HARMONISASI HUKUM ASEAN TENTANG JUAL BELI BARANG INTERNASIONAL DAN PENGADAAN BARANG & JASA PUBLIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HARMONISASI HUKUM ASEAN TENTANG JUAL BELI BARANG INTERNASIONAL DAN PENGADAAN BARANG & JASA PUBLIK"

Transkripsi

1 HARMONISASI HUKUM ASEAN TENTANG JUAL BELI BARANG INTERNASIONAL DAN PENGADAAN BARANG & JASA PUBLIK Bayu Seto Hardjowahono 1 PENDAHULUAN Sesuai terms of reference yang disampaikan kepada kami untuk memberikan beberapa sumbangsih pemikiran dalam Forum Harmonisasi Hukum Nasional dan Hukum Internasional, khususnya di bidang Hukum Dagang, maka dalam makalah sederhana ini kami akan mencoba memusatkan perhatian pada beberapa aspek mikro bidang hukum perdagangan, khususnya mengenai: (a) Harmonisasi di bidang hukum jual-beli barang internasional dengan mengacu pada the 1980 UNCITRAL Convention on Contracts for the International Sale of Goods (selanjutnya CISG ), dan (b) Harmonisasi di bidang hukum tentang Pengadaan Barang dan Jasa Publik (Government Procurement), dengan mengacu pada UNCITRAL Model Law on Public Procurement. Pembahasan dalam makalah ini dibagi ke dalam dua paragraf utama, yaitu (i) mengenai ada tidaknya kebutuhan bagi Indonesia untuk meratifikasi CISG, dan menjadikannya sebagai bagian dari hukum nasional, dan (ii) sejauh mana UNCITRAL Model Law on Public Procurement (verse 2011) dapat berfungsi sebagai model law dalam menyusun peraturan peruuan Nasional untuk Government Contracts. 1 Dosen pada Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung. Makalah dipersiapkan untuk disajikan dalam FORUM HARMONISASI HUKUM DAGANG ASEAN DALAM RANGKA MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM RI, Jakarta, 27 Juni Page 1 of 11

2 Mengingat keterbatasan waktu dan juga keterbatasan daya jangkau ekspertis penulis dalam penyusunan makalah ini, maka harapan penulis adalah bahwa penyajian ini akan membuka permasalahan-permasalahan baru yang lebih bersifat praktikal dan yang harus diperhatikan dalam kerangka harmonisasi hukum regional ASEAN. I. CISG DAN HARMONISASI HUKUM JUAL-BELI BARANG INTERNASIONAL Hampir setiap ulasan mengenai CISG diawali dengan pujian karena keberhasilan konvensi ini sebagai sebuah pranata hukum internasional yang mendorong terciptanya unifikasi secara global di bidang kontrak jual-beli barang internasional (international sale of goods). Harus diakui bahwa banyaknya jumlah negara yang meratifikasi (dari 11 negara pertama di tahun 1980 menjadi 79 Negara pada tahun ) dapat menggambarkan keberhasilan CISG dalam merealisasi tujuan yang hendak dicapainya, yaitu unifikasi hukum materiil (substantive law) dalam satu faset terpenting perdagangan internasional, y.i jual beli barang internasional (international sale of goods). Hal lain yang tampak sangat signifikan dari CISG adalah kenyataan bahwa komposisi negara-negara peratifikasi konvensi ini samasekali tidak menggambarkan adanya dominasi kelompok negara-negara atau blok-blok ekonomi regional tertentu 3. Kenyataan ini tentunya menunjukkan ada sesuatu yang sangat positif dari CISG, mengingat bahwa selama puluhan tahun sebelumnya berbagai upaya untuk melahirkan konvensi internasional semacam ini ternyata mengalami kegagalan Lihat : United Nations Treaty Collection, updated June 26, Negara-negara Ekonomi Kuat seperti Amerika Serikat, China, negara-negara Uni Eropa, Jepang, atau negara-negara industri baru seperti Korea Selatan, Singapura, India, atau negara-negara Amerika Latin dan eks persemakmuran Uni Sovyet, adalah peratifikasi CISG, walaupun dengan beberapa reservasi. Bahkan dalam konteks ASEAN, walaupun baru Singapura yang meratifikasi CISG, tetapi negara-negara mitra-dagang ASEAN hampir seluruhnya adalah peratifikasi konvensi ini (Jepang, AS, India, Korea Selatan, Australia). UNIDROIT Convention on the Uniform Law of International Sale of Goods (1964) dan The Convention on the Uniform Law on the For the Formation of Contracts for the International Sale of Goods (The Hague, Netherlands). Page 2 of 11

3 Hal positif yang tampak pada CISG adalah bahwa ia merupakan sebuah instrumen hukum yang lengkap dan menyentuh hampir semua komponen yang relevan dengan siklus-hidup normal sebuah kontrak jual-beli barang (internasional). Bagian Pertama mengatur tentang lingkup berlaku CISG dan ketentuan-ketentuan umum (general provisions), Bagian Kedua mengatur tentang Pembentukan Kontrak Jual-beli (formation), Bagian Ketiga mengatur tentang Transaksi Jual-beli Barang (Sale of goods) dan mencakup kewajibankewajiban substantif penjual dan pembeli, peralihan risiko, serta ketentuanketentuan yang berlaku umum bagi penjual dan pembeli 5. Artinya, dengan berpegang pada ketentuan-ketentuan CISG, maka pihak-pihak dalam kontrak jual-beli internasional memperoleh jaminan bahwa sebagian besar aspekaspek hukum umum dari sebuah transaksi dan kontrak jual-beli internasional telah diatur di dalamnya. Hal positif lain yang mengemuka dari CISG adalah bahwa asas dan aturan yang membentuk substansi konvensi ini lebih banyak didasarkan pada best practices dan juga better rule approach ditinjau dari perspektif perdagangan internasional. Artinya, CISG mencoba untuk meramu seperangkat tata aturan hukum jual-beli yang tidak diwarnai oleh tradisi hukum tertentu, seperti Common Law atau Common Law 6. Hal-hal yang dianggap konsisten dengan kebutuhan praktik jual-beli internasional, baik yang bersumber pada tradisitradisi hukum yang berbeda, diupayakan untuk diramu secara harmonis dan dibentuk menjadi sebuah sistem jual-beli internasional yang otonom. Yang menarik untuk diperhatikan sebagai ciri khas dari CISG, yang secara langsung atau tidak langsung dapat dipahami sebagai kelemahan-kelemahan (atau kekuatan?) dari konvensi ini, adalah beberapa hal di bawah ini: a. Lingkup berlaku CISG pada dasarnya hanya terbatas pada Kontrak Jual- Beli Barang Internasional saja. Hal ini menggambarkan lingkup berlaku CISG yang relatif sempit, terutama apabila diperhatikan pembatasan- 5 6 Bagian Keempat mengatur tentang keberlakuan CISG sebagai instrumen hukum internasional. Misalnya untuk perbandingan antara CISG dengan Uniform Commercial Law AS, lihat: Honnold, John O., Reitz, Curtis R., Sales Transactions: Domestic and International Law Cases, Problems and Materials, 2 nd Edition, Foundation Press, New York, 2001Hal. 27 dst. Page 3 of 11

4 pembatasan lebih lanjut yang menyangkut pengertian barang (goods) 7. Di samping itu, Article 2 CISG juga mengecualikan transaksi-transaksi jual beli barang-barang konsumen, melalui lelang, melalui eksekusi atau atas kewenangan hukum, saham, surat berharga atau uang, kapal laut, kapal samudra, hovercraft, pesawat terbang, atau listrik. CISG pasti tidak dapat digunakan untuk perdagangan jasa (provision of services). Hal inilah yang diatasi oleh penerbitan The UNIDROIT Principle for the International Commercial Contracts (UPICC) yang banyak diinspirasi oleh keberhasilan CISG namun didesain untuk penerapan segala jenis transaksi dan kontrak perdagangan internasional 8. b. CISG hanya mengatur pembentukan kontrak jual-beli dan hak serta kewajiban penjual dan pembeli yang terbit dari kontrak semacam itu (Article 4). Karena itu persoalan-persoalan mengenai keabsahan kontrak atau pasal-pasal di dalamnya (legality/validity) harus diatur berdasarkan sistem hukum nasional yang dianggap relevan. Hal ini sejalan dengan prinsip yang dikenal dan diterima dalam hukum kontrak internasional yang cenderung membatasi asas kebebasan berkontrak terhadap keberlakuan kaidah-kaidah hukum yang bersifat memaksa (mandatory rules).demikian pula, persoalan-persoalan yang menyangkut akibat dari pelaksanaan kontrak jualbeli terhadap status kepemilikan atas barang (property/title) harus diatur oleh sistem hukum nasional semacam itu. c. CISG tidak dapat diterapkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang terbit dari tanggung jawab penjual atas kematian atau kerugian personal yang diderita orang akibat penggunaan atas barang (Article 5). Karena itu, persoalan-persoalan tanggung-jawab produk juga harus tunduk pada aturan-aturan hukum nasional yang relevan untuk diberlakukan. 7 8 Article 3 (1) CISG membatasi pengertian sales pada kontrak-kontrak jual-beli, termasuk kontrak pemasokan barang (supply of goods) yang harus dibuat atau diproduksi terlebih dahulu, kecuali bila pihak pembeli (purchaser) menyanggupi untuk memasok sebagian besar dari bahan-bahan yang dibutuhkan untuk memproduksi barang-barang itu. Lihat dan bandingkan: The International Institute for the Unification of Private Law (UNIDROIT), UNIDROIT Principles of International Commercial Contracts, 3 rd edition, Rome, Page 4 of 11

5 d. Sebagai sebuah konvensi internasional CISG akan mengikat negaranegara peratifikasi dan menjadikannya bagian dari hukum nasional. Artinya, kontrak-kontrak jual beli yang diadakan oleh pihak-pihak perdata (private parties) dari negara-negara tersebut pada dasarnya harus tunduk pada CISG. Namun demikian, tampaknya demi penegakan asas kebebasan berkontrak, Article 6 CISG memberikan kebebasan pada pihakpihak semacam itu untuk mengesampingkan keberlakuan CISG atau menyimpang dari CISG dalam hal bentuk kontrak, pembuktian kontrak dan pembentukan kontrak (Article 11, 12, 29, serta Bagian Kedua CISG). Dengan demikian, apabila para pihak dengan tegas menyatakan hal-hal ini di dalam kontrak jual-beli mereka, maka CISG tidak berlaku. Jadi, Article 6 CISG pada dasarnya menegaskan bahwa CISG adalah aanvullendrecht atau background law sepanjang para pihak tidak mengatur sendiri hak dan kewajiban mereka di dalam kontrak. Sementara itu, untuk kontrak-kontrak jual-beli yang bersifat kompleks dan berskala besar seringkali mendorong para pihak untuk mengatur sendiri hak dan kewajiban mereka secara mendetil, dan mengesampingkan ketentuan-ketentuan CISG 9. Hal ini dipertegas oleh Article 96 CISG yang memungkinkan negara peserta untuk melakukan reservasi terhadap pasal-pasal yang menyangkut bentuk dan pembuktian kontrak di atas. e. Sebagai penuntas sempitnya daya berlaku CISG, Article 95 CISG membuka kesempatan bagi negara peserta konvensi untuk melakukan reservasi terhadap Article 1 ayat (1) butir b CISG. Article yang disebut terakhir ini menegaskan bahwa: CISG berlaku terhadap transaksitransaksi jual beli yang melibatkan salah satu pihak dari negara peserta konvensi dan pihak lain yang bukan berasal dari negara peserta, apabila kaidah hukum perdata internasional (private international law atau choice of law rule) menunjuk ke arah hukum dari negara peserta konvensi sebagai lex causae. Pasal yang seakan-akan memberikan kekuatan berlaku atas transaksi jual-beli di luar negara peserta ini ternyata dapat direservasi oleh negara peserta melalui pernyataan bahwa mereka tidak 9 Lihat Martinussen, Roald, Overview of International CISG Sales Law, Roald Martinussen, 2006, hal 18. Page 5 of 11

