BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. Konsep diri merupakan terjemahan dari kata self-concept. William D.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. Konsep diri merupakan terjemahan dari kata self-concept. William D."

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoretis Konsep Diri Konsep diri merupakan terjemahan dari kata self-concept. William D. Brooks (Rakhmat, 2005:99) mendefinisikan konsep diri sebagai those physical, social, and psychological perceptions of ourselves that we have drived from experiences and our interaction with others. Artinya, konsep diri adalah pandangan dan perasaaan individu tentang diri sendiri. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial, dan fisik. Contohnya adalah pertanyaan mengenai bagaimana watak saya, apa yang membuat saya bahagia atau sedih?, jawaban pertanyaan ini menunjukkan persepsi psikologis tentang diri sendiri. Selanjutnya pertanyaan bagaimana orang lain memandang saya, apakah mereka membenci atau menyukai saya?, jawaban pertanyaan ini adalah persepsi sosial tentang diri sendiri. Sedangkan pertanyaan seperti bagaimana pandangan saya tentang penampilan saya, apakah saya orang cantik atau jelek?, jawaban dari pertanyaan ini merupakan persepsi fisik tentang diri sendiri. Anita Taylor et al dalam Rakhmat (2005:100) mendefinisikan konsep diri sebagai all you think and feel about you, the entire complex of beliefs and attitudes you hold about yourself. Jadi, konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga menyangkut penilaian individu terhadap dirinya sendiri meliputi apa yang dipikirkan dan dirasakan. Menurut Hardy dan Hayes 6

2 7 (Saam dan Sri, 2012:85) konsep diri tersusun atas dua aspek, yaitu citra diri (selfimage) dan harga diri (self-esteem) dilukiskan secara sederhana, misalanya : saya seorangg mahasiswa, tinggi badan 160 cm ; sedangkan harga diri merupakan deskripsi diri secara lebih mendalam karena sudah terdapat penilaian terhadap diri sendiri. Misalnya : saya adalah mahasiswa yang berprestasi baik, ulet dan keluarga saya menghargai prestatsi yang saya capai. Harry Stack Sullivan (Rakhmat, 2005:101) berpendapat bahwa jika kita diterima orang lain, dihormati, dan disenangi karena keadaan diri kita, kita akan cenderung bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya bila orang lain selalu meremehkan kita, menyalahkan kita dan menolak kita, kita akan cenderung tidak akan menyayangi diri kita. Jadi, orang lain merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri individu. Orang-orang tersebut adalah orang yang paling dekat dengan individu (significant others) yaitu orang tua, saudara-saudara, yang dapat mempengaruhi perilaku, pikiran, dan perasaan individu serta mengarahkan tindakan, membentuk pikiran, dan dapat menyentuh diri individu secara emosional adalah yang paling berpengaruh dalam pembentukan konsep diri. Menurut Gunawan (2010:64) konsep diri terdiri dari banyak sub konsep diri yang secara keseluruhan menentukan konsep diri total. Ada sub konsep diri di bidang akademik, olahraga, penampilan, finansial, relasi, dan masih banyak lagi. Menurut Shavelson (Saam dan Sri, 2012:88), struktur konsep diri secara hirarki terdiri dari empat peringkat yaitu :

3 8 a. Pada peringkat pertama disebut konsep diri umum yang merupakan cara individu dalam memahami dirinya secara keseluruhan. b. Pada peringkat kedua adalah konsep diri akademik dan non akademik. c. Pada perigkat ketiga adalah sub area dari konsep diri akademik dan non akademik d. Peringkat keempat dari struktur konsep diri adalah penilaian tingkah laku dalam situasi spesifik pada masing-masing sub area dari konsep diri. Gage dan Berlinger (Saam dan Sri, 2012:88) mengatakan bahwa secara hirarki konsep diri terdiri dari tiga peringkat, yaitu : a. Peringkat pertama adalah konsep diri general (global). Konsep diri global merupakan sikap dan keyakinan individu dalam memahami keseluruhan dirinya yang sudah melekat dalam dirinya dan sudah menjadi inti kepribadian bagi tiap individu. b. Peringkat kedua adalah konsep diri mayor, merupakan cara individu memahami aspek sosial, fisik, dan akademis dirinya. c. Peringkat ketiga adalah konsep diri spesifik. Konsep diri spesifik merupakan cara individu memahami dirinya terhadap setiap jenis kegiatan dalam ketiga aspek konsep diri mayor. Konsep diri mayaor dan konsep diri spesifik lebih mudah diubah, karena merupakan tanggapan individu terhdap dirinya sendiri dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Dari dua model struktur konsep diri yang dikemukakan di atas mempunyai persamaan yaitu pada bagian puncak. Kedua model tersebut memberi istilah konsep diri general (umum) yang terdiri dari beberapa peringkat. Perbedaannya

4 9 terletak pada aspek-aspek atau dimensi-dimensi yang terletak pada peringkat kedua dan ketiga. Meskipun kedua model tersebut mengusulkan dimensi-dimensi yang berbeda mengenai konsep diri, namun dapat diambil pengertian bahwa konsep diri bersifat multidimensional. Jadi dapat disimpulkan bahwa, konsep diri merupakan pandangan atau persepsi individu terhadap diri sendiri. Konsep diri diperoleh dari pengalaman dan interaksi dengan orang lain, terutama dengan orang yang berarti dalam kehidupan seseorang, seperti orang tua. Konsep diri bersegi banyak, terdiri dari aspek fisik, psikologis, sosial, dan akademik. Konsep diri yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah mengenai konsep diri akademik Konsep Diri Akademik Menurut Deaux (Machmud, 2009:18) konsep diri akademik adalah salah satu komponen konsep diri yang secara khusus berkaitan dengan masalah akademik. konsep diri akademik bukan merupakan sesuatu yang dibawa individu sejak lahir, namun konsep diri akademik terbentuk bersamaan dengan kematangan yang dicapai, baik dalam kognitif, emosi, maupun sosial. Skaalvik (Machmud, 2009:17) merumuskan bahwa konsep diri akademik merupakan perasaan umum individu dalam melakukan yang terbaik di sekolah dan kepuasan terhadap prestasi yang diperoleh. Selnjutnya menurut Bloom (Choerunnisa, 2010:21) konsep diri akademik adalah sebagai kumpulan persepsi siswa tentang prestasi belajarnya dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya. Kusmono (Choerunnisa, 2010:21) mendefinisikan konsep diri akademik sebagai gambaran diri yang dimiliki siswa

5 10 mencakup pikiran-pikiran dan perasaan mengenai penampilan diri, kepercayaan diri, kemandirian, keberartian diri, rasa bangga dan malu yang berkaitan dengan masalah akademik. Sutja (Choerunnisa, 2010:21) mendefiniskan konsep diri akademik sebagai kesan atau persepsi siswa tentang kemampuan belajar, motivasi belajar, orientasi tugas, pemecahan masalah belajar, dan keanggotaannya dalam kelompok kelas. Marsh dkk (Saam dan Sri, 2012:90) mengemukakan bahwa konsep diri akademik terdiri dari tiga dimensi yaitu konsep diri membaca, konsep diri matematika, dan konsep diri seluruh mata pelajaran. Konsep diri akademik yang positif akan membawa individu pada tantangan dan keinginan untuk selalu maju dan berprestasi. Berbeda dengan individu yang memiliki konsep diri akademik yang negatif akan cenderung berpikiran negatif terhadap segala sesuatu yang dihadapinya termasuk terhadap dirinya sendiri. Menurut Naurah (Machmud, 2009:22) konsep diri akademik yang positif akan membuat siswa mampu menggunakan segala potensi dan kemampuannya seoptimal mungkin dengan jalan mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Sebaliknya konsep diri akademik negatif tidak akan membuat siswa menggunakan segala potensi dan kemampuannya dengan optimal karena mereka tidak memahami segala potensinya, sehingga menimbulkan sifat yang dapat menyebabkan proses pembelajaran terganggu. Berdasarkan uraian dari beberapa ahli di atas mengenai konsep diri akademik, dapat disimpulkan bahwa konsep diri akademik adalah seluruh gambaran yang dimiliki siswa mengenai kemampuannya dalam bidang akademik.

6 11 Konsep diri akademik tdak dibawa individu sejak lahir, namun terbentuk bersamaan dengan kematangan yang dicapai oleh individu. Konsep diri akademik juga turut mempengaruhi prestasi akademik Komponen Konsep Diri Akademik Konsep diri akademik terdiri dari beberapa komponen. Menurut Jersild (Choerunnisa, 2010:47) komponen konsep diri akademik mencakup tiga hal yang dapat dijelaskan sebagai beikut : a. Perseptual component Perseptual component, merupakan gambaran individu tentang penampilan serta konsep yang ia berikan kepada orang lain yang meliputi kemampuan tampil atau berbicara di depan kelas serta memperoleh perhatian dari temanteman atau guru sehubungan dengan penampilan dirinya. b. Conceptual component Conceptual component adalah gambaran yang dimiliki individu tentang karakteristik dirinya yang berbeda meliputi pandangan dirinya tentang kemampuan dan ketidakmampuan, kepercayaan diri dan kemandirian. c. Attitudinal component, adalah sikap-sikap yang dimiliki individu mengenai dirinya terhadap keberartian diri dan bagaimana ia memandang dirinya dengan rasa bangga dan malu terhadap prestasi akademiknya. Konsep diri akademik juga terdiri dari beberapa aspek, menurut Frey dan Carlock (Machmud, 2009:19) aspek-aspek konsep diri akademik tterdiri dari pengetahuan, harapan, serta penilaian individu. Aspek-apek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

7 12 a. Pengetahuan Pengetahuan yang dimaksud meliputi apa yang dipikirkan individu tentang diri sendiri. Dalam hal kemampuan akademik, individu dapat saja memiliki pikiran-pikiran mengenai kemampuannya tersebut, seperti pelajaran yang dikuasai, nilai dan sebagainya. Individu juga mengidentifikasi kemampuan dirinya dalam satu kelompok. Kelompok tersebut memberinya sejumlah informasi lain yang dimasukkannya ke dalam potret diri mentalnya b. Harapan Ketika individu memiliki satu set pandangan lain, yaitu tentang siapa dirinya, ia juga mempunyai satu set pandangan lain yaitu tentang kemungkinan ia akan menjadi apa di masa yang akan datang. c. Penilaian individu Individu berkedudukan sebagai penilai terhadap dirinya setiap hari, misalnya saya lamban, tidak menarik, dan sebagainya, sehingga akan timbul perasaanperasaan dalam diri individu terhadap dirinya sendiri Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Menurut Saam dan Sri faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah sebagai berikut (2012 : 96-98) : a. Peranan keluarga Dalam pembentukan konsep diri peranan orang tua sangat penting. Cara orang tua mengasuh anaknya akan berpengaruh terhadap anak dalam menilai dirinya. Jika anak dapat pengalaman baik dalam keluarga, maka ia akan dapat mengembangkan dan menilai dirinya secara baik pula. Kehangatan dalam keluarga berperanan

8 13 penting bagi perkembangan konsep diri anak. Adanya rasa kehangatan dalam hubungan anak dengan orang tua maka anak akan mempunyai sikap sosial, koperatif, emosinya stabil menerima dirinya sendiri dan menghargai orang lain. Sedangkan anak yang tidak dapat merasakan kehangatan dengan orang tuanya akan merasa tidak aman, sulit menyesuaikan diri, merasa rendah diri dan kurang menghargai orang lain. Jadi pengalaman-pengalaman yang diterima anak dalam keluarga akan mempengaruhi perkembangan dan pembentukan konsep diri anak. b. Peranan kelompok teman sebaya Kelompok teman sebaya merupakan arena bagi anak untuk belajar menerima dan diterima teman-temannya. Anak yang ditolak cenderung untuk mengekspresikan perasaan yang kurang positif terhadap orang lain, hal ini merupakan salah satu tanda mentalnya tidak sehat. Respon anak terhadap teman-teman dalam kelompoknya bermacam-macam, sebagian besar tergantung pada pengalaman masa kecil yang diperoleh di rumah. Orang tua yang dapat menciptakan rasa kehangatan bersama anaknya memungkinkan anak mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang menyenangkan dan dapat meningkatkan interaksi yang berhasil dengan teman-temannya. c. Peranan harga diri Sifat-sifat tertentu yang dihasilkan oleh harga diri akan mempengaruhi konsep diri seseorang. Apabila seseorang memiliki taraf harga diri yang tinggi, maka ia akan dapat menyusun konsep diri yang positif yang berkaitan dengan aktualisasi diri. Jadi dapat dikatakan bahwa harga diri yang tinggi akan menimbulkan pertumbuhan konsep diri yang positif.

9 14 Selanjutnya menurut Marsh (Machmud, 2009:20) faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri akademik yaitu dari faktor internal dan faktor eksternal, yang dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Faktor Internal, yaitu meliputi keyakinan, kompetensi personal, dan keberhasilan personal. b. Faktor ekstrenal, yaitu lingkungan keluarga ; ada kaitan yang positif antara keyakinan orang tua dengan keyakinan anak terhadap kemampuannya, iklim kelas ; konsep diri akademik yang positif lebih ditemukan pada siswa-siswa yang menekankan kerjasama dan saling tergantung diantara mereka dibandingkan dengan siswa-siswa dalam kelas yang lebih menekankan kompetesi, guru ; dorongan dari guru dan pemberian otonomi yang lebih besar terhadap siswa berhubungan dengan konsep diri akademik yang positif, teman sebaya, dan kurikulum Pola Asuh Orang Tua Anak merupakan bagian dari diri orang tua di masa ini maupun masa akan datang. Baik atau buruk kualitas anak tentunya berpengaruh secara langsung atau tidak langsung pada nama baik orang tua. Anak juga merupakan masa depan keluarga bahkan bangsa, oleh sebab itu perlu dipersiapkan agar kelak menjadi manusia yang berkualitas, sehat, bermoral dan berguna bagi dirinya, keluarga dan bangsanya. Pola asuh yang baik menjadikan anak berkepribadian kuat, tak mudah putus asa, dan tangguh menghadapi tekanan hidup. Gunarsa (Munjidah 2009:12) mengungkapkan bahwa pola asuh adalah suatu gaya mendidik yang dilakukan

10 15 orang tua untuk membimbing dan mendidik anak-anaknya dalam proses interaksi yang bertujuan memperoleh suatu perilaku yang diinginkan. Pola asuh juga merupakan kegiatan kompleks yang meliputi banyak perilaku spesifik yang bekerja sendiri atau bersama yang memiliki dampak pada anak. Pola asuh yang normal bertujuan untuk menciptakan kontrol yang baik terhadap anak. Selanjutnya menurut Wahyuning, dkk (2003:162) pola asuh dapat di artikan sebagai seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan kepada anak. Pengasuhan anak menunjuk kepada pendidikan umum yang diterapkan pengasuh terhadap anak, yaitu berupa suatu proses interaksi antara orang tua (pengasuh) dan anak (yang diasuh). Interaksi tersebut mencakup perawatan seperti dari mencukupi kebutuhan makan, mendorong keberhasilan, melindungi, maupun sosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat. Maurice (2000:83) juga berpendapat bahwa mengasuh anak bukan hanya merawat atau mengawasi anak, melainkan lebih dari itu yakni meliputi pendidikan, sopan santun, disiplin, tanggung jawab, pengetahuan dan pergaulan yang bersumber pada pengetahuan orang tua. Apa yang di alami anak dalam proses pengasuhan anak, akan menentukan sikap dari perilaku individu dalam masyarakat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua merupakan cara perlakuan orang tua yang diterapkan untuk membimbing dan mendidik anakanaknya dalam proses interaksi yang bertujuan memperoleh suatu perilaku yang diinginkan.

11 Jenis-jenis Pola Asuh Orang Tua Setiap orang tua memiliki sikap dan perilaku yang berbeda satu sama lain dalam menghadapi anak-anak mereka. Hal tersebut tergambar dari bentuk pola asuh yang mereka terapkan. Menurut Diana Baumrind (Desmita, 2008: ) terdapat tiga tipe pengasuhan orang tua pada anak yaitu pola asuh otoritatif atau demokratis, otoriter, dan permisif yang dapat diuraikan sebagai berikut : a. Pola asuh otoritatif (authoritative parenting) Pola asuh otoritatif juga sering disebut pola asuh demokratis adalah salah satu gaya pengasuhan yang memperlihatkan pengawasan ekstra ketat terhadap tingkah laku anak-anak, tetapi mereka juga bersikap responsif, menghargai dan menghormati pemikiran, perasaan, serta mengikutsertakan anak dalam pengambilan keputusan. Pengasuhan otoritatif juga diasosiasikan dengan dasar harga diri yang tinggi (high self-esteem), memiliki moral standar, kematangan psikososial, kemandirian, sukses dalam belajar, dan bertanggung jawab secara sosial. b. Pola asuh otoriter (authoritarian parenting) Pola asuh otoriter merupakan suatu gaya pengasuhan yang membatasi dan menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua. Orang tua yang otoriter menetapkan batasan-batas yang tegas dan tidak memberi peluang yang besar bagi anak-anak untuk mengemukakan pendapat. Orang tua otoriter juga cenderung bersikap sewenang-wenang dan tidak demokratis dalam membuat keputusan-keputusan, memaksakan peran-peran atau pandangan-pandangan kepada anak atas dasar kemampuan dan kekuasaan sendiri, serta kurang

12 17 menghargai pemikiran dan perasaan mereka. Anak dari orang tua yang otoriter cenderung bersifat curiga pada orang lain dan merasa tidak bahagia dengan dirinya sendiri, merasa canggung berhubungan dengan teman sebaya, dan memiliki prestasi belajar yang rendah dibandingkan dengan anak-anak lain. c. Pola asuh permisif (permissive parenting) Gaya pengasuhan ini dapat dibedakan ke dalam dua bentuk, yaitu : pertama, pengasuhan permissive-indulgent yaitu suatu gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak, tetapi menetapkan sedikit batas atau kendali atas mereka. Kedua, pengasuhan permissive-indifferent, yaitu suatu gaya pengasuhan dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anakanak yang dibesarkan oleh orang tua yang permissive-indifferent cenderung kurang percaya diri, pengendalian diri yang buruk, dan rasa harga diri yang rendah. Dari sumber lain Diana Baumrind (Yusuf, 2008:51-52) juga mengemukakann hasil penelitian tentang pengaruh pola asuh orang tua terhadap perilaku anak sebagai berikut :

13 18 TABEL 1. Pengaruh Parenting Style terhadap perilaku anak PARENTING SIKAP ATAU PERILAKU STYLES ORANG TUA 1. Authoritarian 1. Sikap acceptance rendah, namun kontrolnya tinggi 2. Suka menghukum secara fisik 3. Bersikap mengomando (mengharuskan/memerinta h anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi 4. Bersikap kaku (keras) 5. Cenderung emosional dan bersikap menolak 2. Permissive 1. Sikap acceptance nya tinggi namun kontrolnya rendah 2. Memberi kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan/ keinginannya 3. Authoritative 1. Sikap acceptance dan kontrolnya tinggi 2. Bersikap responsif terhadap kebutuhan anak 3. Mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pernyataan 4. Memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan yang buruk PROFIL PERILAKU ANAK 1. Mudah tersinggung 2. Penakut 3. Pemurung, tidak bahagia 4. Mudah terpengaruh 5. Mudah stress 6. Tidak mempunyai arah masa depan yang jelas 7. Tidak bersahabat 1. Bersikap impulsif dan agresif 2. Suka meberontak 3. Kurang memiliki rasa percaya diri dan pengendalian diri 4. Suka mendominasi 5. Tidak jelas arah hidupnya 6. Prestasinya rendah 1. Bersikap bersahabat 2. Memiliki rasa percaya diri 3. Mempu mengendalikan diri (self control) 4. Bersikap sopan 5. Mau bekerja sama 6. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi 7. Mempunyai arah hidup yang jelas 8. Berorientasi terhadap prestasi

14 19 Dari pola asuh pola asuh orang tua tersebut di atas, tipe yang paling baik adalah tipe pola asuh otoritatif atau pola asuh demokratis. Sedangkan pola asuh otoriter dan permisif (pemanja dan penelantar) kebanyakan akan berdampak buruk pada anak salah satunya yaitu pembentukan konsep diri yang negatif. Akan tetapi tidak semua orang tua dapat bersikap demokratis terhadap anak walaupun tentu saja setiap orang tua menginginkan anaknya tumbuh bahagia, percaya diri, dan berkemampuan, namun tidak semua orang tua mengetahui dan memahami anaknya. Oleh sebab itu orang tua hendaknya menerapkan pola asuh yang baik sesuai dengan kebutuhan anak, sehingga dapat terbentuk pula konsep diri yang positif pada anak Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua Menurut Munjidah (2009:35-36) faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua adalah sebagai berikut : a. Faktor sosial ekonomi Orang tua yang berasal dari kelas ekonomi menengah cenderung lebih bersifat hangat dibanding orang tua yang berasal dari kelas sosial ekonomi bawah. Orang tua dari kelas ekonomi menengah lebih menekankan pada keingintahuan anak, kontrol dalam diri anak, bekerja untuk tujuan jangka panjang dan kepekaan anak dalam berhubungan dengan orang lain, serta lebih bersikap terbuka terhadap halhal yang baru. Sementara orang tua yang berasal dari kelas sosial ekonomi bawah cenderung menggunakan hukuman fisik dan menunjukkan kekuasaan mereka.

15 20 b. Faktor tingkat pendidikan Orang tua dengan latar belakang pendidikan yang tinggi dalam praktek pola asuhnya mengikuti kemajuan pengetahuan mengenai perkembangan anak, sehingga dalam mengasuh anaknya mereka lebih siap dan memiliki latar belakang pengetahuan yang luas. Sedangkan orang tua dengan memiliki latar pendidikan rendah memiliki pengetahuan dan pengertian yang terbatas mengenai perkembangan anak, kurang menunjukan pengertian dan cenderung mendominasi anak. c. Jumlah anak Jumlah anak juga mempengaruhi pola asuh orang tua. Orang tua yang hanya memiliki dua atau tiga orang anak, cenderung menggunakan pola asuh otoriter. Dengan menggunakan pola asuh otoriter ini, orang tua menganggap dapat tercipta ketertiban rumah. d. Nilai nilai yang dianut orang tua Paham equalitarium menempatkan kedudukan anak sama dengan orang tua. Paham ini dianut banyak orang tua dengan latar belakang budaya barat. Sedangkan pada budaya timur orang tua masih menghargai kepatuhan anak. Gunarsa dan Yulia (2008:144) juga mengungkapkan faktor- faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua, yaitu : a. Pengalaman masa lalu dengan pola asuh atau sikap orang tua mereka. Biasanya dalam mendidik anaknya, orang tua cenderung mengulangi pola asuh orang tua mereka dahulu apabila hal tersebut dirasakan manfaatnya.

16 21 Namun sebaliknya, orang tua cenderung pula tidak mengulangi sikap atau pola asuh orang tua mereka bila tidak dirasakan manfaatnya. b. Nilai-nilai yang dianut oleh orang tua. Contohnya, orang tua yang mengutamakan segi intelektual dalam kehidupan mereka atau segi rohani. Hal ini tentunya akan berpengaruh dalam usaha orang tua dalam mendidik anaknya. c. Tipe kepribadian orang tua. Contohnya, orang tua yang selalu cemas dapat mengakibatkan sikap yang terlalu melindungi terhadap anak. Berdasarkan urain di atas, dapat disimpulkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua. Faktor-fakor tersebut dapat membentuk sistem pola asuh orang tua, baik itu pola assuh otoriter, pola asuh permisif, dan pola asuh demokratis Peran Bimbingan dan Konseling Untuk Meningkatkan Konsep Diri Akademik Siswa Bimbingan dapat diartikan sebagai upaya pemberian bantuan kepada peserta didik dalam rangka mencapai perkembangan yang optimal, sedangkan konseling merupakan layanan utama bimbingan dalam upaya membantu individu agar mampu mengembangkan dirinya dan mengatasi masalahnya, melalui hubungan face to face atau melalui media, baik secara perorangan maupun kelompok (Yusuf dan Juntika, 2009:82). Menurut Yusuf dan juntika (2009:10) ada empat jenis bimbingan dilihat dari masalah individu, yaitu :

17 22 a. Bimbingan akademik Bimbingan akademik merupakan bimbingan yang diarahkan untuk membantu para individu dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah akademik. bimbingan akademik dilakukan dengan cara mengembangkan suasan belajar-mengajar yang kondusif agar terhindar dari kesulitan-kesulitan belajar. Para pembimbing membantu individu mengatasi kesuulitan belajar, mengembangkan cara belajar yang efektif, membantu individu agar sukses dalam belajar dan mampu menyesuaikan diri terhadap semua tuntutan program pedidikan. b. Bimbingan sosial-pribadi Bimbingan sosial-pribadi merupakan bimbingan untk membantu para individu dalam memecahkan masalah-masalah sosial-pribadi. Bimbingan sosial-pribadi diberkan dengan cara menciptakan lingkungaan yang kondusif, interaksi pendidikan yang akrab, mengembangkan sistem pemahaman diri dan sikapsikap yang positif, serta keterampilan-keterampilan sosial-pribadi yang tepat. c. Bimbingan karir Bimbingan karir yaitu bimbingan untuk membantu individu dalam perencanaan, pengembang dan pemecahan masalah-masalah karir seperti : pemahaman terhadap jabatan dan tugas-tugas kerja, pemahaman kondisi dan kemampuan diri, pemahaman kondisi lingkungan, perencanaan dan pengembangan karir, penyesuaian pekerjaan, dan pemecahan masalahmasalah karir yang dihadapi.

18 23 d. Bimbingan keluarga Bimbingan keluarga merupakan upaya pemberian bantuan kepada para individu sebagai pemimpin/anggota keluarga agar mereka mampu menciptakan keluarga yang utuh dan harmonis, memberdayakan diri secara produktif, dapat menciptakan dan menyesuaikan diri dengan norma keluarga, serta berperan aktif dalam mencapai kehidupan keluarga yang bahagia. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peranan bimbingan dan konseling sangat tepat untuk membantu pembentukan konsep diri akademik yang positif di dalam diri siswa, sebab melalui layanan bimbingan dan konseling siswa dapat dibantu dalam mengembangkan diri dan mengatasi masalahnya, baik dalam bidang akademik, sosial-pribadi, karir, maupun keluarga. 2.2 Kerangka Berpikir Alur kerangka berpikir secara praktis mengenai hubungan pola asuh orang tua dengan konsep diri akademik siswa kelas X di SMK Negeri 1 Limboto kabupaten Gorontalo dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :

19 24 Indikator : 1. Sulit mengeluarkan pendapat 2. Bolos pada jam pelajaran tertentu 3. Tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru 4. Tidak naik kelas Konsep Diri Akademik Positif Permasalahan: Konsep Diri Akademik Negatif Pola Asuh Orang Tua Konsep Diri Akademik Penyebab : 1. Kurangnya kontrol dari orang tua 2. Orang tua yang terlalu memanjakan anaknya 3. Ada orang tua yang broken home Konsep Diri Akademik Negatif Gambar. 2 Kerangka Berpikir 2.2 Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah Terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan konsep diri akademik siswa kelas X SMK Negeri 1 Limboto Kabupaten Gorontalo.

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KONSEP DIRI AKADEMIK SISWA KELAS X DI SMK NEGERI 1 LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KONSEP DIRI AKADEMIK SISWA KELAS X DI SMK NEGERI 1 LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KONSEP DIRI AKADEMIK SISWA KELAS X DI SMK NEGERI 1 LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO Milka Pratiwi Ayuba NIM : 111409017 Pembimbing I Ibu Dra. Rena L. Madina, M.Pd Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keahlian tertentu sesuai dengan jurusan masing-masing. SMK menyiapkan serta

BAB I PENDAHULUAN. keahlian tertentu sesuai dengan jurusan masing-masing. SMK menyiapkan serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu bentuk pendidikan menengah dari pendidikan umum. Sebagai satuan pendidikan, SMK selain memberi pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah usia seseorang yang sedang dalam masa transisi yang sudah tidak lagi menjadi anak-anak, dan tidak bisa juga dinilai dewasa, saat usia remaja ini anak ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01 BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01 Coffee Morning Global Sevilla School Jakarta, 22 January, 2016 Rr. Rahajeng Ikawahyu Indrawati M.Si. Psikolog Anak dibentuk oleh gabungan antara biologis dan lingkungan.

Lebih terperinci

S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y

S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y PERKEMBANGAN SOSIAL : KELUARGA S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y PENGANTAR Keluarga adalah tempat dan sumber perkembangan sosial awal pada anak Apabila interaksi yang terjadi bersifat intens maka

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka 147 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan: a. Remaja kelas XII SMA PGII 1 Bandung tahun ajaran 2009/2010

Lebih terperinci

Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu

Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta Selamat membaca, mempelajari dan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya anak-anak. Anak menghabiskan hampir separuh harinya di sekolah, baik untuk kegiatan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Siswa 1. Pengertian Siswa Siswa adalah komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses di dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualiatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan, kini orangtua semakin memiliki banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk mendaftarkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Pola Asuh a. Pengertian Pola Asuh Orang tua hendaknya selalu memberikan kasih sayang kepada anaknya. Yusuf (2010:37) menyatakan bahwa orang tua bertanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan. Individu senantiasa akan menjalani empat tahapan perkembangan, yaitu masa kanak-kanak, masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang giatgiatnya membangun. Agar pembangunan ini berhasil dan berjalan dengan baik, maka diperlukan partisipasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya diri dalam beberapa situasi, dan ketakutan dalam situasi lainnya, merasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Formal Ibu 1. Pengertian Ibu Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada pada diri anaknya dalam hal mengasuh, membimbing dan mengawasi

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini ingin mengetahui gambaran pola asuh yang diberikan oleh orang tua pada remaja yang melakukan penyalahgunaan narkoba. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan nasional di Indonesia memiliki tujuan sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Beban Pengasuhan Orang Tua Kepada Anak Intellectual Disability

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Beban Pengasuhan Orang Tua Kepada Anak Intellectual Disability BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Beban Pengasuhan Orang Tua Kepada Anak Intellectual Disability Beban pengasuhan orang tua dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dirasakan orang tua akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1. Pengertian Motivasi Berprestasi Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi adalah penting karena dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh tertentu. Penggunaan pola asuh ini memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dengan apa yang ia alami dan diterima pada masa kanak-kanak, juga. perkembangan yang berkesinambungan, memungkinkan individu

PENDAHULUAN. dengan apa yang ia alami dan diterima pada masa kanak-kanak, juga. perkembangan yang berkesinambungan, memungkinkan individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam buku psikologi untuk keluarga, Gunarsa (2003) menyatakan bahwa dasar kepribadian seseorang dibentuk mulai masa kanak-kanak. Proses perkembangan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

Remaja Pertengahan (15-18 Tahun)

Remaja Pertengahan (15-18 Tahun) Pertemuan Orang Tua Masa perkembangan setelah masa anak-anak dan menuju masa dewasa, yang meliputi perkembangan fisik, kognitif, emosi, sosial, moral, dan kesadaran beragama. REMAJA Batasan Usia Remaja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan begitu banyak perguruan tinggi seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia saat ini sedang menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang berkualitas. Maka untuk

Lebih terperinci

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. LA TAR BELAKANG MASALAH Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa anak-anak merupakan bagian dari perjalanan panjang setiap individu

BAB I PENDAHULUAN. Masa anak-anak merupakan bagian dari perjalanan panjang setiap individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa anak-anak merupakan bagian dari perjalanan panjang setiap individu yang meletakan dasar bagi kehidupannya dimasa dewasa. Masa anak-anak ini pula yang menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) :

POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) : POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) : 1. Konsep dasar bimbingan dan konseling pribadi - sosial : a. Keterkaitan diri dengan lingkungan sosial b. Pengertian BK pribadi- sosial c. Urgensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia, khususnya dalam setiap dunia pendidikan, sehingga tanpa belajar tak pernah ada pendidikan. Belajar

Lebih terperinci

PENGASUHAN POSITIF. Hj. Fitriani F. S., MSi. Psikolog. Disampaikan pada Parenting TKIT Teratai Hijau Kota Depok, 17 Desember 2016

PENGASUHAN POSITIF. Hj. Fitriani F. S., MSi. Psikolog. Disampaikan pada Parenting TKIT Teratai Hijau Kota Depok, 17 Desember 2016 PENGASUHAN POSITIF Hj. Fitriani F. S., MSi. Psikolog Disampaikan pada Parenting TKIT Teratai Hijau Kota Depok, 17 Desember 2016 SEKILAS PROFIL Istri H. Syahrul SH.MBA (Pendiri dan Ketua Yayasan Lenera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

pendengarannya sehingga hal ini berpengaruh pada kemampuan bahasanya. Karena

pendengarannya sehingga hal ini berpengaruh pada kemampuan bahasanya. Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan kesatuan terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari orang tua dan anak (Bahri Djamarah, 2004:16). Orang tua dan anak memiliki keterikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah penelitian, BAB I PENDAHULUAN Pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah penelitian, batasan masalah, dan rumusan masalah. Selanjutnya, dipaparkan pula tujuan dan manfaat penelitian. Pada bagian berikutnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. tempat tinggal maupun lingkungan keluarga dengan baik. Namun hal tersebut

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. tempat tinggal maupun lingkungan keluarga dengan baik. Namun hal tersebut 7 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Penyesuaian diri Penyesuaian diri merupakan suatu tindakan, di mana individu bisa menerima keadaan lingkungan sekitarnya, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berinteraksi dengan

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya dalam rentang kehidupannya setiap individu akan melalui tahapan perkembangan mulai dari masa bayi, masa kanak-kanak, masa anak, masa remaja, dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Menurut Schiffman & Kanuk (2004), konsumen yang melakukan pembelian dipengaruhi motif emosional seperti hal-hal yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang menarik untuk dikaji, karena pada masa remaja terjadi banyak perubahan yang dapat mempengaruhi kehidupan, baik bagi remaja itu

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah swt kepada para orang tua. Tumbuh dan kembang anak tergantung dari sesuatu yang diberikan atau diajarkan oleh

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EMOSI DITINJAU DARI POLA ASUH ORANG TUA PADA ANAK KELOMPOK B RAUDHATUL ATHFAL DI KECAMATAN KALIJAMBE KABUPATEN SRAGEN TAHUN AJARAN

PERKEMBANGAN EMOSI DITINJAU DARI POLA ASUH ORANG TUA PADA ANAK KELOMPOK B RAUDHATUL ATHFAL DI KECAMATAN KALIJAMBE KABUPATEN SRAGEN TAHUN AJARAN PERKEMBANGAN EMOSI DITINJAU DARI POLA ASUH ORANG TUA PADA ANAK KELOMPOK B RAUDHATUL ATHFAL DI KECAMATAN KALIJAMBE KABUPATEN SRAGEN TAHUN AJARAN 2014/2015 Artikel Publikasi Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wellbeing merupakan kondisi saat individu bisa mengetahui dan mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, dan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari masa pranatal, bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, dan masa tua. Masing-masing fase memiliki

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP AGRESIFITAS ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK KARTIKA 1-61 PADANG

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP AGRESIFITAS ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK KARTIKA 1-61 PADANG 1 HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP AGRESIFITAS ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK KARTIKA 1-61 PADANG Yozi Dwikayani* Abstrak- Masalah dalam penelitian ini yaitu banyaknya orang tua murid TK Kartika 1-61 Padang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masa sekolah. Masa ini disebut juga masa kanak-kanak awal, terbentang usia 3-6

BAB 1 PENDAHULUAN. masa sekolah. Masa ini disebut juga masa kanak-kanak awal, terbentang usia 3-6 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak prasekolah merupakan anak usia dini dimana anak belum menginjak masa sekolah. Masa ini disebut juga masa kanak-kanak awal, terbentang usia 3-6 tahun. Pada masa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kematangan Emosi Chaplin (2011) mengartikan kematangan (maturation) sebagai: (1) perkembangan, proses mencapai kemasakan/usia masak, (2) proses perkembangan, yang dianggap berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara psikologis perubahan merupakan situasi yang paling sulit untuk diatasi oleh seseorang, dan ini merupakan ciri khas yang menandai awal masa remaja. Dalam perubahannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap perkembangan yang harus dilewati. Perkembangan tersebut dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah 1. Pengertian Sosialisasi Sosialisasi menurut Child (dalam Sylva dan Lunt, 1998) adalah keseluruhan proses yang menuntun seseorang, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah sendiri. 1 Percaya diri merupakan salah satu pangkal dari sikap dan perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap perkembangan anak, merupakan suatu proses yang kompleks, tidak dapat terbentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di sepanjang kehidupannya sejalan dengan pertambahan usianya. Manusia merupakan individu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan kemudian dipertahankan oleh individu dalam memandang dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu periode perkembangan yang harus dilalui oleh seorang individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja (Yusuf, 2006). Masa remaja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Masrun, dkk (1986), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua adalah komponen keluarga yang di dalamnya terdiri dari ayah dan ibu, dan

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua adalah komponen keluarga yang di dalamnya terdiri dari ayah dan ibu, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Orang tua adalah komponen keluarga yang di dalamnya terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan sah yang dapat membentuk sebuah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang variabel-variabel dimana didalamanya terdapat definisi, faktor dan teori dari masing-masing variabel dan juga berisi tentang hipotesis penelitian ini. 2.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada usia remaja awal yaitu berkisar antara 12-15 tahun. Santrock (2005) (dalam http:// renika.bolgspot.com/perkembangan-remaja.html,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan

Lebih terperinci

PENGARUH POLA ASUH ANAK TERHADAP PRESTASI ANAK

PENGARUH POLA ASUH ANAK TERHADAP PRESTASI ANAK PENGARUH POLA ASUH ANAK TERHADAP PRESTASI ANAK Dwilita Astuti Universitas Nahdlatul Ulama Lampung dwilitaastuti@yahoo.com ABSTRACT Pola asuh otoritatif yang dilakukan di rumah dan di sekolah merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Ayah 1. Definisi Peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal (Supartini,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Istilah pubertas juga istilah dari adolescent yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Attachment Attachment atau kelekatan merupakan teori yang diungkapkan pertama kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. Ketika seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial anak. Hurlock (1993: 250) berpendapat bahwa perkembangan sosial

BAB I PENDAHULUAN. sosial anak. Hurlock (1993: 250) berpendapat bahwa perkembangan sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah perkembangan (developmental) merupakan bagian dari masalah psikologi. Masalah ini menitik beratkan pada pemahaman dan proses dasar serta dinamika perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar tahun dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar tahun dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar 10-13 tahun dan berakhir antara usia 18-22 tahun (Santrock, 2003: 31). Lebih rinci, Konopka dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dari anak-anak menuju dewasa, dimana terjadi kematangan fungsi fisik, kognitif, sosial, dan emosional yang cepat pada laki-laki

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permainan bola voli di Indonesia merupakan salah satu cabang olahraga yang banyak digemari masyarakat, karena dapat dilakukan oleh anak-anak hingga orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hubungan interpersonal sangat penting untuk perkembangan perasaan kenyamanan seseorang dalam berbagai lingkup sosial. Hubungan Interpersonal membantu dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. lain (feeling into), atau berasal dari perkataan yunani phatos yang

BAB II KAJIAN TEORI. lain (feeling into), atau berasal dari perkataan yunani phatos yang BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Empati 2.1.1 Pengertian Empati Istilah empati berasal dari kata Einfuhlung yang digunakan oleh seorang psikolog Jerman, secara harfiah berarti memasuki perasaan orang lain (feeling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dapat dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: Pendidikan formal,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dapat dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: Pendidikan formal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia perhatian akan peran pendidikan dalam pengembangan masyarakat, dimulai sekitar tahun 1900, saat Indonesia masih dijajah Belanda. Para pendukung politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatan sumber daya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatan sumber daya manusia. Menurut UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Guru berperan penting dalam proses pendidikan anak di sekolah, bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Guru berperan penting dalam proses pendidikan anak di sekolah, bagaimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guru berperan penting dalam proses pendidikan anak di sekolah, bagaimana guru mengajar, berperilaku dan bersikap memiliki pengaruh terhadap siswanya (Syah, 2006). Biasanya,

Lebih terperinci