BAB I PENDAHULUAN. dan pangan. Sejak dahulu, landed house merupakan pilihan yang cukup menarik.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. dan pangan. Sejak dahulu, landed house merupakan pilihan yang cukup menarik."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan pokok manusia meliputi rumah tinggal selain tentunya, sandang dan pangan. Sejak dahulu, landed house merupakan pilihan yang cukup menarik. Landed house merupakan rumah tradisional yang terdiri dari sebidang tanah dan bangunan di atasnya dengan bukti kepemilikan yang sah yaitu sertipikat dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Namun masyarakat saat ini memiliki pilihan lain untuk dijadikan sebagai tempat tinggal, yaitu high rise building atau kita kenal dengan konsep apartemen. Dalam salah satu artikel yang ditulis di Kompasiana (Damayanti, 2013), menunjukan bahwa masyarakat perkotaan, salah satunya yang tinggal di Jakarta, mulai mempertimbangkan apartemen, dibandingkan dengan landed house, sebagai tempat tinggal karena letaknya yang relatif lebih dekat dengan pusat aktivitas. Salah satu faktornya adalah karena kondisi lalu lintas di Jakarta yang semakin tidak bersahabat. Faktor penyebab lain adalah karena pilihan landed house sendiri mulai menimbulkan dilema karena harga yang ditawarkan semakin tinggi namun tidak terkejar oleh kenaikan pendapatan masyarakat. Saat ini, terutama di kota besar, masyarakat makin merasakan sulitnya mencari tempat tinggal dengan harga yang terjangkau. Tanah yang tersisa semakin sedikit sementara pertumbuhan penduduk terus berjalan. Hal tersebut menjadi salah satu tantangan Pemerintahan Daerah kota-kota besar, salah satunya di Jakarta, yaitu 1

2 bagaimana menyediakan tempat tinggal yang layak dan terjangkau bagi seluruh warganya. Bisnis properti di Indonesia mengalami perkembangan sangat pesat sejak tahun Hal tersebut didorong dari pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) di tahun 2005 ( terkait laju pertumbuhan penduduk, pertambahan jumlah penduduk di daerah Jakarta, Tangerang, Bogor, dan Bekasi dapat mencapai 8.1 jiwa sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2020, atau meningkat dari 25.4 juta jiwa menjadi 32.6 juta jiwa. Dari total pertambahan tersebut, di Jakarta jumlahnya dapat meningkat 400 ribu jiwa yaitu dari 8.8 juta jiwa menjadi 9.2 juta jiwa. Sedangkan kawasan Botabek, pertambahannya jumlah penduduk dapat mencapai 7.7 juta jiwa yaitu dari 15.7 juta jiwa menjadi 23.4 juta jiwa. Meskipun pertumbuhan bisnis properti berkembang amat pesat, namun tantangan lain yang dihadapi dari penyediaan rumah bagi masyarakat, berdasarkan beberapa sumber dan hasil observasi penulis, adalah sensitivitas sektor properti terhadap inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar rupiah (Gultom & Fachrudin, 2013). Baik secara langsung ataupun tak langsung, ketiga variabel tersebut memiliki peran dalam menggerakkan roda bisnis bidang properti. Ketiganya sangat terkait dengan harga properti dan fasilitas yang diberikan oleh institusi keuangan, terutama pihak perbankan yang membantu proses pembangunan baik dalam hal pinjaman konstruksi atau pun pembelian properti terkait. Sebagai salah satu metode 2

3 pembayaran yang rata-rata diberikan oleh tiap pengembang, adalah melalui pinjaman Kredit Kepemilikan Rumah (KPR). Pertumbuhan pembangunan rumah dan apartemen saat ini didukung dengan banyaknya penawaran fasilitas pinjaman perbankan salah satu yang paling popular adalah fasilitas pinjaman KPR. KPR merupakan produk perbankan yang sudah ada sejak 10 Desember 1976 melalui Bank Tabungan Negara (BTN) yang dilakukan di Kota Semarang, Jawa Tengah (dalam sejarah-penyaluran- kpr.html, diunduh tanggal 10 September 2014). Saat itu hanya BTN didukung oleh Pemerintah Indonesia yang ditunjuk sebagai wadah penyaluran kredit perumahan untuk rakyat. Bahkan pada waktu-waktu selanjutnya, BTN dapat menjadi sebuah bank yang kuat karena keberhasilannya dalam penyaluran KPR. Menurut data Bank Indonesia, di tahun 2012 pertumbuhan KPR mencapai 43% dan merupakan kredit yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan yang lainnya. Pertumbuhan pesat tersebut didukung dari kebutuhan masyarakat untuk memiliki rumah dan KPR bersubsidi yang diselenggarakan Pemerintah melalui Menteri Keuangan. KPR bersubsidi tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi rakyat. Pada masa tersebut, bank juga diperbolehkan untuk memberikan berbagai macam gimmick yang menarik masyarakat untuk mengajukan KPR, diantaranya adalah masa KPR yang dapat mencapai 25 tahun yang ditawarkan oleh BTN dan Bank Mutiara (dalam dan bank.co.id, diunduh tanggal 19 Januari 2015). 3

4 Pangsa pasar utama yang cocok dengan fasilitas KPR adalah kelompok masyarakat yang pada saat ini belum memiliki cukup uang tunai untuk memiliki rumah yang diinginkan namun masih dalam masa usia produktif dan memiliki pekerjaan atau usaha dengan pendapatan yang memadai. Usia produktif inilah yang akan menentukan seberapa lama jangka waktu KPR akan diberikan oleh bank. Ratarata karakteristik tersebut dimiliki oleh masyarakat kelas menengah di Indonesia. Kelas menengah di Indonesia mencapai 150 juta dengan pendapatan Rp.55 juta sampai dengan Rp.200 juta per tahun. Sementara itu, dari seluruh populasi, mereka yang yang memiliki rumah hanya sebesar 2.3% Adapun kebutuhan rumah per tahun di Indonesia mencapai 800 ribu unit, namun hanya 400 ribu diantaranya yang dapat dipenuhi (Intana, 2013 dalam majalah SWA). Dalam sebuah sumber (Tribun News, 2013) bahkan diprediksi kebutuhan rumah di Indonesia tahun 2014 akan mencapai 15 juta unit. Kebutuhan tersebut dapat menimbulkan masalah sosial terutama kesejahteraan penduduk apabila tidak segera dipenuhi. Tidak terpenuhinya kebutuhan tersebut merupakan backlog, antara kebutuhan dan suplai tempat tinggal, akan terus meningkat setiap tahunnya apabila Pemerintah tidak menyelesaikannya segera. Apabila golongan menengah saja mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan tempat tinggalnya, terlebih bagi golongan masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah. Hal tersebut menjadi isu utama Pemerintah yang secepatnya harus diatasi. Pemerintah sendiri sudah melaksanakan beberapa program untuk mengatasi backlog ini, antara lain penyediaan rumah susun sederhana, penyediaan fasilitas 4

