BAB I PENDAHULUAN. faktor penting dalam pembentukan kebudayaan. Manusia harus menjaga

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. faktor penting dalam pembentukan kebudayaan. Manusia harus menjaga"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan tidak akan ada tanpa adanya manusia, karena manusia adalah faktor penting dalam pembentukan kebudayaan. Manusia harus menjaga hubungannya dengan ekosistem disekitarnya agar dapat bertahan hidup (Keesing 1992:146). Manusia sebagai makhluk hidup yang memiliki kemampuan untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru dan cenderung memiliki suatu kearifan tradisional. Kearifan tradisional dikonstruksi oleh sekelompok masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungannya. Hal ini wajar terjadi karena manusia memiliki pola pikir dan akal untuk membuat strategi pertahanan dalam melawan ataupun bersahabat dengan lingkungan tempat dia hidup. Salah satu cara manusia mempelajari alam adalah melalui naluri manusia dalam membaca alam sekitarnya; misalnya dengan melihat gejala-gejala alam yang terjadi, manusia dapat memprediksikan apa yang akan terjadi di alam Kegiatan manusia ini tidak terlepas dari kegiatan berhitung atau matematika atau sekarang lebih dikenal dengan sebutan etnomatematik 1. Sadar atau tidak sadar semua kegiatan manusia di dunia ini dilakukan atas dasar perhitungan yang tepat sesuai dengan kondisi alam tempat dia tinggal. Salah satu contoh kajian etnomathematik adalah dalam bidang arsitektur, dimana perhitungan-perhitungan baku yang tepat dilakukan untuk membangun rumah dan bangunan lain agar kuat 1 Istilah ethnomatematikdiambil dari Ubiratan D Ambrosio, D Ambrosio menggunakan ethnomatematik pertama sekali pada saat dia melakukan penelitian untuk melihat ringkat pengetahuan matematik pada tingkat siswa Sekolah Dasar di Brasil.

2 dan tidak mudah rusak 2. Demikian juga dalam kegiatan menenun, baik untuk menbuat anyaman tikar ataupun keranjang yang memiliki motif ataupun tanpa motif, manusia menggunakan perhitungan yang tepat agar semua bahan teranyam dengan baik dan rapi. Studi yang dilakukan oleh Tambunan (2009), menunjukkan bahwa para pengrajin kain tenun seperti ulos, songket dan lain sebagainya yang ada di daerah Pak-pak, secara tidak sadar juga menggunakan perhitungan the Golden Ratio untuk menenun untaian-untaian benang sehingga menjadi selembar kain. The Golden Ratio diimplementasikan dalam pembuatan pola dalam ulos tersebut, warna benang yang akan menjadi pola disisip dalam warna benang yang akan menjadi warna dasar dalam ulos, banyaknya warna-warna benang dan panjang benang tersebut telah diperhitungkan dengan cermat oleh penenun, sehingga untaian benang tadi menjadi sebuah ulos dengan pola yang indah dan memiliki makna tersendiri bagi masyarakat Pak-pak 3. Setiap kelompok etnis 4 memiliki metode perhitungan masing-masing dalam setiap aspek kehidupan, seperti halnya kalender. Setiap etnis yang ada di 2 Orang-orang Romawi dan Mesir pada zaman dahulu selalu menggunakan perhitungan yang disebut dengan the Golden Ratio dalam membuat sesuatu yang berhubungan dengan arsitektur, seperti rumah, Patung, lukisan dan lain sebagainya. Perhitungan ini dipakai untuk mencari sisi yang paling ideal dari setiap bentuk. The Golden Ratio adalah sautu deretan angkaangka yang ditemukan oleh seorang matematikawan Itali yang bernama Fibonacci, deretan angkaangka ini memiliki sifat yang unik, yaitu setiap angka dalam deretannya adalah hasil penjumlahan dari 2 angka sebelumnya. The Golden Ratio bukanlah hasil dari imajinasi matematis, akan tetapi merupakan kaidah alam yang terkait dengan hukum keseimbangan. The Golden Ratio juga banyak digunakan oleh pelukis-pelukis terkenal dunia seperti Leonardo Da Vinci dan Le Corbusier, karena The Golden Ratio adalah kaidah alam dalam hukum keseimbangan maka mereka menggunakan untuk mengukur tubuh manusia agar ideal di dalam lukisannya ( 3 Rytha Tambunan menulis tentang Inventarisasi Tenun Oles Pak-pak yang diseminarkan dalam Evaluasi Hasil InventarisasiTenun Oles Pak-pak serta Identifikasi dan Kajian Organisasi Sosial (sistem Gotong Royong) Masyarakat Pak-pak Bharat di Sumatera Utara, pada tanggal 28 Oktober 2009 di Ruang Sidang FISIP-USU. 4 Kelompok etnik yang dimaksud di atas adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran dan identitas tadi seringkali dikuatkan oleh kesatuan bahasa juga. Kesatuan kebudayaan bukanlah suatu hal yang ditentukan olah orang luar, misalnya seorang ahli antropologi, ahli kebudayaan atau lainnya dengan menggunakan metode-metode analisis ilmiah mereka, melainkan oleh warga kebudayan yang bersangkutan itu sendiri (Koentjaraningrat 2000:264).

3 Indonesia memiliki beberapa jenis kalender yang konsep dan perhitungan harinya berbeda dengan kalender yang dipakai secara umum di Indonesia bahkan di Dunia (kalender Masehi yang di perkenalkan oleh bangsa-bangsa di Eropa terhitung setelah lahirnya Isa Almasih). Orang Jawa memiliki konsep perhitungan hari yang dinamakan dengan pranata mangsa yang didasarkan atas perputaran matahari. Orang Bali juga memiliki konsep perhitungan sejenis yang diberi nama wariga yang didasarkan atas perputaran bulan mengelilingi bumi. Vorhalakan adalah konsep perhitungan hari menurut konsep orang Batak dan lontara adalah konsep perhitungan hari yang digunakan oleh orang Bugis, Buton, Makassar dan Toraja. Dasar perhitungan setiap penanggalan kalender tersebut memiliki perhitungan hari dan bulan yang berbeda-beda. Acuan untuk penanggalan tersebut juga berbeda-beda. Ada yang mengacu pada pergerakan bulan (kalender lunar), ada yang acuannya mengacu pada pergerakan matahari (kalender solar), dan ada juga yang mengacu pada pegerakan bulan dan matahari (kalender lunisolar) 5. Konsep perhitungan hari atau perhitungan lainnya yang ada pada setiap kelompok etnis dikenal dengan sebutan ethnomathematic. Istilah ethnomathematic ini diperkenalkan oleh tokoh pendidikan Brasil dan matematikawan Ubiratan D'Ambrosio pada tahun 1977 pada saat presentasi untuk Asosiasi Amerika untuk Kemajuan Ilmu Pengetahuan. Sejak D'Ambrosio mengajukan istilah ethnomathematic, orang-orang termasuk D Ambrosio sendiri telah bergumul 5 Kalender Lunar: sistem penanggalan yang didasarkan atas perhitungan fase bulan. Setiap hari dalam penanggalan ini menandakan satu lokasi bulan dalam mengelilingi matahari. Kalender Solar: sistem penanggalan yang didasarkan atas revolusi (perputaran)bumi mengelilingi matahari. Secara fisika satu tahun surya adalah unit relatif, waktu relatif sebuah planet mengitari matahari. Kalender Lunisolar: sebuah kalender yang menggunakan fase bulan sebagai acuan utama namun juga menambahkan pergantian musim di dalamperhitungan tiap bulannya. Kalender ini biasanya ditandai dengan adanya bulan-bulan kabisat beberapa tahun sekali ataupun berturut-turut. Dengan demikian jumlah bulan dalam satu tahun dapat mencapai 12 sampai 13 bulan. (http//

4 dengan maknanya. D Ambrosio (1987), menjelaskan ethnomathematic merupakan suatu kodifikasi atau penyusunan angka-angka yang memungkinkan suatu kelompok budaya, dalam hal ini masyarakat untuk menjelaskan, mengelola, memahami bahkan meramalkan suatu relitas yang ada 6. Masing-masing perhitungan hari tersebut dianggap penting oleh kelompok etnis penggunanya. Perhitungan hari tersebut banyak membantu penggunanya dalam segala aspek kehidupan, terutama dalam bidang pertanian. Berdasarkan panduan perhitungan itu, mereka mengklasifikasikan jenis-jenis musim yang baik untuk melakukan penanaman, pemanenan, pemupukan bahkan sebagai suatu tindakan antisipasi untuk menghindari serangan hama yang dapat menggangu tanaman mereka, atau untuk kegiatan-kegiatan ritual. Pada salah satu dari studi perhitungan hari tersebut adalah studi Indrowuryatno (dalam Adimiharja 2006). Indrowuryatno menjelaskan bahwa orang Jawa menggunakan perhitungan hari (pranata mangsa) untuk mengklasifikasikan kapan awal dari musim kemarau dan kapan awal dari musim hujan. Pranata mangsa dalam studi tersebut sudah digunakan sebagai pedoman bertani oleh nenek moyang orang Jawa ratusan tahun sabelum zaman Hindu. Indrowuryatno lebih lanjut menjelaskan bahwa, sekalipun penanggalan Jawa ini sudah diperbaharui oleh Sri Paduka Susuhunan Paku Buwono VII dari system penangglan asli, ternyata pranata mangsa dianggap masih memadai untuk 6 Ethnomathematics adalah studi mengenai hubungan numerik dan sistem untuk pendidikan matematika multikultural. Tujuan ethnomathematics adalah antara matematika dan budaya. Hal ini mengacu pada ide-ide kelompok yang luas, mulai dari matematika untuk memberikan kontribusi baik untuk pemahaman budaya dan pemahaman matematika, tetapi terutama untuk menghargai hubungan antara keduanya. Seperti dalam film Knowing diceritakan bahwa runutan angkaangka dapat meramalkan berbagai kecelakan dan musibah yang menimpa umat manusia, runutan angka-angka tersebut memiliki kodifikasi tersendiri seperti tanggal, lokasi dan jumlah korban yang akan meninggal. Dengan melihat runutan angka-angka tersebut maka akan tahu kapan akan terjadi kecelakaan, dimana dan jumlah korbannya.

5 digunakan hingga saat ini, dan orang-orang Jawa memodifikasi sistem perhitungannya (dalam Adimiharja 2006:126). Kegiatan modifikasi tersebut dilakukan karena pranata mangsa menggunakan perhitungan bulan dengan total hari dalam sebulan adalah 365,25 hari, sedangkan waktu yang diperlukan Matahari dalam peredaran tahunan mengelilingi bumi adalah 365 hari, 5 jam, 48 menit, dan 46 detik, sehingga terdapat selisih 11 menit, 14 detik, dalam satu tahun. Dengan demikian, terjadi perbedaan dalam satu hari setiap 128 tahun (dalam Adimiharja 2006:126). Menurut Boediharjo (1917), perhitungan pranata mangsa yang dilakukan setiap 400 tahun sekali, tahun Wuntu-nya harus dikurangi 3 (tiga), atau setiap 128 tahun sekali tahun Wuntu-nya dikurangi 1 (satu). Oleh karena itu, mangsa Kalima yang berlaku 13 Oktober sampai 8 November merupakan mangsa pancaroba atau labuh yang sifatnya pancuran mancur ing jagad, artinya sering turun hujan. Pada kenyataannya, saat itu belum merupakan awal musim penghujan, bahkan masih terjadi musim kemarau yang panas. Itulah sebabnya, pada 1950-an, murid-murid sekolah diliburkan dengan istilah prei panas. Liburan ini terjadi pada Oktober, sebenarnya berdasarkan pedoman pranata mangsa bulan tersebut merupakan mangsa Labuh. Berdasarkan angka jumlah pengurangan di atas, musim Labuh atau awal musim penghujan dalam dekade abad ke-20 berkisar awal November, atau setidak-tidaknya akhir Oktober jika tidak terjadi penyimpangan lain secara alami. Bagi orang Bali juga dikenal dengan sistem penanggalan lokal seperti pranata mangsa yang ada di Jawa ataupun vorhalaken yang dipakai oleh masyarakat Batak. Bagi orang Bali, penanggalan seperti itu disebut wariga. Dalam wariga

6 dikenal adanya wuku, yaitu penyebutan yang menunjukkan siklus waktu yang berlangsung selama 30 pekan. Satu pekan atau satu minggu terdiri dari tujuh hari, sehingga satu siklus wuku terdiri dari 210 hari 7. Dengan perhitungan 1 wuku = 7 hari, sehingga 30 wuku 8 mengalami perputaran dengan periode waktu 7 x 30 = 210 hari. Menurut kalender ini dalam 1 bulan itu terdiri dari 30 hari dan jumlah harinya konstan tidak mengalami perubahan seperti yang ada pada kalender masehi, karena kalender ini termasuk dalam jenis kalender lunisolar yang perputaran waktunya dihitung dari siklus bulan mengelilingi bumi. Waktu yang diperlukan bulan dalam peredaran tahunan mengelilingi bumi adalah 360 hari (dengan ketentuan yang ditetapkan kalender 1 tahun = 12 bulan). Ide dasar perhitungan menurut wuku ini adalah bertemunya dua hari dalam sistem pancawara (pasaran) dan saptawara (pekan) menjadi satu. Sistem pancawara atau pasaran terdiri dari lima hari, sedangkan sistem saptawara terdiri dari tujuh hari 9. Dalam satu wuku, pertemuan antara hari pasaran dan hari pekan sudah pasti, misalkan hari Sabtu-Pon terjadi dalam wuku ugu. Menurut kepercayaan tradisional orang Bali (dan orang Jawa), semua hari-hari ini memiliki makna khusus. Penelitian tentang perhitungan kalender ini sudah banyak dilakukan oleh para peneliti dengan latar belakang ilmu dan keahlian yang berbeda. Budiarto (2004) 7 Perhitungan wuku juga dipakai oleh orang Jawa yang masih menganut paham kejawen. 8 Nama 30 wuku tersebut adalah : sinta, landep, ukir, kulantir, tulu, gumbreg, wariga, warigadian, julungwangi, sungsang, dunulan, kuningan, langkir, medangsia, pujut, pahang, krulut, merakih, tambir, medangkungan, maktal, uye, menial, prangbakat, bala, ugu, wayang, kelawu, dukut dan watagunung. Nama-nama wuku yang tiga puluh didasarkan pada suatu kisah mengenai suatu kerajaan yang dipimpin oleh Prabu Watugunung. Raja ini beristri Sinta dan memiliki 28 putra. Nama-nama semua tokoh inilah yang menjadi nama-nama setiap wuku. Setiap wuku menurut kepercayaan di kaum tradisional di Bali dan Jawa dilindungi oleh seorang pelindung. 9 Hari pancawara adalah hari yang biasa dipakai oleh orang Jawa, yaitu, wage, pahing, legi, pon dan kliwon, sedangkan hari saptawara adalah hari yang biasa kita kenal dalam kehidupan sehari-hari, seperti, senin, selasa, rabu, kamis, jumat, sabtu dan minggu.

7 misalnya, dia adalah seorang mahasiswa Ilmu Komputer dari University Sains of Malaysia, yang dalam tulisannya membahas permainan anak yang mempunyai makna simbolik untuk menunjukkan atau menggambarkan benda-benda yang ada di sekitar mereka. Rahmad Budiarto mengupas masalah yang ada dengan menggunakan teori etnomathematik-nya Ubiratan D Ambrosio. Nama permainannya Cat Craddle s, permainan ini sangat popular bagi sebagian etnis yang ada di Amerika Latin, permainan ini digunakan sebagai salah satu alat bantu bagi ppendongeng yang ada pada kelompok etnis tersebut untuk mengilustrasikan legenda yang akan diceritakan atau dengan fungsi yang lebih sederhaana adalah hanya sekedar untuk melepaskan kejenuhan semata (Budiarto 2004). Selain Rahmad Budiarto, Eldson Best juga meneliti tentang etnomathematik, tapi kajiannya tentang sistem pengukuran pada suku Maori yang pada saat itu belum ada alat ukur yang dapat di gunakan untuk mengukur dan membuat sesuatu, sehingga mereka membuat alat ukur sendiri dengan menggunakan anggota tubuh mereka, pengukuran dengan menggunakan anggota tubuh ini dipakai untuk membuat segala sesuatu yang berhubungan denga kehidupan mereka, seperti membangun rumah, membuat sampan (canoe), melukis, memahat, bahkan untuk membuat tattoo sekalipun (Best 1918). Suku Maori membuat sebuah klasifikasi dalam pengukuran tersebut, seperti contoh, luas telapak tangan disubut dengan ringa, rentangan kedua tangan yang diukur dari ujung jari tangan kanan sampai ujung jari tangan kiri disebut dengan maro, panjang ujung jari sampai garis tengah dada disebut dengan han, jadi hitungannya 1 han = ½ maro Artikel selengkapnya dapat di baca di Ethnomathematic Digital Library (EDL), atau juga dapat langsung mengakses

8 Dengan contoh 2 (dua) penelitian di atas, menerangkan bahwa setiap etnis yang ada atau pun yang tersebar di seluruh dunia ini memiliki suatu sistem perhitungan yang khas bagi mereka. Sistem perhitungan tersebut memiliki fungsi dan kegunaan yang berbeda bagi yang penggunanya. Penelitian ini, akan mengkaji tentang konsep wuku yang terdapat dalam wariga (Kalender Saka) yang digunakan oleh orang Bali sebagai pedoman mereka dalam melakukan segala aktifitas sehari-hari khususnya kegiatan pertanian, yang dimulai dari proses penyemaian bibit, penanaman, pemanenan serta aktivitasaktivitas lain yang mendukung kegiatan pertanian tersebut, seperti ritual-ritual, sesajen-sesajen yang digunakan dalam ritual tersebut dan benda-benda yang ada dalam setiap tahap proses ritual tersebut. B. Rumusan Masalah Dalam tulisan ini nantinya akan dibahas suatu permasalahan mengenai konsep dan pola pikir masyarakat Bali dalam menentukan hari-hari wuku dalam aktivitas pertanian mereka yang mengacu pada kalender Saka Bali. Untuk menjawab permasalahan di atas, maka terlebih dahulu harus menjawab beberapa pertanyaan ini: 1. Apa konsep wariga bagi masyarakat Bali yang ada di Desa Pegajahan Kecamatan Pegajahan Kabupaten Serdang Bedagai? 2. Apa konsep yang terkandung dalam penentuan nama-nama hari (wuku) serta wuku-wuku apa saja yang berhubungan dengan kegiatan pertanian?

9 3. Apa manfaat wuku bagi kegiatan pertanian orang Bali yang ada di Desa Pegajahan? C. Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada orang-orang Bali yang tinggal di Desa Pegajahan Kecamatan Pegajahan Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Lokasi ini dipilih karena di desa tersebut bermukin suatu kelompok masyarakat Bali yang cenderung masih memegang teguh adat istiadat mereka. Orang Bali di Pegajahan merupakan etnis minoritas di antara etnis Batak yang mayoritas di lokasi tersebut. Orang Bali yang tinggal di desa itu ada sekitar 8 kepala keluarga yang berjumlah kurang lebih 25 jiwa, dan terdapat 1 kepala keluarga yang berkasta Brahmana serta 7 lainnya berkasta Sudra. Terdapat suatu pura yang dinamakan Dharmaraksaka yang digunakan oleh orang Bali yang tinggal di desa itu untuk beribadah sesuai dengan kepercayaan mereka. Berdasarkan hasil wawancara dalam penelitian pendahuluan, Desa Pegajahan ini merupakan gambaran kerukunan hidup beragama yang sangat tinggi yang patut di contoh oleh daerah-daerah lain dan juga tidak selamanya etnis minoritas itu selalu di nomor dua kan dalam hal melakukan interaksi dengan masyarakat mayoritas.

10 D. Tujuan dan Manfaat Dengan melihat kondisi sekarang ini yang lebih mengutamakan pertanian modern yang lebih banyak menggunakan bahan-bahan yang berbahan dasar kimia, sehingga dapat berakibat merusak kondisi tanah dan lahan pertanian yang dipakai tidak menjadi semakin subur, melainkan dapat merusak komposisi unsur hara dalam tanah dan berdampak berkurangnya hasil panen, hal itu tentu berbanding terbalik bila para petani menggunakan cara yang tradisional yang kebanyakan menggunakan alam dan tanda-tanda atau kejadian yang terjadi di alam dalam pengolahan lahan pertanian mereka, karena semua pengolahan lahan berasal dari alam maka secara otomatis lingkungan tidak akan mungkin rusak dan malah akan menjadi lebih subur dari semula. Isu ketahanan pangan juga sudah mulai mencuat kepermukaan, dengan dikonversikannya lahan pertanian menjadi lahan untuk berbagai macam perumahan elit dan areal bisnis, sehingga muncul pertanyaan apakah Indonesia mampu untuk tetap menjadi Negara pengekspor hasil tani khususnya beras atau sebaliknya apakah Negara ini akan menjadi Negara agraris yang setia untuk mengimpor beras dari Negara lain. Untuk menghindari pertanyaan kedua agar tidak menjadi kenyataan maka sebaiknya masyarakat khususnya para petani lebih concern mengelola lahan mereka dengan menggunakan bahan-bahan pertanian yang alami seperti menggunakan pupuk kandang dan mengembangkan sistem pertanian organik yang cara mengelolanya dengan menggunakan cara yang tradisional. Tidak selamanya cara tradisional dianggap kuno atau ketinggalan zaman, apa salahnya bila para petani menggunakan cara-cara yang masih tradisional,

11 justru dengan cara ini para petani dapat lebih mengenal budaya dan tradisi yang ada pada mereka serta sekaligus dapat melestarikannya menjadi suatu kebudayaan yang besar yang dapat menjadi suatu ciri khas suatu masyarakat dalam mengelola lahan pertanian. Dari pemaparan di atas, penelitian ini dilakukan dengan maksud dan tujuan untuk: 1. Mendeskripsikan kearifan lokal para petani khususnya yang beretnis Bali dalam menggunakan kalender wariga (khususnya konsep wuku) yang diaplikasikan untuk mengelola lahan pertanian mereka. 2. Mengkaji lebih dalam lagi apa itu konsep wuku dan fungsinya bagi masyarakat Bali. Manfaat yang akan dicapai apabila tujuan penelitian ini berjalan dengan lancar adalah: 1. Akademis Menambah bahan bacaan dan studi kepustakaan bagi ilmu-ilmu pendidikan yang bersangkutan dengan penelitian ini. 2. Praktis Memperkenalkan kepada masyarakat bahwa Indonesia masih memiliki keragaman budaya yang mengatur tentang siklus waktu yang menjadi acuan dalam membuat kalender.

12 E. Tinjauan Pustaka Kebudayaan dapat didefenisikan dengan berbagai cara tergantung bagaimana kita melihat kebudayaan itu sendiri. Para Antropolog mendefenisiskan kebudayaan dari berbagai sudut pandang dengan focus kajian ilmu mereka masing-masing. Salah satunya adalah Ward H. Goodenough (dalam Spradley 1997;xix), yang menjelaskan konsep kebudayaan suatu masyarakat terdiri atas segala sesuatu yang harus diketahui atau dipercayai seseorang agar dia dapat berprilaku sesuai dengan cara yang diterima oleh masyarakat, kebudayaan bukanlah fenomena material, tidak terdiri atas benda-benda, perilaku dan emosi, melainkan ia lebih merupakan suatu pengaturan hal-hal tersebut. Dengan demikian, konsep kebudayaan yang diacu dalam penelitan ini mengikuti konsep kebudayaan James Spradley. Spradley mendefenisikan kebudayaan sebagai sebuah sistem pengetahuan yang diperoleh manusia melalui proses belajar, yang mereka gunakan untuk menginterpretasikan dunia sekeliling mereka dan sekaligus menyusun strategi perilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka (Spradley;1997). Spradley (1997) menjelaskan lebih lanjut bahwa kebudayaan berada dalam pikiran (mind) manusia yang didapatkan dengan proses belajar dan menggunakan budaya tersebut dalam aktivitas sehari-hari. Proses belajar tersebut menghasilkan pengetahuan-pengetahuan yang berasal dari pengalaman-pengalaman individu atau masyarakat yang pada akhirnya fenomena tersebut terorganisasi di dalam pikiran individu sebagai anggota dalam masyarakat. Sehingga untuk mengetahui

13 dan mendeskripsikan pola yang ada dalam pikiran manusia itu adalah khas, yaitu melalui metode folk taksonomi 11. Metode folk taksonomi hanya dapat digunakan apabila memakai pendekatan Kognitif, karena dalam pendekatan ini, kebudayaan itu akan hidup apabila budaya itu diorganisasikan dalam pikiran dan diimplementasikan dalam kehidupan. Pendekatan kognitif sering disebut dengan etnosains. Menurut Haviland (1985;13), etnosains adalah cabang pengkajian budaya yang berusaha memahami bagaimana pribumi memahami alam mereka. Hal yang lebih pokok dalam penelitian ini adalah melukiskan aturan-aturan yang mendasari prilaku budaya menurut penduduk asli. Aturan tersebut dapat dipersamakan dengan aturan tata bahasa yang mengatur seseorang berbahasa dengan tepat. Jika aturanaturan yang menjadi dasar perilaku budaya dapat diungkapkan dengan tepat, maka banyak hal yang dilakukan manusia dan alasan mengapa dia berlaku demikian dapat dijelaskan. Budaya yang diangkat dalam hal ini adalah budaya yang berdasarkan pendapat dari pemilik budaya tersebut, tanpa campur tangan peneliti. Peneliti hanya membantu menjelaskan kepada khalayak ramai (publik) tentang pandangan-pandangan pemilik budaya yang bersangkutan (lihat Endaswara 2006;143 dan Dharma 2006;5). Orang Bali sebagai pemilik budaya dalam studi ini memiliki pengetahuan mengenai sistem penanggalan. Sistem penanggalan yang di pakai oleh orang Bali memiliki banyak manfaat bagi kehidupan mereka, salah satu manfaatnya ada di bidang pertanian. Dari hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, orang- 11 Folk taksonomi adalah sebuah metode yang ada dalam penulisan etnografi untuk membedah dan mengeluarkan isi kepala manusia dengan cara mengelompokkan macam-macam informasi yang didapat dari hasil wawancara. Pengelompokan biasanya dilakukan dari sisi bahasa lokal karena dalam bahasa tersebut terdapat suatu kearifan tradisional yang tidak semua orang tahu.

14 orang Bali yang ada di Desa Pegajahan ini hidup dari kegiatan bertani khususnya bertani padi ladang. Orang-orang Bali di sini dapat mengklasifikasikan musimmusim tanam dari sistem penanggalan mereka, mereka dapat mengetahui kapan harus menanan padi dan kapan harus memanennya, serta kapan serangan hama muncul, sehingga mereka dapat mengantisipasinya agar tidak terjadi kegagalan panen. Ascher berpendapat bahwa pada masyarakat tradisional telah mendapat pembelajaran tentang matematika, ide-ide matematis pada setiap masyarakat itu tertuang dalam sebuah konsep kebudayaan mereka sendiri, pengetahuan ini didapat secara tidak sengaja. Contohnya dalam perhitungan Hari pada setiap kalender etnis, dengan melihat dan memperhatikan kondisi alam yang selalu berubah, mereka mencoba untuk mengklasifikasikan kondisi tersebut dalam perhitungan matematik, sehingga tercipta pemikiran tentang musim-musim, dan hal ini mereka gunakan sebagai strategi untuk bertahan hidup dan menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka ( Kadir (2005), melakukan studi dengan judul Etnomathematik dan Bahasa Melayu, beliau melihat aspek linguistik untuk menjelaskan abjad dalam bahasa Melayu, Kadir coba menjelaskan susunan tata bahasa melayu dengan merujuk pada tata bahasa orang India, bahasa Melayu asal mulanya berasal dari tata bahasa India yang kemudian berkembang menjadi tata bahasa Melayu Purba, jadi secara tidak langsung bahasa Melayu adalah perkembangan dari bahasa India, sehingga ada sebagian benda yang penyebutannya sama di India maupun di Melayu. Selanjutnya Mohammad Alinor Abdul Kadir menambahkan bahasa juga ikut mempengaruhi persepsi orang yang menggunakannya (Kadir, 2005). Penelitian ini

15 juga akan melihat aspek yang sama yang dikaitkan dengan penyebutan bendabenda, mantra-mantra dan sesajen yang digunakan dalam ritual atau upacaraupacara adat yang berkaitan dengan kegiatan pertanian, tujuannya untuk melihat persepsi mereka terhadap pemaknaan kata-kata yang mereka gunakan dalam memaknai wuku yang ada pada wariga sebagai sistem kalenderisasi mereka. Selanjutnya Koentjaraningrat (1990), menjelaskan persepsi adalah unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa manusia secara sadar maupun nyata terkandung dalam otaknya. Aspek religi juga tidak terlepas dalam penelitian ini, karena semua yang dilakukan oleh orang Bali tidak terlepas dari apa yang mereka percayai, orang Bali juga kental akan upacara-upacara adat yang bersifat spiritual, kesucian dan kebersihan diri sangat diutamakan bagi orang Bali dalam melakukan segala aktivitas. Keterkaitan antara religi dan aktivitas orang Bali ditunjukkan oleh studi Dharmana (2006) yang meneliti tentang kegiatan mejejahitan bagi perempuan Bali, kajiannya menggambarkan adanya suatu keterikatan spritual antara proses mejejahitan dengan kepercayaan orang Bali, keterikatan itu jelas tergambar dari menyatunya mejejahitan dan kaum perempuan dalam memancarkan inner beauty-nya dalam setiap upacara-upacara yadnya dengan menggunakan hasil mejejahitan dalam upacara tersebut (Dharmana, 2006). Mengkaji kalender tidak akan terlepas dari aspek perhitungan (aritmatika), setiap orang pasti memiliki tata cara perhitungan tersendiri yang mereka gunakan dalam semua aktivitas kehidupannya. Elsdon Best dalam Journal of Science and Technology tahun 1918 di New Zealand, menjelaskan bahwa suku Maori memiliki alat hitung atau alat ukur yang tidak lain adalah tubuh mereka sendiri,

16 mereka mengukur semua alat-alat yang mereka gunakan dengan tubuh mereka sendiri. Dalam membuat perahu, untuk mengukur panjang perahu yang ideal bagi suku Maori adalah dengan membaringkan tubuh mereka dan mensejajarkan dengan kayu yang akan mereka jadikan perahu, jadi dengan kata lain panjang perahu sama dengan panjang tubuh mereka, sedangkan untuk menciptakan dayungnya mereka mengukurnya dengan panjang lengan mereka dari ujung jari tengah sampai garis tengah dada. Hal yang sama juga dilakukan untuk membuat rumah, alat-alat rumah tangga, perlengkapan berburu, ukiran dan benda-benda seni lainnya (Best, 1918). Studi ini juga akan melihat apa alat ukur yang digunakan oleh komunitas petani Bali di Desa Pegajahan untuk menetapkan pembagian wuku atau hari dalam kegiatan pertanian. Mengkaji wariga juga terkait dengan konsep ruang dan waktu, karena ruang dan waktu adalah alam semesta yang terdiri dari matahari, bintang-bintang, tanah, lautan yang dipengaruhi rotasi dan revolusi bumi (terbit dan terbenamnya matahari), tempat manusia hidup. Ruang dan waktu adalah bentuk yang absurb, tidak dapat dilihat dan hanya dapat dirasakan. Einstien menjelaskan lebih lanjut ruang dan waktu dalam teori relativitafnya yang menyatakan bahwa cepat atau lambatnya waktu berlalu tergantung kondisi ruang yang ada. Sebagai contoh Einstein menggambarkan waktu 5 detik akan terasa sangat lama apabila kita letakkan telapak tangan diatas sebuah penggorangan yang panas, sebaliknya waktu 5 jam akan sangat tidak berarti apa-apa ketika kita melakukan kegiatan yang kita sukai. Dengan pemaparan Einstein tersebut, wariga sebagai sebuah produk budaya Orang Bali, diciptakan untuk mengukur dan memahami adanya ruang dan waktu.

17 Wariga atau Kalender Saka yang digunakan oleh orang-orang Bali di Desa Pegajahan adalah sebuah kalender yang digunakan untuk mengetahui penanggalan-penanggalan dan musim-musim yang tepat untuk melakukan aktivitas pertanian. Wariga digunakan sebagai kalender yang memiliki banyak fungsi dalam berbagai aktifitas mereka jika dibandingkan dengan kalender Masehi yang digunakan secara umum di Indonesia. Kalender Saka Bali 12 yang digunakan di lokasi studi tidak sama dengan Kalender Saka dari India, karena kalender Saka yang dipakai di lokasi studi ini adalah kalender yang sudah dimodifikasi dan diberi tambahan elemen-elemen local, seperti adanya penambahan mantera dalam melaksanakan aktivitas mereka sehari-hari, selain itu nama-nama hari yang mereka pakai dalam kalender Saka tersebut diambil dari nama-nama dewa-dewi yang mereka anggap sebagai penjaga keseimbangan alam semesta 13. Kalender Saka Bali dapat dikatakan merupakan penanggalan syamsiah-kamariah (suryacandra) atau luni-solar. Jadi penanggalan ini berdasarkan posisi matahari dan bulan. Wariga adalah produk budaya yang dihasilkan oleh orang Bali. Dalam wariga terdapat wuku, yaitu sebuah siklus waktu yang berlangsung selama 30 pekan, setiap wuku menurut orang Bali memiliki keistimewaan tersendiri. Etnis Bali yang dikaji dalam studi ini merupakan orang-orang Bali yang ada di Desa Pegajahan Kecamatan Pegajahan Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Menurut I Gusti Ngurah Bagus, yang dimaksud dengan 12 Kalender Saka Bali masih Dikatakan konvensi atau kompromistis, karena sepanjang perjalanan tarikhnya masih dibicarakan bagaimana cara perhitungannya. Dalam kompromi sudah disepakati bahwa: 1 hari candra = 1 hari surya. Kenyataannya 1 hari candra tidak sama dengan panjang dari 1 hari surya. Untuk itu setiap 63 hari (9 wuku) ditetapkan satu hari-surya yang nilainya sama dengan dua hari-candra. Hari ini dinamakan pangunalatri. Hal ini tidak sulit diterapkan dalam teori aritmatika. Derajat ketelitiannya cukup bagus, hanya memerlukan 1 hari kabisat dalam seratusan tahun. 13

18 etnis Bali merupakan suatu kelompok manusia yang terikat oleh kesadaranakan kesatuan kebudayaannya, sedangkan kesadaran itu diperkuat oleh adanya bahasa yang sama (Bagus, 1975). F. Metode Penelitian Tipe penelitian ini bersifat deskriptif yang berusaha mengumpulkan data kualitatif sebanyak mungkin yang merupakan data utama untuk menjelaskan permasalahan yang akan dibahas nantinya. Untuk mencapai sasaran yang akan dituju yang menggambarkan tentang konsep wariga pada masyarakat Bali. a. Lapangan Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan di lapangan, penulis akan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: Wawancara Peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam untuk mendapatkan data dari informan. Wawancara mendalam (indepth interview) digunakan untuk memperoleh data mengenai konsep orang Bali Desa Pegajahan tentang wariga dengan berpedoman kepada interview guide sebagai bahan acuannya. Sebelum peneliti melakukan wawancara mendalam maka peneliti terlebih dahulu mencari beberapa informan sebagai sumber data. Semua orang Bali yang ada di Desa Pegajahan dapat dijadikan sebagai informan. Bernard (1994:165), menyatakan bahwa informan kunci yang baik adalah informan yang mudah untuk dimintai informasi (diwawancarai),

19 memahami informasi yang dibutuhkan peneliti dan dapat menjalin kerja sama yang baik dengan peneliti. Informan kunci dipilih berdasarkan pengetahuan mereka tentang wariga, semakin banyak mereka tahu tentang wariga dan wuku, maka semakin banyak pula informasi yang peneliti dapatkan, usia dan jenis kelamin tidak menjadi patokan dalam menentukan informan kunci, informan kunci bisa laki-laki dan bisa juga perempuan. Untuk melengkapi data yang diperoleh dari lapangan, peneliti akan mencari data kepustakaan yang terkait dengan masalah penelitian berupa buku-buku, majalah, surat kabar dan tulisan-tulisan lainnya termasuk tulisan dari media elektronik untuk menambah pemahaman penulis terhadap permasalahan yang akan diteliti. Selain data kepustakaan, peneliti juga akan menggunakan dokumentasi visual untuk melengkapi data dari hasil observasi dan wawancara. Observasi Observasi ini dilakukan peneliti untuk memperoleh gambaran penuh mengenai kalender yang digunakan (wariga) orang Bali yang tinggal di Desa Pegajahan, Dalam melakukan observasi, peneliti mengamati secara langsung (partisipasi) apa-apa saja yang mereka lakukan dalam aktivitas mereka sehari-hari, seperti uupacara-upacara adat, sesajen yang digunakan dalam upacara tersebut, alat-alat pertanian apa saja yang sering mereka pakai dalam bertani, bagaimana lingkungan fisik yang ada disekeliling mereka, dan lain sebagainya yang dapat peneliti amati dengan indra penglihatan peneliti sendiri.

20 b. Analisa Data Pada tahap analisis ini, peneliti akan memeriksa ulang data untuk melihat kelengkapan data. Data yang diperoleh dari lapangan akan dianalisis secara kualitatif dan disusun sesuai dengan kategori-kategori tertentu sebagaimana yang dikemukakan oleh informan, Menurut Suwardi Endraswara, terdapat 3 cara yang harus dicermati ketika mengadakan kategorisasi dan analisa, yaitu: (1) Peneliti harus memperhatikan istilah-istilah khusus dari informan. Istilah tersebut harus terpampang dalam klasifikasi; (2) Peneliti harus berusaha mendeskripsikan atau melukiskan aturan-aturan budaya yang digunakan oleh informan. Aturan tersebut diklasifikasikan, sehingga tampak jelas penggunaannya dalam interaksi budaya; (3) Peneliti juga harus berusaha menemukan tema-tema budaya dari klasifikasi istilah dan aturan tadi (Endaswara, 2006). Kemudian dilakukan penganalisaan hubungan dari setiap bagian yang telah disusun untuk memudahkan saat mendeskripsikannya. Kesimpulan diambil berdasarkan hasil analisa data dan telaah pustaka yang disesuaikan dengan tujuan dari penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

ALGORITMA PENENTUAN HARI BERBASIS KPK

ALGORITMA PENENTUAN HARI BERBASIS KPK ALGORITMA PENENTUAN HARI BERBASIS KPK Oleh: Habib Asyrafy ABSTRAK Kita merasa perlu untuk menentukan hari jika diketahui tanggal bulan dan tahunnya. Lewat pola-pola yang telah diketahui sebelumnya kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lagi bahasa tercakup dalam kebudayaan. Bahasa menggambarkan cara berfikir

BAB I PENDAHULUAN. dalam lagi bahasa tercakup dalam kebudayaan. Bahasa menggambarkan cara berfikir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Bahasa selalu menggambarkan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan; lebih dalam lagi bahasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waterfall model. Model waterfall merupakan model proses pengembangan sistem yang klasik dan bersifat sistematis, proses dilakukan secara berurutan dari satu tahap ke tahap

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS. merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS. merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS 2.1 Identifikasi Kecamatan Batang Kuis, termasuk di dalamnya Desa Bintang Meriah, merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya tidak lepas dari lingkungan hidup sekitarnya. Lingkungan hidup manusia tersebut menyediakan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa kebudayaan merupakan ukuran dalam hidup dan tingkah laku manusia. Kebudayaan tercakup hal-hal bagaimana tanggapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Simalungun merupakan salah satu suku dengan ragam keunikan yang dimiliki, tanah yang subur, masyarakat yang ramah dan lemah lembut. Memiliki kekayaan warisan budaya

Lebih terperinci

TUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA

TUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA TUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA Nama : Muhammad Bagus Zulmi Kelas : X 4 MIA No : 23 SENI RUPA Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan

Lebih terperinci

Draft Pertanyaan Strategi Adaptasi Petani Pemilik Lahan Terbatas

Draft Pertanyaan Strategi Adaptasi Petani Pemilik Lahan Terbatas Draft Pertanyaan Strategi Adaptasi Petani Pemilik Lahan Terbatas I. Data pribadi informan kunci 1. Nama : 2. Jenis kelamin : 3. Usia : 4. Status perkawinan : 5. Suku : 6. Agama : 6. Jumlah anak : 7. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri dari atas beberapa suku seperti, Batak Toba,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri dari atas beberapa suku seperti, Batak Toba, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sumatera Utara merupakan salah satu Provinsi yang memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional maupun bahasa daerah. Masyarakatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisional yang berasal dari daerah Kalimantan Barat yang berbentuk selendang.

BAB I PENDAHULUAN. tradisional yang berasal dari daerah Kalimantan Barat yang berbentuk selendang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu warisan budaya Indonesia yang berasal dari daerah Kalimantan Barat adalah tenun ikat Dayak. Tenun ikat Dayak merupakan salah satu kerajinan tradisional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku bangsa Tionghoa merupakan salah satu etnik di Indonesia. Mereka menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan leluhur orang Tionghoa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing, baik itu tarian, lagu, seni rupa, karya sastra, kuliner, dan lain

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing, baik itu tarian, lagu, seni rupa, karya sastra, kuliner, dan lain 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai macam suku, agama, ras. Hal ini menjadikan tiap daerah di Indonesia memiliki ciri khas masing-masing,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai perbedaan latar belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam ciri-ciri fisik,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun

I. PENDAHULUAN. yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki moto atau semboyan Bhineka Tunggal Ika, artinya yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun pada hakikatnya bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari segi sosialnya, Jepang merupakan negara yang maju dan. moderen. Walaupun demikian, negara tersebut memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. Dari segi sosialnya, Jepang merupakan negara yang maju dan. moderen. Walaupun demikian, negara tersebut memiliki banyak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari segi sosialnya, Jepang merupakan negara yang maju dan moderen. Walaupun demikian, negara tersebut memiliki banyak keanekaragaman budaya tradisional termasuk

Lebih terperinci

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil hasil yang diperoleh pada bab sebelumnya, terlihat bahwa: 1. Secara umum gambaran singkat seluruh aktivitas masyarakat Baduy baik itu unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki aneka ragam budaya. Budaya pada dasarnya tidak bisa ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan individu yang ada dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah memiliki keanekaragaman budaya yang tak terhitung banyaknya. Kebudayaan lokal dari seluruh

Lebih terperinci

1. Terlebih dahulu baca Basmalah kemudian tulis nama dan nomor pada kolom yang disediakan. Kegiatan di Musim Kemarau dan Musim Hujan

1. Terlebih dahulu baca Basmalah kemudian tulis nama dan nomor pada kolom yang disediakan. Kegiatan di Musim Kemarau dan Musim Hujan Tema 3 : Perubahan di Alam Nama : Hari,tgl : No. peserta : Kelas : III (Tiga) Paraf Guru Paraf Orang tua Petunjuk Umum : 1. Terlebih dahulu baca Basmalah kemudian tulis nama dan nomor pada kolom yang disediakan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan beberapa pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur

BAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur Propinsi Sumatera Utara, yang membentang mulai dari Kabupaten Langkat di sebelah Utara, membujur

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara

1 BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara memiliki berbagai keistimewaan masing-masing. Proses pembuatan atau pembangunan rumah tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan ungkapan kehidupan manusia yang memiliki nilai dan disajikan melalui bahasa yang menarik. Karya sastra bersifat imajinatif dan kreatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Simalungun adalah salah satu kabupaten yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Simalungun adalah salah satu kabupaten yang berada di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Simalungun adalah salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Utara, yang didiami oleh beberapa suku seperti suku Batak Toba, Karo, Mandailing. Beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kebudayaan bangsa-bangsa asing yang datang ke Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kebudayaan bangsa-bangsa asing yang datang ke Indonesia. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Inkulturasi budaya Indonesia berawal dari masuknya bangsa-bangsa asing ke Indonesia yang awalnya memiliki tujuan untuk berdagang. Dengan masuknya budaya-budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurshopia Agustina, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurshopia Agustina, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, orang Sunda dapat mengembangkan jenis-jenis khas yang menarik yaitu mengembangkan macam-macam agroekosistem seperti berladang, bercocok tanam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang menggambarkan ciri khas daerah tersebut. Seperti halnya Indonesia yang banyak memiliki pulau,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar, dan wilayah Pekanbaruyang merupakan kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. di Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar, dan wilayah Pekanbaruyang merupakan kekuatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Bangsa bisa disebut juga dengan suku,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan metabolisme tubuh, atau hanya sekadar untuk menyenangkan perut.

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan metabolisme tubuh, atau hanya sekadar untuk menyenangkan perut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Makan merupakan kebutuhan paling dasar dan utama bagi setiap makhluk hidup yang sifatnya naluriah, tetapi jenis makanan apa yang layak dan tidak layak dimakan,

Lebih terperinci

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan beraneka ragam macam budaya. Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN 2.1 Uraina Tentang Seni Kata seni berasal dari kata "SANI" yang kurang lebih artinya "Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa". Menurut kajian ilmu di eropa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN

BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN a. Latar Belakang (Times New Roman 14) Menguraikan tentang alasan dan motivasi dari penulis terhadap topik permasalahan yang diteliti / dikaji. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari pulau Jawa, Bali, Sulawesi, Kalimantan dan daerah lainnya. Hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. dari pulau Jawa, Bali, Sulawesi, Kalimantan dan daerah lainnya. Hal tersebut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah yang terletak di pulau Sumatera, tepatnya berada di ujung Pulau Sumatera yang merupakan pintu masuk pendatang dari pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dari bahan-bahan tradisional untuk membuat tato (Gumilar, 2005:51).

BAB I PENDAHULUAN. dan dari bahan-bahan tradisional untuk membuat tato (Gumilar, 2005:51). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tato adalah gambar atau simbol pada kulit yang diukir dengan menggunakan alat sejenis jarum. Dulu, orang-orang menggunakan teknik manual dan dari bahan-bahan tradisional

Lebih terperinci

Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara

Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara RAGAM HIAS TENUN IKAT NUSANTARA 125 Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara A. RINGKASAN Pada bab ini kita akan mempelajari sejarah teknik tenun ikat pada saat mulai dikenal masyarakat Nusantara. Selain itu, akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Payung Geulis Nova Juwita, 2014 Analisis Estetik Payung Geulis Tasikmalaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Payung Geulis Nova Juwita, 2014 Analisis Estetik Payung Geulis Tasikmalaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggarapan produk kerajinan tradisional pada kelompok masyarakat pekriya tradisional di daerah-daerah di Indonesia banyak dipengaruhi oleh latar belakang sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata.

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki sekitar 500 kelompok etnis, tiap etnis memiliki warisan budaya yang berkembang selama berabad-abad, yang dipengaruhi oleh kebudayaan India,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya yang berada di daerah-daerah di dalamnya. Kebudayaan itu sendiri mencakup pengertian yang sangat luas. Kebudayaan merupakan

Lebih terperinci

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara majemuk yang dikenal dengan keanekaragaman suku dan budayanya, dimana penduduk yang berdiam dan merupakan suku asli negara memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam hias atau disebut juga dengan ornamen di Indonesia merupakan kesatuan dari pola-pola ragam hias daerah atau suku-suku yang telah membudaya berabad-abad.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan suatu hasil cipta rasa dan karsa manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan suatu hasil cipta rasa dan karsa manusia yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan suatu hasil cipta rasa dan karsa manusia yang bermakna, bukan sekedar dalam kata-kata, ia meliputi kepercayaan, nilai-nilai dan norma,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. Kebudayaan lokal sering disebut kebudayaan etnis atau folklor (budaya tradisi). Kebudayaan lokal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Selain merubah status seseorang dalam masyarakat, pernikahan juga merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masyarakat primitif merupakan masyarakat yang menjunjung tinggi leluhurnya dan memegang teguh adat istiadatnya. Masyarakat primitif biasanya masih menjaga tradisi peninggalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai ciri keanekaragaman budaya yang berbeda tetapi tetap satu. Indonesia juga memiliki keanekaragaman agama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman dan kekayaan akan budaya yang telah dikenal luas baik oleh masyarakat baik dalam maupun luar negeri, sehingga menjadikan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Konteks Masalah Penyesuaian diri terhadap lingkungan yang baru dijajaki merupakan proses awal untuk dapat bertahan hidup dalam sebuah lingkungan baru. Berbagai masalah-masalah akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di Indonesia catur termasuk olahraga yang sering dimainkan. Di setiap sudut wilayah kita dapat menjumpai orang bermain catur. Bahkan bagi beberapa orang, olahraga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang lain, baik itu komunikasi Verbal maupun Non verbal. Dimana tanpa adanya komunikasi maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa, tidak hanya suku yang berasal dari nusantara saja, tetapi juga suku yang berasal dari luar nusantara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni pertunjukan yang ada di Indonesia sangat beragam bentuk dan jenisnya. Seni pertunjukan yang berada dalam suatu lingkungan masyarakat Indonesia tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Hutan lindung sesuai fungsinya ditujukan untuk perlindungan sistem

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Hutan lindung sesuai fungsinya ditujukan untuk perlindungan sistem BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan lindung sesuai fungsinya ditujukan untuk perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian ini memuat tentang hasil hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang

Lebih terperinci

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa 17 BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN A. Sejarah Perkembangan Desa Koto Perambahan Desa Koto Perambahan adalah nama suatu wilayah di Kecamatan Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi tidak akan pernah bisa lepas dari adanya visual dan verbal. Visual ditandai dengan gambar, verbal ditandai dengan lisan maupun tulisan. Antara visual dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari serangga atau hewan-hewan tertentu. Rumput, bambu, kupasan kulit dan otot-otot

BAB I PENDAHULUAN. dari serangga atau hewan-hewan tertentu. Rumput, bambu, kupasan kulit dan otot-otot BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki berbagai macam kebutuhan yang terdiri dari kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Kebutuhan pangan berupa makanan, sandang berupa pakaian, dan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, kebutuhan teknologi komputer sangat dibutuhkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, kebutuhan teknologi komputer sangat dibutuhkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada era globalisasi ini, kebutuhan teknologi komputer sangat dibutuhkan oleh manusia. Hal ini berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan, yang biasanya selalu dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tadut merupakan salah satu nama kesenian etnik Besemah yang berupa sastra tutur/ sastra lisan yang isinya pengajaran agama Islam di daerah provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan fakta dan data yang ditemukan di lapangan serta kajian

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan fakta dan data yang ditemukan di lapangan serta kajian BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan fakta dan data yang ditemukan di lapangan serta kajian terhadap komodifikasi kain tenun songket Bali di tengah perkembangan industri kreatif fesyen di Denpasar dengan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu diperhadapkan dengan berbagai keragaman, baik itu agama, sosial, ekonomi dan budaya. Jika diruntut maka banyak sekali keragaman yang

Lebih terperinci

Contoh lukisan daerah Bali. Contoh lukisan daerah kalimatan

Contoh lukisan daerah Bali. Contoh lukisan daerah kalimatan Seni Rupa Murni Daerah Seni Rupa Murni Daerah adalah Gagasan manusia yang berisi nilai nilai budaya daerah tertentu yang diekspresikan melalui pola kelakuan tertentu dengan media titik, garis, bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman suku bangsa di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat - istiadat dan kepercayaan pada setiap suku bangsa. Tentunya dengan adanya adatistiadat tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan budaya. Hal ini menyebabkan daerah yang satu dengan daerah yang lain memiliki kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat. Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 163) yakni,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat. Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 163) yakni, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat dikatakan masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat yang berkembang sesuai dengan lingkungannya. Karya

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat yang berkembang sesuai dengan lingkungannya. Karya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang disebut karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Desa Cangkuang terletak diantara kota Bandung dan Garut. Di desa ini terdapat sebuah kampung yang bernama Kampung Pulo. Di kampung ini juga terdapat sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri.

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri atas berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Salah satunya adalah etnis Batak. Etnis

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam penelitan ini maka dibuat kesimpulan dari fokus kajian mengenai, perubahan ruang hunian, gaya hidup dan gender,

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan. 1) Gambaran umum tentang orang Tionghoa yang ada di Indonesia.

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan. 1) Gambaran umum tentang orang Tionghoa yang ada di Indonesia. BAB I Pendahuluan 1.1 Latar belakang permasalahan 1) Gambaran umum tentang orang Tionghoa yang ada di Indonesia. Orang-orang Tionghoa asli sudah datang ke pulau Jawa jauh sebelum kedatangan orang Barat.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan kesatuan hidup

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan kesatuan hidup 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kehidupan Masyarakat Istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan kesatuan hidup manusia, baik dalam tulisan ilmiah maupun bahasa sehari-hari adalah masyarakat.

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah Negara yang kaya akan kebudayaan yang tersebar dari Sabang sampai Marauke. Berbagai macam suku, ras adat istiadat mengenai ragam budaya Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku. bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan (dalam Soekanto 2001:21)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku. bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan (dalam Soekanto 2001:21) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku bangsa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan telah ada sejak ratusan bahkan ribuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan Orang Kristen memiliki tugas dan panggilan pelayanan dalam hidupnya di dunia. Tugas dan panggilan pelayanannya yaitu untuk memberitakan Firman Allah kepada dunia ini.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia dikenal dengan keberagaman tradisinya, dari

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia dikenal dengan keberagaman tradisinya, dari BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia dikenal dengan keberagaman tradisinya, dari Sabang sampai Merauke terdapat suku dan ragam tradisi, seperti tradisi yang ada pada suku Jawa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang begitu unik. Keunikan negara ini tercermin pada setiap dimensi kehidupan masyarakatnya. Negara kepulauan yang terbentang dari

Lebih terperinci

D. Dinamika Kependudukan Indonesia

D. Dinamika Kependudukan Indonesia D. Dinamika Kependudukan Indonesia Indonesia adalah negara kepulauan dengan potensi sumber daya manusia yang sangat besar. Jumlah penduduk yang tinggal di Indonesia mencapai 256 juta jiwa (Worl Population

Lebih terperinci

MATEMATIKA PADA GAPURA BALI

MATEMATIKA PADA GAPURA BALI MATEMATIKA PADA GAPURA BALI Brigita Florensia Rusmiyati Uba Ina 1), Riris Ayu Panuntun 2), Winarko Atmojo 3) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma 1 email: gitaflorensia23@gmail.com

Lebih terperinci

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sumedang memang dikenal memiliki beraneka ragam kesenian tradisional berupa seni pertunjukan yang biasa dilaksanakan dalam upacara adat daerah, upacara selamatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, hilangnya nilai-nilai budaya dan kearifan lokal menjadi isu yang ramai dibicarakan oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam upaya ini pemerintah berupaya mencerdaskan anak bangsa melalui proses pendidikan di jalur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Indonesia merupakan negara di dunia ini yang memiliki ragam budaya

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Indonesia merupakan negara di dunia ini yang memiliki ragam budaya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidup adalah sebuah karunia sang Ilahi dimana didalam hidup ini banyak hal-hal yang dapat menambah gairah untuk hidup, salah satunya adalah seni dan budaya. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berlatar belakang sejarah Kota Sumedang dan wilayah Sumedang, yang berawal dari kerajaan Sumedang Larang yang didirikan oleh Praburesi Tajimalela (kurang lebih

Lebih terperinci