TINJAUAN PUSTAKA Fasilitator

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Fasilitator"

Transkripsi

1 9 TINJAUAN PUSTAKA Fasilitator Fasilitator dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan salah satu kualifikasi tenaga pendidik selain guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur dan sebutan pendidik lainnya yang sesuai dengan kekhususannya. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Istilah fasilitator sebagai pendidik banyak digunakan dalam pendidikan non formal terutama pada kegiatan pelatihan baik yang diselenggarakan oleh lembaga diklat pemerintah maupun non pemerintah. Istilah fasilitator juga dikenal dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan ruang lingkup tugas yang berbeda dengan istilah fasilitator pelatihan yaitu sebagai tenaga pendamping. Pada penelitian ini fasilitator pelatihan yang dimaksud adalah fasilitator sebagai pendidik dalam kegiatan pelatihan yang selanjutnya disebut fasilitator pelatihan. Kata fasilitator berasal dari bahasa Latin facilis, yang artinya membantu, mempermudah (to facilitate = to make easy), membuatnya menjadi mudah, membebaskan kesulitan atau hambatan. Oleh karena itu, jika dikaitkan dengan kegiatan pelatihan, fasilitator pelatihan memiliki pengertian sebagai seorang yang membantu memberikan kemudahan kepada peserta pelatihan agar dapat terlibat penuh selama proses belajar di tempat pelatihan. Fasilitator pelatihan adalah orang yang mendapat tugas untuk melakukan fasilitasi dalam proses pembelajaran. Sebutan fasilitator pelatihan biasanya digunakan dalam proses pembelajaran orang dewasa, dan metoda yang dipakai dalam proses ini adalah metoda andragogi. Metoda ini dirancang mengacu pada pendidikan orang dewasa, suatu model pendidikan yang mengutamakan penggalian, pendalaman, pengembangan, pengejawantahan pengalaman dan potensi individu secara optimal. Tugas fasilitator pelatihan dalam sebuah proses pembelajaran orang dewasa hakekatnya

2 10 mengantarkan peserta didik untuk menemukan sendiri isi atau materi pelajaran yang ditawarkan atau yang disediakan melalui/oleh penemuannya sendiri. Pada kegiatan pelatihan, status dan peran fasilitator pelatihan sangat penting. Linton (Krisari, 2007) mendefinisikan mengenai status adalah suatu kumpulan hak dan kewajiban (a collection of right and duties), sedangkan peran adalah aspek dinamis dari suatu status (the dynamic aspect of status). Definisi sederhana yang dibuat oleh Linton tersebut memberikan deskripsi mengenai posisi dan kedudukan dari status-peran. Status/kedudukan adalah suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok, atau posisi suatu kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lainnya. Setiap orang bisa memiliki sejumlah status dan mengisi peran yang sesuai dengan status itu. Menurut Horton dan Hunt (1993), peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu status. Sedangkan status/kedudukan itu sendiri adalah suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok, atau posisi suatu kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lainnya. Setiap orang mungkin memiliki sejumlah status dan diharapkan mengisi peran yang sesuai dengan status itu. Dalam arti tertentu, status dan peran adalah dua aspek dari gejala yang sama. Status adalah seperangkat hak dan kewajiban, sedangkan peran adalah pemeranan dari perangkat kewajiban dan hak-hak tersebut. Menurut Ralp Linton dan Veeger (Sudirah, 2009) seseorang (fasilitator pelatihan) menjalankan peranan ketika dia menjalankan hak dan kewajibannya yang merupakan statusnya. Menurut Berry (Sudirah, 2009) di dalam peranan terdapat dua macam harapan, yaitu (1) harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban-kewajiban dari pemegang peran; (2) harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peran terhadap masyarakat atau orang-orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan perannya atau kewajiban-kewajibannya. Pemegang peran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah fasilitator pelatihan, sedangkan masyarakat adalah alumni pelatihan (peserta pelatihan). Merujuk pada konsep status dan peran sebagaimana dijelaskan di atas, maka dalam konteks pelatihan, status fasilitator pelatihan adalah sebagai tenaga pendidik yang mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi sebagai fasilitator. Sebagai tenaga pendidik, fasilitator berkewajiban melaksanakan tugas

3 11 dan tanggung jawabnya sebagai fasilitator pelatihan yaitu merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan. Sedangkan hak fasilitator adalah mendapatkan imbalan berupa materi maupun non materi dari menjalankan kewajibannya tersebut. Imbalan materi dapat berupa gaji, honor dan insentif lainnya dalam bentuk uang maupun barang. Sedangkan imbalan non materi dapat berupa pangkat/jabatan, penugasan, dan penghargaan. Peran fasilitator pelatihan pada kegiatan pelatihan terkait dengan statusnya sebagai tenaga pendidik menurut menurut Roestiyah (2001) adalah : (1) sebagai pelatih, fasilitator membantu peserta pelatihan belajar membuat kesepakatan dan rencana belajar, mengamati peserta dalam melaksanakan rencana belajar, menawarkan saran, melakukan demonstrasi, membantu peserta mengidentifikasi kebutuhan materi belajar, memonitor kemajuan peserta, menyarankan pendekatan baru yang diperlukan, dan membantu peserta pelatihan; (2) sebagai pemandu, fasilitator menunjukkan peserta arah yang tepat dalam belajar dan membantu menetapkan ke tujuan belajarnya; (3) sebagai desainer lingkungan belajar, fasilitator membantu peserta pelatihan untuk membangun suatu lingkungan belajar sesuai dengan kebutuhan peserta; (4) fasilitator juga berfungsi sebagai model atau mentor; (5) sebagai evaluator, fasilitator memberikan informasi kepada peserta tentang tujuan pelatihan dan kemajuan belajar mereka. Fasilitator pelatihan di P4TK Pertanian Cianjur adalah staf yang ditugaskan sebagai pendidik pada kegiatan pelatihan. Staf yang ditugaskan sebagai fasilitator pelatihan adalah instruktur dan widyaiswara. Instruktur merupakan jabatan struktural sebagai pembantu pimpinan yang mendapat tugas sebagai fasilitator pelatihan dari Kepala P4TK Pertanian. Sedangkan widyaiswara merupakan jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk mendidik, mengajar dan/atau melatih PNS pada lembaga diklat pemerintah. Istilah instruktur di P4TK Pertanian Cianjur digunakan untuk membedakan antara fasilitator yang berasal dari jabatan fungsional widyaiswara. Keduanya memiliki status dan peran yang sama sebagai fasilitator kegiatan pelatihan. Perbedaannya terletak pada status kepegawaiannya yaitu instruktur berstatus kepegawaian sebagai struktural sedangkan widyaiswara berstatus

4 12 kepegawaian sebagai fungsional. Pada prakteknya dalam menjalankan tugasnya sebagai fasilitator pelatihan, antara instruktur dan widyaiswara tidak ada perbedaan. Keduanya menjalankan tugas sebagai fasilitator mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 14 Tahun 2009, tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya yaitu mendidik, mengajar, dan/atau melatih Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Non PNS pada lembaga diklat pemerintah masing-masing atau lembaga diklat pemerintah di luar instansinya. Ketiga tugas pokok tersebut merupakan satu kesatuan tugas meskipun secara terminologi akademik dapat dibedakan satu dengan lainnya. Pada kenyataannya, ketiga tugas pokok tersebut menjadi satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Secara terminologi akademik mendidik, mengajar dan melatih menurut Suparlan (2006) dapat dijelaskan dalam Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Terminologi akademik mendidik, mengajar dan melatih No. Aspek Mendidik Mengajar Melatih 1. Isi Moral dan kepribadian Bahan ajar berupa ilmu pengetahuan dan teknologi Keterampilan atau kecakapan hidup (life skill) 2. Proses Memberikan motivasi untuk belajar dan mengikuti ketentuan atau tata tertib yang telah menjadi kesepakatan bersama 3. Strategi dan metode Sumber : Suparlan, 2006 Keteladanan, pembiasaan Memberikan contoh kepada siswa atau mempraktikan keterampilan tertentu atau menerapkan konsep yang telah diberikan kepada siswa menjadi kecakapan yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari Ekspositori dan inquiri Menjadi contoh dan teladan dalam hal moral dan kepribadian Praktik kerja, simulasi dan magang Selanjutnya menurut Usman (2005) dijelaskan bahwa mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan kepada peserta didik. Peran utama widyaiswara dalam proses pelatihan menurut Harun (2008) adalah sebagai fasilitator yaitu membimbing proses andragogy (pendidikan orang dewasa),

5 13 bukan mengatur dan memberikan mata ajaran sebagaimana terjadi pada cara-cara pedagogy (pendidikan anak-anak). Dari berbagai pendapat tersebut di atas maka dalam peneliatian ini yang disebut dengan fasilitator pelatihan adalah tenaga pendidik pada kegiatan pelatihan yang melaksanakan tugas mendidik, mengajar dan melatih peserta pelatihan. Pelatihan Pelatihan dalam kaitannya dengan pengembangan masyarakat merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi tuntutan maupun perubahan lingkungan sekitarnya. Pelatihan bagi masyarakat bertujuan untuk memberdayakan, sehingga menjadi berdaya dan dapat berpartisipasi aktif dalam proses perubahan. Pelatihan dapat membantu orang atau masyarakat untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki. Pelatihan juga dapat menimbulkan perubahan dalam kebiasaankebiasaan bekerja masyarakat, perubahan sikap terhadap pekerjaan, serta dalam informasi dan pengetahuan yang mereka terapkan dalam pekerjaannya sehari-hari. Kegiatan pelatihan dapat terjadi apabila seseorang atau masyarakat menyadari perlunya mengembangkan potensi dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan maupun kepuasan hidupnya. Pelatihan dalam sistem pendidikan nasional sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 26 termasuk dalam jalur pendidikan nonformal yaitu jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan

6 14 kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Pendidikan dan pelatihan kerja dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan keterampilan fungsional yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kursus dan pelatihan sebagai bentuk pendidikan berkelanjutan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan keterampilan, standar kompetensi, pengembangan sikap kewirausahaan serta pengembangan kepribadian profesional. Jacius (Moekijat, 1990) mengemukakan bahwa istilah pelatihan menunjukkan suatu proses peningkatan sikap, kemampuan, dan kecakapan dari para pekerja untuk menyelenggarakan pekerjaan secara khusus. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kegiatan pelatihan merupakan proses membantu peserta untuk memperoleh keefektifan dalam melakukan pekerjaan mereka baik pada saat sekarang maupun masa yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan pikiran dan tindakan-tindakan, kecakapan, pengetahuan, dan sikapsikap. Menurut Malthis dan Jackson (2002), pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Pelatihan merupakan sebuah proses sistematis untuk mengubah perilaku kerja seorang/sekelompok pegawai dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi. Pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk pekerjaan yang sekarang dilakukan. Pelatihan berorientasi ke masa sekarang dan membantu pegawai untuk menguasai keterampilan dan kemampuan (kompetensi) yang spesifik untuk berhasil dalam pekerjaannya. Nawawi (1997) menyatakan bahwa pelatihan pada dasarnya adalah proses

7 15 memberikan bantuan bagi para pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangannya dalam melaksanakan pekerjaan. Fokus kegiatannya adalah untuk meningkatkan kemampuan kerja dalam memenuhi kebutuhan tuntutan cara bekerja yang paling efektif pada masa sekarang. Franco (1991) mengemukakan pelatihan adalah suatu tindakan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seseorang pegawai yang melaksanakan pekerjaan tertentu. Selanjutnya Gilley dan Eggland (1993) menyatakan bahwa pelatihan adalah pembelajaran yang diberikan untuk meningkatkan kinerja pekerjaan saat ini. Pelatihan merupakan salah satu pendekatan dalam pengembangan sumber daya manusia untuk meningkatkan/ mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku. Tujuan pelatihan menurut Moekijat (1990) adalah: (1) mengembangkan keterampilan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif, (2) mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional, dan (3) mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama. Suatu pelatihan memiliki beberapa ciri, yaitu: (1) direncanakan dengan sengaja, (2) adanya tujuan yang hendak dicapai, (3) ada peserta (kelompok sasaran) dan pelatihan, (4) ada kegiatan pembelajaran secara praktis, (5) isi belajar dan berlatih menekankan pada keahlian atau keterampilan suatu pekerjaan tertentu, (6) dilaksanakan dalam waktu relatif singkat, dan (7) ada tempat belajar dan berlatih. Sedangkan komponen-komponen pelatihan sebagaimana dijelaskan oleh Mangkunegara (2005) terdiri atas: (1) tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan harus jelas dan dapat di ukur; (2) para pelatih (trainer) harus ahlinya yang berkualitas memadai (profesional); (3) materi pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak di capai; dan (4) peserta pelatihan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan. Berdasarkan uraian pengertian, tujuan, ciri dan komponen pelatihan tersebut di atas maka dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pelatihan adalah proses pembelajaran, dilaksanakan dalam jangka pendek dengan lebih menekankan pada kegiatan praktek dari pada teori dengan menggunakan pembelajaran orang dewasa dan bertujuan meningkatkan kemampuan pengetahuan, keterampilan dan sikap

8 16 sehingga mampu meningkatkan kompetensi individu untuk melaksanakan pekerjaan. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta pelatihan dengan fasilitator, yang berpedoman pada kurikulum dan silabus pelatihan serta didukung sumber daya pelatihan pada suatu lingkungan belajar mengajar. Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam pelatihan pada umumnya adalah pembelajaran orang dewasa (andragogy). Knowles (1986) menjelaskan tentang konsep andragogi sebagai seni dan ilmu dalam membantu orang dewasa belajar (the art and science of helping adults learn). Proses pembelajaran orang dewasa pada dasarnya menggunakan beberapa asumsi: (1) orang dewasa telah memiliki konsep diri, dan tidak mudah untuk menerima konsep yang datang dari luar, sehingga dalam proses pelatihan perlu memperhatikan: (a) iklim belajarnya perlu diciptakan sesuai dengan keadaan orang dewasa, (b) peserta perlu dilibatkan dalam mendiagnosis kebutuhan belajarnya, (c) peserta perlu dilibatkan dalam proses perencanaan belajarnya, (d) proses belajar merupakan tanggung jawab bersama antara sumber belajar dengan peserta, dan (e) evaluasi pembelajaran ditekankan pada evaluasi diri sendiri; (2) orang dewasa telah memiliki pengalaman, dan berbeda-beda sehingga: (a) proses pembelajaran lebih ditekankan pada teknik yang sifatnya menyadap pengalaman mereka, (b) proses pembelajaran lebih ditekankan pada aplikasi praktis; (3) orang dewasa memiliki masa kesiapan belajar seirama dengan peran sosial yang ditampilkan sejalan dengan perubahan usia sehingga dalam proses pembelajarannya harus memperhatikan: (a) urutan program belajar perlu disusun berdasarkan urutan logik mata pelajaran, dan (b) dengan adanya konsep mengenai tugas-tugas pekembangan pada orang dewasa akan memberikan petunjuk dalam belajar secara kelompok; (4) orang dewasa memiliki perspektif waktu dan orientasi belajar, sehingga cenderung memiliki perspektif untuk mengaplikasikan apa yang telah dipelajari, sehingga proses pembelajaran mempertimbangkan: (a) sumber belajar berperan sebagai pemberi bantuan kepada warga belajar, dan (b) kurikulum tidak berorientasi pada mata pelajaran, tetapi berorientasi pada masalah.

9 17 Agar tujuan pelatihan dapat tercapai dengan baik, maka pelaksanaan pelatihan harus mengikuti asas-asas umum pelatihan sebagaimana diungkapkan Yoder (1962) sebagai berikut: (1) perbedaan individu (individual differences); (2) analisis pekerjaan (relation to job analysis); (3) motivasi (motivation); (4) partisipasi aktif (active participation); (5) seleksi pelatih (selection of trainers); (6) pelatihan pelatih (trainer s training); (7) metode pelatihan (training methods); dan (8) prinsip-prinsip pembelajaran (principles of learning). Pendapat Yoder tersebut mengisyaratkan bahwa perbedaan individu peserta pelatihan harus mendapat perhatian yang utama. Karakteristik peserta pelatihan akan mewarnai dan menentukan keberhasilan pelaksanaan suatu pelatihan. Pelatihan harus dihubungkan dengan analisis pekerjaan peserta (calon peserta), sehingga hasil pelatihan dapat bermanfaat bagi peserta melaksanakan tugas pekerjaannya. Standar keberhasilan pelatihan menurut Gilley dan Eggland (1993) meliputi: (1) pelatihan harus berperan dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap atau kemampuan pekerja; (2) pelatihan harus dapat menunjukkan pengetahuan, tingkat keterampilan, dan sikap atau kemampuan peserta pelatihan sebelum mengikuti pelatihan; (3) pelatihan harus dapat menunjukkan pengetahuan, tingkat keterampilan, dan sikap atau kemampuan yang dapat ditunjukkan peserta pelatihan setelah mengikuti pelatihan; (4) pelatihan harus dirancang oleh orang yang kompeten baik dalam materi maupun prinsip-prinsip pelatihan; (5) materi pelatihan harus diuji sebelum digunakan; (6) materi pelatihan harus dikritisi oleh pihak ketiga yang ahli baik dalam materi maupun prinsipprinsip pelatihan; (7) peserta pelatihan harus diinformasikan tentang tujuan pelatihan dan informasi penting lainnya sebelum pelaksanaan pelatihan; (8) instruktur harus kompeten dalam materi dan metode pembelajaran yang digunakan; (9) penyelenggara atau sponsor pelatihan harus menyaring peserta pelatihan yang akan diundang agar mendapatkan peserta yang memenuhi persyaratan pengetahuan, keterampilan dan kualifikasi lainnya. Motivasi dan keaktifan peserta pelatihan perlu dibangkitkan. Peserta pelatihan akan berusaha dan memberikan perhatian yang lebih besar pada pelatihan yang diikuti apabila ada daya perangsang yang dapat menimbulkan motivasi. Begitu juga dalam fase-fase kegiatan pelatihan, peserta didorong ikut

