BAB II PEMAHAMAN TERHADAP GALERI KAIN BALI
|
|
- Vera Iskandar
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II PEMAHAMAN TERHADAP GALERI KAIN BALI Pada bab ini akan menguraikan landasan teori yang berhubungan dengan galeri, dengan cara menguraikan secara umum hingga khusus, seperti tinjauan umum galeri, dan tinjauan umum kain tradisional Bali. Pada bab ini juga berisikan sub- bab mengenai hasil dari tinjauan proyek sejenis dan spesifikasi umum Galeri Kain Bali. 2.1 Tinjauan Umum Galeri Tinjauan umum akan membahas mengenai pengertian galeri, bentuk galeri, jenis galeri, fungsi dan peranan galeri, Cara penyajian Koleksi Galeri, Faktor Teknik Penyajian, Penggunaan Galeri, Kebutuhan Ruang galeri Pengertian Galeri Menurut kamus besar bahasa Indonesia, galeri merupakan ruangan atau tempat memamerkan benda atau karya seni (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. 2005). Menurut etimologinya galerry atau galeri, berasal dari bahasa Latin: Galleria. Galleria dapat diartikan sebagai ruang beratap dengan satu sisi terbuka. Galeri juga sering diartikan sebagai ruang atau bangunan yang 7
2 digunakan untuk memamerkan karya seni (Ensiklopedia Nasional Indonesia Jilid ). Galeri adalah selasar atau tempat, dapat pula diartikan sebagai tempat yang memamerkan karya seni tiga dimensional karya seorang atau sekelompok seniman atau bisa juga didefinisikan sebagai ruangan atau gedung tempat untuk memamerkan benda atau karya seni (Departemen Pendidikan Nasional. 2008). Galeri menurut kesimpulan beberapa pengertian diatas, merupakan tempat atau wadah yang diperuntukan untuk memamerkan suatu karya seni yang telah diseleksi terlebih dahulu oleh dewan kurator. Galeri juga memiliki kegiatan lain didalamnya, seperti kegiatan melindungi, dan kegiatan mengembangkan suatu karya seni dengan mempromosikan dan menjualnya Fungsi dan Peranan Galeri Berdasarkan pengertian galeri, dapat disimpulkan bahwa galeri merupakan wadah untuk memamerkan suatu karya seni, dengan demikian galeri memiliki peranan yang sangat besar untuk mempromosikan, melindungi, mengembangkan dan sebagai tempat penyimpanan karya seni. Berikut merupakan penjabaran fungsi dan peranan galeri. 1. Sebagai sarana informasi Galeri memiliki fungsi sebagai sarana informasi, dalam hal ini informasi yang disampaikan berupa informasi-informasi mengenai koleksi yang terdapat pada galeri khususnya kain tradisional Bali. Informasi tersebut terkait dengan sejarah, jenis-jenis, cara pembuatan dan perkembangan kain tradisional Bali. 2. Sebagai sarana komersial Fungsi komersial dapat diartikan bahwa galeri memiliki sifat mecari keuntungan dengan menjual beberapa koleksi kain tradisional ataupun hasil modifikasinya seperti tas, sepatu, dll. 3. Sebagai sarana pendidikan Galeri sebagai sarana pendidikan dapat diartikan bahwa galeri dapat memberikan ilmu pengetahuan bagi para wisatawan yang berkunjung, ilmu tersebut dapat diperoleh dari informasi-informasi yang terdapat pada ruang pameran ataupun buku-buku yang diletakan diperpustakaan galeri. 8
3 4. Sebagai sarana rekreasi Sarana rekreasi pada galeri dapat berupa pertunjukan-pertunjukan seni mengenai kain tradisional Bali, seperti pagelaran busana asli Bali, dan modifikasi dari kain tradisional Bali, selain itu sebagai sarana rekreasi, galeri juga menampilkan video dokumenter mengenai perkembangan Kain Tradisional hingga saat ini Jenis-Jenis Galeri Jenis-jenis galeri dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok, diantaranya yaitu geleri yang dibedakan berdasarkan tempat, kepemilikan, isi, waktu, jenis koleksi, dan lingkup galeri. Berikut merupakan penjelasan dari jenis-jenis galeri : 1. Tempat Penyelenggaraannya, galeri dapat dibedakan seperti berikut (Rapini, 1995/1996): a. Traditional Art Gallery, galeri yang aktivitasnya diselenggarakan di selasar atau lorong panjang. b. Modern Art Gallery, galeri dengan perencanaan ruang secara modern. 2. Sifat kepemilikan, dibedakan menjadi: a. Private Art Gallery, galeri yang dimiliki oleh perseorangan/pribadi atau kelompok. b. Public Art Gallery, galeri milik pemerintah dan terbuka untuk umum. c. Kombinasi dari kedua galeri di atas. 3. Isi galeri, dibedakan menjadi: a. Art Gallery of Primitif Art, galeri yang menyelenggarakan aktivitas di bidang seni primitif. b. Art Gallery of Classical Art, galeri yang menyelenggarakan aktivitas di bidang seni klasik. c. Art Gallery of Modern Art, galeri yang menyelenggarakan aktivitas di bidang seni modern. 4. Jenis pameran berdasarkan waktunya: a. Pameran Tetap, pameran yang diadakan terus-menerus tanpa ada batasan waktu. b. Pameran Temporer, pameran yang diadakan dengan batas waktu tertentu 9
4 c. Pameran Keliling, pameran yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. 5. Macam koleksi, dibedakan menjadi: a. Galeri pribadi, tempat untuk memamerkan hasil karya pribadi seniman itu sendiri tanpa memamerkan hasil karya seni orang lain dan hasil karya seniman itu tidak diperjual belikan untuk umum. b. Galeri umum, galeri yang memamerkan hasil karya dari berbagai seniman, dan hasil karya para seniman tersebut dapat diperjual belikan untuk umum. c. Galeri kombinasi, merupakan kombinasi dari galeri pribadi dan galeri umum, karya seni yang dipamerkan dalam galeri ini ada yang diperjual belikan untuk umum, ada pula yang merupakan koleksi pribadi seniman yang tidak diperjual belikan. Hasil karya seni yang dipamerkan merupakan hasil karya seni dari beberapa seniman. 6. Berdasarkan lingkup koleksi: a. Galeri lokal, merupakan galeri yang mempunyai koleksi yang diambil dari lingkungan setempat. b. Galeri regional, merupakan galeri yang mempunyai koleksi yang diambil dari tingkat daerah/propinsi/daerah regional I. c. Galeri internasional, merupakan galeri yang mempunyai koleksi yang diambil dari berbagai negara di dunia Penyajian Koleksi Galeri Penyajian benda-benda koleksi dalam galeri memegang peranan penting, karena dengan cara ini, koleksi dapat di informasikan dan berkomunikasi dengan pengunjung. Penyajian koleksi galeri memiliki hal yang perlu diperhatikan antara lain: 1. Metode Pameran Dalam penyajian koleksi kain tradisional Bali disebuah galeri, terdapat beberapa metode yang digunakan untuk menyajikannya sehingga mendapatkan sajian koleksi yang menarik dan tidak membosankan. Metode-metode tersebut, yaitu : 10
5 a. Metode pendekatan intelektual, Cara penyajian koleksi kain tradisional Bali dengan metode pendekatan intelektual yaitu menata koleksi sedemikian rupa, sehingga dari penataan tersebut dapat mengungkapkan informasi tentang guna, arti dan fungsi benda koleksi. Metode ini dapat diterapkan dengan penataan koleksi yang disajikan secara sistematis, misalnya menampilkan urutan mengenai proses pembuatan kain beserta dengan hasil dan informasinnya. Penampilan informasi pada setiap koleksi juga dapat ditampilkasn secara lebih menarik, misalnya dengan menggunakan bantuan dari teknologi yang sedang berkembang (Hasil wawancara dengan Bapak Risdha, 2015). b. Metode pendekatan romantik (evokatif), Cara penyajian benda koleksi yang mampu mengungkapkan suasana tertentu yang berhubungan dengan suatu karya seni yang dipamerkan. Metode ini dapat diaplikasikan dengan menggunakan suatu tema dalam penataannya. Tema tersebut yang akan menyeleksi dan menata koleksi, sehingga mengasilkan sesuatu yang terlihat harmonis. Tema yang dibuat akan di rolling setiap beberapa bulan sekali (misal 1 bulan sekali), hal ini bertujuan untuk meminimalisir efek jenuh atau bosan (Hasil wawancara dengan Bapak Risdha, 2015). c. Metode pendekatan estetik, Cara penyajian benda koleksi yang ditata untuk mengungkapkan nilai artistik yang ada pada suatu karya seni. Cara ini digunakan untuk menampilkan keindahan kain tradisional Bali tersebut dengan bantuan pengaturan pencahayaan yang baik, perletakan koleksi, dan sarana pendukung lainnya. 2. Teknik Penataan Benda Di Dalam Galeri a. In Show Case, Merupakan teknik penataan benda koleksi, dimana benda yang dipamerkan (benda yang memiliki ukuran kecil) dilektakan pada wadah atau kotak yang tembus pandang. Penataan koleksi pada galeri kain tradisional dapat berupa bahan-bahan dan alat-alat kecil yang digunakan dalam pembuatan kain tradisional Bali. Gambar 2.1 Lemari Koleksi 11
