IMPLEMENTASI SISTEM PERTANAMAN KUBIS: KAJIAN TERHADAP KERAGAMAN HAMA DAN MUSUH ALAMI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IMPLEMENTASI SISTEM PERTANAMAN KUBIS: KAJIAN TERHADAP KERAGAMAN HAMA DAN MUSUH ALAMI"

Transkripsi

1 IMPLEMENTASI SISTEM PERTANAMAN KUBIS: KAJIAN TERHADAP KERAGAMAN HAMA DAN MUSUH ALAMI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Agronomi Oleh : LENY MULYANI H FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2 18 HALAMAN PENGESAHAN IMPLEMENTASI SISTEM PERTANAMAN KUBIS: KAJIAN TERHADAP KERAGAMAN HAMA DAN MUSUH ALAMI Yang dipersiapkan dan disusun oleh Leny Mulyani H Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal: 8 Juli 2010 dan dinyatakan telah memenuhi syarat Ketua Susunan Tim Penguji Anggota I Anggota II Prof. Dr. Ir. Sholahuddin, MS NIP Ir. Maidatun Kamilah H, MP NIP Dr. Ir. Pardono, MS NIP Surakarta, Juli 2010 Mengetahui, Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS NIP

3 19 KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik dan lancar. Skripsi yang berjudul implementasi Sistem Pertanaman Kubis: Kajian terhadap Keragaman Hama dan Musuh Alami ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pelaksanaan penelitian serta proses penyelesaian skripsi ini dapat terlaksana dengan lancar berkat dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. 2. Ir. Wartoyo SP., MS selaku Ketua Jurusan/Program Studi Agronomi. 3. Dr. Samanhudi, SP, MSi selaku Ketua Komisi Sarjana. 4. Prof. Dr. Ir. Sholahuddin, MS selaku Pembimbing Utama atas kebaikan, bimbingan, serta tambahan pengetahuan yang sangat berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar. 5. Ir. Maidatun Kamilah Himawati, MP selaku Pembimbing Pendamping atas kebaikan, bimbingan, serta tambahan pengetahuan yang sangat berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar. 6. Dr. Ir. Pardono, MS selaku Dosen Pembahas atas semua masukan yang bermanfaat untuk perbaikan skripsi dan menjadi tambahan pengetahuan bagi penulis. 7. Ibu, Nenek dan Bapak tercinta, terimakasih atas segala kasih sayang dan doa yang telah diberikan. Adikku tersayang, serta seluruh keluarga besar yang selalu memberiku semangat dan bantuan baik moril maupun spirituil. 8. Seluruh penghuni kost Wisma Almamater tercinta (Dewi, Niko, Een, Mbk Dian, Nantri, Ika, Nana, Dhiah, Zulfa dan Ani) terimakasih atas nasihat, dukungan, dan doanya.

4 20 9. Segenap keluarga besar Agronomi angkatan 2006 dan rekan kerjaku (Endang, Utik, Junjung, Yoga). Terima kasih atas kebersamaan, dukungan, dan doanya selama ini. 10. Sahabat-sahabatku tercinta Nurul, Ipul, Fatla, Awista, Ipe, Ika Mul, Mutmainnah, Aziz, Aris, Muji, Rio, Kefas, Afrida, Eka, Tatries. Terima kasih atas bantuan, dukungan dan doa yang telah kalian berikan. 11. Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya selama ini. Sebagai salah satu tahapan dalam proses pembelajaran, penulis menyadari bahwa tulisan ini tak luput dari segala kekurangan. Untuk itu penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan keterbatasan penulis serta mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Sebagai penutup semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Surakarta, 26 Juli 2010 Penulis

5 21 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix RINGKASAN... xii SUMMARY... xiii I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah... 3 C. Tujuan Penelitian... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA... 5 A. Kubis (Brassica oleracea)... 5 B. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Serangga... 7 C. Pengelolaan Habitat Terkait dengan Biodiversitas... 9 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian B. Bahan dan Alat Penelitian C. Tata Laksana Penelitian D. Variabel Pengamatan E. Analisis Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Jenis/spesies Artropoda Beserta Statusnya B. Besar Populasi Artropoda yang Melimpah C. Komposisi dan Keragaman Spesies... 30

6 22 D. Intensitas Kerusakan Tanaman E. Hasil Kubis (Berat Krop) V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR TABEL

7 23 Nomor Judul Halaman Tabel 1. Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Jenis Artropoda yang ditemukan beserta statusnya pada ketinggian tempat 1600 mdpl dengan sistem tumpangsari dengan caisin Jenis Artropoda yang ditemukan beserta statusnya pada ketinggian tempat 1600 mdpl dengan sistem tumpangsari dengan tagetes Jenis Artropoda yang ditemukan beserta statusnya pada ketinggian tempat 1600 mdpl dengan sistem monokultur Jenis Artropoda yang ditemukan beserta statusnya pada ketinggian tempat 1200 mdpl dengan sistem tumpangsari dengan caisin 19 Jenis Artropoda yang ditemukan beserta statusnya pada ketinggian tempat 1000 mdpl dengan sistem tumpangsari dengan caisin Jenis Artropoda yang ditemukan beserta statusnya pada ketinggian tempat 1473 mdpl dengan sistem tumpangsari dengan caisin Tabel 7. Komposisi hama, musuh alami, dan serangga lain pada berbagai ketinggian tempat dan sistem pertanaman kubis Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Data hipotetik keragaman spesies di ketinggian tempat dan sistem tanam yang berbeda Perbandingan intensitas kerusakan oleh C. binotalis pada ketinggian tempat yang berbeda Perbandingan intensitas kerusakan oleh C. binotalis pada pola tanam yang berbeda di ketinggian tempat 1600 mdpl DAFTAR GAMBAR

8 24 Nomor Judul Halaman Gambar 1. Grafik pertumbuhan populasi P. cruciferae pada lokasi 1000 mdpl Gambar 2. Grafik pertumbuhan populasi C. binotalis pada ketinggian dan sistem pertanaman yang berbeda Gambar 3. Grafik intensitas kerusakan tanaman yang diakibatkan C. binotalis pada ketinggian tempat yang berbeda Gambar 4. Grafik intensitas kerusakan yang diakibatkan C. binotalis pada pola yang berbeda di ketinggian tempat 1600 mdpl Gambar 5. Grafik pengaruh intensitas kerusakan tanaman akibat C. binotalis terhadap hasil panen kubis pada ketinggian tempat yang berbeda DAFTAR LAMPIRAN

9 25 Nomor Judul Halaman Rata-rata populasi artropoda (ekor pertanaman) pada ketinggian tempat 1000 mdpl dengan pola tanam tumpangsari dengan caisin (Minggu 1-4)... Rata-rata populasi artropoda (ekor pertanaman) pada ketinggian tempat 1000 mdpl dengan pola tanam tumpangsari dengan caisin (Minggu 5-6) Rata-rata populasi artropoda (ekor pertanaman) pada ketinggian tempat 1200 mdpl dengan pola tanam tumpangsari dengan caisin (Minggu ke 1-3)..... Rata-rata populasi artropoda (ekor pertanaman) pada ketinggian tempat 1200 mdpl dengan pola tanam tumpangsari dengan caisin (Minggu ke 4-5) Rata-rata populasi artropoda (ekor pertanaman) pada ketinggian tempat 1200 mdpl dengan pola tanam tumpangsari dengan caisin (Minggu ke 6-7) Rata-rata populasi artropoda (ekor pertanaman) pada ketinggian tempat 1473 mdpl dengan pola tanam tumpangsari dengan caisin (Minggu 1-3). Rata-rata populasi artropoda (ekor pertanaman) pada ketinggian tempat 1473 mdpl dengan pola tanam tumpangsari dengan caisin (Minggu 4-5). Rata-rata populasi artropoda (ekor pertanaman) pada ketinggian tempat 1473 mdpl dengan pola tanam tumpangsari dengan caisin (Minggu 6-7). Rata-rata populasi artropoda (ekor pertanaman) pada ketinggian tempat 1473 mdpl dengan pola tanam tumpangsari dengan caisin (Minggu 8-9). Rata-rata populasi artropoda (ekor pertanaman) pada ketinggian tempat 1600 mdpl dengan pola tanam tumpangsari dengan caisin (Minggu 1-5) Rata-rata populasi artropoda (ekor pertanaman) pada ketinggian tempat 1600 mdpl dengan pola tanam tumpangsari dengan caisin (Minggu 6-9). 54

10 Rata-rata populasi artropoda (ekor pertanaman) pada ketinggian tempat 1600 mdpl dengan pola tanam tumpangsari dengan caisin (Minggu 10-13). Rata-rata populasi artropoda (ekor pertanaman) pada ketinggian tempat 1600 mdpl dengan pola tanam monokultur (Minggu 1-5). Rata-rata populasi artropoda (ekor pertanaman) pada ketinggian tempat 1600 mdpl dengan pola tanam monokultur (Minggu 6-8). Rata-rata populasi artropoda (ekor pertanaman) pada ketinggian tempat 1600 mdpl dengan pola tanam monokultur (Minggu 9-11)... Rata-rata populasi artropoda (ekor pertanaman) pada ketinggian tempat 1600 mdpl dengan pola tanam monokultur (Minggu 12-13). Rata-rata populasi artropoda (ekor pertanaman) pada ketinggian tempat 1600 mdpl dengan pola tanam tumpangsari dengan tagetes (Minggu 1-5)... Rata-rata populasi artropoda (ekor pertanaman) pada ketinggian tempat 1600 mdpl dengan pola tanam tumpangsari dengan tagetes (Minggu 6-8)... Rata-rata populasi artropoda (ekor pertanaman) pada ketinggian tempat 1600 mdpl dengan pola tanam tumpangsari dengan tagetes (Minggu 9-11). Rata-rata populasi artropoda (ekor pertanaman) pada ketinggian tempat 1600 mdpl dengan pola tanam tumpangsari dengan tagetes (Minggu 12-13) Intensitas kerusakan dan hasil panen kubis pada

11 27 ketinggian tempat yang berbeda Intensitas kerusakan dan hasil panen kubis pada pola tanam yang berbeda di ketinggian tempat 1600 mdpl Populasi P. cruciferae pada lokasi 1000 mdpl Hasil analisis ragam perbandingan intensitas kerusakan oleh C. binotalis pada ketinggian tempat yang berbeda... Uji Beda Nyata (DMRT) 5 % intensitas kerusakan oleh C. binotalis pada ketinggian tempat yang berbeda... Hasil analisis ragam perbandingan intensitas kerusakan oleh C. binotalis pada pola tanam yang berbeda... Uji Beda Nyata (DMRT) 5 % intensitas kerusakan oleh C. binotalis pada pola tanam yang berbeda Gambar kubis dan beberapa serangga hasil koleksi pada saat penelitian IMPLEMENTASI SISTEM PERTANAMAN KUBIS: KAJIAN TERHADAP KERAGAMAN HAMA DAN MUSUH ALAMI

12 28 Leny Mulyani H RINGKASAN Kubis, Brassica oleracea (Famili: Cruciferae), merupakan sayuran penting yang pada umumnya ditanam di daerah dataran tinggi. Adanya serangan hama menyebabkan gagal panen sehingga petani khususnya di Kabupaten Karanganyar enggan atau tidak minat untuk membudidayakan kubis lagi. Beberapa komponen teknologi PHT (Pengendalian Hama Terpadu) yang dapat diterapkan untuk mengendalikan hama salah satunya adalah meningkatkan keanekaragaman ekosistem. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kemelimpahan hama dan musuh alami pada beberapa sistem pertanaman kubis dan pada ketinggian tempat yang berbeda, serta mengkaji hasil kubis berkaitan dengan populasi hama dan musuh alami hama. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Desember 2009 di lahan pertanaman kubis di Kecamatan Ngargoyoso dan Tawangmangu, Karanganyar dengan ketinggian tempat m dpl, dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode survei di lahan petani yang membudidayakan kubis. Metode pengambilan sampel dilakukan secara mutlak dan nisbi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanaman kubis dengan sistem tumpangsari dengan caisin pada ketinggian tempat 1473 mdpl memiliki Indeks Keragaman yang paling tinggi yaitu 1,73 dan memiliki komposisi hama dan musuh alami yang paling seimbang yaitu 50 %:50 % sehingga ekosistem yang terbentuk lebih stabil dibanding dengan ketinggian dan sistem tanam yang lain. Kubis yang ditanam pada ketinggian 1473 mdpl dengan sistem tanam tumpangsari dengan caisin memberikan hasil kubis yang paling tinggi. IMPLEMENTATION OF CABBAGE CROP SYSTEM: STUDY ON DIVERSITY OF PEST AND NATURAL ENEMY

13 29 Leny Mulyani H SUMMARY Cabbage, Brassica oleracea (Family: Cruciferae), is an important vegetable which are generally grown in highland areas. Pests causes crop failure, so that farmers especially in the Karanganyar District are reluctant or not interest to cultivate cabbage again. One of some components of IPM (Integrated Pest Management) which can be applied to control pests is increasing diversity of ecosystems This study aimed to examine the abundance of pests and natural enemies on some cabbage cropping system and at a different altitude, and also study the harvest result with a population of cabbage pests and natural enemies of pests. Research conducted in September-December 2009 in cabbage cropping land in the District Ngargoyoso and Tawangmangu, Karanganyar with elevation of m above sea level, and at the Laboratory of Plant Pests and Diseases Agriculture Faculty of Sebelas Maret University. This research was conducted using survey methods in upland farmers who grow cabbages. Methods The samples are taken in absolute and relative. Absolute method is conducted to observe the pest and natural enemies wich visible/active during the day, while the relative method is conducted to observe the pest and natural enemies which active at night. Results showed that planting cabbage intercropping system with caisin at an altitude of 1473 masl has the highest diversity index that is 1,73 and has the composition of pests and natural enemies of the most balanced that is 50%: 50%, so the ecosystem is more stable than that formed with altitude and other cropping systems. Cabbage is planted at an altitude of 1473 masl with intercropping systems with caisin give the highest yield of cabbage. I. PENDAHULUAN

14 30 A. Latar Belakang Kubis, Brassica oleracea (famili Cruciferae), merupakan salah satu jenis sayuran yang mengandung vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai sumber gizi. Famili Cruciferae yang sering dikonsumsi oleh masyarakat antara lain kubis (B. oleracea var. capitata L.), kubis bunga (B. oleracea var. botrytis L.) dan sawi putih (B. pekinensis Lour). Kubis termasuk salah satu jenis sayuran yang menjadi komoditas andalan di daerah Tawangmangu. Tawangmangu merupakan daerah penghasil sayuran bagi wilayah Surakarta, selain Ungaran, Wonosobo, dan Banjarnegara, Tawangmangu termasuk empat daerah potensial penghasil sayuran di Jawa Tengah (Anonim, 1997 cit. Subagiya, 2005). Selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir kubis tidak lagi menjadi komoditas andalan di Tawangmangu, karena petani setempat enggan atau tidak minat untuk membudidayakan kubis lagi. Menurunnya minat petani untuk menanam kubis karena tingginya risiko gagal panen akibat adanya serangan hama. Kerugian-kerugian yang dapat ditimbulkan oleh hama penyakit pada tanaman kubis antara lain adalah: dapat menurunkan hasil kole atau kepala kubis, baik mutu maupun jumlahnya; adanya serangan hama dapat mempercepat timbulnya infeksi penyakit pada tanaman; meningkatkan ongkos produksi, karena diperlukan biaya pembelian obat-obatan dan biaya tenaga kerja untuk penyemprotan (Cahyono, 1995). Untuk menumbuhkan minat para petani agar membudidayakaan kubis lagi, maka perlu usaha-usaha untuk mengurangi kendala yang ada terutama kendala yang disebabkan oleh hama. Usaha pengendalian hama diharapkan tidak lagi mengandalkan pestisida, karena dampak negatif dari penggunaan pestisida yang tidak bijaksana juga sangat berbahaya, baik pada petani, maupun pada lingkungan. Beberapa contoh pengaruh negatif yang akan timbul akibat penggunaan pestisida kimia sintetis adalah: hama menjadi resisten (kebal) misalnya Plutella xylostella L. menjadi kebal terhadap insektisida yang berbahan aktif profenofos, peledakan hama akibat tidak efektifnya pemakaian pestisida, penumpukan residu

15 31 yang dapat membahayakan petani/pengguna dan konsumen, ikut terbunuhnya musuh alami, terjadinya polusi lingkungan, perubahan status hama dari hama minor menjadi hama utama (Samsudin, 2008a). Beberapa komponen teknologi PHT (Pengendalian Hama Terpadu) yang dapat diterapkan untuk mengendalikan hama salah satunya adalah meningkatkan keanekaragaman ekosistem. Pertanaman secara tumpangsari dapat menurunkan serangan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman), melalui cara (1) mengurangi penyebaran, karena adanya penghadang (barrier) tanaman bukan inang dan (2) salah satu spesies tanaman berfungsi sebagai perangkap atau penolak. Beberapa tanaman yang berfungsi sebagai perangkap atau penolak OPT adalah Tagetes erecta, bawang daun (Allium esculentum), dan lobak (Raphanus sativus L.) (Aiyer, 1949 cit. Marwoto dan Rohana, 1988). Selain itu menurut Cahyono (1995) dengan pengelolaan habitat melalui diversivikasi seperti polikultur, rotasi tanaman, pemulsaan dan penanaman pagar tanaman diikuti oleh managemen pupuk organik yang baik serta pengolahan tanah minimum dan praktis mengikuti konsep Low External Input Sustainable Agriculture (Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah), mampu meningkatkan keanekaragaman spesies pengendali alami (seperti predator dan parasitoid) sehingga kepadatan populasi hama bisa terkendali. Perkembangan hama dipengaruhi oleh faktor faktor iklim baik langsung maupun tidak langsung. Temperatur, kelembaban udara relatif dan fotoperiodisitas berpengaruh langsung terhadap siklus hidup, keperidian, lama hidup, serta kemampuan diapause serangga. Ketinggian tempat mempengaruhi perubahan suhu udara. Semakin tinggi suatu tempat, misalnya pegunungan, semakin rendah suhu udaranya. Semakin rendah daerahnya semakin tinggi suhu udaranya atau udaranya semakin panas. Oleh karena itu ketinggian suatu tempat berpengaruh terhadap suhu suatu wilayah. Perbedaan regional dalam topografi, geografi dan cuaca menyebabkan terjadinya perbedaan dalam tanaman, pola tanam, metode bercocok tanam dan situasi sosio-ekonomi. Pola tanam dari beberapa tanaman yang ditanam terus menerus serta keadaan iklim yang cocok akan meningkatkan kompleksnya serangan hama, penyakit dan gulma.

16 32 B. Perumusan Masalah Hama merupakan salah satu kendala yang paling penting dalam budidaya kubis di daerah Tawangmangu. Kubis tidak lagi menjadi komoditas andalan dan unggulan bagi petani sayuran dataran tinggi Tawangmangu dan sekitarnya, karena adanya faktor pengganggu yaitu hama. Tindakan pengendalian kimiawi dengan penyemprotan insektisida masih dianggap satu-satunya cara efektif untuk mengendalikan hama, penyemprotan dilakukan secara terjadwal dengan interval tujuh hari dan frekuensinya bertambah sering apabila serangan hama bertambah tinggi. Cara tersebut tidak berhasil menekan populasi hama, bahkan dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan baru seperti adanya resistensi, resurgensi, dan lain-lain. Pengendalian terhadap hama dapat dilakukan secara alami tanpa harus menimbulkan residu negatif bagi lingkungan, yaitu dengan menerapkan sistem pertanaman yang memiliki biodiversitas yang tinggi. Semakin tinggi suatu biodiversitas maka keanekaragamaan ekosistemnya lebih bervariasi sehingga terjadi suatu siklus pengendalian hayati yang terjadi secara alami terhadap gangguan yang ada seperti gangguan yang ditimbulkan oleh organisme pengganggu tanaman. Dari kajian tersebut, permasalahan yang dapat diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah kemelimpahan hama dan musuh alaminya pada beberapa sistem pertanaman kubis 2. Bagaimanakah kemelimpahan hama dan musuh alaminya pada ketinggian tempat yang berbeda 3. Adakah keterkaitan antara kubis dengan populasi hama dan musuh alaminya C. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk:

17 33 1. Mengkaji kemelimpahan hama dan musuh alami pada beberapa sistem pertanaman kubis 2. Mengkaji kemelimpahan hama dan musuh alami pada ketinggian tempat yang berbeda 3. Mengkaji hasil kubis berkaitan dengan populasi hama dan musuh alami hama. II. TINJAUAN PUSTAKA