6 terikat oleh Article 1 ayat (1) butir b CISG. Akibatnya negara-negara peserta yang melakukan reservasi, dalam kasus-kasus semacam itu, dapat mengesampingkan CISG dan memberlakukan hukum kontrak jual-beli domestik mereka. Hal-hal di atas dapat dipahami sebagai keunggulan-keunggulan CISG yang menurut pandangan kami menjadi alasan mengapa begitu banyak negara tidak berkeberatan untuk meratifikasi konvensi ini. Namun demikian, pada saat yang bersamaan, hal-hal di atas dapat dilihat sebagai kelemahankelemahan (flaws) yang melekat pada konvensi ini. Apabila CISG dibangun sebagai sebagai uniform sales law yang bertujuan menciptakan keseragaman dalam pengaturan kontrak-kontrak jual-beli internasional, dan karena itu mengurangi persoalan-persoalan hukum perdata internasional dalam transaksi-transaksi dan kontrak-kontrak jual-beli internasional, maka berbagai kemungkinan untuk mengesampingkan CISG atau aturan-aturan di dalamnya, justru menimbulkan persoalan-persoalan HPI atau hukum perselisihan yang seringkali kompleks dan tidak memberikan jalan keluar yang adil bagi para pihak. Indonesia & Ratifikasi CISG Yang menjadi persoalan dalam konteks seminar ini adalah, apakah Indonesia perlu meratifikasi CISG dan menjadikannya sebagai bagian dari hukum nasional? Penulis agak ragu untuk memberikan jawaban afirmatif terhadap pertanyaan itu, namun agak ragu pula untuk bersifak negatif terhadapnya mengingat banyaknya negara-negara di dunia yang telah meratifikasinya namun pada saat yang sama melakukan reservasi terhadapnya. Di tingkat ASEAN, hanya Singapura yang telah meratifikasi konvensi ini namun dengan reservasi terhadap Article 1 ayat (1) b. Akibatnya transaksi-transaksi eksporimpor yang melibatkan pelaku usaha Indonesia dengan Singapura tidak akan tunduk pada CISG melainkan pada asas-asas hukum kontrak Singapura seandainya hukum Singapura yang harus diberlakukan terhadap kontrak yang bersangkutan (berdasarkan penunjukkan oleh kaidah HPI yang relevan). Seandainya Indonesia meratifikasi CISG, maka untuk transaksi-transaksi jualbeli seperti contoh di atas berlaku Article 1 ayat (1) a yang mewajibkan Page 6 of 11

7 berlakunya CISG 10. Sementara itu, negara-negara anggota ASEAN lainnya belum ada yang meratifikasi Konvensi ini. Ratifikasi CISG bagi Indonesia mungkin akan memberikan manfaat sebagai langkah harmonisasi hukum di bidang perdagangan di ASEAN (dan mitramitra dagangnya), apabila semua negara anggota ASEAN melakukan hal yang sama, dan tanpa melakukan reservasi terhadap kebebasan mengenai bentuk kontrak, pembentukan kontrak, dan pembuktian kontrak yang dimungkinkan oleh Article 96 CISG. Namun apabila, pihak-pihak tetap memiliki kebebasan untuk mengesampingkan CISG dalam kontrak mereka (opt out), maka manfaat ratifikasi juga akan berkurang juga. Kemungkinan lain yang dapat menjadi alternatif adalah menggunakan CISG sebagai model perundang-undangan (model law) untuk membangun aturan hukum nasional tentang jual-beli internasional sebagai aturan yang berdiri sendiri atau sebagai tindakan penyempurnaan terhadap Buku III Bab V KUHPerdata tentang Jual-beli. Kembali bila dikaitkan dengan upaya harmonisasi, maka diharapkan bahwa negara-negara anggota ASEAN lainnya juga melakukan reformasi hukum di bidang jual-beli internasionalnya, baik melalui ratifikasi ataupun melalui penggunaan CISG sebagai model law. Simpulan Ratifikasi CISG oleh Indonesia pada dasarnya tidak akan membawa kerugian yang berarti bagi Indonesia. Kepentingan-kepentingan nasional yang perlu dijaga dalam percaturan jual-beli regional dapat diupayakan melalui aturanaturan hukum yang memaksa. Di lain pihak, ratifikasi semacam itu juga tidak akan memberikan manfaat yang berarti, ditinjau dari perspektif harmonisasi hukum di kawasan ASEAN, apabila negara-negara anggota ASEAN lainnya tidak melakukan hal yang sama. Apabila ada kesepahaman secara regional untuk melakukan hal itu, maka hal positif yang dapat diharapkan adalah penggunaan CISG dalam transaksi-transaksi intra-regional dan/atau 10 Kecuali bila para pihak dengan tegas mengesampingkan CISG di dalam kontrak mereka. Page 7 of 11

8 internasional dengan mitra-mitra perdagangan ASEAN (China, Amerika Serikat, Australia, Jepang, Korea Selatan, India, Negara-negara Masyarakat Eropa minus Inggris). II. INDONESIA DAN INTERNATIONAL PUBLIC PROCUREMENT Ulasan kedua yang dimintakan kepada kami adalah menyangkut harmonisasi hukum ASEAN di bidang pengadaan publik (public procurement) dengan mengacu pada UNCITRAL Model Law on Public Procurement 11 (selanjutnya disebut UNCITRAL Model Law ). Dengan demikian, persoalan mendasarnya adalah apakah Indonesia perlu melakukan reformasi di bidang hukum tentang pengadaan publik dengan menerbitkan peraturan peruuan nasional yang mengacu pada UNCITRAL Model Law? Keterbatasan pengetahuan dan persiapan penulis dalam bidang pengadaan publik ini mendorong penulis, dalam bagian kedua ini, untuk memberikan gambaran umum mengenai UNCITRAL Model Law ini. Idea dasar dari sebuah model law adalah model undang-undang yang dapat digunakan oleh para pembentuk undang-undang nasional dalam membangun peraturan perundang-undangan tertentu. Semakin banyak negara menggunakan sebuah model UU internasional untuk membangun perundang-undangan nasionalnya, maka semakin besar harapan terwujudnya harmonisasi hukum secara internasional. UNCITRAL Model Law tahun 2011 pada dasarnya menggantikan UNCITRAL Model Law on Procurement of Goods, Construction and Services tahun 1994 yang sebelumnya dianggap sebagai benchmark dalam reformasi hukum tentang pengadaan publik. UNCITRAL Model Law diterbitkan untuk menyesuaikan diri pada perkembangan-perkembangan internasional yang terjadi di bidang ini. Ketentuan-ketentuan utama dari UNCITRAL Model Law pada dasarnya memungkinkan pihak pemerintah sebagai penerima pasokan (government purchasers) memperoleh manfaat dari penggunan teknik-teknik komersial 11 The General Assembly, Sixty-sixth Session, Supplement 17 (A/66/17) Page 8 of 11

9 modern, seperti e-procurement dan penggunaan framework agreement 12. Tujuan utamanya adalah untuk memaksimalisasi nilai atas uang yang dibelanjakan dalam pengadaan publik (maximizing value for money). Apabila Indonesia menggunakan UNCITRAL Model Law dalam melakukan reformasi hukum di bidang ini, maka diharapkan bahwa peraturan perundangundangan nasional akan mencakup aturan-aturan dengan standar internasional yang menyangkut proses dan prosedur yang harus dijalani untuk : - pengadaan biasa (standard procurement); - pengadaan mendesak dan darurat (urgent and emergency procurement); - pengadaan sederhana dengan nilai rendah (simple and low-value procurement); - pengadaan dalam bentuk proyek-proyek besar dan kompleks (di mana pemerintah dapat berinteraksi dengan pemasok-pemasok potensial dan kontraktor-kontraktor untuk mencapai solusi yang terbaik demi kepentingan masing-masing pihak). Semua prosedur yang diatur di dalam UNCITRAL Model Law pada dasarnya tunduk pada mekanisme transparansi yang ketat, serta diarahkan untuk mengutamakan persaingan yang sehat dan obyektivitas. Tujuan dari UNCITRAL Model Law pada dasarnya adalah 13 : (a) mencapai hasil yang ekonomis dan efisiensi (b) Partisipasi luas bagi pemasok dan kontraktor, dengan prinsip umum bahwa pengadaan adalah terbuka untuk partisipasi internasional (c) Memaksimalisasi persaingan yang sehat; (d) Menjamin perlakuan yang adil dan berdasarkan kesetaraan; (e) Memastikan integritas, keadilan dan kepercayaan publik dalam proses pengadaan; (f) Mengutamakan transparansi Di samping itu, sasaran yang hendak dicapai oleh UNCITRAL Model law adalah: Bahan ini banyak diambil dari UNCITRAL Guide to Enactment of the UNCITRAL Model Law on Public Procurement, Lihat UNCITRAL Guide to Enactment of the UNCITRAL Model Law on Public Procurement, hal 2 dan 3. Page 9 of 11

10 - Untuk menjadi model bagi semua negara untuk mengevaluasi dan memodernisasi peraturan perundang-undangan dan praktik pengadaan dan menerbitkan legislasi di bidang pengadaan yang belum ada; - Untuk mendukung harmonisasi regulasi tentang pengadaan secara internasional dan karena itu memajukan perdagangan internasional. Jadi, walaupun pemerintah memiliki kewenangan diskresioner untuk menetapkan apa yang hendak diterimanya sebagai pasokan dan bagaimana proses pengadaan hendak dilaksanakan, kewenangan itu tetap dikendalikan melalui pengamanan-pengamanan (safeguards) yang sejalan atau konsisten dengan standar internasional, khususnya berkaitan dengan United Nations Convention Against Corruption dan WTO Agreement on Government Procurement, serta beberapa standar dan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Dunia. Perlu disadari bahwa UNCITRAL Model Law tidak memuat semua aturan yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan prosedur pengadaan di sebuah negara. Pemanfaatan model law ini harus menjadi bagian yang koheren dan melekat (holistic) pada sistem pengadaan yang termasuk aturan-aturan hukum lain, infrastruktur hukum dan sarana-sarana untuk pengembangan kapasitas para pelaku pengadaan. Hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum pemanfaatan UNCITRAL Model Law dapat direalisasikan adalah: - penyiapan regulasi dan aturan-aturan hukum lain dalam pengadaan barang dan jasa untuk mendukung UNCITRAL Model Law; - penyiapan infrastruktur hukum, misalnya di bidang hukum administrasi, hukum perjanjian, e-commerce, hukum pidana dan tindak pidana korupsi, dan hukum acarar perdata/pidana/administrasi); - penyiapan regulasi yang memadai di bidang ketenagakerjaan, lingkungan hidup, kualifikasi pemasok atau kontraktor. - Dsb Bagi Indonesia, yang pada dasarnya telah memiliki seperangkat aturan yang membentuk sistem pengadaan publik, misalnya dengan berlakunya Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 dengan segala penyempurnaannya. UNCITRAL Model Law dapat digunakan sebagai acuan untuk penyempurnaan dan pembaharuan sistem nasional pengadaan publik yang sudah ada itu, namun tentunya dengan juga pembangunan di bidang-bidang dan Page 10 of 11

11 infrastruktur hukum lain. UNCITRAL Model Law perlu dimanfaatkan sebagai model undang-undang, namun dengan kesadaran bahwa model law ini dibentuk dengan asumsi bahwa pengadaan publik juga harus dibuka sampai tingkat internasional dalam rangka memajukan perdagangan internasional. Penggunaan UNCITRAL Model Law tentunya harus juga dikawal oleh kesadaran untuk melindungi kepentingan ekonomi nasional serta pengembangan potensi lokal dan nasional. Page 11 of 11

INSTRUMEN INTERNASIONAL DI BIDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

INSTRUMEN INTERNASIONAL DI BIDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK INSTRUMEN INTERNASIONAL DI BIDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Pada saat ini, ada beberapa organisasi internasional yang mencoba untuk mengatur teknologi informasi, diantaranya the United Nations

Lebih terperinci

Keywords: Role, UNCITRAL, Harmonization, E-Commerce.

Keywords: Role, UNCITRAL, Harmonization, E-Commerce. Peran United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL) dalam Harmonisasi Hukum Transaksi Perdagangan Elektronik (E-Commerce) Internasional Oleh: Ni Putu Dewi Lestari Ni Made Ari Yuliartini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu aspek dalam kehidupan manusia adalah perdagangan, perdagangan merupakan salah satu upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang telah berlangsung

Lebih terperinci

LAPORAN SIDANG UNCITRAL TENTANG THE LAW OF SECURED TRANSACTIONS DESEMBER 2007, VIENNA AUSTRIA

LAPORAN SIDANG UNCITRAL TENTANG THE LAW OF SECURED TRANSACTIONS DESEMBER 2007, VIENNA AUSTRIA LAPORAN SIDANG UNCITRAL TENTANG THE LAW OF SECURED TRANSACTIONS 10-14 DESEMBER 2007, VIENNA AUSTRIA 1. Sekilas tentang The Law of Secured Transactions Saat ini pengaturan terkait secured transaction yang

Lebih terperinci

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini.

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini. PAPARAN WAKIL MENTERI LUAR NEGERI NILAI STRATEGIS DAN IMPLIKASI UNCAC BAGI INDONESIA DI TINGKAT NASIONAL DAN INTERNASIONAL PADA PERINGATAN HARI ANTI KORUPSI SEDUNIA JAKARTA, 11 DESEMBER 2017 Yang terhormat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1. Masyarakat Ekonomi ASEAN 2.1.1. Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN Masyarakat Ekonomi ASEAN

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 8/Sep/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 8/Sep/2015 HARMONISASI HUKUM KONTRAK JUAL BELI BARANG INTERNASIONAL DALAM RANGKA PELAKSANAAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 1 Oleh: Harry Palar 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah utnuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

CAKRAWALA HUKUM Oleh : Tim Direktorat Hukum DISKUSI DENGAN UNCITRAL DAN ELECTRONIC EVIDENCE & E-DISCOVERY FORUM

CAKRAWALA HUKUM Oleh : Tim Direktorat Hukum DISKUSI DENGAN UNCITRAL DAN ELECTRONIC EVIDENCE & E-DISCOVERY FORUM CAKRAWALA HUKUM Oleh : Tim Direktorat Hukum DISKUSI DENGAN UNCITRAL DAN ELECTRONIC EVIDENCE & E-DISCOVERY FORUM PENDAHULUAN Dalam rangka mendalami substansi materi dan untuk mendapatkan masukan-masukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keamanan masyarakat dengan cara merusak lembaga dan nilai-nilai demokrasi,

BAB I PENDAHULUAN. keamanan masyarakat dengan cara merusak lembaga dan nilai-nilai demokrasi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang sifatnya serius karena menimbulkan masalah serta ancaman terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat dengan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ANTI KORUPSI, 2003) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP KONTRAK INTERNASIONAL UNIDROIT (The UNIDROIT Principles of International Contracts, 1994)

PRINSIP-PRINSIP KONTRAK INTERNASIONAL UNIDROIT (The UNIDROIT Principles of International Contracts, 1994) PRINSIP-PRINSIP KONTRAK INTERNASIONAL UNIDROIT (The UNIDROIT Principles of International Contracts, 1994) Dr. Mahmul Siregar,, SH, M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

09Pasca. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis

09Pasca. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis Modul ke: Fakultas 09Pasca Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis Pembuatan Template Powerpoint untuk digunakan sebagai template standar modul-modul yang digunakan dalam perkuliahan Cecep Winata

Lebih terperinci

GARANSI TERBATAS (PLAYBOOK) Hak-Hak Yang Wajib Diperoleh Berdasarkan Undang-Undang. Garansi

GARANSI TERBATAS (PLAYBOOK) Hak-Hak Yang Wajib Diperoleh Berdasarkan Undang-Undang. Garansi GARANSI TERBATAS (PLAYBOOK) Hak-Hak Yang Wajib Diperoleh Berdasarkan Undang-Undang. Garansi Terbatas ini mengatur tanggung jawab Research In Motion dan grup perusahaan afiliasinya ( RIM ) tentang BlackBerry

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI JANGKA PANJANG TAHUN 2012-2025 DAN JANGKA MENENGAH TAHUN 2012-2014 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Pengantar Hukum WTO. Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1

Pengantar Hukum WTO. Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1 Pengantar Hukum WTO Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1 PRAKATA Penulis mengucapkan terimakasih kepada Pak Adolf Warauw S.H., LL.M. dan Prof. Hikmahanto Juwana S.H., LL.M.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mesin yang dapat menerima informasi input digital, kemudian. Internet merupakan sekumpulan jaringan komputer yang menghubungkan

BAB I PENDAHULUAN. mesin yang dapat menerima informasi input digital, kemudian. Internet merupakan sekumpulan jaringan komputer yang menghubungkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan informasi dalam era globalisasi, membuat berbagai aktivitas sehari-hari dilakukan dengan bantuan alat-alat elektronik yang salah satunya adalah

Lebih terperinci

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN 2015-2019 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

PROTOKOL MENGENAI KERANGKA HUKUM UNTUK MELAKSANAKAN ASEAN SINGLE WINDOW

PROTOKOL MENGENAI KERANGKA HUKUM UNTUK MELAKSANAKAN ASEAN SINGLE WINDOW PROTOKOL MENGENAI KERANGKA HUKUM UNTUK MELAKSANAKAN ASEAN SINGLE WINDOW Pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokratik Rakyat Laos (selanjutnya disebut Lao PDR

Lebih terperinci

Corruption Perception Index Terus perkuat integritas sektor publik. Dorong integritas bisnis sektor swasta.

Corruption Perception Index Terus perkuat integritas sektor publik. Dorong integritas bisnis sektor swasta. Corruption Perception Index 2016 Terus perkuat integritas sektor publik. Dorong integritas bisnis sektor swasta. Apa itu Corruption Perception Index (CPI)? Indeks Gabungan Hingga 13 sumber data Menggambarkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia 120 BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Dari seluruh penjelasan dan uraian yang diberikan pada bab-bab sebelumnya, secara umum dapat disimpulkan bahwa kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan pada Badan Usaha

Lebih terperinci

Indonesian translation of the 12 articles of the Principles on Choice of Law in International Commercial Contracts

Indonesian translation of the 12 articles of the Principles on Choice of Law in International Commercial Contracts Indonesian translation of the 12 articles of the Principles on Choice of Law in International Commercial Contracts This translation was kindly prepared by Dr. Afifah Kusumadara, Mr. Zairul Alam, Ms. Ranitya

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AGAINST THE SMUGGLING OF MIGRANTS BY LAND, SEA AND AIR, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ANTI KORUPSI, 2003) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum OLEH SETIAWAN KARNOLIS LA IA NIM: 050200047

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG FASILITASI PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Penanggungjawab : Koordinator Tim Pelaksana

Penanggungjawab : Koordinator Tim Pelaksana CAKUPAN PEKERJAAN KOORDINATOR SEKTOR DAN STAF ADMINISTRASI PADA SEKRETARIAT PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN (PERPRES) NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI (STRANAS

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA PERTEMUAN KHUSUS PARA PEMIMPIN NEGARA-NEGARA ASEAN, NEGARA-NEGARA LAIN, DAN ORGANISASI-ORGANISASI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

Pencegahan Korupsi dalam Pengadaan: Beberapa Pemikiran untuk CIA (Corrup&on Impact Assessment) Depu5 Pencegahan KPK

Pencegahan Korupsi dalam Pengadaan: Beberapa Pemikiran untuk CIA (Corrup&on Impact Assessment) Depu5 Pencegahan KPK Pencegahan Korupsi dalam Pengadaan: Beberapa Pemikiran untuk CIA (Corrup&on Impact Assessment) Depu5 Pencegahan KPK Wahyudi Kumorotomo, PhD Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada www.kumoro.staff.ugm.ac.id

Lebih terperinci

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp TAMBAHAN BERITA NEGARA RI MA. Uang Pengganti. Tipikor. Pidana Tambahan. PENJELASAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA

Lebih terperinci

APBN TAHUN 2008 PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN UU NO. 1 TAHUN

APBN TAHUN 2008 PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN UU NO. 1 TAHUN APBN TAHUN 2008 PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN UU NO. 1 TAHUN UNDANG UNDANG TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 ABSTRAK : Bahwa Anggaran

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ANTIKORUPSI

KEBIJAKAN ANTIKORUPSI Kebijakan Kepatuhan Global Maret 2017 Freeport-McMoRan Inc. PENDAHULUAN Tujuan Tujuan dari Kebijakan Antikorupsi ini ("Kebijakan") adalah untuk membantu memastikan kepatuhan oleh Freeport-McMoRan Inc ("FCX")

Lebih terperinci

HUKUM INTERNASIONAL. Oleh : Nynda Fatmawati, S.H.,M.H.

HUKUM INTERNASIONAL. Oleh : Nynda Fatmawati, S.H.,M.H. HUKUM INTERNASIONAL Oleh : Nynda Fatmawati, S.H.,M.H. SUMBER HUKUM INTERNASIONAL Sumber: Starke (1989), Brownlie (1979), Shelton (2006), Riesenfeld (2006) Pengertian: Bahan-bahan aktual yang digunakan

Lebih terperinci

PILIHAN HUKUM DALAM KONTRAK BISNIS I.

PILIHAN HUKUM DALAM KONTRAK BISNIS I. PILIHAN HUKUM DALAM KONTRAK BISNIS I. Latar Belakang. Kontrak binis Internasional selalu dipertautkan oleh lebih dari system hukum. Apabila para pihak dalam kontrak kontrak bisnis yang demikian ini tidak

Lebih terperinci

: Treaties Under Indonesian Law: A Comparative Study Penulis buku : Dr. iur. Damos Dumoli Agusman : PT. Remaja Rosda Karya

: Treaties Under Indonesian Law: A Comparative Study Penulis buku : Dr. iur. Damos Dumoli Agusman : PT. Remaja Rosda Karya REVIEW BUKU Judul : Treaties Under Indonesian Law: A Comparative Study Penulis buku : Dr. iur. Damos Dumoli Agusman Penerbit : PT. Remaja Rosda Karya Bahasa : Inggris Jumlah halaman : 554 Halaman Tahun

Lebih terperinci

Isu Prioritas - Standar (SNI)

Isu Prioritas - Standar (SNI) 1 Isu Prioritas - Standar (SNI) Melindungi hak konsumen dan memaksimalkan kepuasan pelanggan adalah bagian dari tujuan utama perusahaanperusahaan di seluruh dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut, Indonesia

Lebih terperinci

Konvensi ini mengandung 16 pasal. Dari pasal-pasal ini dapat ditarik 5 prinsip berikut dibawah ini:

Konvensi ini mengandung 16 pasal. Dari pasal-pasal ini dapat ditarik 5 prinsip berikut dibawah ini: NAMA: Catherine Claudia NIM: 2011-0500-256 PELAKSANAAN KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE KOMERSIAL NTERNASIONAL MENURUT KONVENSI NEW YORK 1958 Salah satu fokus utama dalam Konvensi New York 1958, yakni Convetion

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan ekonomi suatu negara saat ini tidak bisa terlepas dari negara lain. Perdagangan antar negara menjadi hal yang perlu dilakukan suatu negara. Disamping

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

HPI PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV. By Malahayati, SH, LLM

HPI PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV. By Malahayati, SH, LLM HPI 1 PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV By Malahayati, SH, LLM TOPIK 2 PEMAKAIAN HUKUM ASING PELAKSANAAN PUTUSAN PUTUSAN PAILIT PUTUSAN ARBITRASE ICC 3 International Chamber of Commerce, Paris;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai dampak negatif bagi generasi penerus bangsa. terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai dampak negatif bagi generasi penerus bangsa. terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara Hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, sehingga sudah seharusnya setiap manusia baik dewasa maupun anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 8 TRANSAKSI DAN KONTRAK ELEKTRONIK

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 8 TRANSAKSI DAN KONTRAK ELEKTRONIK BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 8 TRANSAKSI DAN KONTRAK ELEKTRONIK A. Transaksi Elektronik (E-Commerce) Perkembangan perdagangan internasional tidak akan pernah terlepas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

Indonesian translation of the 2005 Choice of Court Convention

Indonesian translation of the 2005 Choice of Court Convention Indonesian translation of the 2005 Choice of Court Convention This translation was kindly prepared by Dr. Afifah Kusumadara, Vannia Nur Isyrofi, and Hary Stiawan (lecturer and students at the Faculty of

Lebih terperinci

KEYNOTE ADDRESS INTERNATIONAL CONFERENCE PRINCIPLES FOR ANTI-CORUPTION AGENCIES (ACA)

KEYNOTE ADDRESS INTERNATIONAL CONFERENCE PRINCIPLES FOR ANTI-CORUPTION AGENCIES (ACA) KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KEYNOTE ADDRESS INTERNATIONAL CONFERENCE PRINCIPLES FOR ANTI-CORUPTION AGENCIES (ACA) Hotel JW. Mariot, Jakarta, 26 November 2012 Yang Saya Hormati; Ketua

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce No.1753, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Pengawasan Ketenagakerjaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tersedianya infrastruktur seperti jalan, jembatan, pelabuhan, bendungan dan infrastruktur fisik lainnya menjadi pendorong bagi kegiatan ekonomi, peningkatan kualitas

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 3 PENUTUP 3.1. KESIMPULAN

BAB 3 PENUTUP 3.1. KESIMPULAN 68 BAB 3 PENUTUP 3.1. KESIMPULAN Berdasarkan uraian yang telah diberikan maka dapat disimpulkan: 1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan tidak menyebutkan secara tegas mengenai lembaga

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA DI BIDANG PENANAMAN MODAL ANTARA PEMERINTAH DAN PENANAM MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Kinerja Bisnis Penjaminan Surety Bonds di Indonesia

Kinerja Bisnis Penjaminan Surety Bonds di Indonesia Kinerja Bisnis Penjaminan Surety Bonds di Indonesia Amron Staff Ahli Asuransi Ekspor Indonesia Abstrak Setiap negara selalu menginginkan agar perekonomian negaranya selalu berkembang, untuk itu diperlukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana IMPLIKASI HUKUM PERSETUJUAN GENERAL AGREEMENT ON TRADE IN SERVICES (GATS) WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) TERHADAP PENGATURAN KEPARIWISATAAN DI INDONESIA Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum

Lebih terperinci

CAKRAWALA HUKUM SIDANG UNCITRAL WORKING GROUP VI ON SECURITY INTERESTS, NEW YORK, MEI 2008

CAKRAWALA HUKUM SIDANG UNCITRAL WORKING GROUP VI ON SECURITY INTERESTS, NEW YORK, MEI 2008 CAKRAWALA HUKUM SIDANG UNCITRAL WORKING GROUP VI ON SECURITY INTERESTS, NEW YORK, 19-23 MEI 2008 Pada tanggal 19-23 Mei 2008 telah dilaksanakan sidang ke-13 United Nations Commission on International Trade

Lebih terperinci

DHAHANA PUTRA DIREKTORAT JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN, KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I

DHAHANA PUTRA DIREKTORAT JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN, KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I HARMONISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNTUK MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI SESUAI DENGAN KETENTUAN UNCAC DHAHANA PUTRA DIREKTORAT JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintah Negara

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5518 PENGESAHAN. Konvensi. Penanggulangan. Terorisme Nuklir. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 2014 Nomor 59) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media Bab IV Penutup A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media Keberadaan Pasal 28 dan Pasal 28F UUD 1945 tidak dapat dilepaskan dari peristiwa diratifikasinya Universal Declaration of Human Rights (UDHR) 108

Lebih terperinci

HARMONISASI HUKUM KONTRAK DAN DAMPAKNYA PADA HUKUM KONTRAK INDONESIA

HARMONISASI HUKUM KONTRAK DAN DAMPAKNYA PADA HUKUM KONTRAK INDONESIA HARMONISASI HUKUM KONTRAK DAN DAMPAKNYA PADA HUKUM KONTRAK INDONESIA Samuel Hutabarat email: samuelhut@yahoo.com Abstract International commercial contracts are contracts closed by parties coming from

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pemerintah untuk membiayai pembangunan nasional. memperoleh dana untuk berinvestasi melalui perbankan, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pemerintah untuk membiayai pembangunan nasional. memperoleh dana untuk berinvestasi melalui perbankan, lembaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional suatu negara, diperlukan pembiayaan baik dari pemerintah dan masyarakat. Penerimaan pemerintah untuk membiayai

Lebih terperinci

Penyiksaan dalam RUU KUHP: Beberapa catatan kritis

Penyiksaan dalam RUU KUHP: Beberapa catatan kritis Penyiksaan dalam RUU KUHP: Beberapa catatan kritis Indriaswati Dyah Saptaningrum Seminar Sehari Perlindungan HAM Melalui Hukum Pidana Hotel Nikko Jakarta, 5 Desember 2007 Konvensi Menentang penyiksaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan keadaan sekarang ini, khususnya dalam dunia ekonomi, pengelolaan perusahaan (corporate governance) telah dianggap penting sebagaimana pemerintahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memengaruhi, bahkan pergesekan kepentingan antarbangsa terjadi dengan

BAB I PENDAHULUAN. memengaruhi, bahkan pergesekan kepentingan antarbangsa terjadi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi menjadi suatu kenyataan yang dihadapi setiap negara, tidak terkecuali Indonesia. Proses interaksi dan saling pengaruh memengaruhi, bahkan pergesekan

Lebih terperinci

SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN PEMBERANTASAN KORUPSI

SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN PEMBERANTASAN KORUPSI TRAINING PENGARUSUTAMAAN PENDEKATAN HAK ASASI MANUSIA DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA BAGI HAKIM SELURUH INDONESIA 0Bali, 17 20 Juni 2013 1MAKALAH SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN PEMBERANTASAN KORUPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

HUKUM KONSTRUKSI. Ringkasan Hukum Konstruksi UU No 18 Tahun 1999 Jasa Konstruksi. Oleh : Inggrid Permaswari C Kelas B NIM :

HUKUM KONSTRUKSI. Ringkasan Hukum Konstruksi UU No 18 Tahun 1999 Jasa Konstruksi. Oleh : Inggrid Permaswari C Kelas B NIM : HUKUM KONSTRUKSI Ringkasan Hukum Konstruksi UU No 18 Tahun 1999 Jasa Konstruksi Oleh : Inggrid Permaswari C Kelas B NIM : 03115153 RINGKASAN UU NO 18 TAHUN 1998 TENTANG JASA KONSTRUKSI BAB I Ketentuan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN

RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN 2015 2019 JAKARTA 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun

Lebih terperinci

Reformasi Sistem Tata Kelola Sektor Migas: Pertimbangan untuk Pemerintah Jokowi - JK

Reformasi Sistem Tata Kelola Sektor Migas: Pertimbangan untuk Pemerintah Jokowi - JK Briefing October 2014 Reformasi Sistem Tata Kelola Sektor Migas: Pertimbangan untuk Pemerintah Jokowi - JK Patrick Heller dan Poppy Ismalina Universitas Gadjah Mada Memaksimalkan keuntungan dari sektor

Lebih terperinci

Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara Wajib

Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara Wajib LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR : 1 TAHUN 20118.A/PER/BSN/2/2010 TANGGAL : 1 Februari 2011 Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Introduction Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA KEPELABUHANAN UNTUK ANGKUTAN LAUT JALUR PELAYARAN INTERNASIONAL

KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA KEPELABUHANAN UNTUK ANGKUTAN LAUT JALUR PELAYARAN INTERNASIONAL KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA KEPELABUHANAN UNTUK ANGKUTAN LAUT JALUR PELAYARAN INTERNASIONAL Latar Belakang Angkutan laut berupa kapal-kapal dalam jalur pelayaran internasional sangat berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization ditandatangani para

Lebih terperinci

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) I Pembahasan tentang dan sekitar membangun kualitas produk legislasi perlu terlebih dahulu dipahami

Lebih terperinci

PENGUATAN KERJA SAMA PENEGAKAN HUKUM GLOBAL DAN REGIONAL Oleh: Viona Wijaya * Naskah diterima: 23 Agustus 2017; disetujui: 31 Agustus 2017

PENGUATAN KERJA SAMA PENEGAKAN HUKUM GLOBAL DAN REGIONAL Oleh: Viona Wijaya * Naskah diterima: 23 Agustus 2017; disetujui: 31 Agustus 2017 PENGUATAN KERJA SAMA PENEGAKAN HUKUM GLOBAL DAN REGIONAL Oleh: Viona Wijaya * Naskah diterima: 23 Agustus 2017; disetujui: 31 Agustus 2017 Dalam perkembangan pergaulan internasional saat ini, tidak mungkin

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN INDIVIDU TENTANG

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN INDIVIDU TENTANG EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN INDIVIDU TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MOU)TENTANG PINJAMAN LUAR NEGERI TIONGKOK KE INDONESIA DI BIDANG INVESTASI: STUDI IMPLIKASI PENGIRIMAN TENAGA KERJA ASING DISUSUN

Lebih terperinci

2013, No.73.

2013, No.73. 5 2013, No.73 2013, No.73 6 7 2013, No.73 2013, No.73 8 9 2013, No.73 2013, No.73 10 11 2013, No.73 2013, No.73 12 13 2013, No.73 2013, No.73 14 15 2013, No.73 2013, No.73 16 17 2013, No.73 2013, No.73

Lebih terperinci

SUMBER HUKUM INTERNASIONAL

SUMBER HUKUM INTERNASIONAL SUMBER HUKUM INTERNASIONAL a. Pengertian Sumber Hukum Internasional Sumber hukum dibedakan menjadi dua yaitu sumber hukum formal dan sumber hukum materiil. Sumber hukum formil adalah sumber hukum yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Perseroan terbatas merupakan suatu badan hukum yang berbeda dengan negara sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan

Lebih terperinci

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. Latar Belakang Saat ini, kewenangan untuk merumuskan peraturan perundang undangan, dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Logistik Nasional memiliki peran strategis dalam menyelaraskan kemajuan antar sektor ekonomi dan antar wilayah demi terwujudnya sistem pertumbuhan ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingkat dampak

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 122 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan di dalam bab-bab sebelumnya mengenai pengaturan pengaturan technical barrier to trade sebagai salah satu perjanjian

Lebih terperinci

KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KONTRAK UNTUK PERDAGANGAN BARANG INTERNASIONAL (1980) [CISG]

KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KONTRAK UNTUK PERDAGANGAN BARANG INTERNASIONAL (1980) [CISG] KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KONTRAK UNTUK PERDAGANGAN BARANG INTERNASIONAL (1980) [CISG] Untuk keperluan kutipan versi AS, teks bahasa Inggris bersertifikasi PBB dipublikasikan dalam 52

Lebih terperinci