6 b. Free Standing On The Folor, teknik ini dapat diaplikasikan pada benda koleksi yang memiliki ukuran cukup besar. Teknik ini dilakukan dengan cara meletakan benda koleksi pada sebuah panggung yang dibuat dengan perbedaaan ketinggian level lantai. Pada Galeri Kain Bali teknik ini dapat diaplikasikan pada koleksi yang berupa pakaian Bali, dan pakaian-pakaian modifikasi yang di jejerkan menggunakan manekin di lantai namun memiliki level ketinggian yang berbeda. c. On Walls or Panels, Merupakan salah satu teknik dengan meletakan benda koleksi pada dinding di sebuah ruangan atau diletakan pada partisi yang digunakan pula sebagai pembatas ruang. Koleksi yang menggunakan teknik ini yaitu, koleksi utama (kain tradional Bali). Kain tradisional Bali Gambar 2.2 Panel untuk memajang koleksi diletakan dengan cara digantungkan pada dinding-dinding galeri. Penyajian koleksi galeri juga dipengaruhi kondisi ruang pameran. Ruang pameran merupakan bagian terpenting dalam sebuah galeri. Pada ruang pameran ini berisikan informasi, dan pengetahuan mengenai kain tradisional Bali. Teknik penyajian sangat berguna untuk mempermudah penyampaian informasi kepada para pengunjung pada saat melihat suatu pameran. Berikut ini faktor-faktor yang menentukan dalam teknik penyajian koleksi pada ruang pameran : 1. Tata Cahaya Pencahayaan yang baik merupakan faktor penting dalam galeri. Dengan tata cahaya yang baik dapat menimbulkan kesan tersendiri pada suatu pameran, tata cahaya juga dapat membawa pengunjung untuk fokus melihat atau menikmati koleksi galeri yang disajikan. Pencahayaan bangunan dibagi menjadi 2 jenis Gambar 2.3 Pencahayaan ruang pameran yaitu pencahayaan alami dan pencahayaan buatan. Kedua tipe pencahayaan bangunan ini akan digunakan pada bangunan galeri. 12
7 Penggunaan pencahayaan disesuaikan dengan fungsi ruang-ruang yang tersedia didalam galeri. Penggunaan tipe pencahayaan yaitu sebagai berikut: a. Pencahayaan Alami Pencahayaan alami merupakan cahaya yang diperoleh dari sinar matahari. Pada galeri ruangan yang menggunakan pencahayaan alami yaitu, lobby, cafeteria, ruang workshop, ruang pengelola, ruang serbaguna, dan ruang studio. Pencahayaan alami di dapat dari penggunaan bukaan-bukaan pada dindingdinding ruangan. Pencahayaan alami digunakan untuk penghematan energi pada siang hari. b. Pencahayaan Buatan Pencahayaan buatan merupakan pencahayaan yang diperoleh dari cahaya lampu. Pencahayaan buatan pada bangunan galeri terdapat pada ruang pemeran, ruang audio visual, ruang pegelaran busana, dan ruangan lainnya. Cahaya lampu dapat menciptakan suasana dan karakter ruang yang diinginkan. Pencahayaan pada ruang pamer berfungsi agar koleksi yang dipamerkan dapat terlihat dan menciptakan kontras antara objek dan latar belakangnya. Ketentuan kesensitifan objek berdasarkan tingkat iluminasinya, sebagai berikut: Tabel 2.1. Objek sensitif dengan tingkat iluminasi Tingkat Iluminasi Jenis Objek 1 50 lux atau 5 footcandle Tekstil, kostum, kain permadani, cat air, naskah kuno lux atau 20 footcandle Gambar minyak, bahan yang awet, tanduk binatang, tulang hewan, dan gading gajah, serta pernis alami lux atau 30 footcandle Objek ini mungkin terlindung pada tingkat iluminasi (Sumber: Sons. 2001) 2. Penghawaan Gambar 2.4 Penghawaan dan Pencahayaan Alami Penghawaan yang baik adalah hawa yang berjalan secara alamiah dan kondisinya dalam ruangan stabil. Pencapaian kondisi yang stabil pada suatu ruangan dapat dibantu dengan alatalat elektronik seperti kipas angin, AC, dll (Dinas Kebudayaan, 1994). Suhu ruangan yang disayaratkan untuk ruang pameran yaitu 20 o C- 24 o C. 13
8 3. Tata Warna Tata warna yang digunakan dalam ruangan pameran akan mempengaruhi titik fokus pengunjung dalam mengamati objek, terutama kain tradisional. Hal ini dikarenakan kain tradisional Bali memiliki banyak warna dan motif, sehingga dalam penyusunan ruang pameran sebaiknya menggunakan warna yang bersifat soft dan tidak dominan. Warna-warna tersebut misalnya, putih dan hitam sehingga fokus pengunjung hanya pada koleksi kain saja tanpa dihalangi oleh tata warna elemen penyusun ruang. 4. Detail Pajangan Penyajian koleksi galeri harus memperhatikan pandangan dan penglihatan pengunjung. Dengan penyajian yang baik, pengunjung galeri dapat merasakan kenyamanan dalam melihat-lihat koleksi galeri. Batas penglihatan normal manusia untuk melihat ke atas adalah 40 o. Menentukan ketinggian perletakan koleksi galeri dapat menggunakan tinggi rata- rata pengunjung. Ketinggian rata- rata pengunjung sekitar 170 cm. Ketinggian penyajian koleksi galeri yang diperlukan maksimal adalah 210 cm, sedangkan ketinggian optimum rak penyajian adalah 50cm 150cm, sehingga selain mudah dilihat, juga mudah diambil tanpa harus menggunakan tangga. (Neufert. 1993) 5. Perawatan koleksi Beberapa faktor yang dapat mengubah kondisi fisik koleksi yaitu: iklim, lingkungan, dan cahaya. a. Kondisi iklim Iklim yang lembab akan menyebabkan bakteri dan jamur akan cepat berkembang sedangkan iklim yang terlalu kering akan menimbulkan kerusakan pada koleksi. Kelembaban relative (RH) yang dipersyaratkan bagi kelestarian benda-benda koleksi yakni 45-60% dengan suhu antara C. b. Faktor lingkungan Pencemaran udara dapat mengakibatkan proses pelenturan dan proses pelapukan, selain itu pencemaran udara juga dapat mengakibatkan proses penghitaman pada bahan timah dan menimbulkan bercak-bercak kotor. 14
9 c. Persyaratan cahaya untuk keawetan koleksi adalah : - Menghindari cahaya langsung mengenai koleksi, sebab radiasi ultrafiolet sangat membahayakan dan dapat menimbulkan perubahan pada bahan maupun warna. - Cahaya dari lampu-lampu listrik secara langsung dapat menimbulkan proses kerusakan, sebab lampu-lampu listrik juga mengeluarkan radiasi ultraviolet sehingga perlu modifikasi dan iluminasi untuk mengurangi radiasinya Pengguna Galeri Pengguna galeri adalah civitas yang melakukan kegiatan di dalam sebuah galeri. Pada tabel 2.2 akan menjabarkan civitas dan klasifikasinya dalam sebuah galeri. Pengunjung a. Kelompok Umum/Pengunjung Biasa/Masyarakat Sekitar, merupakan masyarakat Kabupaten Gianyar, dan masyarakat Bali. b. Kelompok Pelajar dan Mahasiswa, berkunjung ke galeri dengan tujuan menambah pengetahuan dan informasi terkait kain tradisional Bali. c. Kelompok Para Ahli dan Peneliti, berkunjung ke galeri untuk membagi ilmu pengetahuan lewat seminar dan pelatihan. d. Designer dan Seniman, berkunjung ke galeri untuk menuangkan ide atau kreativitas untuk perkembangan kain tradisional Bali. e. Kelompok Turis/Wisatawan, merupakan wisatawan mancanegara, dan wisatawan domestik yang berkunjung ke Bali Tabel 2.2. Pengguna Galeri Pengelola a. Direktur (pimpinan), bertugas untuk mengelola galeri/memimpin pengelolaan galeri b. Bagian Administrasi Tata Usaha, bertugas untuk mengelola urusan administradi dan tata usaha c. Bagian Pameran, bertugas untuk pengelolaan pameran, mulai dari penyeleksian koleksi hingga perawatan koleksi pameran. d. Bagian Keuangan, bertugas mengatur keuangan pada galeri. e. Bagian Publikasi, bertugas untuk mempromosikan galeri, baik melalui media elektronik maupun melalui media cetak. f. Bagian Perpustakaan, bertugas untuk mengelola bagian perpustakaan mulai dari pengadaan pustaka, hingga perawatan koleksi pustaka. g. Bagian Workshop, bertugas untuk membuat karya kerajinan dan memamerkannya kepada pengunjung. h. Bagian MEP, bertugas untuk memasang dan memperbaiki peralatan yang berhubungan dengan MEP. i. Bagian Keamanan, bertugas menjaga keamanan lingkungan galeri. j. Bagian Kebersihan, bertanggungjawab terhadap kebersihan lingkungan galeri Standar Kebutuhan Ruang Galeri Berdasarkan standar pembagian ruang menurut zona publik dan non publik, ruang-ruang tersebut yaitu: Tabel 2.3 Standar Kebutuhan Ruang Zona Kelompok Ruang Ruang 15
10 - R. Pemeran Koleksi - R. Kuliah Umum - R. Orientasi - R. Pemeriksaan - Teater Publik - Food Service Non- Koleksi - R. Informasi - Toilet Umum - Lobby - Retail - Bongkar-Muat - Lift Barang Koleksi - Loading Dock - R. Penerimaan - Dapur Kering - R. Mekanikal - R. Elektrikal Non Publik - Kantor Retail - Kantor Pengelola - R. Konfrensi - R. Keamanan - R. Penyimpanan Koleksi Keamanan Berlapis - R. jaringan Komputer - R. Perlengkapan Keamanan Sumber : Time Saver Standards for Building Types - Food Service- Dapur Non- Koleksi - Gudang 2.2 Tinjauan Umum Kain Tradisional Bali Untuk memahami tinjauan umum terhadap kain tradisional, seperti: mengenai pengertian kain tradisional, makna kain tradisional, jenis-jenis dan cara pembuatan kain tradisional Bali Pengertian Kain Tradisional Bali Menurut akar bahasanya kain tradisional terdiri dari dua kata yaitu kain dan tradisional. Kain merupakan salah satu benda budaya hasil karya manusia yang secara umum dikenal sebagai tenunan yang dibuat sebagai pakaian. Kain merupakan salah satu benda budaya hasil karya manusia yang secara umum dikenal sebagai hasil tenunan yang dibuat untuk pakaian. Pada mulanya kain berfungsi sebagai alat untuk melindungi tubuh dari cuaca panas atau dingin, namun sesuai dengan perkembangan jaman, fungsi kain semakin beragam sesuai dengan kebutuhan penggunanya (Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 14, 1990). Menurut Poespa dalam bukunya yang berjudul Ragam Busana Pemilihan Ragam Bahan Tekstil, menyatakan kain merupakan suatu bahan, hasil dari pada tenunan benang. Kata tradisonal memiliki arti yaitu, suatu budaya yang diteruskan secara turun temurun, dan dipercayai masyarakat di suatu daerah berdasarkan adanya 16
11 sejarah atau latar belakang yang sama. Kain tradisional menurut Kamila dalam bukunya Ragam Kain Tradisional Nusantara, yaitu kain yang berasal dari budaya daerah lokal yang dibuat secara tradisional dan digunakan untuk kepentingan adat istiadat Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kain tradisonal Bali merupakan suatu karya hasil budaya masyarakat Bali yang di teruskan secara turun-temurun dan dibuat dengan cara tradisional untuk menghasilkan suatu motif yang tidak hanya berfungsi sebagai pakaian saja, namun juga dapat berfungsi sebagai perlengkapan upakara atau pemenuh kebutuhan lainnya tergantung pengguna Perkembangan Kain Tradisional Bali Kain merupakan suatu kebutuhan pokok manusia dalam menjalakan hidupnya, selain makanan dan tempat berlindung (rumah). Kain tradisonal Bali sering disebut wastra, memiliki peranan yang cukup penting dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan di Bali, contohnya saja bagi kegiatan upacara-upacara keagaman. Masyarakat Bali dikenal dengan kentalnya kebudayaan dan kepercayaannya terhadap tradisi-tradisi keagamaan. Sejak baru lahir, hingga meninggal, mulai pagi sampai matahari terbenam masyarakat Bali menjalani hidupnya dengan beraneka ragam upacara-upacara keagamaan. Setiap upacara keagamaan selalu dilengkapi dengan kesenian ataupun pertunjukan-pertunjukan seni, seperti wayang, tari-tarian, kekidungan, dan masih banyak lainnya. Dalam upacara ataupun pertunjukan-pertunjukan masyarakat Bali wajib menggunakan kain-kain atau pakaian tradisional. Kain tradisonal Bali selain memiliki fungsi keagamaan, kain ini juga sering dikembangkan dengan menjadikannya berbagai pakaian, ataupun asesoris yang stylish dan trendi. Kain tradisonal Bali yang sering dimodifikasi menjadi pakaian yang lebih modern yaitu kain Endek, kain tenun rang-rang, kain songket dan masih banyak lagi. Dengan menjadikan kain tradisonal menjadi sesuatu yang lebih modern dapat menaikan daya tarik dan daya jual terhadap kain tersebut. Dengan demikian mampu memperkenalkan dan mempromosikan kain Tradisonal Bali ke seluruh kalangan masyarakat dan kaum muda tidak takut lagi dicap ketinggalan jaman/kuno gara-gara mengenakan busana dari kain tardisonal Bali. 17
12 2.2.3 Keanekaragaman dan Proses Pembuatan Kain Tradisional Bali Keanekaragaman jenis kain tradisonal Bali diantaranya yaitu: kain songket, kain tenun ikat, paduan songket dan ikat, ikat ganda atau double ikat (kain gringsing), tenun polos, hingga kain bergaris.berikut adalah jenis kain tradisonal Bali berdasarkan dengan fungsi (Muter, Anak Agung dan Soedjamoko, Ratmini): 1. Kain Tradisonal Bali sebagai Pelengkap Upacara Keagamaan Upacara merupakan salah satu kegiatan utama bagi masyarakat Bali. Seluruh tingkatan atau perkembangan hidup tidak lepas dari upacara keagamaan. Kain merupakan salah satu unsure penting pada suatu upacara keagamaan tersebut. Kain yang dipergunakan pada kegiatan upacara keagamaan disebut juga dengan nama Wastra Bertuah. Wastra Bertuah merupakan kain-kain yang dianggap sakral dan berhubungan erat dengan upacara-upacara keagamaan. Kain ini juga berfungsi sebagai penolak bala, pelindung dan penyembuh dari penyakit. Jenis kain bertuah ini dibuat dari benang kapas yang dihias dengan ragam hias serta warna-warna yang memiliki makna-makna tertentu. Jenis-jenis kain bertuah diantaranya yaitu: a. Kain Gringsing Kain gringsing merupakan satu-satunya kain tradisional yang dibuat menggunakan teknik dobel ikat, dan proses pembuatan kain ini memakan waktu hingga 2-5 tahun. Kain ini berasal dari Desa Tenganan Bali. Kata gringsing berasal dari gring yang berarti sakit dan sing yang berarti tidak, sehingga bila digabungkan menjadi tidak sakit. Maksud yang terkandung di dalam kata tersebut adalah penolak bala (Amy, Wirabudi, 2010). - Sejarah Sejarah kain ini bermula dari adanya mitos mengenai kain tenun gringsing yang berawal dari Dewa Indra. Diceritakan bahwa Dewa Indra mengajarkan teknik menenun kain gringsing yang menggambarkan keindahan bintang, bulan, matahari, dan hamparan langit lainnya kepada para wanita di Desa Tenganan. Kain tenun yang berwarna gelap alami ini digunakan oleh masyarakat Tenganan dalam ritual keagamaan yang dipercayai memiliki 18
13 kekuatan magis. Kain ini juga dipercayai mampu menyembuhkan penyakit dan menangkal pengaruh buruk (Urs Ramseyer. 1984). - Proses pembuatan Proses pembuatan kain gringsing sepenuhnya dibuat menggunakan tangan. Benang yang digunakan untuk membuat kain gringsing merupakan hasil pintalan tangan dengan alat pintal tradisional. Benang tersebut dibuat menggunakan kapuk berbiji satu. Setelah dipintal, proses selanjutnya yaitu merendam benang ke dalam minyak kemiri, proses ini berlangsung selama 40 hari hingga satu tahun. Selama proses perendaman ini, air rendaman diganti setiap hari. Semakin lama proses perendaman, benang yang dihasilkan akan semakin kuat dan semakin lembut (Amy. 2010). Benang dipintal menjadi sehelai kain yang memiliki panjang (sisi pakan) dan lebar (sisi lungsi) tertentu. Untuk merapatkan hasil tenunan, benang akan didorong menggunakan tulang kelelawar. Selanjutnya yaitu proses mengikat kain yang sudah jadi, pengikatan ini dilakukan oleh juru ikat dengan cara mengikuti pola tertentu yang telah ditentukan sebelumnya. Proses pengikatan menggunakan dua warna tali rafia, yaitu warna jambon dan hijau muda. Setiap ikatan akan dibuka sesuai proses pencelupan warna untuk menghasilkan motif dan pewarnaan yang sesuai (Kartiwa. 1989). Proses pembuatan kain gringsing mulai dari proses penataan benang, pengikatan, dan pewarnaan dilakukan pada kedua sisi kain yaitu pada sisi lungsi dan pakan, sehingga teknik tersebut disebut dobel ikat. - Motif Kain Gringsing Tabel 2.4 Motif Kain Gringsing Nama Kain Gambar Keterangan Gringsing Lubeng Geringsing Sanan Empeg Gringsing Lubeng, dicirikan dengan kalajengking dan berfungsi sebagai busana adat dan digunakan dalam upacara keagamaan. Ada beberapa macam motif Lubeng, yaitu Lubeng Luhur, Lubeng Petang Dasa, dan Lubeng Pat Likur. Geringsing Sanan Empeg fungsinya sebagai sarana upacara keagamaan dan adat, yaitu sebagai pelengkap sesaji bagi masyarakat Tenganan. Sedangkan bagi masyarakat Bali di luar desa Tenganan hanya dipergunakan sebagai penutup bantal/alas kepala orang melaksanakan upacara manusa yadnya potong gigi. Ciri khas dan motif Sanan Empeg adalah adanya tiga bentuk kotak-kotak/poleng berwarna 19
14 Nama Kain Gambar Keterangan Geringsing Cecempakan merah dan hitam. Geringsing Cecempakan bermotif bunga cempaka. jenisnya: Geringsing Cecempakan Petang Dasa (ukuran empat puluh). Geringsing Cecempakan Putri, Geringsing Cecempakan Pat Likur (ukuran 24 benang). Fungsinya adalah sebagai busana adat dan upacara agama. Geringsing Cemplong Motif Geringsing Cemplong adalah bunga-bunga besar diantara bunga-bunga kecil seolah-olah ada kekosongan/lobang-lobang diantara bunga itu menjadi kelihatan cemplong. Fungsinya adalah sebagai busana adat dan upacara agama. Geringsing Isi Geringsing Wayang Geringsing Batun Tuung Pada Geringsing Isi ini sesuai namanya pada motifnya semua berisi atau penuh, tidak ada bagian kain yang kosong dan berfungsi hanya untuk sarana upacara, bukan untuk busana Motifnya ada dua yaitu Geringsing Wayang Kebo dan Geringsing Wayang Putri. Fungsi dan ukuran kedua kain ini sama yaitu untuk selendang, yang berbeda adalah motifnya. Pada Geringsing Wayang Kebo teledunya (Kalajengkingnya) bergandengan sedangkan pada Geringsing Wayang Putri, lepas. Pada tenun Geringsing Wayang Kebo berisi motif wayang laki dan wanita. Sedangkan pada tenun Geringsing Wayang Putri hanya berisi motif Wayang Wanita. Batun Tuung artinya biji terong. Dengan demikian pada Geringsing Batun Tuung motifnya penuh dengan biji-biji terong. Ukurannya tidak besar, untuk senteng (selendang) pada wanita dan untuk sabuk (ikat pinggang) tubumuhan bagi pria. Jenis Geringsing ini sudah hampir punah. Sumber: Utami. Tenun Gringsing Korelasi Motif, Fungsi, dan Arti Simbolik b. Kain Cepuk Kain cepuk merupakan kain tradisonal Bali yang memiliki ragam hias dari teknik tenun ikat. Kain ini berasal dari Desa Tenglad, Kecamatan Nusa Penuda. Kain cepuk biasanya memiliki ukuran panjang 120 atau 240 cm dan lebar 70 atau 80 cm. Kain ini memiliki ragam hias yang khas berwarna merah dan memiliki motif yang berwarna-warni (Kartiwa. 1989). - Sejarah Kain cepuk berasal dari bahasa sansekerta yakni cepuk yang berarti kayu canging. Kayu canging inilah yang menjadi bahan dasar pembuatan kain. Motifmotif pada kain ini terinspirasi oleh motif cindai yang terdapat pada kain Patola dari India. Kain cepuk dianggap sebagai kain sakral dan digunakan untuk 20
15 menutupi peti jenazah, selain itu lkain ini juga digunakan pada pakaian khusus yang dipakai oleh penari Rangda dalam drama tari Calon Arang (Kartiwa. 1989). - Proses Pembuatan Proses pembuatan kain cepuk memerlukan waktu kurang lebih dua minggu dalam pengerjaan awal sebelum menenun benang-benang menjadi kain. Proses yang pertama yaitu proses pembelitan dan penataan benang, pada proses ini harus dilakukan secara kontinyu dan dilakuakan kali untuk mendapatkan warna yang diinginkan. Setelah proses tersebut selesai, dilanjutkan dengan tahapan selanjutnya yaitu menjepit atau mengikat kumpulan benang dengan pelastik pada beberapa tempat, tali pengikat yang digunakan yaitu tali kupas yang berasal dari pelepah pisang. Proses menjepit dan mengikat benang ini dilakukan selama lima hari. Proses setelah menjepit dan mengikat benang ialah proses pencelupan. Pencelupan dilakukan selama tiga hari agar mendapatkan hasil pewarnaan yang sempurna, apabila pewarnaan telah sempurna proses selanjutnya yaitu menggantung benang untuk dikeringkan. Pada bagian yang tidah tercelup dilakukan pewarnaan dengan mengoleskan dan menggosokan warna hitam atau putih, sesuai kebutuhan. Pewarnaan ini menggunakan sikat bambu kecil yang disebut penyatrikan. Setelah semua proses selesai barulah benang-benang tersebut siap untuk di tenun. Proses menenun ini menggunakan alat tradisional seperti pada pembuatan endek dan songket yaitu cagcag. - Motif Kain Cepuk Tabel 2.5 Motif Kain Cepuk Nama Kain Gambar Keterangan Kain Cepuk Kain Cepuk dapat digunakan untuk melindungi diri dan dapat membersihkan diri (kotoran rohani) dan menyembuhkan penyakit. Kain Rangrang Alami Kain rangrang dibuat menggunakan bahan alami. Pembuatan kain ini sama seperti pembuatan kain tenun lainnya yaitu dimulai dari pemintalan kapas hingga menjadi gulungan benang. 21
16 Kain Rangrang Kimia Kain rangrang ini menggunakan bahan pewarna kimia dalam pembuatannya. Kain Saudan Kain saudan digunakan saat upacara mepandes. Kain Blakat Kain blakat digunakan pada saat upacara mepandes. Sumber: diakses pada 9 Oktober 2015 c. Kain Bebali Kain bebali memiliki keunikan seperti kain-kain lainnya, keunikan pada kain ini dapat dilihat dari ragam hias motifnya yang bergaris atau kotak-kotak dengan menggunakan warna yang terang dan gelap. - Sejarah Secara simbolis motif motif dari kain bebali melambangkan warna hitamputih, siang-malam, dan kebaikan-kejahatan. Hal-hal tersebut merupakan gambaran dari unsur-unsur keseimbangan alam. Kain bebali juga dipercayai oleh masyarakat Bali sebagai kain yang dapat menolak bala. - Proses Pembuatan Kain Bebali termasuk dalam jenis kain tenun ikat pakan.alat yang digunakan untuk proses penenunan sama seperti yang lainnya yaitu cagcag. Proses pembuatan kain ini terdiri dari lima tahapan. Tahap pertama disebut ngeliying atau membantangkan benang pada undar hingga benang dapat dibuka, digulung pada ulakan atau peleting. Tahap Kedua, dilakukannya proses ngayi. Setelah itu lanjut ke proses ke tiga, nyahsah yaitu bahan tenunan yang ada pada panynan dilepaskan dan dibentangkan memanjang. Proses selanjutnya lipatan benang dimasukkan pada serat dengan mempergunakan alat seperti jarum panjang yang kecil. Terakhir, barulah benang ditenun. 22
17 Nama Kain Tabel 2.6 Ragam Kain Bebali Keterangan Kain Keling Kain ini memiliki ragam hias bergaris dan kotak-kotak dengan warna dominan kuning. Kain Gedongan Kain gedongan memiliki motif garis dengan sebelas garis dengan warna-warni yang menghiasinya. Kain ini dianggap memiliki kekuatan magis yang paling ampuh diantara kain bertuah lainnya. Kain Memiliki ragam hias bergaris dan kotak dengan warna Skordi dominan merah Kain Memiliki ragam hias kotak-kota dengan beraneka warna Gotya Kain Kain dengan motif kotak-kotak dengan warna hitam-putih Poleng Sumber: diakses pada 10 Oktober Kain Tradisonal sebagai Penutup Tubuh, baik untuk upacara (kamen), ataupun untuk kebutuhan sehari-hari. a. Kain Endek Kain endek merupakan kain tradisonal Bali yang dibuat dengan teknik tenun ikat. Saat ini teknik pembuatan endek mengalami perkembangan dengan melakukan penyempurnaan ragam hias pada kain dibagian-bagian tertentu. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan menambahkan coletan yang disebut nyantri. Nyantri merupkan teknik penambahan warna pada kain dengan goresan kuas dari bambu, seperti orang yang sedang melukis. Pembuatan pola nyantri ini ditekankan pada penyempurnaan ragam hias warna dan motif kain endek, seperti motif yang mengambil bentuk flora atupun fauna, serta motif-motif dari mitologi dan wayang Bali. Keanekaragaman warna dan motif inilah yang menjadi ciri khas dari kain endek (Kartiwa, Suwati, 1989). Terdapat beraneka jenis Endek berdasartkan berbagai macam motifnya, yaitu seperti berikut ini: Nama Motif Kain Tabel 2.7 Motif Kain Endek Foto Kain Endek Motif Bun Riris 23
18 Nama Motif Kain Foto Kain Endek motif wayang Kain Endek motif Bun Manggis Kain Endek motif Jumputan Kain Endek motif songket Sumber : Wawancara langsung dengan pengerajin endek, 9 Oktober 2015 b. Kain Songket Kain songket merupakan kain tradisonal Bali yang tergolong memiliki nilai sosial dan prestise yang tinggi. Kain ini dibuat dengan cara menenun dan menyisipkan benang warna-warni, benang emas dan benang perak untuk membentuk suatu motif tertentu. Prinsip penggunaan benang tambahan inilah yang disebut dengan songket, karena dihubungkan dengan proses menyungkit atau mengjungkit benang lungsi dalam membuat pola hias. Pada umumnya ragam hias motif yang di goreskan yaitu bentuk bunga teratai, tetumbuhan, burung, bentuk swastika, dan lainnya. Pada jaman dahulu kain ini hanya merupakan aktifitas bagi warga Puri. Kegiatan tenun kain songket hanya dilakukan di Puri-puri saja. - Motif Kain songket Songket dibedakan dari penggunaan jenis benang dalam penyusan motifnya. Jenis-jenis kain songket yaitu: 24
GERINGSING Tenun dan Mitos Bali Aga (Tenganan, Bali) oleh: Morinta Rosandini, S.Ds. Pengenalan Proses Menenun dan Mitos Tenun Gringsing
GERINGSING Tenun dan Mitos Bali Aga (Tenganan, Bali) oleh: Morinta Rosandini, S.Ds. Pengenalan Proses Menenun dan Mitos Tenun Gringsing Motif-motif Gringsing dan Filosofinya: Dewa Indra -dewa pelindung
Lebih terperinciRagam Hias Tenun Ikat Nusantara
RAGAM HIAS TENUN IKAT NUSANTARA 125 Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara A. RINGKASAN Pada bab ini kita akan mempelajari sejarah teknik tenun ikat pada saat mulai dikenal masyarakat Nusantara. Selain itu, akan
Lebih terperinciBAB II PEMAHAMAN TERHADAP GALERI KAIN TENUN ENDEK DI KOTA DENPASAR
BAB II PEMAHAMAN TERHADAP GALERI KAIN TENUN ENDEK DI KOTA DENPASAR Bab ini membahas tentang pemahaman terhadap Galeri Kain Tenun Endek di Kota Denpasar. Beberapa hal yang dibahas dalam bab ini yaitu mengenai
Lebih terperinciKain Sebagai Kebutuhan Manusia
KAIN SEBAGAI KEBUTUHAN MANUSIA 1 Kain Sebagai Kebutuhan Manusia A. RINGKASAN Pada bab ini kita akan mempelajari kain sebagai kebutuhan manusia. Manusia sebagai salah satu makhluk penghuni alam semesta
Lebih terperinciBAB 2 DATA DAN ANALISA
BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Metode Penelitian Dalam proses pembuatan makalah ini dibutuhkan beberapa metode, antara lain. 1. Kajian pustaka Berupa data yang didapat dari buku-buku referensi mengenai tenun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni Kota Yogyakarta merupakan kota yang terkenal dengan anekaragam budayanya, seperti tatakrama, pola hidup yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 M u s e u m T e k s t i l B e n g k u l u
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negeri yang kaya akan sejarah, budaya, dan kekayaan alamnya. Sejak masih jaman Kerajaan, masyarakat dari seluruh pelosok dunia datang ke
Lebih terperinciBABV ADAPTIVE RE-USE. Upaya yang akan dilakukan untuk perencanaan perubahan fungsi bangunan Omah Dhuwur Gallery adalah sebagai berikut:
BABV ADAPTIVE RE-USE Dengan melihat kondisi eksisting Omah Dhuwur Gallery pada Bab III dan analisa program pada Bab IV, maka pembahasan-pembahasan tersebut di atas digunakan sebagai dasar pertimbangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Wukirsari Sebagai Desa Penghasil Kerajinan Tangan
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Wukirsari Sebagai Desa Penghasil Kerajinan Tangan Desa Wukirsari merupakan salah satu desa sentra kerajinan di Kecamatan Imogiri yang mampu menghasilkan berbagai
Lebih terperinciPenerapan Ragam Hias pada Bahan Tekstil
Penerapan ragam hias flora, fauna, dan geometris pada bahan tekstil banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia. Penerapan ragam hias pada bahan tekstil dapat dilakukan dengan cara membatik, menenun,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I ini akan dijabarkan mengenai latar belakang Galeri Kain Tenun Endek di Kota Denpasar, rumusan masalah, tujuan, dan metode penelitian yang digunakan. 1.1 Latar Belakang Kebudayaan
Lebih terperinciTANPA EVOLUSI, FASHION ADAT TENGANAN MATRUNA NYOMAN DAN MADAHA MASIH DIAGUNGKAN
TANPA EVOLUSI, FASHION ADAT TENGANAN MATRUNA NYOMAN DAN MADAHA MASIH DIAGUNGKAN Oleh Nyoman Ayu Permata Dewi Mahasiswa Pasca Sarjana Pengkajian Seni ISI Denpasar Email :permatayu94@gmail.com ABSTRAK Kain
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya. telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan
305 BAB V KESIMPULAN Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Penjelasan yang terkait dengan keberadaan seni lukis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sungguh sangat sayang untuk dilewatkan. Mulai dari wilayah pegunungan sampai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wisatawan dari berbagai penjuru dunia mengunjungi Indonesia dengan berbagai alasan. Bagaimana tidak, Indonesia menawarkan beragam destinasi pariwisata yang memang telah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Lokasi Solo baru adalah daerah bagian selatan dan sebelah utara kota Surakarta jawa tengah untuk daerah ini bertepatan dengan kabupaten Sukoharjo daerah ini dulunya
Lebih terperinciBAB V PENDEKATAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR
BAB V PENDEKATAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR 5.1. Pendekatan Aspek Fungsional 5.1.1. Pendekatan Fasilitas Pusat Seni Budaya Rakyat Borobudur ini akan menyediakan fasilitas sebagai berikut
Lebih terperinciPENERAPAN RAGAM HIAS PADA BAHAN TEKSTIL
PENERAPAN RAGAM HIAS PADA BAHAN TEKSTIL PENERAPAN RAGAM HIAS PADA BAHAN TEKSTIL TEKNIK RAGAM JENIS PENGERTIAN DAN HIAS SIFAT BAHAN TEKSTIL BAHAN PEWARNA TEKSTIL Penerapan ragam hias flora, fauna, dan geometris
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PROGRAM P2M PENERAPAN IPTEKS
LAPORAN AKHIR PROGRAM P2M PENERAPAN IPTEKS PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN PENGGUNAAN MEDIA INFORMASI BERBASIS WEB UNTUK PERANGKAT DESA DI DESA TENGANAN, KECAMATAN MANGGIS, KABUPATEN KARANGASEM. Oleh : Luh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara kepulauan terbesar dengan 13.466 pulau 1, yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke. Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek Pelestarian budaya bukan hanya yang berhubungan dengan masa lalu, namun justru membangun masa depan yang menyinambungkan berbagai potensi masa lalu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik. Sepanjang sejarah, manusia tidak terlepas dari seni. Karena seni adalah salah satu
Lebih terperinciSENI KRIYA. Oleh: B Muria Zuhdi
SENI KRIYA Oleh: B Muria Zuhdi PENGERTIAN SENI KRIA Kriya dalam konteks masa lampau dimaknai sebagai suatu karya seni yang unik dan karakteristik yang di dalamnya mengandung muatan nilai estetik, simbolik,
Lebih terperinciDesain Interior Galeri Handicraft Lombok dengan Fasilitas Pelatihan yang Berlanggam Budaya Lombok
Desain Interior Galeri Handicraft Lombok dengan Fasilitas Pelatihan yang Berlanggam Budaya Lombok Diajeng Okta Prathikasari 40810011 Anggri Indraprasti, S.Sn, M.Ds Jurusan Desain Produk Industri, Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN FAJRI BERRINOVIAN 12032
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Banyak orang merasa bingung mengisi hari libur mereka yang hanya berlangsung sehari atau dua hari seperti libur pada sabtu dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kegiatan pariwisata merupakan suatu industri yang berkembang di seluruh dunia. Tiap-tiap negara mulai mengembangkan kepariwisataan yang bertujuan untuk menarik minat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang penuh akan keanekaragaman budaya. Salah satu keanekaragamannya dapat dilihat pada perbedaan dalam pakaian adat yang digunakan
Lebih terperinciBAB III KONSEP PERANCANGAN A.
BAB III KONSEP PERANCANGAN A. Bagan Pemecahan Masalah Perancangan Motif teratai sebagai hiasan tepi kain lurik Sumber Ide teratai Identifikasi Masalah 1. Perancangan motif teratai sebagai hiasan tepi pada
Lebih terperinciBAB 5 HASIL RANCANGAN
BAB 5 HASIL RANCANGAN 6. Desain Bangunan Desain bangunan pertunjukan seni ini memiliki bentuk kotak masif untuk efisiensi bentuk bangunan dan ruang bangunan. Bentuk bangunan yang berbentuk kotak masif
Lebih terperinciKreativitas Busana Pengantin Agung Ningrat Buleleng Modifikasi
Kreativitas Busana Pengantin Agung Ningrat Buleleng Modifikasi Oleh: Nyoman Tri Ratih Aryaputri Mahasiswa Program Studi Seni Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Denpasar Email: triratiharyaputri3105@gmail.com
Lebih terperinciGALERI SENI UKIR BATU PUTIH. BAB I.
BAB I. GALERI SENI UKIR BATU PUTIH. Pendahuluan BATU PUTIH. GALERI SENI UKIR BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang a. Kelayakan Proyek Daerah Istimewa Yogyakarta secara geografis berada di pesisir pantai
Lebih terperinciBAB IV KONSEP PENATAAN DISPLAY INOVASI BUSANA ETNIK
BAB IV KONSEP PENATAAN DISPLAY INOVASI BUSANA ETNIK A. Konsep Dasar Penataan Display Penataan berasal dari kata bahasa Inggris display yang artinya mempertunjukkan, memamerkan, atau memperagakan sesuatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sedikit pergeseran yaitu tidak hanya sebagai pelindung tubuh dari. gangguan alam dan untuk kesopanan, tetapi juga untuk menyalurkan
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan berkembangnya zaman, fungsi busana mengalami sedikit pergeseran yaitu tidak hanya sebagai pelindung tubuh dari gangguan alam dan untuk kesopanan, tetapi
Lebih terperinciKERAJINAN DARI BAHAN ALAM
TUGAS PRAKARYA KERAJINAN DARI BAHAN ALAM Oleh: NAMA : FARHAN ARIYANDI SAPUTRA KELAS : VII D SMP YKPP DUMAI T.A 2015/2016 I. PENDAHULUAN Indonesia memiliki banyak kekayaan alam yang berlimpah. Kekayaan
Lebih terperinciBAB VI PENERAPAN KONSEP PADA RANCANGAN. memproduksi, memamerkan dan mengadakan kegiatan atau pelayanan yang
BAB VI PENERAPAN KONSEP PADA RANCANGAN 6.1 Dasar Perancangan Kabupaten Pamekasan paling berpotensi untuk membangun sentra batik di Madura. Sentra batik di pamekasan ini merupakan kawasan yang berfungsi
Lebih terperinciBAB III ELABORASI TEMA
BAB III ELABORASI TEMA III.1 INTERPRETASI TEMA Urban yang berarti kota sering diinterpretasikan sebagai ruang tempat berbagai aktifitas manusia berlangsung dengan hiruk pikuknya. Tempat dengan berbagai
Lebih terperinciBUSANA TENUN IKAT TRADISIONAL KAB. KUPANG
BUSANA TENUN IKAT TRADISIONAL KAB. KUPANG Kegiatan menenun merupakan warisan ketrampilan turun temurun serta garis penghubung antar generasi yang sampai saat ini masih tetap dipertahankan dan tersebar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1-1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jawa Barat dikenal sebagai Kota Parahyangan/Tatar Sunda, yang berarti tempat para Rahyang/Hyang bersemayam. Menurut cerita cerita masyarakat kuno, Tatar Parahyangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek Di Indonesia seni dan budaya merupakan salah satu media bagi masyarakat maupun perseorangan untuk saling berinteraksi satu sama lain. Dengan adanya arus globalisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Busana merupakan kebutuhan dasar manusia sepanjang hidupnya. Semakin tinggi taraf ekonomi seseorang, kebutuhan berbusana juga akan meningkat. Peningkatan tersebut dapat
Lebih terperinciI. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek
BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang I. 1. 1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Batik merupakan gabungan dari dua kata dalam bahasa Jawa yaitu amba yang berarti menulis dan tik yang berarti titik. Batik
Lebih terperinciBAB V KONSEP PERANCANGAN
BAB V KONSEP PERANCANGAN V.1. Konsep Makro Indonesia merupakan Negara yang kaya keberagaman tradisi dan budaya. Salah satu daerah di Indonesia yang masih kental dengan budaya, kerajinan dan kesenian adalah
Lebih terperinciGambar Cover buku
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN 5.1 Format Teknis Buku 5.1.1 Ukuran buku Ukuran buku adalah 15 X 21 cm. 5.1.2 Binding & Cover Binding yang digunakan adalah jilid jahit, agar memberikan kesan home made
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kelayakan Proyek Dewasa ini perkembangan dunia pariwisata di Indonesia semakin meningkat, dimana negara indonesia sendiri telah banyak melakukan promosi ke
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN ARSITEKTUR BINUS UNIVERSITY
81 BAB V KESIMPULAN V.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan V.1.1 Keterkaitan Konsep dengan Tema dan Topik Konsep dasar pada perancangan ini yaitu penggunaan isu tentang Sustainable architecture atau Environmental
Lebih terperinciMAKASSAR merupakan salah satu kota yang mengalami perkembangan pesat dalam berbagai bidang. meningkatkan jumlah pengunjung/wisatawan
MAKASSAR merupakan salah satu kota yang mengalami perkembangan pesat dalam berbagai bidang EKONOMI SOSIAL POLITIK INDUSTRI PARIWISATA BUDAYA mengalami perkembangan mengikuti kemajuan zaman meningkatkan
Lebih terperinciPenjelasan Skema : Konsep Citra yang diangkat merupakan representasi dari filosofi kehidupan suku Asmat yang berpusat pada 3 hal yaitu : Asmat sebagai
BAB V KONSEP DESAIN 5.1 Konsep Citra Konsep merupakan solusi dari permasalahan desain yang ada. Oleh karena itu, dalam pembuatan konsep harus mempertimbangkan mengenai simbolisasi, kebutuhan pengguna,
Lebih terperincipokok arti atau hakekat arti Art Gallery, yaitu : merupakan
BAB III GALERI SENI LUKIS DI YOGYAKARTA 3.1. Pengertian Ada beberapa pengertian Galeri Seni (Art Gallery) yang antara lain : a. Menurut Amri Yahya.10 Galeri Seni adalah suatu tempat pemajangan benda-benda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya merupakan suatu pola hidup yang berkembang dalam masyarakat yang diwariskan dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, budaya memiliki kaitan yang sangat erat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN OBJEK RANCANGAN. Judul Perancangan yang terpilih adalah Gorontalo Art Gallery Centre, dengan
BAB II TINJAUAN OBJEK RANCANGAN 2.1. Pengertian Judul Judul Perancangan yang terpilih adalah Gorontalo Art Gallery Centre, dengan pengertian sebagai berikut. Gorontalo adalah nama dari daerah Provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia memiliki tingkat mobilitas yang semakin tinggi sehingga mereka rentan mengalami kejenuhan. Berbagai cara dilakukan untuk mengatasi kejenuhan seperti
Lebih terperinciBAB III KONSEP PERANCANGAN
BAB III KONSEP PERANCANGAN Dalam perancangan pusat Informasi dan kegiatan Muslim Tionghoa Lau Tze ini, banyak hal hal yang telah di jelaskan pada bab bab sebelumnya yang akan diterapkan pada perancangan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Museum Transportasi Darat di Bali 1
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai pandangan awal tentang judul yang diambil yaitu Museum Transportasi Darat di Bali. Adapun hal yang dibahas dalam bab ini yaitu latar belakang
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai Analisis Visual Motif dan Makna Simbolis Batik Majalengka yang telah di uraikan, akhirnya peneliti memperoleh kesimpulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata telah menjadi sektor industri yang sangat pesat dewasa ini, pariwisata sangat berpengaruh besar di dunia sebagai salah satu penyumbang atau membantu
Lebih terperinciBAB V KONSEP. Combined Metaphore dengan menggunakan objek yang dimetaforakan adalah. wanita Bali dan keseharian berpakaian wanita Bali.
BAB V KONSEP Konsep perancangan ini diperoleh dari hasil analisis pada bab sebelumnya yang kemudian disimpulkan (sintesis). Sintesis diperoleh berdasarkan dari tema perancangan dan intergrasi dengan nilai
Lebih terperinci54. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu (SDLB B) A. Latar Belakang
54. Mata Pelajaran Seni Budaya dan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu (SDLB B) A. Latar Belakang Muatan seni budaya dan keterampilan sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan beberapa pertemuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang memiliki keanekaragaman dan warisan budaya yang bernilai tinggi yang mencerminkan budaya bangsa. Salah satu warisan
Lebih terperinciBAB III KONSEP PERANCANGAN. tindak lanjut dari proses analisis, dimana proses perancangan merupakan
BAB III KONSEP PERANCANGAN 3.1. Sintesis Perancangan sistem merupakan suatu kegiatan yang merupakan tindak lanjut dari proses analisis, dimana proses perancangan merupakan inti dari semua proses yang berhubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Kain Tenun merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia, karena keberadaannya merupakan salah satu karya Bangsa Indonesia yang tersebar luas diseluruh kepulauan
Lebih terperinciBAB III PERENCANAAN PROYEK
BAB III PERENCANAAN PROYEK 3.2.1 Deskripsi Proyek Judul : Taman Budaya Sunda Lokasi : Wilayah Pasirlayung Cimenyan, Bandung Sifat Proyek : Non Institusional semi komersial Status : Fiktif, dikelola oleh
Lebih terperincimerupakan transpormasi dari naskah/kitab sastra, seeperti: kakawin, kidung dan sebagainya,
Proses Pembuatan Prasi I Oleh Drs. I Nyoman Wiwana, dosen PS Seni Rupa Murni Seni lukis prasi merupakan salah satu karya seni rupa tradisional Bali, termasuk warisan budaya nenek moyang yang memiliki nilai
Lebih terperinciBAB IV KONSEP PERANCANGAN. Bagan 4.1 Kerangka Berpikir Konsep
BAB IV KONSEP PERANCANGAN 4.1 Kerangka Berpikir Konsep Bagan 4.1 Kerangka Berpikir Konsep 105 106 Dari kerangka berpikir diatas dapat penulis memilih konsep Batik Pekalongan : The Diversity of Culture
Lebih terperinciBAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL
BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL 2.1. Seni dan Tari 2.1.1. Pengertian Seni Seni dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 915) didefinisikan sebagai keahlian membuat karya yang bermutu dilihat dari segi
Lebih terperinciAlat dan Teknik Rekarakit Nusantara
ALAT DAN TEKNIK REKARAKIT NUSANTARA 101 Alat dan Teknik Rekarakit Nusantara A. RINGKASAN Dalam bab terdahulu kita telah mempelajari berbagai pengetahuan tentang teknik rekalatar, alat, dan bahan, beserta
Lebih terperinciRagam Hias Tenun Songket Nusantara
RAGAM HIAS TENUN SONGKET NUSANTARA 115 Ragam Hias Tenun Songket Nusantara A. RINGKASAN Dalam bab ini kita akan mempelajari kebiasaan masyarakat Nusantara dalam membuat hiasan, khususnya menghias dengan
Lebih terperinciTATA PAMERAN DAN KONSERVASI KOLEKSI DI GEDUNG BULELENG MUSEUM BALI
1 TATA PAMERAN DAN KONSERVASI KOLEKSI DI GEDUNG BULELENG MUSEUM BALI Dwi Nugraha Kertayasa Program Studi Arkeologi Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana ABSTRACT This study gives an overview of
Lebih terperinciCitra Lokal Pasar Rakyat pada Pasar Simpang Aur Bukittinggi
TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Citra Lokal Pasar Rakyat pada Pasar Simpang Aur Bukittinggi Gina Asharina, Agus S. Ekomadyo Program Studi Sarjana Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS. Diagram 6 : skema hubungan fasilitas
BAB IV ANALISIS IV.1 Analisis Bangunan IV.1.1 Organisasi Ruang Berdasarkan hasil studi banding, wawancara, dan studi persyaratan ruang dan karakteristik kegiatan di dalamnya, hubungan fasilitas dapat dilihat
Lebih terperinciBAB V KONSEP PERANCANGAN. Gaya dari perancangan interior Museum permainan tradisional Jakarta ini mengarah pada gaya
BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1. Gaya dan Tema Perancangan Gaya dari perancangan interior Museum permainan tradisional Jakarta ini mengarah pada gaya modern etnik. Pemilihan gaya modern etnik berdasarkan
Lebih terperinci55. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB D) A. Latar Belakang
55. Mata Pelajaran Seni Budaya dan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB D) A. Latar Belakang Muatan seni budaya dan keterampilan sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik
Lebih terperincibanyaknya peninggalan sejarah dan kehidupan masyarakatnya yang memiliki akar budaya yang masih kuat, dalam kehidupan sehari-hari seni dan budaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap bangsa memiliki ciri dan kebiasaan yang disebut kebudayaan, menurut Koentjaraningrat (1974), Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang terdiri dari pulau- pulau yang membentang luas memiliki ragam suku bangsa beserta adat istiadat yang terbentuk akibat percampuran ras dan kebudayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Batik merupakan kain khas masyarakat Indonesia. Batik ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009 yang juga ditetapkan sebagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan Indonesia tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh wilayahnya. Setiap daerah di Indonesia memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda-beda.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang belum terlalu terpublikasi. dari potensi wisata alamnya, Indonesia jauh lebih unggul dibandingkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut beberapa data statistik dan artikel di berbagai media, pariwisata di Indonesia sejauh ini dapat dikatakan kurang dikenal di mancanegara, maupun di Indonesia
Lebih terperinciPengertian Seni Kriya, Fungsi, Macam & Contoh Seni Kriya
Pengertian Seni Kriya, Fungsi, Macam & Contoh Seni Kriya Pengertian Seni Kriya, Fungsi, Macam & Contoh Seni Kriya Secara Umum, Pengertian Seni Kriya adalah sebuah karya seni yang dibuat dengan menggunakan
Lebih terperinciARTIKEL TENTANG SENI TARI
NAMA : MAHDALENA KELAS : VII - 4 MAPEL : SBK ARTIKEL TENTANG SENI TARI A. PENGERTIAN SENI TARI Secara harfiah, istilah seni tari diartikan sebagai proses penciptaan gerak tubuh yang berirama dan diiringi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki tradisi dan hasil budaya yang
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Indonesia adalah negara yang memiliki tradisi dan hasil budaya yang beraneka ragam, salah satu hasil budaya tersebut adalah batik. Batik merupakan warisan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bandung merupakan kota yang sering dijuluki dengan kota paris van java karena banyaknya bangunan-bangunan heritage seperti kota paris dan pertunjukan kesenian atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri dari atas beberapa suku seperti, Batak Toba,
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sumatera Utara merupakan salah satu Provinsi yang memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional maupun bahasa daerah. Masyarakatnya
Lebih terperinciBAB IV KONSEP PERANCANGAN
BAB IV KONSEP PERANCANGAN A. Tataran Lingkungan Pengembangan ragam hias batik Banten memiliki keterkaitan dengan lingkungan non fisik. Dimana ragam hias batik banten memiliki ciri khas dan nilainilai budaya
Lebih terperinciBAB II IDENTIFIKASI DATA. A. Data Produk
BAB II IDENTIFIKASI DATA A. Data Produk 1. Sejarah SuryoArt Craft Agus Suryono dulu adalah seorang desain interior dan properti kemudian menjadi karyawan perbankan, pada tahun 2011 pak Suryono memutuskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional dibangun, namun cukup banyak ditemukan bangunan-bangunan yang diberi sentuhan tradisional
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai Kain Tenun Ikat di Kampung Tenun (Analisis Deskriptif Ornamen Kain Tenun Ikat dengan Bahan Sutera Alam di Kampung Tenun
Lebih terperinciTengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Propinsi Jawa Tengah yang merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata ( DTW ) Propinsi di Indonesia, memiliki keanekaragaman daya tarik wisata baik
Lebih terperinciBAB II METODE PERANCANGAN
BAB II METODE PERANCANGAN A. ORISINALITAS 1. Ulasan Karya Sejenis a. Bohemian Style Produk 1 : Baju Blouse Lengan Kalong Gambar 2. 1 Baju Blouse (Sumber: www.pinterest.com, 2017) Gambar diatas adalah beberapa
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR
LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR Prasato Satwiko. Arsitektur Sadar Energi tahun 2005 Dengan memfokuskan permasalahan, strategi penataan energi bangunan dapat dikembangkan dengan lebih terarah.strategi
Lebih terperinciBAB II PEMAHAMAN TERHADAP GEDUNG INDUSTRI TENUN IKAT
BAB II PEMAHAMAN TERHADAP GEDUNG INDUSTRI TENUN IKAT Pada bab ini akan menguraikan landasan teori yang berhubungan dengan gedung industri, dengan cara menguraikan secara umum hingga khusus, seperti tinjauan
Lebih terperinciBAB 5 PEMBELAJARAN DAN PELESTARIAN TENUN DI MUSEUM
102 BAB 5 PEMBELAJARAN DAN PELESTARIAN TENUN DI MUSEUM 5.1 Museum dan Pembelajaran Tenun NTT Saat ini museum mulai berkembang dari hanya memamerkan koleksi hingga dapat memberikan kesempatan pengunjung
Lebih terperinciTIPOLOGI MUSEUM, fachrimuhammadabror A. Definisi Museum
TIPOLOGI MUSEUM, fachrimuhammadabror A. Definisi Museum Museum berdasarkan definisi yang diberikan International Council of Museums, adalah institusi permanen, nirlaba, melayani kebutuhan publik, dengan
Lebih terperinciGambar: 5. 5a. Pasar Bali
Kelompok lukisan yang secara utuh mengalami pembaharuan pada bidang tema, proporsi, anatomi plastis, pewarnaan, dan sinar bayangan dalam lukis Pita Maha Oleh: Drs. I Dewa Made Pastika a. Judul lukisan
Lebih terperinciBAB III ELABORASI TEMA
BAB III ELABORASI TEMA 3.1. Ruang aktif. 3.1.1. Pengertian ruang aktif. Ruang aktif adalah ruang yang memilki berbagai macam kegiatan, didalam ruangan tersebut adanya perubahan interior atau eksterior
Lebih terperinciKURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)
KTSP Perangkat Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Seni
Lebih terperinciDESKRIPSI KARYA KRIYA PRODUK BASKOM KAYU
DESKRIPSI KARYA KRIYA PRODUK BASKOM KAYU Oleh: Drs. I Made Radiawan,M.Erg. 195804111985031001 PROGRAM STUDI DESAIN FASHION FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2013 ABSTRAK Keanekaragaman
Lebih terperinciSOAL UJIAN TENGAH SEMESTER PRAKARYA KELAS VII
SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER PRAKARYA KELAS VII 1. Arti dari kata kerajinan adalah? a. Kreativitas pada suatu barang melalui ketrampilan tangan. b. Kreativitas pada suatu barang dari bahan alam. c. Barang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Busana tidak hanya terbatas pada pakaian yang dipakai sehari-hari seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Busana tidak hanya terbatas pada pakaian yang dipakai sehari-hari seperti rok, dress, atau pun celana saja, tetapi sebagai suatu kesatuan dari keseluruhan yang
Lebih terperinciBAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 6.1 Program Dasar Perencanaan 6.1.1. Program Ruang Jenis ruang dan kebutuhan luasan ruang kelompok utama Pusat Informasi Budaya Baduy dapat dilihat pada tabel
Lebih terperinciIII. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA. A. Implementasi Teoritis
III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA A. Implementasi Teoritis Penulis menyadari bahwa topeng merupakan sebuah bagian peninggalan prasejarah yang sekarang masih mampu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Yogyakarta adalah kota yang relatif aman, stabil dan mempunyai
BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Kota Yogyakarta adalah kota yang relatif aman, stabil dan mempunyai khasanah budaya yang luas. Yogyakarta juga dikenal sebagai kota pendidikan dan pariwisata yang
Lebih terperinci