5 FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembangunan Perumahan) bagi kelas menengah ke bawah, tabungan perumahan untuk pegawai negeri sipil dan sejumlah program lainnya. Namun program-program tersebut masih asing dan kurang efektif bagi masyarakat luas yang mungkin tidak cukup mengetahui prosedur program tersebut serta mengaksesnya. Fasilitas KPR merupakan salah satu program yang sudah meluas dan diketahui oleh masyarakat. Sejak awal penyalurannya hingga saat ini, KPR tetap menjadi salah satu produk bank yang sangat menguntungkan terutama bagi tiga belah pihak, yaitu developer atau pengembang, masyarakat atau dalam hal ini adalah pembeli dan tentu saja bank itu sendiri. KPR menawarkan kepada pembeli pembiayaan rumah dengan pinjaman yang akan dibayarkan kepada pihak pengembang pada saat akad kredit selesai dilaksanakan. Kemudian, pembeli dapat mengangsur pinjaman tersebut sampai dengan batas waktu yang telah disepakati di awal perjanjian. Jangka waktu KPR cukup bervariasi dari 5 hingga 25 tahun sehingga memberikan fleksibilitas kepada pembeli untuk memiliki rumah yang layak meskipun belum memiliki dana kontan (Jeffrey, 2013 dalam Di lain pihak, KPR juga memberikan suntikan dana kepada pengembang berupa dana tunai di depan, dengan skema pencairan (lama) sebagai berikut : 1. Sebesar 70% dari plafond KPR dicairkan ke rekening pengembang setelah penandatanganan akad kredit antara bank dan pembeli. 5

6 2. Sebesar 20% dari plafond KPR dicairkan pada saat penandatanganan Akta Jual Beli (AJB). Penandatanganan AJB biasanya menandakan bahwa konstruksi rumah sudah hampir selesai 100% dan proses legalitas (seperti pemecahan sertipikat, proses balik nama dari pengembang kepada pembeli, serta IMB) akan segera selesai diproses. 3. Sebesar 10% dari plafond kredit dicairkan saat seluruh urusan pengembang dan pembeli, baik terkait konstruksi dan dokumen legalitas selesai dan terjadi serah terima sertipikat kepada pembeli. Hal ini biasanya dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima (BAST) yang ditandatangani kedua belah pihak (pengembang dan pembeli). Dana tunai dari KPR ini dapat digunakan untuk mengakselerasi pembangunan sehingga akan menghemat biaya operasional dan mempercepat proses pembangunan. Adapun simulasi singkat perbandingan antara KPR dengan non-kpr diilustrasikan di bawah ini. Contoh : 1 unit rumah dijual dengan harga Rp.1,000,000,000 dengan biaya konstruksi (hard cost) sebesar Rp.500 Juta. Maka perbandingan percepatan pembangunan dengan menggunakan 2 metode pembayaran (KPR dan Tunai Bertahap) adalah sebagai berikut : 6

7 Tabel 1.1. Perbandingan Akselerasi Pembangunan dengan Metode Pembayaran KPR vs Tunai Bertahap Tipe Pembayaran Bulan 1-3 Bulan 4-6 Bulan 7-9 Bulan KPR (Cair I : 70% dari harga jual) Rp.700 Juta Rp.300 Juta Dapat langsung digunakan seluruhnya untuk penyelesaian pembangunan Installment 12 bulan Rp.250 Juta Rp.250 Juta Rp.250 Juta Rp.250 Juta Tabel 1.1 menjelaskan bahwa dengan bantuan fasilitas KPR, pengembang dapat menggunakannya untuk fokus dalam penyelesaian konstruksi unit rumah dalam waktu yang optimal. Dengan demikian, dalam proses pembangunan, resiko kenaikan harga-harga material dapat dikurangi dan biaya operasional (yang bersifat tetap) dapat diturunkan karena semakin cepatnya penyelesaian konstruksi. Adapun keuntungan dari pihak pembeli adalah mereka memiliki kesempatan untuk mendapatkan tempat tinggal layak dengan harga yang terjangkau serta keringanan karena pembayaran dilakukan dalam bentuk cicilan. Secara tidak langsung, KPR juga membantu Pemerintah dalam mengatasi masalah kependudukan terkait kurangnya suplai tempat tinggal yang layak bagi masyarakat dengan memberikan salah satu cara untuk mempermudah masyarakat mendapatkan tempat tinggal. Seiring dengan perkembangan berbagai sektor industri dan majunya kondisi ekonomi di Indonesia, terjadi berbagai perubahan kondisi yang menuntut adanya 7

8 penyesuaian dalam aturan main atau peraturan yang telah dikeluarkan pihak berwenang. Khususnya dalam bidang properti, terjadi penyalahgunaan atau penyimpangan yang dilakukan oleh pihak pengembang maupun pembeli. Salah satu contoh adanya penyimpangan yang dilakukan pengembang adalah kasus pailitnya PT.Mitra Safir Sejahtera pada saat membangun perumahan susun sederhana di Kemanggisan. Perusahaan ini dinyatakan pailit karena tidak kunjung mendapatkan investor. Padahal proyek pembangunan telah mencapai 60% dengan jumlah pembeli mencapai 520 atas unit-unit yang sudah setengahnya lebih dipasarkan. Atas keputusan pailit tersebut, pembeli hanya mendapat penggantian rugi sebesar 15% dari total asset yang disita yaitu Rp.125 Milyar ( dan diunduh tanggal 15 Mei 2014). Kasus tersebut merupakan contoh ekstrim dari penyalahgunaan kepercayaan pembeli terhadap pengembang. Proyek yang belum jelas sudah ditawarkan kepada pembeli baik dengan metode pembelian tunai, angsuran, dan KPR. Ketika bank yang seharusnya menjadi sebuah lembaga yang bersifat prudent (hati-hati) juga tertipu oleh pengembang semacam ini. Maka sebagai pihak yang berwenang, BI merasa perlu turun tangan. Selain daripada kasus tersebut, terdapat contoh lain dimana pengembang, terutama skala kecil dan menengah, yang tidak dapat memenuhi kewajibannya atau proyeknya tidak sesuai dengan yang dipasarkan kepada pembeli. Dana yang telah mereka terima, yang berasal langsung dari pembeli atau pun melalui pencairan KPR, tidak langsung digunakan untuk kepentingan proyek atau konstruksi. Beberapa pengembang bahkan menggunakannya untuk membeli tanah lain untuk 8

9 dibangun proyek lain dalam bidang properti. Kewajiban yang menggulung-gulung tersebut, membuat dana yang sudah diterima digunakan untuk alokasi lain dan proyek utama justru terbengkalai. Sebagai pihak pengembang, sesungguhnya wajar jika melihat adanya kesempatan lain untuk berinvestasi dalam pembelian tanah, baik untuk pengembangan maupun untuk pengamanan lahan yang biasanya dibeli karena perhitungan harga tanah yang dianggap semakin cepat akan semakin murah dan menguntungkan. Tindakan tersebut bisa jadi merupakan bagian dari strategi korporasi dalam melakukan ekspansi usaha. Manajemen biasanya melakukan pembelian tanah di depan dengan dasar pemikiran bahwa harga tanah akan semakin naik setiap tahunnya. Sehingga semakin cepat pengembang memiliki sebidang tanah maka biaya yang dibutuhkan untuk pengembangannya akan lebih murah. Namun ketika pengembang sudah terlalu banyak berinvestasi sementara proyek utama belum terselesaikan, sedangkan dana sudah terpakai, timeline pembangunan sekaligus arus kas menjadi tidak sesuai dengan rencana awal sehingga pembeli menjadi pihak utama yang dirugikan. Adapun dari sisi pembeli, banyak kalangan yang memanfaatkan KPR menjadi media untuk membeli properti dalam jumlah banyak dan ditujukan sebagai alat investasi. Tujuan investasi dalam bisnis properti merupakan suatu hal yang wajar. Namun yang terjadi dalam beberapa kasus adalah perusahaan besar menjadi investor yang merusak harga pasar. Pada saat penjualan pertama, investor membeli dalam jumlah yang tidak wajar. Salah satunya adalah kasus di salah satu komplek apartemen 9

10 daerah Jakarta Barat dimana 2 menara apartemen tersebut dibeli oleh satu pihak. Kemudian investor menjualnya kembali dengan keuntungan mencapai 20% bahkan sebelum konstruksi fisik bangunan benar-benar dilaksanakan. Hal ini semata-mata dilakukan untuk mendapatkan keuntungan di depan bukan karena adanya kebutuhan akan tempat tinggal. Praktik tersebut tentu merugikan para pembeli yang benar-benar membutuhkan tempat tinggal dimana harga yang mereka beli menjadi lebih mahal dari yang seharusnya. Pemerintah kemudian menjadi khawatir akan adanya bubbling harga properti jika kejadian-kejadian di atas tidak segera ditangani sehingga dampak yang paling buruk adalah terjadinya krisis subprime mortgage seperti di Amerika. Krisis subprime mortgage di Amerika. Krisis tersebut terjadi karena banyaknya kredit perumahan yang diberikan kepada konsumen dengan kelayakan kredit yang rendah. Kredit tersebut diberikan kepada debitur dengan tingkat suku bunga yang tinggi (karena resiko yang juga dinilai tinggi) kemudian diasuransikan dalam berbagai surat utang yang dinilai bagus. Praktik semacam itu kemudian menjadi berkembang pesat sampai akhirnya kemampuan bayar debitur tidak lagi mumpuni sehingga terjadilah krisis yang bersifat global karena instrument ekonomi yang telah terlalu berkembang dan kompleks. Seperti halnya di Indonesia, dalam proses mendapatkan kredit, termasuk KPR, seorang nasabah harus dinilai dari beberapa aspek. Secara umum, peraturan Know Your Customer terdiri dari 5C (Nuralia, 2011), yaitu sebagai berikut : 10

11 1. Character : dapat diketahui dari hasil catatan BI dalam sistem BI Checking apakah orang tersebut suka berhutang, disiplin dalam membayarkan seluruh kewajibannya, berbisnis dengan etika yang baik atau tidak, kebiasaan hidup, latar belakang keluarga dan lain sebagainya. 2. Capacity : kondisi kekayaan yang dimiliki oleh suatu entitas atau nasabah perorangan. Untuk Perusahaan, hal ini bisa dilihat dari neraca, laporan laba-rugi, struktur permodalan, atau dari rasio keuntungan yang diperoleh. Sedangkan untuk nasabah perorangan dapat dilihat dari total pendapatan yang diperoleh, jumlah hutang eksisting yang dimiliki, dan kemampuan umum nasabah untuk terus menghasilkan pendapatan. Dari penilaian di atas maka Bank dapat memutuskan apakah calon nasabah layak diberi pembiayaan atau tidak. 3. Capital : lebih relevan untuk nasabah perusahaan karena menyangkut modal perusahaan dalam menjalankan suatu bisnis. Besarnya modal yang ditanamkan, bagi Bank, menggambarkan besarnya komitmen para pengurus dan pemegang saham untuk menjalankan bisnis tersebut secara benar dan hati-hati karena menyangkut reputasi dan nama baik. 4. Collateral : jaminan yang mungkin bisa disita apabila ternyata calon nasabah benar-benar tidak dapat memenuhi kewajibannya. Merupakan sumber terakhir pembayaran jika arus kas nasabah atau debitur tidak memenuhi untuk membayar kewajibannya. 11

12 5. Condition : pembiayaan yang diberikan juga perlu mempertimbangkan kondisi ekonomi yang dikaitkan dengan prospek usaha calon nasabah. Ada suatu usaha yang sangat tergantung dari kondisi perekonomian, oleh karena itu perlu mengaitkan kondisi ekonomi dengan usaha calon nasabah. Proses seleksi debitur melalui kategori di atas masih dilakukan dengan cukup baik oleh bank-bank di Indonesia. Namun untuk mencegah adanya faktor lain yang digunakan oleh debitur, Pemerintah mengeluarkan beberapa perubahan yang tertuang dalam peraturan baru menyangkut KPR. Adapun perubahan dalam peraturan tersebut diambil dari artikel Rahayu, 2013 dalam adalah sebagai berikut : 1. Loan to Value (LTV) atau Finance to Value (FTV) LTV dan FTV menunjukkan porsi pembiayaan yang dapat diterima oleh bank. Misalkan harga rumah seharga Rp , maka maksimal nilai pinjaman yang dapat disetujui oleh bank adalah Rp atau 70% dari harga beli. Bank Indonesia terhitung sejak hari ini, Senin 30 September 2013, resmi memberlakukan aturan pembatasan besaran kredit (loan to value/ltv) di perbankan konvensional dan financing to value (FTV) bagi perbankan syariah untuk kredit pemilikan properti (KPR) dan kredit konsumsi beragun properti. Aturan baru itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) BI No. 15/40/DKMP tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau 12

13 Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Direktur Eksekutif Bank Indonesia, Difi A Johansyah, mengatakan bahwa dengan terbitnya aturan baru itu, secara resmi BI mencabut SE sebelumnya No. 14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012 dan SE BI No.14/33/DPbS tanggal 27 November Dalam aturan baru ini juga disebutkan, untuk pembiayaan di perbankan konvensional, kredit rumah pertama tipe 70 m ke atas akan dikenakan LTV maksimal 70% atau uang muka (DP) sebesar 30% dari harga jual, rumah kedua 60% (uang muka 40 %), rumah ketiga dan seterusnya 50 persen (uang muka 50%). Ketentuan serupa juga berlaku untuk Kredit Pemilikan Rumah Susun (KPRS) tipe 70 m 2 ke atas. Kemudian untuk kredit rumah pertama tipe m tidak dikenakan LTV, tetapi rumah kedua dikenakan LTV 70%, rumah ketiga dan selebihnya 60%. Sedangkan, untuk KPRS tipe 21 m 2 dan rumah toko (ruko) atau rumah kantor (rukan), untuk kepemilikan pertama tidak dikenakan LTV. Namun, di kepemilikan kedua baru dikenakan LTV maksimal 70%, kepemilikan ketiga dan seterusnya dikenakan LTV sebesar 60%. 13

14 2. Ketentuan Pencairan KPR Permasalahan lain yang juga dihadapi pengembang di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah terkait dengan LTV dan ketentuan pengajuan KPR. Menurut aturan Bank Indonesia terbaru, LTV mengharuskan pembeli rumah kedua membayar uang muka (Down Payment) yang lebih besar sehingga porsi pembiayaan KPR lebih kecil. Sedangkan ketentuan pengajuan KPR yang terbaru melarang pembiayaan perumahan inden untuk rumah kedua, ketiga, dan seterusnya. Adapun untuk rumah pertama masih diperbolehkan namun tetap mengikuti progress pembangunan di lapangan. Dapat dimengerti bahwa kedua aturan ini dibuat untuk melindungi konsumen dan mengurangi investor yang hanya mengambil keuntungan dari pembelian properti. Hal ini juga dilakukan untuk menekan harga rumah sehingga tetap terjangkau. Peraturan-peraturan di atas tentu bermaksud baik terlebih bila kita melihat kembali beberapa kasus yang terjadi dan merugikan salah satu pihak, yaitu pembeli. Apabila hal tersebut terus dibiarkan, tanpa usaha dari Pemerintah untuk memberikan koridor yang harus diikuti, maka akan berpotensi menimbulkan efek viral sehingga kondisi bisnis secara umum akan terganggu. Selain itu dengan tidak dibatasinya beberapa aturan main, masyarakat akan semakin tidak mampu mengejar kenaik harga properti yang tidak seimbang dengan kenaikan pendapatan. Namun koridor yang diberikan juga seharusnya tidak terlalu sempit dan kaku sehingga usaha Pemerintah dalam mengatasi backlog justru akan semakin jauh dari berhasil. ( yang diunduh tanggal 20 Mei 2014). 14

15 Tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan suatu peraturan tentu merupakan suatu game-changer untuk para pengembang dan pembeli. Perubahan tersebut menimbulkan banyak permasalahan dan pertanyaan baru terutama bagi pengembang yang telah mendasarkan arus kas serta skema bisnis mereka berdasarkan aturan KPR yang lama. Aturan baru ini mendapat reaksi negatif dari para pengembang terutama dari pengembang kelas kecil dan menengah. Selama ini dana mereka banyak didukung dari pembiayaan KPR dan uang muka pembeli. Kredit konstruksi dari perbankan sendiri terbatas terkait dengan masalah jaminan dan resiko yang dinilai tinggi. Sehingga penyalurannya pun terus dilakukan secara selektif. Contohnya adalah Bank Mandiri yang sudah menunjukkan komitmennya mengenai penyaluran kredit konstruksi yang lebih tinggi namun tetap mengacu kepada penilaian resiko yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia ( diunduh pada tanggal 15 Mei 2014). Bagi para pengembang, aturan baru BI mengenai KPR membatasi gerak mereka untuk dapat berinvestasi di lahan lain dalam waktu yang berdekatan. Aturan tersebut juga berarti membatasi akselerasi pembangunan di lapangan. Dengan modal yang sama, pengembang tidak lagi bisa mengandalkan tambahan dana dari pihak perbankan dalam skema KPR sehingga kemajuan pembangunan akan sesuai dengan dana tunai yang saat itu diterima (modal dan pembeli lain dengan skema cicilan). Hal ini tentunya akan membuat pengembang harus menyuntikkan modal lebih besar atau meminta kredit konstruksi kepada bank. 15

16 Sedangkan untuk pihak pembeli, dengan dinaikkannya porsi uang muka seiring dengan KPR yang dimiliki, membuat kesempatan berinvestasi lebih kecil dan harus menggunakan modal sendiri. Namun bagi mereka yang benar-benar membutuhkan tempat tinggal pun harus menunggu lebih lama sampai dengan pembangunan selesai apabila pengembang mengandalkan uang tunai yang didapat dari pencairan KPR. Perhitungan masa konstruksi yang lebih lama juga akan mempengaruhi pengembang untuk menaikkan harga rumah sebagai kompensasi biaya operasional. Deskripsi perubahan kondisi yang terjadi sebagai dampak adanya perubahan peraturan KPR, merupakan fenomena yang menarik untuk dianalisis lebih dalam. Dari paparan yang telah dijelaskan di atas, terlihat bahwa tujuan Pemerintah, dalam hal ini Bank Indonesia, dalam mengendalikan dan mengawasi bisnis properti, sebenarnya adalah baik. Namun di sisi lain, langkah tersebut menempatkan pengembang, terutama kelas menengah, ke dalam posisi yang kurang menguntungkan dibandingkan sebelumnya. Sebagai salah satu pekerja di bidang pengembang dengan kelas menengah, yaitu PT DM, dampak tersebut telah dirasakan sejak mulai dikeluarkannya Peraturan BI terbaru. Meskipun hingga saat ini perusahaan masih berjalan, tidak dipungkiri aturan baru tersebut merupakan game changer. Oleh karena itu melalui penelitian ini penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut perubahan apa saja yang harus dihadapi oleh pengembang dan strategi apa yang harus diterapkan sehingga PT DM dapat tetap berjalan optimal. 16

17 PT DM merupakan perusahaan yang awalnya didirikan oleh sepasang suami istri dengan berbagai proyek rumah-rumah kluster di daerah Jakarta Selatan. Pada tahun 2012, Perusahaan menjual sebagian sahamnya kepada pemilik baru dengan tujuan ekspansi bisnis ke ranah high-rise building yaitu apartemen dan trade centre. Pangsa pasar proyek yang dikerjakan perusahaan DM adalah kelas menengah ke atas (middle up) dimana sebagian pembeli menggunakan fasilitas KPR dari berbagai bank swasta. Dengan aturan lama, PT DM dapat menggunakan modal yang ada untuk mengerjakan dua sampai tiga proyek dalam waktu yang berdekatan. Hal ini dikarenakan jumlah rumah yang dibangun pun relatif sedikit yaitu hanya 3-8 rumah. Dengan adanya KPR, dana tunai yang diterima dapat langsung digunakan untuk akselerasi konstruksi dan pada saat yang bersamaan juga untuk pembelian tanah di tempat lain. Semenjak diterbitkannya aturan KPR baru tersebut di akhir tahun 2013, bertepatan pada saat PT DM akan melakukan ekspansi, tentu menjadi sebuah perubahan yang signifikan dan mempengaruhi skema bisnis awal PT DM. Di dalam kajian ini juga akan dideskripsikan beberapa langkah yang dapat dilakukan perusahaan konstruksi untuk mengatasi kesulitan yang berpotensi timbul akibat adanya perubahan aturan KPR tersebut. Dengan adanya perubahan peraturan tersebut, tentunya PT DM perlu melakukan perubahan strategi sehingga konstruksi proyek yang ada maupun yang akan datang tetap dapat berjalan dengan optimal. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa timeframe konstruksi maupun strategi cash flow dan pemasaran merupakan 17

18 hal-hal yang sangat penting bagi sebuah perusahaan pengembang untuk dapat menjalankan bisnisnya dengan baik dan kompetitif dengan para kompetitornya. Sehingga akan dibahas perubahan strategi apa saja yang dapat dilakukan oleh PT DM dalam menghadapi adanya perubahan aturan BI tersebut. Di dalam kajian ini juga akan dibahas sedikit mengenai sudut pandang beberapa pembeli dan pihak bank mengenai dampak dari perubahan Peraturan BI mengenai KPR tersebut Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka ada dua pertanyaan yang akan diajukan di dalam thesis ini, yaitu : 1. Bagaimana dampak ketentuan terbaru Bank Indonesia mengenai KPR terhadap proses penyelesaian proyek pembangunan PT DM, baik yang telah berjalan maupun yang akan datang? 2. Strategi apa yang dapat digunakan oleh PT DM dalam menghadapai dampak perubahan yang dirasakan dari ketentutan terbaru Bank Indonesia mengenai KPR? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam aturan Bank Indonesia mengenai KPR yang terbaru berdampak bagi pengembang, terutama pengembang kelas menengah yaitu PT DM (studi kasus). PT DM banyak menjalankan bisnis pembangunan proyek townhouse dan apartemen. Dari penelitian ini dapat ditunjukan 18

19 efek dari aturan tersebut terhadap strategi bisnis PT DM terutama terkait dengan permodalan, operasional, pemasaran, dan lain sebagainya. Di lain pihak penelitian ini juga dapat membantu pengembang lain untuk mencari solusi dan menerapkan manajemen strategi untuk tetap menjalankan bisnis dengan optimal. Sedikit terkait dengan pembeli, pengembang juga harus memberikan edukasi dan sosialisasi bahwa adanya perubahan aturan KPR dari BI akan mengubah beberapa hal seperti misalnya uang minta yang diminta akan lebih besar, jangka waktu untuk metode pembayaran tunai bertahap akan lebih pendek, dan lain sebagainya. Secara akademis, penelitian ini dapat mendorong perkembangan dari berbagai strategi bisnis properti yang sudah ada serta untuk dilakukannya kajian atau penelitian selanjutnya dalam hal strategi bisnis dalam ruang lingkup yang lebih besar Kontribusi dan Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada PT DM mengenai perubahan seperti apa yang dapat dilakukan terkait dengan adanya perubahan peraturan BI tersebut. Perubahan yang dilakukan dapat terkait strategi permodalan, strategi pemasaran dan tentunya strategi manajemen secara keseluruhan untuk dapat terus berkembang di dalam bisnis yang dijalankan. Penelitian ini juga dapat memberikan gambaran sejauh mana perubahan aturan KPR BI mengenai sasaran terutama dari sudut pandang perusahaan pengembang kelas menengah seperti PT DM. 19

BAB I PENDAHULUAN. perumahan sebagai kebutuhan dasar. Rumah merupakan kebutuhan dasar. manusia dalam meningkatkan harkat, martabat, mutu kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. perumahan sebagai kebutuhan dasar. Rumah merupakan kebutuhan dasar. manusia dalam meningkatkan harkat, martabat, mutu kehidupan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selain memerlukan sandang dan pangan, juga memerlukan perumahan sebagai kebutuhan dasar. Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang harus dipikirkan oleh pemerintah. Berdasarkan data yang diperoleh dari

BAB 1 PENDAHULUAN. yang harus dipikirkan oleh pemerintah. Berdasarkan data yang diperoleh dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan rumah tinggal di Indonesia masih menjadi suatu masalah yang harus dipikirkan oleh pemerintah. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Pekerjaan

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN LOAN TO VALUE (LTV) TERHADAP PERKEMBANGAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH Oleh Tim Riset SMF

DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN LOAN TO VALUE (LTV) TERHADAP PERKEMBANGAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH Oleh Tim Riset SMF DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN LOAN TO VALUE (LTV) TERHADAP PERKEMBANGAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH Oleh Tim Riset SMF A. Latar Belakang Perlambatan ekonomi domestik yang terjadi ditengah perekonomian global yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah bank, nasabah, pengembang atau developer, pemerintah, serta Bank

BAB I PENDAHULUAN. adalah bank, nasabah, pengembang atau developer, pemerintah, serta Bank BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kredit Pemilikan Rumah (KPR) merupakan sebuah kredit bersifat konsumtif yang diberikan oleh pihak bank kepada masyarakat untuk memiliki rumah dengan jaminan atau agunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank merupakan salah satu pelaku utama dari perekonomian negara karena berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku ekonomi tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dianggap investasi tersebut menguntungkan. Menurut Tandelilin (2010) investasi

BAB I PENDAHULUAN. dianggap investasi tersebut menguntungkan. Menurut Tandelilin (2010) investasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seorang investor bersedia menanamkan dananya pada suatu investasi apabila dianggap investasi tersebut menguntungkan. Menurut Tandelilin (2010) investasi dapat diartikan

Lebih terperinci

Prosedur Pengajuan Kredit Pemilikan Rumah dan Pengendalian Internal KPR di PT. Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk. Kantor Cabang Bekasi

Prosedur Pengajuan Kredit Pemilikan Rumah dan Pengendalian Internal KPR di PT. Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk. Kantor Cabang Bekasi Prosedur Pengajuan Kredit Pemilikan Rumah dan Pengendalian Internal KPR di PT. Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk. Kantor Cabang Bekasi Nama : Aulia Kurniasari NPM : 51213499 Program Studi Pembimbing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Inflation Targeting Framework (ITF) tidaklah cukup untuk mengatasi. krisis ekonomi dan keuangan, maka perlu adanya sebuah instrument

I. PENDAHULUAN. Inflation Targeting Framework (ITF) tidaklah cukup untuk mengatasi. krisis ekonomi dan keuangan, maka perlu adanya sebuah instrument I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis ekonomi dan keuangan yang terjadi baik di negara berkembang maupun negara maju dapat menyebabkan stabilitas keuangan dan sistem pembayaran terganggu. Bagi pembuat

Lebih terperinci

2 Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tent

2 Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tent LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.141, 2015 PERBANKAN. BI. Rasio. Loan To Value. Financing To Value. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5706). FPERATURAN

Lebih terperinci

Pilih produk PermataKPR yang sesuai dengan kebutuhan dan nikmati berbagai keuntungan PermataKPR bagi Anda dan Keluarga.

Pilih produk PermataKPR yang sesuai dengan kebutuhan dan nikmati berbagai keuntungan PermataKPR bagi Anda dan Keluarga. Seunik Pribadi Anda Pilih produk PermataKPR yang sesuai dengan kebutuhan dan nikmati berbagai keuntungan PermataKPR bagi Anda dan Keluarga. PermataKPR Jaminan proses KPR 5 hari kerja mewujudkan rumah idaman

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/10/PBI/2015 TENTANG RASIO LOAN TO VALUE ATAU RASIO FINANCING TO VALUE UNTUK KREDIT ATAU PEMBIAYAAN PROPERTI DAN UANG MUKA UNTUK KREDIT ATAU PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbankan, juga tidak lepas dari pengaruh perkembangan di luar dunia bank,

BAB I PENDAHULUAN. perbankan, juga tidak lepas dari pengaruh perkembangan di luar dunia bank, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kondisi dunia perbankan di Indonesia telah banyak mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan ini selain disebabkan oleh perkembangan internal perbankan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi sekarang ini perubahan laju pembangunan terus mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi sekarang ini perubahan laju pembangunan terus mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi sekarang ini perubahan laju pembangunan terus mengalami peningkatan. Khususnya Indonesia yang merupakan negara berkembang, di mana segala upaya dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang tampak secara jelas bagaimana bidang konstruksi

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang tampak secara jelas bagaimana bidang konstruksi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang tampak secara jelas bagaimana bidang konstruksi telah berkembang sedemikian pesat dan sungguh sungguh mempengaruhi kehidupan masyarakat. Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembelian rumah bisa dilakukan dengan cara tunai ataupun kredit.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembelian rumah bisa dilakukan dengan cara tunai ataupun kredit. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelian rumah bisa dilakukan dengan cara tunai ataupun kredit. Seseorang dapat membeli rumah secara tunai apabila orang tersebut memiliki uang yang nilainya sama

Lebih terperinci

No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September 2013. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September 2013. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pusat perkantoran (Rusteliana, 2014). Pertumbuhan bisnis properti ini

BAB I PENDAHULUAN. dan pusat perkantoran (Rusteliana, 2014). Pertumbuhan bisnis properti ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan bisnis properti di Indonesia semakin pesat seiring dengan kemajuan perekonomian Indonesia, bisa dilihat dari banyaknya pembangunan perumahan, apartemen,

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROCEDURE ADMINISTRASI KREDIT PEMILIKAN RUMAH DALAM RANGKA SEKURITISASI

PEDOMAN PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROCEDURE ADMINISTRASI KREDIT PEMILIKAN RUMAH DALAM RANGKA SEKURITISASI Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 12/ 38 /DPNP tanggal 31 Desember 2010 PEDOMAN PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROCEDURE ADMINISTRASI KREDIT PEMILIKAN RUMAH DALAM RANGKA SEKURITISASI Lampiran Surat

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.

II. LANDASAN TEORI. atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank Bank adalah salah satu badan financial yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Kasmir (2010:11) Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan. kemasyarakat serta memberikan jasa bank lainnya.

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Kasmir (2010:11) Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan. kemasyarakat serta memberikan jasa bank lainnya. 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bank 2.1.1 Pengertian Bank Menurut Kasmir (2010:11) Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dan menyalurkannya kembali dana tersebut kemasyarakat

Lebih terperinci

No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan

Lebih terperinci

No. 14/ 10 /DPNP Jakarta, 15 Maret 2012. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 14/ 10 /DPNP Jakarta, 15 Maret 2012. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 14/ 10 /DPNP Jakarta, 15 Maret 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Sistem Perusahaan memerlukan sistem untuk menunjang kegiatan perusahaan dengan kata lain sistem merupakan rangkaian dari prosedur yang saling berkaitan dan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian suatu negara bisa dilihat dari minimalnya dua sisi, yaitu ciri perekonomian negara tersebut, seperti pertanian atau industri dengan sektor perbankan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tantangan Sektor Properti

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tantangan Sektor Properti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Tantangan Sektor Properti Tempat tinggal yang layak merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Demikian pula di kota-kota besar, perumahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Prosedur Prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan

Lebih terperinci

ketentuan Loan to Value meningkatkan aspek kehati-hatian bank dalam penyaluran

ketentuan Loan to Value meningkatkan aspek kehati-hatian bank dalam penyaluran FREQUENTLY ASKED QUESTIONS Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013 Perihal: Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti,

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. ditujukan bagi MBR yang memenuhi kriteria, yaitu Untuk pembelian rumah

BAB IV PENUTUP. ditujukan bagi MBR yang memenuhi kriteria, yaitu Untuk pembelian rumah BAB IV PENUTUP 4.1 KESIMPULAN Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Sejahtera FLPP adalah kredit pemilikan rumah program kerjasama dengan Kementerian Perumahan Rakyat dengan suku bunga rendah, cicilan ringan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. statistik menunjukan perputaran keuangan pada sektor perbankan 2011

BAB I PENDAHULUAN. statistik menunjukan perputaran keuangan pada sektor perbankan 2011 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbankan merupakan sarana yang strategis dalam rangka pembangunan ekonomi, peran yang strategis tersebut disebabkan oleh fungsi utama bank sebagai penghimpun

Lebih terperinci

Financial Check List. Definisi Pembiayaan. Mengapa Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan? Kapan Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan?

Financial Check List. Definisi Pembiayaan. Mengapa Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan? Kapan Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan? Daftar Isi Financial Check List 1 01 Definisi Pembiayaan 3 02 Mengapa Masyarakat Memerlukan Jasa Pembiayaan? 5 5 03 Kapan Masyarakat Memerlukan Jasa Pembiayaan? 6 6 04 Siapa Saja Nasabah 8 Jasa Pembiayaan?

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Akad Murabahah bil Wakalah pada Produk ib Investasi Line Facility di Bank Jateng Cabang Syariah Semarang Produk Pembiayaan ib Investasi adalah salah

Lebih terperinci

SEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH

SEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH SEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH PENGERTIAN Menurut DFID (Department For International Development) sektor keuangan adalah seluruh perusahaan besar atau kecil, lembaga formal

Lebih terperinci

2 berkeinginan untuk membeli Properti maupun kendaraan bermotor. Langkah tersebut dilakukan bersamaan dengan pelonggaran Rasio Loan to Value atau Rasi

2 berkeinginan untuk membeli Properti maupun kendaraan bermotor. Langkah tersebut dilakukan bersamaan dengan pelonggaran Rasio Loan to Value atau Rasi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERBANKAN. BI. Rasio. Loan To Value. Financing To Value. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 141). PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap perusahaan bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap perusahaan bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba yang optimal. Dalam mewujudkan tujuan tersebut perusahaan tidak terlepas dari berbagai masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perkembangan ekonomi yang fungsinya tidak dapat dipisahkan dari pembangunan.

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perkembangan ekonomi yang fungsinya tidak dapat dipisahkan dari pembangunan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan sebagai alat penggerak pertumbuhan dan perkembangan ekonomi yang fungsinya tidak dapat dipisahkan dari pembangunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dapat dilakukan dibanyak sektor, salah satunya adalah sektor

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dapat dilakukan dibanyak sektor, salah satunya adalah sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi dapat dilakukan dibanyak sektor, salah satunya adalah sektor properti. Pada umumnya banyak masyarakat yang tertarik menginvestasikan dananya di sektor properti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah menetapkan undang-undang mengenai Mortgage (Perumahan). Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. telah menetapkan undang-undang mengenai Mortgage (Perumahan). Peraturan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini lembaga perbankan memiliki pengaruh yang besar terhadap perekonomian Indonesia, dibuktikan dengan adanya krisis Ekonomi Global yang baru-baru ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan ekonomi mengakibatkan tingkat kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan ekonomi mengakibatkan tingkat kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan ekonomi mengakibatkan tingkat kebutuhan yang ada di masyarakat sangat beraneka ragam. selain kebutuhan sandang dan pangan, kebutuhan akan perumahan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/16/PBI/2016 TENTANG RASIO LOAN TO VALUE UNTUK KREDIT PROPERTI, RASIO FINANCING TO VALUE UNTUK PEMBIAYAAN PROPERTI, DAN UANG MUKA UNTUK KREDIT ATAU PEMBIAYAAN KENDARAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dalam dunia usaha dan bisnis saat ini mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dalam dunia usaha dan bisnis saat ini mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dalam dunia usaha dan bisnis saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut menciptakan persaingan yang sangat ketat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. properti residential (IHPR - berdasarkan survey Bank Indonesia). Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. properti residential (IHPR - berdasarkan survey Bank Indonesia). Peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan bisnis sektor properti meningkat dari tahun ke tahun terutama pada beberapa tahun terakhir ditandai dengan peningkatan indeks harga properti residential

Lebih terperinci

No. 14/ 33 /DPbS Jakarta, 27 November Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

No. 14/ 33 /DPbS Jakarta, 27 November Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA No. 14/ 33 /DPbS Jakarta, 27 November 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Penerapan Kebijakan Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kinerja suatu perusahaan diukur karena dapat dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan baik pihak internal maupun eksternal. Kinerja perusahaan merupakan suatu gambaran

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian dan Laporan Perkembangan Pembangunan Properti terkait LTV

Pedoman Penilaian dan Laporan Perkembangan Pembangunan Properti terkait LTV Lampiran SPI 202 : Pedoman Penilaian dan Laporan Perkembangan Pembangunan Properti terkait LTV 1. Latar Belakang Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013 perihal Penerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tolak ukur kemajuan negara tersebut. Menurut Kasmir (2014) bank adalah

BAB I PENDAHULUAN. tolak ukur kemajuan negara tersebut. Menurut Kasmir (2014) bank adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga yang memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Kemajuan bank di suatu negara dapat dijadikan tolak ukur kemajuan negara

Lebih terperinci

RUMAHKU SURGAKU. Oleh: Ahmad Gozali

RUMAHKU SURGAKU. Oleh: Ahmad Gozali RUMAHKU SURGAKU Oleh: Ahmad Gozali Dikutip dari Majalah Alia Siapa sih yang tidak mau memiliki rumah sendiri. Setiap kita pastinya punya keinginan untuk memiliki rumah sendiri sebagai tempat berteduh di

Lebih terperinci

LIST PERTANYAAN DAN JAWABAN TERKAIT PENERAPAN KETENTUAN LOAN TO VALUE

LIST PERTANYAAN DAN JAWABAN TERKAIT PENERAPAN KETENTUAN LOAN TO VALUE LIST PERTANYAAN DAN JAWABAN TERKAIT PENERAPAN KETENTUAN LOAN TO VALUE (LTV) KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) DAN DOWN PAYMENT (DP) KREDIT KENDARAAN BERMOTOR (KKB) PERBANKAN NO PERTANYAAN JAWABAN I. HAL UMUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan yang memegang peranan penting dalam perekonomian di setiap negara, merupakan sebuah alat yang dapat mempengaruhi suatu pergerakan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utamanya menghimpun dana dari masyarakat melalui simpanan giro, tabungan

BAB I PENDAHULUAN. utamanya menghimpun dana dari masyarakat melalui simpanan giro, tabungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada umumnya, bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menghimpun dana dari masyarakat melalui simpanan giro, tabungan dan deposito serta menyalurkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. KPR BTN Sejahtera FLPP adalah kredit pemilikan rumah program

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. KPR BTN Sejahtera FLPP adalah kredit pemilikan rumah program 101 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan KPR BTN Sejahtera FLPP adalah kredit pemilikan rumah program kerjasama dengan Kementerian Perumahan Rakyat dengan suku bunga rendah dan cicilan ringan dan tetap sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai pada setiap Negara, salah satunya Indonesia. Pada umumnya Usaha

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai pada setiap Negara, salah satunya Indonesia. Pada umumnya Usaha 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan unit usaha yang banyak dijumpai pada setiap Negara, salah satunya Indonesia. Pada umumnya Usaha Kecil dan Menengah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghimpun dana dari masyarakat (tabungan, giro, deposito) dan menyalurkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghimpun dana dari masyarakat (tabungan, giro, deposito) dan menyalurkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian Kredit Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam latar belakang, kegiatan bank ialah menghimpun dana dari masyarakat (tabungan, giro, deposito)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan harganya yang cenderung selalu naik. Kenaikan harga properti

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan harganya yang cenderung selalu naik. Kenaikan harga properti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat tertarik menginvestasikan dananya di sektor properti dikarenakan harganya yang cenderung selalu naik. Kenaikan harga properti disebabkan karena harga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 9 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan mengenai pengaruh faktor suku bunga kredit, dana pihak ketiga, nilai tukar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja keuangan perusahaan merupakan salah satu faktor yang dilihat

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja keuangan perusahaan merupakan salah satu faktor yang dilihat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kinerja keuangan perusahaan merupakan salah satu faktor yang dilihat investor untuk menentukan pilihan dalam membeli saham. Analisis kinerja keuangan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahkan untuk keluar dari krisis ekonomi ini, sektor riil harus selalu digerakan

BAB I PENDAHULUAN. Bahkan untuk keluar dari krisis ekonomi ini, sektor riil harus selalu digerakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masalah pendanaan menjadi tombak dalam dunia usaha dan perekonomian. Bahkan untuk keluar dari krisis ekonomi ini, sektor riil harus selalu digerakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sektor Properti Sektor properti merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan dalam perekonomian, sebab sektor properti menjual produk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Nomor 10 Tahun Menurut Pasal 1 ayat 2

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Nomor 10 Tahun Menurut Pasal 1 ayat 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian bank secara otentik telah dirumuskan di dalam Undangundang Perbankan 7 Tahun 1992 yang telah diubah menjadi Undangundang Perbankan Nomor 10 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau dikenal dengan kebutuhan primer, juga kebutuhan sekunder maupun

BAB I PENDAHULUAN. atau dikenal dengan kebutuhan primer, juga kebutuhan sekunder maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari - hari manusia memiliki kebutuhan pokok atau dikenal dengan kebutuhan primer, juga kebutuhan sekunder maupun kebutuhan tersier. Kebutuhan primer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan cicilan atau angsuran sesuai dengan perjanjian. 2

BAB I PENDAHULUAN. dengan cicilan atau angsuran sesuai dengan perjanjian. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tugas pokok bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat yang memerlukannya. Oleh karena itu, peranan kredit dalam operasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat tetap hidup setiap hari. Setiap manusia butuh makan dan minum.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat tetap hidup setiap hari. Setiap manusia butuh makan dan minum. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebutuhan primer makhluk hidup adalah papan selain sandang dan pangan. Sandang dan pangan merupakan penunjang yang membuat manusia untuk dapat tetap hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurunnya nilai indeks bursa saham global dan krisis finansial di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di seluruh media massa dan dibahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah, inflasi

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah, inflasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal tahun 1998 yakni pada awal masa orde baru perekonomian Indonesia mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Bank merupakan perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah ditegaskan dalam

Lebih terperinci

Bank Konvensional Syariah Roda 2 20% 20% Roda 3 atau lebih non produktif 25% 25% Roda 3 atau lebih produktif 20% 20%

Bank Konvensional Syariah Roda 2 20% 20% Roda 3 atau lebih non produktif 25% 25% Roda 3 atau lebih produktif 20% 20% FREQUENTLY ASKED QUESTIONS PERATURAN BANK INDONESIA NO.17/10/PBI/2015 TENTANG RASIO LOAN TO VALUE ATAU RASIO FINANCING TO VALUE UNTUK KREDIT ATAU PEMBIAYAAN PROPERTI DAN UANG MUKA UNTUK KREDIT ATAU PEMBIAYAAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pertumbuhan suatu usaha dipengaruhi dari beberapa aspek diantaranya ketersediaan modal. Sumber dana yang berasal dari pelaku usaha agribisnis sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Properti merupakan salah satu pilihan bisnis yang memberikan jaminan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Properti merupakan salah satu pilihan bisnis yang memberikan jaminan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Properti merupakan salah satu pilihan bisnis yang memberikan jaminan kepastian nilai keuntungan kepada investor. Hal ini terutama disebabkan karena bisnis ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredit Usaha Mikro Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menyebutkan: Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tinjauan Mengenai Bank 2.1.1.1 Pengertian Bank Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kredit properti (subprime mortgage), yaitu sejenis kredit kepemilikan rumah

BAB 1 PENDAHULUAN. kredit properti (subprime mortgage), yaitu sejenis kredit kepemilikan rumah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat terjadi akibat macetnya kredit properti (subprime mortgage), yaitu sejenis kredit kepemilikan rumah (KPR) di Indonesia.

Lebih terperinci

: MARINA RUMONDANG P. TAMPUBOLON NPM :

: MARINA RUMONDANG P. TAMPUBOLON NPM : PROSEDUR KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO)Tbk CABANG BEKASI Nama : MARINA RUMONDANG P. TAMPUBOLON NPM : 46209934 Kelas : 3DA04 Dosen Pembimbing : Toto Sugiharto, PhD

Lebih terperinci

BANK INDONESIA SEPTEMBER 2013

BANK INDONESIA SEPTEMBER 2013 1 Penerapan Manajemen Risiko Pada Bank Yang Melakukan Pemberian Kredit Atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut UU No.10 tahun 1998 : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian dan Laporan Perkembangan Pembangunan Properti terkait LTV

Pedoman Penilaian dan Laporan Perkembangan Pembangunan Properti terkait LTV Pedoman Penilaian dan Laporan Perkembangan Pembangunan Properti terkait LTV 1. Latar Belakang Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013 perihal Penerapan Manajemen Risiko pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang sekaligus dapat berdampak

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBERIAN KREDIT AGUNAN RUMAH PADA BANK TABUNGAN NEGARA

ANALISIS PEMBERIAN KREDIT AGUNAN RUMAH PADA BANK TABUNGAN NEGARA ANALISIS PEMBERIAN KREDIT AGUNAN RUMAH PADA BANK TABUNGAN NEGARA Nama : GITA FALINI NPM : 24214583 Kelas : 3EB30 Jurusan : Akuntansi Pembimbing : Silvia Avira, SE., MM PENDAHULUAN Latar Belakang Kredit

Lebih terperinci

ANALISIS KREDIT AGUNAN RUMAH BTN DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN RENOVASI RUMAH PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA KANTOR CABANG BEKASI

ANALISIS KREDIT AGUNAN RUMAH BTN DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN RENOVASI RUMAH PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA KANTOR CABANG BEKASI ANALISIS KREDIT AGUNAN RUMAH BTN DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN RENOVASI RUMAH PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA KANTOR CABANG BEKASI Nama : Erna Nur Elihidayah NPM : 52213949 Program Studi : DIII Manajemen Keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana dalam bentuk simpanan seperti tabungan, deposito, giro, dan lain-lain dari

BAB I PENDAHULUAN. dana dalam bentuk simpanan seperti tabungan, deposito, giro, dan lain-lain dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bank merupakan suatu badan usaha yang menghimpun dan menyalurkan dana dalam bentuk simpanan seperti tabungan, deposito, giro, dan lain-lain dari dan untuk

Lebih terperinci

PROSEDUR PEMBERIAN KREDIT SWADANA PADA BANK TABUNGAN NEGARA CABANG BEKASI

PROSEDUR PEMBERIAN KREDIT SWADANA PADA BANK TABUNGAN NEGARA CABANG BEKASI PROSEDUR PEMBERIAN KREDIT SWADANA PADA BANK TABUNGAN NEGARA CABANG BEKASI Nama : Nurul Fiqih Budianti NPM : 56213721 Program Studi : DIII Manajemen Keuangan Pembimbing : Dr. Ir. Rina Sugiarti, MM. LATAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mengajarkan bagaimana manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang terbatas sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Resesi ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat telah menyebabkan kasus

BAB I PENDAHULUAN. Resesi ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat telah menyebabkan kasus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Resesi ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat telah menyebabkan kasus subprime mortgage di sektor perumahan, disusul kemudian dengan naiknya harga minyak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka Lembaga perbankan memegang peranan yang sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakat. Perbankan melayani kebutuhan pembiayaan dan memperlancar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini industri perbankan pasca krisis multidimensi yang melanda

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini industri perbankan pasca krisis multidimensi yang melanda 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini industri perbankan pasca krisis multidimensi yang melanda Indonesia telah memperoleh banyak pelajaran berharga tentang pentingnya suatu kebijakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. modal dan menawarkan sahamnya di masyarakat/publik (go public). Perusahan

BAB 1 PENDAHULUAN. modal dan menawarkan sahamnya di masyarakat/publik (go public). Perusahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini pasar modal memegang peranan penting bagi keberlangsungan perusahaan, baik perusahaan perbankan maupun perusahaan non bank. Munculnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikonsumsinya atau mengkonsumsi semua apa yang diproduksinya.

BAB I PENDAHULUAN. yang dikonsumsinya atau mengkonsumsi semua apa yang diproduksinya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem ekonomi adalah suatu sistem yang memiliki spesialisasi yang tinggi. Hal ini berarti tidak ada seorangpun yang mampu memproduksi semua apa yang dikonsumsinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pendapatan yang merata. Namun, dalam

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pendapatan yang merata. Namun, dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan pembangunan ekonomi tujuan utamanya adalah untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera dengan cara mencapai pertumbuhan ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB 5 KEGIATAN MENGALOKASIKAN DANA

BAB 5 KEGIATAN MENGALOKASIKAN DANA BAB 5 KEGIATAN MENGALOKASIKAN DANA A. Pengertian Pengalokasian Dana Kegiatan bank yang kedua setelah menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk tabungan, simpanan giro dan deposito adalah menyalurkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat terus tumbuh, namundengan tetap memperhatikan prinsip kehatian-hatian

BAB I PENDAHULUAN. dapat terus tumbuh, namundengan tetap memperhatikan prinsip kehatian-hatian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai jembatan antara pihakyang kelebihan dana dengan pihak yang memerlukan dana. Bank diharapkan dapatmemberikan

Lebih terperinci

PERANAN BPR UNTUK MASYARAKAT

PERANAN BPR UNTUK MASYARAKAT PERANAN BPR UNTUK MASYARAKAT A. Sejarah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Perkreditan Rakyat atau BPR memiliki sejarah yang panjang didalam timeline industri perbankan di Indonesia. Awalnya BPR dibentuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Bank Menurut Kuncoro (2002:68), Bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut kemasyarakat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Perkreditan Bank 2.2. Unsur-unsur dan Tujuan Kredit

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Perkreditan Bank 2.2. Unsur-unsur dan Tujuan Kredit II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Perkreditan Bank Penyaluran kredit merupakan salah satu jasa perbankan yang utama dalam mendukung perputaran ekonomi. Melalui kredit, sektor usaha akan mendapatkan

Lebih terperinci

hidup rakyat (Anshori:2009:226). Mengingat semakin berkembangnya zaman

hidup rakyat (Anshori:2009:226). Mengingat semakin berkembangnya zaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya

Lebih terperinci

SISTEM PERHITUNGAN BUNGA KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH BTN SUBSIDI (RUMAH SEJAHTERA TAPAK FLPP) PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) Tbk.

SISTEM PERHITUNGAN BUNGA KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH BTN SUBSIDI (RUMAH SEJAHTERA TAPAK FLPP) PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) Tbk. SISTEM PERHITUNGAN BUNGA KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH BTN SUBSIDI (RUMAH SEJAHTERA TAPAK FLPP) PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) Tbk. CABANG BOGOR Anisa Usnul Fatimah dan Widhi Ariyo Bimo Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan bisnis properti di Indonesia mengalami kenaikan yang sangat tajam pada dekade terakhir ini. Banyak indikator yang dapat dilihat di dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian Indonesia yang masih labil sering menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian Indonesia yang masih labil sering menjadikan Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi perekonomian Indonesia yang masih labil sering menjadikan dunia usaha, khususnya industri dan manufaktur, berada dalam kondisi penuh ketidakpastian

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMBERIAN KPR BTN SEJAHTERA FLPP PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) CABANG SURABAYA RANGKUMAN TUGAS AKHIR

PELAKSANAAN PEMBERIAN KPR BTN SEJAHTERA FLPP PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) CABANG SURABAYA RANGKUMAN TUGAS AKHIR PELAKSANAAN PEMBERIAN KPR BTN SEJAHTERA FLPP PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) CABANG SURABAYA RANGKUMAN TUGAS AKHIR Oleh : SISKA PRASTYAWATI NIM : 2012110283 SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PERBANAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan penggerak ekonomi yang fungsinya tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan penggerak ekonomi yang fungsinya tidak dapat dipisahkan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan, alat penggerak pertumbuhan dan penggerak ekonomi yang fungsinya tidak dapat dipisahkan dari pembangunan. Bank sebagai

Lebih terperinci

KINERJA PERBANKAN 2008 (per Agustus 2008) R e f. Tabel 1 Sumber Dana Bank Umum (Rp Triliun) Keterangan Agustus 2007

KINERJA PERBANKAN 2008 (per Agustus 2008) R e f. Tabel 1 Sumber Dana Bank Umum (Rp Triliun) Keterangan Agustus 2007 KINERJA PERBANKAN (per ) R e f A. Sumber Dana Bank A.1. Dana Pihak Ketiga (DPK) merupakan sumber utama dana perbankan. Hingga total sumber dana bank umum mencapai Rp1.746,80 triliun atau naik 10,89% dibandingkan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dari hasil penelitian mengenai motivasi debitur terhadap atribut produk dalam keputusan pembelian produk KPR Bank Commonwealth dapat disimpulkan sebagai berikut. Motivasi

Lebih terperinci

Pengalokasian Dana Bank (Kredit dan Pembiayaan)

Pengalokasian Dana Bank (Kredit dan Pembiayaan) Materi 3 Pengalokasian Dana Bank (Kredit dan Pembiayaan) Subpokok bahasan : Pengertian Kredit & Pembiayaan (Produk Lending) Jenis-jenis kredit Prinsip-prinsip pemberian kredit Jenis-jenis pembebanan suku

Lebih terperinci