BAB II TINJAUAN PUSTAKA. genetik paling unggul di Indonesia dan digemari oleh peternak sebagai penghasil

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. genetik paling unggul di Indonesia dan digemari oleh peternak sebagai penghasil"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kambing Peranakan Etawa Kambing peranakan etawa (PE) merupakan ternak yang mempunyai genetik paling unggul di Indonesia dan digemari oleh peternak sebagai penghasil susu, daging dan anak lebih dari satu ekor pada setiap kelahirannya (Syukur dan Suharno, 2014). Air susu yang dihasilkan merupakan hasil dari kambing yang sangat berguna baik untuk manusia maupun untuk anak kambing itu sendiri yang dihasilkan oleh induknya. Kasus mastitis atau radang amabing ini sangat mengganggu dan menurunkan hasil produksi air susu pada kambing PE ini (Purnomo, et al., 2006). 2.2 Mastitis Mastitis berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata yaitu "mastos" yang berarti kelenjar ambing dan "itis" yang berarti radang. Menurut Subronto, (2001) penyakit mastits atau dikenal dengan radang ambing yang merupakan infeksi dari bakteri. Dilihat dari penyakitnya, mastits ini terjadi secara akut, sub akut, maupun kronis. Kejadian mastitis secara laboratoris biasanya disebabkan karena peninggkatan jumlah sel somatik dalam air susu, sehingga mempengaruhi air susu secara fisik dalam susunannya tanpa ada perubahan patologis atau pada kelenjarnya. 5

2 6 Pada kejadian mastitis yang bersifat akut dapat diketahui seperti pembenggkaan pada ambing, ambing terasa hangat saat diraba, warna kemerahan dan terganggunya fungsi. Struktur air susunya sendiri berubah seperti air susu pecah, bercampur endapan, adanya jonjot fibrin, akumulasi fibrin dan gumpalan protein. Sedangkan pada kejadian yang sub akut gejalanya masih ringan dibandingkan dengan kejadian akut, kambing masih punya nafsu makan, suhu dalam batas normal. Mastitis yang bersifat kronis, merupakan infeksi yang sudah terjadi sangat lama dari satu periode laktasi pertama sampai periode laktasi berikutnya, dan proses kronis ini berakhir dengan atropinya kelenjar mamae (Rahayu, 2009). Kejadian mastitis disebabkan banyak faktor seperti pemerahan yang tidak higienis oleh pemerah, air yang digunakan mengandung atau terpapar oleh bakteri penyebab masitits, kain lap yang mengandung bakteri serta bakteri makanan paling senang tumbuh dalam lingkungan yang banyak mengandung protein guna dalam pertumbuhan bakteri (Suwito dan Julianto 2013). 2.3 Bakteri Penyebab Mastitis Staphylococcus sp Staphylococcus sp adalah bakteri Gram positif, bentuk kokus, diameter sekitar 1µm, tidak motil, fakultatif anaerob, berpasangan, bergerombol, berantai satu, tidak membentuk spora, tidak berkapsul, dan oksidasi-negatif. Dari jenis Staphylococcus sp yang paling tinggi prosentasenya dalam kejadian mastitis pada kambing PE adalah Sel bakteri Staphylococcus aureus berbentuk bulat dengan diameter sekitar 1µm dan dan terususn dalam kelompok tidak beraturan.

3 7 Koagulase dihasilkan oleh bakteri ini yang dimana protein yang dapat menggumpalkan plasma darah yang diberikan oksalat atau sitrat yang didalamnya berkerja dengan serum darah. Bakteri Staphylococcus sp memproduksi koagulase berpotensi menjadi pathogen invasive. Staphylococcus aureus mempunyai beberapa tipe virulensi dalam patogenesisnya yaitu: tipe gen permukaan, enzim degradasi, enterotoksin, leukosisdin, dan haemolisin. Antigen permukaan ini memegang peran penting dalam proses penempelan antara Staphylococcus aureus pada epitel kelenjar mammae dan pemebentukan biofibrin dalam barrier proteksi. Enzim degadrasi Staphylococcus aureus ada beberapa jenis: toksin eksfoliatif (eta), toksin eksfoliatif B (etb), toksin eksfoliatif D (etd), serine protease (SpIA) dan serine V8 protease. Virulensi tipe ini berperan dalam invansi bakteri dalam sel epitel (Cowan dan Constance, 1954). Enterotoksin merupakan hal yang sangat penting dalam food borne disease dan berdasarkan reaksi serologi enterotoksin. Enterotoksin bersifat tahan pada suhu 110ºC selama 30 menit dan dalam jumlah colony forming unit (cfu)/ml berpotensi menghasilkan toksin dengan konsentrasi 1µg. Toxic shock syndrome toxin-1 merupakan protein dengan ikatan peptida tunggal yang bersifat isoelektrik dan merupakan penghasil pyrogenic eksotoksin yang paling besar selain dari Streptococcus. Mastitis yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus penghasil Toxic shock syndrome toxin-1 dapat menyebabkan demam, tekanan darah menurun, pembesaran dari berbagai organ dan kematian (Oliveira, et al., 2011).

4 8 Staphylococcus aureus memiliki kemampuan menghasilkan faktor virulensi hemolisin. Hemolisin dihasilkan saat Staphylococcus aureus berkoloni dan bersifat menghemolisis sel darah merah. Produksi hemolisin dapat diketahui dengan menanam bakteri tersebut dalam media agar darah. Hemolisin terbentuk apabila di sekitar koloni Staphylococcus aureus terlihat zona terang atau terjadi hemolisis dari sel darah merah. Tipe hemolitik yang dihasilkan dari Staphylococcus aureus ada empat macam yaitu α, ß, γ dan δ. Hemolisin yang penting patogenesis Staphylococcus aureus adalah tipe α dan ß. Tipe hemolisin α diproduksi sekitar 20-50%, sedangkan ß toksin sekitar % (Dinges, et al., 2002) Streptococcus sp Streptococcus sp adalah bakteri yang dapat menginfeksi spesies hewan seperti kejadian mastitis, polyarthritis, dan meningitis. Merupakan bakteri Gram positif, coccus, dengan diameter 1µm dengan rantai panjang yang berbeda. Spesies Streptococcus yang bersifat catalase-negatif, fakultatif anaerob, tidak motil. Dari isolasi yang didapat ada beberapa spesies Streptococcus yaitu: Streptococcus agalactiae, Streptococcus dysgalactiae dan Streptococcus uberis adalah pathogen utama yang menyebabkan kejadian mastitis. Streptococcus agalactiae yang berkolonisasi disaluran susu dan menghasilkan infeksi persisten dengan kejadian intermiten mastitis akut. Streptococcus dysgalactiae, yang ditemukan di alat kelamin dan kulit kelenjar susu yang menyebabkan mastitis akut.

5 9 Streptococcus uberis yang sebagai flora normal kulit, mukosa vagina merupakan penyebab utama dari kejadian mastitis klinis tanpa adanya tanda yang sistemik (Quin, et al., 2002) Mycoplasma sp Mycoplasma merupakan mikroorganisme dari kelas Mollicutes dimana kebanyakan dari genus ini merupakan pathogen pada hewan. Mycoplasma merupakan sel prokariotik, bersifat pleomorfik, berbentuk bola, berdiameter 0,3-0,9 µm, merupakan Gram positif dan anaerob. Mycoplasma rentan terhadap pemanasan, pengeringan, deterjen, dan desinfektan namun bakteri ini mampu bertahan terhadap antibiotik penisilin yang menggangu pertumbuhannya. Bakteri ini menempel sel inangnya dalam pembentukan toxin yang penting dalam patogenesisnya dengan gejala eksudat purulent yang berada di kelenjar sehingga mengakibatkan degenerasi epitel alveolar sehingga terjadi hyperplasia epitel dan atrofi pada tahap akhir penyakit mastitis (Quin, et al., 2002) Escherichia coli Escherichia coli (E. coli) merupakan Gram negatif, berbentuk batang pendek, tidak bersepora dan dapat tumbuh dalam suasana aerob sampai fakultatif anaerob dengan suhu optimum 37 ºC sampai rentan suhu ºC. Pada media EMBA mempunyai ciri-ciri koloni kecil bulat, tepi rata, warna hijau metalik. E. coli merupakan flora normal dalam saluran pencernaan manusia dan hewan. Bakteri ini dapat menimbulkan pneumonia, endokarditis, infeksi pada luka dan abses pada berbagai organ (Jawetz, et al., 1982).

6 Resistensi Bakteri Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus dapat menyebabkan infeksi yang luas, seperti infeksi kulit dan jaringan lunak, pneumonia, bakteremia, dan infeksi metastasis, seperti bakteriuria, endokarditis, osteomyelitis, dan meningitis. faktor-faktor virulensi yang ada pada Staphylococcus aureus berhubungan dengan patogenesis dari berbagai infeksi tersebut. Faktor virulensi itu adalah surface protein dan secreted protein. Surface protein berperan untuk adhesi pada matriks ekstraseluler (adhesin) dan pertahanan dari sistem imun inang, sedangkan secreted protein berperan untuk menyerang sel inang. Adhesi disebut juga dengan microbial surface components recognizing adhesive matrix molecules (MRCRAMMS) yang berikatan dengan matriks yang berada di jaringan sel inang. Infeksi Staphylococcus aureus sangat berbahaya karena bakteri ini telah resisten terhadap beberapa golongan antibiotik. Penisilin yang merupakan tatalaksana yang pertama kali ditemukan untuk infeksi Staphylococcus aureus telah mengalami resistensi sejak Selanjutnya, berbagai galur resisten telah ditemukan, diantaranya Methicilin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA), dan vancomycin-resistant Staphylococcus aureus (VRSA). Secara umum, MRSA telah resisten terhadap semua antibiotik golongan betalaktam (Harris, et al., 2002). Selain itu, MRSA nasokomial juga dapat menyebabkan resistensi pada golongan antibiotik lainnya, seperti makrolida, aminoglikosida, dan quinolone, VRSA menyebabkan resistensi terhadap vankomisin yang merupakan drug of

7 11 choice infeksi akibat MRSA. Kasus VRSA pertama kali ditemukan di Jepang pada pasien post operative wound infection yang mendapatkan terapi vankomisin dalam waktu yang lama (Hiramitsu dan Keiichi, 2001) Escherichia coli Pola resistensi yang ada pada E. coli terletak pada faktor genetik yang mulanya peka dan membawa gen sehingga resistensi terhadap antibiotik. Resistensi genetik yang kromosonal, yaitu hasil mutasi spontan pada lokus yang mengontrol terhadap kepekaan antibiotik dan resistensi ekstrakromososm yang menjadi faktor resistensi dari bakteri ke bakteri yang lainnya melalui konjugasi. Adanya faktor resistensi ini menjadikan enzim pada antibiotik sehingga inaktif dan menurunkan kemampuan ikatan antibiotik terhadap bakteri (Primadona, 2008). Menurut Jawetz dkk (1982), resistensi bakteri E.ncoli ini membentuk selaput sel yang menghambat penembusan kedalam dinding sel oleh antibiotik. Didalam dinding sel antibiotik akan diinaktifasi dengan enzim hidrolitik yang dihasilkan bakteri agar terhindar dari zat perusak yang ditimbulkan oleh antibitik Streptococcus sp Pada penelitian yang dilakukan Jain dkk (2012), deteksi PCR terhadap Streptococcus mempunyai pola resistensi terhadap antibotk tetrasiklin yaitu gen teto. Gen ini merupakan antagonis untuk antibiotik golongan tetrasiklin. Resistensi tetrasiklin merupakan pola resistensi Streptococcus pada gen macrolide dan gen primernya adalah tetm, teto, erma, ermb, ermc, ermtr, dan mefa.

8 12 Pengkodean resistensi tetrasiklin pada gen tetm dan teto serta pengklasifikasian gen isolasi yang resisten atau intermediet terhadap eritomisin oleh bakteri Streptococcus (Dogan, et al., 2005) Mycoplasma sp Mycoplasma merupakan mikroorganisme yang hidup secara bebas dengan diameter 300 nm. Bakteri ini dilapisi dengan tiga lapis membran yang tidak terdapat pada bakteri jenis konvensional yang lain. Pola resistensi yang ada pada Mycoplasma ini adalah gen bawaan yang mana resisten terhadap beberapa antibiotik misalnya rifamisin, tetrasiklin, eritromisin. Antibotik tersebut merupakan bakterisidal terhadap Mycoplasma. Terlepas dari hal tersebut, sifat resistensi yang ditimbulkan adalah mutasi gen atau resistensi gen bawaan. Pada antibiotik tetrasiklin ini Mycoplasma mempunyai gen bawaan untuk menghindari dari bakterisidal dengan gen tetm. Pola resistensi juga dipengaruhi oleh sumber pertumbuhan Mycoplasma dan yang mempunyai imuno defisiensi terhadap antibiotik (Robinson and Christiane, 1997). 2.5 Antibiotik Antibiotik merupakan kelompok zat antibakteri yang diproduksi suatu mikroorganisme tertentu. Antibiotik dapat menghambat mikroorganisme yang sesuai dengan konsentrasi tertentu. Adapun kerja antibiotik ada dua yaitu: antibiotik bersifat bakteriostastik yang sifatnya menghambat dan antibiotik bersifat bakteriosidal yang sifatnya membunuh bakteri (Schunack, et al., 1990).

9 13 Ganiswarna dkk (1995), menyatakan bahwa ada lima mekanisme kerja yang terdapat pada antibiotik dalam proses mengaggu dan menghambat pertumbuhan bakteri, antara lain: 1. Menganggu metabolism sel mikroba Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya. Sebagian mikroba dapat menggunakan asam folat yang ada disekelilingnya, sedangkan golongan yang lain harus mensintesisnya sendiri untuk kebutuhannya. Antibiotik seperti sulfonamid aktif mengganggu sintesis asam folat, apabila antibiotik tersebut mampu bersaing dengan PABA (para amino benzoid acid) yang dihasilkan oleh bakteri untuk disatukan dalam asam folat, maka akan terbentuk asam folat yang analog bersifat non fungsional, akibatnya kehidupan bakteri akan terganggu. Untuk dapat bekerja, asam folat harus dirubah menjadi bentuk akhirnya yaitu asam tetrahidrofolat dalam dua tahap. Pada tahap akhir, antibiotik seperti trimetropim dapat menghambat dihidrofolat reduktase sehingga asam dihidrofolat tidak dapat direduksi menjadi asam tetrahidrofolat yang fungsional (Snow, 1977). Jenis antibiotik yang digunakan dalam proses metabolism sel mikroba dimana prosesnya adalah di sistem PABA bakteri adalah: Sulfametasin dan Sulfametoksazol karena bakterisidal ini memblokade para aminobenzoic acid (PABA) didalam asam nukleat (Quinn, et al., 2002).

10 14 2. Menghambat sintesis dinding sel mikroba Dinding sel bakteri, secara kimia mengandung senyawa yaitu komplek polimer mukopeptida. Antibiotik yang menghambat reaksi dalam proses sintesis peptidoglikan seperti vankomisin, dimana antibiotik tidak mengikat PBP (Penicillin Binding Protein), tapi langsung mengikat ujung peptida d- alanin pada prekursor peptidoglikan sehingga menghambat reaksi transpeptidase. Reaksi ini menunjukan terjadinya perubahan tekanan osmotis dalam sel bakteri lebih tinggi dari pada di luar sel. Hal ini menyebabkan kerusakan dinding sel atau terjadi lisis pada sel terutama pada bakteri yang peka (Snow, 1977). Contoh antibiotik yang berperan dalam proses menghambat sintesis dinding sel mikroba adalah: antibiotik ß-Lactam Penisilin, Cepalosporin, dan Vankomisin. Antibiotik ini berperan sebagai bakterisidal (Quin, et al., 2002). 3. Merusak membrane sel mikroba Dinding sel bakteri adalah lapisan membran sel lipoprotein yang mempunyai sifat permeabilitas selektif dan berfungsi mengontrol keluar masuknya substansi dari dan kedalam sel, serta memelihara tekanan osmotik internal. Selain itu membran sel juga berkaitan dengan replikasi dioxyribo nucleic acid (DNA) dan sintesis dinding sel. Beberapa antibiotik yang dikenal mempunyai mekanisme kerja mengganggu membran sel yaitu antibiotik peptida dan antibiotik polyene (Garrod et al., 1981).

11 15 Contoh antibiotik yang berperan dalam merusak membran sel mikroba adalah: golongan polipeptida polimisin dan kolistin, bersifat bakterisidal terhadap bakteri dalam waktu lambat (Quinn, et al., 2002). 4. Menghambat sintesis protein sel mikroba Untuk kehidupannya, sel bakteri perlu mensintesis berbagai bentuk protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom, yang bekerja sama dengan message ribonucleic acid (mrna) dan transfer ribonucleic acid (trna). Pada bakteri, ribosom terdiri dari dua sub unit, 30 Sved-berg dan 50 Sved-berg, untuk dapat berfungsi pada sintesis protein kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mrna menjadi ribosom 70 Sved-berg (Garrod, et al., 1981). Antibiotik mengikat diri pada salah satu komponen ribosom, menyebabkan salahnya pembacaan pada mrna oleh trna pada waktu sintesis protein. Akibatnya akan terbentuk protein yang abnormal dan tidak berfungsi terhadap sel bakteri. Contoh antibiotik yang berperan menghambat sintesis protein sel mikroba adalah : Nitroforantoin, Streptomisin, Neomisin, Oksitetrasiklin dan Doksisiklin. Antibiotik ini berperan dalam bakteri yang bersifat bakteriostatik dan antibiotik ini sering digunakan dilapangan (Quinn, et al., 2001). 5. Menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel bakteri Penghambatan sintesis protein dapat berlangsung di dalam ribosom. Berdasarkan koefisien sedimentasinya, ribosom dikelompokkan dalam 3 grup, yakni:

12 16 1) Ribosom 80s, terdapat pada sel eukariot. Partikel ini terdiri dari subunit 60s dan 40s. 2) Ribosom 70s, didapatkan pada sel prokariot dan eukariot. Partikel ini terdiri dari subunit 50s dan 30s. 3) Ribosom 55s, hanya terdapat pada mitokondria mamalia dan menyerupai ribosom bakteri baik fungsi maupun kepekaannya terhadap antibiotik (Snow, 1977). Dalam antibiotik yang digunakan dalam proses sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba adalah: Streptomisin, Neomisin, Oksitetrasikline, Dosisikline, Khlorampenikol, Kindamisin, Tilosin, Asam Nalidisik (Quinn, et al., 2002) Ampisilin Ampisislin adalah antibiotik golongan aminopenisilin yang bekerja spektrum luas dan bersifat bakteriosidal terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif. Bakteri-bakteri yang resisten terhadap antibiotik ampisilin diantaranya: Streptococcus, Cornybacterium, Fusiformis spp, E. coli, Shigella, Salmonella, Brucella dan Pasteurella. Antibiotik ampisilin ini digunakan dalam penanganan kasus bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Bentuk ampisilin adalah Kristal putih yang larut dalam air, namun antibiotik ini dapat diinaktivasi oleh bakteri penghasil penisilinase. Seperti golongan penisilin lainnya antibiotik ini bekerja menghambat sintesis dinding sel dan menyerang peptidoglikan bakteri (Brander, 1991).

13 Oksitetrasiklin Oksitetrasiklin termasuk golongan tetrasiklin yang merupakan anti mikroba yang kerjanya menghambat sintesi protein. Antibiotik ini menghasilkan bakteriosidal pada proses sintesis protein di ribososm pada mikroorganisme. Masuknya dalam ribosom mikroorganisme akan berikatan dengan ribososm 30S dan menghalangi asam amino mikroorganisme. Golongan tetrasiklin merupakan antibiotik berspektrum luas yang bekerja paa bakteri Gram positif dan Gram negatif, sehingga penggunaanya untuk mengobati manifestasi infeksi bakteri yang menyerang saluran pencernaan seperti bakteri E. coli. Resistensi dapat terjadi apabila didalam ribososm subunit 30S gagal dalam pengikatan oleh antibiotik sehingga sintesis bakteri berlangsung (Pratiwi, 2008) Sulfametoksazole Sulfametosazol merupakan golongan sulfonamide yang mempunyai sifat bakteriostastik pada bakteri Gram positif dan Gram negatif. Antibiotik golongan ini kebanyakan diberikan secara oral, melalui sistem pencernaan didistribusikan keseluruh tubuh. Cara kerja dari golongan obat ini yaitu menghambat sintesis asam fola bakterit melalui hambatan kompetitif pada dihidropteroatsintetase (antagonimus folat). Resistensi terhadap golongan ini disebabkan mutasi dari sistem pengkodean gen yang melakukan metabolisme asam tetrahidrofolat. Asam tetrahidrofolat berubah normal dan tidak dihambat oleh sulfananmid dan trimetropin (Pratiwi, 2008).

14 Kerangka Konsep Mastitis atau yang dikenal dengan radang pada ambing merupakan salah satu penyakit yang sering dihadapi peternak dalam pengembangan ternak kambing PE. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri yang merugikan peternak kambing PE terutama yang menghasilkan susu dan anak (Swart, et al., 1984). Penelitian yang dilakukan Suwito dan Julianto, (2013) menyebutkan bahwa jenis bakteri yang telah diketahui sebagai agen penyebab penyakit mastitis meliputi: Streptococcus agalactiae, Streptococcus disgalactiae, Streptococcus uberis, Streptococcus zooepidemicus, Staphylococcus aureus, E. coli, Enterobacter aerogenees dan Pseudomonas aeroginosa. Sedangkan menurut Najeeb, et al., (2013) menyebutkan bahwa bakteri yang berhasil disolasi dari air susu kambing yang menderita mastitis yaitu : Staphylococcus aureus, E. coli, Streptococcus spp, Pseudomonas spp, Bacillus spp dan Corynebacterium sp. Dalam pengobatan mastitis dilapangan biasanya digunakan antibiotik. Antibiotik yang digunakan yaitu : Metisilin, Kanamisin, Klorampenikol dan Tetrasiklin yang menunjukan sensitif (S) terhadap bakteri Staphylococcus aureus (Sasindharan, et al., 2011). Fakhrurrazi dan Rasmidar (2009) menjelaskan bahwa antibiotik yang digunakan yaitu Oksitetrasiklin, Klindamisin, Vankomisin dan Metisilin bersifat sensitif (S) terhadap bakteri penyebab utama mastitis yaitu Staphylococcus aureus. Kejadian resistensi bakteri terhadap antibiotik diakibatkan karena pemaparan dari antibiotik, pemberian dosis yang tidak tepat, diagnosa yang kurang tepat, tidak tepatnya sasaran antibiotik terhadap bakteri (Satari, 2013).

15 19 Resistensi juga disebabkan oleh mutasi genetik oleh bakteri dan transfer genetik mikroba (Sjahrurachman, 2011). Pada kejadian mastitis antibiotik yang sudah menunjukan sifat resisitensi yaitu : Oksitetrasiklin, Ampisilin, Eritromisin, sedangkan Gentamisin menunjukan sifat intermediet (Purnomo, et al., 2006). Menurut Salasia, dkk (2005) antibiotik yang mengalami resisten yaitu Oksasiklin, Eritromisin, Tetrasiklin, Ampisilin serta Gentamisin. Uji kepekaan ini dilakukan untuk mengetahui pola kepekaan bakteribakteri penyebab mastitis terhadap antibiotik Ampisilin, Oksitetrasiklin dan Sulfametoksazol dan sebagai pemilihan antibiotik yang tepat dalam penanganannya. Antibiotik Ampisilin dilapangan merupakan obat kombinasi dengan antibiotik Streptomisin, Oksitetrasiklin merupakan antibiotik yang sering digunakan dalam kasus yang disebabkan oleh mikroba yang mempunyai spektrum luas terhadap Gram-positif, Gram-negatif sedangkan antibiotik Sulfametoksazol sering digunakan karena efektifitasnya yaitu menghabat sistem sintesis asam folat pada bakteri.

BAB I PENDAHULUAN. Kambing peranakan etawa (PE) merupakan salah satu ternak di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kambing peranakan etawa (PE) merupakan salah satu ternak di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing peranakan etawa (PE) merupakan salah satu ternak di Indonesia yang baik genetiknya, merupakan persilangan kambing etawa dan kambing lokal (Syukur dan Suharno,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sejumlah 205 sampel susu kuartir yang diambil dari 54 ekor sapi di 7 kandang peternakan rakyat KUNAK, Bogor, diidentifikasi 143 (69.76%) sampel positif mastitis subklinis (Winata 2011).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mikroorganisme ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mikroorganisme ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Flora Normal Rongga Mulut Rongga mulut merupakan pintu gerbang masuknya berbagai macam mikroorganisme ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan atau minuman.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah bisul, jerawat dan infeksi luka ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya, bakteri, virus, dan parasit. Dari ketiga faktor tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyuwangi secara astronomis terletak di antara

BAB I PENDAHULUAN. Banyuwangi secara astronomis terletak di antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyuwangi secara astronomis terletak di antara 113 53 00 114 38 00 Bujur Timur dan 7 43 00 8 46 00 Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Banyuwangi yang mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan peristiwa masuknya mikroorganisme ke suatu bagian di dalam tubuh yang secara normal dalam keadaan steril (Daniela, 2010). Infeksi dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia didefinisikan sebagai keberadaan kuman dalam darah yang dapat berkembang menjadi sepsis. Bakteremia seringkali menandakan penyakit yang mengancam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Abiansemal adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Badung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Abiansemal adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Badung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Geografis Kecamatan Abiansemal adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Badung Utara, berbatasan dengan Kecamatan Petang disebelah Utara, Kabupaten Gianyar disebelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Antibiotika di Peternakan Antibiotika adalah senyawa dengan berat molekul rendah yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagian besar antibiotika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan yang utama di negara berkembang (Setyati dkk., 2012). Pneumonia dapat terjadi sepanjang

Lebih terperinci

Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif, tidak bergerak ditemukan satu-satu, berpasangan, berantai pendek atau bergerombol, tidak membentuk spora, tidak berkapsul, dan dinding

Lebih terperinci

PATOGENISITAS MIKROORGANISME

PATOGENISITAS MIKROORGANISME PATOGENISITAS MIKROORGANISME PENDAHULUAN Pada dasarnya dari seluruh m.o yg terdapat di alam, hanya sebagian kecil saja yg patogen maupun potensial patogen. Patogen adalah organisme yg menyebabkan penyakit

Lebih terperinci

2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya.

2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya. 2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya. Kompleks zat iodin terperangkap antara dinding sel dan membran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyebab tingginya angka kematian di Indonesia maupun di dunia adalah penyakit infeksi (Priyanto, 2009). Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran cerna merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di seluruh dunia, terutama pada anak-anak (Nester et al, 2007). Infeksi saluran cerna dengan

Lebih terperinci

membunuh menghambat pertumbuhan

membunuh menghambat pertumbuhan Pengertian Macam-macam obat antibiotika Cara kerja / khasiat antibiotika Indikasi dan kontraindikasi Dosis yang digunakan Efek samping dan cara mengatasinya Obat Antibiotika - 2 Zat kimia yang secara alami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Natrium Hipoklorit Sterilisasi merupakan suatu cara untuk menanggulangi transmisi penularan infeksi bakteri patogen dari alat kesehatan ke manusia. Alat kesehatan yang perlu

Lebih terperinci

ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA

ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA 1 AMINOGLIKOSIDA 2 AMINOGLIKOSIDA Mekanisme Kerja Ikatan bersifat ireversibel bakterisidal Aminoglikosida menghambat sintesi protein dengan cara: 1. berikatan dengan subunit 30s

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah utama dalam bidang ilmu kedokteran saat ini terkait erat dengan kejadian-kejadian infeksi. Hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya data-data yang memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercemar kapan dan dimana saja sepanjang penanganannya tidak memperhatikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercemar kapan dan dimana saja sepanjang penanganannya tidak memperhatikan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakteri Patogen dalam Susu Susu merupakan media pertumbuhan yang sangat baik bagi bakteri dan dapat menjadi sarana potensial bagi penyebaran bakteri patogen yang mudah tercemar

Lebih terperinci

ANTIBAKTERIA DAN ANTIFUNGI. Irfan M. Setiawan, M.Sc., Apt

ANTIBAKTERIA DAN ANTIFUNGI. Irfan M. Setiawan, M.Sc., Apt ANTIBAKTERIA DAN ANTIFUNGI Irfan M. Setiawan, M.Sc., Apt 1. ANTIBAKTERIA Alexander Flemming (1881-1955) Penicillin ANTIBAKTERIA Bakteri memasuki tubuh penetrasi ke jaringan tubuh terjadi infeksi Sistem

Lebih terperinci

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan 1. Antibiotik Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi merupakan penyakit dan masalah kesehatan utama di berbagai negara termasuk Indonesia. Penularan infeksi dapat terjadi dari satu orang ke orang lain atau dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Salah satu hewan penghasil susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Salah satu hewan penghasil susu 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Kambing Susu merupakan bahan pangan alami yang mempunyai nutrisi sangat lengkap dan dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Salah satu hewan penghasil susu adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tersusun seperti buah anggur. Dikenal dua spesies Staphylococcus, yaitu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tersusun seperti buah anggur. Dikenal dua spesies Staphylococcus, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Staphylococcus adalah bakteri gram negatif yang berbentuk bulat tersusun seperti buah anggur. Dikenal dua spesies Staphylococcus, yaitu S. aureus dan S.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. infeksi dan juga merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri S. aureus juga

BAB I PENDAHULUAN. infeksi dan juga merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri S. aureus juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang S.aureus merupakan salah satu bakteri yang dapat menyebabkan penyakit infeksi dan juga merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri S. aureus juga merupakan flora

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Antibiotika 1. Definisi Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh jamur dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagian tubuh manusia seperti kulit, mukosa mulut, saluran pencernaan, saluran ekskresi dan organ reproduksi dapat ditemukan populasi mikroorganisme, terutama bakteri.

Lebih terperinci

ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP Staphylococcus SKRIPSI

ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP Staphylococcus SKRIPSI ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP Staphylococcus aureus MULTIRESISTEN SKRIPSI Oleh: HAJAR NUR SANTI MULYONO K 100 060 207

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Infeksi merupakan masalah yang paling banyak dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Kasus infeksi disebabkan oleh bakteri atau mikroorganisme yang patogen, mikroba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi merupakan penyakit yang disebabkan ketika mikroorganisme masuk ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan orang meninggal bila dibiarkan. Penyakit ini menjadi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar yang terjadi tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Penyakit infeksi ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan masalah kesehatan utama di berbagai negara termasuk Indonesia. Penularan infeksi dapat terjadi dari satu orang ke orang lain atau dari hewan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Staphylococcus aureus (S.aureus) Divisi : Procaryotae Class : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Famili : Micrococcaceae Genus : Staphylococcus Spesies :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Tomat Tanaman tomat merupakan komoditas yang multiguna. Tidak hanya berfungsi sebagai sayuran dan buah saja, tomat juga sering dijadikan pelengkap bumbu, minuman

Lebih terperinci

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk Firman Jaya 2 Diartikan sebagai penambahan jumlah sel Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk 3 4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan non-bergerak bulat kecil berbentuk atau non-motil cocci. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dan non-bergerak bulat kecil berbentuk atau non-motil cocci. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Staphylococcus aureus adalah jenis bakteri. Ini Gram positif noda dan non-bergerak bulat kecil berbentuk atau non-motil cocci. Hal ini ditemukan dalam anggur seperti

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antimikroba Menurut Setiabudy (2011) antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit. Khususnya mikroba yang merugikan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan

BAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya strain bakteri yang resisten terhadap banyak antibiotik termasuk bakteri Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan

Lebih terperinci

Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis

Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-882262; 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) merupakan salah satu jenis tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. jika menembus permukaan kulit ke aliran darah (Otto, 2009). S. epidermidis

BAB I PENDAHULUAN UKDW. jika menembus permukaan kulit ke aliran darah (Otto, 2009). S. epidermidis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Staphylococcus epidermidis merupakan flora normal,bersifat komensal pada permukaan kulit dan membran mukosa saluran napas atas manusia. Bakteri ini diklasifikasikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Itik merupakan salah satu unggas penting yang diternakkan di Indonesia. Ternak ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dengan produk yang dihasilkannya. Produk yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Infeksi Nosokomial Rumah sakit adalah tempat berkumpulnya orang sakit dan orang sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut menyebabkan rumah sakit berpeluang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak beraturan yang terdapat garis tengah dengan ukuran 1μm. Staphylococcus sp. tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak beraturan yang terdapat garis tengah dengan ukuran 1μm. Staphylococcus sp. tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Staphylococcus sp Bakteri ini bersifat Grampositif yang berbentuk kokus dan tersusun dalam rangkaian tidak beraturan yang terdapat garis tengah dengan ukuran 1μm. Staphylococcus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan masalah yang paling banyak dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Kasus infeksi disebabkan oleh bakteri atau mikroorganisme patogen yang masuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif pada pengecatan gram

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif pada pengecatan gram BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Staphylococcus aureus 1.1. Morfologi Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif pada pengecatan gram terlihat bentuk kokus ukurannya 0.8-1.0 mm dengan diameter 0.7-0.9

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kambing Peranakan Etawa (PE) Kambing merupakan bagian penting dari sistem usaha tani bagi sebagian petani di Indonesia, bahkan di beberapa negara Asia, dan tersebar luas di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah yang bersifat akut, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. konsentrasi tertentu mempunyai kemampuan menghambat atau membunuh

TINJAUAN PUSTAKA. konsentrasi tertentu mempunyai kemampuan menghambat atau membunuh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik Antibiotik adalah bahan kimia yang dihasilkan oleh mikroba yang dalam konsentrasi tertentu mempunyai kemampuan menghambat atau membunuh mikroba lain. Pada perkembangannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Staphylococcus merupakan suatu kuman berbentuk sferis yang tumbuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Staphylococcus merupakan suatu kuman berbentuk sferis yang tumbuh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureus 2.1.1 Sifat Staphylococcus aureus Staphylococcus merupakan suatu kuman berbentuk sferis yang tumbuh bergerombol seperti buah anggur dengan ukuran diameter

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang diduga memiliki khasiat sebagai antioksidan, antibakteri dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini banyak dikembangkan penelitian tentang mikroorganisme penghasil antibiotik, salah satunya dari Actinomycetes. Actinomycetes berhabitat di dalam tanah

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Penyakit infeksi merupakan masalah di Indonesia. Salah satu penanganannya adalah dengan antibiotik.

Bab I Pendahuluan. Penyakit infeksi merupakan masalah di Indonesia. Salah satu penanganannya adalah dengan antibiotik. Bab I Pendahuluan a. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan masalah di Indonesia. Salah satu penanganannya adalah dengan antibiotik. Dengan semakin luasnya penggunaan antibiotik ini, timbul masalah

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Yoghurt merupakan minuman yang dibuat dari susu sapi dengan cara fermentasi oleh mikroorganisme. Yoghurt telah dikenal selama ribuan tahun dan menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah. mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah. mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Antibiotik Antibiotik adalah suatu substansi kimia yang diperoleh atau dibentuk oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daging bagi masyarakat (BSN, 2008). Daging sapi sebagai protein hewani adalah

BAB I PENDAHULUAN. daging bagi masyarakat (BSN, 2008). Daging sapi sebagai protein hewani adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Bali merupakan salah satu dari beberapa bangsa sapi potong asli Indonesia yang memegang peranan cukup penting dalam penyediaan kebutuhan daging bagi masyarakat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok II. TINJAUAN PUSTAKA A. Usus Itik Semua saluran pencernaan hewan dapat disebut sebagai tabung dari mulut sampai anus, yang memiliki fungsi untuk mencerna, mengabsorbsi, dan mengeluarkan sisa makanan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu Susu adalah sekresi yang dihasilkan oleh mammae atau ambing hewan mamalia termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan sejak lahir (Lukman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam saluran pencernaan unggas khususnya sekum dan tembolok, terdapat populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri tersebut umumnya bersifat fermentatif.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi susu dipengaruhi beberapa faktor utama yang salah satunya adalah penyakit. Penyakit pada sapi perah yang masih menjadi ancaman para peternak adalah penyakit mastitis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan mikroorganisme. Pada umumnya mikroorganisme yang patogen bersifat merugikan karena dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe I yang dipicu oleh alergen tertentu.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. akar gigi melalui suatu reaksi kimia oleh bakteri (Fouad, 2009), dimulai dari

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. akar gigi melalui suatu reaksi kimia oleh bakteri (Fouad, 2009), dimulai dari I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Infeksi saluran akar adalah suatu penyakit yang disebabkan salah satunya oleh bakteri yang menginfeksi saluran akar. Proses terjadinya kerusakan saluran akar gigi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dialami oleh siapa saja dan dapat terjadi dimana saja baik dirumah, tempat

I. PENDAHULUAN. dialami oleh siapa saja dan dapat terjadi dimana saja baik dirumah, tempat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter, biaya yang dibutuhkan juga cukup mahal untuk penanganannya. Luka bakar dapat dialami oleh siapa saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan keadaan masuknya mikroorganisme kedalam jaringan tubuh, berkembang biak dan menimbulkan penyakit (Hartati, 2012). Mikroorganisme penyebab

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Titanium Dioksida (TiO 2 ) Titanium merupakan salah satu unsur logam transisi golongan IV B, berbentuk padat yang berwarna putih keperakan. Titanium murni dapat larut dalam larutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup. Umumnya bakteri hidup secara berkoloni dan hidup. berkumpul di dalam suatu medium yang sama (Zaif, 2006).

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup. Umumnya bakteri hidup secara berkoloni dan hidup. berkumpul di dalam suatu medium yang sama (Zaif, 2006). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri merupakan mikroorganisme yang hidup di air, udara, tanah dan makhluk hidup. Umumnya bakteri hidup secara berkoloni dan hidup berkumpul di dalam suatu medium yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotika 2.1.1 Definisi Antibiotika Antibiotika adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang pertanian, kesehatan, dan industri. Umumnya pengetahuan masyarakat

Lebih terperinci

o Archaebacteria o Eubacteria

o Archaebacteria o Eubacteria o Archaebacteria o Eubacteria Tujuan Pembelajaran: Menjelaskan tentang monera... Ciri umum Golongan Peranan CIRI UMUM MONERA Nukleus :Prokariotik Sel : Monoseluler Reproduksi:Pembelahan sel Bakteri: pembelahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang sejarah manusia, jutaan orang dilaporkan meninggal dunia akibat infeksi bakteri. Infeksi dapat menular dari satu orang ke orang lain atau dari hewan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Porphyridium cruentum

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Porphyridium cruentum 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Porphyridium cruentum Porphyridium cruentum adalah mikroalga merah bersel satu yang termasuk kelas Rhodophyceae, hidup bebas atau berkoloni yang terikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Glukosa adalah monosakarida yang berperan sebagai sumber karbon pada media pertumbuhan mikrobia, yang juga merupakan salah satu produk pertanian yang murah dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi I. PENDAHULUAN Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri patogen oportunistik penting yang menyebabkan infeksi nosokomial terutama pada pasien yang mengalami penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan Ayam yang Diinfeksi C. jejuni Asal Kudus dan Demak Bobot badan merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Bobot badan ayam yang diinfeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Nigeria sering menggunakan kombinasi obat herbal karena dipercaya

BAB I PENDAHULUAN. dan Nigeria sering menggunakan kombinasi obat herbal karena dipercaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prinsip pengobatan kombinasi terhadap suatu penyakit telah lama dikembangkan dalam pengobatan kuno. Masyarakat Afrika Barat seperti Ghana dan Nigeria sering menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu. memproduksi endotoksin. Habitat alaminya adalah tanah, air dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu. memproduksi endotoksin. Habitat alaminya adalah tanah, air dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristika stafilokokus Bakteri ini merupakan flora normal pada kulit dan saluran pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu memproduksi endotoksin. Habitat alaminya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang

BAB I PENDAHULUAN. antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tonsil merupakan organ tubuh yang berfungsi mencegah masuknya antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang masuk akan dihancurkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klebsiella pneumonia Taksonomi dari Klebsiella pneumonia : Domain Phylum Class Ordo Family Genus : Bacteria : Proteobacteria : Gamma Proteobacteria : Enterobacteriales : Enterobacteriaceae

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses masuknya mikroba ke dalam tubuh manusia sehingga sistem pertahanan tubuh dapat ditembus yang mengakibatkan bakteri dapat berkembang biak didalamnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Berdasarkan tipe fermentasi, bakteri asam laktat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah jenis

BAB I PENDAHULUAN. Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah jenis Staphylococcus aureus (S.aureus) yang resisten terhadap antibiotik metisilin. S.aureus dari famili Staphyloccocaceae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. anak ayam yang baru menetas yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. anak ayam yang baru menetas yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi yolk sac merupakan suatu penyakit yang umum ditemukan pada anak ayam yang baru menetas yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri. Infeksi yolk sac dapat ditemukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diawali dengan pemeriksaan karakteristik morfologi dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan adalah BAL indigenous

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi tidak hanya menjadi masalah kesehatan bagi Indonesia bahkan di dunia. Pengobatan infeksi erat hubungannya dengan penggunaan antibiotika. Penggunaan antibiotika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan, minuman dan obat-obatan yang beredar dalam kemasan di masyarakat dewasa ini menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan. Bahan pengawet (preservative),

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Pemisahan senyawa total flavanon 4.1.1.1 Senyawa GR-8 a) Senyawa yang diperoleh berupa padatan yang berwama kekuningan sebanyak 87,7 mg b) Titik leleh: 198-200

Lebih terperinci

I. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah 1. untuk mengetahui potensi suatu antibiotika yang digunakan untuk membunuh mikroba 2.

I. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah 1. untuk mengetahui potensi suatu antibiotika yang digunakan untuk membunuh mikroba 2. I. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah 1. untuk mengetahui potensi suatu antibiotika yang digunakan untuk membunuh mikroba 2. untuk mengetahui cara-cara pengukuran dalam penentuan potensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan menghadap ke depan, termasuk jenis kambing berukuran besar. Kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan menghadap ke depan, termasuk jenis kambing berukuran besar. Kambing 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Saanen Kambing Saanen merupakan salah satu rumpun kambing perah unggul dunia. Kambing ini berasal dari lembah Saanen di Swiss (Eropa) dan saat ini sudah menyebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan keadaan masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh, yang kemudian berkembang biak dan menimbulkan penyakit (Bambang, 2001). Mikroorganisme terdiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab paling utama tingginya angka kesakitan (mordibity) dan angka kematian (mortality) terutama pada negaranegara berkembang seperti halnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Mastitis Subklinis

TINJAUAN PUSTAKA Mastitis Subklinis TINJAUAN PUSTAKA Mastitis Subklinis Mastitis adalah peradangan jaringan internal ambing yang umum terjadi di peternakan sapi perah di seluruh dunia. Mikroorganisme disebut sebagai faktor utama penyebab

Lebih terperinci

II. RERAN DAN KARAKTERISTIK MIKROBIA YANG PENTING DALAM PANGAN

II. RERAN DAN KARAKTERISTIK MIKROBIA YANG PENTING DALAM PANGAN II. RERAN DAN KARAKTERISTIK MIKROBIA YANG PENTING DALAM PANGAN 2.1. KLASIFIKASI DAN NOMENCLATUR Klasifikasi Mikroorganisme dapat diklasifikasikan menurut berbagai kriteria Contoh : suhu optimum pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Mengkudu (Morinda citrifolia) merupakan tanaman khas Indonesia yang telah dimanfaatkan untuk berbagai pengobatan. Beberapa bagian tanaman tersebut telah mengalami pengujian

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya 1 BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 6.1. Subjek Penelitian Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya hambat Streptococcus mutans secara in vitro maka dilakukan penelitian pada plate

Lebih terperinci