10 18 aktif berpartisipasi dapat aktif berpikir, berbuat dan mengambil keputusan selama proses pelatihan berlangsung. Peserta pelatihan pada dasarnya mempunyai perbedaan-perbedaan yang bersifat individual. Perbedaan-perbedaan tersebut perlu diorganisasikan agar tidak terlalu besar, sehingga diperlukan seleksi atau pemilihan calon peserta pelatihan. Selain seleksi peserta, untuk mendapatkan pelatih (fasilitator) yang berkualitas dan profesional, maka dalam penyelenggaraan pelatihan diperlukan seleksi fasilitator. Fasilitator terpilih diharapkan merupakan orang-orang yang memiliki kualifikasi sebagai fasilitator yang handal. Fasilitator yang telah terpilih, masih perlu mengikuti pelatihan untuk fasilitator. Tujuan seleksi fasilitator adalah untuk mendapatkan fasilitator yang memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang relatif sama pada jenis pelatihan yang akan dilatihkan. Juga memiliki tingkat kerjasama yang tinggi dengan fasilitator lain, sehingga dalam melaksanakan tugas dapat bekerja secara optimal. Pelatihan yang dilaksanakan di P4TK Pertanian Cianjur adalah pelatihan di bidang pertanian meliputi budidaya tanaman, perkebunan, peternakan, perikanan, alat mesin pertanian, dan agroindustri. Disamping pelatihan pertanian, juga menyelenggarakan pelatihan non pertanian seperti kependidikan, manajemen, dan teknologi informasi dan komunikasi. Peserta pelatihan adalah pendidik dan tenaga kependidikan dari semua jenjang sekolah khususnya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan masyarakat. Kompetensi Terdapat beberapa pengertian kompetensi yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Mc Clleland (1973) kompetensi adalah karakteristik dasar individu yang merupakan faktor-faktor yang menentukan keberhasilan dalam suatu pekerjaan atau situasi (competency is a basic personal characteristic that are determining factors for acting successfully in a job or a situation). Boyatzis (1982) mendefinisikan kompetensi kerja merupakan suatu karakteristik dasar seseorang, dapat berupa motif, sifat, keterampilan, citra diri seseorang atau peran sosial, seperangkat pengetahuan yang secara kausal berkitan dengan pencapaian kinerja secara efektif (an underlying characteristic of a person, in that it may be a motive,

11 19 trait, skill, aspect of one s self-image or social role, or a body of knowledge which he or she uses, which is causally related to the achievement of effective, or better, work performances). Menurut Boyatzis (1982) kompetensi menunjukan kemampuan. Seseorang yang mempunyai seperangkat kompetensi menunjukkan kemampuan atau pekerjaannya. Kompetensi dapat berupa motif, sifat, keterampilan, aspek citra diri atau peran sosial seseorang, atau pengetahuan yang digunakan dan dimiliki dan karakteristik ini mungkin diketahui atau tidak diketahui oleh yang bersangkutan. Selanjutnya Spencer dan Spencer (1993), mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik dasar seseorang berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya (underlying characteristic of an individual that is causally related to criterion-referenced effective and/or superior performance in a job situation). Pada definisi tersebut karakteristik dasar (underlying characteristics) mengandung makna bahwa kompetensi adalah bagian kepribadian yang mendalam dan melekat pada diri seseorang serta mempunyai perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. Hubungan kausal (causally related) berarti kompetensi dapat menyebabkan atau digunakan untuk memprediksikan kinerja seseorang, artinya jika mempunyai kompetensi tinggi, maka akan mempunyai kinerja tinggi. Sedangkan kriteria yang dijadikan sebagai acuan (criterion referenced) mengandung arti bahwa kompetensi akan memprediksi seseorang dapat berkinerja dengan baik dan kurang baik, yang diukur dari kriteria atau standar yang digunakan. Sehingga kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan individual untuk mengerjakan suatu tugas/pekerjaan yang dilandasi oleh ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap, sesuai kinerja yang dipersyaratkan. Menurut Spencer dan Spencer (1993), terdapat lima karakteristik kompetensi, yaitu: (1) motif (motives) adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau dikehendaki seseorang yang menyebabkan tindakan. Motif menggerakan, mengarahkan, dan menyeleksi perilaku terhadap kegiatan atau tujuan tertentu dan menjauh dari yang lain; (2) ciri (traits) adalah karakteristikkarakteristik fisik dan respon-respon konsisten terhadap berbagai situasi atau informasi; (3) konsep diri (self-concept) adalah sikap, nilai, dan citra diri

12 20 seseorang; (4) pengetahuan (knowledge) adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu; dan (5) ketrampilan/keahlian (skills) kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun mental. Dari kelima karakteristik kompetensi tersebut pengetahuan dan ketrampilan/keahlian sifatnya dapat dilihat (visible) dan mudah dikembangkan. Sedangkan konsep diri (self concept), watak atau ciri (traits) dan motif (motives) sifatnya tidak tampak (hidden) dan lebih sulit untuk dikembangkan. The Iceberg Skill Self-Concept Visible Skill Knowledge Trait Motive Hidden Self-Concept Trait Motive Surface: Most easily developed Attitudes Values Knowledge Core Personality: Most difficult to develop Gambar 1. Model Gunung Es dan Lingkaran Terpusat Kompetensi (Sumber : Spencer and Spencer, 1993) Sinnott, et al. (2002), berpendapat bahwa kompetensi tidak hanya mencakup pengetahuan (knowledge), keterampilan-keterampilan (skills) dan kemampuankemampuan (abilities) tetapi juga mencakup karakteristik personal (personal characteristics). Dengan demikian kompetensi meliputi pengetahuan, keterampilan-keterampilan, kemampuan-kemampuan dan karakteristik personal lainnya seperti nilai-nilai, motivasi, inisiatif, dan kontrol. Definisi kompetensi lainnya yang menjelaskan tentang karakteristik personal adalah Kuśnierkiewicz (2006) bahwa kompetensi adalah perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, motivasi, sikap dan karakteristik personal yang tunjukkan dalam perilaku dan mempengaruhi kinerja yang unggul (the competency is a combination of knowledge, skills, motivation, attitude and personal characteristics which are demonstrated in behaviour and influence employee s superior performance).

13 21 Definisi-definisi kompetensi di atas yaitu menurut Mc Clleland (1973), Boyatzis (1982), Spencer dan Spencer (1993), Sinnott, et al. (2002), dan Kuśnierkiewicz (2006) di samping menjelaskan karakteristik personal yang mudah diamati dan dikembangkan, tetapi juga kompetensi-kompetensi psikologis yang sulit diamati dan dikembangkan seperti motivasi, sikap dan sebagainya. Inti dari definisi-definisi kompetensi menurut para ahli tersebut di atas adalah: (1) kompetensi merupakan perilaku yang dapat mempengaruhi kinerja atau mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam melakukan pekerjaan, (2) perilaku tersebut merupakan perpaduan karakteristik personal dari individu, dan (3) kompetensi mengandung komponen seperti motif (motives), ciri (traits), konsep diri (self-concept), pengetahuan (knowledge), keterampilan/keahlian (skills), dan peran sosial (social role). Mengacu pada definisi-definisi kompetensi tersebut di atas, definisi kompetensi oleh Spencer dan Spencer (1993) yang berorientasi pada karakteristik personal pada individu yang menimbulkan perilaku yang kompeten, dijadikan sebagai grand theory dan akan digunakan untuk mendalami berbagai aspek yang terkait dalam penelitian ini. Namun demikian definisi kompetensi menurut Spencer dan Spencer (1993) tersebut diadaptasi dengan lingkungan kerja mengacu pada pendapat Boyatzis (1982) bahwa ada pengaruh kompetensi individu dengan lingkungan kerja. Selanjutnya sejalan dengan Boyatzis, Moehariono (2009) menyatakan bahwa kompetensi seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal, antara lain: (1) bakat bawaan, (2) motivasi kerja, (3) sikap, motif dan cara pandang, (4) pengetahuan, (5) keterampilan, dan (6) lingkungan kehidupan sehari-hari. Terkait dengan pengertian kompetensi di atas, Sumardjo (2008) menyatakan bahwa kompetensi penyuluh adalah karakteristik yang melekat pada diri penyuluh yang menentukan keefektifan kinerja penyuluh dalam mengemban misi penyuluhan. Pengertian kompetensi penyuluh menurut Sumardjo (2008) di atas selanjutnya digunakan untuk menjelaskan pengertian kompetensi fasilitator pelatihan yaitu karakteristik yang melekat pada diri fasilitator pelatihan yang menentukan keefektifan kinerja fasilitator dalam mengemban misi pelatihan. Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam organisasi penyuluhan dibutuhkan penentuan

14 22 tingkat kompetensi agar dapat mengetahui kinerja yang diharapkan. Penentuan kebutuhan ambang kompetensi penyuluh dapat dijadikan dasar bagi proses seleksi, perencanaan, evaluasi kinerja, dan pengembangan kompetensi masingmasing level kualifikasi penyuluh. Pernyataan tersebut juga digunakan sebagai dasar teori untuk menjelaskan kaitan antara kompetensi dan kinerja fasilitator pelatihan serta pemanfaatan penentuan ambang kompetensi fasilitator pelatihan sebagai dasar dalam proses seleksi, perencanaan, evaluasi kinerja, dan pengembangan kompetensi fasilitator pelatihan. Kompetensi Fasilitator Pelatihan Definisi kompetensi pendidik khususnya guru dan dosen sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Pasal 10 Undang-Undang tersebut menjelaskan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Fasilitator, guru dan dosen sebagaimana dijelaskan dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 merupakan pendidik yaitu tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai fasilitator, guru dan dosen. Perbedaannya adalah fasilitator pelatihan dalam penelitian ini merupakan kualifikasi pendidik pada kegiatan pelatihan, guru merupakan kualifikasi pendidik pada pendidikan formal jenjang pendidikan dasar dan menengah, sedangkan dosen merupakan kualifikasi pendidik pada pendidikan

15 23 formal jenjang pendidikan tinggi. Selanjutnya pada Pasal 39 undang-undang tersebut dijelaskan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Mengacu pada penjelasan tersebut, terdapat kesamaan peran dan tugas secara umum antara fasilitator, guru dan dosen. Oleh karena itu pada penelitian ini definisi operasional kompetensi fasilitator pelatihan adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh fasilitator dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Tugas keprofesionalan fasilitator adalah mendidik, mengajar dan melatih peserta pelatihan. Selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28, butir 1 menjelaskan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi pendidik pada kegiatan pelatihan dalam hal ini adalah widyaiswara dijelaskan dalam Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 5 Tahun 2008 tentang Standar Kompetensi Widyaiswara Pasal 5 meliputi pengelolaan pembelajaran, kepribadian, sosial dan substantif. Fasilitator pelatihan dalam penelitian ini sebagaimana dijelaskan di depan termasuk di dalamnya adalah widyaiswara dan instruktur. Keduanya melaksanakan tugas pokok dan kompetensi mengacu pada ketentuan dalam jabatan fungsional widyaiswara. Oleh karena itu dalam penelitian ini cakupan kompetensi fasilitator pelatihan digunakan cakupan kompetensi widyaiswara meliputi pengelolaan pembelajaran, kepribadian, sosial dan substantif. Analisis kompetensi fasilitator dilakukan dengan menggunakan pendekatan analisis kesenjangan (gap analysis) yaitu membandingkan kompetensi yang dimiliki fasilitator dengan kompetensi yang telah ditetapkan. Penilaian kompetensi fasilitator pelatihan dilakukan dengan menggunakan pendekatan evaluasi diri oleh fasilitator yang bersangkutan dan alumni pelatihan yang telah mengikuti pelatihan. Pendekatan evaluasi diri fasilitator pelatihan dan persepsi

16 24 alumni pelatihan tersebut dipilih karena pertimbangan waktu, biaya, dan tenaga dengan tetap menjaga obyektivitas hasil penilaian kompetensi fasilitator pelatihan. Rumusan kompetensi fasilitator pelatihan mengacu pada kompetensi widyaiswara menurut Lembaga Administrasi Negara (2008) sebagai berikut: Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran Kompetensi dalam pengelolaan pembelajaran adalah kemampuan dalam merencanakan, menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran. Kompetensi pengelolaan pembelajaran meliputi kemampuan: (1) membuat Garisgaris Besar Program Pembelajaran (GBPP)/Rancang Bangun Pembelajaran Mata Diklat (RBPMD) dan Satuan Acara Pembelajaran (SAP)/Rencana Pembelajaran (RP); (2) menyusun bahan ajar; (3) menerapkan pembelajaran orang dewasa; (4) melakukan komunikasi yang efektif dengan peserta; (5) memotivasi semangat belajar peserta; dan (6) mengevaluasi pembelajaran. Kompetensi Kepribadian Kompetensi kepribadian adalah kemampuan mengenai tingkah laku dalam melaksanakan tugas jabatannya yang dapat diamati dan dijadikan teladan bagi peserta pelatihan, meliputi kemampuan: (1) menampilkan pribadi yang dapat diteladani; dan (2) melaksanakan kode etik dan menunjukkan etos kerja sebagai fasilitator yang profesional. Kompetensi Sosial Kompetensi sosial adalah kemampuan dalam melakukan hubungan dengan lingkungan kerjanya, meliputi kemampuan: (1) membina hubungan dan kerjasama dengan sesama fasilitator; dan (2) menjalin hubungan dengan penyelenggara/ pengelola lembaga pelatihan. Kompetensi Substantif Kompetensi substantif adalah kemampuan di bidang keilmuan dan keterampilan dalam mata diklat yang diajarkan, meliputi kemampuan: (1) menguasai keilmuan dan keterampilan mempraktekkan sesuai dengan materi diklat yang diajarkan; dan (2) menulis karya tulis ilmiah yang terkait dengan lingkup kediklatan dan/atau pengembangan spesialisasinya.

17 25 Peningkatan Kompetensi Kompetensi masyarakat terus berkembang sejalan dengan kebutuhan dan tuntutan perkembangan jaman. Masyarakat dituntut dinasmis dan aktif meningkatkan kompetensinya sesuai dengan bidang dan pekerjaan yang dimilikinya. Peningkatan kompetensi tersebut merupakan syarat mutlak agar masyarakat tetap eksis bekerja dalam rangkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu masyarakat dituntut untuk selalu belajar dan meningkatkan kompetensinya salah satunya melalui pelatihan. Dinamika tuntutan perkembangan jaman dan kebutuhan masyarakat tersebut harus diikuti dan diantisipasi oleh fasilitator pelatihan agar selalu siap melayani kebutuhan kompetensi masyarakat. Sehingga fasilitator juga dituntut untuk terus melakukan peningkatan kompetensinya. Peningkatan kompetensi fasilitator merupakan upaya-upaya untuk meningkatkan kompetensi fasilitator yang berkaitan dengan tugas mendidik, mengajar dan melatih yaitu kompetensi pengelolaan pembelajaran, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi substantif. Peningkatan kompetensi fasilitator merupakan proses belajar untuk memperbaiki, memperkuat, menambah, memperluas dan menyegarkan kompetensi-kompetensi yang telah dimiliki. Proses belajar dalam rangka meningkatkan kompetensi tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Dalam penelitian ini, peningkatan kompetensi fasilitator dibatasi pada pendidikan formal, pelatihan, kegiatan pertemuan ilmiah, magang industri, dan pemanfaatan sumber belajar. Pendidikan Formal Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Tujuan pendidikan tinggi adalah: (1) menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan,

18 26 mengembangkan dan/atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian, (2) mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Peningkatan kompetensi melalui pendidikan formal dilakukan melalui peningkatan jenjang pendidikan pendidikan akademik (program sarjana dan pasca sarjana) dan pendidikan profesional (diploma I-IV). Pendidikan formal lebih mengarah pada peningkatan kompetensi pengetahuan dan/atau keterampilan sesuai dengan jenis pendidikannya. Pelatihan Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kompetensi sumberdaya manusia adalah dengan cara pelatihan. Pelatihan menurut Bernandin dan Russell (Gomes, 2003) adalah setiap usaha untuk memperbaiki performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggungjawabnya, atau satu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya. Pelatihan lebih berkaitan dengan peningkatan keterampilan karyawan yang sudah menduduki suatu pekerjaan atau tugas tertentu sehingga lebih menekankan pada keterampilan (skill). Pelatihan merupakan cara terpadu yang diorientasikan pada tuntutan kerja aktual, dengan penekanan pada pengembangan skill, knowledge dan ability. Nawawi (1997) menyatakan bahwa pelatihan pada dasarnya adalah proses memberikan bantuan bagi para pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangannya dalam melaksanakan pekerjaan. Fokus kegiatannya adalah untuk meningkatkan kemampuan kerja dalam memenuhi kebutuhan tuntutan cara bekerja yang paling efektif pada masa sekarang. Franco (1991) mengemukakan pelatihan adalah suatu tindakan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seseorang pegawai yang melaksanakan pekerjaan tertentu. Berdasarkan pada pengertian-pengertian pelatihan di atas dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah proses pendidikan yang di dalamnya ada proses pembelajaran dilaksanakan dalam jangka pendek, bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan, sehingga mampu meningkatkan kompetensi individu untuk menghadapi pekerjaan di dalam organisasi sehingga tujuan

19 27 organisasi dapat tercapai. Tujuan pelatihan menurut Simamora (1997) adalah: (1) memperbaiki kinerja, (2) memutahirkan keahlian karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi, (3) mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru supaya menjadi kompeten dalam bekerja, (4) membantu memecahkan persoalan operasional, (5) mempersiapkan karyawan untuk promosi, dan (6) memenuhi kebutuhan-kebutuhan pertumbuhan pribadi. Berdasarkan pada penjelasan di atas tujuan dari pelatihan secara umum adalah meningkatkan kompetensi seseorang (fasilitator) untuk bisa menjalankan pekerjaannya (mendidik, mengajar, melatih) lebih baik dan mengembangkan kompetensi terkait dengan promosi jabatan. Pada penelitian ini pelatihan dibatasi pada keikutsertaan fasilitator pada pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pengembangan kompetensi fasilitator baik yang dilakukan oleh lembaga sendiri maupun luar lembaga. Partisipasi dalam Kegiatan Pertemuan Ilmiah Partisipasi menurut Hadi (2006), berarti turut berperan serta dalam suatu kegiatan, keikutsertaan atau peran serta dalam suatu kegiatan, peran serta aktif atau proaktif dalam suatu kegiatan. Berdasarkan pengertian tersebut partisipasi dapat didefinisikan secara luas sebagai bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat (fasilitator) secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari dalam dirinya (intrinsik) maupun dari luar dirinya (ekstrinsik) dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan. Partisipasi dalam kegiatan pertemuan ilmiah adalah keikutsertaan fasilitator secara aktif dalam kegiatan-kegiatan pertemuan ilmiah seperti seminar, semiloka, workshop, simposium dan sejenisnya. Keikutsertaan dalam kegiatan ilmiah akan meningkatkan kompetensi fasilitator khususnya kompetensi pengetahuan dan keterampilan. Keikursertaan fasilitator dalam kegiatan pertemuan ilmiah pada penelitian ini dibatasi pada pertemuan ilmiah dengan topik/tema yang berkaitan dengan peningkatan kompetensi fasilitator.

20 28 Magang Industri Magang adalah latihan kerja pada suatu instansi/industri tertentu dengan melakukan pekerjaan sesuai dengan jenis yang dipilih mengikuti sistem kerja pada instansi/industri yang bersangkutan. Melalui kegiatan magang industri, diperoleh pengalaman nyata dan keterampilan seperti kondisi sebenarnya. Tujuan magang adalah: (1) pengenalan suasana kerja sebenarnya suatu kegiatan produksi, (2) menerapkan pengetahuan teoritis kedalam dunia kerja, (3) melatih keterampilan teknis, (4) menumbuhkan kemampuan interaksi sosial dalam dunia kerja. Kegiatan magang industri dalam penelitian ini dibatasi pada kegiatan dimana materi magang berkaitan dengan kompetensi fasilitator. Unit Produksi Unit produksi merupakan kegiatan produksi/usaha suatu komoditas/produk tertentu yang dilakukan oleh fasilitator dalam skala komersial dibawah pengelolaan P4TK Pertanian sebagai wahana bagi fasilitator untuk mendapatkan pengalaman produksi secara komersial. Disamping itu kegiatan unit produksi juga dimanfaatkan sebagai media praktek peserta pelatihan. Kegiatan unit produksi merupakan implementasi langsung terhadap pengetahuan dan keterampilan dalam kegiatan produksi/usaha yang dilakukan secara mandiri. Tujuan unit produksi adalah mendapatkan pengalaman praktis pelaksanaan suatu usaha/produksi baik secara teknis, ekonomis dan sosial. Unit Produksi akan menghasilkan pengalaman lapangan secara teknis dan manajerial sebagai penerapan dari pengetahuan dan keterampilan. Pada kegiatan pertanian unit produksi dimaksud adalah praktik budidaya melon, pembesaran ikan, penggemukan sapi, dan sejenisnya. Unit produksi dalam penelitian ini dibatasi pada usaha/produksi yang berkaitan dengan bidang keahlian fasilitator baik yang dilakukan di dalam lembaga maupun di luar lembaga. Pemanfaatan Sumber Belajar Sumber belajar adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu. Jenis sumber belajar

21 29 dikategorikan sebagai berikut: (1) tempat atau lingkungan alam sekitar yaitu dimana saja seseorang dapat melakukan belajar, misalnya perpustakaan, pasar, museum, sungai, gunung, tempat pembuangan sampah, kolam ikan dan lain sebagainya, (2) benda yaitu segala benda yang memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku bagi peserta didik, maka benda itu dapat dikategorikan sebagai sumber belajar. Misalnya situs, candi, benda peninggalan lainnya, (3) orang yaitu siapa saja yang memiliki keahlian tertentu di mana peserta didik dapat belajar sesuatu, maka yang bersangkutan dapat dikategorikan sebagai sumber belajar, misalnya guru, ahli geologi, polisi, dan ahli-ahli lainnya, (4) bahan yaitu segala sesuatu yang berupa teks tertulis, cetak, rekaman elektronik, web, dll yang dapat digunakan untuk belajar, (5) buku yaitu segala macam buku yang dapat dibaca secara mandiri oleh peserta didik dapat dikategorikan sebagai sumber belajar, misalnya buku pelajaran, buku teks, kamus, ensiklopedi, fiksi dan lain sebagainya, (6) peristiwa dan fakta yang sedang terjadi, misalnya peristiwa kerusuhan, peristiwa bencana, dan peristiwa lainnya yang dapat menjadikan peristiwa atau fakta sebagai sumber belajar. Sumber belajar akan menjadi bermakna apabila sumber belajar diorganisir melalui satu rancangan yang memungkinkan seseorang dapat memanfaatkannya sebagai sumber belajar. Dalam penelitian ini, pemanfaatan sumber-sumber belajar dibatasi pada sumber belajar yang tersedia dilingkungan lembaga yang terkait dengan kompetensi fasilitator yaitu perpustakaan, media cetak (koran, majalah, dan jurnal), internet, media elektronik (televisi, CD audio/video, radio, kaset audio). Lingkungan Kerja Lingkungan kerja menurut Nitisemito (1982) adalah segala yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang dibebankan. Pendapat lain dengan konteks yang agak berbeda disampaikan oleh Siagian (1992), lingkungan kerja adalah keadaan fisik dimana seseorang melakukan tugas kewajibannya sehari-hari termasuk kondisi ruang yaitu baik dari kantor maupun pabrik. Berdasarkan pada pengertian tersebut di atas maka lingkungan kerja dapat diartikan sebagai segala sesuatu baik fisik maupun non fisik yang ada disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam

22 30 menjalankan tugas yang dibebankan. Lingkungan kerja yang mendukung kompetensi dan pelaksanaan tugas fasilitator akan meningkatkan kompetensi dan kinerja fasilitator, demikian sebaliknya. Pada penelitian ini, lingkungan kerja dibatasi pada kondisi fisik dan non fisik yang berpengaruh pada kompetensi dan kinerja fasilitator yaitu ketersediaan sistem penghargaan, sistem evaluasi, ketersediaan kegiatan pelatihan, sarana dan prasarana, dan peluang pengembangan karir. Sistem Penghargaan Sistem penghargaan menurut Sudarmanto (2009) merupakan mekanisme, cara, atau sistem yang dipakai organisasi dalam merespons kinerja pegawainya. Penghargaan terkait dengan sejauhmana pengakuan organisasi atas prestasi kerja yang dilakukan oleh pegawai dalam melakukan pekerjaan. Menurut Massey (Thorpe dan Homan, 2000) membedakan penghargaan dalam dua hal pokok yaitu: (1) penghargaan finansial seperti upah dasar, bonus, individu/tim/organisasi, upah yang terkait kinerja, upah didasarkan skill dan kompetensi, dan (2) penghargaan non finansial seperti pengakuan, kesempatan karir, status, tanggung jawab dan pencapaian prestasi. Gomez (2003) menyatakan terdapat dua hal yang menjadi dasar pemberian penghargaan yaitu: (1) didasarkan pada pekerjaan (job based compensation), dan (2) didasarkan pada keterampilan/keahlian (skill based compensation). Sistem penghargaan berkaitan dengan bagaimana organisasi memberikan pengakuan dan imbalan kepada pegawai dalam rangka menjaga keselarasan antara kebutuhan individu dan tujuan organisasi. Sistem penghargaan dapat mendorong perilaku pegawai atau memberikan pengakuan atas perilaku pegawai yang telah dilakukan. Bagi pegawai sistem penghargaan menurut Sudarmanto (2009) dimaksudkan untuk menumbuhkan motivasi dan semangat kerja serta kepuasan kerja. Kepuasan kerja pegawai akan mencegah terjadinya ketidakhadiran, pemborosan waktu, dapat membangkitkan semangat kerja sehingga pegawai terdorong untuk berprestasi dan berkinerja lebih baik. Menurut Armstrong (2004), sistem penghargaan dapat meningkatkan kinerja individu dan kinerja organisasi sehingga mendorong pencapaian misi dan strategi organisasi. Lawler (1991) menyatakan bahwa sistem penghargaan

23 31 memiliki enam macam dampak terhadap efektivitas organisasi yaitu: (1) daya tarik dan hak memiliki, (2) motivasi kerja pegawai, (3) motivasi pengembangan keterampilan (kompetensi), (4) pengaruh budaya, (5) memperkuat struktur, dan (6) biaya. Dengan diberikan penghargaan baik berupa finansial maupun non finansial, pegawai cenderung memiliki harapan untuk memperoleh penghargaan tersebut. Sistem Evaluasi Kinerja Evaluasi kinerja menurut Bacal (2001) merupakan proses untuk menilai dan mengevaluasi kinerja perorangan. Sedangkan Wirawan (2009) mendefinisikan evaluasi kinerja sebagai proses penilai (pejabat yang melakukan penilaian/appraiser) mengumpulkan informasi mengenai kinerja ternilai (pegawai yang dinilai/appraise) yang didokumentasikan secara formal untuk menilai kinerja ternilai dengan membandingkannya dengan standar kinerjanya secara periodik untuk membantu pengambilan keputusan manajemen. Dessler (1998) menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah suatu proses yang meliputi: (1) penetapan standar prestasi kerja, (2) penilaian prestasi kerja aktual karyawan dalam hubungan dengan standar, dan (3) memberi umpan balik kepada karyawan dengan tujuan memotivasi tujuan orang untuk menghilangkan kemerosotan prestasi kerja. Sedangkan fungsi dari penilaian kinerja menurut Spencer dan Spencer (1993) untuk kompensasi/imbalan, rencana suksesi, disiplin, pelatihan dan pengembangan karir. Bagi individu karyawan penilaian akan mendorong peningkatan kompetensi dan kinerjanya. Pada penelitian ini, evaluasi kinerja dibatasi pada evaluasi kinerja yang berkaitan dengan kompetensi dan tugas fasilitator dalam mendidik, mengajar dan melatih. Ketersediaan Kegiatan Pelatihan Kegiatan pelatihan adalah jenis dan jumlah kegiatan pelatihan yang dilaksanakan oleh lembaga pelatihan dalam kurun waktu tertentu. Jenis pelatihan berkaitan dengan substansi materi pelatihan. Semakin beragam substansi materi pelatihan menuntut fasilitator semakin mengembangkan dan meningkatkan kompetensinya untuk melayani kebutuhan peserta. Jumlah pelatihan yang tersedia dalam lembaga pelatihan akan meningkatkan frekuensi fasilitator untuk

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pelatihan dalam kaitannya dengan upaya pemberdayaan masyarakat merupakan kegiatan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi tuntutan pemenuhan kebutuhan dan perubahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian 83 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian (P4TK Pertanian) Cianjur, Jawa Barat.

Lebih terperinci

Jurnal Penyuluhan, September 2013 Vol. 9 No. 2

Jurnal Penyuluhan, September 2013 Vol. 9 No. 2 Kompetensi Fasilitator Pelatihan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian (P4TK Pertanian), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Competency of Training Facilitator

Lebih terperinci

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR KOMPETENSI WIDYAISWARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa

Lebih terperinci

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI. kualitas sumber daya manusianya melalui penyelenggaraan diklat secara terus

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI. kualitas sumber daya manusianya melalui penyelenggaraan diklat secara terus PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI Oleh, Drs. Idris, M.Si Agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan ekonomis, maka salah satu strategi manajemen yang ditempuh adalah

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Kinerja di Balai Ternak Embrio Bogor. Hasil penelitian ini menunjukkan

Lebih terperinci

SIMULASI TENTANG CARA PENGISIAN SKP DOSEN TETAP YAYASAN. KOPERTIS WILAYAH I SUMATERA UTARA 29.d 30 JANUARI 2018

SIMULASI TENTANG CARA PENGISIAN SKP DOSEN TETAP YAYASAN. KOPERTIS WILAYAH I SUMATERA UTARA 29.d 30 JANUARI 2018 SIMULASI TENTANG CARA PENGISIAN SKP DOSEN TETAP YAYASAN KOPERTIS WILAYAH I SUMATERA UTARA 29.d 30 JANUARI 2018 1 Pendahuluan 2 Pengertian beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 41 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DENGAN

Lebih terperinci

ASESMEN KOMPETENSI. Kementerian Agama

ASESMEN KOMPETENSI. Kementerian Agama ASESMEN KOMPETENSI Kementerian Agama PELAKSANA PROGRAM PMA NO. 10/2010 PASAL 43 S.D. 46 Menteri Agama RI Menteri Agama : Lukman Hakim Saifuddin Sekretaris Jenderal : Nur Syam Karo Kepegawaian : Mahsusi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Setelah mengemukakan latar belakang penelitian yang diantaranya memuat rumusan masalah dan ruang lingkup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan formal untuk melayani kebutuhan pendidikan masyarakat dalam rangka meningkatkan pengetahuan,

Lebih terperinci

Kompetensi Sumber Daya Manusia Oleh: Indra Mulya, MSE

Kompetensi Sumber Daya Manusia Oleh: Indra Mulya, MSE 1 Kompetensi Sumber Daya Manusia Oleh: Indra Mulya, MSE K ita tentunya sering mendengar pernyataan bahwa Sumber Daya Manusia adalah aset terpenting di dalam perusahaan. Namun demikian pada pelaksanaannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BB II KJI PSTK 2.1. Hakekat Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen adalah pengelolaan usaha, kepengurusan, ketatalaksanaan,

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen adalah pengelolaan usaha, kepengurusan, ketatalaksanaan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manajemen adalah pengelolaan usaha, kepengurusan, ketatalaksanaan, penggunaan sumberdaya manusia dan sumber daya alam secara efektif untuk mencapai sasaran

Lebih terperinci

DIREKTORAT PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN NONFORMAL DIREKTORAL JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

DIREKTORAT PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN NONFORMAL DIREKTORAL JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN Standar Kompetensi PENGELOLA PAUD DIREKTORAT PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN NONFORMAL DIREKTORAL JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2007 A. LATAR

Lebih terperinci

menetapkan profesional kompetensi

menetapkan profesional kompetensi PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR KOMPETENSI WIDYAISWARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA, Menimbang: a. bahwa untuk menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengelolaan program dalam layanan pendidikan bisa terselenggara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengelolaan program dalam layanan pendidikan bisa terselenggara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan program dalam layanan pendidikan bisa terselenggara berkat adanya tenaga kependidikan dan tenaga pendidik untuk itu dituntut profesionalisme dari para

Lebih terperinci

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. :: Sistem Pendidikan Nasional Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk dan mendewasakan serta menanamkan nilai-nilai kemanusiaan yang

BAB I PENDAHULUAN. membentuk dan mendewasakan serta menanamkan nilai-nilai kemanusiaan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dan Pembelajaran adalah proses kegiatan yang bertujuan untuk membentuk dan mendewasakan serta menanamkan nilai-nilai kemanusiaan yang dikembangkan

Lebih terperinci

MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN GOLONGAN III

MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN GOLONGAN III MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN GOLONGAN III Drs. M. Jani Ladi Drs. Emma Rahmawiati, M.Si Drs. Wahyu Hadi KSH, MM Lembaga Administrasi Negara - Republik Indonesia 2006 Hak Cipta Pada : Lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional negara kita adalah pembangunan di bidang pendidikan. Pendidikan nasional sebagai salah satu sistem dari supra sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pemberian otonomi daerah yang dirumuskan dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pemberian otonomi daerah yang dirumuskan dalam Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tujuan pemberian otonomi daerah yang dirumuskan dalam Undang- Undang no. 22 tahun 1999 adalah meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat dalam bingkai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu organisasi.arti kinerja sebenarnya berasal dari kata-kata job performance

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu organisasi.arti kinerja sebenarnya berasal dari kata-kata job performance BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kinerja Kinerja (performance) merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tercantum dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003:

Lebih terperinci

KOMPETENSI GURU SEKOLAH DASAR. Oleh: Anik Ghufron FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2008

KOMPETENSI GURU SEKOLAH DASAR. Oleh: Anik Ghufron FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2008 KOMPETENSI GURU SEKOLAH DASAR Oleh: Anik Ghufron FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2008 RASIONAL 1. Jabatan guru sebagai jabatan yang berkaitan dengan pengembangan SDM 2. Era informasi

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 14 Tahun 2008 Lampiran : - TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NON FORMAL DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas PAPARAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 1 PERTAMA: KONSEP DASAR 2 Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas agar dapat memberi daya dukung yang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas agar dapat memberi daya dukung yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas agar dapat memberi daya dukung yang optimal terhadap kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia. dan Undang-undang Dasar Tahun Upaya tersebut harus selalu

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia. dan Undang-undang Dasar Tahun Upaya tersebut harus selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tujuan dari pembangunan nasional, yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan dan berdaya saing maju dan sejahtera dalam

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS. 2.1 Pengertian Kompetensi dan Jenis Kompetensi

BAB II KERANGKA TEORITIS. 2.1 Pengertian Kompetensi dan Jenis Kompetensi BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Pengertian Kompetensi dan Jenis Kompetensi Perubahan yang terjadi pada bidang Sumber Daya Manusia diikuti oleh perubahan pada kompetensi dan kemampuan dari seseorang yang mengkonsentrasikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pendidikan dan Pelatihan Jabatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan kerangka dan tujuan organisasi.masalah kompetensi itu menjadi penting,

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan kerangka dan tujuan organisasi.masalah kompetensi itu menjadi penting, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kompetensi atau competency adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas/pekerjaan yang didasari atas pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai dengan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan syarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya

Lebih terperinci

kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.

kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Kompetensi Guru Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai

Lebih terperinci

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Le

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Le No.1685, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDIKBUD. Kualifikasi Akademik. Pamong Belajar. Kompetensi. Standar. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 152 TAHUN 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai dan diwujudkan oleh guru dalam

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai dan diwujudkan oleh guru dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompetensi guru merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai dan diwujudkan oleh guru dalam melaksanakan tugas

Lebih terperinci

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar Sasaran dan Pengembangan Sikap Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu memahami Sasaran dan Pengembangan Sikap Indikator: Pengertian Sikap Guru Pengertian Kinerja Guru Sasaran Sikap Guru Pengembangan Sikap Kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tidak cukup hanya dengan cara memperoleh karyawan yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tidak cukup hanya dengan cara memperoleh karyawan yang dianggap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber Daya Manusia dalam hal ini manusia sebagai kekuatan untuk menjadikan suatu organisasi ataupun perusahaan dapat lebih berkembang. Maka perusahaan tidak cukup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kompetensi Pedagogik Guru Sebelum membahas secara khusus tentang kompetensi pedagogik guru, ada baiknya terlebih dahulu dibahas tentang kompetensi secara umum. Kompetensi merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI, PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PENILIK DAN ANGKA KREDITNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Adi Setiawan Nurpratama, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Adi Setiawan Nurpratama, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di zaman era globalisasi ini sumber daya manusia sangatlah penting dalam persaingan global, bukan hanya pengetahuan yang dibutuhkan tetapi jugaketerampilan-keterampilan

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama:

Dengan Persetujuan Bersama: 1 QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLLAH YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd A. PENDAHULUAN Banyak pertanyaan dari mahasiswa tentang, bagaimana menjadi konselor professional? Apa yang harus disiapkan

Lebih terperinci

DIMENSI KOMPETENSI DAN PRODUKTIVITAS KERJA DIKANTOR PT JAMSOSTEK CABANG GORONTALO. ZUCHRI ABDUSSAMAD Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK

DIMENSI KOMPETENSI DAN PRODUKTIVITAS KERJA DIKANTOR PT JAMSOSTEK CABANG GORONTALO. ZUCHRI ABDUSSAMAD Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK DIMENSI KOMPETENSI DAN PRODUKTIVITAS KERJA DIKANTOR PT JAMSOSTEK CABANG GORONTALO ZUCHRI ABDUSSAMAD Universitas Negeri Gorontalo A. Pengantar ABSTRAK Produktivitas kerja dalam perusahaan merupakan hasil

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN MELAWI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian . Josie Fitri Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian . Josie Fitri Handayani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan kegiatan yang bersifat universal, terdapat dimana saja dan kapan saja dalam kehidupan masyarakat manusia. Pendidikan harus selalu progresif,

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGEMBANGAN PROFESIONALISME WIDYAISWARA LINGKUP KEMENTERIAN PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENGEMBANGAN PROFESIONALISME WIDYAISWARA LINGKUP KEMENTERIAN PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PROFESIONALISME WIDYAISWARA LINGKUP KEMENTERIAN PERTANIAN PEDOMAN PENGEMBANGAN PROFESIONALISME

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Robiah Adawiyah, 2014 Usaha Instruktur Dalam Optimalisasi Motivasi Belajar Bahasa Inggris

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Robiah Adawiyah, 2014 Usaha Instruktur Dalam Optimalisasi Motivasi Belajar Bahasa Inggris BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Motivasi merupakan suatu upaya untuk menumbuhkan dorongan yang paling berpengaruh terhadap bentuk perilaku seseorang. Motivasi itu dapat tumbuh di dalam diri

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

BUPATI CIAMIS PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN BUPATI CIAMIS PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar Sasaran dan Pengembangan Sikap Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu memahami Sasaran dan Pengembangan Sikap Indikator: Pengertian Sikap Guru Pengertian Kinerja Guru Sasaran Sikap Guru Pengembangan Sikap Kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aspek yang paling utama dalam menghadapi era globalisasi dimana keberhasilan suatu bangsa dalam melaksanakan

Lebih terperinci

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI PENGAWAS SEKOLAH

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI PENGAWAS SEKOLAH 1 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI PENGAWAS SEKOLAH Oleh: Prof. Dr. H. Sufyarma Marsidin, M.Pd. Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UNP, Padang. Abstrak: Pengawas sekolah salah satu

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR: 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI WIDYAISWARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR: 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI WIDYAISWARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR: 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI WIDYAISWARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA, Menimbang: a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan sumber daya yang dimilikinya. Baik sumber daya materil

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan sumber daya yang dimilikinya. Baik sumber daya materil 1 BAB I PENDAHULUAN A. Identifikasi Masalah 1. Latar Belakang Dalam menghadapi perkembangan abad 21 semua organisasi dituntut untuk meningkatkan sumber daya yang dimilikinya. Baik sumber daya materil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Nurul Ramadhani Makarao, 2013

BAB I PENDAHULUAN Nurul Ramadhani Makarao, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan sehari-hari di kalangan karyawan sering muncul beragam pertanyaan yang terkait dengan masa depan mereka, khususnya tentang karier. Pertanyaan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Penelitian-penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan

BAB II URAIAN TEORITIS. Penelitian-penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan penelitian. Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Anggia (2005), dengan judul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam mencapai keberhasilan suatu instansi atau organisasi termasuk

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam mencapai keberhasilan suatu instansi atau organisasi termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan suatu instansi atau organisasi termasuk pemerintahan daerah.

Lebih terperinci

A. KUALIFIKASI PEMBIMBING

A. KUALIFIKASI PEMBIMBING LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 41 TAHUN 2009 TANGGAL 30 JULI 2009 A. KUALIFIKASI PEMBIMBING STANDAR PEMBIMBING PADA KURSUS DAN PELATIHAN Standar kualifikasi pembimbing pada kursus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan dari seni dan budaya manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu perubahan atau perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah kunci kemajuan bangsa, melalui pendidikan lahir sumberdaya manusia terdidik yang berkualitas serta bermanfaat bagi masyarakat dan Negara.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian peranan menurut Soejono Soekanto (2002;234) adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian peranan menurut Soejono Soekanto (2002;234) adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peranan Pengertian peranan menurut Soejono Soekanto (2002;234) adalah sebagai berikut: Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal pokok yang dapat menunjang kecerdasan serta keterampilan anak dalam mengembangkan kemampuannya. Pendidikan merupakan sarana yang paling tepat

Lebih terperinci

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA. Imam Gunawan

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA. Imam Gunawan SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA Imam Gunawan Tiap tiap negara memiliki peraturan perundang undangan sendiri. Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai peraturan perundang udangan yang bertingkat,

Lebih terperinci

Visi Visi Universitas Dhyana Pura adalah Perguruan Tinggi Teladan dan Unggulan.

Visi Visi Universitas Dhyana Pura adalah Perguruan Tinggi Teladan dan Unggulan. 1. Visi, Misi, Strategi dan Tujuan Universitas Dhyana Pura Visi Visi Universitas Dhyana Pura adalah Perguruan Tinggi Teladan dan Unggulan. Misi Bertolak dari visi tersebut, maka misi universitas adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. penulis mengemukakan beberapa definisi dari beberapa ahli yaitu :

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. penulis mengemukakan beberapa definisi dari beberapa ahli yaitu : 13 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk mendapat pengertian tentang Manajemen Sumber Daya Manusia, maka penulis mengemukakan beberapa definisi dari beberapa ahli yaitu

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN BAGI PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PROSEDUR DAN MEKANISME SERTIFIKASI GURU

PROSEDUR DAN MEKANISME SERTIFIKASI GURU 5 PROSEDUR DAN MEKANISME SERTIFIKASI GURU 1. Bagaimana mekanisme pelaksanaan sertifikasi guru? Ada dua macam pelaksanaan sertifikasi guru, yaitu: a. melalui penilaian portofolio bagi guru dalam jabatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Peningkatan kualitas sumber daya manusia dilakukan melalui pembangunan manusia melalui berbagai sektor, yang dilaksanakan melalui upaya peningkatan sektor pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan pada hakekatnya merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dalam rangka meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan pada hakekatnya merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dalam rangka meningkatkan kualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan pada hakekatnya merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia guna pencapaian tingkat kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN PUSTAKA. (performance). Menurut Sedarmayanti (2009 : 50), performance bisa

BAB II LANDASAN PUSTAKA. (performance). Menurut Sedarmayanti (2009 : 50), performance bisa BAB II LANDASAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kinerja Karyawan Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance). Menurut Sedarmayanti (2009 : 50), performance bisa diterjemahkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang siap akan tugas dan tanggung jawabnya. Mahasiswa dibina dengan

BAB II KAJIAN TEORI. yang siap akan tugas dan tanggung jawabnya. Mahasiswa dibina dengan BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Tinjauan Tentang Kesiapan Menjadi Guru Salah satu tugas pokok Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) adalah menyiapkan mahasiswa calon guru untuk menjadi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang

1. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang berkemampuan, cerdas, dan handal dalam pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Guru Berprestasi 1. Pengertian Guru Berprestasi Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Pemilihan Guru Berprestasi Pendidikan Dasar Tingkat Nasional Tahun 2013 yang telah ditetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pelaksanaan program pendidikan memerlukan adanya pengawasan atau supervisi.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pelaksanaan program pendidikan memerlukan adanya pengawasan atau supervisi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap pelaksanaan program pendidikan memerlukan adanya pengawasan atau supervisi. Supervisi sebagai fungsi administrasi pendidikan berarti aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT Menimbang : a. Mengingat : 1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsep kependidikan yang berkaitan antara satu dengan yang lainnya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. konsep kependidikan yang berkaitan antara satu dengan yang lainnya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Ada dua buah konsep kependidikan yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAH ULUAN 1.1 Ga G mb m a b ra r n n Umu m m m Obj b ek k Pene n lit e ian a. Pro r fil Org r anis n a is sis

BAB I PENDAH ULUAN 1.1 Ga G mb m a b ra r n n Umu m m m Obj b ek k Pene n lit e ian a. Pro r fil Org r anis n a is sis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian a. Profil Organisasi SMK PGRI 1 Bandar Lampung merupakan salah satu Sekolah Menengah Kejuruan yang dikelola oleh Perkumpulan Pembina Lembaga Pendidikan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa agar dalam penyelenggaraan pendidikan di

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5 6 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Profil Responden Kendati pejabat imigrasi yang memiliki jabatan struktural eselon IV dan eselon III terdapat juga di Direktorat Jenderal Imigrasi, namun dalam penelitian

Lebih terperinci

2014, No Mengingat : 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Le

2014, No Mengingat : 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Le No.174, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. SMK Kehutanan Negeri Pendidikan. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.11/Menhut-II/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Kurikulun Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), guru berperan. dalam mengembangkan kurikulum yang berpedoman pada standar isi dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Kurikulun Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), guru berperan. dalam mengembangkan kurikulum yang berpedoman pada standar isi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Kurikulun Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), guru berperan dalam mengembangkan kurikulum yang berpedoman pada standar isi dan membentuk kompetensi siswa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri. meningkatkan pendidikan nasional ternyata masih banyak yang harus di

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri. meningkatkan pendidikan nasional ternyata masih banyak yang harus di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada ranah dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi. sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi. sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Pendidikan merupakan masalah yang menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan kompetensi setiap individu akan berkembang sesuai dengan jenjang

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan kompetensi setiap individu akan berkembang sesuai dengan jenjang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu alternatif untuk mengatasi berbagai masalah dalam kehidupan setiap individu adalah melalui proses pendidikan. Melalui proses pendidikan diharapkan

Lebih terperinci

Drs. H. Teguh Sarwono, M.Si. (Kepala Bagian Assessment dan Pengembangan Pegawai) Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal Kementerian Agama RI 2014

Drs. H. Teguh Sarwono, M.Si. (Kepala Bagian Assessment dan Pengembangan Pegawai) Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal Kementerian Agama RI 2014 Drs. H. Teguh Sarwono, M.Si. (Kepala Bagian Assessment dan Pengembangan Pegawai) Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal Kementerian Agama RI 2014 INTRODUCTION SATUAN/UNIT KERJA PELAKSANA Menteri Agama Menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan tugas Negara yang amat penting. pembukaan UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945, yaitu untuk

BAB I PENDAHULUAN. merupakan tugas Negara yang amat penting. pembukaan UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945, yaitu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar yang sengaja (terkontrol, terencana dengan sadar dan secara sistematis) diberikan kepada anak didik oleh pendidik agar anak didik dapat

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SUMEDANG SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemimpin kelas, dan berbagai peran lainnya. Sejatinya guru adalah sebagai. penjamin mutu pendidikan yang paling terdepan.

BAB I PENDAHULUAN. pemimpin kelas, dan berbagai peran lainnya. Sejatinya guru adalah sebagai. penjamin mutu pendidikan yang paling terdepan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan guru dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah sangat strategis. Walaupun perkembangan teknologi cukup pesat, sampai saat ini peranan guru sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan upaya manusia untuk memperluas cakrawala

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan upaya manusia untuk memperluas cakrawala BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan upaya manusia untuk memperluas cakrawala pengetahuannya dalam rangka membentuk nilai, sikap, dan perilaku. Sebagai upaya yang bukan saja membuahkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa tujuan penyelenggaraan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN MUATAN LOKAL KABUPATEN BANJARNEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa tujuan pendidikan keagamaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku

I. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku organisasi yang merupakan pencerminan dari perilaku dan sikap orang-orang yang terdapat dalam organisasi

Lebih terperinci