PEMBANGUNAN HUKUM TANAH NASIONAL BERDASARKAN KONSEP NEGARA HUKUM PANCASILA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBANGUNAN HUKUM TANAH NASIONAL BERDASARKAN KONSEP NEGARA HUKUM PANCASILA"

Transkripsi

1 PEMBANGUNAN HUKUM TANAH NASIONAL BERDASARKAN KONSEP NEGARA HUKUM PANCASILA Suhadi Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang Abstrak Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) sebagai Hukum Tanah Nasional merupakan salah satu karya monumental bangsa Indonesia, karena UUPA dibangun berdasarkan konsep negara hukum Pancasila. UUPA berhasil merombak hukum tanah kolonial menjadi hukum tanah nasional. UUPA merupakan produk hukum yang bersifat prismatik. UUPA di satu sisi merupakan cermin budaya masyarakat Indonesia dan di sisi lain merupakan a tool of social engeneering. Namun dalam implementasinya, banyak hal yang tidak sejalan dengan UUPA. Banyak produk hukum yang merupakan pelaksanaan dan penjabaran lebih lanjut dari UUPA justru menampakan diri bertentangan dengan jiwa UUPA. Produk hukum yang bertentangan ini misalnya terkait dengan maraknya penguasaan tanah oleh orang asing, paksaan pemerintah terhadap rakyat, dan berpihaknya peraturan perundangan kepada pemilik modal besar dengan mengaibaikan kepentingan rakyat. Pembangunan hukum tanah nasional berdasarkan konsep negara hukum Pancasila harus terus diupayakan untuk mencapai tujuan nasional, untuk mencapai cita-cita bangsa Indonesia. Politik hukum merupakan salah satu piranti membangun hukum tanah nasional berdasarkan konsep negara hukum Pancasila. Kata-kata kunci: hukum tanah nasional, prismatik, negara hukum Pancasila. PENDAHULUAN Sampai saat ini Pancasila bagi bangsa Indonesia masih memiliki kedudukan dan fungsi yang sangat penting. Pancasila sebagai norma dasar negara (grundnorm), cita hukum (rechtsidee), pokok kaidah fundamental negara, dan juga kerangka keyakinan ( belief frame work) yang bersifat normatif dan konstitutif. Bersifat normatif karena berfungsi sebagai pangkal dan prasyarat ideal yang mendasari setiap hukum positif, dan bersifat konstitutif karena mengarahkan hukum pada tujuan yang hendak dicapai. Dengan kedudukan dan fungsi yang semacam ini maka pembangunan sistem hukum nasional seharusnya selalu dan tetap berorientasi kepada Pancasila. Pembangunan hukum menuju terwujudnya sistem hukum nasional yang bersumber pada Pancasila masih menghadapi berbagai macam persoalan, hambatan maupun tantangan. Barda Nawawi Arief 1 mengidentifikasi minimal ada tiga masalah besar dalam pembangunan hukum nasional, yaitu: (1) masalah peningkatan kualitas penegakan hukum in concreto (masalah lawenforcement), (2) masalah pembangunan/pembaharuan Sistem Hukum Nasional, dan (3) masalah perkembangan globalisasi yang multikompleks, masalah internasionalisasi hukum, globalisasi/internasionalisasi kejahatan dan masalah hitechcyber crime yang terus berkembang. Senada dengan hal itu, Arief Hidayat menengarai, bahwa pembangunan sistem hukum nasional pasca reformasi mengalami hambatan baik dari dalam MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 19

2 maupun dari luar. Hambatan dari dalam berupa (1) budaya masyarakat yang cenderung feodalistik dan paternalistik yang menyebabkan hukum menjadi elitis dan korup, (2) tidak adanya kesadaran politik kebangsaan dan kenegaraan (politik nasional) para penyelenggara negara, sehingga hukum tidak mendasarkan pada kepentingan nasional namun hanya pada kepentingan kelompok atau golongan tertentu. Hambatan dari luar berupa (1) pengaruh globalisasi yang membawa ideologi-ideologi lain di luar Pancasila sehingga mempengaruhi pemahaman yang utuh terhadap Pancasila serta mempengaruhi pola pikir (mind set) masyarakat, dan (2) adanya tekanan politik luar negeri negara adikuasa, sehinggga terjadi pertentangan antara kepentingan nasional dan kepentingan asing yang sangat mempengaruhi proses pembanguanan sistem hukum nasional. Dalam ungkapan yang agak berbeda, Jimmly Asshiddiqie menyatakan dalam rangka mewujudkan sistem hukum nasional, ada 3 (tiga) sektor penting yang perlu mendapat perhatian yaitu: (1) pembangunan materi hukum, (2) pembinaan aparatur hukum, dan (3) pembangunan sarana dan prasarana hukum. Dengan ungkapan lain pembangunan hukum sebenarnya menyangkut aspek dan dimensi yang sangat luas yang berhubungan erat dengan (1) law making process, (2) law enforcement, dan (3) legal awareness Hukum nasional apabila dipandang sebagai cerminan atau ekspresi dari realitas kesadaran bangsa Indonesia, pembentukan dan pembaharuan hukum nasional dewasa ini menjadi sesuatu yang urgen. Salah satu konsekuensi dari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, adalah adanya tugas yuridis untuk menciptakan tata dan aturan hukum sesuai dengan kedudukan negara Indonesia yang merdeka, yaitu sistem hukum yang tidak kolonialis dan tidak diskriminatif. Tugas yuridis tersebut sampai saat ini masih menjadi tunggakan sejarah. Hal ini terbukti dari adanya sejumlah peraturan perundang-undangan warisan penjajah yang belum tentu sesuai dengan realitas kesadaran bangsa Indonesia--- dengan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD kini tetap berlaku dan menjadi bagian hukum nasional Indonesia Beberapa pendapat tersebut di atas yang pada intinya mengatakan pembangunan hukum menuju terwujudnya sistem hukum nasional yang bersumber pada Pancasila masih menghadapi berbagai macam tantangan baik yang berkait dengan materi hukum sebagai komponen substantif, institusi sebagai komponen struktural, dan kesadaran hukum masyarakat sebagai komponen kultural. Indonesia merdeka memiliki kebebasan dalam mengatur organisasi negara sesuai dengan ideal-ideal yang diharapkan. Secara lebih jelas lagi bahwa Indonesia merdeka seharusnya dibangun berdasarkan dasar atau prinsip yang sesuai dengan masyarakat Indonesia sendiri. Dalam konteks yang demikian inilah dapat dinyatakan bahwa hukum yang hendak dibangun dan diberlakukan di Indonesia harus bersumber dan berdasar pada Pancasila. Bukankah Pancasila merupakan dasar atau pondamen yang telah dipersiapkan oleh bangsa Indonesia jauh sebelum negara Indonesia MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 20

3 diproklamasikan. Hal ini menunjukkan pula bahwa sesungguhnya para pendiri negara telah memiliki visi yang sangat baik, yang mampu melihat jauh ke depan, kelak bila Indonesia merdeka. Dalam kaitannya dengan hukum tanah nasional, tugas yuridis untuk menciptakan tata dan aturan hukum sesuai dengan kedudukan negara Indonesia yang merdeka sudah ditunaiakan dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan UUPA. Sebagaimana dikemukakan Moh Mahfud MD bahwa UUPA merupakan hukum yang filosofinya sudah baik, berkarakter responsif, merupakan produk hukum prismatik yang ideal. Senada dengan Moh Mahfud, Achmad Sodiki mengemukakan bahwa UUPA merupakan karya revolusioner bangsa Indonesia yang membawa konsep ideal tentang pengaturan hukum agraria yang harus anti penjajahan dan anti penindasan, harus menguatkan jiwa persatuan dan kesatuan, serta adanya penegasan tentang hak menguasai negara yang kesemuanya untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat Indonesia. Namun sayang, dalam implementasinya apa yang sudah baik dalam UUPA tidak dilaksanakan. Dalam implementasinya telah terjadi tarik menarik kepentingan, dinamika pembangunan politik ekonomi yang berubah-ubah dan hukum adat yang terpinggirkan di tengah arus global. Pilihan nilai pada kemakmuran sekelompok orang yang kuat secara ekonomis (pemodal) melalui liberalisasi ekonomi telah menggeser watak populisme UUPA. Keharusan membangun kemakmuran rakyat (pemerataan) dikalahkan oleh program pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan. Atas dasar hal semacam inilah, pembangunan hukum tanah nasional harus dilakukan untuk mengembalikan ruh dan jiwanya yang berdasar pada prinsip negara hukum Pancasila. Tulisan ini akan menjelaskan pentingnya membangun hukum tanah nasional berdasar prinsip negara hukum Pancasila sebagai jawaban atas pengaruh kuat globalisasi dengan kekuatan kapitalnya yang mengukuhkan hak-hak individual semata. Tujuan akhirnya agar hukum tanah nasional tetap mampu menjadi sarana utama pencapaian kemakmuran sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia. Konsep Negara Hukum Pancasila Konsep negara hukum Pancasila adalah konsep negara hukum khas Indonesia yang berbeda dengan konsep negara hukum Eropa Barat (Rechtsstaat) maupun konsep the Rule of Law. Konsep yang dianut oleh negara hukum Indonesia sejak zaman kemerdekaan hingga saat ini bukanlah konsep rechtsstaat dan juga bukan the rule of law, tetapi konsep negara hukum baru yaitu konsep negara hukum Pancasila. Lebih lanjut Arief Hidayat menyatakan bahwa negara hukum Pancasila bersifat prismatik. Hukum prismatik adalah hukum yang mengintegrasikan unsur-unsur baik dari yang MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 21

4 terkandung di dalam berbagai hukum (sistem hukum) sehinggga terbentuk suatu hukum yang baru dan utuh. Dikatakannya, negara hukum Pancasila memiliki karakterististik sebagai berikut ini. 1. Merupakan suatu negara kekeluargaan. Dalam suatu negara kekeluargaan terdapat pengakuan hak-hak individu (termasuk hak miliki) atau HAM namun dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional (kepentingan bersama) di atas kepentingan individu. Hal ini sejalan dengan nilai-nilai sosial masyarakat paguyuban dan sejalan dengan pergeseran menjadi masyarakat patembayan. Dalam negara hukum Pancasila diupayakan terciptanya suatu harmoni atau keseimbangan antara kepntingan individu dan kepentingan sosial (masyarakat) dengan memberikan pada negara kemungkinan untuk campur tangan sepanjang diperlukan bagi terciptanya tata kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila. 2. Merupakan negara hukum yang berkepastian dan berkeadilan. Dengan sifatnya yang prismatik, dalam kegiatan berhukum baik dalam proses pembentukan maupun pengimplementasiannya dilakukan dengan memadukan berbagai unsur yang baik dengan memadukan prinsip kepastian hukum dan prinsip keadilan, sehingga terciptalah prasyarat bahwa kepastian hukum harus ditegakkan demi menegakkan keadilan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila. 3. Merupakan religious nation state, tidak menganut sekulerisme tetapi juga bukan negara agama. Negara Hukum Pancasila adalah konsep negara berketuhanan, konsekuensinya atheisme dan komuunisme dilarang karena telah mengesampingkan Ketuhanan Yang Maha Esa 4. Memadukan hukum sebagai sarana perubahan masyarakat dan hukum sebagai cermin budaya masyarakat. Mencoba untuk memelihara dan mencerminkan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat (living law), sekaligus melakukan positivisasi terhadap living law tersebut untuk mendorong dan mengarahkan masyarakat pada perkembangan dan kemajuan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila. 5. Basis pembuatan dan pembentukan hukum nasional haruslah didasarkan pada prinsip hukum yang bersifat netral dan universal, dalam pengertian bahwa harus memenuhi persyaratan utama yaitu Pancasila sebagai perekat dan pemersatu, berlandaskan nilai yang dapat diterima oleh semua kepentingan dan tidak mengistimewakan kelompok atau golongan tertentu, mengutamakan prinsip gotong royong dan toleransi serta adanya kesamaan visi, misi, tujuan, dan orientasi yang sama disertai dengan saling percaya. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 22

5 Implementasi Hukum Tanah Nasional UUPA sebagai peraturan dasar hukum tanah nasional, dalam penjabarannya ke dalam peraturan perundangan yang lebih rendah banyak yang tidak sinkron dan tidak koheren. Dengan kata lain, implementasi lebih lanjut dari peraturan pokok itu tidak sesuai dengan jiwa atau ruh UUPA. Dalam implementasinya telah terjadi tarik menarik kepentingan, pilihan nilai pada kemakmuran sekelompok orang yang kuat secara ekonomis (pemodal) melalui liberalisasi ekonomi telah menggeser watak populisme UUPA. Keharusan membangun kemakmuran rakyat (pemerataan) dikalahkan oleh program pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan. Implementasi UUPA yang semacam ini terjadi karena dominannya kekuasaan atas hukum. Dalam tataran ideal, hukum dan kekuasaan sesungguhnya kait mengkait satu sama lain. Di satu sisi hukum membutuhkan kekuasaan, dan di sisi lain kekuasaan membutuhkan hukum. Dalam hal ini Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa kekuasaan memberikan kekuatan kepada hukum untuk menjalankan fungsinya, misalnya sebagai kekuatan pengintegrasi atau pengkoordinasi proses-proses dalam masyarakat. Hukum tanpa kekuasaan akan tinggal sebagai keinginan-keinginan atau ide ide belaka. Meskipun hukum membutuhkan kekuasaan, tetapi ia juga tidak bisa membiarkan kekuasaan itu untuk menunggangi hukum. Kekuasaan dalam bentuknya yang paling murni tidak bisa menerima pembatasan-pembatasan. Melalui hukum itulah pembatasanpembatasan diberikan, karena hukum bekerja dengan cara memberikan patokan-patokan tingkah laku. Dengan meminjam istilah Nonet dan Selznick, peraturan perundang-undangan sebagai penjabaran atau pelaksanaan lebih lanjut UUPA termasuk kategori produk hukum represif. Hukum sebagai alat kekuasaan represif. Pada tipe hukum represif, tujuan hukum adalah ketertiban, dan dalam hubungannya dengan politik, hukum subordinat terhadap politik. Contoh konkrit tipe hukum represif ini adalah peraturan perundang-undangan tentang pengadaan tanah bagi pembangunan, yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 tentang Ketentuan-ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah. Peraturan Menteri ini akhirnya diganti dengan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Setelah reformasi, instrumen hukum pengadaan tanah berupa Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Peraturan Presiden inipun akhirnya diganti lagi dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Peraturan-peraturan ini seharusnya merupakan patokan-patokan perilaku negara dalam menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan. Idealnya, dengan peraturan MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 23

6 perundang-undangan ini, di satu sisi negara memiliki dasar menjalankan kewenangannya untuk menyediakan tanah guna keperluan pembangunan. Di sisi lain, negara tidak akan menggunakan kekuasaannya dengan sewenang-wenang terhadap rakyat. Kekuasaan negara dibatasi oleh hukum, berupa peraturan perundang-undangan tentang pengadaan tanah. Apa yang diidealkan melalui peraturan perundang-undangan tentang pengadaan tanah tidak sama dalam realitanya. Meskipun telah ada pembatasan kekuasaan negara melalui hukum berupa peraturan perundang-undangan, ternyata tidak serta merta pengadaan tanah menghormati hak-hak rakyat. Hal ini terjadi karena peraturan perundang-undangan yang dibuat justru menampilkan kekuasaan dan dominasi negara. Dalam kaitan ini benar apa yang dikatakan Satjipto Rahardjo, bahwa optik sosiologis menemukan kenyataan bahwa kekuasaan itu tetap ada secara laten dan pada saat saat tertentu dapat muncul kembali, dalam hal ini dengan menggunakan hukum sebagai selimutnya. Dengan meminjam pendapatnya Alfin Toffler, kekuatan itu sering muncul kembali dalam baju yang lebih halus, antara lain hukum. Pembebasan tanah atau pengadaan tanah memiliki prosedur yang jauh lebih mudah dibandingkan dengan pencabutan hak atas tanah. Dalam kaitan ini Mahfud MD menyatakan prosedur pencabutan dirasakan menghambat laju pembangunan sehingga pemerintah mencari jalan lain yang lebih mudah, yakni prosedur pembebasan, meksipun berisiko terjadinya kesewenang-wenangan dan keadilan karena rakyat atau pemilik tanah tak mempunyai ruang untuk bernegosiasi secara bebas. Peraturan perundang-undangan yang tidak sinkron dengan UUPA yang sekaligus memperlihatkan bahwa implementasi UUPA yang tidak sejalan dengan Pancasila adalah ketentuan Pasal 21 dan 22 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Di dalam Pasal 21 ada ketentuan bahwa Pemerintah memberikan kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaan penanaman modal, untuk antara lain memperoleh hak atas tanah. Dalam Pasal 22 ditentukan bahwa kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus dan dapat diperbaharui kembali atas permohonan penanam modal, berupa: (1) Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 tahun, dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 tahun dan dapat diperbaharui selama 35 tahun. (2) Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 tahun, dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 tahun dan dapat diperbaharui selama 30 tahun. (3) Hak Pakai dapat diberikan dengan jangka waktu 70 tahun, dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 tahun dan dapat diperbaharui selama 25 tahun. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 24

7 Dalam kaitannya dengan ketentuan ini telah ada Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21-22/PUU-V/2007 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal terhadap UUD NRI Tahun Dengan melihat amar putusan, pemberian HGU, HGB, dan Hak Pakai dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus, dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan demikian pemberian HGU, HGB, dan Hak Pakai kepada perusahaan penanam modal diberikan dengan mengacu kepada peraturan perundang-undangan lainnya, yang dalam hal ini adalah ketentuan UUPA. Di dalam Pasal 29 UUPA, HGU dapat diberikan dengan jangka wakytu paling lama 35 tahun yang dapat diperpanjang paling lama 25 tahun. Setelah perpanjangannya berakhir dapat diberikan HGU baru. Pasal 35 UUPA ditentukan bahwa HGB dapat diberikan dengan jangka wakytu paling lama 30 tahun yang dapat diperpanjang paling lama 20 tahun. Untuk Hak Pakai tidak ada pembatasan berapa tahun jangka waktunya, namun dalam Psal 43 ditentukan bahwa Hak Pakai dapat diberikan selama jangka waktu yang tertentu selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu. Implementasi UUPA yang tidak sejalan dengan jiwa dan roh UUPA terjadi oleh karena pemerintah terjebak pada pembangunanisme dan penafsiran yang keliru terhadap kepentingan umum (kesejahteraan masyarakat). Pembangunan seringkali dipahami sebagai serangkaian upaya untuk memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat melalui langkah pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi (menggerakkan roda ekonomi) dengan dukungan stabilitas politik yang tinggi (mantap). Dengan pemahaman pembangunan semacam ini maka di dalam konsep pembangunan terdapat 4 (empat) asumsi utama, yaitu; (1) bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan dengan sendirinya membawa perbaikan hidup masyarakat kebanyakan, terutama bagi kaum miskin; (2) bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi berarti roda produksi telah membuka lapangan kerja dan menggairahkan pasar, sehingga bisa menjawab kebutuhan masyarakat, dan (3) bahwa politik atau dinamika politik merupakan hambatan bagi gerak ekonomi, dan (4) bahwa realitas kebudayaan masyarakat, dipandang pula sebagai salah satu kendala kemajuan, oleh sebab itu gerak ekonomi diharapkan dapat mengubah kebudayaan lama (tradisional) dan menggantinya dengan kebudayaan baru (modern). Politik Hukum: PerwujudanPembangunan Hukum Tanah Nasional Berdasarkan Konsep Negara Hukum Pancasila Negara Indonesia yang diproklamirkan 17 Agustus 1945, memiliki tujuan negara yang dirumuskan secara tegas sebagaimana terdapat dalam alinea keempat Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Tujuan negara itu adalah (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 25

8 memajukan kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dalam rangka mencapai tujuan negara, politik hukum merupakan hal yang sangat penting. Politik hukum adalah legal policy atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara. Lebih lanjut Moh. Mahfud MD menjelaskan bahwa politik hukum merupakan pilihan tentang hukum-hukum yang akan diberlakukan sekaligus pilihan tentang hukum-hukum yang akan dicabut atau tidak diberlakukan yang kesemuanya dimkasudkan untuk mencapai tujuan negara seperti yang tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945 Lebih lanjut Mahfud MD menyatakan bahwa politik hukum adalah arahan atau garis resmi yang dijadikan dasar pijak dan cara untuk membuat dan melaksanakan hukum dalam rangka mencapai tujuan bangsa dan negara. Politik hukum merupakan upaya menjadikan hukum sebagai proses pencapaian tujuan negara. Politik hukum juga merupakan jawaban atas pertanyaan tentang mau diapakan hukum itu dalam perspektif formal kenegaraan guna mencapai tujuan negara. Pijakan utama politik hukum nasional adalah tujuan negara yang kemudian melahirkan sistem hukum nasional yang harus dibangun dengan pilihan isi dan cara-cara tertentu. Politik hukum sebagai arahan pembuatan hukum atau legal policy lembaga-lembaga negara dalam pembuatan hukum dan sekaligus sebagai alat untuk menilai dan mengkritisi apakah sebuah hukum yang dibuat sudah sesuai atau tidak kerangka pikir legal policy tersebut untuk mencapai tujuan negara. Moh. Mahfud MD menjelaskan bahwa dalam konteks politik hukum, hukum adalah alat yang bekerja dalam sistem hukum tertentu untuk mencapai tujuan negara atau cita-cita masyarakat Indonesia. Dalam kaitannya dengan politik hukum, Arief Hidayat menjelaskan bahwa Pembukaan dan pasal-pasal UUD NRI 1945 merupakan sumber politik hukum nasional. Pembukaan dan pasal pasal UUD NRI Tahun 1945 memuat tujuan, dasar, cita hukum dan norma dasar negara Indonesia yang harus menjadi tujuan dan pijakan dari politik hukum Indonesia. Pembukaan dan pasal pasal UUD NRI Tahun 1945 mengandung nilai khas yang bersumber dari pandangan dan budaya bangsa Indonesia yang diwariskan oleh nenek moyang bangsa Indonnesia. Posisi hukum dalam politik hukum ada tiga, yaitu (1) sebagai instrumen, (2) sebagai pembawa misi, dan (3) sebagai piranti manajemen. Hukum sebagai instrumen, artinya hukum sebagai alat yang dipakai untuk mewujudkan tujuan. Hukum sebagai pembawa misi, artinya hukum menjadi wadah yang menampung segala keinginan dan aspirasi mengenai berbagai hal yang ingin di tata dan dicapai. Hukum sebagai piranti manajemen, artinya hukum menata kepentingan-kepentingan secara adil, menetapkan apa yang harus dilakukan dan yang tidak MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 26

9 boleh dilakukan, mengatur hak dan kewajiban individu-kelompok, menyiapkan sanksi, dan dilengkapi lembaga/aparat penegaknya. Berdasarkan pada pendapat sebagaimana disebutkan di atas, dapat dinyatakan bahwa politik hukum hukum tanah nasional terdapat dalam Pembukaan UUD NRI 1945, yang terjabar lebih lanjut dalam pasal-pasalnya, terutama Pasal 33 ayat (3). Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Politik hukum tanah nasional sekurang-kurangnya terdapat dua hal yang saling terkait, yaitu (1) bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai (dalam arti diatur dengan sebaik-baiknya) oleh negara dan (2) penguasaan oleh negara ditujukan untuk membangun kemakmuran rakyat. Di dalam Pasal 2 UUPA terdapat ketentuan bahwa atas dasar ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi seluruh rakyat Indonesia.Kata-kata dikuasai oleh negara dalam kalimat tersebut diatas mengandung arti (1) mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut, (2) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang, bumi, air dan ruang angkasa, dan (3) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatanperbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Politik hukum tanah nasional sebagaimana terdapat dalam UUPA sudah sejalan dengan konsep negara hukum Pancasila. Iman Sutiknyo, salah seorang sekretaris Panitia Agraria yang ikut membidani UUPA menyatakan bahwa UUPA itu semula mendapat kritik dari dua kubu yang ekstrem. Kubu pertama menuduh UUPA ini berpaham individualisme liberal dan bertentangan dengan Pancasila karena membolehkan pemilikan tanah meskipun dengan pembatasan-pembatasan. Kubu kedua menuding UUPA adalah berwatak komunistik karena meskipun membolehkan pemilikan atas tanah ooleh perseorangan tetapi memberikan batasan yang melanggar hak hak perseorangan. Dalam konteks ini Mahfud MD menyatakan bahwa hubungan manusia dengan tanah sebagaimana diatur dalam UUPA bukanlah pengaturan yang individualistik maupun komunistik, melainkan pengaturan yang prismatik sesuai dengan jiwa Pancasila. Konsep prismatik adalah konsep yang mempertemukan sisi baik individulasime dan sisi baik komunalisme. PENUTUP Hukum Tanah Nasional sebagaimana terdapat dalam UUPA dalam pokok-pokoknya sudah sejalan dengan konsep negara hukum Pancasila. Hanya saja dalam implementasinya ada hal-hal yang tidak sejalan atau bahkan bertentangan dengan konsep negara hukum Pancasila. Sehubungan dengan hal tersebut, peraturan perundang undangan yang merupakan penjabaran atau pelaksanaan lebih lanjut dari UUPA harus (1) mempertahankan MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 27

10 sifat prismatik, (2) menjalankan fungsinya sebagai a tool of social engeneering tetapi juga harus memperhatikan hukum sebagai cerminan budaya yang hidup dalam masyarakat, (3) mengedepankan kepastian hukum yang sekaligus dibarengi dengan keadilan. Dengan cara ini, di satu sisi hukum tanah nasional dapat mengikuti perkembangan masyarakat dalam era globalisasi, tetapi di sisi lain, tetap memiliki basis kuat dalam masyarakatnya. Akhirnya, pembangunan hukum tanah nasional berdasarkan konsep negara hukum Pancasila ini tetap diabdikan pada pencapaian cita-cita bangsa Indonesia, yakni negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. DAFTAR PUSTAKA Arief, Barda Nawawi Pembangunan Sistem Hukum Nasional (Indonesia). Semarang: Penerbit Pustaka Magister. Alkostar. Artidjo Pembangunan Hukum dan Keadilan dalam Moh. Mahfud MD, dkk. (Editor). Kritik Sosial dalam Wacana Pembangunan. Yogyakarta: UII Press. Asshidiqqie, Jimmly Agenda Pembangunan Hukum Nasional di Abad Globalisasi. Jakarta: Balai Pustaka Hidayat, Arief NEGARA HUKUM PANCASILA: (Suatu Model Ideal Penyelenggaraan Negara Hukum) dalam Prosiding Kongres Pancasila IV: Strategi Pelembagaan Nilia nilai Pancasila dalam Menegakkan Konstitusionalitas Indonesia, Yogyakarta 31 Mei-1 Juni 202. PSP UGM, halaman 60 Juliantara,Dadang (Penyunting) Menggeser Pembangunan Memperkuat Rakyat, Emansipasi dan Demokrasi Mulai Dari Desa. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama Mahfud MD. Moh Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada. Mahfud MD,Moh Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi. Jakarta: Rajawali Press. Sodiki, Achmad Politik Hukum Agraria. Jakarta. Konstitusi Press. Nonet, Philippe and Philip Selznick, Law and Society intransition: Toward Responsive Law, New York, Hagerstown, San Fransisco and London: Harper Colophon Books. Rahardjo, Satjipto Ilmu Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Rahardjo, Satjipto Sisi sisi Lain dari Hukum di Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Tanya, Bernard L Politik Hukum Agenda Kepentingan Bersama. Yogyakarta: Genta Publising. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 28

Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia

Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia Penyelenggaraan otonomi daerah yang kurang dapat dipahami dalam hal pembagian kewenangan antara urusan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN PEMBANGUNAN HUKUM TAHUN

BAB II LANDASAN PEMBANGUNAN HUKUM TAHUN BAB II LANDASAN PEMBANGUNAN HUKUM TAHUN 2015-2019 Uraian dalam bab sebelumnya memberikan gambaran bahwa sesungguhnya pembangunan hukum nasional memerlukan landasan yang kuat. Terdapat 2 (dua) landasan

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP HUKUM ISLAM. Ngurah Suwarnatha, S.H., LL.M. Suwarnatha.pusku.com Suwarnatha.hol.es

RUANG LINGKUP HUKUM ISLAM. Ngurah Suwarnatha, S.H., LL.M. Suwarnatha.pusku.com Suwarnatha.hol.es RUANG LINGKUP HUKUM ISLAM Ngurah Suwarnatha, S.H., LL.M. Suwarnatha.pusku.com Suwarnatha.hol.es Pendapat orientalis terhadap kedudukan dan peranan Hukum Islam Menurut Rene David Universitas Paris, menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demi stabilitas keamanan dan ketertiban, sehingga tidak ada lagi larangan. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang mencakup:

BAB I PENDAHULUAN. demi stabilitas keamanan dan ketertiban, sehingga tidak ada lagi larangan. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang mencakup: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut dengan UUD 1945) secara tegas menyebutkan negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

3.2 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Dasar Negara Pancasila sebagai dasar negara sering juga disebut sebagai Philosophische Grondslag

3.2 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Dasar Negara Pancasila sebagai dasar negara sering juga disebut sebagai Philosophische Grondslag 3.2 Uraian Materi 3.2.1 Pengertian dan Hakikat dari Dasar Negara Pancasila sebagai dasar negara sering juga disebut sebagai Philosophische Grondslag dari negara, ideologi negara, staatsidee. Dalam hal

Lebih terperinci

2.4.1 Struktur dan Anatomi UUD NRI tahun 1945 Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya mengandung Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara tidak ikut

2.4.1 Struktur dan Anatomi UUD NRI tahun 1945 Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya mengandung Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara tidak ikut 2.4.1 Struktur dan Anatomi UUD NRI tahun 1945 Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya mengandung Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara tidak ikut diamandemen. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM Oleh: Prof Dr Jamal Wiwoho, SH, MHum.

POLITIK HUKUM Oleh: Prof Dr Jamal Wiwoho, SH, MHum. POLITIK HUKUM Oleh: Prof Dr Jamal Wiwoho, SH, MHum 1 Curiculum Vitea INama : Prof DR.H. JAMAL WIWOHO, SH, Mhum Tempat tgl lahir :Magelang 8 Nopember 1962 Tempat tinggal : Jl Manunggal 1/43 Solo, Jateng

Lebih terperinci

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PANCASILA DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM 1. Penegakan Hukum Penegakan hukum mengandung makna formil sebagai prosedur

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR DEMOKRASI PANCASILA MENURUT UUD 1945

TUGAS AKHIR DEMOKRASI PANCASILA MENURUT UUD 1945 TUGAS AKHIR DEMOKRASI PANCASILA MENURUT UUD 1945 Di susun oleh : Nama : Garna Nur Rohiman NIM : 11.11.4975 Kelompok : D Jurusan Dosen : S1-TI : Tahajudin Sudibyo, Drs Untuk memenuhi Mata Kuliah Pendidikan

Lebih terperinci

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA 1. BPUPKI dalam sidangnya pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membicarakan. a. rancangan UUD b. persiapan kemerdekaan c. konstitusi Republik Indonesia Serikat

Lebih terperinci

PEMPURNAAN UUPA SEBAGAI PERATURAN POKOK AGRARIA

PEMPURNAAN UUPA SEBAGAI PERATURAN POKOK AGRARIA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI JAWA TIMUR PEMPURNAAN UUPA SEBAGAI PERATURAN POKOK AGRARIA DR YAGUS SUYADI, SH, MSi ISSUE UTAMA MASALAH AGRARIA TERDAPAT KETIMPANGAN

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA. Oleh : Iman Hidayat

PENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA. Oleh : Iman Hidayat PENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA Oleh : Iman Hidayat ABSTRAK Secara yuridis konstitusional, tidak ada hambatan sedikitpun untuk menjadikan hukum adat sebagai

Lebih terperinci

MENYOAL ORGANISASI KEMASYARAKATAN (ORMAS) ANTI-PANCASILA Oleh: Imas Sholihah * Naskah diterima: 30 Mei 2016; disetujui: 21 Juni 2016

MENYOAL ORGANISASI KEMASYARAKATAN (ORMAS) ANTI-PANCASILA Oleh: Imas Sholihah * Naskah diterima: 30 Mei 2016; disetujui: 21 Juni 2016 MENYOAL ORGANISASI KEMASYARAKATAN (ORMAS) ANTI-PANCASILA Oleh: Imas Sholihah * Naskah diterima: 30 Mei 2016; disetujui: 21 Juni 2016 Kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, berserikat, berkumpul, bahkan

Lebih terperinci

BAHAN TAYANG MODUL 5

BAHAN TAYANG MODUL 5 Modul ke: PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN HUBUNGAN PANCASILA DENGAN PEMBUKAAN UUD 1945 SERTA PENJABARAN PADA PASAL- PASAL UUD 1945 DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBUATAN KEBIJAKAN NEGARA SEMESTER GASAL

Lebih terperinci

PLEASE BE PATIENT!!!

PLEASE BE PATIENT!!! PLEASE BE PATIENT!!! CREATED BY: HIKMAT H. SYAWALI FIRMANSYAH SUHERLAN YUSEP UTOMO 4 PILAR KEBANGSAAN UNTUK MEMBANGUN KARAKTER BANGSA PANCASILA NKRI BHINEKA TUNGGAL IKA UUD 1945 PANCASILA MERUPAKAN DASAR

Lebih terperinci

LAND REFORM INDONESIA

LAND REFORM INDONESIA LAND REFORM INDONESIA Oleh: NADYA SUCIANTI Dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, tanah memiliki arti dan kedudukan yang sangat penting di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1 Fokus Media UUD 1945 dan Amandemennya. Bandung: Fokus Media

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1 Fokus Media UUD 1945 dan Amandemennya. Bandung: Fokus Media BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Negara Indonesia mempunyai wilayah yang sangat luas, dan terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta mempunyai berbagai bahasa, etnis, kebudayaan, agama, yang

Lebih terperinci

Pancasila dalam Konteks Ketatanegaraan Indonesia. Selly Rahmawati, M.Pd.

Pancasila dalam Konteks Ketatanegaraan Indonesia. Selly Rahmawati, M.Pd. Pancasila dalam Konteks Ketatanegaraan Indonesia Selly Rahmawati, M.Pd. 1 Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Indonesia Pancasila sebagai dasar Negara merupakan asas kerokhanian atau dasar filsafat

Lebih terperinci

PEMBUKAAN UUD 1945 (Kuliah-8) 1

PEMBUKAAN UUD 1945 (Kuliah-8) 1 PEMBUKAAN UUD 1945 (Kuliah-8) suranto@uny.ac.id 1 1. Pembukaan UUD 1945 sebagai tertib hukum tertinggi. Mengandung pokok-pokok pikiran yang meliputi suasana kebatinan UUD dan dijelmakan dalam pasal-pasal

Lebih terperinci

MODUL 5 PANCASILA DASAR NEGARA DALAM PASAL UUD45 DAN KEBIJAKAN NEGARA

MODUL 5 PANCASILA DASAR NEGARA DALAM PASAL UUD45 DAN KEBIJAKAN NEGARA MODUL 5 PANCASILA DASAR NEGARA DALAM PASAL UUD45 DAN KEBIJAKAN NEGARA (Penyusun: ) Standar Kompetensi : Pancasila sebagai Dasar Negara Indikator: Untuk dapat menguji pengetahuan tersebut, mahasiswa akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 alenia IV dijelaskan tujuan negara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PERTEMUAN KE 8 OLEH : TRIYONO, SS. MM. STTNAS YOGYAKARTA Pancasila Material ; Filsafat hidup bangsa, Jiwa bangsa, Kepribadian bangsa, Sarana tujuan hidup bangsa, Pandangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah dapat menimbulkan persengketaan yang dahsyat karena manusia-manusia

BAB I PENDAHULUAN. tanah dapat menimbulkan persengketaan yang dahsyat karena manusia-manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia ialah karena kehidupan manusia itu sama sekali tidak dapat di pisahkan dari tanah. Mereka hidup di atas tanah dan

Lebih terperinci

HUKUM AGRARIA NASIONAL

HUKUM AGRARIA NASIONAL HUKUM AGRARIA NASIONAL Oleh : Hj. Yeyet Solihat, SH. MKn. Abstrak Hukum adat dijadikan dasar karena merupakan hukum yang asli yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Hukum adat ini masih harus

Lebih terperinci

1. Arti pancasila sebagai way of life (pandangan hidup)

1. Arti pancasila sebagai way of life (pandangan hidup) 1. Arti pancasila sebagai way of life (pandangan hidup) Pengertian pandangan hidup adalah suatu hal yang dijadikan sebagai pedoman hidup, dimana dengan aturan aturan yang di buat untuk mencapai yang di

Lebih terperinci

Wacana Pasal Penghinaan Presiden atau Wakil Presiden Dalam RUU KUHP Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 28 Agustus 2015; disetujui: 31 Agustus 2015

Wacana Pasal Penghinaan Presiden atau Wakil Presiden Dalam RUU KUHP Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 28 Agustus 2015; disetujui: 31 Agustus 2015 Wacana Pasal Penghinaan Presiden atau Wakil Presiden Dalam RUU KUHP Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 28 Agustus 2015; disetujui: 31 Agustus 2015 Pasal Penghinaan Presiden atau Wakil Presiden Dalam

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dimensi ekonomi, sosial, kultural, politik dan ekologis.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dimensi ekonomi, sosial, kultural, politik dan ekologis. BAB I PENDAHULUAN Tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada umat manusia di muka bumi. Tanah menjadi kebutuhan dasar manusia sejak lahir sampai meninggal dunia, manusia membutuhkan tanah untuk tempat

Lebih terperinci

Berkomitmen terhadap Pokok Kaidah Negara Fundamental

Berkomitmen terhadap Pokok Kaidah Negara Fundamental Bab III Berkomitmen terhadap Pokok Kaidah Negara Fundamental Sumber: http://www.leimena.org/id/page/v/654/membumikan-pancasila-di-bumi-pancasila. Gambar 3.1 Tekad Kuat Mempertahankan Pancasila Kalian telah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUUXIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati I. PEMOHON a. Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (Pemohon I) b. Lembaga Pengawasan

Lebih terperinci

RANCAANPERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

RANCAANPERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH NO.1 2010 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 1 2010 SERI. E RANCAANPERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

AGENDA DALAM SISTEM EKONOMI INDONESIA

AGENDA DALAM SISTEM EKONOMI INDONESIA AGENDA DALAM SISTEM EKONOMI INDONESIA S I S T E M E K O N O M I I N D O N E S I A S O S I O L O G I C - 2 F I S I P A L M U I Z L I T E R A T U R E : M U N A W A R DKK ( 2 0 1 5 ) Pendahuluan Apabila sistem

Lebih terperinci

CITA-CITA NEGARA PANCASILA

CITA-CITA NEGARA PANCASILA CITA-CITA NEGARA PANCASILA Disampaikan Pada Diskusi Harian Pelita di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, 10 Maret 2011 1. Cita-cita Negara Pancasila, sebagaimana dirintis dasar-dasar filosofisnya oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 6 Undang-undang Pokok Agraria Tahun 1960 menetapkan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ini berarti, bahwa penggunaan tanah harus sesuai dengan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi Republik Indonesia. Amandemen UUD 1945 sebanyak empat kali (1999-2002) berdampak pada perubahan perundang-undangan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENYUSUNAN PROLEGNAS Oleh : FX Soekarno, SH. 2

ARAH KEBIJAKAN PENYUSUNAN PROLEGNAS Oleh : FX Soekarno, SH. 2 ARAH KEBIJAKAN PENYUSUNAN PROLEGNAS 2010-2014 1 Oleh : FX Soekarno, SH. 2 A. Latar Belakang Menjelang berakhirnya masa keanggotaan DPR-RI periode 2004-2009, perlu dilakukan kilas balik dan evaluasi atas

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

Bab IV Penutup BAB IV PENUTUP

Bab IV Penutup BAB IV PENUTUP BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN. 1. Pengaturan negara hukum di dalam tiap UUD terdapat perbedaan terutama perumusan dalam UUD 1945 dengan UUD 1945 amandemen. Pengaturan negara hukum dalam UUD 1945 di atur

Lebih terperinci

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) I Pembahasan tentang dan sekitar membangun kualitas produk legislasi perlu terlebih dahulu dipahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air, ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikaruniakan

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM GUNAWAN SASMITA DIREKTUR LANDREFORM ALIANSI PETANI INDONESIA JAKARTA 10 DESEMBER 2007 LANDASAN FILOSOFI TANAH KARUNIA TUHAN

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMP, MTs, DAN SMPLB

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMP, MTs, DAN SMPLB STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMP, MTs, DAN SMPLB Mata Pelajaran Pendidikan Kewargaan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

MATERI UUD NRI TAHUN 1945

MATERI UUD NRI TAHUN 1945 B A B VIII MATERI UUD NRI TAHUN 1945 A. Pengertian dan Pembagian UUD 1945 Hukum dasar ialah peraturan hukum yang menjadi dasar berlakunya seluruh peraturan perundangan dalam suatu Negara. Hukum dasar merupakan

Lebih terperinci

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1 MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1 Oleh: Siti Awaliyah, S.Pd, S.H, M.Hum Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Malang A. Pengantar Kedaulatan merupakan salahsatu

Lebih terperinci

Materi Kuliah RULE OF LAW

Materi Kuliah RULE OF LAW 70 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Materi Kuliah RULE OF LAW Modul 9 Oleh : Rohdearni Tetty Yulietty Munthe, SH/08124446335 70 71 1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah proses pembelajaran mahasiswa diharapkan

Lebih terperinci

MAKALAH PANCASILA DEMOKRASI PANCASILA

MAKALAH PANCASILA DEMOKRASI PANCASILA MAKALAH PANCASILA DEMOKRASI PANCASILA Dosen : Dr. Abidarin Rosidi M.M. Disusun Oleh : Reenato Gilang 11.11.5583 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Apakah demokrasi itu? Apakah negara ini sudah demokrasi?

Lebih terperinci

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN LAMPIRAN I KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TANGGAL 11 MEI 2004 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2004 2009 I. Mukadimah 1. Sesungguhnya Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR 1945

UNDANG-UNDANG DASAR 1945 UNDANG-UNDANG DASAR 1945 1 UNDANG-UNDANG DASAR menurut sifat dan fungsinya adalah : Suatu naskah yang memaparkan kerangka dan tugas-tuga pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan

Lebih terperinci

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN 2010 2014 A. PENDAHULUAN Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kesehatan Tafsiran zat adiktif

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kesehatan Tafsiran zat adiktif RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kesehatan Tafsiran zat adiktif I. PEMOHON Drs. H.M. Bambang Sukarno, yang selanjutnya disebut sebagai Para Pemohon II. KEWENANGAN

Lebih terperinci

Kedudukan Pembukaan UUD Anggota Kelompok : -Alfin Anthony -Benadasa -Jeeva Laksamana -Nicolas Crothers -Steven David -Lukas Gilang

Kedudukan Pembukaan UUD Anggota Kelompok : -Alfin Anthony -Benadasa -Jeeva Laksamana -Nicolas Crothers -Steven David -Lukas Gilang Kedudukan Pembukaan UUD 1945 Anggota Kelompok : -Alfin Anthony -Benadasa -Jeeva Laksamana -Nicolas Crothers -Steven David -Lukas Gilang Pertanyaan 1. Jelaskan Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA IKHTISAR PUTUSAN PERKARA NOMOR 100/PUU-XI/2013 TENTANG KEDUDUKAN PANCASILA SEBAGAI PILAR BERBANGSA DAN BERNEGARA Pemohon Jenis Perkara Pokok Perkara Amar Putusan

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA KELOMPOK 2: 1. Hendri Salim (13) 2. Novilia Anggie (25) 3. Tjandra Setiawan (28) SMA XAVERIUS BANDAR LAMPUNG 2015/2016 Hakikat Warga Negara Dalam Sistem Demokrasi Warga Negara

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA

PENDIDIKAN PANCASILA PENDIDIKAN PANCASILA Disusun Oleh : M. Rizky Ramadhan 11.12.5974 Kelompok : Nusantara Dosen Pengampu : Mohammad Idris P.Drs,MM Jurusan Sistem Informasi STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011/2012 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH A. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum 1. Pengertian Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah sebuah hak yang bisa

Lebih terperinci

Hand Outs 2 Pendidikan PANCASILA

Hand Outs 2 Pendidikan PANCASILA Hand Outs 2 Pendidikan PANCASILA SAMSURI SEMESTER GASAL 2011/2012 UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA YOGYAKARTA MENGAPA KAJIAN ILMIAH? TUNTUTAN KEILMUAN (DUNIA AKADEMIK) MENGIKUTI KAIDAH KEILMUAN. PANCASILA

Lebih terperinci

1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa

1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa 1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjungnya

Lebih terperinci

PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan hukum Islam di

PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan hukum Islam di PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. I Hukum Islam telah ada dan berkembang seiring dengan keberadaan Islam itu sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR 2.1 Pengertian penegakan hukum. Mengenai pengertian dari penegakan hukum menunjuk pada batasan pengertian dari para sarjana. Identifikasi

Lebih terperinci

DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 3 LAWANG ULANGAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2007 / 2008

DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 3 LAWANG ULANGAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2007 / 2008 DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 3 LAWANG ULANGAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2007 / 2008 Mata Pelajaran : PPKn Kelas : VII ( TUJUH ) Hari, tanggal : Senin, 9 Juni 2008 Waktu : 60 Menit PETUNJUK UMUM:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kepastian hukum bagi jalannya kehidupan organisasi pemerintahan di Indonesia,

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kepastian hukum bagi jalannya kehidupan organisasi pemerintahan di Indonesia, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Konstitusi Republik Indonesia dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, 1 yang mempunyai tujuan untuk menciptakan tata tertib hukum dan kepastian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Universitas Indo Global Mandiri Palembang NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Pengertian Hukum yaitu : Seperangkat asas dan akidah yang mengatur kehidupan manusia dalam

Lebih terperinci

PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945

PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 1 Rumusan Pembukaan UUD 1945 merupakan hasil karya para founding fathers yang telah mengerahkan segenap pikiran dan tenaga untuk menyumbangkan karya terbaik bagi bakal

Lebih terperinci

Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Indonesia (Pembukaan UUD 1945) B Y : S E L L Y R A H M A W A T I

Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Indonesia (Pembukaan UUD 1945) B Y : S E L L Y R A H M A W A T I Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Indonesia (Pembukaan UUD 1945) B Y : S E L L Y R A H M A W A T I Pancasila sebagai dasar Negara asas kerohanian atau dasar filsafat Negara sumber nilai dan sumber

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5430 HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. Pendirian-Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 116) PENJELASAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan Desa Caturharjo Kecamatan Pandak) Oleh : M. ADI WIBOWO No. Mhs : 04410590 Program

Lebih terperinci

diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun

diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi perkara Nomor 21,22/PUU-V/2007, tanggal 25 Maret 2008, dengan hormat dilaporkan sebagai berikut : 1. Pemohon: a. perkara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 1 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 5 2010 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR TENTANG PENGUASAAN HAK ATAS TANAH DI INDONESIA BAGI WARGA NEGARA ASING

BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR TENTANG PENGUASAAN HAK ATAS TANAH DI INDONESIA BAGI WARGA NEGARA ASING BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR TENTANG PENGUASAAN HAK ATAS TANAH DI INDONESIA BAGI WARGA NEGARA ASING A. Penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia Bagi Warga Negara Asing 1. Tinjauan Umum

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR I. UMUM Tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi rakyat, bangsa

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT DAN PENYEDERHANAAN KEPARTAIAN (Penetapan Presiden Nomor 7 Tahun 1959 Tanggal 31 Desember 1959) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SYARAT-SYARAT DAN PENYEDERHANAAN KEPARTAIAN (Penetapan Presiden Nomor 7 Tahun 1959 Tanggal 31 Desember 1959) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SYARAT-SYARAT DAN PENYEDERHANAAN KEPARTAIAN (Penetapan Presiden Nomor 7 Tahun 1959 Tanggal 31 Desember 1959) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa berhubung dengan keadaan ketatanegaraan di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional yang dilakukan oleh pemerintah, baik. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dilaksanakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional yang dilakukan oleh pemerintah, baik. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dilaksanakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dilaksanakan untuk menyesuaikan kebutuhan masyarakat akan fasilitas-fasilitas

Lebih terperinci

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PERKEMBANGAN KONTEMPORER SISTEM ETIKA PUBLIK Dewasa ini, sistem etika memperoleh

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN NO: 1

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN NO: 1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN NO: 1 Materi Pokok : Makna manusia, bangsa, dan negara Pertemuan Ke- : 1 Alokasi Waktu : 1 x pertemuan (2x 45 menit) - Memahami hakikat bangsa dan negara kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu pakar hukum, Roscoe Pound mengemukakan paradigma

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu pakar hukum, Roscoe Pound mengemukakan paradigma BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu pakar hukum, Roscoe Pound mengemukakan paradigma hukum law as a tool of social engineering yang artinya hukum sebagai alat perubahan sosial. Istilah tersebut

Lebih terperinci

NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Pendidikan Pancasila Dosen Pengampu : Yuli Nurkhasanah, S.Ag, M.Hum Oleh : Caca Irayanti (1601016024) Nanda Safiera Mafaz (1601016025)

Lebih terperinci

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH 3.1. Visi Berdasarkan kondisi masyarakat dan modal dasar Kabupaten Solok saat ini, serta tantangan yang dihadapi dalam 20 (dua puluh) tahun mendatang, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal ini dibuktikan dengan adanya perkembangan di seluruh aspek kehidupan yaitu ekonomi, budaya, hukum,

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK 1

PENEGAKAN HUKUM DAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK 1 --------- MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PENEGAKAN HUKUM DAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK 1 Oleh: Moh. Mahfud MD 2 Hukum dan Pemerintahan dalam Kehidupan Bernegara Di era modern, negara sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria PERTAMA BAB I DASAR-DASAR DAN KETENTUAN-KETENTUAN POKOK Pasal 1 (1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK Modul ke: 05 Fakultas DESAIN SENI KREATIF Pancasila Sebagai Dasar Negara Modul ini membahas mengenai Pancasila Sebagai Dasar Negara Yang Merupakan Ideologi Terbuka, Batasan keterbukaan Pancasila sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah pada dasarnya menuntut Pemerintah Daerah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah pada dasarnya menuntut Pemerintah Daerah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberlakuan otonomi daerah pada dasarnya menuntut Pemerintah Daerah untuk melaksanakan berbagai kebijakan yang berorientasi pada upaya mempercepat terwujudnya kesejahteraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1986

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1986 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1986 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB IV PEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN BAGI WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA

BAB IV PEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN BAGI WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA BAB IV PEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN BAGI WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA A. Kepastian hukum dalam pemilikan satuan rumah susun bagi warga negara asing di Indonesia Menurut Kepala Urusan Umum dan Kepegawaian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak merupakan pengingkaran terhadap kedudukan setiap orang sebagai makhluk ciptaan Tuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin maju mensyaratkan para pekerja yang cakap, profesional dan terampil.

BAB I PENDAHULUAN. semakin maju mensyaratkan para pekerja yang cakap, profesional dan terampil. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Problem tenaga kerja di Indonesia sangatlah kompleks. Salah satu penyebabnya adalah ketersediaan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang. Jumlah pertumbuhan

Lebih terperinci

PANCASILA PANCASILA DAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG POLITIK, HUKUM, SOSIAL BUDAYA, DAN PERTAHANAN KEAMANAN. Nurohma, S.IP, M.

PANCASILA PANCASILA DAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG POLITIK, HUKUM, SOSIAL BUDAYA, DAN PERTAHANAN KEAMANAN. Nurohma, S.IP, M. PANCASILA Modul ke: PANCASILA DAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG POLITIK, HUKUM, SOSIAL BUDAYA, DAN PERTAHANAN KEAMANAN Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Sistem Informasi

Lebih terperinci

PERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

PERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT PERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DR. Wahiduddin Adams, SH., MA ** Pembentukkan Negara Kesatuan Republik Indonesia berawal dari bersatunya komunitas adat yang ada di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945)

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham demokrasi, sehinggga semua kewenangan adalah dimiliki oleh rakyat. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

17. Berikut ini yang bukan sebutan identik bahwa Pancasila sebagai dasar negara adalah... a. Ideologi negara

17. Berikut ini yang bukan sebutan identik bahwa Pancasila sebagai dasar negara adalah... a. Ideologi negara 1. Suatu kumpulan gagasan,ide ide dasar serta kepercayaan yang bersifat sistematis yang memberikan arah dan tujuan yang hendak dicapai oleh suatu bangsa dan negara adalah pengertian... a. Ideologi c. Tujuan

Lebih terperinci

BAB IV KEDUDUKAN DAN SIFAT PANCASILA

BAB IV KEDUDUKAN DAN SIFAT PANCASILA BAB IV KEDUDUKAN DAN SIFAT PANCASILA A. Kedudukan Pancasila 1. Sebagai Dasar Negara/Tertib Hukum Tertinggi (Grund Norm /Hukum Dasar), karena a. Memberikan faktor-faktor mutlak bagi terwujudnya tertib hukum.

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAHAN TAYANG MODUL 11 SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2016/2017 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH.

BAHAN TAYANG MODUL 11 SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2016/2017 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Modul ke: 11 Fakultas TEKNIK PANCASILA DAN IMPLEMENTASINYA SILA KETIGA PANCASILA KEPENTINGAN NASIONAL YANG HARUS DIDAHULUKAN SERTA AKTUALISASI SILA KETIGA DALAM KEHIDUPAN BERNEGARA ( DALAM BIDANG POLITIK,

Lebih terperinci

POKOK PIKIRAN TANWIR MUHAMMADIYAH 2012

POKOK PIKIRAN TANWIR MUHAMMADIYAH 2012 POKOK PIKIRAN TANWIR MUHAMMADIYAH 2012 UNTUK PENCERAHAN DAN SOLUSI PERMASALAHAN BANGSA Muhammadiyah merupakan bagian tak terpisahkan dari komponen bangsa. Oleh karena itu, Muhammadiyah sangat peduli atas

Lebih terperinci