18 34 A. Kubis (Brassica oleracea) Kubis (B. oleracea) merupakan sayuran daun utama di dataran tinggi bahkan merupakan sayuran terpenting di Indonesia disamping kentang dan tomat. Kubis dwi-musim telah ada sejak Perang Dunia II dan ditanam di daerah pegunungan dan benihnya selalu didatangkan dari luar negeri, terutama dari Eropa, khususnya Nederland. Kelangkaan benih impor dari Nederland menjadikan benih kubis didatangkan dari Taiwan, lalu menyebar dari daerah Tawangmangu ke daerah Kopeng dan Ngablak di Salatiga serta di sepanjang jalur Kopeng-Wonosobo (Permadi dan Sastrosiswojo, 1993). Menurut Cahyono (1995) sistematika tanaman kubis adalah sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Papavorales Famili : Cruciferae (Brassicaceae) Genus : Brassica Spesies : Brassica oleracea L. Keluarga kubis-kubisan memiliki jenis yang cukup banyak. Kubis yang berwarna merah keunguan disebut kubis merah (B. oleracea var. capitata L.f. rubra (L.) Thell) dan yang berdaun kasar disebut kubis babat atau kubis Savoy (B. oleracea var. sabauda L.). Spesies oleracea yang lain, yang ditanam di Indonesia yaitu kubis bunga atau terkenal dengan bloom kool (B. oleracea var. botrytis subvar. cauliflower DC); brokoli (B. oleracea var botrytis subvar. cymosa Lam.) seperti kubis bunga hanya warnanya hijau dan kuncup bunganya lebih kasar; kaelan (B. oleracea var. alboglabra), kubis umbi atau kolrabi (B. oleracea var. gongylodes L.), bagian hipokotil membesar membentuk umbi (± diameter umbi 5-7,5 cm); kubis tunas (B. oleracea var. gemmifera DC), tunas ketiak daun tumbuh membulat membentuk krop kecil (± diameter 5 cm) (Nieuwhof, 1969 cit. Permadi, 1993). Pertumbuhan vegetatif kubis terhenti apabila ditandai dengan terbentuknya krop atau telur (head) pada kubis. Krop atau telur sebenarnya adalah daun-daun

19 35 yang tumbuh secara menyatu dan memadat serta kompak dari luar ke dalam. Daun-daun tersebut saling menutupi atau melindungi satu sama lain menjadi satuan yang kompak hingga daun berwarna putih berseri (Ashari, 1995). Pada budidaya tanaman kubis, penetapan jarak tanam menentukan tingkat produkstifitas. Jarak tanam yang terlalu rapat berarti jumlah tanaman persatuan luas sangat besar akan berakibat menurunkan hasil, dan juga sebaliknya apabila digunakan jarak tanam terlalu lebar tidak akan memperoleh produksi yang maksimal (Untung, 2001 cit. Subagiya, 2008). Cahyono (2001) menyatakan bahwa jarak tanam yang terlalu rapat akan dapat meningkatkan kelembaban di sekitar tanaman yang dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan organisme pengganggu. Hama utama yang selalu muncul dan menimbulkan kerusakan yang merugikan pada tanaman kubis adalah ulat daun (Plutella xylostella L.) dan ulat jantung kubis (Crocidolomia binotalis). Hama tersebut menyerang tanaman kubis di semua daerah penanaman karena selain genus brassica sebagai inangnya juga dapat menyerang genus lain yang satu famili (Cruciferae), bahkan beberapa gulma dapat dijadikan inang alternatif bila pertanaman kubis-kubisan tidak ada (Kartasapoetra, 1990). Ada sejumlah komponen pengendalian hama terpadu untuk mengendalikan hama C. binotalis dan P. xylostella pada kubis seperti yang dikemukakan oleh Winarno (1987) yaitu: (1) Pengendalian hama dengan kultur teknis adalah langkah langkah yang dilakukan berkaitan dengan produksi yang menyebabkan lingkungan yang terjadi itu tidak atau kurang cocok untuk kehidupan pertumbuhan dan perkembangan serangga hama; (2) Pengendalian hayati adalah pengendalian serangga hama dengan menggunakan musuh-musuh alam seperti parasit, predator dan patogen; (3) Pengendalian secara fisis dan mekanis adalah pengendalian hama yang dilakukan secara langsung membinasakan serangga hama dengan alat-alat tertentu; (4) Penggunaan insektisida, yakni penggunaan senyawa kimia yang dapat mematikan serangga hama. Namun, dalam pengendalian hama terpadu penggunaan insektisida merupakan alternatif yang

20 36 terakhir; (5) Pengendalian hama dengan peraturan-peraturan bertujuan untuk meningkatkan pelaksanaan pengendalian hama terpadu. Penerapan sistem pengendalian non-kimiawi dalam program PHT diarahkan pada tindakan-tindakan pengendalian yang efektif, tetapi dengan input yang serendah mungkin. Salah satu pendekatannya adalah manipulasi habitat dengan meningkatkan keragaman tanaman. Keanekaragaman tanaman pada suatu ekosistem yang pada umumnya terdapat pada sistem pertanian tradisional bermanfaat sebagai pelindung tanaman utama dari hama dan penyakit, meminimumkan risiko gagal panen tanaman utama, menghasilkan beberapa jenis produksi dan menambah pendapatan petani (Altieri, 1991 cit. Nurindah et al., 2005). B. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Serangga Serangga fitofagus dalam menemukan lokasi inang yang sesuai, baik sebagai sumber makanan maupun tempat peletakan telur bagi serangga tersebut ataupun untuk keturunannya salah satunya dengan menggunakan bahan kimia yang dihasilkan oleh tanaman. Berdasarkan beberapa laporan diduga bahwa adanya olfaktori, gustatori, taktil dan rangsang visual baik secara sendiri-sendiri maupun kombinasinya, berperan dalam pencarian lokasi tanaman inang, oviposisi dan pencarian makan serangga fitofagus. Kubis termasuk tanaman cruciferae yang memiliki produk senyawa volatil. Adanya hidrolisis senyawa glukosinolat non volatil berpengaruh dalam pencarian lokasi tanaman inang oleh serangga. Senyawa tersebut (isotiosinat) telah menunjukkan ketertarikan dan juga mendorong lalat akar kubis (Delia brassicae) untuk meletakkan telur (Palaniswamy and Gillott, 1986 cit. Solichah et al., 2004). Faktor fisik yang mempengaruhi perkembangan OPT dapat dibedakan menjadi dua yaitu unsur cuaca dan topografi suatu daerah. Perbedaan topografi menyebabkan terjadinya perbedaan faktor iklim dan secara tidak langsung menimbulkan perbedaan tanaman yang tumbuh sehingga mempengaruhi persebaran OPT. Menurut Sarjani (2009), faktor-faktor iklim seperti cuaca dan

21 37 iklim benar-benar dipertimbangkan dalam mengembangkan pertanian. Kondisi suhu, curah hujan, dan pola musim sangat menentukan kecocokan dan optimalisasi pembudidayaan tanaman pertanian. Berdasarkan hasil penyelidikan Junghuhn pembagian daerah iklim di Jawa ditetapkan secara vertikal sesuai dengan kehidupan tumbuh-tumbuhan. Menurut Junghuhn cit. Sarjani (2009) pembagian daerah iklim dapat dibedakan sebagai berikut 1) Daerah panas/tropis Tinggi tempat antara m dari permukaan laut. Suhu 26,3-22 C. Tanamannya seperti padi, jagung, kopi, tembakau, tebu, karet, kelapa, dan cokelat. 2) Daerah sedang Tinggi tempat m dari permukaan laut. Suhu 22-17,1 C. Tanamannya seperti padi, tembakau, teh, kopi, cokelat, kina, dan sayursayuran. 3) Daerah sejuk Tinggi tempat m dari permukaan laut. Suhu 17,1-11,1 C. Tanamannya seperti teh, kopi, kina, dan sayur-sayuran. 4) Daerah dingin Tinggi tempat lebih dari 2500 m dari permukaan laut. Suhu 11,1-6,2 C. Tanamannya tidak ada tanaman budidaya. Cuaca dapat mempengaruhi setiap organisme di alam ini tidak terkecuali organisme pengganggu tanaman. Proses kehidupan yang penting seperti pertumbuhan, perkembangan, daya tahan hidup dan juga perilakunya secara langsung ataupun tidak langsung dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Penyebaran hewan dan tumbuhan di alam ini bukanlah terjadi secara kebetulan namun sebagai hasil interaksi dari pengaruh faktor-faktor lingkungan terhadapnya. Sebaran geografis suatu organisme antara lain dibatasi oleh faktor-faktor fisik yaitu suhu, kelembaban udara, cahaya, dan tersedianya air. Perkembangan hama dan penyakit mempunyai hubungan yang erat dengan keadaan lingkungan habitatnya. Keadaan lingkungan selalu berubah-ubah, organisme penggangu yang hidup di dalamnyapun selalu berubah menyesuaikan diri (Sarvina, 2009).

22 38 Interaksi antar individu dalam satu spesies menentukan distribusi dan kelimpahan serangga. Pada kepadatan populasi rendah, laju pertumbuhan biasanya kecil karena kesulitan untuk menemukan pasangan seksual misalnya. Ketika populasi bertambah, laju pertumbuhan meningkat secara eksponensial karena kelimpahan sumber makanan dan kesesuaian lingkungan. Sejalan dengan pertambahan populasi yang tinggi, terjadi kompetisi/persaingan untuk makan dan perkawinan sehingga menimbulkan efek negatif bagi populasi. Pada spesies tertentu bahkan terjadi kanibalisme terhadap serangga dalam stadium inaktif (telur dan pupa). Walaupun demikian, tekanan populasi seperti ini jarang terjadi karena kecenderungan migrasi bila populasi meningkat. Kompetisi umumnya terjadi pada populasi di penyimpanan yang kosong, sarana transportasi maupun peralatan pengolahan di mana jumlah makanan relatif sedikit (Anonim, 2010). Budidaya tanaman monokultur dapat mendorong ekosistem pertanian rentan terhadap organisme serangga hama. Salah satu pendorong meningkatnya serangga pengganggu adalah tersedianya makanan terus menerus sepanjang waktu dan di setiap tempat. Untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan maka tindakan mengurangi serangan hama melalui pemanfaatan musuh alami serangga dan meningkatkan keanekaragaman tanaman seperti penerapan tumpang sari, rotasi tanaman dan penanaman lahan-lahan terbuka sangat perlu dilakukan karena meningkatkan stabilitas ekosistem serta mengurangi risiko gangguan hama (Altieri & Nicholls,1999 cit. Tobing, 2009). Mekanisme-mekanisme alami seperti predatisme, parasitisme, patogenisitas, persaingan intraspesies dan interspesies, suksesi, produktivitas, stabilitas dan keanekaragaman hayati dapat dimanfaatkan untuk mencapai pertanian berkelanjutan. C. Pengelolaan Habitat Terkait dengan Biodiversitas Kunci untuk mengembangkan pertanian berkelanjutan adalah mengubah sistem pertanian konvensional yang memiliki ketergantungan kuat pada masukan energi dari luar usahatani, menuju ke sistem pertanian yang mampu mengembangkan dan mengkonservasi bekerjanya komponen-komponen ekosistem baik fisik maupun biotik secara internal. Keragaman merupakan prinsip

23 39 lingkungan yang dapat diterapkan dalam kerangka perlindungan tanaman. Dalam suatu ekosistem alami, fungsi pengaturan yang terjadi merupakan produk keragaman (Swift and Anderson, 1993 cit. Tarmizi et al., 2007). Ekosistem yang seimbang adalah ekosistem yang komponen penyusunnya memiliki komposisi yang seimbang. Komposisi seimbang bukan berarti jumlahnya sama. Misalnya pada waktu musim hujan, jumlah rumput (produsen) di suatu padang rumput meningkat sehingga dapat mencukupi kebutuhan makan populasi rusa. Ketika musim kemarau, jumlah rumput berkurang sehingga menyebabkan jumlah rusa juga menurun. Apabila perubahan komposisi itu terjadi secara seimbang dari waktu ke waktu, maka ekosistem itu dikatakan seimbang dan dapat bertahan lama (Wasis, 2009). Singh (2004 cit. Tarmizi et al., 2007) secara teknis memperkenalkan istilah Farmscaping untuk pengelolaan usahatani yang bertujuan meningkatkan dan mengatur keanekaragaman atau biodiversity guna memelihara keberadaan organisme yang menguntungkan, melalui pengaturan tanaman yang memiliki polen yang menarik serangga, penggunaan penutup tanah, pengaturan tanaman pelindung, menjaga kesuburan tanah, dan reservoir air. Farmscaping memiliki cara pandang baru terhadap lahan pertanian sebagai habitat alam dan bahwa lahan itu adalah suatu organisme, dimana di dalamnya terjadi interaksi berbagai faktor termasuk antar berbagai jenis tanaman. Berkurangnya keragaman tanaman dapat mempengaruhi usahatani dalam berbagai tingkat, seperti pergeseran inang serangga dari tumbuhan ke tanaman pertanian, hilangnya serangga dan burung predator karena kurangnya habitat. Oleh karena itu bagaimana menarik perhatian dan memelihara musuh alami dalam praktik usahatani merupakan bagian yang penting dalam pengelolaan habitat. Tanaman resisten dan musuh alami merupakan dua faktor dominan untuk mengendalikan populasi serangga herbivor di alam. Pada pendekatan pengendalian hama modern, pemanfaatan tanaman resisten tersebut akan menjadi faktor kunci pengaturan populasi hama pada tanaman budidaya. Varietas tanaman yang tahan terhadap hama akan selalu didambakan petani dan merupakan salah satu komponen penting dalam pengendalian hama secara terpadu, oleh karena itu

24 40 pengadaannya perlu terus diupayakan. Varietas dengan ketahanan tunggal (vertical resistance) mudah patah oleh timbulnya biotipe hama baru. Karena itu perlu diupayakan untuk merilis varietas dengan ketahanan horisontal atau ketahanan ganda (multiple resistance) atau multilini (Schoonhoven et al., 1998 cit. Samsudin, 2008 b ). Bagian terpenting pada suatu ekosistem adalah adanya musuh alami yang berperan mengandalikan hama yang menjadi titik penting dalam budidaya tanaman. Ekosistem dapat lebih beranekaragam apabila kultur teknisnya diperbaiki. Cara kultur teknis merupakan pengelolaan lingkungan yang bertujuan agar lingkungan tersebut tidak mendukung berkembangnya hama dan atau sesuai untuk hidupnya musuh alami. Untuk mengurangi serangan hama kubis, salah satu cara kultur teknis yang telah diketahui yaitu menggunakan tanaman perangkap. Rape (B. campestris ssp. oleifera) dan sawi jabung (B. juncea) dapat digunakan sebagai tanaman perangkap P. xylostella dan C. binotalis serta membantu meningkatkan populasi parasitoid Diadegma semiclausum Hellen (Sastrosiswojo, 1997 cit. Permadi dan Sastrosiswojo, 1993). Intensifikasi pertanian menghasilkan penyederhanaan pada sistem pertanian, penyederhanaan tersebut meliputi pembatasan areal yang dibutuhkan untuk lahan pertanaman, hal tersebut dikarenakan terjadinya perluasan areal yang diperuntukkan bagi habitat yang bukan untuk pertanaman. Perubahan ini menjadi pertimbangan penting karena dapat menyebabkan kemunduran biodiversitas tanaman karena berganti menjadi biodiversitas non tanaman. Penyederhanaan terhadap sistem pertanaman dan pengurangan dari biodiversitas dapat mempengaruhi fungsi dari agen pengendali hayati karena habitat yang bukan tanaman memberikan pengaruh yang besar terhadap keberadaan musuh alami, musuh alami mengalami perubahan atau penyesuaian karena habitatnya yang semula habitat tanaman yang biodiversitasnya tinggi menjadi habitat baru yang terjadi pengurangan dominasi sistem pertanaman yang dapat dibudidayakan (Bianchi, 2006). III. METODE PENELITIAN

25 41 A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan pertanaman kubis di Kecamatan Ngargoyoso dan Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar dengan jenis tanah entisol. Ketinggian tempat bervariasi mulai 1000 m dpl sampai dengan 1600 m dpl (meter di atas permukaan laut), dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Penelitian dimulai bulan September 2009 sampai dengan Desember B. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah alkohol 70 % dan detergent. Alat yang digunakan adalah mikroskop, kunci determinasi serangga/alat identifikasi Boror (1993) dan Subyanto et al., (1991), flakon (untuk tempat serangga), gelas plastik, dan kamera digital. C. Tata Laksana Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode survei di lahan petani yang membudidayakan kubis. Pemilihan lokasi ditentukan secara purposif yaitu pada lahan petani yang membudidayakan tanaman kubis: 1). Desa Gondosuli, Kecamatan Tawangmangu, dengan ketinggian 1600 m dpl. Sistem pertanamannya adalah: Kubis ditanam secara tumpang sari dengan Caisin Caisin ditanam dengan cara disebarkan di sela-sela pertanaman kubis di bedengan yang telah ditanami kubis, jumlah caisin yang ditanam menyesuaikan ukuran bedeng dan areal yang kosong disekitar kubis. Benih caisin disebar di bedengan di sekitar tugalan yang disiapkan untuk menanam kubis, setelah itu kubis di pindah tanam dari persemaian ke tugalan pada bedengan. Kubis ditanam secara tumpang sari dengan Tagetes

26 42 Tagetes ditanam di pinggir bedengan (sebagai tanaman tepi) diantara kubis yang telah ditanam, jumlah tagetes yang ditanam menyesuaikan ukuran bedeng, jarak tanam kubis 50x50. Apabila kubis yang berada di tepi ada 10 tanaman, maka jumlah tagetesnya 9 tanaman yang berada di tengah (diantara kubis). Tagetes yang dipindah tanam dari persemaian ke bedengan telah berumur 3 MST (Minggu Setelah Tanam), dan kubis yang ada di bedengan telah berumur 2 minggu setelah pindah tanam. Kubis ditanam secara monokultur 2). Desa Blumbang, Kecamatan Tawangmangu, dengan ketinggian 1473 m dpl, Desa Pancot, Kecamatan Tawangmangu, dengan ketinggian 1200 m dpl, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, dengan ketinggian 1000 m dpl. Sistem pertanamannya adalah: Kubis ditanam secara tumpangsari dengan Caisin Pengamatan dimulai sejak satu minggu setelah pindah tanam, dengan interval pengamatan lima hari. Survei dilakukan dengan cara mengamati langsung pada tanaman sampel. Pengamatan meliputi pendataan serangga apa saja yang ditemukan, menghitung jumlah populasi pada tiap spesies dan melakukan scoring pada kerusakan tanaman. Untuk mengetahui spesies apa saja yang ada di lahan dengan cara membandingkan dengan gambar yang diperoleh dari buku maupun pustaka dari internet. Apabila ada serangga yang belum pernah ditemukan maka serangga tersebut diambil dan dimasukkan dalam flakon yang telah diberi alkohol. Serangga yang belum diketahui spesiesnya lalu diidentifikasi di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman dengan menggunakan mikroskop, buku kunci determinasi serangga ataupun bantuan pustaka lainnya yang berisi gambar serangga yang sering ditemukan pada kubis. Metode pengambilan sampel dilakukan secara mutlak dan nisbi. Metode mutlak dilakukan untuk mengamati serangga yang nampak/aktif pada siang hari, sedangkan metode nisbi dilakukan untuk mengamati serangga yang aktif pada malam hari. Metode nisbi dilakukan dengan pemasangan pit fall trap. Pemasangan pit fall trap dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada waktu tanaman

27 43 berumur 1 bulan; 2 bulan. Setiap pemasangan dilakukan selama ± 24 jam (1 hari). Pit fall trap adalah perangkap serangga standart yang terdiri dari sebuah cup sederhana yang diletakkan didalam tanah dengan permukaan cup yang sejajar dengan permukaan tanah, di dalam cup diisi campuran air dan detergent yang berfungsi sebagai pembunuh serangga. Pengambilan sampel dilakukan pada setiap bedengan yang ada pada petak pertanaman. Setiap petak tanaman terdiri dari empat sampai lima belas bedeng. Unit sampel berupa satu tanaman kubis dan setiap bedengan diambil tiga unit sampel. D. Variabel Pengamatan Variabel pengamatan antara lain meliputi : a. Jenis/spesies artropoda beserta statusnya Identifikasi Artropoda meliputi pengamatan jenis-jenis artropoda beserta statusnya yang didasarkan pada sumber-sumber pustaka antara lain buku kunci determinasi Boror (1993), dan Subyanto et al., (1991), mencocokan dengan gambar dari buku kubis Permadi dan Sastrosiswojo (1993), Sudarmo (1993), dan dari internet CABI (2000), Beppe (2005), Cordero (2006), HDC (2009). b. Besar populasi artropoda yang melimpah Pengambilan data dilakukan setiap satu minggu sekali dimulai dari satu minggu setelah tanam sampai panen. Pengamatan meliputi pendataan serangga apa saja yang ditemukan di lahan, dan menghitung jumlah populasi pada tiap spesies. c. Komposisi dan keragaman spesies Pengamatan keragaman spesies dilakukan setiap seminggu sekali sampai panen. Kelimpahan dan diversitas hama serta musuh alaminya dianalisis dengan menggunakan Indeks Shannon Wiener (H ) (Metcalf and Luckmann, 1975) sebagai berikut: H = - p i log e (p i ) Keterangan : H = Indeks Keragaman Shanon-Wiener

28 44 p i = proporsi jumlah individu spesies i (n i ) terhadap total individu seluruh spesies yang terkoleksi (N) Komposisi spesies serangga yang ditemukan dianalisis menggunakan rumus (Laba, 2001): x 100 % Keterangan : K = Komposisi spesies a = jumlah spesies hama atau musuh alami atau serangga lain b = total spesies yang ada d. Intensitas Kerusakan Tanaman Intensitas kerusakan kubis diamati setiap seminggu sekali sampai panen dengan metode scoring berdasarkan kerusakan pada masing-masing sampel tanaman. Intensitas Kerusakan dihitung menggunakan rumus : nxv P = x100% NxZ Keterangan : P = Tingkat kerusakan tanaman (%) Z = Nilai kategori serangan tertinggi N = Jumlah tanaman yang diamati n = Jumlah tanaman yang memiliki nilai yang sama Skor kerusakan (v) berdasarkan luas daun seluruh tanaman yang terserang menurut (Tombe dan Oniki cit. Mangoendidjojo et al., 2000) dengan modifikasi adalah sebagai berikut: 0 = Tidak ada kerusakan sama sekali (sangat rendah) 1 = Luas kerusakan 1-25 % (rendah) 2 = Luas kerusakan % (sedang) 3 = Luas kerusakan % (tinggi) 4 = Luas kerusakan % (sangat tinggi) e. Hasil kubis (berat krop) Pengamatan hasil kubis meliputi berat kubis, dilakukan setelah tanaman dipanen atau diakhir pengamatan. Tiap bedeng diambil tiga sampel kubis.

29 45 E. Analisis Data Data populasi artropoda dianalisis secara deskriptif dengan cara membandingkan data masing-masing variabel antar sistem pertanaman dan ketinggian tempat yang berbeda. Sedangkan pada variabel intensitas kerusakan dianalisis dengan menggunakan analisis keragaman atau Analisis Of Varian (Anova), dan jika terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan s (DMRT) pada taraf kepercayaan 5 %, dan pada variabel hasil panen dilakukan uji regresi untuk mengetahui hubungan antara intensitas kerusakan dengan hasil panen. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu ancaman dalam upaya meningkatkan produksi kubis adalah serangan hama. Serangga yang berasosiasi dengan tanaman kubis di beberapa daerah di Indonesia beragam spesiesnya. Pada berbagai sistem pertanaman kubis memiliki ekosistem yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan tanaman dan pertumbuhan serangga. Berdasarkan hasil identifikasi pada budidaya kubis di beberapa daerah di Kecamatan Tawangmangu dengan berbagai macam sistem pertanaman baik monokultur maupun tumpang sari ditemukan beberapa macam jenis hama dan juga musuh alaminya. Di dalam ekosistem terdapat mekanisme alami yang bekerja secara efektif dan efisien dalam menjaga kelestarian dan keseimbangan ekologi untuk menekan populasi suatu hama. Mekanisme alami tersebut meliputi predatisme, parasitisme, patogenitas, persaingan intra/inter spesies, suksesi, produktivitas dan stabilitas. Jaring-jaring makanan merupakan unsur ekosistem yang cukup penting dalam pengelolaan hama (Marwoto dan Suharsono, 2008). Keanekaragaman makhluk hidup berperan penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Semakin beraneka ragam makhluk hidup yang terdapat pada suatu ekosistem, akan membuat ekosistem itu semakin stabil. Dalam suatu ekosistem, hubungan antar komponen berlangsung sangat erat dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu gangguan atau kerusakan pada salah satu komponen dapat menyebabkan kerusakan seluruh ekosistem (Wasis,2009). Salah

30 46 satu komponen penyusun keanekaragaman makhluk hidup adalah serangga (artropoda). Pengetahuan mengenai klasifikasi serangga diperlukan agar jenisjenis serangga yang demikian banyaknya dapat dibedakan. Dari sekian banyak serangga yang terdapat pada tanaman kubis, perlu diketahui jenis dan statusnya, karena mereka memiliki perilaku hidup yang berbeda, ada yang berperan sebagai hama dan ada yang berperan sebagai musuh alami. A. Jenis/spesies Artropoda Beserta Statusnya Dari hasil pengamatan di lahan kubis tumpangsari dengan caisin pada ketinggian 1000, 1200, 1473, dan 1600 mdpl serta pola tumpangsari tagetes, dan monokultur, ditemukan beberapa jenis artropoda yang berperan sebagai hama, predator, maupun artropoda yang belum diketahui statusnya (Tabel 1-6). Tabel 1. Jenis Artropoda yang ditemukan beserta statusnya pada ketinggian tempat 1600 mdpl dengan sistem tumpangsari dengan caisin No. Jenis Artropoda Familia Ordo Status 1. Crocidolomia binotalis Zell. Pyralidae Lepidoptera Hama 2. Iridomyrmex Formicidae Hymenoptera Predator 3. Liriomyza huidobrensis Agromyzidae Diptera Hama 4. Lycosa leucostigma Lycosidae Araneae Predator 5. Myzus persicae Sulz. Aphididae Homoptera Hama 6. Phyllotreta cruciferae Chrysomelidae Coleoptera Hama 7. Planococcus citri Coccidae Homoptera Hama 8. Plutella xylostella Yponomeutidae Lepidoptera Hama 9. Spodoptera litura Noctuidae Lepidoptera Hama 10. Sturmia sp. Tachinidae Diptera Parasitoid 11. Diptera jenis 1 Simuliidae Diptera - Keterangan : Identifikasi berdasarkan kunci determinasi serangga, internet, buku budidaya kubis Tabel 2. Jenis Artropoda yang ditemukan beserta statusnya pada ketinggian tempat 1600 mdpl dengan sistem tumpangsari dengan tagetes No. Jenis Artropoda Familia Ordo Status 1. Crocidolomia binotalis Zell. Pyralidae Lepidoptera Hama 2. Iridomyrmex Formicidae Hymenoptera Predator 3. Liriomyza huidobrensis Agromyzidae Diptera Hama

31 47 4. Lycosa leucostigma Lycosidae Araneae Predator 5. Metioche vittaticollis Gryllidae Orthoptera Predator 6. Myzus persicae Sulz. Aphididae Homoptera Hama 7. Oxyopes javanus Oxyopidae Araneae Predator 8. Phyllotreta cruciferae Chrysomelidae Coleoptera Hama 9. Planococcus citri Coccidae Homoptera Hama 10. Plutella xylostella Yponomeutidae Lepidoptera Hama 11. Spodoptera litura Noctuidae Lepidoptera Hama 12. Tetragnatha maxillosa Tetragnathidae Araneae Predator Keterangan : Identifikasi berdasarkan kunci determinasi serangga, internet, buku budidaya kubis Tabel 3. Jenis Artropoda yang ditemukan beserta statusnya pada ketinggian tempat 1600 mdpl dengan sistem monokultur No. Jenis Artropoda Familia Ordo Status 1. Crocidolomia binotalis Zell. Pyralidae Lepidoptera Hama 2. Liriomyza huidobrensis Agromyzidae Diptera Hama 3. Lycosa leucostigma Lycosidae Araneae Predator 4. Leptogaster sp. Asilidae Diptera Predator 5. Metioche vittaticollis Gryllidae Orthoptera Predator 6. Myzus persicae Sulz. Aphididae Homoptera Hama 7. Oecophylla smaragdina F. Formicidae Hymenoptera Predator 8. Oxyopes javanus Oxyopidae Araneae Predator 9. Phyllotreta cruciferae Chrysomelidae Coleoptera Hama 10. Planococcus citri Coccidae Homoptera Hama 11. Plutella xylostella Yponomeutidae Lepidoptera Hama 12. Spodoptera litura Noctuidae Lepidoptera Hama 13. Diptera jenis 1 Simuliidae Diptera Neuroptera jenis 1 Chrysopidae Neuroptera Predator Keterangan : Identifikasi berdasarkan kunci determinasi serangga, internet, buku budidaya kubis Tabel 4. Jenis Artropoda yang ditemukan beserta statusnya pada ketinggian tempat 1200 mdpl dengan sistem tumpangsari dengan caisin No. Jenis Artropoda Familia Ordo Status 1. Coccinela sp. Coccinelidae Coleoptera Predator 2. Cocopet Forticulidae Dermaptera Predator 3. Crocidolomia binotalis Zell. Pyralidae Lepidoptera Hama 4. Culex sp. Cullicidae Diptera - 5. Liriomyza huidobrensis Agromyzidae Diptera Hama 6. Lycosa leucostigma Lycosidae Araneae Predator 7. Metioche vittaticollis Gryllidae Orthoptera Predator 8. Oecophylla smaragdina F. Formicidae Hymenoptera Predator

32 48 9. Oxyopes javanus Oxyopidae Araneae Predator 10. Paedorus fuscipes Staphylinidae Coleoptera Predator 11. Phyllotreta cruciferae Chrysomelidae Coleoptera Hama 12. Planococcus citri Coccidae Homoptera Hama 13. Plutella xylostella Yponomeutidae Lepidoptera Hama 14. Spodoptera litura Noctuidae Lepidoptera Hama 15. Tetragnatha maxillosa Tetragnathidae Araneae Predator 16. Myzus persicae Sulz. Aphididae Homoptera Hama 17. Iridomyrmex Formicidae Hymenoptera Predator 18. Sturmia sp. Tachinidae Diptera Parasitoid 19. Hemiptera jenis 1 Reduvidae Hemiptera Predator 20. Neuroptera jenis 1 Chrysopidae Neuroptera Predator Keterangan : Identifikasi berdasarkan kunci determinasi serangga, internet, buku budidaya kubis Tabel 5 Jenis Artropoda yang ditemukan beserta statusnya pada ketinggian tempat 1000 mdpl dengan sistem tumpangsari dengan caisin No. Jenis Artropoda Familia Ordo Status 1. Coccinela sp. Coccinelidae Coleoptera Predator 2. Crocidolomia binotalis Zell. Pyralidae Lepidoptera Hama 3. Liriomyza huidobrensis Agromyzidae Diptera Hama 4. Lycosa leucostigma Lycosidae Araneae Predator 5. Metioche vittaticollis Gryllidae Orthoptera Predator 6. Oecophylla smaragdina F. Formicidae Hymenoptera Predator 7. Oxyopes javanus Oxyopidae Araneae Predator 8. Paedorus fuscipes Staphylinidae Coleoptera Predator 9. Phyllotreta cruciferae Chrysomelidae Coleoptera Hama 10. Planococcus citri Coccidae Homoptera Hama 11. Plutella xylostella Yponomeutidae Lepidoptera Hama 12. Spodoptera litura Noctuidae Lepidoptera Hama Keterangan : Identifikasi berdasarkan kunci determinasi serangga, internet, buku budidaya kubis Tabel 6. Jenis Artropoda yang ditemukan beserta statusnya pada ketinggian tempat 1473 mdpl dengan sistem tumpangsari dengan caisin No. Jenis Artropoda Familia Ordo Status 1. Coccinela sp. Coccinelidae Coleoptera Predator 2. Crocidolomia binotalis Zell. Pyralidae Lepidoptera Hama 3. Iridomyrmex Formicidae Hymenoptera Predator 4. Liriomyza huidobrensis Agromyzidae Diptera Hama 5. Lycosa leucostigma Lycosidae Araneae Predator 6. Metioche vittaticollis Gryllidae Orthoptera Predator 7. Myllabris pustulata Meloidae Coleoptera Hama 8. Myzus persicae Sulz. Aphididae Homoptera Hama 9. Oecophylla smaragdina F. Formicidae Hymenoptera Predator

33 Oxyopes javanus Oxyopidae Araneae Predator 11. Paedorus fuscipes Staphylinidae Coleoptera Predator 12. Phyllotreta cruciferae Chrysomelidae Coleoptera Hama 13. Planococcus citri Coccidae Homoptera Hama 14. Plutella xylostella Yponomeutidae Lepidoptera Hama 15. Spodoptera litura Noctuidae Lepidoptera Hama 16. Tetragnatha maxillosa Tetragnathidae Araneae Predator Keterangan : Identifikasi berdasarkan kunci determinasi serangga, internet, buku budidaya kubis Identifikasi serangga beserta statusnya dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah dengan menggunakan buku kunci determinasi Boror (1993), dan Subyanto et al., (1991), mencocokan dengan gambar dari buku kubis Permadi dan Sastrosiswojo (1993), Sudarmo (1993), dan dari internet CABI (2000), Beppe (2005), Cordero (2006), HDC (2009). Berdasarkan hasil identifikasi dapat diketahui bahwa pada ketinggian 1200 mdpl dengan sistem tanam tumpangsari dengan caisin terdapat berbagai jenis artropoda dengan jumlah jenis spesies yang paling tinggi yaitu sebanyak 20 spesies (Tabel 4). Sedangkan jumlah jenis spesiesnya terendah adalah di ketinggian 1600 mdpl dengan sistem tanam tumpang sari dengan caisin yaitu sebesar 11 spesies (Tabel 1). Artropoda yang teridentifikasi terdiri dari hama, predator, parasitoid, dan artropoda lain yang belum diketahui peran atau statusnya (Tabel 1-6). Jenis hama maupun musuh alami di seluruh daerah pengamatan rata-rata jenisnya sama. Hama yang teridentifikasi terdiri dari beberapa spesies antara lain Crocidolomia binotalis, Liriomyza huidobrensis, Planococcus citri, Plutella xylostella, Spodoptera litura, Myzus persicae, Phyllotreta cruciferae, Myllabris pustulata (Tabel 1-6). Pada masing-masing daerah dan sistem tanam selain terdapat hama juga terdapat musuh alami, hal ini menandakan bahwa terdapat keseimbangan biologis karena musuh alami berperan untuk menurunkan populasi hama. Musuh alami (predator dan parasitoid) yang ditemukan antara lain adalah Paedorus fuscipes, Coccinela sp., Cocopet, Culex sp., Lycosa leucostigma, Metioche vittaticollis, Oecophylla smaragdina F., Oxyopes javanus, Tetragnatha maxillosa, Iridomyrmex, dan Leptogaster sp.. Penggunaan predator sebagai agen

JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS

JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS Eva L. Baideng Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Sam Ratulangi Email : eva.baideng@yahoo.co.id;eva.baideng@unsrat.ac.id

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK BUDIDAYA KUBIS TERHADAP DIVERSITAS ARTHROPODA DAN INTENSITAS SERANGAN Plutella xylostella L. (LEPIDOPTERA: PLUTELLIDAE) Oleh:

PENGARUH TEKNIK BUDIDAYA KUBIS TERHADAP DIVERSITAS ARTHROPODA DAN INTENSITAS SERANGAN Plutella xylostella L. (LEPIDOPTERA: PLUTELLIDAE) Oleh: Jurnal INOVASI, Vol.14 No.1, Hal. 20-25, Januari-April 2014, ISSN 1411-5549 PENGARUH TEKNIK BUDIDAYA KUBIS TERHADAP DIVERSITAS ARTHROPODA DAN INTENSITAS SERANGAN Plutella xylostella L. (LEPIDOPTERA: PLUTELLIDAE)

Lebih terperinci

Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi

Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 PROBOLINGGO 67271 Pendahuluan Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi Oleh : Ika Ratmawati, SP,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern,

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, akibatnya agroekosistem menjadi tidak stabil. Kerusakan-kerusakan tersebut menimbulkan

Lebih terperinci

POPULASI LARVA Plutella xylostella Linn. PADA TANAMAN KUBIS DI KELURAHAN PASLATEN KECAMATAN TOMOHON TIMUR KOTA TOMOHON

POPULASI LARVA Plutella xylostella Linn. PADA TANAMAN KUBIS DI KELURAHAN PASLATEN KECAMATAN TOMOHON TIMUR KOTA TOMOHON POPULASI LARVA Plutella xylostella Linn. PADA TANAMAN KUBIS DI KELURAHAN PASLATEN KECAMATAN TOMOHON TIMUR KOTA TOMOHON 1 POPULATION LARVA Plutella xylostella Linn. ON PLANT SPROUTS IN EAST VILLAGE PASLATEN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman dan Proporsi Artropoda Permukaan Tanah pada Pertanaman Kentang Artropoda permukaan tanah yang tertangkap pada pertanaman kentang sebanyak 19 52 ekor yang berasal dari ordo

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI (MIMBA, GADUNG, LAOS DAN SERAI), TERHADAP HAMA PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.) SKRIPSI

EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI (MIMBA, GADUNG, LAOS DAN SERAI), TERHADAP HAMA PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.) SKRIPSI EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI (MIMBA, GADUNG, LAOS DAN SERAI), TERHADAP HAMA PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

POLA FLUKTUASI POPULASI Plutella xylostella (L.) (LEPIDOPTERA: PLUTELLIDAE) DAN MUSUH ALAMINYA PADA BUDIDAYA BROKOLI DENGAN PENERAPAN PHT DAN ORGANIK

POLA FLUKTUASI POPULASI Plutella xylostella (L.) (LEPIDOPTERA: PLUTELLIDAE) DAN MUSUH ALAMINYA PADA BUDIDAYA BROKOLI DENGAN PENERAPAN PHT DAN ORGANIK Jurnal HPT Volume 2 Nomor 2 April 2014 ISSN : 2338-4336 POLA FLUKTUASI POPULASI Plutella xylostella (L.) (LEPIDOPTERA: PLUTELLIDAE) DAN MUSUH ALAMINYA PADA BUDIDAYA BROKOLI DENGAN PENERAPAN PHT DAN ORGANIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kubis merupakan produk urutan ketiga sayuran yang dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Kubis merupakan produk urutan ketiga sayuran yang dibutuhkan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan produk urutan ketiga sayuran yang dibutuhkan oleh hotel-hotel di Bali setelah tomat dan wortel. Prospek pengembangan budidaya kubis diperkirakan masih

Lebih terperinci

Permasalahan OPT di Agroekosistem

Permasalahan OPT di Agroekosistem Permasalahan OPT di Agroekosistem Dr. Akhmad Rizali Materi: http://rizali.staff.ub.ac.id Konsekuensi Penyederhaan Lingkungan Proses penyederhanaan lingkungan menjadi monokultur pertanian memberi dampak

Lebih terperinci

PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KUBIS DENGAN SISTEM TANAM TUMPANGSARI

PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KUBIS DENGAN SISTEM TANAM TUMPANGSARI i PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KUBIS DENGAN SISTEM TANAM TUMPANGSARI SKRIPSI Oleh Seto Pandu Kristanto NIM 081510501098 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2012 PENGENDALIAN

Lebih terperinci

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem Peran Varietas Tahan dalam PHT Dr. Akhmad Rizali Stabilitas Agroekosistem Berbeda dengan ekosistem alami, kebanyakan sistem produksi tanaman secara ekologis tidak stabil, tidak berkelanjutan, dan bergantung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sayuran cukup penting di Indonesia, baik untuk konsumsi di dalam negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai

Lebih terperinci

PENINGKATAN KERAGAMAN TUMBUHAN BERBUNGA SEBAGAI DAYA TARIK PREDATOR HAMA PADI SKRIPSI

PENINGKATAN KERAGAMAN TUMBUHAN BERBUNGA SEBAGAI DAYA TARIK PREDATOR HAMA PADI SKRIPSI PENINGKATAN KERAGAMAN TUMBUHAN BERBUNGA SEBAGAI DAYA TARIK PREDATOR HAMA PADI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia dan dunia. Produksi padi terus dituntut meningkat untuk memenuhi konsumsi masyarakat. Tuntutan

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Memasuki musim hujan tahun ini, para petani mulai sibuk mempersiapkan lahan untuk segera mengolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada tanaman dapat disebabkan oleh faktor biotik ataupun abiotik. Faktor pengganggu biotik adalah semua penyebab gangguan yang terdiri atas organisme atau makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang sangat penting dalam upaya menekan kehilangan hasil pertanian yang diakibatkan oleh Organisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis-Jenis Predator Pada Tanaman Jagung Jenis-jenis predator yang tertangkap pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari adalah sama yakni sebagai

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman

II.TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman II.TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Agronomis Wortel atau Carrot (Daucus carota L.) bukan tanaman asli Indonesia,melainkan berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencernaan dan dapat mencegah kanker. Salah satu jenis sayuran daun yang

BAB I PENDAHULUAN. pencernaan dan dapat mencegah kanker. Salah satu jenis sayuran daun yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sayuran daun merupakan salah satu sumber vitamin dan mineral essensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia, selain itu sayuran daun banyak mengandung serat. Serat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN KUBIS PADA TIGA SISTEM BUDI DAYA A. MUBARRAK

PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN KUBIS PADA TIGA SISTEM BUDI DAYA A. MUBARRAK PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN KUBIS PADA TIGA SISTEM BUDI DAYA A. MUBARRAK SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK A. MUBARRAK. Perkembangan Hama dan Penyakit Tanaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. petani dan dikonsumsi masyarakat karena sayuran tersebut dikenal sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. petani dan dikonsumsi masyarakat karena sayuran tersebut dikenal sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis (Brassica oleracea var. capitata L.) banyak ditanam oleh para petani dan dikonsumsi masyarakat karena sayuran tersebut dikenal sebagai sumber vitamin (A, B dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi karena berbagai manfaat yang terdapat di dalam kubis. Kubis dikenal sebagai sumber vitamin A, B, dan

Lebih terperinci

E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: Vol. 3, No. 1, Januari 2014

E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: Vol. 3, No. 1, Januari 2014 Keragaman dan Kepadatan Populasi Parasitoid yang Berasosiasi dengan Plutella xylostella L. (Lepidoptera: Plutellidae) pada Tanaman Kubis Tanpa Aplikasi dan Aplikasi Insektisida NI PUTU ESA YANTI SUPARTHA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family Oryzoideae dan Genus Oryza. Organ tanaman padi terdiri atas organ vegetatif dan organ generatif.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam satu komunitas yang sering disebut dengan. banyak spesies tersebut (Anonimus, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam satu komunitas yang sering disebut dengan. banyak spesies tersebut (Anonimus, 2008). TINJAUAN PUSTAKA Indeks keanekaragaman/ Indeks Diversitas Insdeks keanekaragaman dapat dipegunakan dalam menyatakan hubungan kelimpahan spesies dalam suatu komunitas. Keanekaragaman jenis terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya melebihi 80% dari hewan yang ada di dunia (Grimaldi dan Engel,

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya melebihi 80% dari hewan yang ada di dunia (Grimaldi dan Engel, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serangga merupakan hewan yang mendominasi kehidupan di bumi jumlahnya melebihi 80% dari hewan yang ada di dunia (Grimaldi dan Engel, 2005). Secara antroposentris serangga

Lebih terperinci

Pengaruh Pemanfaatan Tanaman Pembatas Pinggiran Terhadap Populasi Hama dan Musuh Alami Pada Pertanaman Kubis (Brassica Oleracea L.

Pengaruh Pemanfaatan Tanaman Pembatas Pinggiran Terhadap Populasi Hama dan Musuh Alami Pada Pertanaman Kubis (Brassica Oleracea L. Pengaruh Pemanfaatan Tanaman Pembatas Pinggiran Terhadap Populasi Hama dan Musuh Alami Pada Pertanaman Kubis (Brassica Oleracea L.) MIFTAHUS SIROJUDDIN KETUT AYU YULIADHI*) DWI WIDANINGSIH Jurusan/Prodi

Lebih terperinci

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT)

PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT) OVERVIEW : PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT) Oleh Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fak. Pertanian Univ. Brawijaya Apakah PHT itu itu?? Hakekat PHT PHT merupakan suatu cara pendekatan atau cara berpikir

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HAYATI SERANGGA PREDATOR KUTU KEBUL (Bemisia tabaci Genn) DAN KUTU DAUN (Aphid spp.) PADA TANAMAN KEDELAI TESIS

KEANEKARAGAMAN HAYATI SERANGGA PREDATOR KUTU KEBUL (Bemisia tabaci Genn) DAN KUTU DAUN (Aphid spp.) PADA TANAMAN KEDELAI TESIS KEANEKARAGAMAN HAYATI SERANGGA PREDATOR KUTU KEBUL (Bemisia tabaci Genn) DAN KUTU DAUN (Aphid spp.) PADA TANAMAN KEDELAI TESIS Oleh ROCHMAH NIM 111820401005 PROGRAM PASCA SARJANA JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) oleh petani masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap efektif. Menurut Sastrosiswojo, 1990 (Kasumbogo

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh Okky Ekawati H

SKRIPSI. Oleh Okky Ekawati H SKRIPSI PERAN TUMBUHAN BERBUNGA DALAM MENJAGA KEBERADAAN PARASITOID HAMA PENTING PADI Oleh Okky Ekawati H0709086 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakchoy (Brassica rapa L.) Pakchoy (Sawi Sendok) termasuk tanaman sayuran daun berumur pendek yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas

Lebih terperinci

BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA

BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA Serangga merupakan kelompok hama paling banyak yang menyebabkan kerusakan hutan. Hama tanaman hutan pada umumnya baru menimbulkan kerugian bila berada pada tingkat populasi

Lebih terperinci

KAJIAN PERKECAMBAHAN DAN PERTUMBUHAN BIBIT BIJI BOTANI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA BEBERAPA MACAM MEDIA

KAJIAN PERKECAMBAHAN DAN PERTUMBUHAN BIBIT BIJI BOTANI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA BEBERAPA MACAM MEDIA KAJIAN PERKECAMBAHAN DAN PERTUMBUHAN BIBIT BIJI BOTANI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA BEBERAPA MACAM MEDIA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum

BAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) yang lebih dikenal dengan ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) (Natawigena,

Lebih terperinci

SKRIPSI KELIMPAHAN POPULASI WERENG BATANG COKLAT PADA BEBERAPA VARIETAS PADI DENGAN PEMBERIAN ZEOLIT DAN PENERAPAN KONSEP PHT

SKRIPSI KELIMPAHAN POPULASI WERENG BATANG COKLAT PADA BEBERAPA VARIETAS PADI DENGAN PEMBERIAN ZEOLIT DAN PENERAPAN KONSEP PHT SKRIPSI KELIMPAHAN POPULASI WERENG BATANG COKLAT PADA BEBERAPA VARIETAS PADI DENGAN PEMBERIAN ZEOLIT DAN PENERAPAN KONSEP PHT Oleh Ndaru Priasmoro H0709078 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH PENGELOLAAN HAMA BERBASIS EKOLOGIS TERHADAP KEANEKARAGAMAN MUSUH ALAMI DAN TINGKAT

PENGARUH PENGELOLAAN HAMA BERBASIS EKOLOGIS TERHADAP KEANEKARAGAMAN MUSUH ALAMI DAN TINGKAT PENGARUH PENGELOLAAN HAMA BERBASIS EKOLOGIS TERHADAP KEANEKARAGAMAN MUSUH ALAMI DAN TINGKAT SERANGAN Crocidolomia pavonana Zell. (LEPIDOPTERA: PYRALIDAE) [ THE EFFECT OF ECOLOGICALLY BASED PEST MANAGEMENT

Lebih terperinci

KAJIAN JENIS HAMA DAN EFEKTIVITAS POLA TANAM TANAMAN REPELLENT

KAJIAN JENIS HAMA DAN EFEKTIVITAS POLA TANAM TANAMAN REPELLENT KAJIAN JENIS HAMA DAN EFEKTIVITAS POLA TANAM TANAMAN REPELLENT TERHADAP PENURUNAN KEPADATAN POPULASI HAMA PENTING PADA TANAMAN BROKOLI (Brassica oleracea L. var Italica) Nikmatur Rizka 1, Fatchur Rohman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Khairunisa Sidik,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Khairunisa Sidik,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jenis ekosistem yang dikemukakan dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 29 Tahun 2009 tentang Pedoman Konservasi Keanekaragaman Hayati di Daerah, dapat

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama

SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL 26 Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama Seminar Nasional Biodiversitas 23 April 26 Grand Inna Muara Hotel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang digemari dan dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat. Untuk konsumsi sehari-hari, sawi biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan adalah subsektor perkebunan. Sebagai salah satu subsektor yang penting dalam sektor pertanian,

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA LIMBAH PLTU TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DAN INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA LIMBAH PLTU TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DAN INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM PENGARUH KOMPOSISI MEDIA LIMBAH PLTU TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DAN INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM KARYA ILMIAH TERTULIS (SKRIPSI) Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap

Lebih terperinci

BUDIDAYA TANAMAN SAWI HIJAU (Brassica rapa var. Parachinensis L. ) DENGAN PEMUPUKAN PUPUK ORGANIK CAIR

BUDIDAYA TANAMAN SAWI HIJAU (Brassica rapa var. Parachinensis L. ) DENGAN PEMUPUKAN PUPUK ORGANIK CAIR BUDIDAYA TANAMAN SAWI HIJAU (Brassica rapa var. Parachinensis L. ) DENGAN PEMUPUKAN PUPUK ORGANIK CAIR TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Ahli Madya Pertanian Di Fakultas

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI MUSUH ALAMI PADA ULAT DAUN KUBIS Plutella xylostella (L.) DAN ULAT KROP KUBIS Crocidolomia binotalis Zell.

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI MUSUH ALAMI PADA ULAT DAUN KUBIS Plutella xylostella (L.) DAN ULAT KROP KUBIS Crocidolomia binotalis Zell. 1 Siti Mukholifah et al., Inventarisasi dan Identifikasi... PERTANIAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI MUSUH ALAMI PADA ULAT DAUN KUBIS Plutella xylostella (L.) DAN ULAT KROP KUBIS Crocidolomia binotalis

Lebih terperinci

PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN PAITAN (TITHONIA DIVERSIFOLIA HEMSL.) SEBAGAI INSEKTISIDA NABATI TERHADAP ULAT DAUN KOBIS (PLUTELLA XYLOSTELLA L.

PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN PAITAN (TITHONIA DIVERSIFOLIA HEMSL.) SEBAGAI INSEKTISIDA NABATI TERHADAP ULAT DAUN KOBIS (PLUTELLA XYLOSTELLA L. PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN PAITAN (TITHONIA DIVERSIFOLIA HEMSL.) SEBAGAI INSEKTISIDA NABATI TERHADAP ULAT DAUN KOBIS (PLUTELLA XYLOSTELLA L.) SKRIPSI untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

PENGARUH PEMANFAATAN TANAMAN PEMBATAS PINGGIRAN TERHADAP POPULASI HAMA DAN MUSUH ALAMI PADA PERTANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.

PENGARUH PEMANFAATAN TANAMAN PEMBATAS PINGGIRAN TERHADAP POPULASI HAMA DAN MUSUH ALAMI PADA PERTANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L. PENGARUH PEMANFAATAN TANAMAN PEMBATAS PINGGIRAN TERHADAP POPULASI HAMA DAN MUSUH ALAMI PADA PERTANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.) SKRIPSI Oleh MIFTAHUS SIROJUDDIN KONSENTRASI PERLINDUNGAN TANAMAN JURUSAN/PS.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lahan Pertanaman Bawang Merah Desa Sungai Nanam, Alahan Panjang, dan Salimpat termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Secara

Lebih terperinci

Kelimpahan Populasi Parasitoid Sturmia Sp. (Diptera: Tachinidae) Pada Crocidolomia pavonana

Kelimpahan Populasi Parasitoid Sturmia Sp. (Diptera: Tachinidae) Pada Crocidolomia pavonana Kelimpahan Populasi Parasitoid Sturmia Sp. (Diptera: Tachinidae) Pada Crocidolomia pavonana F. (Lepidoptera: Pyralidae) Di Daerah Alahan Panjang Sumatera Barat Novri Nelly Staf pengajar jurusan Hama dan

Lebih terperinci

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 343 meter

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PAKCOY (Brassica rapa L.) TUGAS AKHIR

PENGARUH PEMBERIAN URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PAKCOY (Brassica rapa L.) TUGAS AKHIR PENGARUH PEMBERIAN URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PAKCOY (Brassica rapa L.) TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya Pertanian di Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah Oleh : Juwariyah BP3K garum 1. Syarat Tumbuh Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat tumbuh yang sesuai tanaman ini. Syarat tumbuh tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang digemari dan dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat. Untuk konsumsi sehari-hari, sawi biasa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM. i PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI. ii ABSTRACT.... iii ABSTRAK..... iv RINGKASAN. v HALAMAN PERSETUJUAN viii TIM PENGUJI. ix RIWAYAT HIDUP. x KATA PENGANTAR. xi DAFTAR ISI

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN Yeni Nuraeni, Illa Anggraeni dan Wida Darwiati Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Kampus Balitbang Kehutanan, Jl.

Lebih terperinci

INDEKS KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DI BERBAGAI TIPE LAHAN SKRIPSI OLEH : ANNA SARI SIREGAR AGROEKOTEKNOLOGI

INDEKS KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DI BERBAGAI TIPE LAHAN SKRIPSI OLEH : ANNA SARI SIREGAR AGROEKOTEKNOLOGI INDEKS KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DI BERBAGAI TIPE LAHAN SKRIPSI OLEH : ANNA SARI SIREGAR 090301017 AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI AGROEOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi Tanaman sawi (Brassica juncea L.) masih satu keluarga dengan kubis-krop, kubis bunga, broccoli dan lobak atau rades, yakni famili cruciferae (brassicaceae) olek karena

Lebih terperinci

SKRIPSI KEBERADAAN PREDATOR WERENG BATANG COKLAT PADA BEBERAPA VARIETAS PADI DENGAN TEKNIK BUDIDAYA BERBEDA. Oleh SULISTIYO DWI SETYORINI H

SKRIPSI KEBERADAAN PREDATOR WERENG BATANG COKLAT PADA BEBERAPA VARIETAS PADI DENGAN TEKNIK BUDIDAYA BERBEDA. Oleh SULISTIYO DWI SETYORINI H SKRIPSI KEBERADAAN PREDATOR WERENG BATANG COKLAT PADA BEBERAPA VARIETAS PADI DENGAN TEKNIK BUDIDAYA BERBEDA Oleh SULISTIYO DWI SETYORINI H0709117 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis-Jenis Predator pada Tanaman Padi Hasil pengamatan predator pada semua agroekosistem yang diamati sebagai berikut: 1. Tetragnatha sp. Klas : Arachnida Ordo : Araneae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al.,

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan pestisida sintetik pada umumnya kurang aman karena mempunyai dampak yang merugikan terhadap kesehatan dan lingkungan hidup, untuk itu pestisida sintetik yang

Lebih terperinci

PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU

PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU Oleh : Awaluddin (Widyaiswara) I. LATAR BELAKANG A. Pendahuluan Program peningkatan produksi dan produktivitas tanaman masih banyak kendala yang

Lebih terperinci

UJI EFISIENSI BUDI DAYA TUMPANGSARI TANAMAN KACANG BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) DENGAN SAWI PUTIH (Brassica juncea L.) PADA POLA TANAM YANG BERBEDA

UJI EFISIENSI BUDI DAYA TUMPANGSARI TANAMAN KACANG BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) DENGAN SAWI PUTIH (Brassica juncea L.) PADA POLA TANAM YANG BERBEDA UJI EFISIENSI BUDI DAYA TUMPANGSARI TANAMAN KACANG BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) DENGAN SAWI PUTIH (Brassica juncea L.) PADA POLA TANAM YANG BERBEDA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerusakan tanaman yang disebabkan oleh organisme atau serangga merupakan masalah penting bagi petani di Indonesia. Petani mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk menanggulangi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk menambah cita rasa dan kenikmatan makanan. Berbagai kegunaan bawang

I. PENDAHULUAN. untuk menambah cita rasa dan kenikmatan makanan. Berbagai kegunaan bawang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu tanaman sayuran dengan prospek yang cukup baik dalam pengembangan agribisnis di Indonesia. Komoditi ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suatu speies serangga herbivor biasanya tidak menempati semua bagian tanaman,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suatu speies serangga herbivor biasanya tidak menempati semua bagian tanaman, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Mikrohabitat dan Relung Semua makhluk hidup termasuk serangga menempati suatu tempat untuk hidupnya. Setiap spesies serangga menempati tempat yang cocok untuk tempat hidupnya.

Lebih terperinci

Struktur Komunitas Hama Pemakan Daun Kubis dan Investigasi Musuh Alaminya

Struktur Komunitas Hama Pemakan Daun Kubis dan Investigasi Musuh Alaminya AGROTROP, 2(2): 191-196 (2012) ISSN: 2088-155X C Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar Bali - Indonesia Struktur Komunitas Hama Pemakan Daun Kubis dan Investigasi Musuh Alaminya KETUT AYU YULIADHI

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Kehilangan hasil yang disebabkan gangguan oleh serangga hama pada usaha tani komoditas hortikultura khususnya kentang, merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Fauna Tanah 4.1.1. Populasi Total Fauna Tanah Secara umum populasi total fauna tanah yaitu mesofauna dan makrofauna tanah pada petak dengan jarak pematang sempit (4 m)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya tanaman monokultur dapat mendorong ekosistem pertanian rentan terhadap serangan hama karena ketersediaan makanan yang terus-menerus bagi serangga hama. Selain

Lebih terperinci

TEKNIK PENGELOLAAN HAMA OLEH SUHARA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOI FPMIPA UPI

TEKNIK PENGELOLAAN HAMA OLEH SUHARA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOI FPMIPA UPI TEKNIK PENGELOLAAN HAMA OLEH SUHARA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOI FPMIPA UPI Teknik/cara pengendalian yang dapat digunakan dalam pengelolaan banyak ragamnya. Ada beberapa cara yang dipadukan dalam suatu koordinasi

Lebih terperinci

Cultural Control. Dr. Akhmad Rizali. Pengendalian OPT melalui Teknik Budidaya. Mengubah paradigma pengendalian OPT:

Cultural Control. Dr. Akhmad Rizali. Pengendalian OPT melalui Teknik Budidaya. Mengubah paradigma pengendalian OPT: Cultural Control Dr. Akhmad Rizali Pengendalian OPT melalui Teknik Budidaya Mengubah paradigma pengendalian OPT: Dari: mengendalikan setelah terjadi serangan OPT, Menjadi: merencanakan agroekosistem sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurunnya kualitas lahan akibat sistem budidaya yang tidak tepat dapat

BAB I PENDAHULUAN. Menurunnya kualitas lahan akibat sistem budidaya yang tidak tepat dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurunnya kualitas lahan akibat sistem budidaya yang tidak tepat dapat dihindari dengan melakukan rotasi tanaman. Rotasi tanaman adalah praktek budidaya berbagai jenis

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI DIPLOMA III AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PROGRAM STUDI DIPLOMA III AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA PENGARUH PEMBERIAN PESTISIDA NABATI TERHADAP BUDIDAYA TANAMAN BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) VARIETAS PERANCIS SECARA ORGANIK TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Ahli

Lebih terperinci

Keanekaragaman Parasitoid dan Parasitisasinya pada Pertanaman Padi di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun

Keanekaragaman Parasitoid dan Parasitisasinya pada Pertanaman Padi di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Hayati, September 2003, hlm. 85-90 ISSN 0854-8587 Vol. 10. No. 3 Keanekaragaman Parasitoid dan Parasitisasinya pada Pertanaman Padi di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Diversity and Parasitism of

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013 Tentang Sistem Pertanian Konvensional Sistem pertanian konvensional adalah sistem pertanian yang pengolahan tanahnya secara mekanik (mesin). Sistem pertanian konvensional memiliki tujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

SKRIPSI. PENGARUH PEMBERIAN 2,4-D DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) Oleh Nurul Mufidah H

SKRIPSI. PENGARUH PEMBERIAN 2,4-D DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) Oleh Nurul Mufidah H SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN 2,4-D DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) Oleh Nurul Mufidah H0709085 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan produksi padi dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan produksi padi dipengaruhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan tanaman serealia penting dan digunakan sebagai makanan pokok oleh bangsa Indonesia. Itulah sebabnya produksi padi sangat perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya kandungan karotin, Vitamin A, Vitamin B dan Vitamin C. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. adanya kandungan karotin, Vitamin A, Vitamin B dan Vitamin C. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran sangat erat hubungannya dengan kesehatan, sebab sayuran banyak mengandung vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh terutama adanya kandungan karotin,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Paprika Tanaman paprika (Capsicum annum var. grossum L.) termasuk ke dalam kelas Dicotyledonae, ordo Solanales, famili Solanaceae dan genus Capsicum. Tanaman paprika merupakan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Sawah organik dan non-organik Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida kimia dan hasil rekayasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura buah apel (Malus sylvestris (L.) Mill) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura buah apel (Malus sylvestris (L.) Mill) merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas hortikultura buah apel (Malus sylvestris (L.) Mill) merupakan bagian penting dalam sektor pertanian, karena kebutuhan apel di Indonesia memiliki permintaan

Lebih terperinci

Kata Kunci : Biaya Total, Penerimaan, Pendapatan, dan R/C.

Kata Kunci : Biaya Total, Penerimaan, Pendapatan, dan R/C. KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA TALAS DENGAN SISTEM MONOKULTUR DAN TUMPANGSARI Danty Rinjani Aristanti Permadi 1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi dantybanana91@gmail.com Suyudi

Lebih terperinci

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan Balong-Ponorogo

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan Balong-Ponorogo Perhimpunan Entomologi Indonesia J. Entomol. Indon., September 2010, Vol. 7, No. 2, 116-121 Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan Balong-Ponorogo INDRIYA

Lebih terperinci

RESPON ENAM VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril) ANJURAN TERHADAP SERANGAN LARVA PEMAKAN DAUN KEDELAI SKRIPSI

RESPON ENAM VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril) ANJURAN TERHADAP SERANGAN LARVA PEMAKAN DAUN KEDELAI SKRIPSI RESPON ENAM VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril) ANJURAN TERHADAP SERANGAN LARVA PEMAKAN DAUN KEDELAI SKRIPSI Oleh Swastyastu Slandri Iswara NIM. 021510401060 JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

AGROEKOSISTEM PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

AGROEKOSISTEM PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA AGROEKOSISTEM PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA EKOSISTEM Ekosistem adalah suatu sistem yang terbentuk oleh interaksi dinamik antara komponen-komponen abiotik dan biotik Abiotik Biotik Ekosistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN FREKUENSI PEMBERIAN EVAGROW PADA PAKCOY (BRASSICA CHINENSIS) SECARA VERTIKULTUR PARALON

SKRIPSI PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN FREKUENSI PEMBERIAN EVAGROW PADA PAKCOY (BRASSICA CHINENSIS) SECARA VERTIKULTUR PARALON SKRIPSI PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN FREKUENSI PEMBERIAN EVAGROW PADA PAKCOY (BRASSICA CHINENSIS) SECARA VERTIKULTUR PARALON Oleh Usman Avandi H0709120 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci