2009). Kondisi gula yang defisit tersebut, akhirnya memaksa pemerintah melakukan impor untuk mencukupi kebutuhan konsumsi gula (tebu) domestik. Periode Desember 2006 Januari 2007 total volume impor gula pasir (tebu) sebesar 460 ribu ton. Impor gula (tebu) memang berimplikasi pada merosotnya nilai jual produk gula (tebu) domestik dan menyebabkan negara/masyarakat tergantung pada produk gula impor yang kualitasnya belum tentu sebaik produksi gula domestik. Menurut Biro Pusat Statistik (2006), impor gula alami dan sintetis pada tahun 2005 masing-masing adalah 2.505,455 ton (US $ ) dan 37,522 ton (US $ ), sedangkan devisa negara yang keluar untuk mengimpor gula secara total tiap tahunnya mencapai US $ 18,4 juta lebih. Program diversifikasi industri gula nasional dapat dilakukan dengan cara mencari alternatif sumber sumber gula alami non tebu, salah satunya adalah gula dari palmae (brown sugar). Program diversifikasi gula nasional yang berbasis

15 pada gula palmae akan semakin efektif jika didukung oleh komitmen masyarakat dan Kebijakan pemerintah dalam mengembangkan budaya cinta gula kelapa dan perencanaan program agroindustri gula kelapa yang komperehensif, terpadu dan berkelanjutan. Pola pengembangan agroindustri gula kelapa yang ditunjang Sumber Daya Manusia (SDM), manajemen, teknologi, permodalan, dan pemasaran yang memadai akan menunjang kemauan bangsa Indonesia untuk beralih kepada gula kelapa sebagai salah satu alternatif pengganti gula pasir untuk memenuhi kebutuhan gula sehari-hari. Program diversifikasi gula nasional yang berbasis gula palmae seperti gula kelapa (brown sugar) sangat strategis peranannya sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan pemerintah dan masyarakat terhadap gula pasir (tebu) dan gula sintetis yang sebagian besar diimpor. Hasil ini berdasarkan pada potensi Indonesia yang merupakan produsen kelapa ranking pertama di dunia. Menurut Deptan (2005), Indonesia mempunyai areal kelapa paling luas di dunia yaitu mencapai 3,898 juta ha, yang tersebar diberbagai pulau. Sumatera menempati urutan pertama (34,45%), disusul pulau Jawa (22,83%), Sulawesi (18,65%), dan Kalimantan (7,35%). Disamping jumlah bahan baku gula kelapa yang melimpah dan murah, teknologi yang digunakan untuk membuat gula kelapa juga tidak membutuhkan biaya dan teknologi yang tinggi ( low cost and low tech ). Hal ini berbeda dengan teknologi yang digunakan untuk pembuatan gula pasir (tebu), oleh karena itu program diversifiksi gula yang berbasis pada tanaman kelapa (palmae) sangatlah tepat dan strategis untuk dikembangkan di sentra-sentra tanaman kelapa dan penghasil gula kelapa seluruh wilayah Indonesia.

16 Kabupaten Banyumas merupakan daerah sentra tanaman kelapa dan penghasil gula kelapa yang sangat potensial di Jawa Tengah bahkan di Indonesia. Kabupaten Banyumas, pada tahun 2007 terdapat kurang lebih unit usaha gula kelapa dengan volume produksi mencapai ton per tahun. Beberapa kecamatan di kabupaten Banyumas yang memiliki unit usaha gula kelapa cukup banyak adalah Ajibarang, Somagede, Cilongok dan Wangon (Disperindagkop, Kabupaten Banyumas, 2008). Sejalan kemajuan teknologi dan pola konsumsi masyarakat, dewasa ini produksi gula kelapa tidak hanya terbatas pada gula kelapa cetak, tetapi sudah mulai berkembang dalam bentuk gula kelapa kristal. Produk gula kelapa kristal (gula kelapa kristal) mempunyai beberapa keunggulan dibanding gula kelapa cetak, yaitu lebih mudah larut karena berbentuk kristal, daya simpan yang lebih lama, bentuknya lebih menarik, harga lebih mahal dibandingkan gula kelapa cetak, pengemasan dan pengangkutan lebih mudah, rasa dan aroma lebih khas, mudah diperkaya dengan bahan lain yaitu iodium, vitamin A atau mineral (Mustaufik dan Haryanti, 2006). Gula kelapa kristal memiliki peluang untuk memenuhi kebutuhan gula (bahan pemanis) nasional yang selama ini sebagian besar masih impor dan juga berpeluang untuk masuk di pasaran luar negeri (ekspor) seperti ke Singapura, Jepang, Hongkong, USA dan Jerman. Berdasarkan survei pasar, permintaan gula untuk ekspor sangat besar sekitar 400 ton/tahun dan baru terpenuhi sekitar 50% dari total permintaan. Produk gula kelapa kristal Indonesia khususnya dari eks. karesidenan Banyumas sering ditolak (reject) karena mutunya kurang/tidak memenuhi standar, sehingga perlu adanya upaya untuk mengkaji penyebab

17 keragaman dan penyimpangan mutu sehingga diharapkan dapat memberikan solusi yang dapat dilakukan untuk meminimalkan keragaman dan penyimpangan mutu tersebut. Salah satu permasalahan mendasar yang sering terjadi ditingkat pengrajin gula kelapa kristal adalah masih tingginya keragaman dan tingkat penyimpangan mutu gula kelapa kristal, sehingga produk yang dihasilkan mempunyai mutu yang kurang sesuai dengan standar mutu nasional (SNI). Keragaman mutu gula kelapa kristal mengakibatkan daya saing pasarnya rendah, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui variasi mutu gula kelapa kristal dengan pembanding SNI (SII ). Kurangnya pemahaman terhadap teknologi pengolahan dan standarisasi mutu gula kelapa nasional (SNI) juga mengakibatkan sering terjadinya penyimpangan mutu gula kelapa. Penyimpangan mutu yang sering terjadi meliputi kadar air, kadar gula total, kadar gula reduksi, kadar gula sakarosa, kadar abu, kadar bahan tak larut air, dan kadar cemaran logam. Permasalahan tersebut perlu diatasi agar mutu gula kelapa yang dihasilkan oleh para pengrajin gula kelapa dapat ditingkatkan sehingga mempunyai daya saing pasar yang tinggi serta dapat mengangkat tingkat perekonomian mereka. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengkaji dan mengevaluasi faktor-faktor penyebab terjadinya keragaman dan penyimpangan mutu gula kelapa ditingkat pengrajin gula kelapa dengan menggunakan metode pengendalian mutu statistik. Upaya ini diharapkan dapat membantu para pengrajin gula kelapa untuk menemukan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk meminimalkan terjadinya keragaman dan penyimpangan mutu gula kelapa tersebut.

18 Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengkaji sebaran dan keragaman mutu gula kelapa kristal di wilayah Kabupaten Banyumas dengan menggunakan histogram dan bagan kendali mutu berdasarkan SNI (SII ). (2) Mengetahui prioritas masalah yang mempengaruhi mutu gula kelapa kristal menggunakan diagram pareto dan diagram sebab akibat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi penyebab penyimpangan mutu yang terjadi pada pengrajin gula kelapa kristal di Kabupaten Banyumas dan membantu mengatasi penyimpangan mutu gula kelapa kristal dari pengrajin sehingga sesuai dengan SNI serta dapat diterima oleh pasar..

19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gula Kelapa Kristal (Gula Semut) Gula kelapa kristal (gula kelapa kristal) merupakan hasil olahan nira tanaman familia palmae yang berbentuk serbuk (Dewan Standarisasi Nasional, 1995). Perbedaan antara gula kelapa kristal dengan gula merah yaitu didalam pembuatan gula kelapa kristal tidak dilakukan pencetakan melainkan diputar (centrifuge) sehingga akan berbentuk serbuk atau kristal, sehingga kadang-kadang gula kelapa kristal disebut juga dengan gula kristal. Pada dasarnya pembuatan gula kelapa kristal adalah mengubah senyawa gula yang terlarut menjadi gula padat dalam bentuk kristal atau serbuk. Kelebihan gula kristal dibandingkan dengan gula merah (cetak) antara lain lebih mudah larut, daya simpan lebih lama, bentuknya lebih menarik, pengemasan dan pengangkutan lebih mudah, rasa dan aromanya lebih khas, dapat diperkaya dengan bahan lain seperti rempah-rempah, vitamin dan iodium (Mustaufik dan Dwiyanti, 2007), serta harganya lebih mahal daripada gula kelapa cetak biasa. Pemanfaatan gula kelapa kristal sama dengan gula pasir (tebu) yakni dapat digunakan sebagai bumbu masak, pemanis minuman (sirup, susu, soft drink) dan untuk keperluan pemanis untuk industri makanan seperti adonan roti, kue, kolak, dan lain-lain (Mustaufik dan Karseno, 2004). Bahan yang digunakan untuk pembuatan gula kelapa kristal di tingkat home industri adalah nira segar sebagai bahan baku, kapur sirih (laru) atau sulfit dan minyak kelapa atau santan. Kapur sirih (laru) dan sulfit berfungsi untuk

20 menetralkan nira sampai derajat keasaman (ph) berkisar 6,0-7,0 sehingga fermentasi terhambat (Sardjono dan Dahlan, 1988), sedangkan minyak kelapa atau santan berfungsi untuk menjaga agar busa atau buih tidak meluap ketika pemasakan berlangsung. Bahan baku gula kelapa kristal dapat juga berasal dari gula kelapa cetak yang dibuat sendiri atau dari pedagang gula (Soetanto, 1998). Peralatan yang digunakan dalam pembuatan gula kelapa kristal ditingkat home industri atau pengrajin gula kelapa pada umumnya meliputi kain saring untuk menyaring nira sebelum dimasak, wajan sebagai tempat nira dimasak, tungku atau kompor sebagai sumber perapian, ember atau wadah lain untuk menampung nira dari bumbung, serok untuk mengambil buih atau kotoran ketika nira mendidih, pengaduk kayu berbentuk garpu atau jangkar untuk proses granulasi/kristalisasi, kertas lakmus untuk mengontrol ph nira dan termometer untuk mengukur suhu serta ayakan yang celah-celahnya cukup rapat untuk menyeragaman ukuran partikel gula kelapa kristal (Soetanto, 1998). Proses pembuatan gula kelapa kristal dapat dilakukan dua cara yaitu gula kelapa kristal yang dibuat dari nira kelapa dan yang dibuat dari gula kelapa cetak yang sudah jadi. Pembuatan gula kelapa kristal yang dibuat dari gula kelapa cetak dikarenakan banyaknya permintaan dari konsumen, sehingga produsen menarik atau bahkan membeli gula kelapa cetak yang ada dipasaran untuk diolah menjadi gula kelapa kristal karena keuntungan yang nantinya didapat lebih tinggi, disamping itu juga untuk memanfaatkan (rekondisi) produk gula kelapa cetak. Pada prinsipnya proses produksi gula kelapa kristal meliputi : proses pengaturan ph dan penyaringan nira atau pemilihan gula cetak, pemanasan/pemasakan nira

21 atau larutan gula, proses solidifikasi, proses granulasi/kristalisasi, pengayakan, pengeringan dan pengemasan (Mustaufik dan Haryanti, 2006). 1. Proses pembuatan gula kelapa kristal dari nira kelapa Metode ini dimulai dari tahap penyaringan nira. Kebersihan dan kesegaran nira harus benar-benar diperhatikan. Sebelum penyadapan, bumbung dicuci dengan air dingin kemudian dibilas dengan air panas lalu dikeringkan atau diasapi. Ada baiknya ke dalam bumbung dimasukkan pula sedikit kapur sirih agar nira tidak asam atau tidak mudah rusak. Nira dari penyadapan diukur phnya dan bila keasamaannya tinggi harus dinetralkan dengan menambahkan kapur sampai ph mencapai angka 6,0-7,0. Sesudah ph nira yang diinginkan tercapai, lalu disaring dengan kain saring untuk menghindari pengendapan kapur atau kotoran di dalam nira. Nira yang sudah bersih selanjutnya dipanaskan hingga mendidih dengan suhu antara o C sambil diaduk. Pada saat nira mendidih, nira berbuih dan tampak bercampur dengan kotoran halus dan harus dihilangkan dengan diserok. Untuk menjaga agar buih didalam wajan tidak meluap maka ditambahkan 1 sendok makan minyak kelapa atau santan untuk setiap 25 liter nira. Pada saat ini harus dihindari terjadinya pemasakan yang melewati titik end point yakni berkisar 110 o C. End point merupakan suhu akhir pemasakan, dimana nira sudah mulai kental dan meletup-letup. Akhir pemasakan juga dapat diketahui secara visual, yaitu nira yang dipanaskan akan menggumpal (memadat dan mengeras) dan tidak bercampur dengan air jika dituang kedalam air dingin. Penentuan end point dapat dilakukan dengan cara memasukkan beberapa tetes masakan ke dalam gelas yang

22 berisi air. End point sudah tercapai apabila masakan tidak larut dalam air (mengendap). Selanjutnya nira kental dalam wajan segera diangkat dan didinginkan untuk proses solidifikasi (pemadatan). Langkah selanjutnya adalah granulasi/kristalisasi, setelah itu dilakukan pengayakan untuk mendapatkan butiran-butiran gula yang ukurannya homogen, baru kemudian dilakukan pengemasan. 2. Proses pembuatan gula kelapa kristal dari gula kelapa cetak Gula kelapa yang akan dibuat menjadi gula kelapa kristal harus bermutu baik. Gula kelapa tersebut dipotong-potong kecil, kemudian dilarutkan kedalam air dengan perbandingan 2 : 1 (misalnya 2 kg gula dicampur dengan 1 L air). Larutan gula kelapa yang diperoleh disaring dengan kain saring sehingga dihasilkan larutan gula yang bersih. Larutan gula bersih ditambah dengan gula pasir sebanyak 5-15%, kemudian dipanaskan pada suhu 110 o C sambil diadukaduk agar merata dan sampai pekat. Untuk mendapatkan rasa tertentu dapat ditambahkan bumbu sesuai yang diinginkan, misalkan ditambah ekstrak jahe atau kencur dan santan. Pemberian bumbu dilakukan dengan cara dimasukkan kedalam larutan gula pada saat rebusan larutan gula tersebut mengeluarkan buih. Pemanasan ditingkatkan hingga mencapai end point. Selanjutnya dilanjutkan dengan solidifikasi dan granulasi. 3. Granulasi atau kristalisai Kristalisasi atau pembentukan kristal dilakukan dengan pengadukan memutar menggunakan mesin/alat atau juga bisa menggunakan pengaduk kayu berbentuk garpu atau jangkar. Pengadukan dimulai dari bagian pinggir ke bagian tengah wajan. Setelah adonan berbentuk kristal maka pengadukan dipercepat.

23 Apabila semuanya telah mengkristal secara homogen biarkan dulu selama beberapa menit supaya agak dingin. Kristal yang terbentuk kemudian disaring menggunakan ayakan dari stainles steel ukuran sekitar mesh (Mustaufik dan Haryanti, 2006) 4. Pemberian bahan tambahan Pemberian rasa dan aroma dilakukan dengan menambahkan bahan tambahan, antara lain ekstrak jahe, ekstrak daun pandan, ekstrak kayu manis, cengkeh dan rempah-rempah lainnya. Secara tradisional ekstrak jahe diperoleh dari hasil perasan jahe yang diparut serta disaring dan diendapkan zat patinya. Untuk setiap 6 liter nira diperlukan 400 gram jahe segar. Pemberian bahan tambahan pada akhir pemasakan agar bahan-bahan tambahan tersebut dapat menyatu dengan gula kelapa kristal dan tidak hilang dengan pemanasan yang terlalu lama. Disamping bahan penambah cita rasa, dapat pula ditambahkan Iodium atau Vitamin (Mustaufik dan Haryanti, 2006). B. Penyimpangan Mutu Gula Kelapa Kristal Mutu adalah gambar atau karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau yang tersirat (Chatab, 1997). Faktor yang mempengaruhi persepsi orang tehadap mutu adalah sesuai kebutuhan pemakai, harga produk, waktu penyerahan sesuai keinginan pelanggan, kehandalan dan kemudahan pemeliharaan. Syarat mutu gula kelapa kristal menurut Standar Nasional Indonesia (SII ) disajikan dalam Tabel 1.

24 Tabel 1. Persyaratan mutu gula kelapa kristal sesuai dengan SNI (SII ) Komponen Gula (jumlah sakarosa dan gula reduksi) (%) Sakarosa (%) Gula reduksi (%) Air (%) Abu (%) Bagian-bagian tak larut air (%) Zat warna Logam-logam berbahaya (Cu, Hg, Pb, As) Pati Bentuk Sumber : Dewan Standar Nasional Indonesia (1995) Kadar Minimal 80,0 Minimal 75,0 Maksimum 6,0 Maksimum 3,0 Maksimum 2,0 Maksimum 1,0 Yang diijinkan Negatif Negatif Kristal atau serbuk Mutu gula kelapa ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya, mutu bahan baku (nira), teknik pengolahan, penggunaan bahan tambahan (food additive) dan pengalaman pengrajin (skill) gula kelapa itu sendiri. Upaya pencegahan fermentasi (kerusakan) nira yang belum optimal, teknologi penyimpanan gula kelapa yang belum memadai, serta meluasnya pemakaian bahan kimiawi telah memperburuk mutu dan mengakibatkan gula kelapa kristal sebagai produk bahan pangan yang cukup rawan terhadap kesehatan (Mustaufik dan Haryanti, 2006). Penyimpangan mutu kimia gula kelapa kristal, antara lain adalah tingginya kadar air, kadar abu, kadar gula reduksi dan kadar bagian yang tak larut air (kotoran) melebihi kadar yang ditetapkan SNI. Contoh penyimpangan mutu fisik gula kelapa kristal yang sering dijumpai adalah tekstur yang lembek dan warna yang terlalu muda (kuning pucat) atau terlalu coklat kehitaman (Mustaufik dan Karseno, 2004). Tekstur gula kelapa kristal ini dipengaruhi oleh kadar air gula kelapa kristal, semakin tinggi kadar air gula kelapa kristal maka semakin lembek tekstur gula kelapa tersebut, sedangkan salah satu faktor yang mempengaruhi penyimpangan warna adalah disamping karena pemanasan yang terlalu tinggi dan

25 lama juga karena pemberian laru atau natrium bisulfit. Jenis dan banyaknya laru atau sulfit yang ditambahkan akan berpengaruh terhadap warna gula kelapa. Sulfit digunakan selain sebagai bahan pengawet (anti mikroba) juga dapat memperbaiki warna atau performance gula kelapa kristal menjadi lebih cerah (coklat muda) karena sulfit mampu menghambat reaksi browning (Mustaufik dan Karseno, 2004). Bahan tambahan yang umum ditambahkan dalam proses pembuatan gula kelapa terdiri atas bahan tambahan alami dan kimia. pemberian bahan tambahan tersebut umumnya ditambahkan pada tahap pra pengolahan dengan maksud mencegah rusaknya nira kelapa. Bahan pengawet alami yang sekarang sudah digunakan adalah tatal kayu nangka, daun sirih, dan kulit buah manggis (Mustaufik dan Hidayah, 2007). Bahan pengawet kimia yang sering digunakan adalah kapur, natrium benzoat dan natrium sulfat (Rumokoi, 2004). Pada tahapan pra pengolahan penggunaan 1,5 gram kapur dan 20 ml natrium metabisulfit per liter nira dapat mempertahankan ph nira 6,3-7,0. Winarno (2002), menyatakan bahwa senyawa sulfit merupakan zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai dan digunakan dalam bentuk gas SO 2, garam Na, atau K-sulfit, sulfit dan metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai bahan pengawet adalah asam sulfit yang tidak terdisosiasi dan terutama pada ph di bawah 3. Molekul sulfit lebih mudah menembus dinding sel mikroba, bereaksi dengan asetaldehid membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh mikroba, mereduksi ikatan disulfid enzim dan bereaksi dengan keton membentuk hidroksisukfonat yang dapat menghambat mekanisme pernafasan sehingga sangat berbahaya bagi penderita atau pernah menderita penyakit asma. Lebih jauh jika

26 senyawa ini terus tertimbun dalam hati melalui makanan maka dapat mengakibatkan kerusakan hati (liver). Selain sebagai pengawet, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil. Hasil reaksi itu akan meningkatkan melanoidin sehingga menghambat timbulnya warna coklat. Tjahjaningsih (1996), menyatakan bahwa gula yang dalam pembuatannya diberi zat pengawet seperti halnya natrium metabisulfit, warnanya lebih baik (kuning cerah), dan terhindar dari kerusakan nira akibat dari fermentasi sehingga dapat mencegah terjadinya kegagalan pencetakan gula jawa (gula gemblung). Banyak produsen gula kelapa yang masih menggunakan senyawa sulfit terutama pada saat musim penghujan karena dapat mencegah resiko terjadinya gula gemblung. Hal ini tentu saja perlu mendapatkan perhatian karena senyawa sulfit termasuk senyawa yang berbahaya bagi kesehatan manusia (Winarno, 2002). C. Teknik Pengendalian Mutu Statistik Pengendalian mutu statistik adalah suatu metode yang dikembangkan untuk menjaga standar mutu yang seragam dan mutu produk pada tingkat biaya minimum dan merupakan usaha untuk mencapai efisiensi perusahaan. Tujuan pokok pengendalian mutu statistik adalah menyidik dengan cepat terjadinya sebab-sebab terduga atau pergeseran dan tindakan pembetulan dapat dilakukan sebelum terlalu banyak diproduksi unit yang tidak sesuai. Menurut Montgomery (1996), ada dua segi umum mutu yaitu mutu rancangan dan mutu kecocokan. Mutu rancangan adalah suatu istilah teknik yang sesuai untuk variasi dalam tingkat kualitas yang disengaja. Mutu kecocokan

27 adalah seberapa baik produk tersebut sesuai dengan spesifikasi dan kelonggaran yang disyaratkan oleh rancangan tersebut. Tujuh teknik dalam program pengendalaian mutu yaitu lembar pemeriksaan (chek sheet), pengelompokan (stratification), diagram pareto, histogram, diagram pancar (scatter diagram), diagram sebab-akibat (fishbone diagram) dan bagan kendali (control chat). Perbaikan mutu adalah pengurangan variabilitas dalam produk atau proses (Montgomery, 1996). Terdapat beberapa teknik dalam perbaikan kualitas yaitu : 1. Histogram Histogram adalah diagram yang terdiri atas grafik balok dan menggambarkan penyebaran atau distribusi yang ada. Bentuk histogram ada beberapa macam yaitu normal, multimodal, miring kanan, dua puncak terpisah, curam kiri, plateau dan dua puncak. Menurut Montgomery (1996), histogram meyakinkan peragaan visual data, yang dengan itu seseorang dapat lebih mudah melihat tiga sifat yaitu : bentuk, lokasi atau kecenderungan tengah dan pemencaran atau peragaan. Histogram sebagai salah satu teknik pengendalian mutu statistik dapat menunjukkan situasi proses produksi. Kemampuan proses produksi dapat dilihat dari indeks kapabilitas (Cp). Nilai Cp dapat dihitung berdasarkan nilai rata-rata dan simpangan baku. Menurut Gazpersz (1998) kemampuan proses adalah kesanggupan proses dalam menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi. Proses dikatakan mempunyai kapabilitas yang baik jika menghasilkan produk dengan mutu berada dalam batas-batas spesifikasi. Proses dikatakan memiliki kapabilitas yang buruk bila menghasilkan produk dengan mutu berada diluar batas

28 spesifikasi. Indeks kapabilitas proses memiliki beberapa kriteria, bila Cp lebih besar atau sama dengan satu (Cp 1) maka proses memiliki kapabilitas yang baik. Bila indeks kapabilitas proses kurang dari satu (Cp 1) maka proses dianggap memiliki kapabilitas buruk. Adapun dalam praktek pengendalian mutu digunakan criteria sebagai berikut : bila Cp>1,33 maka proses dianggap mampu, bila Cp = 1,00-1,33 maka proses dianggap mampu namun perlu pengendalian ketat, dan bila Cp<1 maka proses dianggap tidak mampu. Menurut Gazpersz (1998), langkah-langkah membuat histogram adalah sebagai berikut: a. Mengumpulkan data pengukuran. b. Menentukan besarnya range (R). c. Menentukan banyaknya kelas interval. d. Menentukan interval kelas, batas kelas, dan nilai tengah kelas. e. Menentukan frekuensi dari setiap kelas interval. f. Membuat histogram. 2. Bagan Kendali Salah satu alat terpenting dalam pengendalian mutu statistik adalah bagan kendali. Bagan kendali ini mampu memisahkan sebab-sebab terusut dari keragaman mutu. Hal ini memungkinkan dilakukannya koreksi terhadap banyak gangguan produksi dan sering kali dapat meningkatkan mutu produk (Grant dan Leavenworth, 1989). Bagan kendali adalah sebuah grafik atau peta dengan garis batas. Ada tiga macam garis kendali yaitu garis kendali atas, garis batas kendali bawah dan garis pusat. Tujuan menggunakan peta kendali adalah untuk menggambarkan apakah

29 setiap titik pada grafik dalam keadaan normal atau tidak normal sehingga dapat diketahui dari mana terjadinya perubahan tersebut (Ishikawa, 1989). Tabel 2. Tipe data dan peta kendali Tipe data Indiskrit Contoh: berat (kg) Diskrit Contoh: jumlah cacat Sumber: Ishikawa, 1989 Peta kendali yang digunakan X R Pn dan n Menurut Gazpersz (1998), langkah-langkah pembuatan bagan kendali adalah sebagai berikut: a. Menentukan parameter mutu. b. Mengumpulkan data dan menentukan subgrup. c. Menghitung nilai rata-rata (X), Range (R), nilai rata-rata total range. d. Menghitung baris-baris batas kendali yaitu batas kendali atas (Upper Control Limit = UCL), batas kendali bawah (Lower Control Limit = LCL) dan garis pusat (Center Limit = CL). e. Memplotkan data X dan R serta membuat bagan kendali. f. Analisis grafik. 3. Diagram Pareto Menurut Gazpersz (1998) diagram pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Diagram pareto digunakan sebagai alat interprestasi untuk menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah yang ada serta untuk menfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui membuat ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah itu dalam bentuk yang signifikan.

30 Diagram pareto menurut Kume (1989) adalah suatu metode untuk mengidentifikasi sebab penting yang sedikit dan terdiri dari dua tipe. Tipe yang pertama yaitu diagram pareto berdasarkan gejala. Diagram ini berhubungan dengan hasil yang tidak diinginkan dan digunakan untuk menemukan masalah utama timbulnya permasalahan, misalnya mutu, biaya, pengiriman, dan keselamatan. Tipe yang lain adalah diagram pareto berdasarkan penyebab. Diagram ini berhubungan dengan sebab dalam proses, dan depergunakan untuk mencari sebab utama timbulnya permasalahan, misalnya operator, mesin, bahan baku, metoda operasi. Selanjutnya Gazpersz (1998) menjelaskan langkah-langkah pembuatan diagram pareto yaitu sebagai berikut: a. Menentukan masalah apa yang akan diteliti, mengidentifikasi kategorikategori atau penyebab-penyebab dari masalah yang akan diperbandingkan, setelah itu merencanakan dan melaksanakan pengumpulan data. b. Membuat suatu ringkasan daftar atau tabel yang mencatat frekuensi kejadian dari masalah yang diteliti dengan menggunakan formulir pengumpulan data atau lembar periksa. c. Membuat daftar masalah secara berurutan berdasarkan frekuensi kejadian dari yang tertinggi dampai terendah, serta menghitung frekuensi komulatif, persentase total kejadian secara komulatif. d. Menggambar dua garis vertikal dan horizontal

31 1) Garis vertikal a) Garis vertikal sebelah kiri membuat skala dari nol sampai total keseluruhan dari kerusakan b) Garis vertikal sebelah kanan membuat skala 0 persen sampai 100 persen 2) Garis horizontal Membagi garis ke dalam banyaknya interval sesuai dengan banyaknya item masalah yang diklasifikasikan. e. Membuat histogram pada diagram pareto. f. Menggambar kurva kumulatif serta mencantumkan nilai-nilai kumulatif (total kumulatif atau persen kumulatif) di sebelah kanan dari interval setiap jenis masalah. g. Memutuskan untuk mengambil tindakan perbaikan atas penyebab utama dari masalah yang sedang terjadi.

32 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel penelitian dilakukan di kawasan home industri gula kelapa di Kabupaten Banyumas. Khususnya Desa Rancamaya, Desa Dalawangi, Desa Sokawera serta Desa Pageraji. Pengujian dan analisis dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Unsoed. Penelitian dilakukan kurang lebih 6 bulan, dari bulan Juli-Desember B. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari gula kelapa kristal dan bahan untuk analisis kimia yaitu asam sulfat pekat, arsenomolibdat, larutan nelson A, larutan nelson B dan akuades, larutan Luff-schoorl. Alat yang digunakan adalah refraktometer (ABBE Refraktrometer), spektrofotometer (UV Mini 1240 Shimadzu), sentrifuse (Sigma 204), tabung reaksi, tabung erlemeyer, gelas ukur dan pipet untuk analisis gula total dan gula reduksi. Oven (Memmert), tanur (Thermolyne 1000) dan cawan porselin untuk analisis kadar air dan kadar abu, kemudian kuesioner.

33 C. Rancangan Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan metode survei menggunakan metode purposive random sampling (Supranto, 1992). Tahap I : Dipilih secara purposive di empat desa diwilayah Kabupaten Banyumas yang menjadi pusat pengrajin gula kelapa Kristal. Empat desa tersebut adalah Sokawera, Dalawangi, Rancamaya dan Pageraji Kabupaten Banyumas. Tahap II : Dipilih secara proporsional sebagai sampel. Total populasi pengrajin gula kelapa Kristal yang tersebar di empat desa, yaitu sekitar 200 pengrajin (Mustaufik, 2004), kemudian dipilih sebanyak 40 pengrajin gula kelapa kristal sebagai sampel. Tiap pengrajin gula diambil 1 kg gula untuk dianalisis keragaman mutunya. Pengambilan sampel dilakukan dua kali, sehingga diperoleh 80 sampel. Tiap pengrajin juga diminta untuk memberikan informasi tentang pengolahan gula kelapa kristal (wawancara dan pengisian kuesioner). D. Variabel Pengukuran 1. Variabel yang diukur Variabel mutu gula kelapa yang diamati dalam penelitian ini meliputi komposisi kimia seperti kadar air, kadar gula total, kadar gula sukrosa, kadar gula reduksi, kadar abu dan bahan tak larut air.

34 2. Prosedur pengukuran Pengukuran variabel dilakukan secara langsung terhadap unit-unit percobaan yang meliputi sifat kimia. a. Kadar gula total (Sudarmadji et al., 1996) Filtrat diambil sebanyak 25 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer ditambah 15 ml akuades dan 5 ml HCl. Kemudian dipanaskan di atas penangas air pada suhu o C. Kemudian didinginkan secepatnya sampai suhu 20 o C. Larutan tersebut kemudian dinetralkan dengan NaOH 45% dan diencerkan sampai volume 100 ml sampai larutan mengandung gula reduksi 2-8 mg/ml. Selanjutnya ditentukan jumlah gula total berdasar OD larutan sampel dan kurva standar larutan glukosa. b. Kadar gula reduksi (Sudarmadji et al., 1996) 1) Penyiapan kurva standar a) Pembuatan larutan gula standar (10 mg glukosa anhidrat/100 ml). b) Larutan tersebut dilakukan pengenceran sehingga diperoleh larutan glukosa dengan konsentrasi 0,02-0,08 mg/ml. c) Tabung reaksi disiapkan dan diisi dengan 1 ml larutan glukosa tersebut di atas. d) Ditambahkan ke dalam masing-masing tabung reaksi 1 ml reagen Nelson dan dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit. e) Tabung diambil dan didinginkan dalam gelas piala yang berisi air dingin sehingga suhu tabung mencapai 25 o C. f) Setelah dingin kemudian ditambahkan 1 ml reagen Arsenomolibdat, digojog sampai semua endapan Cu 2 O yang ada larut kembali.

35 g) Setelah semua endapan Cu 2 O larut kemudian ditambahkan 7 ml air suling dan digojog sampai homogen. h) Ditera Optical Dencity (OD) pada panjang gelombang 540 nm. i) Kurva standar dibuat dengan menunjukkan hubungan antara konsentrasi glukosa dan OD. 2) Penentuan gula reduksi pada sampel a) Larutan sampel disiapkan yang mempunyai kadar gula reduksi sekitar 2-8 mg/100 ml. b) Larutan sampel tersebut harus jernih, bila keruh atau berwarna maka dilakukan penjernihan terlebih dahulu dengan Pb asetat. c) Satu ml larutan sampel yang jernih di ambil dengan pipet ke dalam tabung reaksi yang bersih. Kemudian ditambah 1 ml reagen Nelson dan diperlakukan seperti pada penyiapan kurva standar sebelumnya. d) Jumlah gula reduksi dapat ditentukan berdasar OD larutan sampel dan kurva standar larutan glukosa. c. Kadar air (Sudarmadji et al., 1996) 1) Memanaskan cawan porselin dalam oven pada suhu sekitar 105 o C. 2) Cawan didinginkan dalam desikator dan beratnya ditimbang. 3) Menimbang cawan dengan sampel. 4) Cawan dan sampel dimasukkan dalam oven dengan suhu sekitar 105 o C selama 3 jam, kemudian ditimbang sampai beratnya konstan. W1 - W2 Kadar air (bk) = x 100% W - W 2 0 Keterangan : W 0 = berat cawan W 1 = berat cawan + sampel sebelum dioven W 2 = berat cawan + sampel sesudah dioven

36 d. Kadar abu (AOAC, 1984) Cawan porselin dipanaskan dalam tanur, dibiarkan dingin dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 2-3 gram diletakkan dalam cawan dan dibakar dalam tanur dengan suhu 550 o C hingga mencapai berat konstan, didinginkan kemudian ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus: A - B Kadar abu = x 100% C Keterangan : A = berat cawan dan abu (gram) B = berat cawan (gram) C = berat sampel (gram) e. Kadar Sukrosa (Sudarmaji et al, 1996) Ambil 50 ml filtrat bebas Pb dari larutan masukan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambah dengan 25 ml aquades dan 10 ml HCl 30%. Panaskan diatas penangas air pada suhu 20 o C. Netralkan dengan NaOH 45% kemudiandiencerkan sampai volume tertentu sehingga 25 ml larutan mengandung mg gula reduksi. Diambil 25 ml larutan dan masukan ke dalam erlenmeyer ditambah 25 ml larutan Luff-schoorl. Dibuat pula percobaan blanko yaitu 25 ml larutan Luffschoorl ditambah 25 ml aquades. Setelah ditambah beberapa butir batu didih, erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin kemudian dididihkan larutan dipertahankan selama 10 menit. Kemudian cepat didinginkan tambahkan 15 ml KI 20% dan dengan hati-hati ditambahkan 25 ml H 2 SO 4 26,5%. Iodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na thiosulfat 0,1N memakai indikator pati sebanyak 2-3 ml untuk memperjelas perubahan warna pada akhir titrasi hampir berakhir. Kadar gula reduksi sesudah inversi dikurangi kadar gula reduksi sebelum inversi lalu hasilnya dikalikan 0,95 akan menghasilkan kadar sukrosa.

37 Sakarosa = (gula reduksi sesudah inversi-gula reduksi sebelum inversi) x 0,95 f. Bahan yang tidak larut (Sudarmaji et al, 1996) Kertas saring di oven pada suhu 105 o C selama 3 menit, didinginkan dalam desikator dan timbang. Masukan 10 gr sampel dalam air air 200 ml bersuhu 95 o C aduk 15 kali. Saring dengan kertas saring yang telah diketahui beratnya. Kertas saring diambil lalu dioven pada suhu 105 o C selama 3 jam, dinginkan dalam desikator dan ditimbang. Bahan tidak larut = 100% - % kelarutan. Kelarutan = [(berat sampel x total padatan sampel) (berat saring sebelum dipakai berat kertas saring yang sudah dipakai] x 100% : (berat sampel x total padatan sampel). E. Analisis Data Analisis data untuk mengevaluasi mutu gula kelapa kristal dilakukan dengan menggunakan teknik pengendalian mutu statistik khususnya dengan metode histogram, bagan kendali, diagram pareto. Analisis data menggunakan program SPSS. 1. Histogram Menentukan variabel mutu, lalu mengumpul data (dibagi menjadi beberapa sub grup). Menghitung kisaran (R), menentukan jumlah kelas interval (K), lebar kelas (I), kelas interval (L), batas kelas dan nilai tengah kelas, lalu membuat tabel frekuensi dan menghitung frekuensi setiap kelas interval. Pembuatan histrogram dengan sumbu horizontal yang menunjukkan skala dari unit pengukuran frekuensi, lalu menetapkan batas-batas spesifikasi dan garis rata-rata serta analis histogram. Histogram sebagai salah satu teknik pengendalian mutu statistik dapat

38 menunjukkan situasi proses produksi. Kemampuan proses produksi dapat dilihat dari indeks kapabilitas (Cp). 2. Bagan kendali Menentukan variabel mutu, lalu mengumpulkan data dan menentukan subgroup. Menghitung nilai rata-rata (X), nilai rata-rata dari X (X), range (R), nilai rata-rata dari range (R). Melakukan perhitungan untuk garis-garis batas kendali yaitu batas kendali atas (Upper Control Limit = UCL), dan batas kendali bawah (Lower Control Limit = LCL) serta garis pusat (Center Line = CL), lalu memplotkan data X dan R serta membuat bagan kendali. Selanjutnya melakukan analisis grafik. Analisa grafik untuk menggambarkan apakah setiap titik pada grafik dalam keadaan normal atau tidak normal sehingga dapat diketahui dari mana terjadinya perubahan tersebut. 3. Diagram pareto Menentukan masalah yakni faktor-faktor yang mempengaruhi mutu lalu melaksanakan pengumpulan data. Membuat ringkasan daftar tabel yang mencatat frekuensi kejadian yang teliti, kemudian membuat daftar masalah secara berturut berdasarkan frekuensi dari kejadian yang tertinggi sampai terendah serta menghitung frekuensi komulatif. Menggambar sumbu horizontal dan vertikal pada kertas grafik, lalu membuat histogram pada diagram pareto.

39 F. Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan dengan pengambilan sampel gula kelapa Kristal di Desa Dalawangi, Desa Sokawera, Desa Rancamaya dan Desa Pageraji. Selanjutnya sampel diuji dilaboratorium Teknologi Hasil Pertanian Universitas Jenderal Soedirman meliputi analisis kimia meliputi kadar air, kadar abu, kadar bahan tidak larut dalam air, gula reduksi, gula total, dan gula sukrosa.

40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Histogram Histogram pada penelitian ini dibuat berdasarkan pengukuran kadar air, kadar abu, kadar bahan tak larut, kadar gula reduksi, kadar gula total dan kadar sukrosa. Langkah-langkah pembuatan histogram diawali dengan penentuan banyaknya kelas interval (L), besarnya kisaran (R), batas kelas, dan nilai tengah untuk tiap nilai parameter mutu. 1. Kadar air Kadar air sangat penting untuk mengetahui mutu suatu produk pangan. Air yang terdapat dalam bentuk bebas pada bahan pangan dapat membantu terjadinya proses kerusakan pangan. Hasil analisis statistik menggunakan histogram diketahui rata-rata kadar air yang dihasilkan adalah sebesar 2,75 % bb. Nilai tersebut berada dalam batas spesifikasi yang telah ditetapkan menurut SNI-SII yaitu maksimal 3%, jumlah data kadar air yang memenuhi spesifikasi yaitu 80% (lampiran 1). Tabel frekuensi untuk parameter mutu kadar air bisa dilihat pada Tabel 1, sedangkan gambar histogram untuk parameter kadar air dapat dilihat pada Gambar 1. Tabel 3. Frekuensi kadar air gula kelapa kristal Interval Nilai Tengah (Xi) Frekuensi (fi) 1,3248 2,2183 1, ,2184 3,1119 2, ,1120 4,0055 3, ,0056 4,8991 4, ,8992 5,7927 5, ,7928 6,6863 6, Jumlah 40

41 LCL =2,33% X X=2,784% = USL=3% UCL=3,15% Keterangan : x = Rata-rata kadar air yang dihasilkan USL = Batas atas spesifikasi (SNI) N = Jumlah sampel UCL= Batas pengendali atas LCL = Batas pengendali bawah Gambar 1. Kadar air gula kelapa kristal Hasil analisis statistik juga diketahui bahwa nilai UCL (Upper Control Limit) adalah sebesar 3,15% dan LCL (Low Control Limit) sebesar 2,33%. Berdasarkan histogram tersebut dapat pula diketahui pola penyebaran datanya, data cenderung terpusat pada nilai rata-rata, hal ini berarti keseragaman produk kurang baik, sedangkan nilai UCL lebih tinggi dari nilai USL (Upper Standard Limit) yang ditetapkan yakni maksimal 3%, hal tersebut berarti penyebaran data cenderung berada mendekati batas spesifikasi dan dikhawatirkan ada beberapa produk yang masuk dalam batas pengendalian tetapi tidak berada dalam batas spesifikasi, disamping masih terdapat data yang berada diatas spesifikasi, berarti masih perlu adanya perbaikan proses. 2. Bahan tidak larut (ketidaklarutan) Bahan tidak larut (ketidaklarutan) merupakan kandungan padatan yang tidak bisa larut (kotoran) yang terdapat dalam gula, dimana jika kadarnya tinggi akan mempengaruhi kandungan bahan lain dalam gula.

42 Hasil analisis menggunakan histogram diketahui rata-rata ketidaklarutan yang dihasilkan adalah sebesar 0,83 % bk. Nilai tersebut berada dalam batas spesifikasi yang telah ditetapkan menurut SNI-SII yaitu 1 %, banyaknya data bahan tidak larut yang memenuhi spesifikasi yaitu 70 % (lampiran 3). Penyimpangan tersebut disebabkan beberapa faktor antara lain adanya bahan-bahan lain non gula seperti potongan manggar yang ikut masuk pada saat pengambilan nira maupun pada saat pemasakan dan juga kotoran dari sisa pembakaran yang ikut masuk pada saat pemasakan. Tabel frekuensi untuk parameter mutu kadar bahan tak larut bisa dilihat pada Tabel 2, sedangkan gambar histogram untuk parameter ketidaklarutan dapat dilihat pada Gambar 2. Tabel 4. Frekuensi kadar bahan tak larut gula kelapa kristal Interval Nilai Tengah (Xi) frekuensi (fi) 0,0748 0,3783 0, ,3784 0,6819 0, ,6820 0,9855 0, ,9856 1,2891 1, ,2892 1,5927 1, ,5928 1,8963 1, Jumlah 40

43 X =0.827 USL =1% LCL =0,36% UCL =1,3% Keterangan : x = Rata-rata bahan tak larut yang dihasilkan USL = Batas atas spesifikasi (SNI) N = Jumlah sampel UCL = Batas pengendali atas LCL = Batas pengendali bawah Gambar 2. Bahan tidak larut gula kelapa kristal Hasil analisis statistik juga diketahui bahwa nilai UCL (Upper Control Limit) adalah sebesar 1,3% dan LCL (Low Control Limit) sebesar 0,36%. Berdasarkan histogram tersebut dapat pula diketahui pola penyebaran datanya, penyebaran data merata dan mempunyai dispersi yang cukup besar, hal ini berarti adanya keseragaman produk yang besar, sedangkan nilai UCL lebih tinggi dari nilai USL (Upper Standard Limit) yang ditetapkan yakni maksimal 1%, hal tersebut berarti penyebaran data cenderung berada mendekati batas spesifikasi dan dikhawatirkan ada beberapa produk yang masuk dalam batas pengendalian tetapi tidak berada dalam batas spesifikasi, disamping masih terdapat data yang berada diatas spesifikasi, berarti masih perlu adanya perbaikan proses.

44 3. Kadar abu Kadar abu penting untuk mengetahui mutu suatu produk pangan. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral berbentuk garam organic dan anorganik. Kadar abu ini berhubungan juga dengan proses kebersihan suatu proses pengolahan. Hasil analisis menggunakan histogram diketahui rata-rata kadar abu yang dihasilkan adalah sebesar 2,22 % bk. Nilai tersebut berada diatas spesifikasi yang ditetapkan menurut SNI-SII yaitu 2 %. Hal ini berarti banyak data kadar abu yang tidak sesuai dengan spesifikasi mutu yang ditetapkan menurut SNI-SII yang mencapai 72,5%, dan hanya 27,5 % sampel yang memenuhi spesifikasi (lampiran 5). Tabel frekuensi untuk parameter mutu kadar abu bisa dilihat pada Tabel 3, sedangkan gambar histogram untuk parameter kadar abu dapat dilihat pada Gambar 3. Tabel 5. Frekuensi kadar abu gula kelapa kristal Interval Nilai tengah (Xi) Frekuensi (fi) 0,0304 0,7260 0, ,7261 1,4217 1, ,4218 2,1174 1, ,1175 2,8131 2, ,8132 3,5088 3, ,5089 4,2045 3, Jumlah 40

45 LCL=1,66% USL =2% X =2.224 UCL = 2,78% Keterangan : x = Rata-rata kadar abu yang dihasilkan USL = Batas atas spesifikasi (SNI) N = Jumlah sampel UCL = Batas pengendali atas LCL = Batas pengendali bawah Gambar 3. Kadar abu gula kelapa kristal Hasil analisis statistik juga diketahui bahwa nilai UCL (Upper Control Limit) adalah sebesar 2,78 % dan LCL (Low Control Limit) sebesar 1,66 %. Berdasarkan histogram tersebut dapat pula diketahui pola penyebaran datanya, penyebaran data cenderung terpusat pada nilai rata-rata, hal ini berarti keseragaman produk baik, tetapi nilai UCL lebih tinggi dari nilai USL (Upper Standard Limit) yang ditetapkan yakni maksimal 2 %, hal tersebut berarti penyebaran data cenderung berada mendekati batas spesifikasi bahkan banyak data yang melebihi batas spesifikasi dan dikhawatirkan ada beberapa produk yang masuk dalam batas pengendalian tetapi tidak berada dalam batas spesifikasi, berarti masih perlu adanya perbaikan proses. 4. Kadar gula reduksi Kadar gula reduksi berhubungan dengan kadar air, dimana semakin bertambahnya gula reduksi menyebabkan gula kelapa lebih bersifat higroskopis (Sudewo, et al, 2000).

46 Hasil analisis menggunakan histogram diketahui rata-rata kadar gula reduksi yang dihasilkan adalah sebesar 3,16 % bk. Nilai tersebut berada dalam batas spesifikasi yang telah ditetapkan menurut SNI-SII yaitu maksimal 6 %, jumlah data kadar gula reduksi yang memenuhi spesifikasi yaitu 97,5 % (lampiran 7). Tabel frekuensi untuk parameter mutu kadar gula reduksi bisa dilihat pada Tabel 4, sedangkan gambar histogram untuk parameter kadar gula reduksi dapat dilihat pada Gambar 4. Tabel 6. Frekuensi kadar gula reduksi gula kelapa kristal Interval Nilai Tengah (Xi) Frekuensi (fi) 1,2719 2,1402 1, ,1403 3,0086 2, ,0087 3,8770 3, ,8771 4,7454 4, ,7455 5,6138 5, ,6139 6,4822 6, Jumlah 40 LCL= 2,55% X = USL = 6% UCL= 4,07% Keterangan : x = Rata-rata kadar gula reduksi yang dihasilkan USL = Batas atas spesifikasi (SNI) N = Jumlah sampel UCL= Batas pengendali atas LCL= Batas pengendali bawah Gambar 4. Kadar gula reduksi gula kelapa kristal

47 Hasil analisis statistik juga diketahui bahwa nilai UCL (Upper Control Limit) adalah sebesar 4,07 % dan LCL (Low Control Limit) sebesar 2,25 %. Berdasarkan histogram tersebut dapat pula diketahui pola penyebaran datanya, penyebaran data cenderung terpusat pada nilai rata-rata, hal ini berarti keseragaman produk baik, sedangkan nilai UCL lebih rendah dari nilai USL (Upper Standard Limit) yang ditetapkan yakni maksimal 6 %, hal tersebut berarti penyebaran data berada didalam pengendali dan berada dalam batas spesifikasi. 5. Kadar sukrosa Kadar sukrosa penting untuk mengetahui mutu gula kelapa, kadar sukrosa berhubungan dengan gula reduksi yang ada pada gula, dimana semakin rendah kandungan sukrosa juga akan meningkatkan gula reduksi sehingga mempengaruhi kandungan gula total. Hasil analisis menggunakan histogram diketahui rata-rata kadar sukrosa yang dihasilkan adalah sebesar 79,65 % bk. Nilai tersebut berada dalam batas spesifikasi yang telah ditetapkan menurut SNI-SII yaitu minimal 75 %, semua sampel memenuhi standar yang telah ditetapkan menurut SNI-SII atau 100 % (lampiran 9). Tabel frekuensi untuk parameter mutu kadar sukrosa bisa dilihat pada Tabel 5, sedangkan gambar histogram untuk parameter kadar sukrosa dapat dilihat pada Gambar 5.

48 Tabel 7. Frekuensi kadar sukrosa gula kelapa kristal Interval Nilai Tengah (Xi) Frekuensi (fi) 76, , , , , , , , , , , , , , , , , , Jumlah 40 LSL =75 % LCL=77,67% X =79.64% UCL = 81,61% Keterangan : x = Rata-rata kadar sukrosa yang dihasilkan USL = Batas atas spesifikasi (SNI) N = Jumlah sampel UCL = Batas pengendali atas LCL = Batas pengendali bawah Gambar 5. Kadar sukrosa gula kelapa kristal Hasil analisis statistik juga diketahui bahwa nilai UCL (Upper Control Limit) adalah sebesar 81,61 % dan LCL (Lower Control Limit) sebesar 77,67 %. Berdasarkan histogram tersebut dapat pula diketahui pola penyebaran datanya, penyebaran data cenderung terpusat pada nilai rata-rata, hal ini berarti keseragaman produk baik, sedangkan nilai LCL lebih tinggi dari nilai LSL (Lower Standard Limit) yang ditetapkan yakni minimal 75 %, hal tersebut berarti penyebaran data berada didalam pengendali dan berada dalam batas spesifikasi,

49 namun masih adanya beberapa data yang melebihi UCL berarti produk berada diluar batas pengendalian untuk menghasilkan produk yang seragam. 6. Kadar gula total Kadar gula total penting untuk mengetahui mutu gula, karena gula total memperlihatkan total kandungan gula yang ada dalam suatu produk, dimana gula merupakan salah satu komponen gizi penting yang terdapat dalam gula kelapa. Hasil analisis menggunakan histogram diketahui rata-rata kadar gula total yang dihasilkan adalah sebesar 82,81 % bk. Nilai tersebut berada dalam batas spesifikasi yang telah ditetapkan menurut SNI-SII yaitu minimal 80 %, sehingga semua sampel memenuhi standar yang telah ditetapkan menurut SNI- SII atau 100 % (lampiran 11). Tabel frekuensi untuk parameter mutu kadar gula total bisa dilihat pada Tabel 6, sedangkan gambar histogram untuk parameter kadar gula total dapat dilihat pada Gambar 6. Tabel 8. Frekuensi kadar gula total gula kelapa kristal Interval Nilai Tengah (Xi) Frekuensi (fi) 81, , , , , , , , , , , , , , , , , , Jumlah 40

50 LSL = 80 % X = LCL=81,42 % UCL=84,19% Keterangan : x = Rata-rata kadar gula reduksi yang dihasilkan USL = Batas atas spesifikasi (SNI) N = Jumlah sampel UCL= Batas pengendali atas LCL= Batas pengendali bawah Gambar 6. Kadar gula total gula kelapa kristal Hasil analisis statistik juga diketahui bahwa nilai UCL (Upper Control Limit) adalah sebesar 84,19 % dan LCL (Lower Control Limit) sebesar 81,42 %. Berdasarkan histogram tersebut dapat pula diketahui pola penyebaran datanya, penyebaran data cenderung terpusat pada nilai rata-rata, hal ini berarti keseragaman produk baik, sedangkan nilai LCL lebih tinggi dari nilai LSL (Lower Standard Limit) yang ditetapkan yakni minimal 75 %, hal tersebut berarti penyebaran data berada didalam pengendali dan berada dalam batas spesifikasi, namun masih adanya beberapa data yang melebihi UCL berarti produk berada diluar batas pengendalian untuk menghasilkan produk yang seragam.

51 B. Bagan Kendali Bagan kendali yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagan kendali variabel untuk variabel kadar air, kadar abu, bahan tak larut, gula reduksi, sukrosa dan gula total. Bagan kendali variabel terdiri dari bagan kendali rata-rata (X) dan bagan kendali Range (R). Bagan kendali X berfungsi untuk memantau tingkat kualitas rata-rata sedangkan bagan kendali R berfungsi untuk mengetahui kisaran kualitas yang menjelaskan tentang perubahan yang terjadi dalam ukuran keragaman atau variasi. 1. Kadar air Bagan kendali X-bar untuk parameter mutu kadar air (Gambar 7) memperlihatkan terdapat banyak titik yang berada diluar batas kendali, enam titik diatas batas kendali dan tiga belas berada dibawah kendali, namun banyak juga titik yang bersinggungan dengan batas kendali baik atas maupun bawah. Hal ini menunjukan adanya keragaman kadar air berada diluar pengendalian statistik. Bagan kendali R untuk parameter kadar air menunjukan bahwa sebagian besar berada dalam batas kendali dan hanya ada satu titik yang berada diluar batas kendali. Keragaman kadar air tersebut diakibatkan karena beberapa faktor. Kadar air dipengaruhi oleh tempat penanaman pohon kelapa, dimana ini berhubungan dengan proses fotosintesis, pohon kelapa yang mendapat sinar matahari secara maksimal mempunyai penyimpangan kadar air rendah (Sunantyo, 1997). Kemudian frekuensi penyadapan, hal ini berhubungan dengan selang waktu penyadapan nira. Faktor yang paling berpengaruh terhadap tingginya kadar air gula kelapa kristal adalah titik akhir pemasakan, pemberian bahan tambahan,

52 pengolahan, pengemasan, serta penyimpanan. Titik akhir pemasakan yang rendah akan menyebabkan evaporasi air dalam gula rendah pula sehingga kadar air gula menjadi tinggi. Pemberian bahan tambahan mengakibatkan impurities dalam gula semakin tinggi sehingga gula menjadi semakin higroskopis. Sedangkan pada pengolahan, diakibatkan penggunaan alat pengering yang berbeda. Sampel (A) Sampel (B) Gambar 7. Bagan kendali X-bar (A) dan R (B) kadar air Gula kelapa kristal 2. Bahan tidak larut (Ketidaklarutan) Bagan kendali X-bar untuk parameter mutu kadar ketidaklarutan (Gambar 8) memperlihatkan terdapat titik yang berada diluar batas kendali, empat titik diatas batas kendali dan tiga berada dibawah kendali, namun banyak juga titik yang bersinggungan dengan batas kendali baik atas maupun bawah. Hal ini menunjukan adanya keragaman kadar ketidaklarutan berada diluar pengendalian statistik. Bagan kendali R untuk parameter mutu kadar ketidaklarutan memperlihatkan adanya titik-titik yang berada didalam batas pengendalian, dan hanya ada 1 titik yang berada diluar batas kendali. Hal ini berarti bahwa keragaman produk untuk parameter ini masih terkendali.

53 Keragaman bahan tidak larut pada gula kelapa kristal ditentukan oleh bahanbahan lain non gula (impurities) seperti potongan manggar yang ikut masuk dan kotoran dari kayu bakar, baik saat pangambilan nira maupun saat pemasakan dan pengolahan nira. Bahan lain non gula (impurities) akan mempengaruhi kelarutan, dimana bahan tersebut tidak akan ikut larut, sehingga kelarutan gula tersebut menjadi berkurang. Sampel (A) Sampel (B) Gambar 8. Bagan kendali X-bar (A) dan R (B) kadar ketidaklarutan gula kelapa kristal 3. Kadar abu Bagan kendali X-bar untuk parameter mutu kadar abu (Gambar 9) memperlihatkan terdapat titik yang berada diluar batas kendali, enam titik diatas batas kendali dan delapan berada dibawah kendali, namun banyak juga titik yang bersinggungan dengan batas kendali baik atas maupun bawah. Hal ini menunjukan adanya keragaman kadar abu yang berada diluar pengendalian statistik. Namun, pada bagan kendali R untuk parameter mutu kadar abu memperlihatkan bahwa semua titik berada didalam batas pengendalian. Hal ini berarti bahwa keragaman produk untuk parameter ini masih terkendali.

54 Keragaman kadar abu diakibatkan karena pemberian bahan tambahan. Kadar abu yang berada diluar batas kendali berkaitan dengan penggunaan bahan pengawet yang berlebihan (Sunantyo, 1997). Pengrajin gula kelapa kristal di Kabupaten Banyumas menggunakan kulit manggis dan laru kapur sebagai bahan tambahan. Tujuan pemberian bahan tambahan adalah untuk menaikkan ph nira sehingga mencegah terjadinya fermentasi oleh mikrobia (Hamzah dan Hasbullah, 1997). Namun, dalam upaya menghambat dan menekan kerusakan nira akibat mikroba selama proses penyadapan berlangsung dapat digunakan suatu bahan tambahan yang alami (Sunantyo, 1997). Penggunaan kulit dan batang manggis serta tatal nangka sebagai pengawet karena kandungan tannin yang terdapat pada keduanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Child (1974) dalam Suwardjono (2001) yang menyatakan bahwa materi yang mengandung tannin dapat menghambat proses fermentasi. Pemberian bahan tambahan untuk menaikan ph nira dapat menaikan kemurnian nira karena bahan-bahan bukan gula seperti protein, asam-asam organik, P 2 O 5, SiO 2, dan kotoran lain lebih banyak terendapkan sehingga menyebabkan nira jernih yang dapat menurunkan kadar abu gula kelapa (Goutara dan Wijandi, 1985). Kadar abu yang berada diluar standar SNI berkaitan dengan penggunaan bahan pengawet yang berlebihan.

55 Sampel (A) Sampel (B) Gambar 9. Bagan kendali X-bar (A) dan R (B) kadar abu gula kelapa kristal 4. Kadar gula reduksi Bagan kendali X-bar untuk parameter mutu kadar gula reduksi (Gambar 10) memperlihatkan terdapat titik yang berada diluar batas kendali, enam titik diatas batas kendali dan lima berada dibawah kendali, dan hanya beberapa titik yang bersinggungan dengan batas kendali bawah. Hal ini menunjukan adanya keragaman kadar gula reduksi yang berada diluar pengendalian statistik. Namun, pada bagan kendali R untuk parameter mutu kadar gula reduksi memperlihatkan bahwa semua titik berada didalam batas pengendalian. Hal ini berarti bahwa keragaman produk untuk parameter ini masih terkendali. Keragaman kadar gula reduksi dipengaruhi oleh pencucian wadah nira, pemasakan nira setelah disadap dan lama penyimpanan. Pencucian wadah berkaitan dengan kebersihan wadah nira, dimana terjadi aktivitas mikroba yang dapat merusak nira karena terjadinya proses fermentasi yang menyebabkan kenaikan gula reduksi. Kerusakan nira juga menjadi faktor yang paling berperan dalam menentukan kadar gula reduksi gula kristal. ph yang rendah akibat terjadinya fermentasi karena nira yang telah rusak dapat menyebabkan inverse sukrosa menjadi gula reduksi sehingga kadar gula reduksi bertambah, sebagian

56 besar pengrajin tidak mengukur ph nira (lampiran 20). Kenaikan gula reduksi juga dipengaruhi adanya penambahan gula pasir (sukrosa) pada saat pemasakan, beberapa pengrajin melakukan penambahan sukrosa (lampiran 20) dengan maksud untuk mempermudah proses pengkristalan, semakin tinggi penggunaan sukrosa maka semakin tinggi kemungkinan sukrosa mengalami penurunan karena tereduksi menjadi gula invert atau gula reduksi akibat intensifnya reaksi maillard karena proses pemanasan suhu tinggi dan waktu yang lama, sehingga gula reduksi yang terbentuk menjadi tinggi. Hal ini sesuai pendapat Goutara dan Wijandi (1985), yang menyatakan bahwa gula reduksi terbentuk sebagai hasil inverse sukrosa selama pemanasan. Inverse sukrosa ini akan bertambah dengan makin tingginya suhu dan makin rendahnya ph. Sedangkan lama penyimpanan menyebabkan adanya perubahan kadar air yang berdampak pada peningkatan gula reduksi. Sampel (A) Sampel (B) Gambar 10. Bagan kendali X-bar (A) dan R (B) kadar gula reduksi gula kelapa kristal 5. Kadar sukrosa Bagan kendali X-bar untuk parameter mutu kadar sukrosa (Gambar 12) memperlihatkan hanya terdapat empat titik yang berada diluar batas kendali baik atas maupun bawah dan beberapa titik yang berada pada batas kendali. Hal ini

57 menunjukan adanya keragaman kadar gula total yang masih dalam batas kendali walau masih ada beberapa titik yang berada diluar batas kendali. Bagan kendali R untuk parameter mutu kadar gula total memperlihatkan adanya titik-titik yang berada didalam batas pengendalian, dan hanya ada 1 titik yang berada diluar batas kendali. Hal ini berarti bahwa keragaman produk untuk parameter ini masih terkendali. Keragaman kadar sukrosa diakibatkan karena adanya penggunaan sukrosa dalam pembuatan gula kelapa kristal pada beberapa pengajin. Berdasarkan hasil survey, 27,5 % pengrajin gula kelapa kristal menambahkan sukrosa dalam pembuatan gula kelapa kristal (lampiran 20), akibatnya kadar sukrosa dari gula kelapa kristal sendiri menjadi beragam. Semakin banyak penggunaan sukrosa (gula pasir) sebagai bahan baku pembuatan gula kelapa kristal maka semakin tinggi kemungkinan sukrosa mengalami penurunan karena tereduksi menjadi gula invert atau gula reduksi. Sampel Sampel (A) (B) Gambar 11. Bagan kendali X-bar (A) dan R (B) kadar sukrosa gula kelapa kristal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subsistem yang saling mempengaruhi, mulai dari subsistem hulu, a. Industri pengolahan hasil pertanian;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subsistem yang saling mempengaruhi, mulai dari subsistem hulu, a. Industri pengolahan hasil pertanian; 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agroindustri Gula Kelapa Kristal 1. Pengertian Agroindustri Menurut Martodireso dan Suryanto (2002) menyatakan bahwa agribisnis merupakan suatu rangkaian sistem yang terdiri

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, analisa dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di pengrajin gula merah kelapa di Desa Purworejo

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di pengrajin gula merah kelapa di Desa Purworejo III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di pengrajin gula merah kelapa di Desa Purworejo Kecamatan Negeri Katon Kabupaen Pesawaran, Laboratorium Analisis Mutu Hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gula merah kelapa diperoleh dari nira kelapa yang telah diuapkan dan dicetak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gula merah kelapa diperoleh dari nira kelapa yang telah diuapkan dan dicetak II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gula merah kelapa Gula merah kelapa diperoleh dari nira kelapa yang telah diuapkan dan dicetak dalam berbagai bentuk (Gambar 1). Sampai saat ini, pembuatan gula kelapa dikerjakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin banyak. Upaya pemenuhan

I. PENDAHULUAN. mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin banyak. Upaya pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Gula merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Setiap tahun konsumsi gula penduduk Indonesia semakin meningkat. Produksi gula tebu dalam negeri tidak

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian,

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, 18 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Pangan Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2016 sampai dengan Januari 2017. Bertempat di Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gula kelapa dan perencanaaan program agroindustri gula kelapa yang

BAB I PENDAHULUAN. gula kelapa dan perencanaaan program agroindustri gula kelapa yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program diversifikasi gula nasional dapat dilakukan dengan cara mencari alternatif sumber-sumber gula alami non tebu. Salah satunya adalah gula dari palmae (brown

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai dengan bulan April 2015

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai dengan bulan April 2015 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai dengan bulan April 2015 di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Analisis Hasil Pertanian Jurusan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang, Kegiatan penelitian ini dimulai pada bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

Untuk Daerah Tertinggal

Untuk Daerah Tertinggal Daya Saing Agroindustri Gula Semut Untuk Daerah Tertinggal Oleh :Edi Mulyadi Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UPN Veteran Jawa Timur Gula a. Komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1 Pengujian Viskositas (menggunakan viskosimeter) (Jacobs, 1958) Viskositas Saos Tomat Kental diukur dengan menggunakan viskosimeter (Rion Viscotester Model VT-04F). Sebelum

Lebih terperinci

DIVERSIFIKASI PRODUK AREN UNTUK PANGAN DAN PROSPEK PASAR

DIVERSIFIKASI PRODUK AREN UNTUK PANGAN DAN PROSPEK PASAR DIVERSIFIKASI PRODUK AREN UNTUK PANGAN DAN PROSPEK PASAR Prof. Dr. Ir. Eni Harmayani, M.Sc & Tim Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada Disampaikan pada Pertemuan Pengembanan dan Pemanfaatan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1 Pengujian Viskositas (menggunakan viskosimeter) (Jacobs, 1958) Viskositas Saos Tomat Kental diukur dengan menggunakan viskosimeter (Brookfield Digital Viscometer Model

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. A.2. Bahan yang digunakan : A.2.1 Bahan untuk pembuatan Nata de Citrullus sebagai berikut: 1.

BAB III METODOLOGI. A.2. Bahan yang digunakan : A.2.1 Bahan untuk pembuatan Nata de Citrullus sebagai berikut: 1. BAB III METODOLOGI A. ALAT DAN BAHAN A.1. Alat yang digunakan : A.1.1 Alat yang diperlukan untuk pembuatan Nata de Citrullus, sebagai berikut: 1. Timbangan 7. Kertas koran 2. Saringan 8. Pengaduk 3. Panci

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu Erlenmeyer, 1.2. Bahan beaker glass, tabung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit pisang dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2015 sampai Juli 2015. Pembuatan jenang dilakukan di Laboratorium Benih-UKSW dan analisis kandungan gizi

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN GULA MERAH CAIR DAN NIRA TERHADAP KARAKTERISTIK GULA SEMUT (Palm Sugar)

PENGARUH PERBANDINGAN GULA MERAH CAIR DAN NIRA TERHADAP KARAKTERISTIK GULA SEMUT (Palm Sugar) PENGARUH PERBANDINGAN GULA MERAH CAIR DAN NIRA TERHADAP KARAKTERISTIK GULA SEMUT (Palm Sugar) Siti Zahratun Hasanah 123020139 Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping Dr. Ir. Yudi Garnida, MS. Penguji Ir.Hervelly,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April

Lebih terperinci

3.1. Tempat dan Waktu Bahan dan Aiat Metode Penelitian

3.1. Tempat dan Waktu Bahan dan Aiat Metode Penelitian in. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau, Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar Lampung dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Bandar Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia,

Lebih terperinci

ANALISIS PROXIMATE PROF SIMON BW

ANALISIS PROXIMATE PROF SIMON BW ANALISIS PROXIMATE PROF SIMON BW KADAR AIR PRINSIP PENGUKURAN: METODE OVEN BAIK OVEN KERING DAN OVEN VAKUUM: PENGURANGAN BERAT, AKIBAT PENGERINGAN. METODE OVEN KERING: BAHAN DIKERINGKAN 110 0C sampai berat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - November 2011 :

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - November 2011 : BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - November 2011 : a) Proses Fermentasi di Laboratorium Biokimia Jurusan Biologi Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara eksperimental laboratorium. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian,

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Pembuatan minuman instan daun binahong dilakukan di Laboratorium Pangan dan Gizi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Uji aktivitas

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan ekonomi daerah di era otonomi sekarang ini, setiap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan ekonomi daerah di era otonomi sekarang ini, setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam pembangunan ekonomi daerah di era otonomi sekarang ini, setiap daerah dituntut untuk dapat mengenali setiap potensi yang ada di wilayahnya. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

PRODUKSI ABON IKAN PARI ( (RAYFISH): PENENTUAN KUALITAS GIZI ABON

PRODUKSI ABON IKAN PARI ( (RAYFISH): PENENTUAN KUALITAS GIZI ABON SEMINAR HASIL PRODUKSI ABON IKAN PARI ( (RAYFISH): PENENTUAN KUALITAS GIZI ABON OLEH : FITHROTUL MILLAH NRP : 1406 100 034 Dosen pembimbing : Dra. SUKESI, M. Si. Surabaya, 18 Januari 2010 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur dan Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. SPESIFIKASI BAHAN PENELITIAN

LAMPIRAN 1. SPESIFIKASI BAHAN PENELITIAN LAMPIRAN 1. SPESIFIKASI BAHAN PENELITIAN A. Spesifikasi Susu Skim Bubuk Oldenburger Komponen Satuan Jumlah (per 100g bahan) Air g 3,6 Energi kj 1480 Protein g 34,5 Lemak g 0,8 Karbohidrat g 53,3 Mineral

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A A.1 Pengujian Total Padatan Terlarut (SNI yang dimodifikasi*) Dengan pengenceran A.2 Pengujian Viskositas (Jacobs, 1958)

LAMPIRAN A A.1 Pengujian Total Padatan Terlarut (SNI yang dimodifikasi*) Dengan pengenceran A.2 Pengujian Viskositas (Jacobs, 1958) LAMPIRAN A A.1 Pengujian Total Padatan Terlarut (SNI 01-3546-2004 yang dimodifikasi*) Penentuan Total Padatan Terlarut (%Brix) saos tomat kental dilakukan dengan menggunakan Hand-Refraktometer Brix 0-32%*.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman ini memerlukan udara panas yaitu 24-30 ºC dengan perbedaan suhu musiman tidak lebih dari 6 ºC, perbedaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai pengambilan sampel di Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru dan dianalisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari limbah cair tapioka dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak. Nata yang dihasilkan kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di Laboratorium Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia dan Laboratorium Mikrobiologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit singkong dengan penggunaan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau atau tauge. Nata yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Lampiran 1 Formulir organoleptik LAMPIRA 55 56 Lampiran Formulir organoleptik Formulir Organoleptik (Mutu Hedonik) Ubi Cilembu Panggang ama : o. HP : JK : P / L Petunjuk pengisian:. Isi identitas saudara/i secara lengkap 2. Di hadapan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan September Desember 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan September Desember 2016 di 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2016 - Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian. Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Rangkaian penelitian kualitas selai alpukat ( Persea americana Mill)

BAB III MATERI DAN METODE. Rangkaian penelitian kualitas selai alpukat ( Persea americana Mill) 10 BAB III MATERI DAN METODE Rangkaian penelitian kualitas selai alpukat ( Persea americana Mill) dengan 3 jenis pemanis alami, dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2017 di Laboratorium Kimia dan

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr)

Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr) Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr) ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata....ii 1

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat B. Metode Penelitian 1. Penentuan Kombinasi Gula Merah dan Gula Pasir 2. Formulasi Minuman Instan Coro

METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat B. Metode Penelitian 1. Penentuan Kombinasi Gula Merah dan Gula Pasir 2. Formulasi Minuman Instan Coro METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah bahan untuk formulasi dan bahan untuk analisis. Bahan untuk formulasi diantaranya gula merah, gula pasir,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan tahapan kegiatan, yaitu : bahan baku berupa singkong yang dijadikan bubur singkong,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 18 hingga

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 20 : Cara uji sulfat, SO 4. secara turbidimetri

Air dan air limbah Bagian 20 : Cara uji sulfat, SO 4. secara turbidimetri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 20 : Cara uji sulfat, SO 4 2- secara turbidimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata....ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diagram Alur Penelitian. Persiapan Penyediaan dan Pembuatan Inokulum Bacillus licheniiformis dan Saccharomyces.

Lampiran 1. Diagram Alur Penelitian. Persiapan Penyediaan dan Pembuatan Inokulum Bacillus licheniiformis dan Saccharomyces. 43 Lampiran 1. Diagram Alur Penelitian Limbah Udang Pengecilan Ukuran Sterilisasi suhu 121 c, tekanan 1 atm Dianalisis kadar air dan bahan keringnya Persiapan Penyediaan dan Pembuatan Inokulum Bacillus

Lebih terperinci

PENGARUH KERAGAMAN GULA AREN CETAK TERHADAP KUALITAS GULA AREN KRISTAL (PALM SUGAR) PRODUKSI AGROINDUSTRI KECIL

PENGARUH KERAGAMAN GULA AREN CETAK TERHADAP KUALITAS GULA AREN KRISTAL (PALM SUGAR) PRODUKSI AGROINDUSTRI KECIL 1 PENGARUH KERAGAMAN GULA AREN CETAK TERHADAP KUALITAS GULA AREN KRISTAL (PALM SUGAR) PRODUKSI AGROINDUSTRI KECIL (Effects of Palm Sugar Variety to Quality of Crystal Palm Sugar Produced by Small Agroindustry)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada bulan Juli 2009 Oktober 2010.

BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada bulan Juli 2009 Oktober 2010. 26 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, dan Laboratorium Pengolahan Limbah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Saus Cabai Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum sp) yang matang dan baik, dengan atau tanpa penambahan

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992)

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) LAMPIRAN 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) METODE PENGUJIAN Sebanyak 5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Untuk pengujianan total oksalat ke dalam Erlenmeyer ditambahkan larutan

Lebih terperinci

Jurnal Cendekia Vol 13 No 2 Mei 2015 ISSN PENGARUH DOSIS PENAMBAHAN NATRIUM BISULFIT DAN NATRIUM METABISULFIT TERHADAP KUALITAS GULA KELAPA

Jurnal Cendekia Vol 13 No 2 Mei 2015 ISSN PENGARUH DOSIS PENAMBAHAN NATRIUM BISULFIT DAN NATRIUM METABISULFIT TERHADAP KUALITAS GULA KELAPA PENGARUH DOSIS PENAMBAHAN NATRIUM BISULFIT DAN NATRIUM METABISULFIT TERHADAP KUALITAS GULA KELAPA Oleh: Aulia Dewi Rosanti ABSTRAK Pada penelitian ini dilakukan pengolahan gula dengan menambahkan berbagai

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 10 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari hingga Februari 2015. Tempat pengambilan sampel dilakukan di pertanaman pohon gaharu di

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya. 57 Lampiran I. Prosedur Analisis Kimia 1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). Timbang contoh yang telah berupa serbuk atau bahan yang telah dihaluskan sebanyak 1-2 g dalam botol timbang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nira adalah cairan manis yang diperoleh dari air batang atau getah tandan bunga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nira adalah cairan manis yang diperoleh dari air batang atau getah tandan bunga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nira Nira adalah cairan manis yang diperoleh dari air batang atau getah tandan bunga tanaman seperti tebu, bit, sorgum, mapel, siwalan, bunga dahlia dan tanaman dari keluarga palma

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian eksperimental yaitu metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri

Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi)

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Diambil 1 kg tepung onggok singkong yang telah lebih dulu dimasukkan dalam plastik transparan lalu dikukus selama 30 menit Disiapkan 1 liter

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. biji cempedak ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dimana. kriteria tertentu yang diharapkan dalam penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. biji cempedak ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dimana. kriteria tertentu yang diharapkan dalam penelitian. BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian tentang perbandingan gizi tahu dari kedelai dan tahu biji cempedak ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dimana jenis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT 1. Waktu Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 2. Tempat Laboratorium Patologi, Entomologi, & Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Nira adalah cairan yang rasanya manis dan diperoleh dari bagian tandan

PENDAHULUAN. Nira adalah cairan yang rasanya manis dan diperoleh dari bagian tandan PENDAHULUAN Latar Belakang Nira adalah cairan yang rasanya manis dan diperoleh dari bagian tandan bunga jantan tanaman penghasil nira seperti aren, kelapa, tebu, bit, sagu, kurma, nipah, siwalan, mapel,

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 21: Cara uji kadar fenol secara Spektrofotometri

Air dan air limbah Bagian 21: Cara uji kadar fenol secara Spektrofotometri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 21: Cara uji kadar fenol secara Spektrofotometri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata....ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci